View
342
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
STIMULANSIA
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
“ STIMULANSIA SISTEM SYARAF PUSAT (SSP) DAN ANASTESI ”
Tanggal Praktikum : 24-Mei-2013
Kelompok :
1. Rizki Farouk farisi (0661 11 117)
2. Herlina Gustina (0661 11 128)
3. Imas Shinta (0661 11 140)
4. Yunita (0661 11 152)
5. Septi Anggraeni (0661 11 164)
DOSEN PEMBIMBING :
Drh. Mien R., M.Sc., Ph.D
E. Mulyati Effendi., MS.
Yulianita., M.farm
Nisa Najwa. S.farm., Apt
LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
1. TANDA TANGAN :
Nama/NPM : Riski Farouk Farisi (0661 11 117)
2. TANDA TANGAN :
Nama/NPM : Herlina Gustina (0661 11 128)
3. TANDA TANGAN :
Nama/NPM : Imas Shinta (0661 11 140)
4. TANDA TANGAN :
Nama/NPM : Yunita (0661 11 152)
5. TANDA TANGAN :
Nama/NPM : Septi Anggraeni (0661 11 164)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Stimulansia SSP adalah obat yang dapat meningkatkan aktivitas otak
dan spinal cord. Obat golongan ini dapat digunakan untuk menghambat efek
golongan depresansia SSP.
Obat–obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek
farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak
langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta
syarafnya.
menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak
lansung memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak,
sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya.
Obat stimulansia ini bekerja pada system syaraf dengan meningkatkan
transmisi yang menuju atau meninggalkan otak. Stimulant tersebut dapat
menyebabbkan orang merasa tidak dapat tidur, selalu siaga, dan penuh
percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh, dan
tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan, pupil
dilatasi, banyak bicara, agitasi, dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant
berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic, sakit kepala, kejang perut,
agresif, dan paranoid.
Klasifikasi Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar,
yaitu:
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau
menghambat
fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan tranquillizers,
dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh SSP, yakni
antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin).
2. Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple
sclerosis), dan penyakit
Parkinson.
3. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan
mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja
transmitter).
Anastesi adalah senyawa yang dapat mengurangi rasa sakit, anastesi dibagi
menjadi :
anastesi lacal dan umum.
Anastesi local :
Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls syaraf ke
SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan demikian dapat
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin dan tanpa disertai hilangnya
kesadaran.
Penggunaan :
Anestetik lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan
kecil dimana pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan. Anestetik local dibagi
menjadi 3 jenis :
1. anestetik permukaan, digunakan secara local untu melawan rasa nyeri dan
gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau
leher, tetes mata untuk mengukur tekana okuler mata atau mengeluarkan benda asing
di mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria
untuk penderita ambient/ wasir.
2. Anestetik filtrasi yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang dibius
ujung-ujung sarafnya, misalnya pada daerah kulit dan gusi
3. Anestetik blok atau penyaluran saraf yaitu dengan penyuntikan disuatu
tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah anestesi yang luas
misalnya pada pergelangan tangan atau kaki.
Obat – obat anestetik local umumnya yang dipakai adalah garam kloridanya
yang mudah larut dalam air.
Persyaratan Anestetik local :
Anestetik local dikatakan ideal apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut
:
a. tidak merangsang jaringan
b. tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf sentral
c. toksisitas sistemis rendah
d. efektif pada penyuntikan dan penggunaan local
e. mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu cukup lama
f. larut dalam air dengan menghasilakan larutan yang stabil dan tahan pemanasan
Efek samping :
Eek samping dari pengguna anestetik local terjadi akibat khasiat dari
kardiodepresifnya ( menekan fungsi jantung ), mengakibatkan hipersensitasi berupa
dermatitis alergi.
Penggolongan :
Secara kimiawi anestetik local dibagi 3 kelompok yaitu :
1. Senyawa ester, contohnya prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, dan
oksibuprokain
2. Senyawa amida, contohnya lidokain, mepivikain, bupivikain,, cinchokain dll.
Semua kokain, semua obat tersebut diatas dibuat sintesis.
Anastesi Umum :
Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi pada pusat-pusat syaraf
tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu anestetik umum :
1.berbau enak dan tidak merangsang selaput lendir
2. mula kerja cepat tanpa efek samping
3. sadar kembalinya tanpa kejang
4. berkhasiat analgetik baik dengan melemaskan otot-otot seluruhnya
5. Tidak menambah pendarahan kapiler selama waktu pembedahan
Efek samping
Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping yang
terpenting diantaranya adalah :
Konvulsi
Menekan pernafasan, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
Mengurangi kontraksi jantung, terutama halotan dan metoksifluran yang
paling ringan pada eter
Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti senyawa
klor
Merusak ginjal, khususnya metoksifluran
Penggolongan :
Menurut penggunaannya anestetik umum digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Anestetik injeksi, contohnya diazepam, barbital ultra short acting ( thiopental dan
heksobarbital )
2. Anestetik inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Contohnya
eter, dll.
I.2 Tujuan Percobaan
Mahasiswa mengetahui efek yang ditimbulkan dari suatu obat
syimulansia SSP
Mahasiawa mengetahui gejala konvulsi yang ditimbulkan setelah
pemberian suatu stimulansia SSP
Mahasiswa mengetahui mulai kerja dan lamanya kerja suatu anastesi
Mahasiswa mengetahui cara kerja dari suatu anastesi local dan
anastesi umum
II.3 Hipotesis
Pada percobaan stimulansia dengan menggunakan zat striknin hewan
percobaan (mencit) akan mmengalami konfulsi. Dan pada percobaan Anestesi
dengan zat Cloralhidrat akan mengalami onset pada menit ke-7 (tidak lewat
dari 10 menit).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI ANESTESI UMUM
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen
anestesi yang ideal terdiri : hipnotik, analgesia, relaksasi otot.
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. ( Agus 2009)
JENIS ANESTETIK UMUM
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu ;
1. Anestetik Inhalasi
2. Anestetik Intravena
ANESTETIK INHALASI
Obat anastetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. Dalam dunia modern, anastetik inhalasi yang
umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
desfluran, dan sevofluran. Agen ini dapat diberikan dan diserap secara terkontrol dan
cepat, karena diserap serta dikeluarkan melalui paru-paru (alveoli). Dalam praktek
kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam
menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan
berlangsung cepat pada zat yang tidak larut.
Konsentrasi alveolar minimal (KAM) atau MAC (Minimum Alveolar
Concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan 1
atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan
insisi standar. Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95% pasien, jika kadarnya
dinaikkan di atas 30% nilai KAM. Dalam keadaan seimbang tekanan parsial zat
anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja
obat. Keterbatasan lain bahwa konsep MAC hanya membandingkan tingkat anestesi
saja dan tidak dapat memperkirakan efek fisiologis pada sistem organ penting seperti
fungsi kardiovaskular dan ginjal, terutama pada pasien berpenyakit menahun.
Konsentrasi uap anestetik dlaam alveoli selama induksi ditentukan oleh :
a. Konsentrasi inspirasi
Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tidak terjadi depresi
nafas atau kejang laring. Induksi makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
b. Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi, dan sebaliknya.
c. Koefisien gas / darah
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah konsntrasi
dalam alveoli, dan sebaliknya.
d. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah.
e. Hubungan ventilasi – perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik.
Sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh paru-paru. Sebagian lagi
dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolisme
yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat Dan Bahan
Alat :
Jarum suntik
Stopwatch
Bahan :
Mencit
Larutan strignin 0,01 %
Kafein 1%
Uretan
Cloralhidrat
MgSO4
III.2 Cara Kerja
Rute Pemberian Obat Simulansia SSP Secara Intra Peritoneal
a. Pertama mencit ditimbang untuk mengetahui berat badannya
dan dosis stimulansia yang diberikan. Stimulansia yang
digunakan pada praktikum ini adalah larutan strignin dengan
dosis 0,75mg/kg BB dan kafein 100mg/kg BB
b. Prosedur Pegang mencit pada tengkuknya sedemikian hingga
posisi abdomen lebih tinggi dari kepala Suntikan stimulansia
ke dalam abdomen bawah dari mencit disebelah garis
midsagital
Pengamatan biologi :
- Berat badan
- Frekwensi jantung
- Laju pernafasan
- Reflex
- Tonus otot
- Kesadaran
- Rasa nyeri
Efek yang diamati : Gejala konvulsi yang terjadi dengan
selang waktu setiap 10 menit
Rute Pemberian Obat Anastetik Secara Subkutan
a. Pertama mencit ditimbang untuk mengetahui berat
badannya dan dosis anaetesi yang diberikan. Anaestetikum
yang digunakan pada praktikum ini adalah uretan,
cloralhidrat , dan MgSO4
b. Prosedur Pegang kulit pada bagian tengkuk mencit Cari
bagian kulit tersebut yang berongga (ada ruangan di bawah
kulit) Suntikan larutan obat ke dalam ruangan tersebut
(bawah kulit) secara bertahap dari 0,1 ml-1 ml sampai
terjadi onset.
Pengamatan:
- Catat waktu pemberian obat, mulai timbulnya efek (on set)
Efek yang diamati, diantaranya :
1. Aktivitas spontan dari respon terhadap
rangsangan/stimulus pada keadaan normal
2. Perubahan aktivitas baik spontan maupun distimulasi
3. Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil
4. Diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak
lagi dicoba
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil percobaan
Hasil pengamatan anastesi
PENGAMATAN NORMAL 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
Bobot Badan 20 g 20 g 20 g 20 g 20 g 20 g 20 g
Laju Respirasi 188/menit 196/menit
204/menit
212/menit
220/menit
220/menit
220/menit
Refleks +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Tonus Otot +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Kesadaran +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Rasa Nyeri +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Gejala Lain
Konvulsi - - - - - - -
Salivasi
Defekasi
Urinasi
Tipe Konvulsi
Spontan
Klonik
Simetris
Asponmtan
Tetanik
Asimetris
Hasil pengamatan stimulansia
PENGAMATAN NORMAL 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
Bobot Badan 20 g 20 g 20 g 20 g 20 g 20 g 20 g
Laju Respirasi 188/menit 196/menit
204/menit
212/menit
220/menit
220/menit
220/menit
Refleks +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Tonus Otot +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Kesadaran +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Rasa Nyeri +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Gejala Lain
Konvulsi - - - - - - -
Salivasi
Defekasi
Urinasi
Tipe Konvulsi
Spontan
Klonik
Simetris
Asponmtan
Tetanik
Asimetris
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penyuntikan secara injeksi subkutan untuk obat
anastesi dengan zat Cloralhidrat pada hewan coba (mencit). pada percobaan ini
mmelakukan 3 kali pemberian obat dengan dosis pertama 0,1 ,
Pada percobaan kedua, dilakukan penyuntikan secara intraperitonial untuk
stimulansia dengan obat striknin. Pada hewan coba mencit, hewan coba yang
digunakan memiliki bobot 20 gr. Dosis yang digunakan untuk obat striknin adalah 2
ml. Pada percobaan ini dilakukan pengamatan meliputi frekuensi jantung, laju
respirasi, refleks, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri, juga gejala lain meliputi konvulsi,
salivasi, defekasi, dan urinasi semua itu diamati setiap 10 mmenit sekali. Dengan
hasil pengamatan yang didapat sesuai data, dapat dilihat bahwa kondisi mencit masih
dalam keadaan baik.
Pada hewan coba (mencit) yang kami gunakan tidak mengalami gejala
konvulsi baik spontan maupun aspontan. Sedangkan menurut literatur seharusnya
hewan coba (mencit) dengan pemberian obat striknin mengalami gejala konvulsi.
Dimana striknin merupakan konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas dengan
mengadakan blokade selektif terhadap sistem penghambatan pascasinaps, bekerja
dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmitor penghambatan
yaitu glisin didaerah penghambatan pascasinaps.
Penyebab tidak terjadinya konvulsi disebabkan oleh beberapa faktor seperti,
penyuntikan intraperitonial yang tidak tepat yang seharusnya langsung masuk ke
aliran darah tetapi obat mungkin masuk kedalam organ pencernaan sehingga efek
yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa :
Anastesi mengalami onset pada menit ke-
Stimulansia tidak mengalami konvulsi karena salah penyuntikan
DAFTAR PUSTAKA
Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R:farmakologi, pendekatan proses
keperawatan: EGC, Jakarta.1996
Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
Ansel, Howard.C., 1989Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995,Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai
Penerbit FalkultasKedokteran Universitas Indonesia, Jakarta..
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995,Pengantar Farmakologi Dalam
“Farmakologi dan Terapi”, EdisiIV, Editor: Sulistia G.G, Gaya Baru, Jakarta.
Recommended