View
1.158
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
LP
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Otitis media superatif kronika (OMSK) atau otitis media perforata (OMP) adalah
infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah. (Soepadi, Arsyad, E., 1998)
Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering
terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
B. Klasifikasi
OMSK dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak
terdapat kolesteatom.
2. OMSK tipe maligna (tipe tulang = tipe bahaya)
OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi
terletak pada margina atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma
dengan perforasi subtotal. Sebagian komplikasi yang berbahaya atau total timbul
pada atau fatal, timbul pada OMSK tipe maligna (Buchman. 2003).
C. Anatomi Fisiologi Telinga
Telinga adalah organ pendengaran. Syaraf yang melayani indera ini adalah
syaraf cranial ke delapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu:
telinga luar, telinga tengah dan rongga telinga dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala
kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan
tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada
lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan
perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus
auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat
dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika
membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar
2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat
di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit
tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen
nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding
medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.
Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga
tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak
tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval
mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami
kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba
eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka
akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap
atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis
bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan
lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung
organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini
distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea
berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna
mengisinya, Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan
perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak
melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus,
akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti.
(Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Pearce, C Evelyn. 2002)
D. Etiologi
Faktor penyebab penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Patogen tersering yang diisolasi dari telinga pasien dengan OMSK adalah P.
aeruginosa dan S. aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam
penelitian. Jamur biasanya jarang muncul kecuali bila terdapat super infeksi
pada liang telinga.
c. Obstruksi anatomik tuba eustachius parsial / total
2. Perforasi membran timpani yang menetap
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi (timpano-sklerosis).
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh(Buchman,2003).
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala OMSK menurut Soepadi, Arsyad E, 1998 yaitu :
1. Perforasi pada marginal atau pada titik atau sentral yaitu perforasi yang terletak
di pers flaksida pada membran timpany.
2. Abses / fistel netro-aurikuler (belakang telinga)
3. Polip atau jaringan granulasi di MAE yang berasal dari dalam telinga tengah.
4. Adanya sekret berbentuk nanah dan berbau khas.
Manifestasi klinis menurut Adam dkk antara lain:
1. Perforasi pada marginal atau pada atik.
2. Abses atau kiste retroaurikuler (belakang telinga)
3. Polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang verasal dari dalam telinga
tengah.
4. Terlihat kolesteatom pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum).
5. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatom)
6. Terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.
Tanda dan gejala yang didapatkan saat pengkajian adalah
1. Gangguan pendengaran/pekak.
2. Bila ada keluhan gangguan pendengaran
3. Suara berdenging/berdengung (tinitus)
4. Rasa pusing yang berputar (vertigo).
5. Dapat sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
6. Keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga
berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan
neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak
kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada
kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan
tinitus.
7. Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
8. Keluar cairan dari telinga (otore): sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi
telinga luar dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari
teklinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila
bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila
cairan yang keluar seperti air jernih harus waspada adanya cairan liquor
serebrospinal.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen : Terlihat bayangan kolesteatoma pada rongga mastoid
2. CT Scan : Diskontinuitas osikula
3. Uji Fistula positif
4. Darah Lengkap: terjadi peningkatan jumlah leukosit(Soepadi, Arsyad E, 1998).
G. Penatalaksanaan
1. Prinsip Terapi OMSK tipe Benigna
Ialah dengan konservatif atau medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus
menerus, maka diberi obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3 – 5
hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat
tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Bila sekret sudah kering tetapi perforasi masih ada, setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan
tensilektomi.
2. Prinsip Terapi OMSK tipe Maligna
Ialah pembedahan yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti.
Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses sub periosteal retroaurikuler,
maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum dilakukan
mastoidektomi.
3. Jenis Pembedahan Pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi Sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang pada pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.
b. Mastiodektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga
luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga
daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi nin adalah
untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intra
kranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.Kerugian operasi ini ialah pasien
tidak diperbolehkan renang seumur hidup, pasien harus kontrol teratur,
pendengaran berkurang sekali. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang
tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal / plasti yang lebar,
sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi yaitu
meatus luar liang telinga menjadi lebar.
c. Mastiodektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan, dan
dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah, untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada
membran timpani. Tujuan operasi ini ialah untuk mencegah berulangnya
infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang
menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang
dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran
timpani.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini, selain
rekonstruksi membran timpani juga dilakukan rekonstruksi tulang
pendengaran (timpanoplasti tipe II, II, IV, V sebelum rekonstruksi dikerjakan
lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang, operasi
ini terpaksa dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 –12 bulan
f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK
tipe maligna atau benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan
operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastiodektomi radikal. Membersihkan kolesteatom
dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combined
Approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timpanotomi posterior(Mansjoer. 2007).
H. Komplikasi
Menurut Adam dkk, komplikasi OMSK diklasaifikasikan sebagai berikut:
1. Komplikasi di telinga tengah
a. Perforasi persisten
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi di telinga dalam
a. Fistel labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf
3. Komplikasi di ekstrasdural
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hidrosefalus otitis
I. Pengkajian
1. Anamnesa
Nama klien, No. Rek. Media, Usia (Otitis media sering dijumpai pada anak –
anak di bawah usia 15 tahun), Tinggi dan berat badan, Tanggal dan waktu
kedatangan, Orang yang dapat dihubungi.
2. Keluhan Utama
Menanakan alasan klien berobat ke rumah sakit dan menanyakan apa saja
keluhan yang ia rasakan.
a. Data Subyektif :
Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri
serta hilangnya pendengaran.Data harus disertai pernyataan mengenai mulai
serangan, lamanya, tingakt nyerinya.Rasa nyeri timbul karena adanya
tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada
membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga
tengah.Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah
mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran
berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti
tentang cara pencegahannya.
b. Data Obyektif :
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus
diterangkan.Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis eksterna
dan media.Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga (membran
timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena
merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah.
Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas,
terlihat ke abu-abuan.Terletak pada membran atau terlihat batas-
batasnya.Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan
otoskop.Bagian yang masuk ke telinga disebut speculum (corong) dan
dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk pengkajian yang lebih cermat
perlu dipakai kaca pembesar.Otoskop dipakai oleh orang yang terlatih,
termasuk para perawat.
3. Riwayat Kesehatan Dulu
menanyakan apakah klien pernah mengalami otitis media sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit ini
sebelumnya
5. Riwayat penyakit sekarang
tanyakan pada klien gejala-gejala apa saja yang dirasakannya saat ini.
6. Pengkajian pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
1) Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2) Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya antidepresan
trisiklik, antihistamin, fenotiasin, inhibitor monoamin oksidase ( MAO),
antikolinergik dan antispasmotik dan obat anti-parkinson.
3) Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk mengetahui
gaya hidup klien
b. Pola Nutrisi – Metabolik
1) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang
dan malam )
2) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
3) Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
4) Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-
sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
c. Pola Eliminasi
1) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
2) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
3) Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan
alat bantu untuk miksi dan defekasi.
d. Pola Aktivitas – Latihan
1) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan. Klien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam
beraktivitas sehubungan dengan luas lapang pandangnya yang
berkurang dan kekeruhan pada matanya akibat dari glaukoma yang
dideritanya.
2) Kekuatan Otot : Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah pendengarannya.
3) Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e. Pola Istirahat - Tidur
1) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
2) Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur
yang berhubungan dengan gangguan pada telinganya
3) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar
atau tidak?
f. Pola Kognitif - Persepsi
1) Kaji status mental klien
2) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami
sesuatu
3) Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
4) Pendengaran : menuru karena masuknya bakteri patogenik ke dalam
telinga tengah yang normalnya adalah steril.
5) Penglihatan : Baik, biasanya klien yang mengalami gangguan
pendengaran, tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.
6) Kaji apakah klien mengalami vertigo
7) Kaji nyeri : Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair.
Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan
sakit kepala.
g. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
1) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
2) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas,
depresi atau takut
3) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h. Pola Peran Hubungan
1) Tanyakan apa pekerjaan pasien
2) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:
pasangan, teman, dll.
3) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan
penyakit klien
i. Pola Seksualitas/Reproduksi
1) Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
2) Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait
dengan menopause
3) Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
j. Pola Koping-Toleransi Stres
1) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau
perawatan diri )
2) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat
untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan
orang-orang terdekat.
k. Pola Keyakinan-Nilai
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang
yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda – tanda vital : ukur suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
2. Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
3. Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
4. Kaji kemungkinan tuli
5. Pemeriksaan fisik dilakukan dari hair to toe dan berurutan berdasarkan
system.
J. Diagnosa
1. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kehilangan pendengaran
2. Perubahan sensori/persepsi berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan syaraf pendengaran
3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar
setelah operasi
K. Perencaan Keperawatan
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan
komunikasi
berkurang / hilang
dengan kriteria:
1. Klien akan
memakai alat
bantu dengar
(jika sesuai).
2. Menerima pesan
melalui metoda
pilihan (misal :
komunikasi
tulisan, bahasa
lambang,
berbicara dengan
jelas pada telinga
yang baik.
1. Dapatkan apa metode
komunikasi yang dinginkan
dan catat pada rencana
perawatan metode yang
digunakan oleh staf dan
klien, seperti : Tulisan,
Berbicara dan Bahasa
isyarat.
2. Kaji kemampuan untuk
menerima pesan secara
verbal.
a. Jika ia dapat mendegar
pada satu telinga, berbicara
dengan perlahan dan
dengan jelas langsung ke
telinga yang baik (hal ini
lebih baik daripada
berbicara dengan
keras).Tempatkan klien
dengan telinga yang baik
berhadapan dengan
pintu.Dekati klien dari sisi
telinga yang baik.
b. Jika klien dapat membaca
ucapan : Lihat langsung
pada klien dan bicaralah
lambat dan jelas.Hindari
berdiri di depan cahaya
karena dapat menyebabkan
klien tidak dapat membaca
bibi anda. Perkecil distraksi
1. Dengan mengetahui
metode komunikasi
yang diinginkan oleh
klien maka metode
yang akan
digunakan dapat
disesuaikan dengan
kemampuan dan
keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin
disampaikan oleh
perawat kepada
klien dapat diterima
dengan baik oleh
klien.
3. Memungkinkan
komunikasi dua arah
anatara perawat
dengan klien dapat
berjalan dnegan baik
dan klien dapat
menerima pesan
perawat secara
tepat.
yang dapat menghambat
konsentrasi
klien.Minimalkan
percakapan jika klien
kelelahan atau gunakan
komunikasi tertulis.
c. Tegaskan komunikasi
penting dengan
menuliskannya.
d. Jika ia hanya mampu
bahasa isyarat, sediakan
penerjemah. Alamatkan
semua komunikasi pada
klien, tidak kepada
penerjemah. Jadi seolah-
olah perawat sendiri yang
langsung berbicara kepada
klien dnegan mengabaikan
keberadaan penerjemah.
3. Gunakan faktor-faktor yang
meningkatkan pendengaran
dan pemahaman.
a. Bicara dengan jelas,
menghadap individu.
b. Ulangi jika klien tidak
memahami seluruh isi
pembicaraan.
c. Gunakan rabaan dan
isyarat untuk
meningkatkan
komunikasi.
d. Validasi pemahaman
individu dengan
mengajukan
pertanyaan yang
memerlukan jawaban
lebih dari ya dan tidak.
2. Persepsi / sensoris
baik, dengan kriteria
Klien akan
mengalami
peningkatan
persepsi/sensoris
pendengaran samapi
pada tingkat
fungsional.
1. Ajarkan klien untuk
menggunakan dan merawat
alat pendengaran secara
tepat.
2. Instruksikan klien untuk
menggunakan teknik-teknik
yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya
ketulian lebih jauh.
3. Observasi tanda-tanda awal
kehilangan pendengaran
yang lanjut.
4. Instruksikan klien untuk
menghabiskan seluruh
dosis antibiotik yang
diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun
lokal).
1. Keefektifan alat
pendengaran
tergantung pada tipe
gangguan/ketulian,
pemakaian serta
perawatannya yang
tepat.
2. Apabila penyebab
pokok ketulian tidak
progresif, maka
pendengaran yang
tersisa sensitif
terhadap trauma dan
infeksi sehingga
harus dilindungi.
3. Diagnosa dini
terhadap keadaan
telinga atau
terhadap masalah-
masalah
pendengaran rusak
secara permanen.
4. Penghentian terapi
antibiotika sebelum
waktunya dapat
menyebabkan
organisme sisa
berkembang biak
sehingga infeksi
akan berlanjut.
3. Rasa cemas klien
akan
berkurang/hilangden
gan kriteria
1. Jujur kepada klien ketika
mendiskusikan mengenai
kemungkinan kemajuan
dari fungsi pendengarannya
1. Menunjukkan
kepada klien bahwa
dia dapat
berkomunikasi
1. Klien mampu
mengungkapkan
ketakutan/kekuati
rannya.
2. Respon klien
tampak
tersenyum.
untuk mempertahankan
harapan klien dalam
berkomunikasi.
2. Berikan informasi mengenai
kelompok yang juga pernah
mengalami gangguan
seperti yang dialami klien
untuk memberikan
dukungan kepada klien.
3. Berikan informasi mengenai
sumber-sumber dan alat-lat
yang tersedia yang dapat
membantu klien.
4. Anjurkan keluarga untuk
selalu memberika
dukungan kepada klien
5. Anjurkan klien untuk tetap
berkomunikasi dengan
menggunakan metode
dengan efektif tanpa
menggunakan alat
khusus, sehingga
dapat mengurangi
rasa cemasnya.
2. Harapan-harapan
yang tidak realistik
tiak dapat
mengurangi
kecemasan, justru
malah menimbulkan
ketidak percayaan
klien terhadap
perawat.
3. Memungkinkan klien
untuk memilih
metode komunikasi
yang paling tepat
untuk kehidupannya
sehari-hari
disesuaikan dnegan
tingkat
keterampilannya
sehingga dapat
mengurangi rasa
cemas dan
frustasinya.
4. Dukungan dari
bebarapa orang
yang memiliki
pengalaman yang
sama akan sangat
membantu klien.
5. Agar klien
menyadari sumber-
sumber apa saja
berkomunikasi yang lain
yang ada
disekitarnya yang
dapat mendukung
dia untuk
berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adam S, George, L., 1994, ..—– Buku Ajar THT, EGC, Jakarta.
Arhs, H. A. 2001. Intratemporal and Intracranial Complications of Otitis Media In; Head and
Neck Otolaringology Volume 2..3 th Ed.Bailey,B.J.et al (Eds).New York::Lippincott
Willims and Wilkins Pp:1760-2
Buchman, C. A. et al. 2003. Infection of The Ear.In:Essencial Otolaryngology Head and
Head Surgery .8th Ed.Lee,K.J (Eds) New York:Mc-Graw Hill Pp:484-6
Mills, R. P. 1997. Management of Chronic Suppurative Ototis Media. In:scott-browns
Otolaryngology.6th Ed.Booth,J.B(Eds). Oxford:Butterworth-Heinemann.Pp:3/10/1-8
Gody, D. Thone, R., 1991, Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC, Jakarta.
Soepardi, Arsyad, E., 1998, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorokan, FKUI,
Jakarta.
Tucker, Martin, S., 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, EGC, Jakarta.
Recommended