34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dalam proses pembelajaran merupakanhal yang lumrah terjadi. Fase ini merupakan fase umum sebagai bukti nyatabahwa pembelajaran telah berlangsung sebagai sebuah proses yang berjalan secarabertahap. Demikian halnya dengan pembelajaran bahasa sebagai sebuah prosesdari belajar bahasa.Belajar bahasa merupakan sebuah proses untuk dapat menggunakan bahasa yangdipelajari (bahasa target). Dalam prosesnya, pembelajaran ini akan diarahkan pada kegiatan menerima bahasa (reseptif) hingga akhirnya akan sampai pada kegiatanmemproduksi bahasa (produktif). Kedua proses tersebut, reseptif-produkif merupakan proses yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pembelajar akanmampu memproduksi bahasa dengan baik bila pada awalnya telah melalui prosesreseptif secara baik. B. Tujuan Pembuatan Makalah Makalah ini disusun agar: 1

Analisis Kesalahan Berbahasa

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dalam

proses pembelajaran merupakanhal yang lumrah terjadi.

Fase ini merupakan fase umum sebagai bukti nyatabahwa

pembelajaran telah berlangsung sebagai sebuah proses

yang berjalan secarabertahap. Demikian halnya dengan

pembelajaran bahasa sebagai sebuah prosesdari belajar

bahasa.Belajar bahasa merupakan sebuah proses untuk

dapat menggunakan bahasa yangdipelajari (bahasa

target).

Dalam prosesnya, pembelajaran ini akan diarahkan

pada kegiatan menerima bahasa (reseptif) hingga

akhirnya akan sampai pada kegiatanmemproduksi bahasa

(produktif). Kedua proses tersebut, reseptif-produkif

merupakan proses yang saling mempengaruhi satu sama

lain. Pembelajar akanmampu memproduksi bahasa dengan

baik bila pada awalnya telah melalui prosesreseptif

secara baik.

B. Tujuan Pembuatan Makalah

Makalah ini disusun agar:

1

2

1. Mahasiswa mengetahui Pengertian Kesalahan Berbahasa.

2. Mahasiswa mengetahui Kategori kesalahan berbahasa.

3. Mahasiswa mengetahui Sumber kesalahan berbahasa

4. Mahasiswa mengetahui Metodelogi Analisis Kesalahan

Berbahasa

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language

Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan

berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang

tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk

tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program

dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang

tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang

menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai

dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa

3

yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan

pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis

kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan

atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia

menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar

penyimpangan.1

Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh S.

Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing

Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang

dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran

terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya

bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang

sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.

Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah

bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh

Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur

asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan

berbahasa.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian

kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas,

dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa

Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit

1 Pranowo. Analisis Pengajaran Bahasa(Yogyakarta: Gajhah Mada University

Press, 1996), 3

4

kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang

dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan

tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang

telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa

Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau

kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah

atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku.

Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam

buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.2

Pembahasan tentang kesalahan berbahasa merupakan

masalah yang tidak sederhana, tetapi bisa juga menjadi

tidak ada masalah yang harus dibahas dalam kesalahan

berbahasa. Oleh karena itu, anda harus mengetahui

terlebih dahulu tentang pengertian kesalahan

berbahasa. Tidak mungkin anda mengerti kesalahan

berbahasa apabila anda tidak memiliki pengetahuan atau

teori landasan tentang hal tersebut. Tidak mungkin

anda memilikipengetahuan atau teori landasan tentang

kesalahan berbahasa apabila anda tidak pernah

mempelajari tentang itu. Tidak mungkin anda tidak

2 Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa(Bandung: Angkasa, 1988), 7

5

mempelajari hal itu apabila anda ingin mengetahui dan

memiliki teori landasan tentang kesalahan berbahasa.

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang

beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu

diketahui lebih awal sebelum kita membahas tentang

kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan 3 (tiga)

istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2)

Errors, dan (3) Mistake.

Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam

wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki

domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan

berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:

1) Lapses

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur

beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum

seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan

selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jelas

kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the tongue”

sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini

diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi

akibat ketidak sengajaan dan tidak disadari oleh

penuturnya.

6

2) Error

Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur

melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches

of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah

memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda

dari tata bahasa yang lain, sehingga itu

berdampak pada kekurang sempurnaan atau ketidak

mampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi

terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan

berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah

bahasa yang salah.

3) Mistake

Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur

tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan

untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini

mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak

tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar,

bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua

(B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang

tidak benar.3

Selama bertahun-tahun pengajaran bahasa selalu

memandang bahwa penyimpangan berbahasa seorang

3 Dian Indihadi, Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses pada tanggal 20 April 2013

7

anak yang sedang berusaha menguasai bahasa selalu

dianggap sebagai kesalahan. Anggapan demikian

kurang memperhatikan aspek psikologi pembelajar,

karena setiap orang yang ingin menguasai sesuatu

yang baru pasti melalui proses.

Belajar bahasa seperti halnya seorang yang

belajar berenang, ia semula terjun ke kolam

kemudian mencoba memukul-mukulkan tanganya ke air

agar tidak tenggelam tetapi lama-kelamaan ia

mendapatkan keseimbangan badan dan mengetahui

bagaimana menjaga tubuhnya agar tidak tenggelam

ke dalam air. Latihan-latihan, serta usaha

mengatasi kesulitan diri sendiri adalah langkah

strategi untuk dapat berenang dengan baik.

Belajar berenang, mengetik, atau membaca

kesemuanya melibatkan suatu proses menuju

keberhasilan dengan jalan mengambil manfaat dari

kesalahan-kesalahan. Dengan menggunakan kesalahan

itu pembelajar mengadakan masukan, dan dengan

masukan tersebut pembelajar mengadakan usaha baru

yang secara berangsur-angsur menuju ketepatan

sebagaimana yang diharapkan ( Brown, 1980 ).

8

Belajar bahasa seperti halnya bentuk-bentuk

belajar sesuatu yang lain. Kekeliruan yang

diperbuat oleh pembelajar selama dalam proses

belajar tidak dapat dipandang sebagai kesalan

begitu saja tetapi harus dipandang sebagai suatu

bagian dari strategi belajar. Bahasa yang

dipakai/dikuasai oleh seseorang yang sedang dalam

proses belajar bahasa disebut bahasa antara

(selinker, 1972).

Kesilapan-kesilapan yang dilakukan oleh orang

yang sedang berusaha menguasai bahasa ke dua

harus dipandang sebagai kesilapan yang dilakukan

oleh seorang anak kecil yang sedang berusaha

belajar bahasa ibu (B1). Seorang anak kecil yang

tidak mampu mengucapkan /r/ pada kata ‘tri’

atau /q/ pada kata ‘Quran’, apakan akan kita

salahkan apabila ia mengucapkan ‘tli’ dan

‘koran’.

Kesalahan-kesalahan berbahasa demikian, Corder

(1971) membedakan istilah salah ( mistake), selip

(lapses), dan silap (errors). Salah (mistakes)

adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi

karena penutur tidak mampu menentukan pilihan

9

penggunaan ungkapan yang tepat sesuai dengan

situasi yang ada. Selip (lapses) merupakan

penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat

perhatian topic pembicaraan secara sesat.

Kelelahan tubuh bisa menimbulkan selip bahasa.

Dengan demikian selip bahasa terjadi secara tidak

disengaja. Silap (errors) merupakan penyimpangan

bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi

karena pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah

bahasa. Faktor yang mendorong timbulnya kesilapan

adalah faktor kebahasaan yang mengikuti pola-pola

tertentu.

Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh lapses

tidak memiliki implikasi paedagogis yang

berbahaya oleh karena itu tidak perlu dibicarakan

di sini. Kesalahan berbahasa yang disebut mistakes

terjadi secara tidak sistimatis oleh Corder

disebut sebagai errors of performances. Hal ini

kadang-kadang sulit dibedakan dengan kesalahan

yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sering

disinggung dalam pembicaraan selanjutnya. Errors

terjadi secara sistematis dan biasa disebut

dengan errors of competence. Kesalahan sistematis

merupakan fokus utama dalam pembicaraan bab ini,

10

karenanya berbagai permasalahan yang berhubungan

dengan kesilapan berbahasa akan diuraikan secara

panjang lebar dan dicari implikasinya dalam

pengajaran BI.

Dulay dan Burt (1982) dalam bukunya yang

berjudul language Two mengemukakan bahwa kesilapan

(mereka memakai istilah goofing) berdasarkan

struktur lahirnya dikategorikan menjadi empat

yaitu:

a. Kesilapan yang mencerminkan struktur bahasa ibu

tetapi strukturnya tidak dapat ditemukan pada

data pemerolehan B1 dalam B2 (inference like goof),

b. Kesilapan yang mencerminkan struktur B2 tetapi

strukturnya dapat ditemukan pada data pemerolehan

B1 dan B2 (L1 developmental goof),

c. Kesilapan yang struktur lahirnya tidak dapat

dikategorikan pada salah satu struktur B1 dan B2

(ambiguous goof), dan

d. Kesilapan yang tidak mencerminkan struktur B1 dan

strukturnya tidak dapat ditemukan pada data

pemerolehan B1 dan B2 (Unique goof).4

4 Samsuri, Analis Bahasa(Jakarta : Erlangga, 1985), 22

11

Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam

Syafi’ie (1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus

dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi

kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari

dalam pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan oleh

Dulay, Burt maupun Ricard (1979), kekhilafan akan

selalu muncul betapa pun usaha pencegahan

dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa

tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa.

Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi

kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan

belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun bahasa

melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan

adalah hasil atau implikasi dari kreativitas,

bukan suatu kesalahan berbahasa.

Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan

selalu dialami oleh anak (siswa) dalam proses

pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal

itu merupakan implikasi logis dari proses

pembentukan kreatif siswa (anak). Hendrickson

dalam Nurhadi (1990) menyimpulkan bahwa

kekhilafan berbahasa bukanlah sesuatu yang

semata-mata harus dihindari, melainkan sesuatu

yang perlu dipelajari. Dengan mempelajari

12

kekhilafan minimal ada 3 (tiga) informasi yang

akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:

1) Kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback),

yakni tentang seberapa jauh jarak yang harus

ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan

serta hal apa (materi) yang masih harus

dipelajari ole hank (siswa);

2) Kekhilafan berguna sebagai data/fakta e,piris

untuk peneliti atau penelitian tentang bagaimana

seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa;

3) Kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa

kekhilafan adalah hal yang tidak terhindarkan

dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan

merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh

anak untuk pemerolehan bahasanya (Corder;

Richard, 1975).

B. Kategori kesalahan berbahasa

Kesalahan berbahasa adalah suatu peristiwa yang

bersifat inheren dalam setiap pemakaian bahasa baik

secara lisan maupun tulis. Baik orang dewasa yang

telah menguasai bahaasanya, anak-anak, maupun orang

asing yang sedang mempelajari suatu bahasa dapat

melakukan kesalahan-kesalahan berbahasa pada waktu

13

mereka menggunakan bahasanya. Namun, jenis serta

frekuensi kesalahan berbahasa pada anak-anak serta

orang asing yang seedang mempelajari suatu bahasa

berbeda dengan orang dewasa yang  telah menguasai

bahasanya. Perbedaan ini bersumber dari perbedaan

penguasaan kaidah-kaidah gramatika (grammatical

competence) yang pada gilirannya jga menimbulkan

perbedaan realisasi pemakaian bahasa yag dilakukannya

(performance). Di samping itu, perbedaan itu juga

bersumber dari penguasaan untuk menghasilkan atau

menyusun tuturan yang sesuai dengan konteks komunikasi

(comunicative competence) .

Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah

kurangnya keterampilan berbahasa. Ujud kurangnya

keterampilan berbahasa itu antara lain disebabkan oleh

kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan-kesalahan

berbahasa ini menyebabkan gangguan terhadap peristiwa

komunikasi, kecuali dalam hal pemakaian bahasa secara

khusus seperti dalam lawak, jenis ilan tertentu, serta

dalam puisi. Dalam pemakaian bahasa secara khusus itu,

kadang-kadang kesalahan berbahasa sengaja dibuat atau

disadari oleh penutur untuk mencapa efek tertentu

sepeti lucu, menarik perhatian dan mendorong berpikir

lebih intens.

14

Dalam masyarakat bahasa tertentu, misalnya dalam

masyarakat Jawa, kesalahan-kesalahan berbahasa baik

kesalahan gramatika maupun kesalahan yang berkenaan

dengan konteks pemakaian mempengaruhi pandangan orang

lain terhadap status sosial orang yang berbuat

kesalahan berbahasa tersebut. Termasuk kesalahan

berbahasa yang berkaitan dengan konteks adalah

kesalahan memilih ragam bahasa yang berkaitan dengan

tingkat tutur yang terdapat dalam bahasa Jawa yang

dikenal dengan istilah unggah ungguh. Kesalahan

berbahasa dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai noda.

Oleh karena itu, dengan sadar setiap pemakai bahasa

berusaha untuk memakai bahasa sesuai dengan kaidah

gramatika serta ketepatan pemilihan ragam tingkat

tutur sesuai dengan konteksnya. Dalam masyarakat Jawa,

identifikasi seseorang antara lain dapat dilihat dari

pemakaian bahasanya. Hal ini sesuai dengan tinjauan

fungsi bahasa dari pandangan Sosiolinguistik.5

Dalam dunia pengajaran bahasa perhatian terhadap

kesalahan berbahasa baru berkembang selama waktu yang

relatif belum lama. Buku-buku pengajaran bahasa,

terutama pengajaran bahasa Inggris, telah banyak

5 Wojowasito, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa  Ibu(Bandung:

Shinta Dharma, 1977), 42

15

disusun, tetapi hanya sedikit perhatian penulis

terhadap kesalahan berbahasa. Walaupun perhatian

terhadap kesalaahan berbahasa belum begitu banyak,

tetapi pikiran-pikiran tentang kaitan antara kesalahan

berbahasa dengan proses belajar bahasa dalam waktu

yang relatif singkat telah banyak mengalami

perkembangan. Perkembangan pemikiran yang berkenaan

dengan hubungan antara kesalahan berbahasa dengan

proses belajar bahasa tersebut sejalan dengan

tumbuhnya pandangan baru dalam pengajaran bahasa pada

umumnya.

Selama dasawarsa lima puluhan dan enam puluhan,

pandangan pendekatan pengajaran bahasa, terutama

pengajaran bahasa asing, yang berkembang pesat adalah

pendekatan audiolingual (audiolingual approach). Pendekatan

ini menekankan pentingnya latihan-latihan untuk

menguasai bahasa yang dilaksanakan secara intensif.

Dalam pelajaran bahasa, murid-murid dipaksa selama

berjam-jam menghafalkan dialog, latihan-latihan

menguasai pola serta, mempelajari semua generalisasi

gramatika. Anggapan dasar yang menopang pentingnya

diberikan latihan-latihan pola serta menghafalkan

dialog tersebut dapat kita pahami dalam ungkapan yang

erkenal, yaitu practice makes perfect (latihan praktik

16

membuat sempurna) yang benar-benar diperhatikan oleh

penganjur-penganjur pendekatan audiolingual. Makna

dari ungkapan tersebut erat dengan pengajaran-

pengajaran bahasa menurut pendekatan audiolingual

sebagaimana yan dikemukan oleh Robert Lado dalam

bukunya yang berjudul Language Teaching. Dikemukakan oleh

Robert Lado 17 prinsip pengajaran bahasa. Salah satu

prinsip itu adalah pentingnya latihan pola-pola, dan

menghafalkan kalimat-kalimat percakapa dasar dalam

model dialog-dialog. Dengan cara itu, kaidah-kaidah

bahasa dalam berbagai pola akan menjelma menjadi

kebiasaan dan kalimat-kalimat dalam berbagai dialog

dapat digunakan sebagai model untuk pemakaian bahasa

serta serta belajar  bahasa lebih lanjut.6

Para pengajur pendekatan audiolingual memandang

kesalahan berbahasa dengan perspektif yang bersifat

puritanistis. Nelson Brooks, misalnya, memandang

kesalahan berbahasa sebagai dosa yang harus dihindari

dan pegaruhnya harus dibatasi, tetapi kehadirannya

tidak dapat dielakkan. Dikemukakannya pula metode

untuk menghindari terjadi kesalahan dalam berbahasa

adalah dengan melatihkan kepada si pembelajar model-

model yang benar dalam waktu yang cukup lama. Untuk

6 Broto A. S. Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

17

mengatasi kesalahan berbahasa, cara yang prinsipil

adalah memperpendek jarak waktu antara respon yang

tidak tepat (kesalahan berbahasa tersebut) dengan

bentuk yang benar.

Pada akhir dasawarsa enam puluhan dan menginjak

dasawarsa tujuh puluhan, dunia pengajaran bahasa

megalami perkembangan pesat. Hal ini ditandai oleh

timbulnya pandangan-pandangan yang baru terhadap

proses penguasaan bahasa yang bersumber dari hasil

studi ahli-ahli psikologi kognitif dan gramatika

generatif transformasi. Pengajaran bahasa yang

bersifat mekanistis dalam pendekatan audiolingual

bergeser ke arah pengajaran bahasa yang lebih lebih

manusiawi serta kurang mekanistis. Kegiatan berbahasa

lebih ditekankan pada pembentukan kemampuan

berkomunikasi daripada latihan-latihan pola dan

hafalan dialog. Oleh karena itu, si pelajar lebih

didorong keberaniannya untuk berkomunikasi dengan

bahasa yang dipelajarinya. Sebagai pendukung, perlu

diciptakan situasi yang memungkinkan  si pelajar bebas

dari ketakutan berbuat salah.

Sehubungan dengan perkembangan yang terakkhir itu,

pandangan terhadap kesalahan berbahasa juga mengalami

perubahan. Kesalahan berbahasa tidak lagi dipandang

18

sebagai dosa, tetapi sebagai hal yang wajar. Hal ini

dapat dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan

bahasa pertama pada anak-anak d mana pun juga. Dalam

proses penguasaan bahasa pertama itu, anak-anak pasti

membuat kesalahan berbahasa, teapi kesalahan tersebut

diterima oleh orang tua mereka (orang dewasa di

lingkungannya).

Aliran behaviorisme memandang kesalahan berbahasa

sebagai suatu yang semata-mata harus dihindari dan

diusahakan menghilangkan pengaruhnya. Pembelajar

bahasa tidak boleh menggunakan kesalahan berbahasa.

Apabila terjadi kesalahan berbahasa, kesalahan itu

harus secepatnya diperbaiki agar tidak menjadi

kebiasaan. Apabila suatu kesalahan berbahasa terlanjur

menjadi kebiasaan, perbaikan kesalahan itu akan sangat

sulit dilakukan.

Aliran psikologi kognitif memandang kesalahan 

berbahasa sebagai suatu yang wajar. Hal ini dapat

dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan bahasa

pertama pada anak-anak di mana pun. Dala proses

penguasaan bahasa pertama itu, anak-anak membuat

kesalahan berbahasa, tetapi kesalahan berbahasa itu

diterima oleh orang tua mereka serta orang dewasa di

lingkungannya sebagai suatu yang wajara terjadi.

19

Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap

tataran linguistic (kebahasaan). Ada kesalahan yang

terjadi dalam tataran dalam tataran fonologi,

morfologi, sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan

berbahasa dapat disebabkan oleh intervensi (tekanan)

bahasa pertama ( (B1) terhadap bahasa kedua (B2).

Kesalahan berbahasa yang paling umum terjadi akibat

penyimpangan kaidah bahasa. Hal itu terjadi oleh

perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dengan

bahasa kedua (B2). Selain itu kesalahan itu terjadi

oleh adanya transfer negative atau intervensi B1 pada

B2. Dalam pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa

disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya: kurikulum,

guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara

pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997).

Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan

wilayah (taksinomi) kesalahan berbahasa menjadi

kesalahan atau kekhilafan:

1. Taksonomi kategori linguistic;

2. Taksonomi kategori strategi performasi;

3. Taksonomi kategori komparatif;

4. Taksonomi kategori efek komunikasi.

Masyarakat Indonesia kebanyakan dwibahasawan dengan

bahasa Daerah (BD) sebagai BI dan bahasa Indonesia (BI)

20

sebagai B2. Penelitian kemampuan berdwibahasa terhadap

anak-anak SD di DIY oleh Dr.Soepomo menunjukkan bahwa

kemampuan ber-BI-nya masih lemah. Hal ini dibuktikan

dengan banyaknya kesalahan siswa dalam memakai BI.

Sebab-sebab terjadinya kesalahan adalah (1) pengertian

yang kacau, (2) interferensi, (3) karena logika yang

belum masak, (4) karena analogi dan (5) sikap sembrono

(Soepomo,1977).

Bertolak dari teori-teori dasar analisis bahasa

antara melalui analisis kesilapan serta berbagai sebab

terjadinya kesilapan, kiranya analisis kesilapan dapat

diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan pencapaian

tujuan pengajaran bahasa. Argumen-argumen yang

dikemukakan di sini antara lain:

a. Masyarakat Indonesia yang kebanyakan dwibahasawan

dengan BI, BD memiliki kecenderungan yang lebih besar

untuk melakukan kesilapan ber-BI,

b. Kemungkinan timbulnya kesulitan guru untuk

menerapkan analisis kesilapan dalam pengajaran bahasa

(BI) sangat kecil karena semua guru menguasai BI

secara baik sedang seandainya guru tidak menguasai BI

siswa tidak ada kesulitan untuk mendapatkan bantuan

penutur asli,

21

c. Siswa-siswa kebanyakan bukan orang yang asing sama

sekali dengan BI sehingga kemungkinan keberhasilannya

jauh lebih besar.7

Sekolah-sekolah formal di Indonesia dengan sistem

klasikal dengan rasio guru dengan siswa yang terlalu

besar akan menimbulkan kendala di luar kebahasaan yang

tidak dapat diabaikan. Guru biasanya telah mendapat

beban mengajar secara maksimal (sekitar 18-24 jam per

minggu) dan masih ditambah tugas-tugas administratif

yang tidak dapat dihindarkan. Belum lagi pendapatan

yang tidak memadai mendorong guru mencari tambahan jam

mengajar di luar tugas utamanya.

Di samping hal tersebut, penghargaan tugas guru tidak

dihargai dari tetapi dihargai dari masa kerja serta

ijazah yang dimiliki menyebabkan timbulnya rasa

apatisme guru untuk bekerja secara optimal demi siswa.

Beban kurikulum yang terlalu banyak, target materi

yang harus diselesaikan “memasung” kreatifitas guru

untuk bereksperimen dengan berbagai metode, teknik dan

pendekatan dalam pengajaran BI.

Betapapun demikian, guru yang bertanggung jawab

terhadap tercapainya kemampuan ber-BI para siswa harus

7 Zaenal Arifin. Cermat BerbahasaIndonesia Untuk Perguruan Tinggi(Jakarta:

AkademikaPrescindo, 2000), 55

22

berusaha dengan berbagai strategi mengajar untuk tetap

dapat menerapkan teori pengajaran yang dipandang paling

efisien untuk mencapai tujuan.

Kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk

tuturan yang tidak diinginkan, khususnya suatu bentuk

yang tidak diinginkan.

Kesalahan Penggunaan Ejaan

1.Analisis Penulisan Kata Dasar dan Jadian

2. Analisis Penulisan Kata Depan

3. Analisis penulisan kata serapan dari bahasa Asing

Analisis Pemakaian Tanda Baca

1. Analisis pemakaian tanda baca titik (.)

2. Analisis Pemakaian Tanda Baca Koma (,)

3. Analisis Pemakaian Tanda Titik Koma

4. Analisis Pemakaian Tanda Titik Dua (:)

5.  Analisis Pemakaian Tanda Hubung

Penggunaan Ejaan Perlu dilihat kembali bahwa ejaan

merupakan konvensi suatu bahasa. Oleh sebab itu, ejaan

hanya berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Ejaan

yang berlaku di Indonesia adalah EYD. Hal-hal yang

berkaitan dengan kapan tanda baca itu digunakan dan

bagaiman cara menggunakan dapat dibaca dalam buku EYD.

Contoh Kesalahan Berbahasa

A.    Huruf Kapital/Besar

23

B.    Penulisan Kata

C.    Tanda Baca

Contohnya : 1.  Amat percayakan anak bongsunya itu

C. Sumber dan analisis kesalahan berbahasa

Penyimpangan bahasa yang dilakukan oleh penutur,

terutama anak (siswa) dalam pemerolehan dan

pembelajaran bahasa berdasarkan kategori taksonomi

kesalahan atau kekeliruan bahasa sudah dijelaskan

diatas.

Apabila kesalahan dicari secara rinci, maka dapat

didapat dari sumber-sumber ini:8

1. Analisis kesalahan berbahasa dalam tataran

fonologi.

a. Fonem /a/ diucapkan menjadi /e/.

b. Fonem /i/ diucapkan menjadi /e/.

c. Fonem /e/ diucapkan menjadi /e’/.

d. Fonem /e’/ diucapkan menjadi /e/.

e. Fonem /u/ diucapkan menjadi /o/.

f. Fonem /o/ diucapkan menjadi /u/.

g. Fonem /c/ diucapkan menjadi /se/.

h. Fonem /f/ diucapkan menjadi /p/.

i. Fonem /k/ diucapkan menjadi /?/ bunyi hambat

global.8 Dian Indihadi, Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses pada tanggal20 April 2013

24

j. Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/.

k. Fonem /z/ diucapkan menjadi /j/.

l. Fonem /z/ diucapkan menjadi /s/.

m. Fonem /kh/ diucapkan menjadi /k/.

n. Fonem /u/ diucapkan atau dituliskan menjadi

/w/.

o. Fonem /e/ diucapkan menjadi/i/.

p. Fonem /ai/ diucapkan menjadi /e/.

q. Fonem /sy/ diucapkan menjadi /s/.

r. Kluster /sy/ diucapkan menjadi /s/.

s. Penghilangan fonem /k/.

t. Penyimpangan pemenggalan kata.

2. Analisis kesalahan berbahasa dalam tataran

morfoogi.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran morologi

:

a. Salah penentuan bentuk asal.

b. Fonem yang luluh tidak diluluhkan.

c. Penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge-

menjadi n, ny, ng, dan nge-.

d. Perubahan morfem ber-, per-, dan ter- menjadi

be-, pe- dan te-.

e. Penulisan morfem yang salah.

f. Pengulangan yang salah.

25

g. Penulisan majemk serangkai

h. Pemajemukan berafikasi.

i. Pemajemukan dengan afiks dan sufiks

j. Perulangan kata mejemuk.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran frase,

antara lain:

a. Frase kata depan tidak tepat.

b. Salah penyusunan frase.

c. Penambahan kata “yang” dalam frase benda

(nominal) (N+A).

d. Penambahan kata “dari” atau “pada” dalam frase

verbal (V+Pr).

e. Penambahan kata “untuk” dan “yang” dalam frase

nominal (N+V).

f. Penambahan kata “untuk” dalam frase nominal

(V+yang+ Vpasif)

g. Penghilangan preposisi dalam frase verbal

(Vintransitif+preposisi+N).

h. Penghilangan kata “oleh” dalam frase verbal

pasif (Vpasif+oleh+A)

i. Penghilangan kata “yang” dalam frase adjektif

(lebih+A+daripada+N/DEM).

26

Sumber kesalahan dalam tataran klausa, antara

lain:

a. Penambahan preposisi diantara kata kerja dan

objek dalam klausa aktif.

b. Penambahan kata kerja bantu “adalah”

dalamklausa pasif.

c. Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa

pasif.

d. Penghilangan kata “oleh” dalam klausa pasif.

e. Penghilangan preposisi dari kata kerja

berpreposisi dalam klausa pernyataan.

f. Penghilangan kata “yang” dalam klausa nominal.

g. Penghilangan kata kerja dalam klausa

intransitif.

h. Penghilangan kata “untuk” dalam klausa pasif.

i. Penggantian kata “daripada” dengan kata “dari”

dalam klausa bebas.

j. Pemisahan kata kerja dalamklausa medial.

k. Penggunaan klausa rancu.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran

sintaksis,antara lain:

a. Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada,

kepada dan untuk.

27

b. Pembentukan kalimat tidak baku, antara lain:

1.) Kalimat tidak efektif.

2.) Kalimat tidak normatif.

3.) Kalimat tidak logis.

4.) Kalimat rancu.

5.) Kalimat ambigu.

6.) Kalimat pengaruh struktur bahasa asing.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran semantic,

antara lain:

a. Akibat gejala hiperkorek.

b. Akibat gejala pleonasme.

c. Akibat bentukan ambiguitas.

d. Akibat diksi (pemilihan kata).

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran wacana,

antara lain:

a. Akibat syarat-syarat paragraph tidak dipenuhi.

b. Akibat struktur paragraf.

c. Akibat penggabungan paragraf.

d. Akibat penggunaan bahasa dalam paragraf.

e. Akibat pengorganisasian isi (topik-topik) dalam

paragraf.

28

f. Akibat pemilihan topik (isi) paragraf yang tidak

tepat.

g. Akibat ketidakcermatan dalam perujukan.

h. Akibat penggunaan kalimat dalam paragraf yang

tidak selesai.

Analisis bahasa ini bertujuan untuk mengetahui

kesalahan dalam berbahasa dalam bentuk-bentuk yang

sudah disebutkan diatas. Kemudian setelah tau

kesalahan-kesalahan tersebut dapat diperbaiki.

D. Metodelogi Analisis Kesalahan Berbahasa

Untuk menganalisis kesalahan berbahasa dapat

menggunakan taksonomi kategori strategi performasi,

taksonomi strategi kategori komparatif, dan lain-lain.

Contoh: Nur Susilo Mas’ud melakukan penelitian

kekhilafan (kekeliruan berbahasa) dalam pemerolehan

konstruksi kalimat bahasa indonesia. Penelitian itu

dilaksanakan kepada siswa yang berusia delapan tahun

dengan kemampuan bahasa pertama (B1) jawa dan lokasi

penelitian itu diperoleh empat wujd kekhilafan

berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi,

yaitu: 9

1. Penanggalan (omission)9 Samsuri, Analisis Bahasa, memahami bahasa secara ilmiah (Jakarta: Erlangga,2009), h.79

29

2. Penambahan (addition)

3. Kesalahbentukan (misformation)

4. Kesalahurutan (misordering)

Berdasarkan kategori linguistik ditemukan 20 tataran

kekhilafan,yaitu:

1. Penanggalan S, P,O, Ber-,meN-, di-,ter-, ke-, dan

kata ganti bilangan.

2. Penambahan : subjek pronomina, penggunaan adverbia

rangkap, enklitiknya.

3. Kesalahbentukan: di,ke, penggunaan kata

sendiri,enklitiknya.

4. Kesalahurutan : penggunaan urutan pokok keterangan.

Berdasarkan kategori komparatif, ditemukan dua

tataran kekhilafan yaitu:

1. Kekhilafan interlingual.

2. Kekhilafan intralingual.

Berdasarkan kategori kekhilafan, ditemukan bahwa

strategi pemerolehan konstruksi kalimat bahasa

indonesia pada siswa berusia delapan tahun yang

berbahsa pertama (B1) bahasa jawa adalah:

1. Menaggalkan unsur-unsur linguistik yang

diperlukan dalam bahasa indonesia.

30

2. Menambahkan unsur-unsur linguistik yang tidak

diperlukan dalam bahasa indonesia.

3. Menyusun unsur-unsur linguistik diluar kaidah

bahasa indonesia.

4. Mengurutkan unsur-unsur linguistik di luar

kaidah bahasa indonesia.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sujai tentang

pemakaian bahasa indonesia di lingkungan masyarakat

Tionghoa Jawa Timur,ditemukan lima tipe kesalahan

atau kekhilafan berbahasa indonesia. Penelitian itu

merupakan sebuah analisis kesalahan bahasa indonesia

ragamtulis siswa kelas VI SD warga keturunan Cina

(Tionghoa) di tiga kota Jawa Timur.

Kelima tipe kesalahan tersebut adalah :

1. Tipe A: kesalahan atau kekhilafan generalisasi

berlebih dalam penulisan bahasa Indonesia.

2. Tipe B: kekhilafan pengetahuan (ketidakmampuan)

menaati kaidah kebahasaan.

3. Tipe C: kekhilafan pada penafsiran terhadap

kaidah bahasa yang diperoleh.

4. Tipe D: kekhilafan pada penggunaan kaidah

bahasa indonesia yang baik dan benar.

31

5. Tipe E: kekhilafan akibat interferensi bahasa

pertama (B1) pada bahasa indonesia.

Dari kelima tataran kekhilafan tersebut,tipe A

menempati peringkat pertama untuk tataran morfologi,

tipe B menempati peringkat pertama untuk tataran

sintaksis, adapun tipe E menempati peringkat paling

rendah baik pada kekhilafan tataran morfologis maupun

kekhilafan tataran sintaksis. Dari temuan itu

disimpulkan bahwa tipe kekhilafan A, B, C, dan D

merupakan kekhilafan akibat intralingual (kekhilafan

perkembangan) sedangkan tipe E merupakan kekhilafan

akibat interlingual (kekhilafan inferensial).

32

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian

bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang

meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang

dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta

pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari

sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan

sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan.

2. Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian

yang beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan

berbahasa perlu diketahui lebih awal sebelum kita

membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974)

menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi

kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Errors, dan (3) Mistake.

33

3. Sumber kesalahan bahasa dapat dianalisis

berdasarkan tataran fonologi, morfologi, sintaksis,

semantic dan wacana.

4. Untuk menganalisis kesalahan berbahasa dapat

menggunakan taksonomi kategori strategi performasi,

taksonomi strategi kategori komparatif, dan lain-

lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2000. Cermat BerbahasaIndonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: AkademikaPrescindo

Indihadi, Dian . Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses pada tanggal 20 April 2013

Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Gajhah Mada University Press

34

Samsuri, 2009. Analisis Bahasa, memahami bahasa secara ilmiah.

Jakarta: Erlangga

Samsuri. 1985. Analis Bahasa, Jakarta : Erlangga

S, Broto A. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan

Bintang

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, Bandung: Angkasa

Wojowasito. 1977. Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa  Ibu), Bandung: Shinta Dharma