Upload
sunan-ampel
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dalam
proses pembelajaran merupakanhal yang lumrah terjadi.
Fase ini merupakan fase umum sebagai bukti nyatabahwa
pembelajaran telah berlangsung sebagai sebuah proses
yang berjalan secarabertahap. Demikian halnya dengan
pembelajaran bahasa sebagai sebuah prosesdari belajar
bahasa.Belajar bahasa merupakan sebuah proses untuk
dapat menggunakan bahasa yangdipelajari (bahasa
target).
Dalam prosesnya, pembelajaran ini akan diarahkan
pada kegiatan menerima bahasa (reseptif) hingga
akhirnya akan sampai pada kegiatanmemproduksi bahasa
(produktif). Kedua proses tersebut, reseptif-produkif
merupakan proses yang saling mempengaruhi satu sama
lain. Pembelajar akanmampu memproduksi bahasa dengan
baik bila pada awalnya telah melalui prosesreseptif
secara baik.
B. Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini disusun agar:
1
2
1. Mahasiswa mengetahui Pengertian Kesalahan Berbahasa.
2. Mahasiswa mengetahui Kategori kesalahan berbahasa.
3. Mahasiswa mengetahui Sumber kesalahan berbahasa
4. Mahasiswa mengetahui Metodelogi Analisis Kesalahan
Berbahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language
Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan
berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang
tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk
tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program
dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang
tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang
menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai
dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa
3
yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan
pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis
kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan
atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia
menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar
penyimpangan.1
Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh S.
Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing
Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang
dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran
terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya
bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang
sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.
Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah
bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh
Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur
asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan
berbahasa.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian
kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas,
dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa
Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit
1 Pranowo. Analisis Pengajaran Bahasa(Yogyakarta: Gajhah Mada University
Press, 1996), 3
4
kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang
dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan
tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang
telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa
Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau
kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah
atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku.
Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam
buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.2
Pembahasan tentang kesalahan berbahasa merupakan
masalah yang tidak sederhana, tetapi bisa juga menjadi
tidak ada masalah yang harus dibahas dalam kesalahan
berbahasa. Oleh karena itu, anda harus mengetahui
terlebih dahulu tentang pengertian kesalahan
berbahasa. Tidak mungkin anda mengerti kesalahan
berbahasa apabila anda tidak memiliki pengetahuan atau
teori landasan tentang hal tersebut. Tidak mungkin
anda memilikipengetahuan atau teori landasan tentang
kesalahan berbahasa apabila anda tidak pernah
mempelajari tentang itu. Tidak mungkin anda tidak
2 Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa(Bandung: Angkasa, 1988), 7
5
mempelajari hal itu apabila anda ingin mengetahui dan
memiliki teori landasan tentang kesalahan berbahasa.
Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang
beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu
diketahui lebih awal sebelum kita membahas tentang
kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan 3 (tiga)
istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2)
Errors, dan (3) Mistake.
Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam
wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki
domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan
berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:
1) Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur
beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum
seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan
selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jelas
kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the tongue”
sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini
diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi
akibat ketidak sengajaan dan tidak disadari oleh
penuturnya.
6
2) Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur
melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches
of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah
memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda
dari tata bahasa yang lain, sehingga itu
berdampak pada kekurang sempurnaan atau ketidak
mampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi
terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan
berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah
bahasa yang salah.
3) Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur
tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan
untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini
mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak
tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar,
bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua
(B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang
tidak benar.3
Selama bertahun-tahun pengajaran bahasa selalu
memandang bahwa penyimpangan berbahasa seorang
3 Dian Indihadi, Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses pada tanggal 20 April 2013
7
anak yang sedang berusaha menguasai bahasa selalu
dianggap sebagai kesalahan. Anggapan demikian
kurang memperhatikan aspek psikologi pembelajar,
karena setiap orang yang ingin menguasai sesuatu
yang baru pasti melalui proses.
Belajar bahasa seperti halnya seorang yang
belajar berenang, ia semula terjun ke kolam
kemudian mencoba memukul-mukulkan tanganya ke air
agar tidak tenggelam tetapi lama-kelamaan ia
mendapatkan keseimbangan badan dan mengetahui
bagaimana menjaga tubuhnya agar tidak tenggelam
ke dalam air. Latihan-latihan, serta usaha
mengatasi kesulitan diri sendiri adalah langkah
strategi untuk dapat berenang dengan baik.
Belajar berenang, mengetik, atau membaca
kesemuanya melibatkan suatu proses menuju
keberhasilan dengan jalan mengambil manfaat dari
kesalahan-kesalahan. Dengan menggunakan kesalahan
itu pembelajar mengadakan masukan, dan dengan
masukan tersebut pembelajar mengadakan usaha baru
yang secara berangsur-angsur menuju ketepatan
sebagaimana yang diharapkan ( Brown, 1980 ).
8
Belajar bahasa seperti halnya bentuk-bentuk
belajar sesuatu yang lain. Kekeliruan yang
diperbuat oleh pembelajar selama dalam proses
belajar tidak dapat dipandang sebagai kesalan
begitu saja tetapi harus dipandang sebagai suatu
bagian dari strategi belajar. Bahasa yang
dipakai/dikuasai oleh seseorang yang sedang dalam
proses belajar bahasa disebut bahasa antara
(selinker, 1972).
Kesilapan-kesilapan yang dilakukan oleh orang
yang sedang berusaha menguasai bahasa ke dua
harus dipandang sebagai kesilapan yang dilakukan
oleh seorang anak kecil yang sedang berusaha
belajar bahasa ibu (B1). Seorang anak kecil yang
tidak mampu mengucapkan /r/ pada kata ‘tri’
atau /q/ pada kata ‘Quran’, apakan akan kita
salahkan apabila ia mengucapkan ‘tli’ dan
‘koran’.
Kesalahan-kesalahan berbahasa demikian, Corder
(1971) membedakan istilah salah ( mistake), selip
(lapses), dan silap (errors). Salah (mistakes)
adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi
karena penutur tidak mampu menentukan pilihan
9
penggunaan ungkapan yang tepat sesuai dengan
situasi yang ada. Selip (lapses) merupakan
penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat
perhatian topic pembicaraan secara sesat.
Kelelahan tubuh bisa menimbulkan selip bahasa.
Dengan demikian selip bahasa terjadi secara tidak
disengaja. Silap (errors) merupakan penyimpangan
bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi
karena pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah
bahasa. Faktor yang mendorong timbulnya kesilapan
adalah faktor kebahasaan yang mengikuti pola-pola
tertentu.
Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh lapses
tidak memiliki implikasi paedagogis yang
berbahaya oleh karena itu tidak perlu dibicarakan
di sini. Kesalahan berbahasa yang disebut mistakes
terjadi secara tidak sistimatis oleh Corder
disebut sebagai errors of performances. Hal ini
kadang-kadang sulit dibedakan dengan kesalahan
yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sering
disinggung dalam pembicaraan selanjutnya. Errors
terjadi secara sistematis dan biasa disebut
dengan errors of competence. Kesalahan sistematis
merupakan fokus utama dalam pembicaraan bab ini,
10
karenanya berbagai permasalahan yang berhubungan
dengan kesilapan berbahasa akan diuraikan secara
panjang lebar dan dicari implikasinya dalam
pengajaran BI.
Dulay dan Burt (1982) dalam bukunya yang
berjudul language Two mengemukakan bahwa kesilapan
(mereka memakai istilah goofing) berdasarkan
struktur lahirnya dikategorikan menjadi empat
yaitu:
a. Kesilapan yang mencerminkan struktur bahasa ibu
tetapi strukturnya tidak dapat ditemukan pada
data pemerolehan B1 dalam B2 (inference like goof),
b. Kesilapan yang mencerminkan struktur B2 tetapi
strukturnya dapat ditemukan pada data pemerolehan
B1 dan B2 (L1 developmental goof),
c. Kesilapan yang struktur lahirnya tidak dapat
dikategorikan pada salah satu struktur B1 dan B2
(ambiguous goof), dan
d. Kesilapan yang tidak mencerminkan struktur B1 dan
strukturnya tidak dapat ditemukan pada data
pemerolehan B1 dan B2 (Unique goof).4
4 Samsuri, Analis Bahasa(Jakarta : Erlangga, 1985), 22
11
Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam
Syafi’ie (1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus
dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi
kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari
dalam pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan oleh
Dulay, Burt maupun Ricard (1979), kekhilafan akan
selalu muncul betapa pun usaha pencegahan
dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa
tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa.
Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi
kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan
belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun bahasa
melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan
adalah hasil atau implikasi dari kreativitas,
bukan suatu kesalahan berbahasa.
Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan
selalu dialami oleh anak (siswa) dalam proses
pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal
itu merupakan implikasi logis dari proses
pembentukan kreatif siswa (anak). Hendrickson
dalam Nurhadi (1990) menyimpulkan bahwa
kekhilafan berbahasa bukanlah sesuatu yang
semata-mata harus dihindari, melainkan sesuatu
yang perlu dipelajari. Dengan mempelajari
12
kekhilafan minimal ada 3 (tiga) informasi yang
akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:
1) Kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback),
yakni tentang seberapa jauh jarak yang harus
ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan
serta hal apa (materi) yang masih harus
dipelajari ole hank (siswa);
2) Kekhilafan berguna sebagai data/fakta e,piris
untuk peneliti atau penelitian tentang bagaimana
seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa;
3) Kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa
kekhilafan adalah hal yang tidak terhindarkan
dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan
merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh
anak untuk pemerolehan bahasanya (Corder;
Richard, 1975).
B. Kategori kesalahan berbahasa
Kesalahan berbahasa adalah suatu peristiwa yang
bersifat inheren dalam setiap pemakaian bahasa baik
secara lisan maupun tulis. Baik orang dewasa yang
telah menguasai bahaasanya, anak-anak, maupun orang
asing yang sedang mempelajari suatu bahasa dapat
melakukan kesalahan-kesalahan berbahasa pada waktu
13
mereka menggunakan bahasanya. Namun, jenis serta
frekuensi kesalahan berbahasa pada anak-anak serta
orang asing yang seedang mempelajari suatu bahasa
berbeda dengan orang dewasa yang telah menguasai
bahasanya. Perbedaan ini bersumber dari perbedaan
penguasaan kaidah-kaidah gramatika (grammatical
competence) yang pada gilirannya jga menimbulkan
perbedaan realisasi pemakaian bahasa yag dilakukannya
(performance). Di samping itu, perbedaan itu juga
bersumber dari penguasaan untuk menghasilkan atau
menyusun tuturan yang sesuai dengan konteks komunikasi
(comunicative competence) .
Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah
kurangnya keterampilan berbahasa. Ujud kurangnya
keterampilan berbahasa itu antara lain disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan-kesalahan
berbahasa ini menyebabkan gangguan terhadap peristiwa
komunikasi, kecuali dalam hal pemakaian bahasa secara
khusus seperti dalam lawak, jenis ilan tertentu, serta
dalam puisi. Dalam pemakaian bahasa secara khusus itu,
kadang-kadang kesalahan berbahasa sengaja dibuat atau
disadari oleh penutur untuk mencapa efek tertentu
sepeti lucu, menarik perhatian dan mendorong berpikir
lebih intens.
14
Dalam masyarakat bahasa tertentu, misalnya dalam
masyarakat Jawa, kesalahan-kesalahan berbahasa baik
kesalahan gramatika maupun kesalahan yang berkenaan
dengan konteks pemakaian mempengaruhi pandangan orang
lain terhadap status sosial orang yang berbuat
kesalahan berbahasa tersebut. Termasuk kesalahan
berbahasa yang berkaitan dengan konteks adalah
kesalahan memilih ragam bahasa yang berkaitan dengan
tingkat tutur yang terdapat dalam bahasa Jawa yang
dikenal dengan istilah unggah ungguh. Kesalahan
berbahasa dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai noda.
Oleh karena itu, dengan sadar setiap pemakai bahasa
berusaha untuk memakai bahasa sesuai dengan kaidah
gramatika serta ketepatan pemilihan ragam tingkat
tutur sesuai dengan konteksnya. Dalam masyarakat Jawa,
identifikasi seseorang antara lain dapat dilihat dari
pemakaian bahasanya. Hal ini sesuai dengan tinjauan
fungsi bahasa dari pandangan Sosiolinguistik.5
Dalam dunia pengajaran bahasa perhatian terhadap
kesalahan berbahasa baru berkembang selama waktu yang
relatif belum lama. Buku-buku pengajaran bahasa,
terutama pengajaran bahasa Inggris, telah banyak
5 Wojowasito, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa Ibu(Bandung:
Shinta Dharma, 1977), 42
15
disusun, tetapi hanya sedikit perhatian penulis
terhadap kesalahan berbahasa. Walaupun perhatian
terhadap kesalaahan berbahasa belum begitu banyak,
tetapi pikiran-pikiran tentang kaitan antara kesalahan
berbahasa dengan proses belajar bahasa dalam waktu
yang relatif singkat telah banyak mengalami
perkembangan. Perkembangan pemikiran yang berkenaan
dengan hubungan antara kesalahan berbahasa dengan
proses belajar bahasa tersebut sejalan dengan
tumbuhnya pandangan baru dalam pengajaran bahasa pada
umumnya.
Selama dasawarsa lima puluhan dan enam puluhan,
pandangan pendekatan pengajaran bahasa, terutama
pengajaran bahasa asing, yang berkembang pesat adalah
pendekatan audiolingual (audiolingual approach). Pendekatan
ini menekankan pentingnya latihan-latihan untuk
menguasai bahasa yang dilaksanakan secara intensif.
Dalam pelajaran bahasa, murid-murid dipaksa selama
berjam-jam menghafalkan dialog, latihan-latihan
menguasai pola serta, mempelajari semua generalisasi
gramatika. Anggapan dasar yang menopang pentingnya
diberikan latihan-latihan pola serta menghafalkan
dialog tersebut dapat kita pahami dalam ungkapan yang
erkenal, yaitu practice makes perfect (latihan praktik
16
membuat sempurna) yang benar-benar diperhatikan oleh
penganjur-penganjur pendekatan audiolingual. Makna
dari ungkapan tersebut erat dengan pengajaran-
pengajaran bahasa menurut pendekatan audiolingual
sebagaimana yan dikemukan oleh Robert Lado dalam
bukunya yang berjudul Language Teaching. Dikemukakan oleh
Robert Lado 17 prinsip pengajaran bahasa. Salah satu
prinsip itu adalah pentingnya latihan pola-pola, dan
menghafalkan kalimat-kalimat percakapa dasar dalam
model dialog-dialog. Dengan cara itu, kaidah-kaidah
bahasa dalam berbagai pola akan menjelma menjadi
kebiasaan dan kalimat-kalimat dalam berbagai dialog
dapat digunakan sebagai model untuk pemakaian bahasa
serta serta belajar bahasa lebih lanjut.6
Para pengajur pendekatan audiolingual memandang
kesalahan berbahasa dengan perspektif yang bersifat
puritanistis. Nelson Brooks, misalnya, memandang
kesalahan berbahasa sebagai dosa yang harus dihindari
dan pegaruhnya harus dibatasi, tetapi kehadirannya
tidak dapat dielakkan. Dikemukakannya pula metode
untuk menghindari terjadi kesalahan dalam berbahasa
adalah dengan melatihkan kepada si pembelajar model-
model yang benar dalam waktu yang cukup lama. Untuk
6 Broto A. S. Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
17
mengatasi kesalahan berbahasa, cara yang prinsipil
adalah memperpendek jarak waktu antara respon yang
tidak tepat (kesalahan berbahasa tersebut) dengan
bentuk yang benar.
Pada akhir dasawarsa enam puluhan dan menginjak
dasawarsa tujuh puluhan, dunia pengajaran bahasa
megalami perkembangan pesat. Hal ini ditandai oleh
timbulnya pandangan-pandangan yang baru terhadap
proses penguasaan bahasa yang bersumber dari hasil
studi ahli-ahli psikologi kognitif dan gramatika
generatif transformasi. Pengajaran bahasa yang
bersifat mekanistis dalam pendekatan audiolingual
bergeser ke arah pengajaran bahasa yang lebih lebih
manusiawi serta kurang mekanistis. Kegiatan berbahasa
lebih ditekankan pada pembentukan kemampuan
berkomunikasi daripada latihan-latihan pola dan
hafalan dialog. Oleh karena itu, si pelajar lebih
didorong keberaniannya untuk berkomunikasi dengan
bahasa yang dipelajarinya. Sebagai pendukung, perlu
diciptakan situasi yang memungkinkan si pelajar bebas
dari ketakutan berbuat salah.
Sehubungan dengan perkembangan yang terakkhir itu,
pandangan terhadap kesalahan berbahasa juga mengalami
perubahan. Kesalahan berbahasa tidak lagi dipandang
18
sebagai dosa, tetapi sebagai hal yang wajar. Hal ini
dapat dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan
bahasa pertama pada anak-anak d mana pun juga. Dalam
proses penguasaan bahasa pertama itu, anak-anak pasti
membuat kesalahan berbahasa, teapi kesalahan tersebut
diterima oleh orang tua mereka (orang dewasa di
lingkungannya).
Aliran behaviorisme memandang kesalahan berbahasa
sebagai suatu yang semata-mata harus dihindari dan
diusahakan menghilangkan pengaruhnya. Pembelajar
bahasa tidak boleh menggunakan kesalahan berbahasa.
Apabila terjadi kesalahan berbahasa, kesalahan itu
harus secepatnya diperbaiki agar tidak menjadi
kebiasaan. Apabila suatu kesalahan berbahasa terlanjur
menjadi kebiasaan, perbaikan kesalahan itu akan sangat
sulit dilakukan.
Aliran psikologi kognitif memandang kesalahan
berbahasa sebagai suatu yang wajar. Hal ini dapat
dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan bahasa
pertama pada anak-anak di mana pun. Dala proses
penguasaan bahasa pertama itu, anak-anak membuat
kesalahan berbahasa, tetapi kesalahan berbahasa itu
diterima oleh orang tua mereka serta orang dewasa di
lingkungannya sebagai suatu yang wajara terjadi.
19
Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap
tataran linguistic (kebahasaan). Ada kesalahan yang
terjadi dalam tataran dalam tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan
berbahasa dapat disebabkan oleh intervensi (tekanan)
bahasa pertama ( (B1) terhadap bahasa kedua (B2).
Kesalahan berbahasa yang paling umum terjadi akibat
penyimpangan kaidah bahasa. Hal itu terjadi oleh
perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dengan
bahasa kedua (B2). Selain itu kesalahan itu terjadi
oleh adanya transfer negative atau intervensi B1 pada
B2. Dalam pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya: kurikulum,
guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara
pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997).
Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan
wilayah (taksinomi) kesalahan berbahasa menjadi
kesalahan atau kekhilafan:
1. Taksonomi kategori linguistic;
2. Taksonomi kategori strategi performasi;
3. Taksonomi kategori komparatif;
4. Taksonomi kategori efek komunikasi.
Masyarakat Indonesia kebanyakan dwibahasawan dengan
bahasa Daerah (BD) sebagai BI dan bahasa Indonesia (BI)
20
sebagai B2. Penelitian kemampuan berdwibahasa terhadap
anak-anak SD di DIY oleh Dr.Soepomo menunjukkan bahwa
kemampuan ber-BI-nya masih lemah. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya kesalahan siswa dalam memakai BI.
Sebab-sebab terjadinya kesalahan adalah (1) pengertian
yang kacau, (2) interferensi, (3) karena logika yang
belum masak, (4) karena analogi dan (5) sikap sembrono
(Soepomo,1977).
Bertolak dari teori-teori dasar analisis bahasa
antara melalui analisis kesilapan serta berbagai sebab
terjadinya kesilapan, kiranya analisis kesilapan dapat
diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan pencapaian
tujuan pengajaran bahasa. Argumen-argumen yang
dikemukakan di sini antara lain:
a. Masyarakat Indonesia yang kebanyakan dwibahasawan
dengan BI, BD memiliki kecenderungan yang lebih besar
untuk melakukan kesilapan ber-BI,
b. Kemungkinan timbulnya kesulitan guru untuk
menerapkan analisis kesilapan dalam pengajaran bahasa
(BI) sangat kecil karena semua guru menguasai BI
secara baik sedang seandainya guru tidak menguasai BI
siswa tidak ada kesulitan untuk mendapatkan bantuan
penutur asli,
21
c. Siswa-siswa kebanyakan bukan orang yang asing sama
sekali dengan BI sehingga kemungkinan keberhasilannya
jauh lebih besar.7
Sekolah-sekolah formal di Indonesia dengan sistem
klasikal dengan rasio guru dengan siswa yang terlalu
besar akan menimbulkan kendala di luar kebahasaan yang
tidak dapat diabaikan. Guru biasanya telah mendapat
beban mengajar secara maksimal (sekitar 18-24 jam per
minggu) dan masih ditambah tugas-tugas administratif
yang tidak dapat dihindarkan. Belum lagi pendapatan
yang tidak memadai mendorong guru mencari tambahan jam
mengajar di luar tugas utamanya.
Di samping hal tersebut, penghargaan tugas guru tidak
dihargai dari tetapi dihargai dari masa kerja serta
ijazah yang dimiliki menyebabkan timbulnya rasa
apatisme guru untuk bekerja secara optimal demi siswa.
Beban kurikulum yang terlalu banyak, target materi
yang harus diselesaikan “memasung” kreatifitas guru
untuk bereksperimen dengan berbagai metode, teknik dan
pendekatan dalam pengajaran BI.
Betapapun demikian, guru yang bertanggung jawab
terhadap tercapainya kemampuan ber-BI para siswa harus
7 Zaenal Arifin. Cermat BerbahasaIndonesia Untuk Perguruan Tinggi(Jakarta:
AkademikaPrescindo, 2000), 55
22
berusaha dengan berbagai strategi mengajar untuk tetap
dapat menerapkan teori pengajaran yang dipandang paling
efisien untuk mencapai tujuan.
Kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk
tuturan yang tidak diinginkan, khususnya suatu bentuk
yang tidak diinginkan.
Kesalahan Penggunaan Ejaan
1.Analisis Penulisan Kata Dasar dan Jadian
2. Analisis Penulisan Kata Depan
3. Analisis penulisan kata serapan dari bahasa Asing
Analisis Pemakaian Tanda Baca
1. Analisis pemakaian tanda baca titik (.)
2. Analisis Pemakaian Tanda Baca Koma (,)
3. Analisis Pemakaian Tanda Titik Koma
4. Analisis Pemakaian Tanda Titik Dua (:)
5. Analisis Pemakaian Tanda Hubung
Penggunaan Ejaan Perlu dilihat kembali bahwa ejaan
merupakan konvensi suatu bahasa. Oleh sebab itu, ejaan
hanya berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Ejaan
yang berlaku di Indonesia adalah EYD. Hal-hal yang
berkaitan dengan kapan tanda baca itu digunakan dan
bagaiman cara menggunakan dapat dibaca dalam buku EYD.
Contoh Kesalahan Berbahasa
A. Huruf Kapital/Besar
23
B. Penulisan Kata
C. Tanda Baca
Contohnya : 1. Amat percayakan anak bongsunya itu
C. Sumber dan analisis kesalahan berbahasa
Penyimpangan bahasa yang dilakukan oleh penutur,
terutama anak (siswa) dalam pemerolehan dan
pembelajaran bahasa berdasarkan kategori taksonomi
kesalahan atau kekeliruan bahasa sudah dijelaskan
diatas.
Apabila kesalahan dicari secara rinci, maka dapat
didapat dari sumber-sumber ini:8
1. Analisis kesalahan berbahasa dalam tataran
fonologi.
a. Fonem /a/ diucapkan menjadi /e/.
b. Fonem /i/ diucapkan menjadi /e/.
c. Fonem /e/ diucapkan menjadi /e’/.
d. Fonem /e’/ diucapkan menjadi /e/.
e. Fonem /u/ diucapkan menjadi /o/.
f. Fonem /o/ diucapkan menjadi /u/.
g. Fonem /c/ diucapkan menjadi /se/.
h. Fonem /f/ diucapkan menjadi /p/.
i. Fonem /k/ diucapkan menjadi /?/ bunyi hambat
global.8 Dian Indihadi, Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses pada tanggal20 April 2013
24
j. Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/.
k. Fonem /z/ diucapkan menjadi /j/.
l. Fonem /z/ diucapkan menjadi /s/.
m. Fonem /kh/ diucapkan menjadi /k/.
n. Fonem /u/ diucapkan atau dituliskan menjadi
/w/.
o. Fonem /e/ diucapkan menjadi/i/.
p. Fonem /ai/ diucapkan menjadi /e/.
q. Fonem /sy/ diucapkan menjadi /s/.
r. Kluster /sy/ diucapkan menjadi /s/.
s. Penghilangan fonem /k/.
t. Penyimpangan pemenggalan kata.
2. Analisis kesalahan berbahasa dalam tataran
morfoogi.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran morologi
:
a. Salah penentuan bentuk asal.
b. Fonem yang luluh tidak diluluhkan.
c. Penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge-
menjadi n, ny, ng, dan nge-.
d. Perubahan morfem ber-, per-, dan ter- menjadi
be-, pe- dan te-.
e. Penulisan morfem yang salah.
f. Pengulangan yang salah.
25
g. Penulisan majemk serangkai
h. Pemajemukan berafikasi.
i. Pemajemukan dengan afiks dan sufiks
j. Perulangan kata mejemuk.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran frase,
antara lain:
a. Frase kata depan tidak tepat.
b. Salah penyusunan frase.
c. Penambahan kata “yang” dalam frase benda
(nominal) (N+A).
d. Penambahan kata “dari” atau “pada” dalam frase
verbal (V+Pr).
e. Penambahan kata “untuk” dan “yang” dalam frase
nominal (N+V).
f. Penambahan kata “untuk” dalam frase nominal
(V+yang+ Vpasif)
g. Penghilangan preposisi dalam frase verbal
(Vintransitif+preposisi+N).
h. Penghilangan kata “oleh” dalam frase verbal
pasif (Vpasif+oleh+A)
i. Penghilangan kata “yang” dalam frase adjektif
(lebih+A+daripada+N/DEM).
26
Sumber kesalahan dalam tataran klausa, antara
lain:
a. Penambahan preposisi diantara kata kerja dan
objek dalam klausa aktif.
b. Penambahan kata kerja bantu “adalah”
dalamklausa pasif.
c. Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa
pasif.
d. Penghilangan kata “oleh” dalam klausa pasif.
e. Penghilangan preposisi dari kata kerja
berpreposisi dalam klausa pernyataan.
f. Penghilangan kata “yang” dalam klausa nominal.
g. Penghilangan kata kerja dalam klausa
intransitif.
h. Penghilangan kata “untuk” dalam klausa pasif.
i. Penggantian kata “daripada” dengan kata “dari”
dalam klausa bebas.
j. Pemisahan kata kerja dalamklausa medial.
k. Penggunaan klausa rancu.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran
sintaksis,antara lain:
a. Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada,
kepada dan untuk.
27
b. Pembentukan kalimat tidak baku, antara lain:
1.) Kalimat tidak efektif.
2.) Kalimat tidak normatif.
3.) Kalimat tidak logis.
4.) Kalimat rancu.
5.) Kalimat ambigu.
6.) Kalimat pengaruh struktur bahasa asing.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran semantic,
antara lain:
a. Akibat gejala hiperkorek.
b. Akibat gejala pleonasme.
c. Akibat bentukan ambiguitas.
d. Akibat diksi (pemilihan kata).
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran wacana,
antara lain:
a. Akibat syarat-syarat paragraph tidak dipenuhi.
b. Akibat struktur paragraf.
c. Akibat penggabungan paragraf.
d. Akibat penggunaan bahasa dalam paragraf.
e. Akibat pengorganisasian isi (topik-topik) dalam
paragraf.
28
f. Akibat pemilihan topik (isi) paragraf yang tidak
tepat.
g. Akibat ketidakcermatan dalam perujukan.
h. Akibat penggunaan kalimat dalam paragraf yang
tidak selesai.
Analisis bahasa ini bertujuan untuk mengetahui
kesalahan dalam berbahasa dalam bentuk-bentuk yang
sudah disebutkan diatas. Kemudian setelah tau
kesalahan-kesalahan tersebut dapat diperbaiki.
D. Metodelogi Analisis Kesalahan Berbahasa
Untuk menganalisis kesalahan berbahasa dapat
menggunakan taksonomi kategori strategi performasi,
taksonomi strategi kategori komparatif, dan lain-lain.
Contoh: Nur Susilo Mas’ud melakukan penelitian
kekhilafan (kekeliruan berbahasa) dalam pemerolehan
konstruksi kalimat bahasa indonesia. Penelitian itu
dilaksanakan kepada siswa yang berusia delapan tahun
dengan kemampuan bahasa pertama (B1) jawa dan lokasi
penelitian itu diperoleh empat wujd kekhilafan
berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi,
yaitu: 9
1. Penanggalan (omission)9 Samsuri, Analisis Bahasa, memahami bahasa secara ilmiah (Jakarta: Erlangga,2009), h.79
29
2. Penambahan (addition)
3. Kesalahbentukan (misformation)
4. Kesalahurutan (misordering)
Berdasarkan kategori linguistik ditemukan 20 tataran
kekhilafan,yaitu:
1. Penanggalan S, P,O, Ber-,meN-, di-,ter-, ke-, dan
kata ganti bilangan.
2. Penambahan : subjek pronomina, penggunaan adverbia
rangkap, enklitiknya.
3. Kesalahbentukan: di,ke, penggunaan kata
sendiri,enklitiknya.
4. Kesalahurutan : penggunaan urutan pokok keterangan.
Berdasarkan kategori komparatif, ditemukan dua
tataran kekhilafan yaitu:
1. Kekhilafan interlingual.
2. Kekhilafan intralingual.
Berdasarkan kategori kekhilafan, ditemukan bahwa
strategi pemerolehan konstruksi kalimat bahasa
indonesia pada siswa berusia delapan tahun yang
berbahsa pertama (B1) bahasa jawa adalah:
1. Menaggalkan unsur-unsur linguistik yang
diperlukan dalam bahasa indonesia.
30
2. Menambahkan unsur-unsur linguistik yang tidak
diperlukan dalam bahasa indonesia.
3. Menyusun unsur-unsur linguistik diluar kaidah
bahasa indonesia.
4. Mengurutkan unsur-unsur linguistik di luar
kaidah bahasa indonesia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sujai tentang
pemakaian bahasa indonesia di lingkungan masyarakat
Tionghoa Jawa Timur,ditemukan lima tipe kesalahan
atau kekhilafan berbahasa indonesia. Penelitian itu
merupakan sebuah analisis kesalahan bahasa indonesia
ragamtulis siswa kelas VI SD warga keturunan Cina
(Tionghoa) di tiga kota Jawa Timur.
Kelima tipe kesalahan tersebut adalah :
1. Tipe A: kesalahan atau kekhilafan generalisasi
berlebih dalam penulisan bahasa Indonesia.
2. Tipe B: kekhilafan pengetahuan (ketidakmampuan)
menaati kaidah kebahasaan.
3. Tipe C: kekhilafan pada penafsiran terhadap
kaidah bahasa yang diperoleh.
4. Tipe D: kekhilafan pada penggunaan kaidah
bahasa indonesia yang baik dan benar.
31
5. Tipe E: kekhilafan akibat interferensi bahasa
pertama (B1) pada bahasa indonesia.
Dari kelima tataran kekhilafan tersebut,tipe A
menempati peringkat pertama untuk tataran morfologi,
tipe B menempati peringkat pertama untuk tataran
sintaksis, adapun tipe E menempati peringkat paling
rendah baik pada kekhilafan tataran morfologis maupun
kekhilafan tataran sintaksis. Dari temuan itu
disimpulkan bahwa tipe kekhilafan A, B, C, dan D
merupakan kekhilafan akibat intralingual (kekhilafan
perkembangan) sedangkan tipe E merupakan kekhilafan
akibat interlingual (kekhilafan inferensial).
32
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian
bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang
meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang
dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta
pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari
sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan
sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
2. Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian
yang beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan
berbahasa perlu diketahui lebih awal sebelum kita
membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974)
menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi
kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Errors, dan (3) Mistake.
33
3. Sumber kesalahan bahasa dapat dianalisis
berdasarkan tataran fonologi, morfologi, sintaksis,
semantic dan wacana.
4. Untuk menganalisis kesalahan berbahasa dapat
menggunakan taksonomi kategori strategi performasi,
taksonomi strategi kategori komparatif, dan lain-
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2000. Cermat BerbahasaIndonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: AkademikaPrescindo
Indihadi, Dian . Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses pada tanggal 20 April 2013
Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Gajhah Mada University Press
34
Samsuri, 2009. Analisis Bahasa, memahami bahasa secara ilmiah.
Jakarta: Erlangga
Samsuri. 1985. Analis Bahasa, Jakarta : Erlangga
S, Broto A. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Bulan
Bintang
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, Bandung: Angkasa
Wojowasito. 1977. Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa Ibu), Bandung: Shinta Dharma