38
ANALISIS KESESUAIAN KONSTITUSI EKONOMI INDONESIA TERHADAP EKONOMI ISLAM Ali Rama 1 Makhlani Abstract. The Similarities of Indonesian Economy Constitution to Islamic Economy. This study invistigates the similarities between the constitution of the Indonesian economy and Islamic economic system. It finds that the constitution of Indonesian economy have in common with the Islamic economic system, especially at the basic values, basic principles and instrumentals. The main similarities lie in the principle of economic activities based on the principles of solidarity and togatherness and the role of the state in the allocation of economic resources for economic prosperity and welfare of the whole people. Another important similarity is the presence of high concern towards the needy and neglected children through various economic policy instruments such as social security and social protection programs. Therefore, it is no longger relevant to polarize between the Indonesian economic constitution or Pancasila economic system and Islamic economic system. Keywords: Constitution, UUD 1945, Islamic economic system, the role of the state Abstrak. Analisis Kesesuaian Konstitusi Ekonomi Indonesia Terhadap Ekonomi Islam. Penelitian ini berusaha untuk melihat kesamaan antara kandungan konstitusi ekonomi Indonesia dengan ekonomi Islam. Secara garis besar konstitusi ekonomi Indonesia memiliki kesamaan dengan sistem ekonomi Islam khususnya pada tataran nilai dasar, prinsip dasar dan instrumentalnya. Kesamaan dasarnya terletak pada asas kegiatan ekonominya yang didasarkan pada prinsip kekeluaragaan dan kebersamaan beserta peranan penting negara dalam pengalokasian sumber daya ekonomi untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Kesamaan penting lainnya adalah adanya kepedulian yang tinggi terhadap kaum fakir miskin dan anak-anak yang terlantar melalui instrumen-intrumen kebijakan ekonomi berupa jaminan dan perlindungan sosial. Olehnya, tidak perlu dilakukan pertentangan antara konstitusi ekonomi Indonesia atau ekonomi Pancasila dengan ekonomi Islam. Kata kunci: Konstitusi, UUD 1945, ekonomi Islam, peran negara. 1 Naskah diterima: 8 September 2013, direvisi: 10 Oktober 2013, disetujui: 20 Nopember 2013 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, e-mail: [email protected] ex.IDB Representative Indonesia, e-mail: [email protected] 19

ANALISIS KESESUAIAN KONSTITUSI EKONOMI INDONESIA TERHADAP EKONOMI ISLAM

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS KESESUAIAN KONSTITUSI EKONOMI INDONESIATERHADAP EKONOMI ISLAM

Ali Rama1 Makhlani

Abstract. The Similarities of Indonesian Economy Constitution to IslamicEconomy. This study invistigates the similarities between the constitution of theIndonesian economy and Islamic economic system. It finds that the constitution ofIndonesian economy have in common with the Islamic economic system, especially atthe basic values, basic principles and instrumentals. The main similarities lie in theprinciple of economic activities based on the principles of solidarity and togathernessand the role of the state in the allocation of economic resources for economicprosperity and welfare of the whole people. Another important similarity is thepresence of high concern towards the needy and neglected children through variouseconomic policy instruments such as social security and social protection programs.Therefore, it is no longger relevant to polarize between the Indonesian economicconstitution or Pancasila economic system and Islamic economic system. Keywords: Constitution, UUD 1945, Islamic economic system, therole of the state

Abstrak. Analisis Kesesuaian Konstitusi Ekonomi Indonesia Terhadap EkonomiIslam. Penelitian ini berusaha untuk melihat kesamaan antara kandungan konstitusiekonomi Indonesia dengan ekonomi Islam. Secara garis besar konstitusi ekonomiIndonesia memiliki kesamaan dengan sistem ekonomi Islam khususnya pada tatarannilai dasar, prinsip dasar dan instrumentalnya. Kesamaan dasarnya terletak padaasas kegiatan ekonominya yang didasarkan pada prinsip kekeluaragaan dankebersamaan beserta peranan penting negara dalam pengalokasian sumber dayaekonomi untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Kesamaan penting lainnyaadalah adanya kepedulian yang tinggi terhadap kaum fakir miskin dan anak-anakyang terlantar melalui instrumen-intrumen kebijakan ekonomi berupa jaminan danperlindungan sosial. Olehnya, tidak perlu dilakukan pertentangan antara konstitusiekonomi Indonesia atau ekonomi Pancasila dengan ekonomi Islam. Kata kunci: Konstitusi, UUD 1945, ekonomi Islam, peran negara.

1 Naskah diterima: 8 September 2013, direvisi: 10 Oktober 2013,disetujui: 20 Nopember 2013Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, e-mail:[email protected] ex.IDB Representative Indonesia, e-mail: [email protected]

19

PENDAHULUANCorak sistem perekonomian suatu negara bisa saja sangatdipengaruhi oleh sistem ekonomi global seperti kapitalismedan sosialisme yang hampir menjadi rujukan setiap negaradalam mendesain kebijakan ekonomi. Begitupula dengan Islamsebagai sistem kehidupan (way of life) suatu masyarakatmemberikan pengaruh dalam desain sistem perekonomian suatunegara. Pedoman dan arah perekonomian suatu negara umumnyatertuan dalam undang-undang dasar atau konstitusi yangmenjadi konsesus bersama negera tersebut.

Konstitusi harus dijadikan sebagai acuan substantifdalam setiap kebijakan yang diambil dalam prosespembangunan ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi yangditerapkan tidak seharusnya mengikut begitu saja terhadaparus perkembangan ekonomi yang terjadi, baik pada tatarannasional maupun global. Logika pembangunan ekonomi tidaksemestinya dibangun semata atas pertimbangan pengalamanempiris di lapangan atau pun teori-teori dan kisah-kisahsukses di negara-negara lain yang dipandang layak dijadikansebagai rujukan. Misalnya, Teori pembangunan seperti yangdikembangkan di Barat banyak dipengaruhi oleh karakteristikunik, masalah spesifik, nilai eksplisit dan implisit sertainfrastruktur sosial-politik ekonomi Barat (Ahmad, 1997).Teori demikian jelas tidak bisa secara serta mertadiaplikasikan di dunia Muslim yang memiliki nilai-nilaiyang berbeda. Dengan demikian suatu teori yang cocok dandapat diterima dalam suatu sistem masyarakat denganpandangan hidup tertentu, belum tentu cocok bagi yang lain(An-Nabhani, 1996) (Ash Shadr, 2008).

Berdasarkan perspektif tersebut, teori ekonomi yangdipengaruhi oleh doktrin (sistem) suatu masyarakat tertentubelum tentu cocok dengan suatu masyarakat yang memilikidoktrin atau pandangan dunia (worldview) yang berbeda. Teoriekonomi pembangunan yang sukses di suatu daerah belum tentucocok dan sukses di tempat lain, dikarenakan perbedaanpandangan hidup (Chapra, 2000). Alasan ini yang mendasarikenapa sistem sosialisme teruatama pola strategipembangunan yang diadopsi bahkan dipaksakan pada negara-negara berkembang terutama negara-negara Muslim mengalamikegagalan bahkan berujung pada chaos dalam segala bidang(Matta, 1997). Kegagalan ini utamanya disebabkan oleh

20

sistem atau doktrin yang terkandung dalam sosialismememiliki perbedaan yang tajam dengan masyarakat Muslim yangsangat dipengaruhi oleh doktrin Islam. Sistem sosialismeyang diimpor ke dalam negara-negara muslim menghadapi akalyang berbeda dengan akal yang berbeda dengan akal yangmenciptakannya, ditawarkan kepada masyarakat yang berbedadi mana sistem itu diterapkan – baik pada latar historisnyamaupun struktur kesadarannya – dan disosialisasikan padatanah dan waktu yang lain yang berbeda dengan tanah danwaktu darimana ia berasal. Maka yang terjadi kemudianadalah munculnya hasil yang berbeda (Matta, 1997).

Meskipun kenyataan saat ini, negara-negara dituntutuntuk bergaul dengan sistem ekonomi global yang lebihcenderung kepada sistem ekonomi pasar kapitalisme yangmengedepankan liberalisasi perdagangan dan globalisasiekonomi. Hegemoni sistem ekonomi global yang lebihcenderung dipengaruhi oleh sistem kapitalisme memberikanpengaruh yang besar dalam penyusunan dan pembuatankebijakan-kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang danatau di negara-negara Muslim di mana Indonesia salah satudi dalamnya. Negara yang terbelakang dari berbagai aspekumumnya akan mengikut ke negara yang sudah relatif maju(Khaldun, 2000). Olehnya, untuk mencegah arus pengaruhsistem eksternal terhadap kebijakan ekonomi nasional makaseluruh kebijakan ekonomi yang diambil harus mengacu dantidak boleh bertentangan dengan konstitusi ekonomi, UUD1945 yang sudah menjadi konsensus bersama bangsa Indonesiayang disusun berdasarkan tujuan dan national interest yangingin dicapai secara bersama sebagai bangsa Indonesia.Apalagi, UUD 1945 memuat dokumen ekonomi tentang ketentuan-ketentuan dalam bidang perekonomian yang merupakan cita-cita luhur yang diperjuangkan oleh para founding fathers dariRepublik ini.

UUD 1945 sebagai konstitusi ekonomi mengatur mengenaipilihan-pilihan kebijakan ekonomi dan anutan prinsip-prinsip tertentu di bidang hak-hak ekonomi (economic rights).Konstitusi ekonomi memuat ketentuan mengenai perekonomiannasional. Banyak kalangan yang menilai bahwa konstitusiekonomi Indonesia memiliki corak sesuai dengan nilai-nilaidan karakter budaya Indonesia yang sangat dipengaruhi olehagama. Meskipun secara redaksional simbol-simbol agama

21

tidak terlalu nampak dalam konstitusi ekonomi Indonesiatetapi nilai-nilai agama memiliki pengaruh yang kuatterhadap substansi yang dikandungnya.

Apalagi banyak kalangan yang menilai bahwa konstitusiekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemikiran BungHatta yang terutama tertuang dalam Pasal 33 dan 34 UUD1945. Bung Hatta adalah merupakan tokoh nasional yangmempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Baratsehingga tahu betul dinamika sistem ekonomi yang berkembangdi Barat seperti sistem kapitalisme dan sosialisme. Beliautahu betul kelemanan dari sistem kapitalisme dan sosialismesehingga tidak cocok untuk diimplementasikan di Indonesia.Meskipun diakui bahwa pemikiran ekonomi Bung Hatta banyakdipengaruhi oleh paham sosialisme, tetapi sosialisme yangingin dibangun di Indonesia adalah sosialisme yang berwatakagama atau sosialisme religius yang sesuia dengan agamamasyarakat Indonesia secara umum. Bukan justru sosialismeyang anti agama atau ateis. Bahkan Bung Hatta sebenarnyamemiliki pemikiran ekonomi yang sangat sesuai denganpemikiran ekonomi Islam, tetapi pendekatan yang beliaulakukan lebih bersifat substansial dibandingkan dengansimbolistis (Abbas, 2008).

Kandungan konstitusi ekonomi yang ada dalam UUD 1945bisa saja dipengaruhi oleh sistem ekonomi global di awalperumusannya. Seperti misalnya pengaruh prinsip-prinsipsosialisme dalam penyusunan beberapa Pasal tentang ekonomidalam UUD 1945. Akan tetapi banyak pula kalangan yangmenilai bahwa Pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945 sangatdipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Dalam artian, pemahamandan kepercayaan agama khususnya Islam memiliki pengaruhkuat dalam filosofi dan prinsip dasar serta tujuan yangingin dicapai yang terkandung dalam konstitusi ekonomiIndonesia.

Menurut Dawam Raharjo, konstitusi ekonomi Indonesiadilandasi oleh nilai-nilai yang terdapat dalam lima silaPancasila. Pancasila, katanya, pada intinya adalahkombinasi tiga ideologi, yaitu Nasionalisme, Sosialisme danDemokrasi, tetapi kesemuanya didasarkan pada Humanisme dankepercayaan Monoteisme. Bahkan Bung Karno menyebutpancasila sebagai hasil gabungan dari tiga ideologi, yaitu

22

Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme yang biasa disebutsebagai Nasakom. Sementara Bung Hatta menyebut tiga sumberlain, yaitu Islam, Sosialisme dan budaya Indonesia.

Konstitusi ekonomi Indonesia memuat beberapaketentuan-ketentuan ekonomi nasional seperti sistemkepemilikan sumber daya ekonomi, tujuan pembangunanekonomi, pengelolaan sumber daya ekonomi, bentuk usahaekonomi, sistem jaminan sosial, peran negara dalampembangunan ekonomi, dan lainnya. Berdasarkan padaketentuan-ketentuan pengaturan ekonomi yang terkandungdalam konstitusi ekonomi Indonesia maka perlu dilakukananalisis kesesuaian antara konsep ekonomi yang terkandungdalam konstitusi ekonomi Indonesia dengan konsep ekonomidalam Islam. Sehingga akan ditemukan sejauh mana kesesuaiandan atau paralelitas antara konstitusi ekonomi Indonesiadengan konsep ekonomi Islam sehingga didapatkan kesimpulanyang utuh, komprehensif dan akurat tentang konstitusiekonomi Indonesia ditinjau dari perspektif ekonomi Islamyang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI EKONOMI INDONESIAPada umumnya, organisasi negara selalu memiliki naskah yangdisebut sebagai konstitusi atau undang-undang dasar (UUD).Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yangmengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsipkedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itumenganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasikonstitusi itu adalah rakyat. Begitu pula jika yang berlakuadalah kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlakutidaknya suatu konstitusi. Oleh karenanya, Indonesiasebagai negara yang menganut sistem demokrasi menempatkanrakyat sebagai penentu berlakunya suatu konstitusi.

UUD bukanlah undang-undang biasa. Konstitusi atau UUDdalam konteks Indonesia tidak ditetapkan oleh legislatifyang biasa, tetapi oleh badan yang lebih khusus dan lebihtinggi kedudukannya, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR). Jika terdapat suatu undang-undang bertentangandengan norma dasar yang terkandung di dalam UUD, maka UUDitulah yang berlaku.

Konstitusi menurut Asshiddiqie, adalah perjanjian,konsensus, atau kesepakatan tertinggi dalam kegiatan

23

bernegara. Kesepakatan adalah hukum bagi siapa saja yangmengikatkan diri di dalamnya. Demikian pula konstitusisebagai kesepakatan tertinggi, tentunya memiliki daya paksayang juga bersifat tinggi. Konstitusi ekonomi adalahkonstitusi yang mengatur mengenai pilihan-pilihan kebijakanekonomi dan anutan prinsip-prinsip tertentu di bidang hak-hak ekonomi (Abbas, 2014).

Oleh sebab itu, para perumus kebijakan ekonomi harusmenjadikan UUD 1945 sebagai hukum dan kebijakan yangtertinggi di bidang perekonomian. Setiap kebijakan ekonomiyang bertentangan dengan konstitusi ekonomi dapatdibatalkan dan dianggap tidak berlaku melalui mekanismekonstitusional, yaitu judical review di Mahkamah Konstitusi(MK).

UUD 1945 dikatakan sebagai konstitusi ekonomi karenamengatur ketentuan mengenai kebijakan ekonomi seperti yangtercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 menentukan, (1)Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atasasas kekeluargaan; (2) Bumi dan air dan kekayaan yangterkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hasil amandemenpaska reformasi atas UUD 1945, Bab XIV yang semula hanya,“Kesejahteraan Sosial” direvisi menjadi “PerekonomianNasional dan Kesejahteraan Sosial” dimana memuat dua Pasal,yaitu Pasal 33 dan Pasal 34 beserta penyempurnaan ayat-ayatnya.

Pasal-pasal lainnya yang berkaitan dengan ekonomi yangada dalam UUD 1945 adalah Pasal 23 mengenai keuangan negaradan hal-hal yang terkait, Pasal 27 Ayat 2 tentang pekerjaandan peghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan Pasal 28tentang hak asasi manusia. Bahkan Alinea IV Pembukaan UUD1945 yang berisi prinsip-prinsip dasar Pancasila dan TujuanBernegara secara tidak langsung juga mengandung gagasanmengenai kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Jika dilihat dari segi sistem ekonomi, ekonomiIndonesia tidak bisa sepenuhnya dikatakan menganut sistemkapitalisme ataupun sosialisme ataupun gabungan dari keduadari sistem tersebut (mixed economy). Misalnya dari segikepemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktorproduksi, tak terdapat alasan untuk mengatakan bahwa sistemekonomi Indonesia adalah kapitalisme. Sama halnya, tidak

24

terdapat argumentasi yang cukup untuk mengatakan, bahwakita menganut sistem ekonomi sosialis. Indonesia mengakuikepemilikan individual atas faktor-faktor produksi, kecualiuntuk sumber daya-sumber daya yang menguasai hidup orangbanyak, dikuasai oleh negara (Tambunan, 2011). Hal inisecara tegas diatur oleh Pasal 33 UUD 1945. Jadi secarakonstitusional, sistem ekonomi Indonesia tidak mengikutsecara absolut terhadap sistem ekonomi kapitalisme maupunsosialisme. Sistem ekonomi Indonesia, menurut Mubyarto(1987), adalah sistem ekonomi Pancasila yang didasarkanpada lima sila yang dimilikinya. Akan tetapi jika dilihatdari nilai-nilai dan sistem kepemilikan yang dianutnya,sistem ekonomi Indonesia memiliki kesamaan yang besardengan sistem ekonomi Islam. SISTEM EKONOMI INDONESIAPengertian tentang sistem ekonomi sangat beragam. Sanusi(2010) menjelaskan sistem ekonomi merupakan suatuorganisasi yang terdiri atas sejumlah lembaga dan pranata(ekonomi, sosial-politik, ide-ide) yang saling mempengaruhisatu dengan yang lainnya dan ditujukan ke arah pemecahanproblem-problem serta produksi-distribusi konsumsi yangmerupakan problem dasar setiap perekonomian. Dengan katalain, sistem ekonomi dapat diartikan sebagai suatutotalitas terpadu yang terdiri dari atas unsur-unsur yangsaling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi,dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama.

Selanjutnya, Dumairy (2011) mengartikan sistem ekonomiadalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubunganekonomi antarmanusia dengan seperangkat kelembagaan dalamsuatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atasunsur-unsur manusia sebagai subjek; barang-barang ekonomisebagai objek; serta seperangkat kelembagaan yang mengaturdan menjalinnya dalam kegiatan perekonomian. Perangkatkelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi(formal maupun informal); cara kerja; mekanisme hubungan;hukum dan peraturan-peraturan perekonomian; serta kaidahdan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis); yangdipilih atau diterima atau ditetapkan oleh masyarakat ditempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung.Jadi dalam perangkat kelembagaan ini termasuk jugakebiasaan, perilaku, dan etika masyarakat; sebagaimana

25

mereka terapkan dalam berbagai aktivitas yang berkenaandenga pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.Berdasarkan definisi ini menunjukkan bahwa mengkaji sistemekonomi berarti meliputi tentang pelaku-pelaku ekonomi,lembaga-lembaga ekonomi, mekanisme, aturan-aturan dandoktrin atau paradigma ekonomi yang dianut.

Definisi serupa juga dikemukan oleh Grossman (1995)yaitu sistem ekonomi adalah sekumpulan komponen atau unsurterdiri atas unit dan agen ekonomi serta lembaga(institusi) ekonomi, yang bukan saja saling berhubungan danberinteraksi melainkan juga sampai tingkat tetentu salingmenopang dan mempengaruhi.

Sementara itu, Triono (2011) menganggap bahwa sistemekonomi berkaitan dengan pandangan, keyakinan, kepercayaanataupun ideologi tertentu, khususnya terhadap alokasisumber daya ekonomi yang ada di bumi ini. Sehingga sistemekonomi akan menyangkut pandangan terhadap kepemilikan,pemanfaatan, maupun distribusi sumber daya ekonomi.Sehingga sistem ekonomi itu tidak netral dan bersifatsubjektif karena dipengaruhi oleh pandangan-pandangan hidupatau paradigma tertentu di mana sistem ekonomi ituditerapkan. Konsekuesinya, berdasarkan definisi ini, sistemekonomi yang diterapkan dan dianut dalam suatu perekonomiannegara sangat memungkinkan berbeda dengan sistem ekonomiyang diterapkan di tempat atau negara lain, tergantung padapandangan dan paradigma yang dianutnya terutama dalam halkepemilikan, pemanfaatan dan distribusi sumber daya ekonomiyang dimiliki dalam suatu perekonomian.

Kahf (1999) mendefinisikan sistem ekonomi sebagaiseperangkat prinsip-prinsip yang merupakan kerangkaorganisasi kegiatan ekonomi. Sehingga sistem ekonomitertentu tersusun dari seperangkat nilai-nilai yang dapatmembangun kerangka organisasi kegiatan ekonomi menurutkerangka referensi tertentu. Perangka nilai-nilai ini disatu pihak akan berdasarkan pandangan filsafat tentangkegiatan ekonomi, dan dipihak lain interaksi nilai-nilaiini membentuk perangkat nilai dasar dan nilai instrumentalbagi kegiatan ekonomi yang dikehendaki oleh sistem.

Dalam literatur ekonomi dan bahkan tataran penerapanperekonomian, dikenal dua sistem ekonomi yang seringdiperbincangkan dan mempengaruhi suatu perekonomian, yaitu

26

kapitalisme pasar dan sosialisme terpimpin. Dua sistemekonomi ini sebenarnya saling terkait. Sistem ekonomisosialisme muncul atas kritik terhadap sistem kapitalismeyang tidak bisa mewujudkan kesejahteraan bagi berbagailapisan masyarakat. Inti dari sistem ekonomi kapitalismeadalah pemecahan masalah ekonomi yang meliputi produksi,konsumsi dan distribusi melalui mekanisme pasar bebas demitercapainya kesejahteraan masyarakat secara bersama.Sementara ekonomi sosialisme meyakini bahwa penghapusankepemilikan individu terhadap aset-aset produksi adalahsolusi untuk menyelesaikan problem ekonomi yang dihadapioleh manusia dan merupakan pendekatan yang paling ampuhuntuk mewujudkan kesejahetaraan yang merata.

Kehadiran dua sistem ekonomi itu, berkontribusi dalammenciptakan polarisasi hegemonis sistem ekonomi dalamtataran global. Kedua sistem ekonomi ini saling berusahamencari pengikut (follower) dan situasi ini memicu munculnyakonflik seperti yang pernah terjadi pada perang dingin(cold war) antara Amerika Serikat (AS) sebagai pengusungutama sistem ekonomi Kapitalisme dengan Uni Soviet sebagaipengusung sistem Sosialisme. Kedua sistem ekonomi itumenghegemoni khususnya di negara-negara berkembang.Akhirnya banyak negara-negara berkembang meyakini bahwauntuk mencapai kemajuan ekonomi caranya adalah denganmengadopsi salah satu sistem ekonomi tersebut, sistemkapitalisme atau sistem sosialisme.

Akan tetapi dalam peraktiknya, sistem ekonomi yangdijalankan oleh negara-negara di dunia saat ini tidaksepenuhnya seperti sistem Kapitalisme atau sistemSosialisme yang berada pada titik ekstrim sebagaimanadicetuskan oleh masing-masing penggagasnya yaitu Adam Smithdan Karl Max. Justru sistem perekonomian yang diterapkan diberbagai negara saat ini berada di sepanjang spektrum duasistem tersebut. Apa yang disebut Kapitalisme danSosialisme memiliki banyak bentuk variannya dalam tataranprakteknya. Akan tetapi perlu diakui kedua sistem tersebutsangat mempengaruhi sistem ekonomi yang berlaku di duniaini dengan penyesuaian sesuai dengan kepentingan pragmatisnegara yang mengadopsinya. Kedua sistem tersebut dalamtataran implementasinya juga disesuaikan dengan nilai-nilai

27

dan norma-norma serta agama yang berlaku dalam suatumasyarakat.

Selain kedua sistem tersebut, dalam perekonomianmodern juga dikenal sistem ekonomi campuran (mixed economy)yaitu sistem yang mengandung beberapa elemen dari sistemekonomi kapitalisme dan sistem ekonomi sosialisme.Sebagaimana dikemukan sebelumnya, tidak ada perekonomianyang ada saat ini yang mengadopsi sepenuhnya sistem ekonomisosialis atau kapitalis. Yang berlaku justru campuranantara kedua ekstrim sistem ekonomi tersebut, denganberbagai varian kadar dominasinya.

Deklarasi Indonesia sebagai negara merdeka terjadibersamaan dengan puncak perseturuan antara sistem ekonomikapitalisme yang diwakili oleh Amerika Serikat yangkemudian membuat sekutu dengan sebutan Blok Barat dansistem ekonomi sosialisme yang dikomandoi oleh Uni Sovietdengan Blok Timurnya. Pertanyaannya kemudian adalah apakahpembentukan sistem ekonomi Indonesia seteleh proklamasikemerdekaannya (17 Agustus 1945) dipengaruhi oleh dua arussistem tersebut atau dua Blok politik tersebut?

Sebagaimana diketahui setelah kemerdekaan RepublikIndonesia (RI), Presiden Pertama RI, Soekarno justrumemploklamirkan Blok Baru bernama Gerakan Non-Blok yangtidak berafiliasi dengan Blok Barat maupun Blok Timur yanglagi berebutan mencari pengaruh dan sekutu pada saat itu.Pandangan politik ini sebenarnya juga berpengaruh padasistem ekonomi yang dianut Indonesia yang tidak menganutsitem ekonomi kapitalis ataupun sistem ekonomi sosialissepenuhnya.

Sistem ekonomi apa yang diterapkan di Indonesia,Kapitalisme, sosilisme, atau gabungan (mixed) dari keduasistem tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, Dumairy(1996) menegaskan sebagai berikut, “Ditinjau berdasarkansistem kepemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktorproduksi, tak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa sistemekonomi kita adalah kapitalisme. Sama halnya, tak pulacukup argumentasi untuk mengatakan, bahwa kita menganutsistem ekonomi sosialis. Indonesia mengakui pemilikanindividual atas faktor-faktor produksi, kecuali untukdiatur dengan tegas oleh Pasal 33 UUD 1945. Jadi, secara

28

konstitusional, sistem ekonomi Indonesia bukan kapitalismedan bukan pula sosialisme.”

Untuk memahami sistem ekonomi apa yang diterapkan diIndonesia paling tidak secara konstitusional maka perlumemahami terlebih dahulu ideologi yang dianut olehIndonesia. Sistem ekonomi atau perekonomian Indonesia tidakterlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan negaraRepublik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila danUndang-Undangan Dasar (UUD) 1945. SISTEM EKONOMI PANCASILA1. Pancasila dan AgamaPancasila sebagai ideologi Indonesia sebenarnya dalamproses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaranIslam. Pancasila sebagaimana dituliskan oleh Adian Husaini(2010) adalah merupakan hasil karya bersama, bukanlahrumusan semata seorang Bung Karno sendirian. Pancasilaadalah hasil kesepakatan tokoh-tokoh Islam yang memilikiberbagai aspirasi ideologis, termasuk tokoh-tokoh Islamyang tergabung dalam Panitia Sembilan di BPUPK, yaitu KH.Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso danAbdul Kahar Muzakkir. Salah satu bukti utama jikalauPancasila yang kemudia menjadi landasan Ideologi bangsaIndonesia begitupula dalam sistem ekonominya sangatdipengaruhi oleh ajaran Islam atau pandangan Islam (Islamicworldview) adalah adanya rumusan tujuh kata pada silapertama, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankansyariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang kemudiandikenal sebagai rumusan Piagam Pancasila vesi PiagamJakarta (Pembukaan UUD 1945). Akan tetapi karena suatu hal,sila pertama Pancasila ini diganti menjadi “Ketuhanan YangMaha Esa”. Sila pertama ini menurut Adian Husaini adalahrepresentasi dari ajaran tauhid dalam agama Islam. Bukti-bukti lainnya bahwa Pancasila sangat dipengaruhi olehajaran Islam adalah bisa dilihat dari sila-sila lainnya.Karim (2004) mengungkapkan penilaian yang sama. Iamenganggap bahwa nilai-nilai universal Islam secaraeksplisit menjiawai muatan Pancasila yang berprinsipketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dankeadilan. Hal ini sejalan dengan Islam yang menekankanpersamaan, persaudaraan, permusyawaratan, keadilan danketuhanan. Oleh karenanya, rumusan dan penafsiran sila-sila

29

Pancasila terutama sila pertama jelas tidak bisa dipisahkandari konteks sejarah munculnya rumusan tersebut.

Harus diakui bahwa pada masa lalu ada mutualunderstanding antara Islam sebagai agama dan Pancasilasebagai ideologi. Kesalahpahaman itu lebih banyak padaberbagai kepentingan politik daripada dalam substansinya;atau lebih dikarenakan oleh ketidakjelasan paradigma dancara pandang. Substansinya keduanya jelas berbeda. Islamadalah agama, sedangkan Pancasila adalah ideologi. Esensi(hakekat) Islam dan Pancasila tidak bertentangan, namunkenyataan eksistensinya (sejarahnya) dapat sajadipertentangkan terutama untuk melayani kepentingan-kepentingan kelompok sosial (Karim, 2004). Contohnyamisalnya sebagaimana yang diungkapkan oleh Adnan BuyungNasution sebagaimana dikutip oleh Adian Husaini terjadinyapolemik dan komprontasi ide antara Islam dan Pancasiladalam sejarah di Indonesia adalah akibat dikembangkannnyakonsep Pancasila sebagai doktrin atau pandangan hidup(worldview) yang kompleks dan khas, sehingga berbenturandengan pandangan dunia lain, seperti Islam. Bahkan lebihjauh rezim Orde Baru menjadikan Pancasila sebagai landasanamal dan moral dimana wilayah ini sebenarnya menjadiwilayah agama. Pancasila berusaha ditafsirkan oleh penguasamelampaui kewenangannya bahkan masuk ke kewenangan agama.Justru Pancasila sebagai landasan negara jika dilihat dalamkonteks sejarahnya tidak bertentangan dengan ajaran agamakhususnya agama Islam, bahkan nilai-nilai universalnyaterinspirasi oleh nilai-nilai universal Islam sebagaimanatercantum dalam sila-sila Pancasila.

Pancasila sebagai ideologi sebenarnya merupakanobjektivikasi dari Islam. Objektivikasi adalahpenterjemahan nilai-nilai internal ke dalam kategori-kategori objektif. Atau dengan kata lain, objektivikasiadalah merupakan konkritisasi dari keyakinan internal. Halini berarti unsur-unsur objektif agama ada dalam pancasila.2. Sistem Ekonomi PancasilaIstilah ‘ekonomi pancasila’, menurut Dawam Rahardjo,dipopulerkan oleh Emil Salim dalam salah satu artikelnyapada tahun 1976. Menurut beliau ekonomi pancasila merupakansuatu konsep kebijakan ekonomi, setelah mengalamipergerakan seperti bandul jam dari kiri ke kanan, hingga

30

mencapai titik keseimbangan. Ke kanan artinya bebasmengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri artinya mengalamiintervensi negara dalam bentuk perencanaan memusat. Ekonomipancasila juga dapat diartikan sebagai sistem ekonomi pasardengan pengendalian pemerintah atau “ekonomi pasarterkendali”. Mungkin istilah lain yang lebih mendekati danpopuler dengan pengertian ‘ekonomi pancasila’ adalah‘sistem ekonomi campuran’ (mixed economy), maksudnyacampuran antara sistem akpitalisme dan sosialisme atau‘sistem ekonomi jalan tengah’.

Pancasila menurut Soekarno adalah merupakan hasilkombinasi ideologi ‘nasionalisme’, ‘islamisme’, dan‘komunisme’. Sedangkan Bung Hatta menyebutnya sebagaikombinasi dari ‘Islam’, ‘sosialisme’, dan ‘budayaIndonesia’. Dengan demikian, jika ekonomi pancasiladirumuskan sebagai ‘ekonomi yang mendasarkan dari nilai-nilai pancasila’, maka ekonomi pancasila sebenarnya adalahsebuah sistem ekonomi campuran. Ekonomi pancasila jugabiasa disebut sebagai ‘ekonomi kerakyatan’, sebagaimanadijelaskan oleh Mubyarto (1987) bahwa praktek ekonomipancasila atau ekonomi pancasila in action, dengan mudahdapat dijumpai dan dikenali di mana-mana di seluruhIndonesia. praktek ekonomi ini seringpula disebut ‘ekonomirakyat’ yang bersifat moralistik, demokratik dan mandiri.Dengan gambaran dan pembahasan itu sering ekonomi pancasiladiidentikkan dengan ekonomi rakyat. Perekonomian rakyatpada dasarnya adalah perekonomian pasar yang didasarkanpada sistem kepemilikan individu dan kolektif.

Ekonomi pancasila disebut juga sebagai ekonomi yangberasaskan kekeluargaan, kegotong-royongan dan kerjasama.Ini adalah nilai-nilai tradisional yang bersumber daribudaya Indonesia, yang bisa saja sangat dipengaruhi olehnilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia.Asas kekeluargaan ini, yang berdasarkan pada solidaritasmekanis, menurut Dawam Rahardjo, telah ditransformasikanmenjadi solidaritas fungsional, dengan nilai-nilaiindividualitas dalam lembaga koperasi. Jika ekonomipancasila didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945 yangmenyebutkan bahwa cabang-cabang penting kebutuhan rakyatdikuasai oleh negara, sehingga melahirkan BUMN. Jika inimenjadi ciri ekonomi pancasila, maka ekonomi pancasila

31

mengikuti model negara kesejahteraaan (welfare state) yangumumnya berkembang di negara-negara Eropa.

Mubyarto (1987) mendefinisikan ekonomi pancasilasebagai sistem ekonomi, atau sistem perekonomian yangdijiwai oleh ideologi pancasila, yaitu ekonomi yang dijiwaioleh usaha berdasarkan pada asas kekeluargaan dankegotongroyongan nasional. Mengenai ekonomi pancasila,Mubyarto mengemukakan lima karakter utamanya. Kelima ciritersebut masih harus dikembangkan, ditumbuhkan dandiperjuangkan dalam sistem perekonomian Indonesia. Kelimaciri ekonomi pancasila tersebut diserap dari UUD 1945 dandari keseluruhan jiwa pancasila itu sendiri. Kelimanyaadalah sebagai berikut: Pertama, dalam sistem ekonomipancasila, koperasi merupakan soko guru perekonomian.Kedua, perekonomian digerakkan oleh ransangan-ransanganekonomi, sosial dan moral. Ketiga, egalitarianisme yaitubahwa kemerataan sosial mengandaikan terpenuhinya semangatkekeluargaan, saling menyayanging sesama manusia dansolidaritas persaudaraan. Keempat, bagian ini berhubungandengan sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Kelima,pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaankegiatan-kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaanyang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi.

Sebagian menilai bahwa ekonomi pancasila sangatdipengaruhi oleh nilai-nilai agama, meskipun menggunakanbahasa yang universal tanpa simbol-simbol agama didalamnya. Ekonomi pancasila adalah ekonomi yang didasarkanpada monoteisme dan humanisme. Prinsip dalam sila pertama;Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kelima; keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia. Merupakan hasil pemikiranmanusia Indonesia yang berakar dari prinsip-prinsip nilaiagama (tauhid), demikian pula dengan humanisme, berakar padanilai-nilai agama.

Namun demikian, kajian terhadap ekonomi pancasilaterutama dari segi ontologi, epistimologi dan aksiologimasih jarang dilakukan. Dari segi ontologinya misalnya, apaitu ekonomi pancasila secara teoritis-konseptual maupunempirisnya? Selanjutnya adalah masalah epistimologis yangmenyangkut pemahamam dan praktek pengembangan ekonomipancasila. Sementara dari segi epistimologi juga masihbelum bayak dikaji. Masalah ini membutuhkan kajian teori

32

dan empiris guna mengetahui tujuan dan hasil akhir prosesekonomi pancasila.KONSTITUSI EKONOMI INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945

Dalam pembukaan UUD 1945 secara jelas dikemukakankembali istilah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini menandakanbahwa konstitusi negara Republik Indonesia didasarkan padaagama (tauhid). Artinya, penafsiran dari lima sila daripancasila tidak bisa dipisahkan dari cara pandang agama(worldview). Hal ini secara jelas termaktub dalam pasar 29ayat 2: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.Sebagaimana dijelaskan sebelumnya kalimat tersebut merujukpada ajaran tauhid dalam agama Islam.

Ketentuan-ketentuan dasar konsttusional mengenanikehidupan ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 antaralain tercermin dalam pasal-pasal berikut: 23, 33 dan 34 UUD1945. Secara rinci, pasal 33 UUD 1945 menetapkan tiga hal,yaitu: Pertama, ‘Perekonomian disusun sebagai usaha bersamaberdasarkan atas asas kekeluargaan’. Menurut Gunadi (1981),pernyataan ini adalah pernyataan asasi dan monumental bagisistem perekonomian Indonesia menurut Pancasila dan UUD1945. Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa perekonomiandilakukan secara bersama yang menggambarkan adalanyakehidupan sosial yang harmonis. Penyebutan asaskekeluargaan menunjukkan bahwa hasil produksi yangdiperoleh dari pengembangan perekonomian itu dipergunakanuntuk kesejahteraanb bersama/sosial. Azas kekeluargaanmenurut Asshiddiqie (2010) menunjukkan bahwa perekonomianIndonesia tidak didasari pada persaingan yang sengit tetapilebih mengutamakan kerjasama. Istilah ‘disusun’ menurut SriEdi Swasono menunjukkan bahwa perekonomian harus ‘disusun’tidak dibiarkan ‘tersusun’ sendiri melalui mekanisme pasarala competitive economics. Pada pasal ini mengindikasikanperlunya keterlibatan negara dalam perekonomian. Sementaraitu, Gunadi (1981) menganggap bahwa Pasal 33 ayat 1 iniadalah merupakan cita-cita perekonomian yang dipandangsebagai jalan terbaik untuk membela ekonomi yang lemah.

Kedua, ‘Cabang-cabang produksi yang penting bagi negaradan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai olehnegara’. Ketentuan dalam pasal ini mengarah kepada sistemsosial dalam arti hasil produksi yang penting jangan sampaidikuasai oleh orang per orang, akan tetapi oleh negara

33

dalam arti agar pendistribusiannya dapat dilaksanakansecara merata. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sendiriyang menjadi pemilik dan sekaligus pelaku usaha denganbentuk organisasi pengelolaannya di lapangan.

Ketiga, Bumi dan Air dan Kekayaan alam yang terkandungdi dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunkan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini menunjukkanbahwa semua kekayaan yang terkandung di dalam bumi, air,dan alam tidak dikuasai oleh perseorangan atau suatukelompok, melainkan dikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuk sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Ayat inimemperjelas bahwa sistem ekonomi Indonesia menganut sistemkepemilikan individu, umum dan negara.

Sedangkan pasal 27 ayat 2 menerapkan bahwa setiapwarga negara (WNI) berhak atas pekerjaan serta penghidupanyang layak; dan pasal 34 menetapkan bahwa kaum masyarakatmiskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara negara.Pasal ini melindungi warga negara yang karenaketerbatasannya tidak mampu mencari sumber penghidupan ataumereka yang mampu memperoleh pekerjaan tetapi hasilnyatidak mencukupi. Begitupula dengan anak-anak terlantar,fakir miskin, patut mendapatkan perlindungan dan santunandari pemerintah agar mereka dapat menikmati hasilpembangunan ekonomi Indonesia. Ini menunjukkan bahwa negarapunya peranan besar dalam menciptakan keadilan sosial bagiseluruh rakyatnya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomiIndonesia tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945. Bahkanbanyak kalangan seperti misalnya Mubyarto, Muhammad Hatta,Dawam Rahardjo, Sri-Edi Swasono, dll mengatakan bahwasistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila.Menurut Dawam Rahardjo (1997) ekonomi Pancasila dapatdisebut sebagai sistem ekonomi Pancasila. Akan tetapi iamembedakan antara sistem ekonomi pancasila dengan sistemekonomi Indonenesia. Ekonomi pancasila yang dia maksudadalah suatu konsep yang sifatnya teoritis. Sementarasistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi nasionalberdasarkan pancasila dan UUD 1945. Artinya sistem iniadalah konsep operasional sistem ekonomi yang berlaku diIndonesia. Keduanya tidak identik atau sama, bahkan sistemekonomi Indonesia yang berlaku bisa saja berbeda bahkan

34

bertentangan dengan sistem ekonomi pancasila. Bahkan lebihjauh Dawam Rahardjo setelah melihat persamaan dan kesamaanprinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam sistem ekonomiPancasila mengambil kesimpulan bahwa sistem ekonomipancasila adalah sistem ekonomi Islam dalam konteksIndonesia. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh AbdulKarim sebelumnya bahwa pancasila pada hakekatnya adalahhasil objektifikasi dari ajaran-ajaran yang dianut olehmasyarakat Indonesia.

Sementara itu, Sri-Edi Swasono (2012) mengatakan bahwaekonomi pancasila bisa dikatakan seiring dan selaras denganapa yang sering diungkapkan oleh sebagai ekonomisyariah/Islam, keduanya compatible meskipun tidak sepenuhnyasubstitutable, dengan kata lain ekonomi pancasila sudah sangatIslami.

Namun dalam perakteknya, sistem ekonomi Indonesiadalam praktek penerapannya dalam beberapa dekade belakanganini sejak era orde baru cenderung kapitalis dan cenderungbersifat sosialis di era Soekarno. Ini jelas bertentangandengan konstitusi negara yang tidak menganut sistemkapitalis dan sosialisme. Ini mengindikasikan bahwa sistemekonomi Indonesia selalu berjalan sesuai dengan selera dankepentingan politik para penguasa yang sedang berkuasa.Padahal jika dilihat secara historis dan isi darikonstitusi Republik Indonesia dimana sistem ekonominyadilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945 justru sangat sejalandengan ajaran-ajaran Islam khususnya dalam bidang ekonomiIslamnya.

Akan tetapi perjalanan bangsa Indonesia dalammembangun ekonomi berdasarkan pada landasan konstitusinya(pancasila dan UUD 1945) cenderung terbawa arus pada polapembangunan ala sistem sosialisme dan sistem kapitalismejustru menjadi warisan kekayaan atau aset bangsa Indonesiadalam menemukan format pembangunan ekonomi yang sejalandengan kepribadian bangsa Indonesia. Warisan polapembangunan ini tentunya juga akan memperkaya konsepekonomi Islam yang sangat normatif untuk melakukaneksperimentasi dalam mencari bentuknya.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh DawamRahadjo (1997) bahwa penafsiaran dan pengembangan ekonomiIslam ternyata lebih kaya dan yang lebih penting menjadi

35

relevan jika didasarkan pada pengalaman-pengalaman konkritpembangunan, baik di negara-negara Muslim maupun diIndonesia. Dalam mencari hukum-hukum ekonomi sejalan denganasas tauhid, pengalaman-pengalaman praktik nerupakan bahanbagi validasi hukum-hukum ekonomi Islam. Dengan pendekatanini, maka perlu mememulai kerja praktik pembangunan,berdasarkan teori dan konsep-konsep yang garis besar saja.Dewasa ini pengalaman praktik pembangunan di Indonesiatelah dipakai sebagai bahan untuk mengembangkan ekonomiIslam lebih lanjut dan relevan.UUD 1945 DAN EKONOMI ISLAM

Pembukaan UUD 1945 memuat empat tujuan negaraIndonesia yaitu, “…. Untuk membentuk suatu pemerintahanNegara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukankesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abad dan keadilan sosial,…”. Untuk mencapaikeempat tujuan tersebut, terutama untuk memajukankesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,diadakan pengaturan-pengaturan mengenai anggaran pendapatandan belanja negara ( Bab VIII dan Bab VIIIA); mengenai hak-hak asasi manusia dan warga negara di bidang ekonomi dankesejahteraan rakyat (Bab XA); didukung oleh bab tentangpendidikan bagi warga negara Indonesia sebagai subjekpembangunan kesejahteraan tersebut; dan (Bab XIII); dankhusus mengenai kebijakan perekonomian nasional dankesejahteraan sosial diatur dalam Bab XIV.

Hasil amandemen UUD 1945 pasca reformasi, Pasal-pasalperekonomian dirumuskan dalam bab tersendiri, yaitu Bab XIVyang semula berjudul “Kesejahteraan Sosial” diamandemenmenjadi “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”.Adapun kandungan pasalnya terdiri dari dua pasal, yaituPasal 33 yang terdiri atas 5 ayat dan Pasal 34 yang terdiriatas 4 ayat.1. Pasal 33 UUD 1945

Pasal 33 UUD 1945 terdiri dari 5 ayat, tiga ayatpertama adalah merupakan warisan dari the founding leaders.Sementara dua sisanya merupakan hasil amandemen pada tahun2002. Adapun ayat yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945adalah sebagai berikut:

36

(1)Perekonomian disusun sebagai usaha bersamaberdasarkan atas asas kekeluargaan;

(2)Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara danyang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasaioleh negara;

(3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuksebesar-besar kemamkmuran rakyat;

(4)Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkanatas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasanlingkungan, kemandirian, serta dengan menjagakeseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonominasional;

(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasalini diatur dalam undang-undang.

Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Perekonomiandisusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asaskekeluargaan”. Sri-Edi Swasono menginterpretasikan kata‘disusun’ sebagai bentuk imperatif yang berarti harusdisusun dan tidak boleh dibiarkan tersusun dengansendirinya. Artinya, perekonomian harus disusun dan tidakboleh dibiarkan tersusun sendiri melalui mekanisme pasarbebas. Karena jika perekonomian dibiarkan tersusun sendiriseperti dalam aliran competitive economics, maka akan berdampakpada persaingan yang tidak adil. Pemodal yang besar punyapeluang untuk menguasai dan mengeksploitasi para pemodalkecil (Lihat QS Al-Hasy: 7). Semangat pengaturan inimenempatkan pemerintah/negara sebagai salah satu elemenpenting dalam perekonomian. Dalam perspektif ekonomi Islam,negara melalui dengan lembaga hisbah-nya punya otoritasuntuk melindungi kepentingan orang-orang yang lemah supayaterjadi keseimbangan dalam perekonomian.

Penafsiran yang agak berbeda terhadap kata “disusun”dikemukakan oleh Asshiddiqie (2010). Menurutnya, kata‘disusun’ berarti susunan kebijakan yang sistematis danmenyeluruh, mulai dari susunan tingkat nasional sampai kesusunan di daerah-daerah provinsi dan kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Susunan perekonomian merupakan suatubentuk “Usaha bersama” atas dasar ‘asas kekeluargaan”.Usaha bersama atas dasar kekeluargaan dapat dilihat dari

37

tiga aspek, yaitu pengertian mikro, pengertian makro danusaha bersama sebagai prinsip atau sebagai jiwa.

Pengertian mikro dari usaha bersama dapat dikaitkanpada bentuk usahanya yaitu koperasi sebagai bentuk usahabersama. Pengertian ini tidak bisa sepenuhnya digunakankarena susunan perekonomian Indonesia tidak sepenuhnyaberbentuk koperasi. Sementara pengertian makro diartikansebagai usaha bersama seluruh rakyat Indonesia di bidangperekonomian. Pengertian kebersamaan tidak hanya berkaitandengan konsep bentuk usaha, tetapi lebih jauh lagiberkaitan dengan konsep pelaku ekonomi yang tidak hanyadijalankan oleh bangun perusahaan. Pengertian pelakuekonomi tidak hanya terbatas pada BUMN, perusahaan swastadan koperasi, tetapi mencakup juga semua subjek ekonomiseperti produsen, distributor, maupun konsumen baikdilakukan secara perorangan, kelompok, organisasi ataupunbadan hukum. Sementara pengertian yang ketiga aadalahberjiwa koperasi, artinya yang terpenting adalah bahwa disemua bentuk-bentuk usaha koperasi, perseroan, dan/ataubadan usaha milik negara selalu harus berjiwa koperasi yangdi dalamnya terdapat usaha bersama berdasarkan asaskekeluargaan. Misalnya, meskipun bentuk usahanya adalahperusahaan swasta, akan tetapi karyawan diberikan peluanguntuk memiliki perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham,maka hal tersebut bisa dianggap memiliki jiwa koperasi.

Selanjutnya, kata ‘usaha bersama’ dapat diartikansebagai usaha berjamaah, yang dalam bahasa ekonominyadisebut mutualism, melalui perserikatan ini, yang berartimenolak individualisme atau asas perorangan. Demikian puladengan kata ‘asas kekeluargaan’ yang dalam bahasaekonominya disebut brotherhood, yang dalam bahasa agamanyadisebut ukhuwah, baik persaudaraan secara agama,kemanusiaan, maupun bangsa. Kehidupan bermasyarakat dimanasektor ekonomi termasuk di dalamnya adalah merupakanprinsip-prinsip dasar yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Istilah ‘usaha bersama’ dan ‘asas kekeluargaan’ seringdikaitkan dengan kata kerjasama dan persaudaraan. Salahsatu prinsip dasar ekonomi Islam setelah tauhid menurut AbuSulayman (1968) adalah persaudaraan (brotherhood). Prinsippersaudaraan yang terkandung dalam ajaran Islam dapatmembentuk karakter masyarakat Muslim untuk saling memandang

38

dengan posisi yang sama dan saling kerjasama (Lihat QS Al-Hujurat: 10).

Ekonomi Islam secara instrumental demi memperkuatpersaudaraan di tengah masyarakat Muslim menganjurkanadanya zakat, infak dan sedekah untuk memperkuat ikatanpersaudaraan mereka sekaligus untuk mengurangi kesenjanganekonomi di antara mereka. Dalam konteks aktivitas ekonomi,ekonomi Islam memperkenalkan konsep kerjasama usaha yangbiasa disebut mudharabah dan musyarakah. Bentuk kerjsamaaktivitas ekonomi ini adalah merupakan nilai instrumentalsistem ekonomi Islam untuk membangun perekonomian yangseimbang tanpa adanya eksploitasi.

Pengertian ‘usaha bersama’ kadang direduksi maknanyadalam bentuk mikro dan sempit, yaitu dikaitkan dengankoperasi sebagai bentuk usaha bersama. Hal ini tentunyatidak salah, tetapi pengertian ini menafikan bahwa bentukusaha dalam perekonomian Indonesia bukan hanya koperasisaja. Penafsiran mikro ini merujuk pada Bung Hatta sebagaisalah satu pencetus dari Pasal 33 ini yang kemudian bentukkonkritnya diterjemhakan sebagai koperasi.

Secara historis gagasan tentang koperasi sebagai sokoguru perekonomian digagas oleh Bung Hatta. Koperasi adalahwujud konkrit dari “usaha bersama berdasarkan atas asaskekeluargaan”. Koperasi menurut Bung Hatta dianggap sebagaisoko guru perekonomian karena: (i) Koperasi mendidik self-helping; (ii) Koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan dimana kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan daripadakepentingan diri dan golongan sendiri; (iii) Koperasidigali dari budaya asli bangsa Indonesia; (iv) Koperasimenentang segala bentuk individualisme dan kapitalisme.

Hal ini menunjukkan bahwa secara ideologi, Bung Hattaingin membangun sebuah sistem ekonomi yang sesuai denganwatak bangsa Indonesia yang religious dan memiliki nilai-nilai yang luhur yang menjunjung tinggi prinsip dan cita-cita tolong menolong, persaudaraan dan kerjasama, bukanmementingkan diri sendiri sekuler dan ateistis (Lihat QS.Al Maidah: 2 dan at-Taubah: 71).

Ayat-ayat al-Quran dan al-Hadist di atas menerangkansecara tegas pentingnya sikap saling tolong menolong diantara sesama manusia. Ia menjadi elemen penting dalammembangun hubungan sosial yang harmonis, integrasi antar

39

semua elemen masyarakat dan memperkuat solidaritas sosial.Bahkan Hadist di atas menganggap seorang mukmin sebagaisebuah bangunan yang saling menyangga, dan tentunya sifatdan akhlak saling tolong menolong adalah elemen perekatnya.Sehingga bisa dikatakan bahwa asas kekeluargaan dalamredaksi UUD 1945 memiliki semangat dan cita-cita yang samadengan ajaran-ajaran Islam atau maqashid syariah.

Islam secara terang-terang melarang umatnya untuktidak berbuat dzalim demi untuk meraup keuntungan sendiri,yang mana berlawanan dari asas kekeluargaan sebagaimanatercantum dalam UUD 1945 (Lihat QS An-Nisaa: 29).

Untuk memperkuat nilai kekeluargaan dan kerjasama ditengah-tengah masyarakat, Islam memperkenalkan beberapainstrumen yang harus dilakukan, yaitu zakat, infak dansedekah. Instrumen religius ini bertujuan untuk memperkuatbangunan solidaritas sosial sehingga terwujud masyarakatyang berdiri di atas asas kekeluargaan dan kebersamaanserta tolong-menolong (QS Al-Baqarah: 267).

Dalam pandangan ekonomi Islam memang tidak secaraspesifik mengatur bentuk usaha dalam perekonomian. Usahabisa dilakukan secara perorangan, kelompok, organisasimaupun badan hukum. Yang diatur secara detail dalam ekonomiIslam adalah nilai-nilai dan prinsip-prinisp umum yangharus diterapkan oleh para pelaku ekonomi dalam menjalankanaktivitas usahanya.

Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan “Cabang-cabangproduksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajathidup orang banyak dikuasai oleh negara”. “Dikuasai olehnegara” dimaknai sebagai penguasaan dalam arti yang luas.Penguasaan di sini bisa berarti kepemilikan dalam artipublik dan termasuk kekuasaan dalam mengendalikan danmengelola bidang-bidang usaha secara langsung olehpemerintah. Kata “penguasaan” itu tidak bisa diartikansebagai kepemilikan seratus persen. Artinya, meskipunsebagian sahamnya tidak dimiliki oleh pemerintah, tetapiperusahaan itu tetap dikuasai oleh pemerintah. Sementarayang dikuasai oleh negara adalah “cabang produksi yangpenting bagi negara dan menguasai hajat hidup orangbanyak”.

Pasal 33 (2) UUD 1945 ini menunjukkan pentingnyaintervensi pemerintah dalam pengelolaan sumber daya ekonomi

40

yang strategis dan penting untuk dikuasai oleh negara untukdigunakan atas nama rakyat dan digunakan sepenuhnya untukkepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Jika diberikankebebasan kepada sektor swasta, maka dikhawatirkandigunakan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnyatanpa memperhatikan kepentingan masyarakat secara umum.Berdasarkan pada maksud ini, Al Ghazali sebagaimana dikutipoleh Al-Arif (2011) secara moral mengimbau untuk tidakmencari keuntungan pada penjualan barang-barang pokokdengan mengatakan:“Karena makanan adalah kebutuhan pokok, perdagangan makanan harusseminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untukmenghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang lebih tinggi dankeuntungan yang lebih besar. keuntungan semacam ini seyogyanya dicari daribarang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.”

Kandungan makna Pasal 33 (2) sebenarnya menjelaskantentang sistem kepemilikan dalam perekonomian. Berdasarkanpada pasal tersebut, konstitusi ekonomi Indonesia mengakuiadanya kepemilikan individu atas faktor-faktor produksiatau sumber daya ekonomi, kecuali sumber daya ekonomi yangmenguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.Ini menunjukkan bahwa UUD 1945 mengakui adanya jeniskepemilikan individu dan kepemilika negara atas sumber dayaekonomi. Jika dilihat dari perspektif ekonomi Islam,kepemilikan (al-milkiyah) sumber daya ekonomi dibagi menjaditiga (An-Nabhani, 1996), yakni: kepemilikan individu,kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Ekonomi Islam, sebagaimana juga konstitusi ekonomiIndonesia, tidak mengakui kepemilikan sepenuhnya hanyapihak individu atau swasta seperti yang berlaku pada sistemkapitalisme, atau kepemilikan sepenuhnya hanya dimilikioleh negara atas nama rakyat sebagaimana berlaku padasistem sosialisme. Kepemilikan oleh individu terhadapsumber-sumber ekonomi menjadi insentif bagi setiap oranguntuk bekerja dan mengembangkan kekayaan/harta. Sementarakepemilikan umum dan kepemilikan negara dilandasai padatujuan syariah.

Fungsi negara dalam perspektif ekonomi Islam sangatpenting dalam menciptakan perimbangan dan pemerataankekayaan dan pendapatan. Negara memiliki tanggung jawabuntuk mencegah terjadinya ketimpangan dan ketidakadilan

41

dalam penguasaan dan pendistribusian sumber daya ekonomi.Maksud ini sejalan dengan hadist Nabi SAW: “Imam adalah(laksana) pengembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawabanterhadap urusan rakyatnya” (HR Bukhari).

Agar negara dapat melaksanakan kewajibannya, makanegara diberikan kekuasaan untuk mengelola hartakepemilikan umum dan kepemilikan negara dan tidakmengijinkan bagi individu atau swasta untuk mengambil danmemanfaatkannya demi meraup keuntungan sebesar-besarnya.Kepemilikan umum menurut pandangan sistem ekonomi Islamdapat dibagi menjadi tiga, yakni (Triyono, 2011): barangkebutuhan umum, barang tambang yang besar, dan sumberdaya alam, yang sifat pembentukannya menghalangi untukdimiliki individu. Sementara, kepemilikan negara adalahharta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkanmilik pribadi, namun barang-barang tersebut terkait denganhak kaum Muslimin secara umum. Pengelolaannya menjadi haksepenuhnya dari pemerintah atas dasar kepentinganmasyarakat secara umum. Harta jenis ini dalam konteksekonomi Islam adalah seperti jizyah, ghanimah, fa’i, kharaj,‘usyur, dan khumuz. Untuk konteks kontemporer yang menjadiharta milik negara adalah pajak, dividen dari badan usahamilik negara (BUMN), hibah, dan lain-lain.

Olehnya, semangat yang terkandung pada Pasal 33 (2)UUD 1945 yang mengatur tentang kepemilikan sumber dayaekonomi, terutama sumber daya ekonomi yang strategis danmenguasai hidup hajat orang banyak dikuasai oleh negara,sangat sejalan dengan tujuan dari ajaran Islam (maqashidsyariah) yang mengharapkan terciptanya pemerataan kekayaandan pendapatan di tengah-tengah masyarakat. Negaradiharapkan dapat berperan secara startegis dalammenciptakan distribusi kekayaan ekonomi secara adil danmerata kepada rakyatnya melalui pengelolaan dan penguasaansumber daya ekonomi strategis untuk kepentingan masyarakatumum.

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menentukan “Bumi dan airdan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai olehnegara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuranrakyat”. Maksud dari ayat ini adalah penguasaan oleh negaraatas segenap sumber daya yang terdapat di dalam bumi, air,wilaya udara Indonesia serta segenap kekayaan yang

42

terkandung di dalamnya, haruslah dipergunakan hanyasebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat, bukan hanyakemakmuran untuk orang per-orang. Tujuan akhir darikegiatan ekonomi yang pokok justru adalah terwujudnya idemasyarakat adil dan makmur berdasarkan amanat dari UUD1945. Dengan demikian, yang harus mendapat manfaat dariusaha pemanfaatan kekayaan alam yang tersedia itu adalahseluruh rakyat. Kepemilikan perseorangan, dalam perspektifekonomi Islam, tidak diperbolehkan pada sumber-sumber dayaekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau berhubungandengan hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ekonomitersebut menjadi miliki bersama, atau milik umum, ataunegara. Menurut mayoritas ulama, sumber daya alam yangstrategis tidak bisa dijadikan sebagai milik pribadi, harusdijadikan sebagai milik bersama yang penggunaan danpemanfaatannya untuk kepentingan seluruh masyarakat. Secaradetail, Rasulullah mengemukakan contoh bentuk jenis sumberdaya ekonomi yang harus dijadikan milik bersama, “Semuaorang Islam berserikat dalam tiga hal; dalam hal air, rumput dan api, dangaram” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Sementara itu, Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 berbunyi“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atasdemokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dankesatuan ekonomi nasional”. Konsep demokrasi ekonomi yangterkandung dalam Pasal 33 (4) tersebut menempatkanpengutamaan kepentingan rakyat, khususnya hajat hidup orangbanyak, yang bersumber pada kedaulatan rakyat ataudemokrasi. Format demokrasi yang ingin dikembangkan diIndonesia bukan demokrasi liberalisme dan individualiemeseperti yang berkembang di negara-negara Barat, tetapidemokrasi yang didasari pada kebersamaan yang berdasarkanpada sikap saling tolong-monolong (ta’awun), persaudaraan(ukhuwah), dan kerjasama, bukan mengutamakan persaingan(free competition).

Prinsip kebersamaan dan kekeluargaan menjadi hal utamadalam pengelolaan ekonomi negara. Kepentingan masyarakatlahyang diutamakan, bukan kepentingan orang-per orang, namunhal-hal dan harkat martabat individu orang per orang tetapdilindungi dan dihargai. Pandangan seperti ini sangat jelas

43

sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang menghormatimanusia dan menekankan masalah persaudaraan.

Perekonomian nasional selanjutnya dibangun di atasprinsip efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasanlingkungan, kemandirian dan keseimbangan. Efisiensi-berkeadilan sebagaiman dimaknai oleh Jimly Asshiddiqie(2010) adalah bahwa untuk memajukan dan menciptakan etoskerja dikalangan para pelaku ekonomi perlu diciptakan iklimpersaingan yang sehat di antara mereka untuk mewujudkanefisiensi ekonomi, akan tetapi efisiensi ini dalam bingkaiuntuk mencapai keadilan. Persaingan sekaligus melindungikepentingan orang-orang lemah (prinsip keadilan) sangatselaras dengan nilai dan ajaran Islam. Islam mendorongterjadinya persaingan yang berbasiskan pada saling tolongmenolong dan juga mendorong terjadinya keadilan.

Sementara itu, ayat terakhir dari Pasal 33 UUD 1945itu adalah Ayat (5) yang berbunyi, “Ketentuan lebih lanjutmengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”.Semua ketentuan yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945 ituberisi kebijakan-kebijakan konstitusional mengenaiperekonomian nasional, yang rinciannya sertaoperasionalisasinya masih perlu dijabarkan secara konkritdan dapat dijadikan pedoman yang secara hukum mengikatsecara umum. Artinya, DPR bersama pemerintah masih harusmenjabarkan kebijakan konstitusional di bidang perekonomiannasional dalam bentuk undang-undang sebagai produklegislasi. Namun demikian, jika terdapat produk-produklegislasi atau kebijakan pemerintah yang bertentangandengan konstitusi ekonomi maka bisa diajukan judical review keMahkamah Konstitusi untuk dibatalkan dangan dinyatakantidak sah dan tidak berlaku lagi.

2. Pasal 34 UUD 1945Pasal 34 UUD 1945 mengandung 4 ayat. Pasal 34

memperkuat peran negara dalam perekonomian, khususnya dalamhal perlindungan terhadap fakir miskin dan anak-anakterlantar melalui, penyediaan sistem jariangan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia. Pasal ini juga mewajibkan negarauntuk atas penyediaan fasilitas-fasilitas umum yang

44

berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum, sepertikesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan sebagainya.

Adapun kandungan ayat dari Pasal 34 UUD 1945 adalahsebagai berikut:

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantardipelihara oleh negara;

(2) Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagiseluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat yanglemah dan tidak mampu sesuai dengan martabatkemanusiaan;

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaanfasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayananumum yang layak; dan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasalini diatur dalam undang-undang.Pasal 34 Ayat (1) menyatakan, “Fakir miskin dan anak-

anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya,konstitusi negara memerintahkan negara untuk menjaminkelangsungan hidup terhadap (setidaknya) tiga golongan,yaitu kaum fakir dan miskin dan anak-anak yang terlantar.Negara memiliki kewajiban mengikat untuk melindungi hak-hak, khususnya hak hidup dari orang-orang miskin, fakir dananak-anak yang terlantar.

Dalam prakteknya, menurut Asshiddiqie (2010), tidakmungkin semua orang yang fakir, miskin dan anak terlantardipelihara langsung oleh institusi atau badan-badan ataupetugas-petugas pemerintahan. Partama, sudah sejak lama,bahkan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, sudah hadirlembaga-lembaga sosial yang melakukan pemeliharaan terhadapanak yatim dan terlantar serta orang fakir dan miskin.Misalnya, institusi-institusi keagamaan, seperti lembagazakat, infak dan shadaqah sudah berkemban sejak masa awakperkembangan agama Islam di Indonesia. Kegiatan-kegiatanlembaga swasta tersebut tidak perlu “dinegarakan” semuanya.Kedua, jumlah orang fakir, miskin dan anak terlantar banyaksekali, tidak mampu sepenuhnya ditangani oleh pemerintah.Artinya, negara bisa mengembangkan berbagai macam cara baikterlibat secara lagsung ataupun tidak, asalkan kekuasaannegara tidak hilang dan beban tanggungjawab negara tidakdilupakan. Selain itu, pemeliharaan terhadap tiga golongan

45

tersebut dapat pula dilakukan dengan sistem asuransi danjaminan sosial.

Berdasarkan pada isi Pasal 34 Ayat (1) UUD 1945 sertapenjelasannya di atas, semangat yang terkandung dalamkonstitusi ekonomi tersebut sangat sesuai dengan ajaranIslam terutama pada keberpihakannya terhadap perlindungankaum lemah, fakir dan miskin. Dalam ajaran Islam, negaramemiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan orang-orangyang tidak mampu dari eksploitasi orang-orang kuat.

Salah satu penekanan dalam ekonomi Islam adalahkeberpihakan terhadap golongan lemah, seperti kaum fakirdan miskin serta orang tidak mampu. Ajaran Islammenempatkan negara sebagai pihak yang harus melindungi hak-hak mereka, khususnya berhubungan dengan pemenuhankebutuhan dasar mereka. Bahkan, Islam tidak hanyamenempatkan negara sebagai pihak yang bertanggungjawab,tetapi juga seluruh umat Muslim yang mampu diwajibkan untukmembantu mereka, melalui mekanisme zakat, infak dansedekah.

Adanya perbedaan dalam kemampuan serta perbedaan dalamkesempatan dapat diduga sebagai sebab-musabab dariperbedaan dalam rezeki yang meungkin diterima olehseseorang. Perbedaan tingkatan kemampuan serta spesialisasimenunjukkan keterbatasan kemampuan yang dimiliki olehmasing-masing orang dalam kehidupan pada umumnya, danproses produksi khususnya. Di samping itu orang menghadapikenyataan keterbatasan dalam kesempatan, baik karena waktumaupun karena kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.Konsekuenisnya adalah lahirnya golongan kaya dan miskindalam masyarakat.

Islam memiliki prinsip-prinsip tersendiri di dalammemandang masalah kaya-miskin serta cara yang harusditemput untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu Saefudin,1987): (i) Bahwa dalam hidup ini orang diharuskan untuksaling kenal-mengenal dan bantu-membantu. (ii) Seorangmukmin dengan yang lain adalah bersaudara, dan selayaknyadapat merasakan penderitaan yang lain. Dalam sebuah hadistRasululullah SAW berkata, “Perumpamaan orang-orang mukmindalam hubungan kasih sayang di antara mereka adalah sepertisatu badan; apabila salah satu anggota badan merasa sakit,maka seluruh badan ikut merasakannya dengan rasa panas dan

46

tidak dapat tidur”. (iii) Umat Islam diwajibkanmemperhatikan dan membantu orang miskin dan orang-orangyang dalam kesulitan. (iv) Islam selalu mendorong umatuntuk selalu beramal dan bersedekah. (v) Bahwa setiapMuslim wajib membayar zakat, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Secara umum Pasal 34 Ayat (1,2,3,4) UUD 1945,menjelaskan tentang peran negara dalam perekonomiankhususnya dalam melindungi kehidupan orang-orang yanglemah, seperti orang yang fakir dan miskin dan anak-anakyang terlantar dalam memenuhi kehidupan dasar mereka. Untukmenjamin hal tersebut negara mengembangkan sistem jaringansosial untuk memberdayakan masyarakat yang lemah. Pasaltersebut juga memberikan tanggung jawab kepada negara untukmenyediakan fasilitas umum yang layak bagi seluruhrakyatnya.

Salah satu elemen penting menurut ekonomi Islam adalahnegara. Negara memiliki beberapa tanggung jawab terkaitdalam memberikan jaminan sosial dan keseimbangan sosial.Menurut Abu A’la Al-Maududi (1990), negara diberi tanggungjawab untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan pokok hidup,sandang, pangan, papa, kesehatan, dan pendidikan, bagisemua warga negara tanpa pembedaan ras atau agama, kepadayang mungkin tidak mampu, baik untuk sementara maupunselamanya; untuk memperolehnya karena menganggur, sakitatau alasan-alasan lainnya. Sementara itu, penguasa sebagaipihak yang bertanggung jawab atas kekayaan umum menurutUmar bin Khattab layaknya sebagai seorang pengasuh anakyatim. Artinya, kekayaan umum seperti anak yatim yang tidakdapat digunakan langsung dengan sepengetahuan pemiliknya,sebab pemiliknya adalah rakyat yang pengaturannyadiwakilkan kepada penguasa di negara Islam.

Bahkan lebih jauh Islam mengatur secara terperincibagaimana cara menjamin kelangsungan hidup orang-orangmiskin, yaitu melalui instrumen zakat, infak dan sedekah.Islam membebankan kewajiban bagi setiap individu yangmemiliki kekayaan yang sudah memenuhi nasab dankepemilikannya sudah lebih dari satu tahun untukmengeluarkan zakatnya yang diperuntukkan bagi orang-orangyang membutuhkan. Selain hal tersebut, Islam jugamenganjurkan untuk banyak berinfak demi menegakkan saling

47

tolong-monolong dan peduli antar sesama terutama bagimereka yang kekuarangan secara ekonomi.

Peran negara yang termaktub pada Pasal 34 UUD 1945terutama dalam menjamin kehidupan orang-orang lemah danpenyedian fasilitas umum sangat sejalan dengan peran negaradalam konsep ekonomi Islam. Menurut Muhammad Baqir AshShadr (2008) tanggung jawab negara dalam ekonomi Islamterdiri dari penyediaan jaminan sosial dan keseimbangansosial.

1. Jaminan SosialIslam telah menugaskan negara untuk menyediakan

jaminan sosial guna memelihara standar hidup seluruhindividu dalam masyarakat Islam. Lazimnya, negaramenunaikan kewajibannya ini dalam dua bentuk. Pertama,negara memberi individu kesempatan yang luas untukmelakukan kerja produktif, sehingga ia bisa memenuhikebutuhan hidupnya dari kerja dan usahanya sendiri. Namun,jika negara tidak mampu menyediakan pekerjaan buat mereka,maka berlakulah bentuk yang kedua di mana negaramengaplikasikan prinsip jaminan sosial dengan caramenyediakan uang dalam jumlah yang cukup untuk membiayaikebutuhan individu tersebut dan untuk memperbaiki standarhidupnya.

Prinsip jaminan sosial didasarkan pada dua basisdoktrin ekonomi Islam, yakni; kewajiban timbal balikmasyarakat dan hak masyarakat atas sumber daya (kekayaan)publik yang dikuasai oleh negara. Islam telah mewajibkan(fardhu al kifayah) setiap muslim untuk saling tolong menolong.Negara punya hak memaksa terhadap setiap individu yang adadi bawah kekuasaanya untuk melaksanakan kewajiban agamanya.Islam mengaitkan jaminan sosial dengan prinsip umumpersaudaraan Islam guna menunjukkan bahwa kewajibantersebut bukanlah semacam pajak penghasilan khusus,melainkan sebuah ekspresi praktis dari persaudaraan diantara sesama Muslim. Sehingga kerangka moral Islamnyaadalah hak seorang individu atas bantuan dan pemeliharaanindividu lain beroleh pengertian islaminya dari rasapersaudaraan dan pertalian dalam keluarga besar manusiayang berkeadilan.

Basis lain dari aplikasi jaminan sosial adalah hakmasyarakat atas sumber-sumber kekayaan. Dasar teoritis dari

48

gagasan ini adalah pengakuan Islam terhadap hak masyarakatatas seluruh sumber kekayaan (alam), karena seluruh sumberkekayaan alam telah diciptakan bagi masyarakat secarakeseluruhan, bukan hanya untuk sekelompok orang. “DialahAllah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian….”.

Maksudnya, setiap individu berhak atas pemanfaatankekayaan alam dan berhak atas hidup yang layak berkatmanfaat tersebut. Jadi siapa saja yang mampu bekerja,negara harus memberinya kesempatan keraja. Sementara, bagimereka yang tidak mampu bekerja, negara wajib memberinyamanfaat kekayaan alam dengan menyediakan berbagai saranabagain agar dapat mempertahankan standar hidup yang layak.Demikianlah tanggung jawab negara berkenaan hak masyarakatatas kekayaan alam. Penjelasan-penjelasan di atas sangatsejalan dengan Pasal 34 Ayat (1 dan 2) UUD 1945.

Berdasarkan pada doktrin ekonomi Islam tersebut agarnegara menjamin pemenuhan hak bagi seluruh rakyatnyatermasuk mereka yang fakir, miskin dan anak terlantaradalah dengan menciptakan sektor publik Islam yang dibiayaidari sumber-sumber keuangan publik dan properti negara. Halini sejalan dengan Pasal 34 Ayat (3), terkait kewajibannegara dalam menyediakan fasilitas umum bagi seluruhrakyatnya.

2. Keseimbangan SosialPada prinsipnya, Islam mengakui adanya perbedaan

tingkat kekayaan di antara masyarakat sebagai konsekuensidari perbedaan bakat dan kemampuan di antara mereka. Yangdiinginkan oleh Islam menurut Baqir Ash Shadr adalahkeseimbangan sosial, yaitu keseimbangan standar hidup diantara para individu dalam masyarakat. Islam menjadikankeseimbangan sosial, yakni keseimbangan standar hidup,sebagai sasaran dan tujuan yang harus diperjuangkan olehnegara dengen sebaik-baiknya, dalam batasan-batasankemapuan dan kapasitasnya.

Secara eksplisit, tujuan yang ingin dicapai oleh Islamdi sini adalah memakmurkan setiap individu anggotamasyarakat. Pemerataan kemakmuran adalah tujuan yangdibebankan oleh teks-teks kepada imam selaku kepala negara.Kemakmuran menurut Baqir Ash Shadr adalah keadaan dimanaseseorang mampu menghidupi diri dan keluarganya, di mana iasejajar dengan masyarakat umum, yang berarti dalam

49

menjalani kehidupannnya ke depan ia memiliki pijakan yangsama dengan masyarakat umum, menikmati standar hidup yangsama dengan mereka tanpa ada kesulitan dan kesukaran.Pandangan ini sesuai dengan konstitusi ekonomi kita yangtercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33dan 34.

Dalam menciptakan keseimbangan sosial, Islam tidakhanya memberlakukan pajak dan zakat saja, tetapi jugamewajibkan negara untuk memanfaatkan sektor-sektor publikguna mencapai tujuan tersebut. Dalam konteks negara Islam,pemerintah dapat mengambil kekayaan dan baitul mal untukmenciptakan keseimbangan sosial dengan menyejahterahkanorang-orang miskin dan meningkatkan taraf hidupnya. AlQuran merinci pemanfaatan fay’ sebagai salah satu sumberpendapatan baitul mal.3. Pasal 27 Ayat (2)

Pasal-pasal lain yang berkaitan dengan ekonomi yangada dalam UUD 1945 adalah Pasal 23 tentang keuangan negaradan hal-hal yang terkait dan Pasal 27 Ayat 2 tentangpekerjaan dan peghidupan yang layak bagi kemanusiaan, danPasal 28 tentang hak asasi manusia. Bagian ini hanya akanmembahas Pasal 27 Ayat (2) yang berkaitan dengan hak warganegara untuk mendapatka penghidupan yang layak.

Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layakbagi kemanusiaan”. Dalam rangka hidup layak, seseorang atausuatu keluarga harus bekerja untuk menghidupi dan memenuhikebutuhan dasarnya. Oleh karenanya, setiap warga negaraberhak melakukan pekerjaan yang halal selama dilakukandengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum yangberlaku, atau melanggar hak orang lain. Setiap orang tidakboleh dihalangi untuk mendapatkan kesempatan pekerjaandengan imbalan yang layak, adil dan tanpa diskriminasi.

Hak mendapatkan kesempatan bekerja adalah hak yangdijamin oleh konstitusi. Negara atau pihak siapa saja tidakboleh berlaku diskriminasi dalam pemberian kesempatankerja. Semua warga negara memiliki kesamaan status dalammendapatkan pekerjaan, meskipun memiliki latar belakangagama, suku, bahasa, ras dan budaya yang berbeda. Hakmendapatkan pekerjaan dan imbalan yang layak adalah hakasasi setiap manusia.

50

Secara normatif, agama Islam sebagaimana juga dalamkonstitusi ekonomi mendorong setiap individu untuk bekerjademi memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarganyaatau orang yang menjadi tanggungannya. Al Quran penuh dansering serta berkali-kali mendesak manusia untuk bekerja.Semua insentif yang ada diperuntukkan untuk manusia agardia terlibat dalam aktivitas yang produktif (Ahmad, 2006).Sikap Islam terhadap anjuran untuk bekerja dapat dilihatdari ayat-ayat Al Quran berikut ini:”

Selain ayat suci Al Quran, banyak Hadist juga yangmendesak manusia untuk bekerja, misalnya: “Harta yang palingbaik adalah harta yang diperoleh lewat tangannya yang menginginkankebaikan lewat produksi.”

Menurut Abdil’ati sebagaimana dikutip Ahmad (2006),Islam sangat menghormati segala bentuk pekerjaan untukmenghasilkan sarana hidup, sepanjang tidak ada kesenonohandan tindakan yang salah dan merugikan. Dalam sebuah hadistRasulullah bersabda, “Sesungguhnya yang mengambil seutas tali, lalumemotong ranting pohon dan mengikatnya dengan tali pula, lalu menjualnyauntuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyedekahkannya adalah lebihbaik daripada meminta-minta pada orang lain. Baik orang yang dia minta itumemberi ataupun menolak.” (HR Bukhari dan Ibnu Majah)

Dalam konteks peran negara, menurut Baqir Ash Shadr(2008), negara selayaknya memberi individu kesempatan yangluas untuk melakukan kerja produktif, sehingga ia dapatmemenuhi kebutuhan dasar dari kerja dan usahanya sendiri.Negara juga harus memastikan tidak terjadinya perlakuantidak adil dan diskriminasi di tempat kerja dan tingkatupah atau gaji atas setiap pekerja. Bagi mereka karenasuatu hal tertentu sehingga tidak dapat bekerja, makanegara berkewajiban untuk membiayai kebutuhan hidupnya danmemperbaiki standar hidupnya.

Yang menjadi hak setiap individu sebagaimana tercantumpada Pasal 27 Ayat (2) bukan hanya hak untuk mendapatkanpekerjaan, tetapi juga penghidupan yang layak. Setiap warganegara berhak hidup secara layak sesuai dengan standar ataukehidupan rata-rata di mana mereka menetap. Fungsi negara,sebagimana diungkapkan oleh Monzer Kahf (1991) adalah“guaranteeing a minimum level of living for all those whose own earning fallshorter than satisfying their basic needs”. Pernyataan Kahf inimenunjukkan bahwa negara berkewajiban untuk menjamin

51

standar hidup yang layak bagi mereka yang memilikipendapatan di bawah dari kemampuan untuk memenuhi kebutuhandasar hidupnya. Pendapat Kahf tentang peran negara dalammemberikan kehidupan yang layak bagi warganya sejalandengan pendapat Baqir Ash Shadr yang menempatkan negarasebagai pihak yang berkewajiban untuk memberikan jaminanatas pemberian bantuan dan sarana agar individu bisa hidupsesuai dengan standar hidup masyarakat Islam (sesuai denganstandar hidup di mana mereka berada) dan mempertahankannya.Negara dapat menggunakan kekayaan negara untuk memberikankelayakan hidup bagi masyarakatnya.

Berdasarkan pada argumentasi di atas, dapatdisimpulkan bahwa Pasal 27 Ayat (2) yang berhubungan denganhak setiap individu untuk mendapatkan pekerjaan danpenghidupan yang layak serta bagaimana peran negara untukmewujudkannya sangat sesuai dengan teks-teks yangterkandung dalam Al Quran dan Al Hadist yang menganjurkanuntuk berkerja dan mencari penghidupan yang layak. Perannegara dalam perekonomian dalam ajaran Islam jugamenempatkan negara sebagai pihak yang berkewajiban untukmenyediakan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagiwarganya.

SIMPULANUndang-Undang Dasar suatu negara atau biasa disebutkonstitusi negara tidak hanya terbatas sebagai dokumenpolitik, tetapi juga dokumen ekonomi yang setidak-tidaknyamempengaruhi dinamika perkembangan perekonomian suatunegara. Konstitusi ekonomi menjadi hukum tertinggi danharus dijadikan sebagai acuan dan rujukan dalam setiappengembangan kebijakan ekonomi. Jika terjadi pertentanganantara undang-undang, peraturan ataupun kebijakan dengankonstitusi ekonomi (UUD 1945) maka dapat dibatalkan melaluimekanisme judical review melalui Mahkamah Konstitusi.

Konstitusi ekonomi Indonesia tertuan dalam beberapapasal yang ada dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33, 34, 23,27 dan 28. Bahkan Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang berisiprinsip-prinsip dasar Pancasila dan Tujuan Bernegara secaratidak langsung juga mengandung gagasan mengenaikesejahteraan sosial dan eonomi.

52

Jika dilihat dari segi sistem ekonomi, ekonomiIndonesia tidak bisa sepenuhnya dikatakan menganut sistemkapitalisme ataupun sosialisme ataupun gabungan dari keduadari sistem tersebut (mixed economy). Misalnya dari segikepemilikan sumber daya ekonomi atau faktor-faktorproduksi, tak terdapat alasan untuk mengatakan bahwa sistemekonomi Indonesia adalah kapitalisme. Sama halnya, tidakterdapat argumentasi yang cukup untuk mengatakan, bahwaIndonesia menganut sistem ekonomi sosialis. Indonesiamengakui kepemilikan individual atas faktor-faktorproduksi, kecuali untuk sumber daya-sumber daya yangmenguasai hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.

Kemunculan ekonomi Islam belakangan yang secarahistoris memiliki perbedaan dengan sistem kapitalisme dansosialisme dipandang memiliki banyak kesamaan dengankonstitusi ekonomi Indonesia yang tertuang dalam beberapapasal yang ada dalam UUD 1945. Secara garis besar dalamkonstitusi ekonomi khususnya Pasal 33 mengatur tentang asasdasar perekonomian Indonesia yang berdasarkan pada asaskekeluargaan, bukan kompetisi murni. Juga mengatur sistemkepemilikan yang mengakui adanya kepemilikan individu dankepemilikan bersama. Di Pasal yang sama juga ditekankanperlunya intervensi negara dalam penguasaan sektor-sektorekonomi yang strategis yang penggunaannya untuk kemakmuranmasyarakat Indonesia. Di sisi yang sama, ekonomi Islamsangat mengedepankan prinsip kebersamaa, persaudaraan dantolong meolong sebagai asas utama dalam aktivitas ekonomi.Ekonomi Islam memperkenalkan sistem bagi hasil yangmemiliki kesamaan dengan bentuk usaha kekeluargaan yangdisebut sebagai koperasi. Begitupula dengan sistemkepemilikan, ekonomi Islam mengakui adanya kepemilikanindividu dan bersama, akan tetapi ekonomi Islam secaraspesifik mengatur tatacara memperolehnya danpemanfaatannya. Sstem ekonomi Islam menempatkan negarasebagai salah satu variabel penting dalam perekonomian baikdalam bentuk intervensi kebijakan maupun sebagai pelakuekonomi.

Ekonomi Islam juga memiliki perhatian yang tinggiterhadap golongan yang tidak mampu, seperti fakir miskindan anak-anak yang terlantar. Bahkan ekonomi Islammenyediakan sistem untuk melindungi hak-hak mereka melalui

53

mekanisme infak, sedekah dan zakat begitupula dengankehadiran lembaga-lembaga keuangan seperti BMT dan microfinance lainnya. Di sisi lain negara punya kewajiban untukmenyediakan barang-barang publik untuk kesejahteraanmasyarakat. Prinsip ekonomi Islam ini sangat sejalan dengankandungan UUD 1945 Pasal 34.

Di samping itu pula saat ini sudah bermunculan undang-undang, peraturan dan kebijakan yang berhubungan denganpengembangan ekonomi Islam di Indonesia yang secaralangsung menunjukkan bahwa perangkat-perangkat regulasiyang mengatur eksistensi ekonomi Islam tidak bertentangandengan konstitusi ekonomi. Karena jika bertentangan makaakan digugat di Mahkamah Konstitusi untuk dibatalakanpemberlakuannnya.

Oleh karenanaya tidak perlu ada usaha untukmembenturkan antara konstitusi ekonomi Indonesia denganekonomi Islam atau antara ekonomi pancasila dengan ekonomiIslam karena masing-masing sistem tersebut diinspirasi dariajaran Islam. Hal tersebut terlihat pada adanya kesamaanprinsip dasar dan tujuan yang ingin dicapai.

PUSTAKA ACUANAbbas, A. 2008. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Yogyakarta: MultiPressindo.Ahmad, K. 1997. Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Islam.

Surabaya: Risalah Gusti.Ahmad, M. 2006. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Pustaka AlKautsar.Al Arif, M. N. R. 2011. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Surakarta:Era Adicitra.An Nabhani, T. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif.

Surabaya: Risalah Gusti.Ash Shadr, M.B. 2008. Buku Induk Ekonomi Islam “Iqtishaduna”,

edisi terjemahan Jakarta: Zahra.Asshiddiqie, J. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: KompasChapra, U. 2000. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema

Insani.Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Airlangga.

54

Grossmen, G. 1995. Sistem-sistem Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara.Gunadi, T. 1981. Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD

1945. Bandung: Angkasa. Husaini, A. 2010. Pancasila bukan untuk Menindas Hak Konstitusional

Umat Islam. Jakarta: Gema Insani Press.Kahf, M. 1991. Economic Role of State in Islam, lecture presented

at the seminar of Islamic economic, Dakka Bangladesh.-----------------. 1999. Islamic Economic System – A Review. New

Delhi India: Kitab Bhavan.Khaldun, Ibn. 2000. Mukaddimah. Jakarta: Pustaka Firdaus Limbong, B. 2011. Ekonomi Kerakyatan dan Nasionalisme Ekonomi.

Jakarta: Margaretha PustakaMatta, A. 1997. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dalam Wawasan

Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Penerbit FEUI

Maududi, A. A.A. 1990. Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam.Jakarta: Mizan.

Mubyarto. 1987. Ekonomi Pancasila, Gagasan dan Kemungkinan.Jakarta: LP3ES.

Quthb, M. I. 2002. Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab. Jakarta:Pustaka Azzam.

Rahardjo, D. 1997. Ekonomi Islam, Ekonomi Pancasila danPembangunan Ekonomi Indonesia. Malang: Risalah Gusti.

Saefuddin, A.M. 1987. Ekonomi dan Masyarakat dalam PerspektifIslam. Jakarta: Rajawali Press

Sanusi, B. 2010. Sistem Ekonomi: Suatu Pengantar. Jakarta:Lembaga Penerbit FE UI

Sulayman, A & A.A. Hamid. 1968. The Theory of The Economics ofIslam: The Economics of Tauhid and Brotherhood, Proceedings ofthe third East Coast Regional Conference of the MuslimStudents’ Association of the United States and Canada.

Swasono, S.E. 2008. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Yogyakarta:Multi Pressindo

----------------. 2012. Paradigma Baru Ilmu Ekonomi, Makalahdisampaikan pada “Workshop Nasional Arsitektur Ilmu

55

Ekonomi Islam”, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,Februari 2012.

Tambunan, T. 2011. Perekonomian Indonesia: Kajian Teoritis dan AnalisisEmpiris. Bogor: Ghalia Indonesia Press.

Triono, D.C. 2011. Ekonomi Islam Madzhab Hamfara. Yogyakarta:Irtikaz.

56