101
ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN BPHTB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu) Oleh Sherra Emaretha Nim : 203082001913 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M

ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN BPHTB

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DAN

SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN BPHTB

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)

Oleh

Sherra Emaretha Nim : 203082001913

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M

ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN BPHTB

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Sherra Emaretha NIM: 203082001913

Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja, MM Muhammad Yani, SE., MM NIP : 130 676 334

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1429 H/2008 M

Hari ini Jum’at Tanggal 30 Bulan November Tahun Dua Ribu Tujuh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Sherra Emaretha NIM: 203082001913 dengan judul skripsi “ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN BPHTB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 November 2007

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Rini, SE., Ak., M. Si Amilin, SE., Ak., M. Si Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS

Penguji Ahli

Hari ini Selasa Tanggal 18 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Sherra Emaretha NIM: 203082001913 dengan judul skripsi “ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN BPHTB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Maret 2008

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM Muhammad Yani, SE., MM Ketua Sekretaris

Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA

Penguji Ahli

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bagi negara Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan disegala

bidang menuju masyarakat yang adil dan makmur, pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintah

dan pelaksanaan pembangunan nasional. Seiring dengan tujuan untuk kemandirian

bangsa maka penerimaan negara dari sektor pajak harus ditingkatkan. Untuk

mendukung kemandirian ini pemerintah mengeluarkan Undang-Undang.

Indonesia pada saat ini memasuki era otonomi daerah, telah ada Undang-Undang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Pemerintah Daerah dan

Otonomi Daerah, serta Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah. Landasan yuridis yang terbentuk ini, dengan semangat pembaharuan dari

pemerintah dan tentunya harus dilaksanakan dengan konsekuen untuk

pengembangan daerah masing-masing sesuai potensi alam sektoral ekonomi

lainnya yang dapat dimanfaatkan.

Didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan

bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bumi

sebagai contoh Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai

fungsi sosial, kepentingan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dasar, lahan usaha

atau alat investasi yang menguntungkan. Atas tanah terletak bangunan yang juga

1

memberikan manfaat ekonomi kepada pemiliknya. Oleh karena itu, sudah

sewajarnya bila pemilik atau yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan

menyerahkan sebagian nilai ekonomis yang diperoleh kepada pemerintah melalui

pembayaran pajak yang disebut Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB). Sedangkan pemungutannya atau pengenaannya harus tetap

memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan

masyarakat berpenghasilan rendah yang diwujudkan dalam nilai perolehan hak

atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak.

Salah satu tujuan dari pelaksanaan pungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB) adalah menggali dan memperkuat potensi sumber

penerimaan negara yang stabil dan dapat diandalkan untuk membiayai

pembangunan daerah. Stabil dalam arti fluktuasi hasil penerimaan pajaknya secara

aktif tidak begitu tinggi, sedangkan hasilnya dapat diandalkan yang berarti bahwa

kontribusi BPHTB didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah cukup

berperan.

Walaupun secara nasional BPHTB tergolong penerimaan pajak yang tidak

terlalu besar dibandingkan jenis pajak pusat lainnya, akan tetapi sekecil apapun

pajak tetap berguna dalam menopang kas negara untuk pemerintah agar berjalan

baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Disamping itu BPHTB merupakan pajak yang berkembang sesuai dengan

perkembangan kondisi ekonomi nasional. Aturan BPHTB berkembang dan

mengalami penyempurnan dari waktu ke waktu. Hal ini terbukti dari perubahan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2000 beserta perubahan peraturan pelaksanaannya. Perubahan ini juga

mempengaruhi perkembangan penerimaan BPHTB yang terus mengalami

peningkatan.

Seperti yang tercantum didalam Majalah Berita Pajak No.1570/ Tahun

XXXIV/ 1 September 2006, halaman 21 dikatakan bahwa peneriman BPHTB,

yaitu pajak yang dikenakan terhadap perolehan atas tanah dan bangunan, baik

pemindahan maupun pemberian hak baru, dalam tiga tahun terakhir

perkembangan penerimaan BPHTB mengalami peningkatan rata-rata 22,8 persen

pertahun, yaitu dari Rp. 2,9 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp. 3,4 triliun dalam

tahun 2005, dan Rp. 4,4 triliun pada RAPBN-P 2006, sedangkan rasionya

terhadap PDB relatif stabil yaitu sekitar 0,1 persen.

Namun ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang BPHTB tidak

membahas secara mendalam tentang aturan hukum perolehan hak atas tanah dan

bangunan, sehingga untuk memahami dan menerapkan BPHTB dengan benar

setiap pihak (wajib pajak, pejabat berwenang, fiskus dan masyarakat lainnya)

harus juga mengikuti perubahan ketentuan BPHTB. Pada dasarnya pemenuhan

kewajiban BPHTB adalah menggunakan sistem self assessment, yaitu wajib pajak

menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.

Dengan dianutnya sistem self assessment, para wajib pajak diberi

kepercayaan melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan

perpajakan, dan aparat perpajakan melaksanakan tugas pembinaan, bimbingan,

pelayanan dan pengawasan terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.

Dalam sistem self assessment wajib pajak merupakan subyek atau para

pelaku perpajakan, sehingga memiliki nilai positif dalam mencerdaskan wajib

pajak. Namun disisi lain sistem ini mempunyai kelemahan, yaitu tidak semua

wajib pajak paham dengan prosedur pengisian data atau formulir yang ditetapkan

oleh Direktorat Jenderal Pajak, kurangnya pengetahuan dan pemahaman wajib

pajak terhadap peraturan yang berlaku, atau ketidaktahuan wajib pajak terhadap

perubahan peraturan perpajakan, sehingga mengakibatkan wajib pajak kesulitan

dalam menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan membayar pajak

terhutang kepada negara.

Supaya wajib pajak tau, mau dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban

pajaknya dengan baik maka diperlukan peran aktif dari pihak Direktorat Jenderal

Pajak untuk memasyarakatkan perpajakan yaitu berupa sosialisasi perpajakan.

Sosialisasi dilakukan melalui seminar, diskusi, penataran, penyuluhan

perpajakan yang dilaksanakan dalam skala kecil, menengah, dan besar, dalam

berbagai tempat dan kesempatan melalui berbagai jalur tradisional dan modern

serta media cetak dan elektronik. Sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak kepada wajib pajak diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan,

kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

pajaknya. Sosialisasi perpajakan selain memberikan manfaat secara langsung

kepada wajib pajak berupa peningkatan pengetahuan, kesadaran dan kepatuhan

wajib pajak, juga dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Dengan langkah-langkah kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi

dalam pemungutan BPHTB serta peningkatan dalam sosialisasi perpajakan, maka

dua tahun terakhir penerimaan BPHTB di KP PBB Jakarta Selatan Satu

mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat, penerimaan BPHTB menghasilkan

realisasi yang lebih besar dari rencana penerimaan BPHTB yaitu pada tahun 2005

rencana Rp 76.586.003.000 dan realisasi penerimaan Rp 82.101.338.482,

kemudian pada tahun 2006 rencana Rp 91.262.000.000 dan realisasi penerimaan

Rp 103.669.248.312.

Namun seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemungutan BPHTB dan

sosialisasi perpajakan terhadap peningkatan penerimaan BPHTB dimaksud belum

diketahui secara pasti, untuk itu penulis mencoba menelitinya dalam bentuk

skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemungutan BPHTB

dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Penerimaan BPHTB : Studi Kasus

Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis

merumuskan permasalahan, yaitu:

1. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemungutan BPHTB dan

sosialisasi perpajakan terhadap penerimaan BPHTB?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari pelaksanaan pemungutan

BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap penerimaan BPHTB?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Ingin mendiskripsikan seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemungutan

BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap penerimaan BPHTB.

2. Ingin mendiskripsikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara

pelaksanaan pemungutan BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap

penerimaan BPHTB.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Merupakan sarana untuk memperluas pengetahuan dan penerapan ilmu

yang didapatkan selama kuliah khususnya dibidang perpajakan.

2. Bagi Direktorat Jenderal Pajak

Sebagai bahan masukan untuk semakin memahami perilaku wajib pajak

dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya dan lebih

meningkatkan kualitas pelaksanaan pemungutan BPHTB dan sosialisasi

perpajakan, khususnya pada KP PBB Jakarta Selatan Satu.

3. Bagi peneliti berikutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bahan perbandingan penelitian

yang akan datang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Devisa Negara

Penerimaan negara yang disebut sebagai devisa negara merupakan sumber

utama untuk membiayai aktifitas pemerintah, selain digunakan untuk membelanjai

pengeluaran pembangunan. Apabila pendapatan negara hanya cukup atau tidak

cukup untuk membelanjai pengeluaran rutin, itu berarti anggaran deficit dan

ditutupi dengan pinjaman (Siregar, 2000:317).

Penerimaan negara atau devisa negara terbagi menjadi dua:

1 Ekspor

Ekspor suatu negara biasanya terdiri dari barang dan jasa yang

dihasilkan didalam negeri, oleh sebab itu nilainya harus dihitung

kedalam pendapatan nasional. Pemerintah didalam meningkatkan

pendapatan berupa devisa negara adalah dengan mengurangi impor

dan menggalakkan ekspor dengan salah satu atau gabungan.

Langkah-langkah berikut yaitu:

a. Memperkenalkan atau mempertinggi pajak impor. Pajak impor

adalah pungutan yang dikenakan pemerintah keatas barang-

barang yang diimpor. Pungutan yang terutama adalah tarif.

Salah satu tujuan pemerintah untuk mengenakan tarif adalah

memperoleh pendapatan.

7

b. Menentukan quota atas barang-barang tertentu. Quota adalah

kebijakan membatasi impor dari luar negeri dengan

menentukan jumlah barang yang boleh diimpor dari luar negeri.

c. Mengawasi penggunaan valuta asing yang dimiliki. Dalam

kebijakan ini pemerintah secara cermat mengawasi cara-cara

masyarakat. Menggunakan valuta asing yang dimilikinya.

Biasanya peraturan-peraturan akan dibuat yang tujuannya

adalah untuk menjamin agar devisa yang dimiliki yang

biasanya sangat tidak mencukupi jumlahnya dapat digunakan

dengan sebaik-baiknya sehingga penggunaannya mencapai

efisiensi yang tinggi (Sukirno, 1994:39, 398, 399).

Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung kepada kemampuan

barang dalam negeri untuk bersaing di pasaran luar negeri. Salah

satu faktor yang menentukan daya saing adalah ongkos produksi

yang rendah dan harga penjualan yang stabil. Keadaan ini dapat

diciptakan apabila terdapat kestabilan harga dan upah. Selanjutnya

adalah melakukan devaluasi, untuk menaikan daya persaingan

barang dalam negeri, menyebabkan harga ekspor bertambah murah

dan impor bertambah mahal. Oleh sebab itu devaluasi akan

menambah ekspor dan mengurangi impor. (Sukirno, 1994:399)

2 Pajak

Pajak atau tax dalam buku Teori Ekonomi Makro biasanya

dimaksudkan sebagai uang atau daya beli yang diserahkan oleh

masyarakat kepada pemerintah dimana terhadap penyerahan uang

atau daya beli tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa

yang langsung. Jadi, penyerahan uang dari masyarakat kepada

pemerintah berupa pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak

warisan, pajak penjualan. Semuanya dapat kita sebut sebagai

“pajak”.

Pajak adalah sumber yang dapat diandalkan pemerintah untuk

memperbesar penerimaan negara. Salah satu jenis pajak yang

berperan besar dalam penerimaan negara adalah pajak penghasilan.

B. Dasar Perpajakan

1. Definisi

Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Siti Resmi, 2005:1).

Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi:

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk public investment (Siti Resmi, 2005:1).

Definisi Pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat

Pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum (Siti Resmi, 2005:1).

Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Mr. Dr. N. J. Fieldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Erly Suandy, 2005:9).

Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. M. J. H. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Erly Suandy, 2005:10).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang

serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah Pusat maupun pemerintah

Daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai

public investment (Siti Resmi, 2005:2).

2. Fungsi Pajak

Bertitik tolak pada definisi pajak yang diberikan oleh para ahli pajak,

terlihat adanya 2 fungsi pajak (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2000:2)

sebagai berikut :

a. Fungsi Penerimaan (budgetair) yaitu sebagai sumber dana yang

diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

b. Fungsi Mengatur (regular) yaitu sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.

3. Tatacara Pemungutan Pajak

a. Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan stelsel pajak (Rimsky K.

Judisseno, 2001:6) yaitu :

1) Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Stelsel ini menerangkan bahwa pemungutan pajak baru dapat

dilaksanakan pada akhir tahun setelah mengetahui penghasilan

sesungguhnya yang diperoleh dalam masa pajak yang

bersangkutan.

2) Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)

Dalam stelsel ini pemungutan pajak dapat dilakukan pada

awal tahun pajak, karena berdasarkan peraturan dan perundang-

undangan yang berlaku hal ini dimungkinkan untuk dilaksanakan

berdasarkan suatu anggapan penerimaan atau pendapatan yang

diperoleh oleh wajib pajak. Anggapan ini dapat menggunakan

perbandingan data antara penerimaan atau pendapatan wajib pajak

pada tahun sebelumnya yang dianggap sama dengan pendapatan

yang akan diperoleh pada tahun sekarang.

3) Stelsel Campuran

Dalam stelsel ini pengenaan pajak dilakukan pada awal tahun

yang didasarkan pada suatu anggapan dan akhir tahun yang

didasarkan pada suatu kenyataan, sehingga menurut stelsel ini

akan terjadi penghitungan kembali untuk menentukan masalah

kelebihan atau kekurangan pajak.

b. Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak menurut Munawir (2000:44) yaitu :

1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Menurut asas domisili, negara dimana wajib pajak bertempat

tinggal atau berkedudukan berhak mengenakan pajak terhadap

wajib pajak tersebut dari semua penghasilannya. Menurut asas ini,

siapapun yang bertempat kediaman di Indonesia dikenakan pajak

atas segala penghasilannya baik yang diperoleh di Indonesia

maupun yang diluar Indonesia.

2) Asas Sumber

Menurut asas sumber, pengenaan pajak tergantung adanya

sumber disuatu negara. Negara dimana sumber penghasilan berada,

berhak mengenakan pajak dengan tidak mengingat dimana wajib

pajak bertempat tinggal atau berkedudukan. Menurut asas ini,

siapapun yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, akan

dikenakan pajak penghasilan oleh Negara Indonesia, baik wajib

pajaknya berkediaman di Indonesia maupun diluar Indonesia.

3) Asas Kebangsaan

Asas yang berdasarkan kebangsaan ini menghubungkan

pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu negara.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2000:10) system

pemungutan pajak yang dapat digunakan adalah :

1) Official Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang.

Ciri-ciri Official Assessment system adalah :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang

berada pada fiskus

b. Wajib pajak bersifat pasif

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan

Pajak oleh fiskus.

2) Self Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang, kepercayaan, tanggung jawab, kepada wajib pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan

sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan.

3) With Holding System

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya

pajak yang terutang oleh wajib pajak.

d. Sasaran Pengenaan Pajak

Menurut Eko Lasmana (1994 :22 ) sasaran pengenaan pajak yaitu :

1) Pajak dikenakan pada sumber yang mengeluarkan yang

disebut pajak atas sumber.

Pajak yang dikenakan pada sumbernya umumnya mudah

masuknya, lazimnya sumber itu adalah badan yang membayar

hasil, diberi hak memotong pajaknya atas hasil yang akan

dibayarkan, hal ini dimaksud melimpahkan pajak yang harus

dibayar kepada mereka yang menerimanya dan harus menyetorkan

pajak itu dalam kas negara.

2) Pajak dikenakan pada sumber yang menerima atau mendapat

penghasilan.

Pajak yang dikenakan pada subjek (baik perorangan maupun

badan) yang menerimanya, dikenakan dengan Surat Ketetapan

Pajak, dan pemasukannya tidak semudah pajak atas sumber diatas.

e. Saat Pemungutan Pajak

Saat pemungutan pajak (Hilarius Abut, 2001:20) dapat dibedakan

1) Pajak dipungut dimuka (voorheffing)

Pajak dipungut dimuka artinya pajak dikenakan pada

permulaan tahun, jadi pajak ini sebelum tahun pajak yang

bersangkutan berakhir. Contohnya : PBB.

2) Pajak dipungut dibelakang (naheffing)

Pajak yang dikenakan dibelakang lazimnya adalah pajak yang

didasarkan kepada stelsel riil, jadi pajak yang dipungut setelah

berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Contohnya : Pajak Penghasilan.

C. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

1. Pengertian Dasar BPHTB

Pada dasarnya Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menyatakan

bahwa BPHTB adalah “Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas

tanah dan bangunan yang selanjutnya disebut dengan pajak”. Dimana

kegiatan perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut merupakan

kegiatan hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan

bangunan yang didasari oleh kekuatan hukum baik untuk orang pribadi

atau badan.

Pengertian dasar lain yang berkaitan dengan kewajiban BPHTB

diantaranya (Waluyo dan Wirawan B, 2000:426):

a. Surat Tagihan BPHTB (STB)

Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi

administrasi berupa bunga atau denda.

b. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB)

Adalah surat ketentuan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang

terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

c. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)

Adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak

yang ditetapkan.

d. Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar (SKBLB)

Adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan

pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih bayar

dari pajak yang seharusnya dibayar.

e. Surat Ketetapan BPHTB Nihil (SKBN)

Adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang sama

dengan besarnya jumlah pajak yang telah dibayarkan.

f. Surat Setoran BPHTB (SSB)

Adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan

pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau

tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan sekaligus

untuk melaporkan data perolehan tanah dan atau bangunan.

g. Surat Keputusan Pembetulan BPHTB

Adalah surat untuk membetulkan kesalahan tulis, hutang, dan atau

kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang terdapat dalam STB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB,

atau Surat Tagihan BPHTB.

h. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan

diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi atau badan.

i. Surat Keputusan Keberatan

Adalah surat keputusan atas keberatan surat ketetapan BPHTB kurang

bayar, surat ketetapan BPHTB kurang bayar tambahan, surat ketetapan

BPHTB lebih bayar, surat ketetapan BPHTB nihil yang diajukan oleh

wajib pajak.

j. Putusan Banding

Adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat

keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.

2. Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB adalah perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan, yang meliputi:

a. Pemindahan hak karena:

1) jual beli;

2) tukar menukar;

3) hibah;

4) hibah wasiat;

5) waris;

6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

8) penunjukan pembeli dalam lelang;

9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum

tetap;

10) pengabungan usaha;

11) peleburan usaha;

12) pemekaran usaha;

13) hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:

1) kelanjutan pelepasan hak;

2) diluar pelepasan hak.

Hak atas tanah sebagaimana dimaksud diatas seperti dinyatakan

oleh pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

BPHTB adalah:

a. hak milik;

b. hak guna usaha;

c. hak guna bangunan;

d. hak guna pakai;

e. hak milik atas satuan rumah susun;

f. hak pengelolaan.

Ada pun objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (Marihot,

2003:68) adalah objek pajak yang diperoleh:

a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal

balik,

b. Negara untuk penyelengaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum,

c. Badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau

perwakilan organisasi tersebut,

d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum

lain dengan tidak adanya perubahan nama,

e. Orang pribadi atau badan karena wakaf,

f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

3. Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pajak menurut pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB adalah orang pribadi atau badan

yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang dikenakan

kewajiban membayar pajak.

4. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak menurut pasal 6 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek

Pajak dimana dalam hal:

a. jual beli adalah harga transaksi,

b. tukar menukar adalah nilai pasar,

c. hibah adalah nilai pasar,

d. hibah wasiat adalah nilai pasar,

e. waris adalah nilai pasar,

f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai

pasar,

g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar,

h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai

kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar,

i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan

hak adalah nilai pasar,

j. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai

pasar,

k. penggabungan usaha adalah nilai pasar,

l. peleburan usaha adalah nilai pasar,

m. pemekaran usaha adalah nilai pasar,

n. hadiah adalah nilai pasar,

o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang

tercantum dalam Risalah lelang.

5. Saat dan Tempat Pajak Yang Terutang

Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

menurut pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 yaitu:

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta,

b. tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya

akta,

c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta,

d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan

peralihan haknya ke Kantor Pertanahan,

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya sejak

tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta,

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal

dibuat dan ditandatanganinya akta,

g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang,

h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum yang tetap,

i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan

peralihan haknya ke Kantor Pertanahan,

j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan

hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat

keputusan pemberian hak,

k. pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal

ditandatangani dan diterbitkanya surat keputusan pemberian hak,

l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan

ditandatanganinya akta,

m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya

akta,

n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan

ditandatanganinya akta,

o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya.

Menurut pasal 9 ayat (2) dan (3) dikatakan bahwa pajak yang terutang

harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak dan tempat terutangnya

pajak adalah wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak

tanah dan atau bangunan.

6. Pembayaran BPHTB

Ketentuan pembayaran BPHTB ditetapkan dalam pasal 10 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

517/KMK.04/2000 sebagai berikut:

a. wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak

mendasarkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak (self assessment

system)

b. pajak yang terutang dibayar ke Kas Negara melalui kantor pos dan

atau bank badan usaha milik negara atau bank badan usaha daerah

atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan

Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB)

BPHTB terutang dibayar (Marihot, 2003:218) pada saat:

1) akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan

ditandatangani oleh notaris atau pejabat pembuat akta tanah,

2) risalah lelang yang memuat penunjukan pemenang lelang

ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang,

3) dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten atau Kota dalam hal pemindahan hak karena

pelaksanaan (eksekusi) putusan hakim yang telah memiliki

kekuatan hukum tetap, hak waris atau hibah wasiat,

4) diterbitkannya surat keputusan pemberian hak baru, baik

sebagai kelanjutan kelepasan hak maupun diluar pelepasan hak.

7. Penetapan Pajak

Menurut pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

BPHTB bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat

terutangnya pajak, Direktur Jendral Pajak menerbitkan Surat Ketetapan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB)

apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah

pajak yang terutang kurang bayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang

dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar

2% (dua Persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan

diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan Kurang Bayar (SKBKB).

Menurut pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

BPHTB bahwa dalam jangka 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya

pajak, Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan

(SKBKBT) apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum

terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang

yang setelah diterbitkanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah dengan

sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari

jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri

sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

8. Penagihan Pajak

Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB

(Marihot, 2003:237) apabila :

a. pajak yang terutang tidak atau kurang bayar,

b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung,

dan

c. wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau

bunga

Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan

untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat

terutangnya pajak. Surat Tagihan BPHTB mempunyai kekuatan hukum

yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak, sehingga penagihannya dapat

dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.

Yang menjadi dasar penagihan pajak (Marihot, 2003:237) adalah Surat

Ketetapan BPHTB Kurang Bayar, Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar

Tambahan, Surat Tagihan BPHTB, Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Jangka waktu pelunasan pajak yang harus dibayar tersebut adalah

paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima wajib pajak. Jumlah pajak yang

terutang apabila tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih

dengan surat paksa.

9. Keberatan Pajak

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral

Pajak (Marihot, 2003:245) atas suatu :

a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar (SKBKB),

b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT),

c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Lebih Bayar (SKBLB),

d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Nihil (SKBN).

Keberatan Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan

mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib

pajak dengan disertai dengan alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus

diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal di

terimanya Surat Ketetapan (dibuktikan dengan tanda terima dari Direktur

Jendral Pajak atau pun tanda pengiriman pos tercatat dari kantor pos

kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu

tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

10. Pengurangan Pajak

Ketentuan pemberian pengurangan BPHTB ditetapkan dalam

keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.03/2002 yaitu :

a. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan objek

pajak, yaitu :

1) Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui

program pemerintah dibidang Pertanahan dan tidak mempunyai

kemampuan secara ekonomis, besarnya pengurang pajak yaitu

75%,

2) Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak

pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau keterangan

dari Pejabat Pemerintah Daerah Setempat, besarnya

pengurangan pajak yaitu 50%,

3) Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan

atau bangunan Rumah Sederhana (RS), diperoleh langsung dari

pengembang dan dibayar secara angsuran, besarnya pengurang

pajak yaitu 25%,

4) Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang

pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat

kebawah, besarnya pengurangan pajak yaitu 50%.

b. Kondisi wajib pajak yang ada hubunganya dengan sebab-sebab

tertentu yaitu :

1) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui

pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang mulai

menganti ruginya dibawah Nilai Jual Objek Pajak, besarnya

pengurangan pajak yaitu 50%,

2) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai

pengganti hak atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah

untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan

khusus, besarnya pengurang pajak yaitu 50%,

3) Wajib pajak badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan

moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian

nasional sehingga wajib pajak harus melakukan restrukturisasi

usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijakan

pemerintah, besarnya pengurang pajak yaitu 75%,

4) Wajib pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah

yang berasal dari Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara,

Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Ekspor Impor dalam

rangkai proses penggabungan usaha besarnya pengurangan

pajak yaitu 100% dari pajak yang terutang pajak untuk wajib

pajak,

5) Wajib pajak badan yang melakukan Penggabungan Usaha atau

Peleburan Usaha dengan tanpa terlebih dahulu mengadakan

likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan

pengunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau

peleburan usaha dari Direktur Jendral Pajak, besarnya

pengurangan pajak yaitu 50%,

6) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau

bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan

bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran,

banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus yang terjadi

dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak

penandatanganan akta, besarnya pengurang pajak yaitu 50%,

7) Wajib pajak orang pribadi veteran, Pegawai Negeri Sipil

(PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik

Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI,

Purnawirawan POLRI atau janda atau dudanya yang

memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas

pemerintah, besarnya pengurangan pajak yaitu 75%

c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau

pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan

antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu,

sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit

swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat. Besarnya

penguranganya pajak yaitu 50%

11. Pengembalian Kelebihan Pembayaran

Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak (Marihot, 2003:358) yaitu dalam hal :

a. pajak yang dibayar lebih besar pada yang seharusnya terutang,

b. pajak yang dibayar tidak seharusnya terutang,

c. pajak yang terutang yang dibayarkan oleh wajib pajak sebelum akta

ditandatangani namun memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan

batal,

d. terjadi perubahan aturan.

Untuk memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB,

wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia dengan menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai

alasan yang jelas kepada Direktur Jendral Pajak u.p. Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi

letak tanah dan atau bangunan.

D. Prinsip Pemungutan BPHTB

Menurut Marihot (2003:43), pemungutan BPHTB di Indonesia dilakukan

dengan berpegang pada lima prinsip, dibawah ini :

1. Pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan adalah

berdasarkan sistem self assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan

membayar sendiri utang pajaknya.

Sistem self assessment merupakan sistem Perpajakan Indonesia yang

diterapkan sejak dilakukannya reformasi perpajakan tahun 1983. pada sistem

ini, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,

membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Petugas

pajak hanya berfungsi untuk melakukan pelayanan dan pemeriksaan agar

wajib pajak melakukan kewajibannya secara benar. Dengan sistem self

assessment ini, khususnya pada BPHTB, diharapkan masyarakat dapat

dengan mudah memenuhi kewajiban pajaknya dan meningkatkan kesadaran

pajak masyarakat, terutama pajak yang timbul pada saat terjadinya perolehan

atas tanah dan bangunan.

2. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5 persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak

Kena Pajak (NPOPKP).

Dalam BPHTB pajak yang terutang tidak dikenakan langsung atas Nilai

Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang menjadi dasar pengenaan pajak, tetapi

harus dikurangi dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena

Pajak (NPOPTKP), yaitu besaran tertentu dari NPOP yang tidak dikenakan

pajak. Hal ini demi asas keadilan yaitu bagi masyarakat berpenghasilan

rendah yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dengan nilai

perolehan (NPOP) dibawah NPOPTKP yang ditetapkan tidak akan

dikenakan pajak (bebas pajak), sementara bagi pihak yang memperoleh hak

dengan nilai perolehan (NPOP) diatas NPOPTKP maka NPOP sebagai dasar

pengenaan pajak harus terlebih dahulu dikurangi dengan NPOPTKP.

3. Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif,

wajib pajak dan pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak

melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang

akan dikenakan sanksi menurut peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini

memang diperlukan untuk menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan

pemungutan BPHTB sehingga wajib pajak dan pejabat yang berwenang

tidak melakukan penyimpangan dalam pemenuhan kewajiban pajak.

4. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian

besar diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk meningkatkan

pendapatan daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah

dalam rangka memantapkan otonomi daerah.

5. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan diluar

ketentuan UU BPHTB tidak diperkenankan.

Dengan diundangkannya Undang-Undang BPHTB maka BPHTB

merupakan satu-satunya pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah

dan bangunan di Indonesia sehingga segala pungutan yang ada kaitannya

dengan perolehan hak (kecuali biaya resmi yang berkaitan dengan

pembuatan akta dan pendaftaran hak atas tanah dan bangunan yang telah

ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku) tidak boleh dilakukan oleh

pihak manapun. Hal ini penting diatur agar masyarakat tidak dibebani

pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan berkaitan dengan perolehan

atas tanah dan bangunan yang diterimanya.

E. Sosialisasi Perpajakan

1. Pengertian Sosialisasi

Pengertian sosialisasi menurut Soerjono Soekarno (2002:65)

adalah suatu proses dimana anggota masyarakat baru mempelajari

norma dan nilai masyarakat, dimana dia menjadi anggota. Sedangkan

menurut Anies S. Basalamah (2004:196) dalam mendefinisikan

sosialisasi sebagai suatu proses dimana orang mempelajari sistem nilai,

norma dan pola perilaku yang diharapkan oleh kelompok sebagai

bentuk trasformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi

anggota organisasi yang efektif.

Pada dasarnya, sosialisasi memberikan 2 (dua) kontribusi

fundamental bagi kehidupan kita, yaitu:

a. Memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya

partisipasi yang efektif dalam masyarakat.

b. Memungkinkan lestarinya suatu masyarakat karena tanpa

sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian

masyarakat akan sangat terganggu.

2. Pengertian Sosialisasi Perpajakan

Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa

sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari Direktorat Jenderal

Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada

masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai

segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundangan

perpajakan, dengan adanya sosialisasi perpajakan diharapkan akan

terciptanya partisipasi yang efektif dari masyarakat dalam memenuhi

hak dan kewajiban sebagai wajib pajak dan memungkinkan lestarinya

suatu kesadaran dan kepatuhan perpajakan.

Dalam melakukan sosialisasi perpajakan perlu adanya strategi

dan metode yang tepat yang dapat diaplikasikan dengan baik,

sebagaimana yang dikemukakan dalam buku karangan Azhari A.

Samudra (2004:2) yaitu:

a. Publikasi (publication) adalah aktivitas publikasi yang dilakukan

melalui media komunikasi setempat, baik media cetak seperti surat

kabar atau majalah, maupun media audio-visual seperti televisi

atau radio.

b. Kegiatan (event) adalah institusi pajak dapat melibatkan diri pada

penyelenggaraan aktivitas tertentu yang dihubungkan dengan

program peningkatan kesadaran masyarakat akan perpajakan pada

momen-momen tertentu, misalnya: kegiatan olahraga, sponsor,

seminar atau kegiatan lainnya.

c. Pemberitaan (news) adalah pemberitaan dalam hal ini mempunyai

pengertian khusus yaitu menjadi bahan berita dalam arti positif

sehingga menjadi sarana promosi yang efektif.

d. Keterlibatan komunitas (community involvement); melibatkan

komunitas yang pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan

institusi pajak dengan masyarakat dimana iklim budaya Indonesia

masih menghendaki adat ketimuran untuk bersilahturahmi dengan

tokoh setempat sebelum suatu institusi pajak dibuka.

e. Pencantuman identitas (idenity media); berkaitan dengan

pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media yang

ditujukan sebagai sarana promosi.

f. Pendekatan pribadi (lobbying); lobbying atau pendekatan pribadi

yang dilakukan sacara internal untuk mencapai tujuan tertentu.

F. Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB

Hasil penerimaan Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan merupakan

penerimaan negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000

penerimaan negara dari BPHTB dibagi untuk pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dengan imbangan sebagai berikut :

1. 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah pusat, dan

2. 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

Bagian pemerintah pusat sebesar 20% dari penerimaan BPHTB seluruh

kabupaten atau kota di Indonesia dibagikan kepada seluruh pemerintahan

kabupaten atau kota di Indonesia secara merata. Keputusan penetapan pembagian

hasil penerimaan BPHTB lebih lanjut diatur dengan keputusan Menteri Keuangan.

Bagian daerah sebesar 80% dari penerimaan BPHTB pada suatu kabupaten

atau kota dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah provinsi dan 80% untuk

pemerintah kota atau kabupaten. Dengan demikian, 80% bagian daerah dibagi

dengan perincian :

a. 16% (enam belas persen), yaitu 20% dari 80% bagian daerah,

diperuntukkan bagi pemerintah provinsi yang bersangkutan dan

disalurkan melalui rekening kas daerah provinsi, dan

b. 64% (enam puluh empat persen), yaitu 80% dari 80% bagian daerah,

diperuntukkan bagi daerah kabupaten atau kota penghasil dan disalurkan

melalui rekening kas daerah kabupaten atau kota.

Menurut Marihot (2003:363), hasil penerimaan BPHTB yang berasal dari

bagian daerah dan pembagian dari bagian pemerintah pusat merupakan

pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran dicantumkan dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, salah

satu sumber penerimaan daerah adalah dana perimbangan, yaitu dana yang

bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk

membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana

perimbangan ini salah satunya bersumber dari penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari

sumber daya alam.

Penerimaan daerah dari sektor BPHTB dibutuhkan oleh pemerintah daerah

sebagai salah satu sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi pemerintah

(yang dikenal sebagai otonomi daerah). Dengan demikian, pembagian hasil

penerimaan BPHTB dimaksudkan untuk mendukung daerah dalam mencukupi

kebutuhannya, khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

G. Referensi Penelitian Sebelumnya

Riyadulzanah (2005) dengan judul skripsi Analisis Realisasi Anggaran

BPHTB Pada Kantor Pelayanan PBB Tangerang Dua. Dari hasil penelitian

ditemukan bahwa rencana dan realisasi penerimaan BPHTB antara tahun 2001-

2004 terus mengalami peningkatan. Jumlah seluruh rencana realisasi penerimaan

BPHTB mencapai Rp 275.830.902.000. Dan jumlah seluruh realisasi penerimaan

BPHTB mencapai Rp 382.607.039.000 dengan peningkatan seluruhnya 138,7%.

Dengan jumlah peningkatan Surat Setoran BPHTB (SSB) sebanyak 105.416 SSB

selama 2001 s/d 2004. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu

dengan menggunakan data primer yang didapat langsung dari KP PBB Tangerang

Dua , kemudian data tersebut diolah dan dianalisis untuk memperoleh pengertian

yang lebih luas dengan cara mendeskriptifkan data dari tahun 2001 s/d 2004.

H. Kerangka Pemikiran

Apabila dikaitkan dengan salah satu fungsi pajak sebagai sumber

penerimaan bagi negara (fungsi budgeter pajak) perbelakuan BPHTB dilatar

belakangi oleh pemikiran untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama

penerimaan daerah, yang penting bagi penyelenggaraan pemerintah dan

pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini mendasari pemikiran bahwa subjek

pajak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan mendapatkan keuntungan

ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan bangunan sehingga dianggap wajar jika

diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada

negara melalui pembayaran BPHTB.

Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif

maka diperlukan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB

sehingga wajib pajak dan pejabat umum yang berwenang tidak melakukan

penyimpangan dalam pemenuhan kewajiban pajak. Disamping itu ketentuan yang

diatur dalam UU BPHTB tidak membahas secara mendalam tentang aturan

hukum perolehan hak atas tanah dan bangunan, sehingga sangat diperlukan peran

aktif Direktorat Jenderal Pajak untuk memasyarakatkan peraturan perpajakan

dengan melakukan sosialisasi perpajakan agar masyarakat dan para pejabat yang

berkepentingan dapat memahami aturan pajak secara benar.

Pada dasarnya aturan pajak dapat berhasil dengan baik dan mencapai target

penerimaan pajak, tidak terlepas dari cara pelaksanaan pemungutan pajak yang

dilakukan dengan baik dan juga peningkatan sosialisasi perpajakan.

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu analisa dengan menggunakan regresi

berganda untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemungutan

BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap peningkatan penerimaan BPHTB

pada KP PBB Jakarta Selatan Satu.

Berdasarkan kerangka teoritis, dapat digambarkan kerangka pemikiran

sebagai berikut :

Gambar 2.1 skema kerangka pemikiran

KP PBB Jakarta Selatan Satu

Pelaksanaan Pemungutan BPHTB (X1)

Sosialisasi Perpajakan

(X2)

Uji Validitas dan Reliabilitas

Penerimaan BPHTB

(Y)

Kesimpulan dan Implikasi

Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas b. Uji Heteroskedastisitas c. Uji Multikolinearitas

Uji Koefisien Determinasi Uji F Hitung Uji T hitung

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Karena permasalahan yang terkait dengan topik penelitian ini sangat luas,

maka penelitian ini di fokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan

penilaian wajib pajak efektif orang pribadi tentang pengaruh pelaksanaan

pemungutan BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap penerimaan BPHTB.

Penelitian dilakukan pada KP PBB Jakarta Selatan Satu yang berlokasi di Jl.

Raya Pasar Minggu no.11 Jakarta 12780.

B. Metode Penentuan Sampel

Teknik yang digunakan dalam penelitian sampel adalah Convenience

Sampling atau pemilihan sampel yang berdasarkan kemudahan. Menurut Abdul

Hamid (2004:23), Convenience Sampling adalah teknik pemilihan sampel dari

elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah diperoleh peneliti.

Elemen populasi yang dipilih adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki

kebebasan untuk memilih sampel yang cepat dan mudah. Alasan memakai teknik

Convenience Sampling dikarenakan data yang diperlukan pada penelitian ini

berupa data kualitatif melalui survey dan penyebaran kuisioner kepada responden

hal ini membutuhkan waktu, tenaga serta biaya yang tidak sedikit untuk

menyebarkan kuisioner dan mendapatkan data. Sehingga peneliti membataskan

39

penelitian pada KP PBB Jakarta Selatan Satu saja agar memudahkan penelitian

namun tetap mendapatkan sampel yang dibutuhkan.

Dalam menentukan jumlah sampel atau responden yang akan diambil

menggunakan rumus slovin. Dimana dari jumlah populasi yang terdapat di KP

PBB Jakarta Selatan Satu yakni sebanyak 83.914 wajib pajak, jumlah responden

yang diambil hanya sebesar 100 orang. Dengan tingkat kelonggaran

ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir sebesar

10% (sepuluh persen). Adapun rumus slovin menurut Husein Umar (2003:113)

adalah sebagai berikut :

n = ( )21 eNN

+

( )21,0914.831914.83

+ = 99,88

Keterangan : n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

E = kelonggaran ketidaktelitian, karena kesalahan pengambilan

sampel yang dapat ditolerir

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, penulis akan menggunakan

metode pengumpulan data antara lain:

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Dengan cara ini penulis dapat menggunakan daftar kepustakaan berupa

buku, surat kabar, majalah dan sumber tertulis lainnya untuk memperoleh

data yang bersifat teoritis dan mendukung penelitian.

2. Penelitian lapangan (field research)

Dalam penelitian lapangan, penulis memperoleh data primer berupa hasil

pengisian kuisioner dengan memberikan angket yang berisi pernyataan-

pernyataan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

D. Metode Analisis Data

1. Uji Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya,

atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan

pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Drs.

Saefuddin Azwar, MA. 1996:5-6)

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mampu

mengukur apa yang ingin diukur (Husein Umar. 2003:176). Pengujian

validitas tiap butir pertanyaan dengan skor pertanyaan secara keseluruhan.

Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, Masrun

menyatakan item yang memiliki korelasi positif dengan kriterium (skor

total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item ini mempunyai

validitas yang tinggi pula jika r = positif (+), sedangkan r = negatif (-)

maka butir dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid maka tahap

berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat. Sebagai ukuran yang

menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama

dilain kesempatan.

Menurut Purbayu (2005:251) untuk melihat reliabilitas, maka

dihitung cronbach alpha masing-masing instrument variabel. Variabel-

variabel tersebut dikatakan reliabel bila cronbach alphanya memiliki nilai

lebih besar dari 0,60. Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat konsistensi

alat ukur yang akan digunakan yakni apakah alat ukur tersebut akurat,

stabil dan konsisten. Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas

adalah koefisien alpha cronbach dengan rumus:

Keterangan :

11r = reabilitas Instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

t2σ = varians total

b2σ = jumlah varians butir

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

σσ

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

−= ∑

tb

11k

kr 2

2

11

2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pengujian

atas data yang didapat. Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya

mempunyai distribusi normal atau tidak, model regresi yang baik adalah

memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada

sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya jika data

menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka

model regresi memenuhi asumsi normalitas, sedangkan jika data menyebar

jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal,

maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. (Ghozali, 2005 :

112)

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi terjadi kesamaan varians dari residual dari suatu pengamatan

yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians

berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik tidak terjadi

heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas

dilakukan dengan cara melihat grafik yaitu dengan melihat grafik scatter

plot. Jika titik–titik pada grafik menyebar secara acak dan tidak

membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar diatas maupun

dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka dikatakan tidak terjadi

heteroskedastisitas. Sebaliknya jika titik-titik membentuk suatu pola yang

teratur, maka dikatakan terjadi masalah heteroskedastisitas. (Singgih

Santoso, 2002:208)

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel

independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain

dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu

model akan menyebabkan terjadi korelasi yang sangat kuat antar variabel

independen dengan variabel independen yang lain. Selain itu, deteksi

terhadap multikolinearitas juga bertujuan untuk menghindari kebiasaan

dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh uji parsial

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Menurut Bhuono (2005:58) untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas

biasanya dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor), ini tidak lebih

dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1.

3. Uji Hipotesis

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah

metode regresi berganda. Persamaan regresi digunakan untuk menguji

variabel terikat (Y) terhadap variabel bebas (X1) dan (X2) guna

memperkirakan atau menaksir besarnya efek kuantitatif dari suatu kejadian

terhadap kejadian lain. Adapun persamaan regresi berganda secara statistik

adalah sebagai berikut:

Y= a + bX1 + bX2 + e

Keterangan: Y = Variabel terikat (Penerimaan BPHTB)

X1= Variabel bebas (Pelaksanaan Pemungutan BPHTB)

X2= Variabel bebas (Sosialisasi Perpajakan)

a = Konstanta/ intersep

b = Koefisien regresi/ slop (kemiringan garis)

e = Error

Dalam pengujian hipotesis analisis dilakukan melalui:

a Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat

menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien

determinasi (Adjusted R Square) adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel

terikat seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan tidak ada

faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel terikat. Adjusted R

Square berkisar antar 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan

variabel bebas dapat menjelaskan fluktuasi variabel terikat. Sebaliknya

jika nilai Adjusted R Square semakin mendekati angka 0 (nol) berarti

semakin lemah variabel bebas dapat menjelaskan fluktuasi variabel terikat

(Iman Ghozali, 2001: 45).

b Uji F-Statistik

Uji F-Statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel-

variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat.

Untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara bersama-sama

mempengaruhi variabel terikat, maka digunakan tingkat signifikansi

sebesar 0,05. Jika nilai probabilitas F lebih besar dari 0,05 maka Ho tidak

berhasil ditolak, jika nilai probabilitas F lebih kecil dari 0,05 maka Ho

berhasil ditolak (Singgih Santoso, 2001: 108).

c Uji t-Statistik

Uji t-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing-

masing variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel

bebas secara individual terhadap variabel terikat digunakan tingkat

signifikansi 0,05. Jika nilai probabilitas t lebih besar dari 0,05 maka Ho

tidak berhasil ditolak, sedangkan jika nilai probabilitas t lebih kecil dari

0,05 maka Ho berhasil ditolak (Singgih Santoso, 2001: 89).

Hipotesis:

Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y

Ha : Ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y

Dengan pengambilan keputusan :

a. Membandingkan statistik t hitung dengan statistik t tabel :

Statistik t hitung < Statistik t tabel, maka Ho diterima

Statistik t hitung > Statistik t tabel, maka Ho ditolak

b. Berdasarkan probabilitas:

Jika Probabilitas > 0,05 maka Ho diterima

Jika Probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak

E. Operasional Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri:

1 Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pelaksanaan

pemungutan BPHTB = X1, dan sosialisasi perpajakan = X2.

2 Variabel tidak bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Yang jadi variabel tidak

bebas (terikat) dalam penelitian ini adalah penerimaan BPHTB = Y.

Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya

No Variabel Sub Variabel Indikator Ukuran

1 Pelaksanaan Pemungutan BPHTB (X1)

1. Sistem Self Assessment

2. Pelayanan 3. Prosedur 4. Pemutakhiran 5. Dasar Pengenaan

BPHTB 6. Pemeriksaan

Pajak 7. Penagihan Pajak 8. Koordinasi

dengan Pejabat Berwenang

a. WP melaksanakan sistem self assessment

b. Memberi kepercayaan kepada WP

c. Melatih WP d. WP aktif a. Ketersediaan Pelayanan b. SDM berkualitas c. Sesuai harapan

masyarakat a. Pelaksanaan prosedur

a. Data dengan kondisi

terakhir b. Pembetulan data dengan

kondisi terakhir a. Tarif 5% dari NPOPKP

a. Pelaksanaan pemeriksaan b. Mendeteksi pelanggaran

pajak a. Tindakan penagihan

a. Koordinasi berjalan

dengan baik b. Memberi kemudahan bagi

WP

Ordinal

2 Sosialisasi Perpajakan (X2)

1. Informasi 2. Penyelenggaraan 3. Motivasi

a. Saat ada peraturan baru a. KP PBB setempat a. Motivasi WP b. Transparansi pemerintah c. Berfikir Konstruktif d. Membangun Image WP

yang sehat

Ordinal

4. Bagaimana Sosialisasinya

5. Media yang

digunakan 6. Manfaat

a. Seminar b. Penyuluhan a. Media Cetak, seperti

brosur, majalah&surat kabar

b. Media audio-visual, seperti televisi&radio

c. Internet d. Spanduk

a. Menambah pengetahuan b. Meningkatkan kesadaran c. Meningkatkan

penerimaan 3 Penerimaan

BPHTB (Y) 1. Untuk

Pemerintah Pusat

2. Untuk

Pemerintah Daerah

a. Peningkatan sertifikat tanah

b. Penyediaan peralatan dan sarana

c. Pengembangan SDM d. Kesetaraan Pembangunan

a. Pelaksanaan

Pembangunan Daerah b. Perkembangan

Pembangunan c. Meningkatkan

Pendapatan d. Pembangunan Memadai e. Penyediaan Fasilitas f. Pengembangan SDM

Otonomi Daerah g. Perbaikan Mutu h. Memperlancar

Pembangunan didaerah i. Kualitas Pembangunan j. Keberhasilan

Pembangunan

Ordinal

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala likert

merupakan metode yang mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang

dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap subyek, obyek, atau

kejadian tertentu. Metode yang paling sering digunakan ini dikembangkan oleh

Rensis Likert sehingga dikenal dengan skala likert. Dalam penelitian ini,

pengukurannya dimulai dengan angka 1 untuk menyatakan sangat tidak setuju

(STS), angka 2 untuk menyatakan tidak setuju (TS), angka 3 untuk menyatakan

ragu-ragu (R), angka 4 untuk menyatakan setuju (S), angka 5 untuk menyatakan

sangat setuju (SS).

Tabel 3.2 Metode Skala dan Pengukurannya

Sangat Tidak Setuju (STS)

Tidak Setuju (TS)

Ragu-Ragu (R)

Setuju (S)

Sangat Setuju (SS)

1 2 3 4 5

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan (KP PBB) Jakarta Selatan Satu

1. Sejarah Singkat Berdirinya KP PBB Jakarta Selatan Satu

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) Jakarta

Selatan terletak di daerah Pancoran di Jalan Raya Pasar Minggu No. 11

Jakarta 12780. Pada tahun 2002 bulan Juni KP PBB Jakarta Selatan

dipecah menjadi 3 (tiga) bagian yaitu Kantor Pelayanan PBB Jakarta

Selatan Satu tetap berlokasi didaerah Pancoran, Kantor Pelayanan PBB

Jakarta Selatan Dua terletak didaerah Pondok Pinang dan Kantor

Pelayanan PBB Jakarta Selatan Tiga berlokasi didaerah TB. Simatupang.

Area KP PBB Jakarta Selatan Satu adalah luas tanah 2.270 m² dan

luas bangunan 3.417 m² dimana terdiri dari 4 (empat) lantai. KP PBB

Jakarta Selatan satu bertugas membawahi 3 (tiga) kecamatan yaitu

kecamatan Pancoran, kecamatan Setia Budi, kecamatan Tebet.

2. Wilayah Kerja KP PBB Jakarta Selatan Satu

Wilayah kerja KP PBB Jakarta Selatan Satu terdiri dari 3 (tiga)

kecamatan, yaitu : kecamatan Pancoran, Setia Budi, Tebet.

a. Kecamatan Pancoran meliputi :

1) Kelurahan Kalibata

2) Kelurahan Rawajati

51

3) Kelurahan Duren Tiga

4) Kelurahan Pengadegan

5) Kelurahan Cikoko

6) Kelurahan Pancoran

b. Kecamatan Setia Budi meliputi :

1) Kelurahan Karet Semanggi

2) Kelurahan Kuningan Timur

3) Kelurahan Karet Kuningan

4) Kelurahan Karet

5) Kelurahan Menteng Atas

6) Kelurahan Pasar Manggis

7) Kelurahan Guntur

8) Kelurahan Setia Budi

c. Kecamatan Tebet meliputi :

1) Kelurahan Menteng Dalam

2) Kelurahan Tebet Barat

3) Kelurahan Tebet Timur

4) Kelurahan Kebon Baru

5) Kelurahan Bukit Duri

6) Kelurahan Manggarai Selatan

7) Kelurahan Manggarai

4. Jumlah Wajib Pajak KP PBB Jakarta Selatan Satu

Berdasarkan data yang ada pada KP PBB Jakarta Selatan Satu,

jumlah wajib pajak yang tercatat sebanyak 83.914 orang. Untuk

kecamatan Pancoran berjumlah 19.752, kecamatan Setia Budi berjumlah

25.576 dan kecamatan Tebet berjumlah 38.586.

Tabel 4.1

Jumlah Wajib Pajak KP PBB Jakarta Selatan Satu

PANCORAN SETIA BUDI TEBET No

Kelurahan WP

No

Kelurahan WP

No

Kelurahan WP

1 Kalibata 5.604 1 Karet Semanggi

1.386 1 Menteng Dalam 7.351

2 Rawajati 2.977 2 Kuninggan Timur

1.717 2 Tebet Barat 5.540

3 Duren Tiga 3.911 3 Karet Kuningan

3.681 3 Tebet Timur 4.948

4 Pengadegan 2.863 4 Karet 2.460 4 Kebon Baru 6.079 5 Cikoko 1.590 5 Menteng Atas 8.196 5 Bukit Duri 5.840 6 Pancoran 2.807 6 Pasar Manggis 5.938 6 Manggarai Selatan 3.713

7 Guntur 1.454 7 Manggarai 5.115 8 Setia Budi 744 Jumlah 19.752 Jumlah 25.576 Jumlah 38.586

No KECAMATAN WP 1 PANCORAN 19.752 2 SETIA BUDI 25.576 3 TEBET 38.586

JUMLAH 83.914 Sumber: KP PBB Jakarta Selatan Satu (diolah oleh penulis)

B. Uji Instrumen Penelitian

Instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data yang valid dapat digunakan mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen

yang reliabel berarti instrumen tersebut bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Untuk mendapat data primer, penulis melakukan penyebaran kuisioner

kepada wajib pajak yang melakukan kewajibannya di KP PBB Jakarta Selatan

Satu sebanyak 100 responden yang dapat mewakili dari keseluruhan jumlah wajib

pajak.

Sebelum kuisioner diberikan kepada responden, penulis melakukan try out

terhadap 10 responden dengan memberikan 46 butir pertanyaan untuk menguji

tingkat validitas dan reliabilitas dari seluruh pertanyaan tersebut.

Kuisioner dibagikan setelah penulis melakukan try out terhadap 10

responden. Kuisioner dibagi menjadi 2 variabel, yaitu variabel Pelaksanaan

Pemungutan BPHTB dibagi menjadi 16 indikator, variabel Sosialisasi Perpajakan

dibagi menjadi 16 indikator dan variabel Penerimaan BPHTB dibagi menjadi 14

indikator. Hasil tryout terhadap 10 responden dengan menggunakan SPSS 12,00

sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Try Out Item Instrumen Pengaruh Pelaksanaan Pemungutan BPHTB

dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Penerimaan BPHTB

No Butir Instrumen

Korelasi Item Keterangan Cronbach α Keterangan

1 0,156 VALID 0,925 RELIABEL 2 0,609 VALID 0,922 RELIABEL 3 0,499 VALID 0,923 RELIABEL 4 0,511 VALID 0,923 RELIABEL 5 0,418 VALID 0,924 RELIABEL 6 0,237 VALID 0,925 RELIABEL 7 0,538 VALID 0,923 RELIABEL 8 0,466 VALID 0,923 RELIABEL 9 -0,141 TIDAK VALID 0,928 RELIABEL 10 0,674 VALID 0,922 RELIABEL 11 -0,058 TIDAK VALID 0,926 RELIABEL 12 0,518 VALID 0,923 RELIABEL 13 0,523 VALID 0,922 RELIABEL 14 0,518 VALID 0,923 RELIABEL 15 0,412 VALID 0,924 RELIABEL 16 0,620 VALID 0,922 RELIABEL 17 0,432 VALID 0,923 RELIABEL 18 0,245 VALID 0,925 RELIABEL 19 0,674 VALID 0,921 RELIABEL 20 0,274 VALID 0,925 RELIABEL 21 0,054 VALID 0,926 RELIABEL 22 0,588 VALID 0,922 RELIABEL 23 0,299 VALID 0,924 RELIABEL 24 -0,190 TIDAK VALID 0,929 RELIABEL 25 0,707 VALID 0,920 RELIABEL 26 0,852 VALID 0,919 RELIABEL 27 0,615 VALID 0,921 RELIABEL 28 0,661 VALID 0,921 RELIABEL 29 0,662 VALID 0,921 RELIABEL 30 0,687 VALID 0,921 RELIABEL 31 0,303 VALID 0,924 RELIABEL 32 0,562 VALID 0,922 RELIABEL 33 0,543 VALID 0,922 RELIABEL 34 0,536 VALID 0,923 RELIABEL 35 0,493 VALID 0,923 RELIABEL 36 0,913 VALID 0,918 RELIABEL 37 0,122 VALID 0,925 RELIABEL 38 0,622 VALID 0,923 RELIABEL 39 0,863 VALID 0,920 RELIABEL 40 0,707 VALID 0,920 RELIABEL 41 0,253 VALID 0,925 RELIABEL 42 0,162 VALID 0,926 RELIABEL 43 0,269 VALID 0,924 RELIABEL 44 -0,128 TIDAK VALID 0,927 RELIABEL 45 0,618 VALID 0,922 RELIABEL 46 -0,169 TIDAK VALID 0,927 RELIABEL

Dari hasil try out pada tabel 4.2 dapat diperoleh data yang menyatakan ada 5

(lima) butir pertanyaan yang tidak valid atau tidak dapat digunakan karena nilai

korelasinya adalah negatif, yaitu pertanyaan no 9, no 11, no 24, no 44 dan no 46

dengan masing-masing nilai korelasinya sebesar -0,141, -0,058, -0,190, -0,128

dan -0,169. Namun 5 butir pertanyaan ini tidak dihapus karena angka Cronbach

Alpha dari keseluruhan butir pertanyaan sebesar 0,925 dianggap tinggi, sehingga

pertanyaan diganti dengan pertanyaan yang layak disebarkan. Dan masing-masing

item pertanyaan tersebut dikatakan reliable karena Cronbach Alphanya memiliki

nilai lebih besar dari 0,60. Item pertanyaan yang valid penulis anggap sudah

terstandarisasi kemudian disebarkan kepada 100 responden. Item yang disebarkan

berjumlah 46 pertanyaan.

C. Penemuan dan Pembahasan

1. Hasil Kuisioner Pelaksanaan Pemungutan BPHTB

Berikut ini ditampilkan hasil kuisioner Pelaksanan Pemungutan BPHTB

untuk melihat frekuensi jawaban dari 100 responden terhadap 16 pertanyaan

Pelaksanaan Pemungutan BPHTB yang dimulai dari WP melaksanakan sistem

self assessment sampai dengan memberi kemudahan bagi WP.

Tabel 4.3 Hasil kuisioner tentang

WP Melaksanakan Sistem Self Assessment

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 22 22% 66 Setuju 4 57 57% 228 Sangat Setuju 5 21 21% 105

Total 100 100% 399 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa 22 responden yang menyatakan ragu

dengan pernyataan ini, 57 yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 21

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Artinya

sebagian besar responden menyatakan bahwa telah melaksanakan system self

assessment dalam perpajakan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar

dan melaporkan sendiri pajaknya dengan benar.

Tabel 4.4 Hasil kuisioner tentang

Kantor Pajak Memberi Kepercayaan Kepada WP

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 9 9% 18 Ragu 3 19 19% 57 Setuju 4 54 54% 216 Sangat Setuju 5 18 18% 90

Total 100 100% 381 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.4 bahwa 9 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 19 yang menyatakan ragu dengan pernyataan ini, 54

responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 18 responden yang

menyatakan sangat setuju. Artinya walaupun 28% responden yang menyatakan

masih ragu dan tidak setuju bahwa kantor pajak memberi kepercayaan

sepenuhnya kepada masyarakat untuk melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakannya. Akan tetapi 72% responden yang menyatakan setuju dan sangat

setuju bahwa kantor pajak percaya sepenuhnya kepada masyarakat untuk

bertanggung jawab dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Tabel 4.5 Hasil kuisioner tentang

Sistem Self Assessment Melatih WP Untuk Jujur

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 13 13% 39 Setuju 4 63 63% 252 Sangat Setuju 5 24 24.% 120

Total 100 100% 411 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa 13 responden yang menyatakan ragu

dengan pernyataan ini, 63 yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 24

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Artinya bahwa

sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa sistem self assessment

melatih WP melaporkan kewajiban secara jujur.

Tabel 4.6 Hasil kuisioner tentang

WP Aktif melaksanakan kewajibannya

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 3 3% 6 Ragu 3 21 21% 63 Setuju 4 69 69% 276 Sangat Setuju 5 7 7% 35

Total 100 100% 380 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.6 bahwa 3 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 21 yang menyatakan ragu dengan pernyataan ini, 69

responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 7 responden yang

menyatakan sangat setuju. Artinya kesadaran masyarakat untuk aktif dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya direspon baik oleh responden sebanyak 76%,

sedangkan yang menyatakan ragu dan tidak setuju sebanyak 24%.

Tabel 4.7 Hasil kuisioner tentang

Ketersediaan Pelayanan Kantor Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 1 1% 1 Tidak Setuju 2 14 14% 28 Ragu 3 22 22% 66 Setuju 4 60 60% 240 Sangat Setuju 5 3 3% 15

Total 100 100% 350 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa 1 responden yang menyatakan sangat

tidak setuju dengan pernyataan ini, 14 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 22 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 60 responden yang menyatakan setuju dan 3 responden yang menyatakan

sangat setuju dengan pernyataan ini. Artinya dapat disimpulkan sebanyak 60%

responden yang menyatakan setuju ketersediaan petugas kantor pajak dalam

memberikan pelayanan.

Tabel 4.8 Hasil kuisioner tentang

SDM Berkualitas

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 10 10% 20 Ragu 3 42 42% 126 Setuju 4 44 44% 176 Sangat Setuju 5 4 4% 20

Total 100 100% 342 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa 10 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 42 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 44 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

4 responden sangat setuju dengan pernyataan ini. Dapat disimpulkan bahwa

pelayanan petugas kantor pajak yang diberikan kepada WP cukup baik yaitu

dengan melihat pernyataan setuju yang diberikan oleh responden sebanyak 44%.

Tabel 4.9 Hasil kuisioner tentang

Kualitas Kerja Kantor Pajak Sesuai Harapan WP

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 9 9% 18 Ragu 3 61 61% 183 Setuju 4 28 28% 112 Sangat Setuju 5 2 2% 10

Total 100 100% 323 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa 9 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 61 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 28 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

2 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Dapat

disimpulkan bahwa tidak semua responden dapat merasakan kualitas kantor pajak

sesuai harapan, terbukti dari tabel diatas yang menyatakan setuju hanya sebanyak

28% responden, sedangkan menyatakan ragu hampir sebanyak 61% responden.

Tabel 4.10 Hasil kuisioner tentang

Prosedur Sederhana dan Mudah Dipahami

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 4 4% 8 Ragu 3 16 16% 48 Setuju 4 68 68% 272 Sangat Setuju 5 12 12% 60

Total 100 100% 388 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa 4 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 16 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 68 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

12 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat

disimpulkan hampir 68% responden yang menyatakan setuju bahwa pelaksanaan

prosedur di kantor pajak sederhana dan mudah dipahami.

Tabel 4.11 Hasil kuisioner tentang

WP Memberikan Data Dengan Kondisi Terakhir Dengan Benar

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 3 3% 6 Ragu 3 20 20% 60 Setuju 4 68 68% 272 Sangat Setuju 5 9 9% 45

Total 100 100% 383 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa 3 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 20 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 68 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 9

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Ini berarti

bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju WP telah memberikan data

dengan kondisi terakhir dengan benar di KP PBB Jakarta Selatan Satu.

Tabel 4.12 Hasil kuisioner tentang

Pembetulan dengan kondisi terakhir

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 1 1% 2 Ragu 3 22 22% 66 Setuju 4 66 66% 264 Sangat Setuju 5 11 11% 55

Total 100 100% 387 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.12 dapat diketahui bahwa 1 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 22 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 66 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

11 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Dapat

disimpulkan bahwa hampir 66% responden yang menyatakan tidak keberatan

apabila fiskus meminta kembali data dengan kondisi terakhir untuk pembetulan.

Tabel 4.13 Hasil kuisioner tentang

Menghitung Tarif 5% dari NPOPKP

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 3 3% 6 Ragu 3 49 49% 147 Setuju 4 48 48% 192 Sangat Setuju 5 0 0% 0

Total 100 100% 345 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.13 dapat diketahui bahwa 3 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 49 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini dan 48 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini.

Artinya sebagian besar responden yang menyatakan setuju telah menghitung tarif

5% dari NPOPKP dengan benar.

Tabel 4.14 Hasil kuisioner tentang

WP Membantu Kelancaran Proses Pemeriksaaan Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 21 21% 63 Setuju 4 66 66% 264 Sangat Setuju 5 13 13% 65

Total 100 100% 392 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.14 dapat diketahui bahwa 21 responden yang menyatakan ragu

dengan pernyataan ini, 66 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan

ini dan 13 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka

dapat disimpulkan bahwa hampir 66% menyatakan akan membantu kelancaran

proses pemeriksaan dengan memberikan data-data yang diperlukan oleh fiskus.

Tabel 4.15 Hasil kuisioner tentang

Pemeriksaan Untuk Mengurangi Pelanggaran Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 4 4% 4 Tidak Setuju 2 15 15% 30 Ragu 3 33 33% 99 Setuju 4 38 38% 152 Sangat Setuju 5 10 10% 50

Total 100 100% 335 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.15 dapat diketahui bahwa 4 responden yang menyatakan sangat

tidak setuju dengan pernyataan ini, 15 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 33 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 38 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 10

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat

disimpulkan bahwa masih banyak pelanggaran pajak walaupun telah dilakukan

pemeriksaan, ini terlihat dari 52% responden yang memilih ketiga alternatif

jawaban ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

Tabel 4.16 Hasil kuisioner tentang

Penagihan Pajak Selalu Dilakukan Lewat Dari Batas Tempo Pembayaran Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 2 2% 2 Tidak Setuju 2 18 18% 36 Ragu 3 34 34% 102 Setuju 4 45 45% 180 Sangat Setuju 5 1 1% 5

Total 100 100% 325 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.16 dapat diketahui bahwa 2 responden yang menyatakan sangat

tidak setuju dengan pernyataan ini, 18 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 34 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 45 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 1 responden

yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Dapat disimpulkan bahwa

penagihan pajak selalu dilakukan lewat dari batas tempo pembayaran pajak hanya

45% yang menyatakan setuju, sedangkan responden yang menyatakan ragu 34%.

Dan ini berarti kantor pajak belum menjalankan penagihan pajak sebagaimana

mestinya sesuai aturan yang berlaku.

Tabel 4.17 Hasil kuisioner tentang

Koordinasi Antara WP, Fiskus dan Pejabat Yang Berwenang Berjalan Dengan Baik

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 3 3% 6 Ragu 3 43 43% 129 Setuju 4 50 50% 200 Sangat Setuju 5 4 4% 20

Total 100 100% 355 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.17 dapat diketahui bahwa 3 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 43 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 50 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 4

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Dapat

disimpulkan bahwa koordinasi antara WP, fiskus dan pejabat yang berwenang

telah berjalan cukup baik yaitu dengan terlihat pernyataan yang diberikan oleh

responden sebanyak 50%.

Tabel 4.18 Hasil kuisioner tentang

Koordinasi Antara Petugas Yang Berkepentingan Terhadap WP Memudahkan WP Melaksanakan Hak dan Kewajibannya

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 1 1% 2 Ragu 3 17 17% 51 Setuju 4 67 67% 268 Sangat Setuju 5 15 15% 75

Total 100 100% 396 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.18 dapat diketahui bahwa 1 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 17 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 67 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

15 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Dapat

disimpulkan bahwa sebanyak 67% responden yang menyatakan setuju bahwa

koordinasi antara petugas yang berkepentingan terhadap WP akan memudahkan

WP dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

2. Hasil Kuisioner Sosialisasi Perpajakan

Berikut ini ditampilkan hasil kuisioner Sosialisasi Perpajakan untuk melihat

frekuensi jawaban dari 100 responden terhadap 16 pertanyaan Sosialisasi

Perpajakan yang dimulai dari saat ada peraturan baru sampai dengan

meningkatkan penerimaan.

Tabel 4.19 Hasil kuisioner tentang

Kantor Pajak Memberikan Informasi dan Pengarahan Jika Ada Peraturan Pajak Yang Baru

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 1 1% 1 Tidak Setuju 2 13 13% 26 Ragu 3 14 14% 42 Setuju 4 47 47% 188 Sangat Setuju 5 25 25% 125

Total 100 100% 382 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.19 dapat diketahui bahwa 1 responden yang menyatakan sangat

tidak setuju dengan pernyataan ini, 13 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 14 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 47 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 25

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat

disimpulkan bahwa kantor pajak selalu memberikan informasi dan pengarahan

kepada WP, jika ada peraturan baru sebanyak 47% responden yang menyatakan

setuju dan 25% responden yang menyatakan sangat setuju.

Tabel 4.20 Hasil kuisioner tentang

WP Menerima Pembinaan, Pengarahan dan informasi

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 5 5% 5 Tidak Setuju 2 10 10% 20 Ragu 3 24 24% 72 Setuju 4 50 50% 200 Sangat Setuju 5 11 11% 55

Total 100 100% 352 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.20 dapat diketahui bahwa 5 responden yang menyatakan sangat

tidak setuju dengan pernyataan ini, 10 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 24 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 50 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 11

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Artinya hampir

sebagian besar responden yang menyatakan menerima pembinaan, pengarahan

dan informasi yang cukup baik di KP PBB Jakarta Selatan Satu.

Tabel 4.21 Hasil kuisioner tentang

WP Termotivasi

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 42 42% 126 Setuju 4 48 48% 192 Sangat Setuju 5 10 10% 50

Total 100 100% 368 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui dari tabel 4.21 bahwa 42 responden yang menyatakan ragu

dengan pernyataan ini, 48 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan

ini dan 10 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka

dapat disimpulkan bahwa sebanyak 58% responden termotivasi untuk

melaksanakan kewajiban perpajakannya, dengan alasan karena hasilnya akan

kembali ke masyarakat juga. Sedangkan sisanya 42% responden menyatakan ragu.

Tabel 4.22 Hasil kuisioner tentang

Transparansi Pemerintah Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 3 3% 6 Ragu 3 26 26% 78 Setuju 4 42 42% 168 Sangat Setuju 5 29 29% 145

Total 100 100% 397 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.22 dapat diketahui bahwa 3 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 26 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 42 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

29 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Artinya

hampir sebagian besar responden yang menyatakan setuju bahwa masyarakat akan

taat membayar pajak jika keuangan negara dikelola dengan tertib, efisien,

trensparan dan bertanggung jawab.

Tabel 4.23 Hasil kuisioner tentang

Berfikir Konstruktif

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 2 2% 4 Ragu 3 24 24% 72 Setuju 4 65 65% 260 Sangat Setuju 5 9 9% 45

Total 100 100% 381 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.23 dapat diketahui bahwa 2 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 24 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 65 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 9

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Artinya bahwa

sebanyak 65% menyatakan setuju WP akan berfikir konstruktif meningkatkan

pemahaman terhadap hak dan kewajiban perpajakannya.

Tabel 4.24 Hasil kuisioner tentang

Membangun Image WP Yang Sehat

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 11 11% 22 Ragu 3 43 43% 129 Setuju 4 40 40% 160 Sangat Setuju 5 6 6% 30

Total 100 100% 341 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.24 dapat diketahui bahwa 11 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 43 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 40 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 6

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat

disimpulkan bahwa sebanyak 43% responden menyatakan ragu terhadap

pertanyaan dengan membangun image WP yang sehat akan menyadarkan

masyarakat akan pentingnya pajak dalam keberhasilan pembangunan.

Tabel 4.25 Hasil kuisioner tentang

WP Mengikuti Seminar Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 19 19% 38 Ragu 3 30 30% 90 Setuju 4 39 39% 156 Sangat Setuju 5 12 12% 60

Total 100 100% 344 Sumber : data primer yang diolah

Tabel 4.25 dapat diketahui bahwa 19 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 30 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 39 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan

12 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat

disimpulkan bahwa WP yang mengikuti seminar pajak yang diselenggarakan

kantor pajak jika ada sebanyak 39% responden yang menyatakan setuju,

sedangkan yang menyatakan ragu sebanyak 30% dari 100 responden yang terpilih.

Tabel 4.26 Hasil kuisioner tentang

WP Mengikuti Penyuluhan Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 14 14% 28 Ragu 3 28 28% 84 Setuju 4 52 52% 208 Sangat Setuju 5 6 6% 30

Total 100 100% 350 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.26 diketahui bahwa 14 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 28 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 52 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 6 responden

yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan

hampir sebagian besar responden menyatakan setuju mengikuti penyuluhan pajak

yang diselenggarakan kantor pajak jika ada.

Tabel 4.27 Hasil kuisioner tentang

Brosur Pajak dari Kantor Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 2 2% 2 Tidak Setuju 2 22 22% 44 Ragu 3 14 14% 42 Setuju 4 55 55% 220 Sangat Setuju 5 7 7% 35

Total 100 100% 343 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.27 diketahui bahwa 2 responden yang menyatakan sangat tidak

setuju dengan pernyataan ini, 22 responden yang menyatakan tidak setuju dengan

pernyataan ini, 14 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan ini, 55

responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 7 responden yang

menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan

sebanyak 55% responden menyatakan setuju mendapatkan brosur tentang pajak

dari kantor pajak, sedangkan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 22% dari

100 responden yang terpilih

Tabel 4.28 Hasil kuisioner tentang WP Mengikuti Perkembangan Pajak

Melalui Surat Kabar Maupun Majalah Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 4 4% 4 Tidak Setuju 2 44 44% 88 Ragu 3 20 20% 60 Setuju 4 32 32% 128 Sangat Setuju 5 0 0% 0

Total 100 100% 280 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.28 dapat diketahui bahwa 4 responden yang menyatakan sangat

tidak setuju dengan pernyataan ini, 44 responden yang menyatakan tidak setuju

dengan pernyataan ini, 20 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan ini

dan 32 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Artinya bahwa

sebanyak 44% responden yang menyatakan tidak setuju mengikuti perkembangan

tentang pajak melalui surat kabar maupun majalah. Akan tetapi dari 100

responden yang terpilih sebanyak 32% responden menyatakan setuju.

Tabel 4.29 Hasil kuisioner tentang

WP Mendapat Informasi Pajak Melalui Televisi Maupun Radio

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 2 2% 2 Tidak Setuju 2 14 14% 28 Ragu 3 26 26% 78 Setuju 4 46 46% 184 Sangat Setuju 5 12 12% 60

Total 100 100% 352 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.29 dapat diketahui bahwa sebanyak 2 responden yang

menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini, 14 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 26 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 46 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 12 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Artinya bahwa sebanyak 46% responden yang menyatakan setuju

mendapat informasi tentang pajak melalui televisi maupun radio.

Tabel 4.30 Hasil kuisioner tentang

Dengan Mengakses Internet, WP Mudah dan Cepat Mendapatkan Informasi Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 2 2% 2 Tidak Setuju 2 14 14% 28 Ragu 3 35 35% 105 Setuju 4 39 39% 156 Sangat Setuju 5 10 10% 50

Total 100 100% 341 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.30 dapat diketahui bahwa sebanyak 2 responden yang

menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini, 14 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 35 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 39 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 10 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Artinya sebanyak 51% responden memilih alternatif 3 jawaban

ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju bahwa dengan mengakses internet dapat

mencari informasi pajak dengan mudah dan cepat. Alasan masih banyak

masyarakat yang tidak mengerti menggunakan tehnologi internet.

Tabel 4.31 Hasil kuisioner tentang

Spanduk Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 3 3% 3 Tidak Setuju 2 14 14% 28 Ragu 3 11 11% 33 Setuju 4 61 61% 244 Sangat Setuju 5 11 11% 55

Total 100 100% 363 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.31 dapat diketahui bahwa sebanyak 3 responden yang

menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini, 14 responden tidak setuju

dengan pernyataan ini, 11 responden yang menyatakan ragu dengan pernyataan

ini, 61 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Artinya hampir

sebagian besar responden menyatakan setuju dari spanduk-spanduk informasi

pajak yang terpasang dibeberapa sudut jalan, WP dapat mengetahui informasi

mengenai pajak.

Tabel 4.32 Hasil kuisioner tentang

Manfaat Sosialisasi Perpajakan Menambah Pengetahuan

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 3 3% 6 Ragu 3 9 9% 27 Setuju 4 61 61% 244 Sangat Setuju 5 27 27% 135

Total 100 100% 412 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.32 dapat diketahui bahwa sebanyak 3 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 9 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 61 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 27 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan dari 100 responden yang terpilih,

sebanyak 61% responden yang menyatakan setuju dengan mengikuti penyuluhan/

seminar pajak dan informasi dari berbagai media, WP menjadi lebih mengerti

tentang pajak.

Tabel 4.33 Hasil kuisioner tentang

Sosialisasi Perpajakan Akan Meningkatkan Kesadaran WP Terhadap Hak dan Kewajibannya

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 4 4% 8 Ragu 3 25 25% 75 Setuju 4 65 65% 260 Sangat Setuju 5 6 6% 30

Total 100 100% 373 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.33 maka dapat diketahui bahwa sebanyak 4 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 25 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 65 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 6 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan

ini. Maka dapat disimpulkan bahwa 65% responden menyatakan setuju melalui

sarana dan fasilitas informasi tentang pajak akan meningkatkan kesadaran WP

terhadap hak dan kewajibannya. Sedangkan dari 100 responden yang terpilih

sebanyak 25% responden menyatakan ragu.

Tabel 4.34 Hasil kuisioner tentang

Adanya Sosialisasi Perpajakan Berpengaruh Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 2 2% 4 Ragu 3 35 35% 105 Setuju 4 52 52% 208 Sangat Setuju 5 11 11% 55

Total 100 100% 372 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.34 bahwa sebanyak 2 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 35 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 52 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 11 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar responden

menyatakan setuju adanya sosialisasi perpajakan kesadaran dan kepatuhan WP

lebih meningkat, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak.

3. Hasil Kuisioner Penerimaan BPHTB

Berikut ini ditampilkan hasil kuisioner Penerimaan BPHTB untuk melihat

frekuensi jawaban dari 100 responden terhadap 14 pertanyaan Peneriman BPHTB

yang dimulai dari peningkatan sertifikat tanah sampai dengan keberhasilan

pembangunan.

Tabel 4.35 Hasil kuisioner tentang Peningkatan Sertifikat

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 6 6% 18 Setuju 4 22 22% 88 Sangat Setuju 5 72 72% 360

Total 100 100% 466 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.35 bahwa sebanyak 6 responden yang

menyatakan ragu dengan pernyataan ini, 22 responden yang menyatakan setuju

dengan pernyataan ini dan 72 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan hampir sebagian besar responden

menyatakan sangat setuju bahwa peningkatan sertifikat tanah dan bangunan harus

dilakukan. Karena sertifikat tanah bangunan adalah hak legal pemilikan tanah

sebagai kekuatan hukum.

Tabel 4.36 Hasil kuisioner tentang

Penyediaan Peralatan dan Sarana

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 0 0% 0 Setuju 4 14 14% 56 Sangat Setuju 5 86 86% 430

Total 100 100% 486 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.36 bahwa sebanyak 14 responden yang menyatakan setuju

dengan pernyataan ini dan 86 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Artinya dari 100 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pertanyaan bahwa penyediaan peralatan dan sarana secara gratis meningkatkan

kepercayaan masyarakat bahwa pajak telah dimanfaatkan dengan baik.

Tabel 4.37 Hasil kuisioner tentang Pengembangan SDM

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 9 9% 27 Setuju 4 35 35% 140 Sangat Setuju 5 56 56% 280

Total 100 100% 447 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.37 bahwa sebanyak 9 responden yang

menyatakan ragu dengan pernyataan ini, 35 responden yang menyatakan setuju

dengan pernyataan ini dan 56 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Artinya hampir 56% responden menyatakan sangat setuju bahwa

hasil pajak BPHTB dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Tabel 4.38 Hasil kuisioner tentang

Kesetaraan Pembangunan

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 17 17% 51 Setuju 4 37 37% 148 Sangat Setuju 5 46 46% 230

Total 100 100% 429 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.38 bahwa sebanyak 17 responden yang

menyatakan ragu dengan pernyataan ini, 37 responden yang menyatakan setuju

dengan pernyataan ini dan 46 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan sebagian besar responden menyatakan

sangat setuju dengan adanya penerimaan pajak dapat dipergunakan untuk

menciptakan kesetaraan pembangunan, baik diperkotaan maupun dipedesaan.

Responden berharap pemerintah tidak hanya menggunakan hasil pajak untuk

mendanai pembangunan dikota-kota besar saja, tetapi juga mendanai

pembangunan didaerah atau dipedesaan.

Tabel 4.39 Hasil kuisioner tentang

Pelaksanaan Pembangunan Didaerah

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 0 0% 0 Setuju 4 16 16% 64 Sangat Setuju 5 84 84% 420

Total 100 100% 484 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.39 bahwa sebanyak 16 responden yang

menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 84 responden yang menyatakan

sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan hampir semua

responden sangat setuju dengan pernyataan hasil pajak BPHTB dapat

dipergunakan untuk pelaksanaan pembangunan didaerah.

Penerimaan daerah dari sektor BPHTB dibutuhkan oleh pemerintah daerah

sebagai salah satu sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi pemerintahan

(yang dikenal sebagai otonomi daerah). Dengan demikian, pembagian hasil

penerimaan BPHTB dimaksudkan untuk mendukung daerah dalam mencukupi

kebutuhannya, khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

Tabel 4.40 Hasil kuisioner tentang

Perkembangan Pembangunan

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 5 5% 10 Ragu 3 47 47% 141 Setuju 4 39 39% 156 Sangat Setuju 5 9 9% 45

Total 100 100% 352 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui pada tabel 4.40 menunjukkan bahwa 5 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 47 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 39 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 9 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan

ini. Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah belum memaksimalkan

pembangunan didaerah ini terlihat dari tabel sebanyak 47% responden yang

menyatakan ragu terhadap perkembangan pembangunan mulai mengalami

peningkatan.

Tabel 4.41 Hasil kuisioner tentang

Meningkatkan Pendapatan

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 5 5% 10 Ragu 3 43 43% 129 Setuju 4 46 46% 184 Sangat Setuju 5 6 6% 30

Total 100 100% 353 Sumber : data primer yang diolah

Pada tabel 4.41 menunjukkan bahwa 5 responden yang menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan ini, 43 responden yang menyatakan ragu dengan

pernyataan ini, 46 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 6

responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat

disimpulkan dari 46% responden yang menyatakan setuju bahwa pendapatan

didaerah mulai mengalami peningkatan. Sedangkan dari 100 responden yang

terpilih sebanyak 43% responden yang menyatakan ragu.

Tabel 4.42 Hasil kuisioner tentang

Pembangunan Memadai

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 7 7% 14 Ragu 3 41 41% 123 Setuju 4 21 21% 84 Sangat Setuju 5 31 31% 155

Total 100 100% 376 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui dari tabel 4.42 menunjukkan bahwa 7 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 41 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 21 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 31 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Dari pernyataan diatas hampir sebagian menyatakan ragu terhadap

pembangunan didaerah telah memadai, artinya pemerintah belum memaksimalkan

penerimaan pajak untuk menyentuh segala aspek pembangunan didaerah.

Tabel 4.43 Hasil kuisioner tentang

Penyediaan Fasilitas

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 0 0% 0 Setuju 4 9 9% 36 Sangat Setuju 5 91 91% 455

Total 100 100% 491 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui dari tabel 4.43 menunjukkan sebanyak 9 responden yang

menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 91 responden yang menyatakan

sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan bahwa banyak

responden yang menyatakan sangat setuju terhadap wujud nyata pelayanan

pemerintah seperti puskesmas, air minum, perbaikan jalan, telepon dan

komunikasi lainnya serta fasilitas pelayanan umum lainnya akan merupakan

penilaian bagi masyarakat dalam sumbangan pajak yang mereka berikan.

Tabel 4.44 Hasil kuisioner tentang

Pengembangan SDM Untuk Otonomi Daerah

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 4 4% 12 Setuju 4 32 32% 128 Sangat Setuju 5 64 64% 320

Total 100 100% 460 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.44 dapat diketahui bahwa 4 responden yang menyatakan ragu

dengan pernyataan ini, 32 responden yang menyatakan setuju dengan pernyataan

ini dan 64 responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka

dapat disimpulkan dari 100 responden yang terpilih sebanyak 64% responden

menyatakan sangat setuju bahwa hasil pajak BPHTB dapat meningkatkan kualitas

SDM untuk otonomi daerah.

Tabel 4.45 Hasil kuisioner tentang

Perbaikan Mutu

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 0 0% 0 Setuju 4 10 10% 40 Sangat Setuju 5 90 90% 450

Total 100 100% 490 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.45 dapat diketahui bahwa 10 responden yang menyatakan setuju

dengan pernyataan ini dan 90 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan bahwa banyak responden yang

menyatakan sangat setuju dengan pertanyaan hasil pajak dapat dipergunakan

untuk perbaikan mutu disegala bidang, seperti pendidikan, pertanian, peternakan,

perikanan dan perkebunan terutama didaerah.

Tabel 4.46 Hasil kuisioner tentang

Memperlancar Pembangunan Didaerah

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 0 0% 0 Setuju 4 17 17% 68 Sangat Setuju 5 83 83% 415

Total 100 100% 483 Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.46 dapat diketahui sebanyak 17 responden yang menyatakan

setuju dengan pernyataan ini dan 83 responden yang menyatakan sangat setuju

dengan pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan dari 100 responden yang terpilih

sebanyak 83% yang menyatakan sangat setuju bahwa hasil pajak BPHTB dapat

dimanfaatkan untuk memperlancar pembangunan didaerah-daerah sehingga dapat

menciptakan kesejahteraan masyarakat. Faktor yang juga tidak kalah pentingnya

tentu saja adalah usaha pemerintah untuk menggunakan uang pajak itu dengan

sebaik-baiknya, sehingga masyarakat tidak merasa rugi membayar pajak karena

hasilnya dapat mereka rasakan.

Tabel 4.47 Hasil kuisioner tentang Kualitas Pembangunan

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor

Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 2 2% 4 Ragu 3 23 23% 69 Setuju 4 29 29% 116 Sangat Setuju 5 46 46% 230

Total 100 100% 419 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui dari tabel 4.47 menunjukkan bahwa 2 responden yang

menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini, 23 responden yang menyatakan

ragu dengan pernyataan ini, 29 responden yang menyatakan setuju dengan

pernyataan ini dan 46 responden yang menyatakan sangat setuju dengan

pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan bahwa 46% responden yang menyatakan

sangat setuju terhadap peningkatan kualitas pembangunan didaerah, sedangkan

dari 100 responden yang terpilih sebanyak 23% yang menyatakan ragu.

Tabel 4.48 Hasil kuisioner tentang

Keberhasilan Pembangunan

Pernyataan Bobot Frekuensi Prosentase Skor Sangat Tidak Setuju 1 0 0% 0 Tidak Setuju 2 0 0% 0 Ragu 3 0 0% 0 Setuju 4 9 9% 36 Sangat Setuju 5 91 91% 455

Total 100 100% 491 Sumber : data primer yang diolah

Dapat diketahui dari tabel 4.48 menunjukkan bahwa 9 responden yang

menyatakan setuju dengan pernyataan ini dan 91 responden yang menyatakan

sangat setuju dengan pernyataan ini. Maka dapat disimpulkan bahwa hampir

semua responden yang menyatakan sangat setuju terhadap penerimaan pajak yang

dimanfaatkan untuk menopang keberhasilan pembangunan didaerah.

D. Uji Asumsi Klasik

1. Hasil Uji Normalitas

Gambar 4.2

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Expe

cted C

um Pr

ob

Dependent Variable: penerimaan_bphtb

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi variabel bebas dan variabel terikat atau keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang

memiliki distribusi normal atau mendekati normal.

Uji Normalitas dilakukan dengan menggunakan normalitas

probability plot dengan melihat penyabaran data (titik-titik) pada sumbu

diagonal pada grafik. Gambar 4.2 menunjukan bahwa titik-titik data

berada disekitar garis diagonal, dapat disimpulkan bahwa data ini

berdistribusi normal.

2. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.3

-3 -2 -1 0 1 2

Regression Standardized Predicted Value

-3

-2

-1

0

1

2

3

Regr

essi

on S

tude

ntize

d Re

sidu

al

Dependent Variable: penerimaan_bphtb

Scatterplot

Uji Heteroskedastisitas menguji apakah dalam sebuah model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke

pengamatan lain tetap atau berbeda.

Dari hasil tersebut terlihat bahwa penyebaran residual adalah tidak

teratur. Hal ini dapat dilihat pada plot yang terpancar dan tidak

membentuk pola yang teratur. Dengan hasil demikian maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas atau persamaan

regresi memenuhi asumsi heteroskedastisitas.

3. Hasil Uji Multikolinieritas

Tabel 4.49

Coefficients(a)

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 (Constant) pmgtn_bphtb ,416 2,402 sosialisasi_

prpjkn ,416 2,402

a Dependent Variable: penerimaan_bphtb

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukannya adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang

bebas dari masalah multikolinieritas menurut pandangan Sugiardito yaitu

nilai VIF (Variance inflantion Factor) tidak lebih dari nilai 10 dan nilai

Tolerance tidak kurang dari 0,1.

Dilihat dari tabel 4.49 maka dapat diketahui nilai VIF sebesar 2,402

dan nilai Tolerance sebesar 0,416. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

model regresi terbebas dari multikolinieritas.

E. Hasil Uji Hipotesis

1. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R Square)

Koefisien determinasi (R Square) yang menunjukan seberapa besar

variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat.

Tabel 4.50

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,915(a) ,837 ,834 1,64320 a Predictors: (Constant), sosialisasi_prpjkn, pmgtn_bphtb b Dependent Variable: penerimaan_bphtb

Dari tabel model summary diatas, terlihat bahwa koefisien korelasi

berganda antara Pemungutan BPHTB (X1) dengan Sosialisasi perpajakan (X2)

adalah sebesar 0,915. Nilai koefisien determinasi dari persamaan regresi adalah

sebesar 0,834. Ini menunjukan bahwa variabel Pemungutan BPHTB dan

Sosialisasi Perpajakan memiliki hubungan yang sangat kuat.

Dengan menggunakan persamaan regresi lebih dari satu variabel, maka

koefisien determinasi yang baik untuk digunakan dalam menjelaskan persamaan

ini adalah koefisien determinasi (R Square). Besarnya koefisien determinasi pada

tabel 4.50 adalah sebesar 0,837 atau 83,7%. Artinya sebanyak 83,7% variasi atau

perubahan dalam Penerimaan BPHTB dapat dijelaskan oleh perubahan atau

variasi dari Pemungutan BPHTB dan Sosialisasi Perpajakan, sedangkan sisanya

sebesar 16,3% oleh variabel lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.

2. Persamaan Regresi Linier Berganda

Tabel 4.51

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

Correlations

B Std. Error Beta Zero-

order partial

part 1 (Constant) 18,348 1,976 9,287 ,000 Pmgtn_bphtb ,411 ,050 ,523 8,235 ,000 ,867 ,867 ,337 Sosialisasi_

prpjkn ,342 ,048 ,451 7,108 ,000 ,851 ,851 ,291

a Dependent Variable: penerimaan_bphtb

Dari tabel 4.51 hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai

koefisien konstanta adalah sebesar 18,348 dengan t hitung sebesar 9,287. Dan

nilai signifikan sebesar 0,000. Koefisien slope Pemungutan BPHTB adalah

sebesar 0,411 dengan nilai t hitung sebesar 8,235 dan nilai signifikan sebesar

0,000. Dan koefisien slope Sosialisasi Perpajakan sebesar 0,342 dengan nilai t

hitung 7,108. Dan nilai signifikan sebesar 0,000.

Dengan hasil tersebut, maka persamaan regresinya adalah :

Y = 18,348 + 0,411 X1 + 0,342 X2

Dimana :Y = Penerimaan BPHTB

X1 = Pelaksanaan pemungutan BPHTB

X2 = Sosialisasi Perpajakan

Artinya jika variabel Pemungutan BPHTB (X1) bertambah 1 satuan, maka

variabel Penerimaan BPHTB (Y) akan bertambah sebesar 0,411 dan jika variabel

Sosialisasi Perpajakan (X2) bertambah 1 satuan, maka variabel Penerimaan

BPHTB (Y) akan bertambah sebesar 0,342. Sedangkan nilai konstanta sebesar

18,348, berarti nilai Penerimaan BPHTB (Y) akan 18,348 dengan anggapan

bahwa didalam nilai variabel Pemungutan BPHTB (X1) dan Sosialisasi

Perpajakan (X2) adalah konstan.

3. Uji F Hitung

Uji F hitung untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara

bersama-sama mempengaruhi variabel terikat, maka digunakan tingkat signifikan

sebesar 0,05.

Tabel 4.52

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 1347,800 2 673,900 249,584 ,000(a)Residual 261,910 97 2,700

1

Total 1609,710 99 a Predictors: (Constant), sosialisasi_prpjkn, pmgtn_bphtb b Dependent Variable: penerimaan_bphtb

Dari tabel 4.52 hasil pengujian atas koefisien regresi berganda, diperoleh F

hitung sebesar 249,584 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Untuk nilai F

tabel dapat dicari pada tabel F dengan V1 sebesar 2 dan V2 sebesar 97 maka dapat

diperoleh nilai F tabel sebesar 3,12 pada nilai signifikansi sig. 0,000 < 0,05.

Artinya nilai F hitung jauh lebih besar dibandingakan dengan F tabel dan nilai

signifikansinya lebih kecil dari alpha (5%), maka kesimpulan yang dapat

diperoleh dari hasil diatas adalah terdapat hubungan yang signifikansi antara

Pelaksanaan Pemungutan BPHTB dan Sosialisasi Perpajakan terhadap

Penerimaan BPHTB. Maka menolak Ho dan Ha diterima.

Pelaksanaan Pemungutan BPHTB dan Sosialisasi Perpajakan merupakan

keterlibatan atau peran serta segenap aparat pajak, instansi pemerintah dan

masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dalam kewajiban perpajakannya yang

memiliki pengaruh signifikan terhadap Penerimaan BPHTB.

Jadi jelaslah jika Pelaksanaan Pemungutan BPHTB mempunyai pengaruh

yang signifikan, begitu pula dengan Sosialisasi Perpajakan memiliki peranan

penting terhadap Penerimaan BPHTB.

4. Uji T Hitung

Uji T hitung untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing

variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat digunakan tingkat

signifikan 0,05.

Tabel 4.53

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 18,348 1,976 9,287 ,000 Pmgtn

_bphtb ,411 ,050 ,523 8,235 ,000 Sosialisasi

_prpjkn ,342 ,048 ,451 7,108 ,000

a Dependent Variable: penerimaan_bphtb Untuk pengujian nilai t hitung akan dilakukan analisa lebih lanjut :

1. Pengaruh Pelaksanaan Pemungutan BPHTB (X1) terhadap Penerimaan

BPHTB (Y)

Berdasarkan tabel 4.53 uji signifikansi dengan menggunakan uji t, untuk

variabel bebas pelaksanaan pemungutan BPHTB koefisien persamaan regresi

dapat diperoleh t hitung sebesar 8,235 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.

Nilai t tabel untuk pengujian signifikansi diperoleh dengan nilai alpha (5%)

dengan derajat kebebasan n-k (df=98) maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,980.

Artinya nilai t hitung lebih besar (8,235>1,980) dengan nilai signifikansinya

lebih kecil dari alpha (0,000<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa variabel

pelaksanaan pemungutan BPHTB (X1) memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap penerimaan BPHTB (Y). Maka Ho ditolak.

2. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan (X2) terhadap Penerimaan BPHTB (Y)

Berdasarkan tabel 4.53 uji signifikansi dengan menggunakan uji t, untuk

variabel bebas sosialisasi perpajakan koefisien persamaan regresi dapat diperoleh t

hitung sebesar 7,108 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai t tabel untuk

pengujian signifikansi diperoleh dengan nilai alpha (5%) dengan derajat

kebebasan n-k (df=98) maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,980.

Artinya nilai t hitung lebih besar (7,108>1,980) dengan nilai signifikansinya

lebih kecil dari alpha (0,000<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa variabel

sosialisasi perpajakan (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

penerimaan BPHTB (Y). Maka Ho ditolak.

BAB V

Kesimpulan dan Implikasi

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil uji koefisien determinasi (R Square) menunjukan bahwa pengaruh

pelaksanaan pemungutan BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap

penerimaan BPHTB sebesar 83,7%, sedangkan sisanya sebesar 16,3%

dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam regresi ini.

2. Hasil uji f menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan

pemungutan BPHTB dan sosialisasi perpajakan terhadap penerimaan

BPHTB, yaitu dengan melihat hasil dari f hitung > f tabel (249,584>3,12)

dan nilai signifikansinya lebih kecil dari alpha (0,000<0,05), maka menolak

Ho dan Ha diterima.

3. Hasil uji t menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel

pelaksanaan pemungutan BPHTB terhadap penerimaan BPHTB, yaitu

dengan melihat nilai t hitung > t tabel (8,235>1,980) dan nilai

signifikansinya lebih kecil dari alpha (0,000<0,05), maka menolak Ho dan

Ha diterima.

4. Hasil uji t menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel

sosialisasi perpajakan terhadap penerimaan BPHTB, yaitu dengan melihat

94

nilai t hitung > t tabel (7,108>1,980) dan nilai signifikansinya lebih kecil dari

alpha (0,000<0,05), maka menolak Ho dan Ha diterima.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara

Pelaksanaaan Pemungutan BPHTB (X1) dan Sosialisasi Perpajakan (X2) terhadap

penerimaan BPHTB (Y). Hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang signifikan

antara Pelaksanaaan Pemungutan BPHTB dan Sosialisasi Perpajakan terhadap

penerimaan BPHTB. Implikasi yang didapat melalui penelitian ini adalah agar

tercapainya target Penerimaan BPHTB maka tidak terlepas dari cara Pelaksanaaan

Pemungutan BPHTB yang dilakukan dengan baik dan Pelaksanaan Peningkatan

Sosialisasi Perpajakan. Serta peran WP dalam meningkatkan kesadaran dan

kepatuhan menjalankan kewajiban perpajakannya.

Bentuk atau cara Pemungutan yang dilaksanakan dapat dilakukan dengan

memberikan pelayanan, pemeriksaan, penagihan dan koordinasi agar WP

melakukan kewajiban pajaknya secara benar. Sedangkan Sosialisasi yang

dilaksanakan dapat dilakukan dengan penyuluhan, seminar, iklan, pembagian

brosur ataupun terlibat dalam suatu kegiatan (event), keterlibatan komunitas,

pencantuman identitas yang diusahakan atau diupayakan dengan lebih menarik,

tidak kaku dan komukatif.

Namun untuk meningkatkan Penerimaan BPHTB tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor Pelaksanaan Pemungutan BPHTB dan Sosialisasi Perpajakan, tetapi

juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam

penelitian ini. Seperti perlu diupayakannya profesionalisme serta integritas para

aparat pajak, tingkat pendidikan para WP ataupun faktor kualitas pelayanan publik

yang dirasakan WP, sehingga KP PBB dapat memberikan pelayanan kepada

masyarakat dengan lebih baik dan pengurusan pajak menjadi lebih efektif dan

efisien serta WP lebih mudah dalam mengurus kewajiban pajaknya. Dan

diharapkan juga tumbuh WP dan calon-calon WP yang menjadi tumpuan harapan

peningkatan Penerimaan Perpajakan dimasa sekarang dan masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid MS. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah, Grafika Karya Utama, Jakarta, 2004, Cetakan ke-1.

Anies S. Basalamah. ”Perilaku Organisasi, Memahami dan Mengelola Aspek

Humaniora Dalam Organisasi ”, Edisi ke-3, Usaha Kami, Depok, 2004. Anton Dajan. “Pengantar Metode Statistik”, Cetakan ke-8, LP3ES, Jakarta, 1996. Azhari A. Samudra. “Tax Socialization”, Indonesia Tax Review III, Edisi 41,

2004. Berita Pajak Nomor 1570/ Tahun XXXIV/ 1 September 2006. Eko Lasmana. “Sistem Perpajakan di Indonesia”, Penerbit Prima Campus

Grafika, Edisi 2, Jakarta, 1994. Erly Suandy. ”Hukum Pajak”, Salemba Empat, Jakarta, 2005. Hilarius Abut. “Perpajakan”, Penerbit Diadit Media, Edisi 1, Jakarta, 2001. Husein Umar. “Metode Riset Bisnis”, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta,

2003. Marihot P. Siahaan. ”Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan

Praktek”, PT. Raja Grafindo Perkasa, Edisi 1, Cetakan ke-1, Jakarta, 2003. Munawir. “Perpajakan”, Penerbit Liberty, Edisi 5, Cetakan ke-4, Yogyakarta,

2000. Rimsky K. Judisseno. “Perpajakan” PT. Gramedia, Cetakan ke-4, Jakarta, 2001.

Riyadulzanah. ”Analisis Realisasi Anggaran BPHTB Pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Tangerang Dua”, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2005.

Sadono Sukirno. “Pengantar Toeri Makro Ekonomi”, Edisi 2, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1994. Singgih Santoso. ”Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik”, Cetakan ke-4, PT.

Alex Media Komputindo, Jakarta, 2000. Siregar, Baldric, dan Bonni Siregar. “Akuntansi Pemerintahan dengan Sistem

Dana”, STIE YKPN, Yogyakarta, 2000. Siti Resmi. “Perpajakan”, Buku 1, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta, 2005. Soejono Soekonto. “Sosiologi Suatu Pengantar”, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2002. Sugiyono. ”Metodologi Penelitian Bisnis”, CV ALFABETA, Jakarta, 2006. Waluyo dan Irawan B. “Perpajakan Indonesia”, Cetakan ke-4, Salemba Empat,

Jakarta, 2000.