Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi
saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini
menyebabkan produksi mucus yang berlebihan dan menumpuk,
penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus. Asma
terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap
berbagai jenis iritan di jalan nafas. Faktor risiko untuk salah satu jenis
gangguan hiper responsive ini adalah riwayat asma atau alergi dalam
keluarga yang mengisyaratkan adanya kecenderungan genetic. Pajanan
yang berulang-ulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan
iritan, kemungkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat
meningkatkan risiko penyakit ini (Elizabeth, 2009). Meskipun banyak
keistimewaan dalam diagnosis dari asma pada anak dan dewasa ada juga
perbedaan yang penting. Perbedaan diagnosis, sejarah dari wheezing,
kemampuan untuk menunjukkan pemeriksaan yang pasti, hasil
diagnostic, semuanya dipengaruhi oleh umur (Suriviana,2005).
Asma memang dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi
pada anak-anak, terutama pada anak usia mulai 5 tahun. Beberapa anak
menderita asma sampai mereka dewasa, namun dapat disembuhkan. Lebih
dari 6% anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75% meningkat akhir-
akhir ini. Stimulasi pada asma awitan seringkali terjadi dikaitkan dengan
riwayat alergi yang memburuk. Infeksi pernafasan atas yang berulang
juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi
pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja. Gejala yang
sering dialami anatra lain wheezing, batuk, kesulitan bernafas, chest
tightness. Pada anak-anak gejala tersebut berhubungan dengan infeksi
1
saluran nafas atas tanpa disertai adanya gejala yang mendetail (Eni,
2009).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis pada Asma Bronkhial Pada Anak?
2. Bagaimana konsep keperawatan pada Asma Bronkhial Pada Anak?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mengerti tentang Asma Bronkhial Pada Anak dan mengerti
tentang cara penanganan serta konsep asuhan keperawatan pada penyakit
Asma Bronkhial Pada Anak ini.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi Asma Bronkhial Pada Anak
b. Untuk mengetahui klasifikasi Asma Bronkhial Pada Anak
c. Untuk mengetahui etiologi Asma Bronkhial Pada Anak
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis Asma Bronkhial Pada Anak
e. Untuk mengetahui patofisiologi Asma Bronkhial Pada Anak
f. Untuk mengetahui penyimpanan KDM Asma Bronkhial Pada Anak
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan Asma Bronkhial Pada Anak
h. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Asma Bronkhial Pada Anak
i. Untuk mengetahui komplikasi Asma Bronkhial Pada Anak
j. Untuk mengetahui pengkajian pada Asma Bronkhial Pada Anak
k. Untuk mengetahui analisa data pada Asma Bronkhial Pada Anak
l. Untuk mengetahui intervensi pada Asma Bronkhial Pada Anak
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Asma Bronkhial Pada Anak
Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat
paparan terhadap suatu zat iritan atau alergan. (Margaret Varnell Clark,
2013)
Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas
pendek, wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang
bengkak didalam bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama
disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. Kedu, asap rokok
dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia,
2007)
Asma bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan
serangan berulang kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas
oleh karena peningkatan ketahananaliran udara melalui pernafasan
bronkeolus. (sport science and medicine, 2007)
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa asma
bronkial adalah penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan
bronkiolus yang bersifat reversible dan disebabkan oleh berbagai
penyebab seperti infeksi, alergi dan lain-lain.
B. Klasifikasi Asma Bronkhial Pada Anak
Dalam GINA (Global Initiative Asthma) 2006 asma
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat penyakit terhadap aliran
udara di saluran napas.
3
1. Klasifikasi berdasarkan etiologi menurut GINA :
a. Asma intrinsik (cryptogenic)
Ditandai dengan mekanisme yang bersifat non-alergik yang
beraksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau yang tidak
diketahui, seperti udara dingin.
b. Asma ekstrinsik
Penyakit asma yang berhubungan dengan atropi, predisposisi
genetik yang berhubungan langsung dengan IgE sel mast dan respon
eosinofil terhadap allergen yang umum. Ditandai dengan reaksi
alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi,
seperti tepung sari, jamur, debu, bulu binatang, dan obat-obatan.
2. Pembagian derajat penyakit asma menurut Phellen dkk (dikutip
dari Konsesus Pedriatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi
ini membagi asma menjadi tiga, yaitu sebagi berikut:
a. Asma episodic jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya
serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa
hari, jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung kurang dari 3-4 hari, sedang batuk-batuknya dapat
berlangsung 10 – 14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya, eksim
jarang terdapat pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya
baik, diluar serang tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70 – 75 %
4
dari populasi asma anak.
b. Asma episodic sering
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum
3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran
nafas akut. Pada umur 5 – 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi
yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan
udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyak yang tidak jelas
pencetusya. Frekwensi serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun, tiap serangan
beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekwensi serangan paling
tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pad golongan lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik ataui persisten.
Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan
mengi yang akan mengganggu tidurnya. Pemeriksaan fisik di luar
serangan tergantung frekwensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari
1 – 2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay Fever dapat
ditemukan pada golongan asma kronik atau persisten. Gangguan
pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini merupakan 2-0 % dari
populasi asma pada anak.
c. Asma persisten
Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum
umur 6 bulan; 75 % sebelum umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak
terdapat mengi yang lama pada dua tahun pertama, dan 50 % sisanya
serangannya episodik. Pada umur 5 – 6 tahun akan lebih jelas terjadinya
obstruksi saluran nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi
setiap hari; malam hari terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik
sering menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang
berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.
Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat,
hanya sesak sedikit dan mengi sepanjang waaktu. Biasanya setelah
mendapatkan penangan anak dan orang tua baru menyadari mengenai
5
asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas mencapai
puncakya pada umur 8 – 14 tahun, baru kemudian terjadi perubahan,
biasanya perbaikan. Pada umur dewasa muda 50 % golongan ini tetap
menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas
mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang
normal; dapat terjadi perubahan bentuk thoraks seperti dada burung
(Pigeon Chest), Barrel Chest dan terdapat sulkus Harison. Pada
golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan yakni, bertubuh kecil.
Kemampuan aktivitas fisik kurang sekali, sering tidak dapat melakukan
olah raga dan kegiatan lainya. Juga sering tidak masuk sekolah hingga
prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada mengalami gangguan
psiko sosial.
C. Etiologi Asma Bronkhial Pada Anak
1. Alergen
Alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak dengan
asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor
yang penting. Bila tingkat hiper reaktivitas bronchus tinggi, diperlukan
jumlah allergen yang sedikit dansebaliknya jika hiper reaktivitas rendah
diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan
asma.Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan
bahan alergen berhubungan dengan umur. Bayidan anak kecil sering
berhubungan dengan sisi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau
bulu binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya
umur makin banyak jenis allergen pencetusnya. Asma karena makanan
sering terjadi pada bayi dan anak kecil.
2. Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus para
influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis dan
streptokokus, jamur, misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.
6
3. Iritan.
Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari
cat, SO2 dan polutan udara lainya dapat memacu serangan asma. Iritasi
hidung dan batuksendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
4. Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban
udara berhubungan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu
serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat
merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat
rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran nafas.
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat
memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika dapat
memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan
sangat kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui
persolan yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri / keluarganya
akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap
adanya serangan atau hari depan anak juga dapat memperberat serangan
asma.
Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan
misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering disertai pencetus non
allergen yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan. Faktor
pencetus adalah alergen dan infeksi; diduga infeksi virus memperkuat
reaksi pencetus alergenik maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi
pada seorang anak setelah mendapat infrksi virus pada saluran nafas atas
kemudian berlari-lari pada udara dingin.
7
D. Manifestasi Klinis Asma Bronkhial Pada Anak
Tanda dan gejala asma dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus
atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetepi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanay penderita nmerasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh
.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah8
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberpa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal
Selain itu gejala klinis asma yaitu :
Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori
pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.
Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan
nafas sempit.
Tachypnea, orthopnea.
Diaphoresis
Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
Fatigue.
Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan
bicara.
Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat
ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi
hipersonor.
Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin
sianosis.
X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”
9
E. Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang
masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, alergen tersebut dipresentasikan
ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya
interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada
seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada
dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan
influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan
kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.
Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator
kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (
SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akan menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang
kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas
kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut
menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata
dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
10
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap
yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S.
1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik
(atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus
spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu
binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang
lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan
mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik
yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain.
( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan
kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan
berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka
duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru.
Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas
karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal
dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen
daniel,1991 ).
11
F. Pathway Asma Bronkhial Pada Anak
12
Alergen/non allergen
Perubahan status kesehatan
Kurangnya informasi tentang penyakitnya
Mekanisme koping tidak efektif
KECEMASAN
Brochopasme
Ventilasi menurun
Gangguan perfusi jaringan
Hipoksia
Metabolisme menurun
DEFISIT PERAWATAN
DIRI
Merangsang respon imun untuk menjadi aktif
Merangsang Ig E
Menempel pada sel mast
Pelepasan histamin,bradikinan,dan
prostaglandin
Pembentukan mukus
Akumulasi secret di trachea dan
BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF
Sesak
dispnea
INTOLERANSI AKTIVITAS
Vasokontriksi otot polos
Bronkho kontriksi dan edema
Bronchospasme
Obstruksi jalan nafas
GANGGUAN PERTUKARAN
GAS
Media pertumbuhan
bakteri
RESIKO TINGGI INFEKSI
Merangsang nervus
Peningkatan produksi HCL
Gastrointestinal
Mual,muntah
PERUBAHAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN
G. Penatalaksanaan Asma Bronkhial Pada Anak
1. Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun
keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya
maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
2. Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:
a. Pengobatan non farmakologik:
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan
- Fisiotherapy
- Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik:
Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi asma
antara lain:
1) Beta-2 agonis
Penggunaan:
Beta-2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan
pilihan untuk mengurangi eksaserbasi dari asma dan
mungkin bernilai bernilai sebagai profilaksis asma
yang disebabkan oleh olahraga. Semua penderita asma
harus memiliki beta-2 agonis kerja singkat, lebih
disulai yang diberikan dengan cara inhalasi.
Menurut teori, tidak seorangpun akan pernah
membutuhkannya, kecuali seperti yang digambarkan di
13
atas.
Cara pemberian:
Dapat diberikan dengan cara inhalasi yang
menggunakan aerosol atau bubuk kering atau nebulizer
atau dengan tablet, sirup, atau injeksi.
2) Teofilin
Penggunaan:
Jangkauan terapinya yang sempit dan risiko dari
efeknya yang merugikan dan membatasi kegunaannya.
Formulasi kerja panjang adalah efektif untuk menekan
gejala yang timbulnya pada malam hari. Seringkali
diberikan untuk asma pada masa kanak- kanak.
Cara pemberian:
Dapat diberikan melalui parenteral untuk mengakhiri
asma akut yang berat, dimana sebaiknya dilakukan di
bawah pengawasan EKG. Dapat diberikan melalui oral,
rectal, atau parenteral. Dua cara yang terakhir tidak
dianjurkan untuk penggunaan yang rutin. Kerugiannya
yang utama adalah bahwa obat ini tidak dapat
diberikan dengan cara inhalasi.
3) Antikolinergik
Penggunaan:
Sebagai suatu alternative bila seorang penderita
asma sangat sensitive terhadap beta antagonis. Dapat
mempunyai efek tambahan bila diberikan nebulizer
bersama-sama dengan suatu beta antagonis pada
keadaan asma akut. Dapat digunakan pada bayi berusia
sangat muda dan pada macam-macam penyakit
obstruksi jalan nafasparsial yang reversible pada usia
pertengahan akhir sampai usia lanjut.
Cara pemberian:
14
Hanya dengan cara inhalasi. Efek samping yang tak
dikehendaki dapat terjadi pada preparat-preparat oral.
Diberikan melalui inhaler atau nebulizasi.
4) Kortikosteroid
Penggunaan:
Inhalasi:
Pada asma kronik, kotikosteroid digunakandalam dosis
yang rendah untuk menagani asma ringan dan sedang
dan dengan dosis yang lebih tinggi untuk asma yang
lebih berat. Kortikosteroid juga mengendalikan
inflamasi yang mendasari dan dengan demikian dapat
mengurangi keparahan dan frekuensi dari serangan yang
akut.
Oral:
Pada asma akut, pemberian yang dini dari
kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas
dari eksaserbasi dan menurunkan kebutuhan akan
opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan). Jadi,
pada dosis yang tinggi kortikosteroid sangat bermanfat
untuk mengobati eksaserbasi akut yang berat. Pada
asma kronik, kortikosteroid mungkin diperlukan untuk
digunakan dalam jangka lama dengan dosis rendah
untuk menangani asma yang sangat berat.
Cara pemberian: inhalasi; dengan aerosol, bubuk
atau nebulizer. Oral; intravena.
5) Disodium kromoglikat dan Sodium
nedokromil
Penggunaan:
Hanya sebagai terapi pencegahan. Profilaksis terhadap
gejala-gejala yang ditimbulan oleh olahraga.
Cara pemberian:
15
Dengan cara inhalasi; aerosol, bubuk kering
(hanya kromoglikat), nebulizasi.
6) Beta agonis kerja panjang
Penggunaan:
Bila pengawasan terhadap gejala tetap jelek walaupun
menggunakan agens anti- inflamasi inhalasi, atau
sebagai suatu alternative untuk meningkatkan dosis
steroid inhalasi pada mereka yang mempunyai masalah
dengan pengobatan ini, atau dimana gejala-gejala pada
malam hari lebih menonjol, namun pengontrolan
terhadap asma sebaliknya memuaskan. Beta agonis
kerja panjang diberikan untuk memberikan efek
perlindungan terhadap bronkospasme dan sebaiknya
tidak digunakan untuk menghilangkan mengi akut
dengan segera, dimana untuk hal ini beta agonis
inhalasi kerja singkat adalah lebih efektif.
Cara pemberian:
Dengan cara inhalasi (aerosol atau bubuk); dan oral.
Jenis Terapi Inhalasi:
Pemberian aerosol yang ideal adalah alat yang
sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif
mencapai saluran respiratorik bawah, hanya sedikit
yang tertinggal di saluran respiratorik bawah, hanya
sedikit yang tertinggal di saluran respiratorik atas serta
dapat digunakanoleh anak, orang cacat atau orang
tua. Namun dalam keadaan ideal tersebut tidak dapat
sepenuhnya tercapai dengan adanya beberapa
keuntungandan kerugian masing-masing jenis alat
terapi. Terapi inhalsi dapat diberikan dengan inheller
dosis terukur (metered dose inhaler = MDI), MDI
dengan bantuan spacer, nebulizer, intermitten positive
16
pressure breathing, rotahaler, atau diskhaler. Di bawah
ini akan diuraikan mengenai beberapa alat terapi
inhalasi.
Usia
Sistem Pemberian Inhalasi
Pengobatan Pengobatan
pencegahan
<2 Nebulizer
Masker wajah dan pengatur bervolume
besar atau kira-kira separuh dari
pengatur tanpa masker.
Salbutamol
Terbutalin
Kromoglikat
Beklometason
dipropionat
2 – 4 Aerosol dosis terukur dengan pengatur
bervolume besar Nebulizer untuk
keadaan darurat.
Salbutamol
Terbutalin
Kromoglikat
Beklometason
dipropionat
4 – 8 Alat bubuk kering Aerosol dosis terukur
dengan pengatur bervolume besar untuk
keadaan darurat.
Salbutamol
Terbutalin
Kromoglikat
Beklometason
dipropionat
>8 Alat bubuk kering Inhaler dosis terukur
Autohaler.
Salbutamol
Terbutalin
Kromoglikat
Beklometason
dipropionat
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru ini terutama bermanfaat bila ada
manifestasi gejala asma yang tidak khas. Kebanyakan uji paru
mengevaluasi satu atau lebih aspek fungsi paru, yaitu: volume paru,
fungsi jalan napas, pertukaran gas. Pengukuran volume paru bermanfaat
pada paru restriktif seperti kelemahan otot napas, deformitas dinding
17
dada, atau penyakit interstitial paru, serta pada beberapa anak dengan
kelainan obstruksi jalan napas.
Pada uji fungsi jalan nafas, hal yang paling penting adalah
melakukan maneuver ekspirasi paksa secara maksimal. Hal ini terutama
berguna bagi penyakit dengan pbstruksi jalan napas misalnya asma dan
fibrostik kistik (Nastiti, 2008).
Untuk mengevaluasi gejala asma di rumah, tersedia peak
flowmeter. Dengan alat peak flowmeter, FEV (forced flow rate)
maksimum, yang juga disebut peak flow, diukur selama serangan dan
selama waktu diantara episode asmatik. Nilai FEV terbaik yang diukur
sendiri oleh penderita dibandingkan dengan yang dihasilkan selama
serangan, individu atau anggota keluarga dapat mengenali gejala ringan
versus gejala sedang atau berat yang memburuk. Intervensi terpeutik atau
darurat dapat segera diberikan.
Individu yang memiliki asam biasanya memperlihatkan pola
diunal, dengan hasil peak flow meter lebih buruk secara bermakna pada
jam-jam awal setelah tengah malam dibandingkan dengan siang hari
menjelang sore. Hal ini mungkin berhubungna dengan perburukan gejala
karena terpajan udara malam yang dingin, atau berhubungna dengan
perubahan hormone diurnal seperti kortisol, yang diketahui member efek
reaksi inflamasi.
Asma didiagnosis menggunakan spirometri, alat yang mengukur
dan mengidentifikasi penurunan kapasitas vital dan penurunan laju aliran
ekspirasi puncak (maksimum). Selama serangan asmatik, volume
ekspirasi maksimum dan laju
maksimum ekspirasi menurun (Elizabeth, 2009).
2. Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas
Pengukuran ini sensitive terhadap asma, tetapi spesifitasnya
renah. Hasil yang negative dapat membantu menyingkirkan diagnose
asma persisten, sedangkanhasil positif tidak selalu berarti bahwa pasien
tersebut memiliki asma. Hal ini disebabkan karena hiperrektivitas
18
saluran napas juga terdapat pad paien rhinitis alergi dan kondisi lain
seperti fibrosis kistik, bronkiektasis, dan penyakit paru obstruktif (Nastiti,
2008).
3. Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif
Penilaian terhadap inflamasisaluran napas atas akibat asma dapat
dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil spuntum, baik yang spontan
maupun yang diinduksi denagn garam hipertonik. Selain itu, pengukuran
kadar NO ekshalasi juga merupakan cara menilai petanda inflamasi yang
noninvasive. Walupun pada pasien asma (yang tidak menerima
kortikosteroid inhalasi) didapatkan eosinofil pada spuntum dan
peningkatan kadar NO ekshalasi dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita asma, hasil ini tidak spesifik untuk asma dan belum terdapat
penelitian yang menyatakan bahwa hal ini dapat membantu dalam
diagnose asma (Nastiti, 2008).
4. Penilaian status alergi
Penilaian status alergi denagn kulit atu pemeriksaan IgE spesifik
dalam serum membantu menentukan faktor risiko atau pencetus asma.
Tes alergi untuk kelompok usia <5 tahun dapat digunakan untuk hal-hal
berikut ini: menentukan apakah ada atopi, menentukan manipulasi
lingkungan, memprediksi prognosis anak dengan mengi (Nastiti, 2008).
5. Saturasi hemoglobin dengan oksigen (saturasi oksigen) mungkin
diukur untuk mengetahui bagaimana darah teroksigenasi dengan baik
pada individu yang memperlihatkan gejala asmatik. Teknik ini
menempatkan sensor di jari dan mendapatkan informasi dengan
menilai warna darah mengalir di dalamnya. Hemoglobin yang tidak
tersaturasi berwarna lebih gelap dibandingkan yang tersaturasi. Alat ini
muda digunakan dalam tatanan klinis dan memberi petunjuk cepat
kemampuan pasien untuk mengalirkan udara (Elizabeth, 2009).
\
19
I. Komplikasi Asma Bronkhial Pada Anak
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu:
Atelektasis
Emfisema dengan hiperinflasi kronis
Pneumothoraks
Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis
Bronkhitis
Aspergilosis bronkopulmoner alergik
Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999; 34)
20
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Pengkajian
Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma, meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
a. Identitas klien/biodata
1) Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk RS
dan tanggal pengkajian
2) Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
b. Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau
tanpa produksi mucus; sering bertambah berat saat malam hari atau
dini hari sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya berat
maka gejala yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran seperti
mengantuk, bingung, saat serangan asma, kesulitan bernafas yang
hebat, takikardia, kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas,
berkeringat. (Margaret Varnell Clark, 2013)
c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa
ditemukan menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau
paliatif/provokative merupakan hal atau faktor yang
mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau
meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan atau penyakit
21
yang dirasakan, R atau region adalah daerah atau tempat
dimana keluhan dirasakan, S atau severity adalah derajat
keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut, T atau time
adalah waktu dimana keluhan dirasakan, time juga
menunjukan lamanya atau kekerapan
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui
sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit
sekarang. Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat
perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan riwayat operasi.
Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang
pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit
sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau penyakit
serupa pengobatan yang dilakukan
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan asma pada anak, riwayat penyakit
keturunan atau bawaan seperti asma, diabetes melitus, dan
lain-lain.
4) Genogram
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran
pola asuh klien
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre
natal, natal, dan post natal.
- Prenatal
Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan yang
dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat proses
persalinan, serta jumlah pemeriksaan kehamilan yang
dilakukan ibu pasien
- Intra natal
22
Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah persalinan
secara normal atau memerlukan bantuan alat operasi dan
bagaimana keadaan bayi saat di lahirkan (langsung
menangis atau tidak)
- Post natal
Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah mendapat
ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta bagaimana refleks
menghisap atau menelan
6) Riwayat imunisasi dan pemberian makan
- Riwayat imunisasi
Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi
BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak
belum mendapat imunisasi tanyakan dan catat imunisasi apa
saja yang sudah dan belum didapat serta tanyakan alasannya.
Tabel 2.1
Jadwal Imunisasi Yang Dianjurkan
Jenis
vaksin
Bulan Tahun
Lhr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 1
8
BCG 1
Hepatitis B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 6
DPT 1 2 3 4 5
Campak 1 2
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
23
Rotavirus 1 2 3
Influenza Diberikan setiap tahun
Varisela Di berikan 1x
MMR 1 2
Thypoid Ulangan tiap 3 tahun
Hepatitis A 2x, interval 6-12 bulan
HPV 3x
Sumber: (http://jadwalimunisasi.blogspot.com. Dibuka 9
Maret 2016)
- Riwayat pemberian makan
Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa diberikan
makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa jenis, porsi dan
frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang
lebih disukai oleh anak.
7) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengkajian riwayat pertumbuhan meliputi diantarnya meliputi:
- Berat badan sebelum sakit sampai saat sakit rata-rata berat
badan pada bayi bertambah 8.900-7.100 gram, dan tinggi
badan rata-rata bayi bertambah 2 cm.
- Pengkajian perkembangan meliputi:
Personal sosial: Dada dengan tangan, tepuk tangan
Motorik halus: Menaruh kubus dalam cangkir, membentuk 2
kubus, memegang icik-icik
Motorik kasar: Duduk, merangkak, berdiri berpegangan
Bahasa: Mengoceh, menirukan kata-kata, menoleh kearah suara
8) Pola kebiasaan
Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pola nutrisi
24
Nafsu makan anak pada umumnya berkurang atau hilang.
Pemberian ASI dari bayi lahir sampai usia 9 bulan
b. Pola istirahat/aktivitas
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan
untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas,
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktifitas atau latihan
Tanda: Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan
umum/kehilangan massa otot
c. Pola personal hygiene
Orang tua kadang merasa takut untuk memandikan anak
yang sedang sakit, sehingga perlu dikaji kebutuhan
personal hygiene bayi
2. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah kelemahan
fisik akibat kurangnya nafsu makan, gelisah, kesulitan bernafas,
kesulitan tidur, berkeringat, takikardia.
2. Tanda-tanda vital
Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran normal
3. Antropometri
Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan penurunan
berat badan dari normal.
Head to toe
- Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala
pasien, lingkar kepala. Pada asma tidak ditemukan masalah
pada saat dilakukan pemeriksaan kepala.
25
- Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati
kelopak mata terhadap penetapan yang tepat, periksa alis mata
terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan rambutnya, amati
distribusi dan kondisi bulu matanya, bentuk serta amati ukuran
iris apakah ada peradangan atau tidak, kaji adanya oedema
pada mata. Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat
dilakukan pemeriksaan mata.
- Hidung
Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping
hidung
- Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah, dan palatum terhadap
kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati adanya bau,
periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk, periksa gigi
terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi faring menggunakan
spatel lidah. Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas
barbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan
- Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan atau
pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan ciri-ciri
yang tidak normal, periksa saluran telinga luar terhadap
hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel
apakah ada nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang
menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri
tekan atau tidak
26
- Leher
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang penuh,
periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar getah bening,
lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar tiroid
- Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding
dada kedalam, amati jenis pernafasan, amati gerakan
pernafasan dan lama inspirasi serta ekspirasi, lakukan perkusi
diatas sela iga, bergerak secara simentris atau tidak dan lakukan
auskultasi lapang paru
- Abdomen
Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring terlentang,
periksa warna dan keadaan kulit abdomen, amati turgor kulit.
Lakukan auskultasi terhadap bising usus serta perkusi pada
semua area abdomen
- Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari,
apakah terdapat sianosis pada ujung jari, adanya oedema, kaji
adanya nyeri pada ekstremitas
- Genetalia dan anus
Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi ukuran
genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-tanda
pembangkakan, periksa anus adanya robekan, hemoroid, polip
27
Pengkajian per sistem :
Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea,
barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan,
Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi
hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah
sedang, ronchi kering musikal.
Sistem Cardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan
kesadaran : gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor →
coma.
Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang
kurang akibat sesak nafas.
Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi
terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.
Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak
nafas
28
Contoh Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1
DS:
Orang tua klien mengatakan
bahwa anaknya mengeluh
batuk
DO:
- Klien kesulitan untuk
berbicara
- Gelisah
- Suara napas tambahan
(wheezing)
Peningkatan
produksi sekret
Ketidak
efektifan
bersihan jalan
nafas
2
DS:
Orang tua klien mengatakan
bahwa anaknya mengeluh
sulit bernafas/sesak
DO:
- Takikardi
- Napas cuping hidung
Obstruksi jalan nafasgangguan
pertukaran gas
3
DS:
Orang tua klien mengatakan
bahwa anaknya mengeluh
cepat lelah
DO:
- Klien tampak lemah
- Klien tampak pucat
ketidakseimbangan
antara suplai dengan
kebutuhan O2
Intoleransi
aktivitas
29
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi sekret
ditandai dengan :
DS:
- Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh batuk
DO:
- Klien kesulitan untuk berbicara
- Gelisah
- Suara napas tambahan (wheezing)
2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi jalan nafas di tandai dengan
DS:
- Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh sulit
bernafas / sesak
DO:
- Takikardi
- Napas cuping hidung
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan O2 berhubungan dengan
DS:
- Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh cepat lelah
DO:
- Klien tampak lemah
- Klien tampak pucat
30
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Ketidak efektifan
pmbersihan jalan
nafas
Setelah dilakukan perawatan
perawatan selama 2x24 jam
klien menunjukan pembersihan
jalan napas yang efektif
Dengan Kriteria Hasil :
- klien akan bernapas
dengan mudah tanpa
dyspnea
- frekuensi dan irama
pernapasan normal
- klien tampak tenang
1. Auskultasi bunyi nafas
dan catat adanya
abnormalitas, bunyi
napas seperti mengi
2. Kaji/pantau frekuensi
pernapasan, catat rasio
inspirasi/ekspirasi
3. Catat adanya derajat
1. Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
dengan adanya napas yang
abnormal
2. Takipnea biasanya ada
pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama
stress/adanya proses infeksi
akut
31
dyspnea, distress
pernapasan,
penggunaan otot bantu
pernapasan
4. Tempatkan anak pada
posisi yang nyaman,
seperti meninggikan
kepala tempat tidur
5. Pertahankan polusi
lingkungan. Contoh:
debu, asap dll.
6. Berikan obat
bronkodilator sesuai
indikasi
3. Disfungsi pernafasan
adalah variable yang
tergantung pada tahap proses
akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit
4. Peninggian kepala tempat
tidur memudahkan fungsi
pernapasan dengan
menggunakan gravitasi
5. Pencetus tipe alergi
pernapasan dapat
menimbulkan episode akut
6. Merelaksasikan otot halus
dan menurunkan spasme jalan
32
napas, mengi dan produksi
mukosa
Gangguan pertukaran
gas
Setelah dilakukan perawatan
selama 2x24 jam gangguan
pertukaran gas akan berkurang.
Dengan kriteria hasil :
- Tidak terdapat dipsnue
- Tidak terdapat
pernapasan cuping
hidung
- Irama pernapasan
normal
1. Kaji/awasi secara rutin
kulit dan membran
mukosa
2. Palpasi fremitus
3. Awasi tanda vital dan
irama jantung
4. Posisikan pasien pada
posisi yang nyaman
1. Melihat adanya sianosis
perifer atau sentral
2. Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumpulan
cairan/udara
3. Takikardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung
4. Meningkatkan pertukaran
gas yang optimal
33
5. Berikan O2 sesuai
indikasi
5. Memperbaiki atau mencegah
memburuknya hipoksia
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan perawatan
selama 2x24 jam klien dapat
menoleransi aktifitas yang
biasa dilakukan
Dengan criteria hasil :
- Aktifitas pasien dapat
kembali normal
- Pasien dapat
menyeimbangkan aktifitas
dan istirahat
1. Dorong aktivitas
yang sesuai dengan
kondisi dan
kemampuan pasien
2. Beri kesempatan
anak untuk tidur,
istirahat dan aktivitas
yang tenang
3. Memberi rasa
keamanan,stabilisasi,
pemulihan,dan
pemeliharaan pasien
1. Mengurangi penggunaan
energi yang berlebihan
2. Menghindari keletihan
pada pasien
3. Meningkatkan perasaan
nyaman dalam diri anak
selama menjalani
perawatan
34
yang mengalami
disfungsi alam
perasaan baik depresi
maupun peningkatan
alam perasaan
4. Bantu pasien untuk
mengubah posisi secara
berkala
bersandar,berdiri,duduk
dan ambulasi sesuai
toleransi
5. Ajarkan tentang
pengaturan aktifitas
dan teknik manajemen
4. Menghindari keterbatasan
gerak pada anak
5.Kemampuan mengatur aktivitas
yang sesuai bermanfaat untuk
mencegah kelelahan
35
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktifitas terhadap rangsangan tertentu,yang menyebabkan
peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara
Menurut The Lung Association ada dua factor yang menjadi pencetus
asma :
Pemicu [trigger] yang mengkibatkan terganggunya saluran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi) tetapi tidak dapat peradangan,seperti:
Perubahan cuaca dan suhu udara
Rangsang sesuatu yang bersifat alergi,misalnya asap rokok,serbuk
sari,debu,bulu binatang.
Infeksi saluran pernapasan
Gangguan emosi
Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan
Asma memiliki ciri khusus :
Sesak napas pada asma khas disertai suara mengi akibat kesulitan ekspirasi
Pada auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi memanjang
Keadaan sesak hebat yang di tandai dengan giatnya otot-otot bantu
pernapasan dan sianosis dikenal dengan status asmatikus yang dapat
berakibat fatal
Dipsnue dipagi hari dan sepanjang malam,sesuda latihan fisik(terutama
saat cuaca dingin),berhubungan dengan paparan terhadap alergi seperti
bulu binatang
Diagnosis asma kadang-kadang dapat di tegakan atas dasar anamnesis dan
auskulstasi.Wheezing di akhir ekspirasi hampir selalu merupakan tanda penyakit
paru obsttuktif seperti asma.Pada asma ringan,auskulstasi hamper selalu normal
37
bila pasien asimtomatik.
B. Saran
Sebagai seorang perawat seharusnya dapat memberikan asuhan
keperawatan secara intensif mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
dan intervensi pada pasien dengan Asma Bronkhial Pada Anak.
38
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Crockett, Antony. 1997. Penanganan Asma dalam Perawatan Primer. Jakarta: Hipokrates
Doenges, E. Mari Lynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC Jordan, Sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC
Leafant, Claude. 2001. Asthma and Respiratory Infections. United States of America: Inc.Rights Reserved
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika
Rahajoe, Nastiti N. 2008. Buku Ajar Respirologi anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Sundaru, Heru. Asma. h t t p ://m e d i ca s t o re . c o m/ a s m a / , diakses pada tanggal 10 Maret 2016
Suriviana. Penyakit Asma pada Anak. h tt p :// www. i n f o i bu. c o m/m od.ph p ? m od = pub li sh er & o p =v i e w ar ti c l e & a r ti d = 78 , diakses pada tanggal 10 Maret 2016
Ward, Jeremy. 2007. Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga
39