39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mucus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus. Asma terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai jenis iritan di jalan nafas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper responsive ini adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga yang mengisyaratkan adanya kecenderungan genetic. Pajanan yang berulang-ulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan iritan, kemungkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan risiko penyakit ini (Elizabeth, 2009). Meskipun banyak keistimewaan dalam diagnosis dari asma pada anak dan dewasa ada juga perbedaan yang penting. Perbedaan diagnosis, sejarah dari wheezing, kemampuan untuk menunjukkan pemeriksaan yang pasti, hasil diagnostic, semuanya dipengaruhi oleh umur (Suriviana,2005). Asma memang dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama pada anak usia mulai 5 tahun. Beberapa anak menderita asma sampai mereka dewasa, namun dapat disembuhkan. Lebih dari 6% anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75% meningkat akhir- akhir ini. Stimulasi pada asma awitan seringkali terjadi dikaitkan dengan riwayat alergi yang memburuk. Infeksi pernafasan atas yang berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja. Gejala yang sering dialami anatra lain wheezing, batuk, kesulitan bernafas, chest tightness. Pada anak-anak gejala tersebut berhubungan dengan infeksi 1

Asuhan Keperawatan Asma Bronkhial Pada Anak

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi

saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini

menyebabkan produksi mucus yang berlebihan dan menumpuk,

penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus. Asma

terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap

berbagai jenis iritan di jalan nafas. Faktor risiko untuk salah satu jenis

gangguan hiper responsive ini adalah riwayat asma atau alergi dalam

keluarga yang mengisyaratkan adanya kecenderungan genetic. Pajanan

yang berulang-ulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan

iritan, kemungkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat

meningkatkan risiko penyakit ini (Elizabeth, 2009). Meskipun banyak

keistimewaan dalam diagnosis dari asma pada anak dan dewasa ada juga

perbedaan yang penting. Perbedaan diagnosis, sejarah dari wheezing,

kemampuan untuk menunjukkan pemeriksaan yang pasti, hasil

diagnostic, semuanya dipengaruhi oleh umur (Suriviana,2005).

Asma memang dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi

pada anak-anak, terutama pada anak usia mulai 5 tahun. Beberapa anak

menderita asma sampai mereka dewasa, namun dapat disembuhkan. Lebih

dari 6% anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75% meningkat akhir-

akhir ini. Stimulasi pada asma awitan seringkali terjadi dikaitkan dengan

riwayat alergi yang memburuk. Infeksi pernafasan atas yang berulang

juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi

pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja. Gejala yang

sering dialami anatra lain wheezing, batuk, kesulitan bernafas, chest

tightness. Pada anak-anak gejala tersebut berhubungan dengan infeksi

1

saluran nafas atas tanpa disertai adanya gejala yang mendetail (Eni,

2009).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep medis pada Asma Bronkhial Pada Anak?

2. Bagaimana konsep keperawatan pada Asma Bronkhial Pada Anak?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui dan mengerti tentang Asma Bronkhial Pada Anak dan mengerti

tentang cara penanganan serta konsep asuhan keperawatan pada penyakit

Asma Bronkhial Pada Anak ini.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui definisi Asma Bronkhial Pada Anak

b. Untuk mengetahui klasifikasi Asma Bronkhial Pada Anak

c. Untuk mengetahui etiologi Asma Bronkhial Pada Anak

d. Untuk mengetahui manifestasi klinis Asma Bronkhial Pada Anak

e. Untuk mengetahui patofisiologi Asma Bronkhial Pada Anak

f. Untuk mengetahui penyimpanan KDM Asma Bronkhial Pada Anak

g. Untuk mengetahui penatalaksanaan Asma Bronkhial Pada Anak

h. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Asma Bronkhial Pada Anak

i. Untuk mengetahui komplikasi Asma Bronkhial Pada Anak

j. Untuk mengetahui pengkajian pada Asma Bronkhial Pada Anak

k. Untuk mengetahui analisa data pada Asma Bronkhial Pada Anak

l. Untuk mengetahui intervensi pada Asma Bronkhial Pada Anak

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Asma Bronkhial Pada Anak

Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

adanya wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat

paparan terhadap suatu zat iritan atau alergan. (Margaret Varnell Clark,

2013)

Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas

pendek, wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang

bengkak didalam bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama

disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. Kedu, asap rokok

dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia,

2007)

Asma bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan

serangan berulang kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas

oleh karena peningkatan ketahananaliran udara melalui pernafasan

bronkeolus. (sport science and medicine, 2007)

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa asma

bronkial adalah penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan

bronkiolus yang bersifat reversible dan disebabkan oleh berbagai

penyebab seperti infeksi, alergi dan lain-lain.

B. Klasifikasi Asma Bronkhial Pada Anak

Dalam GINA (Global Initiative Asthma) 2006 asma

diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat penyakit terhadap aliran

udara di saluran napas.

3

1. Klasifikasi berdasarkan etiologi menurut GINA :

a. Asma intrinsik (cryptogenic)

Ditandai dengan mekanisme yang bersifat non-alergik yang

beraksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau yang tidak

diketahui, seperti udara dingin.

b. Asma ekstrinsik

Penyakit asma yang berhubungan dengan atropi, predisposisi

genetik yang berhubungan langsung dengan IgE sel mast dan respon

eosinofil terhadap allergen yang umum. Ditandai dengan reaksi

alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi,

seperti tepung sari, jamur, debu, bulu binatang, dan obat-obatan.

2. Pembagian derajat penyakit asma menurut Phellen dkk (dikutip

dari Konsesus Pedriatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi

ini membagi asma menjadi tiga, yaitu sebagi berikut:

a. Asma episodic jarang

Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya

dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya

serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa

hari, jarang merupakan serangan yang berat.

Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat

berlangsung kurang dari 3-4 hari, sedang batuk-batuknya dapat

berlangsung 10 – 14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya, eksim

jarang terdapat pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya

baik, diluar serang tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-

minggu sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70 – 75 %

4

dari populasi asma anak.

b. Asma episodic sering

Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum

3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran

nafas akut. Pada umur 5 – 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi

yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan

udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyak yang tidak jelas

pencetusya. Frekwensi serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun, tiap serangan

beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekwensi serangan paling

tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pad golongan lanjut kadang-kadang

sukar dibedakan dengan golongan asma kronik ataui persisten.

Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan

mengi yang akan mengganggu tidurnya. Pemeriksaan fisik di luar

serangan tergantung frekwensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari

1 – 2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay Fever dapat

ditemukan pada golongan asma kronik atau persisten. Gangguan

pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini merupakan 2-0 % dari

populasi asma pada anak.

c. Asma persisten

Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum

umur 6 bulan; 75 % sebelum umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak

terdapat mengi yang lama pada dua tahun pertama, dan 50 % sisanya

serangannya episodik. Pada umur 5 – 6 tahun akan lebih jelas terjadinya

obstruksi saluran nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi

setiap hari; malam hari terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik

sering menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang

berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.

Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat,

hanya sesak sedikit dan mengi sepanjang waaktu. Biasanya setelah

mendapatkan penangan anak dan orang tua baru menyadari mengenai

5

asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas mencapai

puncakya pada umur 8 – 14 tahun, baru kemudian terjadi perubahan,

biasanya perbaikan. Pada umur dewasa muda 50 % golongan ini tetap

menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas

mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang

normal; dapat terjadi perubahan bentuk thoraks seperti dada burung

(Pigeon Chest), Barrel Chest dan terdapat sulkus Harison. Pada

golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan yakni, bertubuh kecil.

Kemampuan aktivitas fisik kurang sekali, sering tidak dapat melakukan

olah raga dan kegiatan lainya. Juga sering tidak masuk sekolah hingga

prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada mengalami gangguan

psiko sosial.

C. Etiologi Asma Bronkhial Pada Anak

1. Alergen

Alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak dengan

asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor

yang penting. Bila tingkat hiper reaktivitas bronchus tinggi, diperlukan

jumlah allergen yang sedikit dansebaliknya jika hiper reaktivitas rendah

diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan

asma.Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan

bahan alergen berhubungan dengan umur. Bayidan anak kecil sering

berhubungan dengan sisi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau

bulu binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya

umur makin banyak jenis allergen pencetusnya. Asma karena makanan

sering terjadi pada bayi dan anak kecil.

2. Infeksi.

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang

menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus para

influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis dan

streptokokus, jamur, misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.

6

3. Iritan.

Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari

cat, SO2 dan polutan udara lainya dapat memacu serangan asma. Iritasi

hidung dan batuksendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.

4. Cuaca.

Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban

udara berhubungan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma

5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu

serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat

merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat

rentan terhadap kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran nafas.

Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat

memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika dapat

memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

7. Faktor psikis.

Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan

sangat kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui

persolan yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri / keluarganya

akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap

adanya serangan atau hari depan anak juga dapat memperberat serangan

asma.

Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan

misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering disertai pencetus non

allergen yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan. Faktor

pencetus adalah alergen dan infeksi; diduga infeksi virus memperkuat

reaksi pencetus alergenik maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi

pada seorang anak setelah mendapat infrksi virus pada saluran nafas atas

kemudian berlari-lari pada udara dingin.

7

D. Manifestasi Klinis Asma Bronkhial Pada Anak

Tanda dan gejala asma dapat digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan

gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun

fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus

atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.

2. Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik

tidak ada kelainan, tetepi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi

saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

3. Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada

pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.

Biasanay penderita nmerasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan

asma akan kambuh

.

4. Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah

sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.

Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala yang

makin banyak antara lain :

a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo

mastoideus

b. Sianosis

c. Silent Chest

d. Gangguan kesadaran

e. Tampak lelah8

f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5. Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat

medis beberpa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara

terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma

bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk

mengembalikan nafas ke kondisi normal

Selain itu gejala klinis asma yaitu :

Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.

Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori

pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.

Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan

nafas sempit.

Tachypnea, orthopnea.

Diaphoresis

Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.

Fatigue.

Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan

bicara.

Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.

Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat

ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi

hipersonor.

Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.

Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin

sianosis.

X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”

9

E. Patofisiologi

Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar

dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk

imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang

masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan

ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).

Setelah alergen diproses dalam sel APC, alergen tersebut dipresentasikan

ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya

interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan

membentuk imunoglobulin E (IgE).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan

dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada

seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan

alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada

dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan

influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan

kadar cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.

Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator

kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (

SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan

lain-lain. Hal ini akan menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :

kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang

kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas

kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah

semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi kelenjar

mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut

menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata

dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,

10

akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap

yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S.

1995 )

Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua

jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik

(atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus

spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu

binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang

lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan

mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan

seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik

yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain.

( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga

stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan

kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan

mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.

Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan

berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,

ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka

duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita

tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru.

Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas

karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal

dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen

daniel,1991 ).

11

F. Pathway Asma Bronkhial Pada Anak

12

Alergen/non allergen

Perubahan status kesehatan

Kurangnya informasi tentang penyakitnya

Mekanisme koping tidak efektif

KECEMASAN

Brochopasme

Ventilasi menurun

Gangguan perfusi jaringan

Hipoksia

Metabolisme menurun

DEFISIT PERAWATAN

DIRI

Merangsang respon imun untuk menjadi aktif

Merangsang Ig E

Menempel pada sel mast

Pelepasan histamin,bradikinan,dan

prostaglandin

Pembentukan mukus

Akumulasi secret di trachea dan

BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF

Sesak

dispnea

INTOLERANSI AKTIVITAS

Vasokontriksi otot polos

Bronkho kontriksi dan edema

Bronchospasme

Obstruksi jalan nafas

GANGGUAN PERTUKARAN

GAS

Media pertumbuhan

bakteri

RESIKO TINGGI INFEKSI

Merangsang nervus

Peningkatan produksi HCL

Gastrointestinal

Mual,muntah

PERUBAHAN NUTRISI

KURANG DARI KEBUTUHAN

G. Penatalaksanaan Asma Bronkhial Pada Anak

1. Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat

mencetuskan serangan asma

c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun

keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya

maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita

mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan

bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.

2. Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:

a. Pengobatan non farmakologik:

- Memberikan penyuluhan

- Menghindari faktor pencetus

- Pemberian cairan

- Fisiotherapy

- Beri O2 bila perlu

b. Pengobatan farmakologik:

Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi asma

antara lain:

1) Beta-2 agonis

Penggunaan:

Beta-2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan

pilihan untuk mengurangi eksaserbasi dari asma dan

mungkin bernilai bernilai sebagai profilaksis asma

yang disebabkan oleh olahraga. Semua penderita asma

harus memiliki beta-2 agonis kerja singkat, lebih

disulai yang diberikan dengan cara inhalasi.

Menurut teori, tidak seorangpun akan pernah

membutuhkannya, kecuali seperti yang digambarkan di

13

atas.

Cara pemberian:

Dapat diberikan dengan cara inhalasi yang

menggunakan aerosol atau bubuk kering atau nebulizer

atau dengan tablet, sirup, atau injeksi.

2) Teofilin

Penggunaan:

Jangkauan terapinya yang sempit dan risiko dari

efeknya yang merugikan dan membatasi kegunaannya.

Formulasi kerja panjang adalah efektif untuk menekan

gejala yang timbulnya pada malam hari. Seringkali

diberikan untuk asma pada masa kanak- kanak.

Cara pemberian:

Dapat diberikan melalui parenteral untuk mengakhiri

asma akut yang berat, dimana sebaiknya dilakukan di

bawah pengawasan EKG. Dapat diberikan melalui oral,

rectal, atau parenteral. Dua cara yang terakhir tidak

dianjurkan untuk penggunaan yang rutin. Kerugiannya

yang utama adalah bahwa obat ini tidak dapat

diberikan dengan cara inhalasi.

3) Antikolinergik

Penggunaan:

Sebagai suatu alternative bila seorang penderita

asma sangat sensitive terhadap beta antagonis. Dapat

mempunyai efek tambahan bila diberikan nebulizer

bersama-sama dengan suatu beta antagonis pada

keadaan asma akut. Dapat digunakan pada bayi berusia

sangat muda dan pada macam-macam penyakit

obstruksi jalan nafasparsial yang reversible pada usia

pertengahan akhir sampai usia lanjut.

Cara pemberian:

14

Hanya dengan cara inhalasi. Efek samping yang tak

dikehendaki dapat terjadi pada preparat-preparat oral.

Diberikan melalui inhaler atau nebulizasi.

4) Kortikosteroid

Penggunaan:

Inhalasi:

Pada asma kronik, kotikosteroid digunakandalam dosis

yang rendah untuk menagani asma ringan dan sedang

dan dengan dosis yang lebih tinggi untuk asma yang

lebih berat. Kortikosteroid juga mengendalikan

inflamasi yang mendasari dan dengan demikian dapat

mengurangi keparahan dan frekuensi dari serangan yang

akut.

Oral:

Pada asma akut, pemberian yang dini dari

kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas

dari eksaserbasi dan menurunkan kebutuhan akan

opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan). Jadi,

pada dosis yang tinggi kortikosteroid sangat bermanfat

untuk mengobati eksaserbasi akut yang berat. Pada

asma kronik, kortikosteroid mungkin diperlukan untuk

digunakan dalam jangka lama dengan dosis rendah

untuk menangani asma yang sangat berat.

Cara pemberian: inhalasi; dengan aerosol, bubuk

atau nebulizer. Oral; intravena.

5) Disodium kromoglikat dan Sodium

nedokromil

Penggunaan:

Hanya sebagai terapi pencegahan. Profilaksis terhadap

gejala-gejala yang ditimbulan oleh olahraga.

Cara pemberian:

15

Dengan cara inhalasi; aerosol, bubuk kering

(hanya kromoglikat), nebulizasi.

6) Beta agonis kerja panjang

Penggunaan:

Bila pengawasan terhadap gejala tetap jelek walaupun

menggunakan agens anti- inflamasi inhalasi, atau

sebagai suatu alternative untuk meningkatkan dosis

steroid inhalasi pada mereka yang mempunyai masalah

dengan pengobatan ini, atau dimana gejala-gejala pada

malam hari lebih menonjol, namun pengontrolan

terhadap asma sebaliknya memuaskan. Beta agonis

kerja panjang diberikan untuk memberikan efek

perlindungan terhadap bronkospasme dan sebaiknya

tidak digunakan untuk menghilangkan mengi akut

dengan segera, dimana untuk hal ini beta agonis

inhalasi kerja singkat adalah lebih efektif.

Cara pemberian:

Dengan cara inhalasi (aerosol atau bubuk); dan oral.

Jenis Terapi Inhalasi:

Pemberian aerosol yang ideal adalah alat yang

sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif

mencapai saluran respiratorik bawah, hanya sedikit

yang tertinggal di saluran respiratorik bawah, hanya

sedikit yang tertinggal di saluran respiratorik atas serta

dapat digunakanoleh anak, orang cacat atau orang

tua. Namun dalam keadaan ideal tersebut tidak dapat

sepenuhnya tercapai dengan adanya beberapa

keuntungandan kerugian masing-masing jenis alat

terapi. Terapi inhalsi dapat diberikan dengan inheller

dosis terukur (metered dose inhaler = MDI), MDI

dengan bantuan spacer, nebulizer, intermitten positive

16

pressure breathing, rotahaler, atau diskhaler. Di bawah

ini akan diuraikan mengenai beberapa alat terapi

inhalasi.

Usia

Sistem Pemberian Inhalasi

Pengobatan Pengobatan

pencegahan

<2 Nebulizer

Masker wajah dan pengatur bervolume

besar atau kira-kira separuh dari

pengatur tanpa masker.

Salbutamol

Terbutalin

Kromoglikat

Beklometason

dipropionat

2 – 4 Aerosol dosis terukur dengan pengatur

bervolume besar Nebulizer untuk

keadaan darurat.

Salbutamol

Terbutalin

Kromoglikat

Beklometason

dipropionat

4 – 8 Alat bubuk kering Aerosol dosis terukur

dengan pengatur bervolume besar untuk

keadaan darurat.

Salbutamol

Terbutalin

Kromoglikat

Beklometason

dipropionat

>8 Alat bubuk kering Inhaler dosis terukur

Autohaler.

Salbutamol

Terbutalin

Kromoglikat

Beklometason

dipropionat

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan fungsi paru ini terutama bermanfaat bila ada

manifestasi gejala asma yang tidak khas. Kebanyakan uji paru

mengevaluasi satu atau lebih aspek fungsi paru, yaitu: volume paru,

fungsi jalan napas, pertukaran gas. Pengukuran volume paru bermanfaat

pada paru restriktif seperti kelemahan otot napas, deformitas dinding

17

dada, atau penyakit interstitial paru, serta pada beberapa anak dengan

kelainan obstruksi jalan napas.

Pada uji fungsi jalan nafas, hal yang paling penting adalah

melakukan maneuver ekspirasi paksa secara maksimal. Hal ini terutama

berguna bagi penyakit dengan pbstruksi jalan napas misalnya asma dan

fibrostik kistik (Nastiti, 2008).

Untuk mengevaluasi gejala asma di rumah, tersedia peak

flowmeter. Dengan alat peak flowmeter, FEV (forced flow rate)

maksimum, yang juga disebut peak flow, diukur selama serangan dan

selama waktu diantara episode asmatik. Nilai FEV terbaik yang diukur

sendiri oleh penderita dibandingkan dengan yang dihasilkan selama

serangan, individu atau anggota keluarga dapat mengenali gejala ringan

versus gejala sedang atau berat yang memburuk. Intervensi terpeutik atau

darurat dapat segera diberikan.

Individu yang memiliki asam biasanya memperlihatkan pola

diunal, dengan hasil peak flow meter lebih buruk secara bermakna pada

jam-jam awal setelah tengah malam dibandingkan dengan siang hari

menjelang sore. Hal ini mungkin berhubungna dengan perburukan gejala

karena terpajan udara malam yang dingin, atau berhubungna dengan

perubahan hormone diurnal seperti kortisol, yang diketahui member efek

reaksi inflamasi.

Asma didiagnosis menggunakan spirometri, alat yang mengukur

dan mengidentifikasi penurunan kapasitas vital dan penurunan laju aliran

ekspirasi puncak (maksimum). Selama serangan asmatik, volume

ekspirasi maksimum dan laju

maksimum ekspirasi menurun (Elizabeth, 2009).

2. Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas

Pengukuran ini sensitive terhadap asma, tetapi spesifitasnya

renah. Hasil yang negative dapat membantu menyingkirkan diagnose

asma persisten, sedangkanhasil positif tidak selalu berarti bahwa pasien

tersebut memiliki asma. Hal ini disebabkan karena hiperrektivitas

18

saluran napas juga terdapat pad paien rhinitis alergi dan kondisi lain

seperti fibrosis kistik, bronkiektasis, dan penyakit paru obstruktif (Nastiti,

2008).

3. Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif

Penilaian terhadap inflamasisaluran napas atas akibat asma dapat

dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil spuntum, baik yang spontan

maupun yang diinduksi denagn garam hipertonik. Selain itu, pengukuran

kadar NO ekshalasi juga merupakan cara menilai petanda inflamasi yang

noninvasive. Walupun pada pasien asma (yang tidak menerima

kortikosteroid inhalasi) didapatkan eosinofil pada spuntum dan

peningkatan kadar NO ekshalasi dibandingkan dengan orang yang tidak

menderita asma, hasil ini tidak spesifik untuk asma dan belum terdapat

penelitian yang menyatakan bahwa hal ini dapat membantu dalam

diagnose asma (Nastiti, 2008).

4. Penilaian status alergi

Penilaian status alergi denagn kulit atu pemeriksaan IgE spesifik

dalam serum membantu menentukan faktor risiko atau pencetus asma.

Tes alergi untuk kelompok usia <5 tahun dapat digunakan untuk hal-hal

berikut ini: menentukan apakah ada atopi, menentukan manipulasi

lingkungan, memprediksi prognosis anak dengan mengi (Nastiti, 2008).

5. Saturasi hemoglobin dengan oksigen (saturasi oksigen) mungkin

diukur untuk mengetahui bagaimana darah teroksigenasi dengan baik

pada individu yang memperlihatkan gejala asmatik. Teknik ini

menempatkan sensor di jari dan mendapatkan informasi dengan

menilai warna darah mengalir di dalamnya. Hemoglobin yang tidak

tersaturasi berwarna lebih gelap dibandingkan yang tersaturasi. Alat ini

muda digunakan dalam tatanan klinis dan memberi petunjuk cepat

kemampuan pasien untuk mengalirkan udara (Elizabeth, 2009).

\

19

I. Komplikasi Asma Bronkhial Pada Anak

Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu:

Atelektasis

Emfisema dengan hiperinflasi kronis

Pneumothoraks

Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis

Bronkhitis

Aspergilosis bronkopulmoner alergik

Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999; 34)

20

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Pengkajian

Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma, meliputi

hal-hal sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

a. Identitas klien/biodata

1) Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,

suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk RS

dan tanggal pengkajian

2) Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,

pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien

b. Keluhan utama

Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau

tanpa produksi mucus; sering bertambah berat saat malam hari atau

dini hari sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya berat

maka gejala yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran seperti

mengantuk, bingung, saat serangan asma, kesulitan bernafas yang

hebat, takikardia, kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas,

berkeringat. (Margaret Varnell Clark, 2013)

c. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal sebagai

berikut:

1) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa

ditemukan menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau

paliatif/provokative merupakan hal atau faktor yang

mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau

meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan atau penyakit

21

yang dirasakan, R atau region adalah daerah atau tempat

dimana keluhan dirasakan, S atau severity adalah derajat

keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut, T atau time

adalah waktu dimana keluhan dirasakan, time juga

menunjukan lamanya atau kekerapan

2) Riwayat kesehatan yang lalu

Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui

sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit

sekarang. Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat

perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan riwayat operasi.

Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang

pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit

sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau penyakit

serupa pengobatan yang dilakukan

3) Riwayat kesehatan keluarga

Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang

berhubungan dengan asma pada anak, riwayat penyakit

keturunan atau bawaan seperti asma, diabetes melitus, dan

lain-lain.

4) Genogram

Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran

pola asuh klien

5) Riwayat kehamilan dan persalinan

Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre

natal, natal, dan post natal.

- Prenatal

Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan yang

dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat proses

persalinan, serta jumlah pemeriksaan kehamilan yang

dilakukan ibu pasien

- Intra natal

22

Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah persalinan

secara normal atau memerlukan bantuan alat operasi dan

bagaimana keadaan bayi saat di lahirkan (langsung

menangis atau tidak)

- Post natal

Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah mendapat

ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta bagaimana refleks

menghisap atau menelan

6) Riwayat imunisasi dan pemberian makan

- Riwayat imunisasi

Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi

BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak

belum mendapat imunisasi tanyakan dan catat imunisasi apa

saja yang sudah dan belum didapat serta tanyakan alasannya.

Tabel 2.1

Jadwal Imunisasi Yang Dianjurkan

Jenis

vaksin

Bulan Tahun

Lhr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 1

8

BCG 1

Hepatitis B 1 2 3

Polio 0 1 2 3 4 6

DPT 1 2 3 4 5

Campak 1 2

Hib 1 2 3 4

PCV 1 2 3 4

23

Rotavirus 1 2 3

Influenza Diberikan setiap tahun

Varisela Di berikan 1x

MMR 1 2

Thypoid Ulangan tiap 3 tahun

Hepatitis A 2x, interval 6-12 bulan

HPV 3x

Sumber: (http://jadwalimunisasi.blogspot.com. Dibuka 9

Maret 2016)

- Riwayat pemberian makan

Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa diberikan

makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa jenis, porsi dan

frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang

lebih disukai oleh anak.

7) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pengkajian riwayat pertumbuhan meliputi diantarnya meliputi:

- Berat badan sebelum sakit sampai saat sakit rata-rata berat

badan pada bayi bertambah 8.900-7.100 gram, dan tinggi

badan rata-rata bayi bertambah 2 cm.

- Pengkajian perkembangan meliputi:

Personal sosial: Dada dengan tangan, tepuk tangan

Motorik halus: Menaruh kubus dalam cangkir, membentuk 2

kubus, memegang icik-icik

Motorik kasar: Duduk, merangkak, berdiri berpegangan

Bahasa: Mengoceh, menirukan kata-kata, menoleh kearah suara

8) Pola kebiasaan

Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Pola nutrisi

24

Nafsu makan anak pada umumnya berkurang atau hilang.

Pemberian ASI dari bayi lahir sampai usia 9 bulan

b. Pola istirahat/aktivitas

Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan

untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas,

Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi

duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon

terhadap aktifitas atau latihan

Tanda: Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan

umum/kehilangan massa otot

c. Pola personal hygiene

Orang tua kadang merasa takut untuk memandikan anak

yang sedang sakit, sehingga perlu dikaji kebutuhan

personal hygiene bayi

2. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah kelemahan

fisik akibat kurangnya nafsu makan, gelisah, kesulitan bernafas,

kesulitan tidur, berkeringat, takikardia.

2. Tanda-tanda vital

Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran normal

3. Antropometri

Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan penurunan

berat badan dari normal.

Head to toe

- Kepala

Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala

pasien, lingkar kepala. Pada asma tidak ditemukan masalah

pada saat dilakukan pemeriksaan kepala.

25

- Mata

Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati

kelopak mata terhadap penetapan yang tepat, periksa alis mata

terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan rambutnya, amati

distribusi dan kondisi bulu matanya, bentuk serta amati ukuran

iris apakah ada peradangan atau tidak, kaji adanya oedema

pada mata. Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat

dilakukan pemeriksaan mata.

- Hidung

Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping

hidung

- Mulut

Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,

pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah, dan palatum terhadap

kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati adanya bau,

periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk, periksa gigi

terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi faring menggunakan

spatel lidah. Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas

barbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup

selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan

- Telinga

Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan atau

pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan ciri-ciri

yang tidak normal, periksa saluran telinga luar terhadap

hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel

apakah ada nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang

menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri

tekan atau tidak

26

- Leher

Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang penuh,

periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar getah bening,

lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar tiroid

- Dada

Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding

dada kedalam, amati jenis pernafasan, amati gerakan

pernafasan dan lama inspirasi serta ekspirasi, lakukan perkusi

diatas sela iga, bergerak secara simentris atau tidak dan lakukan

auskultasi lapang paru

- Abdomen

Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring terlentang,

periksa warna dan keadaan kulit abdomen, amati turgor kulit.

Lakukan auskultasi terhadap bising usus serta perkusi pada

semua area abdomen

- Ekstremitas

Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari,

apakah terdapat sianosis pada ujung jari, adanya oedema, kaji

adanya nyeri pada ekstremitas

- Genetalia dan anus

Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi ukuran

genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-tanda

pembangkakan, periksa anus adanya robekan, hemoroid, polip

27

Pengkajian per sistem :

Sistem Pernapasan / Respirasi

Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea,

barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan,

Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi

hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah

sedang, ronchi kering musikal.

Sistem Cardiovaskuler

Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.

Sistem Persyarafan / neurologi

Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan

kesadaran : gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor →

coma.

Sistem perkemihan

Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang

kurang akibat sesak nafas.

Sistem Pencernaan / Gastrointestinal

Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi

terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.

Sistem integument

Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak

nafas

28

Contoh Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1

DS:

Orang tua klien mengatakan

bahwa anaknya mengeluh

batuk

DO:

- Klien kesulitan untuk

berbicara

- Gelisah

- Suara napas tambahan

(wheezing)

Peningkatan

produksi sekret

Ketidak

efektifan

bersihan jalan

nafas

2

DS:

Orang tua klien mengatakan

bahwa anaknya mengeluh

sulit bernafas/sesak

DO:

- Takikardi

- Napas cuping hidung

Obstruksi jalan nafasgangguan

pertukaran gas

3

DS:

Orang tua klien mengatakan

bahwa anaknya mengeluh

cepat lelah

DO:

- Klien tampak lemah

- Klien tampak pucat

ketidakseimbangan

antara suplai dengan

kebutuhan O2

Intoleransi

aktivitas

29

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi sekret

ditandai dengan :

DS:

- Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh batuk

DO:

- Klien kesulitan untuk berbicara

- Gelisah

- Suara napas tambahan (wheezing)

2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi jalan nafas di tandai dengan

DS:

- Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh sulit

bernafas / sesak

DO:

- Takikardi

- Napas cuping hidung

3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dengan

kebutuhan O2 berhubungan dengan

DS:

- Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh cepat lelah

DO:

- Klien tampak lemah

- Klien tampak pucat

30

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

Ketidak efektifan

pmbersihan jalan

nafas

Setelah dilakukan perawatan

perawatan selama 2x24 jam

klien menunjukan pembersihan

jalan napas yang efektif

Dengan Kriteria Hasil :

- klien akan bernapas

dengan mudah tanpa

dyspnea

- frekuensi dan irama

pernapasan normal

- klien tampak tenang

1. Auskultasi bunyi nafas

dan catat adanya

abnormalitas, bunyi

napas seperti mengi

2. Kaji/pantau frekuensi

pernapasan, catat rasio

inspirasi/ekspirasi

3. Catat adanya derajat

1. Beberapa derajat spasme

bronkus terjadi dengan

obstruksi jalan napas dan

dapat/tidak dimanifestasikan

dengan adanya napas yang

abnormal

2. Takipnea biasanya ada

pada beberapa derajat dan

dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama

stress/adanya proses infeksi

akut

31

dyspnea, distress

pernapasan,

penggunaan otot bantu

pernapasan

4. Tempatkan anak pada

posisi yang nyaman,

seperti meninggikan

kepala tempat tidur

5. Pertahankan polusi

lingkungan. Contoh:

debu, asap dll.

6. Berikan obat

bronkodilator sesuai

indikasi

3. Disfungsi pernafasan

adalah variable yang

tergantung pada tahap proses

akut yang menimbulkan

perawatan di rumah sakit

4. Peninggian kepala tempat

tidur memudahkan fungsi

pernapasan dengan

menggunakan gravitasi

5. Pencetus tipe alergi

pernapasan dapat

menimbulkan episode akut

6. Merelaksasikan otot halus

dan menurunkan spasme jalan

32

napas, mengi dan produksi

mukosa

Gangguan pertukaran

gas

Setelah dilakukan perawatan

selama 2x24 jam gangguan

pertukaran gas akan berkurang.

Dengan kriteria hasil :

- Tidak terdapat dipsnue

- Tidak terdapat

pernapasan cuping

hidung

- Irama pernapasan

normal

1. Kaji/awasi secara rutin

kulit dan membran

mukosa

2. Palpasi fremitus

3. Awasi tanda vital dan

irama jantung

4. Posisikan pasien pada

posisi yang nyaman

1. Melihat adanya sianosis

perifer atau sentral

2. Penurunan getaran vibrasi

diduga adanya pengumpulan

cairan/udara

3. Takikardi, disritmia, dan

perubahan tekanan darah dapat

menunjukan efek hipoksemia

sistemik pada fungsi jantung

4. Meningkatkan pertukaran

gas yang optimal

33

5. Berikan O2 sesuai

indikasi

5. Memperbaiki atau mencegah

memburuknya hipoksia

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan perawatan

selama 2x24 jam klien dapat

menoleransi aktifitas yang

biasa dilakukan

Dengan criteria hasil :

- Aktifitas pasien dapat

kembali normal

- Pasien dapat

menyeimbangkan aktifitas

dan istirahat

1. Dorong aktivitas

yang sesuai dengan

kondisi dan

kemampuan pasien

2. Beri kesempatan

anak untuk tidur,

istirahat dan aktivitas

yang tenang

3. Memberi rasa

keamanan,stabilisasi,

pemulihan,dan

pemeliharaan pasien

1. Mengurangi penggunaan

energi yang berlebihan

2. Menghindari keletihan

pada pasien

3. Meningkatkan perasaan

nyaman dalam diri anak

selama menjalani

perawatan

34

yang mengalami

disfungsi alam

perasaan baik depresi

maupun peningkatan

alam perasaan

4. Bantu pasien untuk

mengubah posisi secara

berkala

bersandar,berdiri,duduk

dan ambulasi sesuai

toleransi

5. Ajarkan tentang

pengaturan aktifitas

dan teknik manajemen

4. Menghindari keterbatasan

gerak pada anak

5.Kemampuan mengatur aktivitas

yang sesuai bermanfaat untuk

mencegah kelelahan

35

waktu

36

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan

karena hiperaktifitas terhadap rangsangan tertentu,yang menyebabkan

peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara

Menurut The Lung Association ada dua factor yang menjadi pencetus

asma :

Pemicu [trigger] yang mengkibatkan terganggunya saluran pernafasan dan

mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan

(bronkokonstriksi) tetapi tidak dapat peradangan,seperti:

Perubahan cuaca dan suhu udara

Rangsang sesuatu yang bersifat alergi,misalnya asap rokok,serbuk

sari,debu,bulu binatang.

Infeksi saluran pernapasan

Gangguan emosi

Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan

Asma memiliki ciri khusus :

Sesak napas pada asma khas disertai suara mengi akibat kesulitan ekspirasi

Pada auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi memanjang

Keadaan sesak hebat yang di tandai dengan giatnya otot-otot bantu

pernapasan dan sianosis dikenal dengan status asmatikus yang dapat

berakibat fatal

Dipsnue dipagi hari dan sepanjang malam,sesuda latihan fisik(terutama

saat cuaca dingin),berhubungan dengan paparan terhadap alergi seperti

bulu binatang

Diagnosis asma kadang-kadang dapat di tegakan atas dasar anamnesis dan

auskulstasi.Wheezing di akhir ekspirasi hampir selalu merupakan tanda penyakit

paru obsttuktif seperti asma.Pada asma ringan,auskulstasi hamper selalu normal

37

bila pasien asimtomatik.

B. Saran

Sebagai seorang perawat seharusnya dapat memberikan asuhan

keperawatan secara intensif mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

dan intervensi pada pasien dengan Asma Bronkhial Pada Anak.

38

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Crockett, Antony. 1997. Penanganan Asma dalam Perawatan Primer. Jakarta: Hipokrates

Doenges, E. Mari Lynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC Jordan, Sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC

Leafant, Claude. 2001. Asthma and Respiratory Infections. United States of America: Inc.Rights Reserved

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika

Rahajoe, Nastiti N. 2008. Buku Ajar Respirologi anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Sundaru, Heru. Asma. h t t p ://m e d i ca s t o re . c o m/ a s m a / , diakses pada tanggal 10 Maret 2016

Suriviana. Penyakit Asma pada Anak. h tt p :// www. i n f o i bu. c o m/m od.ph p ? m od = pub li sh er & o p =v i e w ar ti c l e & a r ti d = 78 , diakses pada tanggal 10 Maret 2016

Ward, Jeremy. 2007. Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga

39