Upload
ubrawijaya
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sistem komunikasi nirkabel tetap gelombang milimeter
Ketersediaan jaringan dan layanan informasi yang handal dengan kapasitas
dan kualitas tinggi merupakan salah satu faktor penentu peningkatan produktivitas
ekonomi. Oleh sebab itu pengembangan teknologi jaringan dan layanan informasi
adalah isu yang sangat mendesak. Salah satu komponen terpenting dari
penyediaan layanan informasi adalah infrastruktur jaringan akses yang
menghubungkan terminal konsumen dengan jaringan multimedia atau internet.
Keberadaan berbagai pilihan teknologi untuk infrastruktur jaringan akses akan
memberikan fleksibilitas bagi konsumen dalam mendapatkan layanan akses
jaringan informasi dengan kapasitas dan kualitas yang tinggi.
Keunggulan jaringan nirkabel juga diikuti oleh banyak kelemahan, mulai
aspek regulasi dan standarisasi, aspek akses jamak, serta kapasitas dan kualitas
sistem yang sangat tergantung pada jumlah pengguna dan kondisi kanal propagasi.
Dari sisi kapasitas, ketika kebutuhan akan bandwidth dan bit-rate semakin tinggi,
pada sistem komunikasi nirkabel penggunaan frekuensi yang lebih tinggi menjadi
hal wajib, misalnya melalui penerapan sistem di gelombang milimeter yaitu diatas
10 GHz atau di sekitar 30 GHz. Selama ini sistem komunikasi nirkabel tetap
gelombang milimeter (SKNTGM) ditetapkan untuk sistem LMDS/MMDS,
aplikasi Fixed Wireless Services yang berbasis protokol 802.16, Flash OFDM,
WiBRO, dan Fixed Wireless Services yang lain. Aplikasi di gelombang milimeter
tentunya akan diikuti oleh berbagai konsekuensi natural seperti : semakin
tingginya redaman, pengaruh lintasan jamak, pengaruh mobilitas dan gangguan
lain seperti hujan terutama di daerah tropis.
Teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access) pada 10 – 40
GHz adalah salah satu solusi potensial untuk jaringan akses berkapasitas tinggi
yang telah dikembangkan di kawasan Eropa [Nor00], [Pan05], Amerika Utara
[Fal03], dan Asia Timur [Chu05] yang pada umumnya terletak di daerah non-
1
2
tropis. Untuk penerapan di daerah tropis seperti Indonesia, teknologi nirkabel
pada gelombang milimeter ini belum banyak yang melakukan penelitian.
Penyebab utamanya adalah efek peredaman yang sangat tinggi oleh hujan tropis
maritim terhadap gelombang radio pada frekuensi 30 GHz.
Pengaruh redaman hujan Tropis terhadap sistem komunikasi nirkabel tetap
gelombang milimeter
Besarnya rugi lintasan (path-loss) merupakan fungsi frekuensi dan jarak,
tetapi pada gelombang milimeter, redaman hujan juga memberikan kontribusi
gangguan yang cukup besar, sehingga menjadi objek penelitian yang terus-
menerus. Sebuah operator LMDS dituntut untuk memberikan jaminan layanan
komunikasi kepada pelanggannya berdasarkan suatu tetapan quality of service
minimum. Dalam hal availability koneksi pelanggan hanya boleh jatuh dibawah
kualitas yang dijanjikan (mengalami outage) selama total sekian persen waktu
layanan dalam setahun. Sebagai contoh, nilai probabilitas outage adalah 0,05% (4
jam, 22 menit, 58.8 detik) yang ekivalen dengan availability 99,95%.
Berdasarkan data curah hujan di ITU R P-837-4 menunjukkan bahwa curah hujan
di daerah Surabaya, Indonesia sekitar 120 mm/jam dengan probabilitas melebihi
0.01%. Curah hujan yang tinggi menimbulkan redaman yang tinggi pada kanal
komunikasi. Di negara-negara tropis lainnya menunjukkan beberapa hasil
penelitian yaitu pada frekuensi 29 GHz curah hujan pada Amritsar untuk outage
0,01% adalah 12 mm/jam pada jarak sekitar 1,72 km menimbulkan redaman hujan
mencapai 17,17 dB [Sha07]. Di Singapura dilakukan pengukuran redaman hujan
pada frekuensi 30 GHz selama 10 tahun, untuk curah hujan lebih dari 40 mm/jam
menghasilkan redaman hujan lebih dari 15 dB/km [Tat01]. Di Hongkong juga
dilakukan pengukuran redaman hujan pada sistem LMDS dengan polarisasi
gelombang radio vertikal maupun horisontal. Hasil pengukuran menunjukkan
polarisasi horisontal lebih rentan terhadap hujan. Pada frekuensi 30 GHz redaman
hujan pada polarisasi horisontal mencapai 19 dB/km [Fon03]. Di Surabaya,
Indonesia, pada frekuensi Ka Band, redaman hujan tropis maritim pada jarak 5,7
km mencapai 80 dB [Sal99], jauh lebih tinggi dibandingkan hujan di daerah non-
tropis seperti Eropa, Amerika, dan Asia Timur [Cra96]. Bagi daerah tropis seperti
3
Indonesia, curah hujannya sangat tinggi yang akan menjadi masalah besar dalam
aplikasi gelombang milimeter untuk komunikasi radio di luar gedung.
Apabila ditinjau hanya pada musim hujan saja, maka curah hujan rata-rata
spesifik (worst months) akan sangat tinggi. Artinya, kontribusi redaman hujan
terhadap kinerja sistem menjadi sangat penting dan akhirnya dapat disimpulkan,
bahwa penerapan nirkabel pita-lebar pada gelombang milimeter di Indonesia akan
mengalami masalah karena Indonesia berada di daerah tropis maritim yang
mempunyai intensitas redaman hujan yang sangat tinggi. Hal inilah yang menarik
bagi Laboratorium Antena dan Propagasi ITS untuk melakukan penelitian
karakteristik redaman hujan tropis untuk dimanfaatkan mengembangkan sistem
‘mitigasi’ redaman hujan yang reliable. Penelitian tentang aspek propagasi ini
telah berlangsung sejak dekade 1990 melalui berbagai kerja sama dengan luar
negeri (TUE Netherland, Intelsat dan PREDICT-ITS) maupun penelitian unggulan
nasional yang telah menghasilkan data empiris dan model untuk sistem
pembangkitan redaman hujan serta memperkaya model redaman hujan standard
ITU-R [Sal99], [Hen06a], [Hen06b].
Dengan diketahuinya karakteristik ruang waktu dari redaman hujan, para
pengembang sistem komunikasi akan mempunyai parameter tambahan untuk
melahirkan sistem nirkabel baru yang mampu beradaptasi dengan redaman hujan.
Informasi channel-gain atau Channel State Information (CSI), dapat
dimanfaatkan untuk adaptasi dan juga menerapkan diversity dari lingkungan hujan.
Penerapan teknik mitigasi redaman hujan pada penelitian sebelumnya
Dalam mendesain SKNTGM, misalnya sistem LMDS, metode kompensasi
redaman hujan harus diikutsertakan. Metode-metode kompensasi redaman hujan
tersebut antara lain adalah adaptive power control, adaptive modulation, channel
coding dengan rate adaptif, cell site diversity dan penggunaan stasiun relay
[Gol97], [Gol95], [Sak09].
Sistem radio pada frekuensi di atas 10 GHz sangat peka terhadap fade
(pelemahan) yang disebabkan oleh hujan. Untuk mengurangi dampak pelemahan
ini maka daya dari suatu stasiun pemancar disesuaikan selama terjadi pelemahan
4
untuk mengimbangi perubahan redaman hujan. Masalah pelemahan disebabkan
oleh hujan dapat diatasi dengan kontrol daya adaptif. Dalam suatu sistem kontrol
daya, daya yang dikeluarkan pemancar bertambah untuk mengatasi fading yang
terjadi. Dalam hal ini, daya akses tidak konstan selama peristiwa fading [Boc09],
[Dip00], [Abb02], [van03].
Gambar 1.1. Sistem akses nirkabel gelombang milimeter dengan diversitas sel
Diversitas lokasi sel (cell-site diversity) diterapkan dengan menyediakan dua
stasiun dasar (base station) untuk melayani setiap terminal pelanggan (lihat
Gambar 1.1 sebagai ilustrasi). Pada [Hen02] ditunjukkan bahwa untuk teknik
transmisi dengan cell-site diversity terdapat segmen tertentu dalam daerah layanan
yang mengalami manfaat paling besar. Oleh sebab itu dapat dirancang metode
segmentasi daerah cakupan untuk setiap teknik transmisi yang berbeda agar
diperoleh cakupan yang merata. Namun kelayakan penerapan teknologi tersebut
masih harus diuji terlebih dahulu. Salah satu cara akurat yang dapat diambil untuk
menguji teknik-teknik anti-fading adalah dengan mensimulasikan suatu sistem
nirkabel yang menerapkan teknik tersebut dalam kondisi hujan [Suw10c].
5
Teknik mitigasi redaman hujan yang diusulkan pada disertasi ini.
Pada penelitian sebelumnya [Gol97],[Gol05], metode modulasi adaptif
(MA) dan adaptive code modulation (ACM) mampu meningkatkan kinerja sistem
(link availability dan efisiensi bandwidth) pada kanal Rayleigh dan bukan fading
hujan. Dari penelitian tersebut terinspirasi untuk menerapkan metode transmisi
adaptif diantaranya: MA, ACM, gabungan MA-SC dan gabungan ACM-SC pada
SKNTGM yang dipengaruhi oleh redaman hujan tropis [Suw10a, b], [Suw11].
Selain itu, pada disertasi ini juga dievaluasi dua strategi transmisi agar
SKNTGM mampu menyediakan layanan dengan kualitas BER maksimal 10-6
yang merata di seluruh coverage area sel dan link availability minimal 99,95%
serta efisiensi bandwidth yang maksimum. Strategi pertama adalah melakukan
segmentasi coverage area sel dengan transmisi adaptif (MA, ACM, MA-SC dan
ACM-SC sesuai dengan segmen daerah cakupan sel) [Suw10c], [Suw11]. Strategi
kedua adalah melakukan segmentasi coverage area sel dengan menggunakan
regenerative relay untuk melayani pelanggan jauh dari BTS.
1.2. Perumusan Masalah
Pada umumnya jaringan akses nirkabel tersebut dirancang dalam konfigurasi
seluler dengan penggunaan ulang frekuensi (frequency reuse) untuk efisiensi
spektrum, di mana suatu base station melayani terminal pelanggan yang berada di
dalam wilayah sel cakupannya pada frekuensi tertentu. Frekuensi yang sama dapat
digunakan oleh base station yang melayani sel lain yang terpisah oleh jarak yang
cukup jauh sehingga efek interferensi, baik pada uplink (transmisi dari terminal
pelanggan ke base station) maupun downlink (dari base station ke terminal
pelanggan), dapat dibatasi agar didapat kualitas sinyal yang memenuhi syarat.
Berbagai teknologi tersebut dirancang untuk memberikan kinerja berupa
kapasitas kanal (bps/Hz), kualitas sinyal (bit error rate atau BER = Pb), dan
ketersediaan (availability, yaitu persentase waktu di mana sistem tersebut bekerja
dengan kualitas sinyal di atas nilai ambang bawah) kanal yang sesuai bagi daerah
tropis, sesuai dengan negara di mana teknologi tersebut diaplikasikan. Sebagai
contoh aplikasi sistem televisi DVB-T, kualitas sinyal diukur dengan Pe maksimal
6
10-11
pada sisi penerima bagian outer code untuk mencapai kondisi quasi error-
free (QEF) dengan ketersediaan (availability ) kanal 99,99%. [Bud07].
Dengan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat
dikelompokkan dalam 2 permasalahan.
a. Permasalahan yang berkaitan dengan seberapa besar faktor pengganggu
SKNTGM yaitu berupa redaman hujan, yang dapat dinyatakan :
• Seberapa besar rentang variasi redaman hujan yang terjadi di Indonesia?
b. Permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan teknik kompensasi redaman
hujan pada SKNTGM, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
• Berapa saja tingkat variasi level modulasi M-QAM yang digunakan
sebagai kompensasi redaman hujan agar kapasitas kanal tetap besar?
• Jenis pengkodean apa dan berapa saja variasi code rate yang digunakan
sebagai kompensasi redaman hujan?
• Bagaimana algorithma kombinasi adaptasi level modulasi dan code rate
serta penggunaan teknik diversity sebagai kompensasi redaman hujan yang
mampu menjamin ketersediaan (availability) kanal sebesar minimal
99,95% pada SKNTGM dengan BER maksimal 10-6
?
• Teknik diversity apa yang sesuai pada SKNTGM untuk menjamin kinerja
sistem tersebut dengan BER maksimal 10-6
?
• Bagaimana algorithma kombinasi adaptasi level modulasi dan code rate
serta relay (repeater) yang digunakan sebagai kompensasi redaman hujan
yang mampu menjamin ketersediaan (availability) kanal minimal sebesar
99,95% SKNTGM dengan BER maksimal 10-6
?
• Seberapa besar efisiensi bandwidth pada kualitas sinyal yang menjamin
kinerja SKNTGM dengan BER maksimal 10-6
?
• Bagaimana menerapkan segmentasi daerah cakupan untuk memperoleh
kinerja merata di seluruh daerah cakupan BTS?
1.3. Batasan Masalah
Batasan permasalahan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
• Pengukuran curah hujan dilakukan di kampus ITS Sukolilo Surabaya.
Perhitungan statistik redaman hujan berdasarkan data pengukuran curah
7
hujan di ITS Surabaya ditambah dengan data pendukung lain seperti data
arah dan kecepatan angin yang diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi
dan Geofisika) Surabaya. Sesuai dengan makalah [Mer06] masih
dimungkinkan menggunakan data angin di lokasi lain dengan syarat jarak
lokasinya tidak lebih dari 15 km. Sementara jarak antara Juanda dengan
ITS hanya sekitar 11 km.
• Alat ukur curah hujan yang digunakan adalah 1 unit Disdrometer, yang
diletakkan di Jurusan Teknik Elektro, kampus ITS Surabaya.
• SKNTGM yang diteliti diasumsikan mempunyai radius cakupan 4 km.
• Terminal pelanggan diasumsikan kondisi diam, mempunyai beamwidth
sangat sempit dan bersifat line of sight (LOS) sehingga penggangunya
hanya rain fading dan tidak ada multipath fading.
• Analisis pembahasan difokuskan pada kanal downlink.
• Estimasi kondisi kanal dan umpan balik diasumsikan tidak mengalami
error.
• Sistem modulasi yang digunakan MQAM (4, 16 dan 64 QAM).
• Jenis pengkodean yang digunakan kode convolutional dan Reed Solomon
• Teknik diversity yang dievaluasi Selection Combining (SC), Equal Gain
Combining (EGC) dan Maximal Ratio Combining (MRC)
• Relay yang digunakan adalah Regenerative Relay
• Parameter yang diteliti adalah link availability (ketersediaan lintasan),
efisiensi bandwidth atau kapasitas kanal.
1.4. Metodologi dan Tahapan Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan secara garis besar adalah melakukan
pengukuran curah hujan untuk data estimasi redaman hujan, membuat model dan
strategi transmisi sistem komunikasi nirkabel tetap gelombang millimeter
(SKNTGM) yang sesuai untuk daerah tropis dan mengevaluasi kinerja sistem
tersebut dengan melakukan uji simulasi. Redaman hujan hasil estimasi digunakan
sebagai pengganggu pada kanal SKNTGM. Beberapa teknik mitigasi pengaruh
redaman hujan dievaluasi berdasarkan kinerja sistem tersebut, agar diperoleh
8
kualitas sinyal yang tetap terjaga sesuai dengan ambang batas yang diinginkan.
Hasil pengujian dan evaluasi sistem tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan aplikasi SKNTGM di daerah tropis. Alur kerja penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 penelitian ini dilakukan dengan
beberapa tahapan sebagai berikut :
Pemodelan SKNTGM dengan berbagai
teknik transmisi adaptif diantaranya
64QAM, MA, ACM, gabungan MA+SC,
gabungan ACM+SC
Pemodelan SKNTGM dengan
teknik transmisi 64QAM dengan
regenerative relay
Data curah hujan di
ITS Surabaya,
selama 2 tahun
Data curah hujan di
ITS Surabaya,
selama 2 tahun
Perhitungan redaman hujan
dengan metode SST
Perhitungan redaman hujan
dengan metode SST
Perhitungan SNR dan SINR akibat
redaman hujan pada penerima CPE
pada link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km
Perhitungan SNR dan SINR akibat
redaman hujan pada penerima CPE
pada link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km
Perhitungan batas interval SNR pada
kondisi clear sky guna menjaga batas
ambang BER 10^-6 untuk berbagai
teknik transmisi
Perhitungan batas interval SNR pada
kondisi clear sky guna menjaga batas
ambang BER 10^-6 untuk teknik
transmisi 64QAM+coding
Perhitungan link availability dan
efisiensi bandwidth untuk berbagai
teknik transmisi
Perhitungan link availability dan
efisiensi bandwidth untuk teknik
transmisi 64QAM+coding dengan
relay
Threshold SNR dan
SINR agar BER
maksimal 10^-6
Segmentasi coverage
area berdasarkan teknik
transmisi adaptif
Segmentasi coverage area
berdasarkan modulasi
64QAM & relay
Link availability
minimal 99,95%
Penarikan kesimpulan
Komparasi kinerja sistem
untuk kedua strategi
segmentasi coverage area
Gambar 1.2. Diagram alir kerja penelitian
9
• Memodelkan SKNTGM dengan berbagai teknik transmisi diantaranya
modulasi 64-QAM, MA, ACM, gabungan MA-SC dan gabungan ACM-
SC serta penggunaan relay dengan modulasi tetap 64 QAM-coding
rangkap RS dan CC.
• Pengukuran curah hujan dan dilanjutkan perhitungan estimasi redaman
hujan dengan metode synthetic storm technique (SST) pada link 1 km, 2
km, 3 km dan 4 km.
• Signal to noise ratio ambang batas thγ dihitung untuk modulasi MQAM
dan ACM pada BER 10-6
.
• Perhitungan perbandingan rata-rata daya sinyal dengan rata daya noise
(signal to noise ratio γ ) pada sisi penerima sistem MQAM kondisi cuaca
cerah ( csγ ).
• Perhitungan γ pada sisi penerima sistem sel tunggal berdasarkan mode
adaptasi (pengaturan modulasi dan pengkodean adaptif) pada sisi penerima
karena pengaruh variasi redaman hujan.
• Perhitungan Signal to Interference Ratio SIRγ sisi penerima untuk sistem
multi sel.
• Perhitungan Signal to Interference Noise Ratio SINRγ sisi penerima untuk
sistem multi sel baik yang menggunakan transmisi adaptif maupun
regenerative relay.
• Melakukan evaluasi kinerja Pe teknik gabungan modulasi MQAM dan
pengkodean rangkap adaptif serta diversity.
• Membuat strategi transmisi dengan cara melakukan segmentasi coverage
area menggunakan transmisi adaptif dengan tetap menjaga Pe target.
• Melakukan evaluasi kinerja Pe menggunakan regenerative relay.
• Membuat strategi transmisi dengan cara melakukan segmentasi coverage
area menggunakan relay dengan tetap menjaga Pe target.
• Membuat perbandingan kinerja kedua strategi transmisi tersebut.
• Membuat kesimpulan penelitian.
10
Penjelasan lebih rinci yang berkaitan dengan tahapan penelitin tersebut dapat
dilihat pada bagian-bagian bab yang bersesuaian dengan tahap demi tahap
penelitian ini.
1.5. Tujuan
1.5.1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang akan dicapai adalah
1. Menunjukkan kontribusi Indonesia di bidang sistem komunikasi nirkabel
pita lebar pada gelombang milimeter untuk daerah tropis maritim.
Karena wilayah tropis sebagian besar dihuni oleh negara-negara
berkembang, maka hasil yang diperoleh dapat bermanfaat dalam
pengembangan infrastruktur telekomunikasi di banyak negara-negara
berkembang.
2. Mendukung kemandirian teknologi dalam pengembangan infrastruktur
komunikasi pita lebar di Indonesia yang pada akhirnya dapat turut
meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi negara.
1.5.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang akan dicapai adalah mendapatkan teknik mitigasi
redaman hujan dan strategi transmisi yang sesuai untuk sistem komunikasi
gelombang milimeter yang handal dan berkapasitas tinggi yang mampu
memberikan ketersediaan kanal (link availability) minimal sebesar 99,95%
dan menjamin kualitas sinyal dengan BER maksimal 10-6
untuk
diaplikasikan di Indonesia pada khususnya dan di negara-negara tropis pada
umumnya.
1.6. Orisinalitas dan Kontribusi
Redaman hujan di Indonesia (studi kasus di Surabaya) khususnya di kampus
ITS sebagai data untuk menghitung perbandingan rata-rata daya sinyal dengan
rata-rata daya noise (signal to noise ratio γ ) di sisi penerima. Redaman hujan di
surabaya sangat tinggi sampai mencapai 80 dB pada jarak 5,7 km [Sal99] yang
menyebabkan link komunikasi gelombang milimeter terganggu. Berdasarkan
11
kondisi tersebut diusulkan metode transmisi dengan teknik modulasi adaptif (MA),
pengkodean adaptif (ACM), gabungan penggunaan modulasi adaptif (MA)
dengan teknik diversity dan gabungan ACM dengan diversity. Teknik transmisi
lainnya adalah menggunakan relay untuk pelanggan yang jauh dari BTS.
Orisinalitas
Redaman hujan di daerah tropis maritim (Indonesia) sangat tinggi, berbeda
dengan daerah non tropis yang relatif kecil dan sudah banyak diteliti di negara-
negara Eropa [Mau10], [Sal99], [Kan86]. Pada penelitian sebelumnya, beberapa
teknik mitigasi redaman hujan non tropis telah diteliti, diantaranya teknik kontrol
daya adaptif [Boc00], [Abb04] dan teknik diversity [Tim01], [Hen02], [Pan05].
Teknik-teknik tersebut tidak cukup mampu diterapkan pada SKNTGM di daerah
tropis dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mengurangi pengaruh redaman
hujan tropis tersebut, diusulkan metode segmentasi daerah cakupan untuk
memperoleh kinerja sistem yang merata di seluruh daerah cakupan. Metode
segmentasi tersebut dapat dilakukan dengan membagi daerah cakupan sesuai
dengan teknik transmisi. Segmen dekat BTS utama menggunakan teknik paling
sederhana yaitu 64 QAM, segmen berikutnya berturut-turut modulasi adaptif
(MA), adaptive coded modulation (ACM), gabungan modulasi adaptif dengan
selection combining (MA-SC) dan gabungan ACM dengan selection combining
(ACM-SC). Metode segmentasi lain dapat dilakukan dengan menggunakan
modulasi 64 QAM untuk daerah dekat BTS utama, sedangkan segmen yang lebih
luas menggunakan dedicated relay yang memungkinkan ketersediaan
(availability) kanal minimal mencapai 99,95% dengan menjamin komunikasi
gelombang milimeter berkinerja BER maksimal 10-6
dengan radius cakupan
mencapai 4 km. Sepengetahuan kami, metode segmentasi tersebut belum pernah
diteliti untuk mitigasi pengaruh redaman hujan di daerah tropis.
Kontribusi
Kontribusi dari penelitian ini adalah menghasilkan strategi transmisi sistem
komunikasi nirkabel gelombang milimeter yang handal dan berkapasitas tinggi
untuk diaplikasikan di daerah tropis maritim. Strategi transmisi yang diusulkan
12
ada dua skenario. Skenario pertama berupa segmentasi coverage area sel dengan
transmisi adaptif. Pada skenario ini, saat kondisi cerah (tidak hujan), sistem
transmisi menggunakan modulasi tetap 64-QAM, sedangkan pada kondisi hujan
berlaku segmentasi coverage area sel dengan menggunakan jenis teknik transmisi
adaptif sesuai urutan segmen area. Skenario kedua berupa segmentasi coverage
area sel dengan menggunakan relay. Pada skenario ini juga berlaku segmentasi
area hanya pada saat kondisi hujan, pada kondisi cerah sistem menggunakan
modulasi tetap 64-QAM. Posisi regenerative relay ditempatkan tepat ditengah
antara BTS dan terminal pelanggan CPE. Kedua skenario tersebut belum pernah
diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
1.7. Sistematika Penulisan
Disertasi ini ditulis dalam tujuh bab, dimana hubungan antar bab dijelaskan
pada Gambar 1.3. Pada prinsipnya, bab 5 dan bab 6 merupakan hasil kontribusi
utama dari penelitian disertasi ini yaitu strategi transmisi pada saat hujan dengan
mengusulkan dua skenario. Skenario pertama disajikan pada bab 5 dan skenario
kedua ada di bab 6.
Secara rinci disajikan dalam uraian sebagai berikut. Pada bagian awal
dijelaskan pendahuluan dari penelitian. Bagian ini berisi latar belakang,
perumusan masalah, batasan masalah, metodologi dan tahapan penelitian, tujuan
umum maupun khusus, orisinalitas dan kontribusinya, serta sistematika penulisan.
Pada bab 2 menjelaskan pengukuran curah hujan, kharakteristik curah hujan
di Surabaya, melakukan estimasi redaman hujan dengan metode synthetic storm
technique (SST) sebagai besaran pengganggu pada model SKNTGM dan
melakukan analisis dan evaluasi redaman hujan tropis maupun non tropis. Pada
bagian ini juga menjelaskan bahwa redaman hujan model log-normal yang
biasanya dipakai pemodelan daerah non tropis tidak sesuai dengan redaman hujan
tropis.
Bab 3 menjelaskan kinerja teknik transmisi yang digunakan pada SKNTGM
dibawah pengaruh hujan pada sel tunggal. Teknik tersebut adalah sistem 64 QAM,
modulasi adaptif, adaptive coded modulation, gabungan MA dengan combining
diversity dan gabungan ACM dengan combining diversity. Kinerja SKNTGM
13
dievaluasi berdasarkan teknik transmisi yang digunakan. Selanjutnya semua
teknik transmisi dibandingkan dalam suatu tabel berdasarkan kinerjanya.
Sistem sel jamak dijelaskan pada bab 4, pada bab ini dijelaskan redaman
hujan pada link jamak, signal to interference ratio dan signal to interference noise
ratio di penerima pelanggan karena pengaruh BTS tetangga, evaluasi kinerja
sistem selain pengaruh hujan juga dievaluasi karena pengaruh interferensi BTS
tetangga. Kinerja sistem tanpa interferensi dibandingkan dengan kinerja sistem
pengaruh interferensi juga dibahas pada bagian ini.
Bab 2, Redaman Hujan Tropis
menyajikan pengukuran curah
hujan & estimasi redaman
hujan di Surabaya
Bab 3, Sistem Transmisi Sel Tunggal,
menyajikan evaluasi kinerja berbagai teknik
transmisi anti fading hujan pada sel tunggal
Bab 5, Menyajikan evaluasi kinerja
sistem LMDS saat hujan menggunakan
skenario segmentasi coverage area
dengan transmisi adaptif
Bab 6, Menyajikan evaluasi kinerja
sistem LMDS saat hujan menggunakan
skenario segmentasi coverage area
dengan regenerative relay
Bab 1, Pendahuluan
Bab 7, Menyajikan
kesimpulan dan saran
Bab 4, Sistem Transmisi Sel Jamak,
menyajikan evaluasi kinerja berbagai teknik
transmisi anti fading hujan & pengaruh
interferensi BTS tetangga
Gambar 1.3. Diagram hubungan sistematika pembahasan antar bab
14
Segmentasi cakupan sel dibahas pada bab 5, Pada bab ini untuk menjaga
kualitas sinyal layanan sistem komunikasi, pada kondisi hujan, pelanggan
dikelompokkan berdasarkan lokasinya menjadi beberapa segmen wilayah. Setiap
segmen menggunakan teknik transmisi sesuai dengan segmen wilayahnya. Untuk
pelanggan yang dekat dengan BTS menggunakan teknik transmisi sederhana 64
QAM, semakin jauh dari BTS menggunakan teknik transmisi yang mampu
menjaga kualitas sinyal dan biasanya lebih kompleks. Evaluasi implementasi
teknik ini dipertimbangkan untuk beberapa ukuran sel agar tetap terjaga kualitas
sinyal yang diterima.
Pada bab 6 menjelaskan teknik lain yang mampu menjaga kualitas sinyal
pada kondisi hujan yaitu dengan konsep relay. Sistem relay yang diamati
menggunakan regenerative relay. Sistem relay ini lebih baik dibandingkan
dengan jenis relay amplify and formard [Sak10].
Bagian penutup dijelaskan pada bagian akhir buku disertasi ini. Pada bagian
penutup menjelaskan kesimpulan dari semua pembahasan dan diakhiri dengan
saran-saran yang merupakan bagian yang perlu disempurnakan dari penelitian
disertasi ini.