14
1 Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sistem komunikasi nirkabel tetap gelombang milimeter Ketersediaan jaringan dan layanan informasi yang handal dengan kapasitas dan kualitas tinggi merupakan salah satu faktor penentu peningkatan produktivitas ekonomi. Oleh sebab itu pengembangan teknologi jaringan dan layanan informasi adalah isu yang sangat mendesak. Salah satu komponen terpenting dari penyediaan layanan informasi adalah infrastruktur jaringan akses yang menghubungkan terminal konsumen dengan jaringan multimedia atau internet. Keberadaan berbagai pilihan teknologi untuk infrastruktur jaringan akses akan memberikan fleksibilitas bagi konsumen dalam mendapatkan layanan akses jaringan informasi dengan kapasitas dan kualitas yang tinggi. Keunggulan jaringan nirkabel juga diikuti oleh banyak kelemahan, mulai aspek regulasi dan standarisasi, aspek akses jamak, serta kapasitas dan kualitas sistem yang sangat tergantung pada jumlah pengguna dan kondisi kanal propagasi. Dari sisi kapasitas, ketika kebutuhan akan bandwidth dan bit-rate semakin tinggi, pada sistem komunikasi nirkabel penggunaan frekuensi yang lebih tinggi menjadi hal wajib, misalnya melalui penerapan sistem di gelombang milimeter yaitu diatas 10 GHz atau di sekitar 30 GHz. Selama ini sistem komunikasi nirkabel tetap gelombang milimeter (SKNTGM) ditetapkan untuk sistem LMDS/MMDS, aplikasi Fixed Wireless Services yang berbasis protokol 802.16, Flash OFDM, WiBRO, dan Fixed Wireless Services yang lain. Aplikasi di gelombang milimeter tentunya akan diikuti oleh berbagai konsekuensi natural seperti : semakin tingginya redaman, pengaruh lintasan jamak, pengaruh mobilitas dan gangguan lain seperti hujan terutama di daerah tropis. Teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access) pada 10 – 40 GHz adalah salah satu solusi potensial untuk jaringan akses berkapasitas tinggi yang telah dikembangkan di kawasan Eropa [Nor00], [Pan05], Amerika Utara [Fal03], dan Asia Timur [Chu05] yang pada umumnya terletak di daerah non- 1

Combining (EGC) dan Maximal Ratio Combining (MRC) • Relay yang digunakan adalah Regenerative Relay

Embed Size (px)

Citation preview

1

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sistem komunikasi nirkabel tetap gelombang milimeter

Ketersediaan jaringan dan layanan informasi yang handal dengan kapasitas

dan kualitas tinggi merupakan salah satu faktor penentu peningkatan produktivitas

ekonomi. Oleh sebab itu pengembangan teknologi jaringan dan layanan informasi

adalah isu yang sangat mendesak. Salah satu komponen terpenting dari

penyediaan layanan informasi adalah infrastruktur jaringan akses yang

menghubungkan terminal konsumen dengan jaringan multimedia atau internet.

Keberadaan berbagai pilihan teknologi untuk infrastruktur jaringan akses akan

memberikan fleksibilitas bagi konsumen dalam mendapatkan layanan akses

jaringan informasi dengan kapasitas dan kualitas yang tinggi.

Keunggulan jaringan nirkabel juga diikuti oleh banyak kelemahan, mulai

aspek regulasi dan standarisasi, aspek akses jamak, serta kapasitas dan kualitas

sistem yang sangat tergantung pada jumlah pengguna dan kondisi kanal propagasi.

Dari sisi kapasitas, ketika kebutuhan akan bandwidth dan bit-rate semakin tinggi,

pada sistem komunikasi nirkabel penggunaan frekuensi yang lebih tinggi menjadi

hal wajib, misalnya melalui penerapan sistem di gelombang milimeter yaitu diatas

10 GHz atau di sekitar 30 GHz. Selama ini sistem komunikasi nirkabel tetap

gelombang milimeter (SKNTGM) ditetapkan untuk sistem LMDS/MMDS,

aplikasi Fixed Wireless Services yang berbasis protokol 802.16, Flash OFDM,

WiBRO, dan Fixed Wireless Services yang lain. Aplikasi di gelombang milimeter

tentunya akan diikuti oleh berbagai konsekuensi natural seperti : semakin

tingginya redaman, pengaruh lintasan jamak, pengaruh mobilitas dan gangguan

lain seperti hujan terutama di daerah tropis.

Teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access) pada 10 – 40

GHz adalah salah satu solusi potensial untuk jaringan akses berkapasitas tinggi

yang telah dikembangkan di kawasan Eropa [Nor00], [Pan05], Amerika Utara

[Fal03], dan Asia Timur [Chu05] yang pada umumnya terletak di daerah non-

1

2

tropis. Untuk penerapan di daerah tropis seperti Indonesia, teknologi nirkabel

pada gelombang milimeter ini belum banyak yang melakukan penelitian.

Penyebab utamanya adalah efek peredaman yang sangat tinggi oleh hujan tropis

maritim terhadap gelombang radio pada frekuensi 30 GHz.

Pengaruh redaman hujan Tropis terhadap sistem komunikasi nirkabel tetap

gelombang milimeter

Besarnya rugi lintasan (path-loss) merupakan fungsi frekuensi dan jarak,

tetapi pada gelombang milimeter, redaman hujan juga memberikan kontribusi

gangguan yang cukup besar, sehingga menjadi objek penelitian yang terus-

menerus. Sebuah operator LMDS dituntut untuk memberikan jaminan layanan

komunikasi kepada pelanggannya berdasarkan suatu tetapan quality of service

minimum. Dalam hal availability koneksi pelanggan hanya boleh jatuh dibawah

kualitas yang dijanjikan (mengalami outage) selama total sekian persen waktu

layanan dalam setahun. Sebagai contoh, nilai probabilitas outage adalah 0,05% (4

jam, 22 menit, 58.8 detik) yang ekivalen dengan availability 99,95%.

Berdasarkan data curah hujan di ITU R P-837-4 menunjukkan bahwa curah hujan

di daerah Surabaya, Indonesia sekitar 120 mm/jam dengan probabilitas melebihi

0.01%. Curah hujan yang tinggi menimbulkan redaman yang tinggi pada kanal

komunikasi. Di negara-negara tropis lainnya menunjukkan beberapa hasil

penelitian yaitu pada frekuensi 29 GHz curah hujan pada Amritsar untuk outage

0,01% adalah 12 mm/jam pada jarak sekitar 1,72 km menimbulkan redaman hujan

mencapai 17,17 dB [Sha07]. Di Singapura dilakukan pengukuran redaman hujan

pada frekuensi 30 GHz selama 10 tahun, untuk curah hujan lebih dari 40 mm/jam

menghasilkan redaman hujan lebih dari 15 dB/km [Tat01]. Di Hongkong juga

dilakukan pengukuran redaman hujan pada sistem LMDS dengan polarisasi

gelombang radio vertikal maupun horisontal. Hasil pengukuran menunjukkan

polarisasi horisontal lebih rentan terhadap hujan. Pada frekuensi 30 GHz redaman

hujan pada polarisasi horisontal mencapai 19 dB/km [Fon03]. Di Surabaya,

Indonesia, pada frekuensi Ka Band, redaman hujan tropis maritim pada jarak 5,7

km mencapai 80 dB [Sal99], jauh lebih tinggi dibandingkan hujan di daerah non-

tropis seperti Eropa, Amerika, dan Asia Timur [Cra96]. Bagi daerah tropis seperti

3

Indonesia, curah hujannya sangat tinggi yang akan menjadi masalah besar dalam

aplikasi gelombang milimeter untuk komunikasi radio di luar gedung.

Apabila ditinjau hanya pada musim hujan saja, maka curah hujan rata-rata

spesifik (worst months) akan sangat tinggi. Artinya, kontribusi redaman hujan

terhadap kinerja sistem menjadi sangat penting dan akhirnya dapat disimpulkan,

bahwa penerapan nirkabel pita-lebar pada gelombang milimeter di Indonesia akan

mengalami masalah karena Indonesia berada di daerah tropis maritim yang

mempunyai intensitas redaman hujan yang sangat tinggi. Hal inilah yang menarik

bagi Laboratorium Antena dan Propagasi ITS untuk melakukan penelitian

karakteristik redaman hujan tropis untuk dimanfaatkan mengembangkan sistem

‘mitigasi’ redaman hujan yang reliable. Penelitian tentang aspek propagasi ini

telah berlangsung sejak dekade 1990 melalui berbagai kerja sama dengan luar

negeri (TUE Netherland, Intelsat dan PREDICT-ITS) maupun penelitian unggulan

nasional yang telah menghasilkan data empiris dan model untuk sistem

pembangkitan redaman hujan serta memperkaya model redaman hujan standard

ITU-R [Sal99], [Hen06a], [Hen06b].

Dengan diketahuinya karakteristik ruang waktu dari redaman hujan, para

pengembang sistem komunikasi akan mempunyai parameter tambahan untuk

melahirkan sistem nirkabel baru yang mampu beradaptasi dengan redaman hujan.

Informasi channel-gain atau Channel State Information (CSI), dapat

dimanfaatkan untuk adaptasi dan juga menerapkan diversity dari lingkungan hujan.

Penerapan teknik mitigasi redaman hujan pada penelitian sebelumnya

Dalam mendesain SKNTGM, misalnya sistem LMDS, metode kompensasi

redaman hujan harus diikutsertakan. Metode-metode kompensasi redaman hujan

tersebut antara lain adalah adaptive power control, adaptive modulation, channel

coding dengan rate adaptif, cell site diversity dan penggunaan stasiun relay

[Gol97], [Gol95], [Sak09].

Sistem radio pada frekuensi di atas 10 GHz sangat peka terhadap fade

(pelemahan) yang disebabkan oleh hujan. Untuk mengurangi dampak pelemahan

ini maka daya dari suatu stasiun pemancar disesuaikan selama terjadi pelemahan

4

untuk mengimbangi perubahan redaman hujan. Masalah pelemahan disebabkan

oleh hujan dapat diatasi dengan kontrol daya adaptif. Dalam suatu sistem kontrol

daya, daya yang dikeluarkan pemancar bertambah untuk mengatasi fading yang

terjadi. Dalam hal ini, daya akses tidak konstan selama peristiwa fading [Boc09],

[Dip00], [Abb02], [van03].

Gambar 1.1. Sistem akses nirkabel gelombang milimeter dengan diversitas sel

Diversitas lokasi sel (cell-site diversity) diterapkan dengan menyediakan dua

stasiun dasar (base station) untuk melayani setiap terminal pelanggan (lihat

Gambar 1.1 sebagai ilustrasi). Pada [Hen02] ditunjukkan bahwa untuk teknik

transmisi dengan cell-site diversity terdapat segmen tertentu dalam daerah layanan

yang mengalami manfaat paling besar. Oleh sebab itu dapat dirancang metode

segmentasi daerah cakupan untuk setiap teknik transmisi yang berbeda agar

diperoleh cakupan yang merata. Namun kelayakan penerapan teknologi tersebut

masih harus diuji terlebih dahulu. Salah satu cara akurat yang dapat diambil untuk

menguji teknik-teknik anti-fading adalah dengan mensimulasikan suatu sistem

nirkabel yang menerapkan teknik tersebut dalam kondisi hujan [Suw10c].

5

Teknik mitigasi redaman hujan yang diusulkan pada disertasi ini.

Pada penelitian sebelumnya [Gol97],[Gol05], metode modulasi adaptif

(MA) dan adaptive code modulation (ACM) mampu meningkatkan kinerja sistem

(link availability dan efisiensi bandwidth) pada kanal Rayleigh dan bukan fading

hujan. Dari penelitian tersebut terinspirasi untuk menerapkan metode transmisi

adaptif diantaranya: MA, ACM, gabungan MA-SC dan gabungan ACM-SC pada

SKNTGM yang dipengaruhi oleh redaman hujan tropis [Suw10a, b], [Suw11].

Selain itu, pada disertasi ini juga dievaluasi dua strategi transmisi agar

SKNTGM mampu menyediakan layanan dengan kualitas BER maksimal 10-6

yang merata di seluruh coverage area sel dan link availability minimal 99,95%

serta efisiensi bandwidth yang maksimum. Strategi pertama adalah melakukan

segmentasi coverage area sel dengan transmisi adaptif (MA, ACM, MA-SC dan

ACM-SC sesuai dengan segmen daerah cakupan sel) [Suw10c], [Suw11]. Strategi

kedua adalah melakukan segmentasi coverage area sel dengan menggunakan

regenerative relay untuk melayani pelanggan jauh dari BTS.

1.2. Perumusan Masalah

Pada umumnya jaringan akses nirkabel tersebut dirancang dalam konfigurasi

seluler dengan penggunaan ulang frekuensi (frequency reuse) untuk efisiensi

spektrum, di mana suatu base station melayani terminal pelanggan yang berada di

dalam wilayah sel cakupannya pada frekuensi tertentu. Frekuensi yang sama dapat

digunakan oleh base station yang melayani sel lain yang terpisah oleh jarak yang

cukup jauh sehingga efek interferensi, baik pada uplink (transmisi dari terminal

pelanggan ke base station) maupun downlink (dari base station ke terminal

pelanggan), dapat dibatasi agar didapat kualitas sinyal yang memenuhi syarat.

Berbagai teknologi tersebut dirancang untuk memberikan kinerja berupa

kapasitas kanal (bps/Hz), kualitas sinyal (bit error rate atau BER = Pb), dan

ketersediaan (availability, yaitu persentase waktu di mana sistem tersebut bekerja

dengan kualitas sinyal di atas nilai ambang bawah) kanal yang sesuai bagi daerah

tropis, sesuai dengan negara di mana teknologi tersebut diaplikasikan. Sebagai

contoh aplikasi sistem televisi DVB-T, kualitas sinyal diukur dengan Pe maksimal

6

10-11

pada sisi penerima bagian outer code untuk mencapai kondisi quasi error-

free (QEF) dengan ketersediaan (availability ) kanal 99,99%. [Bud07].

Dengan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat

dikelompokkan dalam 2 permasalahan.

a. Permasalahan yang berkaitan dengan seberapa besar faktor pengganggu

SKNTGM yaitu berupa redaman hujan, yang dapat dinyatakan :

• Seberapa besar rentang variasi redaman hujan yang terjadi di Indonesia?

b. Permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan teknik kompensasi redaman

hujan pada SKNTGM, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

• Berapa saja tingkat variasi level modulasi M-QAM yang digunakan

sebagai kompensasi redaman hujan agar kapasitas kanal tetap besar?

• Jenis pengkodean apa dan berapa saja variasi code rate yang digunakan

sebagai kompensasi redaman hujan?

• Bagaimana algorithma kombinasi adaptasi level modulasi dan code rate

serta penggunaan teknik diversity sebagai kompensasi redaman hujan yang

mampu menjamin ketersediaan (availability) kanal sebesar minimal

99,95% pada SKNTGM dengan BER maksimal 10-6

?

• Teknik diversity apa yang sesuai pada SKNTGM untuk menjamin kinerja

sistem tersebut dengan BER maksimal 10-6

?

• Bagaimana algorithma kombinasi adaptasi level modulasi dan code rate

serta relay (repeater) yang digunakan sebagai kompensasi redaman hujan

yang mampu menjamin ketersediaan (availability) kanal minimal sebesar

99,95% SKNTGM dengan BER maksimal 10-6

?

• Seberapa besar efisiensi bandwidth pada kualitas sinyal yang menjamin

kinerja SKNTGM dengan BER maksimal 10-6

?

• Bagaimana menerapkan segmentasi daerah cakupan untuk memperoleh

kinerja merata di seluruh daerah cakupan BTS?

1.3. Batasan Masalah

Batasan permasalahan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

• Pengukuran curah hujan dilakukan di kampus ITS Sukolilo Surabaya.

Perhitungan statistik redaman hujan berdasarkan data pengukuran curah

7

hujan di ITS Surabaya ditambah dengan data pendukung lain seperti data

arah dan kecepatan angin yang diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi

dan Geofisika) Surabaya. Sesuai dengan makalah [Mer06] masih

dimungkinkan menggunakan data angin di lokasi lain dengan syarat jarak

lokasinya tidak lebih dari 15 km. Sementara jarak antara Juanda dengan

ITS hanya sekitar 11 km.

• Alat ukur curah hujan yang digunakan adalah 1 unit Disdrometer, yang

diletakkan di Jurusan Teknik Elektro, kampus ITS Surabaya.

• SKNTGM yang diteliti diasumsikan mempunyai radius cakupan 4 km.

• Terminal pelanggan diasumsikan kondisi diam, mempunyai beamwidth

sangat sempit dan bersifat line of sight (LOS) sehingga penggangunya

hanya rain fading dan tidak ada multipath fading.

• Analisis pembahasan difokuskan pada kanal downlink.

• Estimasi kondisi kanal dan umpan balik diasumsikan tidak mengalami

error.

• Sistem modulasi yang digunakan MQAM (4, 16 dan 64 QAM).

• Jenis pengkodean yang digunakan kode convolutional dan Reed Solomon

• Teknik diversity yang dievaluasi Selection Combining (SC), Equal Gain

Combining (EGC) dan Maximal Ratio Combining (MRC)

• Relay yang digunakan adalah Regenerative Relay

• Parameter yang diteliti adalah link availability (ketersediaan lintasan),

efisiensi bandwidth atau kapasitas kanal.

1.4. Metodologi dan Tahapan Penelitian

Metodologi penelitian yang dilakukan secara garis besar adalah melakukan

pengukuran curah hujan untuk data estimasi redaman hujan, membuat model dan

strategi transmisi sistem komunikasi nirkabel tetap gelombang millimeter

(SKNTGM) yang sesuai untuk daerah tropis dan mengevaluasi kinerja sistem

tersebut dengan melakukan uji simulasi. Redaman hujan hasil estimasi digunakan

sebagai pengganggu pada kanal SKNTGM. Beberapa teknik mitigasi pengaruh

redaman hujan dievaluasi berdasarkan kinerja sistem tersebut, agar diperoleh

8

kualitas sinyal yang tetap terjaga sesuai dengan ambang batas yang diinginkan.

Hasil pengujian dan evaluasi sistem tersebut dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan aplikasi SKNTGM di daerah tropis. Alur kerja penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 penelitian ini dilakukan dengan

beberapa tahapan sebagai berikut :

Pemodelan SKNTGM dengan berbagai

teknik transmisi adaptif diantaranya

64QAM, MA, ACM, gabungan MA+SC,

gabungan ACM+SC

Pemodelan SKNTGM dengan

teknik transmisi 64QAM dengan

regenerative relay

Data curah hujan di

ITS Surabaya,

selama 2 tahun

Data curah hujan di

ITS Surabaya,

selama 2 tahun

Perhitungan redaman hujan

dengan metode SST

Perhitungan redaman hujan

dengan metode SST

Perhitungan SNR dan SINR akibat

redaman hujan pada penerima CPE

pada link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km

Perhitungan SNR dan SINR akibat

redaman hujan pada penerima CPE

pada link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km

Perhitungan batas interval SNR pada

kondisi clear sky guna menjaga batas

ambang BER 10^-6 untuk berbagai

teknik transmisi

Perhitungan batas interval SNR pada

kondisi clear sky guna menjaga batas

ambang BER 10^-6 untuk teknik

transmisi 64QAM+coding

Perhitungan link availability dan

efisiensi bandwidth untuk berbagai

teknik transmisi

Perhitungan link availability dan

efisiensi bandwidth untuk teknik

transmisi 64QAM+coding dengan

relay

Threshold SNR dan

SINR agar BER

maksimal 10^-6

Segmentasi coverage

area berdasarkan teknik

transmisi adaptif

Segmentasi coverage area

berdasarkan modulasi

64QAM & relay

Link availability

minimal 99,95%

Penarikan kesimpulan

Komparasi kinerja sistem

untuk kedua strategi

segmentasi coverage area

Gambar 1.2. Diagram alir kerja penelitian

9

• Memodelkan SKNTGM dengan berbagai teknik transmisi diantaranya

modulasi 64-QAM, MA, ACM, gabungan MA-SC dan gabungan ACM-

SC serta penggunaan relay dengan modulasi tetap 64 QAM-coding

rangkap RS dan CC.

• Pengukuran curah hujan dan dilanjutkan perhitungan estimasi redaman

hujan dengan metode synthetic storm technique (SST) pada link 1 km, 2

km, 3 km dan 4 km.

• Signal to noise ratio ambang batas thγ dihitung untuk modulasi MQAM

dan ACM pada BER 10-6

.

• Perhitungan perbandingan rata-rata daya sinyal dengan rata daya noise

(signal to noise ratio γ ) pada sisi penerima sistem MQAM kondisi cuaca

cerah ( csγ ).

• Perhitungan γ pada sisi penerima sistem sel tunggal berdasarkan mode

adaptasi (pengaturan modulasi dan pengkodean adaptif) pada sisi penerima

karena pengaruh variasi redaman hujan.

• Perhitungan Signal to Interference Ratio SIRγ sisi penerima untuk sistem

multi sel.

• Perhitungan Signal to Interference Noise Ratio SINRγ sisi penerima untuk

sistem multi sel baik yang menggunakan transmisi adaptif maupun

regenerative relay.

• Melakukan evaluasi kinerja Pe teknik gabungan modulasi MQAM dan

pengkodean rangkap adaptif serta diversity.

• Membuat strategi transmisi dengan cara melakukan segmentasi coverage

area menggunakan transmisi adaptif dengan tetap menjaga Pe target.

• Melakukan evaluasi kinerja Pe menggunakan regenerative relay.

• Membuat strategi transmisi dengan cara melakukan segmentasi coverage

area menggunakan relay dengan tetap menjaga Pe target.

• Membuat perbandingan kinerja kedua strategi transmisi tersebut.

• Membuat kesimpulan penelitian.

10

Penjelasan lebih rinci yang berkaitan dengan tahapan penelitin tersebut dapat

dilihat pada bagian-bagian bab yang bersesuaian dengan tahap demi tahap

penelitian ini.

1.5. Tujuan

1.5.1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang akan dicapai adalah

1. Menunjukkan kontribusi Indonesia di bidang sistem komunikasi nirkabel

pita lebar pada gelombang milimeter untuk daerah tropis maritim.

Karena wilayah tropis sebagian besar dihuni oleh negara-negara

berkembang, maka hasil yang diperoleh dapat bermanfaat dalam

pengembangan infrastruktur telekomunikasi di banyak negara-negara

berkembang.

2. Mendukung kemandirian teknologi dalam pengembangan infrastruktur

komunikasi pita lebar di Indonesia yang pada akhirnya dapat turut

meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi negara.

1.5.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang akan dicapai adalah mendapatkan teknik mitigasi

redaman hujan dan strategi transmisi yang sesuai untuk sistem komunikasi

gelombang milimeter yang handal dan berkapasitas tinggi yang mampu

memberikan ketersediaan kanal (link availability) minimal sebesar 99,95%

dan menjamin kualitas sinyal dengan BER maksimal 10-6

untuk

diaplikasikan di Indonesia pada khususnya dan di negara-negara tropis pada

umumnya.

1.6. Orisinalitas dan Kontribusi

Redaman hujan di Indonesia (studi kasus di Surabaya) khususnya di kampus

ITS sebagai data untuk menghitung perbandingan rata-rata daya sinyal dengan

rata-rata daya noise (signal to noise ratio γ ) di sisi penerima. Redaman hujan di

surabaya sangat tinggi sampai mencapai 80 dB pada jarak 5,7 km [Sal99] yang

menyebabkan link komunikasi gelombang milimeter terganggu. Berdasarkan

11

kondisi tersebut diusulkan metode transmisi dengan teknik modulasi adaptif (MA),

pengkodean adaptif (ACM), gabungan penggunaan modulasi adaptif (MA)

dengan teknik diversity dan gabungan ACM dengan diversity. Teknik transmisi

lainnya adalah menggunakan relay untuk pelanggan yang jauh dari BTS.

Orisinalitas

Redaman hujan di daerah tropis maritim (Indonesia) sangat tinggi, berbeda

dengan daerah non tropis yang relatif kecil dan sudah banyak diteliti di negara-

negara Eropa [Mau10], [Sal99], [Kan86]. Pada penelitian sebelumnya, beberapa

teknik mitigasi redaman hujan non tropis telah diteliti, diantaranya teknik kontrol

daya adaptif [Boc00], [Abb04] dan teknik diversity [Tim01], [Hen02], [Pan05].

Teknik-teknik tersebut tidak cukup mampu diterapkan pada SKNTGM di daerah

tropis dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mengurangi pengaruh redaman

hujan tropis tersebut, diusulkan metode segmentasi daerah cakupan untuk

memperoleh kinerja sistem yang merata di seluruh daerah cakupan. Metode

segmentasi tersebut dapat dilakukan dengan membagi daerah cakupan sesuai

dengan teknik transmisi. Segmen dekat BTS utama menggunakan teknik paling

sederhana yaitu 64 QAM, segmen berikutnya berturut-turut modulasi adaptif

(MA), adaptive coded modulation (ACM), gabungan modulasi adaptif dengan

selection combining (MA-SC) dan gabungan ACM dengan selection combining

(ACM-SC). Metode segmentasi lain dapat dilakukan dengan menggunakan

modulasi 64 QAM untuk daerah dekat BTS utama, sedangkan segmen yang lebih

luas menggunakan dedicated relay yang memungkinkan ketersediaan

(availability) kanal minimal mencapai 99,95% dengan menjamin komunikasi

gelombang milimeter berkinerja BER maksimal 10-6

dengan radius cakupan

mencapai 4 km. Sepengetahuan kami, metode segmentasi tersebut belum pernah

diteliti untuk mitigasi pengaruh redaman hujan di daerah tropis.

Kontribusi

Kontribusi dari penelitian ini adalah menghasilkan strategi transmisi sistem

komunikasi nirkabel gelombang milimeter yang handal dan berkapasitas tinggi

untuk diaplikasikan di daerah tropis maritim. Strategi transmisi yang diusulkan

12

ada dua skenario. Skenario pertama berupa segmentasi coverage area sel dengan

transmisi adaptif. Pada skenario ini, saat kondisi cerah (tidak hujan), sistem

transmisi menggunakan modulasi tetap 64-QAM, sedangkan pada kondisi hujan

berlaku segmentasi coverage area sel dengan menggunakan jenis teknik transmisi

adaptif sesuai urutan segmen area. Skenario kedua berupa segmentasi coverage

area sel dengan menggunakan relay. Pada skenario ini juga berlaku segmentasi

area hanya pada saat kondisi hujan, pada kondisi cerah sistem menggunakan

modulasi tetap 64-QAM. Posisi regenerative relay ditempatkan tepat ditengah

antara BTS dan terminal pelanggan CPE. Kedua skenario tersebut belum pernah

diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

1.7. Sistematika Penulisan

Disertasi ini ditulis dalam tujuh bab, dimana hubungan antar bab dijelaskan

pada Gambar 1.3. Pada prinsipnya, bab 5 dan bab 6 merupakan hasil kontribusi

utama dari penelitian disertasi ini yaitu strategi transmisi pada saat hujan dengan

mengusulkan dua skenario. Skenario pertama disajikan pada bab 5 dan skenario

kedua ada di bab 6.

Secara rinci disajikan dalam uraian sebagai berikut. Pada bagian awal

dijelaskan pendahuluan dari penelitian. Bagian ini berisi latar belakang,

perumusan masalah, batasan masalah, metodologi dan tahapan penelitian, tujuan

umum maupun khusus, orisinalitas dan kontribusinya, serta sistematika penulisan.

Pada bab 2 menjelaskan pengukuran curah hujan, kharakteristik curah hujan

di Surabaya, melakukan estimasi redaman hujan dengan metode synthetic storm

technique (SST) sebagai besaran pengganggu pada model SKNTGM dan

melakukan analisis dan evaluasi redaman hujan tropis maupun non tropis. Pada

bagian ini juga menjelaskan bahwa redaman hujan model log-normal yang

biasanya dipakai pemodelan daerah non tropis tidak sesuai dengan redaman hujan

tropis.

Bab 3 menjelaskan kinerja teknik transmisi yang digunakan pada SKNTGM

dibawah pengaruh hujan pada sel tunggal. Teknik tersebut adalah sistem 64 QAM,

modulasi adaptif, adaptive coded modulation, gabungan MA dengan combining

diversity dan gabungan ACM dengan combining diversity. Kinerja SKNTGM

13

dievaluasi berdasarkan teknik transmisi yang digunakan. Selanjutnya semua

teknik transmisi dibandingkan dalam suatu tabel berdasarkan kinerjanya.

Sistem sel jamak dijelaskan pada bab 4, pada bab ini dijelaskan redaman

hujan pada link jamak, signal to interference ratio dan signal to interference noise

ratio di penerima pelanggan karena pengaruh BTS tetangga, evaluasi kinerja

sistem selain pengaruh hujan juga dievaluasi karena pengaruh interferensi BTS

tetangga. Kinerja sistem tanpa interferensi dibandingkan dengan kinerja sistem

pengaruh interferensi juga dibahas pada bagian ini.

Bab 2, Redaman Hujan Tropis

menyajikan pengukuran curah

hujan & estimasi redaman

hujan di Surabaya

Bab 3, Sistem Transmisi Sel Tunggal,

menyajikan evaluasi kinerja berbagai teknik

transmisi anti fading hujan pada sel tunggal

Bab 5, Menyajikan evaluasi kinerja

sistem LMDS saat hujan menggunakan

skenario segmentasi coverage area

dengan transmisi adaptif

Bab 6, Menyajikan evaluasi kinerja

sistem LMDS saat hujan menggunakan

skenario segmentasi coverage area

dengan regenerative relay

Bab 1, Pendahuluan

Bab 7, Menyajikan

kesimpulan dan saran

Bab 4, Sistem Transmisi Sel Jamak,

menyajikan evaluasi kinerja berbagai teknik

transmisi anti fading hujan & pengaruh

interferensi BTS tetangga

Gambar 1.3. Diagram hubungan sistematika pembahasan antar bab

14

Segmentasi cakupan sel dibahas pada bab 5, Pada bab ini untuk menjaga

kualitas sinyal layanan sistem komunikasi, pada kondisi hujan, pelanggan

dikelompokkan berdasarkan lokasinya menjadi beberapa segmen wilayah. Setiap

segmen menggunakan teknik transmisi sesuai dengan segmen wilayahnya. Untuk

pelanggan yang dekat dengan BTS menggunakan teknik transmisi sederhana 64

QAM, semakin jauh dari BTS menggunakan teknik transmisi yang mampu

menjaga kualitas sinyal dan biasanya lebih kompleks. Evaluasi implementasi

teknik ini dipertimbangkan untuk beberapa ukuran sel agar tetap terjaga kualitas

sinyal yang diterima.

Pada bab 6 menjelaskan teknik lain yang mampu menjaga kualitas sinyal

pada kondisi hujan yaitu dengan konsep relay. Sistem relay yang diamati

menggunakan regenerative relay. Sistem relay ini lebih baik dibandingkan

dengan jenis relay amplify and formard [Sak10].

Bagian penutup dijelaskan pada bagian akhir buku disertasi ini. Pada bagian

penutup menjelaskan kesimpulan dari semua pembahasan dan diakhiri dengan

saran-saran yang merupakan bagian yang perlu disempurnakan dari penelitian

disertasi ini.