Upload
khangminh22
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1PB WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Daftar IsiDari Redaksi
Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) merupakan instrumen derivatif dalam sistem keuangan internasional yang dilakukan oleh dua negara. Dalam hal perdagangan, BCSA memungkinkan kedua negara untuk berdagang menggunakan mata uang masing-masing sehingga akan menekan ketergantungan terhadap USD serta meringankan dampak akibat depresiasi mata uang.
Berita Pendek Perdagangan
Serba - Serbi
Statistik Perdagangan Pusdatin
Halaman 25
Halaman 30
Halaman 34
Hal. 2
Hal. 14
Hal. 6
Neraca perdagangan Indonesia-Bulgaria selama Januari–Juli 2015 surplus sebesar USD 4,2 juta yang berasal dari neraca non migas. Nilai ini meningkat 20,6% dari tahun 2014 pada periode yang sama. Dalam rangka memperkuat komitmen kerjasama perdagangan Indonesia
Mengintip Kerjasama Indonesia–Bulgaria
Nilai Tukar Rupiah dan Perdagangan Valuta
AsingPerdagangan valas pada awalnya
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan alat tukar dalam transaksi sektor riil, seperti untuk impor dan ekspor. Tetapi, pada perkembangannya, valas diperlakukan sebagai komoditas perdagangan yang memungkinkan dilaksanakannya perdagangan valas dengan motif spekulasi yang sangat merugikan perekonomian suatu negara.
Hal. 19
Potensi Ekspor Tuna dan Udang Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE)
Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan ekspor hasil perikanan Indonesia, setelah Jepang dan Amerika Serikat. Peluang peningkatan ekspor perikanan Indonesia ditunjang dengan besarnya pasar (market size) dan tren konsumsi produk perikanan di Uni Eropa. Udang dan Tuna merupakan dua contoh produk ekspor potensial Indonesia ke Uni Eropa yang banyak diminati dan patut dikembangkan.
Mencari Peluang dari Momentum Gelombang
Korea
Hal. 22
dengan Bulgaria, Kementerian Perdagangan melaksanakan Misi Dagang pada tanggal 4-5 Mei 2015 yang dilaksanakan secara terkoordinasi antar kementerian dengan difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sofia, Bulgaria.
Gelombang Korea (Korean Waves) yang lebih dikenal dengan Hallyu adalah strategi diplomasi budaya yang berhasil memberikan dampak positif bagi ekonomi Korsel. Penyebaran Hallyu diantaranya melalui drama televisi, musik, fashion, smartphone dan kosmetik. Sebagai salah satu mitra dagang penting bagi Korsel, selayaknya Indonesia juga bisa meraih untung dengan memanfaatkan kepopuleran produk-produk asal Korsel di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sendiri.
Kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh 12 negara yang tergabung dalam TPP dianggap sebagai perdagangan yang paling ambisius dan komprehensif diantara perjanjian kerjasama ekonomi yang pernah ada. TPP juga dianggap sebagai perjanjian perdagangan bebas yang berstandar tinggi yang mampu mengatasi
tantangan perdagangan dan investasi yang dihadapi pemangku kepentingan di Abad ke-21 dan merupakan salah satu jalur ke realisasi Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP). Untuk itu, sebelum bergabung dalam kerjasama ekonomi TPP, Indonesia harus benar-benar membuat kajian yang sangat mendalam tentang hal ini.
Hal. 11
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 32 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
ISU PERDAGANGAN
Fitria Faradila
Peranan Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) bagi Perdagangan Luar Negeri
Indonesia di Tengah Depresiasi Rupiah
Pergerakan nilai mata uang Rupiah terhadap US Dollar
(USD) memiliki tren depresiasi sejak pertengahan
tahun 2011. Pada tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2013,
pergerakan mata uang Rupiah terhadap USD cenderung stabil
walaupun sempat mengalami fluktuasi di tahun 2011, namun
fluktuasi Rupiah tersebut tidak signifikan dan masih berada dalam
rentang kewajaran. Memasuki pertengahan tahun 2013, Rupiah
kembali terdepresiasi. Pengaruh kondisi global, yakni keputusan
the Fed memangkas pembelian obligasi karena perekonomian
Amerika Serikat (AS) dianggap telah pulih sejak krisis keuangan
global, memberikan sentimen positif pada investor global bahwa
ekonomi AS akan membaik, sehingga mereka mengalihkan
investasinya kepada USD.
Permintaan USD yang meningkat mendorong penguatan
pada mata uang tersebut, sehingga melemahkan mata uang
negara lainnya, termasuk Rupiah Indonesia. Di tahun 2015,
depresiasi Rupiah kembali terjadi setelah adanya kekhawatiran
investor global atas gagal bayarnya utang Yunani kepada the
International Monetary Fund (IMF). Selain itu, kondisi internal
dimana banyak perusahaan Indonesia menghadapi tenggat
waktu pembayaran pinjaman kepada pihak asing turut
mendorong permintaan USD di pasar Indonesia. Pada akhir
pekan kedua September 2015, nilai tukar Rupiah sempat
mencapai 14.306 per USD. Depresiasi ini merupakan yang
tertinggi sejak krisis moneter tahun 1997-1999.
Jan-
10
Apr
-10
Jul-1
0
Oct
-10
Jan-
11
Apr
-11
Jul-1
1
Oct
-11
Jan-
12
Apr
-12
Jul-1
2
Oct
-12
Jan-
13
Apr
-13
Jul-1
3
Oct
-13
Jan-
14
Apr
-14
Jul-1
4
Oct
-14
Jan-
15
Apr
-15
Jul-1
5
Gambar 2. Pertumbuhan Kurs Rupiah/Dollar AS (% MoM).
15,000
14,000
13,000
12,000
11,000
10,000
9,000
8,000
Jan-
10
Apr
-10
Jul-1
0
Oct
-10
Jan-
11
Apr
-11
Jul-1
1
Oct
-11
Jan-
12
Apr
-12
Jul-1
2
Oct
-12
Jan-
13
Apr
-13
Jul-1
3
Oct
-13
Jan-
14
Apr
-14
Jul-1
4
Oct
-14
Jan-
15
Apr
-15
Jul-1
5
Gambar 1. Pergerakan Nilai Mata Uang Rupiah terhadap USD.Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia (2015)
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia (2015)
86420
-2-4-6
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 32 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Depresiasi nilai Rupiah sebenarnya dapat meningkatkan
ekspor, karena harga produk Indonesia di pasar internasional
menjadi lebih murah. Namun karena kondisi impor Indonesia
masih didominasi oleh bahan baku penolong dan barang modal
dimana keduanya mempunyai andil yang besar dalam kegiatan
produksi untuk ekspor, maka depresiasi nilai tukar Rupiah justru
berdampak sebaliknya. Dapat dilihat dari Tabel 1, lebih dari 90%
total impor berasal dari bahan baku penolong (76,4%) dan barang
modal (16,4%). Secara teori, depresiasi Rupiah akan menurunkan
impor karena permintaannya yang menurun seiring harga barang
impor yang menjadi lebih mahal. Namun, berbeda halnya apabila
impor masih didominasi oleh produk yang bersifat produktif
dimana kegiatan produksi masih bertopang pada input barang
impor tersebut dan permintaan barang tersebut akan selalu stabil
bahkan meningkat. Hal ini kerap menyebabkan ketergantungan
Indonesia terhadap barang impor, sehingga semahal apa
pun barang impor akibat imbas dari depresiasi Rupiah akan
tetap diserap oleh sektor lapangan usaha dalam negeri karena
merupakan komponen faktor produksi. Oleh karena itu, depresiasi
Rupiah cenderung akan membebani produsen dan eksportir
domestik karena biaya produksi menjadi lebih mahal. Menanggapi
kondisi struktur perdagangan Indonesia di tengah depresiasi
Rupiah, Bank Indonesia (BI) kemudian mengupayakan suatu
sistem kerjasama untuk meredam ketergantungan perdagangan
Indonesia terhadap USD, sehingga dapat meminimalisasi resiko
dampak fluktuasi nilai tukar. Sistem kerjasama ini disebut Bilateral
Currency Swap Agreement.
Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA)
Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) merupakan
instrumen derivatif dalam sistem keuangan internasional yang
dilakukan oleh dua negara, dimana kedua negara tersebut dapat
melakukan peminjaman mata uang negara lain dengan negara
partner melalui bank sentral masing-masing negara. BCSA adalah
salah satu Local Currency Settlement (LCS) yang dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap USD. BCSA terbentuk
dari kerjasama the Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM)
Agreement tahun 2000 antara negara-negara ASEAN dan Asia
Timur yakni Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) dan Hong Kong. Adapun dilakukannya kerjasama tersebut
merupakan langkah antisipasif untuk mengatasi krisis moneter
yang terjadi di Asia pada tahun 1997. Tujuan BCSA adalah untuk
membantu negara anggota yang mengalami kesulitan likuiditas
mata uang sehingga dapat meminjam dari negara anggota
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 54 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Total Impor 135.663,30 177.435,60 191.685,50 186.628,70 178.178,80 89.953,70 73.950,20 (17.8) 6.1 100
Bahan Baku Penolong 98.755,10 130.934,30 140.126,00 141.957,90 136.208,60 68.803,50 55.886.80 (18.8) 7.5 76.4
Barang Konsumsi 9.991,60 13.392,90 13.408,60 13.138,90 12.667,20 6.293,70 5.423,40 (13.8) 4.7 7.1
Barang Modal 26.916,60 33.108,40 38.154,80 31.531,90 29.303,00 14.856,50 12.640,00 (14.9) 1.2 16.4
2010 2011 2012 2013 20142014 2015 15/14 2010-2014 2014
Januari-JuniPerub. Tren Pangsa % (%) (%)
Nilai : Juta USD
Sumber: BPS (2015), diolah
Tabel 1. Komposisi Struktur Impor menurut Broad Economy Category (BEC)
Kelompok Produk
lainnya. Secara umum, kerangka ini dibuat untuk menciptakan
stabilitas sistem keuangan di kawasan. Dalam hal perdagangan,
BCSA memungkinkan kedua partner negara untuk berdagang
menggunakan mata uang masing-masing negara. Perdagangan
melalui skema BCSA akan menekan ketergantungan terhadap
USD serta meringankan dampak akibat depresiasi mata uang.
Mekanisme penggunaan BCSA dilakukan dengan
menggunakan mata uang masing-masing negara. Misalnya,
importir Indonesia ingin membeli barang dari RRT. Untuk melunasi
pembayarannya importir tersebut mengajukan permintaan BCSA
ke bank komersial Indonesia yang ditunjuk, lalu bank komersial
tersebut mengajukan permintaan kepada Bank Indonesia (BI)
selaku bank sentral Indonesia. Proses selanjutnya Bank Indonesia
melakukan koordinasi dengan bank sentral RRT, People’s Bank of
China (PBOC), terkait permintaan tersebut. Apabila disetujui maka
PBOC akan melunasi pembayaran kewajiban kepada eksportir
RRT menggunakan mata uang lokal, China Yuan Renmimbi (CNY),
melalui bank komersial counterpart di RRT. Adapun di sisi Indonesia,
importir diharuskan memberikan jumlah pembayaran dalam bentuk
Rupiah yang setara dengan nilai CNY yang dibayarkan ke eksportir
negara tersebut, Indonesia memiliki potensi perdagangan yang
besar dengan India, Australia dan negara ASEAN lainnya yakni
Malaysia, Thailand dan Vietnam serta negara Uni Eropa, yakni
Jerman dan Belanda. Kinerja perdagangan yang diindikasikan
dengan nilai total perdagangan per negara mitra dagang utama
tersebut memang menunjukkan penurunan dalam jangka pendek,
namun tren kenaikan pada beberapa negara masih mencatat
pertumbuhan yang positif.
Di tengah lesunya perdagangan, nilai total perdagangan
Indonesia dengan India dan Vietnam masih mencatat pertumbuhan
jangka pendek yang meningkat begitu pula dengan nilai trennya.
Adapun hubungan perdagangan Indonesia dengan kelima negara
potensial lainnya memang mencatat penurunan pada jangka
pendek, namun nilai tren masih menunjukkan sinyal positif. Hal
ini mengindikasikan bahwa walaupun menurun dan memiliki
pangsa yang kecil, namun potensi perdagangan Indonesia dengan
Australia, Malaysia, Thailand, Jerman dan Belanda masih terbuka.
Oleh karena itu, Bank Indonesia diharapkan dapat mulai mengkaji
kerjasama BCSA dengan negara-negara potensial tersebut.
melalui jaminan (kolateral) kepada bank komersial Indonesia. Hal
yang sama juga berlaku pada proses ekspor.
Saat ini Indonesia telah menjalin skema BCSA dengan dua
negara yakni RRT dan Korea Selatan. Kerjasama BCSA Indonesia
dan RRT dilakukan pada tahun 2009 dan diperpanjang pada
bulan Oktober 2013 dengan nilai kesepakatan CNY 100 miliar
atau Rp 175 Triliun (USD 16 miliar). Sementara itu, Indonesia juga
melakukan kerjasama BCSA dengan Korea Selatan tahun 2014
dengan nilai kesepakatan Korean Won (KRW) 10,7 triliun atau
setara dengan Rp 115 triliun. Kendati demikian, kerjasama BCSA
yang dilakukan oleh BI dengan PBOC serta Bank of Korea saat ini
belum diaktivasi, sehingga belum ada pelaku usaha baik eksportir
maupun importir yang telah memanfaatkan kerjasama BCSA ini.
Potensi BCSA dengan Negara Lain
Kedua negara yang telah menjalin kesepakatan BCSA dengan
Indonesia termasuk dalam negara mitra dagang utama. Berdasarkan
nilai total perdagangan, RRT dan Korea Selatan masing-masing
memiliki pangsa sebesar 13,6% dan 6,3% tahun 2014. Selain dua
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 54 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
TOTAL 239.442,4 380.932,2 381.709,7 369.180,5 354.471,5 178.778,2 152.302,1 (14,8) 3,5 100,0
RRT 36.116,8 49.153,2 51.045,3 52.451,0 48.552,4 24.522,4 22.324,0 (9,0) 6,6 13,6
SINGAPURA 33.964,1 44.408,6 43.222,3 42.267,8 41.992,5 21.384,9 15.701,3 (26,6) 3,8 11,8
JEPANG 42.747,6 53.151,3 52.902,9 46.370,8 40.173,2 20.558,8 16.560,0 (19,5) (2,6) 11,3
AMERIKA SERIKAT 23.665,8 27.272,3 26.477,0 24.757,4 24.700,0 12.506,5 12.361,7 (1,2) (0,1) 7
KOREA SELATAN 20.277,6 29.388,6 27.020,2 23.015,1 22.468,6 11.402,0 8.610,4 (24,5) (0,4) 6,3
MALAYSIA 18.011,1 21.400,7 23.521,8 23.989,1 20.614,3 10.325,3 8.932,1 (13,5) 3,9 5,8
THAILAND 12.037,3 16.301,8 18.073,7 16.465,0 15.610,9 7.914,4 7.044,9 (11,0) 5,6 4,4
INDIA 13.209,8 17.657,7 16.802,0 16.995,3 16.201,0 7.899,4 8.001,0 1,3 3,8 4,6
AUSTRALIA 8.343,4 10.844,4 10.203,1 9.408,6 10.680,7 5.396,6 4.294,9 (20,4) 3,7 3
TAIWAN 8.079,5 6.856,7 10.935,3 10.342,7 10.183,3 5.178,0 4.540,0 (12,3) 4,2 2,9
SAUDI ARABIA 5.528,1 6.698,5 6.973,9 8,260,4 8.672,5 3.811,4 2.891,8 (24,1) 11,5 2,4
JERMAN 5.991,3 4.737,1 7.263,5 7.309,8 6.912,7 3.554,7 3.197,0 (10,1) 3,8 2
VIETNAM 3.088,5 5.941,0 4.868,7 5.123,5 5.869,0 2.817,4 2.869,1 1,8 14,6 1,7
BELANDA 4.404,4 5.941,0 5.544,5 5.139,8 4.892,9 2.445,9 2.272,0 (7,1) 0,7 1,4
HONG KONG 4.361,8 5.680,6 4.562,1 4.785,6 4.626,0 2.371,8 1.926,0 (18,8) (0,5) 1,3
SUBTOTAL 239.827,2 310.252,1 309.416,2 296.982,0 281.828,2 142.089,4 121.526,3 (14,5) 2,8 79,5
LAINNYA 53.615,2 70.680,0 72.293,5 72.643,3 72.643,3 36.688,8 30.775,9 16,1) 6,5 20,5
2010 2011 2012 2013 20142014 2015 15/14 2010-2014 2014
Januari-JuniPerub. Tren Pangsa % (%) (%)
TOTAL PERDAGANGAN (NILAI : USD)
Sumber: BPS (2015), diolah
Tabel 2. Total Perdagangan Indonesia menurut Negara Mitra Dagang Utama
NEGARA
Dampak depresiasi Rupiah terhadap peningkatan ekspor
yang tidak dapat dirasakan secara optimal telah mendorong
Bank Indonesia untuk melakukan kerjasama BCSA. Beberapa
kerjasama BCSA yang telah dilakukan oleh Indonesia yaitu dengan
RRT dan Korea Selatan. Negara mitra dagang Indonesia lain yang
juga berpotensi untuk dilakukan kerjasama BCSA adalah India,
Australia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Jerman dan Belanda. Tentu
saja, dalam pelaksanaan kerjasama BCSA ini diperlukan komitmen
Bank Indonesia untuk mempercepat proses aktivasi.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 76 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Potensi Ekspor Tuna dan Udang Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE)
Dian Dwi Laksani dan Aziza Rahmaniar
Indonesia dan Uni Eropa (UE) berkomitmen untuk
meningkatkan hubungan bilateral kedua Negara dalam
bidang perdagangan dan investasi melalui Comprehensive
Economic Partnership Agreement (CEPA). Uni Eropa merupakan
mitra dagang yang penting bagi Indonesia, dengan jumlah
penduduk lebih dari 513,95 juta jiwa pada tahun 2015 dan GDP
per kapita tahun 2015 sebesar USD 37.800 (World Factbook, 2016).
Berdasarkan data UN COMTRADE, pada tahun 2014 impor dari
negara ASEAN mencapai sekitar 5% dari total impor UE, di mana
Indonesia memiliki kontribusi sebesar 16% dari total impor negara
ASEAN. UE adalah salah satu importir terbesar untuk produk
perikanan. Berdasarkan data Trade Map, UE menjadi importir
nomor lima untuk produk perikanan dengan nilai USD 59,82 juta.
Posisi utama importir produk perikanan ke Indonesia yaitu Amerika
Serikat sebesar USD 282,85 juta. Oleh karena itu Uni Eropa yang
beranggotakan 28 negara merupakan pasar yang potensial untuk
komoditas perikanan Indonesia.
Berdasarkan Tabel 1, ekspor ikan tuna, udang dan gurita beku
merupakan ekspor terbesar Indonesia ke Uni Eropa. Selain udang
dan tuna, ekspor spesies ikan lainnya seperti ikan todak meningkat
dengan cepat di tahun 2012-2014. Jika dibandingkan dengan tahun
2012, ekspor ikan todak nilainya meningkat sebesar 115%. Untuk
udang beku, sebelum tahun 2012 tidak ada ekspor dikarenakan
masalah kandungan antibiotik yang terdapat dalam produksinya.
Sebagai contoh pada tahun 2005 dan 2006, 10 kontainer udang
asal Indonesia yang melalui pelabuhan Brusel Belgia ditolak karena
adanya kandungan antibiotic chloramphenicol.
Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan
ekspor hasil perikanan Indonesia. Potensi pasar terus berkembang
seiring dengan bertambahnya negara anggota Uni Eropa dari enam
negara pada tahun 1950 menjadi 28 negara pada tahun 2013. Uni
Eropa menjadi negara ke-5 tujuan ekspor Indonesia untuk produk
perikanan (Trade Map, 2015). Indonesia mengekspor sebesar
USD 59,82 juta ke negara Uni Eropa di tahun 2014.
Peluang peningkatan ekspor perikanan Indonesia ditunjang
dengan besarnya pasar (market size) dan tren konsumsi produk
perikanan di Uni Eropa sebagaimana dijelaskan berikut ini:
a. Market Size
Pasar utama Ikan dan seafood di Uni Eropa adalah Spanyol,
Perancis, Jerman, Italia, Swedia, Inggris (UK), dan Belanda (Trade
Map, 2015). Spanyol merupakan pasar terbesar untuk ikan dan
seafood di Uni Eropa, dan merupakan importir terbesar keempat ikan
dan makanan laut di dunia (Euromonitor, 2013). Di tahun 2012, impor
Spanyol untuk ikan dan seafood turun menjadi USD 5.287,14 juta,
tetapi angka itu tidak mempengaruhi market size, dan Spanyol
tetap menjadi salah satu pasar ikan dan seafood dunia.
Penjualan ikan dan makanan laut di Uni Eropa diproyeksikan
akan terus meningkat. Berdasarkan data Euromonitor (2013),
diprediksikan bahwa penjualan ikan segar tertinggi di Spanyol
akan terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah 1.341,70 ribu ton
meningkat 0,51% jika dibandingkan dengan prediksi tahun 2016
sebesar 1.334,9 ribu ton. Empat negara lainnya yaitu Inggris,
Jerman, Italia, dan Portugal juga mengalami tren penjualan yang
positif dengan peningkatan rata-rata per tahun dari tahun 2013-
2017 masing-masing sebesar 1,61%, 0,06%, 0,50% dan 1,54%.
b. Tren Konsumsi
Pada tahun 2012, konsumsi produk perikanan per kapita di
Jerman, Polandia dan Perancis berada di bawah 10 kg per tahun,
sedangkan di Portugal mencapai 50 kg per tahun. Jenis produk
perikanan yang dikonsumsi bervariasi, tergantung pada masing-
masing negara (Euromonitor, 2013). Sebagai contoh di Eropa
Selatan, berbagai spesies produk perikanan tersedia dibandingkan
dengan Eropa Utara yang lebih terbatas. Di Jerman, jenis Alaska
Pollock, Ierring, Salmon dan Tuna mendominasi 60% dari konsumsi
produk perikanan secara keseluruhan. Sedangkan di Spanyol dan
Perancis, empat jenis tersebut dikonsumsi hampir sepertiga dari
seluruh penjualan.
Contoh lainnya, untuk negara-negara Mediterania, ikan yang
lebih disukai adalah ikan yang masih utuh dan segar. Sedangkan
pasar Eropa Utara lebih menyukai ikan yang telah diproses dan
dikemas. Dari sisi perdagangan, Uni Eropa semakin tergantung
pada impor ikan dan seafood untuk memenuhi kebutuhannya. Pada
2013, Uni Eropa mengimpor ikan dan produk perikanan lainnya
mencapai lebih dari USD 37,29 miliar, sedangkan ekspornya
hanya USD 22,3 miliar. Akibatnya, defisit neraca perdagangan Uni
Eropa untuk ikan dan makanan laut mencapai USD 14,66 miliar
(Trade Map, 2015). Adapun jenis yang paling banyak diimpor
adalah produk segar untuk Salmon, Udang dan Tuna.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 76 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
2.2
2.3
2.5
2.8
3.1
3.2
4.1
9.9
10.9
11.6
Gurita beku/kering/asin/dalam air garam
Fillet ikan salmon Atlantik, Danube dan Pasifik
Tepung ikan dan udang-udangan
Udang kecil dan udang biasa lainnya, diawetkan
Fillet ikan cod, beku
Fillet pollock Alaska, beku
Sotong dan cumi-cumi, beku/kering/asin/dalam air garam
Tuna dan cakalang diawetkan
Udang kecil dan udang biasa lainnya, beku
Salmon segar/dingin
Share dari total (%)
Gambar 1. Share Impor Produk Ikan dan Makanan Laut Uni Eropa.Sumber: Trade Map (2015), diolah
Tabel 1. Ekspor Produk Ikan Indonesia ke Uni Eropa
Sumber: Trade Map (2015), diolah
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 98 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Jika dilihat dari jenis produk ikan yang paling banyak diimpor
oleh Uni Eropa, maka produk perikanan Indonesia masuk dalam
komoditas yang banyak diminati. Hal ini menandakan peluang
produk perikanan Indonesia untuk memasuki pasar UE. Produk-
produk perikanan tersebut adalah:
1. Udang Beku (Frozen Shrimp and Prawns (Other than
Cold-Water)) – HS 0306.17
Pada tahun 2013, udang segar dan beku menyumbang
10,53% dari total impor ikan dan makanan laut Uni Eropa yang
mencapai USD 3,9 miliar. Ekuador adalah pemasok terbesar,
dengan pangsa 1,67%, diikuti oleh India (1,32%), dan Argentina
(1,19%). Udang beku dari genus Penaeus (HS 0306.13.50) adalah
komoditas terbesar impor produk perikanan Uni Eropa. Indonesia
sendiri berada di peringkat ke-19 dengan market share 0,16 atau
senilai dengan USD 58,90 juta.
Tabel 2. Impor Produk HS. 0306.17
di Uni Eropa, 2012-2013
1 Ekuador 565,98 629,63 1,672 India 412,95 495,50 1,323 Argentina 365,12 446,75 1,194 Bangladesh 325,88 376,04 1,005 Vietnam 184,60 230,33 0,616 RRT 160,67 159,38 0,427 Belgia 95,52 148,78 0,408 Spanyol 142,54 141,12 0,389 Thailand 229,87 127,01 0,3410 Belanda 142,67 124,39 0,3319 Indonesia 47,25 58,90 0,16 Lainnya 892,16 1.022,45 2,72 Total 3.565,20 3.961,28 10,53 Total produk ikan 34.832,01 37.613,06 100,00
Juta USD Pangsa No Negara Pasar 2012 2013 2013 (%)
Sumber: Trade Map (2015), diolah
2. Tuna, Skipjack and Bonito – HS 1604.14
Pada tahun 2013, Tuna menyumbang hampir 10,94% dari
seluruh impor Uni Eropa untuk produk perikanan dengan nilai
USD 4,1 miliar, dimana importir utama adalah Ekuador (2%),
Spanyol (1,52%), dan Mauritius (1%) (Tabel 3). Tuna kaleng
dan tuna segar yang digunakan dalam industri pengolahan,
merupakan komoditi yang sangat sensitif bagi Uni Eropa, karena
kekhawatiran akan praktek penangkapan tuna yang tidak sesuai
dan keterbatasan sumber daya.
Tabel 3. Impor Produk HS. 1604.14
di Uni Eropa, 2012-2013
1 Ekuador 621,47 753,13 2,002 Spanyol 517,00 571,68 1,523 Mauritius 331,55 377,86 1,004 Seychelles 247,07 347,99 0,935 Thailand 261,27 341,55 0,916 Pantai Gading 188,37 213,79 0,577 Papua Nugini 145,28 175,37 0,478 Filipina 140,10 161,92 0,439 Ghana 150,20 147,44 0,3910 Belanda 8,04 106,72 0,2811 Italia 90,63 100,54 0,2713 Indonesia 74,15 99,85 0,27 Lainnya 605,53 715,16 1,90 Total 3.453,65 4.113,03 10,94 Total produk ikan 34.832,01 37.613,06 100,00
Juta USD Pangsa No Negara Pasar 2012 2013 2013 (%)
Sumber: Trade Map (2015), diolah
Daya saing produk perikanan Indonesia di pasar Uni Eropa
pada tahun 2013 juga tinggi. Jika dilihat dari perhitungan Revelead
Comparative Advantage (RCA), produk-produk yang memiliki daya
saing di pasar Uni Eropa adalah filet ikan todak, ikan tuna, tilapia
dan teripang. Produk ini merupakan kekuatan Indonesia untuk
ekspor produk perikanan kepasar Uni Eropa.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 98 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Tabel 4. Revealed Comparative Advantage (RCA) Produk Perikanan Indonesia
No HS 6 digit Deskripsi 2011 2012 20131 030484 Fillet ikan todak, beku - 53,53 144,812 030341 Ikan albacore atau tuna sirip panjang (Thunnusalalunga) 250,26 28,65 128,003 030461 Ikan Tilapia - 50,10 35,134 030811 Terpang (Stichopusjapanicus, Holothurioidea): Hidup, segar atau beku - 3,27 31,015 030339 Ikan pipih (Pleuronectidae, Bothidae, Cynoglossidae, Soleidae) 23,37 61,77 30,336 030349 Ikan tuna (dari genus Thunnus), tidak termasuk hati dan telur 15,86 14,92 23,677 030344 Ikan tuna mata besar (Thunnusobesus), beku 6,84 6,41 21,668 030493 Ikantilapia(Oreochromisspp.),catfish(Pangasisusspp.,Silurusspp.) - - 15,689 030324 Ikancatfish(Pangasiusspp.,ilurusspp.,Clariasspp.,Ictalurusspp.) - 4,76 12,4810 030342 Ikan tuna (dari genus Thunnus), tidak termasuk hati dan telur 3,75 13,62 12,0911 030343 cakalang atau stripe-belliedbonito (Euthynnus (Katsuwonus) 2,95 11,94 11,5212 030890 Invertebrata air selain krustasea dan moluska - 11,75 9,1413 030499 Daging ikan lainnya (dicincang maupun tidak), segar, dingin, atau beku) 0,84 5,56 8,4014 030830 Ubur-ubur - 3,45 7,4815 030369 Ikan dari keluarga Bregmacerotidae, Euclichtyidae, Gadidae - 1,01 7,0316 030487 Ikan tuna (of the genus Thunnus), cakalang atau stripe-belliedbonito - 2,41 6,7617 030329 Ikan salem, tidak termasuk hati dan telur 8,54 9,44 6,6618 030759 Gurita (Octopusspp.): Dikeringkan, diasinkan atau dalam air garam 9,81 10,79 6,5619 030357 Ikan Todak, beku - 4,21 5,1620 030111 Ikan hias, air tawar - 6,09 5,09
Sumber: Trade Map (2015), diolah
Beberapa produk perikanan Indonesia merupakan produk yang
kompetitif serta dinamis di pasar Uni Eropa. Ini ditunjukkan pada
Gambar 2 (rising star) dimana produk perikanan Indonesia memiliki
pertumbuhan pangsa ekspor yang bernilai positif dan berdaya saing
di pasar Uni Eropa. Produk tersebut adalah tuna, gurita dan cumi-
cumi. Sedangkan posisi lost opportunity menunjukkan perolehan
ekspor mengalami penurunan tetapi produk masih kompetitif di
pasar Uni Eropa karena permintaan produk masih tinggi. Produk
Perikanan Indonesia yang mengalami lost opportunity adalah ikan
tuna sirip biru, tiram dan lobster. Produk-produk tersebut adalah
produk-produk unggulan di Indonesia. Namun demikian, ekspor
Indonesia ke Uni Eropa masih sedikit sedangkan permintaan di
pasar Uni Eropa masih besar sehingga produk-produk tersebut
potensial untuk diekspor oleh Indonesia.
Indonesia menghadapi hambatan dalam memasuki pasar Uni
Eropa yang dikenal dengan standar keamanan pangan yang tinggi
dibandingkan pasar lainnya seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Sebagai contoh, untuk budidaya udang, Uni Eropa menuntut
agar setiap negara pengekspor memiliki label produk dari setiap
tambak udang untuk menjamin ketertelusuran penuh (traceability
requirement) dan tidak ada obat-obatan terlarang yang digunakan
selama siklus produksi.
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami penolakan
dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang karena adanya
kandungan antibiotik pada produk perikanan. Hambatan ini akhirnya
dapat diselesaikan dengan capacity building, dimana produsen
dilatih untuk memenuhi standar Uni Eropa. Hambatan lainnya, tarif
impor produk perikanan yang dibebankan ke Indonesia juga lebih
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1110 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Ikan albarcore dan tuna, beku
Ikan Tuna sirip kuning, beku
Cumi-cumi dan sotong, dikeringkan diasinkan
atau dalam air garam
Gurita, dikeringkan diasinkan atau dalam air garam
remis, tiram dan kerang, dikeringkan, diasinkan
atau dalam air garam
Ikan bekuMoluska dan invertebrata air
Ikan Tuna mata besar
Skipjack or stripe-bellid bonito,frozen
Ikan tuna sirip biru
Kepiting
kruatasea, berkulit maupun tidak
Ikan Tuna
Lobster karang
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
-1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Gambar 2. Peta Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Pasar Uni Eropa.Keterangan: SumbuX : RSCA; Sumbu Y : Import Growth EU dari DuniaSumber: Trade Map (2015), diolah
tinggi dibandingkan tarif impor yang dibebankan ke negara lain.
Sebagai contoh, tarif impor untuk tuna yang diberlakukan untuk
Indonesia 20-25% lebih tinggi dibandingkan dengan negara-
negara lain yang sudah memiliki Perjanjian Kemitraan Ekonomi
(EPA) dengan Uni Eropa.
Pada saat ini, Indonesia memanfaatkan Sistem Preferensi
Umum (GSP) untuk memasuki pasar Uni Eropa. Namun,
pemanfaatan skema ini sedang ditinjau ulang, dimana terdapat
kemungkinan Uni Eropa akan menghilangkan skema GSP. Hal ini
telah dialami oleh industri udang Thailand yang kehilangan skema
GSP untuk pasar Uni Eropa pada tahun 2000. Akibatnya, ekspor
Thailand ke Uni Eropa turun drastis. Ekspor udang Thailand ke Uni
Eropa hanya sedikit pulih setelah tsunami pada tahun 2004 ketika
Thailand kembali mendapatkan status preferensinya.
Tingginya kebutuhan Uni Eropa akan ikan dan udang harusnya
menjadi peluang ekspor bagi Indonesia, terlebih lagi ditunjang
dengan tersedianya sumber produk tersebut. Isu pelabelan,
isu lingkungan dan ekologi serta isu kualitas dan keselamatan
konsumen harus dapat diatasi oleh pemerintah Indonesia dalam
rangka meningkatkan ekspor produk perikanan ke Uni Eropa
melalui kerjasama perdagangan.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1110 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Mengintip Kerjasama Indonesia – Bulgaria
Puspita Dewi
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Bulgaria dimulai
sejak tanggal 21 September 1956 yang ditandai dengan
kerjasama di bidang investasi dan pariwisata, ilmu pengetahuan dan
pendidikan, energi, pertanian, pertahanan dan budaya. Hubungan
antara dua negara ini kemudian dilanjutkan dengan didirikannya
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sofia tahun 1962. Untuk
meningkatkan kerjasama kedua negara tersebut, pada tahun
2003 Presiden Megawati Soekarno Putri mengundang Presiden
Bulgaria untuk meningkatkan hubungan kerjasama bilateral di
bidang politik, ekonomi (khususnya perdagangan, investasi dan
pariwisata) serta bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, energi,
pertanian, pertahanan dan budaya.
Tahun 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu
dengan Presiden Bulgaria untuk memperkuat hubungan kerjasama
kedua negara khususnya di bidang ekonomi, sedangkan kerjasama
di forum multilateral berupa saling mendukung untuk pencalonan di
organisasi internasional. Kerjasama kedua negara ini merupakan
jembatan pemerintah Indonesia untuk menembus pasar wilayah
Eropa Timur dan Tengah, mengingat masih banyaknya peluang
bagi kedua negara ini untuk meningkatkan kerjasama yang lainnya.
Di bidang perdagangan Indonesia telah melakukan kerjasama
yang erat dengan Bulgaria, yang dapat dilihat dengan adanya
realisasi ekspor maupun impor Indonesia–Bulgaria dan neraca
perdagangannya. Contohnya nilai perdagangan kedua negara pada
tahun 2014 mencapai USD 123,19 juta, meningkat USD 27,03
juta dibandingkan tahun 2013 (Antara News, 2015). Realisasi
ekspor komoditi Indonesia ke Bulgaria periode 2010-2015
(Januari – Juli) rata-rata mengalami penurunan (Tabel 1), sedangkan
Tabel 2 menunjukkan realisasi impor komoditi Indonesia - Bulgaria
periode 2010 -2015 (Januari – Juli).
Tabel 1. Realisasi Ekspor Indonesia ke Bulgaria, 2010-2015
Nilai USD (000) Perub TrenNo Komoditi 2010 2011 2012 2013 2014 Jan-Juli (%) (%) 2014 2015 15/14 10-141. Karet dan Produk Karet 131,56 150,83 87,88 78,78 70,23 43,68 38,38 -12,13 -17,35
2. Biji Kopi 77,45 46,79 43,40 57,48 52,81 19,97 23,89 19,63 -5,45
3. Mentega 30,92 44,27 140,10 115,09 132,80 88,35 43,99 -50,21 47,26
4. Lysine dan Garam 14,66 37,78 34,86 15,70 21,47 12,19 12,74 4,54 -1,15
5. Processor, pengendalian, 14,27 9,50 7,80 9,14 14,46 8,17 8,32 1,91 -0,08
converter, amplifier
Sumber: Pusdatin BP2KP (2015)
Periode bulan Januari–Juli 2015 ekspor komoditi karet dan
mentega mengalami penurunan masing-masing sebesar 12,13%,
dan 50,21% dibanding tahun 2014 pada periode yang sama.
Sementara itu, ekspor komoditi biji kopi, lysine dan garam serta
processor, pengendalian, converter dan amplifier masing –masing
meningkat sebesar 19,63%, 4,54% dan 1,91% pada periode
Januari – Juli 2015.
Nilai ekspor komoditi karet dan produk karet, biji kopi, lysine
dan garam, processor, converter, amplifier pada periode 2010
sampai dengan 2014 mengalami penurunan dengan tren masing-
masing sebesar 17,35%, 5,45%, 1,15% dan 0,08%, sedangkan
tren untuk komoditi mentega meningkat pada periode yang sama
sebesar 47,26%.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1312 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Tabel 2. Realisasi Impor Indonesia dari Bulgaria, 2010-2015
Nilai USD (000) Perub TrenNo Komoditi 2010 2011 2012 2013 2014 Jan-Juli (%) (%) 2014 2015 15/14 10-141. Disodium Karbonat 224,60 181,35 2,07 47,07 69,21 53,70 2,33 -95,67 -30,95
2. Biji Ketumbar 37,20 44,69 50,23 56,55 56,49 7,79 8,80 12,90 11,30
3. Tembakau 18,56 6,93 5,32 54,13 73,62 70,27 22,83 -67,51 61,81
4. Processor, pengendalian, 8,41 0,20 0,08 0,79 13,87 4,15 13,69 229,89 27,34
converter, amplifier
5. Suplemen makanan untuk 6,43 9,45 17 33,16 53,36 37,16 22,16 -40,38 73,15
konsumsi hewan Sumber: Pusdatin BP2KP (2015)
Tabel 2 menjelaskan realisasi impor Indonesia–Bulgaria periode
2010-2015. Impor komoditi Indonesia-Bulgaria berupa disodium
karbonat, tembakau dan suplemen makanan hewan pada periode
Januari–Juli 2015 mengalami penurunan masing-masing sebesar
95,67%, 67,51 dan 40,38% dibanding tahun 2014 pada periode
yang sama. Selain itu, impor untuk komoditi biji ketumbar dan
processor, pengendalian, converter, amplifier meningkat masing-
masing sebesar 12,90% dan 229,89% .
Nilai impor komoditi disodium karbonat tahun 2010-2014
mengalami penurunan dengan tren sebesar 30,95%, sementara
komoditi biji ketumbar, tembakau, processor, pengendalian,
converter, amplifier, dan suplemen makanan hewan, meningkat
pada periode yang sama masing-masing sebesar 11,30%,
61,81%, 27,34% dan 73,15%.
Gambar 1. Kinerja Ekspor–Impor Indonesia –
Bulgaria, 2010-2014.Sumber: Pusdatin BP2KP (2015)
Secara keseluruhan ekspor Indonesia ke Bulgaria didominasi
oleh produk non migas. Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia
tumbuh positif selama tahun 2010-2014 sebesar 14,20%. Hal
yang sama juga terjadi pada impor Indonesia dari Bulgaria yang
juga didominasi oleh produk non migas dan memiliki tren sebesar
7,92% selama tahun 2010-2014 (Gambar 1).
Dalam rangka memperkuat komitmen kerjasama perdagangan
Indonesia dengan Bulgaria, Kementerian Perdagangan c.q Ditjen
Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) melaksanakan Misi
Dagang pada tanggal 4-5 Mei 2015 yang dilaksanakan secara
terkoordinasi antar kementerian dengan difasilitasi oleh Kedutaan
Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sofia, Bulgaria. Misi dagang
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan perdagangan
bilateral kedua negara di sektor komoditi, melakukan kerjasama
yang saling menguntungkan serta mendorong kerjasama dibidang
investasi dan pariwisata (Trade Tourism and Investment). Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Business Forum dan business to business (4 Mei 2015
di Sofia)
Business Forum yang bertemakan Strengthening Economic
Relation Through Optimizing Bilateral Trade dibuka oleh Wakil Menteri
Ekonomi Bulgaria Lyuben Petrov. Acara ini dihadiri oleh empat
puluh pelaku bisnis yang terdiri dari dua belas perusahaan antara
lain dibidang wood products (furniture), kopi, home decoration dan
kerajinan, jasa konstruksi, makanan olahan, lem perekat dan bahan
bangunan, Asosiasi bisnis, perwakilan PT. Indofood di Serbia. Selain
itu turut pula hadir perwakilan dari Parlemen Bulgaria, Friendship of
Indonesia, Roumen lontchev, Deputi Mayor Sofia, Doncho Barbalov,
Ketua Bulgarian Investment Agency, Stamen Yanev, Sekjen Bulgarian
Chamber of Commerce and Industry, Vasil Todorov serta sejumlah
pelaku bisnis dari kota Malang.
Hasil dari forum tersebut, pemerintah Bulgaria berupaya
untuk memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis (termasuk
asing) dalam hal perpajakan perdagangan dan industri. Dalam
strategi jangka panjang pembangunan ekonominya, pemerintah
Bulgaria telah memasukkan Indonesia sebagai salah satu target
negara tujuan bagi promosi dagangnya. Walaupun Bulgaria saat
ini sedang melakukan percepatan penyesuaian berbagai peraturan
standar perekonomian Uni Eropa (UE), pihaknya tetap memberikan
prioritas di bidang perdagangan dan investasi serta meningkatkan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1312 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Gambar 1. Business Forum Indonesia-Bulgaria di
Sofia, Bulgaria pada 4 Mei 2015
Sumber:DokumentasiKBRISofia(2015)
Business Forum dibuka oleh Wakil Menteri Ekonomi Bulgaria
Lyuben Petrov, disaksikan oleh Duta Besar RI untuk Sofia
dan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Perdagangan Kementerian Perdagangan yang mewakili Dirjen PEN
serta dihadiri oleh empat puluh pelaku bisnis. Dalam pertemuan
tersebut, beberapa penjajakan dan kesepakatan telah dicapai
dalam kegiatan business to business antara lain:
Potensi pembelian kopi sebesar 200.000 Euro dengan pelaku
bisnis Bulgaria.
Beberapa pengusaha Bulgaria berminat terhadap produk
furniture Indonesia karena kualitas dan ragamnya.
Gambar 2. Pengusaha Bulgaria sedang menjajaki
kerjasama dengan pengusaha Indonesia di bidang
furniture
Sumber:DokumentasiKBRISofia(2015)
b. Indonesian Business Showroom (IBS) (5 Mei 2015 di Varna)
Indonesian Business Showroom diresmikan di Varna secara
bersama oleh Duta Besar RI Sofia, Kepala Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan sebagai Ketua Delegasi
Indonesia dan calon Konsul Kehormatan Varna tanggal 5 Mei 2015.
Acara ini juga dihadiri oleh Wakil Walikota Varna dan perwakilan
KADIN Varna, pebisnis Varna berjumlah sekitar lima belas orang
serta tiga pebisnis asal Romania. IBS diharapkan dapat menjadi
tempat latihan atau pilot project terbaik untuk negara lain yang
belum terdapat Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).
Dalam acara tersebut disepakati Joint Statement for Promoting
and Increasing Export of Indonesian Product to Bulgarian antara
Ditjen PEN Kementerian Perdagangan, Dubes RI untuk Bulgaria
dan calon Konsul Kehormatan Indonesia. Joint Statement tersebut
berisi kesepakatan untuk mendirikan Indonesian Business
Showroom yang dipergunakan sebagai tempat promosi dan
distributor produk ekspor Indonesia khususnya furniture, dekorasi
rumah dan produk-produk lainnya.
Dengan adanya Indonesian Business Showroom diharapkan
dapat memberikan informasi bisnis dan perdagangan Indonesia
bagi para pebisnis Bulgaria dan sebagai hub masuknya produk
ekspor Indonesia ke Bulgaria serta kawasan Eropa Timur lainnya
sehingga dapat meningkatkan nilai perdagangan Indonesia.
Di samping itu Indonesian Business Showroom juga dapat
membuka peluang kerjasama di bidang pariwisata dan logistik
dengan kota Varna.
Gambar 3. Peresmian Indonesian Business
Showroom (IBS) di Sofia, Bulgaria
Sumber:DokumentasiKBRISofia(2015)
Keterangan: Pemotongan pita yang merupakan acara peresmian Indonesian Business Showroom(IBS)dilakukansecarabersama-samaolehDutaBesarRISofia,Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan sebagai Ketua Delegasi Indonesia dan calon Konsul Kehormatan Varna serta disaksikan oleh Duta Besar RI untuk Rumania serta Walikota Varna Peycho Peychev.
kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Disamping itu
Bulgaria mempunyai rencana akan menempatkan perwakilan
dagang (trade representative) di Jakarta yang diharapkan dapat
terealisir tahun 2016. Diharapkan dengan adanya perwakilan
dagang tersebut pelabuhan Varna ataupun Burgas di Bulgaria
dapat dipergunakan sebagai gateway bagi masuknya produk
Indonesia di Bulgaria bahkan Eropa Timur lainnya, dan Indonesia
menjadi hub untuk kegiatan kerjasama di kawasan Asia Tenggara
dan ASEAN.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1514 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Mencari Peluang dari Momentum
Gelombang KoreaPrimakrisna Trisnoputri
Lompatan Ekonomi Korea Selatan
Republik Korea atau Korea Selatan (Korsel) adalah salah satu
negara di Asia yang berkembang dan tumbuh mengesankan
dalam empat dekade terakhir, dibandingkan saudaranya Korea
Utara (Korut) yang lebih memilih menutup diri. Korsel dengan
ibukota Seoul memiliki luas wilayah 99.720 km2 dengan jumlah
penduduk diperkirakan lebih dari 49 juta jiwa pada tahun 2015
(CIA Factbook, 2015). Setelah mengakhiri perang saudara pada
tahun 1953, Korsel mulai membangun negaranya di awal 1960-
an. Proses pembangunan tersebut ditandai dengan fakta terkait
indikator ekonomi yang relatif sangat buruk yaitu Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) yang kurang dari USD 100, nilai ekspor
USD 2 juta, nilai impor hanya sebesar USD 200 juta, dan angka
pengangguran yang mencapai 25% dari jumlah tenaga kerja
(KITA, 2015).
Gambar 1. Letak Geografis Korsel.Sumber: CIA Factbook (2015)
Pembangunan Korsel dimulai ketika diktator Park Chung-
hee terpilih menjadi Presiden Korsel ke-3. Presiden Park mulai
membangun negaranya, dari negara agraris dengan sumber daya
alam yang terbatas, menjadi negara industri yang mapan melalui
strategi pembangunan bertahap. Pemerintah Korsel memilih
untuk fokus pada beberapa industri tertentu yang berorientasi
ekspor dan merubah industri yang berbasis pada tekstil, alas
kaki dan makanan menjadi industri elektronik. Tahapan strategi
pembangunan ekonomi Korsel selama tahun 1960-2010 secara
lengkap diuraikan dalam Tabel 1.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1514 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Tabel 1. Strategi Pembangunan Ekonomi Korsel, 1960-2010
Periode Strategi
1960-1970 Industrialisasi yang berorientasi keluar dengan cara: 1. Promosi Ekspor: reformasi sistem nilai tukar (mata uang), target ekspor, pertemuan bulanan promosi ekspor. 2. Industrialisasi yang dipimpin pemerintah: a. Rencana lima tahun pertama (1962-1966): perluasan industri, strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor. b. Rencana lima tahun kedua (1967-1971): promosi industri alat berat dan kimia.
1970-1980 Fokus industrialisasi pada alat berat dan kimia dengan cara menetapkan enam industri strategis, yaitu baja, metal, mesin, kapal, elektronik, dan kimia.
1980-1990 Menjaga stabilitas pertumbuhan dan liberalisasi beberapa sektor perdagangan. Tujuan strategi ini adalah stabilisasi ekonomi dan rasionalisasi industri serta stabilisasi makro ekonomi dengan cara memperketat kebijakan fiskaldanmoneter.SelainitumelakukanliberalisasisektorkeuanganmelaluiprivatisasiBank,liberalisasisektorperdagangan melalui pengurangan pembatasan impor, kompetisi pembukaan pasar, serta demokratisasi ekonomi melalui kenaikan upah buruh. Kesediaan Korsel sebagai tuan rumah penyelenggaraan Olimpiade pada tahun 1988 juga turut memberikan dampak positif pada perekonomian Korsel.
1990-2000 Pengembangan teknologi dan respon terhadap liberalisasi dengan cara: 1. Promosi industri berteknologi tinggi, pembentukan Kementerian Komunikasi dan Informasi (1994). 2. Investasi pada modal kerja sehingga mengimbangi kenaikan upah buruh. 3. Bergabung ke World Trade Organization (WTO) pada 1995 dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 1996, restrukturisasi perusahaan, gerakan nasional pengumpulan emas rakyat.
Strategi ketika krisis tahun 1997 adalah reformasi total di berbagai sektor seperti keuangan dan manajemen, memilih industri-industri kunci, meningkatkan program tanggung jawab sosial perusahaan, serta berupaya melunasi bantuan International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2001.
2000-2010 Globalisasi industri dan usaha dengan cara ekspansi perusahaan ke negara lain, penanaman modal di negara lain, manajemen produksi secara global.
2010-sekarang Memaksimalkan berbagai kerjasama perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dalam berbagai skema. Hingga pertengahan 2015, Korsel sudah mengimplementasikan sembilan FTA yang mencakup
46 negara.
Sumber: Korea International Trade Association (KITA), (2015)
Selain pemerintahan yang memiliki rencana pembangunan
dengan visi jauh ke masa depan, kekuatan ekonomi Korsel juga
digerakkan oleh jaringan korporasi Chaebol. Chaebol adalah
jaringan konglomerasi ekonomi yang terdiri dari beberapa korporasi
raksasa yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Beberapa
perusahaan yang masuk dalam Chaebol adalah Samsung, LG,
Hyundai-Kia, Posco, Lotte dan SK (KITA, 2015). Keberadaan
Chaebol tentu saja memiliki peran yang besar dalam mendukung
lompatan ekonomi Korsel hingga menjadi negara yang memberikan
pengaruh besar dalam perdagangan dunia saat ini. Beberapa
lompatan ekonomi Korsel dibuktikan dengan peningkatan nilai
PDB, pendapatan per kapita, ekspor hingga cadangan devisa
(Tabel 2). Kini, Korsel telah berubah dari negara berkembang
menjadi negara maju.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1716 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Sumber: Berbagai sumber (2015), diolah
Tabel 2. Daftar Lompatan Ekonomi Korsel
Kriteria FaktaPendapatan Domestik Bruto (PDB) Mengalami kenaikan PDB lebih 600 kali lipat dari USD 2,3 miliar (1962) menjadi USD 1,41
triliun (2014).
Pendapatan Per Kapita Mengalami kenaikan pendapatan per kapita lebih dari 30.000% dari USD 110 (1962) menjadi USD 35.300 (2014).
Akses Internet Termasuk dalam sepuluh negara dengan akses internet tercepat di dunia (2015).
Ekspor terhadap Dunia Eksportir terbesar ke-3 di Asia, setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Jepang (2015).
Cadangan Devisa Negara dengan cadangan devisa terbesar ke-7 dunia (2015).
Pertumbuhan Ekspor Nilai ekspor naik dari USD 6 juta (1962) menjadi USD 500 juta (2012).
Akses terhadap Pendidikan Negara dengan tingkat pencapaian pendidikan tinggi ke-2 setelah Singapura (2015).
tempat tampil, lokasi restoran yang dikelola artis atau keluarganya,
tempat latihan tari modern, sampai salon dan toko kosmetik
langganan para artis. Melihat besarnya minat turis pada K-Pop,
Korea Tourism Organization (KTO) bahkan membentuk Tim Wisata
Hallyu sejak 1 Januari 2012 yang bertugas memanfaatkan Hallyu
untuk kepentingan pariwisata (Kompas, 2012).
Gangnam adalah salah satu contoh kawasan di Seoul yang
dipopulerkan oleh K-Pop. Lagu Gangnam Style yang dinyanyikan
oleh grup musik Psy pada tahun 2012 telah menjadikan Gangnam
sebagai kawasan bisnis elit di Seoul. Bahkan, dengan memanfaatkan
kepopuleran Gangnam, pemerintah kemudian merenovasi sejumlah
fasilitas perdagangan terintegrasi di kawasan ini. Pusat bisnis (World
Trade Center), gedung konferensi dan pameran, sistem logistik
terpadu atau City Airport, Logistics and Travel (CALT), serta pusat
Diplomasi Budaya, Strategi Ekspor yang Tak Biasa
Jika sebagian besar negara di dunia memilih memacu
ekspornya melalui diplomasi perdagangan dan diplomasi kuliner,
Korsel mencoba strategi baru yang tidak biasa sebagai pembuka
jalur perdagangan. Diplomasi budaya adalah strategi yang
digunakan Korsel sejak dua dekade terakhir.
Pengelolaan “Game” sebagai industri kreatif adalah salah satu
bukti keseriusan Korsel dalam memperlakukan budaya sebagai
bagian penting penopang perekonomian negara. Bermain games
adalah bagian dari sebuah budaya atau kultur masyarakat Korsel
yang didukung penuh pemerintahnya melalui pembentukan
lembaga khusus yang menangani game pada Februari 1999,
yaitu Korea Game Industry Agency (KOGIA). Dukungan lainnya
adalah partisipasi media massa Korsel yang menyajikan berbagai
publikasi seputar game, kehidupan para gamers, dan siaran
pertandingan game layaknya pertandingan sepak bola. Tidak
hanya itu, di beberapa mall bahkan dibangun e-stadium sebagai
tempat bertanding para gamer tersebut. Berbagai dukungan ini
pada akhirnya berhasil mengangkat industri game Korsel sebagai
industri kelas dunia. Hampir dua ribu perusahaan besar pembuat
game berada di Korsel dengan produk-produk yang terkenal di
dunia seperti Starcraft, Seal Online, Ragnarok Online, RAN Online,
Tantra, Risk Your Live, dan Rising Force Online (Kompas, 2008).
Gelombang Korea (Korean Waves) yang lebih dikenal dengan
Hallyu adalah strategi diplomasi budaya lainnya yang berhasil
memberikan dampak positif bagi ekonomi Korsel. Penyebaran
Hallyu dilakukan Korsel diantaranya melalui drama televisi, musik,
fashion, smartphone dan kosmetik yang dikemas secara serius
oleh Badan Produk Kreatif Korea atau Korea Creative Content
Agency (KOCCA). Sejak tahun 2008 KOCCA menjadi induk bagi
industri kreatif Korea. Berbagai dukungan KOCCA seperti bantuan
fasilitas dan dana turut mendongkrak produktivitas pembuatan film
dan drama di Korsel.
Kesuksesan drama korea telah menjadikan Korsel sebagai
tempat wisata khusus Korean Pop (K-Pop), dimana turis datang
untuk melihat secara langsung kantor manajemen artis, studio
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1716 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Tabel 3. Ekspor Konten Budaya Korsel, 2009-2011
Negara Tujuan Nilai (USD Juta) Pangsa (%)2009 2010 2011
RRT 581 749 1.118 27Jepang 664 803 1.247 30,1Asia Tenggara 458 672 796 19,2Amerika Latin 388 404 468 11,3Eropa 217 267 325 7,8Lainnya 126 157 189 4,6
Total 2.435 3.055 4.146 100Sumber: KOCCA dalam Park (2014)
perbelanjaan (COEX Mall dan Lotte World) berada di kawasan ini
berdampingan dengan SM Entertaiment, kantor manajemen artis
K-Pop yang juga tersohor. Alhasil, Gangnam pun menjadi lokasi
tujuan bisnis di Korsel sekaligus lokasi pariwisata.
Selain pariwisata, industri lain yang ikut terseret gelombang Korea
adalah industri kecantikan. Berbagai produk kosmetik asal Korsel laris
manis di berbagai negara. Di Indonesia saja terdapat sedikitnya tiga
label kosmetik besar Korea yang mudah ditemui di mall-mall besar di
Jakarta yaitu Etude House, Tony Moly, dan The Face Shop. Tak cukup
memburu kosmetik, turis dari berbagai negara juga datang secara
khusus ke klinik-klinik kecantikan di Seoul dan melakukan operasi
plastik agar mirip artis K-Pop pujaan (Kompas, 2012).
Industri K-Pop yang dibangun sejak 1990-an telah berhasil
meningkatkan citra dan perdagangan Korsel. Hallyu tidak hanya
menjadi gelombang budaya, namun juga mengalirkan produk-
produk Korsel ke seluruh dunia. Bahkan, citra Korsel ikut terangkat
bersama Hallyu. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kamar
Dagang dan Industri Korsel pada tahun 2012 terhadap responden
dari 300 perusahaan jasa dan manufaktur di Korsel, sebanyak
82,8% responden berpendapat bahwa Hallyu yang dipicu K-Pop
membuat citra dan produk Korsel meningkat (Kompas, 2012).
Sementara dampak ekonomi dari bisnis Hallyu, termasuk
produksi, nilai tambah dan pekerjaan mencapai 5 triliun won atau
setara USD 4,87 miliar per tahun (businesskorea, 2014).
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1918 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
KOCCA mencatat peningkatan ekspor konten budaya antara
lain publikasi atau iklan, musik, film, animasi, game, dan industri
penyiaran pada periode 2009-2011 (Tabel 3). Negara tujuan utama
ekspor konten budaya Korsel adalah RRT dan Jepang. Sementara
untuk negara-negara di ASEAN, meskipun berada di urutan ke-
3, pangsa pasar ekspor konten Korsel hampir menguasai seluruh
negara ASEAN (Indonesia, Singapura, Myanmar, Thailand, Filipina,
Vietnam dan Malaysia) (Park, 2014).
Peluang Indonesia
Kerjasama antara Indonesia dan Korsel dalam berbagai bidang
telah terjalin sejak 42 tahun yang lalu. Bagi Korsel, Indonesia
adalah negara mitra dagang ke-12 terbesar dan negara tujuan
investasi ke-9 yang memiliki peran penting. Salah satu bukti
bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam perdagangan luar
negeri Korsel adalah pindahnya kantor Korea International Trade
Association (KITA) dari Singapura ke Jakarta pada September
2015 (KITA, 2015).
Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif bagi
hubungan perdagangan Indonesia-Korsel, khususnya apabila
Indonesia bisa memanfaatkan momentum gelombang positif
ekonomi korea yang sedang melanda berbagai belahan dunia.
Beberapa peluang yang dapat diambil Indonesia antara lain adalah
sektor elektronik dan tekstil.
Dari sektor elektronik, kerjasama dalam produksi telepon
seluler (ponsel) bersama perusahaan Korsel (Samsung), produsen
dengan pangsa pasar terbesar di dunia adalah peluang bagi
Indonesia, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.
Sampai dengan pertengahan 2015, Samsung menguasai sekitar
21,4% pasar ponsel dunia dan berencana meningkatkan produksi
ponsel model lower-end untuk pasar ASEAN, Timur Tengah dan
Afrika (IDC.com, 2015).
Pada Juni 2015, Samsung secara resmi melakukan investasi
pabrik ponsel di Indonesia sebesar USD 23 juta yang terdiri dari
pabrik perakitan dan pusat penelitian (Samsung Research) untuk
pengembangan aplikasi lokal (Kemenperin, 2015). Investasi ini tentu
juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk ponsel 4G sebesar
30% dan jaringan 4G sebesar 40% yang akan berlaku efektif pada
1 Januari 2017 (Kominfo, 2015). Selain memproduksi ponsel untuk
pasar dalam negeri, dengan kerjasama ini Indonesia juga memiliki
peluang menjadi basis produksi ponsel dan eksportir ponsel model
lower-end bagi pasar ASEAN, Timur Tengah dan Afrika. Hal ini
tentu akan menjadi keunggulan bagi Indonesia dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlaku 1 Januari 2016.
Sementara untuk kerjasama sektor tekstil, pemerintah Korsel
melihat adanya peluang untuk membangun sentra industri tekstil
di Jawa Tengah. Selain investasi, ruang lingkup dalam kerjasama
bidang tekstil yang diajukan oleh Korsel juga mencakup bimbingan
atau bantuan teknis pendampingan dan penggantian mesin tekstil
(KITA, 2015). Bagi Pemerintah Korsel, pakaian jadi merupakan
salah satu komoditi yang penting dalam perdagangan Korsel. Hal
ini ditunjukkan dengan peningkatan tren impor pakaian jadi dan
pernah menempati posisi tertinggi ke-2 setelah Rusia selama periode
2009-2013, yakni sebesar 21,98% (UN COMTRADE, 2015). Korsel
juga tercatat sebagai negara importir ke-2 terbesar bagi Indonesia
untuk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada tahun 2014 dengan
nilai mencapai USD 1.066,3 juta (BPS, 2015).
Bagi Indonesia, minat pemerintah Korsel untuk melakukan
investasi dan kerjasama bidang tekstil menjadi peluang bagi
Indonesia untuk membangkitkan kembali industri tekstil di tanah air.
Selama ini nilai investasi sektor tekstil berfluktuasi dan mengalami
penurunan pada 2014 yaitu sebesar USD 422,5 juta, lebih rendah
USD 328,2 juta dibandingkan tahun 2013 (BKPM, 2015). Padahal
produk tekstil adalah produk yang memiliki pertumbuhan dan
tren positif, baik dari sisi volume ekspor Indonesia maupun dari
sisi nilai impor dunia. Dari sisi volume ekspor Indonesia, tercatat
pertumbuhan ekspor tahun 2014 mencapai 5,9% (YoY) dengan
tren 2010-2014 sebesar 3,4%. Sementara dari sisi nilai impor
dunia tercatat pertumbuhan impor tahun 2014 mencapai 3,7%
(YoY) dengan tren 2010-2014 sebesar 4,9% (Puska Daglu, 2015).
Dengan demikian, sektor tekstil juga memiliki peluang untuk
menjadi kekuatan Indonesia dalam MEA.
Melihat peluang-peluang tersebut, pemerintah seharusnya
mulai menyusun strategi untuk terlibat dalam rantai pasok global
(global supply chain) produk elektronika (ponsel) dan tekstil
(pakaian jadi). Selayaknya Indonesia juga bisa meraih untung
dengan memanfaatkan kepopuleran produk-produk asal Korsel
di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sendiri, sehingga
Indonesia tidak hanya menjadi pasar dan penonton saja.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1918 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
TINJAUAN PERDAGANGAN
Nilai Tukar Rupiah dan Perdagangan Valuta Asing
Slamet Sutomo
Berita terakhir di media masa menyatakan bahwa nilai tukar
Rupiah (Rp) terhadap US Dollar (USD) sudah mencapai
sekitar Rp 14.500 per USD 1 (harian Kompas, 24 September 2015).
Tulisan ini meninjau nilai tukar rupiah (kurs) dan perdagangan valuta
asing (valas) karena keduanya memiliki hubungan.
Perdagangan Valuta Asing (Valas)
Valas dibutuhkan sebagai alat pembayaran (medium of
exchange) dalam perdagangan internasional antar negara. Hal itu
karena belum terdapat kesepakatan mengenai satu mata uang
yang berlaku untuk seluruh negara, dan masing-masing negara
memiliki mata uang sendiri-sendiri, seperti Amerika Serikat (USD),
Inggris (Poundsterling), Malaysia (Ringgit), dan sebagainya.
Pada zaman sekarang, mata uang asing yang paling banyak
digunakan sebagai alat pembayaran dalam perdagangan
internasional adalah USD. Misalnya, importir Indonesia perlu
membayar komoditas-komoditas impor yang dibeli dari luar
negeri, maka importir tersebut membutuhkan valas berupa USD;
atau dapat juga, eksportir Indonesia menerima pembayaran dalam
USD karena telah mengekspor sejumlah barang ke luar negeri.
Jika importir Indonesia tidak memiliki USD, maka importir tersebut
perlu menukar mata uang Indonesia (Rp) menjadi USD; dan
sebaliknya, jika eksportir Indonesia membutuhkan rupiah dari hasil
ekspor yang dibayar dalam USD, maka eksportir tersebut perlu
menukar USD menjadi Rp. Besarnya nilai Rp yang diterima oleh
importir Indonesia atau oleh eksportir Indonesia ditentukan oleh
kurs beli atau kurs jual USD dengan Rp, dan sebaliknya. Kurs
ditentukan oleh permintaan (demand) dan penawaran (supply)
terhadap valas di pasar uang, sehingga kurs yang terjadi dapat
berubah-ubah (berfluktuasi) tergantung kepada berbagai situasi
dan kondisi. Indonesia menerapkan kebijakan ini, yaitu kebijakan
floating exchange rate, yang mendasarkan kurs Rp terhadap USD
tergantung kepada fluktuasi kurs di pasar uang.
Perubahan Konsep Mata Uang
Pada zaman dahulu, mata uang yang tersedia hanya berupa
dinar dan dirham. Uang emas disebut dinar, sedangkan uang
perak disebut dirham. Kedua mata uang tersebut dinamakan mata
uang interinsik karena memiliki nilai nominal yang sama dengan
nilai kandungan bahan yang terdapat dalam mata uang tersebut.
Jadi, 100 dinar memiliki nilai interinsik 100 gram emas; 100 dirham
memiliki 100 gram perak.
Pertukaran mata uang dinar dan mata uang dirham mengikuti
ketentuan-ketentuan yang berlaku, khususnya yang diberlakukan
oleh syariat Islam, antara lain:
a. Mata uang emas atau perak dapat ditukar dengan mata uang
emas atau perak yang sama. Jadi, satu dinar yang memiliki
nilai interinsik 10 gram emas dapat ditukar dengan 10 dinar
yang memiliki nilai interinsik 1 gram emas; atau satu dirham
yang memiliki nilai interinsik 10 gram perak dapat ditukar
dengan 10 dirham yang memiliki nilai interinsik 1 gram perak.
Dengan ketentuan ini tidak terjadi yang namanya ‘kelebihan
nilai’ dari pertukaran mata uang.
b. Tidak boleh menukar mata uang yang berbeda, misalnya
dinar dengan dirham. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kebutuhan ini, dinar atau dirham perlu dibuat bermacam-
macam, misalnya dinar atau dirham yang memiliki nilai
interinsik 100 gram, 10 gram, 1 gram, 0,1 gram emas atau
perak, dan sebagainya.
c. Tukar menukar mata uang dilakukan pada waktu yang sama
tanpa penundaan (on the spot) untuk menghindarkan ‘biaya
tambahan’ terhadap penundaan transaksi.
Mata uang pada zaman sekarang dapat berbentuk kertas,
nikel, atau tembaga, yang diberi nilai nominal tertentu, misalnya
USD 100, Rp 100.000, Rp 500, dan sebagainya. Nilai mata
uang sekarang hanya memiliki nilai nominal karena mata uang ini
hanya menuliskan nilai nominal yang ditentukan pada mata uang
tersebut, tetapi tidak memiliki nilai interinsik karena nilai nominal
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
yang ditentukan tidak menggambarkan nilai interinsik mata uang
tersebut. Pertukaran antar mata uang dilakukan dengan mengikuti
kurs yang terjadi. Misalnya, jika kurs per USD 1 adalah sama dengan
Rp 14.500, maka USD 100 adalah sama dengan Rp 1.450.000.
Menurut teori Mainstream Economics, mata uang
diperlakukan sebagai komoditas karena mata uang merupakan
komoditas spesial (special commodity) yang terbentuk dari
kultur budaya manusia yang dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, seperti untuk pembayaran upah tenaga kerja, alat
tukar-menukar, alat pembayaran, dan sebagainya. Mata uang
yang sebelumnya bertindak sebagai alat pembayaran telah
meningkat menjadi komoditas yang dapat diperjual-belikan yang
memiliki ‘harga’.
Jadi, telah terjadi perubahan konsep terhadap mata uang
(termasuk valas). Pertama, mata uang (valas) tidak diperlakukan
saja sebagai alat tukar, tetapi juga diperlakukan sebagai komoditas
perdagangan, yang memiliki ‘harga’ yang ditentukan oleh pasar.
Kedua, mata uang (valas) sekarang, seperti mata uang kertas, tidak
memiliki nilai interinsik; mata uang kertas (valas) hanya memberikan
nilai nominal saja terhadap mata uang bersangkutan, misalnya
USD 100 atau Rp 100.000. Walaupun dapat diargumentasikan
bahwa dengan sejumlah uang, misalnya USD 100, dapat dibeli
sekian kg beras, namun ketentuan ini berfluktuasi atau berubah-
ubah tergantung kepada perubahan harga beras; dan nilai mata
uang (valas) tersebut tidak mengacu kepada nilai interinsik yang
dikandung oleh mata uang (valas) tersebut.
Perdagangan Valas yang Spekulatif
Karena mata uang (valas) bukan saja bertindak sebagai
alat pembayaran dalam perdagangan internasional, tetapi juga
merupakan komoditas yang diperdagangkan, maka mata uang
(valas) dapat digunakan sebagai sarana untuk memperoleh
keuntungan (profit) dalam kegiatan ekonomi. Dengan prinsip
seperti ini, memungkinkan untuk melakukan tindakan spekulatif
pada perdagangan valas karena kegiatan tersebut dimaksudkan
untuk memperoleh margin selisih kurs beli dan kurs jual valas
secara optimal (maksimal).
Secara konsepsi, jumlah uang (valas) yang beredar ditentukan
oleh banyaknya permintaan uang (valas) di sektor riil, atau dengan
perkataan lain, jumlah uang yang beredar harus sama dengan nilai
barang dan jasa yang ditimbulkan dalam perekonomian. Tetapi
karena mata uang (valas) sudah menjadi komoditas perdagangan
dan terdapat unsur-unsur spekulatif dalam perdagangan mata
uang (valas), maka jumlah uang (valas) yang beredar dapat melebihi
jumlah permintaan yang dibutuhkan oleh sektor riil; atau dengan
perkataan lain, telah terjadi kelebihan supply dari jumlah uang
(valas) yang beredar, sehingga nilai mata uang (valas) bersangkutan
menjadi melemah (terdepresiasi).
Bagi para spekulan, menguat atau melemahnya suatu mata
uang (valas) tidak menjadi masalah karena bagi mereka kurs mata
uang (valas) berfluktuasi secara maksimal sehingga menghasilkan
selisih kurs jual dan kurs beli yang menghasilkan keuntungan
(marjin) yang maksimal. Bahkan, para spekulan mampu melakukan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
rekayasa untuk menciptakan fluktuasi harga jual dan harga beli valas
yang tinggi, misalnya melalui rekayasa tertentu yang menimbulkan
ketidakpastian ekonomi untuk memperoleh kurs jual dan kurs beli
valas yang maksimal. Jika kurs Rp melemah (terdepresiasi), para
spekulan akan berupaya membeli Rp dalam jumlah besar sehingga
jumlah Rp di pasar uang berkurang. Keadaan ini akan mendorong
kurs Rp menguat, tetapi bersifat semu (sementara). Momen
berikutnya adalah menunggu pelepasan kembali Rp dalam jumlah
besar, yang akan menyebabkan pasar uang kebanjiran Rp, dan
dampaknya adalah kurs Rp menjadi turun (terdepresiasi). Momen
ini merupakan momen yang ditunggu oleh para spekulan untuk
membeli kembali Rp dengan ‘harga murah’ dan dengan demikian
mereka memperoleh keuntungan yang besar dari selisih kurs beli
dan kurs jual yang tinggi.
Jatuhnya kurs suatu mata uang dapat membuat harga
barang-barang lainnya meningkat tinggi. Akibat harga-harga yang
meningkat yang disebabkan oleh beban biaya produksi yang
meningkat karena kurs mata uang yang melemah (terdepresiasi),
menyebabkan para pelaku ekonomi akan menaikkan harga
lebih tinggi untuk mengantisipasi kenaikan kurs pada masa-
masa yang akan datang. Dampak lain yang dapat terjadi adalah
banyaknya perusahaan yang collapse karena tergantung
kepada impor dan kebutuhan valas yang besar, yang pada
gilirannya akan mengakibatkan kesulitan operasional sehingga
dapat menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan
karyawan. Pada sisi lain, jatuhnya kurs dapat menyebabkan,
antara lain, terjadinya ketidakseimbangan moneter, finansial,
dan fiskal. Ketidakseimbangan ini secara jelas mengganggu
perkembangan ekonomi negara. Misalnya, Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) perlu direvisi karena harus disesuaikan
dengan kurs yang terjadi agar dapat menekan defisit APBN yang
semakin membengkak.
BIODATA PENULIS
Nama : Slamet Sutomo
Organisasi : Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS),
Jakarta; mantan Deputi Kepala Badan PusatStatistik
(BPS) Bidang Neraca dan Analisis Statistik
Email : [email protected]
Antisipasi
Perdagangan valas pada awalnya dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan alat tukar dalam transaksi sektor riil, seperti
untuk impor dan ekspor. Tetapi, pada perkembangan berikutnya,
valas diperlakukan sebagai komoditas perdagangan yang
memungkinkan dilaksanakannya perdagangan valas dengan motif
spekulasi yang sangat merugikan perekonomian suatu negara.
Menyadari kerugian-kerugian yang ditimbulkan khususnya
oleh transaksi spekulatif pada perdagangan valas, beberapa saran
antisipasi yang diusulkan adalah sebagai berikut:
a. Indonesia perlu mendasarkan nilai Rp kepada emas atau
perak, bukan kepada USD. Nilai Rp jangan hanya bernilai
nominal tetapi perlu memiliki nilai interinsik.
b. Perdagangan valas yang bersifat spekulatif akan
menghancurkan perekonomian domestik, apalagi jika
direkayasa secara politis oleh pihak-pihak tertentu. Oleh
karena itu, pemerintah perlu untuk menetapkan suatu
regulasi yang dapat menghindarkan motif spekulatif dalam
perdagangan valas. Catatan: Thailand sangat protektif
terhadap USD yang masuk ke dalam negeri Thailand agar
tidak keluar lagi dari Thailand, yaitu dengan membayar dan
menukarkan setiap USD dengan Thailand Baht.
Kepada masyarakat, penulis menyarankan agar masyarakat
tidak ikut bergabung dalam kegiatan perdagangan valas yang
bersifat spekulatif. Dengan perkataan lain, kalaupun ingin membeli
atau menjual valas cukup hanya seperlunya saja; tidak ada niat
untuk memperoleh keuntungan atau margin dari kegiatan ini.
Karena dengan ikut bergabung dalam kegiatan valas yang bersifat
spekulatif berarti anda ikut menghancurkan negara sendiri.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2322 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP), Era Baru Perjanjian Perdagangan
Bebas untuk Perbaikan Kinerja Perdagangan Indonesia
Ernawati
Publik di dalam negeri mungkin sedikit terkejut ketika
Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan keinginan
Indonesia untuk bergabung dengan perjanjian Trans-Pacific
Partnership (TPP). Pernyataan yang disampaikan di depan Presiden
Barrack Obama ketika berkunjung ke Amerika Serikat bulan
Oktober 2015 lalu itu bertolak belakang dengan pemerintahan
sebelumnya, yang cenderung enggan untuk bergabung. Berbagai
pendapat muncul di media massa menanggapi pernyataan
Presiden Indonesia ke-7 tersebut, sebagian mendukung dan
sebagian tidak setuju dengan rencana Indonesia untuk bergabung
dalam TPP. Pendapat yang mendukung umumnya beragumen
bahwa Indonesia akan dapat meningkatkan akses pasar ke
negara-negara anggota TPP tersebut, sementara pendapat
yang tidak setuju mengatakan bahwa Indonesia dengan jumlah
penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta hanya akan menjadi
pasar yang sangat menguntungkan bagi ke-12 negara yang sudah
menjadi anggota TPP.
Bagi masyarakat awam pro-kontra terkait TPP ini mungkin
sangat membingungkan mengingat TPP bukan merupakan
perjanjian kerjasama perdagangan dan ekonomi pertama yang
diikuti oleh Indonesia. Trans-Pacific Partnership atau yang lebih
dikenal dengan TPP merupakan perjanjian kerjasama perdagangan
dan ekonomi di tingkat regional yang beranggotakan 12 negara
yaitu Singapura, Brunei Darussalam, New Zealand, Chile, Amerika
Serikat, Australia, Peru, Vietnam, Malaysia, Meksiko, Kanada,
dan Jepang. Kedua belas negara tersebut tergabung dalam TPP
dalam waktu yang berbeda-beda. Cikal bakal terbentuknya TPP
adalah perjanjian yang telah dibentuk oleh 4 negara yaitu Brunei
Darussalam, Chile, New Zealand, and Singapore pada tahun 2005
yang dikenal dengan istilah the Pacific Four or P-4, sementara
delapan negara lainnya yaitu Australia, Kanada, Jepang, Malaysia,
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2322 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Meksiko, Peru, Amerika Serikat, dan Vietnam bergabung pada
tahun 2008. TPP sendiri ditandatangani oleh ke 12 negara
anggotanya pada bulan Oktober 2015.
Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa
Pemerintah Indonesia, melalui pernyataan Presiden Joko Widodo
yang seakan berbalik arah dengan pemerintahan sebelumnya,
untuk bergabung dengan TPP. Meskipun hingga saat ini belum ada
proposal resmi yang dikirim oleh Indonesia kepada komite yang
ada untuk bergabung dengan TPP.
TPP sebagai salah satu bentuk Perjanjian ekonomi dan
perdagangan diharapkan mampu memperbaiki neraca
perdagangan Indonesia yang terus mengalami defisit.
Bukan hanya melalui TPP, sikap ini juga ditunjukkan oleh sikap
konsisten Presiden Jokowi di dalam negeri yang memerintahkan
kepada menteri-menteri ekonomi di jajaran kabinetnya untuk
mereview dan merevitalisasi semua perjanjian perdagangan, baik
yang sudah berlaku maupun yang sedang dilakukan proses
perundingan oleh Indonesia. Langkah-langkah tersebut diambil
untuk meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia di pasar
internasional yang sering mengalami defisit neraca perdagangan
karena lemahnya kinerja ekspor.
Hingga tahun 2015, Indonesia telah bergabung dalam delapan
perjanjian perdagangan Internasional, enam dari perjanjian
tersebut berupa Regional Agreement dan dua berupa Bilateral
Agreement. Perjanjian-perjanjian tersebut adalah (1). ASEAN Free
Trade Area (AFTA); (2). ASEAN- Australia and New Zealand FTA;
(3). ASEAN-China FTA; (4). ASEAN-India FTA; (5). ASEAN-Japan
FTA; (6). ASEAN-Korea FTA; (7). Indonesia-Japan Economic
Partnership Agreement (IJEPA); dan (8). Indonesia-Pakistan (PTA).
Selain delapan perjanjian perdagangan yang sudah dilakukan oleh
Indonesia, beberapa perundingan perdagangan lain, baik dalam
bentuk Free Trade Area (FTA) maupun Comprehensive Economic
Partnership Agreement (CEPA), yang sedang dilakukan oleh
Indonesia diantaranya dengan Australia, Chile, Uni Eropa, India,
Iran, Korea Selatan dan Turki yang sudah berlangsung selama
beberapa tahun namun belum menunjukkan perkembangan yang
cukup berarti.
Seperti perjanjian-perjanjian perdagangan bebas yang lain,
salah satu aspek yang masuk dalam perjanjian TPP adalah
persetujuan terkait dengan peningkatan akses pasar (Market
Access). Peningkatan akses pasar yang terjadi karena adanya
penurunan tarif sering menjadi insentif bagi negara-negara untuk
membentuk/bergabung dalam sebuah perjanjian perdagangan
bebas seperti halnya TPP. New Zealand misalnya mengklaim
bahwa jika TPP sudah diimplementasikan secara penuh, maka
akan ada penurunan 93% tarif untuk ekspor New Zealand ke
negara-negara partner TPP yang diperkiraan bernilai NZ$ 259 juta.
Hal yang sama juga di klaim oleh Amerika Serikat, bahwa TPP akan
menghilangkan 18.000 tarif untuk produk-produk buatan Amerika
di negara-negara anggota TPP. Tarif-tarif tersebut bisa menaikkan
harga hingga 59% untuk produk-produk Automobile, dan sekitar
40% untuk produk-produk peternakan. Sehingga dengan adanya
penurunan tarif tersebut produk-produk Amerika menjadi lebih
berdaya saing tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan
pasar. Hal yang sama juga menjadi ekspektasi Indonesia jika
tergabung dalam berbagai bentuk kerjasama perdagangan
termasuk TPP, yaitu adanya peningkatan pasar karena harga yang
lebih bersaing akibat penurunan tarif sehingga bisa memperbaiki
kinerja perdagangan Indonesia.
TPP diharapkan mampu meningkatkan daya saing
beberapa produk unggulan ekspor Indonesia di pasar
internasional yang cenderung menurun. Selama tahun 2015,
kinerja ekspor Indonesia melemah dan mengalami penurunan
14,62% menjadi USD 150.252,5 juta dibandingkan periode
yang sama tahun 2014 (Kementerian Perdagangan, Desember
2015). Penurunan ekspor ini terjadi diantaranya karena
menurunnya permintaan ekspor dari negara-negara yang
menjadi partner dagang utama Indonesia disamping juga
rendahnya harga-harga komoditi.
Faktor lain yang juga menjadi penyebab penurunan kinerja
ekspor Indonesia di tahun 2015 adalah karena persaingan global
khususnya dengan negara-negara ASEAN yang saat ini sangat
agresif membuka pasar dalam negerinya dan mengekspor barang-
barang dengan tingkat daya saing yang lebih tinggi dibanding
barang-barang ekspor Indonesia. Hal itu bisa terjadi karena adanya
kerjasama ekonomi dengan negara-negara partner dagangnya.
Untuk produk kelapa sawit misalnya, Malaysia merupakan pesaing
utama Indonesia dalam perdagangan internasional. Karena
Malaysia merupakan salah satu anggota TPP, maka Malaysia akan
menikmati penurunan tarif yang diberikan oleh negara partner
dagang TPP sementara Indonesia tidak. Hal yang sama juga akan
terjadi dengan produk tekstil dimana Vietnam merupakan pesaing
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2524 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
utama Indonesia, dan karena Vietnam adalah negara anggota TPP,
maka Vietnam akan menikmati keuntungan pasar yang lebih
besar di negara partner TPP karena adanya penurunan tarif.
Peningkatan daya saing akibat adanya penurunan tarif inilah yang
kemudian juga menjadi insentif bagi Indonesia untuk bergabung
dengan TPP.
TPP merupakan perjanjian perdagangan era baru dalam
perjanjian perdagangan Internasional. Kerjasama ekonomi yang
dilakukan oleh 12 negara yang tergabung dalam TPP dianggap
sebagai perdagangan yang paling ambisius dan komprehensif
diantara perjanjian kerjasama ekonomi yang pernah ada.
Kerjasama ekonomi melalui TPP saat ini menjadi perjanjian blok
perdagangan yang sangat besar yang melibatkan negara yang
mewakili 40% kekuatan ekonomi dunia dengan total GDP yang
mencapai USD 28,2 triliun dan jumlah penduduk gabungan yang
mencapai 810 juta orang yang tersebar di dua belas negara dan
mewakili 25% perdagangan dunia.
Dari berbagai aspek yang tercakup dalam perjanjian Kerjasama
TPP, berbagai kalangan juga berpendapat bahwa TPP bukan hanya
merupakan perjanjian perdagangan bebas yang ambisius, dan
komprehensif, TPP juga dianggap sebagai perjanjian perdagangan
bebas yang berstandar tinggi yang mampu mengatasi tantangan
perdagangan dan investasi yang dihadapi pemangku kepentingan
di Abad ke-21 dan merupakan salah satu jalur ke realisasi Free
Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP). TPP disebut ambisius dan
komprehensif karena perjanjian ini membahas secara mendalam
komitmen-komitmen negara anggotanya yang tertuang dalam
30 chapter yang menjadi subjek perundingan bagi ke-12 negara
anggotanya dan anggota lain yang akan bergabung. Terkait dengan
perdagangan barang misalnya, TPP menuangkan perjanjian
tersebut dalam 7 bab diantaranya National Treatment and Market
Access yang secara komprehensif membahas persetujuan terkait
dengan penghapusan dan penurunan tarif untuk produk-produk
pertanian. Untuk produk tekstil, TPP juga mengatur secara detil
dalam bab tersendiri dan berisi tentang komitmen peningkatan
pasar bagi negara-negara yang tergabung dalam TPP untuk
produk tekstil. Perjanjian TPP juga mengatur Rule of Origin (ROO)
dengan tujuan utama untuk membuat aturan ROO yang sederhana,
dan yang lebih penting lagi untuk mendorong regional supply chain
serta memastikan bahwa hanya negara-negara TPP yang benar-
benar mendapatkan keuntungan dari perjanjian ini.
Namun demikian harus diingat bahwa TPP bukan hanya
menjanjikan peningkatan akses pasar bagi anggota-anggota yang
tergabung melalui penurunan tarif serta kemudahan-kemudahan
seperti yang sudah ditetapkan dalam perjanjian. TPP juga
mensyaratkan negara anggotanya untuk tunduk pada semua
peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kesepakatan-
kesepakatan yang mungkin tidak ada sebelumnya, atau mungkin
dibahas tidak mendalam di perjanjian-perjanjian lain yang serupa,
dibahas sangat komprehensif di dalam perjanjian Kerjasama TPP.
Dengan demikian, yang harus menjadi perhatian adalah mampukah
Indonesia memenuhi segala komitmen yang sudah disepakati
sehingga pada akhirnya Indonesia dapat menikmati keuntungan
seperti yang diharapkan.
Beberapa bagian/chapter yang perlu mendapatkan perhatian
khusus jika Indonesia bergabung dalam TPP diantaranya adalah:
Pengadaan Barang Pemerintah (Government Procurement),
Badan Usaha Milik Negara dan Monopoli Negara (State Own
Enterprise and State Monopoly), Lingkungan (Environment),
Investasi, perdagangan jasa termasuk perdagangan lintas batas,
telekomunikasi, e-commerce, dan jasa keuangan.
Untuk itu, sebelum bergabung dalam kerjasama ekonomi
TPP, Indonesia harus benar-benar membuat kajian yang sangat
mendalam bukan hanya tentang keuntungan-keuntungan apa
yang akan diperoleh oleh Indonesia ketika bergabung dengan TPP
dan kerugian apa jika Indonesia tidak bergabung dengan TPP,
namun yang lebih penting lagi adalah mempersiapkan kondisi
pasar dalam negeri supaya bisa comply dengan kerjasama TPP.
BIODATA PENULIS
Nama : Ernawati Munadi
Organisasi : Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya
Email : [email protected]
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2524 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
BERITA PENDEK PERDAGANGAN
SNI Pasar Rakyat, Meningkatkan Daya Saing Pasar
Program revitalisasi Pasar Rakyat tidak hanya ditujukan
untuk perbaikan sarana fisik, namun juga pembenahan
pengelolaannya. Dalam rangka mendukung hal tersebut,
pemerintah telah menerbitkan standar pengaturan khusus yang
tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 8152:2015
tentang Pasar Rakyat. SNI 8152:2015 diluncurkan pada bulan
April 2015 sebagai pedoman standar dalam pengelolaan dan
pembangunan Pasar Rakyat yang bertujuan memberdayakan
komunitas Pasar Rakyat (BSN, 2015).
Tiga hal pokok yang digariskan dalam SNI Pasar Rakyat adalah
ketentuan persyaratan umum, ketentuan persyaratan teknis dan
ketentuan persyaratan pengelolaan yang dijabarkan dalam 44
kriteria. Beberapa hal yang diatur adalah adanya akses bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, ketersediaan ruang menyusui
yang memadai, ketersediaan ruang ibadah yang layak, pengaturan
zonasi, pengelolaan limbah dan sampah, prosedur kerja pengelola
pasar, serta pemberdayaan para pedagang. Seluruh pokok
pengaturan ini berlandaskan pada peran Pasar Rakyat sebagai
rumah ekonomi dan rumah budaya Indonesia yang berdaya saing
namun tetap mempertahankan kearifan lokal.
Melalui penerapan SNI Pasar Rakyat dalam pengelolaan pasar
diharapkan produk yang beredar di dalam pasar sesuai dengan
ketentuan perdagangan barang sehingga dapat meningkatkan
perlindungan kepada konsumen. Selain itu, Pasar Rakyat yang
dikelola sesuai standar juga akan meningkatkan daya saing pasar
itu sendiri sehingga mampu menjadi pusat perdagangan rakyat
bersama-sama pusat perdagangan lainnya seperti Mall dan Toko
Ritel Modern.
Sebagai salah satu langkah dalam mendukung penerapan
SNI Pasar Rakyat, Kementerian Perdagangan khususnya melalui
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
serta Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri bersama-
sama dengan Badan Standardisasi Nasional secara aktif melakukan
sosialisasi dan pendampingan kepada pemerintah daerah dan
pengelola pasar. Selain itu, Program Revitalisasi 1000 Pasar Rakyat
di seluruh Indonesia yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian
Perdagangan juga sudah disesuaikan untuk dapat memenuhi
seluruh kriteria SNI Pasar Rakyat sehingga memudahkan pasar
untuk memperoleh SNI Pasar Rakyat (Kemendag, 2015).
Beberapa contoh Pasar Rakyat yang sudah mendapatkan
SNI Pasar Rakyat pada tahun 2015 adalah Pasar Manggis,
Pasar Pondok Indah dan Pasar Cibubur yang seluruhnya terletak
di wilayah DKI Jakarta, sementara untuk tahun 2016 beberapa
pasar di Jawa Tengah juga berencana mengimplementasikan SNI
Pasar Rakyat. (Primakrisna T.)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Melihat Potensi Industri Susu di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS)
Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) didirikan
pada tahun 1969 oleh para tokoh masyarakat dan para
Petani Peternak Sapi (PPS) di Kecamatan Pangalengan, Bandung,
Jawa Barat. Salah satu tujuan awal pendirian KPBS antara lain agar
produksi susu dapat diserap setiap hari oleh Industri Pengolahan
Susu (IPS). Selain itu, melalui KPBS para peternak mengharapkan
adanya peningkatan pelayanan dan usaha dalam bentuk investasi
untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi. Peran KPBS
lainnya yang juga penting bagi pengembangan industri susu di Jawa
Barat adalah membantu penyerapan susu dari Koperasi Susu di
seluruh Jawa Barat. Hingga akhir tahun 2015, wilayah usaha KPBS
tercatat meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pangalengan,
Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pacet dengan jumlah anggota
mencapai 3.500 anggota dan jumlah total produksi sekitar 80 ton
susu per hari (Hasil Wawancara Tim Survei Warta, 2015).
Sebagai gambaran produksi, KPBS pernah mencapai titik
tertinggi yaitu 140 ton susu per hari pada tahun 1993 dan titik
terendah pada tahun 1997 saat krisis moneter dengan produksi
70 ton susu per hari. Pada tahun 2011, KPBS bisa mencapai
kembali titik produksi tertinggi yaitu 140 ton susu per hari. Namun,
sayangnya jumlah produksi susu di KPBS terus menurun hingga
saat ini. Sekretaris KPBS Pangalengan, Adang Shalahuddin
kepada Tim Survei Warta yang berkunjung ke KPBS Pangalengan
pada Desember 2015 menuturkan penurunan produksi susu salah
satunya karena berkurangnya permintaan masyarakat terhadap
susu murni. Rendahnya sosialisasi akan manfaat mengkonsumsi
susu sapi kepada masyarakat, serta impor susu sapi juga dinilai
Adang turut mempengaruhi berkurangnya permintaan terhadap
susu sapi murni produksi lokal seperti susu sapi pengalengan.
Selain faktor eksternal, rendahnya tingkat produksi ini juga
dipengaruhi oleh cara produksi yang masih tradisional dan belum
mendapatkan sentuhan teknologi serta sangat bergantung pada
faktor cuaca.
Sebagian besar bahan baku susu segar di Indonesia diimpor
dari Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa
dengan persentase impor sekitar 79%. Perhitungan tersebut
didasarkan pada kebutuhan bahan baku Susu Segar Dalam Negeri
(SSDN) setiap tahun sekitar 3,8 juta ton/tahun (Kemenperin, 2015).
Akibatnya, Industri Pengolahan Susu (IPS) membatasi penyerapan
susu lokal karena rendahnya tingkat produksi dan harganya yang
lebih mahal dari susu impor. Hal ini kemudian disiasati oleh para
anggota KPBS dengan mencoba mengembangkan berbagai
produk turunan susu, seperti misalnya yogurt, keju mozzarella,
cream cheese, dan eskrim. Warga Pangalengan pun ikut
mengembangkan produk turunan susu melalui industri pengolahan
rumahan (home industry) seperti permen karamel, dodol susu,
noga susu, dan kerupuk susu yang saat ini menjadi makanan khas
yang terdapat di Pangalengan. Selain itu, wilayah Pangalengan
sebagai daerah tujuan pariwisata juga cukup terkenal sehingga
para wisatawan biasanya membeli produk turunan susu sebagai
oleh-oleh.
Dengan berbagai situasi produksi dan industri susu serta
potensinya saat ini, KPBS berharap pemerintah lebih memperhatikan
peran koperasi peternak sapi, keberadaan peternak sapi di sentra-
sentra susu seperti Pengalengan, serta industri susu rumahan
agar mampu bersaing dengan produk-produk susu impor dan
turunannya. Selain itu pemerintah juga diharapkan mampu
membuat harga dasar susu murni dalam negeri agar susu murni di
dalam negeri tidak terus bergantung dengan IPS yang berpatokan
dengan harga susu dunia. (Dwi Yulianto)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Menengok Batik Ciwaringin di Cirebon
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang
tersebar hampir di setiap daerah di Indonesia. Salah satu
daerah penghasil batik tulis terdapat di Desa Ciwaringin, terletak
sekitar 30 km bagian Barat kota Cirebon yang berbatasan dengan
Kabupaten Majalengka. Batik di daerah ini terkenal dengan nama
Batik Ciwaringin yang menampilkan motif dari ornamen keratin
atau benda-benda yang ada di sekitar keraton dengan warna yang
mencolok. Selain itu terdapat juga motif flora dan fauna dengan
warna yang terang. Walaupun motif batiknya dipengaruhi oleh budaya
RRT, namun ciri khas batik Cirebonnya masih tetap ada, yaitu setiap
motifnya mempunyai garis-garis awan yang berbentuk lonjong.
Keunikan lainnya dari batik ini adalah pewarnaannya yang
masih sangat alami dan tidak menggunakan campuran bahan
kimia. Zat pewarnaanya menggunakan bahan dari limbah pasar
yang mudah diperoleh, misalnya kulit durian, kulit jambu, kulit
manggis, kulit jengkol, serabut kelapa, kulit rambutan, kulit pohon
mahoni dan lain sebagainya. Penggunaan pewarna alami dapat
dipakai secara berulang tanpa merusak atau mengurangi warna
yang dihasilkan, sedangkan jika kita menggunakan pewarna kimia
hanya dapat dipakai satu kali saja.
Pengrajin batik Ciwaringin berjumlah 140 orang yang semuanya
adalah wanita yang berasal dari daerah sekitar. Jumlah produksi
yang dihasilkan sebanyak 100 kodi batik/bulan dengan omzet
sekitar Rp 500 s.d Rp 800 juta per bulan. Untuk menampung
hasil dari pengrajin batik tersebut, pada tahun 2013 didirikanlah
koperasi dengan nama Koperasi Batik Ciwaringin yang sampai
saat ini beranggotakan sekitar 60 orang.
Tujuan awal didirikannya koperasi ini sangatlah sederhana,
yaitu untuk mengumpulkan hasil dari pengrajin batik di Ciwaringin
dan menjual ke pasar, sehingga dapat menjadi roda penggerak
kehidupan masyarakat Ciwaringin terutama masyarakat Kebon
Gedang Ciwaringin. Dalam perjalanan usahanya, ternyata
banyak kendala yang dihadapi oleh pengrajin batik, antara lain:
keterbatasan modal, minimnya peralatan, sumber daya manusia
dan pemasaran yang terbatas sehingga produk yang dihasilkan
belum dapat memenuhi permintaan pasar.
Bantuan yang didapat dari pemerintah daerah (Pemda)
setempat dalam mengembangkan batik Ciwaringin ini adalah
dengan mengikutsertakan produk batik Ciwaringin ke berbagai
pameran, baik di dalam maupun di luar daerah Cirebon. Upaya lain
adalah dengan memberikan pelatihan kepada pengrajin mengenai
teknik pewarnaan.
Selain bantuan yang diberikan oleh Pemda setempat kepada
pengrajin, koperasi batik juga mendapat bantuan dari Bank
Indonesia berupa pembangunan gedung yang dipergunakan
untuk pameran dalam memasarkan hasil produksinya (show
room). Pihak lain, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga
memberikan kredit tanpa agunan kepada anggota koperasi untuk
mengembangkan usahanya. Sementara itu, Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi memberikan bantuan berupa sarana dan
prasarana membatik dan melakukan pelatihan ke pengrajin.
Banyaknya bantuan yang diterima dari pihak luar membuat
koperasi ini dapat mengembangkan pasarnya hingga ke Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Batik Ciwaringin
juga diminati oleh wisatawan termasuk turis asing, seperti turis
Jerman dan Jepang. Cirebon kini tidak hanya terkenal dengan
batik Trusmi, tetapi juga batik Ciwaringin. (Asmani M.)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2928 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Stok Bawang Merah tahun 2016, Aman
Bawang merah merupakan salah satu komoditas penting
yang tidak bisa digantikan dengan produk lain karena
lingkup kegunaannya cukup luas. Penggunaan terbanyak bawang
merah adalah untuk konsumsi rumah tangga sebagai bumbu
penyedap masakan, sebagai obat tradisional, bahan baku
industri kosmetika, farmasi, dan pangan. Pemanfaatan tersebut
menempatkan bawang merah sebagai komoditas penting, bahkan
komoditas yang turut mempengaruhi angka inflasi. Permintaan
bawang merah cenderung merata setiap waktu, sementara
produksi bawang merah bersifat musiman.
Permintaan bawang merah terus meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi
masyarakat. Menurut Mudatsir, Sekretaris Jenderal Dewan
Bawang Merah Nasional (DEBNAS) kepada tim survey Warta
Kajian Perdagangan (Desember 2015), kondisi ini menyebabkan
terjadinya gejolak harga karena adanya kesenjangan (gap) antara
pasokan dan permintaan.
Pemerintah berkomitmen meningkatkan produksi bawang
merah, yaitu melalui pengembangan kawasan bawang merah
seluas 10,000 ha tahun 2015/2016. Program ini dilaksanakan
terkait dengan prediksi Kementerian Pertanian, bahwa pada
tahun 2015 akan terjadi penurunan produksi bawang merah
dibandingkan tahun 2014. Produksi bawang merah tahun 2015
diperkirakan menurun menjadi sebesar 1,1 juta ton, dibandingkan
produksi tahun 2014 yang mencapai 1,2 juta ton, tetapi masih
mampu mencukupi kebutuhan bawang merah nasional, baik untuk
konsumsi maupun industri. Sebaran areal produksi bawang merah
mulai meluas dan merata, terutama untuk pengembangan areal
kawasan baru di luar Jawa yang meliputi Nusa Tenggara Barat
(NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, Kalimantan, dan
Sumatera (Kementan, 2015).
DEBNAS memprediksi tahun 2016 ini bawang merah akan
mengalami surplus, dengan jumlah produksi mencapai 1,3 juta
ton dan berada pada posisi aman. Kebutuhan konsumsi nasional
Indonesia untuk bawang merah hanya 880 ribu ton atau surplus
sebesar 500 ribu ton. Dengan keadaan seperti ini Indonesia bisa
mengekspor bawang merah tahun 2016. Tahun 2015 ekspor
bawang merah Indonesia sebesar 14,1 ribu ton ke negara
Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Sementara, impor
bawang merah tahun 2015 jauh lebih kecil dibandingkan tahun
2014 dan mengalami penurunan sebesar 78%. Impor bawang
merah pada bulan Januari sampai dengan September 2015 hanya
sebesar 15,7 ribu ton, sedangkan tahun 2014 sebesar 87 ribu
ton pada periode yang sama. Penurunan nilai impor ini mencapai
Rp 295 miliar. Menurut data Kementan (2015), impor tersebut
dipergunakan untuk industri dan konsumsi yang memang selama
ini oleh pihak pemerintah tidak diatur tata niaganya.
Produksi bawang merah nasional yang diperkirakan dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tahun 2016, bahkan
surplus, memerlukan mekanisme pengaturan pasokan ke pasar
(Kementan, 2015). Misalnya saat musim panen, harga harus
dijaga agar tidak jatuh, dan sebaliknya saat tidak panen diharapkan
kebutuhan pasokan tetap tercukupi. Pada umumnya saat panen
raya bawang merah melimpah sehingga harga turun drastis, dan
sebaliknya saat tidak musim panen terjadi kelangkaan pasokan
yang mengakibatkan harga menjadi mahal. Menurut DEBNAS,
untuk mengatasi hal ini perlu perbaikan sistem logistik bawang
merah melalui implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) dengan
memperhatikan sarana dan prasarana pendukungnya.
Saat ini DEBNAS telah bekerja sama dengan PT. PURA
BARUTAMA dan berhasil mengembangkan sistem pergudangan
yang mampu menekan kerusakan maupun penyusutan bobot.
Gudang didesain dengan sistem atmosfer terkendali (kontrol suhu,
kelembaban, kadar O2/CO2, dan etilene) sehingga proses respirasi
bawang merah selama penyimpanan tetap aman. Selain itu, untuk
menjaga kestabilan harga (lebih terjamin dan terjaga), perlu adanya
sistem stok penyangga (buffer stock) sehingga pemerintah dapat
menyerap kelebihan pasokan saat panen raya dan melepas ke
pasar saat terjadi kelangkaan pasokan.
Tanpa penyelenggaraan sistem logitik yang baik, keberhasilan
peningkatan produksi melalui program perluasan kawasan produksi
menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu diperlukan SRG dan
kontrol stok penyangga untuk menjamin pasokan bawang merah
segar dan berkualitas sehingga kebutuhan pasar dapat terpenuhi
tanpa terkendala oleh musim. (Suler Malau)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2928 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Impor pakaian bekas di tanah air masih tetap marak dan
banyak diminati pembeli dari kalangan bawah sampai
atas, yang mengakibatkan industri pakaian jadi di dalam negeri
meradang. Beberapa kota antara lain Jakarta, Bandung, Medan,
Kendari menganggap perdagangan impor pakaian bekas
menjadi bisnis menggiurkan. Larangan impor pakaian bekas
tidak dipedulikan pedagang, bahkan ada pemimpin di daerah
yaitu Walikota Kendari, Sulawesi Tenggara yang meminta Menteri
Perdagangan meninjau kembali rencana pelarangan penjualan
impor pakaian bekas. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat
mematikan mata pencaharian ratusan pedagang pakaian bekas
(Republika.co.id, 2015).
Ketentuan larangan impor pakaian bekas sebenarnya sudah
ada, yaitu pada pasal 47 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor
7 tahun 2014 yang dengan tegas mewajibkan setiap importir
mengimpor barang dalam keadaan baru. Demikian juga Keputusan
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag)
No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata
Niaga Impornya, dan Kepmenperindag No. 642/MPP/Kep/9/2002
tentang Perubahan Lampiran I Kepmenperindag No. 230/MPP/
Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya.
Intinya semua ketentuan tersebut merupakan larangan dan
pembatasan impor pakaian bekas.
Impor Pakaian Bekas Dikenakan Sanksi Tegas
pakaian bekas, yaitu pada pasal 2 disebutkan bahwa pakaian
bekas dilarang untuk ‘diimpor’ ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan pasal 3 disebutkan bahwa pakaian bekas
yang tiba di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada atau
setelah tanggal peraturan Menteri ini berlaku wajib dimusnahkan.
Sementara bagi importir yang melakukan pelanggaran akan
dikenai sanksi administratif dan sanksi lain sesuai ketentuan
hukum yang berlaku.
Siaran Pers Kemendag 13 Juli 2015 menyatakan bahwa
Larangan impor pakaian bekas ini harus efektif. Saat ini pemerintah
sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang
pelarangan, pembatasan, dan pengawasan barang. Perpres ini
memasukkan impor pakaian bekas sebagai salah satu barang
yang dilarang diperdagangkan di dalam negeri. Dengan adanya
Perpres ini nantinya akan mempermudah proses pelaksanaan
dan pengawasan larangan impor pakaian bekas, sehingga bisa
dilaksanakan dengan simultan karena sudah memiliki payung
hukum yang kuat dan tegas. (Suler Malau)
Namun demikian, dengan berbagai aturan pelarangan
tersebut, para importir pakaian bekas tidak kehabisan akal,
bahkan untuk melegalkan aksinya para importir pakaian bekas ini
berlindung dibawah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen pasal 8 (2) yang berbunyi: Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud. Mereka menganggap usahanya menjadi sah
dan legal karena diperdagangkan secara terbuka di pasar formal dan
cukup menginformasikan kepada pembeli, termasuk menyatakan
bahwa barang yang dijual adalah barang bekas.
Keadaan demikian tidak mungkin dibiarkan berlangsung tanpa
ada penyelesaian karena merusak perekonomian dan industri
garmen nasional. Pemerintah lebih tegas melarang impor pakaian
bekas dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tertanggal 9 Juli
2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Permendag ini
lebih komprehesif mengatur tentang sanksi bagi pelaku impor
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3130 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
SERBA SERBI
Tailor Made-Training di Vrije University BelandaPlt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Karyanto
Suprih menutup Tailor-Made Training (TMT) berjudul Review
and Feasibility Studies for Free Trade Agreements (FTA)
Engagement in Indonesia Trade Policy di Vrije University (VU)
Amsterdam, Belanda, pada hari Jumat, 12 Februari 2016.
Turut hadir dalam kegiatan ini Sekretaris Badan Pengkajian
dan Pengembangan Perdagangan Simon Zelotes dan Kepala
Pusat Kerjasama Perdagangan Internasional Sri Nastiti Budianti
serta Atase Perdagangan di Den Haag. Kegiatan pelatihan ini
merupakan kerjasama BPPP dengan NUFFIC NESO yang
diikuti oleh 18 pegawai Kementerian Perdagangan. Kegiatan
training ini dilaksanakan pada 25 Januari-12 Februari 2016
dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia
di Kementerian Perdagangan dalam menyusun Review dan
Feasibility Studies Free Trade Agreement (FTA) Indonesia
dengan negara atau mitra regional tertentu. Terdapat dua fokus
utama yang dijadikan studi kasus dalam TMT ini, yaitu Review
FTA Indonesia-Jepang dan Feasibility Studies FTA Indonesia-
Trans Pacific Partnership (TPP).
Kepala BPPP menjadi Pembicara di KAFEGAMA INITIATIVES
KAFEGAMA INITIATIVES yang dibentuk oleh alumni Fakultas
Ekonomi, Universitas Gadjah Mada mengadakan seminar pada
hari Selasa, 16 Februari 2016 dengan tema “Menumbuhkan
Ekonomi Kerakyatan Untuk Memenangkan MEA”. Kepala
BPPP hadir sebagai pembicara dan menyampaikan presentasi
tentang Peluang dan Tantangan UKM Indonesia dalam
menghadapi MEA. Seminar ini merupakan bagian pertama dari
rangkaian Seminar, Focused Group Discussions, dan berbagai
kegiatan KAFEGAMA INITIATIVES lainnya yang akan diakhiri
dengan penyusunan rekomendasi bisnis dan ekonomi yang
rencananya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo
untuk mendukung Trisakti dan mewujudkan Nawacita.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3130 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP)
bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinasi Jawa Timur menyelenggarakan Diseminasi Hasil Kajian
di Hotel Mercure Surabaya pada tanggal 17 Februari 2016 dengan
tema Optimalisasi Fungsi Sarana Perdagangan Dalam Stabilisasi
Harga. Diseminasi ini bertujuan untuk menyebarluaskan hasil-
hasil kajian yang telah dilaksanakan oleh BPPP sehingga dapat
dimanfaatkan oleh stakeholders perdagangan. Pada diseminasi
ini, BPPP memaparkan 3 hasil kajian, yaitu Implementasi PP71
Tahun 2015 tentang Penetapan dan penyimpanan Barang
Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang disampaikan oleh
Kasubbid Investasi dan Fasilitasi Usaha BPPP Yati Nuryati.
Kajian kedua tentang Integrasi SRG dengan Pasar Lelang
Forward Komoditi yang disampaikan oleh Riffa Utama dari
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri serta kajian
ketiga tentang Strategi Pengembangan Jasa Pergudangan
di Indonesia yang disampaikan oleh Kasubbid Sarana
Perdagangan BPPP Bagus Wicaksena.
Kunjungan Kepala BPPP ke PT Nusantara
Tropical Farm di Lampung
Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Ibu
Ernawati dan Kepala BPPP, Ibu Tjahya Widayanti selaku
Ketua Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional dan Kepala
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, Ibu Ninuk
Rahayuningrum melakukan kunjungan ke PT. Nusantara Tropical
Farm (NTF) Lampung pada tanggal 21-23 Februari 2016. Dalam
kunjungan tersebut, Kepala BPPP dan rombongan melihat
secara langsung kondisi PT NTF sebagai pemohon usulan
sunset review pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas
importasi barang Pisang Cavendish yang berasal dari Filipina.
Diseminasi Hasil Kajian BPPP di Surabaya
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3332 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Rapat Dewan Redaksi dan Mitra Bestari BILP di CirebonDalam rangka penerbitan Buletin Ilmiah Litbang
Perdagangan (BILP) Edisi Juli 2016, Redaksi Pelaksana
melakukan rapat bersama Dewan Redaksi dan Mitra Bestari
pada tanggal 24-26 Februari 2016 di Hotel Swiss Bell Cirebon,
Jawa Barat. Tujuan pelaksanaan rapat untuk melakukan
Rapat Pembahasan Penyusunan Laporan Kinerja BPPP Tahun 2015
Sekretaris BPPP, Bapak Simon Zelotes dan Inspektur
Jenderal II, Ibu Enny Wahyuni memimpin Rapat Pembahasan
Penyusunan Laporan Kinerja BPPP Tahun 2015 pada tanggal
29 Februari 2016. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya
BPPP untuk meningkatkan kualitas pelaporan. Dalam
kesempatan ini, Ibu Enny menyampaikan review secara umum
atas Laporan Kinerja BPPP dan mengapresiasi nilai Laporan
Kinerja BPPP yang selalu meningkat setiap tahun. Selain nilai,
transparansi publik melalui website Kemendag menjadi salah
satu aspek penilaian Laporan Kinerja yang secara khusus dinilai
pada tahun 2016.
pembahasan terhadap sembilan naskah yang diterima oleh
Redaksi Pelaksana. Selain itu, rapat juga membahas rencana
penyelenggaraan kegiatan Seminar Nasional dan Call For
Paper sebagai salah satu upaya penjaringan naskah-naskah
berkualitas untuk diterbitkan dalam BILP.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3332 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
Rapat Pleno Percepatan RPP Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2014 tentang
perdagangan khususnya bidang perdagangan dalam negeri
dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2016 di Lantai 5
Gedung Utama, Kementerian Perdagangan. Rapat dihadiri
oleh Sekretaris Jenderal, Kepala BPPP, Kepala Biro Hukum,
Direktur Standardisasi, Direktur Dagang Kecil Menengah,
Kepala Biro Hukum Badan Pengawasan Perdagangan
Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), serta Sekretaris Direktorat
Rapat Pleno Percepatan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Agenda pembahasan
rapat meliputi RPP tentang Sistem Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian Nasional, Rancangan Perpres tentang
Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pasar Rakyat,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, Rancangan Perpres
tentang pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil
dan menengah di sektor perdagangan, Rancangan Perpres
tentang penyelenggaraan pasar lelang komoditas, serta
Rancangan Permendag tentang distribusi barang.
Rapat Rencana Kerja BPPPBadan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP) mengadakan Rapat Rencana Kerja (Renja) Tahun
Anggaran 2017 pada tanggal 10-12 Maret 2016 di Hotel
Aston Bogor, Jawa Barat. Rapat ini dihadiri oleh Kepala
BPPP, Sekretaris BPPP, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri BPPP, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan
Luar Negeri BPPP, Kepala Pusat Kebijakan Kerjasama
Perdagangan Internasional BPPP, serta para pejabat eselon III
dan IV di lingkungan BPPP. Rapat ini juga dihadiri oleh tenaga
ahli yaitu Bapak Ahmad Sauqi dari AIPEG, Bapak Wayan R.
Susila dari TCF, dan Bapak Zamroni Salim dari LIPI. Agenda
rapat adalah pembahasan kajian yang akan dilaksanakan
tahun 2017 beserta rencana anggarannya.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3534 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
DATA STATISTIK PERDAGANGAN
Catatan: Per Februari Tahun 2013, Satuan Minyak Goreng Kemasan dan Minyak Goreng Curah Berubah Menjadi 1 Liter.Sumber: Dinas Perindag, diolah Ditjen PDN
PERKEMBANGAN HARGA BARANG KEBUTUHAN POKOK
DAN BARANG JENIS LAINNYA SECARA NASIONAL
SELAMA BULAN OKTOBER 2015 SAMPAI DENGAN JANUARY 2016
NO KOMODITI SATUAN 2015 JANUARY Prbhn
Minggu Rata2 Jan’16:
Jan’16 : Des’15
(%)
Okt Nop Des Jan Mg I Mg II Mg III Mg IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Beras Medium Kg 10,414 10,520 10,673 10,804 10,712 10,764 10,848 10,894 10,804 1.23
2 Gula Pasir Kg 12,719 12,752 12,866 13,106 13,050 13,130 13,102 13,141 13,106 1.86
3 Minyak Goreng Kemasan Ltr 15,100 15,088 15,040 15,065 15,043 15,056 15,082 15,079 15,065 0.17
4 Minyak Goreng Curah Ltr 10,708 10,565 10,414 10,365 10,386 10,379 10,345 10,352 10,365 (0.46)
5 Daging Sapi Kg 107,764 107,938 109,127 111,040 110,254 110,204 111,122 112,581 111,040 1.75
6 Daging Ayam Broiler Kg 28,785 30,002 32,560 34,087 34,242 34,574 34,231 33,303 34,087 4.69
7 Daging Ayam Kampung Kg 61,798 61,584 62,139 61,933 62,754 62,296 61,384 61,298 61,933 (0.33)
8 Telur Ayam Ras Kg 21,955 22,112 24,023 25,538 25,507 25,736 25,595 25,315 25,538 6.31
9 Telur Ayam Kampung Kg 41,794 41,621 41,809 42,514 42,244 42,308 42,518 42,986 42,514 1.69
10 Susu Kental Manis 397g 10,252 10,250 10,269 10,269 10,277 10,287 10,260 10,253 10,269 0.00
11 Tepung Terigu Kg 8,969 8,982 9,050 9,079 9,061 9,086 9,082 9,086 9,079 0.32
12 Kedelai Impor Kg 11,042 11,019 11,008 11,038 11,001 11,053 11,054 11,044 11,038 0.28
13 Kedelai lokal Kg 10,873 10,970 11,021 11,032 11,042 10,938 11,087 11,062 11,032 0.11
14 Mie Instant Bngks 2,156 2,162 2,178 2,207 2,182 2,193 2,221 2,231 2,207 1.30
15 Cabe Merah Keriting Kg 25,591 25,003 35,784 32,430 37,937 32,749 28,950 30,083 32,430 (9.37)
16 Cabe Merah Biasa Kg 24,924 24,398 33,013 32,567 37,094 32,541 29,464 31,168 32,567 (1.35)
17 Bawang Merah Kg 20,725 21,435 28,665 35,483 36,245 36,687 35,318 33,683 35,483 23.79
18 Bawang Putih Kg 23,484 23,687 25,373 29,542 28,077 29,094 30,244 30,752 29,542 16.43
19 Ikan Teri Asin Kg 66,475 66,369 67,476 68,536 67,726 68,724 68,922 68,774 68,536 1.57
20 Kacang Hijau Kg 21,172 21,063 21,029 21,067 21,207 21,163 21,016 20,882 21,067 0.18
21 Kacang Tanah Kg 25,438 25,260 25,225 25,368 25,416 25,395 25,415 25,246 25,368 0.57
22 Ketela Pohon Kg 5,404 5,364 5,410 5,422 5,417 5,410 5,413 5,447 5,422 0.22
23 Jagung Pipilan Kg 6,507 6,443 6,516 6,759 6,605 6,746 6,808 6,876 6,759 3.73
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3534 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
PERIODE 2011-2015 (JANUARI-DESEMBER)
No. URAIAN Nilai : Juta USD JAN - DES Perub Tren
2011 2012 2013 2014 2015 2015 2016 16/15 (%) 11-15(%)
I. Ekspor 203,496.6 190,020.3 182,551.8 175,980.0 150,282.3 175,980.0 150,282.3 -14.60 -6.60
- Migas 41,477.0 36,977.3 32,633.0 30,018.8 18,551.9 30,018.8 18,551.9 -38.20 -16.62
- Non Migas 162,019.6 153,043.0 149,918.8 145,961.2 131,730.3 145,961.2 131,730.3 -9.75 -4.51
II. Impor 177,435.6 191,689.5 186,628.7 178,178.8 142,695.6 178,178.8 142,695.6 -19.91 -4.96
- Migas 40,701.5 42,564.2 45,266.4 43,459.9 24,613.2 43,459.9 24,613.2 -43.37 -9.38
- Non Migas 136,734.0 149,125.3 141,362.3 134,718.9 118,082.4 134,718.9 118,082.4 -12.35 -3.87
III. Total Perdagangan 380,932.2 381,709.7 369,180.5 354,158.8 292,977.8 354,158.8 292,977.8 -17.28 -5.82
- Migas 82,178.6 79,541.4 77,899.4 73,478.7 43,165.1 73,478.7 43,165.1 -41.25 -12.78
- Non Migas 298,753.6 302,168.3 291,281.1 280,680.1 249,812.7 280,680.1 249,812.7 -11.00 -4.22
IV. Neraca 26,061.1 -1,669.2 -4,076.9 -2,198.8 7,586.7 -2,198.8 7,586.7 445.03 -
- Migas 775.5 -5,586.9 -12,633.3 -13,441.1 -6,061.2 -13,441.1 -6,061.2 54.91 -
- Non Migas 25,285.5 3,917.7 8,556.4 11,242.3 13,647.9 11,242.3 13,647.9 21.40 -1.78
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
PERIODE: OKTOBER 2015-JANUARI 2016*
URAIAN
NILAI (JUTA USD) JAN - JANPERUBAHAN
OKT NOP DES JAN *) 2015 2016* 15/14 (%)
I Ekspor 12,690.2 13,506.1 11,465.8 10,500.2 13,244.9 10,500.2 -20.72
- Migas 1,379.6 1,497.0 1,299.5 1,107.0 1,959.0 1,107.0 -43.49
- Non Migas 10,742.5 9,614.2 10,616.6 9,393.2 11,285.9 9,393.2 -16.77
II Impor 11,613.6 12,978.1 10,081.9 10,449.6 12,612.6 10,449.6 -17.15
- Migas 1,763.1 1,640.4 1,798.0 1,220.9 2,115.0 1,220.9 -42.27
- Non Migas 9,345.9 9,879.1 10,279.3 9,228.7 10,497.6 9,228.7 -12.09
III Total Perdagangan 24,303.8 26,484.2 21,547.6 20,949.8 25,857.5 20,949.8 -18.98
- Migas 3,142.6 3,137.4 3,097.5 2,327.9 4,074.0 2,327.9 -42.86
- Non Migas 20,088.4 19,493.3 20,895.8 18,621.9 21,783.5 18,621.9 -14.51
IV Neraca 1,076.6 528.0 1,383.9 50.6 632.3 50.6 -92.00
- Migas -383.5 -143.4 -498.6 -113.9 -156.0 -113.9 -26.99
- Non Migas 1,396.7 -264.9 337.3 164.5 788.3 164.5 -79.13
Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan
Catatan : *) Angka Sementara
Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 PB36 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016
EKSPOR - IMPOR INDONESIA,
2O11 - 2O15 (JANUARI-DESEMBER)(Nilai : Juta USD)
225.000.00
200.000.00
175.000.00
150.000.00
125.000.00
100.000.00
75.000.00
50.000.00
25.000.00
0.0 2011 2012 2013 2014 2015 2014 (Jan-Des) 2015 (Jan-Desl)
Ekspor 203,496.6 190,020.3 182,551.8 175,980.0 150,282.3 175,980.0 150,282.3
Impor 177,435.6 191,689.5 186,628.7 178,178.8 142,695.6 178,178.8 142,695.6
(Nilai : Juta USD)
30.000,0
25.000,0
20.000,0
15.000,0
10.000,0
5.000,0
0.0
-5.000,0
-10.000,0
-15.000,0
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA,
Periode 2O11 - 2O15 (Januari-Desember)
Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan
Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan
2011 2012 2013 2014 2014 2014 (Jan-Des) 2015 (Jan-Des)
Migas 775.5 -5,586.9 -12,633.3 -13,441.1 -6,061.2 -13,441.1 -6,061.2
Non Migas 25,285.5 3,917.7 8,556.4 11,242.3 13,647.9 11,242.3 13,647.9
36 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lII. No. 9, Tahun 2015