36
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1 Daftar Isi Dari Redaksi Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) merupakan instrumen derivatif dalam sistem keuangan internasional yang dilakukan oleh dua negara. Dalam hal perdagangan, BCSA memungkinkan kedua negara untuk berdagang menggunakan mata uang masing-masing sehingga akan menekan ketergantungan terhadap USD serta meringankan dampak akibat depresiasi mata uang. Berita Pendek Perdagangan Serba - Serbi Statistik Perdagangan Pusdatin Halaman 25 Halaman 30 Halaman 34 Hal. 2 Hal. 14 Hal. 6 Neraca perdagangan Indonesia-Bulgaria selama Januari–Juli 2015 surplus sebesar USD 4,2 juta yang berasal dari neraca non migas. Nilai ini meningkat 20,6% dari tahun 2014 pada periode yang sama. Dalam rangka memperkuat komitmen kerjasama perdagangan Indonesia Mengintip Kerjasama Indonesia–Bulgaria Nilai Tukar Rupiah dan Perdagangan Valuta Asing Perdagangan valas pada awalnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan alat tukar dalam transaksi sektor riil, seperti untuk impor dan ekspor. Tetapi, pada perkembangannya, valas diperlakukan sebagai komoditas perdagangan yang memungkinkan dilaksanakannya perdagangan valas dengan motif spekulasi yang sangat merugikan perekonomian suatu negara. Hal. 19 Potensi Ekspor Tuna dan Udang Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE) Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan ekspor hasil perikanan Indonesia, setelah Jepang dan Amerika Serikat. Peluang peningkatan ekspor perikanan Indonesia ditunjang dengan besarnya pasar (market size) dan tren konsumsi produk perikanan di Uni Eropa. Udang dan Tuna merupakan dua contoh produk ekspor potensial Indonesia ke Uni Eropa yang banyak diminati dan patut dikembangkan. Mencari Peluang dari Momentum Gelombang Korea Hal. 22 dengan Bulgaria, Kementerian Perdagangan melaksanakan Misi Dagang pada tanggal 4-5 Mei 2015 yang dilaksanakan secara terkoordinasi antar kementerian dengan difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sofia, Bulgaria. Gelombang Korea (Korean Waves) yang lebih dikenal dengan Hallyu adalah strategi diplomasi budaya yang berhasil memberikan dampak positif bagi ekonomi Korsel. Penyebaran Hallyu diantaranya melalui drama televisi, musik, fashion, smartphone dan kosmetik. Sebagai salah satu mitra dagang penting bagi Korsel, selayaknya Indonesia juga bisa meraih untung dengan memanfaatkan kepopuleran produk- produk asal Korsel di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sendiri. Kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh 12 negara yang tergabung dalam TPP dianggap sebagai perdagangan yang paling ambisius dan komprehensif diantara perjanjian kerjasama ekonomi yang pernah ada. TPP juga dianggap sebagai perjanjian perdagangan bebas yang berstandar tinggi yang mampu mengatasi tantangan perdagangan dan investasi yang dihadapi pemangku kepentingan di Abad ke-21 dan merupakan salah satu jalur ke realisasi Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP). Untuk itu, sebelum bergabung dalam kerjasama ekonomi TPP, Indonesia harus benar-benar membuat kajian yang sangat mendalam tentang hal ini. Hal. 11

Daftar Isi - Badan Kebijakan Perdagangan (BKPERDAG)

Embed Size (px)

Citation preview

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1PB WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Daftar IsiDari Redaksi

Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) merupakan instrumen derivatif dalam sistem keuangan internasional yang dilakukan oleh dua negara. Dalam hal perdagangan, BCSA memungkinkan kedua negara untuk berdagang menggunakan mata uang masing-masing sehingga akan menekan ketergantungan terhadap USD serta meringankan dampak akibat depresiasi mata uang.

Berita Pendek Perdagangan

Serba - Serbi

Statistik Perdagangan Pusdatin

Halaman 25

Halaman 30

Halaman 34

Hal. 2

Hal. 14

Hal. 6

Neraca perdagangan Indonesia-Bulgaria selama Januari–Juli 2015 surplus sebesar USD 4,2 juta yang berasal dari neraca non migas. Nilai ini meningkat 20,6% dari tahun 2014 pada periode yang sama. Dalam rangka memperkuat komitmen kerjasama perdagangan Indonesia

Mengintip Kerjasama Indonesia–Bulgaria

Nilai Tukar Rupiah dan Perdagangan Valuta

AsingPerdagangan valas pada awalnya

dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan alat tukar dalam transaksi sektor riil, seperti untuk impor dan ekspor. Tetapi, pada perkembangannya, valas diperlakukan sebagai komoditas perdagangan yang memungkinkan dilaksanakannya perdagangan valas dengan motif spekulasi yang sangat merugikan perekonomian suatu negara.

Hal. 19

Potensi Ekspor Tuna dan Udang Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE)

Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan ekspor hasil perikanan Indonesia, setelah Jepang dan Amerika Serikat. Peluang peningkatan ekspor perikanan Indonesia ditunjang dengan besarnya pasar (market size) dan tren konsumsi produk perikanan di Uni Eropa. Udang dan Tuna merupakan dua contoh produk ekspor potensial Indonesia ke Uni Eropa yang banyak diminati dan patut dikembangkan.

Mencari Peluang dari Momentum Gelombang

Korea

Hal. 22

dengan Bulgaria, Kementerian Perdagangan melaksanakan Misi Dagang pada tanggal 4-5 Mei 2015 yang dilaksanakan secara terkoordinasi antar kementerian dengan difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sofia, Bulgaria.

Gelombang Korea (Korean Waves) yang lebih dikenal dengan Hallyu adalah strategi diplomasi budaya yang berhasil memberikan dampak positif bagi ekonomi Korsel. Penyebaran Hallyu diantaranya melalui drama televisi, musik, fashion, smartphone dan kosmetik. Sebagai salah satu mitra dagang penting bagi Korsel, selayaknya Indonesia juga bisa meraih untung dengan memanfaatkan kepopuleran produk-produk asal Korsel di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sendiri.

Kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh 12 negara yang tergabung dalam TPP dianggap sebagai perdagangan yang paling ambisius dan komprehensif diantara perjanjian kerjasama ekonomi yang pernah ada. TPP juga dianggap sebagai perjanjian perdagangan bebas yang berstandar tinggi yang mampu mengatasi

tantangan perdagangan dan investasi yang dihadapi pemangku kepentingan di Abad ke-21 dan merupakan salah satu jalur ke realisasi Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP). Untuk itu, sebelum bergabung dalam kerjasama ekonomi TPP, Indonesia harus benar-benar membuat kajian yang sangat mendalam tentang hal ini.

Hal. 11

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 32 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

ISU PERDAGANGAN

Fitria Faradila

Peranan Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) bagi Perdagangan Luar Negeri

Indonesia di Tengah Depresiasi Rupiah

Pergerakan nilai mata uang Rupiah terhadap US Dollar

(USD) memiliki tren depresiasi sejak pertengahan

tahun 2011. Pada tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2013,

pergerakan mata uang Rupiah terhadap USD cenderung stabil

walaupun sempat mengalami fluktuasi di tahun 2011, namun

fluktuasi Rupiah tersebut tidak signifikan dan masih berada dalam

rentang kewajaran. Memasuki pertengahan tahun 2013, Rupiah

kembali terdepresiasi. Pengaruh kondisi global, yakni keputusan

the Fed memangkas pembelian obligasi karena perekonomian

Amerika Serikat (AS) dianggap telah pulih sejak krisis keuangan

global, memberikan sentimen positif pada investor global bahwa

ekonomi AS akan membaik, sehingga mereka mengalihkan

investasinya kepada USD.

Permintaan USD yang meningkat mendorong penguatan

pada mata uang tersebut, sehingga melemahkan mata uang

negara lainnya, termasuk Rupiah Indonesia. Di tahun 2015,

depresiasi Rupiah kembali terjadi setelah adanya kekhawatiran

investor global atas gagal bayarnya utang Yunani kepada the

International Monetary Fund (IMF). Selain itu, kondisi internal

dimana banyak perusahaan Indonesia menghadapi tenggat

waktu pembayaran pinjaman kepada pihak asing turut

mendorong permintaan USD di pasar Indonesia. Pada akhir

pekan kedua September 2015, nilai tukar Rupiah sempat

mencapai 14.306 per USD. Depresiasi ini merupakan yang

tertinggi sejak krisis moneter tahun 1997-1999.

Jan-

10

Apr

-10

Jul-1

0

Oct

-10

Jan-

11

Apr

-11

Jul-1

1

Oct

-11

Jan-

12

Apr

-12

Jul-1

2

Oct

-12

Jan-

13

Apr

-13

Jul-1

3

Oct

-13

Jan-

14

Apr

-14

Jul-1

4

Oct

-14

Jan-

15

Apr

-15

Jul-1

5

Gambar 2. Pertumbuhan Kurs Rupiah/Dollar AS (% MoM).

15,000

14,000

13,000

12,000

11,000

10,000

9,000

8,000

Jan-

10

Apr

-10

Jul-1

0

Oct

-10

Jan-

11

Apr

-11

Jul-1

1

Oct

-11

Jan-

12

Apr

-12

Jul-1

2

Oct

-12

Jan-

13

Apr

-13

Jul-1

3

Oct

-13

Jan-

14

Apr

-14

Jul-1

4

Oct

-14

Jan-

15

Apr

-15

Jul-1

5

Gambar 1. Pergerakan Nilai Mata Uang Rupiah terhadap USD.Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia (2015)

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia (2015)

86420

-2-4-6

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 32 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Depresiasi nilai Rupiah sebenarnya dapat meningkatkan

ekspor, karena harga produk Indonesia di pasar internasional

menjadi lebih murah. Namun karena kondisi impor Indonesia

masih didominasi oleh bahan baku penolong dan barang modal

dimana keduanya mempunyai andil yang besar dalam kegiatan

produksi untuk ekspor, maka depresiasi nilai tukar Rupiah justru

berdampak sebaliknya. Dapat dilihat dari Tabel 1, lebih dari 90%

total impor berasal dari bahan baku penolong (76,4%) dan barang

modal (16,4%). Secara teori, depresiasi Rupiah akan menurunkan

impor karena permintaannya yang menurun seiring harga barang

impor yang menjadi lebih mahal. Namun, berbeda halnya apabila

impor masih didominasi oleh produk yang bersifat produktif

dimana kegiatan produksi masih bertopang pada input barang

impor tersebut dan permintaan barang tersebut akan selalu stabil

bahkan meningkat. Hal ini kerap menyebabkan ketergantungan

Indonesia terhadap barang impor, sehingga semahal apa

pun barang impor akibat imbas dari depresiasi Rupiah akan

tetap diserap oleh sektor lapangan usaha dalam negeri karena

merupakan komponen faktor produksi. Oleh karena itu, depresiasi

Rupiah cenderung akan membebani produsen dan eksportir

domestik karena biaya produksi menjadi lebih mahal. Menanggapi

kondisi struktur perdagangan Indonesia di tengah depresiasi

Rupiah, Bank Indonesia (BI) kemudian mengupayakan suatu

sistem kerjasama untuk meredam ketergantungan perdagangan

Indonesia terhadap USD, sehingga dapat meminimalisasi resiko

dampak fluktuasi nilai tukar. Sistem kerjasama ini disebut Bilateral

Currency Swap Agreement.

Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA)

Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) merupakan

instrumen derivatif dalam sistem keuangan internasional yang

dilakukan oleh dua negara, dimana kedua negara tersebut dapat

melakukan peminjaman mata uang negara lain dengan negara

partner melalui bank sentral masing-masing negara. BCSA adalah

salah satu Local Currency Settlement (LCS) yang dilakukan untuk

mengurangi ketergantungan terhadap USD. BCSA terbentuk

dari kerjasama the Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM)

Agreement tahun 2000 antara negara-negara ASEAN dan Asia

Timur yakni Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok

(RRT) dan Hong Kong. Adapun dilakukannya kerjasama tersebut

merupakan langkah antisipasif untuk mengatasi krisis moneter

yang terjadi di Asia pada tahun 1997. Tujuan BCSA adalah untuk

membantu negara anggota yang mengalami kesulitan likuiditas

mata uang sehingga dapat meminjam dari negara anggota

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 54 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Total Impor 135.663,30 177.435,60 191.685,50 186.628,70 178.178,80 89.953,70 73.950,20 (17.8) 6.1 100

Bahan Baku Penolong 98.755,10 130.934,30 140.126,00 141.957,90 136.208,60 68.803,50 55.886.80 (18.8) 7.5 76.4

Barang Konsumsi 9.991,60 13.392,90 13.408,60 13.138,90 12.667,20 6.293,70 5.423,40 (13.8) 4.7 7.1

Barang Modal 26.916,60 33.108,40 38.154,80 31.531,90 29.303,00 14.856,50 12.640,00 (14.9) 1.2 16.4

2010 2011 2012 2013 20142014 2015 15/14 2010-2014 2014

Januari-JuniPerub. Tren Pangsa % (%) (%)

Nilai : Juta USD

Sumber: BPS (2015), diolah

Tabel 1. Komposisi Struktur Impor menurut Broad Economy Category (BEC)

Kelompok Produk

lainnya. Secara umum, kerangka ini dibuat untuk menciptakan

stabilitas sistem keuangan di kawasan. Dalam hal perdagangan,

BCSA memungkinkan kedua partner negara untuk berdagang

menggunakan mata uang masing-masing negara. Perdagangan

melalui skema BCSA akan menekan ketergantungan terhadap

USD serta meringankan dampak akibat depresiasi mata uang.

Mekanisme penggunaan BCSA dilakukan dengan

menggunakan mata uang masing-masing negara. Misalnya,

importir Indonesia ingin membeli barang dari RRT. Untuk melunasi

pembayarannya importir tersebut mengajukan permintaan BCSA

ke bank komersial Indonesia yang ditunjuk, lalu bank komersial

tersebut mengajukan permintaan kepada Bank Indonesia (BI)

selaku bank sentral Indonesia. Proses selanjutnya Bank Indonesia

melakukan koordinasi dengan bank sentral RRT, People’s Bank of

China (PBOC), terkait permintaan tersebut. Apabila disetujui maka

PBOC akan melunasi pembayaran kewajiban kepada eksportir

RRT menggunakan mata uang lokal, China Yuan Renmimbi (CNY),

melalui bank komersial counterpart di RRT. Adapun di sisi Indonesia,

importir diharuskan memberikan jumlah pembayaran dalam bentuk

Rupiah yang setara dengan nilai CNY yang dibayarkan ke eksportir

negara tersebut, Indonesia memiliki potensi perdagangan yang

besar dengan India, Australia dan negara ASEAN lainnya yakni

Malaysia, Thailand dan Vietnam serta negara Uni Eropa, yakni

Jerman dan Belanda. Kinerja perdagangan yang diindikasikan

dengan nilai total perdagangan per negara mitra dagang utama

tersebut memang menunjukkan penurunan dalam jangka pendek,

namun tren kenaikan pada beberapa negara masih mencatat

pertumbuhan yang positif.

Di tengah lesunya perdagangan, nilai total perdagangan

Indonesia dengan India dan Vietnam masih mencatat pertumbuhan

jangka pendek yang meningkat begitu pula dengan nilai trennya.

Adapun hubungan perdagangan Indonesia dengan kelima negara

potensial lainnya memang mencatat penurunan pada jangka

pendek, namun nilai tren masih menunjukkan sinyal positif. Hal

ini mengindikasikan bahwa walaupun menurun dan memiliki

pangsa yang kecil, namun potensi perdagangan Indonesia dengan

Australia, Malaysia, Thailand, Jerman dan Belanda masih terbuka.

Oleh karena itu, Bank Indonesia diharapkan dapat mulai mengkaji

kerjasama BCSA dengan negara-negara potensial tersebut.

melalui jaminan (kolateral) kepada bank komersial Indonesia. Hal

yang sama juga berlaku pada proses ekspor.

Saat ini Indonesia telah menjalin skema BCSA dengan dua

negara yakni RRT dan Korea Selatan. Kerjasama BCSA Indonesia

dan RRT dilakukan pada tahun 2009 dan diperpanjang pada

bulan Oktober 2013 dengan nilai kesepakatan CNY 100 miliar

atau Rp 175 Triliun (USD 16 miliar). Sementara itu, Indonesia juga

melakukan kerjasama BCSA dengan Korea Selatan tahun 2014

dengan nilai kesepakatan Korean Won (KRW) 10,7 triliun atau

setara dengan Rp 115 triliun. Kendati demikian, kerjasama BCSA

yang dilakukan oleh BI dengan PBOC serta Bank of Korea saat ini

belum diaktivasi, sehingga belum ada pelaku usaha baik eksportir

maupun importir yang telah memanfaatkan kerjasama BCSA ini.

Potensi BCSA dengan Negara Lain

Kedua negara yang telah menjalin kesepakatan BCSA dengan

Indonesia termasuk dalam negara mitra dagang utama. Berdasarkan

nilai total perdagangan, RRT dan Korea Selatan masing-masing

memiliki pangsa sebesar 13,6% dan 6,3% tahun 2014. Selain dua

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 54 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

TOTAL 239.442,4 380.932,2 381.709,7 369.180,5 354.471,5 178.778,2 152.302,1 (14,8) 3,5 100,0

RRT 36.116,8 49.153,2 51.045,3 52.451,0 48.552,4 24.522,4 22.324,0 (9,0) 6,6 13,6

SINGAPURA 33.964,1 44.408,6 43.222,3 42.267,8 41.992,5 21.384,9 15.701,3 (26,6) 3,8 11,8

JEPANG 42.747,6 53.151,3 52.902,9 46.370,8 40.173,2 20.558,8 16.560,0 (19,5) (2,6) 11,3

AMERIKA SERIKAT 23.665,8 27.272,3 26.477,0 24.757,4 24.700,0 12.506,5 12.361,7 (1,2) (0,1) 7

KOREA SELATAN 20.277,6 29.388,6 27.020,2 23.015,1 22.468,6 11.402,0 8.610,4 (24,5) (0,4) 6,3

MALAYSIA 18.011,1 21.400,7 23.521,8 23.989,1 20.614,3 10.325,3 8.932,1 (13,5) 3,9 5,8

THAILAND 12.037,3 16.301,8 18.073,7 16.465,0 15.610,9 7.914,4 7.044,9 (11,0) 5,6 4,4

INDIA 13.209,8 17.657,7 16.802,0 16.995,3 16.201,0 7.899,4 8.001,0 1,3 3,8 4,6

AUSTRALIA 8.343,4 10.844,4 10.203,1 9.408,6 10.680,7 5.396,6 4.294,9 (20,4) 3,7 3

TAIWAN 8.079,5 6.856,7 10.935,3 10.342,7 10.183,3 5.178,0 4.540,0 (12,3) 4,2 2,9

SAUDI ARABIA 5.528,1 6.698,5 6.973,9 8,260,4 8.672,5 3.811,4 2.891,8 (24,1) 11,5 2,4

JERMAN 5.991,3 4.737,1 7.263,5 7.309,8 6.912,7 3.554,7 3.197,0 (10,1) 3,8 2

VIETNAM 3.088,5 5.941,0 4.868,7 5.123,5 5.869,0 2.817,4 2.869,1 1,8 14,6 1,7

BELANDA 4.404,4 5.941,0 5.544,5 5.139,8 4.892,9 2.445,9 2.272,0 (7,1) 0,7 1,4

HONG KONG 4.361,8 5.680,6 4.562,1 4.785,6 4.626,0 2.371,8 1.926,0 (18,8) (0,5) 1,3

SUBTOTAL 239.827,2 310.252,1 309.416,2 296.982,0 281.828,2 142.089,4 121.526,3 (14,5) 2,8 79,5

LAINNYA 53.615,2 70.680,0 72.293,5 72.643,3 72.643,3 36.688,8 30.775,9 16,1) 6,5 20,5

2010 2011 2012 2013 20142014 2015 15/14 2010-2014 2014

Januari-JuniPerub. Tren Pangsa % (%) (%)

TOTAL PERDAGANGAN (NILAI : USD)

Sumber: BPS (2015), diolah

Tabel 2. Total Perdagangan Indonesia menurut Negara Mitra Dagang Utama

NEGARA

Dampak depresiasi Rupiah terhadap peningkatan ekspor

yang tidak dapat dirasakan secara optimal telah mendorong

Bank Indonesia untuk melakukan kerjasama BCSA. Beberapa

kerjasama BCSA yang telah dilakukan oleh Indonesia yaitu dengan

RRT dan Korea Selatan. Negara mitra dagang Indonesia lain yang

juga berpotensi untuk dilakukan kerjasama BCSA adalah India,

Australia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Jerman dan Belanda. Tentu

saja, dalam pelaksanaan kerjasama BCSA ini diperlukan komitmen

Bank Indonesia untuk mempercepat proses aktivasi.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 76 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Potensi Ekspor Tuna dan Udang Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE)

Dian Dwi Laksani dan Aziza Rahmaniar

Indonesia dan Uni Eropa (UE) berkomitmen untuk

meningkatkan hubungan bilateral kedua Negara dalam

bidang perdagangan dan investasi melalui Comprehensive

Economic Partnership Agreement (CEPA). Uni Eropa merupakan

mitra dagang yang penting bagi Indonesia, dengan jumlah

penduduk lebih dari 513,95 juta jiwa pada tahun 2015 dan GDP

per kapita tahun 2015 sebesar USD 37.800 (World Factbook, 2016).

Berdasarkan data UN COMTRADE, pada tahun 2014 impor dari

negara ASEAN mencapai sekitar 5% dari total impor UE, di mana

Indonesia memiliki kontribusi sebesar 16% dari total impor negara

ASEAN. UE adalah salah satu importir terbesar untuk produk

perikanan. Berdasarkan data Trade Map, UE menjadi importir

nomor lima untuk produk perikanan dengan nilai USD 59,82 juta.

Posisi utama importir produk perikanan ke Indonesia yaitu Amerika

Serikat sebesar USD 282,85 juta. Oleh karena itu Uni Eropa yang

beranggotakan 28 negara merupakan pasar yang potensial untuk

komoditas perikanan Indonesia.

Berdasarkan Tabel 1, ekspor ikan tuna, udang dan gurita beku

merupakan ekspor terbesar Indonesia ke Uni Eropa. Selain udang

dan tuna, ekspor spesies ikan lainnya seperti ikan todak meningkat

dengan cepat di tahun 2012-2014. Jika dibandingkan dengan tahun

2012, ekspor ikan todak nilainya meningkat sebesar 115%. Untuk

udang beku, sebelum tahun 2012 tidak ada ekspor dikarenakan

masalah kandungan antibiotik yang terdapat dalam produksinya.

Sebagai contoh pada tahun 2005 dan 2006, 10 kontainer udang

asal Indonesia yang melalui pelabuhan Brusel Belgia ditolak karena

adanya kandungan antibiotic chloramphenicol.

Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan

ekspor hasil perikanan Indonesia. Potensi pasar terus berkembang

seiring dengan bertambahnya negara anggota Uni Eropa dari enam

negara pada tahun 1950 menjadi 28 negara pada tahun 2013. Uni

Eropa menjadi negara ke-5 tujuan ekspor Indonesia untuk produk

perikanan (Trade Map, 2015). Indonesia mengekspor sebesar

USD 59,82 juta ke negara Uni Eropa di tahun 2014.

Peluang peningkatan ekspor perikanan Indonesia ditunjang

dengan besarnya pasar (market size) dan tren konsumsi produk

perikanan di Uni Eropa sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Market Size

Pasar utama Ikan dan seafood di Uni Eropa adalah Spanyol,

Perancis, Jerman, Italia, Swedia, Inggris (UK), dan Belanda (Trade

Map, 2015). Spanyol merupakan pasar terbesar untuk ikan dan

seafood di Uni Eropa, dan merupakan importir terbesar keempat ikan

dan makanan laut di dunia (Euromonitor, 2013). Di tahun 2012, impor

Spanyol untuk ikan dan seafood turun menjadi USD 5.287,14 juta,

tetapi angka itu tidak mempengaruhi market size, dan Spanyol

tetap menjadi salah satu pasar ikan dan seafood dunia.

Penjualan ikan dan makanan laut di Uni Eropa diproyeksikan

akan terus meningkat. Berdasarkan data Euromonitor (2013),

diprediksikan bahwa penjualan ikan segar tertinggi di Spanyol

akan terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah 1.341,70 ribu ton

meningkat 0,51% jika dibandingkan dengan prediksi tahun 2016

sebesar 1.334,9 ribu ton. Empat negara lainnya yaitu Inggris,

Jerman, Italia, dan Portugal juga mengalami tren penjualan yang

positif dengan peningkatan rata-rata per tahun dari tahun 2013-

2017 masing-masing sebesar 1,61%, 0,06%, 0,50% dan 1,54%.

b. Tren Konsumsi

Pada tahun 2012, konsumsi produk perikanan per kapita di

Jerman, Polandia dan Perancis berada di bawah 10 kg per tahun,

sedangkan di Portugal mencapai 50 kg per tahun. Jenis produk

perikanan yang dikonsumsi bervariasi, tergantung pada masing-

masing negara (Euromonitor, 2013). Sebagai contoh di Eropa

Selatan, berbagai spesies produk perikanan tersedia dibandingkan

dengan Eropa Utara yang lebih terbatas. Di Jerman, jenis Alaska

Pollock, Ierring, Salmon dan Tuna mendominasi 60% dari konsumsi

produk perikanan secara keseluruhan. Sedangkan di Spanyol dan

Perancis, empat jenis tersebut dikonsumsi hampir sepertiga dari

seluruh penjualan.

Contoh lainnya, untuk negara-negara Mediterania, ikan yang

lebih disukai adalah ikan yang masih utuh dan segar. Sedangkan

pasar Eropa Utara lebih menyukai ikan yang telah diproses dan

dikemas. Dari sisi perdagangan, Uni Eropa semakin tergantung

pada impor ikan dan seafood untuk memenuhi kebutuhannya. Pada

2013, Uni Eropa mengimpor ikan dan produk perikanan lainnya

mencapai lebih dari USD 37,29 miliar, sedangkan ekspornya

hanya USD 22,3 miliar. Akibatnya, defisit neraca perdagangan Uni

Eropa untuk ikan dan makanan laut mencapai USD 14,66 miliar

(Trade Map, 2015). Adapun jenis yang paling banyak diimpor

adalah produk segar untuk Salmon, Udang dan Tuna.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 76 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

2.2

2.3

2.5

2.8

3.1

3.2

4.1

9.9

10.9

11.6

Gurita beku/kering/asin/dalam air garam

Fillet ikan salmon Atlantik, Danube dan Pasifik

Tepung ikan dan udang-udangan

Udang kecil dan udang biasa lainnya, diawetkan

Fillet ikan cod, beku

Fillet pollock Alaska, beku

Sotong dan cumi-cumi, beku/kering/asin/dalam air garam

Tuna dan cakalang diawetkan

Udang kecil dan udang biasa lainnya, beku

Salmon segar/dingin

Share dari total (%)

Gambar 1. Share Impor Produk Ikan dan Makanan Laut Uni Eropa.Sumber: Trade Map (2015), diolah

Tabel 1. Ekspor Produk Ikan Indonesia ke Uni Eropa

Sumber: Trade Map (2015), diolah

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 98 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Jika dilihat dari jenis produk ikan yang paling banyak diimpor

oleh Uni Eropa, maka produk perikanan Indonesia masuk dalam

komoditas yang banyak diminati. Hal ini menandakan peluang

produk perikanan Indonesia untuk memasuki pasar UE. Produk-

produk perikanan tersebut adalah:

1. Udang Beku (Frozen Shrimp and Prawns (Other than

Cold-Water)) – HS 0306.17

Pada tahun 2013, udang segar dan beku menyumbang

10,53% dari total impor ikan dan makanan laut Uni Eropa yang

mencapai USD 3,9 miliar. Ekuador adalah pemasok terbesar,

dengan pangsa 1,67%, diikuti oleh India (1,32%), dan Argentina

(1,19%). Udang beku dari genus Penaeus (HS 0306.13.50) adalah

komoditas terbesar impor produk perikanan Uni Eropa. Indonesia

sendiri berada di peringkat ke-19 dengan market share 0,16 atau

senilai dengan USD 58,90 juta.

Tabel 2. Impor Produk HS. 0306.17

di Uni Eropa, 2012-2013

1 Ekuador 565,98 629,63 1,672 India 412,95 495,50 1,323 Argentina 365,12 446,75 1,194 Bangladesh 325,88 376,04 1,005 Vietnam 184,60 230,33 0,616 RRT 160,67 159,38 0,427 Belgia 95,52 148,78 0,408 Spanyol 142,54 141,12 0,389 Thailand 229,87 127,01 0,3410 Belanda 142,67 124,39 0,3319 Indonesia 47,25 58,90 0,16 Lainnya 892,16 1.022,45 2,72 Total 3.565,20 3.961,28 10,53 Total produk ikan 34.832,01 37.613,06 100,00

Juta USD Pangsa No Negara Pasar 2012 2013 2013 (%)

Sumber: Trade Map (2015), diolah

2. Tuna, Skipjack and Bonito – HS 1604.14

Pada tahun 2013, Tuna menyumbang hampir 10,94% dari

seluruh impor Uni Eropa untuk produk perikanan dengan nilai

USD 4,1 miliar, dimana importir utama adalah Ekuador (2%),

Spanyol (1,52%), dan Mauritius (1%) (Tabel 3). Tuna kaleng

dan tuna segar yang digunakan dalam industri pengolahan,

merupakan komoditi yang sangat sensitif bagi Uni Eropa, karena

kekhawatiran akan praktek penangkapan tuna yang tidak sesuai

dan keterbatasan sumber daya.

Tabel 3. Impor Produk HS. 1604.14

di Uni Eropa, 2012-2013

1 Ekuador 621,47 753,13 2,002 Spanyol 517,00 571,68 1,523 Mauritius 331,55 377,86 1,004 Seychelles 247,07 347,99 0,935 Thailand 261,27 341,55 0,916 Pantai Gading 188,37 213,79 0,577 Papua Nugini 145,28 175,37 0,478 Filipina 140,10 161,92 0,439 Ghana 150,20 147,44 0,3910 Belanda 8,04 106,72 0,2811 Italia 90,63 100,54 0,2713 Indonesia 74,15 99,85 0,27 Lainnya 605,53 715,16 1,90 Total 3.453,65 4.113,03 10,94 Total produk ikan 34.832,01 37.613,06 100,00

Juta USD Pangsa No Negara Pasar 2012 2013 2013 (%)

Sumber: Trade Map (2015), diolah

Daya saing produk perikanan Indonesia di pasar Uni Eropa

pada tahun 2013 juga tinggi. Jika dilihat dari perhitungan Revelead

Comparative Advantage (RCA), produk-produk yang memiliki daya

saing di pasar Uni Eropa adalah filet ikan todak, ikan tuna, tilapia

dan teripang. Produk ini merupakan kekuatan Indonesia untuk

ekspor produk perikanan kepasar Uni Eropa.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 98 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Tabel 4. Revealed Comparative Advantage (RCA) Produk Perikanan Indonesia

No HS 6 digit Deskripsi 2011 2012 20131 030484 Fillet ikan todak, beku - 53,53 144,812 030341 Ikan albacore atau tuna sirip panjang (Thunnusalalunga) 250,26 28,65 128,003 030461 Ikan Tilapia - 50,10 35,134 030811 Terpang (Stichopusjapanicus, Holothurioidea): Hidup, segar atau beku - 3,27 31,015 030339 Ikan pipih (Pleuronectidae, Bothidae, Cynoglossidae, Soleidae) 23,37 61,77 30,336 030349 Ikan tuna (dari genus Thunnus), tidak termasuk hati dan telur 15,86 14,92 23,677 030344 Ikan tuna mata besar (Thunnusobesus), beku 6,84 6,41 21,668 030493 Ikantilapia(Oreochromisspp.),catfish(Pangasisusspp.,Silurusspp.) - - 15,689 030324 Ikancatfish(Pangasiusspp.,ilurusspp.,Clariasspp.,Ictalurusspp.) - 4,76 12,4810 030342 Ikan tuna (dari genus Thunnus), tidak termasuk hati dan telur 3,75 13,62 12,0911 030343 cakalang atau stripe-belliedbonito (Euthynnus (Katsuwonus) 2,95 11,94 11,5212 030890 Invertebrata air selain krustasea dan moluska - 11,75 9,1413 030499 Daging ikan lainnya (dicincang maupun tidak), segar, dingin, atau beku) 0,84 5,56 8,4014 030830 Ubur-ubur - 3,45 7,4815 030369 Ikan dari keluarga Bregmacerotidae, Euclichtyidae, Gadidae - 1,01 7,0316 030487 Ikan tuna (of the genus Thunnus), cakalang atau stripe-belliedbonito - 2,41 6,7617 030329 Ikan salem, tidak termasuk hati dan telur 8,54 9,44 6,6618 030759 Gurita (Octopusspp.): Dikeringkan, diasinkan atau dalam air garam 9,81 10,79 6,5619 030357 Ikan Todak, beku - 4,21 5,1620 030111 Ikan hias, air tawar - 6,09 5,09

Sumber: Trade Map (2015), diolah

Beberapa produk perikanan Indonesia merupakan produk yang

kompetitif serta dinamis di pasar Uni Eropa. Ini ditunjukkan pada

Gambar 2 (rising star) dimana produk perikanan Indonesia memiliki

pertumbuhan pangsa ekspor yang bernilai positif dan berdaya saing

di pasar Uni Eropa. Produk tersebut adalah tuna, gurita dan cumi-

cumi. Sedangkan posisi lost opportunity menunjukkan perolehan

ekspor mengalami penurunan tetapi produk masih kompetitif di

pasar Uni Eropa karena permintaan produk masih tinggi. Produk

Perikanan Indonesia yang mengalami lost opportunity adalah ikan

tuna sirip biru, tiram dan lobster. Produk-produk tersebut adalah

produk-produk unggulan di Indonesia. Namun demikian, ekspor

Indonesia ke Uni Eropa masih sedikit sedangkan permintaan di

pasar Uni Eropa masih besar sehingga produk-produk tersebut

potensial untuk diekspor oleh Indonesia.

Indonesia menghadapi hambatan dalam memasuki pasar Uni

Eropa yang dikenal dengan standar keamanan pangan yang tinggi

dibandingkan pasar lainnya seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Sebagai contoh, untuk budidaya udang, Uni Eropa menuntut

agar setiap negara pengekspor memiliki label produk dari setiap

tambak udang untuk menjamin ketertelusuran penuh (traceability

requirement) dan tidak ada obat-obatan terlarang yang digunakan

selama siklus produksi.

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami penolakan

dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang karena adanya

kandungan antibiotik pada produk perikanan. Hambatan ini akhirnya

dapat diselesaikan dengan capacity building, dimana produsen

dilatih untuk memenuhi standar Uni Eropa. Hambatan lainnya, tarif

impor produk perikanan yang dibebankan ke Indonesia juga lebih

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1110 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Ikan albarcore dan tuna, beku

Ikan Tuna sirip kuning, beku

Cumi-cumi dan sotong, dikeringkan diasinkan

atau dalam air garam

Gurita, dikeringkan diasinkan atau dalam air garam

remis, tiram dan kerang, dikeringkan, diasinkan

atau dalam air garam

Ikan bekuMoluska dan invertebrata air

Ikan Tuna mata besar

Skipjack or stripe-bellid bonito,frozen

Ikan tuna sirip biru

Kepiting

kruatasea, berkulit maupun tidak

Ikan Tuna

Lobster karang

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

-1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Gambar 2. Peta Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Pasar Uni Eropa.Keterangan: SumbuX : RSCA; Sumbu Y : Import Growth EU dari DuniaSumber: Trade Map (2015), diolah

tinggi dibandingkan tarif impor yang dibebankan ke negara lain.

Sebagai contoh, tarif impor untuk tuna yang diberlakukan untuk

Indonesia 20-25% lebih tinggi dibandingkan dengan negara-

negara lain yang sudah memiliki Perjanjian Kemitraan Ekonomi

(EPA) dengan Uni Eropa.

Pada saat ini, Indonesia memanfaatkan Sistem Preferensi

Umum (GSP) untuk memasuki pasar Uni Eropa. Namun,

pemanfaatan skema ini sedang ditinjau ulang, dimana terdapat

kemungkinan Uni Eropa akan menghilangkan skema GSP. Hal ini

telah dialami oleh industri udang Thailand yang kehilangan skema

GSP untuk pasar Uni Eropa pada tahun 2000. Akibatnya, ekspor

Thailand ke Uni Eropa turun drastis. Ekspor udang Thailand ke Uni

Eropa hanya sedikit pulih setelah tsunami pada tahun 2004 ketika

Thailand kembali mendapatkan status preferensinya.

Tingginya kebutuhan Uni Eropa akan ikan dan udang harusnya

menjadi peluang ekspor bagi Indonesia, terlebih lagi ditunjang

dengan tersedianya sumber produk tersebut. Isu pelabelan,

isu lingkungan dan ekologi serta isu kualitas dan keselamatan

konsumen harus dapat diatasi oleh pemerintah Indonesia dalam

rangka meningkatkan ekspor produk perikanan ke Uni Eropa

melalui kerjasama perdagangan.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1110 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Mengintip Kerjasama Indonesia – Bulgaria

Puspita Dewi

Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Bulgaria dimulai

sejak tanggal 21 September 1956 yang ditandai dengan

kerjasama di bidang investasi dan pariwisata, ilmu pengetahuan dan

pendidikan, energi, pertanian, pertahanan dan budaya. Hubungan

antara dua negara ini kemudian dilanjutkan dengan didirikannya

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sofia tahun 1962. Untuk

meningkatkan kerjasama kedua negara tersebut, pada tahun

2003 Presiden Megawati Soekarno Putri mengundang Presiden

Bulgaria untuk meningkatkan hubungan kerjasama bilateral di

bidang politik, ekonomi (khususnya perdagangan, investasi dan

pariwisata) serta bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, energi,

pertanian, pertahanan dan budaya.

Tahun 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu

dengan Presiden Bulgaria untuk memperkuat hubungan kerjasama

kedua negara khususnya di bidang ekonomi, sedangkan kerjasama

di forum multilateral berupa saling mendukung untuk pencalonan di

organisasi internasional. Kerjasama kedua negara ini merupakan

jembatan pemerintah Indonesia untuk menembus pasar wilayah

Eropa Timur dan Tengah, mengingat masih banyaknya peluang

bagi kedua negara ini untuk meningkatkan kerjasama yang lainnya.

Di bidang perdagangan Indonesia telah melakukan kerjasama

yang erat dengan Bulgaria, yang dapat dilihat dengan adanya

realisasi ekspor maupun impor Indonesia–Bulgaria dan neraca

perdagangannya. Contohnya nilai perdagangan kedua negara pada

tahun 2014 mencapai USD 123,19 juta, meningkat USD 27,03

juta dibandingkan tahun 2013 (Antara News, 2015). Realisasi

ekspor komoditi Indonesia ke Bulgaria periode 2010-2015

(Januari – Juli) rata-rata mengalami penurunan (Tabel 1), sedangkan

Tabel 2 menunjukkan realisasi impor komoditi Indonesia - Bulgaria

periode 2010 -2015 (Januari – Juli).

Tabel 1. Realisasi Ekspor Indonesia ke Bulgaria, 2010-2015

Nilai USD (000) Perub TrenNo Komoditi 2010 2011 2012 2013 2014 Jan-Juli (%) (%) 2014 2015 15/14 10-141. Karet dan Produk Karet 131,56 150,83 87,88 78,78 70,23 43,68 38,38 -12,13 -17,35

2. Biji Kopi 77,45 46,79 43,40 57,48 52,81 19,97 23,89 19,63 -5,45

3. Mentega 30,92 44,27 140,10 115,09 132,80 88,35 43,99 -50,21 47,26

4. Lysine dan Garam 14,66 37,78 34,86 15,70 21,47 12,19 12,74 4,54 -1,15

5. Processor, pengendalian, 14,27 9,50 7,80 9,14 14,46 8,17 8,32 1,91 -0,08

converter, amplifier

Sumber: Pusdatin BP2KP (2015)

Periode bulan Januari–Juli 2015 ekspor komoditi karet dan

mentega mengalami penurunan masing-masing sebesar 12,13%,

dan 50,21% dibanding tahun 2014 pada periode yang sama.

Sementara itu, ekspor komoditi biji kopi, lysine dan garam serta

processor, pengendalian, converter dan amplifier masing –masing

meningkat sebesar 19,63%, 4,54% dan 1,91% pada periode

Januari – Juli 2015.

Nilai ekspor komoditi karet dan produk karet, biji kopi, lysine

dan garam, processor, converter, amplifier pada periode 2010

sampai dengan 2014 mengalami penurunan dengan tren masing-

masing sebesar 17,35%, 5,45%, 1,15% dan 0,08%, sedangkan

tren untuk komoditi mentega meningkat pada periode yang sama

sebesar 47,26%.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1312 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Tabel 2. Realisasi Impor Indonesia dari Bulgaria, 2010-2015

Nilai USD (000) Perub TrenNo Komoditi 2010 2011 2012 2013 2014 Jan-Juli (%) (%) 2014 2015 15/14 10-141. Disodium Karbonat 224,60 181,35 2,07 47,07 69,21 53,70 2,33 -95,67 -30,95

2. Biji Ketumbar 37,20 44,69 50,23 56,55 56,49 7,79 8,80 12,90 11,30

3. Tembakau 18,56 6,93 5,32 54,13 73,62 70,27 22,83 -67,51 61,81

4. Processor, pengendalian, 8,41 0,20 0,08 0,79 13,87 4,15 13,69 229,89 27,34

converter, amplifier

5. Suplemen makanan untuk 6,43 9,45 17 33,16 53,36 37,16 22,16 -40,38 73,15

konsumsi hewan Sumber: Pusdatin BP2KP (2015)

Tabel 2 menjelaskan realisasi impor Indonesia–Bulgaria periode

2010-2015. Impor komoditi Indonesia-Bulgaria berupa disodium

karbonat, tembakau dan suplemen makanan hewan pada periode

Januari–Juli 2015 mengalami penurunan masing-masing sebesar

95,67%, 67,51 dan 40,38% dibanding tahun 2014 pada periode

yang sama. Selain itu, impor untuk komoditi biji ketumbar dan

processor, pengendalian, converter, amplifier meningkat masing-

masing sebesar 12,90% dan 229,89% .

Nilai impor komoditi disodium karbonat tahun 2010-2014

mengalami penurunan dengan tren sebesar 30,95%, sementara

komoditi biji ketumbar, tembakau, processor, pengendalian,

converter, amplifier, dan suplemen makanan hewan, meningkat

pada periode yang sama masing-masing sebesar 11,30%,

61,81%, 27,34% dan 73,15%.

Gambar 1. Kinerja Ekspor–Impor Indonesia –

Bulgaria, 2010-2014.Sumber: Pusdatin BP2KP (2015)

Secara keseluruhan ekspor Indonesia ke Bulgaria didominasi

oleh produk non migas. Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia

tumbuh positif selama tahun 2010-2014 sebesar 14,20%. Hal

yang sama juga terjadi pada impor Indonesia dari Bulgaria yang

juga didominasi oleh produk non migas dan memiliki tren sebesar

7,92% selama tahun 2010-2014 (Gambar 1).

Dalam rangka memperkuat komitmen kerjasama perdagangan

Indonesia dengan Bulgaria, Kementerian Perdagangan c.q Ditjen

Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) melaksanakan Misi

Dagang pada tanggal 4-5 Mei 2015 yang dilaksanakan secara

terkoordinasi antar kementerian dengan difasilitasi oleh Kedutaan

Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sofia, Bulgaria. Misi dagang

ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan perdagangan

bilateral kedua negara di sektor komoditi, melakukan kerjasama

yang saling menguntungkan serta mendorong kerjasama dibidang

investasi dan pariwisata (Trade Tourism and Investment). Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Business Forum dan business to business (4 Mei 2015

di Sofia)

Business Forum yang bertemakan Strengthening Economic

Relation Through Optimizing Bilateral Trade dibuka oleh Wakil Menteri

Ekonomi Bulgaria Lyuben Petrov. Acara ini dihadiri oleh empat

puluh pelaku bisnis yang terdiri dari dua belas perusahaan antara

lain dibidang wood products (furniture), kopi, home decoration dan

kerajinan, jasa konstruksi, makanan olahan, lem perekat dan bahan

bangunan, Asosiasi bisnis, perwakilan PT. Indofood di Serbia. Selain

itu turut pula hadir perwakilan dari Parlemen Bulgaria, Friendship of

Indonesia, Roumen lontchev, Deputi Mayor Sofia, Doncho Barbalov,

Ketua Bulgarian Investment Agency, Stamen Yanev, Sekjen Bulgarian

Chamber of Commerce and Industry, Vasil Todorov serta sejumlah

pelaku bisnis dari kota Malang.

Hasil dari forum tersebut, pemerintah Bulgaria berupaya

untuk memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis (termasuk

asing) dalam hal perpajakan perdagangan dan industri. Dalam

strategi jangka panjang pembangunan ekonominya, pemerintah

Bulgaria telah memasukkan Indonesia sebagai salah satu target

negara tujuan bagi promosi dagangnya. Walaupun Bulgaria saat

ini sedang melakukan percepatan penyesuaian berbagai peraturan

standar perekonomian Uni Eropa (UE), pihaknya tetap memberikan

prioritas di bidang perdagangan dan investasi serta meningkatkan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1312 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Gambar 1. Business Forum Indonesia-Bulgaria di

Sofia, Bulgaria pada 4 Mei 2015

Sumber:DokumentasiKBRISofia(2015)

Business Forum dibuka oleh Wakil Menteri Ekonomi Bulgaria

Lyuben Petrov, disaksikan oleh Duta Besar RI untuk Sofia

dan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Perdagangan Kementerian Perdagangan yang mewakili Dirjen PEN

serta dihadiri oleh empat puluh pelaku bisnis. Dalam pertemuan

tersebut, beberapa penjajakan dan kesepakatan telah dicapai

dalam kegiatan business to business antara lain:

Potensi pembelian kopi sebesar 200.000 Euro dengan pelaku

bisnis Bulgaria.

Beberapa pengusaha Bulgaria berminat terhadap produk

furniture Indonesia karena kualitas dan ragamnya.

Gambar 2. Pengusaha Bulgaria sedang menjajaki

kerjasama dengan pengusaha Indonesia di bidang

furniture

Sumber:DokumentasiKBRISofia(2015)

b. Indonesian Business Showroom (IBS) (5 Mei 2015 di Varna)

Indonesian Business Showroom diresmikan di Varna secara

bersama oleh Duta Besar RI Sofia, Kepala Badan Pengkajian dan

Pengembangan Kebijakan Perdagangan sebagai Ketua Delegasi

Indonesia dan calon Konsul Kehormatan Varna tanggal 5 Mei 2015.

Acara ini juga dihadiri oleh Wakil Walikota Varna dan perwakilan

KADIN Varna, pebisnis Varna berjumlah sekitar lima belas orang

serta tiga pebisnis asal Romania. IBS diharapkan dapat menjadi

tempat latihan atau pilot project terbaik untuk negara lain yang

belum terdapat Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).

Dalam acara tersebut disepakati Joint Statement for Promoting

and Increasing Export of Indonesian Product to Bulgarian antara

Ditjen PEN Kementerian Perdagangan, Dubes RI untuk Bulgaria

dan calon Konsul Kehormatan Indonesia. Joint Statement tersebut

berisi kesepakatan untuk mendirikan Indonesian Business

Showroom yang dipergunakan sebagai tempat promosi dan

distributor produk ekspor Indonesia khususnya furniture, dekorasi

rumah dan produk-produk lainnya.

Dengan adanya Indonesian Business Showroom diharapkan

dapat memberikan informasi bisnis dan perdagangan Indonesia

bagi para pebisnis Bulgaria dan sebagai hub masuknya produk

ekspor Indonesia ke Bulgaria serta kawasan Eropa Timur lainnya

sehingga dapat meningkatkan nilai perdagangan Indonesia.

Di samping itu Indonesian Business Showroom juga dapat

membuka peluang kerjasama di bidang pariwisata dan logistik

dengan kota Varna.

Gambar 3. Peresmian Indonesian Business

Showroom (IBS) di Sofia, Bulgaria

Sumber:DokumentasiKBRISofia(2015)

Keterangan: Pemotongan pita yang merupakan acara peresmian Indonesian Business Showroom(IBS)dilakukansecarabersama-samaolehDutaBesarRISofia,Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan sebagai Ketua Delegasi Indonesia dan calon Konsul Kehormatan Varna serta disaksikan oleh Duta Besar RI untuk Rumania serta Walikota Varna Peycho Peychev.

kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Disamping itu

Bulgaria mempunyai rencana akan menempatkan perwakilan

dagang (trade representative) di Jakarta yang diharapkan dapat

terealisir tahun 2016. Diharapkan dengan adanya perwakilan

dagang tersebut pelabuhan Varna ataupun Burgas di Bulgaria

dapat dipergunakan sebagai gateway bagi masuknya produk

Indonesia di Bulgaria bahkan Eropa Timur lainnya, dan Indonesia

menjadi hub untuk kegiatan kerjasama di kawasan Asia Tenggara

dan ASEAN.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1514 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Mencari Peluang dari Momentum

Gelombang KoreaPrimakrisna Trisnoputri

Lompatan Ekonomi Korea Selatan

Republik Korea atau Korea Selatan (Korsel) adalah salah satu

negara di Asia yang berkembang dan tumbuh mengesankan

dalam empat dekade terakhir, dibandingkan saudaranya Korea

Utara (Korut) yang lebih memilih menutup diri. Korsel dengan

ibukota Seoul memiliki luas wilayah 99.720 km2 dengan jumlah

penduduk diperkirakan lebih dari 49 juta jiwa pada tahun 2015

(CIA Factbook, 2015). Setelah mengakhiri perang saudara pada

tahun 1953, Korsel mulai membangun negaranya di awal 1960-

an. Proses pembangunan tersebut ditandai dengan fakta terkait

indikator ekonomi yang relatif sangat buruk yaitu Pendapatan

Domestik Bruto (PDB) yang kurang dari USD 100, nilai ekspor

USD 2 juta, nilai impor hanya sebesar USD 200 juta, dan angka

pengangguran yang mencapai 25% dari jumlah tenaga kerja

(KITA, 2015).

Gambar 1. Letak Geografis Korsel.Sumber: CIA Factbook (2015)

Pembangunan Korsel dimulai ketika diktator Park Chung-

hee terpilih menjadi Presiden Korsel ke-3. Presiden Park mulai

membangun negaranya, dari negara agraris dengan sumber daya

alam yang terbatas, menjadi negara industri yang mapan melalui

strategi pembangunan bertahap. Pemerintah Korsel memilih

untuk fokus pada beberapa industri tertentu yang berorientasi

ekspor dan merubah industri yang berbasis pada tekstil, alas

kaki dan makanan menjadi industri elektronik. Tahapan strategi

pembangunan ekonomi Korsel selama tahun 1960-2010 secara

lengkap diuraikan dalam Tabel 1.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1514 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Tabel 1. Strategi Pembangunan Ekonomi Korsel, 1960-2010

Periode Strategi

1960-1970 Industrialisasi yang berorientasi keluar dengan cara: 1. Promosi Ekspor: reformasi sistem nilai tukar (mata uang), target ekspor, pertemuan bulanan promosi ekspor. 2. Industrialisasi yang dipimpin pemerintah: a. Rencana lima tahun pertama (1962-1966): perluasan industri, strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor. b. Rencana lima tahun kedua (1967-1971): promosi industri alat berat dan kimia.

1970-1980 Fokus industrialisasi pada alat berat dan kimia dengan cara menetapkan enam industri strategis, yaitu baja, metal, mesin, kapal, elektronik, dan kimia.

1980-1990 Menjaga stabilitas pertumbuhan dan liberalisasi beberapa sektor perdagangan. Tujuan strategi ini adalah stabilisasi ekonomi dan rasionalisasi industri serta stabilisasi makro ekonomi dengan cara memperketat kebijakan fiskaldanmoneter.SelainitumelakukanliberalisasisektorkeuanganmelaluiprivatisasiBank,liberalisasisektorperdagangan melalui pengurangan pembatasan impor, kompetisi pembukaan pasar, serta demokratisasi ekonomi melalui kenaikan upah buruh. Kesediaan Korsel sebagai tuan rumah penyelenggaraan Olimpiade pada tahun 1988 juga turut memberikan dampak positif pada perekonomian Korsel.

1990-2000 Pengembangan teknologi dan respon terhadap liberalisasi dengan cara: 1. Promosi industri berteknologi tinggi, pembentukan Kementerian Komunikasi dan Informasi (1994). 2. Investasi pada modal kerja sehingga mengimbangi kenaikan upah buruh. 3. Bergabung ke World Trade Organization (WTO) pada 1995 dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 1996, restrukturisasi perusahaan, gerakan nasional pengumpulan emas rakyat.

Strategi ketika krisis tahun 1997 adalah reformasi total di berbagai sektor seperti keuangan dan manajemen, memilih industri-industri kunci, meningkatkan program tanggung jawab sosial perusahaan, serta berupaya melunasi bantuan International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2001.

2000-2010 Globalisasi industri dan usaha dengan cara ekspansi perusahaan ke negara lain, penanaman modal di negara lain, manajemen produksi secara global.

2010-sekarang Memaksimalkan berbagai kerjasama perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dalam berbagai skema. Hingga pertengahan 2015, Korsel sudah mengimplementasikan sembilan FTA yang mencakup

46 negara.

Sumber: Korea International Trade Association (KITA), (2015)

Selain pemerintahan yang memiliki rencana pembangunan

dengan visi jauh ke masa depan, kekuatan ekonomi Korsel juga

digerakkan oleh jaringan korporasi Chaebol. Chaebol adalah

jaringan konglomerasi ekonomi yang terdiri dari beberapa korporasi

raksasa yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Beberapa

perusahaan yang masuk dalam Chaebol adalah Samsung, LG,

Hyundai-Kia, Posco, Lotte dan SK (KITA, 2015). Keberadaan

Chaebol tentu saja memiliki peran yang besar dalam mendukung

lompatan ekonomi Korsel hingga menjadi negara yang memberikan

pengaruh besar dalam perdagangan dunia saat ini. Beberapa

lompatan ekonomi Korsel dibuktikan dengan peningkatan nilai

PDB, pendapatan per kapita, ekspor hingga cadangan devisa

(Tabel 2). Kini, Korsel telah berubah dari negara berkembang

menjadi negara maju.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1716 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Sumber: Berbagai sumber (2015), diolah

Tabel 2. Daftar Lompatan Ekonomi Korsel

Kriteria FaktaPendapatan Domestik Bruto (PDB) Mengalami kenaikan PDB lebih 600 kali lipat dari USD 2,3 miliar (1962) menjadi USD 1,41

triliun (2014).

Pendapatan Per Kapita Mengalami kenaikan pendapatan per kapita lebih dari 30.000% dari USD 110 (1962) menjadi USD 35.300 (2014).

Akses Internet Termasuk dalam sepuluh negara dengan akses internet tercepat di dunia (2015).

Ekspor terhadap Dunia Eksportir terbesar ke-3 di Asia, setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Jepang (2015).

Cadangan Devisa Negara dengan cadangan devisa terbesar ke-7 dunia (2015).

Pertumbuhan Ekspor Nilai ekspor naik dari USD 6 juta (1962) menjadi USD 500 juta (2012).

Akses terhadap Pendidikan Negara dengan tingkat pencapaian pendidikan tinggi ke-2 setelah Singapura (2015).

tempat tampil, lokasi restoran yang dikelola artis atau keluarganya,

tempat latihan tari modern, sampai salon dan toko kosmetik

langganan para artis. Melihat besarnya minat turis pada K-Pop,

Korea Tourism Organization (KTO) bahkan membentuk Tim Wisata

Hallyu sejak 1 Januari 2012 yang bertugas memanfaatkan Hallyu

untuk kepentingan pariwisata (Kompas, 2012).

Gangnam adalah salah satu contoh kawasan di Seoul yang

dipopulerkan oleh K-Pop. Lagu Gangnam Style yang dinyanyikan

oleh grup musik Psy pada tahun 2012 telah menjadikan Gangnam

sebagai kawasan bisnis elit di Seoul. Bahkan, dengan memanfaatkan

kepopuleran Gangnam, pemerintah kemudian merenovasi sejumlah

fasilitas perdagangan terintegrasi di kawasan ini. Pusat bisnis (World

Trade Center), gedung konferensi dan pameran, sistem logistik

terpadu atau City Airport, Logistics and Travel (CALT), serta pusat

Diplomasi Budaya, Strategi Ekspor yang Tak Biasa

Jika sebagian besar negara di dunia memilih memacu

ekspornya melalui diplomasi perdagangan dan diplomasi kuliner,

Korsel mencoba strategi baru yang tidak biasa sebagai pembuka

jalur perdagangan. Diplomasi budaya adalah strategi yang

digunakan Korsel sejak dua dekade terakhir.

Pengelolaan “Game” sebagai industri kreatif adalah salah satu

bukti keseriusan Korsel dalam memperlakukan budaya sebagai

bagian penting penopang perekonomian negara. Bermain games

adalah bagian dari sebuah budaya atau kultur masyarakat Korsel

yang didukung penuh pemerintahnya melalui pembentukan

lembaga khusus yang menangani game pada Februari 1999,

yaitu Korea Game Industry Agency (KOGIA). Dukungan lainnya

adalah partisipasi media massa Korsel yang menyajikan berbagai

publikasi seputar game, kehidupan para gamers, dan siaran

pertandingan game layaknya pertandingan sepak bola. Tidak

hanya itu, di beberapa mall bahkan dibangun e-stadium sebagai

tempat bertanding para gamer tersebut. Berbagai dukungan ini

pada akhirnya berhasil mengangkat industri game Korsel sebagai

industri kelas dunia. Hampir dua ribu perusahaan besar pembuat

game berada di Korsel dengan produk-produk yang terkenal di

dunia seperti Starcraft, Seal Online, Ragnarok Online, RAN Online,

Tantra, Risk Your Live, dan Rising Force Online (Kompas, 2008).

Gelombang Korea (Korean Waves) yang lebih dikenal dengan

Hallyu adalah strategi diplomasi budaya lainnya yang berhasil

memberikan dampak positif bagi ekonomi Korsel. Penyebaran

Hallyu dilakukan Korsel diantaranya melalui drama televisi, musik,

fashion, smartphone dan kosmetik yang dikemas secara serius

oleh Badan Produk Kreatif Korea atau Korea Creative Content

Agency (KOCCA). Sejak tahun 2008 KOCCA menjadi induk bagi

industri kreatif Korea. Berbagai dukungan KOCCA seperti bantuan

fasilitas dan dana turut mendongkrak produktivitas pembuatan film

dan drama di Korsel.

Kesuksesan drama korea telah menjadikan Korsel sebagai

tempat wisata khusus Korean Pop (K-Pop), dimana turis datang

untuk melihat secara langsung kantor manajemen artis, studio

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1716 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Tabel 3. Ekspor Konten Budaya Korsel, 2009-2011

Negara Tujuan Nilai (USD Juta) Pangsa (%)2009 2010 2011

RRT 581 749 1.118 27Jepang 664 803 1.247 30,1Asia Tenggara 458 672 796 19,2Amerika Latin 388 404 468 11,3Eropa 217 267 325 7,8Lainnya 126 157 189 4,6

Total 2.435 3.055 4.146 100Sumber: KOCCA dalam Park (2014)

perbelanjaan (COEX Mall dan Lotte World) berada di kawasan ini

berdampingan dengan SM Entertaiment, kantor manajemen artis

K-Pop yang juga tersohor. Alhasil, Gangnam pun menjadi lokasi

tujuan bisnis di Korsel sekaligus lokasi pariwisata.

Selain pariwisata, industri lain yang ikut terseret gelombang Korea

adalah industri kecantikan. Berbagai produk kosmetik asal Korsel laris

manis di berbagai negara. Di Indonesia saja terdapat sedikitnya tiga

label kosmetik besar Korea yang mudah ditemui di mall-mall besar di

Jakarta yaitu Etude House, Tony Moly, dan The Face Shop. Tak cukup

memburu kosmetik, turis dari berbagai negara juga datang secara

khusus ke klinik-klinik kecantikan di Seoul dan melakukan operasi

plastik agar mirip artis K-Pop pujaan (Kompas, 2012).

Industri K-Pop yang dibangun sejak 1990-an telah berhasil

meningkatkan citra dan perdagangan Korsel. Hallyu tidak hanya

menjadi gelombang budaya, namun juga mengalirkan produk-

produk Korsel ke seluruh dunia. Bahkan, citra Korsel ikut terangkat

bersama Hallyu. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kamar

Dagang dan Industri Korsel pada tahun 2012 terhadap responden

dari 300 perusahaan jasa dan manufaktur di Korsel, sebanyak

82,8% responden berpendapat bahwa Hallyu yang dipicu K-Pop

membuat citra dan produk Korsel meningkat (Kompas, 2012).

Sementara dampak ekonomi dari bisnis Hallyu, termasuk

produksi, nilai tambah dan pekerjaan mencapai 5 triliun won atau

setara USD 4,87 miliar per tahun (businesskorea, 2014).

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1918 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

KOCCA mencatat peningkatan ekspor konten budaya antara

lain publikasi atau iklan, musik, film, animasi, game, dan industri

penyiaran pada periode 2009-2011 (Tabel 3). Negara tujuan utama

ekspor konten budaya Korsel adalah RRT dan Jepang. Sementara

untuk negara-negara di ASEAN, meskipun berada di urutan ke-

3, pangsa pasar ekspor konten Korsel hampir menguasai seluruh

negara ASEAN (Indonesia, Singapura, Myanmar, Thailand, Filipina,

Vietnam dan Malaysia) (Park, 2014).

Peluang Indonesia

Kerjasama antara Indonesia dan Korsel dalam berbagai bidang

telah terjalin sejak 42 tahun yang lalu. Bagi Korsel, Indonesia

adalah negara mitra dagang ke-12 terbesar dan negara tujuan

investasi ke-9 yang memiliki peran penting. Salah satu bukti

bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam perdagangan luar

negeri Korsel adalah pindahnya kantor Korea International Trade

Association (KITA) dari Singapura ke Jakarta pada September

2015 (KITA, 2015).

Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif bagi

hubungan perdagangan Indonesia-Korsel, khususnya apabila

Indonesia bisa memanfaatkan momentum gelombang positif

ekonomi korea yang sedang melanda berbagai belahan dunia.

Beberapa peluang yang dapat diambil Indonesia antara lain adalah

sektor elektronik dan tekstil.

Dari sektor elektronik, kerjasama dalam produksi telepon

seluler (ponsel) bersama perusahaan Korsel (Samsung), produsen

dengan pangsa pasar terbesar di dunia adalah peluang bagi

Indonesia, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.

Sampai dengan pertengahan 2015, Samsung menguasai sekitar

21,4% pasar ponsel dunia dan berencana meningkatkan produksi

ponsel model lower-end untuk pasar ASEAN, Timur Tengah dan

Afrika (IDC.com, 2015).

Pada Juni 2015, Samsung secara resmi melakukan investasi

pabrik ponsel di Indonesia sebesar USD 23 juta yang terdiri dari

pabrik perakitan dan pusat penelitian (Samsung Research) untuk

pengembangan aplikasi lokal (Kemenperin, 2015). Investasi ini tentu

juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan

Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk ponsel 4G sebesar

30% dan jaringan 4G sebesar 40% yang akan berlaku efektif pada

1 Januari 2017 (Kominfo, 2015). Selain memproduksi ponsel untuk

pasar dalam negeri, dengan kerjasama ini Indonesia juga memiliki

peluang menjadi basis produksi ponsel dan eksportir ponsel model

lower-end bagi pasar ASEAN, Timur Tengah dan Afrika. Hal ini

tentu akan menjadi keunggulan bagi Indonesia dalam Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlaku 1 Januari 2016.

Sementara untuk kerjasama sektor tekstil, pemerintah Korsel

melihat adanya peluang untuk membangun sentra industri tekstil

di Jawa Tengah. Selain investasi, ruang lingkup dalam kerjasama

bidang tekstil yang diajukan oleh Korsel juga mencakup bimbingan

atau bantuan teknis pendampingan dan penggantian mesin tekstil

(KITA, 2015). Bagi Pemerintah Korsel, pakaian jadi merupakan

salah satu komoditi yang penting dalam perdagangan Korsel. Hal

ini ditunjukkan dengan peningkatan tren impor pakaian jadi dan

pernah menempati posisi tertinggi ke-2 setelah Rusia selama periode

2009-2013, yakni sebesar 21,98% (UN COMTRADE, 2015). Korsel

juga tercatat sebagai negara importir ke-2 terbesar bagi Indonesia

untuk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada tahun 2014 dengan

nilai mencapai USD 1.066,3 juta (BPS, 2015).

Bagi Indonesia, minat pemerintah Korsel untuk melakukan

investasi dan kerjasama bidang tekstil menjadi peluang bagi

Indonesia untuk membangkitkan kembali industri tekstil di tanah air.

Selama ini nilai investasi sektor tekstil berfluktuasi dan mengalami

penurunan pada 2014 yaitu sebesar USD 422,5 juta, lebih rendah

USD 328,2 juta dibandingkan tahun 2013 (BKPM, 2015). Padahal

produk tekstil adalah produk yang memiliki pertumbuhan dan

tren positif, baik dari sisi volume ekspor Indonesia maupun dari

sisi nilai impor dunia. Dari sisi volume ekspor Indonesia, tercatat

pertumbuhan ekspor tahun 2014 mencapai 5,9% (YoY) dengan

tren 2010-2014 sebesar 3,4%. Sementara dari sisi nilai impor

dunia tercatat pertumbuhan impor tahun 2014 mencapai 3,7%

(YoY) dengan tren 2010-2014 sebesar 4,9% (Puska Daglu, 2015).

Dengan demikian, sektor tekstil juga memiliki peluang untuk

menjadi kekuatan Indonesia dalam MEA.

Melihat peluang-peluang tersebut, pemerintah seharusnya

mulai menyusun strategi untuk terlibat dalam rantai pasok global

(global supply chain) produk elektronika (ponsel) dan tekstil

(pakaian jadi). Selayaknya Indonesia juga bisa meraih untung

dengan memanfaatkan kepopuleran produk-produk asal Korsel

di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sendiri, sehingga

Indonesia tidak hanya menjadi pasar dan penonton saja.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 1918 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

TINJAUAN PERDAGANGAN

Nilai Tukar Rupiah dan Perdagangan Valuta Asing

Slamet Sutomo

Berita terakhir di media masa menyatakan bahwa nilai tukar

Rupiah (Rp) terhadap US Dollar (USD) sudah mencapai

sekitar Rp 14.500 per USD 1 (harian Kompas, 24 September 2015).

Tulisan ini meninjau nilai tukar rupiah (kurs) dan perdagangan valuta

asing (valas) karena keduanya memiliki hubungan.

Perdagangan Valuta Asing (Valas)

Valas dibutuhkan sebagai alat pembayaran (medium of

exchange) dalam perdagangan internasional antar negara. Hal itu

karena belum terdapat kesepakatan mengenai satu mata uang

yang berlaku untuk seluruh negara, dan masing-masing negara

memiliki mata uang sendiri-sendiri, seperti Amerika Serikat (USD),

Inggris (Poundsterling), Malaysia (Ringgit), dan sebagainya.

Pada zaman sekarang, mata uang asing yang paling banyak

digunakan sebagai alat pembayaran dalam perdagangan

internasional adalah USD. Misalnya, importir Indonesia perlu

membayar komoditas-komoditas impor yang dibeli dari luar

negeri, maka importir tersebut membutuhkan valas berupa USD;

atau dapat juga, eksportir Indonesia menerima pembayaran dalam

USD karena telah mengekspor sejumlah barang ke luar negeri.

Jika importir Indonesia tidak memiliki USD, maka importir tersebut

perlu menukar mata uang Indonesia (Rp) menjadi USD; dan

sebaliknya, jika eksportir Indonesia membutuhkan rupiah dari hasil

ekspor yang dibayar dalam USD, maka eksportir tersebut perlu

menukar USD menjadi Rp. Besarnya nilai Rp yang diterima oleh

importir Indonesia atau oleh eksportir Indonesia ditentukan oleh

kurs beli atau kurs jual USD dengan Rp, dan sebaliknya. Kurs

ditentukan oleh permintaan (demand) dan penawaran (supply)

terhadap valas di pasar uang, sehingga kurs yang terjadi dapat

berubah-ubah (berfluktuasi) tergantung kepada berbagai situasi

dan kondisi. Indonesia menerapkan kebijakan ini, yaitu kebijakan

floating exchange rate, yang mendasarkan kurs Rp terhadap USD

tergantung kepada fluktuasi kurs di pasar uang.

Perubahan Konsep Mata Uang

Pada zaman dahulu, mata uang yang tersedia hanya berupa

dinar dan dirham. Uang emas disebut dinar, sedangkan uang

perak disebut dirham. Kedua mata uang tersebut dinamakan mata

uang interinsik karena memiliki nilai nominal yang sama dengan

nilai kandungan bahan yang terdapat dalam mata uang tersebut.

Jadi, 100 dinar memiliki nilai interinsik 100 gram emas; 100 dirham

memiliki 100 gram perak.

Pertukaran mata uang dinar dan mata uang dirham mengikuti

ketentuan-ketentuan yang berlaku, khususnya yang diberlakukan

oleh syariat Islam, antara lain:

a. Mata uang emas atau perak dapat ditukar dengan mata uang

emas atau perak yang sama. Jadi, satu dinar yang memiliki

nilai interinsik 10 gram emas dapat ditukar dengan 10 dinar

yang memiliki nilai interinsik 1 gram emas; atau satu dirham

yang memiliki nilai interinsik 10 gram perak dapat ditukar

dengan 10 dirham yang memiliki nilai interinsik 1 gram perak.

Dengan ketentuan ini tidak terjadi yang namanya ‘kelebihan

nilai’ dari pertukaran mata uang.

b. Tidak boleh menukar mata uang yang berbeda, misalnya

dinar dengan dirham. Oleh karena itu, untuk memenuhi

kebutuhan ini, dinar atau dirham perlu dibuat bermacam-

macam, misalnya dinar atau dirham yang memiliki nilai

interinsik 100 gram, 10 gram, 1 gram, 0,1 gram emas atau

perak, dan sebagainya.

c. Tukar menukar mata uang dilakukan pada waktu yang sama

tanpa penundaan (on the spot) untuk menghindarkan ‘biaya

tambahan’ terhadap penundaan transaksi.

Mata uang pada zaman sekarang dapat berbentuk kertas,

nikel, atau tembaga, yang diberi nilai nominal tertentu, misalnya

USD 100, Rp 100.000, Rp 500, dan sebagainya. Nilai mata

uang sekarang hanya memiliki nilai nominal karena mata uang ini

hanya menuliskan nilai nominal yang ditentukan pada mata uang

tersebut, tetapi tidak memiliki nilai interinsik karena nilai nominal

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

yang ditentukan tidak menggambarkan nilai interinsik mata uang

tersebut. Pertukaran antar mata uang dilakukan dengan mengikuti

kurs yang terjadi. Misalnya, jika kurs per USD 1 adalah sama dengan

Rp 14.500, maka USD 100 adalah sama dengan Rp 1.450.000.

Menurut teori Mainstream Economics, mata uang

diperlakukan sebagai komoditas karena mata uang merupakan

komoditas spesial (special commodity) yang terbentuk dari

kultur budaya manusia yang dapat digunakan untuk berbagai

kebutuhan, seperti untuk pembayaran upah tenaga kerja, alat

tukar-menukar, alat pembayaran, dan sebagainya. Mata uang

yang sebelumnya bertindak sebagai alat pembayaran telah

meningkat menjadi komoditas yang dapat diperjual-belikan yang

memiliki ‘harga’.

Jadi, telah terjadi perubahan konsep terhadap mata uang

(termasuk valas). Pertama, mata uang (valas) tidak diperlakukan

saja sebagai alat tukar, tetapi juga diperlakukan sebagai komoditas

perdagangan, yang memiliki ‘harga’ yang ditentukan oleh pasar.

Kedua, mata uang (valas) sekarang, seperti mata uang kertas, tidak

memiliki nilai interinsik; mata uang kertas (valas) hanya memberikan

nilai nominal saja terhadap mata uang bersangkutan, misalnya

USD 100 atau Rp 100.000. Walaupun dapat diargumentasikan

bahwa dengan sejumlah uang, misalnya USD 100, dapat dibeli

sekian kg beras, namun ketentuan ini berfluktuasi atau berubah-

ubah tergantung kepada perubahan harga beras; dan nilai mata

uang (valas) tersebut tidak mengacu kepada nilai interinsik yang

dikandung oleh mata uang (valas) tersebut.

Perdagangan Valas yang Spekulatif

Karena mata uang (valas) bukan saja bertindak sebagai

alat pembayaran dalam perdagangan internasional, tetapi juga

merupakan komoditas yang diperdagangkan, maka mata uang

(valas) dapat digunakan sebagai sarana untuk memperoleh

keuntungan (profit) dalam kegiatan ekonomi. Dengan prinsip

seperti ini, memungkinkan untuk melakukan tindakan spekulatif

pada perdagangan valas karena kegiatan tersebut dimaksudkan

untuk memperoleh margin selisih kurs beli dan kurs jual valas

secara optimal (maksimal).

Secara konsepsi, jumlah uang (valas) yang beredar ditentukan

oleh banyaknya permintaan uang (valas) di sektor riil, atau dengan

perkataan lain, jumlah uang yang beredar harus sama dengan nilai

barang dan jasa yang ditimbulkan dalam perekonomian. Tetapi

karena mata uang (valas) sudah menjadi komoditas perdagangan

dan terdapat unsur-unsur spekulatif dalam perdagangan mata

uang (valas), maka jumlah uang (valas) yang beredar dapat melebihi

jumlah permintaan yang dibutuhkan oleh sektor riil; atau dengan

perkataan lain, telah terjadi kelebihan supply dari jumlah uang

(valas) yang beredar, sehingga nilai mata uang (valas) bersangkutan

menjadi melemah (terdepresiasi).

Bagi para spekulan, menguat atau melemahnya suatu mata

uang (valas) tidak menjadi masalah karena bagi mereka kurs mata

uang (valas) berfluktuasi secara maksimal sehingga menghasilkan

selisih kurs jual dan kurs beli yang menghasilkan keuntungan

(marjin) yang maksimal. Bahkan, para spekulan mampu melakukan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

rekayasa untuk menciptakan fluktuasi harga jual dan harga beli valas

yang tinggi, misalnya melalui rekayasa tertentu yang menimbulkan

ketidakpastian ekonomi untuk memperoleh kurs jual dan kurs beli

valas yang maksimal. Jika kurs Rp melemah (terdepresiasi), para

spekulan akan berupaya membeli Rp dalam jumlah besar sehingga

jumlah Rp di pasar uang berkurang. Keadaan ini akan mendorong

kurs Rp menguat, tetapi bersifat semu (sementara). Momen

berikutnya adalah menunggu pelepasan kembali Rp dalam jumlah

besar, yang akan menyebabkan pasar uang kebanjiran Rp, dan

dampaknya adalah kurs Rp menjadi turun (terdepresiasi). Momen

ini merupakan momen yang ditunggu oleh para spekulan untuk

membeli kembali Rp dengan ‘harga murah’ dan dengan demikian

mereka memperoleh keuntungan yang besar dari selisih kurs beli

dan kurs jual yang tinggi.

Jatuhnya kurs suatu mata uang dapat membuat harga

barang-barang lainnya meningkat tinggi. Akibat harga-harga yang

meningkat yang disebabkan oleh beban biaya produksi yang

meningkat karena kurs mata uang yang melemah (terdepresiasi),

menyebabkan para pelaku ekonomi akan menaikkan harga

lebih tinggi untuk mengantisipasi kenaikan kurs pada masa-

masa yang akan datang. Dampak lain yang dapat terjadi adalah

banyaknya perusahaan yang collapse karena tergantung

kepada impor dan kebutuhan valas yang besar, yang pada

gilirannya akan mengakibatkan kesulitan operasional sehingga

dapat menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan

karyawan. Pada sisi lain, jatuhnya kurs dapat menyebabkan,

antara lain, terjadinya ketidakseimbangan moneter, finansial,

dan fiskal. Ketidakseimbangan ini secara jelas mengganggu

perkembangan ekonomi negara. Misalnya, Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) perlu direvisi karena harus disesuaikan

dengan kurs yang terjadi agar dapat menekan defisit APBN yang

semakin membengkak.

BIODATA PENULIS

Nama : Slamet Sutomo

Organisasi : Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS),

Jakarta; mantan Deputi Kepala Badan PusatStatistik

(BPS) Bidang Neraca dan Analisis Statistik

Email : [email protected]

Antisipasi

Perdagangan valas pada awalnya dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan alat tukar dalam transaksi sektor riil, seperti

untuk impor dan ekspor. Tetapi, pada perkembangan berikutnya,

valas diperlakukan sebagai komoditas perdagangan yang

memungkinkan dilaksanakannya perdagangan valas dengan motif

spekulasi yang sangat merugikan perekonomian suatu negara.

Menyadari kerugian-kerugian yang ditimbulkan khususnya

oleh transaksi spekulatif pada perdagangan valas, beberapa saran

antisipasi yang diusulkan adalah sebagai berikut:

a. Indonesia perlu mendasarkan nilai Rp kepada emas atau

perak, bukan kepada USD. Nilai Rp jangan hanya bernilai

nominal tetapi perlu memiliki nilai interinsik.

b. Perdagangan valas yang bersifat spekulatif akan

menghancurkan perekonomian domestik, apalagi jika

direkayasa secara politis oleh pihak-pihak tertentu. Oleh

karena itu, pemerintah perlu untuk menetapkan suatu

regulasi yang dapat menghindarkan motif spekulatif dalam

perdagangan valas. Catatan: Thailand sangat protektif

terhadap USD yang masuk ke dalam negeri Thailand agar

tidak keluar lagi dari Thailand, yaitu dengan membayar dan

menukarkan setiap USD dengan Thailand Baht.

Kepada masyarakat, penulis menyarankan agar masyarakat

tidak ikut bergabung dalam kegiatan perdagangan valas yang

bersifat spekulatif. Dengan perkataan lain, kalaupun ingin membeli

atau menjual valas cukup hanya seperlunya saja; tidak ada niat

untuk memperoleh keuntungan atau margin dari kegiatan ini.

Karena dengan ikut bergabung dalam kegiatan valas yang bersifat

spekulatif berarti anda ikut menghancurkan negara sendiri.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2322 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP), Era Baru Perjanjian Perdagangan

Bebas untuk Perbaikan Kinerja Perdagangan Indonesia

Ernawati

Publik di dalam negeri mungkin sedikit terkejut ketika

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan keinginan

Indonesia untuk bergabung dengan perjanjian Trans-Pacific

Partnership (TPP). Pernyataan yang disampaikan di depan Presiden

Barrack Obama ketika berkunjung ke Amerika Serikat bulan

Oktober 2015 lalu itu bertolak belakang dengan pemerintahan

sebelumnya, yang cenderung enggan untuk bergabung. Berbagai

pendapat muncul di media massa menanggapi pernyataan

Presiden Indonesia ke-7 tersebut, sebagian mendukung dan

sebagian tidak setuju dengan rencana Indonesia untuk bergabung

dalam TPP. Pendapat yang mendukung umumnya beragumen

bahwa Indonesia akan dapat meningkatkan akses pasar ke

negara-negara anggota TPP tersebut, sementara pendapat

yang tidak setuju mengatakan bahwa Indonesia dengan jumlah

penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta hanya akan menjadi

pasar yang sangat menguntungkan bagi ke-12 negara yang sudah

menjadi anggota TPP.

Bagi masyarakat awam pro-kontra terkait TPP ini mungkin

sangat membingungkan mengingat TPP bukan merupakan

perjanjian kerjasama perdagangan dan ekonomi pertama yang

diikuti oleh Indonesia. Trans-Pacific Partnership atau yang lebih

dikenal dengan TPP merupakan perjanjian kerjasama perdagangan

dan ekonomi di tingkat regional yang beranggotakan 12 negara

yaitu Singapura, Brunei Darussalam, New Zealand, Chile, Amerika

Serikat, Australia, Peru, Vietnam, Malaysia, Meksiko, Kanada,

dan Jepang. Kedua belas negara tersebut tergabung dalam TPP

dalam waktu yang berbeda-beda. Cikal bakal terbentuknya TPP

adalah perjanjian yang telah dibentuk oleh 4 negara yaitu Brunei

Darussalam, Chile, New Zealand, and Singapore pada tahun 2005

yang dikenal dengan istilah the Pacific Four or P-4, sementara

delapan negara lainnya yaitu Australia, Kanada, Jepang, Malaysia,

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2322 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Meksiko, Peru, Amerika Serikat, dan Vietnam bergabung pada

tahun 2008. TPP sendiri ditandatangani oleh ke 12 negara

anggotanya pada bulan Oktober 2015.

Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa

Pemerintah Indonesia, melalui pernyataan Presiden Joko Widodo

yang seakan berbalik arah dengan pemerintahan sebelumnya,

untuk bergabung dengan TPP. Meskipun hingga saat ini belum ada

proposal resmi yang dikirim oleh Indonesia kepada komite yang

ada untuk bergabung dengan TPP.

TPP sebagai salah satu bentuk Perjanjian ekonomi dan

perdagangan diharapkan mampu memperbaiki neraca

perdagangan Indonesia yang terus mengalami defisit.

Bukan hanya melalui TPP, sikap ini juga ditunjukkan oleh sikap

konsisten Presiden Jokowi di dalam negeri yang memerintahkan

kepada menteri-menteri ekonomi di jajaran kabinetnya untuk

mereview dan merevitalisasi semua perjanjian perdagangan, baik

yang sudah berlaku maupun yang sedang dilakukan proses

perundingan oleh Indonesia. Langkah-langkah tersebut diambil

untuk meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia di pasar

internasional yang sering mengalami defisit neraca perdagangan

karena lemahnya kinerja ekspor.

Hingga tahun 2015, Indonesia telah bergabung dalam delapan

perjanjian perdagangan Internasional, enam dari perjanjian

tersebut berupa Regional Agreement dan dua berupa Bilateral

Agreement. Perjanjian-perjanjian tersebut adalah (1). ASEAN Free

Trade Area (AFTA); (2). ASEAN- Australia and New Zealand FTA;

(3). ASEAN-China FTA; (4). ASEAN-India FTA; (5). ASEAN-Japan

FTA; (6). ASEAN-Korea FTA; (7). Indonesia-Japan Economic

Partnership Agreement (IJEPA); dan (8). Indonesia-Pakistan (PTA).

Selain delapan perjanjian perdagangan yang sudah dilakukan oleh

Indonesia, beberapa perundingan perdagangan lain, baik dalam

bentuk Free Trade Area (FTA) maupun Comprehensive Economic

Partnership Agreement (CEPA), yang sedang dilakukan oleh

Indonesia diantaranya dengan Australia, Chile, Uni Eropa, India,

Iran, Korea Selatan dan Turki yang sudah berlangsung selama

beberapa tahun namun belum menunjukkan perkembangan yang

cukup berarti.

Seperti perjanjian-perjanjian perdagangan bebas yang lain,

salah satu aspek yang masuk dalam perjanjian TPP adalah

persetujuan terkait dengan peningkatan akses pasar (Market

Access). Peningkatan akses pasar yang terjadi karena adanya

penurunan tarif sering menjadi insentif bagi negara-negara untuk

membentuk/bergabung dalam sebuah perjanjian perdagangan

bebas seperti halnya TPP. New Zealand misalnya mengklaim

bahwa jika TPP sudah diimplementasikan secara penuh, maka

akan ada penurunan 93% tarif untuk ekspor New Zealand ke

negara-negara partner TPP yang diperkiraan bernilai NZ$ 259 juta.

Hal yang sama juga di klaim oleh Amerika Serikat, bahwa TPP akan

menghilangkan 18.000 tarif untuk produk-produk buatan Amerika

di negara-negara anggota TPP. Tarif-tarif tersebut bisa menaikkan

harga hingga 59% untuk produk-produk Automobile, dan sekitar

40% untuk produk-produk peternakan. Sehingga dengan adanya

penurunan tarif tersebut produk-produk Amerika menjadi lebih

berdaya saing tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan

pasar. Hal yang sama juga menjadi ekspektasi Indonesia jika

tergabung dalam berbagai bentuk kerjasama perdagangan

termasuk TPP, yaitu adanya peningkatan pasar karena harga yang

lebih bersaing akibat penurunan tarif sehingga bisa memperbaiki

kinerja perdagangan Indonesia.

TPP diharapkan mampu meningkatkan daya saing

beberapa produk unggulan ekspor Indonesia di pasar

internasional yang cenderung menurun. Selama tahun 2015,

kinerja ekspor Indonesia melemah dan mengalami penurunan

14,62% menjadi USD 150.252,5 juta dibandingkan periode

yang sama tahun 2014 (Kementerian Perdagangan, Desember

2015). Penurunan ekspor ini terjadi diantaranya karena

menurunnya permintaan ekspor dari negara-negara yang

menjadi partner dagang utama Indonesia disamping juga

rendahnya harga-harga komoditi.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab penurunan kinerja

ekspor Indonesia di tahun 2015 adalah karena persaingan global

khususnya dengan negara-negara ASEAN yang saat ini sangat

agresif membuka pasar dalam negerinya dan mengekspor barang-

barang dengan tingkat daya saing yang lebih tinggi dibanding

barang-barang ekspor Indonesia. Hal itu bisa terjadi karena adanya

kerjasama ekonomi dengan negara-negara partner dagangnya.

Untuk produk kelapa sawit misalnya, Malaysia merupakan pesaing

utama Indonesia dalam perdagangan internasional. Karena

Malaysia merupakan salah satu anggota TPP, maka Malaysia akan

menikmati penurunan tarif yang diberikan oleh negara partner

dagang TPP sementara Indonesia tidak. Hal yang sama juga akan

terjadi dengan produk tekstil dimana Vietnam merupakan pesaing

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2524 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

utama Indonesia, dan karena Vietnam adalah negara anggota TPP,

maka Vietnam akan menikmati keuntungan pasar yang lebih

besar di negara partner TPP karena adanya penurunan tarif.

Peningkatan daya saing akibat adanya penurunan tarif inilah yang

kemudian juga menjadi insentif bagi Indonesia untuk bergabung

dengan TPP.

TPP merupakan perjanjian perdagangan era baru dalam

perjanjian perdagangan Internasional. Kerjasama ekonomi yang

dilakukan oleh 12 negara yang tergabung dalam TPP dianggap

sebagai perdagangan yang paling ambisius dan komprehensif

diantara perjanjian kerjasama ekonomi yang pernah ada.

Kerjasama ekonomi melalui TPP saat ini menjadi perjanjian blok

perdagangan yang sangat besar yang melibatkan negara yang

mewakili 40% kekuatan ekonomi dunia dengan total GDP yang

mencapai USD 28,2 triliun dan jumlah penduduk gabungan yang

mencapai 810 juta orang yang tersebar di dua belas negara dan

mewakili 25% perdagangan dunia.

Dari berbagai aspek yang tercakup dalam perjanjian Kerjasama

TPP, berbagai kalangan juga berpendapat bahwa TPP bukan hanya

merupakan perjanjian perdagangan bebas yang ambisius, dan

komprehensif, TPP juga dianggap sebagai perjanjian perdagangan

bebas yang berstandar tinggi yang mampu mengatasi tantangan

perdagangan dan investasi yang dihadapi pemangku kepentingan

di Abad ke-21 dan merupakan salah satu jalur ke realisasi Free

Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP). TPP disebut ambisius dan

komprehensif karena perjanjian ini membahas secara mendalam

komitmen-komitmen negara anggotanya yang tertuang dalam

30 chapter yang menjadi subjek perundingan bagi ke-12 negara

anggotanya dan anggota lain yang akan bergabung. Terkait dengan

perdagangan barang misalnya, TPP menuangkan perjanjian

tersebut dalam 7 bab diantaranya National Treatment and Market

Access yang secara komprehensif membahas persetujuan terkait

dengan penghapusan dan penurunan tarif untuk produk-produk

pertanian. Untuk produk tekstil, TPP juga mengatur secara detil

dalam bab tersendiri dan berisi tentang komitmen peningkatan

pasar bagi negara-negara yang tergabung dalam TPP untuk

produk tekstil. Perjanjian TPP juga mengatur Rule of Origin (ROO)

dengan tujuan utama untuk membuat aturan ROO yang sederhana,

dan yang lebih penting lagi untuk mendorong regional supply chain

serta memastikan bahwa hanya negara-negara TPP yang benar-

benar mendapatkan keuntungan dari perjanjian ini.

Namun demikian harus diingat bahwa TPP bukan hanya

menjanjikan peningkatan akses pasar bagi anggota-anggota yang

tergabung melalui penurunan tarif serta kemudahan-kemudahan

seperti yang sudah ditetapkan dalam perjanjian. TPP juga

mensyaratkan negara anggotanya untuk tunduk pada semua

peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kesepakatan-

kesepakatan yang mungkin tidak ada sebelumnya, atau mungkin

dibahas tidak mendalam di perjanjian-perjanjian lain yang serupa,

dibahas sangat komprehensif di dalam perjanjian Kerjasama TPP.

Dengan demikian, yang harus menjadi perhatian adalah mampukah

Indonesia memenuhi segala komitmen yang sudah disepakati

sehingga pada akhirnya Indonesia dapat menikmati keuntungan

seperti yang diharapkan.

Beberapa bagian/chapter yang perlu mendapatkan perhatian

khusus jika Indonesia bergabung dalam TPP diantaranya adalah:

Pengadaan Barang Pemerintah (Government Procurement),

Badan Usaha Milik Negara dan Monopoli Negara (State Own

Enterprise and State Monopoly), Lingkungan (Environment),

Investasi, perdagangan jasa termasuk perdagangan lintas batas,

telekomunikasi, e-commerce, dan jasa keuangan.

Untuk itu, sebelum bergabung dalam kerjasama ekonomi

TPP, Indonesia harus benar-benar membuat kajian yang sangat

mendalam bukan hanya tentang keuntungan-keuntungan apa

yang akan diperoleh oleh Indonesia ketika bergabung dengan TPP

dan kerugian apa jika Indonesia tidak bergabung dengan TPP,

namun yang lebih penting lagi adalah mempersiapkan kondisi

pasar dalam negeri supaya bisa comply dengan kerjasama TPP.

BIODATA PENULIS

Nama : Ernawati Munadi

Organisasi : Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya

Email : [email protected]

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2524 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

BERITA PENDEK PERDAGANGAN

SNI Pasar Rakyat, Meningkatkan Daya Saing Pasar

Program revitalisasi Pasar Rakyat tidak hanya ditujukan

untuk perbaikan sarana fisik, namun juga pembenahan

pengelolaannya. Dalam rangka mendukung hal tersebut,

pemerintah telah menerbitkan standar pengaturan khusus yang

tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 8152:2015

tentang Pasar Rakyat. SNI 8152:2015 diluncurkan pada bulan

April 2015 sebagai pedoman standar dalam pengelolaan dan

pembangunan Pasar Rakyat yang bertujuan memberdayakan

komunitas Pasar Rakyat (BSN, 2015).

Tiga hal pokok yang digariskan dalam SNI Pasar Rakyat adalah

ketentuan persyaratan umum, ketentuan persyaratan teknis dan

ketentuan persyaratan pengelolaan yang dijabarkan dalam 44

kriteria. Beberapa hal yang diatur adalah adanya akses bagi semua

orang termasuk penyandang cacat, ketersediaan ruang menyusui

yang memadai, ketersediaan ruang ibadah yang layak, pengaturan

zonasi, pengelolaan limbah dan sampah, prosedur kerja pengelola

pasar, serta pemberdayaan para pedagang. Seluruh pokok

pengaturan ini berlandaskan pada peran Pasar Rakyat sebagai

rumah ekonomi dan rumah budaya Indonesia yang berdaya saing

namun tetap mempertahankan kearifan lokal.

Melalui penerapan SNI Pasar Rakyat dalam pengelolaan pasar

diharapkan produk yang beredar di dalam pasar sesuai dengan

ketentuan perdagangan barang sehingga dapat meningkatkan

perlindungan kepada konsumen. Selain itu, Pasar Rakyat yang

dikelola sesuai standar juga akan meningkatkan daya saing pasar

itu sendiri sehingga mampu menjadi pusat perdagangan rakyat

bersama-sama pusat perdagangan lainnya seperti Mall dan Toko

Ritel Modern.

Sebagai salah satu langkah dalam mendukung penerapan

SNI Pasar Rakyat, Kementerian Perdagangan khususnya melalui

Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen

serta Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri bersama-

sama dengan Badan Standardisasi Nasional secara aktif melakukan

sosialisasi dan pendampingan kepada pemerintah daerah dan

pengelola pasar. Selain itu, Program Revitalisasi 1000 Pasar Rakyat

di seluruh Indonesia yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian

Perdagangan juga sudah disesuaikan untuk dapat memenuhi

seluruh kriteria SNI Pasar Rakyat sehingga memudahkan pasar

untuk memperoleh SNI Pasar Rakyat (Kemendag, 2015).

Beberapa contoh Pasar Rakyat yang sudah mendapatkan

SNI Pasar Rakyat pada tahun 2015 adalah Pasar Manggis,

Pasar Pondok Indah dan Pasar Cibubur yang seluruhnya terletak

di wilayah DKI Jakarta, sementara untuk tahun 2016 beberapa

pasar di Jawa Tengah juga berencana mengimplementasikan SNI

Pasar Rakyat. (Primakrisna T.)

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Melihat Potensi Industri Susu di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS)

Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) didirikan

pada tahun 1969 oleh para tokoh masyarakat dan para

Petani Peternak Sapi (PPS) di Kecamatan Pangalengan, Bandung,

Jawa Barat. Salah satu tujuan awal pendirian KPBS antara lain agar

produksi susu dapat diserap setiap hari oleh Industri Pengolahan

Susu (IPS). Selain itu, melalui KPBS para peternak mengharapkan

adanya peningkatan pelayanan dan usaha dalam bentuk investasi

untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi. Peran KPBS

lainnya yang juga penting bagi pengembangan industri susu di Jawa

Barat adalah membantu penyerapan susu dari Koperasi Susu di

seluruh Jawa Barat. Hingga akhir tahun 2015, wilayah usaha KPBS

tercatat meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pangalengan,

Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pacet dengan jumlah anggota

mencapai 3.500 anggota dan jumlah total produksi sekitar 80 ton

susu per hari (Hasil Wawancara Tim Survei Warta, 2015).

Sebagai gambaran produksi, KPBS pernah mencapai titik

tertinggi yaitu 140 ton susu per hari pada tahun 1993 dan titik

terendah pada tahun 1997 saat krisis moneter dengan produksi

70 ton susu per hari. Pada tahun 2011, KPBS bisa mencapai

kembali titik produksi tertinggi yaitu 140 ton susu per hari. Namun,

sayangnya jumlah produksi susu di KPBS terus menurun hingga

saat ini. Sekretaris KPBS Pangalengan, Adang Shalahuddin

kepada Tim Survei Warta yang berkunjung ke KPBS Pangalengan

pada Desember 2015 menuturkan penurunan produksi susu salah

satunya karena berkurangnya permintaan masyarakat terhadap

susu murni. Rendahnya sosialisasi akan manfaat mengkonsumsi

susu sapi kepada masyarakat, serta impor susu sapi juga dinilai

Adang turut mempengaruhi berkurangnya permintaan terhadap

susu sapi murni produksi lokal seperti susu sapi pengalengan.

Selain faktor eksternal, rendahnya tingkat produksi ini juga

dipengaruhi oleh cara produksi yang masih tradisional dan belum

mendapatkan sentuhan teknologi serta sangat bergantung pada

faktor cuaca.

Sebagian besar bahan baku susu segar di Indonesia diimpor

dari Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa

dengan persentase impor sekitar 79%. Perhitungan tersebut

didasarkan pada kebutuhan bahan baku Susu Segar Dalam Negeri

(SSDN) setiap tahun sekitar 3,8 juta ton/tahun (Kemenperin, 2015).

Akibatnya, Industri Pengolahan Susu (IPS) membatasi penyerapan

susu lokal karena rendahnya tingkat produksi dan harganya yang

lebih mahal dari susu impor. Hal ini kemudian disiasati oleh para

anggota KPBS dengan mencoba mengembangkan berbagai

produk turunan susu, seperti misalnya yogurt, keju mozzarella,

cream cheese, dan eskrim. Warga Pangalengan pun ikut

mengembangkan produk turunan susu melalui industri pengolahan

rumahan (home industry) seperti permen karamel, dodol susu,

noga susu, dan kerupuk susu yang saat ini menjadi makanan khas

yang terdapat di Pangalengan. Selain itu, wilayah Pangalengan

sebagai daerah tujuan pariwisata juga cukup terkenal sehingga

para wisatawan biasanya membeli produk turunan susu sebagai

oleh-oleh.

Dengan berbagai situasi produksi dan industri susu serta

potensinya saat ini, KPBS berharap pemerintah lebih memperhatikan

peran koperasi peternak sapi, keberadaan peternak sapi di sentra-

sentra susu seperti Pengalengan, serta industri susu rumahan

agar mampu bersaing dengan produk-produk susu impor dan

turunannya. Selain itu pemerintah juga diharapkan mampu

membuat harga dasar susu murni dalam negeri agar susu murni di

dalam negeri tidak terus bergantung dengan IPS yang berpatokan

dengan harga susu dunia. (Dwi Yulianto)

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Menengok Batik Ciwaringin di Cirebon

Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang

tersebar hampir di setiap daerah di Indonesia. Salah satu

daerah penghasil batik tulis terdapat di Desa Ciwaringin, terletak

sekitar 30 km bagian Barat kota Cirebon yang berbatasan dengan

Kabupaten Majalengka. Batik di daerah ini terkenal dengan nama

Batik Ciwaringin yang menampilkan motif dari ornamen keratin

atau benda-benda yang ada di sekitar keraton dengan warna yang

mencolok. Selain itu terdapat juga motif flora dan fauna dengan

warna yang terang. Walaupun motif batiknya dipengaruhi oleh budaya

RRT, namun ciri khas batik Cirebonnya masih tetap ada, yaitu setiap

motifnya mempunyai garis-garis awan yang berbentuk lonjong.

Keunikan lainnya dari batik ini adalah pewarnaannya yang

masih sangat alami dan tidak menggunakan campuran bahan

kimia. Zat pewarnaanya menggunakan bahan dari limbah pasar

yang mudah diperoleh, misalnya kulit durian, kulit jambu, kulit

manggis, kulit jengkol, serabut kelapa, kulit rambutan, kulit pohon

mahoni dan lain sebagainya. Penggunaan pewarna alami dapat

dipakai secara berulang tanpa merusak atau mengurangi warna

yang dihasilkan, sedangkan jika kita menggunakan pewarna kimia

hanya dapat dipakai satu kali saja.

Pengrajin batik Ciwaringin berjumlah 140 orang yang semuanya

adalah wanita yang berasal dari daerah sekitar. Jumlah produksi

yang dihasilkan sebanyak 100 kodi batik/bulan dengan omzet

sekitar Rp 500 s.d Rp 800 juta per bulan. Untuk menampung

hasil dari pengrajin batik tersebut, pada tahun 2013 didirikanlah

koperasi dengan nama Koperasi Batik Ciwaringin yang sampai

saat ini beranggotakan sekitar 60 orang.

Tujuan awal didirikannya koperasi ini sangatlah sederhana,

yaitu untuk mengumpulkan hasil dari pengrajin batik di Ciwaringin

dan menjual ke pasar, sehingga dapat menjadi roda penggerak

kehidupan masyarakat Ciwaringin terutama masyarakat Kebon

Gedang Ciwaringin. Dalam perjalanan usahanya, ternyata

banyak kendala yang dihadapi oleh pengrajin batik, antara lain:

keterbatasan modal, minimnya peralatan, sumber daya manusia

dan pemasaran yang terbatas sehingga produk yang dihasilkan

belum dapat memenuhi permintaan pasar.

Bantuan yang didapat dari pemerintah daerah (Pemda)

setempat dalam mengembangkan batik Ciwaringin ini adalah

dengan mengikutsertakan produk batik Ciwaringin ke berbagai

pameran, baik di dalam maupun di luar daerah Cirebon. Upaya lain

adalah dengan memberikan pelatihan kepada pengrajin mengenai

teknik pewarnaan.

Selain bantuan yang diberikan oleh Pemda setempat kepada

pengrajin, koperasi batik juga mendapat bantuan dari Bank

Indonesia berupa pembangunan gedung yang dipergunakan

untuk pameran dalam memasarkan hasil produksinya (show

room). Pihak lain, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga

memberikan kredit tanpa agunan kepada anggota koperasi untuk

mengembangkan usahanya. Sementara itu, Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi memberikan bantuan berupa sarana dan

prasarana membatik dan melakukan pelatihan ke pengrajin.

Banyaknya bantuan yang diterima dari pihak luar membuat

koperasi ini dapat mengembangkan pasarnya hingga ke Jakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Batik Ciwaringin

juga diminati oleh wisatawan termasuk turis asing, seperti turis

Jerman dan Jepang. Cirebon kini tidak hanya terkenal dengan

batik Trusmi, tetapi juga batik Ciwaringin. (Asmani M.)

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2928 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Stok Bawang Merah tahun 2016, Aman

Bawang merah merupakan salah satu komoditas penting

yang tidak bisa digantikan dengan produk lain karena

lingkup kegunaannya cukup luas. Penggunaan terbanyak bawang

merah adalah untuk konsumsi rumah tangga sebagai bumbu

penyedap masakan, sebagai obat tradisional, bahan baku

industri kosmetika, farmasi, dan pangan. Pemanfaatan tersebut

menempatkan bawang merah sebagai komoditas penting, bahkan

komoditas yang turut mempengaruhi angka inflasi. Permintaan

bawang merah cenderung merata setiap waktu, sementara

produksi bawang merah bersifat musiman.

Permintaan bawang merah terus meningkat sejalan dengan

peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi

masyarakat. Menurut Mudatsir, Sekretaris Jenderal Dewan

Bawang Merah Nasional (DEBNAS) kepada tim survey Warta

Kajian Perdagangan (Desember 2015), kondisi ini menyebabkan

terjadinya gejolak harga karena adanya kesenjangan (gap) antara

pasokan dan permintaan.

Pemerintah berkomitmen meningkatkan produksi bawang

merah, yaitu melalui pengembangan kawasan bawang merah

seluas 10,000 ha tahun 2015/2016. Program ini dilaksanakan

terkait dengan prediksi Kementerian Pertanian, bahwa pada

tahun 2015 akan terjadi penurunan produksi bawang merah

dibandingkan tahun 2014. Produksi bawang merah tahun 2015

diperkirakan menurun menjadi sebesar 1,1 juta ton, dibandingkan

produksi tahun 2014 yang mencapai 1,2 juta ton, tetapi masih

mampu mencukupi kebutuhan bawang merah nasional, baik untuk

konsumsi maupun industri. Sebaran areal produksi bawang merah

mulai meluas dan merata, terutama untuk pengembangan areal

kawasan baru di luar Jawa yang meliputi Nusa Tenggara Barat

(NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, Kalimantan, dan

Sumatera (Kementan, 2015).

DEBNAS memprediksi tahun 2016 ini bawang merah akan

mengalami surplus, dengan jumlah produksi mencapai 1,3 juta

ton dan berada pada posisi aman. Kebutuhan konsumsi nasional

Indonesia untuk bawang merah hanya 880 ribu ton atau surplus

sebesar 500 ribu ton. Dengan keadaan seperti ini Indonesia bisa

mengekspor bawang merah tahun 2016. Tahun 2015 ekspor

bawang merah Indonesia sebesar 14,1 ribu ton ke negara

Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Sementara, impor

bawang merah tahun 2015 jauh lebih kecil dibandingkan tahun

2014 dan mengalami penurunan sebesar 78%. Impor bawang

merah pada bulan Januari sampai dengan September 2015 hanya

sebesar 15,7 ribu ton, sedangkan tahun 2014 sebesar 87 ribu

ton pada periode yang sama. Penurunan nilai impor ini mencapai

Rp 295 miliar. Menurut data Kementan (2015), impor tersebut

dipergunakan untuk industri dan konsumsi yang memang selama

ini oleh pihak pemerintah tidak diatur tata niaganya.

Produksi bawang merah nasional yang diperkirakan dapat

memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tahun 2016, bahkan

surplus, memerlukan mekanisme pengaturan pasokan ke pasar

(Kementan, 2015). Misalnya saat musim panen, harga harus

dijaga agar tidak jatuh, dan sebaliknya saat tidak panen diharapkan

kebutuhan pasokan tetap tercukupi. Pada umumnya saat panen

raya bawang merah melimpah sehingga harga turun drastis, dan

sebaliknya saat tidak musim panen terjadi kelangkaan pasokan

yang mengakibatkan harga menjadi mahal. Menurut DEBNAS,

untuk mengatasi hal ini perlu perbaikan sistem logistik bawang

merah melalui implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) dengan

memperhatikan sarana dan prasarana pendukungnya.

Saat ini DEBNAS telah bekerja sama dengan PT. PURA

BARUTAMA dan berhasil mengembangkan sistem pergudangan

yang mampu menekan kerusakan maupun penyusutan bobot.

Gudang didesain dengan sistem atmosfer terkendali (kontrol suhu,

kelembaban, kadar O2/CO2, dan etilene) sehingga proses respirasi

bawang merah selama penyimpanan tetap aman. Selain itu, untuk

menjaga kestabilan harga (lebih terjamin dan terjaga), perlu adanya

sistem stok penyangga (buffer stock) sehingga pemerintah dapat

menyerap kelebihan pasokan saat panen raya dan melepas ke

pasar saat terjadi kelangkaan pasokan.

Tanpa penyelenggaraan sistem logitik yang baik, keberhasilan

peningkatan produksi melalui program perluasan kawasan produksi

menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu diperlukan SRG dan

kontrol stok penyangga untuk menjamin pasokan bawang merah

segar dan berkualitas sehingga kebutuhan pasar dapat terpenuhi

tanpa terkendala oleh musim. (Suler Malau)

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 2928 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Impor pakaian bekas di tanah air masih tetap marak dan

banyak diminati pembeli dari kalangan bawah sampai

atas, yang mengakibatkan industri pakaian jadi di dalam negeri

meradang. Beberapa kota antara lain Jakarta, Bandung, Medan,

Kendari menganggap perdagangan impor pakaian bekas

menjadi bisnis menggiurkan. Larangan impor pakaian bekas

tidak dipedulikan pedagang, bahkan ada pemimpin di daerah

yaitu Walikota Kendari, Sulawesi Tenggara yang meminta Menteri

Perdagangan meninjau kembali rencana pelarangan penjualan

impor pakaian bekas. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat

mematikan mata pencaharian ratusan pedagang pakaian bekas

(Republika.co.id, 2015).

Ketentuan larangan impor pakaian bekas sebenarnya sudah

ada, yaitu pada pasal 47 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor

7 tahun 2014 yang dengan tegas mewajibkan setiap importir

mengimpor barang dalam keadaan baru. Demikian juga Keputusan

Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag)

No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata

Niaga Impornya, dan Kepmenperindag No. 642/MPP/Kep/9/2002

tentang Perubahan Lampiran I Kepmenperindag No. 230/MPP/

Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya.

Intinya semua ketentuan tersebut merupakan larangan dan

pembatasan impor pakaian bekas.

Impor Pakaian Bekas Dikenakan Sanksi Tegas

pakaian bekas, yaitu pada pasal 2 disebutkan bahwa pakaian

bekas dilarang untuk ‘diimpor’ ke dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan pasal 3 disebutkan bahwa pakaian bekas

yang tiba di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada atau

setelah tanggal peraturan Menteri ini berlaku wajib dimusnahkan.

Sementara bagi importir yang melakukan pelanggaran akan

dikenai sanksi administratif dan sanksi lain sesuai ketentuan

hukum yang berlaku.

Siaran Pers Kemendag 13 Juli 2015 menyatakan bahwa

Larangan impor pakaian bekas ini harus efektif. Saat ini pemerintah

sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang

pelarangan, pembatasan, dan pengawasan barang. Perpres ini

memasukkan impor pakaian bekas sebagai salah satu barang

yang dilarang diperdagangkan di dalam negeri. Dengan adanya

Perpres ini nantinya akan mempermudah proses pelaksanaan

dan pengawasan larangan impor pakaian bekas, sehingga bisa

dilaksanakan dengan simultan karena sudah memiliki payung

hukum yang kuat dan tegas. (Suler Malau)

Namun demikian, dengan berbagai aturan pelarangan

tersebut, para importir pakaian bekas tidak kehabisan akal,

bahkan untuk melegalkan aksinya para importir pakaian bekas ini

berlindung dibawah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pasal 8 (2) yang berbunyi: Pelaku usaha

dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar

atas barang dimaksud. Mereka menganggap usahanya menjadi sah

dan legal karena diperdagangkan secara terbuka di pasar formal dan

cukup menginformasikan kepada pembeli, termasuk menyatakan

bahwa barang yang dijual adalah barang bekas.

Keadaan demikian tidak mungkin dibiarkan berlangsung tanpa

ada penyelesaian karena merusak perekonomian dan industri

garmen nasional. Pemerintah lebih tegas melarang impor pakaian

bekas dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan

(Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tertanggal 9 Juli

2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Permendag ini

lebih komprehesif mengatur tentang sanksi bagi pelaku impor

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3130 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

SERBA SERBI

Tailor Made-Training di Vrije University BelandaPlt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Karyanto

Suprih menutup Tailor-Made Training (TMT) berjudul Review

and Feasibility Studies for Free Trade Agreements (FTA)

Engagement in Indonesia Trade Policy di Vrije University (VU)

Amsterdam, Belanda, pada hari Jumat, 12 Februari 2016.

Turut hadir dalam kegiatan ini Sekretaris Badan Pengkajian

dan Pengembangan Perdagangan Simon Zelotes dan Kepala

Pusat Kerjasama Perdagangan Internasional Sri Nastiti Budianti

serta Atase Perdagangan di Den Haag. Kegiatan pelatihan ini

merupakan kerjasama BPPP dengan NUFFIC NESO yang

diikuti oleh 18 pegawai Kementerian Perdagangan. Kegiatan

training ini dilaksanakan pada 25 Januari-12 Februari 2016

dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia

di Kementerian Perdagangan dalam menyusun Review dan

Feasibility Studies Free Trade Agreement (FTA) Indonesia

dengan negara atau mitra regional tertentu. Terdapat dua fokus

utama yang dijadikan studi kasus dalam TMT ini, yaitu Review

FTA Indonesia-Jepang dan Feasibility Studies FTA Indonesia-

Trans Pacific Partnership (TPP).

Kepala BPPP menjadi Pembicara di KAFEGAMA INITIATIVES

KAFEGAMA INITIATIVES yang dibentuk oleh alumni Fakultas

Ekonomi, Universitas Gadjah Mada mengadakan seminar pada

hari Selasa, 16 Februari 2016 dengan tema “Menumbuhkan

Ekonomi Kerakyatan Untuk Memenangkan MEA”. Kepala

BPPP hadir sebagai pembicara dan menyampaikan presentasi

tentang Peluang dan Tantangan UKM Indonesia dalam

menghadapi MEA. Seminar ini merupakan bagian pertama dari

rangkaian Seminar, Focused Group Discussions, dan berbagai

kegiatan KAFEGAMA INITIATIVES lainnya yang akan diakhiri

dengan penyusunan rekomendasi bisnis dan ekonomi yang

rencananya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo

untuk mendukung Trisakti dan mewujudkan Nawacita.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3130 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP)

bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Provinasi Jawa Timur menyelenggarakan Diseminasi Hasil Kajian

di Hotel Mercure Surabaya pada tanggal 17 Februari 2016 dengan

tema Optimalisasi Fungsi Sarana Perdagangan Dalam Stabilisasi

Harga. Diseminasi ini bertujuan untuk menyebarluaskan hasil-

hasil kajian yang telah dilaksanakan oleh BPPP sehingga dapat

dimanfaatkan oleh stakeholders perdagangan. Pada diseminasi

ini, BPPP memaparkan 3 hasil kajian, yaitu Implementasi PP71

Tahun 2015 tentang Penetapan dan penyimpanan Barang

Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang disampaikan oleh

Kasubbid Investasi dan Fasilitasi Usaha BPPP Yati Nuryati.

Kajian kedua tentang Integrasi SRG dengan Pasar Lelang

Forward Komoditi yang disampaikan oleh Riffa Utama dari

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri serta kajian

ketiga tentang Strategi Pengembangan Jasa Pergudangan

di Indonesia yang disampaikan oleh Kasubbid Sarana

Perdagangan BPPP Bagus Wicaksena.

Kunjungan Kepala BPPP ke PT Nusantara

Tropical Farm di Lampung

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Ibu

Ernawati dan Kepala BPPP, Ibu Tjahya Widayanti selaku

Ketua Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional dan Kepala

Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, Ibu Ninuk

Rahayuningrum melakukan kunjungan ke PT. Nusantara Tropical

Farm (NTF) Lampung pada tanggal 21-23 Februari 2016. Dalam

kunjungan tersebut, Kepala BPPP dan rombongan melihat

secara langsung kondisi PT NTF sebagai pemohon usulan

sunset review pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas

importasi barang Pisang Cavendish yang berasal dari Filipina.

Diseminasi Hasil Kajian BPPP di Surabaya

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3332 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Rapat Dewan Redaksi dan Mitra Bestari BILP di CirebonDalam rangka penerbitan Buletin Ilmiah Litbang

Perdagangan (BILP) Edisi Juli 2016, Redaksi Pelaksana

melakukan rapat bersama Dewan Redaksi dan Mitra Bestari

pada tanggal 24-26 Februari 2016 di Hotel Swiss Bell Cirebon,

Jawa Barat. Tujuan pelaksanaan rapat untuk melakukan

Rapat Pembahasan Penyusunan Laporan Kinerja BPPP Tahun 2015

Sekretaris BPPP, Bapak Simon Zelotes dan Inspektur

Jenderal II, Ibu Enny Wahyuni memimpin Rapat Pembahasan

Penyusunan Laporan Kinerja BPPP Tahun 2015 pada tanggal

29 Februari 2016. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya

BPPP untuk meningkatkan kualitas pelaporan. Dalam

kesempatan ini, Ibu Enny menyampaikan review secara umum

atas Laporan Kinerja BPPP dan mengapresiasi nilai Laporan

Kinerja BPPP yang selalu meningkat setiap tahun. Selain nilai,

transparansi publik melalui website Kemendag menjadi salah

satu aspek penilaian Laporan Kinerja yang secara khusus dinilai

pada tahun 2016.

pembahasan terhadap sembilan naskah yang diterima oleh

Redaksi Pelaksana. Selain itu, rapat juga membahas rencana

penyelenggaraan kegiatan Seminar Nasional dan Call For

Paper sebagai salah satu upaya penjaringan naskah-naskah

berkualitas untuk diterbitkan dalam BILP.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3332 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

Rapat Pleno Percepatan RPP Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2014 tentang

perdagangan khususnya bidang perdagangan dalam negeri

dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2016 di Lantai 5

Gedung Utama, Kementerian Perdagangan. Rapat dihadiri

oleh Sekretaris Jenderal, Kepala BPPP, Kepala Biro Hukum,

Direktur Standardisasi, Direktur Dagang Kecil Menengah,

Kepala Biro Hukum Badan Pengawasan Perdagangan

Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), serta Sekretaris Direktorat

Rapat Pleno Percepatan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Agenda pembahasan

rapat meliputi RPP tentang Sistem Standardisasi dan

Penilaian Kesesuaian Nasional, Rancangan Perpres tentang

Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pasar Rakyat,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, Rancangan Perpres

tentang pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil

dan menengah di sektor perdagangan, Rancangan Perpres

tentang penyelenggaraan pasar lelang komoditas, serta

Rancangan Permendag tentang distribusi barang.

Rapat Rencana Kerja BPPPBadan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan

(BPPP) mengadakan Rapat Rencana Kerja (Renja) Tahun

Anggaran 2017 pada tanggal 10-12 Maret 2016 di Hotel

Aston Bogor, Jawa Barat. Rapat ini dihadiri oleh Kepala

BPPP, Sekretaris BPPP, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan

Dalam Negeri BPPP, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan

Luar Negeri BPPP, Kepala Pusat Kebijakan Kerjasama

Perdagangan Internasional BPPP, serta para pejabat eselon III

dan IV di lingkungan BPPP. Rapat ini juga dihadiri oleh tenaga

ahli yaitu Bapak Ahmad Sauqi dari AIPEG, Bapak Wayan R.

Susila dari TCF, dan Bapak Zamroni Salim dari LIPI. Agenda

rapat adalah pembahasan kajian yang akan dilaksanakan

tahun 2017 beserta rencana anggarannya.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3534 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

DATA STATISTIK PERDAGANGAN

Catatan: Per Februari Tahun 2013, Satuan Minyak Goreng Kemasan dan Minyak Goreng Curah Berubah Menjadi 1 Liter.Sumber: Dinas Perindag, diolah Ditjen PDN

PERKEMBANGAN HARGA BARANG KEBUTUHAN POKOK

DAN BARANG JENIS LAINNYA SECARA NASIONAL

SELAMA BULAN OKTOBER 2015 SAMPAI DENGAN JANUARY 2016

NO KOMODITI SATUAN 2015 JANUARY Prbhn

Minggu Rata2 Jan’16:

Jan’16 : Des’15

(%)

Okt Nop Des Jan Mg I Mg II Mg III Mg IV

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 Beras Medium Kg 10,414 10,520 10,673 10,804 10,712 10,764 10,848 10,894 10,804 1.23

2 Gula Pasir Kg 12,719 12,752 12,866 13,106 13,050 13,130 13,102 13,141 13,106 1.86

3 Minyak Goreng Kemasan Ltr 15,100 15,088 15,040 15,065 15,043 15,056 15,082 15,079 15,065 0.17

4 Minyak Goreng Curah Ltr 10,708 10,565 10,414 10,365 10,386 10,379 10,345 10,352 10,365 (0.46)

5 Daging Sapi Kg 107,764 107,938 109,127 111,040 110,254 110,204 111,122 112,581 111,040 1.75

6 Daging Ayam Broiler Kg 28,785 30,002 32,560 34,087 34,242 34,574 34,231 33,303 34,087 4.69

7 Daging Ayam Kampung Kg 61,798 61,584 62,139 61,933 62,754 62,296 61,384 61,298 61,933 (0.33)

8 Telur Ayam Ras Kg 21,955 22,112 24,023 25,538 25,507 25,736 25,595 25,315 25,538 6.31

9 Telur Ayam Kampung Kg 41,794 41,621 41,809 42,514 42,244 42,308 42,518 42,986 42,514 1.69

10 Susu Kental Manis 397g 10,252 10,250 10,269 10,269 10,277 10,287 10,260 10,253 10,269 0.00

11 Tepung Terigu Kg 8,969 8,982 9,050 9,079 9,061 9,086 9,082 9,086 9,079 0.32

12 Kedelai Impor Kg 11,042 11,019 11,008 11,038 11,001 11,053 11,054 11,044 11,038 0.28

13 Kedelai lokal Kg 10,873 10,970 11,021 11,032 11,042 10,938 11,087 11,062 11,032 0.11

14 Mie Instant Bngks 2,156 2,162 2,178 2,207 2,182 2,193 2,221 2,231 2,207 1.30

15 Cabe Merah Keriting Kg 25,591 25,003 35,784 32,430 37,937 32,749 28,950 30,083 32,430 (9.37)

16 Cabe Merah Biasa Kg 24,924 24,398 33,013 32,567 37,094 32,541 29,464 31,168 32,567 (1.35)

17 Bawang Merah Kg 20,725 21,435 28,665 35,483 36,245 36,687 35,318 33,683 35,483 23.79

18 Bawang Putih Kg 23,484 23,687 25,373 29,542 28,077 29,094 30,244 30,752 29,542 16.43

19 Ikan Teri Asin Kg 66,475 66,369 67,476 68,536 67,726 68,724 68,922 68,774 68,536 1.57

20 Kacang Hijau Kg 21,172 21,063 21,029 21,067 21,207 21,163 21,016 20,882 21,067 0.18

21 Kacang Tanah Kg 25,438 25,260 25,225 25,368 25,416 25,395 25,415 25,246 25,368 0.57

22 Ketela Pohon Kg 5,404 5,364 5,410 5,422 5,417 5,410 5,413 5,447 5,422 0.22

23 Jagung Pipilan Kg 6,507 6,443 6,516 6,759 6,605 6,746 6,808 6,876 6,759 3.73

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 3534 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

PERIODE 2011-2015 (JANUARI-DESEMBER)

No. URAIAN Nilai : Juta USD JAN - DES Perub Tren

2011 2012 2013 2014 2015 2015 2016 16/15 (%) 11-15(%)

I. Ekspor 203,496.6 190,020.3 182,551.8 175,980.0 150,282.3 175,980.0 150,282.3 -14.60 -6.60

- Migas 41,477.0 36,977.3 32,633.0 30,018.8 18,551.9 30,018.8 18,551.9 -38.20 -16.62

- Non Migas 162,019.6 153,043.0 149,918.8 145,961.2 131,730.3 145,961.2 131,730.3 -9.75 -4.51

II. Impor 177,435.6 191,689.5 186,628.7 178,178.8 142,695.6 178,178.8 142,695.6 -19.91 -4.96

- Migas 40,701.5 42,564.2 45,266.4 43,459.9 24,613.2 43,459.9 24,613.2 -43.37 -9.38

- Non Migas 136,734.0 149,125.3 141,362.3 134,718.9 118,082.4 134,718.9 118,082.4 -12.35 -3.87

III. Total Perdagangan 380,932.2 381,709.7 369,180.5 354,158.8 292,977.8 354,158.8 292,977.8 -17.28 -5.82

- Migas 82,178.6 79,541.4 77,899.4 73,478.7 43,165.1 73,478.7 43,165.1 -41.25 -12.78

- Non Migas 298,753.6 302,168.3 291,281.1 280,680.1 249,812.7 280,680.1 249,812.7 -11.00 -4.22

IV. Neraca 26,061.1 -1,669.2 -4,076.9 -2,198.8 7,586.7 -2,198.8 7,586.7 445.03 -

- Migas 775.5 -5,586.9 -12,633.3 -13,441.1 -6,061.2 -13,441.1 -6,061.2 54.91 -

- Non Migas 25,285.5 3,917.7 8,556.4 11,242.3 13,647.9 11,242.3 13,647.9 21.40 -1.78

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

PERIODE: OKTOBER 2015-JANUARI 2016*

URAIAN

NILAI (JUTA USD) JAN - JANPERUBAHAN

OKT NOP DES JAN *) 2015 2016* 15/14 (%)

I Ekspor 12,690.2 13,506.1 11,465.8 10,500.2 13,244.9 10,500.2 -20.72

- Migas 1,379.6 1,497.0 1,299.5 1,107.0 1,959.0 1,107.0 -43.49

- Non Migas 10,742.5 9,614.2 10,616.6 9,393.2 11,285.9 9,393.2 -16.77

II Impor 11,613.6 12,978.1 10,081.9 10,449.6 12,612.6 10,449.6 -17.15

- Migas 1,763.1 1,640.4 1,798.0 1,220.9 2,115.0 1,220.9 -42.27

- Non Migas 9,345.9 9,879.1 10,279.3 9,228.7 10,497.6 9,228.7 -12.09

III Total Perdagangan 24,303.8 26,484.2 21,547.6 20,949.8 25,857.5 20,949.8 -18.98

- Migas 3,142.6 3,137.4 3,097.5 2,327.9 4,074.0 2,327.9 -42.86

- Non Migas 20,088.4 19,493.3 20,895.8 18,621.9 21,783.5 18,621.9 -14.51

IV Neraca 1,076.6 528.0 1,383.9 50.6 632.3 50.6 -92.00

- Migas -383.5 -143.4 -498.6 -113.9 -156.0 -113.9 -26.99

- Non Migas 1,396.7 -264.9 337.3 164.5 788.3 164.5 -79.13

Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan

Catatan : *) Angka Sementara

Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016 PB36 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 10, Tahun 2016

EKSPOR - IMPOR INDONESIA,

2O11 - 2O15 (JANUARI-DESEMBER)(Nilai : Juta USD)

225.000.00

200.000.00

175.000.00

150.000.00

125.000.00

100.000.00

75.000.00

50.000.00

25.000.00

0.0 2011 2012 2013 2014 2015 2014 (Jan-Des) 2015 (Jan-Desl)

Ekspor 203,496.6 190,020.3 182,551.8 175,980.0 150,282.3 175,980.0 150,282.3

Impor 177,435.6 191,689.5 186,628.7 178,178.8 142,695.6 178,178.8 142,695.6

(Nilai : Juta USD)

30.000,0

25.000,0

20.000,0

15.000,0

10.000,0

5.000,0

0.0

-5.000,0

-10.000,0

-15.000,0

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA,

Periode 2O11 - 2O15 (Januari-Desember)

Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan

Sumber : BPS (2015), diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagangan

2011 2012 2013 2014 2014 2014 (Jan-Des) 2015 (Jan-Des)

Migas 775.5 -5,586.9 -12,633.3 -13,441.1 -6,061.2 -13,441.1 -6,061.2

Non Migas 25,285.5 3,917.7 8,556.4 11,242.3 13,647.9 11,242.3 13,647.9

36 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lII. No. 9, Tahun 2015