17
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI KOTA SURAKARTA Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Llmu Kesehatan Oleh: INDAH LESTARI J410170167 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2021

hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes

Embed Size (px)

Citation preview

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DENGAN

KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI KOTA

SURAKARTA

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I

Pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Llmu Kesehatan

Oleh:

INDAH LESTARI

J410170167

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021

i

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI KOTA SURAKARTA

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

INDAH LESTARI

J410170168

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen

Pembimbing

Anisa Catur Wijayanti, S.KM.,M.Epid

NIK. 1552

ii

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI KOTA SURAKARTA

Oleh:

INDAH LESTARI

J410170167

Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal 10 Juni 2021

Dewan Penguji:

1. Dr. Ambarwati, M.Si (…………….)

Ketua Dewan Penguji

2. Noor Alis S, S.KM.MPH., Dr.PH. (………….…)

Anggota I Dewan Penguji

3. Tanjung Anitasari I.K., S.KM., M.Kes (……….……)

Anggota II Dewan Penguji

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Irdawati, S.Kep., Ns., M. Si. Med.

NIK. 753

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

disuatau perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah tertulis atau diterbitkan orang lain, kecuali

secara tertulis dia cu dalam naskah dan di sebutkan dalam daftar Pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di

atas, maka akan saya pertanggung jawabkan

Surakarta, 11 Juni 2021

Penulis

Shinta Listyaningrum

J410170167

1

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI KOTA SURAKARTA

Abstrak

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis serius akibat dari

pankreas yang tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Prevelensi DM terus

mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Banyak faktor yang menjadi pemicu

kenaikan prevelensi DM diantaranya hipertensi, obesitas, kebiasaan merokok, dan

aktivitas fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Surakarta. Metode

penelitian ini adalah observasional analitik dengan dengan pendekatan kasus

kontrol (Case Control). Pengambilan sampel kasus menggunakan teknik

Purposive Sampling sedangkan sampel kontrol diambil dari keluarga kasus

(Suami/istri/saudara yang tinggal dalam satu rumah dengan kasus) atau tetangga

kasus (lingkup satu RW). Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 124 sampel

dengan perbandingan 1:1 yang terdiri dari 62 kelompok kasus dan 62 kelompok

kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara melalui jaringan telepon

dan wawancara secara langsung menggunakan google form. Uji stastistik

dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukan nilai

p= 0,193 >a (0,05) dengan nilai OR = 1,746 (95%CI = 0,835-3649). Kesimpulan

penelitian ini yakni tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian

DM tipe 2 di Kota Surakarta.

Kata kunci: Diabetes Melitus, DM tipe 2, Aktivitas Fisik

Abstract

Diabetes mellitus (DM) is a serious chronic disease caused by the pancreas that

cannot produce enough insulin. DM prevalence continues to increase every year.

Many factors trigger the increase in DM prevalence, including hypertension,

obesity, smoking habits, and physical activity. The purpose of this study was to

analyze the relationship between physical activity and the incidence of type 2

diabetes mellitus in the city of Surakarta. This research method is analytic

observational with a case control approach (Case Control). The case sample was

taken using purposive sampling technique, while the control sample was taken

from the case family (husband / wife / sibling who lives in one house with the

case) or case neighbors (in the scope of one RW). The number of samples in this

study were 124 samples with a ratio of 1: 1 consisting of 62 cases and 62 control

groups. Data collection was carried out by interview via telephone network and

direct interview using google form. Statistical test was performed using the Chi-

square test. The results showed the value of p = 0.193> a (0.05) with a value of

OR = 1,746 (95%CI = 0,835-3649). The conclusion of this study is that there is no

relationship between physical activity and the incidence of type 2 diabetes

mellitus in Surakarta.

Key words: Diabetes mellitus, type 2 diabetes mellitus, physical activity

2

1. PENDAHULUAN

Hampir 70% kematian di dunia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular

(PTM) (Kemenkes RI, 2019). Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu

penyakit kronis serius akibat dari pankreas yang tidak dapat menghasilkan

cukup insulin. Prevelensinya DM terus mengalami peningkatan disetiap

tahunnya. Jumlah penderita DM yang terus menerus mengalami peningkatan

secara konsisten menunjukkan bahwa penyakit DM merupakan masalah

kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus untuk ditangani dan

dikendalikan oleh berbagai sektor karena menjadi salah satu ancaman

kesehatan global dan penyebab kematian yang cukup besar di Indonesia

(Gresty N, 2017).

International Diabetes Federation (IDF) (2019), memprediksi penderita

DM di dunia akan mengalami kenaikan sebesar 51% dari tahun 2019 yakni

463 juta menjadi 700 juta di tahun 2045, angka tersebut diprediksi akan terus

bertambah disetiap tahunnya. Tahun 2014 terdapat 8,5% usia ≥18 tahun

menderita DM dan pada tahun 2019 penyakit diabetes melitus menyebabkan

kematian sebesar 1,5 juta jiwa (WHO, 2020). World Health

Organization (WHO) memprediksi penderita DM di Indonesia akan

mengalami peningkatan pada tahun 2000 ke tahun 2030 dari 8,4 juta

menjadisekitar 21,3 juta. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pada tahun

2035 jumlah penderita diabetes akan meningkat 2-3 kali lipat (Soelistijo et al.,

2015).

Jumlah Penderita DM di Provinsi Jawa Tengah setiap tahunnya

mengalami peningkatan. Provinsi Jawa Tengah menyandang kasus DM

mencapai 496,181 kasus tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 652,822

kasus di tahun 2019 (Dinkes Provinsi Jateng, 2019), (Dinkes Provinsi Jateng,

2020). Berdasarkan hasil diagnosis dokter, prevelensi DM pada penduduk

berusia ≥15 di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 0,5%

yaitu 1,6% tahun 2013 menjadi 2,1% tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019).

Berdasarkan kabupaten/kota yang terdapat terdapat di Jawa Tengah,

jumlah penderita DM tertinggi terdapat di Kabuaten Pemalang kemudian

3

diikuti Kab/kota Semarang, Kabupaten Pati, Kabupaten Grobogan, sedangkan

di Kota Surakarta menempati peringkat ke 9, sedangkan berdasarkan 6 kota

yang ada di Jawa Tengah, Kota Surakarta menempati peringkat ke-2 (Dinkes

Provinsi Jateng, 2019).

Penyakit diabetes melitus apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mengakibatkan komplikasi seperti kerusakan sistem syaraf (Neuropati),

Kerusakan sistem ginjal (nefropati), kerusakan mata (retinopati), jantung,

stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer (Rosyada, 2013). Banyak faktor

yang menjadi pemicu kenaikan prevelensi DM diantaranya hipertensi,

obesitas, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik sebagai faktor risiko yang

dapat di modifikasi (Purnama & Sari, 2019). Faktor risiko lainnya yaitu faktor

risiko yang tidak dapat di modifikasi seperti ras dan etnik, usia, riwayat

keluarga, riwayat BBLR, dan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000

gram (Soelistijo et al., 2015).

Aktivitas fisik merupakan faktor risiko penyakit tidak menular yang

sangat penting untuk diperhatikan. Aktivitas fisik merupakan hal sepele,

namun sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Aktivitas fisik berperan dalam

pengubahan status gula darah yang berperan penting terhadap kejadian

penyakit Diabetes Melitus. Penyakit tersebut tidak hanya terjadi pada usia

lansia saja, namun juga terjadi pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang

dilakukan oleh Lahan et al. (2018), terdapat hubungan antara aktivitas fisik

dengan kejadian DM tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji

Makassar (p value = 0,020; OR = 3,455). Hasil yang sama ditunjukan

penelitian Sipayung et al., (2017), yaitu terdapat hubungan

antara aktivitas fisik dengan kejadian DM di wilayah kerja Puskesmas Padang

Bulan Medan (p value = <0,0001; OR = 6,245). Hasil penelitian berbeda

ditunjukan oleh penelitian Handyani et al., (2018), dengan nilai p value 1,00

yang bermakna tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik

dengan kejadian DM tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Olak Kemang.

Beberapa hasil penelitian diatas menunjukan adanya perbedaan hasil analisis

4

walaupun dengan variabel yang sama apabila dilakukan di wilayah yang

berbeda.

Berdasarkan hasil Riskesdas, proporsi aktivitas fisik kurang pada

penduduk umur ≥10 tahun di Indonesia mengalami kenaikan yaitu 26,1% di

tahun 2013 menjadi 33,5% pada tahun 2018 (Balitbang Kemenkes RI, 2018).

Proporsi Aktifitas Fisik kurang di pada Penduduk Umur >10 Tahun menurut

Provinsi, dimana DKI Jakarta menepati urutan pertama dengan proporsi

sebesar 47,8% proposi terendah di Provinsi NTT, yakni sebesar 25,2%

(Kemenkes RI, 2018). Sedangkan proporsi di Provinsi Jawa Tengah sebesar

29,5 %. Berdasarkan Kabupaten/kota yang terdapat terdapat di Jawa Tengah,

proporsi aktifitas fisik kategori kurang paling tinggi terdapat di Kota Surakarta

yakni sebesar 49,89% (Balitbangkes, 2018). Tujuan peneletian ini untuk

menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus

tipe 2 di Kota Surakarta

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan

pendekatan kasus kontrol (Case Control), yaitu suatu metode penelitian survai

analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan

melakukan pendekatan retrospektif (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini

dilakukan pada bulan Maret 2021 di wilayah kerja Puskesmas Pajang,

Puskesmas Penumping, Puskesmas Sibela, Puskesmas Sangkrah, dan

Puskesmas Gilingan di Kota Surakarta. Populasi kasus pada penelitian ini

adalah seluruh penderita DM tipe 2 yang tercatat di rekam medis dan Populasi

kontrol pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tidak menderita

DM tipe 2 yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pajang, Puskesmas

Penumping, Puskesmas Sibela, Puskesmas Sangkrah, dan Puskesmas Gilingan

di Kota Surakarta. . Dengan perbandingan 1:1 untuk kelompok kasus dan

kontrol maka besar sampel pada penelitian ini adalah 62 sampel kasus dan 62

sampel kontrol. Jadi jumlah sampel secara keseluruhan sebesar 124 sampel.

Teknik pengambilan sampel kasus pada penelitian menggunakan teknik

5

Purposive Sampling sedangkan Teknik pengambilan sampel kontrol dalam

penelitian ini menggunakan keluarga kasus (Suami/istri/saudara yang tinggal

dalam satu rumah dengan kasus) atau tetangga kasus (lingkup satu RW).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, Pekerjaan, dan Riwayat Keluarga

Karakteristik Kasus Kontrol

(n) (%) (n) (%)

Umur

≥45 57 91,9 44 71

<45 5 8,1 18 29

Min-Max 34-75 23-72

Mean 57,8226 52,7903

Jenis Kelamin

Laki-laki 11 17,7 23 37,1

Perempuan 51 82,3 39 62,9

Pendidikan

Sekolah Dasar/SD 23 37,1 14 22,6

SLTP/SMP 18 29 12 19,4

SLTA/SMA 15 24,2 25 40,3

Perguruan Tinggi 6 9,7 11 17,7

Pekerjaan

Buruh 2 3,2 7 11,3

Pensiunan 3 4,8 6 9,7

Pedagang/wiraswasta 10 16,1 11 17,7

PNS 2 3,2 0 0

Karyawan Swasta 2 3,2 11 17,7

Ibu rumah tangga 35 56,5 22 35,5

Pengangguran 3 4,8 3 4,8

Lainnya 5 8,1 2 3,2

Riwayat keluarga

Ada 27 43,5 24 38,7

Tidak Ada 35 56,5 38 61,3

Lama Menderita

≥5 26 41,9 0 0

<5 36 58,1 0 0

Min-Max 0,3 (3 bulan) - 29

(29 tahun)

Jenis Aktivitas Fisik

Berat 9 14,5 14 22,58

6

Sedang 54 87,10 53 85,48

Jalan 47 66,13 46 74,193

Min-Max Aktivitas fisik Berat 0-23040 0-26880

Min-Max Aktivitas fisik Sedang 0-11760 0-13440

Min-Max Aktivitas fisik Jalan 0-4158 0-11088

MET/ Minggu Aktivitas fisik Berat 501,29 1384,52

MET/ Minggu Aktivitas fisik Sedang 1779,03 2160,00

MET/ Minggu Aktivitas fisik Jalan 431,18 904,63

Sumber: Data Primer Terolah April 2021

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui hasil analisa gambaran

karakterisrik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan, lama terdiagnosis, dan riwayat keluarga DM.

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur diperoleh

bahwa umur tertinggi baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol

yaitu berusia kurang dari 45 tahun. Distribusi umur responden >45 tahun

pada kelompok kasus berjumlah 57 orang (91,9%), sedangkan pada

kelompok kontrol yaitu sebanyak 44 orang (71%).

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel 2

menunjukan bahwa responden paling banyak berjenis kelamin perempuan

baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Pada kelompok kasus

terdapat 51 orang berjenis kelamin perempuan, sedangkan pada kelompok

kontrol terdapat 39 orang berjenis kelamin perempuan.

Distribusi karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan pada tabel 2

menunjukan bahwa adanya perbedaan dominasi tingkat pendidikan antara

kelompok asus dan kelompok kontrol. Pada kelompok kasus mayoritas

responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar/SD dengan jumlah

23 responden (37,1%), sedangkan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi

memiliki jumlah yang cukup kecil yakni 6 responden (9,7%). Pada

kelompok kontrol mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan

SLTA/SMA dengan jumlah 25% responden (40,3%), sedangkan tingkat

pendidikan Perguruan Tinggi juga memiliki jumlah yang cukup kecil yakni

11 responden (17,7%).

7

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan pada tabel 2

menunjukan bahwa mayoritas pekerjaan responden baik kelompok kasus

maupun kelompok kontrol yakni Ibu Rumah Tangga (IRT). Pada kelompok

kasus terdapat 35 responden yang bekerja sebagai IRT (56,5%), sedangkan

pada kelompok kontrol yakni 22 responden (35%). Jenis pekerjaan paling

sedikit pada kelompok kasus yakni Buruh, PNS, dan karyawan swasta

dengan persentase 3,2%, sedangkan pada kelompok kontrol yakni jenis

pekerjaan laiinya dengan persentase 3,2%. Pada kelompok control tidak

terdapat responden yang bekerja sebagai PNS.

Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga pada tabel 2

menunjukan bahwa responden kontrol maupun kasus mayoritas tidak

memiliki riwayat keluarga yang menderita DM tipe 2. Pada kelompok kasus

terdapat 35 responden yang tidak memiliki riwayat keluarga DM tipe 2.

Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 38 resonden (61,3%).

Karakteristik responden berdasarkan lama menderita pada tabel 2

menunjukan bahwa responden paling lama menderita 29 tahun. Responden

yang menderita kelompok ≥5 tahun sebanyak 26 (41,9%) orang sedangkan

responden yang menderita <5 tahun sebanyak 36 orang (58,1%).

Pada tabel jenis aktivitas fisik menunjukan bahwa responden

kelompok kasus dan kelompok kontrol cenderung melakukan jenis aktivitas

fisik sedang. Dari 62 responden pada kelompok kasus terdapat 54 (87,10%)

orang melakukan jenis aktivitas sedang, 47 (66,13%) orang melakukan jenis

aktivitas berjalan dan hanya 9 (14,5%) orang yang melakukan jenis aktivitas

berat. Sedangkan pada kelompok kontrol dari 62 responden terdapat 53

(85,48%) orang melakukan jenis aktivitas sedang, 46 (74,193%) orang

melakukan jenis aktivitas berjalan dan hanya 14 (22,58%) orang yang

melakukan jenis aktivitas berat.

Kategori Tingkat Aktivitas fisik dalam International Physical Activity

Questionnaire (IPAQ) terdiri dari aktivitas fisik rendah , aktivitas fisik

sedang dan aktivitas fisik tinggi. Hasil penelitian mengenai aktivitas fisik

pada penderita DM di kota Surakarta disajikan dalam berikut:

8

Tabel 1. Hasil Analisis Univariat Variabel Aktivitas Fisik

Kategori Aktivitas

Fisik

Kasus Kontrol

(n) (%) (n) (%)

Rendah 22 35,5 16 25,8

Sedang 21 33,9 19 30,6

Tinggi 19 30,6 27 43,5

Total 62 100 62 100

Sumber: Data Primer Terolah April 2021

Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa mayoritas responden

kelompok kasus melakukan aktivitas kategori rendah yakni sebanyak 35,5%

sedangkan responden pada kelompok kontrol paling banyak melakukan

aktivitas fisik kategori tinggi yakni sebanyak 43,5%.

Tabel 4. Aktivitas Duduk Berdasarkan Waktu

Jenis

Aktivitas

Fisik

Kasus Kontrol

Min-

Max

Menit

/Hari

(n) (%) Min-

Max

Menit/

Hari

(n) (%)

Duduk 10-

540 210 62 100 20-1180 223,47

62 100

Sumber: Data Primer Terolah April 2021

Pada Tabel 4 menunjukan rata-rata kelompok kasus melakukan

aktivitas duduk selama 210 menit dengan batas minimal 10 menit dan

maksimal 540 menit. Sedangkan pada kelompok kasus rata-rata responden

melakukan aktivitas duduk dalam sehari sebanyak 223 menit dengan batas

minimal 20 menit dan batas maksimal 100 menit.

Tabel 4. Analisis Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM

Tipe 2

Aktivitas

Fisik

Kejadian DM tipe 2

P OR 95%CI Kasus Kontrol

(n) (%) (n) (%)

Rendah 43 55,1 35 44,9

0,193 1,746 0,835-3649 Tinggi 19 41,3 27 58,7

Total 62 100 62 100

Sumber: Data Primer Terolah April 2021

Pada Tabel 5 menunjukan distribusi aktivitas fisik responden baik

kelompok kontrol maupun kasus diketahui bahwa sebagian besar melakukan

9

aktivitas fisik rendah. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji

chi square menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik

dengan kejadian DM tipe 2 (p value= 0,193) dengan nilai OR = 1,746

(95%CI = 0,835-3649) sehingga aktivitas fisik belum merupakan faktor

risiko timbulnya penyakit DM tipe 2 di kota Surakarta.

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menggunakan uji Chi-Square

diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan

kejadian DM tipe 2 (p value = 0,193 >0,05). Penelitian ini menunjukan tidak

ada hubungan antara aktivitas fisik dengan diabetes melitus tipe 2

kemungkinan dikarenakan penelitan ini menggunakan metode case control

dengan jumlah sampel penelitian sedikit dan metode purposive sampling.

sedangkan nilai p-value sangat tergantung terhadap ukuran sampel. Semakin

besar sampel makan nilai p-value semakin kecil (Dick & Tevaearai, 2015),

dan penelitian cross sectional untuk mendapatkan sampel homogen

dilakukan dengan metode Random Sampling (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nuraini &

Supriatna (2019), meyatakan p value= 0,634 yang berarti tidak ada

hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM namun

memiliki hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian

DM. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Alwafi Ridho

Subarkah (2018), bahwa tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian

diabetes mellitus pada dewasa usia 30-50 tahun di Desa Nyatnyono

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Penelitian lain yang

mendukung yakni penelitian Maimunah et al. (2020), juga menyatatakan

bahwa tidak terdapat hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian

diabêtes millitus tipe 2 (р = 0,069>0,05) namun faktor Riwayat keluarga dan

pola makan memiliki hubungan dengan kejadian DM tipe 2 yang dilakukan

di RSUD dr.h.Moch Ansari Saleh. Temuan yang sama juga dilakukan oleh

Mayra (2013), di Daerah Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali,

berdasarkan hasil uji statistik yang di dapatkan, tidak ada hubungan

10

signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe II dengan nilai p=

0,170.

Hasil penelitian ini menunjukan tidak terdapat hubungan antara

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 namun secara teori

aktivitas fisik yang rendah dapat meningkatkan risiko terkena diabetes

melitus tipe 2. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak responden

yang melakukan aktivitas fisik rendah yakni sebanyak 55,1% responden

pada kelompok kasus dan 44,9% responden pada kelompok kontrol yang

melakukan aktivitas rendah. Barnes (2012), menyebutkan bahwa

aktivitas fisik secara langsung berhubungan dengan kecepatan pemulihan

gula darah otot. Metabolisme otot hanya sedikit menggunakan glukosa

darah pada saat tubuh beristiraht. Sedangkan pada saat beraktivitas otot

menggunakan glukosa darah dan lemak sebagai sumber energi utama

sehingga sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin meningkat yang

mana hal tersebut dapat meningkatkan kontrol gula darah (Kemenkes,

2011).

Berdasarkan hasil penelitian Penelitian Sipayung et al. (2017),

ditemukan bahwa bahwa seseorang yang melakukan aktivitas fisik ringan

memiliki peluang berisiko 6,2 kali lebih besar menderita diabetes melitus

tipe 2 dibandingkan dengan aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat.

Penelitian Alifu & Andriani (2020), yang dilakukan di di Wilayah Kerja

Puskesmas Sampolawa Kabupaten Buton Selatan, menunjukkan p value =

0,044 (α <0,05) yang bermakna bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik

dengan kejadian Diabetes Mellitus. Penelitian Trisnadewi et al. (2019), juga

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik

dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 (p= 0,041, OR= 0,529) dengan nilai

koefisien korelasi bertanda positif ini menunjukan bahwa semakin rendah

aktivitas fisik responden maka semakin besar risiko terkena diabetes melitus

tipe 2 di Puskesmas III Denpasar Utara. Begitu pula dengan penelitian

Kaunang et al. (2019), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

11

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus pada pasien rawat di Poli

interna dengan nilai p value=0,026.

Kurangnya Aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk

penyakit kronis. Aktivitas fisik yang kurang dapat meningkatan kadar gula

darah. Saat otot tidak bekerja, kelebihan energi akan diubah menjadi lemak

dan disimpan di rongga perut menjadi lemak fiseral. Saat beraktivitas, otot

menggunakan glukosa yang disimpan dalam bentuk glikogen sehingga

glukosa yang tersimpan akan berkurang dan membuat kadar gula darah

terkontrol (Bener et al, 2009). Aktivitas fisik merupakan salah satu pilar

penatalaksanaan DM. Aktivitas fisik dapat memperbaiki sensitifitas

terhadap insulin, sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa dalam darah

(Misnadiarly, 2006). Aktivitas fisik yang baik ialah aktivitas dengan

kebiasaan gaya hidup sehat seperti berjalan kaki, bersepeda santai, jogging,

berenang yang dilakukan secara teratur 3-4 kali dalam seminggu selama

kurang lebih 30 menit (PERKENI, 2019).

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sebagian besar responden pada kelompok kasus memiliki aktivitas fisik

rendah yakni sebanyak 34 orang (54,8%). Sedangkan pada kelompok

kontrol sebagian besar responden memiliki aktivitas fisik tinggi yakni

sebanyak 33 orang (53,2%). Kesimpulan penelitian menujukan bahwa tidak

terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 di Kota

Surakarta

4.2 Saran

Masyarakat usia <45 tahun agar melakukan aktivitas fisik minimal dengan

intensitas sedang sampai berat seperti jalan cepat sekeliling rumah, naik

turun tangga, senam aerobik, loncat tali, treadmill, push up, squat, lunges,

dan crunches minimal 3-4 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30

menit yang bertujuan untuk menurunkan risiko terjadinya DM. sedangkan

12

masyarakat usia ≥45 tahun melakukan aktivitas fisik intesitas ringan sampai

sedang seperti menyapu, senam lansia, berjalan jarak dekat, sepeda santai.

DAFTAR PUSTAKA

Alifu, R., & Andriani, R. (2020). Faktor- Faktor Yang Berhubungan dengan

Kejadian Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sampolawa

Kabupaten Buton Selatan. 2(2), 6–12.

Alwafi Ridho Subarkah. (2018). Hubungan Konsumsi Minuman Berpemanis Dan

Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes Melitus Pada Dewasa Usia 30-

50 Tahun Di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten

Semarang. Jurnal Gizi Dan Kesehatan. Nhk技研, 151(2), 10–17.

Balitbang Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar

(RISKESDAS) (Vol. 44, Issue 8). https://doi.org/10.1088/1751-

8113/44/8/085201

Balitbangkes. (2018). Laporan Provinsi Jawa Tengah Riskesdas 2018. In

Kementerian Kesehatan RI.

Dick, F., & Tevaearai, H. (2015). Significance and Limitations of the p Value.

European Journal of Vascular and Endovascular Surgery, 50(6), 815.

https://doi.org/10.1016/j.ejvs.2015.07.026

Gresty N, M. M. M. (2017). Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Kasih Gmim

Manado. E-Journal Keperawatan, 5(1), 2.

Balitbangkes. (2018). Laporan Provinsi Jawa Tengah Riskesdas 2018. In

Kementerian Kesehatan RI.

Handyani, S., Hubaybah, H., & Noerjoedianto, D. (2018). Diabetes Melitus Tipe

II Di Wilayah Kerja Puskesmas Olak Kemang Tahun 2018. Jurnal

Kesmas Jambi, 2(1), 1–11. https://online-

journal.unja.ac.id/jkmj/article/view/6535

International Diabetes Federation 9th Edition. (2019). Global Diabetes Data

Report 2010-2045. Journal IDF, 9(9), 1.

https://diabetesatlas.org/data/en/world/

Kaunang, W. P. J., Kesehatan, F., Universitas, M., & Ratulangi, S. (2019).

Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes Melitus Pada

Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bitung.

Kesmas, 7(5).

Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementerian

Kesehatan RI, 1–582.

Kemenkes RI. (2019a). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pusat Data Dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI, 1–8.

Kemenkes RI. (2019b). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health

13

Profile 2018].

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-

indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf

Lahan, D. S. L. M., Muzakkir, H., & Muktar, A. (2018). Faktor Risiko Kejadian

Diabetes Melitus (DM) Tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang

Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12(Dm), 430–435.

Maimunah, S., Rahman, E., Masyarakat, K., Masyarakat, F. K., Islam, U., Mab,

K., Masyarakat, K., Masyarakat, F. K., Kalimantan, U. I., Masyarakat,

K., Masyarakat, F. K., Islam, U., & Mab, K. (2020). Terhadap Kejadian

Diabetes Militus Type Ii Di Rsud Dr . H . Moch Ansari Saleh

Banjarmasin Tahun 2020.

Mayra, G. (2013). Aktivitas Fisik Dan Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Laki-

Laki Di Daerah Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Journal of

Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus : Ganggren, Ulcer, Infeksi. Mengenal

Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi (pp. 1–138).

Nuraini, H. Y., & Supriatna, R. (2019). Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik

dan Riwayat Penyakit Keluarga Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2.

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(1), 5–14.

https://doi.org/10.33221/jikm.v5i1.14

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Rosyada, A. dkk. (2013). Determinan Komplikasi Kronik Diabetes Melitus pada

Lanjut Usia Determinan of Diabetes Mellitus Chronic Complications on

Elderly. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7, 395–401.

Sipayung, R., Siregar, F. A., & Nurmaini. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik

dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Perempuan Usia Lanjut di

Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2017. Jurnal

Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, Dan Ilmu Kesehatan, 2, 78–86.

Soelistijo, S., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf, A.,

Sanusi, H., Lindarto, D., Shahab, A., Pramono, B., Langi, Y.,

Purnamasari, D., & Soetedjo, N. (2015). Konsesus Pengelolaan Dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe2 Di Indonesia 2015. In Perkeni.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbper

keni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-

Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-

2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQI

BhAB&usg=AOv

Trisnadewi, N. W., Widarsih, N. L., & Pramesti, T. A. (2019). Hubungan Obesitas

Sentral Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Puskesmas Iii Denpasar Utara. Bali Medika Jurnal, 6(2), 127–137.

https://doi.org/10.36376/bmj.v6i2.73