215
i IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE PADA LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus Pada Aksi Cepat Tanggap Cabang Semarang) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Disusun oleh: Dwi Sektiono NIM. 12010112140295 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang 2016

IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE PADA LEMBAGA

Embed Size (px)

Citation preview

i

IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE PADA

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

(Studi Kasus Pada Aksi Cepat Tanggap Cabang

Semarang)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Dwi Sektiono

NIM. 12010112140295

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro

Semarang

2016

ii

iii

iv

v

ABSTRACT

This research aims to identify, study and understand the organizational

management in the non-profit organization Aksi Cepat Tangap Semarang branch

with the paradigm of good governance.

Using a qualitative case study method with a phenomenon know in depth

the various resources required.

Aksi Cepat Tanggap committed to become a professional non-profit

organization that makes growing rapidly to gained trust society. The results of

this study show that the Aksi Cepat Tanggap had been applied the principles of

good governance. Conclusion this study found that when a non-profit

organization to apply the principles of good governance, non-profit organizations

may develop rapidly, lasting and gain public confidence.

Keywords: Good Governance, LSM, NGO, ACT

vi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menelaah dan

memahami tata kelola organisasi pada organisasi non profit Aksi Cepat Tanggap

cabang Semarang dengan paradigma good governance.

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan

studi kasus karena untuk mengetahui sebuah fenomena secara mendalam

dibutuhkan beraneka sumber informasi.

Komitmen Aksi Cepat Tanggap untuk menjadi organisasi non profit yang

profesional menjadikan ACT berkembang pesat sehingga mendapat kepercayaan

masyarakat di Indonesia dan dunia. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa

Aksi Cepat Tanggap dalam pelaksanaan organisasinya telah mengimlementasikan

prinsip-prinsip good governance. Dalam penelitian ini ditemukan kesimpulan

bahwa ketika sebuah organisasi non profit mengimplementasikan prinsip-prinsip

good governance maka organisasi non profit tersebut dapat berkembang pesat,

langgeng dan mendapat kepercayaan masyarakat.

Kata Kunci: Good Governance, LSM, NGO, ACT

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE PADA LEMBAGA

SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus Pada Aksi Cepat Tanggap

Cabang Semarang).” Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada

baginda Rasulullah Muhammad SAW. Seseorang yang harus dijadikan panutan

umat manusia karena keteladanannya yang luar biasa.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika

dan Bisnis Universitas Diponegoro. Dalam penulisan penelitian ini, penulis

banyak menjumpai tantangan dan rintangan. Namun, alhamdulillah penelitian ini

dapat terselesaikan dengan baik juga berkat bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Suharnomo, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan

yang berguna.

2. Dr. Harjum Muharam, S.E, M.E., selaku Ketua Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro yang dengan baik

memimpin jurusan.

viii

3. Dra. Rini Nugraheni, M.M., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta arahan yang sangat

berharga dalam penyusunan skripsi.

4. Sri Rahayu Tri Astuti, S.E., M.M., selaku Dosen Wali yang telah banyak

membantu penulis sejak awal kuliah hingga akhir kuliah.

5. Semua dosen dan karyawan FEB Undip yang telah memberikan ilmu,

inspirasi dan juga nasihat kehidupan.

6. Aksi Cepat Tanggap cabang Semarang. Bapak Sri Suroto, Mbak Novera,

Mbak Asrteatun, Pak Andi Rahmanto, Mas Chafidz dan MRI Semarang

yang telah bersedia membantu hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Semua teman-teman Manajemen FEB Undip angkatan 2012 yang baik

secara langsung atau tidak langsung telah banyak membantu penulis dalam

menempuh studi di FEB Undip.

8. Pengurus Harian Solid Sinergis. Yuliyan, Adindha, Weny, Ciqi, Ninda,

Sabrina, Paung, Berta dan Candra yang telah membantu penulis memimpin

UKM Peduli Sosial Undip dan menjadi kawan dalam suka dan duka.

9. Tim PHBD UKM Peduli Sosial Undip 2015. Yuliyan, Fatma, Pipit dan

Bilqis atas kerja keras teman-teman, sehingga mendapat kepercayaan

KEMENRISTEKDIKTI untuk melangsungkan program pengabdian yang

penuh pelajaran hidup.

10. Semua anggota UKM Peduli Sosial, khususnya periode 2015 yang telah

membantu dan koopertaif membantu penulis memimpin sebuah organisasi

yang luar biasa.

ix

11. Teman-teman KKN desa Glawan 2015 “Second Home Serenade”, Bang

Glorio, Bang Abur, Papang, Mila, Lita, Tasya, Ninik dan Rara yang kompak

dan saling memotivasi.

12. Teman-teman pendaki, para petualang dan pemburu Sun Rise, Arly, Dimas,

Madhon, Theda, Dodi, Kiwil, Ucup, Terry, Andre, Panca, Faiz, Rudi yang

menginspirasi dengan keunikan masing-masing.

13. Keluarga Poniman, S.E., M.Si. selaku pemilik Wisma dan teman-teman

Wisma: Haqi, Fahri, Ucup, Bang Asep, Mukhlas, Jeki, Bang Ahmad, Ulin,

Bang Arly, Bang Jendra, Hendro, Barra, Umar, Iqbal, Arif, Hasan, Mulki,

Taufiq, Ifan, Galih, Budi kalian menginspirasi dan mewarnai hidup penulis

dengan cara masing-masing.

14. Keluarga Pak Bambang pemilik Kos Oranye dan teman-teman kos yang

tidak bisa disebut satu per satu, yang telah banyak membantu baik secara

langsung maupun tidak.

15. Keluarga Pak Senen pemilik Kos Mulawarman 23A dan semua teman-

teman kos yang tidak bisa disebut satu per satu, telah membantu baik secara

langsung maupun tidak.

Hanya doa yang dapat penulis panjatkan, semoga Allah SWT

memberikan rahmat dan rizki yang lapang kepada segenap pihak yang telah

mendukung dan membantu demi terselesaikannya skripsi ini. Akhir kata,

semoga penelitian ini berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .......................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................... iv

ABSTRACT .............................................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

1.4 Sistematika Penulisan ......................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10

2.1 Landasan Teori.................................................................................. 10

2.1.1 Good Governance ........................................................................ 10

xi

2.1.2 Manajemen Strategik ................................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 22

3.1 Jenis Penelitian.................................................................................. 22

3.2 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 23

3.3 Objek Penelitian ................................................................................ 23

3.4 Subjek Penelitian .............................................................................. 23

3.5 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 25

3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 27

3.6.1 Partisipasi............................................................................................. 27

3.6.2 Observasi ............................................................................................. 28

3.6.3 Wawancara .......................................................................................... 29

3.6.4 Kajian Dokumen ................................................................................. 31

3.7 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 31

3.8 Metode Analisis Data ........................................................................ 32

3.9 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 35

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 26

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................... 26

4.1.1 Sejarah ACT ........................................................................................ 26

4.1.2 Gambaran Umum ACT ...................................................................... 38

4.1.3 Program ACT ...................................................................................... 44

xii

4.1.4 Narasumber ......................................................................................... 61

4.2 Analisis implementasi good governance ACT cabang Semarang .... 63

4.2.1 Manajemen Strategik ......................................................................... 67

4.2.2 Good Governance ............................................................................... 74

4.3 Interpretasi ...................................................................................... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 118

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 118

5.2 Keterbatasan .................................................................................... 118

5.3 Saran ............................................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 120

LAMPIRAN ........................................................................................................ 124

LAMPIRAN B: Potret Aktifitas ACT Cabang Semarang .................................. 126

LAMPIRAN C: Dokumen Legal ACT ............................................................... 130

LAMPIRAN D: Transkrip Wawancara .............................................................. 132

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Prinsip Good Governance Menurut Bappenas .................................. 13

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Tentang Good Governance ............................. 19

Tabel 3.10 Dasar Jastifikasi Informan Kunci ...................................................... 25

Tabel 3.20 Kronologis Pelaksanaan Wawancara ................................................ 30

Tabel 4.10 Penerimaan dana Kemanusiaan dan Zakat ACT............................... 44

Tabel 4.20 Deskripsi Narasumber ....................................................................... 62

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Penelitian ............................................................ 21

Gambar 4.1 Logo Aksi Cepat Tanggap............................................................... 39

Gambar 4.2 Struktur Organisasi ACT ................................................................. 43

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Foto Dokumentasi Penelitian ........................................................ 124

Lampiran B Foto Dokumentasi Program ACT ................................................. 126

Lampiran C Scan Dokumen Legal ACT ........................................................... 130

Lampiran D Transkrip Wawancara ................................................................... 132

Lampiran E Member Checking ......................................................................... 157

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tata kelola organisasi adalah hal yang sangat penting karena dapat

membantu bagaimana sebuah organisasi untuk menentukan cara agar dapat

mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Good governance selama ini diketahui

hanya diterapkan dalam dunia pemerintahan dan korporasi (Good Corporate

Governance), namun dewasa ini tidak hanya praktisi pemerintahan dan

korporasi saja yang menerapkan prinsip good governance, namun organisasi

non profit juga dituntut untuk menjadi organisasi yang profesional dengan

menerapkan prinsip-prinsip good governance.

Seiring berkembangnya zaman, good governance yang pada awalnya

hanya dijumpai pada organisasi pemerintahan, saat ini dapat dijumpai

penerapannya pada organisasi non pemerintahan (Ornop) atau yang kini lebih

dikenal dengan istilah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Bastian (2007)

mengatakan, good governance dalam artian umum adalah tata kelola

pemerintahan yang baik, pada umumnya diterapkan dalam organisasi sektor

publik, khususnya pemerintahan. Akan tetapi, good governance tidak terbatas

hanya pada sektor pemerintahan saja, namun juga terkait dengan

penyelenggaraan organisasi publik lainnya, termasuk di dalamnya LSM

(Lembaga Swadaya Masyarakat).

Di Indonesia pada akhir tahun 1970-an istilah Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) muncul untuk pertama kalinya. Istilah ini merupakan

2

istilah pengganti sebelumnya, yaitu Organisasi Non Pemerintah (Ornop),

yang merupakan terjemahan langsung dari istilah dalam bahasa inggris Non

Goverment Organization (NGO). Penggantian istilah Ornop dikarenakan

berkonotasi negatif, yaitu seakan-akan melawan pemerintah (Saidi, 1995: 9).

Di Indonesia, ada dua jenis badan hukum untuk menaungi organisasi

non profit, yaitu yayasan dan asosiasi. Yayasan pertama kali diakui sebagai

badan hukum pada saat zaman kolonial Belanda pada tahun 1870. Biasanya

tujuan yayasan adalah sosial, agama, pendidikan, kemanusiaan dan

lingkungan. Bentuk lain dari badan hukum yang digunakan oleh LSM adalah

asosiasi, yaitu sebuah organisasi yang didirikan oleh sejumlah orang untuk

melayani kepentingan anggotannya atau masyarakat. Berbeda dengan

yayasan, yang merupakan organisasi non anggota, asosiasi didirikan atas

dasar keanggotaan (Hans, dkk., 2005).

Di dalam dunia LSM timbul sebuah fenomena mengenai semakin

menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas oleh organisasi secara

keseluruhan, tuntutan ini terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan

pemberian informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat. (Bastian,

2007: 75).

Dewasa ini tingkat kepercayaan terhadap Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) menurun sejak tahun 2011. Pada tahun 2013, tingkat

kepercayaan pada LSM masih di posisi yang cukup tinggi yaitu 61 persen,

namun terjadi penurunan pada tahun 2012 menjadi 58 persen. Penurunan

terus terjadi hingga 2013. Angka-angka tersebut merupakan hasil survey

3

global Edelman terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada LSM seluruh

dunia. Edelman mengungkapkan, bahwa tingkat kepercayaan terhadap LSM

secara global berada pada posisi 63 persen. Indonesia berada cukup jauh di

bawahnya. Bahkan tingkat kepercayaan pada LSM di Indonesia menjadi yang

terendah di antara negara-negara Asia Pasifik (Kemendagri, 2015).

Awaliyah (2015) mengatakan, tuntutan zaman saat ini mengharuskan

LSM untuk bekerja dalam lingkungan yang sangat kompetetif. LSM harus

meningkatkan kinerjanya agar dapat memberikan kualitas program yang lebih

baik serta memberikan hasil yang paling baik dalam mencapai tujuan

perubahan sosialnya. Beberapa tantangan yang dihadapi oleh LSM di

antaranya yaitu, kapasitas akuntabilitas dan manajemen yang terbatas,

kurangnya sumber daya dan peluang untuk meningkatkan kapasitas staf,

kurangnya jaringan dan peluang berjejaring antar LSM dalam rangka

mendukung lembaga individu maupun sektor LSM, serta kesulitan menjamin

pendanaan yang stabil.

Secara kelembagaan LSM, terdapat adanya pemilik dan pengurus

(manajemen). Pemilik adalah seseorang yang mempunyai hak untuk

mendelegasikan tugas kepada pengurus (manajemen). Adanya pendelegasian

tugas dari pemilik yayasan atau LSM kepada pengelola (manajemen) untuk

menjalankan organisasi sesuai visi misi dan tujuan orgamisasi tersebut.

Pendelegasian tugas tersebut dengan menerapkan prinsip - prinsip good

governance. Dengan pendelegasikan yang sesuai dengan prinsip good

4

governance maka dapat diketahui bentuk implementasi dari prinsip good

governance yang dijalankan organisasi tersebut.

Semakin kritisnya masyarakat, menjadikan prinsip-prinsip good

governance sebagai solusi akan tuntutan profesonalisme pada sebuah

organisasi non profit atau LSM. Karena pelaksanaan good governance

memiliki beberapa prinsip, diantaranya akuntabilitas, transparansi, partisipasi,

penegakan hukum, daya tangkap, kesetaraan, efisiensi, efektifitas,

profesionalisme, dan pengawasan (Bastian, 2007: 75).

Salah satu LSM di Indonesia yang bergerak pada dunia sosial dan

kemanusiaan adalah Aksi Cepat Tanggap yang selanjutnya disebut ACT.

Organisasi ini secara resmi berdiri pada tangal 21 April 2005 dengan badan

hukum sebagai yayasan. ACT berawal dari kegiatan tanggap darurat,

kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pasca

bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program

berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf. ACT bahkan menjadi

organisasi yang menginspirasi pemerintah untuk membentuk BNPB atau

Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Kiprah ACT tidak hanya ditemukan di dalam negeri saja, namun

kontribusi ACT dalam bidang kemanusiaan telah melintasi batas negara. Pada

skala global, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representative

person sampai menyiapkan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan aktivitas

program global sudah sampai ke 22 Negara di kawasan Asia Tenggara, Asia

Selatan, Timur Tengah, Afrika, Indocina dan Eropa Timur. Wilayah kerja

5

ACT di skala global diawali dengan kiprah dalam setiap tragedi kemanusiaan

di berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan dan kekeringan,

konflik dan peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok minoritas

berbagai negara. Melejitnya ACT hingga munculnya kepercayaan publik

yang besar merupakan gambaran dari suksesnya manajemen membentuk

sebuah tata kelola organisasi yang profesional dengan prinsip good

governance.

ACT sebagai organisasi yang berkomitmen untuk melebarkan

semangat kedermawanan hingga sampai ke pelosok Nusantara tentunya

didukung oleh beberapa anak cabang di tingkat provinsi. ACT cabang

Semarang merupakan anak cabang ACT yang berkonsentrasi untuk wilayah

Jawa Tengah, keberadaannya tentu menginterpretasikan profesionalisme ACT

dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi non profit.

Melihat fenomena yang telah disebutkan di atas, menarik kiranya untuk

mengkaji lebih dalam mengenai penerapan prinsip good governance pada

ACT cabang Semarang mengingat organisasi ini merupakan lembaga

kemanusiaan profesional yang mempunyai reputasi baik di Indonesia maupun

di kancah dunia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, telah ditunjukkan adanya

sebuah fenomena bahwa di Indonesia mulai muncul kesadaran akan tuntutan

pelaksanaan akuntabilitas oleh organisasi secara keseluruhan, tuntutan ini

terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi

6

dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat, yaitu tuntutan LSM yang

akuntabel dan transparan. Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh

Edelman, menunjukan adanya penurunan tingkat kepercayaan terhadap LSM

secara global dan di Indonesia. Bahkan tingkat kepercayaan pada LSM di

Indonesia menjadi yang terendah diantara negara-negara Asia Pasifik.

Aksi Cepat Tanggap adalah salah satu LSM yang bergerak pada

bidang kemanusiaan dan kebencanaan yang menunjukan keberhasilannya

melalui sebuah tata kelola organisasi yang baik sehingga mendapat

kepercayaan di mata masyarakat Indonesia maupun dunia. Kepercayaan

masyarakat diperoleh dari hasil kinerja ACT. Hasil kinerja tersebut

dimungkinkan karena diterapkannya prinsip-prinsip good governance oleh

ACT.

Dalam penerapan prinsip-prinsip good governance terdapat

pendelegasian tugas antara pemilik yayasan dan manajemen. Pendelegasian

tugas pemilik yayasan ACT kepada manajemen ACT didasarkan pada

prinsip-prinsip good governance yang diterapkan. Dari pendelegasian tugas

tersebut dapat diketahui bagaimana implementasi dari good governance di

dalam organisasi ACT.

Atas dasar tersebut maka penelitian ini mencoba untuk menjawab

pertanyaan penelitian ini yaitu: Bagaimana tata kelola organisasi Aksi Cepat

Tanggap (ACT) cabang Semarang dalam menerapkan prinsip good

governance?

7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengidentifikasi penerapan good

governance pada organisasi kemanusiaan non profit Aksi Cepat Tanggap

cabang Semarang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi ilmu manajemen dalam praktik prinsip good

governance pada organisasi non profit atau LSM.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

dapat digunakan oleh beberapa pihak, yaitu:

a. Bagi Akademik

Sebagai bahan referensi untuk pembaca dan penelitian

selanjutnya.

b. Bagi Organisasi

Sebagai bahan masukan bagi organisasi untuk digunakan

sebagai dasar pertimbangan dalam evaluasi internal atau dasar

dalam penetapan kebijakan.

8

c. Bagi Pihak Lain

Diharapkan dapat menjadi informasi dan referensi bagi

organisasi non profit lain yang belum menerapkan prinsip-prinsip

good governance.

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian dengan sistematika penelitian

sebagai berikut:

1. BAB I – PENDAHULUAN

Bab pertama memuat tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

2. BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tenang penjabaran teori-teori yang digunakan

untuk mendukung penelitian, hasil penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya dan kerangka pemikiran.

3. BAB III - METODE PENELITIAN

Berisi tentang pedekatan penelitian, jenis penelitian, subjek dan

objek penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, uji

keabsahan data dan metode analisis data.

4. BAB IV - HASIL DAN ANALISIS

Menjabarkan tentang gambaran objek penelitian, hasil

wawancara, analisis dan interpretasi.

9

5. BAB V – PENUTUP

Penutup merupakan bagian akhir dalam penelitian ini yang berisi

simpulan, keterbatasan penelitian dan saran.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Good Governance

2.1.1.1 Pengertian dan Konsep Dasar

Sedarmayanti (2012) menjelaskan istilah good governance

pertama kali dikeluarkan oleh lembaga pembangunan internasional

World Bank untuk memperkenalkan pendekatan baru dalam

melaksanakan proses pembangunan. Pengertian good governance

sering diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang baik. World

Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber

daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan

masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik,

ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara.

Sarinah (2016), menurut bahasa good governance berasal

dari dua kata bahasa Inggris, yaitu good yang berarti baik dan

governance yang berarti tata kelola pemerintahan. Sehingga good

governance dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik,

atau pengelolaan / penyelenggaraan kepemerintahan yang baik

Selain itu muncul pula istilah good corporate governance pada tahun

1992 yang diperkenalkan pertama kali oleh Cadbury Committee

yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report atau Laporan

11

Cadbury. Laporan ini dipandang sebagai titik balik yang sangat

menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia.

Pengertian good corporate governance menurut Monks (dikutip oleh

Kaihatu, 2006) yaitu sebuah sistem yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah untuk

semua stakeholder. Terdapat teori utama terkait dengan good

governance dan good corporate governance dalam penelitian ini,

yaitu teori stewardship.

2.1.1.2 Teori Dasar

Menurut Chinn dan Shaw (dikutip oleh Kaihatu, 2006),

dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah

Teori Agensi dan Teori Stewardship. Dengan adanya stewardship

theory dan agency theory, berbagai pemikiran mengenai corporate

governance muncul dan berkembang dengan tujuan menciptakan

suatu pengelolaan untuk mendorong kinerja perusahaan. Oleh

karena itu dibutuhkan suatu paradigma baru yaitu tata kelola

organisasi yang good governance.

Dalam penelitian ini digunakan teori stewardship. Dalam

teori stewardship tidak ada konflik antara prinsipal dan steward.

Karena steward berfungsi sebagai pelayan prinsipal. Sedangkan

dalam teori agensi terdapat konflik antara prinsipal dan agent yang

dikenal dengan conflict of interest. Jadi, teori yang cocok untuk

12

penelitian ini adalah teori stewardship karena tidak ditemukannya

konflik antara prinsipal dan steward.

Donaldson dan Davis (1991) mengatakan bahwa, teori

stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para

manajer (steward) tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

akan tetapi lebih berorientasi pada sasaran hasil utama mereka

untuk kepentingan organisasi atas pendelegasian tugas oleh pemilik

(prinsipal), sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan

sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai

steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal,

selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya

sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya.

Singkatnya teori stewardship dibangun di atas asumsi

filosofis mengenai sifat manusia, yaitu bahwa manusia pada

hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh

tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak

lain. Teori stewardship memandang manajemen sebagai hal yang

dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi

kepentingan publik maupun stakeholders (prinsipal).

Sesuai dengan teori stewardship bahwa para steward

termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu

perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab

steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Dalam kasus

13

penelitian ini, terjadi pendelegasian tugas untuk menjalankan

organisasi dengan baik. Pendelegasian tugas prinsipal (pemilik

yayasan ACT) kepada steward (manajemen ACT) didasarkan pada

prinsip-prinsip good governance yang diterapkan. Dari

pendelegasian tugas tersebut dapat diketahui bagaimana

implementasi dari good governance di dalam organisasi ACT.

2.1.1.3 Prinsip Good Governance

Dari beragamnya wacana mengenai prinsip good

governance, apabila mengacu pada prinsip good governance di

Indonesia yang disusun oleh Tim Pengembangan Kebijakan

Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik oleh Bappenas,

Sekurang-kurangnya terdapat empat belas nilai yang menjadi

prinsip tata kepemerintahan yang baik, yaitu seperti pada tabel

berikut ini:

Tabel 2.1

Prinsip Good Governance Menurut Tim Pengembangan

Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik,

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas

No. Prinsip Indikator Minimal

1. Wawasan ke Depan

(Visionary)

- Adanya visi dan strategi

yang jelas dan mapan

dengan menjaga kepastian

hukum.

- Adanya kejelasan setiap

tujuan kebijakan.

- Adanya dukungan dari

perilaku untuk mewujudkan

visi.

2. Keterbukaan dan

Transparansi

- Tersedianya infomasi yang

memadai pada setiap proses

14

(Openess and

Transparency)

penyusunan implementasi

kebijakan.

- Adanya akses pada

informasi yang siap, mudah

dijangkau, bebas diperoleh

dan tepat waktu.

3. Partisipasi

Masyarakat

(Participation)

- Adanya pemahaman tentang

proses / metode partisipatif.

- Adanya pengambilan

keputusan yang didasarkan

atas konsensus bersama.

4. Tanggung Gugat

(Accountability)

- Adanya kesesuaian antara

pelaksanaan dengan standar

prosedur dengan

pelaksanaan.

5. Supremasi Hukum

(Rule of Law)

- Adanya kepastian dan

penegakan hukum.

- Adanya pemahaman

mengenai pentingnya

kepatuhan terhadap hukum

dan peraturan.

6. Demokrasi

(Democracy)

- Adanya kebebasan dalam

menyampaikan aspirasi

dalam berorganisasi.

- Adanya kesempatan yang

sama bagi anggota

masyarakat untuk memilih

dan membangun konsensus

dalam pengambilan

keputusan.

7. Profesionalisme &

Kompetensi

(Professionalism &

Competency)

- Kreatif dan inovatif

- Memiliki kualifikasi di

bidangnya

- Berkinerja tinggi

- Taat azas

8. Daya Tanggap

(Responsiveness)

- Tersedianya layanan dengan

prosedur yang mudah

dipahami oleh masyarakat.

- Adanya tindak lanjut yang

cepat dari laporan dan

pengaduan.

9. Keefisienan &

Keefektifan

(Efficiency &

Effectiveness)

- Terlaksananya administrasi

penyelenggaraan negara

yang berkualitas dan tepat

sasaran dengan penggunaan

sumber daya yang optimal.

15

- Berkurangnya tumpang

tindih penyelenggaraan

fungsi organisasi atau unit

kerja.

10. Desentraslisasi

(Decentralization)

- Adanya kejelasan

pembagian tugas dan

wewenang dalam berbagai

tingkatan jabatan.

11. Kemitraan Dengan

Dunia Swasta dan

Masyarakat

(Private Sector &

Civil Society

Partnership)

- Adanya pemahaman tentang

pola kemitraan

- Terbukanya kesempatan

bagi masyarakat untuk turut

berperan dalam penyediaan

pelayanan umum.

12. Komitmen Pada

Pengurangan

Kesenjangan

(Commitment to

Reduce Inequality)

- Adanya layanan-layanan

bagi masyarakat yang tidak

mampu.

- Adanya pemberdayaan

kawasan tertinggal.

13. Komitmen Pada

Lingkungan Hidup

(Commitment to

Enviromental

Protection)

- Adanya keseimbangan

antara pemanfaatan sumber

daya alam dan perlindungan

/ konservasinya.

14. Komitmen Pada

Pasar Yang Fair

(Commitmet to

Fair Market)

- Tidak ada monopoli

- Terjaminnya kompetisi yang

sehat.

Sumber: Sedarmayanti (2012)

2.1.2 Manajemen Strategik

Hadari (2012) mengatakan bahwa, manajemen strategik adalah

perencanaan berskala besar (disebut Perencanaan Strategik) yang

berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut Visi), dan

ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang

bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi

berinteraksi secara efektif (disebut Misi), dalam usaha menghasilkan

sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan/atau

16

jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada

optimalisasi pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai

sasaran (Tujuan Operasional) organisasi.

Pengertian yang cukup luas ini menunjukan bahwa manajemen

strategik merupakan suatu sistem yang sebagai suatu kesatuan memiliki

berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,

dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula.

Hadari (2012) menyebutkan, manajemen strategik memiliki

beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan

berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan

sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk rencana strategik

yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional, yang kemudian

dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan.

2. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan, untuk

organisasi profit kurang lebih sampai 10 tahun mendatang, sedang

untuk organisasi non profit khususnya di bidang pemerintahaan

untuk satu generasi, kurang lebih 25-30 tahun.

3. Visi dan Misi, pemilihan strategi yang menghasilkan strategik induk

(utama), dan tujuan strategik organisasi untuk jangka panjang,

merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategik, namun

dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak

secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di dalamnya.

17

4. Rencana strategik dijabarkan menjadi rencana operasional yang

antara lain berisi program-program operasional termasuk proyek-

proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-masing juga sebagai

keputusan manajemen puncak.

5. Penetapan rencana strategik dan rencana operasional harus

melibatkan manajemen puncak karena sifatnya sangat mendasar dan

prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk

mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi

jangka sedang termasuk panjangnya.

6. Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk

proyek-proyek untuk mencapai sasarannya masing-masing dilakukan

melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya yang mencakup

pengorganisasian, pelaksanaan (actuating), penganggaran dan

kontrol. Hasilnya yang diperoleh berupa produk dapat berbentuk

barang (pembangunan fisik termasuk pengadaan peralatan dan

perlengkapan kerja), jasa atau hasil yang bersifat non fisik

(pembinaan mental, spiritual/keagamaan, pengembangan kebutuhan,

teretib hukum, pertumbuhan ekonomi., peningkatan kesejahteraan

rakyat dan lain-lain), dalam melaksanakan pelayanan umum (public

service) dan secara pemberian pelayanan, seperti kecepatan,

kemudahan, ketertiban, kenyamanan, ketepatan waktu dan lain-lain,

yang memuaskan sebagai pihak yang dilayani.

18

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan, antara lain:

1. Dedy Hermawan, dkk

Penelitian ini berjudul Akuntabilitas Eksistensi Organisasi Non

Pemerintah dalam Perspeltif Governance (Studi Yayasan Lembaga

Pembinaan Masyarakat Desa Lampung), poenelitian yang dilakukan oleh

Hermawan, dkk ini bertujuan untuk menganalisis akuntabilitas Lembaga

Swadaya Masyarakat yaitu Yayasan Lembaga Pembinaan Masyarakat

Desa Lampung. Subjek dalam penelitian ini merupakan karyawan LSM

YLPMD Lampung. Penelitian ini menyimpulkan LSM YLPMD Lampung

telah menerapkan prinsip akuntabilitas dari prinsip governance.

2. Ahmad Husnan Asna

Penelitian Ahmad Husnan Asna yang berjudul Implementasi Good Ornop

Governance (Studi Terhadap Pengalaman YLPMD Lampung dalam

Membangun Internal Governance) ini bertujuan untuk menganalisis

Yayasan Lembaga Pembinaan Masyarakat Desa Lampung dari sudut

pandang governance. Dalam penelitian ini dahasilkan bahwa dalam tata

kelola organisasinya YLPMD Lampung mengimplementasikan prinsip

governance secara lebih luas tidak hanya dilihat dari prinsip akuntabilitas.

3. Hans Atlov, dkk

Hans Atlov, dkk dalam penelitiannya yang berjudul NGO Governance

and Accountability in Indonesia Challenges in a Newly Democratizing

Country ini memiliki tujuan yaitu untuk mengidentifikasi tata kelola

19

organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat dilihat dari sudut pandang

akuntabilitas pada prinsip governance. Penelitian ini menghasilkan

terdapat beberapa LSM di Indonesia yang belum akuntabel secara

kelembagaan.

4. Bob Sugeng Hadiwinata

Bob Sugeng Hadiwinata dalam penelitiannya yang berjudul Practicing

Good Governance in Indonesia: NGOs Experience ini bertujuan untuk

mengidentifikasi praktik good governance pada Lembaga Swadaya

Masyarakat di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan prinsip

governance dapat menjadi solusi untuk LSM agar meiliki daya saing.

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu Tentang Good Governance

No. Peneliti Judul Penelitian Subjek penelitian Hasil Penelitian

1.

Dedy

Hermawan,

dkk

Akuntabilitas

Eksistensi

Organisasi Non

Pemerintah dalam

Perspeltif

Governance (Studi

Yayasan Lembaga

Pembinaan

Masyarakat Desa

Lampung)

Yayasan

Lembaga

Pembinaan

Masyarakat Desa

Lampung

Penelitian ini

menyimpulkan

bahwa, LSM

YLPMD

menerapkan

prinsip-prinsip

governance yang

berfokus pada

akuntabilitas

organisasi.

2.

Ahmad

Husnan

Asna

Implementasi

Good Ornop

Governance (Studi

Terhadap

Pengalaman

YLPMD Lampung

dalam

Membangun

Internal

Governance).

YLPMD

Lampung

Penelitian ini

menyimpulkan

implementasi

good governance

pada LSM

YLPMD lampung

dari beberapa

prinsip-prinsip

good governance

secara lebih luas.

20

Sumber: data yang diolah.

3. Hans Atlov,

dkk

NGO Governance

and Accountability

in Indonesia

Challenges in a

Newly

Democratizing

Country

LSM di

Indonesia

Meneliti tentang

awal kebangkitan

LSM di Indonesia

dalam kaitanya

dengan penerapan

prinsip-prinsip

good governance.

4.

Bob Sugeng

Hadiwinata

Practicing Good

Governance in

Indonesia: NGOs

Experience.

LSM di

Indonesia

Penelitian

mengahsilkan

identifikasi kiprah

LSM di Indonesia

dalam

mewujudkan

prinsip-prinsip

good governance

pada organisasi

non pemerintah

atau Lembaga

Swadaya

Masyarakat

(LSM).

2.3 Kerangka Penelitian

Untuk membantu memahami tata kelola organisasi yang merupakan

bagian dari penerapan prinsip good governance pada LSM diperlukan suatu

kerangka penelitian. Dari landasan teori yang telah diuraikan diatas, maka

kerangka teoretis untuk penelitian ini disusun sebagai berikut:

21

Sumber: data yang diolah

Pen

deleg

asian

Tu

gas

Gambar 2.1

Skema Kerangka Penelitian

Visi

Transparansi

Partisipasi

Akuntabilitas

Supremasi Hukum

HukumHukum Demokrasi

Profesionalisme

Daya Tanggap

Efisien & Efektif

Komitmen Kesenjangan

Komitmen Lingkungan

Desentralisasi

Kemitraan

Komitmen Pasar Fair

Prinsip Good

Governance

Manajemen

Strategik

Tata Kelola

ACT

Prinsipal

(Pemilik

Yayasan)

Steward

(manajemen

ACT)

Stew

ardsh

ip

Penggerak

Proses

Umpan Balik

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini untuk mengetahui lebih dalam mengenai tata

kelola organisasi ACT cabang Semarang maka dibutuhkan peran serta para

karyawan yang bekerja pada organisasi tersebut, sehingga akan diperoleh data

yang kemudian akan digunakan untuk mendeskipsikan bagaimana tata kelola

dan manajemen pada ACT cabang Semarang. Oleh karena data yang akan

diolah bukan merupakan data matematis ataupun statistik dan diperlukan

pemahaman yang mendalam pada setiap fenomena, maka digunakan metode

kualitatif untuk menyempurnakan penelitian ini.

Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yaitu sebuah

penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistik yang temuan-temuannya

tidak diperoleh dari prosedur penghitungan secara statistik (Basrowi dan

Suwandi, 2008). Sedangkan menurut Meleong (2010) penelitian kualitatif

adalah penelitian yang mempunyai maksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan dan lain sebagainya secara holistik dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Melalui

penelitian kualitatif, data yang dihasilkan adalah data deskriptif berupa kata-

kata tertulis dan lisan dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati.

23

3.2 Pendekatan Penelitian

Untuk memahami tata kelola dan manajemen ACT cabang Semarang

secara mendalam, maka penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus

(case study). Menurut Basrowi dan Suwandi (2008) pendekatan studi kasus

merupakan penelitian lapangan, yaitu penelitian untuk mengungkap realitas

kehidupan secara langsung.

Tujuan digunakannya pendekatan studi kasus (case study) yaitu

untuk mengetahui sebuah fenomena secara mendalam dengan melibatkan

pengumpulan beraneka sumber informasi (Raco, 2010). Dengan demikian

penelitian dengan pendekatan studi kasus ini dipilih karena dapat

mengantarkan kepada tujuan penelitian ini yaitu untuk menelaah lebih dalam

tentang tata kelola dan manajemen organisasi ACT cabang Semarang.

3.3 Objek Penelitian

Sugiyono (dikutip oleh Basrowi dan Suwandi, 2008) mengatakan

objek penelitian kualitatif adalah objek alamiah, yaitu objek yang apa adanya,

yang tidak dimanipulasi oleh peneliti. Sementara objek alamiah dalam

penelitian ini adalah tata kelola dan manajemen pada ACT Cabang Semarang.

3.4 Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini teknik purposive sampling digunakan untuk

menentukan subjek penelitian. Teknik purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel tidak secara acak tetapi dilakukan dengan berdasarkan

pada kebijaksanaan peneliti itu sendiri. Menurut Azuar, dkk (2014)

mengatakan bahwa dalam penentuan dan pemilihan sampel dengan cara

24

purposive berdasarkan pertimbangan atau jastifikasi tertentu dari peneliti.

Teknik ini memberikan persyaratan yang akan dijadikan dasar dalam

pemilihan sampel agar sesuai dengan karakteristik yang dikehendaki dalam

analisis.

Dalam penarikan sampel menggunakan purposive sampling ini

menggunakan teknik non probabilitas, karena tujuan dari penarikan sampel

kualitatif yaitu untuk memperoleh informasi dari gejala atau individu yang

sedang diteliti bukan melakukan generalisasi sampel (Sarwono, 2011).

Sarwono (2006) mengatakan teknik non probabilitas yaitu teknik

pengambilan sampel yang tidak didasarkan pada rumusan statistik tetapi lebih

pada pertimbangan subjektif peneliti dengan didasarkan pada jangkauan dan

kedalaman masalah yang sedang diteliti, selain itu pemilihan sampel ini tidak

berdasarkan kuantitas akan tetapi tapi lebih pada kualitas orang yang akan

diteliti atau disebut informan kunci.

Dalam penelitian ini, subjek yang menjadi fokus penelitian adalah

karyawan ACT cabang Semarang. Agar penelitian ini dapat diselesaikan

dengan baik, langkah selanjutnya yaitu menentukan informan sebagai sumber

data penelitian, kemudian telah ditentukan lima orang sebagai informan

kunci. Berikut ini adalah tabel nama-nama informan kunci dari penelitian ini

beserta dasar jastifikasi pemilihan dan penetapannya:

25

Tabel 3.1

Dasar Jastifikasi Informan Kunci

No. Nama Jabatan Jastifikasi

1 Sri Suroto Branch

Manager

Sosok yang berpengaruh dan paling

mengerti fenomena organisasi secara

mendalam dan memiliki beberapa

pengalaman dalam organisasi sosial.

2 Novera

Fratiwi

Accounting and

Finance

Sosok yang mengetahui secara rinci

mengenai administrasi ACT cabang

Semarang dan pengalamannya bekerja

pada organisasi kemanusiaan non profit

lain.

3 Astreatun Marketing

Communication

and Community

Development

Sosok yang memahami interaksi ACT

cabang Semarang kepada stakeholder

dalam menjalankan tugasnya di lapangan.

4 Andi

Rahmanto

Partnership

Manager

Sosok yang selalu menjadi wakil ACT

cabang Semarang ketika akan

membangun jejaring kepada stakeholder,

relasi untuk menjadi donatur atau mitra.

5 Chafidz

Rohman

Program

Manager

Sosok yang bertanggung jawab dalam

pelaksanaan setiap program.

Sumber: data yang diolah.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Sarwono (2006) mengatakan sumber data penelitian kualitatif adalah

data deskriptif berupa gejala-gejala, kejadian dan peristiwa bukan dalam

berupa angka. Jenis sumber data pada penelitian kualitatif yaitu data primer

dan data sekunder. Pengertian data primer yaitu data yang berupa teks hasil

dari wawancara dengan informan, sedangkan data sekunder yaitu data-data

yang sudah tersedia sebelumnya yang didapatkan dari membaca, melihat atau

mendengarkan.

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2010), sumber data

utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya

26

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan sumber data

lainnya bisa berupa tertulis (sekunder) dan dokumentasi seperti foto.

Dalam penelitian ini data yang diperlukan dalam penelitian ini

berasal dari dua sumber yakni:

a. Data Primer

Sekaran (2006) mendefinisikan data primer yaitu sumber data

utama yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian.

Pendapat lain oleh Meleong (2010) mengatakan data primer adalah data

yang bersumber dari hasil wawancara dengan informan. Berikut ini

merupakan data primer yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Profil informan

2. Informasi tata kelola organisasi berupa transkrip wawancara

b. Data Sekunder

Menurut Sekaran (2006, h. 65), data sekunder adalah data yang

dikumpulkan dari sumber yang telah ada, keuntungan menggunakan data

sekunder adalah penghematan waktu dan biaya memperoleh informasi.

Dalam penelitian ini, data sekunder ysng digunakan yaitu:

1. Dokumen legal ACT dari Depsrtemen Sosial RI dan Kemenkumham.

2. Laporan keuangan tahunan ACT

3. Foto dokumentasi ACT

4. Situs internet: Sejarah ACT, Program ACT

5. Dokumen internal ACT cabang Semarang

27

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan metode partisipasi, wawancara, observasi, dan

dokumentasi.

3.6.1 Partisipasi

Dalam penelitian metode kualitatif partisipasi merupakan salah

satu cara mencari data atau informasi yang paling utama, caranya yaitu

dengan melalui keterlibatan langsung dengan objek yang diteliti (Sarwono,

2006). Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah tata kelola dan

manajemen pada ACT cabang Semarang, sehingga dalam upaya mencari

data atau informasi perlu melakukan keterlibatan langsung di dalam

aktifitas organisasi ACT cabang Semarang.

Dalam melakukan partisipasi, yaitu dengan cara melibatkan diri

dalam aktifitas ACT cabang Semarang, berikut ini adalah bentuk

partisipasi yang dilakukan:

1. Mengikuti rapat program kerja dan pelantikan MRI (Masyarakat

Relawan Indonesia) Jawa Tengah yang dilaksanakan pada hari

minggu, 7 Agustus 2016 di Gedung Students Center Unnes (PKMU)

Lantai 2, Universitas Negeri Semarang.

2. Turut serta sebagai pembantu teknis kegiatan Sekolah Kebencanaan

yang diadakan ACT cabang Semarang bekerja sama UKM Peduli

Sosial Universitas Diponegoro di SD Negeri Gedawang, Banyumanik,

Semarang pada tanggal 22 Oktober 2016.

28

3.6.2 Observasi

Observasi mencakup kegiatan dengan melakukan pencatatan

sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek, yang dilihat dan hal-

hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang

dilakukan (Sarwono, 2006).

Menurut Meleong (2010), proses observasi atau pengamatan

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pengamatan terbuka dan

pengamat tertutup. Pengamatan terbuka yaitu keberadaan pengamat

diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan

kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek

menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan,

sedangkan pengamatan tertutup yaitu pengamat melakukan pengamatan

tanpa diketahui oleh subjek yang diteliti.

Dalam penelitian ini, pengamatan dilakukan untuk memperoleh

data atau informasi mengenai bagaimana tata kelola dan manajemen pada

ACT cabang Semarang. Sedangkan pengamatan yang dilakukan termasuk

klasifikasi pengamatan terbuka, yaitu pengamat meminta izin kepada

pihak manajemen ACT cabang Semarang untuk melakukan penelitian

dengan pengamatan langsung. Berikut ini adalah observasi yang

dilakukan:

1. Mengamati secara langusng aktivitas organisasi ACT

2. Mengamati pelayanan kepada tamu atau donatur

3. Mengamati ACT dalam menjalankan program-program

29

4. Mengamati proses pembayaran donasi

3.6.3 Wawancara

Menurut Meleong (2010), wawancara yaitu percakapan dengan

maksud tertentu, percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) sebagai pemberi pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban.

Patton (dikutip oleh Sarwono, 2006) mengatakan wawancara

memiliki beberapa teknik, diantaranya yaitu:

1. Wawancara dengan cara informal

2. Wawancara umum yang terarah

3. Wawancara terbuka yang standar

Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan untuk

mengambil data dan informasi dari informan menggunakan teknik

wawancara umum yang terarah (general interview guide aproach), teknik

ini digunakan karena sebelumnya telah menyiapkan serangkaian

pertanyaan yang kemudian akan diajukan kepada subjek penelitian.

Penggunaan teknik wawancara umum yang terarah memiliki alasan, yaitu

dengan teknik ini bahasan dari wawancara yang dilakukan akan fokus

kepada batasan-batasan yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat

meminimalisir penyimpangan dari pokok batasan yang telah ditentukan

sebelumnya.

30

Dalam penelitian kualitatif membangun kepercayaan dalam

melakukan wawancara sangat penting demi lancarnya penelitian, oleh

karena itu berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan:

1. Pada saat pertama kali bertemu dengan pihak manajemen, memberikan

kesan yang baik dengan berpenampilan rapi dan sopan.

2. Menjelaskan mengenai maksud dan tujuan penelitian untuk tujuan

akademis.

3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian akan dilaporkan kembali kepada

narasumber dalam bentuk transkrip wawancara serta meminta

persetujuan narasumber melalui pengecekan (member checking)

sehingga tidak ada perbedaan persepsi.

4. Wawancara dilakukan di waktu yang sesuai kesepakatan bersama dan

tidak mengganggu aktifitas manajemen.

5. Disiplin waktu ketika sepakat untuk melaksanakan wawancara.

Untuk menyempurnakan penelitian ini maka tidak hanya

dibutuhkan satu kali dalam melakukan wawancara, berikut ini merupakan

tabel kronologis peneliti melakukan wawancara dengan manajemen ACT

cabang Semarang:

Tabel 3.2

Kronologis Pelaksanaan Wawancara

No. Pelaksanaan Narasumber

1. Rabu, 27 Juli 2016 Sri Suroto

2. Senin, 15 Agustus 2016 Vera Fratiwi, Chafidz

4. Selasa, 16 Agustus 2016 Astreatun, Andi Rahmanto

5. Kamis, 6 Oktober 2016 Sri Suroto

Sumber: data yang diolah.

31

3.6.4 Kajian Dokumen

Sugiyono (2010) mengatakan dokumentasi adalah segala catatan

peristiwa yang telah berlalu. Bentuk dokumen diantaranya tulisan, gambar

atau karya-karya monumental dari seseorang. Observasi dan wawancara

akan kredibel ketika didukung oleh dokumen yang ada.

Sebagai sarana pembantu bagi peneliti, dokumen memberikan

banyak data maupun informasi yang dapat diperoleh dengan cara

membaca, diantaranya dari surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat,

kebijakan tertentu dan bahan tulisan lainnya. Dokumen dapat memberikan

gambaran mengenai budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh objek yang

sedang diteliti (Sarwono, 2006).

Dalam penelitian ini, setiap dokumen-dokumen yang bersifat

tidak rahasia baik tulisan, foto, maupun dokumen digital dari ACT cabang

Semarang digunakan untuk menunjang data dan informasi penelitian.

3.7 Uji Keabsahan Data

Data yang disajikan harus diuji, untuk melakukan pengujian

digunakan metode triangulasi. Lincoln dan Guba (dikutip oleh Roberts dan

Gilbert, 2009) mendefinisikan triangulasi adalah pemikiran bahwa

kesimpulan penelitian memiliki keabsahan yang lebih baik apabila peneliti

menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan dan analisis data.

Denzin (dikutip oleh Meleong, 2010) menyebutkan terdapat empat

macam triangulasi, yaitu triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan

sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini, hanya triangulasi

32

dengan memanfaatkan penggunaan sumber yang dipilih. Patton (dikutip oleh

Meleong, 2010) mengatakan triangulasi dengan memanfaatkan sumber

artinya membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.

Dalam penelitian ini langkah-langkah untuk melakukan triangulasi

penggunaan sumber yaitu:

1. Membandingkan antara data hasil pengamatan / observasi dengan data

hasil wawancara

2. Membandingkan hasil wawancara dengan sumber data primer dan

sekunder yang terkait

3. Membandingkan perspektif informan satu dengan informan lainnya

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis data kualitatif. Istijanto (dikutip oleh Mundayati, 2014)

Metode analisis kualitatif merupakan kajian yang menggunakan data-data

teks, persepsi, dan bahan-bahan tertulis lain untuk mengetahui hal-hal yang

tidak terukur dengan pasti. Sedangkan Meleong (2010) mengatakan, proses

analisis data kualitatif dimulai dari menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi atau pengamatan yang sudah

dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,

gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah,

langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan

dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi adalah usaha membuat

33

rangkuman inti, proses, dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga

sehingga tetap berada didalamnya. Kemudian selanjutnya menyusun dalam

satuan-satuan. Satuan-satuan itu dikategorisasikan pada langkah berikutnya.

Kategori-kategori ini dibuat sambil melakukan coding. Setelah selesai

tahap ini data mulai dapat ditafsirkan.

Pendapat lain, Miler dan Huberman (dikutip oleh Basrowi dan

Suwandi, 2008) mengatakan pada prinsipnya analisis data kualitatf dilakukan

bersamaan dengan proses pengumpulan data. Terdapat tiga kegiatan dalam

proses analisis data kualitatif menulur Miler dan Huberman yaitu reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode analisis yang dikembangkan oleh Miler dan

Huberman. Berikut ini proses analisis data kualitatif yang dikembangkan

Miler dan Huberman:

1. Reduksi Data

Reduksi data sebuah proses pemilihan, pemusatan perhatian,

pengabstrakan dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses

redukai data berlangsung selama proses penelitian. Dalam penelitian ini

reduksi data dilakukan mulai dari data yang telah dikumpulkan kemudian

dibuat ringkasan, kode, memo dan lain-lain. Reduksi merupakan bagian

dari analisis, bukan terpisah. Fungsinya untuk menajamkan,

menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi

sehingga interpretasi dapat ditarik.

34

2. Penyajian Data

Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Bentuk penyajiannya antara lain dengan teks naratif, matriks, grafik,

haringan dan bagan. Penyajian data merupakan bagian dari proses

analisis. Dalam proses ini peneliti mengelelompokkan hal-hal yang

serupa ke dalam sebuah kelompok satu, kelompok dua dan seterusnya.

Masing-masing kelompok tersebut menunjukkan tipologi yang ada sesuia

dengan rumusan masalahnya. Dalam penelitian ini data disajikan secara

sistematik, agar lebih mudah untuk dipahami.

3. Menarik Kesimpulan atau verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan

dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi

selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data

harus teruji kebenarannya dan keseuaiannya sehingga validitasnya

terjamin. Dalam penelitian ini setelah kerangka berpikir terbentuk,

kemudian menjadi temuan penelitian selanjutnya dilakukan pengkajian

secara berulang-ulang terhadapt data yang ada

Model analisis ini dapat digambarkan dengan skema berikut ini:

35

Gambar 3.1

Model Analisis Data Kualitatif Miler dan Huberman

Sumber: Miles dan Huberman (dikutip oleh Basrowi dan Suwandi, 2008)

3.9 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

3.9.1 Persiapan

Sebelum melakukan penelitian, maka dilakukan persiapan supaya

berjalan dengan lancar. Oleh karena itu dilakukan beberapa kegiatan untuk

persiapan, yaitu:

1. Menentukan subjek penelitian

2. Pengurusan izin penelitian

3. Menyusun jadwal kunjungan

4. Mempersiapkan instrumen penelitian

Koleksi Data Penyajian

Data

Pemaparan

Kesimpulan

Reduksi Data Metode analisis

kualitatif

36

3.9.2 Menganalisis Data

Setelah data di lapangan ditemukan, selanjutnya yaitu

menganalisis data, langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

1. Mereduksi data

2. Menganalisis temuan yang telah tersaring

3. Melakukan intrepretasi temuan berdasarkan teori yang ada

4. Menyimpulkan hasil penelitian

3.9.3 Penyusunan Laporan Penelitian

Setelah analisis data telah selesai dilakukan, maka akan diperoleh

data yang kredibel, selanjutnya akan melakukan proses akhir dari

penelitian, yaitu menyusun laporan penelitian. Adapaun langkah-langkah

yang dilakukan untuk menyusun laporan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Prewriting, yaitu proses pegelolaan catatan atau literatur, merumuskan

ide, membuat outline, melengkapi kutipan dan menganalisis hasil hasil

wawancara.

2. Composing, yaitu proses penuangan ide dalam kertas sebagai draft,

dengan memperhatikan kutipan, menyiapkan data untuk penyajian dan

membuat kesimpulan.

3. Rewriting, yaitu tahap mengevalusai laporan dengan memperbaiki hal

teknis pengetikan atau editorial.

4. Copying, yaitu penggandaan laporan sesuai dengan kebutuhan.

37

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah ACT

Aksi Cepat Tanggap atau familiar disebut dengan ACT adalah

sebuah organisasi non profit yang bergerak pada bidang sosial dan

kemanusiaan. Sudah tidak asing lagi ketika terjadi bencana di Indonesia

bendera dan logo ACT berdiri tegak di tengah masyarakat. Tidak hanya

dalam kebencanaan saja, kini ACT berkembang pesat hingga mempunyai

beragam program-program kemanusiaan lain. Kiprahnya sampai saat ini

berawal lebih dari satu dekade lalu, tepatnya tanggal 21 April 2005, Aksi

Cepat Tanggap (ACT) secara resmi disahkan secara hukum sebagai

yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Pada awalnya

hanya mengurus soal tanggap bencana, kini untuk memperluas karya, ACT

mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat,

kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pasca

bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program

berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf.

ACT dapat berdiri dan bekembang tidak lepas dari para donatur

yang berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap

38

permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui

program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR).

Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua

provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI

(Masyarakat Realawan Indonesia) maupun dalam bentuk kantor cabang

ACT. Hingga saaat ini jangkauan program sudah mencapai 30 provinsi

dan 100 kabupaten / kota di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2012 ACT mentransformasikan diri menjadi lembaga

kemanusiaan global. ACT telah merambah hingga menembus batas

negara, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representative

person sampai menyiapkan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan aktifitas

proram global sudah mencapai ke 22 negara di kawasan Asia Tenggara,

Asia Selatan, Inocina, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Timur. Awal

mula kiprah ACT di kiprah global yaitu ketika terjadi tragedi

kemanusiaan di belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan dan

kekeringan, koflik dan peperangan, termasuk dengan penindasan terhadap

kelompok minoritas di berbagai negara.

4.1.2 Gambaran Umum ACT

4.1.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor ACT cabang

Semarang, yaitu belokasi di jalan Supriyadi Nomor 78C, Kalicari,

Pedurungan, Kota Semarang. Kantor ACT cabang Semarang

menjadi salah satu lokasi penelitian karena kantor tersebut adalah

39

salah satu tempat dilakukannya observasi. Tidak sulit untuk

menemukan lokasi kantor ACT cabang Semarang, kokoh berjajar

diantara bangunan ruko dan perkantoran di jalan raya yang

strategis, bangunan kantor ACT cabang Semarang ditandai

dengan sebuah tulisan identitas kantor yang bergambarkan logo

ACT.

4.1.2.2 Logo, Visi dan Misi ACT

1) Logo

ACT mempunyai slogan yang berbunyi Care for

Humanity, tertulis dengan tebal di bawah logo ACT yang

berbentuk huruf yang tegas. Slogan tersebut dengan jelas

menggambarkan bahwa ACT adalah sebuah organisasi yang

bergerak pada bidang kemanusiaan.

Gambar 4.1

Logo Aksi Cepat Tanggap

2) Visi

Visi menjadi sebuah elemen yang sangat penting bagi

setiap organisasi. Visi adalah sebuah hal prinsipil yang akan

menjadi arah dan landasan dari sebuah organisasi. Dengan

40

sebuah visi yang jelas maka organisasi akan dapat menentukan

upaya yang efektif dan efisien untuk dapat mencapai tujuan

organisasi. Begitu pula ACT, sebagai organisasi yang

prorfesional tentu memiliki sebuah visi, berikut ini adalah visi

ACT:

“Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional

berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat

global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih

baik.”

3) Misi

Misi adalah hal yang tidak kalah penting di dalam

sebuah organisasi, misi merupakan sebuah penjabaran dari

intisari visi organisasi itu sendiri. ACT memandang misi

menjadi hal yang sangat penting, karena dari misi tersebut

tergambar sebuah rencana yang rasional, realistis dan

merupakan sarana untuk membantu agar dapat mencapai

tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.

Berikut ini adalah misi ACT secara umum:

1. Mengorganisir dan mengelola berbagai persoalan

kemanusiaan secara terencana, terkonsep, terintegrasi, dan

berkesinambungan sehingga menjadi formula ideal dalam

mengatasi berbagai problem kemanusiaan baik dalam skala

lokal, nasional, regional, maupun global.

2. Mengorganisir dan mengelola segala potensi

kedermawanan masyarakat global sebagai modal sosial

41

untuk mengatasi berbagai problem kemanusiaan baik dalam

skala lokal, nasional, regional, maupun global.

3. Mengorganisir dan mengelola segala potensi kerelawanan

global sebagai modal sosial untuk mengatasi berbagai

problem kemanusiaan baik dalam skala lokal, nasional,

regional, maupun global.

4) Struktur Organisasi ACT

Struktur organisasi adalah susunan hierarki

kepemimpinan yang memuat tentang batasan-batasan dan

wewenang suatu jabatan tertentu. Dalam proses pelaksanaan

fungsi-fungsi manajemen, ACT mempunyai struktur organisasi

sebagai sebuah rantai kepemimpinan yang telah didesain

sedemikian rupa agar fungsi-fungsi manajemen dan organisasi

dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat

dicapai dengan efisien dan efektif.

Banyaknya spesialiasi pada setiap jabatan

memungkinkan sebuah tanggung jawab harus dipikul oleh

orang yang memang mempunyai kompetensi akan hal tersebut.

Berikut ini adalah posisi jabatan pada struktur organisasi ACT:

1. President

2. Senior Vice President Global Strategic Comunications

a. Public Relation

b. General Philanthropy Media

42

c. Creative Comunication

d. Digital marketing

3. Vice Presiden Philanthropy Network Development

a. CSR Management & Development.

b. Community Philanthropy Development.

4. Vice President Operational

a. Finance Accounting

b. Information Tchnology

c. Human Resource Development

d. General Affair

5. Senior Vice Presiden Humanity Network & Development

a. Program: Disaster Emergency Response, Community

Development

b. Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)

c. Disaster Management Institut of Indonesia.

d. Global Qurban

Berikut ini adalah gambar bagan struktur organisasi

ACT:

43

President

Philantrhropy Network

Department

CSR CPD

Operational Department

F/A HR IT GA

Humanity Network Department

Humanity Social Network

Humannity Bussines Network

Global Strategic Communication

PR GPM

Creative Comm

Gambar 4.2

Struktur Organisasi ACT

Sumber: data sekunder 2016, diolah.

5) Penerimaan Dana Kemanusiaan dan Zakat ACT

Kepercayaan masyarakat terhadap ACT sebagai

lembaga kemanusiaan yang menghimpun dana dari masyarakat

dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam mendonasikan

dananya. Berikut ini adalah data berdasarkan hasil laporan

keuangan tahunan yang dipublikasi ACT melaui website resmi,

peneliti berusaha untuk merangkum penerimaan ACT mulai

dari tahun 2011-2015. Dari laporam tersebut

menginformasikan bahwa, selama kurun waktu lima tahun

terkahir, terdapat peningkatan penerimaan zakat dan dana

kemanusiaan. Berikut tabel penerimaan ACT selama lima

tahun terkahir:

44

Tabel 4.1

Penerimaan dana Kemanusiaan dan Zakat ACT Tahun 2011-2015

Sumber: data sekunder 2016, diolah.

4.1.3 Program ACT

1) Total Disaster Management (TDM)

Adalah program yang menjawab dimana penanggulangan

bencana dilakukan bukan hanya pada saat terjadinya bencana dalam

bentuk penyelamatan korban, tapi dimulai dari tahap preventif,

mitigasi, kesiapsiagaan sebelum bencana, saat terjadi bencana berupa

emergency response dan pasca bencana dalam bentuk rehabilitasi dan

rekonstruksi. TDM memiliki dua program, yaitu:

1) Disaster Mitigation

Merupakan salah satu fase penting TDM, dimana

masyarakat ditumbuhkan kesadarannya tentang bencana sehingga

masyarakat siap dan resiko bencana dapat dikurangi. Mitigasi

Bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan

peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Program

ini bertujuan untuk mengurangi bahkan menghindari dampak risiko

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015

WTP WTP WTP WTP WTP

Dana

Kemanusiaan

Penerimaan 13.806.411.565 32.119.729.006 41.943.979.737 87.676.115.382 87.380.075.050

Penyaluran 2.858.230.312 27.469.119.094 41.213.230.232 74.739.975.652 91.575.534.554

Dana Zakat Penerimaan 231.045.741 989.749.011 900.924.979 3.412.266.873 2.594.266.277

Penyaluran 170.451.380 436.973.483 1.432.638.148 3.218.393.399 2.675.289.026

45

bencana yang akan ditimbulkan oleh bencana alam. Baik sebelum,

pada saat terjadi bencana maupun sesudah kejadian bencana.

2) Social Mitigation

Merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

permasalahan-permasalahan sosial yang kronis, baik melalui

pembangunan fisik, mental dan psikososial maupun penyadaran

serta peningkatan kemampuan dan kapasitas menghadapi ancaman

dahsyatnya problem sosial, melakukan cegah dini sebelum

permasalahan-permaslahan tersebut semakin berisiko memiliki

kerusakan yang lebih besar dan komplek, dengan melakukan

Capacity and Character Buiding, Advocacy, Social Rescue,

Empowerment. Berikut ini adalah aksi Social Mitigation ACT:

a. Global Childcare (GCC)

Kepedulian terhadap anak-anak di negara konflik.

Kegiatan dalam bentuk pemberian santunan, pemenuhan gizi

dan kepedulian pendidikan.

b. Social Development Program

Pembangunan sosial yang selama ini gencar di

canangkan oleh pemerintah masih jauh dari harapan yang

diinginkan. Pembangunan sosial yang dijalankan masih

terpusat pada wilayah perkotaan, belum memenuhi azas

pemerataan. Seluruh program Social Develpment yang

dilakukan ACT diharapkan memenuhi harapan dan kriteria

46

diantaranya: Pemberantasan Kemiskinan, Social Harmony dan

pemerataan kesempatan kerja dll.

2. Disaster Emergency Response (DER)

1) Emergency Rescue

Evakuasi, Penyelamatan Korban dan menyelamatkan

kemanusiaan korban bencana. Aksi dijalankan oleh tim dengan

kemampuan SAR yang bekerja secara tuntas mengutamakan

kecepatan beraksi didukung oleh armada dan perlengkapan sesuai

dengan jenis bencana dan skala kerusakan yang terjadi.

2) Emergency Relief

Pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat korban

bencana untuk dapat bertahan hidup selama kondisi emergency:

a. Kebutuhan pangan: Penyediaan makanan siap saji dan air

minum, dapur umum, dll

b. Kebutuhan tempat bernaung darurat

c. Kebutuhan akan sandang: Pakaian, perlengkapan ibadah,

perlengkapan bayi, dll.

d. Pemenuhan kebutuhan air bersih dan sanitasi Darurat

e. Perbaikan dan atau penyediaan infrastruktur darurat

f. Meneguhkan kebersaman dengan korban bencana

3) Emergency Medic

Pemberian pelayanan kesehatan dan pengobatan bagi

masyarakat korban bencana selama masa emergency. Selain itu

47

juga upaya pengurangan risiko penyakit akibat bencana sebagai

bentuk preventif untuk menjaga status kesehatan masyarakat dan

meningkatkan angka harapan hidup.

4) Trauma Healing

Bila terjadi bencana, penyembuhan pertama yang

dilakukan adalah terhadap manusia sebagai individu yang

merupakan prioritas yang perlu ditangani segera.

Trauma Healing yang dilakukan tim Disaster Emergency

Response ACT bertujuan untuk mengatasi trauma/luka psikologis

yang timbul karena berbagai peristiwa akibat bencana seperti

kehilangan orang yang dikasihi, harta benda, ketakutan dan

serangan panik, agar individu dan masyarakat korban bencana

dapat kembali pada kehidupan normal dan bangkit dari

keterpurukan.

Bentuk aksi yang dilakukan:

a. Konseling bagi korban usia dewasa yang mengalami trauma/

stress,

b. Layanan konsultasi keluarga korban

c. Terapi khusus bagi anak-anak korban bencana melalui

kegiatan dongeng, bermain bersama, dll.

48

5) Mobile Social Rescue (MSR)

Pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat korban

bencana untuk dapat bertahan hidup selama kondisi emergency:

a. Kebutuhan pangan: Penyediaan makanan siap saji dan air

minum, dapur umum, dll

b. Kebutuhan tempat bernaung darurat

c. Kebutuhan akan sandang

d. Kebutuhan air bersih dan sanitasi Darurat

e. Perbaikan dan atau penyediaan infrastruktur darurat

f. Meneguhkan kebersaman dengan korban bencana

3. Disaster Recovery Program (DRP)

Konsep implementasi Disaster Recovery Program adalah

Integrated Recovery Program (IRP) yang diwujudkan melalui upaya-

upaya pemulihan fisik, ekonomi, dan sosial pasca bencana alam

maupun bencana sosial. Sejatinya, fokus utamanya adalah recovery

manusia. Bagaimana membangun peradaban baru pasca bencana.

Untuk memulihkan manusia seutuhnya inilah, dimulai dengan tiga

aspek tersebut. Model-model program yang dijalankan adalah:

1) Integrated Community Shelter (ICS)

Hunian nyaman terpadu bersifat sementara sebagai

alternatif solusi untuk memberikan tempat tinggal dan lingkungan

kehidupan sementara yang lebih baik bddibanding tenda-tenda

pengungsian bagi korban bencana di fase transisi dari emergency

49

ke recovery (early recovery), memenuhi Kebutuhan Dasar (papan,

pangan dan sandang), memberdayakan kembali potensi kearifan

local korban bencana secara partisipatif melalui gotong royong

dalam pembangunan ICS. Berikut ini merupakan aksi dari ICS:

a. Hunian sementara per keluarga dilengkapi peralatan rumah

tangga dan perlengkapan dapur

b. Bangunan sekolah sementara

c. MCK dan Instalasi Air bersih

d. Masjid/Musholla

e. Perpustakaan

f. Dapur Umum

g. Fasilitas bermain

h. Pendampingan awal untuk pemulihan ekonomi

2) Recovery Fisik

Merupakan pemulihan fasilitas fisik paska bencana,

meliputi:

a. Renovasi atau Rekonstruksi Rumah Permanen/Rumah Tahan

Gempa (RTG)

b. Renovasi atau rekonstruksi rumah ibadah

c. Renovasi atau rekonstruksi sekolah dan fasilitas umum: pasar

tradisional, MCK, dll

Program recovery fisik mendorong partisipasi masyarakat

dalam bentuk gotong-royong, sinergi antarelemen dan

50

menghilangkan ketergantungan dengan mewujudkan komunitas

mandiri yang berdaya.

3) Recovery Sosial

Meliputi pemulihan kehidupan masyarakat korban

bencana dalam bidang pendidikan, kesehatan serta aktivitas trauma

healing dan pembinaan spiritual, yang dilakukan dalam rangka

membangun kembali nilai-nilai positif, mengubah paradigma untuk

membangun peradaban baru pasca bencana. Bentuk aktivitas serta

bantuan yang diberikan yaitu pemenuhan kebutuhan pendidikan,

Recovery Kesehatan dan Lingkungan.

4) Recovery Ekonomi

Program ini difokuskan untuk memulihkan mata

pencaharian korban bencana sehingga mampu kembali

menggerakkan roda ekonomi masyarakat.

a. Pemberian Modal Usaha

b. Pelatihan dan pendampingan untuk peningkatan Skill usaha

dan pemasaran produk

4. Social Development Program (SDP)

Social Development Program merupakan program

pembangunan masyarakat berbasis aktivitas sosial yang dilaksanakan

secara partisipatif bersama masyarakat. Program ini dilakukan dengan

pendekatan commnunity development, di mana masyarakat penerima

manfaat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas

51

program. Masyarakat merupakan subjek perubahan yang menentukan

suksesnya program social development ini dalam jangka panjang.

Berikut ini adalah bentuk aksi dari SDP:

1) Education For Humanity

Di bidang pendidikan ACT merancang berbagai program

sebagai alternatif solusi atas masalah pendidikan anak Indonesia,

baik berjangka pendek, maupun jangka panjang, diantaranya :

a. Rumah Belajar Anak

Rumah Belajar Anak (RBA) hadir sebagai salah satu

alternatif terpadu untuk membantu mencerdaskan anak-anak

bangsa dari aspek keterampilan hidup, afeksi, pengetahuan

(kognisi), dan behavioral (perilaku) secara sinergis.

RBA merupakan rumah belajar terpadu bagi anak-

anak bagi usia 6 – 16 tahun yang berada di tengah-tengah

komunitas dengan pengelolaan langsung dari fasilitator loka.

berfungsi sebagai sentra belajar anak yang akan memberikan

bekal keterampilan hidup (life skill program).

b. Bintang Desa

Bintang desa merupakan program investasi masa

depan bangsa, bagi anak bangsa dari berbagai Desa di pelosok

Indonesia. Program ini khususnya diberikan kepada anak di

atas rata-rata, namun memiliki keterbatasan akses terhadap

pendidikan karena rendahnya tingkat ekonomi keluarga.

52

Program berupa beasiswa pendidikan formal mulai

dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi serta up-grading

skill melalui pelatihan-pelatihan. Paska program para anak

bangsaikut membangun desa tempat tinggalnya masing-masing

dengan menjadi motor dalam membangun desa. Serta

mendorong masyarakat untuk menaikkan kesejahteraan serta

taraf hidup masyarakat.

c. Integrated School Development

Bantuan terpadu di bidang pendidikan, melingkupi

semua faktor mulai dari anak didik, tenaga pendidik, sarana

dan prasarana, dan pengembangan kompetensi.

d. Buku Untuk Sahabatku

Program berbagi buku untuk anak-anak di daerah

bencana dan daerah terpencil yang jauh dari akses pendidikan

dan pembelajaran.

2) Health For Humanity

Fokus program adalah menggerakkan masyarakat untuk

menjadi bagian dari barisan kepedulian dalam menuntaskan

masalah kesehatan dan lingkungan. Sehingga terwujud masyarakat

yang sehat dan mandiri, diimplementasikan dalam berbagai model

program jangka pendek maupun jangka panjang.

Model program yang dijalankan, diantaranya :

53

a. Bengkel Gizi Terpadu

Program penanganan komunitas malnutrisi dengan

konsep terpadu dan partisipatif. Melibatkan berbagai elemen

masyarakat dengan segala potensinya. Kekuatan kebersamaan

ini diarahkan untuk menjadi subyek program, pemerintah,

maupun dunia usaha. Program ini dijalankan dengan

menghadirkan sebuah Sentra Pemulihan dan Edukasi yang

dikelola oleh kader kesehatan setempat dengan pendampingan

intensif dari tim program Kesehatan ACT dan diperkuat oleh

relawan kesehatan khususnya medis, paramedic, ahli gizi dan

kesehatan keluarga serta relawan pendamping untuk

pemberdayaan ekonomi dan penguatan keuangan keluarga.

Bentuk aktivitas yang dilakukan :

a) Pemulihan Gizi Terpadu

Penyelamatan balita/anak/masyarakat penderita

malnutrisi khususnya Kurang Energi Protein dari ancaman

kematian dengan penanganan medis dan terapi gizi.

Rehabilitasi: pemulihan kondisi dengan pola Intervensi

gizi dan rehabilitasi penyakit penyerta serta pendampingan

oleh relawan dan kader gizi.

b) Edukasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat

Edukasi Ibu, anak & remaja putri, tentang gizi,

kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan dan kekuatan

54

spiritual. Life Skill Training, pengembangan keterampilan

Ibu dan anak (yang sudah pulih ) untuk bekal peran

mereka di masyarakat

c) Water & Sanitation Program

Program yang bertujuan untuk memberikan

alternative solusi bagi masyarakat yang belum mendapat

akses yang memadai terhadap air bersih dan sanitasi.

Program ini juga bertujuan untuk mengurangi risiko

munculnya wabah penyakit akibat rendahnya

kebersihan/sanitasi, baik perorangan/lingkungan serta

mengedukasi dan memotivasi masyarakat untuk menjaga

kesehatan diri dan lingkungannya.

d) Susu Untuk Sahabatku

Program ini dirancang untuk menyiapkan

generasi sehat, cerdas, dan siap berkompetisi. Melalui

Susu untuk Sahabatku, ACT berupaya untuk

menggerakkan kepedulian masyarakat terutama di bidang

kesehatan anak.

Masyarakat berbagai usia maupun institusi

(korporasi, sekolah, dll) dapat terlibat dalam program ini

dengan berpartisipasi menyediakan susu bagi anak-anak

dari masyarakat tidak mampu, yang akan disalurkan oleh

55

Tim dan Relawan Kesehatan ACT melalui sekolah-

sekolah di wilayah yang rawan pangan/gizi.

b. Green For Humanity

Fokus program di bidang lingkungan ini adalah

membangun gerakan kepedulian dan partisipasi seluruh elemen

masyarakat terhadap permasalahan lingkungan melalui

program pencegahan, konservasi, dan rehabilitasi lingkungan

hidup.

c. Economic Empowerment

Masyarakat adalah subjek utama pembangunan.

Bukan pemerintah, bukan lembaga sosial maupun lembaga

kemanusiaan. Perubahan yang lahir dari dasar akan lebih

kokoh bertahan dan lebih memiliki daya tahan untuk

berkelanjutan. Perspektif ini adalah stimulan dan pemikiran

dari gagasan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas,

membangun ketahanan ekonomi dengan mengoptimalkan

potensi lokal.

5. Program Global Humanity Response

Global Humanity Response (GHR) dirancang sebagai sebuah

program untuk ,erespons erbagai permasalahan kemanusiaan yang

terjadi ditingkat global. Indonesia sebagai sebuah bangsa besar harus

mampu memberikan manfaat dan meringankan beban penderitaan

masyarakat, tak hanya untuk warga Republik Indonesia semata namun

56

juga warga masyarakat di berbagai belahan dunia lain yang dilanda

berbagai persoalan kemanusiaan baik karena kemiskinan, bencana

alam maupun konflik kemanusiaan. Oleh karena itu cakupan wilayah

aksi GHR adalah dunia.

Global Humanity Response dalam aksinya senantiasa

bekerjasama dengan berbagai elemen lintas negara baik pemerintahan

di masing-masing negara tempat aksi, representatif pemerintah

Indonesia, berbagai lembaga kemanusiaan dunia serta masyarakat

Indonesia juga mancanegara.

Aksi-aksi yang dilakukan tim GHR diantaranya :

a. Global Emergency Response

Penanganan emergency bencana yang terjadi di kancah

global. Bentuk Aksi yang dilakukan adalah emergency relief dan

Medic, diimplementasikan oleh tim reaksi cepat yang

professional dan berpengalaman dalam aksi emergency dengan

berbagai kondisi dan beragam karakter masyarakat korban.

b. Global Emergency Relief

Pemenuhan Kebutuhan dasar korban bencana

disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat baik dalam

pengadaan jenis bantuan (makanan, pakaian dan air bersih di

fase darurat) maupun dalam pola distribusi.

57

Melibatkan korban bencana sebagai bagian dari subjek

aksi dengan menjadi relawan juga relawan-relawan Indonesia

yang bermukim di Negara tempat aksi.

c. Global Emergency Medic

Menyediakan layanan medis bagi korban bencana di

berbagai Negara dengan melibatkan tenaga medis terampil baik

yang didatangkan dari Indonesia maupun tenaga medis setempat

serta menyediakan berbagai peralatan medis maupun obat-

obatan untuk membantu memulihkan kondisi kessehatan

masyarakat korban bencana.

Terkait adanya kekhususan kondisi di beberapa wilayah

konflik serta besarnya korban dengan waktu pemulihan kondisi

kehidupan yang panjang, GHR memiliki turunan aksi khusus di

berbagai Negara diantaranya:

a. SOS Palestina

b. SOS Syria

c. SOS Rohingya

d. Global Recovery Program

Paska emergency, korban bencana masih harus

menghadapi berbagai permasalahan yang diakibatkan bencana.

Global Recovery Program merupakan upaya pemulihan korban

bencana baik dalam fasilitas fisik, ekonomi, dan sosial.

58

Program yang dijalankan disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi serta berkoordinasi dengan pemerintahan dan

berbagai elemen di Negara yang telah dilanda bencana.

Beberapa model program yang dijalankan diantaranya:

a. Penyediaan shelter tempat tinggal bagi pengungsi/korban

bencana

b. Penyediaan 400 unit shelter bagi pengungsi di Sittwe,

Rakhine State, Myanmar.

c. Pemulihan ekonomi dengan memberikan bantuan modal

usaha

d. Bantuan modal usaha berupa perahu bagi para nelayan di

Gaza, Palestina.

e. Pemulihan pendidikan dengan pemberian beasiswa

pendidikan maupun penyediaan paket bantuan serta sarana

pendidikan

f. Beasiswa pendidikan bagi Mahasiswa asal Rohingya dan

Myanmar, Beasiswa pendidikan bagi korban konflik

kemanusiaan di Palestina.

6. Global Qurban

Global Qurban ACT adalah program qurban yang dilakukan

secara profesional oleh salah satu unit di bawah Yayasan Aksi Cepat

Tanggap. Nilai lebih program ini berupa transaksi yang mudah dan

jaringan yang luas hingga internasional dalam memastikan qurban

59

sampai kepada pihak yang benar-benar membutuhkan. Sejak berdiri

tahun 2005 ACT telah konsisten melaksanakan program qurban.

Namun, sebagai unit khusus yang profesional, GQ mulai dilaksanakan

pada tahun 2011M/1432H.

Global Qurban menjadi ikon kepedulian muslim kepada

dunia melalui instrumen ibadah kurban. Sebagai ibadah kurban yang

memiliki dimensi ekonomi, memberi peluang lembaga ini melakukan

strategi berkurban yang tak hanya karitatif tetapi juga ekonomi

produktif. Inilah yang kemudian mendorong munculnya program

Global Qurban yang menggarap aktivitas berkurban dari hulu sampai

hilir.

Menggerakkan perekonomian masyarakat melalui program

Lumbung Ternak Masyarakat (LTM) yang telah berjalan sejak tahun

2007 di berbagai daerah nusantara demi sejahterakan masyarakat

setempat. Program ini ditujukan untuk mendorong masyarakat agar

mampu mengelola dan mengembangkan potensi ekonomi lokal agar

dapat bangkit dari kesulitan ekonomi. Program LTM dilaksanakan di

lokasi yang memiliki potensi sumberdaya sesuai dengan kebutuhan

program yaitu hewan ternak (kambing dan sapi) serta sumber pakan.

Berikut ini adalah LTM binaan ACT:

a. LTM Blora

b. LTM Yogyakarta

c. LTM Bojonegoro

60

d. LTM Tasikmalaya

e. LTM Nusa Tenggara Barat

7. Global Zakat, Global Wakaf

Wakaf adalah sebentuk instrumen unik yang mendasarkan

fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan

persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama wakaf yang sangat membedakan

adalah, ketika wakaf ditunaikan terjadi pergeseran kepemilkan pribadi

menuju kepemilikan umat yang diharapkan abadi serta memberikan

manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi

proses distribusi panjang bagi masyarakat secara lebih luas, dari

manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social

benefit).

8. Solidartas Kemanusiaan Dunia Islam

Solidaritas Kemanusiaan Dunia Islam/SKDI, wahana

membangun kepedulian global terhadap terpuruknya nasib umat

Islam. Diinisiasi ACT sejak 21 Maret 2014, sebagai wujud

keprihatinan menghadapi begitu banyaknya umat Islam di berbagai

negara, mengalami krisis kemanusiaan. SKDI menyatukan sikap

beragam elemen masyarakat berkontribusi dengan dana, keahlian,

organisasi dan pemikirannya demi menghapus krisis yang menimpa

masyarakat muslim sedunia.

61

9. Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)

Sejak tahun 2012 ACT mentransformasi dirinya menjadi

sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang

lebih luas. Pada skala lokal, ACT menyembangkan jejaring ke semua

provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI

(Masyarakat Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan

kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program sekarang sudah

sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Pada skala global, ACT mengembangan jejaring dalam bentuk

representatif person sampai kita menyiapan kantor ACT di luar negeri.

Jangkauan aktivitas program global sudah sampai ke 22 Negara di

kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Indocina, Timur Tengah,

Afrika, Indocina dan Eropa Timur. Wilayah kerja ACT di skala global

diawali dengan kesertaan dalam setiap tragedi kemanusiaan di

berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan & kekeringan,

konflik & peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok

minoritas berbagai negara.

4.1.4 Narasumber

Penelitian ini dilakukan dengan memilih narasumber yang

dianggap telah memahami dengan jelas mengenai hal-hal yang akan digali

dalam penelitian ini. Alasan dan justifikasi pemilihan narasumber sebagai

responden telah disebutkan pada bab sebelumnya.

62

Narasumber yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu

pegawai ACT cabang Semarang. Tabel berikut ini adalah deskripsi

narasumber berdasarkan wawancara dan observasi yang telah dilakukan:

Tabel 4.2

Deskripsi Narasumber

1. Nama Sri Suroto

Jabatan Branch Manager

Deskripsi Sri Suroto adalah manajer ACT cabang Semarang,

sebelum bekerja di ACT cabang Semarang didahului

berkarir di Rumah Zakat selama sebelas tahun. Wawasan

dan pengalaman bekerja di bidang sosial sangat luas.

Sri Suroto memiliki postur yang tinggi dan tegap.

Pembawaan yang kebapakan, kalem dan berwibawa.

Gaya bicara santun, terlihat relijius, ketika berbicara

sesekali mengutip hadits atau ayat al-quran.

2. Nama Novera Fratiwi

Jabatan Accounting and Finance

Deskripsi Novera Fratiwi memiliki pribadi yang ramah, berwawasan

luas dan kritis. Sebelum bergabung di ACT cabang

Semarang pernah menjadi bagian Finance di Rumah

Zakat cabang Yogyakarta.

3. Nama Astreatun

Jabatan Marketing Communication and Community Development

Deskripsi Astreatun memiliki pembawaan yang ramah dan ceria.

Sopan dan santun ketika bertutur kata. Dalam

menjalankan tugas sebagai marketing Communiacation

dan Community Development selalu menampilkan

performa yang optimal, selalu menjaga sikap dan tutur

kata, karena jabatan tersebut bertugas sebagai

penghubung antara stakeholder, seperti komunitas,

orgaisasi sosial dan institusi pendidikan dalam kaitanya

edukasi kebencanaan atau aksi sosial.

4. Nama Andi Rahmanto

Jabatan Partnership Manager

Deskripsi Andi Rahmanto bertitel sarjana ekonomi, sebelum

bergabung dengan ACT, didahului berkarir sebagai

akuntan di bank syariah BUMN ternama.

63

Andi Rahmanto memiliki pembawaan yang tegas, rapi

dan ramah. Partnership Manager adalah bagian strategis,

karena posisi ini adalah sebagai pintu utama perusahaan

memulai kemitraan dan kerja sama dengan ACT cabang

Semarang.

5. Nama Chafidz Rohman

Jabatan Program Manager

Deskripsi Semua program kerja ACT cabang Semarang

dikoordinasi oleh Chafidz Rohman, tugasnya sebagai

koordiator saat pelaksanaan program dengan para relawan

(MRI). Usia 25 tahun, muda energik dan humoris.

Sumber: data yang diolah.

4.2 Analisis implementasi good governance ACT cabang Semarang

Good governance dipandang sebagai sebuah paradigma baru dan

menjadi sebuah ciri yang khas yang perlu ada pada sistem tata kelola

organisasi. Meskipun pada awalnya good governance merupakan istilah yang

melekat pada organisasi pemerintahan, namun seiring berjalannya waktu,

terjadi antusiasme berbagai pihak untuk mempraktekkan prinsip-prinsip good

governance baik dari organisasi yang berorientasi profit maupun non profit.

Intinya dalam good governance dairtikan sebagai sebuah tata kelola

organisasi yang baik dengan melibatkan stakeholder terhadap berbagai

aktifitas organisasi yang dilaksanakan dengan menganut asas utama yaitu:

transparansi, akuntabilitas, supremasi hukum dan profesionalisme. Oleh

karena itu pada akhir abad ke-20 berkembang keyakinan bahwa tata kelola

organisasi yang baik dan profesional adalah kunci agar organisasi dapat

berkembang dan mendapat kepercayaan di mata masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberhasilan ACT

dalam mengembangkan organisasi kaitannya dengan penerapan atau

implementasi prinsip-prinsip good governance pada setiap aktifitas

64

organisasi. Untuk memulai proses analisa penerapan atau implementasi

prinsip-prinsip good governance pada tata kelola atau manajemen organisasi

ACT, maka data-data yang telah dikumpulkan selama proses penelitian

terlebih dahulu harus melalui beberapa proses penyaringan dan pengujian,

setelah itu kemudian dapat dilakukan analisis dan interpretasi. Sebelum

masuk kepada pembahasan inti mengenai implementasi prinsip-prinsip good

governance pada ACT, maka sebelumnya akan mengulas terlebih dahulu

ACT secara organisasional.

Dalam pelaksanaannya organisasi mempunyai beberapa perbedaan,

menurut Fuad, dkk (2006) organisasi digolongkan menjadi dua yaitu

organisasi formal dan informal. Penting kiranya untuk mengidentifikasi

apakah sebuah organisasi itu berbentuk formal atau informal, mengingat

sebuah organisasi yang legal dan profesional haruslah sebuah organisasi yang

dijalankan dengan formalitas-formalitas yang telah ditetapkan sebagai standar

agar setiap fungsi-fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai

harapan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, ACT cabang Semarang yang

menjadi sampel dan subjek penelitian merupakan sebuah organisasi yang

formal. Hal tersebut dapat dilihat dari karakteristik organisasi formal yang

terdapat pada ACT itu sendiri, yaitu:

1. ACT mempunyai sistem tugas

Sistem tugas ACT dapat dilihat dari struktur organisasi yang telah

didesain sedemikian rupa sehingga terdapat jabatan tertentu yang akan

melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensinya. Struktur organisasi

65

ACT tersebut memperlihatkan tugas, kewajiban dan cakupan wewenang-

wewenang yang memuat standar formal dalam melakukan tugasnya

masing-masing.

2. Terdapat hubungan, wewenang dan tanggung jawab

Dari sisi struktur kelembagaan pada ACT terdapat hierarki rantai

hubungan yang juga memperlihatkan wewenang dan tanggung jawab dari

setiap jabatan yang diemban. Semakin tinggi jabatan tersebut maka

berbanding lurus dengan tanggung jawab yang harus dipikul. Setiap level

jabatan memiliki garis kewenangan sendiri dan bertanggung jawab

terhadap jabatan yang terdapat setingkat dibawahnya.

Untuk memperkuat analisis tersebut, berikut ini adalah pernyataan

Sri Suroto selaku kepala cabang dalam sebuah wawancara pribadi

mengatakan,

“Terus memang kalau ada masalah di personal SDM, tugas dan

kewajiban sebagai leader, kita juga memberikan coach dan

konseling, memberikan arahan, memberikan bimbingan, motivasi

dan memberikan solusi jika kemudian ada masalah atau mendapat

hambatan. Coach dan konseling itu memang tidak bisa dipisahkan

dari perhatian kepada tim yang tergabung.”

Dari pernyataan tersebut dapat diidentifikasi bahwa, tugas dan

kewajiban di Aksi Cepat Tanggap sudah terdistribusi dengan baik, dalam

contoh tersebut adalah ketika seorang kepala cabang mendeskripsikan

mengenai tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, yaitu

melakukan coach dan konseling, memberikan arahan, memberikan

bimbingan, motivasi dan memberikan solusi jika dalam proses jalannya

organisasi terdapat hambatan yang dihadapi oleh bawahannya.

66

Dari data-data di atas, dapat ditarik benang merah bahwa ACT

merupakan sebuah organisasi yang formal yang meiliki sistem tugas,

hubungan wewenang, tanggung jawab dan pertanggung jawaban. Setelah

teridentifikasi bahwa ACT adalah sebuah organisasi yang formal, maka

selanjutnya yang perlu diidentifikasi adalah bentuk organisasi ACT itu

sendiri. Penting kiranya mengidentifikasi apakah ACT merupakan sebuah

organisasi yang berorintasi profit atau non proft karena tujuan utama

penelitian ini adalah untuk menidentifikasi penerpan prinsip-prinsip good

governance pada ACT sebagai organisasi non profit.

Menurut definisi yang dikemukakan oleh Sulistiawan (2007),

organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi profit dan organisasi

non profit. Singkatnya adalah, organisasi profit adalah organisasi yang

mempunyai tujuan utama yaitu untuk memperoleh laba, sedangkan

organisasi non profit yaitu organisasi yang tujuan utamanya bukan untuk

memperoleh laba. Dalam penelitian ini, dapat dilihat visi organisasi ACT

yang berbunyi, “Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional

berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk

mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik” dan jika dilihat pula dari

fakta di lapangan mengenai program-program yang dijalankan, dapat

diidentifikasi bahwa Aksi Cepat Tanggap murni merupakan sebuah

organisasi non profit.

Sebagai sebuah lembaga formal yang legal, maka sebuah

organisasi juga harus menaati peraturan atau regulasi dari pemerintah.

67

Organisasi non profit di Indonesia biasa dikenal dengan istilah LSM atau

Lembaga Swadaya Masyarakat, definisi LSM sendiri menurut Instruksi

Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 8 Tahun 1990 adalah

organisasi yang sukarela dan merupakan wujud partisipasi masyarakat

dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang menitik

beratkan kepada pengabdian secara swadaya.

ACT adalah sebuah organisasi non profit, dilihat dari sudut

pandang sejarah, awal pendirian ACT adalah berdasarkan keswadayaan

masyarakat, jika berpedoman dari Inmenagri tersebut, maka dapat

teridentifikasi bahwa ACT adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM).

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa

ACT merupakan sebuah organisasi yang formal karena terdapat formalitas

dalam setiap fungsi-fungsi organisasi. Dari bentuk organisasi ACT juga

teridentifikasi sebagai organisasi non profit, selain itu ACT juga termasuk

ke dalam Lembaga Swadaya Masyarakat jika mengacu kepada peraturan

Inmendagri.

4.2.1 Manajemen Strategik

Setiap organisasi memerlukan strategi untuk dapat mencapai

tujuannya dengan efektif. Tak terkecuali ACT yang merupakan sebuah

organisasi non profit. ACT sebagai organisasi non profit yang bergerak

pada bidang sosial dan kemanusiaan juga memiliki strategi dalam

menjalankan manajemen, hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana proses

68

manajemen berlangsung. Oleh karena itu perlu untuk mengidentifikasi

strategi manajemen ACT dengan penerapan prinsip-prinsip good

governance. Berikut ini adalah karakteristik manajemen strategik yang ada

pada ACT:

1. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala

besar

ACT pada awal pendiriannya sudah memiliki arah yang jelas,

dan untuk menuju kepada cita-cita organisasi tersebut dibentuklah

sebuah konsep yang matang dan strategis, hal tersebut terlihat dari

upaya-upaya yang dilakukan oleh para pendiri ACT, yang paling utama

adalah melakukan legalisasi hukum, shingga ACT menjadi organisasi

non profit yang berbadan hukum yang sah. Dari dokumen resmi ACT

berupa Keputusan Mentri Hukum dan HAM RI nomor: c-

1714.HT.01.02TH2005 yang mengesahkan tentang akta pendirian

yayasan Aksi Cepat Tanggap tertanggal 1 November 2005, dapat

menggambarkan bahwa para pendiri ACT telah melakukan langkah

awal untuk sebuah perencanaan yang besar, yaitu membentuk sebuah

organisasi kemanusiaan yang besar dan mempunyai kekuatan di mata

hukum, sehingga dalam setiap aktifitasnya ACT mendapat perlindungan

dan payung hukum.

2. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan

Rencana strategik adalah sebuah rencana yang berorientasi

masa depan, di ACT langkah strategis itu menjadi harapan yang optimis

69

yang selalu diupayakan oleh manajemen. Perwujudan dari orientasi

untuk masa depan ACT seperti tertuang dalam visi dan misi. Berikut ini

adalah kutipan visi ACT

“Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis

kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk

mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik.”

Jika ditelaah, dari uraian visi tersebut terdapat sebuah cita-cita besar di

masa depan, yaitu menjadi organisasi kemanusiaan global adalah cita-

cita ACT yang kini sudah tercapai. Pada awalnya ACT hanya sebuah

sekumpulan orang yang peduli terhadap fenomena kebencanaan di

tanah air, namun para pendiri tersebut memiliki visi yang besar,

sehingga capaian ACT saat ini adalah hasil interpretasi dari visi yang

berorientasi masa depan tersebut.

3. Visi dan misi

Bagi sebuah organisasi visi dan misi adalah elemen yang

wajib, sebagaimana organisasi yang profesional, visi dan misi haruslah

realistis dan strategik. Visi dan misi ACT merupakan sebuah strategi

induk yang telah dirumuskan oleh manajemen puncak. Tujuan visi dan

misi ini adalah untuk jangka panjang sebagai acuan dalam perumusan

program-program ACT.

Dalam sebuah wawancara pribadi dengan Sri Suroto, pada

pertanyaan mengenai pengembangan visi dan misi ACT untuk cabang

Semarang mengatakan,

“Ya karena kita bicara tentang humanity, kemanusiaan, maka

konsep dasar dari pusat itu ya bisa diimplementasikan ke daerah-

70

daerah, dan ACT pusat memberikan peluang yang luas, lebar dan

mengakomodir kearifan lokal, potensi lokal apa, jadi ACT tidak

terlalu kaku dari sisi program, kebijakan, prinsipnya sih

bagaimana potensi daerah, keberadaan adanya kantor ini bisa

memberikan kebermanfaatan dan memberikan kontribusi yang

luar biasa buat masyarakat.”

Dari pernyataan tersebut dapat diarik benang merah bahwa visi

dan misi ACT pusat adalah sebagai induk, yang berarti visi dan misi

tersebut menjadi landasan dari program-program yang akan dijalankan

oleh ACT di setiap cabang.

ACT telah berhasil membentuk konsep visi yang strategis dan

misi yang dapat mengantarkan kepada tujuan dengan efektif dan efisien.

Dari penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa ACT mempunyai

orientasi masa depan, hal tersebut diwujudkan bagaimana ACT

membangun sebuah visi, di dalam visi tersebut disebutkan bahwa ACT

memiliki cita-cita menjadi sebuah organisasi kemanusiaan berskala

global, dan kini seiring berjalannya waktu apa yang organisasi cita-

citakan terealisasi ke dalam program-program ACT.

4. Penjabaran rencana strategis dalam rencana operasional

Visi dan misi organisasi akan menjadi landasan bagaimana dan

seperti apa program-program organisasi itu disusun. Visi dan misi akan

menjadi landasan dari setiap rencana operasional organisasi. Rencana

operasional organisasi termasuk di antaranya yaitu bagaimana program-

program ACT direncanakan. ACT cabang Semarang merencanakan

setiap program dengan pendekatan masalah atau based problem, yaitu

dengan melakukan riset kepada fenomena sosial di masyarakat yang

71

membutuhkan sentuhan ACT. Berikut ini merupakan pernyataan dari

Sri Suroto,

“ACT Jateng programnya masih cederung tentatif ya, masih ada

beberapa titik-titik prasejahtera, kemiskinan, dan kekeringan kita

juga berkontribusi di sana. Harapan kedepannya kita punya desa

binaan dan kemudian akan kita kelola, menggerakkan

kerelawanan dan kontribusi masyarakat.”

Dari pernyataan tersebut, ACT memiliki program yang dinamis,

program yang disusun bukan sebuah program kaku melainkan program

yang menyesuaikan dengan kondisi permasalahan sosial di masyarakat

yaitu seperti kemiskinan dan kekeringan, mengingat ACT mempunyai

program dalam kaitanya dengan pengentasan kemiskinan dan

pemberdayaan masyarakat. Berikut ini adalah pernyataan Sri Suroto

untuk menguatkan identifikasi tersebut,

“...jadi ACT tidak terlalu kaku dari sisi program, kebijakan, prinsipnya

sih bagaimana potensi daerah, keberadaan adanya kantor ini bisa

memberikan kebermanfaatan dan memberikan kontribusi yang luar

biasa buat masyarakat.”

Penyusunan program sosial yang dinamis mengikuti dinamika

permasalahan sosial di masyarakat adalah sebuah rencana strategi ACT

agar dapat berkontribusi kepada masyarakat dengan tepat sasaran dan

masyarakat dapat merasakan manfaat dari program-program ACT.

5. Pelibatan manajemen puncak

Pada setiap organisasi manajemen puncak memiliki andil yang

sangat besar dalam perencanaan strategis, karena hal tersebut bersifat

mendasar dan prinsipil. Pelibatan manajemen puncak tidak hanya pada

penyusunan visi dan misi, namun pada keputusan strategik yang

bersifat urgent, termasuk pada aspek opersional tertentu juga

72

melibatkan manajemen puncak. Contoh pelibatan manajemen pusat di

ACT cabang Semarang dengan pusat salah satunya adalah dalam proses

operasional keuangan dan rekrutmen.

Untuk dalam urusan operasional keuanganan, contohnya adalah

ketika melakukan operasional fundrising atau penggalangan dana, Sri

Suroto ketika menjawab pertanyaan mengenai proses penggalangan

dana dalam wawancara pribadi mengatakan,

“Semua penghimpunan dari cabang disetor ke pusat dulu,

kemudian dikembalikan lagi, sesuai dengan amanah para muzaki,

donatur, terkait dengan akad transaksinya, misalnya donatur

Semarang berakad untuk membantu lokal program Semarang,

maka dananya akan dikembalikan ke Semarang lagi sesuai

dengan dana siap salurnya, dana pengelola yang telah diambil

oleh hak lembaga, jadi proporsional.”

ACT merupakan organisasi yang dalam kegiatan operasinya terdapat

aktifitas penggalangan dana dari masyarakat, hal tersebut sangat sensitif

karena pertanggung jawaban dari pengelolaan keuangan tersebut jika

terdapat kecerobohan maka nama baik ACT dapat tercoreng sehingga

kepercayaan masyarakat bisa hilang. Oleh karena itu untuk

mengantisipasi hal tersebut, dari pusat selalu terkoordinasi oleh kantor-

kantor cabang yang tersebar di seluruh Nusantara, operasional

keuangan haruslah diatur dalam prosedur yang mencegah celah-celah

untuk disalahgunakan. Dari pernyataan Sri Suroto di atas diidentifikasi

bahwa ACT secara organisasional mempunyai komitmen yang tinggi

untuk memberikan pengawasan dari sisi keuangan kantor-kantor yang

73

ada dibawaah tanggung jawabnya, di sisi lain kantor cabang juga

kooperatif mendukung pelaksanaan sistem tersebut.

Selain pelibatan dalam urusan keuangan kantor pusat ACT juga

ikut andil dalam proses rekrutmen anggota setiap kantor-kantor cabang

ACT, apabila cabang memerlukan SDM tambahan, ACT cabang akan

melibatkan ACT pusat dalam pengambilan keputusan, Sri Suroto dalam

wawancara pribadi mengatakan,

“Terkait dengan rekrutmen dan kebutuhan SDM biasanya kita

dari cabang atau pusat lansung publish ke masyarakat, baik lewat

sosial media, maupun lewat website, kemudian masyarakat yang

berminat melengkapi persyaratan kemudia kita panggil untuk

diseleksi bagi yang kualifikasi ya. Dalam mererut SDM

terkordinasi dengan pusat, karena terkait dengan operasional.

Seleksi orang pusat turun ke cabang, tergantung kebutuhan SDM.

seleksi dilakukan oleh ahli divisi HR.”

Di ACT keterlibatan kantor pusat dengan cabang dalam hal rekrutmen

menjadi pengawas sekaligus fasilitator. Pengawas maksudnya adalah

agar setiap kantor cabang memang benar-benar efektif dan efisien

dalam merekrut SDM yang ada. Sebagai fasilitator maksudnya, dalam

ACT mempunyai divisi HR khusus yang dapat menangani rekrutmen

karyawan baru. Divisi HR yang ada di pusat selalu dilibatkan dalam

proses rekrutmen karywan baru di cabang, hal tersebut karena divisi HR

di ACT mempunyai psikolog yang ahli dalam bidang rekrutmen untuk

melakukan serangkaian test agar dalam penerimaan karyawan baru

tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan dan budaya organisasi ACT itu

sendiri.

74

6. Pengimplementasian dalam program

Program-program dari sebuah organisasi adalah hasil intisari

dari visi organisasi itu sendiri. Rencana strategik sebuah organisasi

dalam kaitannya dengan imlementasi program yaitu berfokus pada

bagaimana tujuan dan cita-cita organisasi dapat diwujudkan melalui

program. Jika kembali melihat visi ACT, maka dapat terlihat bahwa

ACT mempunyai harapan masa depan untuk bisa berkontribusi di

kancah global. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut ACT telah

memiliki program yang berorientasi global, program tersebut yaitu

Global Qurban dan Global Humanity Response. Dari semua program

yang telah dilakukan oleh ACT merupakan sebuah keberhasilan dari

penerapan manajemen strategik, berawal cari penyataan visi yang

kemudian dapat terealisasi ke dalam program dan masyarakat mendapat

manfaat adalah keberhasilan pengimplementasian visi sebagai landasan

prinsipil ke dalam sebuah aksi nyata.

Dari data-data di atas, dapat diidentifikasi bahwa manajemen

ACT telah melakukan strategi manajemen dalam membangun dan

menjalankan organisasi, hal tersebut dapat diketahui dari kriteria-

kriteria manajemen strategik yang ada dalam proses manajemen ACT.

4.2.2 Good Governance

Meskipun good governance memiliki arti tata kelola

pemerintahan yang baik, bukan berarti prinsip-prinsip good governance

tersebut hanya dapat diterapkan pada organisasi pemerintahan saja.

75

Organisasi korporasi pun mengenal istilah Good Corporate Governance,

demikian juga pada organisasi non profit, Bastian (2007) mengatakan

bahwa prinsip good governance juga dapat diimplementasikan pada

organisasi non profit.

Sampai saat ini good governance telah banyak dirumuskan oleh

beberapa pihak yang mempunyai kepentingan langsung. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa prinsip-prinsip good

governance. Namun pada intinya semua menganut asas atau prinsip yang

hampir sama, yang menjadi penekanan adalah asas atau prinsip

transparansi, akuntabilitas, ketebukaan, kepastian hukum dan

profesionalisme. Namun dalam penelitian ini, prinsip good governance

yang durumuskan menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional / Bappenas pada tahun 2005 yang akan digunakan sebagai

landasan teori utama karena memuat prinsip-prinsip good governance

yang lebih rinci dan dapat mewakili semua prinsip-prinsip yang telah ada

sebelumnya.

Berikut ini merupakan analisis implementasi prinsip-prinsip good

governcance pada Aksi Cepat Tanggap cabang Semarang jika menurut

pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas Tahun

2005:

1. Wawasan ke depan (Visionary)

Organisasi yang baik tentunya mempunyai pandangan masa

depan yang jelas, pandangan tersebut tertuang dalam sebuah rencana

76

strategik. Sebuah organisasi dengan wawasan ke depan tidak lepas

dari sosok pemimpin yang visioner. Di ACT cabang Semarang

wawasan ke depan tidak hanya terdapat di visi organisasi saja seperti

yang sudah djelaskan sebelumnya. Namun peran sosok pemimpin

yang visioner juga memberikan kontribusi bagi kemajuan organisasi.

Menurut Hartanto (2009) Kepemimpinan yang visioner

adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada

kerja sama sinergistik di antara sesama anggota organisasi maupun

pihak lain, dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja sama

tersebut.

Dikatakan bahwa pemimpin yang visioner adalah pemimpin

yang mampu memberikan arahan, mampu memberikan makna dari

setiap aktifitas yang akan dilakukan, hal tersebut terjadi pada kepala

ACT cabang Semarang, dalam wawancara pribadi beberapa karyawan

ACT cabang Semarang diajukan pertanyaan mengenai testimoni

kepemimpinan pimpinan mereka. Berikut ini adalah pernyataan dari

Vera Fratiwi bagian finance ACT cabang Semarang,

“Kepemimpinan Pak Suroto kalau menurut saya, beliau bisa

menjadi panutan, beliau Branch Manager yang baik, suka

memberikan motivasi yang baik terus ada beberapa sikap beliau

yang menjadi penutan buat kita para karyawan, dan beliau juga

selalu mengingatkan tentang yang baik.”

Dari pernyataan Vera Fratiwi tersebut, disimpulkan bahwa Sri Suroto

sebagai kepala cabang ACT adalah sosok yang dapat memberi

panutan.

77

Pada kesempatan lain, Chafidz Rohman, selaku bagian

penanggung jawab program berpendapat ketika dilayangkan

pertanyaan apakah pimpinannya merupakan sosok pemimpin yang

visioner,

“Dengan sepak terjang beliau yang malang melintang di dunia

sosial. Baliau banyak membimbing kami, memberikan arahan

dan ide-ide segar yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.”

Selain itu, Chafidz juga mengutarakan bagaimana Sri Suroto

memotivasi setiap karyawan ACT,

“Saya kira beliau juga memberikan arahan yang kemudian itu

menjadi hal yang urgent harus dieksekusi ya dieksekusi, cuman

di sini beliau juga memberikan ruang kepada saya katakanlah

untuk berkreasi, dalam artian ini juga proses pembelajaran

kepada saya untuk bisa mengelola sisi kepemimpinan. Dengan

program-program yang sekian banyak di ACT, cuman beliau ya

membantu misalkan, memberikan motivasi misalkan,

programnya banyak dilink-kan dengan mitra-mitranya. Saya kira

pengalaman beliau di dunia kemanusiaan juga sudah lama, dulu

sebelum di ACT pernah menempati di beberapa lembaga

kemanusiaan, dan hal itu yang beliau ajarkan kepada saya untuk

motivasi.”

Dari pernyataan tersebut dapat diambil benang merah bahwa Sri

Suroto mempunyai pendekatan interpersonal yang baik dalam

menjalain hubungan dengan bawahan yang dipimpin.

Astreatun bagian Community and Development juga

memberikan jawaban ketika diajukan pertanyaan yang sama,

“Mungkin dengan pengalamannya karena sudah bertahun-tahun

mengabdikan dirinya di ranah ini jadi banyak muncul ide-ide ya

mas. ”

Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa Sri Suroto selaku kepala

cabang adalah orang yang kompeten dan memiliki banyak

pengalaman di bidang sosial.

78

Selain sisi visioner dari sudut pandang kepemimpinan, yang

paling utama dan menjadi indikator minimal yaitu bagaimana

organisasi membentuk sebuah misi. Dari penjelasan sebelumnya ACT

telah memiliki sebuah visi yang kuat. Dalam hal visi organisasi, Sri

Suroto mengatakan,

“ACT sebagaimana visi kita ya, menjadi organisasi global yang

profesional, berbasiskan kedermawanan dan kerelawanan

masyarakat global untuk mewujudkan kehidupan yang lebih

baik.”

Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat diidentifikasi bahwa ACT

merupakan sebuah organisasi yang mempunyai visi yang jelas dan

kuat secara organisasional. Selain itu ACT juga memiliki seorang

pemimpin yang dipandang bawahannya sebagai pemimpin yang

mengayomi, mempunyai wawasan ke depan dan kreatif dengan

sebuah ide-ide baru atau visioner.

2. Keterbukaan dan transparansi (Openess and transparency)

Rahman (2004) mengatakan transparansi adalah keterbukaan,

yaitu sebuah pengungkapan informasi kinerja organisasi baik

ketepatan waktu maupun akurasinya. Dengan transparansi, pihak-

pihak terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas

dasar apa keputusan-keputusan tertentu dibuat serta bagaimana suatu

organisasi dikelola.

Organisasi yang profesional dituntut untuk memberikan akses

pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh dan tepat

waktu. ACT sebagai organisasi non profit yang bergerak pada bidang

79

sosial dan kemanusiaan adalah sebuah lembaga yang juga

menghimpun dana dari masyarakat. Oleh karenanya kepercayaan

masyarakat adalah hal yang sangat penting yang harus dijaga dan

dipertahankan. ACT dalam upayanya untuk menjadi sebuah organisasi

yang profesional juga mendukung asas keterbukaan dan transparansi.

Berikut Sri Suroto dalam sebuah wawancara pribadi mengatakan,

“Alhamdulillah ACT semua penghimpunan dapat diakses online

dan realtime, di act.id (website resmi ACT), disitu bisa dilihat

transaksi yang masuk, kemudian penyalurannya, dan aksi-aksi

yang dilakukan ACT, semuanya transparan dan disampaikan ke

publik, karena memang publik bagian dari audit eksternal

kelembagaan. Dan ACT juga diaudit oleh akuntan publik ya,

alhamdulillah ya sejak awal sampai saat ini, WTP, wajar tanpa

pengecualian, artinya donasi yang dihimpun dari donor,

dipertanggung jawaban ke publik, dan semuanya tersalurkan

dengan baik sesuai amanah. Kemudian ACT dalam pengelolaan

progam-programnya, yang jelas karena core kita adalah

kemanusiaan, aksi-aksi kemanusiaan, semaunya pun transparan,

disampaikan ke publik, di web itu adalah sarana komunikasi

kita, program yang kita lakukan, dan isnya Allah masing-masing

cabang dan ACT pusat sangat masive sekali, dan kita juga

alhamdulillah, yang paling kuat itu justru banyak melibatkan

para relawan dan menggerakan masyarakat...”

Selain itu dalam kesempatan wawancara lain dengan Sri Suroto,

ketika ditanyakan mengenai komitmen ACT dalam menjunjung

prinsip transparansi mengatakan bahwa,

“Bahkan, sebetulnya kalau kita lihat ya antara apa namanya,

lembaga-lembaga atau departemen yang ada hubungannya

dengan menghimpun dana dari masyarakat, itu kayak dirjen

pajak, bea cukai, itu kan mereka menghimpun dan dari

masyarakat kita pun juga mungkin hampir sama ya, cuman

bedanya mereka ada undang-undang dengan adanya kewajiban

dan punishment, ketika orang membayar pajak dan sebagainya

kan ada denda dan sebagainya bahkan sampai pidana, ketika

kita berada di lembaga seperti ini, kita pun tentatif hampir

sama, toh program-program kita itu banyak memberikan

bantuan pada kepentingan bangsa dan negara kita, misalnya

80

terkait dengan bencana, bencana itu kan tanggung jawab yang

pertama adalah tentunya negara ini, karena mereka ada angaran

APBN yang berasal dari pajak, kalau kita berkontribusi

membangun kesadaran masyarakat, mengedukasi masyarakat,

menghimpun dana dari masayarakat, yang kemudian kita

salurkan pada masayarakat kembali dan kemudian kita

pertanggung jawabkan, terhadap dana yang dihimpun dan

pengelolaannya dan penyaluaranya secara transparan. Bisa

diaudit, bahkan alhamdulillah sejak berdiri sampai dengan

sekarang, terkait dengan operasional aktifitas lembaga, kita

diaudit oleh akuntan publik yang kemudian kita laporkan secara

transparan kepada masayarakat, bahkan di web kita pun sampai

sekarang kita laporkan secara online dan memang pengelolaan

lembaga terkait dengan menghimpun dan masyarakat, kita juga

salah satu lembaga yang profesional ya transparansi,

transparansi penghimpunan, transparansi pengelolaan dan

pelaporan.”

Dari kesempatan wawancara lain Sri Suroto menjelaskan bagaimana

transparansi ACT dalam menyalurkan donasi masyarakat sesuai

dengan akadnya,

“Kita sudah klasifikasikan terkait dengan trasnaksi dana yang

masuk ya, misalnya kejadian kemarin, banji bandang di Garut,

kemudian apa yang dilakukan ACT, ACT segera turun ke

lapangan, melakukan assesment, kebutuhan apa, data-data

tentang kebencanaan kita update terus, yang jelas kita

berkomunkasi dan intens, bekerja sama dengan BNPB, karena

mau nggak mau kita pengananan bencana ini harus

terkonsolidasi, tidak bisa, satu LSM berja sendiri-sendiri, semua

harus terkoordinasi. Setelah itu kita publish ke masyarakat, dan

kemudian alhamdulillah, dukungan dan support masyarakat,

terkit dengan donasi kebencanaan sesuai dengan akadnya kita

salurkan, misalnya akadnya Garut ya sudah, kita fokuskan ke

situ dan kita salurkan ke masyarakat, dalam bentuk playanan-

pelayanan, misalnya kesehatan, pendidikan, atau yang darurat,

sembako. Dan nantinya kita pertanggung jawabkan, berapa dana

yang dihimpun, disalurkan dalam program apa, berapa penerima

manfaat, beapa orang yang mendapatkan donasi, semuanya

terdokumentasi, semua terdata, dan ini yang kita sampaikan ke

publik. Jadi dari semua dana yang masuk, sesuai dengan akad

transaksi, kemudian kita lihat kebutuhan masyarakat apa, terkait

kesehatan kita berikan pelayanan kesehatan, pelayanan

kesehatan programnya apa saja, misalnya cek sehat, pemberian

obat, kemdian pasiennya siapa saja semua terdata. Sehingga

81

pengelolaan ini kita laporkan ke donor, ynag memberikan

donasi.”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa, upaya ACT dalam

memberikan kepercayaan kepada masyarakat khususnya donatur ialah

dengan cara disiplin dalam prosedur pengelolaan keuangan dan juga

melibatkan auditor eksternal, dengan hasil audit WTP (Wajar Tanpa

Pengecualian) berarti kinerja keuangan ACT berjalan dengan baik,

jujur dan tidak ada kecurangan. Selain itu, di dalam website juga

tersedia publikasi laporan keuangan tahunan dan dokumentasi setiap

program yang telah dilakukan. Melibatkan akuntan publik dan website

sebagai sarana informasi yang mudah merupakan sebuah terobosan

dan komitmen ACT dalam kaitanya dengan prinsip trasparansi dalam

kelembagaan.

3. Partisipasi masyarakat (Participation)

Terlibatnya masyarakat di dalam organisasi baik secara

langsung maupun tidak langsung menunjukan bahwa organisasi

tersebut berhasil menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan

sekitar, khusunya masyarakat. Organisasi yang mempunyai hubungan

langsung dengan masyarakat tentunya menjadikan masyarakat sebagi

mitra strategis. Tidak terkecuali ACT yang merupakan sebuah

organisasi sosial dan kemanusiaan, eksistensi ACT sendiri adalah

hasil dari dukungan dan kepercayaan masyarakat. Hal itu terlihat dari

pendanaan ACT itu sendiri yaitu berasal dari dana uluran tangan atau

donasi yang juga berasal dari masyarakat. Selain itu, ACT juga

82

memiliki basis relaawan yang bernama Masyarakat Relawan

Indonesia atau MRI yang terdiri dari orang-orang dari berbagai

lapisan masyarakat yang bersedia untuk berkontribusi untuk menjadi

relawan secara sukarela tanpa diberikan bayaran.

Dalam prinsip good governance sebuah organisasi yang baik

adalah organisasi yang dapat menjalin hubungan baik dengan

masyarakat. Dalam kaitannya dengan pelibatan partisipasi masyarakat,

Sri Suroto mengatakan bahwa,

“Harapan kedepannya kita punya desa binaan dan kemudian

akan kita kelola, menggerakkan kerelawanan dan kontribusi

masyarakat. Jadi, masalah kemanusiaan dengan berbagai

macam problematika, kita akan bisa menjadi solusi ketika

gerakan kerelawanan dan kedermawanan juga gerakan

kemanusiaan ini kita kampanyekan di masyarakat.”

Hubungan ACT dan relawan tak terpisahkan, ACT selalu berupaya

untuk melibatkan masyarakat agar berpartisipasi dalam setiap aktifitas

ACT, khususnya dalam kaitanya dengan menumbuhkan sikap

kerelawanan di masyarakat. ACT mempunyai basis masa sebagai

database relawan yang tersebar di seluruh negeri, relawan ACT

tergabung dalam wadah MRI, dalam wawancara pribadi dengan Sri

Suroto ketika menjawab pertanyaan seputar MRI mengatakan,

“Mas Chafidz, Program, beliau salah satu yang mengkoordinasi

tentang gerakan kerelawanan, namanya MRI, Masyarakat

Relawan Indonesia, kita melibatkan publik, supaya gerakan

kerelawan ini menjadi bagian karakter personal dari masyarakat,

dan ketika gerakan kerelawanan ini luar biasa masive, maka

segala hal problematika masyarakat bisa diselesaikan, jadi

kadang kala suatu program itu tidak melulu dengan uang, tapi

mungkin ada personal yang kebetulan memiliki disiplin ilmu

tertentu, skill tertentu, keahlian tertentu, dia punya jiwa

kerelawanan ilmunya dapat dibagikan secara free, sehingga

83

ilmunya dapat merubah masyarakat dari kemunduran,

kemiskinan untuk bisa berdaya. Bisa jadi seorang dokter,

seorang medis, dia berkontribusi mungkin dalam aksi-aksi

bencana, sosial, atau daerah yang rawan dengan penyakit, atau

mengedukasi masyarakat dan membagikan ilmunya secara

gratis, itu bisa jadi solusi, bayangkan kalau itu harus berbayar

pastikan luar basa dananya. Tapi intinya gerakan kerelawan ini

menggerakkan sisi baik masyarakat, kita berharap bagaimana

kita bisa meiliki banyak peran, yang memang benar dirasakan

oleh masyarakat yang lain, Insya Allah.”

Selain itu ketika ditanya mengenai interaksi antara kepala cabang

ACT dengan para relawan, Sri Suroto mengatakan,

“Kebetulan kepala cabang di ACT sekaligus koordinator

relawan, ibaratnya apa ya sebagai ketua relawannya, dan

bertanggung jawab untuk mendinamisasi gerakan relawan ini,

dan nanti ada struktur tersendiri lagi.”

Dalam menjaga partisipasi atau keterlibatan masyarakat yang

diwadahi dalam MRI, Sri Suroto selaku kepala cabang juga menjaga

komunikasi dan hubungan interpersonal secara langsung sehingga

melibatkan diri dalam tubuh relawan tersebut.

Keberhasilan ACT cabang Semarang dalam membangun

hubungan dengan masyarakat terlihat dari jumlah relawan ACT yang

berada dibawah koordinatornya, Sri Suroto menjawab pertanyaan

ketika ditanya jumlah relawan ACT cabang Semarang,

“Jadi untuk di Jawa Tengah tidak banyak sih, sekitar tiga ratusan

relawan, dan kebetulan kita tiap tahun itu ada program volunteer

camp, ini adalah sebagai saran rekrutmen sekaligus membangun

edukasi buat masyarakat, pentingnyagerakan masyarakat. Ini

tidak semata-mata merekrut tapi mereka harus dibekali dengan

ilmu, misalnya tentang mitigasi bencana, recue, sesuai dengan

bidang-bidang kompentensi dan kemampuan-kemampuan

personal SDM, jadi kita petakan.

84

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat teridentifikasi bagaimana

ACT selalu berupaya untuk proaktif membangun hubungan dan

keterlibatan bersama masyarakat.

4. Tanggung gugat (Accountability)

Tasmara (2006) mengatakan bahwa akuntabilitas adalah

kemampuan untuk mampu menjelaskan, menjawab, dan

mempertanggung jawabkan seluruh keputusan-keputusan dan tindak

perbuatan yang kita lakukan. Akuntabilitas juga berkaitan dengan

sikap keterbukaan.

Jika melihat akuntabilitas dari sisi keuangan, ACT dalam

setiap tahun mempublikasikan hasil audit keuangan di dalam website

resmi. Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk memberikan dan

menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Akuntabilitas dalam prinsip good governance mempunyai

indikator minimum yaitu, bagaimana sebuah organisasi melakukan

dan disiplin terhadap prosedur standar yang telah ditetapkan dalam

aktivitas tertentu. Ketika ditanyakan mengenai upaya ACT

menjunjung akuntabilitas dalam berorganisasi, Sri Suroto memberikan

contoh ACT menjunjung akuntabilitas berorganisasi salah satunya

dengan kedisiplinan dalam melakukan standar prosedur yang ada di

organisasi, contohnya adalah ketika melakukan aksi sosial pada saat

terjadi banjir bandang di Garut pada awal Oktober 2016,

“Misalnya kejadian kemarin, banjir bandang di Garut, kemudian

apa yang dilakukan ACT. ACT segera turun ke lapangan,

85

melakukan assesment, kebutuhan apa, data-data tentang

kebencanaan kita update terus, yang jelas kita berkomunikasi

dan intens, bekerja sama dengan BNPB, karena mau nggak mau,

kita penanganan bencana ini harus terkonsolidai, tidak bisa, satu

LSM berja sendiri-sendiri, semua harus terkoordinasi. Setelah

itu kita publish ke masyarakat, dan kemudian alhamdulillah,

dukungan dan support masyarakat, terkit dengan donasi

kebencanaan sesuai dengan akadnya kita salurkan, misalnya

akadnya Garut ya sudah, kita fokuskan ke situ dan kita salurkan

ke masyarakat, dalam pentuk playanan-pelayanan, misalnya

kesehatan, pendidikan, atau yang darurat sembako. Dan

nantinya kita pertanggung jawabkan, berapa dana yang

dihimpun, disalurkan dalam program apa, berapa penerima

manfaat, berapa orang yang mendapatkan donasi, semuanya

terdokumentasi, semua terdata, dan ini yang kita sampaikan ke

publik. Jadi dari semua dana yang masuk, sesuai dengan akad

transaksi, kemudian kita lihat kebutuhan masyarakat apa, terkait

kesehatan kita berikan pelayanan kesehatan, pelayanan

kesehatan programnya apa saja, misalnya cek sehat, pemberian

obat, kemudian pasiennya siapa saja, semua terdata. Sehingga

pengelolaan ini kita laporkan ke donor, yang memberikan

donasi.”

Dari pernyataan tersebut, dapat terlihat bahwa ACT telah

memiliki standar prosedur tertentu dalam kaitannya aksi merespon

bencana dengan cepat. Pelaksanaan standar prosedur yang disiplin

merupakan bagian dari akuntabilitas sebuah organisasi yang memiliki

tata kelola yang baik.

5. Supremasi hukum (Rule of law)

Indonesia adalah negara hukum, dengan kata lain setiap

sendi-sendi kehidupan bernegara adalah berdasarkan hukum yang

berlaku. Kepatuhan sebuah organisasi kepada hukum yang paling

dasar dapat terlihat dari legalitas organisasi tersebut di mata hukum di

Indonesia, dengan kata lain telah sah dan legal mendapat izin dari

86

pemerintah. Jika sebuah organisasi telah sah di mata hukum, maka

setiap aktifitas organisasi akan mendapat perlindungan dari payung

hukum. Selain itu juga akan menambah kepercayaan masyarakat.

Dalam penelitian ini, penting kiranya untuk mengidentifikasi

bagaimana kedudukan ACT di mata hukum. Setelah melalui

pengumpulan data, didapatkan sebuah dokumen resmi sebagai berikut

ini:

1. Keputusan Mentri Hukum dan HAM RI nomor: c-

1714.HT.01.02TH2005

2. Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Bantuan dan Jaminan

Sosial No. 33/BSKBA/I/2006

Dokumen pertama, yaitu dokumen yang dikeluarkan oleh

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Dalam dokumen tersebut menerangkan bahwa, ACT telah sah secara

hukum menjadi yayasan yang legal.

Dokumen kedua, yaitu dokumen yang dikeluarkan oleh

Kementerian Sosial Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa ACT

adalah mitra Departemen Sosial sebagai satuan penanggulanagan

bencana bidang bantuan sosial di seluruh Indonesia.

Dari dokumen-dokumen tersebut teridentifikasi bahwa ACT

merupakan sebuah organisasi non profit yang legal. Selain itu ACT

dalam sebuah wawancara pribadi Sri Suroto juga menjelaskan tentang

87

komitmen ACT untuk menjadi organisasi yang taat hukum di

Indoensia,

“Alhamdulillah, secara personal atau kelembagaan semuanya

harus taat kepada hukum, kalau hukum dan aturan ini yang

akan memayungi pergerakan atau aktifitas secara personal

ataupun kelembagaan supaya teratur, terarah dan bertanggung

jawab. ACT kita juga sama, semua regulasi pemerintah kita

tekuni, kita taati, sebagai payung koridor, bagaimana batasan

kegiatan aksi dibolehkan atau tidak sebagainya, itu kan hukum

jelas, ACT menyikapi hukum di Indonesia adalah hukum yang

positif yang harus ditaati dan diterapkan. Bahkan ACT di mata

pemerintah, ACT merupakan salah satu lembaga ynag

menginisiasi BNPB, Badan Nasional Penaggulangan Bencana.

Jadi ketika awal bencana tsunami di Aceh, tahun 2004 atau

2005, alhamdulillah ACT termasuk bagian yang bergerak di

awal, dan saat iulah kita baru bersadar, tentang arti pentingnya

penanganan bencana, yang memang harus secara khusus dan

serius, disikapi, apalagi permasalahan di Indoensia potensi

kebencanaan di Indoensia punya kerawanan bencana yang

tinggi. Terutama gunung berapi yang tersebar begitu banyak di

Indonesia, poensi meletus sewaktu-waktu, ya gempa dan

tsunami, tanah longsor dan banjir yang luar biasa, ini Indonesia

tentang potensi bencana memang luar biasa. Maka kita sebagai

lembaga harusnya mengedukasi memberikan penyadaran,

memberikan penyadaran tentang potensi bencana yang bisa

terjadi sewaktu-waktu muncul. Pada prinsipnya ACT terhadap

kepatuhan hukum di Indonesia sangat mendukung dan memang

harus ditegakkan.”

Dari pernyataan-pernyataan di atas ACT memiliki komitmen yang

tinggi terhadap kesadaran hukum. Kepercayaan masyarakat saat ini

juga bagian dari cerminan ACT sebagai organisasi yang legal dan

patuh tehadap hukum yang berlaku di Indonesia.

6. Demokrasi (Democracy)

Robbin dan Judge (2008) mengatakan tentang pengembangan

organisasi (Organizational Development), untuk sebuah organisasi

agar dapat berkembang memerlukan intervensi atau peran berupa nilai

88

humanis dan demokratis yaitu dengan upaya untuk meningkatkan

keefektifan karyawan dan kesejahteraan karyawan. Dari situ dapat

dikatakan bahwa demokrasi di dalam sebuah organisasi mempunyai

peranan penting dalam berorganisasi.

Indikator minimal sebuah organisasi dikatakan demokratis

adalah ketika adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi.

Bagaimana aspirasi dapat tersalurkan dengan baik dapat terlihat dari

bagaimana pemimpin memfasilitasi dan merespon setiap fenomena

yang berkaitan dengan aspirasi karyawan di dalam lingkungan ACT

cabang Semarang. Sebagai pemimpin dalam mendukung upaya

demokrasi di ACT cabang Semarang, Sri Suroto selalu memposisikan

diri sebagai mentor.

“Sebagai leader, kita juga memberikan coach dan konseling,

memberikan arahan, memberikan bimbingan, motivasi dan

memberikan solusi jika kemudian ada masalah atau mendapat

hambatan. Coach dan konseling itu memang tidak bisa

dipisahkan dari perhatian kepada tim yang tergabung.”

Dalam kesempatan lain dengan Chafidz ketika ditanyakan mengenai

cara komunikasi kepemimpinan Sri Suroto,

“Beliau santai, humanis, tidak ada sekat beliau seorang BM, itu

jadi bumbulah bagaimana tim ini bisa solid. Ketika ada

karyawan yang kinerjanya kemudian diberikan apresiasi, ketika

beliau salah juga beliau meminta maaf.”

Dari pernyataan di atas, dalam hal praktik demokrasi jika

dihubungkan dengan penyampaian aspirasi di dalam organisasi dan

sikap pemimpin dalam menerima aspirasi bawahannya, dapat

disimpulkan bahwa Sri Suroto selalu terbuka, bahkan dengan

bijaksana seorang pemimpin mengatakan permohonan maaf jika

89

terdapat kesalahan kepada bawahannya. Garis merahnya, di ACT

cabang Semarang dalam proses rapat setiap anggota memiliki hak dan

kewajiban untuk mengutarakan usulan dan saran. Ketidakpuasan

terhadap karyawan lain atau kepada pemimpin juga dapat disampaikan

dengan demokratis., dengan demikian ACT menjunjung nilai

demokratis dalam berorganisasi.

7. Profesionalisme dan kompetensi (Professionalism and competency)

Menurut Sony Keraf (1998) seorang profesional adalah orang

yang punya integritas pribadi yang tinggi dan mendalam, yang selalu

menjaga nama baik, komitmen moral, tuntunan profesi serta nilai-nilai

dan cita-cita yang diperjuangkan oleh profesinya.

Jika melihat profsionalisme pada ACT cabang Semarang,

maka akan dihadapkan kepada seseorang pekerja sosial atau social

worker. Pekerja sosial di Indoenesia tidak cukup popoular dan bahkan

tidak digolongkan ke dalam karir prioritas, mungkin hanya menjadi

pilihan kedua bahkan terakhir.

ACT adalah sebuah organisasi kemanusiaan non profit,

bukan berarti karena organisasi non profit maka orang-orang yang ada

di dalamnya adalah bukan orang yang bisa dianggap cakap atau

profesional. Setiap karyawan ACT berkomitmen untuk berkarir di

bidang sosial sebagai seorang social worker. Banyak hal yang melatar

belakangi kenapa berkarir di ACT menjadi sebuah pilihan. Hampir

semua karyawan ACT adalah orang-orang terpelajar dan

90

berpendidikan tinggi. Bahkan, ada yang sebelumnya menjadi bankir di

salah satu bank berplat merah. Hal tersebut dapat menandakan bahwa

ACT berisi orang-orang yang kompeten dan profesional di bidangnya.

Profesionalisme sebuah organisasi dapat dilihat dari anggota

organisasi yang memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu. Dari

observasi dan wawancara di lapangan, diketahui bahwa sebagai

contohnya, branch manager ACT cabang Semarang adalah seseorang

yang mempunyai kompetensi di dunia sosial, dari wawacara dengan

Sri Suroto, diketahui bahwa sebelum menjadi branch manager ACT

cabang Semarang, didahului bekerja pada organisasi amil zakat yang

bergerak pula pada kegiatan kemanusiaan, yaitu Rumah Zakat selama

sebelas tahun. Selain itu juga aktif sebagai koordinator dari sebuah

forum zakat terbesar di Jawa Tengah, yaitu Forza Jateng, “Kebetulan

saya ketua Forum Zakat Jawa Tengah, Saya ketua Forza Jateng,

koordinaor se-Jawa Tengah…”

Jika melihat profesionalisme ACT dalam merekrut karyawan,

Sri Suroto mengatakan,

“Terkait dengan rekrutmen dan kebutuhan SDM biasanya kita

dari cabang atau pusat lansung publish ke masyarakat, baik

lewat sosial media, maupun lewat website, kemudian

masyarakat yang berminat melengkapi persyaratan kemudian

kita panggil untuk diseleksi, bagi yang kualifikasi ya. Dalam

mererut SDM terkordinasi dengan pusat, karena terkait dengan

operasional. Seleksi orang pusat turun ke cabang, tergantung

kebutuhan SDM. seleksi dilakukan oleh ahli divisi HR.”

91

Tidak hanya itu, untuk mempersiapkan karyawan yang kompeten pun

ACT punya serangkaian upaya demi menjaga profesionalitas, seperti

yang dikatakan oleh Chafidz berikut ini,

“Kalau di ACT sendiri dari sisi ACT sendiri memang sisi

kapasitas kemudian diberikan apresiasi ya dalam artian awal

ketika masuk kita diberikan orientasi, diberikan kepahaman

tentang job desk utama dari tugasnya. Selain itu juga pemberian

apresiasi disini sebenarnya lebih kepada bagaimana tim itu

bergerak, karena disini kita satu kesatuan. Kalau saya sendiri

kerja itu tidak hanya soal materi saja, tapi juga kepuasan batin

yang tidak ternilai dengan nominal uang.”

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa, ACT mempunyai

sumber daya yang ahli dan profesional dibidangnya, buktinya adalah

bagaimana proses rekrutmen yang selama ini dijalankan ahli HR,

selain itu demi menjaga profesionalisme ACT mengupayakan

serangkaian program orientasi agar mempersiapkan karyawan yang

berkualitas dan profesional.

Dalam kesempatan wawancara dengan Andi, ketika diajukan

pertanyaan mengenai kesejahteraan karyawan yang bekerja di ACT

mengatakan,

“Alhamdulillah kalau di ACT karena ini lembaga besar dan

kepercayaan masyarakat, lembaga ini selalu memberikan yang

terbaik bagi SDMnya, memberikan imbalan selayaknya lembaga

yang cari untung, semua diberi imbalan sesuai kompetensinya,

tapi ya mungkin tidak sebesar lembaga-lembaga yang cari laba

mas, kayak bank-bank, atau perusahaan seperti itu.”

Pertanyaan serupa diajukan kepada Chafidz,

“Kalau saya memandang ACT dari sisi nilai kemanusiaan,

kemudian profesionalisme untuk membantu masyarakat. Itu

terlihat banget bahkan itu terbukti, ternyata bekerja di dunia sosial

itu tidak hanya sebatas suka, tapi harus digarap dengan

profesional, biar manfaatnya jelas dan karya-karyanya terlihat

jelas.”

92

Jawaban dengan pertanyaan serupa juga dikatan oleh Atreatun,

“Insya Allah iya, karena di sini manajemennya profesional,

seseorang pegawai diberikan katakanlah gaji sesuai

kompetensinya, dan untuk ACT di Semarang ini di atas UMR,

yang kalau nggak salah 1,8 atau 1,9 itu ya mas.”

Hampir semua senada ketika menjawab pertanyaan tentang

kesejahteraan yang dijamin oleh ACT, meskipun sebuah organisasi

non profit namun manajemen ACT adalah manajemen yang

profesional, prestasi dan kompetensi diperhatikan oleh manajemen

dalam pemberian gaji. Sehingga karyawan yang bekerja di ACT

seperti halnya seorang pekerja di perusahaan yang komersil.

Mengenai para pegiat atau pekerja sosial, ketika menjawab

pertanyaan tentang pekerjaan sebagai social worker, Sri Suroto juga

mengatakan,

“Suatu lembaga walaupun itu lembaga Social Planner atau

Social Worker, profesional tetap harus dijaga, bahkan dalam

agama kita kalau semangat kita adalah menjadikan segala

aktifitas bernilai nilai ibadah, kita harus bekerja secara

profesional, secara ihsan, demikian pula di dunia Social Worker

seperti ini juga profesional, kita menghadirkan yang terbaik,

berkontribusi kepada masyarakat dengan maskimal, dan

lembaga pun juga memberikan apresiasi yang luar biasa kepada

semua SDM yang bergabung disini.”

Dari pernyataan tersebut dapat ditarik benang merah bahwa dalam

dunia non profit, atau dunia pekerja sosial profesionalisme juga harus

dibangun. Dikatakan pula, dalam setiap aktifitas selalu menghadirkan

yang terbaik, berkontribusi kepada masyarakat secara maksimal.

Disamping itu atas kerja keras, komitmen dan sikap profesional

tersebut manajemen memberikan penghargaan kepada setiap pegawai

yang berkinerja baik.

93

Dengan demikian, bagaimimana cara pandang ACT tentang

profesionalisme dan praktik dilapangan menunjukan bahwa ACT

menjalankan organisasi secara profesional.

8. Daya tanggap (Responsiveness)

Daya tanggap adalah seberapa cepat sebuah organisasi

merespon dan mengambil keputusan untuk bertindak. Daya tanggap

organisasi berbeda-beda, ada sebuah organisasi yang ketika harus

menindak suatu kejadian harus melalui beberapa tahap tertentu untuk

bisa sampai ke tahap eksekusi. Biasanya yang demikian adalah

melalui proses perijinan dan persetujuan atasan untuk melakukan

sebuah tindakan tertentu. Hal yang demikian terkadang membuat

pengambilan keputusan terasa lebih lama dan berbelit-belit.

Contoh sederhana dalam organisasi daya tanggap berkaitan

dengan pelayanan, indikator minimalnya yaitu tersedianya prosedur

dan layanan yang mudah dipahami masyarakat, dan adanya tindak

lanjut yang cepat dari pelaporan tersebut.

Dalam penelitian ini, pelayanan yang diberikan ACT kepada

masyarakat yaitu menerima permintaan untuk berdonasi, berzakat,

permohonan kerja sama, permohonan bantuan sosial atau menerima

laporan terjadinya bencana di suatu tempat.

Pada saat melakukan observasi di kantor ACT cabang

Semarang, terlihat bagaimana Front Office ACT melayani sebuah

panggilan telepon, melayani permintaan kerja sama mahasiswa untuk

94

melakukan permohonan pelatihan dan lain-lain. Terlihat bahwa ACT

telah memiliki serangkaian prosedur dalam menjawab atau

mengangkat telepon dari client, terlihat terstruktur dan sitematis.

Selain pelayanan di kantor daya tanggap yang lebih menonjol

yang ada di ACT adalah daya tanggap dalam merespon kebencanaan,

nama Aksi Cepat Tanggap sendiri adalah sebuah bagian dari

komitmen ACT dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

haruslah cepat dan tanggap atas fenomena kebencanaan yang terjadi.

Dalam suatu kesempatan wawancara, Sri Suroto mengatakan,

“Alhamdulillah kita menggerakkan masyarakat untuk peduli dan

kita melibatkan masyarakat yang peduli ini tergabung ke dalam

relawan namanya MRI atau Masyarakat Relawan Indonesia,

tersebar di seluruh penjuru Nusanatara bahkan di global,

sehingga isu-isu berbagai persoalan cepat kita merespon.

Misalnya ketika ada informasi kebencanaan di daerah tertentu,

dan informai itu kemudian masuk di kami ACT, maka segera

kita melakukan assesment data awal, kemudian kita juga segera

mengirimkan bantuan, minimal bantuan awal dulu, untuk

memberikan kepada yang membutuhkan. Dan kecepatan

memang harus kita miliki, karena bencana adalah kejadian yang

luar biasa, ketika kita lambat dalam respon, maka korban dan

jiwa yang melayang akan semakin banyak. Dan fungsi dari kami

ketika kita dapat melibatkan masyarakat sebagai relawan, dan

masyarakat juga bersemangat ketika menginformasikan hal

seperti ini, maka penangananya lebih cepat dan tepat, Insya

Allah hal-hal yang tidak diinginkan dapat diminalisir sekecil

mungkin. Kecepatan dalam respon ini bagian dari karakter

kami.”

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, ACT mempunyai

komitmen yang besar dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Kecepatan ACT dalam merespon fenomena bencana

diklaim sebagai sebuah ciri yang melekat pada ACT itu sendiri.

95

Sehingga penamaan organisasi ini adalah manifestasi dari komitmen

untuk memberikan respon yang cepat dan cepat.

9. Keefisienan dan keefektifan (Efficiency and effectiveness)

Menurut ahli manajemen Peter Drucker, efektifitas adalah

melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan

efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things

right). Organisasi dikatakan memiliki tata kelola yang baik harus

memiliki prinsip efisiensi dan efektifitas, indikator minimum sebuah

organisasi dapat dikatakan efektif dan efisien adalah ketika

terlaksananya administrasi penyelenggaraan yang berkualitas dan tepat

sasaran dengan penggunaan sumber daya yang optimal dan

berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi atau

unit kerja.

Penyelenggaraan administrasi yang berkualitas adalah ketika

sumber daya dimanfaatkan secara optimal. Di dalam ACT sendiri

penggunaan sumber daya yang telah dioptimalkan adalah sumber daya

SDM. Sebagai contoh misalnya, ketika akan melakukan rekrutmen

karyawan baru, maka ACT akan menugaskan seseorang yang psikolog

yang ahli dalam bidang rekrutmen dari pusat. Ahli tersebut akan

menggunakan serangkaian psikotes untuk dapat menilai calon

karyawan yang masuk sesuai kebutuhan organisasi agar tepat sasaran.

Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi

organisasi atau unit kerja juga menjadi indikator minimum sebuah

96

organisasi dikatakan good governance. Di dalam ACT setiap struktur

organisasi telah diberikan job deskripsi masing-masing, dengan kata

lain, tidak ada unit atau posisi jabatan tertentu yang sama atau tumpang

tindih.

Jika mengacu pada pendapat Peter Drucker, efektifitas adalah

melakukan pekerjaan yang benar, pada ACT setiap pekerjaan telah

terdistribusi dengan baik melalui struktur organisasi yang sedemikian

rupa. Misalnya kepala cabang yang dijabat oleh Sri Suroto, dalam

melakukan pekerjaannya selama ini sudah dilakukan dengan benar

dan melakukan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) sebagai seorang

pemimpin, bahkan atas kinerjanya mendapat pengakuan dan apresiasi

dari bawahannya.

10. Desentralisasi

Jika dalam istilah manajemen publik, Hessel (2007)

mendefinisikan desentralisasi adalah sebuah sistem pengelolaan

pemerintahan yang berupa pelimpahan, lawan dari sentralisasi atau

pemusatan. Maka dengan kata lain terdapat suatu wewenang khusus

yang diberikan oleh pusat kepada pemangku jabatan dibawahnya untuk

pengambilan keputusan tertentu. Dalam prinsip tata kelola organisasi

yang baik atau good governance, desentralisasi menjadi salah satu

prinsip penting, organisasi yang menerapkan prinsip desentralisasi

ditandai dengan adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang

dalam berbagai tingkatan jabatan.

97

ACT mempunyai struktur organisasi yang dinamis. Selain itu

juga distribusi wewenang dan tanggung jawab sudah didesain

sedemikin rupa sehingga masing-masing jabatan sudah memiliki job

desk yang jelas. Jika diperhatikan secara seksama terlihat bahwa peran

kantor pusat dalam memberikan pengendalian pada anak cabangnya

sangat disiplin. Namun, biarpun sangat ketat dan disiplin kantor pusat

dan ACT tidak serta merta membatasi anak cabang dengan aturan-

aturan yang mengekang selama dalam koridor yang tepat dan tidak

menyalahi hukum. Terdapat kebebasan dalam berimprovisasi

kaitannya dengan opersional, misalnya adalah berkaitan dengan

keputusan untuk menjalankan program, terkadang dalam cakupan

wilayah cabang ACT mempunyai berbagai masalah sosial yang

berbeda-beda dan pelaksanaan program juga harus tepat sasaran maka

ACT cabang dapat beradaptasi dengan permasalahan di sekitar area

cakupannya. Sri Suroto mengatakan dalam wawancara pribadi,

“...dari pusat itu ya bisa diimplementasikan ke daerah-daerah, dan

ACT pusat memberikan peluang yang luas, lebar dan

mengakomodir kearifan lokal, potensi lokal apa, jadi ACT tidak

terlalu kaku dari sisi program, kebijakan, prinsipnya sih

bagaimana potensi daerah, keberadaan adanya kantor ini bisa

memberikan kebermanfaatan dan memberikan kontribusi yang

luar biasa buat masyarakat.”

Selain itu, di ACT cabang Semarang memiliki sesuatu yang khas yang

mungkin hanya ada di kantor cabang Semarang, yaitu Inspirasi Pagi.

Sebuah ide yang dikembangkan oleh Sri Suroto dalam kebijakan

kepemimpinannya yang berdasarkan inisiatif pribadi. Inspirasi Pagi

yaitu sebuah briefing yang unik yang dibawakan secara riang gembira,

98

pelaksanaanya pada pagi hari sebelum mulai beraktifitas di kantor

seperti biasa. Dalam suatu kesempatan, ketika melakukan observasi

dengan mengikuti kegiatan briefing, terdapat sesi berupa Inspirasi

Pagi, yaitu sebuah kegiatan singkat untuk pembuka aktifitas yang

kegiatannya diisi dengan sebuah yel-yel penyemangat, nyanyian dan

motivasi inspiratif dari Sri Suroto selaku pimpinan. Ketika diajukan

pertanyaan tentang inisiatif Inspirasi Pagi Sri Suroto mengatakan,

“Kebetulan dulu saya di rumah Zakat hal itu menjadi SOP, Saya

melihat itu sisi positif untuk penguatan SDM dan kemudian saya

aplikasikan di semarang, kalau di ACT pusat mungkin seminggu

dua kali, kalau di semarang setiap hari.”

Dari fenomena di atas, kaitanya dengan penerapan desentralisasi pada

ACT diketahui bahwa ACT cabang melalui kegiatan Inspirasi Pagi

dapat dijadikan sebagai cerminan atau gambaran dari pemberian

wewenang yang terdesentralisasi oleh pusat untuk kepala cabang

untuk membuat kegiatan-kegiatan tambahan sebagai improvisasi yang

mungkin kegiatan tersebut bukan merupakan instruksi dari pusat atau

pengambilan keputusan karena bentuk adaptasi dan kreatifitas seorang

pemimpin. Hal positif dari desentralisasi yaitu dalam upaya untuk

memberikan sebuah keputusan yang tepat dan cepat tanpa harus

melalui birokrasi atau alur yang berbelit-belit.

11. Kemitraan dengan dunia swasta dan masyarakat (Private sector & civil

society partnership)

Zaman globalisasi ini adalah zaman yang dinamis dan cepat

berubah, organisasi dituntut untuk bisa beradaptasi menyesuaikan

99

perubahan agar dapat bertahan dan mengikuti perkembangan. Kini

bahasa, jarak dan waktu bukan menjadi halangan dengan diimbangi

semakin pesatnya teknologi, untuk sebuah organisasi berhubungan

dan bekerja sama adalah hal yang sangat penting bahkan menjadi

kebutuhan, oleh karena itu sebuah hubungan baik di antara

stakeholder harus dikelola dengan baik. Hubungan tersebut akan

membentuk sebuah jaringan kemitraan yang dapat memberikan

manfaat dikemudian hari bagi masing-masing organisasi yang

terhubung tersebut. Kemitraan di antara organisasi non profit sebagai

contohnya adalah kemitraan untuk menjadi donatur melalui program

kemitraaan CSR

Kemtitraan tidak hanya kepada organisasi dengan organisasi,

namun hubungan antara organisasi dengan masyarakat juga

mempunyai peran penting. Sehingga kemitraan yang dijalin sebuah

organisasi, khususnya organisasi non profit sangat menentukan

kemajuan organisasi itu sendiri. Jika kemitraan antar organisasi

dengan organisasi maka akan membentuk sebuah kerjasama strategis,

maka kemitraan dengan masyarakat secara langsung untuk terlibat

dalam aktifitas organisasi juga memberikan manfaat yang begitu

besar. Pelibatan masyarakat akan memberikan kesan dan citra baik

bagi masyarakat untuk berkesempatan lebih dalam mengenal dan

berinteraski langsung dengan organisasi itu sendiri.

100

Adanya pemahaman tentang pola kemitraan dan terbukanya

kesempatan bagi masyarakat untuk turut berperan adalah poin penting

dalam tata kelola organisasi yang baik. Dalam penelitian ini kaitannya

dengan kemitraan, ACT secara strategis telah membentuk sebuah

divisi bernama Humanity Network Department, peran itu dijalankan

oleh divisi partnership dan marketing & Community Development.

Divisi ini bertugas untuk menjalin kerja sama maupun kemitraan,

sasarannya adalah pihak swasta seperti perusahaan yang berkaitan

dengan CSR.

Di dalam website resmi ACT, terdapat rekam jejak

perusahaan besar baik nasional maupun multinasional yang telah

berkerja sama bahkan keberlangungannya berjalan hingga sampai saat

ini, sebagai contohnya adalah Bank Indonesia, Bank Mandiri, Exxon

Mobil, Danone dan lain-lain. Kemitraan dengan masyarakat secara

langsung juga bisa ditinjau bagaimana ACT mengkoordinir MRI atau

Masyarakat Relawan Indonesia sebagai basis relawan ACT di

Indonesia.

Sebuah organisasi non profit dikatakan memiliki tata kelola

yang baik yaitu ketika menyadari pentingnya sebuah kemitraan dan

diwujudkan dalam bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Dari keterangan di atas, ACT sebagai organisasi non profit mampu

bekerja sama dengan perusahaan nasional dan multinasional dalam

kaitannya dengan program kemanusiaan. Tidak mudah untuk menjadi

101

mitra perusahaan besar, tentunya dengan melalui tahap seleksi dan fit

and proper test, keberhasilan ACT membangun mitra baik dengan

pihak swasta maupun masyarakat adalah bentuk dari keberhasilan

manajemen dalam membangun kemitraan dengan stakeholder.

12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (Commitment to reduce

inequality)

Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat mempunyai sebuah program bernama P2KP yaitu

singkatan dari kata Program Penanggulangan Kemiskinan di

Perkotaan. Untuk negara berkembang, kemiskinan dan kesenjangan

adalah sebuah pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan.

Adanya fenomena kemiskinan dan kesenjangan merupakan tanggung

jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah. Oleh karena itu setiap

organisasi profit maupun non profit mempunyai andil kontribusi untuk

mengentas permasalahan tersebut.

Untuk organisasi seperti korporat, mempunyai sebuah

program CSR (Corporate Social Responsibility) adalah sebuah

kewajiban dan tanggung jawab sosial itu biasanya mengarah kepada

isu-siu sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan. Jika melihat prinsip

good govermamce sebuah organisasi yang memiliki komitmen untuk

ikut andil dalam isu kesenjangan adalah ciri sebuah organisasi yang

dikatakan dikatakan good governance. Berikut ini adalah indikator

minimal organisasi yang mempunyai komitmen terhadap kesenjangan:

102

1. Adanya layanan-layanan bagi masyarakat yang tidak mampu.

2. Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal.

Jika meilihat salah satu prinsip tersebut, maka di dalam ACT

komitmen untuk mengentas kesenjangan dan kemiskinan di

masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diwujudkan dalam

sebuah program. Sri Suroto dalam wawancara pribadi mengatakan,

“ACT Jateng programnya masih cederung tentatif ya, masih ada

beberapa titik-titik prasejahtera, kemiskinan, dan kekeringan

kita juga berkontribusi di sana. Harapan kedepannya kita punya

desa binaan dan kemudian akan kita kelola, menggerakkan

kerelawanan dan kontribusi masyarakat. Jadi, masalah

kemanusiaan dengan berbagai macam problematika, kita akan

bisa menjadi solusi ketika gerakan kerelawanan dan

kedermawanan juga gerakan kemanusiaan ini kita kampanyekan

di masyarakat.”

Selain itu juga memiliki komitmen untuk mengentas permasalahan

sosial seperti kemiskinan, dalam wawancara pribadi dikatakan bahwa,

“Jadi ACT punya tiga pilar itu ya, untuk bisa menjadi bagian

solusi terhadap permasalahan masyarakat Indonesia. ACT

memang brand concern untuk kemanusiaan, jadi berbagai

macam kemanusiaan akan bisa tertangani ketika kita juga bisa

menggerakan gerakan kerelawanan, intinya masyarakat itu

punya kepedulian, masyarakat itu punya jiwa sosial, yang

memang harus dibangun dan terus ditingkatkan. Dan ini tidak

hanya satu dua orang tapi memang menjadi bagian karakter

bangsa kita, bahkan mungkin ini karakter yang mendunia ya,

gotong-royong, saling membantu, peduli.”

Dari uraian pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ACT adalah

organisasi yang meiliki sebuah program yang berkomitmen terhadap

kesenjangan dan kemiskinan.

13. Komitmen pada lingkungan hidup (Commitment to enviromental

protection)

103

Pada zaman globalisasi ini, lingkungan telah menjadi isu

global, pencemaran lingkungan dan pemanasan global menjadi

perbincangan yang serius. Kini tidak hanya pemerintah saja yang

dituntut untuk dapat menjadi solusi akan isu lingkungan ini, namun

semua elemen masyarakat, baik perusahaan yang berorientasi profit

maupun non profit berlomba-lomba dengan penuh kesadaran untuk

ikut andil dalam isu-isu lingkungan. Oleh karena itu maka sebuah

organisasi dikatakan telah menjadi sebuah organisasi yang governance

ketika telah memiliki kesadaran dan ikut andil dalam isu-isu

lingkungan. Kontribusi tersebut dapat berupa aksi atau kampanye

tentang isu-isu lingkungan dan berkontribusi untuk tidak merusak

lingkungan.

Untuk organisasi non profit ada organisasi yang secara

khusus berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, seperti Green Peace,

WWF dan lain-lain. Namun jika tidak secara khusus berkonsentrasi

pada isu lingkungan sebagai tujuan utama organisasi, maka akan

menjadi nilai tambah tersendiri yang kan melengkapi sebuah syarat

sebuah organisasi dikatakan telah governance.

Dalam penelitian ini, ACT secara khusus adalah sebuah

organisasi sosial kemanusiaan, namun ACT juga memiliki

serangkaian program yang berkaitan dengan lingkungan hidup, baik

secara langsung dan tak langsung. Berikut ini adalah program-

104

program ACT yang memang memiliki tujuan pelestarian lingkungan

hidup:

1. Water & Sanitation Program

2. Green for Humanity

Dari kedua program tersebut dapat teridentifikasi bahwa,

ACT merupakan sebuah organisasi non profit yang mempunyai

kontribusi terhadap lingkungan dan alam.

14. Komitmen pada pasar yang fair (Commitmet to fair market)

Jika pada suatu organisasi yang berorientasi pada profit maka

akan terdapat suatu persaingan dengan tujuan untuk dapat menguasai

atau memimpin pasar atas produk dan jasa yang ditawarkan kepada

masyarakat. Adanya suatu permintaan akan barang dan jasa akan

menimbulkan penawaran, organisasi yang berorientasi profit akan

menawarkan produknya sehingga akan ada pasar yang akan

mempertemukan antara organisasi yang memberikan penawaran

berupa produk dan jasa kepada masyarakat yang membutuhkannya.

Pada dunia organisasi non profit, walaupun di masyarakat

terdapat lebih dari satu organisasi non profit, dengan produk berupa

layanan masyarakat dan program kemanusiaan yang berbeda-beda,

pada umumnya organisasi satu dengan yang lain juga bersaing untuk

mendapatkan simpati masyarakat, hal tersebut berkaitan dengan

keberlangsungan penerimaan dana kemanusiaan dan dana zakat atau

pun simpatisan sebagai relawan. Namun, persaingan ini merupakan

105

sebuah persaingan yang positif karena masing-masing organisasi non

profit ini akan selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam

segala aktifitasnya, yaitu dengan cara menjaga kepercayaan

masyarakat dan menjaga profesionalisme. Tetapi ada perbedaan yang

mendasar antara persaingan pasar pada organisasi yang berorientasi

profit dengan orgnaisasi non profit, yaitu pada organisasi non profit

dalam bersaing tidak untuk mengalahkan atau untuk memenangkan

satu atas yang lain, namun justru melakukan sinergisitas dalam bentuk

kolaborasi atau kerja sama. Atas fenomena tersebut dalam wawancara

pribadi dengan Sri Suroto, ketika ditanyakan mengenai persaingan

antara organisasi non profit yang ada di masyarakat mengatakan,

“Alhamdulillah, kita terkait dengan penanganan bencana atau

mungkin aksi-aksi sosial, kita berkonsolidasi dengan lembaga

sejenis. Kebetulan saya ketua Forum Zakat Jawa Tengah,

Saya ketua Forza Jateng, koordinaor se- Jawa Tengah ini,

aksi-aksi kemanusiaan di Jawa Tengah relatif terkonsolidasi,

bahkan kita ada pertemuan rutin di antar lembaga ini ya

sebualan dua kali lah, untuk kita bekonsolidasi, mengadakan

aktifitas bersama, berprogram bersama.”

Jika kita melihat indikator minimum dari sebuah organisasi yang

berkomitmen pada pasar yang fair yaitu tidak adanya monopoli, maka

ACT dalam bersaing untuk mendapatkan simpati masyarakat tidak

memonopili atas suatu produk sosial tertentu, justru melakukan

kolaborasi dan bersinergi bersama dengan organisasi kemanusiaan

lain. Dapat dikatakan bahwa ACT melakukan kompetisi yang sehat di

antara lembaga kemanusiaan yang lain.

106

4.3 Interpretasi

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis data di atas, langkah

selanjutnya yaitu menginterpretasikan tata kelola organisasi pada ACT

cabang Semarang dilihat dari sudut pandang good governance. Dari semua

teori tentang prinsip-prinsip good governance, dalam penelitian ini

menggunakan prinsip yang dirumuskan oleh Tim Pengembangan Kebijakan

Tata Kepemerintahan yang Baik, Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas Tahun 2005. Alasan pemilihan prinsip ini menjadi

landasan teori utamanya yaitu karena secara kronologis, rumusan Bappenas

ini adalah yang terbaru, dan rumusan Bappenas ini lebih lengkap sehingga

dapat mewakili semua rumusan yang telah ada sebelumnya, selain itu juga

rumusan ini adalah hasil dari rumusan orang Indonesia yang ditimbang akan

cocok dan relevan apabila dijadikan landasan teori organisasi yang ada di

Indonesia pula.

Sebelum membahas lebih dalam mengenai penerapan prinsip good

governance pada ACT, terlebih dahulu perlu mengidentifikasi pelaksanaan

tata kelola organisasi ACT, apakah pelaksanaan organisasi secara formal atau

informal. Sebuah organisasi yang good governance tentunya adalah sebuah

organisasi yang formal, di dalamnya termuat sebuah aturan formal yang

menjaga agar organisasi dapat berjalan dengan baik sesuai aturan. Dari

analisis data di atas dapat diidentifikasi bahwa ACT merupakan sebuah

organisasi yang formal, di dalamnya terdapat tatanan dan aturan-aturan

formal agar fungsi-fungsi dan aturan organisasi dapat dijalankan dengan baik.

107

Karena yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah

penerapan prinsip good governance pada organisasi non profit. Penting

kiranya untuk diidentifikasi apakah ACT merupakan sebuah organisasi yang

berorientasi profit atau non profit. Dari hasil analisis data di atas,

menunjukkan bahwa ACT adalah sebuah organisai non profit, hal tersebut

dapat diketahui dari visi dan misi organisasi. Selain itu program-program di

lapangan juga merupakan program sosial dan kemanusiaan yang tidak

mengandung unsur pencarian laba. Dari segi keuangan organisasi ini bediri

bukan dari modal yang kemudian untuk diinvestasikan melainkan dari donasi

masyarakat yang kemudian akan disalurkan kepada yang berhak melalui

serangkaian program sosial dan kemanusiaan.

Di Indonesia setiap oganisasi di golongkan berdasarkan bentuknya,

penting kiranya untuk mengidentifikasi bagaimana bentuk organisasi ACT

dipandang dari segi hukum atau perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia. Dari analisis data di atas, dapat diidentifikasi bahwa ACT adalah

organisasi yang berbentuk LSM atau lembaga Swadaya Masyarakat

didasarkan atas peraturan Inmendagri. ACT berbentuk LSM karena ACT

merupakan sebuah organisasi non profit yang diprakarsai oleh keswadayaan

masyarakat.

Sebuah organisasi yang good governance tentunya adalah sebuah

organisasi yang legal, yang mempunyai kekuatan dan payung hukum. Oleh

karena itu, perlu mengidentifikasi apakah ACT merupakan sebuah organisasi

yang legal atau ilegal. Dari analisis data di atas, ACT merupakan sebuah

108

organisasi yang legal dan mempunyai kekuatan di mata hukum. Terdapat

dokumen legal pemerintah yang menerangkan bahwa ACT adalah organisasi

legal dan sah di Indonesia

Sampai di sini sudah dapat teridentifikasi bahwa ACT adalah sebuah

organisasi yang pelaksanaan organisasinya dilakukan secara formal, ACT

adalah organisasi non profit, ACT berbentuk LSM dengan bentuk hukum

yayasan yang legal dan sah di Indonesia.

Sebelumnya, untuk mengidentifikasi penerapan prinsip good

governance pada manajemen ACT maka langkah yang harus dilakukan

adalah dengan cara membandingkan antara manajemen ACT yang

berlangsung selama ini dengan prinsip-prinsip good governance yang telah

ada. Untuk mengetahui manajemen di ACT, maka yang perlu untuk

diidentifikasi adalah bagaimana ACT menyusun strategi manajemen untuk

mewujudkan cita-cita organisasi.

Jika dilihat dari sisi manajemen, ACT telah mendesain sebuah

strategi manajemen yang strategik sehingga ACT dapat berkembang dengan

pesat. Sebuah organisasi dapat dikatakan telah memiliki manajemen yang

strategik apabila telah memiliki ciri-ciri berikut ini:

Pertama, perencanan secara besar. Dari analisi data di atas,

manajemen ACT telah membuat sebuah perencanaan besar yang strategik

dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut dapat

dilihat dari sepak terjang dan sejarah ACT di awal berdiri dan kiprahnya

hingga sampai saat ini yang berkembang pesat. Pencapaian ACT saat ini

109

adalah keberhasilan ACT dalam sebuah perencanaan besar, sebuah konsep

organisasi yang dicerminkan dalam visi dan misi dan kemudian direalisasikan

dalam sebuah program yang realistis. Dari sini dapat terlihat bahwa ACT

telah berhasil merumuskan manajemen yang strategik yang terbukti dari

keberhasilan ACT saat ini menjadi sebuah organisasi sosial dan kemanusiaan

yang terpercaya di Indonesia. Jika dibandingkan dengan prinsip-prinsip good

governance, perencanaan yang besar ini merupakan sebuah keberhasilan ACT

dalam menerapkan salah satu prinsip good governance yaitu Visionary atau

wawasan masa depan yang baik.

Kedua, rencana strategis yang berorientasi ke masa depan. Melalui

visi organisasi akan terlihat cita-cita organisasi tersebut. ACT sejak awal

berdirinya mempunyai visi untuk bisa menjadi sebuah organisasi

kemanusiaan di tingkat global, dan kini melalui serangkaian program

internasional, ACT telah menapaki langah awal dalam perwujudan mimpi

tersebut. Dalam keberhasilan ACT hingga sampai saat ini tidak lepas dari

konsep strategis yang berorientasi ke masa depan yang tertuang ke dalam

sebuah visi dan misi.

Ketiga, memiliki visi dan misi yang kuat. Visi dan misi ACT

merupakan bagian dari rencana strategis yang berorientasi masa depan, hal

ini relevan dengan prinsip good governance yaitu memiliki visi dan misi yang

kuat. ACT telah membuktikan bahwa visi dan misi yang disusun ACT adalah

sebuah cita-cita yang relistis dan kini telah terwujud menjadi sebuah

organisasi sosial kemanusiaan yang terpercaya. Dapat dilihat bahwa visi dan

110

misi ACT mempunyai nilai filosofi dan kuat. Visi misi tersebutlah yang telah

disusun oleh manajemen pusat sebagai hal prinsip yang di desain sedemikian

rupa untuk melandasi setiap kegiatan ACT.

Keempat, yaitu penjabaran dalam rencana operasional. ACT

melakukan kegiatan operasional dan program-program hasil dari penjabaran

visi dan misi yang melandasi organisasi tersebut, dengan visi dan misi kuat

maka misi misi dalam bentuk program akan lebih efektif untuk dilakukan.

Penjabaran dalam program ini relevan dengan prinsip good governance yaitu

profesionalisme. ACT selalu melakukan kegiatan dengan profsional dan

sesuai prosedur standar yang telah disusun sebelumnya.

Kelima, pelibatan manajemen puncak. ACT cabang Semarang

tidak berdiri sendiri, namun terkoordinasi dengan ACT pusat, sistem

desentralisasi juga sejalan dengan prinsip good governance, keuntungannya

adalah segala pengendalian masih dapat dipantau dan diawasi dari pusat,

namun tidak membatasi kewenangan cabang untuk mengambiil keputusan

secara cepat ketika harus melakukan tindakan yang bersifat penting dan

darurat. Selain itu, pelibatan manajemen puncak dalam ACT ketika dalam

urusan keuangan akan selalu terkoordinasi oleh pusat.

Keenam adalah pengimplementasian dalam program. Sebuah

manajemen yang strategik dan ditambah dengan visi dan misi yang kuat maka

akan berpengaruh terhadap program-program yang akan dijalankan. Untuk

ACT cabang Semarang melandaskan setiap aksi dan programnya berdasarkan

visi dan misi tersebut, agar sesuai dengan cita-cita dan tujuan organisasi. Visi

111

dan misi yang kuat akan dapat tercermin dari program yang dijalankan.

Karakterisitk ini relevan dengan prinsip good governance yaitu keefektifan

dan keefisiennan. Dengan visi dan misi maka program akan lebih terarah dan

ralistis. Dengan begitu perncanaan untuk pelaksanaan program akan dapat

diantisipasi meneganai faktor yang menghambat atau mendorong demi

terlaksananya program tersebut, maka pengimplementasian program akan

dapat direncanakan dengan baik sehingga pogram dapat berjalan efisien dan

efektif.

Dari data-data di atas dapat diketahui bahwa antara manajemen

strategik yang ada di ACT mempunyai relevansi atau kesninambungan

dengan beberapa prinsip-prinsip good governance. Yang paling penting

dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi prinsip-prinsip good governance

secara utuh merasuk ke sendi-sendi organisasi ACT yaitu dengan cara

membandingkan prinsip-prinsip good governance tersebut dengan fakta-fakta

yang ada di lapangan. Berikut ini adalah hasil intepretasi prinsip-prinsip good

governance dengan pelaksanaan tata kelola organisasi ACT cabang

Semarang:

Pertama adalah wawasan. Pimpinan pusat atau manajemen puncak

ACT telah menyadari akan pentingnya sebuah visi. Oleh karena itu maka

disusunlah sebuah visi yang kuat untuk mendasari ACT agar dapat secara

efektif dan efisien mencapai tujuan organisasi di masa depan. Sebuah

organisasi yang dikatakan good governance dipandang harus memiliki sebuah

wawasan ke depan atau visioner, tidak secara teknis organisasional saja, akan

112

tetapi, adanya sosok pemimpin yang visioner juga dapat memberikan

penerubahan ke arah yang lebih baik. Di dalam ACT sendiri, khususnya ACT

cabang Semarang, Sri Suroto selaku kepala cabang dinilai oleh bawahannya

sebagai seorang pemimpin yang dapat memberikan panutan dan selalu

mempunyai ide-ide segar, dapat dikatakan bahwa Sri Suroto adalah sosok

pemimpin yang visioner.

Kedua, keterbukaan informasi. ACT sangat menjunjung

keterbukaan informasi. Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan rasa

nyaman kepada masyarakat. Salah satunya adalah melalui website resmi ACT

yaitu dengan cara menjadikannya sebagai salah satu portal untuk

berkomunikasi dengan masyarakat terutama donatur, yaitu sebagai wadah

untuk mempublikasi atas prgram kerja yang dilakukan, dan mempublikasi

laporan keuangan tahunan secara real time dan lain-lain.

Ketiga, partisipasi masyarakat. ACT sebagai organisasi sosial dan

kemanusiaan tidak lepas dari masyarakat. Bahkan ACT sendiri masih dapat

berdiri tegak sampai saat ini karena adanya dukungan dari masyarakat. Salah

satu prinsip sebuah organisasi dikatakan memiliki tata kelola yang baik salah

satunya adalah mempunyai hubungan baik dengan masyarakat dan selalu

melibatkan diri dengan masyarakat. Di lapangan ACT melalui serangkaian

program telah terbukti proaktif dalam menjalin hubungan dan memfasilitasi

masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dan terlibat dalam segenap aktiftas

ACT. Salah satunya yaitu dengan wadah MRI.

113

Keempat, akuntabilitas. ACT sangat menjunjung tinggi prinsip

akuntabilitas. Akuntabilitas berkaitan dengan sikap keterbukaan. Misalnya

dalam ranah keuangan, ACT sangat menjunjung akuntabilitas untuk menjaga

kepercayaan masyarakat. ACT selalu mempublikasikan hasil keuangan yang

telah diaudit oleh lembaga audit eksternal dan mempublikasikan setiap

penyaluran dana kemanusiaan melaui website resmi.

Kelima adalah supremasi hukum. Sebagai sebuah organisasi sosial

dan kemanusiaan yang menghimpun dana dari masyarakat, ACT haruslah

mempunyai perlindungan dari payung hukum, karena jika sebuah organisasi

tidak legal menarik dana dari masyarakat tanpa adanya izin yang sah dapat

dipastikan organisasi tersebut telah melakukan pelanggaran hukum. Oleh

karena itu, untuk melindungi setiap aktifitas organisasi dan wujud akan

kepatuhan akan hukum yang berlaku, ACT mendaftarkan diri ke pemerintah

sehingga ACT menjadi organisasi yang berbadan hukum yayasan, hal untuk

memberikan kepercayaan dan kenyamanan di masyarakat bahwa ACT adalah

organisasi yang kredibel dan patuh hukum.

Keenam, demokrasi. Terjaminnya fasilitas dan kesempatan untuk

menyampaikan pendapat atau aspirasi adalah ciri dari demokrasi. Demokrasi

tidak hanya terdapat pada kehidupan bernegara, namun demokrasi juga ada

pada kehidupan organisasi. Organisasi yang memberikan fasilitas dan

kesempatan anggotannya untuk mengutarakan pendapat dinamakan sebuah

organisasi yang demokratis. Dari analisis data di atas diidentifikasi bahwa

ACT adalah organisasi yang demokratis, dimana suara atau aspirasi setiap

114

anggota organisasi dalam hal ini adalah karyawan ACT dapat didengarkan

dan dipertimbangkan untuk di musyawarahkan hingga mencapai mufakat. Hal

tersebut terlihat dari sosok pemimpin yang selalu terbuka dan memposisikan

diri sebagai mentor yang dapat menjadi tempat untuk beraspirasi.

Ketujuh, profesionalisme dan kompetensi. Seeorang dikatan

profesional jika dalam melakukan sesuatu pekerjaan dengan kompetensi yang

dimiliki. Di ACT seseorang yang menduduki posisi tertentu atau jabatan

tertentu haruslah seseorang yang berkompeten di bidangnya, bahkan dalam

sebuah proses rekrutmen pegawai baru, ACT melibatkan psikolog untuk

mencari kandidat yang sesuai. Meskipun ACT adalah organisasi non profit

akan tetapi profesionalisme dalam berorganisasi sesalu diupayakan yang

terbaik, sebagai contoh ketika melakukan rekrutmen karyawan baru akan

menggunakan test psikologi untuk mengetahui kepribadian calon karyawan

agar dapat menentukan orang yang tepat dan cocok dengan kultur organisasi

ACT, selain itu juga untuk mengetahui kompetensi akademik dari calon

karyawan. Profesionailme seperti inilah yang dibangun oleh ACT sehingga

kepercayaan terhadap organisasi di mata masyarakat dapat tumbuh.

Kedelapan, daya tanggap. Kecepatan sebuah organisasi dalam

merespon setiap fenomena yang ada menjadi salah satu prinsip penting untuk

sebuah organisasi dapat dikatakan memiliki tata kelola yang baik. Dari

analisis data di atas dapat diidentifikasi bahwa ACT memiliki daya tanggap

yang tinggi terhadap fenomena yang ada di lapangan, hal tersebut merupakan

komitmen ACT seperti yang ada pada namanya yaitu profesional dalam

115

menanggapi setiap fenomena sosial atau pun kebemcanaan. Dalam sebuah

wawancara pribadi dengan Sri Suroto mengatakan bahwa, kecepatanggapan

ACT merupakan ruh dan karakter ACT, karena komitmen tersebut penamaan

Aksi Cepat Tanggap adalah wujud dari komitmen ACT untuk memiiki respon

yang cepat.

Kesembilan, keefektifan dan keefisienan. Organisasi yang good

governance adalah organisasi yang dalam pelaksanaan organisasinya selalu

dalam perencanaan dan perhitungan yang baik, sehingga apa yang dikerjakan

dapat efisien dan efektif. Salah satu contoh keefektifan dan keefisiensian

ACT dalam mengelola organisasi adalah ketika menyusun sebuah struktur

organisasi, dengan susunan strukur organisasi tersebut tidak ada ketumpang

tindihan antara tugas dan kewajiban satu sama lain, tidak ada rangkao jabatan

sehingga tidak ada orang yang mempunyai job desk yang sama, oleh karena

itu dapat dikatakan ACT adalah organisasi yang efisien dan efektif.

Kesepuluh, desentralisasi. Ketika setiap pengambilan keputusan

harus melalui serangkaian proses terutama perijinan pada pusat maka

organisasi tersebut dinamakan organisasi yang tersentralisasi, sedangkan

lawan dari sentralisasi adalah desentralisasi, yaitu sebuah pelimpahan

wewenang yang tidak harus melalui jalur pusat, kelebihan desentralisasi

adalah kecepatan dalam pengambilan keputusan. Pada ACT sendiri setiap

kepala cabang dapat mengambil keputusan tertentu dengan cepat tanpa harus

melalui birokrasi persetujuan dengan pimpinan pusat, hal yang demikian

dapat membuat setiap tindapakan dapat diputuskan dengan cepat. Dengan

116

kata lain, manajemen ACT dalam rangkan untuk berkomitmen dalam

memberikan sebuah respon dan pelayanan yang cepat, menerapkan prinsip

desentralisasi dalam pengambilan keputusan.

Kesebelas, kemitraaan. Organisasi yang berhasil menjalin

kemitraan baik dengan pihak swasta maupun masyarakat dikatakan sebagai

sebuah organisasi yang berhasil. Berhasil membangun mitra berarti organisasi

tersebut telah memiliki kepercayaan di mata masyarakat. Dari hasil analisis

data di atas diidentifikasi bahwa ACT adalah salah satu organisasi non profit

yang mempunyai banyak mitra, selain mitra dalam bentuk korporat atau

organisasi yang bekerja sama dalam bidang kemanusiaan juga terdapat

kemitraan yang sinergis anatar ACT dengan masyarakat, yaitu dengan adanya

wadah MRI atau Masyarakat Realawan Indonesia. ACT memberikan wadah

bagi masyarakat untuk ikut terlibat bersama ACT dalam aksi kerelawanan

dan kemanusiaan.

Keduabelas, komitmen terhadap kesenjangan. Dari hasil analisisis

data di atas dapat diketahui bahwa ACT adalah organisasi sosial dan

kemanusiaan yang memiliki program-program dengan tujuannya adalah

untuk pengentasan kemiskinan, dengan kata lain ACT turut berkontribusi

untuk pengentasan kesenjangan di masyarakat.

Ketigabelas, komitmen pada lingkungan hidup. Pada zaman global

ini, isu-isu lingkungan kian bermunculan, mulai dari pemanasan global,

polusi hingga kebakaran hutan. Organisasi yang turut serta mengambil peran

dalam isu-isu lingkungan menjadi salah satu syarat bahwa organisasi tersebut

117

dapat dikatakan sebagai organiasi yang memiliki tata kelola yang baik. Dari

analisis data di atas, baik secara langsung maupun tak langsung, dapat

diketahui bahwa ACT memiliki beberapa program yang menyasar ke

lingkungan alam atau yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Program

seperti water and sanitation program, green for humanity adalah program

yang secara langsung menunjukan kepedulian terhadap lingkungan.

Yang terakhir yaitu komitmen pada pasar yang fair. Jika dalam

organisasi non profit tidak ada persaingan antara satu sama lain untuk

memenangkan pasar. Tapi justru sebuah kolaborasi untuk berkerja sama satu

sama lain untuk bersatu dalam wujud aksi sosial. ACT memiliki komitmen

untuk bersinergi dengan organisasi sosial dan kemanusiaan lain untuk lebih

mencapai kemaslahatan bersama. Salah satu indikator sebuah organisasi

meiliki komitmen besar terhadap pasar adalah ketika tidak adanya monopoli,

dalam hal ini ACT sebagai organisasi non profit tidak melakukan monopoli

terhadapt suatu program sosial dan kemanusiaan, justru ACT turut serta

berkolaborasi dengan organisasi lain.………………………………………..

118

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

ACT cabang Semarang adalah organisasi sosial dan kemanusiaan non

profit yang berhasil mengembangkan organisasi sehingga dapat

berkembang dengan cepat dan mendapat kepercayaan dari masyarakat

luas dikarenakan dalam tata kelola organisasinya menerapkan prinsip-

prinsip good governance. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis yang

menunjukkan bahwa dalam tata kelola organisasi ACT cabang

Semarang teridentifikasi semua prinsip-prinsip good governance.

Dengan demikian, prinsip-prinsip good governance seperti prinsip

akuntabilitas, transparansi, supremasi hukum dan profesionalirme

apabila diimplementasikan pada organisasi non profit akan

memberikan dampak positif yang mendorong kepada kemajuan

organisasi dan dapat meningkatkan kepercayaan organisasi di mata

masyarakat.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga perlu untuk

dilakukan perbaikan pada penelitian mendatang. Keterbatasan dalam

penelitian ini yaitu dalam pemilihan narasumber hanya mengambil

dari kantor cabang Semarang saja, sehingga data-data yang didapatkan

119

hanya sebatas pada pengalaman empiris kantor cabang itu

sendiri.………………………….

5.3 Saran

Walaupun telah melakukan observasi, berpartisipasi dalam

kegiatan ACT cabang Semarang dan melakukan wawancara dengan

masing-masing sosok yang dianggap mampu memberikan data yang

dibutuhkan, namun penelitian ini masih belum sempurna. Untuk

mengidentifikasi secara utuh tentang implementasi good governance

pada ACT cabang Semarang akan lebih baik apabila minimal salah

satu dari narasumber adalah pendiri ACT atau orang- yang menduduki

posisi top management dari kantor pusat ACT sehingga dapat

memberikan gambaran secara makro dan komprehensif.

120

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah, Tuti. 2015. Tren, Tantangan dan Strategi dalam Manajemen Sumber

Daya Manusia dan Regenerasi Kepemimpinan LSM di Indoensia.

http://www.ksi-

indonesia.org/id/index.php/publications/2015/12/16/78/nssc-publication-

research-series-3-trends-tren-tantangan-dan-strategi-dalam-manajemen-

sumber-daya-manusia-dan-regenerasi-kepemimpinan-lsm-di-indonesia-

oleh-tuti-alawiyah.html. Diakses pada 25 September 2016.

Allison, Michael dan Jude Kaye. 2004. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi

Nirlaba: Pedoman Praktis dan Buku Kerja. Jakarta: Yayasan Obor

Indoensia.

Asna, Ahmad Husnan. 2011. Implementasi Good Ornop Governance (Studi

Terhadap Pengalaman YLPMD Lampung dalam Membangun Internal

Governance). Universitas Lampung.

Atlov, Hans., Rustam Ibrahim, dan PeterVan Tuijl. 2005. NGO Governance and

Accountability in Indonesia: Challenges in a Newly Democratizing

Country.

https://www.researchgate.net/publication/237746635_NGO_GOVERNA

NCE_AND_ACCOUNTABILITY_IN_INDONESIA_CHALLENGES_I

N_A_NEWLY_DEMOCRATIZING_COUNTRY. Diakses pada 25

September 2016.

Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Bastian, Indra. 2007. Akuntansi untuk LSM dan Partai Politik. Jakarta: Erlangga.

Bawono, Icuk Rangga. N.d. Manajemen Sektor Publik: Langkah Tepat Menuju

Good Governance. Fakultas Ekonomi. Universitas Jendral Soedirman.

Hadiwinata, Bob Sugeng, 2002, “Practicing Good Governance in Indonesia:

NGOs Experience”, Proceedings of International Conference on Good

Governance: Perspectives and Practices, Brunei Darussalam.

Parahyangan Catholic University.

Hadiwinata, Bob Sugeng. 2004. “Practicing Good Governance in Indonesia:

Practiing NGO’s Experience”.

Hartanto, Frans Mardi. 2009. Paradigma Baru Manajemen Indonesia:

Menciptakan Nilai Dengan Bertumpu Pada Kebijakan Yang Berpotensi

Insani. Jakarta: Mizan Pustaka

Hermawan, Dedy, dkk. 2011. “Akuntabilitas Eksistensi Organisasi Non

Pemerintah dalam Perspektif Governance Studi Terhadapt Yayasan

121

Lembaga Pembinaan Masyarakat Desa Lampung”. Jurnal Borneo

Administrator Vol. 7 No. 11.

Juliandi, Azuar, dkk. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis: Konsep dan Aplikasi.

Medan: UMSU Press

Kaihatu, Thomas S. 2006. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di

Indoensia.” Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan., Vol 8, No. 1, pp. 1-9

Kamaraj, J. dan Pragadeeswaran. 2010. “Governance in Non Govermental

Organizations”. Asian Journal of Science and Technology, Vo. 8,

pp.150-155.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008. Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, Sony. 1998. Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Mahardika, Friska. 2012. “Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan”. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas

Jendral Soedirman.

Meleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulda, Rahmayandi dan Suranto. 2014. “Kinerja Lembaga Swadaya Masyarakat

di Kota Makasar dalam Mewujudkan Good Governance Tahun 2010-

2012”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Kebijakan Publik. Vol 1 No. 3.

Mundayati, N. 2014. Membangun Kerajaan Bisnis Kepemimpinan Wibowo.

Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro

Naja, Hassanudin Rahman Daeng. 2004.Manajemen Fit and Proper Test.

Yogyalarta: Pustaka Widyatama

Nawawi, H. Hadari. 2012. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang

Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pierce II, John A. dan Richard B. Robinson, Jr. 2008. Manajemen Strategis:

Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. 10 ed. Jakarta: Salemba

Empat.

Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karaeristik dan

Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.

Ramadhaniaty, Nia. 2014. Kajian Audit Manajemen Pengetahuan Pada

Organisasi Non Pemerintah Studi Kasus Rimbawan Muda Indonesia.

Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Pertanian

Bogor.

122

Robbins, Steppen, P dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Ed. 2.

Jakarta: Salemba Empat.

Roberts, Albert R dan Gilbert J. Grenee. 2009. Buku Pintar Pekerja Sosial.

Jakarta: Gunung Mulia.

Saidi, Zaim. 1995. Secangkir Kopi Max Havelar: LSM dan Kebangkitan

Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Santana K, Septiawan. 2007. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sarinah, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan PPKN Perguruan

Tinggi. Yogyakarta: Deepublish

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods: Cara menggabung Riset Kuantitatif

dan Riset Kualitatif Secara Benar. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sedarmayanti. 2012. Good Governance dan Good Corporate Governance. Buku

3. Jakarta: Mandar Maju.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba

Empat.

Septiyani, Try. 2015. “Kepemimpinan Ignasius Jonan Dalam Transformasi PT

Kereta Api Indonesia: Sudut Pandang Bawahannya”. Skripsi. Semarang:

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sulistiawan, Dedhy. 2007.Akuntansi Nirlaba Menggunakan Accurate. Jakara:

Elex Media Komputindo.

Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20

Prakarsa Inovatif dan Partisipasif di Indonesia. Jakarta: yayasan Obor

Indonesia

Susilo, Wilhelmus Hary. 2010. Penelitian Kualitatif Aplikasi Pada Ilmu

Kesehatan. Jakarta: Nulisbuku.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo

Tasmara, Toto. 2006. Spiritual Centered Leadership. Jakarta: Gema Insani Press.

Tobari. 2015. Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan.

Yogyakarta: Deepublish

123

http://act.id/

http://kerja-ngo.com/

http://keuanganlsm.com/

http://lingkarlsm.com/

124

LAMPIRAN A: Dokumentasi Penelitian

1. Peneliti Bersama Pengurus MRI cabang Semarang

2. Proses wawancara dengan Branch Manager ACT cabang Semarang

125

1. Tamu dari mahasiswa untuk pengajuan kerja sama kegiatan

2. Sekolah Kebencanaan yang diadakan ACT cabang Semarang bekerja sama

UKM Peduli Sosial Universitas Diponegoro di SD Negeri Gedawang,

Banyumanik, Semarang

126

LAMPIRAN B: Potret Aktifitas ACT Cabang Semarang

1. Bencana kekeringan di Kabupaten Demak

2. Aksi MRI Jawa Tengah ketika bencana di Kabupaten Banjarnegara

127

3. Donatur yang datang ke kantor ACT cabang Semarang untuk banjir Garut

128

4. PT HM Sampoerna Tbk bekerjasama dengan ACT cabang Semarang

129

5. Kontribusi ACT di kancah global – Aleppo, Suriah

6. Kontribusi ACT menembus batas negara – Wakaf shelter untuk Rohingya

130

LAMPIRAN C: Dokumen Legal ACT

1. Dokumen yang dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan HAM RI

131

2. Dokumen yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI

132

LAMPIRAN D: Transkrip Wawancara

TRANSKRIP WAWANCARA 1

Nomor : 1

Tanggal Pengamatan : Rabu, 27 Juli 2016

Jam Pengamatan : 09.00-11.30 WIB

Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang

Nama Informan : Sri Suroto

Jabatan : Kepala Cabang ACT Semarang

TTL : Semarang, 27 Desember 1976

Alamat : Perumahan Jangli Permai, jl. Jupiter III No. 18, Semarang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No. Pertanyaan Jawaban

1. Sudah berapa lama

Bapak berkontribusi di

ACT?

“Kalau ACT Jawa Tengah baru satu tahun ini.”

2. Sebelum berkarir di

ACT Bapak mempunyai

pengalaman kerja di

mana?

“Saya sebelumnya di Rumah Zakat.”

3. Sudah berapa lama

berkontribusi di Rumah

Zakat?

“Sudah berkontribusi sebelas tahun.”

4. Di ACT Jawa Tengah

langsung menjadi

kepala, sebelum di ACT

jabatan Bapak apa?

“Sama juga menjadi kepala cabang.”

5. Bapak menjadi kepala di

ACT melalui

penunjukan atau

rekrutmen?

“Rekrutmen.”

6. Saat memutuskan untuk

bergabung sdengan ACT

apakah Bapak

mengetahui kiprah

ACT?

“Sudah.”

7. Bagaimana kiprah ACT

Jateng?

“ACT Jateng programnya masih cederung tentatif ya, masih ada

beberapa titik-titik prasejahtera, kemiskinan, dan kekeringan kita juga

berkontribusi di sana. Harapan kedepannya kita punya desa binaan

dan kemudian akan kita kelola, menggerakkan kerelawanan dan

133

kontribusi masyarakat. Jadi, masalah kemanusiaan dengan berbagai

macam problematika, kita akan bisa menjadi solusi ketika gerakan

kerelawanan dan kedermawanan juga gerakan kemanusiaan ini kita

kampanyekan di masyarakat.”

Jadi ACT punya tiga pilar itu ya, untuk bisa menjadi bagian solusi

terhadap permasalahan masyarakat Indonesia. ACT memang brand

concern untuk kemanusiaan, jadi berbagai macam kemanusiaan akan

bisa tertangani ketika kita juga bisa menggerakan gerakan

kerelawanan, intinya masyarakat itu punya kepedulian, masyarakat itu

punya jiwa sosial, yang memang harus dibangun dan terus

ditingkatkan. Dan ini tidak hanya satu dua orang tapi memang

menjadi bagian karakter bangsa kita, bahkan mungkin ini karakter

yang mendunia ya, gotong-royong, saling membantu, peduli.”

8. Bagaimana ACT

berperan dengan

lembaga kemanusiaan

lain?

“Alhamdulillah, kita terkait dengan penanganan bencana atau

mungkin aksi-aksi sosial, kita berkonsolidasi dengan lembaga sejenis.

Kebetulan saya ketua Forum Zakat Jawa Tengah, Saya ketua Forza

Jateng, koordinaor se- Jawa Tengah ini, aksi-aksi kemanusiaan di

Jawa Tengah relatif terkonsolidasi, bahkan kita ada pertemuan rutin di

antar lembaga ini ya sebualan dua kali lah, untuk kita bekonsolidasi,

mengadakan aktifitas bersama, berprogram bersama.”

9. Berapa anggota Forza

Jateng?

“Kalau kita terbagi menjadi 3 zona, untuk zona Semarang dan

sekitarnya kita ada 19 lembaga yang bergabung, kemudian untuk Solo

Raya ada 17 lembaga yang bergabung sama di Tegal Raya ada 12

lembaga yang bergabung.”

10. Bagaimana prinsip, nilai

atau motivasi Bapak,

karena Bapak selama ini

berkiprah di bidang

kemanusiaan / non

profit, apa motivasi

bapak bergabung

menjadi bagian ACT?

“Alhamdulillah ya, terkait dengan passion seseorang yang

menggerakkan diri kita untuk memilih bidang sosial kemanusiaan ini

adalah sebagai jalan hidup saya, sebagai jalan perjuangan saya, jadi

saya memaknai hidup ini tidak cuman sekadar untuk kesenangan diri

kita sendiri, tapi kita akan menjadi orang yang mulia dan Allah akan

memuliakan kita, ketika kita itu juga berkontribusi, bermanfaat buat

masyarakat, buat perubahan dunia dan Rasulullah juga menegaskan,

khairunnas anfa'uhum linnas, ya sebaik-baik manusia ya orang yang

banyak memberikan manfaat buat sesamanya, dan juga sebagai

implementasi keimananan, ketaqwaan ya kan kalau habluminallah

kan ketaqwaan ya, terjaganya hubungan kita dengan Allah, terjaganya

kita dari apa namanya senantiasa dalam keridhaan Allah SWT, itukan

hubungan vertikal kita, ketaqwaan ya, dan semulia-mulia manusia ya

ketika orang itu bertaqwa, dan sebaik-baik seseorang ya ketika dia

bermanfaat buat manusia yang lain, makanya ketika kita memiliki dua

hal itu, secara personal kita memiliki ketaqwaan yang bagus dan

secara personal kita juga memiliki kepedulian pada masyarakat,

maka kita akan merasakan kebahagiaan itu.”

11. Berarti ada sisi-sisi

relijiusitas ya pak?

“Iya, semangat relijius, yang menjadikan aktifitas kita menjadi

ibadah”.

12. Selain relijiusitas adakah

nilai-nilai lain yang

“Semangatnya keteladanan Rasulullah, dalam artian begini, para nabi,

Nabi Muhammad, dilahirkan ke muka bumi ini, dan kemudian

134

membuat bapak punya

passion berkecimpung di

bidang sosial?

menyeru umatnya membawa syariat itu ya, menyebarkan syariat itu

untuk memberikan rahmat bagi semua orang, jadi memang nilai-nilai

universal Islam itu mengajarkan kita untuk mempunyai sifat

kemanusiaan yang tinggi, kamanusiaan yang luhur, dan ketika

seseorang atau suatu bangsa atau suatu masyarakat memiliki

kepedulian kepada masyarakat yang lain, atau secara personal

memiliki kepedulian kepada masyarakat yang lain atau kepada

sesamanya maka dia akan memiliki budi pekerti yang mulia, maka dia

akan memiliki akhlak yang tinggi, jadi kita punya semangat ketika

kita itu membantu orang lain, maka Allah akan membantu kita,

ketika kita menolong orang lain maka Allah akan menolong kita,

semangat itu yang hadir. Jadi memang motivasi ini yang kita bangun

kepada SDM yang bergabung, jadi ketika kita bergabung di ACT,

semangat yang kita bangun adalah ingin menjadi hamba yang mulia

di dunia dan juga di akhirat, kita pengen keberadaan kita di sini

berjuang tidak semata-mata berfikir untuk profit personal atau profit

lembaga, tapi bagamana kita bisa memberikan kebermanfataan luar

biasa buat umat ini, bahkan untuk ACT tidak cuman lokal Semarang,

tidak sekadar nasional Indonesia, tapi kita juga berkontribusi di dunia

global internasional, dan subhanallah, ketika kita menjadi duta

internasional, ketika kita memberikan dan menyalurkan bantuan ke

dunia internasional, kita pun juga menyampaikan amanah dari

masyarakat Indonesia, kita tidak menyampaikan kami ACT, kita

menyampaikan ini amanah dari masyarakat Indonesia, supaya

masyarakat dan bangsa dunia lain juga melihat bangsa Indonesia

adalah bangsa yang mulia, bangsa yang membantu dan bangsa dan

beradab. Secara manusiawi ketika seseorang itu menolong,

membantu, peduli pada mereka yang kesusahan maka bangsa-bangsa

yang lain pun akan melihat kebaikan dan kemuliaan bangsa

Indonesia, bisa jadi ketika kondisi bangsa ini ketika mendadapat

musibah atau bencana, ketika kita sudah terbiasa berkontribusi di

dunia internasional maka bangsa-bangsa yang lain akan peduli dengan

bangsa kita, tetapi sebaliknya kalau bangsa ini pelit, nggak peduli,

egois dan nggak punya peran di dunia internasional, kelak secara

manusiawilah ketika orang itu tertutup, ekslusif, maka dia akan

dikucilkan oleh bangsa-bangsa internasional ”.

13. Apakah visi misi dari

pusat dapat

dikembangkan sendiri

pada setiap cabang?

“Ya karena kita bicara tentang humanity, kemanusiaan, maka konsep

dasar dari pusat itu ya bisa diimplementasikan ke daerah-daerah, dan

ACT pusat memberikan peluang yang luas, lebar dan mengakomodir

kearifan lokal, potensi lokal apa, jadi ACT tidak terlalu kaku dari sisi

program, kebijakan, prinsipnya sih bagaimana potensi daerah,

keberadaan adanya kantor ini bisa memberikan kebermanfaatan dan

memberikan kontribusi yang luar biasa buat masyarakat.”

14. Dari visi misi ACT

secara organisasi sendiri

apakah sudah singkron,

“Secara otomatis, ketika kita bergabung dengan lembaga seperti ini,

maka visi misi pribadi harus, apa ya, inline ya dengan visi misi

lembaga, jadi Visi Misi lembaga adalah bagian dari karakter pribadi

135

sejalan dengan prinsip

dan hal pribadi dari

Bapak?

kita. Kita coba memberikan internalisasi buat tim dan SDM yang

bergabung, tentang visi misi ini, karna visi misi adalah ruh, karena itu

adalah semangat yang melandasi kita, ketika visi misi lembaga tidak

nyambung dengan visi misi SDM maka dia tidak akan bertahan lama,

secara otomatis dia akan mundur dan tidak bisa mengikuti dinamika

lembaga, dan lembaga kemanusiaan seperti ini sangat dinamis sekali,

apa lagi permasalahan kemanusiaan itu kan luar biasa.”

15. Kebanyakan orang

berkarir di organisasi

yang berorientasi profit,

Kenapa Bapak berkarir

di organisasi non profit?

“Pada prinsipnya kita sebagai manusia dan mungkin sebagai orang

yang beragama, kita juga dituntut untuk mandiri dan kita juga dituntut

untuk bisa apa namanya memenuhi kebutuhan diri kita, bahkan kita

juga diperintahkan untuk membantu yang lain, intinya ketika

seseorang muslim itu mempunyai kemandirian dan secara personal

kita mempunyai kemapanan, maka kita pun juga diajarkan untuk

berbagi kepada saudara kita yang mungkin belum beruntung, kepada

mereka yang kesusahan, karena dengan itu kita akan bisa lebih

mensyukuri nikmat Allah dan merasakan kebahagiaan. Dan harta

yang dibagikan, harta yang kita gunakan untuk membantu mereka

yang kesulitan, kesusahan itu, tidak akan berkurang tapi Allah

janjikan bertambah dan bertambah. Terkait dengan ada orang yang

berkarir profesional di bidang profesional di bidangnya masing-

masing, kemudian saya memilih di bidang kemanusiaan, bidang

sosial, itu adalah pilihan hidup dan masing-masing tentunya ada

konsekuensinya, dan secara profesional ketika setiap orang yang

berkarya di bidangnya dan memberikan kebermanfaatan buat yang

lain itu pun bernilai ibadah. Jadi ibadah dalam Islam memang

maknanya luas. Cuman memang secara umum sebagian masyarakat

masih memandang sebelah mata terkait dengan berkarir sebagai sosial

planner seperti ini atau social worker, mereka masih memandang ini

adalah pilihan kedua. Masyarakat secara umum ya, cuman setiap

orang punya visi dan misi yang berbeda.”

16. Banyak yang

memandang Social

Worker itu adalah

pilihan kedua, mungkin

itu kaitannya dengan

faktor motivasi lain dari

dalam, misalnya faktor

materiil, apakah lembaga

sosial memperhatikan

kesejahteraan

pegawainya?

“Suatu lembaga walaupun itu lembaga Social Planner atau Social

Worker, profesional tetap harus dijaga, bahkan dalam agama kita

kalau semangat kita adalah menjadikan segala aktifitas bernilai nilai

ibadah, kita harus bekerja secara profesional, secara ihsan, demikian

pula di dunia Social Worker seperti ini juga profesional, kita

menghadirkan yang terbaik, berkontribusi kepada masyarakat dengan

maskimal, dan lembaga pun juga memberikan apresiasi yang luar

biasa kepada semua SDM yang bergabung disini.

Bahkan, sebetulnya kalau kita lihat ya antara apa namanya, lembaga-

lembaga atau departemen yang ada hubungannya dengan

menghimpun dana dari masyarakat, itu kayak dirjen pajak, bea cukai,

itu kan mereka menghimpun dan dari masyarakat kita pun juga

mungkin hampir sama ya, cuman bedanya mereka ada undang-

undang dengan adanya kewajiban dan punishment, ketika orang

membayar pajak dan sebagainya kan ada denda dan sebagainya

136

bahkan sampai pidana, ketika kita berada di lembaga seperti ini, kita

pun tentatif hampir sama, toh program-program kita itu banyak

memberikan bantuan pada kepentingan bangsa dan negara kita,

misalnya terkait dengan bencana, bencana itu kan tanggung jawab

yang pertama adalah tentunya negara ini, karena mereka ada anggaran

APBN yang berasal dari pajak, kalau kita berkontribusi membangun

kesadaran masyarakat, mengedukasi masyarakat, menghimpun dana

dari masayarakat, yang kemudian kita salurkan pada masayarakat

kembali dan kemudian kita pertanggung jawabkan, terhadap dana

yang dihimpun dan pengelolaannya dan penyaluaranya secara

transparan. Bisa diaudit, bahkan alhamdulillah sejak berdiri sampai

dengan sekarang, terkait dengan operasional aktifitas lembaga, kita

diaudit oleh akuntan publik yang kemudian kita laporkan secara

transparan kepada masayarakat, bahkan di web kita pun sampai

sekarang kita laporkan secara online dan memang pengelolaan

lembaga terkait dengan menghimpun dan masyarakat, kita juga salah

satu lembaga yang profesional ya transparansi, transparansi

penghimpunan, transparansi pengelolaan dan pelaporan.”

17. Untuk operasional

organisasi tentunya

membutuhkan biaya,

terkait dengan teknis,

seperti pengadaan alat,

insentif dan lain-lain,

bagaimana manajemen

dana ACT?

“Terkait dengan lembaga sosial kemanusiaan, terkait dengan amil

zakat, di sana ada yang namanya hak amil. Jadi nggak jauh beda

antara pengelolaan lembaga zakat dengan lembaga kemanusiaan.

Bedanya di fokus pekerjaannya, programnya, kalau di lembaga zakat

karena mereka menghimpun dana zakat, maka mereka mengambil

hak amilnya 1/8 dari dana yg dihimpun, sebagaimana 8 asnaf, seperti

fakir miskin, fisabililah, ibnu sabil, budak dan mualaf. Amil salah satu

bagian di dalamnya, makanya mereka dari dana yang dihimpun

diambil 1/8 itu untuk hak amil yang digunakan untuk, operasional,

gaji karyawan, operasional kantor, untuk marketing. Kemudian dari

porsi infaq biasanya lembaga-lembaga amil zakat mengambila 25-

35% dari dana yang dihimpun dan itu juga ada fatwa dari MUI terkait

dengan besaran hak yang layak untuk operasional kelembagaan.”

18. Seseorang profesional,

katakanlah akuntan,

mempunyai kesempatan

untuk memilih tempat

berkarir, baik di lembaga

yang mengedepankan

profit atau pun di

lembaga non profit,

kalau dari segi

pemberian gaji apakah

bisa seperti perusahaan

yang berorientasi profit

dalam memberikan

kesejahteraan kepada

pegawainya?

“Alhamdulillah. Masing-masing lembaga antara satu dengan yang

lain beda-beda ya, tergantung dari kesehatan dan kemajuan lembaga

tersebut. Bisa juga kalau lembaga itu masih baru, masih awal bisa

juga terkait dengan salary, terkait hak amil, terkait dengan dengan

gaji, dia belum standar, tapi untuk lembaga-lembaga yang sehat dari

sisi pengelolaan dan profesional, dia memberikan haknya kepada

SDM yang bergabung, dengan berbagai background sisi akademis ya

sesuai dengan kompetensinya, kemudian dari sisi kinerjanya,

profesional aja, jadi sesuai haknya, kalau dibandingkan dengan

lembaga-lembaga yang pure profit, saya yakin nggak jauh beda.”

137

19. Bagaimana fundrising

ACT cabang Semarang?

“Semua penghimpunan dari cabang disetor ke pusat dulu, kemudian

dikembalikan lagi, sesuai dengan amanah para muzaki, donatur,

terkait dengan akad transaksinya, misalnya donatur Semarang berakad

untuk membantu lokal program semarang, maka dananya akan

dikembalikan ke Semarang lagi sesuai dengan dana siap salurnya,

dana pengelola yang telah diambil oleh hak lembaga, jadi

proporsional.”

20. Apakah para kekerja

sosial mengalami

kebosanan dalam

bertugas?

“Itu awal dari niat. Jadi kalau memang kita anggap pekerjaan social

worker ini hanya sekadar bekerja saja, maka kita akan menemui

kebosanan itu. Tapi ketika kita bangga, bahwasannya social worker

ini adalah pilihan saya, dan itu sesuai dengan visi dan misi kehidupan

saya, maka kita berada di sini, sehari-hari di sini, beraktifitas di sini,

sesuatu hal yang menyenangkan, karena itu adalah pilihan jalan hidup

kita, jadi Allah menciptakan kita, Allah mengajarkan kita di dunia ini

salah satunya kan untuk beramal yang terbaik, ketika kita di sini bisa

menghadirkan amal yang terbaik dan memberikan manfaat bagi umat,

bagi masyarakat, bisa membantu mereka yang kesempitan,

kesusahan, terkena bencana untuk menjadi bahagia, itu kan

subhanallah, ini pilihan. Karena tidak setiap orang itu mau untuk

urusan kayak begini, dan kalau kita tahu kalau ada bencana itu

sebetulnya, ketika kita membantu orang lain tentulah Allah akan

membantu kita, ketika kita menolong saudara kita yang lagi

kesusahan, pastilah Allah akan membantu kita, jadi semangat itulah

yang ada. Ya saya merasakan sih disini adanya kesulitan dalam

pekerjaan, adanya problematika dalam pekerjaan, itu suatu hal yang

sederhana, karena Allah yang akan memudahkan.”

22. Selain materiil, apa yang

bapak dapat dari bekerja

di lembaga sosial seperti

ini?

“Lembaga memberikan ruang yang luas dan lebar untuk kita

berapresiasi, jadi memang potensi kita itu didorong dan

dikembangkan, Allah memberikan nikmat kepada kita, Allah

memberikan fasilitas kemampuan kepada kita, di lembaga seperti ini

memang betul-betul diberikan ruang dan waktu dan dikembangkan

potensinya, sehingga kita itu bisa dapat meningkatkan kemampuan

diri kita untuk memberikan sebanyak-banyaknya, membuat kita

memaknai diri kita ini dengan hati.”

22. Apakah bapak punya

prinsip dalam menjalani

pekerjaan sebagai

pekerja sosial?

“Prinsip saya menjalani pekerjaan ini memberikan kebermanfaatan

yang sebanyak-banyaknya dan tidak terbatas buat umat manusia,

seluruh alam ini.”

23. Sebagai Branch

Manager bagaimana

menyikapi

mengendurnya semangat

karyawan?

“Kita sebagai seorang pimpinan tentunya terus menyemangati dan

menjaga supaya semangat dan produktifitas kita tetap tinggi, dan

sekali lagi ini terus kita jaga semangatnya, bahkan setiap hari itu

semangat harus tetap ditumbuhkan, karena aktifitas di sini, ketika

memiliki ilmu dan visi misi dan memang nyambung ya dia bakalan

semangat. Setiap pagi, sebelum beraktifitas, sebelum jam 8 kita sudah

berkumpul di ruang meeting, kita adakan Inspirasi Pagi, prinsipnya

disitu kita mengawali pagi dengan kebaikan-kebaikan, dengan doa,

138

nasihat dan berbagi ilmu dan inspirasi yang kita berharap dalam satu

hari ini kita menjadi itu menjadi hamba yang benar-benar bermanfaat,

kita juga dengan bertambahnya ilmu setiap hari, diiringi dengan

amal, itulah kegiatan dan aktifitas yang dapat meningkatkan

semangat. Terus memang kalau ada masalah di personal SDM, tugas

dan kewajiban sebagai leader, kita juga memberikan coach dan

konseling, memberikan arahan, memberikan bimbingan, motivasi dan

memberikan solusi jika kemudian ada masalah atau mendapat

hambatan. Coach dan konseling itu memang tidak bisa dipisahkan

dari perhatian kepada tim yang tergabung.”

24. Inspirasi Pagi itu salah

satu bagian dari instruksi

atau SOP di ACT Pusat

atau pengembangan

sendiri dari

kepemimpinan bapak?

“Kebetulan dulu saya di rumah Zakat hal itu menjadi SOP, Saya

melihat itu sisi positif untuk penguatan SDM dan kemudian saya

aplikasikan di semarang, kalau di ACT pusat mungkin seminggu dua

kali, kalau di semarang setiap hari.”

25. Bagaiman sikap saling

memotivasi di antara

pegawai?

“Secara personal kita memiliki kelebihan dan kekurangan, dan kita

berharap kelebihan dan kekurangan itu kita kelola dengan maksimal,

jadi kita jangan fokus pada kekurangan kita, tapi kita fokuslah pada

kelebihan kita dan jika kita fokus dengan kelebihan kita, itu

merupakan rasa syukur terhadap Allah SWT, kita menumbuhkan

kepada semua SDM untuk menampilkan dan berkontribusi yang

terbaik, dan yakinlah kontribusi yang terbaik itu secara langsung atau

tidak langsung itu pasti akan berbuah dan menghasilkan, baik

langsung atau tertunda pasti Allah akan mengganti, Faman ya'mal

mitsqaala dzaratin khairay yarah, waman ya'mal mitsqaala dzaratin

syarray yarah, sekecil apa pun kita berbuat baik itu bukan merupakan

hal yang sia-sia, pasti Allah akan balas dan balasan Allah itu kita

tidak bisa sangka-sangka. Bisa cash, bisa ditunda atau nanti.

Prinsipnya Allah itu dekat dan bersama-sama dengan orang baik, itu

bagian dari pada karakter yang sengaja saya ulang-ulang, buat diri

saya maupun buat tim, karena itu satu semangat yang memang harus

kita hadirkan terus, sehingga kita tidak memaknai kita dengan materi

tapi dengan balasan Allah, kalau kita dapat materi yang mungkin

lebih atau cukup, itu adalah efek dari apa niatan kita, jadi prinsipnya

ketika kita udah bekerja secara maksimal, materi itu ngikutin aja,

dapat dari mana dan sebagainya Allah yang ngasih, prinsipnya sih

ketika kita mengembangkan kemampuan personal kita seperti,

komunikasi publik, kemudian pengelolaan SDM atau organisasi,

otomatis orang lain akan melihat potensi dan kemampuan kita, dan

ketika orang lain melihat potensi dan kemampuan kita, maka dia akan

memberikan kita posisi dan amanah kepada kita. Masalah datengnya

berapa, sulitnya berapa itu ya menyesuaikan, ketika seseorang

memiliki kemampuan yang tinggi, skill yang tinggi, produktifitas

kerja yang luar biasa dan otomatis akan menghargai kualitas personal

kita.”

139

26. Apakah ada inisiasi dari

Bapak sendiri mungkin

untuk meningkatkan

kekeluargaan, solidaritas

dari bawahan yang

Bapak pimpin?

“Acara-acara yang non formal dan santai itu justru lebih banyak

mengena, seperti makan bareng dengan temen-temen, entah sebulan

sekali atau sebulan dua kali atau mungkin kita rihlah atau berwisata

bareng, karena memang dari segala kegiatan dan aktifitas di sini,

karena memang ada waktu-waktu yang menuntut kita untuk fokus dan

padat jadwal kegiatannya, dan perlu ada jeda, sesekali kita refreshing

bareng-bareng.”

27. Bagaimana peran

Relawan ACT?

“Mas Chafidz, Program, beliau salah satu yang mengkoordinasi

tentang gerakan kerelawanan, namanya MRI, Masyarakat Relawan

Indonesia, kita melibatkan publik, supaya gerakan kerelawan ini

menjadi bagian karakter personal dari masyarakat, dan ketika gerakan

kerelawanan ini luar biasa massive, maka segala hal problematika

masyarakat bisa diselesaikan, jadi kadang kala suatu program itu tidak

melulu dengan uang, tapi mungkin ada personal yang kebetulan

memiliki disiplin ilmu tertentu, skill tertentu, keahlian tertentu, dia

punya jiwa kerelawanan ilmunya dapat dibagikan secara free,

sehingga ilmunya dapat merubah masyarakat dari kemunduran,

kemiskinan untuk bisa berdaya. Bisa jadi seorang dokter, seorang

medis, dia berkontribusi mungkin dalam aksi-aksi bencana, sosial,

atau daerah yang rawan dengan penyakit, atau mengedukasi

masyarakat dan membagikan ilmunya secara gratis, itu bisa jadi

solusi, bayangkan kalau itu harus berbayar pastikan luar basa

dananya. Tapi intinya gerakan kerelawan ini menggerakkan sisi baik

masyarakat, kita berharap bagaimana kita bisa meiliki banyak peran,

yang memang benar dirasakan oleh masyarakat yang lain, Insya

Allah.”

28. Berapa jumlah relawan

ACT Jawa Tengah

hingga saat ini?

“Jadi untuk di Jawa Tengah tidak banyak sih, sekitar tiga ratusan

relawan, dan kebetulan kita tiap tahun itu ada program volunteer

camp, ini adalah sebagai saran rekrutmen sekaligus membangun

edukasi buat masyarakat, pentingnya gerakan masyarakat. Ini tidak

semata-mata merekrut tapi mereka harus dibekali dengan ilmu,

misalnya tentang mitigasi bencana, recue, sesuai dengan bidang-

bidang kompentensi dan kemampuan-kemampuan personal SDM,

jadi kita petakan. Karena memang bencana itu perlu dipersiapkan,

dalam artian begini, bencana itu suatu kejadian yang luar biasa, tapi

ketika sudah punya panitia dan persiapan, panitia sudah bisa bekerja

secara maskimal sesuai dengan bidang-bidangnya, coba kalau tanpa

persiapan tentu korbannya lebih banyak dan cara penanganannya juga

belum bisa karena belum ada ilmunya, kerjanya juga serabutan, tapi

kalau sudah terkonsoldasi dan sudah ada panitia, sudah tahu

tupoksinya maka Insya Allah penanganannya akan lebih efektif, yang

jelas kita juga harus sinergis dengan semua elemen yang terkait,

dengan BNPB dan lembaga semacam.”

29. Apakah Saudara

mengkomando langsung

MRI?

“Kebetulan kepala cabang di ACT sekaligus koordinator relawan,

ibaratnya apa ya sebagai ketua relawannya, dan bertanggung jawab

untuk mendinamisasi gerakan relawan ini, dan nanti ada struktur

140

tersendiri lagi.”

30. Berapa kali frekuensi

MRI berkumpul?

“Ada, kita biasanya sebulan dua kali untuk berkoordinasi event dalam

bulan ini dan upgrading skill para relawan.”

31. ACT mempunyai

banyak program, satu

tahun periode berapa

program yang diekskusi?

“Subhanallah, banyak mas, hampir setiap bulan kita pasti ada event,

bahkan setiap bulan itu ada lebih dari dua kegiatan, ini banyak sekali

ya, bahkan ketika ada darurat bencana pun kita otomatis turun, seperti

itu. Satu tahun ini kita cukup padat kegiatan, karena adanya mau ndak

mau kalau action kita tinggi dan kita komunikasikan ke media ini

akan menggerakkan masyarakat, dan otomatis ACT pun akan

semakin dikenal masyarakat.”

32. Bagaiman jam kerja di

ACT?

“Setiap hari masuk jam 8, pulang jam 5 sore, hari sabtu minggu libur,

tetapi kalau sabtu minggu ada darurat bencana, rescue kita masuk,

salah satunya waktu longsor di Banjarnegara itu kan hari sabtu, kita

ketika ada kabar lonsor kita langsung uturn untuk assesment.”

33. Bagaimana informasi

bencana ACT peroleh

secara cepat?

“Kebetulan, saya masuk grup komunikasi temen-temen SAR, jadi

info-info kebencanaan, musibah dapat cepat sehingga kita bisa saling

sharing dan berkontribusi.”

141

TRANSKRIP WAWANCARA 2

Nomor : 2

Tanggal Pengamatan : Senin, 15 Agustus 2016

Jam Pengamatan : 13.00-14.30 WIB

Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang

Nama Informan : Nover Pratiwi

Jabatan : Finance

TTL : Bengkulu, 10 November 1989

Alamat : Jl. Tlogosari, Semarang

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Pertanyaan Jawaban

1. Sudah berapa lama Saudara

berkontribusi di ACT? “Untuk ACT sendiri saya satu tahun.”

2.

Sebelum berkarir di ACT

Saudara mempunyai

pengalaman bekerja di

mana?

“Pekerjaan sebelumnya saya bekerja di lembaga sosial juga, yang

memang hampir sama dengan ACT, saya bekerja di Rumah Zakat

Regional Yogyakarta, di rumah zakat posisinya saya di CS, saya

pernah di marketing, program dan Finance.”

3. Apakah sebelumnya

mengetahui kiprah ACT?

“Saya sudah mengenal ACT karena memang sebelumnya saya

pernah bekerja di Rumah Zakat ya, jadi di Rumah Zakat itu kan

banyak ada beberapa juga lembaga yang sama, salah satunya

ACT.”

4. Apa motivasi saudara

berkarir di ACT?

“Karena memang saya suka di bagian kemanusiaan ya mas ya,

suka apa ya terjun seperti itu, emang pas awalnya juga nggak

nyangka sih tiba-tiba dapat masuk di Rumah Zakat dengan

melalui tes dan sebagainya begitu kan, setelah satu tahunan lebih

di Rumah Zakat akhirnya saya mengerti bahwa memang di situ

tempat saya emang suka tantangan, suka membantu orang, saya

mendapatkan jati diri saya di sana.”

5.

Apa filosofi yang mendasari

Saudara untuk bergabung di

lembaga kemanusiaan?

“Jadi memang, intinya saya adalah membantu, dan ini adalah

amanah buat saya.”

6.

Nilai-nilai yang

mempengaruhi kenapa

berkarir di lembaga

kemanusiaan?

“Karena memang saya suka membantu orang-orang, saya senang

ikut berpartisipasi, karena saya memang menyukai bagian ini.

Prinsip saya adalah bermanfaat bagi orang lain.”

7.

Dari visi misi ACT secara

organisasi sendiri apakah

sudah singkron, sejalan

dengan prinsip dan hal

pribadi dari Saudara?

“Kalau visi misi ACT dengan pribadi saya sejalan mas, karena

sama-sama membantu.”

9. Apakah Saudara mengetahui “Saya tahu secara gambaran umum sih mas, tapi secara teori dan

142

perbedaan organisasi profit

dan non profit?

detail saya kurang tahu.”

10.

Apakah berkarir di lembaga

kemanusiaan kesejahteraan

pegawai diperhatikan?

“Iya, diperhatikan.”

11. Apakah ada kebosanan

dalam bekerja?

“Kalau kebosanan pasti ada mas, tapi sampai saat ini saya belum

pernah merasakan bosen mas dalam membantu umat.”

12.

Selain materi apa yang

Saudara dapatkan dari

berkarir di lembaga sosial

seperti ini?

“Selain materi, saya dapatkan banyak pengalaman di ACT, yang

tadinya saya tidak tahu jadi saya lebih paham seperti, wakaf,

Global, begitu. Terus di sini saya dapat banyak sekali saudara,

mungkin saudara saja nggak hanya di luar Indonesia saja ya, tapi

di luar negeri saya juga dapat saudara, jadi manfaatnya lebih

banyak dari lembaga saya yang sebelumnya.”

13. Bagaimana Saudara

memandang suatu pekerjaan?

“Pekerjaan menurut saya sendiri apa ya, banyak hal sih mas,

karena saya adalah tulang punggung keluarga ya, jadi memang

saya dituntut untuk bekerja saat ini, karena memang sebagai

tulang punggung keluarga pun banyak hal bukan hanya saya

sendiri tapi juga keluarga. Prinsip saya dalam bekerja yaitu saya

harus bekerja, dan saya harus membantu adik-adik saya.”

14.

Bagaimana Saudara antar

rekan kerja saling

memberikan motivasi atau

sama yang lain?

“Memeberikan motivasinya sih seperti cara biasanya sih ya mas,

mungkin dengan mengarahkan yang tadinya kurang baik saya

arahkan agar menjadi yang lebih baik.”

15.

Apakah Pak Suroto selaku

BM sudah memotivasi

seperti apa yang diharapkan?

“Sudah. Pak Suroto selaku kepala cabang selalu memberikan

semangat Tim.”

16.

Di ACT Jawa Tengah apakah

pak Suroto adalah sosok

yang visioner?

“Di ACT ini tidak ada yang namanya tokoh ya, siapa pun tidak

menokohkan siapa pun di sini.Tapi semuanya sama, di ACT itu

semua dinilai sama. Pak Suroto adalah BM. BM itu mungkin

formalitas saja ya, tapi beliau sama dengan kita, beliau adalah

Tim kita, kalau ada yang tanya siapa pimpinan ACT, pimpinan

ACT adalah Timnya itu sendiri, jadi memang kekeluargaannya

itu kuat.”

17.

Bagaimana kepemimpinan

Pak Suroto menurut

Saudara?

“Kepemimpinan Pak Suroto kalau menurut saya, beliau bisa

menjadi panutan, beliau Branch Manager yang baik, suka

memberikan motivasi yang baik terus ada beberapa sikap beliau

yang menjadi penutan buat kita para karyawan, dan beliau juga

selalu mengingatkan tentang yang baik .”

18.

Bagaimana menurut Saudara

tentang Inspirasi Pagi yang

diinisiasi Pak Suroto di ACT

Jawa Tengah?

“Jadi inspirasi pagi itu seperti penyemangat gitu ya, jadi kalau

pagi-pagi kita ngantuk-ngantuk begitu sampai kantor ya langsung

kerja kan rasanya jadi nggak semangat mas, nah dengan adanya

Inspirasi Pagi itu kita jadi semangat, karena di situ kita ada

nyanyi-nyanyi, mengingatkan lagi visi dan misi kita.”

19. Apakah yang menarik dari

kepemimpinan Pak Suroto?

“Yang menarik dari kepeimpinan Pak Suroto beliau orangnya

tenang baik dari segi personal maupun bekerja.”

20. Apakah cara memimpin pak “Untuk target pasti dapat, berproses dan bertahap, tenang tapi

143

Suroto sudah dapat mencapai

target yang telah ditetapkan

bersama?

pasti.”

21.

Apakah Pak Suroto

memberikan pengaruh positif

terhadap setiap karyawan?

“Ya. Kadang beliau mengingatkan, mungkin tidak di depan orang

banyak ya, misalnya saya salah ngomong, beliau langsung

mengingatkan saya secara pribadi, langsung Whatsapp saya, atau

langsung di luar teman-teman, kalau ada yang salah di sini, dan

kamu seharusnya seperti ini.”

22.

Bagaiman cara

berkomunikasi Pak Suroto

dalam memimpin?

“Kalau di dalam pekerjaan mamang kita harus profesional, cuman

kalau pas kita di luar bersama beliau, beliau orangnya lucu, bisa

membaur, tertawa, kan biasanya kalau BM susah ya kalau bebaur

dengan karyawan, nggak ada batasan. pola komunikasinya beliau

membaur, beliau juga tidak menganggap beliau adalah tokoh

yang ada di sini, tapi kita semua sama.”

23.

Apakah saat memberikan

instruksi Pak Suroto dapat

diterima dengan jelas kepada

setiap karyawan?

“Kadang instruksinya bisa diterima dan juga bisa tidak, kadang

sering kali tidak bisa diterima saat ada perbedaan pendapat.”

24. Apa kelebihan dari sosok pak

Suroto?

“Ya itu tadi mas, beliau orangnya tenang, bisa memotivasi

selayaknya ayah, dan belau selalu mengutip Alquran atau Hadits

untuk memberikan semangat kepada kami, mengingatkan akan

niat dan visi misi mulia.”

144

TRANSKRIP WAWANCARA 3

Nomor : 3

Tanggal Pengamatan : Senin, 15 Agustus 2016

Jam Pengamatan : 13.00-14.30 WIB

Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang

Nama Informan : Chafidz Nurrahman

Jabatan : Program

TTL : Banjarnegara, 9 April 1990

Alamat : Perumahan Citra Gading Ngijo, Gunung Pati, Semarang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No. Pertanyaan Jawaban

1. Sudah berapa lama Saudara

berkontribusi di ACT? “Saya sudah hampir satu tahun.”

2.

Sebelum berkarir di ACT

Saudara mempunyai

pengalaman kerja di mana?

“Saya adalah freshgraduate.”

3. Apakah sebelumnya

mengetahui kiprah ACT?

“Kalau secara kelembagaan saya tahu dari aksi-aksi ACT. Saya

melihat dari media-media, hanya sebatas melihat kiprah dari

media.”

4. Apa motivasi Saudara

berkarir di ACT?

“Kalau dulu di kampus saya aktif di lembaga BEM, di sana saya

belajar banyak tentang dunia sosial. Selain itu juga berlatar

belakang dari kondisi keluarga, yang sampai sekarang

ahamdulilah dalam artian orang-orang terdekat itu masih banyak

memberikan bantuan kepada keluarga, nah dengan itu kemudian

saya tangkap, ketika orang lain mengajari saya hal yang

demikian, belum tentu mungkin saya dapat membalas mereka,

tapi saya membalas mereka dengan membagikan apa yang

mereka ajarkan. Prinsipnya kalau hidup ini hanya sekali ya mas

ya, kalau hidup buat diri kita sendiri sangat disayangkann, maka

saya punya prinsip dimanapun saya berada kalau bisa kita bisa

berbagi, nah saya memandang ACT secara kiprahnya bisa

menjadi sarana, untuk berpartisipasi, jadi tidak sebatas orientasi

kami di sini kerja, ya gimana ya, ya kalau dibilang disini kita

kerja, kalau kerja di dunia sosial itu kan bukan sesuatu prestige

buat banyak orang.”

5.

Apa filosofi yang mendasari

Saudara untuk bergabung di

lembaga kemanusiaan?

“Ya satu karena latar belakang karena sengaja, suka dengan dunia

sosial, yang kedua karena sesuai dengan motto hidup saya, hidup

hanya sekali semangat berbagi, itu menjadi landasan komitmen

dimanapun aku berada, membuat bisa berperan untuk masyarakat.

6. Nilai-nilai yang “Kalau saya memandang ACT dari sisi nilai kemanusiaan,

145

mempengaruhi kenapa

berkarir di lembaga

kemanusiaan?

kemudian profesionalisme untuk membantu masyarakat. Itu

terlihat banget bahkan itu terbukti, ternyata bekerja di dunia sosial

itu tidak hanya sebatas suka, tapi harus digarap dengan

profesional, biar manfaatnya jelas dan karya-karyanya terlihat

jelas.”

7.

Dari visi misi ACT secara

organisasi sendiri apakah

sudah singkron, sejalan

dengan prinsip dan hal

pribadi dari Saudara?

“Secara garis besar saya sepakat dengan visi misi yang diusung

ACT.”

9.

Apakah Saudara mengetahui

perbedaan organisasi profit

dan non profit?

“Paham dalam artian, ACT ini lembaga non profit dengan artian

tidak memproduksi barang yang kemudian dijual, tapi produk-

produk yang ditawarkan kepada masyarakat adalah untuk

membantu kepada orang lain.”

10.

Apakah berkarir di lembaga

kemanusiaan kesejahteraan

pegawai diperhatikan?

“Iya. Kalau yang saya rasakan, minimal untuk gaji di atas dari

UMR Semarang.”

11. Apakah ada kebosanan

dalam bekerja?

“Kalau dibilang rutinitas ya kadang-kadang bosen ya, dalam

artian bosennya mungkin sisi faktor capai, tapi ketika kita

diingetin tentang permasalah sosial yang harus kita bantu saya

kira juga bisa terbagi-bagi.Wajar sih kebosanan, semua itu

sebatas lewat mungkin karena faktor capai. Mungkin saya melihat

video rekam jejak ACT yang dimana dia bisa memberikan

bantuan yang kelasnya tidak hanya nasional saja, tapi

kontribusinya sudah sampai dunia luar, selain itu kita juga

dibantu sama masyarakat relawan yang banyak, mereka saja yang

diluar ACT mau berbagi, kita sendiri yang tahu tujuannya kenapa

nggak semangat.”

12.

Selain materi apa yang

Saudara dapatkan dari

berkarir di lembaga sosial

seperti ini?

“Kalau di ACT sendiri dari sisi ACT sendiri memang sisi

kapasitas kemudian diberikan apresiasi ya dalam artian awal

ketika masuk kita diberikan orientasi, diberikan kepahaman

tentang job desk utama dari tugasnya. Selain itu juga pemberian

apresiasi disini sebenarnya lebih kepada bagaimana tim itu

bergerak, karena disini kita satu kesatuan. Kalau saya sendiri

kerja itu tidak hanya soal materi saja, tapi juga kepuasan batin

yang tidak ternilai dengan nominal uang.”

13. Bagaimana Saudara

memandang suatu pekerjaan?

“Sebenatnya saya punya tiga konsep yang saya pegang, saya

memandang pekerjaan itu dekat dengan unsur kekeluargaan,

kekompakan tim. Yang kedua ada sisi humanitynya, kemanusiaan

kita bisabermanfaat untuk sekitar. Yang ketiga adalah sisi

keilmuan, di sini dalam artian saya dapt ilmu hidup baru yang

setidaknya itu dapat diaplikasikan kepada masyarakat.”

14.

Bagaimana Saudara antar

rekan kerja saling

memberikan motivasi

satusama yang lain?

“Kita sadar masing-masing divisi tugasnya banyak, job desknya

saling bersinggungan dibeberapa bagian, maka komunikasi

menjadi sarana yang mesti dilakuin, nggak boleh kalau misalkan

dieksekusi sendiri, jadi cara komunikasi itu yang bisa menjadi

146

komunikasi satu sama lain. Sharing pengalaman, tukar ide.”

15.

Apakah Pak Suroto selaku

BM sudah memotivasi

seperti apa yang diharapkan?

“Saya kira beliau juga memberikan arahan yang kemudian itu

menjadi hal yang urgent harus dieksekusi ya dieksekusi, cuman di

sini beliau juga memberikan ruang kepada saya katakanlah untuk

berkreasi, dalam artian ini juga proses pembelajaran kepada saya

untuk bisa mengelola sisi kepemimpinan. Dengan program-

program yang sekian banyak di ACT, cuman beliau ya membantu

misalkan, memberikan motivasi misalkan, programnya banyak

dilink-kan dengan mitra-mitranya. Saya kira pengalaman beliau di

dunia kemanusiaan juga sudah lama, dulu sebelum di ACT

pernah menempati di beberapa lembaga kemanusiaan, dan hal itu

yang beliau ajarkan kepada saya untuk motivasi.”

16.

Di ACT Jawa Tengah apakah

pak Suroto adalah sosok

yang visioner?

“Dengan sepak terjang beliau yang malang melintang di dunia

sosial. Baliau banyak membimbing kami, memberikan arahan dan

ide-ide segar yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. ”

17.

Bagaimana kepemimpinan

Pak Suroto menurut

Saudara?

“Saya memandang setiap orang itu memiliki kelebihan dan

kekurangan, cuman kalau kita melihat kekurangannya terus

meneruskan tidak baik, dalam artian kita juga melihat sisi

baiknya. Untuk seorang Pak Suroto sendiri itu beliau orang yang

sabar, yang kedua pemahamannya tentang sesuatu pola yang

dinamis itu luar biasa, jadi ketika melihat sesuatu, ada yang

kemudian dapat dijadikan sebagai solusi, dapat direspon cepat

dalam memberikan arahan, saya kira itu kelebihan terendiri dari

beliau. Itu jadi nilau plus.”

18.

Bagaimana menurut Saudara

tentang Inspirasi Pagi yang

diinisiasi Pak Suroto di ACT

Jawa Tengah?

“Itu bagus, bisa jadi satu value tersendiri, bisa

mengkoordanisasikan apa yang akan kita lakukan dan untuk

evaluasi, jadi ketika kita di lembaga seperti ini, dinamika dan

kondisi di masyarakat sifatnya cepat dan responnya harus cepat,

dan ini bisa menjadi sarana kita untuk koordinasi.”

19. Apakah yang menarik dari

kepeimpinan Pak Suroto?

“Satu sisi kalau menurut saya yang menarik dari beliau itu dari

rekam jejaknya, bagaimana belaiau mengajarkan kepada saya,

tentang bekerja di lembaga kemanusiaan, jadi pengalaman beliau

yang sudah ber macem-macem di lembaga kemanusiaan, saya

kira disitu saya memberikan apresiasi, selain itu juga beliau

mengajarkan kepada saya tentang menjadi kerja di lembaga sosial

ini tidak hanya mengandalkan dari gaji yang ada di sini saja, tapi

juga harus mandiri dengan membuat usaha-usaha di luar sehingga

dapat membantu kepada masyarakat yang lain, itulah yang beliau

contohkan dalam rekam jejaknya.”

20.

Apakah cara memimpin pak

Suroto sudah dapat mencapai

target yang telah ditetapkan

bersama?

“Saya kira sudah, dengan pengalaman beliau yang banyak sudah

begitu banyak alternatif untuk menjadi solusi jika ada kendala-

kendala yang muncul dikemudian hari.”

21.

Apakah Pak Suroto

memberikan pengaruh positif

terhadap setiap karyawan?

“Secara support untuk motivasi ya, beliau adalah sosok yang luar

biasa.”

147

22.

Bagaiman cara

berkomunikasi Pak Suroto

dalam memimpin?

“Beliau santai, humanis, tidak ada sekat beliau seorang BM, itu

jadi bumbulah bagaimana tim ini bisa solid. Ketika ada karyawan

yang kinerjanya kemudian diberikan apresiasi, ketika beliau salah

juga beliau meminta maaf.”

23.

Apakah saat memeberikan

instruksi Pak Suroto dapat

diterima dengan jelas kepada

setiap karyawan?

“Secara umum iya, tapi ya yang namanya kita berinteraksi,

kadang-kadang ada beberapa miss antara pimpinan dan staf, tapi

semua selalu bisa diatasi dengan rapat yang santai dan penuh

kekeluargaan.”

24. Apa kelebihan dari sosok pak

Suroto?

“Kelebihan beliau orangnya bersahaja, kalem tapi stratejik.

Beliau selalu bisa mengatasi problem dengan tenang, dan beliau

selalu dapat membangkitkan kembali semangat kami dengan

gayanya seperti orang yang berceramah, mengingatkan kembali

tentang amanah dan visi misi Organisasi.”

148

TRANSKRIP WAWANCARA 4

Nomor : 4

Tanggal Pengamatan : Selasa, 16 Agustus 2016

Jam Pengamatan : 09.00-12.00 WIB

Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang

Nama Informan : Astreatun

Jabatan : Marcomm

TTL : Purwodadi, 4 April 1990

Alamat : Kabupaten Grobogan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Pertanyaan Jawaban

1. Sudah berapa lama Saudara

berkontribusi di ACT? “Satu tahun.”

2.

Sebelum berkarir di ACT

Saudara mempunyai

pengalaman kerja di mana?

“Saya lulus sarjana langsung apply ACT.”

3. Apakah sebelumnya

mengetahui kiprah ACT?

“Sudah, saya awalnya tahu, melihat dari socmed. Dari aksi-aksi

tanggap bencananya.”

4. Apa motivasi saudara

berkarir di ACT?

“Awalnya saya aktif di kegiatan KSR, saya berminat kepada

dunia kerelawanan, dan kebetulan ACT punya divisi disaster

management. Yaitu MRI atau Masyarakat Relawan Indonesia,

dari sini muncul keinginan untuk bergabung dan berkontribusi.”

5.

Apa filosofi yang mendasari

Saudara untuk bergabung di

lembaga kemanusiaan?

“Ya karena saya yakin, saat kita menolong diri orang lain, semua

itu kan kembali kepada kita juga. Pengen menebar manfaat gitu

aja mas.“

6.

Nilai-nilai yang

mempengaruhi kenapa

berkarir di lembaga

kemanusiaan?

“Ya berawal dari suka aja sih, seperti passion. Tapi ya mungkin

itu tadi keyakinan saya bahwa kalau kita berbuat baik pasti Allah

akan membalas apa yang kita kerjakan.”

7.

Dari visi misi ACT secara

organisasi sendiri apakah

sudah singkron, sejalan

dengan prinsip dan hal

pribadi dari Saudara?

“Iya, karena jika berseberangan saya tidak mungkin bergabung

disini mas.”

9.

Apakah Saudara mengetahui

perbedaan organisasi profit

dan non profit?

“Yang saya tahu lembaga profit itu mencari keuntungan materiil

atau laba, tapi kalau lembaga sosial tidak.”

10.

Apakah berkarir di lembaga

kemanusiaan kesejahteraan

pegawai diperhatikan?

“Insya Allah iya, karena di sini manajemennya profesional,

seseorang pegawai diberikan katakanlah gaji sesuai

kompetensinya, dan untuk ACT di Semarang ini di atas UMR,

yang kalau nggak salah 1,8 atau 1,9 itu ya mas.”

149

11. Apakah ada kebosanan

dalam bekerja?

“Ya kalau kebosanan itu pasti ada, saya yakin setiap pekerjaan

ada titik jenuhnya. Tapi kalau saya pribadi ya mas ya, karena saya

di bagian marketing, saya lebih dinamis dan tidak melulu di

kantor, bisa dikatakan saya lebih banyak beraktifitas di luar

kantor, berinteraksi dengan masyarakat, menjalankan tugas saya

sebagai marketing.”

12.

Selain materi apa yang

Saudara dapatkan dari

berkarir di lembaga sosial

seperti ini?

“Ya mungkin kesenangan ya mas, karena saya berada di sini

karena keinginan, insya Allah yang saya dapatkan rasa senang

walaupun yang saya kerjakan itu banyak. Selain itu secara pribadi

saya terasah skillnya karena saya banyak bertemu dengan orang-

orang baru.”

13. Bagaimana Saudara

memandang suatu pekerjaan?

“Kita sebagai muslim, bekerja itu ibadah, pekerjaan apapun itu

asalkan halalan tayiban, apa lagi di lembaga kemanusiaan seperti

ini, saya menganggapnya ya sebagi tempat beramal, berbakti

untuk negeri, suatu negara pastilah memerlukan peran masyarakat

atau lembaga sosial seperti ini untuk membantu mengatasi

persoalan yang ada.”

14.

Bagaimana Saudara antar

rekan kerja saling

memberikan motivasi

satusama yang lain?

“Biasanya sih ya sambil bercandaan di sela-sela waktu formal, ya

sewajarnya saja mas, saling support, sharing kalau ada masalah.

ACT ini bagi saya sudah seperti keluarga.”

15.

Apakah Pak Suroto selaku

BM sudah memotivasi

seperti apa yang diharapkan?

“Beliau itu orangnya bersemangat, apa lagi saat berbicara di

depan forum, beliau selalu menyelipkan kata-kata hikmah dalam

setiap briefing yang dilakukan, jadi ya kita menjadi teringat akan

niat dan bisa menumbuhkan semangat, tapi itu tergantung

masing-masing pribadi ya mas ya.”

16.

Di ACT Jawa Tengah apakah

pak Suroto adalah sosok

yang visioner?

“Mungkin dengan pengalamannya karena sudah bertahun-tahun

mengabdikan dirinya di ranah ini jadi banyak muncul ide-ide ya

mas.”

17.

Bagaimana kepemimpinan

Pak Suroto menurut

Saudara?

“Sejauh ini sih saya kira bagus, beliau sudah ideal menjadi

pemimpin apa lagi didukung dengan pengalamannya. Orangnya

lembut, dan sabar mas, jarang marah-marah atau grusah-grusuh,

orangnya nyantai mas.”

18.

Bagaimana menurut Saudara

tentang Inspirasi Pagi yang

diinisiasi Pak Suroto di ACT

Jawa Tengah?

“Ya bagus juga sih buat penguatan tim mas, apa lagi Pak Suroto

sering paling semangat nyanyi kalau lagi briefing. Kita kan ada

lagu penyemangat yang biasa kita nyayikan kayak semacam yel-

yel biar bersemangat.”

19. Apakah yang menarik dari

kepemimpinan Pak Suroto?

“Yang saya tahu ya mas, beliau itu selalu melakukan yang terbaik

dan hati-hati. Dan beliau saat menumbuhkan semangat selalu

mengutip ayat Alquran atau Hadits, kebetulan staffnya muslim

semua jadi bisa mengena gitu mas, menyadarkan kembali lah.”

20.

Apakah cara memimpin pak

Suroto sudah dapat mencapai

target yang telah ditetapkan

bersama?

“Ya kalau target sih kerja sama tim mas, tapi ya berkat arahan

beliau semua bisa diatasi kalau ada masalah yang tak terduga.”

21. Apakah Pak Suroto “Ya beliau selalu menampilkan sebagai pribadi yang

150

memberikan pengaruh positif

terhadap setiap karyawan?

bersemangat. Jadi ya mungkin secara tidak langsung semangatnya

nular.”

22.

Bagaiman cara

berkomunikasi Pak Suroto

dalam memimpin?

“Beliau jarang marah-marah, setiap ada permasalahan indivdu

beliau koreksi saat tidak bersama orang lain, dan beliau selalu

memberikan nasihat baik. Beliau low profile sih mas, tidak

pernah menonjolkan diri pimpinan, tapi teman.”

23.

Apakah saat memeberikan

instruksi Pak Suroto dapat

diterima dengan jelas kepada

setiap karyawan?

“Ya tergantung orangnya, kadang-kadang pengalaman beliau

yang sudah banyak dengan kami ya mungkin ada yg masih baru

sering ada ketimpangan pemahaman, sepertinya itu wajar-ajar

saja sih mas, saya kira dimana pun juga begitu.”

24. Apa kelebihan dari sosok pak

Suroto?

“Ya mungkin beliau orang yang berpengalaman, terus beliau

sepertinya orang yang sholeh karena selalu memotivasi dengan

kata-kata mutiara.”

151

TRANSKRIP WAWANCARA 5

Nomor : 5

Tanggal Pengamatan : Selasa, 16 Agustus 2016

Jam Pengamatan : 09.00-12.00 WIB

Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang

Nama Informan : Andi Rahmanto

Jabatan : Partnership

TTL : 7 Agustus 1980

Alamat : Pedurungan, Semarang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No. Pertanyaan Jawaban

1. Sudah berapa lama Saudara

berkontribusi di ACT?

“Saya masuknya sama setelah Pak Suroto, jadi ya hampir seumur

ACT di Semarang ini.”

2.

Sebelum berkarir di ACT

Saudara mempunyai

pengalaman kerja di mana?

“Saya sebelumnya juga berkiprah di Rumah Zakat seperti Pak

Suroto.”

3. Apakah sebelumnya

mengetahui kiprah ACT?

“Pasti, karena lembaga kemanusiaan ini biasanya kalau ada

bencana atau aksi sosial selalu bekoordinasi satu sama lain,

cuman waktu itu ACT Jawa Tengah belum berdiri di Semarang.”

4. Apa motivasi saudara

berkarir di ACT?

“Ya karena saya rasa dengan pengalaman saya di Rumah Zakat,

saya bisa turut memajukan ACT ini, saya lihat di sini lembaga

yang bagus, mulia ya. Selain itu ya karena sepertinya ini memang

jalan saya mas.”

5.

Apa filosofi yang mendasari

Saudara untuk bergabung di

lembaga kemanusiaan?

“Waduh, apa ya, saya sih orangnya nggak filosofis mas. Yang

saya tahu ya, kalau kita berbuat baik ya sebernarnya itu akan

kembali kepada kita. Ya mungkin mencari keridhaan Allah lah

mas, Insya Allah. “

6.

Nilai-nilai yang

mempengaruhi kenapa

berkarir di lembaga

kemanusiaan?

“Ya mungkin nilai kemanusiaan ya dan juga nilai-nilai agama,

kan kita diperintahkan untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan,

nah ini kesempatan dan wadah bagi kita untuk menuju itu gitu

lho.”

7.

Dari Visi Misi ACT secara

organisasi sendiri apakah

sudah singkron, sejalan

dengan prinsip dan hal

pribadi dari Saudara?

“Seharusnya kan begitu mas, ya sejalan, karena jika tidak maka

tidak ada alasan kenapa mau berkontribusi.”

9.

Apakah Saudara mengetahui

perbedaan organisasi profit

dan non profit?

“Intinya kalau lembaga kemanusiaan nggak mencari laba, itu

yang saya tahu.”

10. Apakah berkarir di lembaga

kemanusiaan kesejahteraan

“Alhamdulillah kalau di ACT karena ini lembaga besar dan

kepercayaan masyarakat, lembaga ini selalu memberikan yang

152

pegawai diperhatikan? terbaik bagi SDMnya, memberikan imbalan selayaknya lembaga

yang cari untung, semua diberi imbalan sesuai kompetensinya,

tapi ya mungkin tidak sebesar lembaga-lembaga yang cari laba

mas, kayak bank-bank, atau perusahaan seperti itu.”

11. Apakah ada kebosanan

dalam bekerja?

“Isnya Allah kalau kita kembali kepada niat yang ikhlas

kebosanan itu bisa hilang dengan sendirinya mas. Kalau saya

pribadi alhamdulillah menikmati ini, karena saya bagian divisi

partnership, hampir setiap hari saya me-lobby atau mencari

lembaga lain yang mungkin ingin menjadi donatur di ACT ini.

Walaupun lelah saya kerja di lapangan tapi saya senang bisa

belajar dari setiap apa yang saya temui.”

12.

Selain materi apa yang

Saudara dapatkan dari

berkarir di lembaga sosial

seperti ini?

“Apa ya mas, ya mungkin pengalaman hidup.”

13. Bagaimana Saudara

memandang suatu pekerjaan?

“Ya pekerjaan itu bagian dari ibadah, itu yang selalu ditekankan

sama pak Suroto ketika lagi memberikan semangat, jadi ketika

kita memandang pekerjaan itu ibadah, maka kita harus

melakukannya dengan amanah.”

14.

Bagaimana Saudara antar

rekan kerja saling

memberikan motivasi atau

sama yang lain?

“Biasanya sih saling mengingatkan, saling bantu membantu jika

ada kesulitan dalam pekerjaan. Kita biasa lintas divisi saling

bantu kalau lagi ada yang longgar di pekerjaan masing-masing,

kayak gitu kan nggak tentu mas.”

15.

Apakah Pak Suroto selaku

BM sudah memotivasi

seperti apa yang diharapkan?

“Menurut pendapat saya sih sudah. Beliau sudah mencoba yang

terbaik, selain sebagai pemimpin beliau juga mencontohkan

dalam kehidupan sehari-hari.”

16.

Di ACT Jawa Tengah apakah

pak Suroto adalah sosok

yang visioner?

“Ya bisa dibilang begitu, tapi biasanya semua itu hasil rembug

bareng mas, jadi setiap orang memberikan pandangannya masing-

masing.”

17.

Bagaimana kepemimpinan

Pak Suroto menurut

Saudara?

“Cukup bagus menurut saya, beliau berpengalaman dan sering

mendapat kepercayaan dari orang lain.”

18.

Bagaimana menurut Saudara

tentang Inspirasi Pagi yang

diinisiasi Pak Suroto di ACT

Jawa Tengah?

“Menurut saya itu bagus untuk bisa meningkatkan jiwa persatuan

tim ya, tapi bisa menjadi bosan juga jika setiap hari jika tidak ada

sesuatu yang baru, tapi selama ini anak-anak antusias

menjalaninyadan tidak ada complain.”

19. Apakah yang menarik dari

kepemimpinan Pak Suroto?

“Mungkin beliau orang yang tulus ya, dari pengalamannya kan

kita udah lihat, beliau memang berkecimpung di dunia sosial dan

sampai mendapatkan kepercayaan seperti sekarang ini.”

20.

Apakah cara memimpin pak

Suroto sudah dapat mencapai

target yang telah ditetapkan

bersama?

“Selama ini lancar-lancar saja dan kendala selalu teratasi. Tapi

biasanya pencapaian itu berkat kerjasama tim mas. Saling bantu-

membantu.”

21.

Apakah Pak Suroto

memberikan pengaruh positif

terhadap setiap karyawan?

“Saya kira iya, akrena beliau tidak hanya memerintahkan tapi

juga memberikan contoh.”

153

22.

Bagaiman cara

berkomunikasi Pak Suroto

dalam memimpin?

“Beliau mencoba untuk bisa masuk dalam setiap diskusi, kadang

beliau lucu, kadang-kadang pada staf yang lebih muda terlihat

beliau membaur dan tidak menunjukan senioritas atau posisi

beliau sebagai BM.”

23.

Apakah saat memeberikan

instruksi Pak Suroto dapat

diterima dengan jelas kepada

setiap karyawan?

“Bisa, instruksi yang diberikan biasanya dilaksanakan dengan

baik, toh jika ada anak baru yang belum paham, beliau akan

mengajari dengan sabar.”

24. Apa kelebihan dari sosok pak

Suroto?

“Mungkin beliau yang punya pengalaman kepemimpinan, sering

mendapat kepercayaan dan selalu dapat memberikan motivasi

dalam pidatonya mas, kan tidak semua pemimpin dapat seperti

itu.”

154

TRANSKRIP WAWANCARA 6

Nomor : 6

Tanggal Pengamatan : Kamis, 6 Oktober 2016

Jam Pengamatan : 09.00-11.30 WIB

Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang

Nama Informan : Sri Suroto

Jabatan : Kepala Cabang ACT Jawa Tengah

TTL : Semarang, 27 Desember 1976

Alamat : Perumahan Jangli Permai, jl. Jupiter III No. 18, Semarang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No. Pertanyaan Jawaban

1.

Bagaimana ACT memandang

tata kelola organisasi yang

baik atau profesional?

Alhamdulillah, jadi salah satu organisasi yang baik dan

bertanggung jawab ya terhadap kinerja dan sekaligus juga

program-programnya, itu adalah transparansi, transparansi dari

pada pengelolaan lembaga baik itu dari sisi penerimaan maupun

dari penyaluran ataupun dari sisi implementasi program, karena

mau nggak mau lembaga seperti kita harus diaudit, karena arus

kas uang yang dihimpun dari publik dari masyarakat itu harus di

pertanggung jawabkan pula ke masyarakat, dan lembaga seperti

kita, lembaga sosial kemanusiaan atau lembaga amil zakat,

kekuatannya adalah trust, kepercayaan masyarakat. Ketika

lembaga kemanusiaan itu memiliki tata organisasi atau

manajemen organisasi yang baik, yang ketika dia itu

menghimpun dana umat dana masyarakat, kemudian disalurkan

sesuai dengan akadnya, maka dan kemudian dilaporkan.

Alhadulillah ACT semua penghimpunan dapat diakses online dan

realtime, di act.id, di situ bisa dilihat transaksi yang masuk,

kemudian penyalurannya, dan aksi-aksi yang dilakukan ACT,

semuanya transparan dan disampaikan ke publik, karena memang

publik bagian dari audit eksternal kelembagaan. Dan ACT juga

diaudit oleh akuntan publik ya, alhamdulillah ya sejak awal

sampai saat ini, WTP, wajar tanpa pengecualian, artinya donasi

yang dihimpun dari donor, dipertanggung jawaban ke publik,

dan semuanya tersalurkan dengan baik sesuai amanah. Kemudian

ACT dalam pengelolaan progam-programnya, yang jelas karena

core kita adala kemanusiaan aksi-aksi kemanusiaan semuanya

pun transparan, disampaikan ke publik, di web itu adalah sarana

komunikasi kita, program yang kita lakukan, dan isnya Allah

masing2 cabang dan ACT pusat sangat massive sekali, dan kita

juga alhamdulillah yang paling kuat itu justru kita banyak

melibatkan para relawan dan menggerakan masyarakat, sehingga

berbagai permasalahan ekmanusiaan berbagai ha tentang

155

kebencanaan ini, etika banyak orang tergerak, itu bagian dari

solusi permasalahan yang ada.

2.

Bagaimana ACT merespon

setiap fenomena di lapangan

seperti bencana dan

permasalahan sosial?

“Alhamdulillah kita menggerakkan masyarakat untuk peduli dan

kita melibatkan masyarakat yang peduli ini tergabung ke dalam

relawan anamnya MRI atau Masyarakat Relawan Indoensia,

tersebar di seluruh penjuru Nusantara bahkan di global, sehingga

isuisu berbagai persoalan cepat kita merespon. Misalnya ketika

ada informasi kebencanaan di daerah tertentu, dan informai itu

kemudian masuk di kami ACT, maka segera kita seger

melakukan assesment data awal, kemudian kita juga segera

mengirimkan bantuan, minimal bantuan awal dulu, untuk

memberikan kepada yang membutuhkan. Dan kecepatan memang

harus kita miliki, karena bencana adalah kejadian yang luar biasa,

ketika kia lambat dalam merespon, maka korban dan jiwa yang

melayang akan semakin banyak. Dan fungsi dari kami ketika kita

dapat melibatkan masyarakat sebagai relawan, dan masyarakat

juga bersemangat ketika menginformasikan hal seperti ini, maka

penangnannya lebih cepat dan tepat, insya Allah hal-hal yang

tidak diinginkan dapat diminalisir sekecil mungkin. Kecepatan

dalam respon ini bagian dari karakter kami.”

3.

Bagaimana ACT meyikapi

kepatuhan hukum yang ada

di Indonesia?

“Alhamdulillah, secara personal atau kelembagaan semuanya

harus taat kepada hukum, kalau hukum dan aturan ini yang akan

memayungi pergerakan atau aktifitas secara personal ataupun

kelembagaan supaya teratur, terarah dan bertanggung jawab.

ACT kita juga sama, semua regulasi pemerintah kita tekuni, kita

taati, sebagai payung koridor, bagaimana batasan kegiatan aksi

dibolehkan atau tidak sebagainya, itu kan hukum jelas, ACT

menyikapi hukum di Indonesia adalah hukum yang positif yang

harus ditaati dan diterapkan. Bahkan ACT di mata pemerintah,

ACT merupakan salah satu lembaga ynag menginisiasi BNPB,

Badan Nasional Penaggulangan Bencana. Jadi ketika awal

bencana tsunami di Aceh, tahun 2004 atau 2005, alhamdulillah

ACT termasuk bagian yang bergerak di awal, dan saat iulah kita

baru bersadar, tentang arti pentingnya penanganan bencana, yang

memang harus secara khusus dan serius, disikapi, apalagi

permasalahan di Indoensia potensi kebencanaan di Indoensia

punya kerawanan bencana yang tinggi. Terutama gunung berapi

yang tersebar begitu banyak di Indonesia, poensi meletus

sewaktu-waktu, ya gempa dan tsunami, tanah longsor dan banjir

yang luar biasa, ini Indonesia tentang potensi bencana memang

luar biasa. Maka kita sebagai lembaga harusnya mengedukasi

memberikan penyadaran, memberikan penyadaran tentang

potensi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu muncul. Pada

prinsipnya ACT terhadap kepatuhan hukum di Indonesia sangat

mendukung dan memang harus ditegakkan.”

4. Bagaimana akuntabilitas “Alhamdulillah. Saya kira sudah dijelaskan tadi mas.”

156

transparansi?

5. Bagaimaa transpaansi dari

akad donasi ACT?

“Kita sudah klasifikasikan terkait dengan trasnaksi dana yang

masuk ya, misalnya kejadian kemarin, banji bandang di Garut,

kemudian apa yang dilakukan ACT, ACT segera turun ke

lapangan, melakukan assesment, kebutuhan apa, data-data

tentang kebencanaan kita update terus, yang jelas kita

berkomunkasi dan intens, bekerja sama dengan BNPB, karena

mau nggak mau kita pengananan bencana ini harus

terkonsolidasi, tidak bisa, satu LSM berja sendiri-sendiri, semua

harus terkoordinasi. Setelah itu kita publish ke masyarakat, dan

kemudian alhamdulillah, dukungan dan support masyarakat,

terkit dengan donasi kebencanaan sesuai dengan akadnya kita

salurkan, misalnya akadnya Garut ya sudah, kita fokuskan ke situ

dan kita salurkan ke masyarakat, dalam bentuk playanan-

pelayanan, misalnya kesehatan, pendidikan, atau yang darurat,

sembako. Dan nantinya kita pertanggung jawabkan, berapa dana

yang dihimpun, disalurkan dalam program apa, berapa penerima

manfaat, beapa orang yang mendapatkan donasi, semuanya

terdokumentasi, semua terdata, dan ini yang kita sampaikan ke

publik. Jadi dari semua dana yang masuk, sesuai dengan akad

transaksi, kemudian kita lihat kebutuhan masyarakat apa, terkait

kesehatan kita berikan pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan

programnya apa saja, misalnya cek sehat, pemberian obat,

kemdian pasiennya siapa saja semua terdata. Sehingga

pengelolaan ini kita laporkan ke donor, ynag memberikan

donasi.”

6.

Bagaimaan ACT sebagai

organisasi kemanusiaan

mengelola SDM?

“Terkait dengan rekrutmen dan kebutuhan SDM biasanya kita dari

cabang atau pusat lansung publish ke masyarakat, baik lewat sosial

media, maupun lewat website, kemudian masyarakat yang berminat

melengkapi persyaratan kemudia kita panggil untuk diseleksi bagi yang

kualifikasi ya. Dalam mererut SDM terkordinasi dengan pusat, karena

terkait dengan operasional. Seleksi orang pusat turun ke cabang,

tergantung kebutuhan SDM. seleksi dilakuakn oleh ahli divisi HR.”

7.

Bagaimana ACT

memberikan pelatihan dan

pengembangan?

“Kita diadakan OJT ya sekaligus juga upgrading kepada SDM

yang masuk, biasanya dilakuan bersama-sama di kantor pusat, ya

dari cabang yang belum pernah melakukan internalisai

kelembagaan, biasanya ada aktu khusus ya, biasanya samapai

satu minggu, mendapatkan upgrading, sekaligus juga

pemahaman ttg kelembagaan di pusat.”

8. Bagaimana sistem penilaian

kinerja ACT? “Ada indikatornya mas, KPI dari pusat.”

9. Bagaimana visi straegik

ACT?

“ACT sebagaimana visi kita ya, menjadi organisasi global yang

profesional, berbasiskan kedermawanan dan kerelawanan masyarakat

global untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.”