Upload
khangminh22
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE PADA
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT
(Studi Kasus Pada Aksi Cepat Tanggap Cabang
Semarang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Dwi Sektiono
NIM. 12010112140295
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Semarang
2016
v
ABSTRACT
This research aims to identify, study and understand the organizational
management in the non-profit organization Aksi Cepat Tangap Semarang branch
with the paradigm of good governance.
Using a qualitative case study method with a phenomenon know in depth
the various resources required.
Aksi Cepat Tanggap committed to become a professional non-profit
organization that makes growing rapidly to gained trust society. The results of
this study show that the Aksi Cepat Tanggap had been applied the principles of
good governance. Conclusion this study found that when a non-profit
organization to apply the principles of good governance, non-profit organizations
may develop rapidly, lasting and gain public confidence.
Keywords: Good Governance, LSM, NGO, ACT
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menelaah dan
memahami tata kelola organisasi pada organisasi non profit Aksi Cepat Tanggap
cabang Semarang dengan paradigma good governance.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan
studi kasus karena untuk mengetahui sebuah fenomena secara mendalam
dibutuhkan beraneka sumber informasi.
Komitmen Aksi Cepat Tanggap untuk menjadi organisasi non profit yang
profesional menjadikan ACT berkembang pesat sehingga mendapat kepercayaan
masyarakat di Indonesia dan dunia. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa
Aksi Cepat Tanggap dalam pelaksanaan organisasinya telah mengimlementasikan
prinsip-prinsip good governance. Dalam penelitian ini ditemukan kesimpulan
bahwa ketika sebuah organisasi non profit mengimplementasikan prinsip-prinsip
good governance maka organisasi non profit tersebut dapat berkembang pesat,
langgeng dan mendapat kepercayaan masyarakat.
Kata Kunci: Good Governance, LSM, NGO, ACT
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE PADA LEMBAGA
SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus Pada Aksi Cepat Tanggap
Cabang Semarang).” Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada
baginda Rasulullah Muhammad SAW. Seseorang yang harus dijadikan panutan
umat manusia karena keteladanannya yang luar biasa.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Universitas Diponegoro. Dalam penulisan penelitian ini, penulis
banyak menjumpai tantangan dan rintangan. Namun, alhamdulillah penelitian ini
dapat terselesaikan dengan baik juga berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Suharnomo, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
yang berguna.
2. Dr. Harjum Muharam, S.E, M.E., selaku Ketua Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro yang dengan baik
memimpin jurusan.
viii
3. Dra. Rini Nugraheni, M.M., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta arahan yang sangat
berharga dalam penyusunan skripsi.
4. Sri Rahayu Tri Astuti, S.E., M.M., selaku Dosen Wali yang telah banyak
membantu penulis sejak awal kuliah hingga akhir kuliah.
5. Semua dosen dan karyawan FEB Undip yang telah memberikan ilmu,
inspirasi dan juga nasihat kehidupan.
6. Aksi Cepat Tanggap cabang Semarang. Bapak Sri Suroto, Mbak Novera,
Mbak Asrteatun, Pak Andi Rahmanto, Mas Chafidz dan MRI Semarang
yang telah bersedia membantu hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Semua teman-teman Manajemen FEB Undip angkatan 2012 yang baik
secara langsung atau tidak langsung telah banyak membantu penulis dalam
menempuh studi di FEB Undip.
8. Pengurus Harian Solid Sinergis. Yuliyan, Adindha, Weny, Ciqi, Ninda,
Sabrina, Paung, Berta dan Candra yang telah membantu penulis memimpin
UKM Peduli Sosial Undip dan menjadi kawan dalam suka dan duka.
9. Tim PHBD UKM Peduli Sosial Undip 2015. Yuliyan, Fatma, Pipit dan
Bilqis atas kerja keras teman-teman, sehingga mendapat kepercayaan
KEMENRISTEKDIKTI untuk melangsungkan program pengabdian yang
penuh pelajaran hidup.
10. Semua anggota UKM Peduli Sosial, khususnya periode 2015 yang telah
membantu dan koopertaif membantu penulis memimpin sebuah organisasi
yang luar biasa.
ix
11. Teman-teman KKN desa Glawan 2015 “Second Home Serenade”, Bang
Glorio, Bang Abur, Papang, Mila, Lita, Tasya, Ninik dan Rara yang kompak
dan saling memotivasi.
12. Teman-teman pendaki, para petualang dan pemburu Sun Rise, Arly, Dimas,
Madhon, Theda, Dodi, Kiwil, Ucup, Terry, Andre, Panca, Faiz, Rudi yang
menginspirasi dengan keunikan masing-masing.
13. Keluarga Poniman, S.E., M.Si. selaku pemilik Wisma dan teman-teman
Wisma: Haqi, Fahri, Ucup, Bang Asep, Mukhlas, Jeki, Bang Ahmad, Ulin,
Bang Arly, Bang Jendra, Hendro, Barra, Umar, Iqbal, Arif, Hasan, Mulki,
Taufiq, Ifan, Galih, Budi kalian menginspirasi dan mewarnai hidup penulis
dengan cara masing-masing.
14. Keluarga Pak Bambang pemilik Kos Oranye dan teman-teman kos yang
tidak bisa disebut satu per satu, yang telah banyak membantu baik secara
langsung maupun tidak.
15. Keluarga Pak Senen pemilik Kos Mulawarman 23A dan semua teman-
teman kos yang tidak bisa disebut satu per satu, telah membantu baik secara
langsung maupun tidak.
Hanya doa yang dapat penulis panjatkan, semoga Allah SWT
memberikan rahmat dan rizki yang lapang kepada segenap pihak yang telah
mendukung dan membantu demi terselesaikannya skripsi ini. Akhir kata,
semoga penelitian ini berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .......................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................... iv
ABSTRACT .............................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
1.4 Sistematika Penulisan ......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10
2.1 Landasan Teori.................................................................................. 10
2.1.1 Good Governance ........................................................................ 10
xi
2.1.2 Manajemen Strategik ................................................................... 15
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 22
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................. 22
3.2 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 23
3.3 Objek Penelitian ................................................................................ 23
3.4 Subjek Penelitian .............................................................................. 23
3.5 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 25
3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 27
3.6.1 Partisipasi............................................................................................. 27
3.6.2 Observasi ............................................................................................. 28
3.6.3 Wawancara .......................................................................................... 29
3.6.4 Kajian Dokumen ................................................................................. 31
3.7 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 31
3.8 Metode Analisis Data ........................................................................ 32
3.9 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 35
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 26
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................... 26
4.1.1 Sejarah ACT ........................................................................................ 26
4.1.2 Gambaran Umum ACT ...................................................................... 38
4.1.3 Program ACT ...................................................................................... 44
xii
4.1.4 Narasumber ......................................................................................... 61
4.2 Analisis implementasi good governance ACT cabang Semarang .... 63
4.2.1 Manajemen Strategik ......................................................................... 67
4.2.2 Good Governance ............................................................................... 74
4.3 Interpretasi ...................................................................................... 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 118
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 118
5.2 Keterbatasan .................................................................................... 118
5.3 Saran ............................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 120
LAMPIRAN ........................................................................................................ 124
LAMPIRAN B: Potret Aktifitas ACT Cabang Semarang .................................. 126
LAMPIRAN C: Dokumen Legal ACT ............................................................... 130
LAMPIRAN D: Transkrip Wawancara .............................................................. 132
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Prinsip Good Governance Menurut Bappenas .................................. 13
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Tentang Good Governance ............................. 19
Tabel 3.10 Dasar Jastifikasi Informan Kunci ...................................................... 25
Tabel 3.20 Kronologis Pelaksanaan Wawancara ................................................ 30
Tabel 4.10 Penerimaan dana Kemanusiaan dan Zakat ACT............................... 44
Tabel 4.20 Deskripsi Narasumber ....................................................................... 62
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Penelitian ............................................................ 21
Gambar 4.1 Logo Aksi Cepat Tanggap............................................................... 39
Gambar 4.2 Struktur Organisasi ACT ................................................................. 43
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Foto Dokumentasi Penelitian ........................................................ 124
Lampiran B Foto Dokumentasi Program ACT ................................................. 126
Lampiran C Scan Dokumen Legal ACT ........................................................... 130
Lampiran D Transkrip Wawancara ................................................................... 132
Lampiran E Member Checking ......................................................................... 157
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tata kelola organisasi adalah hal yang sangat penting karena dapat
membantu bagaimana sebuah organisasi untuk menentukan cara agar dapat
mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Good governance selama ini diketahui
hanya diterapkan dalam dunia pemerintahan dan korporasi (Good Corporate
Governance), namun dewasa ini tidak hanya praktisi pemerintahan dan
korporasi saja yang menerapkan prinsip good governance, namun organisasi
non profit juga dituntut untuk menjadi organisasi yang profesional dengan
menerapkan prinsip-prinsip good governance.
Seiring berkembangnya zaman, good governance yang pada awalnya
hanya dijumpai pada organisasi pemerintahan, saat ini dapat dijumpai
penerapannya pada organisasi non pemerintahan (Ornop) atau yang kini lebih
dikenal dengan istilah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Bastian (2007)
mengatakan, good governance dalam artian umum adalah tata kelola
pemerintahan yang baik, pada umumnya diterapkan dalam organisasi sektor
publik, khususnya pemerintahan. Akan tetapi, good governance tidak terbatas
hanya pada sektor pemerintahan saja, namun juga terkait dengan
penyelenggaraan organisasi publik lainnya, termasuk di dalamnya LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat).
Di Indonesia pada akhir tahun 1970-an istilah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) muncul untuk pertama kalinya. Istilah ini merupakan
2
istilah pengganti sebelumnya, yaitu Organisasi Non Pemerintah (Ornop),
yang merupakan terjemahan langsung dari istilah dalam bahasa inggris Non
Goverment Organization (NGO). Penggantian istilah Ornop dikarenakan
berkonotasi negatif, yaitu seakan-akan melawan pemerintah (Saidi, 1995: 9).
Di Indonesia, ada dua jenis badan hukum untuk menaungi organisasi
non profit, yaitu yayasan dan asosiasi. Yayasan pertama kali diakui sebagai
badan hukum pada saat zaman kolonial Belanda pada tahun 1870. Biasanya
tujuan yayasan adalah sosial, agama, pendidikan, kemanusiaan dan
lingkungan. Bentuk lain dari badan hukum yang digunakan oleh LSM adalah
asosiasi, yaitu sebuah organisasi yang didirikan oleh sejumlah orang untuk
melayani kepentingan anggotannya atau masyarakat. Berbeda dengan
yayasan, yang merupakan organisasi non anggota, asosiasi didirikan atas
dasar keanggotaan (Hans, dkk., 2005).
Di dalam dunia LSM timbul sebuah fenomena mengenai semakin
menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas oleh organisasi secara
keseluruhan, tuntutan ini terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan
pemberian informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat. (Bastian,
2007: 75).
Dewasa ini tingkat kepercayaan terhadap Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) menurun sejak tahun 2011. Pada tahun 2013, tingkat
kepercayaan pada LSM masih di posisi yang cukup tinggi yaitu 61 persen,
namun terjadi penurunan pada tahun 2012 menjadi 58 persen. Penurunan
terus terjadi hingga 2013. Angka-angka tersebut merupakan hasil survey
3
global Edelman terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada LSM seluruh
dunia. Edelman mengungkapkan, bahwa tingkat kepercayaan terhadap LSM
secara global berada pada posisi 63 persen. Indonesia berada cukup jauh di
bawahnya. Bahkan tingkat kepercayaan pada LSM di Indonesia menjadi yang
terendah di antara negara-negara Asia Pasifik (Kemendagri, 2015).
Awaliyah (2015) mengatakan, tuntutan zaman saat ini mengharuskan
LSM untuk bekerja dalam lingkungan yang sangat kompetetif. LSM harus
meningkatkan kinerjanya agar dapat memberikan kualitas program yang lebih
baik serta memberikan hasil yang paling baik dalam mencapai tujuan
perubahan sosialnya. Beberapa tantangan yang dihadapi oleh LSM di
antaranya yaitu, kapasitas akuntabilitas dan manajemen yang terbatas,
kurangnya sumber daya dan peluang untuk meningkatkan kapasitas staf,
kurangnya jaringan dan peluang berjejaring antar LSM dalam rangka
mendukung lembaga individu maupun sektor LSM, serta kesulitan menjamin
pendanaan yang stabil.
Secara kelembagaan LSM, terdapat adanya pemilik dan pengurus
(manajemen). Pemilik adalah seseorang yang mempunyai hak untuk
mendelegasikan tugas kepada pengurus (manajemen). Adanya pendelegasian
tugas dari pemilik yayasan atau LSM kepada pengelola (manajemen) untuk
menjalankan organisasi sesuai visi misi dan tujuan orgamisasi tersebut.
Pendelegasian tugas tersebut dengan menerapkan prinsip - prinsip good
governance. Dengan pendelegasikan yang sesuai dengan prinsip good
4
governance maka dapat diketahui bentuk implementasi dari prinsip good
governance yang dijalankan organisasi tersebut.
Semakin kritisnya masyarakat, menjadikan prinsip-prinsip good
governance sebagai solusi akan tuntutan profesonalisme pada sebuah
organisasi non profit atau LSM. Karena pelaksanaan good governance
memiliki beberapa prinsip, diantaranya akuntabilitas, transparansi, partisipasi,
penegakan hukum, daya tangkap, kesetaraan, efisiensi, efektifitas,
profesionalisme, dan pengawasan (Bastian, 2007: 75).
Salah satu LSM di Indonesia yang bergerak pada dunia sosial dan
kemanusiaan adalah Aksi Cepat Tanggap yang selanjutnya disebut ACT.
Organisasi ini secara resmi berdiri pada tangal 21 April 2005 dengan badan
hukum sebagai yayasan. ACT berawal dari kegiatan tanggap darurat,
kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pasca
bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program
berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf. ACT bahkan menjadi
organisasi yang menginspirasi pemerintah untuk membentuk BNPB atau
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kiprah ACT tidak hanya ditemukan di dalam negeri saja, namun
kontribusi ACT dalam bidang kemanusiaan telah melintasi batas negara. Pada
skala global, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representative
person sampai menyiapkan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan aktivitas
program global sudah sampai ke 22 Negara di kawasan Asia Tenggara, Asia
Selatan, Timur Tengah, Afrika, Indocina dan Eropa Timur. Wilayah kerja
5
ACT di skala global diawali dengan kiprah dalam setiap tragedi kemanusiaan
di berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan dan kekeringan,
konflik dan peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok minoritas
berbagai negara. Melejitnya ACT hingga munculnya kepercayaan publik
yang besar merupakan gambaran dari suksesnya manajemen membentuk
sebuah tata kelola organisasi yang profesional dengan prinsip good
governance.
ACT sebagai organisasi yang berkomitmen untuk melebarkan
semangat kedermawanan hingga sampai ke pelosok Nusantara tentunya
didukung oleh beberapa anak cabang di tingkat provinsi. ACT cabang
Semarang merupakan anak cabang ACT yang berkonsentrasi untuk wilayah
Jawa Tengah, keberadaannya tentu menginterpretasikan profesionalisme ACT
dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi non profit.
Melihat fenomena yang telah disebutkan di atas, menarik kiranya untuk
mengkaji lebih dalam mengenai penerapan prinsip good governance pada
ACT cabang Semarang mengingat organisasi ini merupakan lembaga
kemanusiaan profesional yang mempunyai reputasi baik di Indonesia maupun
di kancah dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, telah ditunjukkan adanya
sebuah fenomena bahwa di Indonesia mulai muncul kesadaran akan tuntutan
pelaksanaan akuntabilitas oleh organisasi secara keseluruhan, tuntutan ini
terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi
6
dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat, yaitu tuntutan LSM yang
akuntabel dan transparan. Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh
Edelman, menunjukan adanya penurunan tingkat kepercayaan terhadap LSM
secara global dan di Indonesia. Bahkan tingkat kepercayaan pada LSM di
Indonesia menjadi yang terendah diantara negara-negara Asia Pasifik.
Aksi Cepat Tanggap adalah salah satu LSM yang bergerak pada
bidang kemanusiaan dan kebencanaan yang menunjukan keberhasilannya
melalui sebuah tata kelola organisasi yang baik sehingga mendapat
kepercayaan di mata masyarakat Indonesia maupun dunia. Kepercayaan
masyarakat diperoleh dari hasil kinerja ACT. Hasil kinerja tersebut
dimungkinkan karena diterapkannya prinsip-prinsip good governance oleh
ACT.
Dalam penerapan prinsip-prinsip good governance terdapat
pendelegasian tugas antara pemilik yayasan dan manajemen. Pendelegasian
tugas pemilik yayasan ACT kepada manajemen ACT didasarkan pada
prinsip-prinsip good governance yang diterapkan. Dari pendelegasian tugas
tersebut dapat diketahui bagaimana implementasi dari good governance di
dalam organisasi ACT.
Atas dasar tersebut maka penelitian ini mencoba untuk menjawab
pertanyaan penelitian ini yaitu: Bagaimana tata kelola organisasi Aksi Cepat
Tanggap (ACT) cabang Semarang dalam menerapkan prinsip good
governance?
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengidentifikasi penerapan good
governance pada organisasi kemanusiaan non profit Aksi Cepat Tanggap
cabang Semarang.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi ilmu manajemen dalam praktik prinsip good
governance pada organisasi non profit atau LSM.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
dapat digunakan oleh beberapa pihak, yaitu:
a. Bagi Akademik
Sebagai bahan referensi untuk pembaca dan penelitian
selanjutnya.
b. Bagi Organisasi
Sebagai bahan masukan bagi organisasi untuk digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam evaluasi internal atau dasar
dalam penetapan kebijakan.
8
c. Bagi Pihak Lain
Diharapkan dapat menjadi informasi dan referensi bagi
organisasi non profit lain yang belum menerapkan prinsip-prinsip
good governance.
1.4 Sistematika Penulisan
Penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian dengan sistematika penelitian
sebagai berikut:
1. BAB I – PENDAHULUAN
Bab pertama memuat tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
2. BAB II - TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tenang penjabaran teori-teori yang digunakan
untuk mendukung penelitian, hasil penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya dan kerangka pemikiran.
3. BAB III - METODE PENELITIAN
Berisi tentang pedekatan penelitian, jenis penelitian, subjek dan
objek penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, uji
keabsahan data dan metode analisis data.
4. BAB IV - HASIL DAN ANALISIS
Menjabarkan tentang gambaran objek penelitian, hasil
wawancara, analisis dan interpretasi.
9
5. BAB V – PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir dalam penelitian ini yang berisi
simpulan, keterbatasan penelitian dan saran.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Good Governance
2.1.1.1 Pengertian dan Konsep Dasar
Sedarmayanti (2012) menjelaskan istilah good governance
pertama kali dikeluarkan oleh lembaga pembangunan internasional
World Bank untuk memperkenalkan pendekatan baru dalam
melaksanakan proses pembangunan. Pengertian good governance
sering diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang baik. World
Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber
daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan
masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik,
ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara.
Sarinah (2016), menurut bahasa good governance berasal
dari dua kata bahasa Inggris, yaitu good yang berarti baik dan
governance yang berarti tata kelola pemerintahan. Sehingga good
governance dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik,
atau pengelolaan / penyelenggaraan kepemerintahan yang baik
Selain itu muncul pula istilah good corporate governance pada tahun
1992 yang diperkenalkan pertama kali oleh Cadbury Committee
yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report atau Laporan
11
Cadbury. Laporan ini dipandang sebagai titik balik yang sangat
menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia.
Pengertian good corporate governance menurut Monks (dikutip oleh
Kaihatu, 2006) yaitu sebuah sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah untuk
semua stakeholder. Terdapat teori utama terkait dengan good
governance dan good corporate governance dalam penelitian ini,
yaitu teori stewardship.
2.1.1.2 Teori Dasar
Menurut Chinn dan Shaw (dikutip oleh Kaihatu, 2006),
dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah
Teori Agensi dan Teori Stewardship. Dengan adanya stewardship
theory dan agency theory, berbagai pemikiran mengenai corporate
governance muncul dan berkembang dengan tujuan menciptakan
suatu pengelolaan untuk mendorong kinerja perusahaan. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu paradigma baru yaitu tata kelola
organisasi yang good governance.
Dalam penelitian ini digunakan teori stewardship. Dalam
teori stewardship tidak ada konflik antara prinsipal dan steward.
Karena steward berfungsi sebagai pelayan prinsipal. Sedangkan
dalam teori agensi terdapat konflik antara prinsipal dan agent yang
dikenal dengan conflict of interest. Jadi, teori yang cocok untuk
12
penelitian ini adalah teori stewardship karena tidak ditemukannya
konflik antara prinsipal dan steward.
Donaldson dan Davis (1991) mengatakan bahwa, teori
stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para
manajer (steward) tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu
akan tetapi lebih berorientasi pada sasaran hasil utama mereka
untuk kepentingan organisasi atas pendelegasian tugas oleh pemilik
(prinsipal), sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan
sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai
steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal,
selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya
sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya.
Singkatnya teori stewardship dibangun di atas asumsi
filosofis mengenai sifat manusia, yaitu bahwa manusia pada
hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh
tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak
lain. Teori stewardship memandang manajemen sebagai hal yang
dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik maupun stakeholders (prinsipal).
Sesuai dengan teori stewardship bahwa para steward
termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu
perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab
steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Dalam kasus
13
penelitian ini, terjadi pendelegasian tugas untuk menjalankan
organisasi dengan baik. Pendelegasian tugas prinsipal (pemilik
yayasan ACT) kepada steward (manajemen ACT) didasarkan pada
prinsip-prinsip good governance yang diterapkan. Dari
pendelegasian tugas tersebut dapat diketahui bagaimana
implementasi dari good governance di dalam organisasi ACT.
2.1.1.3 Prinsip Good Governance
Dari beragamnya wacana mengenai prinsip good
governance, apabila mengacu pada prinsip good governance di
Indonesia yang disusun oleh Tim Pengembangan Kebijakan
Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik oleh Bappenas,
Sekurang-kurangnya terdapat empat belas nilai yang menjadi
prinsip tata kepemerintahan yang baik, yaitu seperti pada tabel
berikut ini:
Tabel 2.1
Prinsip Good Governance Menurut Tim Pengembangan
Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas
No. Prinsip Indikator Minimal
1. Wawasan ke Depan
(Visionary)
- Adanya visi dan strategi
yang jelas dan mapan
dengan menjaga kepastian
hukum.
- Adanya kejelasan setiap
tujuan kebijakan.
- Adanya dukungan dari
perilaku untuk mewujudkan
visi.
2. Keterbukaan dan
Transparansi
- Tersedianya infomasi yang
memadai pada setiap proses
14
(Openess and
Transparency)
penyusunan implementasi
kebijakan.
- Adanya akses pada
informasi yang siap, mudah
dijangkau, bebas diperoleh
dan tepat waktu.
3. Partisipasi
Masyarakat
(Participation)
- Adanya pemahaman tentang
proses / metode partisipatif.
- Adanya pengambilan
keputusan yang didasarkan
atas konsensus bersama.
4. Tanggung Gugat
(Accountability)
- Adanya kesesuaian antara
pelaksanaan dengan standar
prosedur dengan
pelaksanaan.
5. Supremasi Hukum
(Rule of Law)
- Adanya kepastian dan
penegakan hukum.
- Adanya pemahaman
mengenai pentingnya
kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan.
6. Demokrasi
(Democracy)
- Adanya kebebasan dalam
menyampaikan aspirasi
dalam berorganisasi.
- Adanya kesempatan yang
sama bagi anggota
masyarakat untuk memilih
dan membangun konsensus
dalam pengambilan
keputusan.
7. Profesionalisme &
Kompetensi
(Professionalism &
Competency)
- Kreatif dan inovatif
- Memiliki kualifikasi di
bidangnya
- Berkinerja tinggi
- Taat azas
8. Daya Tanggap
(Responsiveness)
- Tersedianya layanan dengan
prosedur yang mudah
dipahami oleh masyarakat.
- Adanya tindak lanjut yang
cepat dari laporan dan
pengaduan.
9. Keefisienan &
Keefektifan
(Efficiency &
Effectiveness)
- Terlaksananya administrasi
penyelenggaraan negara
yang berkualitas dan tepat
sasaran dengan penggunaan
sumber daya yang optimal.
15
- Berkurangnya tumpang
tindih penyelenggaraan
fungsi organisasi atau unit
kerja.
10. Desentraslisasi
(Decentralization)
- Adanya kejelasan
pembagian tugas dan
wewenang dalam berbagai
tingkatan jabatan.
11. Kemitraan Dengan
Dunia Swasta dan
Masyarakat
(Private Sector &
Civil Society
Partnership)
- Adanya pemahaman tentang
pola kemitraan
- Terbukanya kesempatan
bagi masyarakat untuk turut
berperan dalam penyediaan
pelayanan umum.
12. Komitmen Pada
Pengurangan
Kesenjangan
(Commitment to
Reduce Inequality)
- Adanya layanan-layanan
bagi masyarakat yang tidak
mampu.
- Adanya pemberdayaan
kawasan tertinggal.
13. Komitmen Pada
Lingkungan Hidup
(Commitment to
Enviromental
Protection)
- Adanya keseimbangan
antara pemanfaatan sumber
daya alam dan perlindungan
/ konservasinya.
14. Komitmen Pada
Pasar Yang Fair
(Commitmet to
Fair Market)
- Tidak ada monopoli
- Terjaminnya kompetisi yang
sehat.
Sumber: Sedarmayanti (2012)
2.1.2 Manajemen Strategik
Hadari (2012) mengatakan bahwa, manajemen strategik adalah
perencanaan berskala besar (disebut Perencanaan Strategik) yang
berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut Visi), dan
ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang
bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi
berinteraksi secara efektif (disebut Misi), dalam usaha menghasilkan
sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan/atau
16
jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada
optimalisasi pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai
sasaran (Tujuan Operasional) organisasi.
Pengertian yang cukup luas ini menunjukan bahwa manajemen
strategik merupakan suatu sistem yang sebagai suatu kesatuan memiliki
berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula.
Hadari (2012) menyebutkan, manajemen strategik memiliki
beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan
berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan
sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk rencana strategik
yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional, yang kemudian
dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan.
2. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan, untuk
organisasi profit kurang lebih sampai 10 tahun mendatang, sedang
untuk organisasi non profit khususnya di bidang pemerintahaan
untuk satu generasi, kurang lebih 25-30 tahun.
3. Visi dan Misi, pemilihan strategi yang menghasilkan strategik induk
(utama), dan tujuan strategik organisasi untuk jangka panjang,
merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategik, namun
dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak
secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di dalamnya.
17
4. Rencana strategik dijabarkan menjadi rencana operasional yang
antara lain berisi program-program operasional termasuk proyek-
proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-masing juga sebagai
keputusan manajemen puncak.
5. Penetapan rencana strategik dan rencana operasional harus
melibatkan manajemen puncak karena sifatnya sangat mendasar dan
prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk
mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi
jangka sedang termasuk panjangnya.
6. Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk
proyek-proyek untuk mencapai sasarannya masing-masing dilakukan
melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya yang mencakup
pengorganisasian, pelaksanaan (actuating), penganggaran dan
kontrol. Hasilnya yang diperoleh berupa produk dapat berbentuk
barang (pembangunan fisik termasuk pengadaan peralatan dan
perlengkapan kerja), jasa atau hasil yang bersifat non fisik
(pembinaan mental, spiritual/keagamaan, pengembangan kebutuhan,
teretib hukum, pertumbuhan ekonomi., peningkatan kesejahteraan
rakyat dan lain-lain), dalam melaksanakan pelayanan umum (public
service) dan secara pemberian pelayanan, seperti kecepatan,
kemudahan, ketertiban, kenyamanan, ketepatan waktu dan lain-lain,
yang memuaskan sebagai pihak yang dilayani.
18
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan, antara lain:
1. Dedy Hermawan, dkk
Penelitian ini berjudul Akuntabilitas Eksistensi Organisasi Non
Pemerintah dalam Perspeltif Governance (Studi Yayasan Lembaga
Pembinaan Masyarakat Desa Lampung), poenelitian yang dilakukan oleh
Hermawan, dkk ini bertujuan untuk menganalisis akuntabilitas Lembaga
Swadaya Masyarakat yaitu Yayasan Lembaga Pembinaan Masyarakat
Desa Lampung. Subjek dalam penelitian ini merupakan karyawan LSM
YLPMD Lampung. Penelitian ini menyimpulkan LSM YLPMD Lampung
telah menerapkan prinsip akuntabilitas dari prinsip governance.
2. Ahmad Husnan Asna
Penelitian Ahmad Husnan Asna yang berjudul Implementasi Good Ornop
Governance (Studi Terhadap Pengalaman YLPMD Lampung dalam
Membangun Internal Governance) ini bertujuan untuk menganalisis
Yayasan Lembaga Pembinaan Masyarakat Desa Lampung dari sudut
pandang governance. Dalam penelitian ini dahasilkan bahwa dalam tata
kelola organisasinya YLPMD Lampung mengimplementasikan prinsip
governance secara lebih luas tidak hanya dilihat dari prinsip akuntabilitas.
3. Hans Atlov, dkk
Hans Atlov, dkk dalam penelitiannya yang berjudul NGO Governance
and Accountability in Indonesia Challenges in a Newly Democratizing
Country ini memiliki tujuan yaitu untuk mengidentifikasi tata kelola
19
organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat dilihat dari sudut pandang
akuntabilitas pada prinsip governance. Penelitian ini menghasilkan
terdapat beberapa LSM di Indonesia yang belum akuntabel secara
kelembagaan.
4. Bob Sugeng Hadiwinata
Bob Sugeng Hadiwinata dalam penelitiannya yang berjudul Practicing
Good Governance in Indonesia: NGOs Experience ini bertujuan untuk
mengidentifikasi praktik good governance pada Lembaga Swadaya
Masyarakat di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan prinsip
governance dapat menjadi solusi untuk LSM agar meiliki daya saing.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu Tentang Good Governance
No. Peneliti Judul Penelitian Subjek penelitian Hasil Penelitian
1.
Dedy
Hermawan,
dkk
Akuntabilitas
Eksistensi
Organisasi Non
Pemerintah dalam
Perspeltif
Governance (Studi
Yayasan Lembaga
Pembinaan
Masyarakat Desa
Lampung)
Yayasan
Lembaga
Pembinaan
Masyarakat Desa
Lampung
Penelitian ini
menyimpulkan
bahwa, LSM
YLPMD
menerapkan
prinsip-prinsip
governance yang
berfokus pada
akuntabilitas
organisasi.
2.
Ahmad
Husnan
Asna
Implementasi
Good Ornop
Governance (Studi
Terhadap
Pengalaman
YLPMD Lampung
dalam
Membangun
Internal
Governance).
YLPMD
Lampung
Penelitian ini
menyimpulkan
implementasi
good governance
pada LSM
YLPMD lampung
dari beberapa
prinsip-prinsip
good governance
secara lebih luas.
20
Sumber: data yang diolah.
3. Hans Atlov,
dkk
NGO Governance
and Accountability
in Indonesia
Challenges in a
Newly
Democratizing
Country
LSM di
Indonesia
Meneliti tentang
awal kebangkitan
LSM di Indonesia
dalam kaitanya
dengan penerapan
prinsip-prinsip
good governance.
4.
Bob Sugeng
Hadiwinata
Practicing Good
Governance in
Indonesia: NGOs
Experience.
LSM di
Indonesia
Penelitian
mengahsilkan
identifikasi kiprah
LSM di Indonesia
dalam
mewujudkan
prinsip-prinsip
good governance
pada organisasi
non pemerintah
atau Lembaga
Swadaya
Masyarakat
(LSM).
2.3 Kerangka Penelitian
Untuk membantu memahami tata kelola organisasi yang merupakan
bagian dari penerapan prinsip good governance pada LSM diperlukan suatu
kerangka penelitian. Dari landasan teori yang telah diuraikan diatas, maka
kerangka teoretis untuk penelitian ini disusun sebagai berikut:
21
Sumber: data yang diolah
Pen
deleg
asian
Tu
gas
Gambar 2.1
Skema Kerangka Penelitian
Visi
Transparansi
Partisipasi
Akuntabilitas
Supremasi Hukum
HukumHukum Demokrasi
Profesionalisme
Daya Tanggap
Efisien & Efektif
Komitmen Kesenjangan
Komitmen Lingkungan
Desentralisasi
Kemitraan
Komitmen Pasar Fair
Prinsip Good
Governance
Manajemen
Strategik
Tata Kelola
ACT
Prinsipal
(Pemilik
Yayasan)
Steward
(manajemen
ACT)
Stew
ardsh
ip
Penggerak
Proses
Umpan Balik
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini untuk mengetahui lebih dalam mengenai tata
kelola organisasi ACT cabang Semarang maka dibutuhkan peran serta para
karyawan yang bekerja pada organisasi tersebut, sehingga akan diperoleh data
yang kemudian akan digunakan untuk mendeskipsikan bagaimana tata kelola
dan manajemen pada ACT cabang Semarang. Oleh karena data yang akan
diolah bukan merupakan data matematis ataupun statistik dan diperlukan
pemahaman yang mendalam pada setiap fenomena, maka digunakan metode
kualitatif untuk menyempurnakan penelitian ini.
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yaitu sebuah
penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistik yang temuan-temuannya
tidak diperoleh dari prosedur penghitungan secara statistik (Basrowi dan
Suwandi, 2008). Sedangkan menurut Meleong (2010) penelitian kualitatif
adalah penelitian yang mempunyai maksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain sebagainya secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Melalui
penelitian kualitatif, data yang dihasilkan adalah data deskriptif berupa kata-
kata tertulis dan lisan dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati.
23
3.2 Pendekatan Penelitian
Untuk memahami tata kelola dan manajemen ACT cabang Semarang
secara mendalam, maka penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus
(case study). Menurut Basrowi dan Suwandi (2008) pendekatan studi kasus
merupakan penelitian lapangan, yaitu penelitian untuk mengungkap realitas
kehidupan secara langsung.
Tujuan digunakannya pendekatan studi kasus (case study) yaitu
untuk mengetahui sebuah fenomena secara mendalam dengan melibatkan
pengumpulan beraneka sumber informasi (Raco, 2010). Dengan demikian
penelitian dengan pendekatan studi kasus ini dipilih karena dapat
mengantarkan kepada tujuan penelitian ini yaitu untuk menelaah lebih dalam
tentang tata kelola dan manajemen organisasi ACT cabang Semarang.
3.3 Objek Penelitian
Sugiyono (dikutip oleh Basrowi dan Suwandi, 2008) mengatakan
objek penelitian kualitatif adalah objek alamiah, yaitu objek yang apa adanya,
yang tidak dimanipulasi oleh peneliti. Sementara objek alamiah dalam
penelitian ini adalah tata kelola dan manajemen pada ACT Cabang Semarang.
3.4 Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini teknik purposive sampling digunakan untuk
menentukan subjek penelitian. Teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel tidak secara acak tetapi dilakukan dengan berdasarkan
pada kebijaksanaan peneliti itu sendiri. Menurut Azuar, dkk (2014)
mengatakan bahwa dalam penentuan dan pemilihan sampel dengan cara
24
purposive berdasarkan pertimbangan atau jastifikasi tertentu dari peneliti.
Teknik ini memberikan persyaratan yang akan dijadikan dasar dalam
pemilihan sampel agar sesuai dengan karakteristik yang dikehendaki dalam
analisis.
Dalam penarikan sampel menggunakan purposive sampling ini
menggunakan teknik non probabilitas, karena tujuan dari penarikan sampel
kualitatif yaitu untuk memperoleh informasi dari gejala atau individu yang
sedang diteliti bukan melakukan generalisasi sampel (Sarwono, 2011).
Sarwono (2006) mengatakan teknik non probabilitas yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak didasarkan pada rumusan statistik tetapi lebih
pada pertimbangan subjektif peneliti dengan didasarkan pada jangkauan dan
kedalaman masalah yang sedang diteliti, selain itu pemilihan sampel ini tidak
berdasarkan kuantitas akan tetapi tapi lebih pada kualitas orang yang akan
diteliti atau disebut informan kunci.
Dalam penelitian ini, subjek yang menjadi fokus penelitian adalah
karyawan ACT cabang Semarang. Agar penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik, langkah selanjutnya yaitu menentukan informan sebagai sumber
data penelitian, kemudian telah ditentukan lima orang sebagai informan
kunci. Berikut ini adalah tabel nama-nama informan kunci dari penelitian ini
beserta dasar jastifikasi pemilihan dan penetapannya:
25
Tabel 3.1
Dasar Jastifikasi Informan Kunci
No. Nama Jabatan Jastifikasi
1 Sri Suroto Branch
Manager
Sosok yang berpengaruh dan paling
mengerti fenomena organisasi secara
mendalam dan memiliki beberapa
pengalaman dalam organisasi sosial.
2 Novera
Fratiwi
Accounting and
Finance
Sosok yang mengetahui secara rinci
mengenai administrasi ACT cabang
Semarang dan pengalamannya bekerja
pada organisasi kemanusiaan non profit
lain.
3 Astreatun Marketing
Communication
and Community
Development
Sosok yang memahami interaksi ACT
cabang Semarang kepada stakeholder
dalam menjalankan tugasnya di lapangan.
4 Andi
Rahmanto
Partnership
Manager
Sosok yang selalu menjadi wakil ACT
cabang Semarang ketika akan
membangun jejaring kepada stakeholder,
relasi untuk menjadi donatur atau mitra.
5 Chafidz
Rohman
Program
Manager
Sosok yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan setiap program.
Sumber: data yang diolah.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Sarwono (2006) mengatakan sumber data penelitian kualitatif adalah
data deskriptif berupa gejala-gejala, kejadian dan peristiwa bukan dalam
berupa angka. Jenis sumber data pada penelitian kualitatif yaitu data primer
dan data sekunder. Pengertian data primer yaitu data yang berupa teks hasil
dari wawancara dengan informan, sedangkan data sekunder yaitu data-data
yang sudah tersedia sebelumnya yang didapatkan dari membaca, melihat atau
mendengarkan.
Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2010), sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya
26
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan sumber data
lainnya bisa berupa tertulis (sekunder) dan dokumentasi seperti foto.
Dalam penelitian ini data yang diperlukan dalam penelitian ini
berasal dari dua sumber yakni:
a. Data Primer
Sekaran (2006) mendefinisikan data primer yaitu sumber data
utama yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian.
Pendapat lain oleh Meleong (2010) mengatakan data primer adalah data
yang bersumber dari hasil wawancara dengan informan. Berikut ini
merupakan data primer yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Profil informan
2. Informasi tata kelola organisasi berupa transkrip wawancara
b. Data Sekunder
Menurut Sekaran (2006, h. 65), data sekunder adalah data yang
dikumpulkan dari sumber yang telah ada, keuntungan menggunakan data
sekunder adalah penghematan waktu dan biaya memperoleh informasi.
Dalam penelitian ini, data sekunder ysng digunakan yaitu:
1. Dokumen legal ACT dari Depsrtemen Sosial RI dan Kemenkumham.
2. Laporan keuangan tahunan ACT
3. Foto dokumentasi ACT
4. Situs internet: Sejarah ACT, Program ACT
5. Dokumen internal ACT cabang Semarang
27
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan metode partisipasi, wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
3.6.1 Partisipasi
Dalam penelitian metode kualitatif partisipasi merupakan salah
satu cara mencari data atau informasi yang paling utama, caranya yaitu
dengan melalui keterlibatan langsung dengan objek yang diteliti (Sarwono,
2006). Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah tata kelola dan
manajemen pada ACT cabang Semarang, sehingga dalam upaya mencari
data atau informasi perlu melakukan keterlibatan langsung di dalam
aktifitas organisasi ACT cabang Semarang.
Dalam melakukan partisipasi, yaitu dengan cara melibatkan diri
dalam aktifitas ACT cabang Semarang, berikut ini adalah bentuk
partisipasi yang dilakukan:
1. Mengikuti rapat program kerja dan pelantikan MRI (Masyarakat
Relawan Indonesia) Jawa Tengah yang dilaksanakan pada hari
minggu, 7 Agustus 2016 di Gedung Students Center Unnes (PKMU)
Lantai 2, Universitas Negeri Semarang.
2. Turut serta sebagai pembantu teknis kegiatan Sekolah Kebencanaan
yang diadakan ACT cabang Semarang bekerja sama UKM Peduli
Sosial Universitas Diponegoro di SD Negeri Gedawang, Banyumanik,
Semarang pada tanggal 22 Oktober 2016.
28
3.6.2 Observasi
Observasi mencakup kegiatan dengan melakukan pencatatan
sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek, yang dilihat dan hal-
hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang
dilakukan (Sarwono, 2006).
Menurut Meleong (2010), proses observasi atau pengamatan
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pengamatan terbuka dan
pengamat tertutup. Pengamatan terbuka yaitu keberadaan pengamat
diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan
kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek
menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan,
sedangkan pengamatan tertutup yaitu pengamat melakukan pengamatan
tanpa diketahui oleh subjek yang diteliti.
Dalam penelitian ini, pengamatan dilakukan untuk memperoleh
data atau informasi mengenai bagaimana tata kelola dan manajemen pada
ACT cabang Semarang. Sedangkan pengamatan yang dilakukan termasuk
klasifikasi pengamatan terbuka, yaitu pengamat meminta izin kepada
pihak manajemen ACT cabang Semarang untuk melakukan penelitian
dengan pengamatan langsung. Berikut ini adalah observasi yang
dilakukan:
1. Mengamati secara langusng aktivitas organisasi ACT
2. Mengamati pelayanan kepada tamu atau donatur
3. Mengamati ACT dalam menjalankan program-program
29
4. Mengamati proses pembayaran donasi
3.6.3 Wawancara
Menurut Meleong (2010), wawancara yaitu percakapan dengan
maksud tertentu, percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) sebagai pemberi pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban.
Patton (dikutip oleh Sarwono, 2006) mengatakan wawancara
memiliki beberapa teknik, diantaranya yaitu:
1. Wawancara dengan cara informal
2. Wawancara umum yang terarah
3. Wawancara terbuka yang standar
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan untuk
mengambil data dan informasi dari informan menggunakan teknik
wawancara umum yang terarah (general interview guide aproach), teknik
ini digunakan karena sebelumnya telah menyiapkan serangkaian
pertanyaan yang kemudian akan diajukan kepada subjek penelitian.
Penggunaan teknik wawancara umum yang terarah memiliki alasan, yaitu
dengan teknik ini bahasan dari wawancara yang dilakukan akan fokus
kepada batasan-batasan yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat
meminimalisir penyimpangan dari pokok batasan yang telah ditentukan
sebelumnya.
30
Dalam penelitian kualitatif membangun kepercayaan dalam
melakukan wawancara sangat penting demi lancarnya penelitian, oleh
karena itu berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan:
1. Pada saat pertama kali bertemu dengan pihak manajemen, memberikan
kesan yang baik dengan berpenampilan rapi dan sopan.
2. Menjelaskan mengenai maksud dan tujuan penelitian untuk tujuan
akademis.
3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian akan dilaporkan kembali kepada
narasumber dalam bentuk transkrip wawancara serta meminta
persetujuan narasumber melalui pengecekan (member checking)
sehingga tidak ada perbedaan persepsi.
4. Wawancara dilakukan di waktu yang sesuai kesepakatan bersama dan
tidak mengganggu aktifitas manajemen.
5. Disiplin waktu ketika sepakat untuk melaksanakan wawancara.
Untuk menyempurnakan penelitian ini maka tidak hanya
dibutuhkan satu kali dalam melakukan wawancara, berikut ini merupakan
tabel kronologis peneliti melakukan wawancara dengan manajemen ACT
cabang Semarang:
Tabel 3.2
Kronologis Pelaksanaan Wawancara
No. Pelaksanaan Narasumber
1. Rabu, 27 Juli 2016 Sri Suroto
2. Senin, 15 Agustus 2016 Vera Fratiwi, Chafidz
4. Selasa, 16 Agustus 2016 Astreatun, Andi Rahmanto
5. Kamis, 6 Oktober 2016 Sri Suroto
Sumber: data yang diolah.
31
3.6.4 Kajian Dokumen
Sugiyono (2010) mengatakan dokumentasi adalah segala catatan
peristiwa yang telah berlalu. Bentuk dokumen diantaranya tulisan, gambar
atau karya-karya monumental dari seseorang. Observasi dan wawancara
akan kredibel ketika didukung oleh dokumen yang ada.
Sebagai sarana pembantu bagi peneliti, dokumen memberikan
banyak data maupun informasi yang dapat diperoleh dengan cara
membaca, diantaranya dari surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat,
kebijakan tertentu dan bahan tulisan lainnya. Dokumen dapat memberikan
gambaran mengenai budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh objek yang
sedang diteliti (Sarwono, 2006).
Dalam penelitian ini, setiap dokumen-dokumen yang bersifat
tidak rahasia baik tulisan, foto, maupun dokumen digital dari ACT cabang
Semarang digunakan untuk menunjang data dan informasi penelitian.
3.7 Uji Keabsahan Data
Data yang disajikan harus diuji, untuk melakukan pengujian
digunakan metode triangulasi. Lincoln dan Guba (dikutip oleh Roberts dan
Gilbert, 2009) mendefinisikan triangulasi adalah pemikiran bahwa
kesimpulan penelitian memiliki keabsahan yang lebih baik apabila peneliti
menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan dan analisis data.
Denzin (dikutip oleh Meleong, 2010) menyebutkan terdapat empat
macam triangulasi, yaitu triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini, hanya triangulasi
32
dengan memanfaatkan penggunaan sumber yang dipilih. Patton (dikutip oleh
Meleong, 2010) mengatakan triangulasi dengan memanfaatkan sumber
artinya membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
Dalam penelitian ini langkah-langkah untuk melakukan triangulasi
penggunaan sumber yaitu:
1. Membandingkan antara data hasil pengamatan / observasi dengan data
hasil wawancara
2. Membandingkan hasil wawancara dengan sumber data primer dan
sekunder yang terkait
3. Membandingkan perspektif informan satu dengan informan lainnya
3.8 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis data kualitatif. Istijanto (dikutip oleh Mundayati, 2014)
Metode analisis kualitatif merupakan kajian yang menggunakan data-data
teks, persepsi, dan bahan-bahan tertulis lain untuk mengetahui hal-hal yang
tidak terukur dengan pasti. Sedangkan Meleong (2010) mengatakan, proses
analisis data kualitatif dimulai dari menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi atau pengamatan yang sudah
dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,
gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah,
langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan
dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi adalah usaha membuat
33
rangkuman inti, proses, dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga
sehingga tetap berada didalamnya. Kemudian selanjutnya menyusun dalam
satuan-satuan. Satuan-satuan itu dikategorisasikan pada langkah berikutnya.
Kategori-kategori ini dibuat sambil melakukan coding. Setelah selesai
tahap ini data mulai dapat ditafsirkan.
Pendapat lain, Miler dan Huberman (dikutip oleh Basrowi dan
Suwandi, 2008) mengatakan pada prinsipnya analisis data kualitatf dilakukan
bersamaan dengan proses pengumpulan data. Terdapat tiga kegiatan dalam
proses analisis data kualitatif menulur Miler dan Huberman yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode analisis yang dikembangkan oleh Miler dan
Huberman. Berikut ini proses analisis data kualitatif yang dikembangkan
Miler dan Huberman:
1. Reduksi Data
Reduksi data sebuah proses pemilihan, pemusatan perhatian,
pengabstrakan dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses
redukai data berlangsung selama proses penelitian. Dalam penelitian ini
reduksi data dilakukan mulai dari data yang telah dikumpulkan kemudian
dibuat ringkasan, kode, memo dan lain-lain. Reduksi merupakan bagian
dari analisis, bukan terpisah. Fungsinya untuk menajamkan,
menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi
sehingga interpretasi dapat ditarik.
34
2. Penyajian Data
Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Bentuk penyajiannya antara lain dengan teks naratif, matriks, grafik,
haringan dan bagan. Penyajian data merupakan bagian dari proses
analisis. Dalam proses ini peneliti mengelelompokkan hal-hal yang
serupa ke dalam sebuah kelompok satu, kelompok dua dan seterusnya.
Masing-masing kelompok tersebut menunjukkan tipologi yang ada sesuia
dengan rumusan masalahnya. Dalam penelitian ini data disajikan secara
sistematik, agar lebih mudah untuk dipahami.
3. Menarik Kesimpulan atau verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan
dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi
selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data
harus teruji kebenarannya dan keseuaiannya sehingga validitasnya
terjamin. Dalam penelitian ini setelah kerangka berpikir terbentuk,
kemudian menjadi temuan penelitian selanjutnya dilakukan pengkajian
secara berulang-ulang terhadapt data yang ada
Model analisis ini dapat digambarkan dengan skema berikut ini:
35
Gambar 3.1
Model Analisis Data Kualitatif Miler dan Huberman
Sumber: Miles dan Huberman (dikutip oleh Basrowi dan Suwandi, 2008)
3.9 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
3.9.1 Persiapan
Sebelum melakukan penelitian, maka dilakukan persiapan supaya
berjalan dengan lancar. Oleh karena itu dilakukan beberapa kegiatan untuk
persiapan, yaitu:
1. Menentukan subjek penelitian
2. Pengurusan izin penelitian
3. Menyusun jadwal kunjungan
4. Mempersiapkan instrumen penelitian
Koleksi Data Penyajian
Data
Pemaparan
Kesimpulan
Reduksi Data Metode analisis
kualitatif
36
3.9.2 Menganalisis Data
Setelah data di lapangan ditemukan, selanjutnya yaitu
menganalisis data, langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
1. Mereduksi data
2. Menganalisis temuan yang telah tersaring
3. Melakukan intrepretasi temuan berdasarkan teori yang ada
4. Menyimpulkan hasil penelitian
3.9.3 Penyusunan Laporan Penelitian
Setelah analisis data telah selesai dilakukan, maka akan diperoleh
data yang kredibel, selanjutnya akan melakukan proses akhir dari
penelitian, yaitu menyusun laporan penelitian. Adapaun langkah-langkah
yang dilakukan untuk menyusun laporan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Prewriting, yaitu proses pegelolaan catatan atau literatur, merumuskan
ide, membuat outline, melengkapi kutipan dan menganalisis hasil hasil
wawancara.
2. Composing, yaitu proses penuangan ide dalam kertas sebagai draft,
dengan memperhatikan kutipan, menyiapkan data untuk penyajian dan
membuat kesimpulan.
3. Rewriting, yaitu tahap mengevalusai laporan dengan memperbaiki hal
teknis pengetikan atau editorial.
4. Copying, yaitu penggandaan laporan sesuai dengan kebutuhan.
37
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah ACT
Aksi Cepat Tanggap atau familiar disebut dengan ACT adalah
sebuah organisasi non profit yang bergerak pada bidang sosial dan
kemanusiaan. Sudah tidak asing lagi ketika terjadi bencana di Indonesia
bendera dan logo ACT berdiri tegak di tengah masyarakat. Tidak hanya
dalam kebencanaan saja, kini ACT berkembang pesat hingga mempunyai
beragam program-program kemanusiaan lain. Kiprahnya sampai saat ini
berawal lebih dari satu dekade lalu, tepatnya tanggal 21 April 2005, Aksi
Cepat Tanggap (ACT) secara resmi disahkan secara hukum sebagai
yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Pada awalnya
hanya mengurus soal tanggap bencana, kini untuk memperluas karya, ACT
mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat,
kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pasca
bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program
berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf.
ACT dapat berdiri dan bekembang tidak lepas dari para donatur
yang berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap
38
permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui
program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua
provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI
(Masyarakat Realawan Indonesia) maupun dalam bentuk kantor cabang
ACT. Hingga saaat ini jangkauan program sudah mencapai 30 provinsi
dan 100 kabupaten / kota di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2012 ACT mentransformasikan diri menjadi lembaga
kemanusiaan global. ACT telah merambah hingga menembus batas
negara, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representative
person sampai menyiapkan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan aktifitas
proram global sudah mencapai ke 22 negara di kawasan Asia Tenggara,
Asia Selatan, Inocina, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Timur. Awal
mula kiprah ACT di kiprah global yaitu ketika terjadi tragedi
kemanusiaan di belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan dan
kekeringan, koflik dan peperangan, termasuk dengan penindasan terhadap
kelompok minoritas di berbagai negara.
4.1.2 Gambaran Umum ACT
4.1.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor ACT cabang
Semarang, yaitu belokasi di jalan Supriyadi Nomor 78C, Kalicari,
Pedurungan, Kota Semarang. Kantor ACT cabang Semarang
menjadi salah satu lokasi penelitian karena kantor tersebut adalah
39
salah satu tempat dilakukannya observasi. Tidak sulit untuk
menemukan lokasi kantor ACT cabang Semarang, kokoh berjajar
diantara bangunan ruko dan perkantoran di jalan raya yang
strategis, bangunan kantor ACT cabang Semarang ditandai
dengan sebuah tulisan identitas kantor yang bergambarkan logo
ACT.
4.1.2.2 Logo, Visi dan Misi ACT
1) Logo
ACT mempunyai slogan yang berbunyi Care for
Humanity, tertulis dengan tebal di bawah logo ACT yang
berbentuk huruf yang tegas. Slogan tersebut dengan jelas
menggambarkan bahwa ACT adalah sebuah organisasi yang
bergerak pada bidang kemanusiaan.
Gambar 4.1
Logo Aksi Cepat Tanggap
2) Visi
Visi menjadi sebuah elemen yang sangat penting bagi
setiap organisasi. Visi adalah sebuah hal prinsipil yang akan
menjadi arah dan landasan dari sebuah organisasi. Dengan
40
sebuah visi yang jelas maka organisasi akan dapat menentukan
upaya yang efektif dan efisien untuk dapat mencapai tujuan
organisasi. Begitu pula ACT, sebagai organisasi yang
prorfesional tentu memiliki sebuah visi, berikut ini adalah visi
ACT:
“Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional
berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat
global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih
baik.”
3) Misi
Misi adalah hal yang tidak kalah penting di dalam
sebuah organisasi, misi merupakan sebuah penjabaran dari
intisari visi organisasi itu sendiri. ACT memandang misi
menjadi hal yang sangat penting, karena dari misi tersebut
tergambar sebuah rencana yang rasional, realistis dan
merupakan sarana untuk membantu agar dapat mencapai
tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.
Berikut ini adalah misi ACT secara umum:
1. Mengorganisir dan mengelola berbagai persoalan
kemanusiaan secara terencana, terkonsep, terintegrasi, dan
berkesinambungan sehingga menjadi formula ideal dalam
mengatasi berbagai problem kemanusiaan baik dalam skala
lokal, nasional, regional, maupun global.
2. Mengorganisir dan mengelola segala potensi
kedermawanan masyarakat global sebagai modal sosial
41
untuk mengatasi berbagai problem kemanusiaan baik dalam
skala lokal, nasional, regional, maupun global.
3. Mengorganisir dan mengelola segala potensi kerelawanan
global sebagai modal sosial untuk mengatasi berbagai
problem kemanusiaan baik dalam skala lokal, nasional,
regional, maupun global.
4) Struktur Organisasi ACT
Struktur organisasi adalah susunan hierarki
kepemimpinan yang memuat tentang batasan-batasan dan
wewenang suatu jabatan tertentu. Dalam proses pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen, ACT mempunyai struktur organisasi
sebagai sebuah rantai kepemimpinan yang telah didesain
sedemikian rupa agar fungsi-fungsi manajemen dan organisasi
dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat
dicapai dengan efisien dan efektif.
Banyaknya spesialiasi pada setiap jabatan
memungkinkan sebuah tanggung jawab harus dipikul oleh
orang yang memang mempunyai kompetensi akan hal tersebut.
Berikut ini adalah posisi jabatan pada struktur organisasi ACT:
1. President
2. Senior Vice President Global Strategic Comunications
a. Public Relation
b. General Philanthropy Media
42
c. Creative Comunication
d. Digital marketing
3. Vice Presiden Philanthropy Network Development
a. CSR Management & Development.
b. Community Philanthropy Development.
4. Vice President Operational
a. Finance Accounting
b. Information Tchnology
c. Human Resource Development
d. General Affair
5. Senior Vice Presiden Humanity Network & Development
a. Program: Disaster Emergency Response, Community
Development
b. Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)
c. Disaster Management Institut of Indonesia.
d. Global Qurban
Berikut ini adalah gambar bagan struktur organisasi
ACT:
43
President
Philantrhropy Network
Department
CSR CPD
Operational Department
F/A HR IT GA
Humanity Network Department
Humanity Social Network
Humannity Bussines Network
Global Strategic Communication
PR GPM
Creative Comm
Gambar 4.2
Struktur Organisasi ACT
Sumber: data sekunder 2016, diolah.
5) Penerimaan Dana Kemanusiaan dan Zakat ACT
Kepercayaan masyarakat terhadap ACT sebagai
lembaga kemanusiaan yang menghimpun dana dari masyarakat
dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam mendonasikan
dananya. Berikut ini adalah data berdasarkan hasil laporan
keuangan tahunan yang dipublikasi ACT melaui website resmi,
peneliti berusaha untuk merangkum penerimaan ACT mulai
dari tahun 2011-2015. Dari laporam tersebut
menginformasikan bahwa, selama kurun waktu lima tahun
terkahir, terdapat peningkatan penerimaan zakat dan dana
kemanusiaan. Berikut tabel penerimaan ACT selama lima
tahun terkahir:
44
Tabel 4.1
Penerimaan dana Kemanusiaan dan Zakat ACT Tahun 2011-2015
Sumber: data sekunder 2016, diolah.
4.1.3 Program ACT
1) Total Disaster Management (TDM)
Adalah program yang menjawab dimana penanggulangan
bencana dilakukan bukan hanya pada saat terjadinya bencana dalam
bentuk penyelamatan korban, tapi dimulai dari tahap preventif,
mitigasi, kesiapsiagaan sebelum bencana, saat terjadi bencana berupa
emergency response dan pasca bencana dalam bentuk rehabilitasi dan
rekonstruksi. TDM memiliki dua program, yaitu:
1) Disaster Mitigation
Merupakan salah satu fase penting TDM, dimana
masyarakat ditumbuhkan kesadarannya tentang bencana sehingga
masyarakat siap dan resiko bencana dapat dikurangi. Mitigasi
Bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Program
ini bertujuan untuk mengurangi bahkan menghindari dampak risiko
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015
WTP WTP WTP WTP WTP
Dana
Kemanusiaan
Penerimaan 13.806.411.565 32.119.729.006 41.943.979.737 87.676.115.382 87.380.075.050
Penyaluran 2.858.230.312 27.469.119.094 41.213.230.232 74.739.975.652 91.575.534.554
Dana Zakat Penerimaan 231.045.741 989.749.011 900.924.979 3.412.266.873 2.594.266.277
Penyaluran 170.451.380 436.973.483 1.432.638.148 3.218.393.399 2.675.289.026
45
bencana yang akan ditimbulkan oleh bencana alam. Baik sebelum,
pada saat terjadi bencana maupun sesudah kejadian bencana.
2) Social Mitigation
Merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
permasalahan-permasalahan sosial yang kronis, baik melalui
pembangunan fisik, mental dan psikososial maupun penyadaran
serta peningkatan kemampuan dan kapasitas menghadapi ancaman
dahsyatnya problem sosial, melakukan cegah dini sebelum
permasalahan-permaslahan tersebut semakin berisiko memiliki
kerusakan yang lebih besar dan komplek, dengan melakukan
Capacity and Character Buiding, Advocacy, Social Rescue,
Empowerment. Berikut ini adalah aksi Social Mitigation ACT:
a. Global Childcare (GCC)
Kepedulian terhadap anak-anak di negara konflik.
Kegiatan dalam bentuk pemberian santunan, pemenuhan gizi
dan kepedulian pendidikan.
b. Social Development Program
Pembangunan sosial yang selama ini gencar di
canangkan oleh pemerintah masih jauh dari harapan yang
diinginkan. Pembangunan sosial yang dijalankan masih
terpusat pada wilayah perkotaan, belum memenuhi azas
pemerataan. Seluruh program Social Develpment yang
dilakukan ACT diharapkan memenuhi harapan dan kriteria
46
diantaranya: Pemberantasan Kemiskinan, Social Harmony dan
pemerataan kesempatan kerja dll.
2. Disaster Emergency Response (DER)
1) Emergency Rescue
Evakuasi, Penyelamatan Korban dan menyelamatkan
kemanusiaan korban bencana. Aksi dijalankan oleh tim dengan
kemampuan SAR yang bekerja secara tuntas mengutamakan
kecepatan beraksi didukung oleh armada dan perlengkapan sesuai
dengan jenis bencana dan skala kerusakan yang terjadi.
2) Emergency Relief
Pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat korban
bencana untuk dapat bertahan hidup selama kondisi emergency:
a. Kebutuhan pangan: Penyediaan makanan siap saji dan air
minum, dapur umum, dll
b. Kebutuhan tempat bernaung darurat
c. Kebutuhan akan sandang: Pakaian, perlengkapan ibadah,
perlengkapan bayi, dll.
d. Pemenuhan kebutuhan air bersih dan sanitasi Darurat
e. Perbaikan dan atau penyediaan infrastruktur darurat
f. Meneguhkan kebersaman dengan korban bencana
3) Emergency Medic
Pemberian pelayanan kesehatan dan pengobatan bagi
masyarakat korban bencana selama masa emergency. Selain itu
47
juga upaya pengurangan risiko penyakit akibat bencana sebagai
bentuk preventif untuk menjaga status kesehatan masyarakat dan
meningkatkan angka harapan hidup.
4) Trauma Healing
Bila terjadi bencana, penyembuhan pertama yang
dilakukan adalah terhadap manusia sebagai individu yang
merupakan prioritas yang perlu ditangani segera.
Trauma Healing yang dilakukan tim Disaster Emergency
Response ACT bertujuan untuk mengatasi trauma/luka psikologis
yang timbul karena berbagai peristiwa akibat bencana seperti
kehilangan orang yang dikasihi, harta benda, ketakutan dan
serangan panik, agar individu dan masyarakat korban bencana
dapat kembali pada kehidupan normal dan bangkit dari
keterpurukan.
Bentuk aksi yang dilakukan:
a. Konseling bagi korban usia dewasa yang mengalami trauma/
stress,
b. Layanan konsultasi keluarga korban
c. Terapi khusus bagi anak-anak korban bencana melalui
kegiatan dongeng, bermain bersama, dll.
48
5) Mobile Social Rescue (MSR)
Pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat korban
bencana untuk dapat bertahan hidup selama kondisi emergency:
a. Kebutuhan pangan: Penyediaan makanan siap saji dan air
minum, dapur umum, dll
b. Kebutuhan tempat bernaung darurat
c. Kebutuhan akan sandang
d. Kebutuhan air bersih dan sanitasi Darurat
e. Perbaikan dan atau penyediaan infrastruktur darurat
f. Meneguhkan kebersaman dengan korban bencana
3. Disaster Recovery Program (DRP)
Konsep implementasi Disaster Recovery Program adalah
Integrated Recovery Program (IRP) yang diwujudkan melalui upaya-
upaya pemulihan fisik, ekonomi, dan sosial pasca bencana alam
maupun bencana sosial. Sejatinya, fokus utamanya adalah recovery
manusia. Bagaimana membangun peradaban baru pasca bencana.
Untuk memulihkan manusia seutuhnya inilah, dimulai dengan tiga
aspek tersebut. Model-model program yang dijalankan adalah:
1) Integrated Community Shelter (ICS)
Hunian nyaman terpadu bersifat sementara sebagai
alternatif solusi untuk memberikan tempat tinggal dan lingkungan
kehidupan sementara yang lebih baik bddibanding tenda-tenda
pengungsian bagi korban bencana di fase transisi dari emergency
49
ke recovery (early recovery), memenuhi Kebutuhan Dasar (papan,
pangan dan sandang), memberdayakan kembali potensi kearifan
local korban bencana secara partisipatif melalui gotong royong
dalam pembangunan ICS. Berikut ini merupakan aksi dari ICS:
a. Hunian sementara per keluarga dilengkapi peralatan rumah
tangga dan perlengkapan dapur
b. Bangunan sekolah sementara
c. MCK dan Instalasi Air bersih
d. Masjid/Musholla
e. Perpustakaan
f. Dapur Umum
g. Fasilitas bermain
h. Pendampingan awal untuk pemulihan ekonomi
2) Recovery Fisik
Merupakan pemulihan fasilitas fisik paska bencana,
meliputi:
a. Renovasi atau Rekonstruksi Rumah Permanen/Rumah Tahan
Gempa (RTG)
b. Renovasi atau rekonstruksi rumah ibadah
c. Renovasi atau rekonstruksi sekolah dan fasilitas umum: pasar
tradisional, MCK, dll
Program recovery fisik mendorong partisipasi masyarakat
dalam bentuk gotong-royong, sinergi antarelemen dan
50
menghilangkan ketergantungan dengan mewujudkan komunitas
mandiri yang berdaya.
3) Recovery Sosial
Meliputi pemulihan kehidupan masyarakat korban
bencana dalam bidang pendidikan, kesehatan serta aktivitas trauma
healing dan pembinaan spiritual, yang dilakukan dalam rangka
membangun kembali nilai-nilai positif, mengubah paradigma untuk
membangun peradaban baru pasca bencana. Bentuk aktivitas serta
bantuan yang diberikan yaitu pemenuhan kebutuhan pendidikan,
Recovery Kesehatan dan Lingkungan.
4) Recovery Ekonomi
Program ini difokuskan untuk memulihkan mata
pencaharian korban bencana sehingga mampu kembali
menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
a. Pemberian Modal Usaha
b. Pelatihan dan pendampingan untuk peningkatan Skill usaha
dan pemasaran produk
4. Social Development Program (SDP)
Social Development Program merupakan program
pembangunan masyarakat berbasis aktivitas sosial yang dilaksanakan
secara partisipatif bersama masyarakat. Program ini dilakukan dengan
pendekatan commnunity development, di mana masyarakat penerima
manfaat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas
51
program. Masyarakat merupakan subjek perubahan yang menentukan
suksesnya program social development ini dalam jangka panjang.
Berikut ini adalah bentuk aksi dari SDP:
1) Education For Humanity
Di bidang pendidikan ACT merancang berbagai program
sebagai alternatif solusi atas masalah pendidikan anak Indonesia,
baik berjangka pendek, maupun jangka panjang, diantaranya :
a. Rumah Belajar Anak
Rumah Belajar Anak (RBA) hadir sebagai salah satu
alternatif terpadu untuk membantu mencerdaskan anak-anak
bangsa dari aspek keterampilan hidup, afeksi, pengetahuan
(kognisi), dan behavioral (perilaku) secara sinergis.
RBA merupakan rumah belajar terpadu bagi anak-
anak bagi usia 6 – 16 tahun yang berada di tengah-tengah
komunitas dengan pengelolaan langsung dari fasilitator loka.
berfungsi sebagai sentra belajar anak yang akan memberikan
bekal keterampilan hidup (life skill program).
b. Bintang Desa
Bintang desa merupakan program investasi masa
depan bangsa, bagi anak bangsa dari berbagai Desa di pelosok
Indonesia. Program ini khususnya diberikan kepada anak di
atas rata-rata, namun memiliki keterbatasan akses terhadap
pendidikan karena rendahnya tingkat ekonomi keluarga.
52
Program berupa beasiswa pendidikan formal mulai
dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi serta up-grading
skill melalui pelatihan-pelatihan. Paska program para anak
bangsaikut membangun desa tempat tinggalnya masing-masing
dengan menjadi motor dalam membangun desa. Serta
mendorong masyarakat untuk menaikkan kesejahteraan serta
taraf hidup masyarakat.
c. Integrated School Development
Bantuan terpadu di bidang pendidikan, melingkupi
semua faktor mulai dari anak didik, tenaga pendidik, sarana
dan prasarana, dan pengembangan kompetensi.
d. Buku Untuk Sahabatku
Program berbagi buku untuk anak-anak di daerah
bencana dan daerah terpencil yang jauh dari akses pendidikan
dan pembelajaran.
2) Health For Humanity
Fokus program adalah menggerakkan masyarakat untuk
menjadi bagian dari barisan kepedulian dalam menuntaskan
masalah kesehatan dan lingkungan. Sehingga terwujud masyarakat
yang sehat dan mandiri, diimplementasikan dalam berbagai model
program jangka pendek maupun jangka panjang.
Model program yang dijalankan, diantaranya :
53
a. Bengkel Gizi Terpadu
Program penanganan komunitas malnutrisi dengan
konsep terpadu dan partisipatif. Melibatkan berbagai elemen
masyarakat dengan segala potensinya. Kekuatan kebersamaan
ini diarahkan untuk menjadi subyek program, pemerintah,
maupun dunia usaha. Program ini dijalankan dengan
menghadirkan sebuah Sentra Pemulihan dan Edukasi yang
dikelola oleh kader kesehatan setempat dengan pendampingan
intensif dari tim program Kesehatan ACT dan diperkuat oleh
relawan kesehatan khususnya medis, paramedic, ahli gizi dan
kesehatan keluarga serta relawan pendamping untuk
pemberdayaan ekonomi dan penguatan keuangan keluarga.
Bentuk aktivitas yang dilakukan :
a) Pemulihan Gizi Terpadu
Penyelamatan balita/anak/masyarakat penderita
malnutrisi khususnya Kurang Energi Protein dari ancaman
kematian dengan penanganan medis dan terapi gizi.
Rehabilitasi: pemulihan kondisi dengan pola Intervensi
gizi dan rehabilitasi penyakit penyerta serta pendampingan
oleh relawan dan kader gizi.
b) Edukasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat
Edukasi Ibu, anak & remaja putri, tentang gizi,
kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan dan kekuatan
54
spiritual. Life Skill Training, pengembangan keterampilan
Ibu dan anak (yang sudah pulih ) untuk bekal peran
mereka di masyarakat
c) Water & Sanitation Program
Program yang bertujuan untuk memberikan
alternative solusi bagi masyarakat yang belum mendapat
akses yang memadai terhadap air bersih dan sanitasi.
Program ini juga bertujuan untuk mengurangi risiko
munculnya wabah penyakit akibat rendahnya
kebersihan/sanitasi, baik perorangan/lingkungan serta
mengedukasi dan memotivasi masyarakat untuk menjaga
kesehatan diri dan lingkungannya.
d) Susu Untuk Sahabatku
Program ini dirancang untuk menyiapkan
generasi sehat, cerdas, dan siap berkompetisi. Melalui
Susu untuk Sahabatku, ACT berupaya untuk
menggerakkan kepedulian masyarakat terutama di bidang
kesehatan anak.
Masyarakat berbagai usia maupun institusi
(korporasi, sekolah, dll) dapat terlibat dalam program ini
dengan berpartisipasi menyediakan susu bagi anak-anak
dari masyarakat tidak mampu, yang akan disalurkan oleh
55
Tim dan Relawan Kesehatan ACT melalui sekolah-
sekolah di wilayah yang rawan pangan/gizi.
b. Green For Humanity
Fokus program di bidang lingkungan ini adalah
membangun gerakan kepedulian dan partisipasi seluruh elemen
masyarakat terhadap permasalahan lingkungan melalui
program pencegahan, konservasi, dan rehabilitasi lingkungan
hidup.
c. Economic Empowerment
Masyarakat adalah subjek utama pembangunan.
Bukan pemerintah, bukan lembaga sosial maupun lembaga
kemanusiaan. Perubahan yang lahir dari dasar akan lebih
kokoh bertahan dan lebih memiliki daya tahan untuk
berkelanjutan. Perspektif ini adalah stimulan dan pemikiran
dari gagasan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas,
membangun ketahanan ekonomi dengan mengoptimalkan
potensi lokal.
5. Program Global Humanity Response
Global Humanity Response (GHR) dirancang sebagai sebuah
program untuk ,erespons erbagai permasalahan kemanusiaan yang
terjadi ditingkat global. Indonesia sebagai sebuah bangsa besar harus
mampu memberikan manfaat dan meringankan beban penderitaan
masyarakat, tak hanya untuk warga Republik Indonesia semata namun
56
juga warga masyarakat di berbagai belahan dunia lain yang dilanda
berbagai persoalan kemanusiaan baik karena kemiskinan, bencana
alam maupun konflik kemanusiaan. Oleh karena itu cakupan wilayah
aksi GHR adalah dunia.
Global Humanity Response dalam aksinya senantiasa
bekerjasama dengan berbagai elemen lintas negara baik pemerintahan
di masing-masing negara tempat aksi, representatif pemerintah
Indonesia, berbagai lembaga kemanusiaan dunia serta masyarakat
Indonesia juga mancanegara.
Aksi-aksi yang dilakukan tim GHR diantaranya :
a. Global Emergency Response
Penanganan emergency bencana yang terjadi di kancah
global. Bentuk Aksi yang dilakukan adalah emergency relief dan
Medic, diimplementasikan oleh tim reaksi cepat yang
professional dan berpengalaman dalam aksi emergency dengan
berbagai kondisi dan beragam karakter masyarakat korban.
b. Global Emergency Relief
Pemenuhan Kebutuhan dasar korban bencana
disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat baik dalam
pengadaan jenis bantuan (makanan, pakaian dan air bersih di
fase darurat) maupun dalam pola distribusi.
57
Melibatkan korban bencana sebagai bagian dari subjek
aksi dengan menjadi relawan juga relawan-relawan Indonesia
yang bermukim di Negara tempat aksi.
c. Global Emergency Medic
Menyediakan layanan medis bagi korban bencana di
berbagai Negara dengan melibatkan tenaga medis terampil baik
yang didatangkan dari Indonesia maupun tenaga medis setempat
serta menyediakan berbagai peralatan medis maupun obat-
obatan untuk membantu memulihkan kondisi kessehatan
masyarakat korban bencana.
Terkait adanya kekhususan kondisi di beberapa wilayah
konflik serta besarnya korban dengan waktu pemulihan kondisi
kehidupan yang panjang, GHR memiliki turunan aksi khusus di
berbagai Negara diantaranya:
a. SOS Palestina
b. SOS Syria
c. SOS Rohingya
d. Global Recovery Program
Paska emergency, korban bencana masih harus
menghadapi berbagai permasalahan yang diakibatkan bencana.
Global Recovery Program merupakan upaya pemulihan korban
bencana baik dalam fasilitas fisik, ekonomi, dan sosial.
58
Program yang dijalankan disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi serta berkoordinasi dengan pemerintahan dan
berbagai elemen di Negara yang telah dilanda bencana.
Beberapa model program yang dijalankan diantaranya:
a. Penyediaan shelter tempat tinggal bagi pengungsi/korban
bencana
b. Penyediaan 400 unit shelter bagi pengungsi di Sittwe,
Rakhine State, Myanmar.
c. Pemulihan ekonomi dengan memberikan bantuan modal
usaha
d. Bantuan modal usaha berupa perahu bagi para nelayan di
Gaza, Palestina.
e. Pemulihan pendidikan dengan pemberian beasiswa
pendidikan maupun penyediaan paket bantuan serta sarana
pendidikan
f. Beasiswa pendidikan bagi Mahasiswa asal Rohingya dan
Myanmar, Beasiswa pendidikan bagi korban konflik
kemanusiaan di Palestina.
6. Global Qurban
Global Qurban ACT adalah program qurban yang dilakukan
secara profesional oleh salah satu unit di bawah Yayasan Aksi Cepat
Tanggap. Nilai lebih program ini berupa transaksi yang mudah dan
jaringan yang luas hingga internasional dalam memastikan qurban
59
sampai kepada pihak yang benar-benar membutuhkan. Sejak berdiri
tahun 2005 ACT telah konsisten melaksanakan program qurban.
Namun, sebagai unit khusus yang profesional, GQ mulai dilaksanakan
pada tahun 2011M/1432H.
Global Qurban menjadi ikon kepedulian muslim kepada
dunia melalui instrumen ibadah kurban. Sebagai ibadah kurban yang
memiliki dimensi ekonomi, memberi peluang lembaga ini melakukan
strategi berkurban yang tak hanya karitatif tetapi juga ekonomi
produktif. Inilah yang kemudian mendorong munculnya program
Global Qurban yang menggarap aktivitas berkurban dari hulu sampai
hilir.
Menggerakkan perekonomian masyarakat melalui program
Lumbung Ternak Masyarakat (LTM) yang telah berjalan sejak tahun
2007 di berbagai daerah nusantara demi sejahterakan masyarakat
setempat. Program ini ditujukan untuk mendorong masyarakat agar
mampu mengelola dan mengembangkan potensi ekonomi lokal agar
dapat bangkit dari kesulitan ekonomi. Program LTM dilaksanakan di
lokasi yang memiliki potensi sumberdaya sesuai dengan kebutuhan
program yaitu hewan ternak (kambing dan sapi) serta sumber pakan.
Berikut ini adalah LTM binaan ACT:
a. LTM Blora
b. LTM Yogyakarta
c. LTM Bojonegoro
60
d. LTM Tasikmalaya
e. LTM Nusa Tenggara Barat
7. Global Zakat, Global Wakaf
Wakaf adalah sebentuk instrumen unik yang mendasarkan
fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan
persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama wakaf yang sangat membedakan
adalah, ketika wakaf ditunaikan terjadi pergeseran kepemilkan pribadi
menuju kepemilikan umat yang diharapkan abadi serta memberikan
manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi
proses distribusi panjang bagi masyarakat secara lebih luas, dari
manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social
benefit).
8. Solidartas Kemanusiaan Dunia Islam
Solidaritas Kemanusiaan Dunia Islam/SKDI, wahana
membangun kepedulian global terhadap terpuruknya nasib umat
Islam. Diinisiasi ACT sejak 21 Maret 2014, sebagai wujud
keprihatinan menghadapi begitu banyaknya umat Islam di berbagai
negara, mengalami krisis kemanusiaan. SKDI menyatukan sikap
beragam elemen masyarakat berkontribusi dengan dana, keahlian,
organisasi dan pemikirannya demi menghapus krisis yang menimpa
masyarakat muslim sedunia.
61
9. Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)
Sejak tahun 2012 ACT mentransformasi dirinya menjadi
sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang
lebih luas. Pada skala lokal, ACT menyembangkan jejaring ke semua
provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI
(Masyarakat Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan
kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program sekarang sudah
sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Pada skala global, ACT mengembangan jejaring dalam bentuk
representatif person sampai kita menyiapan kantor ACT di luar negeri.
Jangkauan aktivitas program global sudah sampai ke 22 Negara di
kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Indocina, Timur Tengah,
Afrika, Indocina dan Eropa Timur. Wilayah kerja ACT di skala global
diawali dengan kesertaan dalam setiap tragedi kemanusiaan di
berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan & kekeringan,
konflik & peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok
minoritas berbagai negara.
4.1.4 Narasumber
Penelitian ini dilakukan dengan memilih narasumber yang
dianggap telah memahami dengan jelas mengenai hal-hal yang akan digali
dalam penelitian ini. Alasan dan justifikasi pemilihan narasumber sebagai
responden telah disebutkan pada bab sebelumnya.
62
Narasumber yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu
pegawai ACT cabang Semarang. Tabel berikut ini adalah deskripsi
narasumber berdasarkan wawancara dan observasi yang telah dilakukan:
Tabel 4.2
Deskripsi Narasumber
1. Nama Sri Suroto
Jabatan Branch Manager
Deskripsi Sri Suroto adalah manajer ACT cabang Semarang,
sebelum bekerja di ACT cabang Semarang didahului
berkarir di Rumah Zakat selama sebelas tahun. Wawasan
dan pengalaman bekerja di bidang sosial sangat luas.
Sri Suroto memiliki postur yang tinggi dan tegap.
Pembawaan yang kebapakan, kalem dan berwibawa.
Gaya bicara santun, terlihat relijius, ketika berbicara
sesekali mengutip hadits atau ayat al-quran.
2. Nama Novera Fratiwi
Jabatan Accounting and Finance
Deskripsi Novera Fratiwi memiliki pribadi yang ramah, berwawasan
luas dan kritis. Sebelum bergabung di ACT cabang
Semarang pernah menjadi bagian Finance di Rumah
Zakat cabang Yogyakarta.
3. Nama Astreatun
Jabatan Marketing Communication and Community Development
Deskripsi Astreatun memiliki pembawaan yang ramah dan ceria.
Sopan dan santun ketika bertutur kata. Dalam
menjalankan tugas sebagai marketing Communiacation
dan Community Development selalu menampilkan
performa yang optimal, selalu menjaga sikap dan tutur
kata, karena jabatan tersebut bertugas sebagai
penghubung antara stakeholder, seperti komunitas,
orgaisasi sosial dan institusi pendidikan dalam kaitanya
edukasi kebencanaan atau aksi sosial.
4. Nama Andi Rahmanto
Jabatan Partnership Manager
Deskripsi Andi Rahmanto bertitel sarjana ekonomi, sebelum
bergabung dengan ACT, didahului berkarir sebagai
akuntan di bank syariah BUMN ternama.
63
Andi Rahmanto memiliki pembawaan yang tegas, rapi
dan ramah. Partnership Manager adalah bagian strategis,
karena posisi ini adalah sebagai pintu utama perusahaan
memulai kemitraan dan kerja sama dengan ACT cabang
Semarang.
5. Nama Chafidz Rohman
Jabatan Program Manager
Deskripsi Semua program kerja ACT cabang Semarang
dikoordinasi oleh Chafidz Rohman, tugasnya sebagai
koordiator saat pelaksanaan program dengan para relawan
(MRI). Usia 25 tahun, muda energik dan humoris.
Sumber: data yang diolah.
4.2 Analisis implementasi good governance ACT cabang Semarang
Good governance dipandang sebagai sebuah paradigma baru dan
menjadi sebuah ciri yang khas yang perlu ada pada sistem tata kelola
organisasi. Meskipun pada awalnya good governance merupakan istilah yang
melekat pada organisasi pemerintahan, namun seiring berjalannya waktu,
terjadi antusiasme berbagai pihak untuk mempraktekkan prinsip-prinsip good
governance baik dari organisasi yang berorientasi profit maupun non profit.
Intinya dalam good governance dairtikan sebagai sebuah tata kelola
organisasi yang baik dengan melibatkan stakeholder terhadap berbagai
aktifitas organisasi yang dilaksanakan dengan menganut asas utama yaitu:
transparansi, akuntabilitas, supremasi hukum dan profesionalisme. Oleh
karena itu pada akhir abad ke-20 berkembang keyakinan bahwa tata kelola
organisasi yang baik dan profesional adalah kunci agar organisasi dapat
berkembang dan mendapat kepercayaan di mata masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberhasilan ACT
dalam mengembangkan organisasi kaitannya dengan penerapan atau
implementasi prinsip-prinsip good governance pada setiap aktifitas
64
organisasi. Untuk memulai proses analisa penerapan atau implementasi
prinsip-prinsip good governance pada tata kelola atau manajemen organisasi
ACT, maka data-data yang telah dikumpulkan selama proses penelitian
terlebih dahulu harus melalui beberapa proses penyaringan dan pengujian,
setelah itu kemudian dapat dilakukan analisis dan interpretasi. Sebelum
masuk kepada pembahasan inti mengenai implementasi prinsip-prinsip good
governance pada ACT, maka sebelumnya akan mengulas terlebih dahulu
ACT secara organisasional.
Dalam pelaksanaannya organisasi mempunyai beberapa perbedaan,
menurut Fuad, dkk (2006) organisasi digolongkan menjadi dua yaitu
organisasi formal dan informal. Penting kiranya untuk mengidentifikasi
apakah sebuah organisasi itu berbentuk formal atau informal, mengingat
sebuah organisasi yang legal dan profesional haruslah sebuah organisasi yang
dijalankan dengan formalitas-formalitas yang telah ditetapkan sebagai standar
agar setiap fungsi-fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai
harapan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, ACT cabang Semarang yang
menjadi sampel dan subjek penelitian merupakan sebuah organisasi yang
formal. Hal tersebut dapat dilihat dari karakteristik organisasi formal yang
terdapat pada ACT itu sendiri, yaitu:
1. ACT mempunyai sistem tugas
Sistem tugas ACT dapat dilihat dari struktur organisasi yang telah
didesain sedemikian rupa sehingga terdapat jabatan tertentu yang akan
melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensinya. Struktur organisasi
65
ACT tersebut memperlihatkan tugas, kewajiban dan cakupan wewenang-
wewenang yang memuat standar formal dalam melakukan tugasnya
masing-masing.
2. Terdapat hubungan, wewenang dan tanggung jawab
Dari sisi struktur kelembagaan pada ACT terdapat hierarki rantai
hubungan yang juga memperlihatkan wewenang dan tanggung jawab dari
setiap jabatan yang diemban. Semakin tinggi jabatan tersebut maka
berbanding lurus dengan tanggung jawab yang harus dipikul. Setiap level
jabatan memiliki garis kewenangan sendiri dan bertanggung jawab
terhadap jabatan yang terdapat setingkat dibawahnya.
Untuk memperkuat analisis tersebut, berikut ini adalah pernyataan
Sri Suroto selaku kepala cabang dalam sebuah wawancara pribadi
mengatakan,
“Terus memang kalau ada masalah di personal SDM, tugas dan
kewajiban sebagai leader, kita juga memberikan coach dan
konseling, memberikan arahan, memberikan bimbingan, motivasi
dan memberikan solusi jika kemudian ada masalah atau mendapat
hambatan. Coach dan konseling itu memang tidak bisa dipisahkan
dari perhatian kepada tim yang tergabung.”
Dari pernyataan tersebut dapat diidentifikasi bahwa, tugas dan
kewajiban di Aksi Cepat Tanggap sudah terdistribusi dengan baik, dalam
contoh tersebut adalah ketika seorang kepala cabang mendeskripsikan
mengenai tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, yaitu
melakukan coach dan konseling, memberikan arahan, memberikan
bimbingan, motivasi dan memberikan solusi jika dalam proses jalannya
organisasi terdapat hambatan yang dihadapi oleh bawahannya.
66
Dari data-data di atas, dapat ditarik benang merah bahwa ACT
merupakan sebuah organisasi yang formal yang meiliki sistem tugas,
hubungan wewenang, tanggung jawab dan pertanggung jawaban. Setelah
teridentifikasi bahwa ACT adalah sebuah organisasi yang formal, maka
selanjutnya yang perlu diidentifikasi adalah bentuk organisasi ACT itu
sendiri. Penting kiranya mengidentifikasi apakah ACT merupakan sebuah
organisasi yang berorintasi profit atau non proft karena tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menidentifikasi penerpan prinsip-prinsip good
governance pada ACT sebagai organisasi non profit.
Menurut definisi yang dikemukakan oleh Sulistiawan (2007),
organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi profit dan organisasi
non profit. Singkatnya adalah, organisasi profit adalah organisasi yang
mempunyai tujuan utama yaitu untuk memperoleh laba, sedangkan
organisasi non profit yaitu organisasi yang tujuan utamanya bukan untuk
memperoleh laba. Dalam penelitian ini, dapat dilihat visi organisasi ACT
yang berbunyi, “Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional
berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk
mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik” dan jika dilihat pula dari
fakta di lapangan mengenai program-program yang dijalankan, dapat
diidentifikasi bahwa Aksi Cepat Tanggap murni merupakan sebuah
organisasi non profit.
Sebagai sebuah lembaga formal yang legal, maka sebuah
organisasi juga harus menaati peraturan atau regulasi dari pemerintah.
67
Organisasi non profit di Indonesia biasa dikenal dengan istilah LSM atau
Lembaga Swadaya Masyarakat, definisi LSM sendiri menurut Instruksi
Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 8 Tahun 1990 adalah
organisasi yang sukarela dan merupakan wujud partisipasi masyarakat
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang menitik
beratkan kepada pengabdian secara swadaya.
ACT adalah sebuah organisasi non profit, dilihat dari sudut
pandang sejarah, awal pendirian ACT adalah berdasarkan keswadayaan
masyarakat, jika berpedoman dari Inmenagri tersebut, maka dapat
teridentifikasi bahwa ACT adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa
ACT merupakan sebuah organisasi yang formal karena terdapat formalitas
dalam setiap fungsi-fungsi organisasi. Dari bentuk organisasi ACT juga
teridentifikasi sebagai organisasi non profit, selain itu ACT juga termasuk
ke dalam Lembaga Swadaya Masyarakat jika mengacu kepada peraturan
Inmendagri.
4.2.1 Manajemen Strategik
Setiap organisasi memerlukan strategi untuk dapat mencapai
tujuannya dengan efektif. Tak terkecuali ACT yang merupakan sebuah
organisasi non profit. ACT sebagai organisasi non profit yang bergerak
pada bidang sosial dan kemanusiaan juga memiliki strategi dalam
menjalankan manajemen, hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana proses
68
manajemen berlangsung. Oleh karena itu perlu untuk mengidentifikasi
strategi manajemen ACT dengan penerapan prinsip-prinsip good
governance. Berikut ini adalah karakteristik manajemen strategik yang ada
pada ACT:
1. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala
besar
ACT pada awal pendiriannya sudah memiliki arah yang jelas,
dan untuk menuju kepada cita-cita organisasi tersebut dibentuklah
sebuah konsep yang matang dan strategis, hal tersebut terlihat dari
upaya-upaya yang dilakukan oleh para pendiri ACT, yang paling utama
adalah melakukan legalisasi hukum, shingga ACT menjadi organisasi
non profit yang berbadan hukum yang sah. Dari dokumen resmi ACT
berupa Keputusan Mentri Hukum dan HAM RI nomor: c-
1714.HT.01.02TH2005 yang mengesahkan tentang akta pendirian
yayasan Aksi Cepat Tanggap tertanggal 1 November 2005, dapat
menggambarkan bahwa para pendiri ACT telah melakukan langkah
awal untuk sebuah perencanaan yang besar, yaitu membentuk sebuah
organisasi kemanusiaan yang besar dan mempunyai kekuatan di mata
hukum, sehingga dalam setiap aktifitasnya ACT mendapat perlindungan
dan payung hukum.
2. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan
Rencana strategik adalah sebuah rencana yang berorientasi
masa depan, di ACT langkah strategis itu menjadi harapan yang optimis
69
yang selalu diupayakan oleh manajemen. Perwujudan dari orientasi
untuk masa depan ACT seperti tertuang dalam visi dan misi. Berikut ini
adalah kutipan visi ACT
“Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis
kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk
mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik.”
Jika ditelaah, dari uraian visi tersebut terdapat sebuah cita-cita besar di
masa depan, yaitu menjadi organisasi kemanusiaan global adalah cita-
cita ACT yang kini sudah tercapai. Pada awalnya ACT hanya sebuah
sekumpulan orang yang peduli terhadap fenomena kebencanaan di
tanah air, namun para pendiri tersebut memiliki visi yang besar,
sehingga capaian ACT saat ini adalah hasil interpretasi dari visi yang
berorientasi masa depan tersebut.
3. Visi dan misi
Bagi sebuah organisasi visi dan misi adalah elemen yang
wajib, sebagaimana organisasi yang profesional, visi dan misi haruslah
realistis dan strategik. Visi dan misi ACT merupakan sebuah strategi
induk yang telah dirumuskan oleh manajemen puncak. Tujuan visi dan
misi ini adalah untuk jangka panjang sebagai acuan dalam perumusan
program-program ACT.
Dalam sebuah wawancara pribadi dengan Sri Suroto, pada
pertanyaan mengenai pengembangan visi dan misi ACT untuk cabang
Semarang mengatakan,
“Ya karena kita bicara tentang humanity, kemanusiaan, maka
konsep dasar dari pusat itu ya bisa diimplementasikan ke daerah-
70
daerah, dan ACT pusat memberikan peluang yang luas, lebar dan
mengakomodir kearifan lokal, potensi lokal apa, jadi ACT tidak
terlalu kaku dari sisi program, kebijakan, prinsipnya sih
bagaimana potensi daerah, keberadaan adanya kantor ini bisa
memberikan kebermanfaatan dan memberikan kontribusi yang
luar biasa buat masyarakat.”
Dari pernyataan tersebut dapat diarik benang merah bahwa visi
dan misi ACT pusat adalah sebagai induk, yang berarti visi dan misi
tersebut menjadi landasan dari program-program yang akan dijalankan
oleh ACT di setiap cabang.
ACT telah berhasil membentuk konsep visi yang strategis dan
misi yang dapat mengantarkan kepada tujuan dengan efektif dan efisien.
Dari penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa ACT mempunyai
orientasi masa depan, hal tersebut diwujudkan bagaimana ACT
membangun sebuah visi, di dalam visi tersebut disebutkan bahwa ACT
memiliki cita-cita menjadi sebuah organisasi kemanusiaan berskala
global, dan kini seiring berjalannya waktu apa yang organisasi cita-
citakan terealisasi ke dalam program-program ACT.
4. Penjabaran rencana strategis dalam rencana operasional
Visi dan misi organisasi akan menjadi landasan bagaimana dan
seperti apa program-program organisasi itu disusun. Visi dan misi akan
menjadi landasan dari setiap rencana operasional organisasi. Rencana
operasional organisasi termasuk di antaranya yaitu bagaimana program-
program ACT direncanakan. ACT cabang Semarang merencanakan
setiap program dengan pendekatan masalah atau based problem, yaitu
dengan melakukan riset kepada fenomena sosial di masyarakat yang
71
membutuhkan sentuhan ACT. Berikut ini merupakan pernyataan dari
Sri Suroto,
“ACT Jateng programnya masih cederung tentatif ya, masih ada
beberapa titik-titik prasejahtera, kemiskinan, dan kekeringan kita
juga berkontribusi di sana. Harapan kedepannya kita punya desa
binaan dan kemudian akan kita kelola, menggerakkan
kerelawanan dan kontribusi masyarakat.”
Dari pernyataan tersebut, ACT memiliki program yang dinamis,
program yang disusun bukan sebuah program kaku melainkan program
yang menyesuaikan dengan kondisi permasalahan sosial di masyarakat
yaitu seperti kemiskinan dan kekeringan, mengingat ACT mempunyai
program dalam kaitanya dengan pengentasan kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat. Berikut ini adalah pernyataan Sri Suroto
untuk menguatkan identifikasi tersebut,
“...jadi ACT tidak terlalu kaku dari sisi program, kebijakan, prinsipnya
sih bagaimana potensi daerah, keberadaan adanya kantor ini bisa
memberikan kebermanfaatan dan memberikan kontribusi yang luar
biasa buat masyarakat.”
Penyusunan program sosial yang dinamis mengikuti dinamika
permasalahan sosial di masyarakat adalah sebuah rencana strategi ACT
agar dapat berkontribusi kepada masyarakat dengan tepat sasaran dan
masyarakat dapat merasakan manfaat dari program-program ACT.
5. Pelibatan manajemen puncak
Pada setiap organisasi manajemen puncak memiliki andil yang
sangat besar dalam perencanaan strategis, karena hal tersebut bersifat
mendasar dan prinsipil. Pelibatan manajemen puncak tidak hanya pada
penyusunan visi dan misi, namun pada keputusan strategik yang
bersifat urgent, termasuk pada aspek opersional tertentu juga
72
melibatkan manajemen puncak. Contoh pelibatan manajemen pusat di
ACT cabang Semarang dengan pusat salah satunya adalah dalam proses
operasional keuangan dan rekrutmen.
Untuk dalam urusan operasional keuanganan, contohnya adalah
ketika melakukan operasional fundrising atau penggalangan dana, Sri
Suroto ketika menjawab pertanyaan mengenai proses penggalangan
dana dalam wawancara pribadi mengatakan,
“Semua penghimpunan dari cabang disetor ke pusat dulu,
kemudian dikembalikan lagi, sesuai dengan amanah para muzaki,
donatur, terkait dengan akad transaksinya, misalnya donatur
Semarang berakad untuk membantu lokal program Semarang,
maka dananya akan dikembalikan ke Semarang lagi sesuai
dengan dana siap salurnya, dana pengelola yang telah diambil
oleh hak lembaga, jadi proporsional.”
ACT merupakan organisasi yang dalam kegiatan operasinya terdapat
aktifitas penggalangan dana dari masyarakat, hal tersebut sangat sensitif
karena pertanggung jawaban dari pengelolaan keuangan tersebut jika
terdapat kecerobohan maka nama baik ACT dapat tercoreng sehingga
kepercayaan masyarakat bisa hilang. Oleh karena itu untuk
mengantisipasi hal tersebut, dari pusat selalu terkoordinasi oleh kantor-
kantor cabang yang tersebar di seluruh Nusantara, operasional
keuangan haruslah diatur dalam prosedur yang mencegah celah-celah
untuk disalahgunakan. Dari pernyataan Sri Suroto di atas diidentifikasi
bahwa ACT secara organisasional mempunyai komitmen yang tinggi
untuk memberikan pengawasan dari sisi keuangan kantor-kantor yang
73
ada dibawaah tanggung jawabnya, di sisi lain kantor cabang juga
kooperatif mendukung pelaksanaan sistem tersebut.
Selain pelibatan dalam urusan keuangan kantor pusat ACT juga
ikut andil dalam proses rekrutmen anggota setiap kantor-kantor cabang
ACT, apabila cabang memerlukan SDM tambahan, ACT cabang akan
melibatkan ACT pusat dalam pengambilan keputusan, Sri Suroto dalam
wawancara pribadi mengatakan,
“Terkait dengan rekrutmen dan kebutuhan SDM biasanya kita
dari cabang atau pusat lansung publish ke masyarakat, baik lewat
sosial media, maupun lewat website, kemudian masyarakat yang
berminat melengkapi persyaratan kemudia kita panggil untuk
diseleksi bagi yang kualifikasi ya. Dalam mererut SDM
terkordinasi dengan pusat, karena terkait dengan operasional.
Seleksi orang pusat turun ke cabang, tergantung kebutuhan SDM.
seleksi dilakukan oleh ahli divisi HR.”
Di ACT keterlibatan kantor pusat dengan cabang dalam hal rekrutmen
menjadi pengawas sekaligus fasilitator. Pengawas maksudnya adalah
agar setiap kantor cabang memang benar-benar efektif dan efisien
dalam merekrut SDM yang ada. Sebagai fasilitator maksudnya, dalam
ACT mempunyai divisi HR khusus yang dapat menangani rekrutmen
karyawan baru. Divisi HR yang ada di pusat selalu dilibatkan dalam
proses rekrutmen karywan baru di cabang, hal tersebut karena divisi HR
di ACT mempunyai psikolog yang ahli dalam bidang rekrutmen untuk
melakukan serangkaian test agar dalam penerimaan karyawan baru
tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan dan budaya organisasi ACT itu
sendiri.
74
6. Pengimplementasian dalam program
Program-program dari sebuah organisasi adalah hasil intisari
dari visi organisasi itu sendiri. Rencana strategik sebuah organisasi
dalam kaitannya dengan imlementasi program yaitu berfokus pada
bagaimana tujuan dan cita-cita organisasi dapat diwujudkan melalui
program. Jika kembali melihat visi ACT, maka dapat terlihat bahwa
ACT mempunyai harapan masa depan untuk bisa berkontribusi di
kancah global. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut ACT telah
memiliki program yang berorientasi global, program tersebut yaitu
Global Qurban dan Global Humanity Response. Dari semua program
yang telah dilakukan oleh ACT merupakan sebuah keberhasilan dari
penerapan manajemen strategik, berawal cari penyataan visi yang
kemudian dapat terealisasi ke dalam program dan masyarakat mendapat
manfaat adalah keberhasilan pengimplementasian visi sebagai landasan
prinsipil ke dalam sebuah aksi nyata.
Dari data-data di atas, dapat diidentifikasi bahwa manajemen
ACT telah melakukan strategi manajemen dalam membangun dan
menjalankan organisasi, hal tersebut dapat diketahui dari kriteria-
kriteria manajemen strategik yang ada dalam proses manajemen ACT.
4.2.2 Good Governance
Meskipun good governance memiliki arti tata kelola
pemerintahan yang baik, bukan berarti prinsip-prinsip good governance
tersebut hanya dapat diterapkan pada organisasi pemerintahan saja.
75
Organisasi korporasi pun mengenal istilah Good Corporate Governance,
demikian juga pada organisasi non profit, Bastian (2007) mengatakan
bahwa prinsip good governance juga dapat diimplementasikan pada
organisasi non profit.
Sampai saat ini good governance telah banyak dirumuskan oleh
beberapa pihak yang mempunyai kepentingan langsung. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa prinsip-prinsip good
governance. Namun pada intinya semua menganut asas atau prinsip yang
hampir sama, yang menjadi penekanan adalah asas atau prinsip
transparansi, akuntabilitas, ketebukaan, kepastian hukum dan
profesionalisme. Namun dalam penelitian ini, prinsip good governance
yang durumuskan menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional / Bappenas pada tahun 2005 yang akan digunakan sebagai
landasan teori utama karena memuat prinsip-prinsip good governance
yang lebih rinci dan dapat mewakili semua prinsip-prinsip yang telah ada
sebelumnya.
Berikut ini merupakan analisis implementasi prinsip-prinsip good
governcance pada Aksi Cepat Tanggap cabang Semarang jika menurut
pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas Tahun
2005:
1. Wawasan ke depan (Visionary)
Organisasi yang baik tentunya mempunyai pandangan masa
depan yang jelas, pandangan tersebut tertuang dalam sebuah rencana
76
strategik. Sebuah organisasi dengan wawasan ke depan tidak lepas
dari sosok pemimpin yang visioner. Di ACT cabang Semarang
wawasan ke depan tidak hanya terdapat di visi organisasi saja seperti
yang sudah djelaskan sebelumnya. Namun peran sosok pemimpin
yang visioner juga memberikan kontribusi bagi kemajuan organisasi.
Menurut Hartanto (2009) Kepemimpinan yang visioner
adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada
kerja sama sinergistik di antara sesama anggota organisasi maupun
pihak lain, dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja sama
tersebut.
Dikatakan bahwa pemimpin yang visioner adalah pemimpin
yang mampu memberikan arahan, mampu memberikan makna dari
setiap aktifitas yang akan dilakukan, hal tersebut terjadi pada kepala
ACT cabang Semarang, dalam wawancara pribadi beberapa karyawan
ACT cabang Semarang diajukan pertanyaan mengenai testimoni
kepemimpinan pimpinan mereka. Berikut ini adalah pernyataan dari
Vera Fratiwi bagian finance ACT cabang Semarang,
“Kepemimpinan Pak Suroto kalau menurut saya, beliau bisa
menjadi panutan, beliau Branch Manager yang baik, suka
memberikan motivasi yang baik terus ada beberapa sikap beliau
yang menjadi penutan buat kita para karyawan, dan beliau juga
selalu mengingatkan tentang yang baik.”
Dari pernyataan Vera Fratiwi tersebut, disimpulkan bahwa Sri Suroto
sebagai kepala cabang ACT adalah sosok yang dapat memberi
panutan.
77
Pada kesempatan lain, Chafidz Rohman, selaku bagian
penanggung jawab program berpendapat ketika dilayangkan
pertanyaan apakah pimpinannya merupakan sosok pemimpin yang
visioner,
“Dengan sepak terjang beliau yang malang melintang di dunia
sosial. Baliau banyak membimbing kami, memberikan arahan
dan ide-ide segar yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.”
Selain itu, Chafidz juga mengutarakan bagaimana Sri Suroto
memotivasi setiap karyawan ACT,
“Saya kira beliau juga memberikan arahan yang kemudian itu
menjadi hal yang urgent harus dieksekusi ya dieksekusi, cuman
di sini beliau juga memberikan ruang kepada saya katakanlah
untuk berkreasi, dalam artian ini juga proses pembelajaran
kepada saya untuk bisa mengelola sisi kepemimpinan. Dengan
program-program yang sekian banyak di ACT, cuman beliau ya
membantu misalkan, memberikan motivasi misalkan,
programnya banyak dilink-kan dengan mitra-mitranya. Saya kira
pengalaman beliau di dunia kemanusiaan juga sudah lama, dulu
sebelum di ACT pernah menempati di beberapa lembaga
kemanusiaan, dan hal itu yang beliau ajarkan kepada saya untuk
motivasi.”
Dari pernyataan tersebut dapat diambil benang merah bahwa Sri
Suroto mempunyai pendekatan interpersonal yang baik dalam
menjalain hubungan dengan bawahan yang dipimpin.
Astreatun bagian Community and Development juga
memberikan jawaban ketika diajukan pertanyaan yang sama,
“Mungkin dengan pengalamannya karena sudah bertahun-tahun
mengabdikan dirinya di ranah ini jadi banyak muncul ide-ide ya
mas. ”
Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa Sri Suroto selaku kepala
cabang adalah orang yang kompeten dan memiliki banyak
pengalaman di bidang sosial.
78
Selain sisi visioner dari sudut pandang kepemimpinan, yang
paling utama dan menjadi indikator minimal yaitu bagaimana
organisasi membentuk sebuah misi. Dari penjelasan sebelumnya ACT
telah memiliki sebuah visi yang kuat. Dalam hal visi organisasi, Sri
Suroto mengatakan,
“ACT sebagaimana visi kita ya, menjadi organisasi global yang
profesional, berbasiskan kedermawanan dan kerelawanan
masyarakat global untuk mewujudkan kehidupan yang lebih
baik.”
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat diidentifikasi bahwa ACT
merupakan sebuah organisasi yang mempunyai visi yang jelas dan
kuat secara organisasional. Selain itu ACT juga memiliki seorang
pemimpin yang dipandang bawahannya sebagai pemimpin yang
mengayomi, mempunyai wawasan ke depan dan kreatif dengan
sebuah ide-ide baru atau visioner.
2. Keterbukaan dan transparansi (Openess and transparency)
Rahman (2004) mengatakan transparansi adalah keterbukaan,
yaitu sebuah pengungkapan informasi kinerja organisasi baik
ketepatan waktu maupun akurasinya. Dengan transparansi, pihak-
pihak terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas
dasar apa keputusan-keputusan tertentu dibuat serta bagaimana suatu
organisasi dikelola.
Organisasi yang profesional dituntut untuk memberikan akses
pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh dan tepat
waktu. ACT sebagai organisasi non profit yang bergerak pada bidang
79
sosial dan kemanusiaan adalah sebuah lembaga yang juga
menghimpun dana dari masyarakat. Oleh karenanya kepercayaan
masyarakat adalah hal yang sangat penting yang harus dijaga dan
dipertahankan. ACT dalam upayanya untuk menjadi sebuah organisasi
yang profesional juga mendukung asas keterbukaan dan transparansi.
Berikut Sri Suroto dalam sebuah wawancara pribadi mengatakan,
“Alhamdulillah ACT semua penghimpunan dapat diakses online
dan realtime, di act.id (website resmi ACT), disitu bisa dilihat
transaksi yang masuk, kemudian penyalurannya, dan aksi-aksi
yang dilakukan ACT, semuanya transparan dan disampaikan ke
publik, karena memang publik bagian dari audit eksternal
kelembagaan. Dan ACT juga diaudit oleh akuntan publik ya,
alhamdulillah ya sejak awal sampai saat ini, WTP, wajar tanpa
pengecualian, artinya donasi yang dihimpun dari donor,
dipertanggung jawaban ke publik, dan semuanya tersalurkan
dengan baik sesuai amanah. Kemudian ACT dalam pengelolaan
progam-programnya, yang jelas karena core kita adalah
kemanusiaan, aksi-aksi kemanusiaan, semaunya pun transparan,
disampaikan ke publik, di web itu adalah sarana komunikasi
kita, program yang kita lakukan, dan isnya Allah masing-masing
cabang dan ACT pusat sangat masive sekali, dan kita juga
alhamdulillah, yang paling kuat itu justru banyak melibatkan
para relawan dan menggerakan masyarakat...”
Selain itu dalam kesempatan wawancara lain dengan Sri Suroto,
ketika ditanyakan mengenai komitmen ACT dalam menjunjung
prinsip transparansi mengatakan bahwa,
“Bahkan, sebetulnya kalau kita lihat ya antara apa namanya,
lembaga-lembaga atau departemen yang ada hubungannya
dengan menghimpun dana dari masyarakat, itu kayak dirjen
pajak, bea cukai, itu kan mereka menghimpun dan dari
masyarakat kita pun juga mungkin hampir sama ya, cuman
bedanya mereka ada undang-undang dengan adanya kewajiban
dan punishment, ketika orang membayar pajak dan sebagainya
kan ada denda dan sebagainya bahkan sampai pidana, ketika
kita berada di lembaga seperti ini, kita pun tentatif hampir
sama, toh program-program kita itu banyak memberikan
bantuan pada kepentingan bangsa dan negara kita, misalnya
80
terkait dengan bencana, bencana itu kan tanggung jawab yang
pertama adalah tentunya negara ini, karena mereka ada angaran
APBN yang berasal dari pajak, kalau kita berkontribusi
membangun kesadaran masyarakat, mengedukasi masyarakat,
menghimpun dana dari masayarakat, yang kemudian kita
salurkan pada masayarakat kembali dan kemudian kita
pertanggung jawabkan, terhadap dana yang dihimpun dan
pengelolaannya dan penyaluaranya secara transparan. Bisa
diaudit, bahkan alhamdulillah sejak berdiri sampai dengan
sekarang, terkait dengan operasional aktifitas lembaga, kita
diaudit oleh akuntan publik yang kemudian kita laporkan secara
transparan kepada masayarakat, bahkan di web kita pun sampai
sekarang kita laporkan secara online dan memang pengelolaan
lembaga terkait dengan menghimpun dan masyarakat, kita juga
salah satu lembaga yang profesional ya transparansi,
transparansi penghimpunan, transparansi pengelolaan dan
pelaporan.”
Dari kesempatan wawancara lain Sri Suroto menjelaskan bagaimana
transparansi ACT dalam menyalurkan donasi masyarakat sesuai
dengan akadnya,
“Kita sudah klasifikasikan terkait dengan trasnaksi dana yang
masuk ya, misalnya kejadian kemarin, banji bandang di Garut,
kemudian apa yang dilakukan ACT, ACT segera turun ke
lapangan, melakukan assesment, kebutuhan apa, data-data
tentang kebencanaan kita update terus, yang jelas kita
berkomunkasi dan intens, bekerja sama dengan BNPB, karena
mau nggak mau kita pengananan bencana ini harus
terkonsolidasi, tidak bisa, satu LSM berja sendiri-sendiri, semua
harus terkoordinasi. Setelah itu kita publish ke masyarakat, dan
kemudian alhamdulillah, dukungan dan support masyarakat,
terkit dengan donasi kebencanaan sesuai dengan akadnya kita
salurkan, misalnya akadnya Garut ya sudah, kita fokuskan ke
situ dan kita salurkan ke masyarakat, dalam bentuk playanan-
pelayanan, misalnya kesehatan, pendidikan, atau yang darurat,
sembako. Dan nantinya kita pertanggung jawabkan, berapa dana
yang dihimpun, disalurkan dalam program apa, berapa penerima
manfaat, beapa orang yang mendapatkan donasi, semuanya
terdokumentasi, semua terdata, dan ini yang kita sampaikan ke
publik. Jadi dari semua dana yang masuk, sesuai dengan akad
transaksi, kemudian kita lihat kebutuhan masyarakat apa, terkait
kesehatan kita berikan pelayanan kesehatan, pelayanan
kesehatan programnya apa saja, misalnya cek sehat, pemberian
obat, kemdian pasiennya siapa saja semua terdata. Sehingga
81
pengelolaan ini kita laporkan ke donor, ynag memberikan
donasi.”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa, upaya ACT dalam
memberikan kepercayaan kepada masyarakat khususnya donatur ialah
dengan cara disiplin dalam prosedur pengelolaan keuangan dan juga
melibatkan auditor eksternal, dengan hasil audit WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian) berarti kinerja keuangan ACT berjalan dengan baik,
jujur dan tidak ada kecurangan. Selain itu, di dalam website juga
tersedia publikasi laporan keuangan tahunan dan dokumentasi setiap
program yang telah dilakukan. Melibatkan akuntan publik dan website
sebagai sarana informasi yang mudah merupakan sebuah terobosan
dan komitmen ACT dalam kaitanya dengan prinsip trasparansi dalam
kelembagaan.
3. Partisipasi masyarakat (Participation)
Terlibatnya masyarakat di dalam organisasi baik secara
langsung maupun tidak langsung menunjukan bahwa organisasi
tersebut berhasil menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan
sekitar, khusunya masyarakat. Organisasi yang mempunyai hubungan
langsung dengan masyarakat tentunya menjadikan masyarakat sebagi
mitra strategis. Tidak terkecuali ACT yang merupakan sebuah
organisasi sosial dan kemanusiaan, eksistensi ACT sendiri adalah
hasil dari dukungan dan kepercayaan masyarakat. Hal itu terlihat dari
pendanaan ACT itu sendiri yaitu berasal dari dana uluran tangan atau
donasi yang juga berasal dari masyarakat. Selain itu, ACT juga
82
memiliki basis relaawan yang bernama Masyarakat Relawan
Indonesia atau MRI yang terdiri dari orang-orang dari berbagai
lapisan masyarakat yang bersedia untuk berkontribusi untuk menjadi
relawan secara sukarela tanpa diberikan bayaran.
Dalam prinsip good governance sebuah organisasi yang baik
adalah organisasi yang dapat menjalin hubungan baik dengan
masyarakat. Dalam kaitannya dengan pelibatan partisipasi masyarakat,
Sri Suroto mengatakan bahwa,
“Harapan kedepannya kita punya desa binaan dan kemudian
akan kita kelola, menggerakkan kerelawanan dan kontribusi
masyarakat. Jadi, masalah kemanusiaan dengan berbagai
macam problematika, kita akan bisa menjadi solusi ketika
gerakan kerelawanan dan kedermawanan juga gerakan
kemanusiaan ini kita kampanyekan di masyarakat.”
Hubungan ACT dan relawan tak terpisahkan, ACT selalu berupaya
untuk melibatkan masyarakat agar berpartisipasi dalam setiap aktifitas
ACT, khususnya dalam kaitanya dengan menumbuhkan sikap
kerelawanan di masyarakat. ACT mempunyai basis masa sebagai
database relawan yang tersebar di seluruh negeri, relawan ACT
tergabung dalam wadah MRI, dalam wawancara pribadi dengan Sri
Suroto ketika menjawab pertanyaan seputar MRI mengatakan,
“Mas Chafidz, Program, beliau salah satu yang mengkoordinasi
tentang gerakan kerelawanan, namanya MRI, Masyarakat
Relawan Indonesia, kita melibatkan publik, supaya gerakan
kerelawan ini menjadi bagian karakter personal dari masyarakat,
dan ketika gerakan kerelawanan ini luar biasa masive, maka
segala hal problematika masyarakat bisa diselesaikan, jadi
kadang kala suatu program itu tidak melulu dengan uang, tapi
mungkin ada personal yang kebetulan memiliki disiplin ilmu
tertentu, skill tertentu, keahlian tertentu, dia punya jiwa
kerelawanan ilmunya dapat dibagikan secara free, sehingga
83
ilmunya dapat merubah masyarakat dari kemunduran,
kemiskinan untuk bisa berdaya. Bisa jadi seorang dokter,
seorang medis, dia berkontribusi mungkin dalam aksi-aksi
bencana, sosial, atau daerah yang rawan dengan penyakit, atau
mengedukasi masyarakat dan membagikan ilmunya secara
gratis, itu bisa jadi solusi, bayangkan kalau itu harus berbayar
pastikan luar basa dananya. Tapi intinya gerakan kerelawan ini
menggerakkan sisi baik masyarakat, kita berharap bagaimana
kita bisa meiliki banyak peran, yang memang benar dirasakan
oleh masyarakat yang lain, Insya Allah.”
Selain itu ketika ditanya mengenai interaksi antara kepala cabang
ACT dengan para relawan, Sri Suroto mengatakan,
“Kebetulan kepala cabang di ACT sekaligus koordinator
relawan, ibaratnya apa ya sebagai ketua relawannya, dan
bertanggung jawab untuk mendinamisasi gerakan relawan ini,
dan nanti ada struktur tersendiri lagi.”
Dalam menjaga partisipasi atau keterlibatan masyarakat yang
diwadahi dalam MRI, Sri Suroto selaku kepala cabang juga menjaga
komunikasi dan hubungan interpersonal secara langsung sehingga
melibatkan diri dalam tubuh relawan tersebut.
Keberhasilan ACT cabang Semarang dalam membangun
hubungan dengan masyarakat terlihat dari jumlah relawan ACT yang
berada dibawah koordinatornya, Sri Suroto menjawab pertanyaan
ketika ditanya jumlah relawan ACT cabang Semarang,
“Jadi untuk di Jawa Tengah tidak banyak sih, sekitar tiga ratusan
relawan, dan kebetulan kita tiap tahun itu ada program volunteer
camp, ini adalah sebagai saran rekrutmen sekaligus membangun
edukasi buat masyarakat, pentingnyagerakan masyarakat. Ini
tidak semata-mata merekrut tapi mereka harus dibekali dengan
ilmu, misalnya tentang mitigasi bencana, recue, sesuai dengan
bidang-bidang kompentensi dan kemampuan-kemampuan
personal SDM, jadi kita petakan.
84
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat teridentifikasi bagaimana
ACT selalu berupaya untuk proaktif membangun hubungan dan
keterlibatan bersama masyarakat.
4. Tanggung gugat (Accountability)
Tasmara (2006) mengatakan bahwa akuntabilitas adalah
kemampuan untuk mampu menjelaskan, menjawab, dan
mempertanggung jawabkan seluruh keputusan-keputusan dan tindak
perbuatan yang kita lakukan. Akuntabilitas juga berkaitan dengan
sikap keterbukaan.
Jika melihat akuntabilitas dari sisi keuangan, ACT dalam
setiap tahun mempublikasikan hasil audit keuangan di dalam website
resmi. Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk memberikan dan
menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Akuntabilitas dalam prinsip good governance mempunyai
indikator minimum yaitu, bagaimana sebuah organisasi melakukan
dan disiplin terhadap prosedur standar yang telah ditetapkan dalam
aktivitas tertentu. Ketika ditanyakan mengenai upaya ACT
menjunjung akuntabilitas dalam berorganisasi, Sri Suroto memberikan
contoh ACT menjunjung akuntabilitas berorganisasi salah satunya
dengan kedisiplinan dalam melakukan standar prosedur yang ada di
organisasi, contohnya adalah ketika melakukan aksi sosial pada saat
terjadi banjir bandang di Garut pada awal Oktober 2016,
“Misalnya kejadian kemarin, banjir bandang di Garut, kemudian
apa yang dilakukan ACT. ACT segera turun ke lapangan,
85
melakukan assesment, kebutuhan apa, data-data tentang
kebencanaan kita update terus, yang jelas kita berkomunikasi
dan intens, bekerja sama dengan BNPB, karena mau nggak mau,
kita penanganan bencana ini harus terkonsolidai, tidak bisa, satu
LSM berja sendiri-sendiri, semua harus terkoordinasi. Setelah
itu kita publish ke masyarakat, dan kemudian alhamdulillah,
dukungan dan support masyarakat, terkit dengan donasi
kebencanaan sesuai dengan akadnya kita salurkan, misalnya
akadnya Garut ya sudah, kita fokuskan ke situ dan kita salurkan
ke masyarakat, dalam pentuk playanan-pelayanan, misalnya
kesehatan, pendidikan, atau yang darurat sembako. Dan
nantinya kita pertanggung jawabkan, berapa dana yang
dihimpun, disalurkan dalam program apa, berapa penerima
manfaat, berapa orang yang mendapatkan donasi, semuanya
terdokumentasi, semua terdata, dan ini yang kita sampaikan ke
publik. Jadi dari semua dana yang masuk, sesuai dengan akad
transaksi, kemudian kita lihat kebutuhan masyarakat apa, terkait
kesehatan kita berikan pelayanan kesehatan, pelayanan
kesehatan programnya apa saja, misalnya cek sehat, pemberian
obat, kemudian pasiennya siapa saja, semua terdata. Sehingga
pengelolaan ini kita laporkan ke donor, yang memberikan
donasi.”
Dari pernyataan tersebut, dapat terlihat bahwa ACT telah
memiliki standar prosedur tertentu dalam kaitannya aksi merespon
bencana dengan cepat. Pelaksanaan standar prosedur yang disiplin
merupakan bagian dari akuntabilitas sebuah organisasi yang memiliki
tata kelola yang baik.
5. Supremasi hukum (Rule of law)
Indonesia adalah negara hukum, dengan kata lain setiap
sendi-sendi kehidupan bernegara adalah berdasarkan hukum yang
berlaku. Kepatuhan sebuah organisasi kepada hukum yang paling
dasar dapat terlihat dari legalitas organisasi tersebut di mata hukum di
Indonesia, dengan kata lain telah sah dan legal mendapat izin dari
86
pemerintah. Jika sebuah organisasi telah sah di mata hukum, maka
setiap aktifitas organisasi akan mendapat perlindungan dari payung
hukum. Selain itu juga akan menambah kepercayaan masyarakat.
Dalam penelitian ini, penting kiranya untuk mengidentifikasi
bagaimana kedudukan ACT di mata hukum. Setelah melalui
pengumpulan data, didapatkan sebuah dokumen resmi sebagai berikut
ini:
1. Keputusan Mentri Hukum dan HAM RI nomor: c-
1714.HT.01.02TH2005
2. Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Bantuan dan Jaminan
Sosial No. 33/BSKBA/I/2006
Dokumen pertama, yaitu dokumen yang dikeluarkan oleh
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Dalam dokumen tersebut menerangkan bahwa, ACT telah sah secara
hukum menjadi yayasan yang legal.
Dokumen kedua, yaitu dokumen yang dikeluarkan oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa ACT
adalah mitra Departemen Sosial sebagai satuan penanggulanagan
bencana bidang bantuan sosial di seluruh Indonesia.
Dari dokumen-dokumen tersebut teridentifikasi bahwa ACT
merupakan sebuah organisasi non profit yang legal. Selain itu ACT
dalam sebuah wawancara pribadi Sri Suroto juga menjelaskan tentang
87
komitmen ACT untuk menjadi organisasi yang taat hukum di
Indoensia,
“Alhamdulillah, secara personal atau kelembagaan semuanya
harus taat kepada hukum, kalau hukum dan aturan ini yang
akan memayungi pergerakan atau aktifitas secara personal
ataupun kelembagaan supaya teratur, terarah dan bertanggung
jawab. ACT kita juga sama, semua regulasi pemerintah kita
tekuni, kita taati, sebagai payung koridor, bagaimana batasan
kegiatan aksi dibolehkan atau tidak sebagainya, itu kan hukum
jelas, ACT menyikapi hukum di Indonesia adalah hukum yang
positif yang harus ditaati dan diterapkan. Bahkan ACT di mata
pemerintah, ACT merupakan salah satu lembaga ynag
menginisiasi BNPB, Badan Nasional Penaggulangan Bencana.
Jadi ketika awal bencana tsunami di Aceh, tahun 2004 atau
2005, alhamdulillah ACT termasuk bagian yang bergerak di
awal, dan saat iulah kita baru bersadar, tentang arti pentingnya
penanganan bencana, yang memang harus secara khusus dan
serius, disikapi, apalagi permasalahan di Indoensia potensi
kebencanaan di Indoensia punya kerawanan bencana yang
tinggi. Terutama gunung berapi yang tersebar begitu banyak di
Indonesia, poensi meletus sewaktu-waktu, ya gempa dan
tsunami, tanah longsor dan banjir yang luar biasa, ini Indonesia
tentang potensi bencana memang luar biasa. Maka kita sebagai
lembaga harusnya mengedukasi memberikan penyadaran,
memberikan penyadaran tentang potensi bencana yang bisa
terjadi sewaktu-waktu muncul. Pada prinsipnya ACT terhadap
kepatuhan hukum di Indonesia sangat mendukung dan memang
harus ditegakkan.”
Dari pernyataan-pernyataan di atas ACT memiliki komitmen yang
tinggi terhadap kesadaran hukum. Kepercayaan masyarakat saat ini
juga bagian dari cerminan ACT sebagai organisasi yang legal dan
patuh tehadap hukum yang berlaku di Indonesia.
6. Demokrasi (Democracy)
Robbin dan Judge (2008) mengatakan tentang pengembangan
organisasi (Organizational Development), untuk sebuah organisasi
agar dapat berkembang memerlukan intervensi atau peran berupa nilai
88
humanis dan demokratis yaitu dengan upaya untuk meningkatkan
keefektifan karyawan dan kesejahteraan karyawan. Dari situ dapat
dikatakan bahwa demokrasi di dalam sebuah organisasi mempunyai
peranan penting dalam berorganisasi.
Indikator minimal sebuah organisasi dikatakan demokratis
adalah ketika adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi.
Bagaimana aspirasi dapat tersalurkan dengan baik dapat terlihat dari
bagaimana pemimpin memfasilitasi dan merespon setiap fenomena
yang berkaitan dengan aspirasi karyawan di dalam lingkungan ACT
cabang Semarang. Sebagai pemimpin dalam mendukung upaya
demokrasi di ACT cabang Semarang, Sri Suroto selalu memposisikan
diri sebagai mentor.
“Sebagai leader, kita juga memberikan coach dan konseling,
memberikan arahan, memberikan bimbingan, motivasi dan
memberikan solusi jika kemudian ada masalah atau mendapat
hambatan. Coach dan konseling itu memang tidak bisa
dipisahkan dari perhatian kepada tim yang tergabung.”
Dalam kesempatan lain dengan Chafidz ketika ditanyakan mengenai
cara komunikasi kepemimpinan Sri Suroto,
“Beliau santai, humanis, tidak ada sekat beliau seorang BM, itu
jadi bumbulah bagaimana tim ini bisa solid. Ketika ada
karyawan yang kinerjanya kemudian diberikan apresiasi, ketika
beliau salah juga beliau meminta maaf.”
Dari pernyataan di atas, dalam hal praktik demokrasi jika
dihubungkan dengan penyampaian aspirasi di dalam organisasi dan
sikap pemimpin dalam menerima aspirasi bawahannya, dapat
disimpulkan bahwa Sri Suroto selalu terbuka, bahkan dengan
bijaksana seorang pemimpin mengatakan permohonan maaf jika
89
terdapat kesalahan kepada bawahannya. Garis merahnya, di ACT
cabang Semarang dalam proses rapat setiap anggota memiliki hak dan
kewajiban untuk mengutarakan usulan dan saran. Ketidakpuasan
terhadap karyawan lain atau kepada pemimpin juga dapat disampaikan
dengan demokratis., dengan demikian ACT menjunjung nilai
demokratis dalam berorganisasi.
7. Profesionalisme dan kompetensi (Professionalism and competency)
Menurut Sony Keraf (1998) seorang profesional adalah orang
yang punya integritas pribadi yang tinggi dan mendalam, yang selalu
menjaga nama baik, komitmen moral, tuntunan profesi serta nilai-nilai
dan cita-cita yang diperjuangkan oleh profesinya.
Jika melihat profsionalisme pada ACT cabang Semarang,
maka akan dihadapkan kepada seseorang pekerja sosial atau social
worker. Pekerja sosial di Indoenesia tidak cukup popoular dan bahkan
tidak digolongkan ke dalam karir prioritas, mungkin hanya menjadi
pilihan kedua bahkan terakhir.
ACT adalah sebuah organisasi kemanusiaan non profit,
bukan berarti karena organisasi non profit maka orang-orang yang ada
di dalamnya adalah bukan orang yang bisa dianggap cakap atau
profesional. Setiap karyawan ACT berkomitmen untuk berkarir di
bidang sosial sebagai seorang social worker. Banyak hal yang melatar
belakangi kenapa berkarir di ACT menjadi sebuah pilihan. Hampir
semua karyawan ACT adalah orang-orang terpelajar dan
90
berpendidikan tinggi. Bahkan, ada yang sebelumnya menjadi bankir di
salah satu bank berplat merah. Hal tersebut dapat menandakan bahwa
ACT berisi orang-orang yang kompeten dan profesional di bidangnya.
Profesionalisme sebuah organisasi dapat dilihat dari anggota
organisasi yang memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu. Dari
observasi dan wawancara di lapangan, diketahui bahwa sebagai
contohnya, branch manager ACT cabang Semarang adalah seseorang
yang mempunyai kompetensi di dunia sosial, dari wawacara dengan
Sri Suroto, diketahui bahwa sebelum menjadi branch manager ACT
cabang Semarang, didahului bekerja pada organisasi amil zakat yang
bergerak pula pada kegiatan kemanusiaan, yaitu Rumah Zakat selama
sebelas tahun. Selain itu juga aktif sebagai koordinator dari sebuah
forum zakat terbesar di Jawa Tengah, yaitu Forza Jateng, “Kebetulan
saya ketua Forum Zakat Jawa Tengah, Saya ketua Forza Jateng,
koordinaor se-Jawa Tengah…”
Jika melihat profesionalisme ACT dalam merekrut karyawan,
Sri Suroto mengatakan,
“Terkait dengan rekrutmen dan kebutuhan SDM biasanya kita
dari cabang atau pusat lansung publish ke masyarakat, baik
lewat sosial media, maupun lewat website, kemudian
masyarakat yang berminat melengkapi persyaratan kemudian
kita panggil untuk diseleksi, bagi yang kualifikasi ya. Dalam
mererut SDM terkordinasi dengan pusat, karena terkait dengan
operasional. Seleksi orang pusat turun ke cabang, tergantung
kebutuhan SDM. seleksi dilakukan oleh ahli divisi HR.”
91
Tidak hanya itu, untuk mempersiapkan karyawan yang kompeten pun
ACT punya serangkaian upaya demi menjaga profesionalitas, seperti
yang dikatakan oleh Chafidz berikut ini,
“Kalau di ACT sendiri dari sisi ACT sendiri memang sisi
kapasitas kemudian diberikan apresiasi ya dalam artian awal
ketika masuk kita diberikan orientasi, diberikan kepahaman
tentang job desk utama dari tugasnya. Selain itu juga pemberian
apresiasi disini sebenarnya lebih kepada bagaimana tim itu
bergerak, karena disini kita satu kesatuan. Kalau saya sendiri
kerja itu tidak hanya soal materi saja, tapi juga kepuasan batin
yang tidak ternilai dengan nominal uang.”
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa, ACT mempunyai
sumber daya yang ahli dan profesional dibidangnya, buktinya adalah
bagaimana proses rekrutmen yang selama ini dijalankan ahli HR,
selain itu demi menjaga profesionalisme ACT mengupayakan
serangkaian program orientasi agar mempersiapkan karyawan yang
berkualitas dan profesional.
Dalam kesempatan wawancara dengan Andi, ketika diajukan
pertanyaan mengenai kesejahteraan karyawan yang bekerja di ACT
mengatakan,
“Alhamdulillah kalau di ACT karena ini lembaga besar dan
kepercayaan masyarakat, lembaga ini selalu memberikan yang
terbaik bagi SDMnya, memberikan imbalan selayaknya lembaga
yang cari untung, semua diberi imbalan sesuai kompetensinya,
tapi ya mungkin tidak sebesar lembaga-lembaga yang cari laba
mas, kayak bank-bank, atau perusahaan seperti itu.”
Pertanyaan serupa diajukan kepada Chafidz,
“Kalau saya memandang ACT dari sisi nilai kemanusiaan,
kemudian profesionalisme untuk membantu masyarakat. Itu
terlihat banget bahkan itu terbukti, ternyata bekerja di dunia sosial
itu tidak hanya sebatas suka, tapi harus digarap dengan
profesional, biar manfaatnya jelas dan karya-karyanya terlihat
jelas.”
92
Jawaban dengan pertanyaan serupa juga dikatan oleh Atreatun,
“Insya Allah iya, karena di sini manajemennya profesional,
seseorang pegawai diberikan katakanlah gaji sesuai
kompetensinya, dan untuk ACT di Semarang ini di atas UMR,
yang kalau nggak salah 1,8 atau 1,9 itu ya mas.”
Hampir semua senada ketika menjawab pertanyaan tentang
kesejahteraan yang dijamin oleh ACT, meskipun sebuah organisasi
non profit namun manajemen ACT adalah manajemen yang
profesional, prestasi dan kompetensi diperhatikan oleh manajemen
dalam pemberian gaji. Sehingga karyawan yang bekerja di ACT
seperti halnya seorang pekerja di perusahaan yang komersil.
Mengenai para pegiat atau pekerja sosial, ketika menjawab
pertanyaan tentang pekerjaan sebagai social worker, Sri Suroto juga
mengatakan,
“Suatu lembaga walaupun itu lembaga Social Planner atau
Social Worker, profesional tetap harus dijaga, bahkan dalam
agama kita kalau semangat kita adalah menjadikan segala
aktifitas bernilai nilai ibadah, kita harus bekerja secara
profesional, secara ihsan, demikian pula di dunia Social Worker
seperti ini juga profesional, kita menghadirkan yang terbaik,
berkontribusi kepada masyarakat dengan maskimal, dan
lembaga pun juga memberikan apresiasi yang luar biasa kepada
semua SDM yang bergabung disini.”
Dari pernyataan tersebut dapat ditarik benang merah bahwa dalam
dunia non profit, atau dunia pekerja sosial profesionalisme juga harus
dibangun. Dikatakan pula, dalam setiap aktifitas selalu menghadirkan
yang terbaik, berkontribusi kepada masyarakat secara maksimal.
Disamping itu atas kerja keras, komitmen dan sikap profesional
tersebut manajemen memberikan penghargaan kepada setiap pegawai
yang berkinerja baik.
93
Dengan demikian, bagaimimana cara pandang ACT tentang
profesionalisme dan praktik dilapangan menunjukan bahwa ACT
menjalankan organisasi secara profesional.
8. Daya tanggap (Responsiveness)
Daya tanggap adalah seberapa cepat sebuah organisasi
merespon dan mengambil keputusan untuk bertindak. Daya tanggap
organisasi berbeda-beda, ada sebuah organisasi yang ketika harus
menindak suatu kejadian harus melalui beberapa tahap tertentu untuk
bisa sampai ke tahap eksekusi. Biasanya yang demikian adalah
melalui proses perijinan dan persetujuan atasan untuk melakukan
sebuah tindakan tertentu. Hal yang demikian terkadang membuat
pengambilan keputusan terasa lebih lama dan berbelit-belit.
Contoh sederhana dalam organisasi daya tanggap berkaitan
dengan pelayanan, indikator minimalnya yaitu tersedianya prosedur
dan layanan yang mudah dipahami masyarakat, dan adanya tindak
lanjut yang cepat dari pelaporan tersebut.
Dalam penelitian ini, pelayanan yang diberikan ACT kepada
masyarakat yaitu menerima permintaan untuk berdonasi, berzakat,
permohonan kerja sama, permohonan bantuan sosial atau menerima
laporan terjadinya bencana di suatu tempat.
Pada saat melakukan observasi di kantor ACT cabang
Semarang, terlihat bagaimana Front Office ACT melayani sebuah
panggilan telepon, melayani permintaan kerja sama mahasiswa untuk
94
melakukan permohonan pelatihan dan lain-lain. Terlihat bahwa ACT
telah memiliki serangkaian prosedur dalam menjawab atau
mengangkat telepon dari client, terlihat terstruktur dan sitematis.
Selain pelayanan di kantor daya tanggap yang lebih menonjol
yang ada di ACT adalah daya tanggap dalam merespon kebencanaan,
nama Aksi Cepat Tanggap sendiri adalah sebuah bagian dari
komitmen ACT dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
haruslah cepat dan tanggap atas fenomena kebencanaan yang terjadi.
Dalam suatu kesempatan wawancara, Sri Suroto mengatakan,
“Alhamdulillah kita menggerakkan masyarakat untuk peduli dan
kita melibatkan masyarakat yang peduli ini tergabung ke dalam
relawan namanya MRI atau Masyarakat Relawan Indonesia,
tersebar di seluruh penjuru Nusanatara bahkan di global,
sehingga isu-isu berbagai persoalan cepat kita merespon.
Misalnya ketika ada informasi kebencanaan di daerah tertentu,
dan informai itu kemudian masuk di kami ACT, maka segera
kita melakukan assesment data awal, kemudian kita juga segera
mengirimkan bantuan, minimal bantuan awal dulu, untuk
memberikan kepada yang membutuhkan. Dan kecepatan
memang harus kita miliki, karena bencana adalah kejadian yang
luar biasa, ketika kita lambat dalam respon, maka korban dan
jiwa yang melayang akan semakin banyak. Dan fungsi dari kami
ketika kita dapat melibatkan masyarakat sebagai relawan, dan
masyarakat juga bersemangat ketika menginformasikan hal
seperti ini, maka penangananya lebih cepat dan tepat, Insya
Allah hal-hal yang tidak diinginkan dapat diminalisir sekecil
mungkin. Kecepatan dalam respon ini bagian dari karakter
kami.”
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, ACT mempunyai
komitmen yang besar dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Kecepatan ACT dalam merespon fenomena bencana
diklaim sebagai sebuah ciri yang melekat pada ACT itu sendiri.
95
Sehingga penamaan organisasi ini adalah manifestasi dari komitmen
untuk memberikan respon yang cepat dan cepat.
9. Keefisienan dan keefektifan (Efficiency and effectiveness)
Menurut ahli manajemen Peter Drucker, efektifitas adalah
melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan
efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things
right). Organisasi dikatakan memiliki tata kelola yang baik harus
memiliki prinsip efisiensi dan efektifitas, indikator minimum sebuah
organisasi dapat dikatakan efektif dan efisien adalah ketika
terlaksananya administrasi penyelenggaraan yang berkualitas dan tepat
sasaran dengan penggunaan sumber daya yang optimal dan
berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi atau
unit kerja.
Penyelenggaraan administrasi yang berkualitas adalah ketika
sumber daya dimanfaatkan secara optimal. Di dalam ACT sendiri
penggunaan sumber daya yang telah dioptimalkan adalah sumber daya
SDM. Sebagai contoh misalnya, ketika akan melakukan rekrutmen
karyawan baru, maka ACT akan menugaskan seseorang yang psikolog
yang ahli dalam bidang rekrutmen dari pusat. Ahli tersebut akan
menggunakan serangkaian psikotes untuk dapat menilai calon
karyawan yang masuk sesuai kebutuhan organisasi agar tepat sasaran.
Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi
organisasi atau unit kerja juga menjadi indikator minimum sebuah
96
organisasi dikatakan good governance. Di dalam ACT setiap struktur
organisasi telah diberikan job deskripsi masing-masing, dengan kata
lain, tidak ada unit atau posisi jabatan tertentu yang sama atau tumpang
tindih.
Jika mengacu pada pendapat Peter Drucker, efektifitas adalah
melakukan pekerjaan yang benar, pada ACT setiap pekerjaan telah
terdistribusi dengan baik melalui struktur organisasi yang sedemikian
rupa. Misalnya kepala cabang yang dijabat oleh Sri Suroto, dalam
melakukan pekerjaannya selama ini sudah dilakukan dengan benar
dan melakukan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) sebagai seorang
pemimpin, bahkan atas kinerjanya mendapat pengakuan dan apresiasi
dari bawahannya.
10. Desentralisasi
Jika dalam istilah manajemen publik, Hessel (2007)
mendefinisikan desentralisasi adalah sebuah sistem pengelolaan
pemerintahan yang berupa pelimpahan, lawan dari sentralisasi atau
pemusatan. Maka dengan kata lain terdapat suatu wewenang khusus
yang diberikan oleh pusat kepada pemangku jabatan dibawahnya untuk
pengambilan keputusan tertentu. Dalam prinsip tata kelola organisasi
yang baik atau good governance, desentralisasi menjadi salah satu
prinsip penting, organisasi yang menerapkan prinsip desentralisasi
ditandai dengan adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang
dalam berbagai tingkatan jabatan.
97
ACT mempunyai struktur organisasi yang dinamis. Selain itu
juga distribusi wewenang dan tanggung jawab sudah didesain
sedemikin rupa sehingga masing-masing jabatan sudah memiliki job
desk yang jelas. Jika diperhatikan secara seksama terlihat bahwa peran
kantor pusat dalam memberikan pengendalian pada anak cabangnya
sangat disiplin. Namun, biarpun sangat ketat dan disiplin kantor pusat
dan ACT tidak serta merta membatasi anak cabang dengan aturan-
aturan yang mengekang selama dalam koridor yang tepat dan tidak
menyalahi hukum. Terdapat kebebasan dalam berimprovisasi
kaitannya dengan opersional, misalnya adalah berkaitan dengan
keputusan untuk menjalankan program, terkadang dalam cakupan
wilayah cabang ACT mempunyai berbagai masalah sosial yang
berbeda-beda dan pelaksanaan program juga harus tepat sasaran maka
ACT cabang dapat beradaptasi dengan permasalahan di sekitar area
cakupannya. Sri Suroto mengatakan dalam wawancara pribadi,
“...dari pusat itu ya bisa diimplementasikan ke daerah-daerah, dan
ACT pusat memberikan peluang yang luas, lebar dan
mengakomodir kearifan lokal, potensi lokal apa, jadi ACT tidak
terlalu kaku dari sisi program, kebijakan, prinsipnya sih
bagaimana potensi daerah, keberadaan adanya kantor ini bisa
memberikan kebermanfaatan dan memberikan kontribusi yang
luar biasa buat masyarakat.”
Selain itu, di ACT cabang Semarang memiliki sesuatu yang khas yang
mungkin hanya ada di kantor cabang Semarang, yaitu Inspirasi Pagi.
Sebuah ide yang dikembangkan oleh Sri Suroto dalam kebijakan
kepemimpinannya yang berdasarkan inisiatif pribadi. Inspirasi Pagi
yaitu sebuah briefing yang unik yang dibawakan secara riang gembira,
98
pelaksanaanya pada pagi hari sebelum mulai beraktifitas di kantor
seperti biasa. Dalam suatu kesempatan, ketika melakukan observasi
dengan mengikuti kegiatan briefing, terdapat sesi berupa Inspirasi
Pagi, yaitu sebuah kegiatan singkat untuk pembuka aktifitas yang
kegiatannya diisi dengan sebuah yel-yel penyemangat, nyanyian dan
motivasi inspiratif dari Sri Suroto selaku pimpinan. Ketika diajukan
pertanyaan tentang inisiatif Inspirasi Pagi Sri Suroto mengatakan,
“Kebetulan dulu saya di rumah Zakat hal itu menjadi SOP, Saya
melihat itu sisi positif untuk penguatan SDM dan kemudian saya
aplikasikan di semarang, kalau di ACT pusat mungkin seminggu
dua kali, kalau di semarang setiap hari.”
Dari fenomena di atas, kaitanya dengan penerapan desentralisasi pada
ACT diketahui bahwa ACT cabang melalui kegiatan Inspirasi Pagi
dapat dijadikan sebagai cerminan atau gambaran dari pemberian
wewenang yang terdesentralisasi oleh pusat untuk kepala cabang
untuk membuat kegiatan-kegiatan tambahan sebagai improvisasi yang
mungkin kegiatan tersebut bukan merupakan instruksi dari pusat atau
pengambilan keputusan karena bentuk adaptasi dan kreatifitas seorang
pemimpin. Hal positif dari desentralisasi yaitu dalam upaya untuk
memberikan sebuah keputusan yang tepat dan cepat tanpa harus
melalui birokrasi atau alur yang berbelit-belit.
11. Kemitraan dengan dunia swasta dan masyarakat (Private sector & civil
society partnership)
Zaman globalisasi ini adalah zaman yang dinamis dan cepat
berubah, organisasi dituntut untuk bisa beradaptasi menyesuaikan
99
perubahan agar dapat bertahan dan mengikuti perkembangan. Kini
bahasa, jarak dan waktu bukan menjadi halangan dengan diimbangi
semakin pesatnya teknologi, untuk sebuah organisasi berhubungan
dan bekerja sama adalah hal yang sangat penting bahkan menjadi
kebutuhan, oleh karena itu sebuah hubungan baik di antara
stakeholder harus dikelola dengan baik. Hubungan tersebut akan
membentuk sebuah jaringan kemitraan yang dapat memberikan
manfaat dikemudian hari bagi masing-masing organisasi yang
terhubung tersebut. Kemitraan di antara organisasi non profit sebagai
contohnya adalah kemitraan untuk menjadi donatur melalui program
kemitraaan CSR
Kemtitraan tidak hanya kepada organisasi dengan organisasi,
namun hubungan antara organisasi dengan masyarakat juga
mempunyai peran penting. Sehingga kemitraan yang dijalin sebuah
organisasi, khususnya organisasi non profit sangat menentukan
kemajuan organisasi itu sendiri. Jika kemitraan antar organisasi
dengan organisasi maka akan membentuk sebuah kerjasama strategis,
maka kemitraan dengan masyarakat secara langsung untuk terlibat
dalam aktifitas organisasi juga memberikan manfaat yang begitu
besar. Pelibatan masyarakat akan memberikan kesan dan citra baik
bagi masyarakat untuk berkesempatan lebih dalam mengenal dan
berinteraski langsung dengan organisasi itu sendiri.
100
Adanya pemahaman tentang pola kemitraan dan terbukanya
kesempatan bagi masyarakat untuk turut berperan adalah poin penting
dalam tata kelola organisasi yang baik. Dalam penelitian ini kaitannya
dengan kemitraan, ACT secara strategis telah membentuk sebuah
divisi bernama Humanity Network Department, peran itu dijalankan
oleh divisi partnership dan marketing & Community Development.
Divisi ini bertugas untuk menjalin kerja sama maupun kemitraan,
sasarannya adalah pihak swasta seperti perusahaan yang berkaitan
dengan CSR.
Di dalam website resmi ACT, terdapat rekam jejak
perusahaan besar baik nasional maupun multinasional yang telah
berkerja sama bahkan keberlangungannya berjalan hingga sampai saat
ini, sebagai contohnya adalah Bank Indonesia, Bank Mandiri, Exxon
Mobil, Danone dan lain-lain. Kemitraan dengan masyarakat secara
langsung juga bisa ditinjau bagaimana ACT mengkoordinir MRI atau
Masyarakat Relawan Indonesia sebagai basis relawan ACT di
Indonesia.
Sebuah organisasi non profit dikatakan memiliki tata kelola
yang baik yaitu ketika menyadari pentingnya sebuah kemitraan dan
diwujudkan dalam bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Dari keterangan di atas, ACT sebagai organisasi non profit mampu
bekerja sama dengan perusahaan nasional dan multinasional dalam
kaitannya dengan program kemanusiaan. Tidak mudah untuk menjadi
101
mitra perusahaan besar, tentunya dengan melalui tahap seleksi dan fit
and proper test, keberhasilan ACT membangun mitra baik dengan
pihak swasta maupun masyarakat adalah bentuk dari keberhasilan
manajemen dalam membangun kemitraan dengan stakeholder.
12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (Commitment to reduce
inequality)
Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat mempunyai sebuah program bernama P2KP yaitu
singkatan dari kata Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan. Untuk negara berkembang, kemiskinan dan kesenjangan
adalah sebuah pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan.
Adanya fenomena kemiskinan dan kesenjangan merupakan tanggung
jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah. Oleh karena itu setiap
organisasi profit maupun non profit mempunyai andil kontribusi untuk
mengentas permasalahan tersebut.
Untuk organisasi seperti korporat, mempunyai sebuah
program CSR (Corporate Social Responsibility) adalah sebuah
kewajiban dan tanggung jawab sosial itu biasanya mengarah kepada
isu-siu sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan. Jika melihat prinsip
good govermamce sebuah organisasi yang memiliki komitmen untuk
ikut andil dalam isu kesenjangan adalah ciri sebuah organisasi yang
dikatakan dikatakan good governance. Berikut ini adalah indikator
minimal organisasi yang mempunyai komitmen terhadap kesenjangan:
102
1. Adanya layanan-layanan bagi masyarakat yang tidak mampu.
2. Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal.
Jika meilihat salah satu prinsip tersebut, maka di dalam ACT
komitmen untuk mengentas kesenjangan dan kemiskinan di
masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diwujudkan dalam
sebuah program. Sri Suroto dalam wawancara pribadi mengatakan,
“ACT Jateng programnya masih cederung tentatif ya, masih ada
beberapa titik-titik prasejahtera, kemiskinan, dan kekeringan
kita juga berkontribusi di sana. Harapan kedepannya kita punya
desa binaan dan kemudian akan kita kelola, menggerakkan
kerelawanan dan kontribusi masyarakat. Jadi, masalah
kemanusiaan dengan berbagai macam problematika, kita akan
bisa menjadi solusi ketika gerakan kerelawanan dan
kedermawanan juga gerakan kemanusiaan ini kita kampanyekan
di masyarakat.”
Selain itu juga memiliki komitmen untuk mengentas permasalahan
sosial seperti kemiskinan, dalam wawancara pribadi dikatakan bahwa,
“Jadi ACT punya tiga pilar itu ya, untuk bisa menjadi bagian
solusi terhadap permasalahan masyarakat Indonesia. ACT
memang brand concern untuk kemanusiaan, jadi berbagai
macam kemanusiaan akan bisa tertangani ketika kita juga bisa
menggerakan gerakan kerelawanan, intinya masyarakat itu
punya kepedulian, masyarakat itu punya jiwa sosial, yang
memang harus dibangun dan terus ditingkatkan. Dan ini tidak
hanya satu dua orang tapi memang menjadi bagian karakter
bangsa kita, bahkan mungkin ini karakter yang mendunia ya,
gotong-royong, saling membantu, peduli.”
Dari uraian pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ACT adalah
organisasi yang meiliki sebuah program yang berkomitmen terhadap
kesenjangan dan kemiskinan.
13. Komitmen pada lingkungan hidup (Commitment to enviromental
protection)
103
Pada zaman globalisasi ini, lingkungan telah menjadi isu
global, pencemaran lingkungan dan pemanasan global menjadi
perbincangan yang serius. Kini tidak hanya pemerintah saja yang
dituntut untuk dapat menjadi solusi akan isu lingkungan ini, namun
semua elemen masyarakat, baik perusahaan yang berorientasi profit
maupun non profit berlomba-lomba dengan penuh kesadaran untuk
ikut andil dalam isu-isu lingkungan. Oleh karena itu maka sebuah
organisasi dikatakan telah menjadi sebuah organisasi yang governance
ketika telah memiliki kesadaran dan ikut andil dalam isu-isu
lingkungan. Kontribusi tersebut dapat berupa aksi atau kampanye
tentang isu-isu lingkungan dan berkontribusi untuk tidak merusak
lingkungan.
Untuk organisasi non profit ada organisasi yang secara
khusus berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, seperti Green Peace,
WWF dan lain-lain. Namun jika tidak secara khusus berkonsentrasi
pada isu lingkungan sebagai tujuan utama organisasi, maka akan
menjadi nilai tambah tersendiri yang kan melengkapi sebuah syarat
sebuah organisasi dikatakan telah governance.
Dalam penelitian ini, ACT secara khusus adalah sebuah
organisasi sosial kemanusiaan, namun ACT juga memiliki
serangkaian program yang berkaitan dengan lingkungan hidup, baik
secara langsung dan tak langsung. Berikut ini adalah program-
104
program ACT yang memang memiliki tujuan pelestarian lingkungan
hidup:
1. Water & Sanitation Program
2. Green for Humanity
Dari kedua program tersebut dapat teridentifikasi bahwa,
ACT merupakan sebuah organisasi non profit yang mempunyai
kontribusi terhadap lingkungan dan alam.
14. Komitmen pada pasar yang fair (Commitmet to fair market)
Jika pada suatu organisasi yang berorientasi pada profit maka
akan terdapat suatu persaingan dengan tujuan untuk dapat menguasai
atau memimpin pasar atas produk dan jasa yang ditawarkan kepada
masyarakat. Adanya suatu permintaan akan barang dan jasa akan
menimbulkan penawaran, organisasi yang berorientasi profit akan
menawarkan produknya sehingga akan ada pasar yang akan
mempertemukan antara organisasi yang memberikan penawaran
berupa produk dan jasa kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Pada dunia organisasi non profit, walaupun di masyarakat
terdapat lebih dari satu organisasi non profit, dengan produk berupa
layanan masyarakat dan program kemanusiaan yang berbeda-beda,
pada umumnya organisasi satu dengan yang lain juga bersaing untuk
mendapatkan simpati masyarakat, hal tersebut berkaitan dengan
keberlangsungan penerimaan dana kemanusiaan dan dana zakat atau
pun simpatisan sebagai relawan. Namun, persaingan ini merupakan
105
sebuah persaingan yang positif karena masing-masing organisasi non
profit ini akan selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam
segala aktifitasnya, yaitu dengan cara menjaga kepercayaan
masyarakat dan menjaga profesionalisme. Tetapi ada perbedaan yang
mendasar antara persaingan pasar pada organisasi yang berorientasi
profit dengan orgnaisasi non profit, yaitu pada organisasi non profit
dalam bersaing tidak untuk mengalahkan atau untuk memenangkan
satu atas yang lain, namun justru melakukan sinergisitas dalam bentuk
kolaborasi atau kerja sama. Atas fenomena tersebut dalam wawancara
pribadi dengan Sri Suroto, ketika ditanyakan mengenai persaingan
antara organisasi non profit yang ada di masyarakat mengatakan,
“Alhamdulillah, kita terkait dengan penanganan bencana atau
mungkin aksi-aksi sosial, kita berkonsolidasi dengan lembaga
sejenis. Kebetulan saya ketua Forum Zakat Jawa Tengah,
Saya ketua Forza Jateng, koordinaor se- Jawa Tengah ini,
aksi-aksi kemanusiaan di Jawa Tengah relatif terkonsolidasi,
bahkan kita ada pertemuan rutin di antar lembaga ini ya
sebualan dua kali lah, untuk kita bekonsolidasi, mengadakan
aktifitas bersama, berprogram bersama.”
Jika kita melihat indikator minimum dari sebuah organisasi yang
berkomitmen pada pasar yang fair yaitu tidak adanya monopoli, maka
ACT dalam bersaing untuk mendapatkan simpati masyarakat tidak
memonopili atas suatu produk sosial tertentu, justru melakukan
kolaborasi dan bersinergi bersama dengan organisasi kemanusiaan
lain. Dapat dikatakan bahwa ACT melakukan kompetisi yang sehat di
antara lembaga kemanusiaan yang lain.
106
4.3 Interpretasi
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis data di atas, langkah
selanjutnya yaitu menginterpretasikan tata kelola organisasi pada ACT
cabang Semarang dilihat dari sudut pandang good governance. Dari semua
teori tentang prinsip-prinsip good governance, dalam penelitian ini
menggunakan prinsip yang dirumuskan oleh Tim Pengembangan Kebijakan
Tata Kepemerintahan yang Baik, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas Tahun 2005. Alasan pemilihan prinsip ini menjadi
landasan teori utamanya yaitu karena secara kronologis, rumusan Bappenas
ini adalah yang terbaru, dan rumusan Bappenas ini lebih lengkap sehingga
dapat mewakili semua rumusan yang telah ada sebelumnya, selain itu juga
rumusan ini adalah hasil dari rumusan orang Indonesia yang ditimbang akan
cocok dan relevan apabila dijadikan landasan teori organisasi yang ada di
Indonesia pula.
Sebelum membahas lebih dalam mengenai penerapan prinsip good
governance pada ACT, terlebih dahulu perlu mengidentifikasi pelaksanaan
tata kelola organisasi ACT, apakah pelaksanaan organisasi secara formal atau
informal. Sebuah organisasi yang good governance tentunya adalah sebuah
organisasi yang formal, di dalamnya termuat sebuah aturan formal yang
menjaga agar organisasi dapat berjalan dengan baik sesuai aturan. Dari
analisis data di atas dapat diidentifikasi bahwa ACT merupakan sebuah
organisasi yang formal, di dalamnya terdapat tatanan dan aturan-aturan
formal agar fungsi-fungsi dan aturan organisasi dapat dijalankan dengan baik.
107
Karena yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah
penerapan prinsip good governance pada organisasi non profit. Penting
kiranya untuk diidentifikasi apakah ACT merupakan sebuah organisasi yang
berorientasi profit atau non profit. Dari hasil analisis data di atas,
menunjukkan bahwa ACT adalah sebuah organisai non profit, hal tersebut
dapat diketahui dari visi dan misi organisasi. Selain itu program-program di
lapangan juga merupakan program sosial dan kemanusiaan yang tidak
mengandung unsur pencarian laba. Dari segi keuangan organisasi ini bediri
bukan dari modal yang kemudian untuk diinvestasikan melainkan dari donasi
masyarakat yang kemudian akan disalurkan kepada yang berhak melalui
serangkaian program sosial dan kemanusiaan.
Di Indonesia setiap oganisasi di golongkan berdasarkan bentuknya,
penting kiranya untuk mengidentifikasi bagaimana bentuk organisasi ACT
dipandang dari segi hukum atau perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Dari analisis data di atas, dapat diidentifikasi bahwa ACT adalah
organisasi yang berbentuk LSM atau lembaga Swadaya Masyarakat
didasarkan atas peraturan Inmendagri. ACT berbentuk LSM karena ACT
merupakan sebuah organisasi non profit yang diprakarsai oleh keswadayaan
masyarakat.
Sebuah organisasi yang good governance tentunya adalah sebuah
organisasi yang legal, yang mempunyai kekuatan dan payung hukum. Oleh
karena itu, perlu mengidentifikasi apakah ACT merupakan sebuah organisasi
yang legal atau ilegal. Dari analisis data di atas, ACT merupakan sebuah
108
organisasi yang legal dan mempunyai kekuatan di mata hukum. Terdapat
dokumen legal pemerintah yang menerangkan bahwa ACT adalah organisasi
legal dan sah di Indonesia
Sampai di sini sudah dapat teridentifikasi bahwa ACT adalah sebuah
organisasi yang pelaksanaan organisasinya dilakukan secara formal, ACT
adalah organisasi non profit, ACT berbentuk LSM dengan bentuk hukum
yayasan yang legal dan sah di Indonesia.
Sebelumnya, untuk mengidentifikasi penerapan prinsip good
governance pada manajemen ACT maka langkah yang harus dilakukan
adalah dengan cara membandingkan antara manajemen ACT yang
berlangsung selama ini dengan prinsip-prinsip good governance yang telah
ada. Untuk mengetahui manajemen di ACT, maka yang perlu untuk
diidentifikasi adalah bagaimana ACT menyusun strategi manajemen untuk
mewujudkan cita-cita organisasi.
Jika dilihat dari sisi manajemen, ACT telah mendesain sebuah
strategi manajemen yang strategik sehingga ACT dapat berkembang dengan
pesat. Sebuah organisasi dapat dikatakan telah memiliki manajemen yang
strategik apabila telah memiliki ciri-ciri berikut ini:
Pertama, perencanan secara besar. Dari analisi data di atas,
manajemen ACT telah membuat sebuah perencanaan besar yang strategik
dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut dapat
dilihat dari sepak terjang dan sejarah ACT di awal berdiri dan kiprahnya
hingga sampai saat ini yang berkembang pesat. Pencapaian ACT saat ini
109
adalah keberhasilan ACT dalam sebuah perencanaan besar, sebuah konsep
organisasi yang dicerminkan dalam visi dan misi dan kemudian direalisasikan
dalam sebuah program yang realistis. Dari sini dapat terlihat bahwa ACT
telah berhasil merumuskan manajemen yang strategik yang terbukti dari
keberhasilan ACT saat ini menjadi sebuah organisasi sosial dan kemanusiaan
yang terpercaya di Indonesia. Jika dibandingkan dengan prinsip-prinsip good
governance, perencanaan yang besar ini merupakan sebuah keberhasilan ACT
dalam menerapkan salah satu prinsip good governance yaitu Visionary atau
wawasan masa depan yang baik.
Kedua, rencana strategis yang berorientasi ke masa depan. Melalui
visi organisasi akan terlihat cita-cita organisasi tersebut. ACT sejak awal
berdirinya mempunyai visi untuk bisa menjadi sebuah organisasi
kemanusiaan di tingkat global, dan kini melalui serangkaian program
internasional, ACT telah menapaki langah awal dalam perwujudan mimpi
tersebut. Dalam keberhasilan ACT hingga sampai saat ini tidak lepas dari
konsep strategis yang berorientasi ke masa depan yang tertuang ke dalam
sebuah visi dan misi.
Ketiga, memiliki visi dan misi yang kuat. Visi dan misi ACT
merupakan bagian dari rencana strategis yang berorientasi masa depan, hal
ini relevan dengan prinsip good governance yaitu memiliki visi dan misi yang
kuat. ACT telah membuktikan bahwa visi dan misi yang disusun ACT adalah
sebuah cita-cita yang relistis dan kini telah terwujud menjadi sebuah
organisasi sosial kemanusiaan yang terpercaya. Dapat dilihat bahwa visi dan
110
misi ACT mempunyai nilai filosofi dan kuat. Visi misi tersebutlah yang telah
disusun oleh manajemen pusat sebagai hal prinsip yang di desain sedemikian
rupa untuk melandasi setiap kegiatan ACT.
Keempat, yaitu penjabaran dalam rencana operasional. ACT
melakukan kegiatan operasional dan program-program hasil dari penjabaran
visi dan misi yang melandasi organisasi tersebut, dengan visi dan misi kuat
maka misi misi dalam bentuk program akan lebih efektif untuk dilakukan.
Penjabaran dalam program ini relevan dengan prinsip good governance yaitu
profesionalisme. ACT selalu melakukan kegiatan dengan profsional dan
sesuai prosedur standar yang telah disusun sebelumnya.
Kelima, pelibatan manajemen puncak. ACT cabang Semarang
tidak berdiri sendiri, namun terkoordinasi dengan ACT pusat, sistem
desentralisasi juga sejalan dengan prinsip good governance, keuntungannya
adalah segala pengendalian masih dapat dipantau dan diawasi dari pusat,
namun tidak membatasi kewenangan cabang untuk mengambiil keputusan
secara cepat ketika harus melakukan tindakan yang bersifat penting dan
darurat. Selain itu, pelibatan manajemen puncak dalam ACT ketika dalam
urusan keuangan akan selalu terkoordinasi oleh pusat.
Keenam adalah pengimplementasian dalam program. Sebuah
manajemen yang strategik dan ditambah dengan visi dan misi yang kuat maka
akan berpengaruh terhadap program-program yang akan dijalankan. Untuk
ACT cabang Semarang melandaskan setiap aksi dan programnya berdasarkan
visi dan misi tersebut, agar sesuai dengan cita-cita dan tujuan organisasi. Visi
111
dan misi yang kuat akan dapat tercermin dari program yang dijalankan.
Karakterisitk ini relevan dengan prinsip good governance yaitu keefektifan
dan keefisiennan. Dengan visi dan misi maka program akan lebih terarah dan
ralistis. Dengan begitu perncanaan untuk pelaksanaan program akan dapat
diantisipasi meneganai faktor yang menghambat atau mendorong demi
terlaksananya program tersebut, maka pengimplementasian program akan
dapat direncanakan dengan baik sehingga pogram dapat berjalan efisien dan
efektif.
Dari data-data di atas dapat diketahui bahwa antara manajemen
strategik yang ada di ACT mempunyai relevansi atau kesninambungan
dengan beberapa prinsip-prinsip good governance. Yang paling penting
dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi prinsip-prinsip good governance
secara utuh merasuk ke sendi-sendi organisasi ACT yaitu dengan cara
membandingkan prinsip-prinsip good governance tersebut dengan fakta-fakta
yang ada di lapangan. Berikut ini adalah hasil intepretasi prinsip-prinsip good
governance dengan pelaksanaan tata kelola organisasi ACT cabang
Semarang:
Pertama adalah wawasan. Pimpinan pusat atau manajemen puncak
ACT telah menyadari akan pentingnya sebuah visi. Oleh karena itu maka
disusunlah sebuah visi yang kuat untuk mendasari ACT agar dapat secara
efektif dan efisien mencapai tujuan organisasi di masa depan. Sebuah
organisasi yang dikatakan good governance dipandang harus memiliki sebuah
wawasan ke depan atau visioner, tidak secara teknis organisasional saja, akan
112
tetapi, adanya sosok pemimpin yang visioner juga dapat memberikan
penerubahan ke arah yang lebih baik. Di dalam ACT sendiri, khususnya ACT
cabang Semarang, Sri Suroto selaku kepala cabang dinilai oleh bawahannya
sebagai seorang pemimpin yang dapat memberikan panutan dan selalu
mempunyai ide-ide segar, dapat dikatakan bahwa Sri Suroto adalah sosok
pemimpin yang visioner.
Kedua, keterbukaan informasi. ACT sangat menjunjung
keterbukaan informasi. Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan rasa
nyaman kepada masyarakat. Salah satunya adalah melalui website resmi ACT
yaitu dengan cara menjadikannya sebagai salah satu portal untuk
berkomunikasi dengan masyarakat terutama donatur, yaitu sebagai wadah
untuk mempublikasi atas prgram kerja yang dilakukan, dan mempublikasi
laporan keuangan tahunan secara real time dan lain-lain.
Ketiga, partisipasi masyarakat. ACT sebagai organisasi sosial dan
kemanusiaan tidak lepas dari masyarakat. Bahkan ACT sendiri masih dapat
berdiri tegak sampai saat ini karena adanya dukungan dari masyarakat. Salah
satu prinsip sebuah organisasi dikatakan memiliki tata kelola yang baik salah
satunya adalah mempunyai hubungan baik dengan masyarakat dan selalu
melibatkan diri dengan masyarakat. Di lapangan ACT melalui serangkaian
program telah terbukti proaktif dalam menjalin hubungan dan memfasilitasi
masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dan terlibat dalam segenap aktiftas
ACT. Salah satunya yaitu dengan wadah MRI.
113
Keempat, akuntabilitas. ACT sangat menjunjung tinggi prinsip
akuntabilitas. Akuntabilitas berkaitan dengan sikap keterbukaan. Misalnya
dalam ranah keuangan, ACT sangat menjunjung akuntabilitas untuk menjaga
kepercayaan masyarakat. ACT selalu mempublikasikan hasil keuangan yang
telah diaudit oleh lembaga audit eksternal dan mempublikasikan setiap
penyaluran dana kemanusiaan melaui website resmi.
Kelima adalah supremasi hukum. Sebagai sebuah organisasi sosial
dan kemanusiaan yang menghimpun dana dari masyarakat, ACT haruslah
mempunyai perlindungan dari payung hukum, karena jika sebuah organisasi
tidak legal menarik dana dari masyarakat tanpa adanya izin yang sah dapat
dipastikan organisasi tersebut telah melakukan pelanggaran hukum. Oleh
karena itu, untuk melindungi setiap aktifitas organisasi dan wujud akan
kepatuhan akan hukum yang berlaku, ACT mendaftarkan diri ke pemerintah
sehingga ACT menjadi organisasi yang berbadan hukum yayasan, hal untuk
memberikan kepercayaan dan kenyamanan di masyarakat bahwa ACT adalah
organisasi yang kredibel dan patuh hukum.
Keenam, demokrasi. Terjaminnya fasilitas dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat atau aspirasi adalah ciri dari demokrasi. Demokrasi
tidak hanya terdapat pada kehidupan bernegara, namun demokrasi juga ada
pada kehidupan organisasi. Organisasi yang memberikan fasilitas dan
kesempatan anggotannya untuk mengutarakan pendapat dinamakan sebuah
organisasi yang demokratis. Dari analisis data di atas diidentifikasi bahwa
ACT adalah organisasi yang demokratis, dimana suara atau aspirasi setiap
114
anggota organisasi dalam hal ini adalah karyawan ACT dapat didengarkan
dan dipertimbangkan untuk di musyawarahkan hingga mencapai mufakat. Hal
tersebut terlihat dari sosok pemimpin yang selalu terbuka dan memposisikan
diri sebagai mentor yang dapat menjadi tempat untuk beraspirasi.
Ketujuh, profesionalisme dan kompetensi. Seeorang dikatan
profesional jika dalam melakukan sesuatu pekerjaan dengan kompetensi yang
dimiliki. Di ACT seseorang yang menduduki posisi tertentu atau jabatan
tertentu haruslah seseorang yang berkompeten di bidangnya, bahkan dalam
sebuah proses rekrutmen pegawai baru, ACT melibatkan psikolog untuk
mencari kandidat yang sesuai. Meskipun ACT adalah organisasi non profit
akan tetapi profesionalisme dalam berorganisasi sesalu diupayakan yang
terbaik, sebagai contoh ketika melakukan rekrutmen karyawan baru akan
menggunakan test psikologi untuk mengetahui kepribadian calon karyawan
agar dapat menentukan orang yang tepat dan cocok dengan kultur organisasi
ACT, selain itu juga untuk mengetahui kompetensi akademik dari calon
karyawan. Profesionailme seperti inilah yang dibangun oleh ACT sehingga
kepercayaan terhadap organisasi di mata masyarakat dapat tumbuh.
Kedelapan, daya tanggap. Kecepatan sebuah organisasi dalam
merespon setiap fenomena yang ada menjadi salah satu prinsip penting untuk
sebuah organisasi dapat dikatakan memiliki tata kelola yang baik. Dari
analisis data di atas dapat diidentifikasi bahwa ACT memiliki daya tanggap
yang tinggi terhadap fenomena yang ada di lapangan, hal tersebut merupakan
komitmen ACT seperti yang ada pada namanya yaitu profesional dalam
115
menanggapi setiap fenomena sosial atau pun kebemcanaan. Dalam sebuah
wawancara pribadi dengan Sri Suroto mengatakan bahwa, kecepatanggapan
ACT merupakan ruh dan karakter ACT, karena komitmen tersebut penamaan
Aksi Cepat Tanggap adalah wujud dari komitmen ACT untuk memiiki respon
yang cepat.
Kesembilan, keefektifan dan keefisienan. Organisasi yang good
governance adalah organisasi yang dalam pelaksanaan organisasinya selalu
dalam perencanaan dan perhitungan yang baik, sehingga apa yang dikerjakan
dapat efisien dan efektif. Salah satu contoh keefektifan dan keefisiensian
ACT dalam mengelola organisasi adalah ketika menyusun sebuah struktur
organisasi, dengan susunan strukur organisasi tersebut tidak ada ketumpang
tindihan antara tugas dan kewajiban satu sama lain, tidak ada rangkao jabatan
sehingga tidak ada orang yang mempunyai job desk yang sama, oleh karena
itu dapat dikatakan ACT adalah organisasi yang efisien dan efektif.
Kesepuluh, desentralisasi. Ketika setiap pengambilan keputusan
harus melalui serangkaian proses terutama perijinan pada pusat maka
organisasi tersebut dinamakan organisasi yang tersentralisasi, sedangkan
lawan dari sentralisasi adalah desentralisasi, yaitu sebuah pelimpahan
wewenang yang tidak harus melalui jalur pusat, kelebihan desentralisasi
adalah kecepatan dalam pengambilan keputusan. Pada ACT sendiri setiap
kepala cabang dapat mengambil keputusan tertentu dengan cepat tanpa harus
melalui birokrasi persetujuan dengan pimpinan pusat, hal yang demikian
dapat membuat setiap tindapakan dapat diputuskan dengan cepat. Dengan
116
kata lain, manajemen ACT dalam rangkan untuk berkomitmen dalam
memberikan sebuah respon dan pelayanan yang cepat, menerapkan prinsip
desentralisasi dalam pengambilan keputusan.
Kesebelas, kemitraaan. Organisasi yang berhasil menjalin
kemitraan baik dengan pihak swasta maupun masyarakat dikatakan sebagai
sebuah organisasi yang berhasil. Berhasil membangun mitra berarti organisasi
tersebut telah memiliki kepercayaan di mata masyarakat. Dari hasil analisis
data di atas diidentifikasi bahwa ACT adalah salah satu organisasi non profit
yang mempunyai banyak mitra, selain mitra dalam bentuk korporat atau
organisasi yang bekerja sama dalam bidang kemanusiaan juga terdapat
kemitraan yang sinergis anatar ACT dengan masyarakat, yaitu dengan adanya
wadah MRI atau Masyarakat Realawan Indonesia. ACT memberikan wadah
bagi masyarakat untuk ikut terlibat bersama ACT dalam aksi kerelawanan
dan kemanusiaan.
Keduabelas, komitmen terhadap kesenjangan. Dari hasil analisisis
data di atas dapat diketahui bahwa ACT adalah organisasi sosial dan
kemanusiaan yang memiliki program-program dengan tujuannya adalah
untuk pengentasan kemiskinan, dengan kata lain ACT turut berkontribusi
untuk pengentasan kesenjangan di masyarakat.
Ketigabelas, komitmen pada lingkungan hidup. Pada zaman global
ini, isu-isu lingkungan kian bermunculan, mulai dari pemanasan global,
polusi hingga kebakaran hutan. Organisasi yang turut serta mengambil peran
dalam isu-isu lingkungan menjadi salah satu syarat bahwa organisasi tersebut
117
dapat dikatakan sebagai organiasi yang memiliki tata kelola yang baik. Dari
analisis data di atas, baik secara langsung maupun tak langsung, dapat
diketahui bahwa ACT memiliki beberapa program yang menyasar ke
lingkungan alam atau yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Program
seperti water and sanitation program, green for humanity adalah program
yang secara langsung menunjukan kepedulian terhadap lingkungan.
Yang terakhir yaitu komitmen pada pasar yang fair. Jika dalam
organisasi non profit tidak ada persaingan antara satu sama lain untuk
memenangkan pasar. Tapi justru sebuah kolaborasi untuk berkerja sama satu
sama lain untuk bersatu dalam wujud aksi sosial. ACT memiliki komitmen
untuk bersinergi dengan organisasi sosial dan kemanusiaan lain untuk lebih
mencapai kemaslahatan bersama. Salah satu indikator sebuah organisasi
meiliki komitmen besar terhadap pasar adalah ketika tidak adanya monopoli,
dalam hal ini ACT sebagai organisasi non profit tidak melakukan monopoli
terhadapt suatu program sosial dan kemanusiaan, justru ACT turut serta
berkolaborasi dengan organisasi lain.………………………………………..
118
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
ACT cabang Semarang adalah organisasi sosial dan kemanusiaan non
profit yang berhasil mengembangkan organisasi sehingga dapat
berkembang dengan cepat dan mendapat kepercayaan dari masyarakat
luas dikarenakan dalam tata kelola organisasinya menerapkan prinsip-
prinsip good governance. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis yang
menunjukkan bahwa dalam tata kelola organisasi ACT cabang
Semarang teridentifikasi semua prinsip-prinsip good governance.
Dengan demikian, prinsip-prinsip good governance seperti prinsip
akuntabilitas, transparansi, supremasi hukum dan profesionalirme
apabila diimplementasikan pada organisasi non profit akan
memberikan dampak positif yang mendorong kepada kemajuan
organisasi dan dapat meningkatkan kepercayaan organisasi di mata
masyarakat.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga perlu untuk
dilakukan perbaikan pada penelitian mendatang. Keterbatasan dalam
penelitian ini yaitu dalam pemilihan narasumber hanya mengambil
dari kantor cabang Semarang saja, sehingga data-data yang didapatkan
119
hanya sebatas pada pengalaman empiris kantor cabang itu
sendiri.………………………….
5.3 Saran
Walaupun telah melakukan observasi, berpartisipasi dalam
kegiatan ACT cabang Semarang dan melakukan wawancara dengan
masing-masing sosok yang dianggap mampu memberikan data yang
dibutuhkan, namun penelitian ini masih belum sempurna. Untuk
mengidentifikasi secara utuh tentang implementasi good governance
pada ACT cabang Semarang akan lebih baik apabila minimal salah
satu dari narasumber adalah pendiri ACT atau orang- yang menduduki
posisi top management dari kantor pusat ACT sehingga dapat
memberikan gambaran secara makro dan komprehensif.
120
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, Tuti. 2015. Tren, Tantangan dan Strategi dalam Manajemen Sumber
Daya Manusia dan Regenerasi Kepemimpinan LSM di Indoensia.
http://www.ksi-
indonesia.org/id/index.php/publications/2015/12/16/78/nssc-publication-
research-series-3-trends-tren-tantangan-dan-strategi-dalam-manajemen-
sumber-daya-manusia-dan-regenerasi-kepemimpinan-lsm-di-indonesia-
oleh-tuti-alawiyah.html. Diakses pada 25 September 2016.
Allison, Michael dan Jude Kaye. 2004. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi
Nirlaba: Pedoman Praktis dan Buku Kerja. Jakarta: Yayasan Obor
Indoensia.
Asna, Ahmad Husnan. 2011. Implementasi Good Ornop Governance (Studi
Terhadap Pengalaman YLPMD Lampung dalam Membangun Internal
Governance). Universitas Lampung.
Atlov, Hans., Rustam Ibrahim, dan PeterVan Tuijl. 2005. NGO Governance and
Accountability in Indonesia: Challenges in a Newly Democratizing
Country.
https://www.researchgate.net/publication/237746635_NGO_GOVERNA
NCE_AND_ACCOUNTABILITY_IN_INDONESIA_CHALLENGES_I
N_A_NEWLY_DEMOCRATIZING_COUNTRY. Diakses pada 25
September 2016.
Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Bastian, Indra. 2007. Akuntansi untuk LSM dan Partai Politik. Jakarta: Erlangga.
Bawono, Icuk Rangga. N.d. Manajemen Sektor Publik: Langkah Tepat Menuju
Good Governance. Fakultas Ekonomi. Universitas Jendral Soedirman.
Hadiwinata, Bob Sugeng, 2002, “Practicing Good Governance in Indonesia:
NGOs Experience”, Proceedings of International Conference on Good
Governance: Perspectives and Practices, Brunei Darussalam.
Parahyangan Catholic University.
Hadiwinata, Bob Sugeng. 2004. “Practicing Good Governance in Indonesia:
Practiing NGO’s Experience”.
Hartanto, Frans Mardi. 2009. Paradigma Baru Manajemen Indonesia:
Menciptakan Nilai Dengan Bertumpu Pada Kebijakan Yang Berpotensi
Insani. Jakarta: Mizan Pustaka
Hermawan, Dedy, dkk. 2011. “Akuntabilitas Eksistensi Organisasi Non
Pemerintah dalam Perspektif Governance Studi Terhadapt Yayasan
121
Lembaga Pembinaan Masyarakat Desa Lampung”. Jurnal Borneo
Administrator Vol. 7 No. 11.
Juliandi, Azuar, dkk. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis: Konsep dan Aplikasi.
Medan: UMSU Press
Kaihatu, Thomas S. 2006. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indoensia.” Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan., Vol 8, No. 1, pp. 1-9
Kamaraj, J. dan Pragadeeswaran. 2010. “Governance in Non Govermental
Organizations”. Asian Journal of Science and Technology, Vo. 8,
pp.150-155.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008. Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Sony. 1998. Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Mahardika, Friska. 2012. “Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan”. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas
Jendral Soedirman.
Meleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulda, Rahmayandi dan Suranto. 2014. “Kinerja Lembaga Swadaya Masyarakat
di Kota Makasar dalam Mewujudkan Good Governance Tahun 2010-
2012”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Kebijakan Publik. Vol 1 No. 3.
Mundayati, N. 2014. Membangun Kerajaan Bisnis Kepemimpinan Wibowo.
Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro
Naja, Hassanudin Rahman Daeng. 2004.Manajemen Fit and Proper Test.
Yogyalarta: Pustaka Widyatama
Nawawi, H. Hadari. 2012. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang
Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pierce II, John A. dan Richard B. Robinson, Jr. 2008. Manajemen Strategis:
Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. 10 ed. Jakarta: Salemba
Empat.
Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karaeristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.
Ramadhaniaty, Nia. 2014. Kajian Audit Manajemen Pengetahuan Pada
Organisasi Non Pemerintah Studi Kasus Rimbawan Muda Indonesia.
Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Pertanian
Bogor.
122
Robbins, Steppen, P dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Ed. 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Roberts, Albert R dan Gilbert J. Grenee. 2009. Buku Pintar Pekerja Sosial.
Jakarta: Gunung Mulia.
Saidi, Zaim. 1995. Secangkir Kopi Max Havelar: LSM dan Kebangkitan
Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Santana K, Septiawan. 2007. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sarinah, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan PPKN Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: Deepublish
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods: Cara menggabung Riset Kuantitatif
dan Riset Kualitatif Secara Benar. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sedarmayanti. 2012. Good Governance dan Good Corporate Governance. Buku
3. Jakarta: Mandar Maju.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba
Empat.
Septiyani, Try. 2015. “Kepemimpinan Ignasius Jonan Dalam Transformasi PT
Kereta Api Indonesia: Sudut Pandang Bawahannya”. Skripsi. Semarang:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistiawan, Dedhy. 2007.Akuntansi Nirlaba Menggunakan Accurate. Jakara:
Elex Media Komputindo.
Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20
Prakarsa Inovatif dan Partisipasif di Indonesia. Jakarta: yayasan Obor
Indonesia
Susilo, Wilhelmus Hary. 2010. Penelitian Kualitatif Aplikasi Pada Ilmu
Kesehatan. Jakarta: Nulisbuku.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo
Tasmara, Toto. 2006. Spiritual Centered Leadership. Jakarta: Gema Insani Press.
Tobari. 2015. Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan.
Yogyakarta: Deepublish
124
LAMPIRAN A: Dokumentasi Penelitian
1. Peneliti Bersama Pengurus MRI cabang Semarang
2. Proses wawancara dengan Branch Manager ACT cabang Semarang
125
1. Tamu dari mahasiswa untuk pengajuan kerja sama kegiatan
2. Sekolah Kebencanaan yang diadakan ACT cabang Semarang bekerja sama
UKM Peduli Sosial Universitas Diponegoro di SD Negeri Gedawang,
Banyumanik, Semarang
126
LAMPIRAN B: Potret Aktifitas ACT Cabang Semarang
1. Bencana kekeringan di Kabupaten Demak
2. Aksi MRI Jawa Tengah ketika bencana di Kabupaten Banjarnegara
129
5. Kontribusi ACT di kancah global – Aleppo, Suriah
6. Kontribusi ACT menembus batas negara – Wakaf shelter untuk Rohingya
132
LAMPIRAN D: Transkrip Wawancara
TRANSKRIP WAWANCARA 1
Nomor : 1
Tanggal Pengamatan : Rabu, 27 Juli 2016
Jam Pengamatan : 09.00-11.30 WIB
Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang
Nama Informan : Sri Suroto
Jabatan : Kepala Cabang ACT Semarang
TTL : Semarang, 27 Desember 1976
Alamat : Perumahan Jangli Permai, jl. Jupiter III No. 18, Semarang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama
Bapak berkontribusi di
ACT?
“Kalau ACT Jawa Tengah baru satu tahun ini.”
2. Sebelum berkarir di
ACT Bapak mempunyai
pengalaman kerja di
mana?
“Saya sebelumnya di Rumah Zakat.”
3. Sudah berapa lama
berkontribusi di Rumah
Zakat?
“Sudah berkontribusi sebelas tahun.”
4. Di ACT Jawa Tengah
langsung menjadi
kepala, sebelum di ACT
jabatan Bapak apa?
“Sama juga menjadi kepala cabang.”
5. Bapak menjadi kepala di
ACT melalui
penunjukan atau
rekrutmen?
“Rekrutmen.”
6. Saat memutuskan untuk
bergabung sdengan ACT
apakah Bapak
mengetahui kiprah
ACT?
“Sudah.”
7. Bagaimana kiprah ACT
Jateng?
“ACT Jateng programnya masih cederung tentatif ya, masih ada
beberapa titik-titik prasejahtera, kemiskinan, dan kekeringan kita juga
berkontribusi di sana. Harapan kedepannya kita punya desa binaan
dan kemudian akan kita kelola, menggerakkan kerelawanan dan
133
kontribusi masyarakat. Jadi, masalah kemanusiaan dengan berbagai
macam problematika, kita akan bisa menjadi solusi ketika gerakan
kerelawanan dan kedermawanan juga gerakan kemanusiaan ini kita
kampanyekan di masyarakat.”
Jadi ACT punya tiga pilar itu ya, untuk bisa menjadi bagian solusi
terhadap permasalahan masyarakat Indonesia. ACT memang brand
concern untuk kemanusiaan, jadi berbagai macam kemanusiaan akan
bisa tertangani ketika kita juga bisa menggerakan gerakan
kerelawanan, intinya masyarakat itu punya kepedulian, masyarakat itu
punya jiwa sosial, yang memang harus dibangun dan terus
ditingkatkan. Dan ini tidak hanya satu dua orang tapi memang
menjadi bagian karakter bangsa kita, bahkan mungkin ini karakter
yang mendunia ya, gotong-royong, saling membantu, peduli.”
8. Bagaimana ACT
berperan dengan
lembaga kemanusiaan
lain?
“Alhamdulillah, kita terkait dengan penanganan bencana atau
mungkin aksi-aksi sosial, kita berkonsolidasi dengan lembaga sejenis.
Kebetulan saya ketua Forum Zakat Jawa Tengah, Saya ketua Forza
Jateng, koordinaor se- Jawa Tengah ini, aksi-aksi kemanusiaan di
Jawa Tengah relatif terkonsolidasi, bahkan kita ada pertemuan rutin di
antar lembaga ini ya sebualan dua kali lah, untuk kita bekonsolidasi,
mengadakan aktifitas bersama, berprogram bersama.”
9. Berapa anggota Forza
Jateng?
“Kalau kita terbagi menjadi 3 zona, untuk zona Semarang dan
sekitarnya kita ada 19 lembaga yang bergabung, kemudian untuk Solo
Raya ada 17 lembaga yang bergabung sama di Tegal Raya ada 12
lembaga yang bergabung.”
10. Bagaimana prinsip, nilai
atau motivasi Bapak,
karena Bapak selama ini
berkiprah di bidang
kemanusiaan / non
profit, apa motivasi
bapak bergabung
menjadi bagian ACT?
“Alhamdulillah ya, terkait dengan passion seseorang yang
menggerakkan diri kita untuk memilih bidang sosial kemanusiaan ini
adalah sebagai jalan hidup saya, sebagai jalan perjuangan saya, jadi
saya memaknai hidup ini tidak cuman sekadar untuk kesenangan diri
kita sendiri, tapi kita akan menjadi orang yang mulia dan Allah akan
memuliakan kita, ketika kita itu juga berkontribusi, bermanfaat buat
masyarakat, buat perubahan dunia dan Rasulullah juga menegaskan,
khairunnas anfa'uhum linnas, ya sebaik-baik manusia ya orang yang
banyak memberikan manfaat buat sesamanya, dan juga sebagai
implementasi keimananan, ketaqwaan ya kan kalau habluminallah
kan ketaqwaan ya, terjaganya hubungan kita dengan Allah, terjaganya
kita dari apa namanya senantiasa dalam keridhaan Allah SWT, itukan
hubungan vertikal kita, ketaqwaan ya, dan semulia-mulia manusia ya
ketika orang itu bertaqwa, dan sebaik-baik seseorang ya ketika dia
bermanfaat buat manusia yang lain, makanya ketika kita memiliki dua
hal itu, secara personal kita memiliki ketaqwaan yang bagus dan
secara personal kita juga memiliki kepedulian pada masyarakat,
maka kita akan merasakan kebahagiaan itu.”
11. Berarti ada sisi-sisi
relijiusitas ya pak?
“Iya, semangat relijius, yang menjadikan aktifitas kita menjadi
ibadah”.
12. Selain relijiusitas adakah
nilai-nilai lain yang
“Semangatnya keteladanan Rasulullah, dalam artian begini, para nabi,
Nabi Muhammad, dilahirkan ke muka bumi ini, dan kemudian
134
membuat bapak punya
passion berkecimpung di
bidang sosial?
menyeru umatnya membawa syariat itu ya, menyebarkan syariat itu
untuk memberikan rahmat bagi semua orang, jadi memang nilai-nilai
universal Islam itu mengajarkan kita untuk mempunyai sifat
kemanusiaan yang tinggi, kamanusiaan yang luhur, dan ketika
seseorang atau suatu bangsa atau suatu masyarakat memiliki
kepedulian kepada masyarakat yang lain, atau secara personal
memiliki kepedulian kepada masyarakat yang lain atau kepada
sesamanya maka dia akan memiliki budi pekerti yang mulia, maka dia
akan memiliki akhlak yang tinggi, jadi kita punya semangat ketika
kita itu membantu orang lain, maka Allah akan membantu kita,
ketika kita menolong orang lain maka Allah akan menolong kita,
semangat itu yang hadir. Jadi memang motivasi ini yang kita bangun
kepada SDM yang bergabung, jadi ketika kita bergabung di ACT,
semangat yang kita bangun adalah ingin menjadi hamba yang mulia
di dunia dan juga di akhirat, kita pengen keberadaan kita di sini
berjuang tidak semata-mata berfikir untuk profit personal atau profit
lembaga, tapi bagamana kita bisa memberikan kebermanfataan luar
biasa buat umat ini, bahkan untuk ACT tidak cuman lokal Semarang,
tidak sekadar nasional Indonesia, tapi kita juga berkontribusi di dunia
global internasional, dan subhanallah, ketika kita menjadi duta
internasional, ketika kita memberikan dan menyalurkan bantuan ke
dunia internasional, kita pun juga menyampaikan amanah dari
masyarakat Indonesia, kita tidak menyampaikan kami ACT, kita
menyampaikan ini amanah dari masyarakat Indonesia, supaya
masyarakat dan bangsa dunia lain juga melihat bangsa Indonesia
adalah bangsa yang mulia, bangsa yang membantu dan bangsa dan
beradab. Secara manusiawi ketika seseorang itu menolong,
membantu, peduli pada mereka yang kesusahan maka bangsa-bangsa
yang lain pun akan melihat kebaikan dan kemuliaan bangsa
Indonesia, bisa jadi ketika kondisi bangsa ini ketika mendadapat
musibah atau bencana, ketika kita sudah terbiasa berkontribusi di
dunia internasional maka bangsa-bangsa yang lain akan peduli dengan
bangsa kita, tetapi sebaliknya kalau bangsa ini pelit, nggak peduli,
egois dan nggak punya peran di dunia internasional, kelak secara
manusiawilah ketika orang itu tertutup, ekslusif, maka dia akan
dikucilkan oleh bangsa-bangsa internasional ”.
13. Apakah visi misi dari
pusat dapat
dikembangkan sendiri
pada setiap cabang?
“Ya karena kita bicara tentang humanity, kemanusiaan, maka konsep
dasar dari pusat itu ya bisa diimplementasikan ke daerah-daerah, dan
ACT pusat memberikan peluang yang luas, lebar dan mengakomodir
kearifan lokal, potensi lokal apa, jadi ACT tidak terlalu kaku dari sisi
program, kebijakan, prinsipnya sih bagaimana potensi daerah,
keberadaan adanya kantor ini bisa memberikan kebermanfaatan dan
memberikan kontribusi yang luar biasa buat masyarakat.”
14. Dari visi misi ACT
secara organisasi sendiri
apakah sudah singkron,
“Secara otomatis, ketika kita bergabung dengan lembaga seperti ini,
maka visi misi pribadi harus, apa ya, inline ya dengan visi misi
lembaga, jadi Visi Misi lembaga adalah bagian dari karakter pribadi
135
sejalan dengan prinsip
dan hal pribadi dari
Bapak?
kita. Kita coba memberikan internalisasi buat tim dan SDM yang
bergabung, tentang visi misi ini, karna visi misi adalah ruh, karena itu
adalah semangat yang melandasi kita, ketika visi misi lembaga tidak
nyambung dengan visi misi SDM maka dia tidak akan bertahan lama,
secara otomatis dia akan mundur dan tidak bisa mengikuti dinamika
lembaga, dan lembaga kemanusiaan seperti ini sangat dinamis sekali,
apa lagi permasalahan kemanusiaan itu kan luar biasa.”
15. Kebanyakan orang
berkarir di organisasi
yang berorientasi profit,
Kenapa Bapak berkarir
di organisasi non profit?
“Pada prinsipnya kita sebagai manusia dan mungkin sebagai orang
yang beragama, kita juga dituntut untuk mandiri dan kita juga dituntut
untuk bisa apa namanya memenuhi kebutuhan diri kita, bahkan kita
juga diperintahkan untuk membantu yang lain, intinya ketika
seseorang muslim itu mempunyai kemandirian dan secara personal
kita mempunyai kemapanan, maka kita pun juga diajarkan untuk
berbagi kepada saudara kita yang mungkin belum beruntung, kepada
mereka yang kesusahan, karena dengan itu kita akan bisa lebih
mensyukuri nikmat Allah dan merasakan kebahagiaan. Dan harta
yang dibagikan, harta yang kita gunakan untuk membantu mereka
yang kesulitan, kesusahan itu, tidak akan berkurang tapi Allah
janjikan bertambah dan bertambah. Terkait dengan ada orang yang
berkarir profesional di bidang profesional di bidangnya masing-
masing, kemudian saya memilih di bidang kemanusiaan, bidang
sosial, itu adalah pilihan hidup dan masing-masing tentunya ada
konsekuensinya, dan secara profesional ketika setiap orang yang
berkarya di bidangnya dan memberikan kebermanfaatan buat yang
lain itu pun bernilai ibadah. Jadi ibadah dalam Islam memang
maknanya luas. Cuman memang secara umum sebagian masyarakat
masih memandang sebelah mata terkait dengan berkarir sebagai sosial
planner seperti ini atau social worker, mereka masih memandang ini
adalah pilihan kedua. Masyarakat secara umum ya, cuman setiap
orang punya visi dan misi yang berbeda.”
16. Banyak yang
memandang Social
Worker itu adalah
pilihan kedua, mungkin
itu kaitannya dengan
faktor motivasi lain dari
dalam, misalnya faktor
materiil, apakah lembaga
sosial memperhatikan
kesejahteraan
pegawainya?
“Suatu lembaga walaupun itu lembaga Social Planner atau Social
Worker, profesional tetap harus dijaga, bahkan dalam agama kita
kalau semangat kita adalah menjadikan segala aktifitas bernilai nilai
ibadah, kita harus bekerja secara profesional, secara ihsan, demikian
pula di dunia Social Worker seperti ini juga profesional, kita
menghadirkan yang terbaik, berkontribusi kepada masyarakat dengan
maskimal, dan lembaga pun juga memberikan apresiasi yang luar
biasa kepada semua SDM yang bergabung disini.
Bahkan, sebetulnya kalau kita lihat ya antara apa namanya, lembaga-
lembaga atau departemen yang ada hubungannya dengan
menghimpun dana dari masyarakat, itu kayak dirjen pajak, bea cukai,
itu kan mereka menghimpun dan dari masyarakat kita pun juga
mungkin hampir sama ya, cuman bedanya mereka ada undang-
undang dengan adanya kewajiban dan punishment, ketika orang
membayar pajak dan sebagainya kan ada denda dan sebagainya
136
bahkan sampai pidana, ketika kita berada di lembaga seperti ini, kita
pun tentatif hampir sama, toh program-program kita itu banyak
memberikan bantuan pada kepentingan bangsa dan negara kita,
misalnya terkait dengan bencana, bencana itu kan tanggung jawab
yang pertama adalah tentunya negara ini, karena mereka ada anggaran
APBN yang berasal dari pajak, kalau kita berkontribusi membangun
kesadaran masyarakat, mengedukasi masyarakat, menghimpun dana
dari masayarakat, yang kemudian kita salurkan pada masayarakat
kembali dan kemudian kita pertanggung jawabkan, terhadap dana
yang dihimpun dan pengelolaannya dan penyaluaranya secara
transparan. Bisa diaudit, bahkan alhamdulillah sejak berdiri sampai
dengan sekarang, terkait dengan operasional aktifitas lembaga, kita
diaudit oleh akuntan publik yang kemudian kita laporkan secara
transparan kepada masayarakat, bahkan di web kita pun sampai
sekarang kita laporkan secara online dan memang pengelolaan
lembaga terkait dengan menghimpun dan masyarakat, kita juga salah
satu lembaga yang profesional ya transparansi, transparansi
penghimpunan, transparansi pengelolaan dan pelaporan.”
17. Untuk operasional
organisasi tentunya
membutuhkan biaya,
terkait dengan teknis,
seperti pengadaan alat,
insentif dan lain-lain,
bagaimana manajemen
dana ACT?
“Terkait dengan lembaga sosial kemanusiaan, terkait dengan amil
zakat, di sana ada yang namanya hak amil. Jadi nggak jauh beda
antara pengelolaan lembaga zakat dengan lembaga kemanusiaan.
Bedanya di fokus pekerjaannya, programnya, kalau di lembaga zakat
karena mereka menghimpun dana zakat, maka mereka mengambil
hak amilnya 1/8 dari dana yg dihimpun, sebagaimana 8 asnaf, seperti
fakir miskin, fisabililah, ibnu sabil, budak dan mualaf. Amil salah satu
bagian di dalamnya, makanya mereka dari dana yang dihimpun
diambil 1/8 itu untuk hak amil yang digunakan untuk, operasional,
gaji karyawan, operasional kantor, untuk marketing. Kemudian dari
porsi infaq biasanya lembaga-lembaga amil zakat mengambila 25-
35% dari dana yang dihimpun dan itu juga ada fatwa dari MUI terkait
dengan besaran hak yang layak untuk operasional kelembagaan.”
18. Seseorang profesional,
katakanlah akuntan,
mempunyai kesempatan
untuk memilih tempat
berkarir, baik di lembaga
yang mengedepankan
profit atau pun di
lembaga non profit,
kalau dari segi
pemberian gaji apakah
bisa seperti perusahaan
yang berorientasi profit
dalam memberikan
kesejahteraan kepada
pegawainya?
“Alhamdulillah. Masing-masing lembaga antara satu dengan yang
lain beda-beda ya, tergantung dari kesehatan dan kemajuan lembaga
tersebut. Bisa juga kalau lembaga itu masih baru, masih awal bisa
juga terkait dengan salary, terkait hak amil, terkait dengan dengan
gaji, dia belum standar, tapi untuk lembaga-lembaga yang sehat dari
sisi pengelolaan dan profesional, dia memberikan haknya kepada
SDM yang bergabung, dengan berbagai background sisi akademis ya
sesuai dengan kompetensinya, kemudian dari sisi kinerjanya,
profesional aja, jadi sesuai haknya, kalau dibandingkan dengan
lembaga-lembaga yang pure profit, saya yakin nggak jauh beda.”
137
19. Bagaimana fundrising
ACT cabang Semarang?
“Semua penghimpunan dari cabang disetor ke pusat dulu, kemudian
dikembalikan lagi, sesuai dengan amanah para muzaki, donatur,
terkait dengan akad transaksinya, misalnya donatur Semarang berakad
untuk membantu lokal program semarang, maka dananya akan
dikembalikan ke Semarang lagi sesuai dengan dana siap salurnya,
dana pengelola yang telah diambil oleh hak lembaga, jadi
proporsional.”
20. Apakah para kekerja
sosial mengalami
kebosanan dalam
bertugas?
“Itu awal dari niat. Jadi kalau memang kita anggap pekerjaan social
worker ini hanya sekadar bekerja saja, maka kita akan menemui
kebosanan itu. Tapi ketika kita bangga, bahwasannya social worker
ini adalah pilihan saya, dan itu sesuai dengan visi dan misi kehidupan
saya, maka kita berada di sini, sehari-hari di sini, beraktifitas di sini,
sesuatu hal yang menyenangkan, karena itu adalah pilihan jalan hidup
kita, jadi Allah menciptakan kita, Allah mengajarkan kita di dunia ini
salah satunya kan untuk beramal yang terbaik, ketika kita di sini bisa
menghadirkan amal yang terbaik dan memberikan manfaat bagi umat,
bagi masyarakat, bisa membantu mereka yang kesempitan,
kesusahan, terkena bencana untuk menjadi bahagia, itu kan
subhanallah, ini pilihan. Karena tidak setiap orang itu mau untuk
urusan kayak begini, dan kalau kita tahu kalau ada bencana itu
sebetulnya, ketika kita membantu orang lain tentulah Allah akan
membantu kita, ketika kita menolong saudara kita yang lagi
kesusahan, pastilah Allah akan membantu kita, jadi semangat itulah
yang ada. Ya saya merasakan sih disini adanya kesulitan dalam
pekerjaan, adanya problematika dalam pekerjaan, itu suatu hal yang
sederhana, karena Allah yang akan memudahkan.”
22. Selain materiil, apa yang
bapak dapat dari bekerja
di lembaga sosial seperti
ini?
“Lembaga memberikan ruang yang luas dan lebar untuk kita
berapresiasi, jadi memang potensi kita itu didorong dan
dikembangkan, Allah memberikan nikmat kepada kita, Allah
memberikan fasilitas kemampuan kepada kita, di lembaga seperti ini
memang betul-betul diberikan ruang dan waktu dan dikembangkan
potensinya, sehingga kita itu bisa dapat meningkatkan kemampuan
diri kita untuk memberikan sebanyak-banyaknya, membuat kita
memaknai diri kita ini dengan hati.”
22. Apakah bapak punya
prinsip dalam menjalani
pekerjaan sebagai
pekerja sosial?
“Prinsip saya menjalani pekerjaan ini memberikan kebermanfaatan
yang sebanyak-banyaknya dan tidak terbatas buat umat manusia,
seluruh alam ini.”
23. Sebagai Branch
Manager bagaimana
menyikapi
mengendurnya semangat
karyawan?
“Kita sebagai seorang pimpinan tentunya terus menyemangati dan
menjaga supaya semangat dan produktifitas kita tetap tinggi, dan
sekali lagi ini terus kita jaga semangatnya, bahkan setiap hari itu
semangat harus tetap ditumbuhkan, karena aktifitas di sini, ketika
memiliki ilmu dan visi misi dan memang nyambung ya dia bakalan
semangat. Setiap pagi, sebelum beraktifitas, sebelum jam 8 kita sudah
berkumpul di ruang meeting, kita adakan Inspirasi Pagi, prinsipnya
disitu kita mengawali pagi dengan kebaikan-kebaikan, dengan doa,
138
nasihat dan berbagi ilmu dan inspirasi yang kita berharap dalam satu
hari ini kita menjadi itu menjadi hamba yang benar-benar bermanfaat,
kita juga dengan bertambahnya ilmu setiap hari, diiringi dengan
amal, itulah kegiatan dan aktifitas yang dapat meningkatkan
semangat. Terus memang kalau ada masalah di personal SDM, tugas
dan kewajiban sebagai leader, kita juga memberikan coach dan
konseling, memberikan arahan, memberikan bimbingan, motivasi dan
memberikan solusi jika kemudian ada masalah atau mendapat
hambatan. Coach dan konseling itu memang tidak bisa dipisahkan
dari perhatian kepada tim yang tergabung.”
24. Inspirasi Pagi itu salah
satu bagian dari instruksi
atau SOP di ACT Pusat
atau pengembangan
sendiri dari
kepemimpinan bapak?
“Kebetulan dulu saya di rumah Zakat hal itu menjadi SOP, Saya
melihat itu sisi positif untuk penguatan SDM dan kemudian saya
aplikasikan di semarang, kalau di ACT pusat mungkin seminggu dua
kali, kalau di semarang setiap hari.”
25. Bagaiman sikap saling
memotivasi di antara
pegawai?
“Secara personal kita memiliki kelebihan dan kekurangan, dan kita
berharap kelebihan dan kekurangan itu kita kelola dengan maksimal,
jadi kita jangan fokus pada kekurangan kita, tapi kita fokuslah pada
kelebihan kita dan jika kita fokus dengan kelebihan kita, itu
merupakan rasa syukur terhadap Allah SWT, kita menumbuhkan
kepada semua SDM untuk menampilkan dan berkontribusi yang
terbaik, dan yakinlah kontribusi yang terbaik itu secara langsung atau
tidak langsung itu pasti akan berbuah dan menghasilkan, baik
langsung atau tertunda pasti Allah akan mengganti, Faman ya'mal
mitsqaala dzaratin khairay yarah, waman ya'mal mitsqaala dzaratin
syarray yarah, sekecil apa pun kita berbuat baik itu bukan merupakan
hal yang sia-sia, pasti Allah akan balas dan balasan Allah itu kita
tidak bisa sangka-sangka. Bisa cash, bisa ditunda atau nanti.
Prinsipnya Allah itu dekat dan bersama-sama dengan orang baik, itu
bagian dari pada karakter yang sengaja saya ulang-ulang, buat diri
saya maupun buat tim, karena itu satu semangat yang memang harus
kita hadirkan terus, sehingga kita tidak memaknai kita dengan materi
tapi dengan balasan Allah, kalau kita dapat materi yang mungkin
lebih atau cukup, itu adalah efek dari apa niatan kita, jadi prinsipnya
ketika kita udah bekerja secara maksimal, materi itu ngikutin aja,
dapat dari mana dan sebagainya Allah yang ngasih, prinsipnya sih
ketika kita mengembangkan kemampuan personal kita seperti,
komunikasi publik, kemudian pengelolaan SDM atau organisasi,
otomatis orang lain akan melihat potensi dan kemampuan kita, dan
ketika orang lain melihat potensi dan kemampuan kita, maka dia akan
memberikan kita posisi dan amanah kepada kita. Masalah datengnya
berapa, sulitnya berapa itu ya menyesuaikan, ketika seseorang
memiliki kemampuan yang tinggi, skill yang tinggi, produktifitas
kerja yang luar biasa dan otomatis akan menghargai kualitas personal
kita.”
139
26. Apakah ada inisiasi dari
Bapak sendiri mungkin
untuk meningkatkan
kekeluargaan, solidaritas
dari bawahan yang
Bapak pimpin?
“Acara-acara yang non formal dan santai itu justru lebih banyak
mengena, seperti makan bareng dengan temen-temen, entah sebulan
sekali atau sebulan dua kali atau mungkin kita rihlah atau berwisata
bareng, karena memang dari segala kegiatan dan aktifitas di sini,
karena memang ada waktu-waktu yang menuntut kita untuk fokus dan
padat jadwal kegiatannya, dan perlu ada jeda, sesekali kita refreshing
bareng-bareng.”
27. Bagaimana peran
Relawan ACT?
“Mas Chafidz, Program, beliau salah satu yang mengkoordinasi
tentang gerakan kerelawanan, namanya MRI, Masyarakat Relawan
Indonesia, kita melibatkan publik, supaya gerakan kerelawan ini
menjadi bagian karakter personal dari masyarakat, dan ketika gerakan
kerelawanan ini luar biasa massive, maka segala hal problematika
masyarakat bisa diselesaikan, jadi kadang kala suatu program itu tidak
melulu dengan uang, tapi mungkin ada personal yang kebetulan
memiliki disiplin ilmu tertentu, skill tertentu, keahlian tertentu, dia
punya jiwa kerelawanan ilmunya dapat dibagikan secara free,
sehingga ilmunya dapat merubah masyarakat dari kemunduran,
kemiskinan untuk bisa berdaya. Bisa jadi seorang dokter, seorang
medis, dia berkontribusi mungkin dalam aksi-aksi bencana, sosial,
atau daerah yang rawan dengan penyakit, atau mengedukasi
masyarakat dan membagikan ilmunya secara gratis, itu bisa jadi
solusi, bayangkan kalau itu harus berbayar pastikan luar basa
dananya. Tapi intinya gerakan kerelawan ini menggerakkan sisi baik
masyarakat, kita berharap bagaimana kita bisa meiliki banyak peran,
yang memang benar dirasakan oleh masyarakat yang lain, Insya
Allah.”
28. Berapa jumlah relawan
ACT Jawa Tengah
hingga saat ini?
“Jadi untuk di Jawa Tengah tidak banyak sih, sekitar tiga ratusan
relawan, dan kebetulan kita tiap tahun itu ada program volunteer
camp, ini adalah sebagai saran rekrutmen sekaligus membangun
edukasi buat masyarakat, pentingnya gerakan masyarakat. Ini tidak
semata-mata merekrut tapi mereka harus dibekali dengan ilmu,
misalnya tentang mitigasi bencana, recue, sesuai dengan bidang-
bidang kompentensi dan kemampuan-kemampuan personal SDM,
jadi kita petakan. Karena memang bencana itu perlu dipersiapkan,
dalam artian begini, bencana itu suatu kejadian yang luar biasa, tapi
ketika sudah punya panitia dan persiapan, panitia sudah bisa bekerja
secara maskimal sesuai dengan bidang-bidangnya, coba kalau tanpa
persiapan tentu korbannya lebih banyak dan cara penanganannya juga
belum bisa karena belum ada ilmunya, kerjanya juga serabutan, tapi
kalau sudah terkonsoldasi dan sudah ada panitia, sudah tahu
tupoksinya maka Insya Allah penanganannya akan lebih efektif, yang
jelas kita juga harus sinergis dengan semua elemen yang terkait,
dengan BNPB dan lembaga semacam.”
29. Apakah Saudara
mengkomando langsung
MRI?
“Kebetulan kepala cabang di ACT sekaligus koordinator relawan,
ibaratnya apa ya sebagai ketua relawannya, dan bertanggung jawab
untuk mendinamisasi gerakan relawan ini, dan nanti ada struktur
140
tersendiri lagi.”
30. Berapa kali frekuensi
MRI berkumpul?
“Ada, kita biasanya sebulan dua kali untuk berkoordinasi event dalam
bulan ini dan upgrading skill para relawan.”
31. ACT mempunyai
banyak program, satu
tahun periode berapa
program yang diekskusi?
“Subhanallah, banyak mas, hampir setiap bulan kita pasti ada event,
bahkan setiap bulan itu ada lebih dari dua kegiatan, ini banyak sekali
ya, bahkan ketika ada darurat bencana pun kita otomatis turun, seperti
itu. Satu tahun ini kita cukup padat kegiatan, karena adanya mau ndak
mau kalau action kita tinggi dan kita komunikasikan ke media ini
akan menggerakkan masyarakat, dan otomatis ACT pun akan
semakin dikenal masyarakat.”
32. Bagaiman jam kerja di
ACT?
“Setiap hari masuk jam 8, pulang jam 5 sore, hari sabtu minggu libur,
tetapi kalau sabtu minggu ada darurat bencana, rescue kita masuk,
salah satunya waktu longsor di Banjarnegara itu kan hari sabtu, kita
ketika ada kabar lonsor kita langsung uturn untuk assesment.”
33. Bagaimana informasi
bencana ACT peroleh
secara cepat?
“Kebetulan, saya masuk grup komunikasi temen-temen SAR, jadi
info-info kebencanaan, musibah dapat cepat sehingga kita bisa saling
sharing dan berkontribusi.”
141
TRANSKRIP WAWANCARA 2
Nomor : 2
Tanggal Pengamatan : Senin, 15 Agustus 2016
Jam Pengamatan : 13.00-14.30 WIB
Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang
Nama Informan : Nover Pratiwi
Jabatan : Finance
TTL : Bengkulu, 10 November 1989
Alamat : Jl. Tlogosari, Semarang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Saudara
berkontribusi di ACT? “Untuk ACT sendiri saya satu tahun.”
2.
Sebelum berkarir di ACT
Saudara mempunyai
pengalaman bekerja di
mana?
“Pekerjaan sebelumnya saya bekerja di lembaga sosial juga, yang
memang hampir sama dengan ACT, saya bekerja di Rumah Zakat
Regional Yogyakarta, di rumah zakat posisinya saya di CS, saya
pernah di marketing, program dan Finance.”
3. Apakah sebelumnya
mengetahui kiprah ACT?
“Saya sudah mengenal ACT karena memang sebelumnya saya
pernah bekerja di Rumah Zakat ya, jadi di Rumah Zakat itu kan
banyak ada beberapa juga lembaga yang sama, salah satunya
ACT.”
4. Apa motivasi saudara
berkarir di ACT?
“Karena memang saya suka di bagian kemanusiaan ya mas ya,
suka apa ya terjun seperti itu, emang pas awalnya juga nggak
nyangka sih tiba-tiba dapat masuk di Rumah Zakat dengan
melalui tes dan sebagainya begitu kan, setelah satu tahunan lebih
di Rumah Zakat akhirnya saya mengerti bahwa memang di situ
tempat saya emang suka tantangan, suka membantu orang, saya
mendapatkan jati diri saya di sana.”
5.
Apa filosofi yang mendasari
Saudara untuk bergabung di
lembaga kemanusiaan?
“Jadi memang, intinya saya adalah membantu, dan ini adalah
amanah buat saya.”
6.
Nilai-nilai yang
mempengaruhi kenapa
berkarir di lembaga
kemanusiaan?
“Karena memang saya suka membantu orang-orang, saya senang
ikut berpartisipasi, karena saya memang menyukai bagian ini.
Prinsip saya adalah bermanfaat bagi orang lain.”
7.
Dari visi misi ACT secara
organisasi sendiri apakah
sudah singkron, sejalan
dengan prinsip dan hal
pribadi dari Saudara?
“Kalau visi misi ACT dengan pribadi saya sejalan mas, karena
sama-sama membantu.”
9. Apakah Saudara mengetahui “Saya tahu secara gambaran umum sih mas, tapi secara teori dan
142
perbedaan organisasi profit
dan non profit?
detail saya kurang tahu.”
10.
Apakah berkarir di lembaga
kemanusiaan kesejahteraan
pegawai diperhatikan?
“Iya, diperhatikan.”
11. Apakah ada kebosanan
dalam bekerja?
“Kalau kebosanan pasti ada mas, tapi sampai saat ini saya belum
pernah merasakan bosen mas dalam membantu umat.”
12.
Selain materi apa yang
Saudara dapatkan dari
berkarir di lembaga sosial
seperti ini?
“Selain materi, saya dapatkan banyak pengalaman di ACT, yang
tadinya saya tidak tahu jadi saya lebih paham seperti, wakaf,
Global, begitu. Terus di sini saya dapat banyak sekali saudara,
mungkin saudara saja nggak hanya di luar Indonesia saja ya, tapi
di luar negeri saya juga dapat saudara, jadi manfaatnya lebih
banyak dari lembaga saya yang sebelumnya.”
13. Bagaimana Saudara
memandang suatu pekerjaan?
“Pekerjaan menurut saya sendiri apa ya, banyak hal sih mas,
karena saya adalah tulang punggung keluarga ya, jadi memang
saya dituntut untuk bekerja saat ini, karena memang sebagai
tulang punggung keluarga pun banyak hal bukan hanya saya
sendiri tapi juga keluarga. Prinsip saya dalam bekerja yaitu saya
harus bekerja, dan saya harus membantu adik-adik saya.”
14.
Bagaimana Saudara antar
rekan kerja saling
memberikan motivasi atau
sama yang lain?
“Memeberikan motivasinya sih seperti cara biasanya sih ya mas,
mungkin dengan mengarahkan yang tadinya kurang baik saya
arahkan agar menjadi yang lebih baik.”
15.
Apakah Pak Suroto selaku
BM sudah memotivasi
seperti apa yang diharapkan?
“Sudah. Pak Suroto selaku kepala cabang selalu memberikan
semangat Tim.”
16.
Di ACT Jawa Tengah apakah
pak Suroto adalah sosok
yang visioner?
“Di ACT ini tidak ada yang namanya tokoh ya, siapa pun tidak
menokohkan siapa pun di sini.Tapi semuanya sama, di ACT itu
semua dinilai sama. Pak Suroto adalah BM. BM itu mungkin
formalitas saja ya, tapi beliau sama dengan kita, beliau adalah
Tim kita, kalau ada yang tanya siapa pimpinan ACT, pimpinan
ACT adalah Timnya itu sendiri, jadi memang kekeluargaannya
itu kuat.”
17.
Bagaimana kepemimpinan
Pak Suroto menurut
Saudara?
“Kepemimpinan Pak Suroto kalau menurut saya, beliau bisa
menjadi panutan, beliau Branch Manager yang baik, suka
memberikan motivasi yang baik terus ada beberapa sikap beliau
yang menjadi penutan buat kita para karyawan, dan beliau juga
selalu mengingatkan tentang yang baik .”
18.
Bagaimana menurut Saudara
tentang Inspirasi Pagi yang
diinisiasi Pak Suroto di ACT
Jawa Tengah?
“Jadi inspirasi pagi itu seperti penyemangat gitu ya, jadi kalau
pagi-pagi kita ngantuk-ngantuk begitu sampai kantor ya langsung
kerja kan rasanya jadi nggak semangat mas, nah dengan adanya
Inspirasi Pagi itu kita jadi semangat, karena di situ kita ada
nyanyi-nyanyi, mengingatkan lagi visi dan misi kita.”
19. Apakah yang menarik dari
kepemimpinan Pak Suroto?
“Yang menarik dari kepeimpinan Pak Suroto beliau orangnya
tenang baik dari segi personal maupun bekerja.”
20. Apakah cara memimpin pak “Untuk target pasti dapat, berproses dan bertahap, tenang tapi
143
Suroto sudah dapat mencapai
target yang telah ditetapkan
bersama?
pasti.”
21.
Apakah Pak Suroto
memberikan pengaruh positif
terhadap setiap karyawan?
“Ya. Kadang beliau mengingatkan, mungkin tidak di depan orang
banyak ya, misalnya saya salah ngomong, beliau langsung
mengingatkan saya secara pribadi, langsung Whatsapp saya, atau
langsung di luar teman-teman, kalau ada yang salah di sini, dan
kamu seharusnya seperti ini.”
22.
Bagaiman cara
berkomunikasi Pak Suroto
dalam memimpin?
“Kalau di dalam pekerjaan mamang kita harus profesional, cuman
kalau pas kita di luar bersama beliau, beliau orangnya lucu, bisa
membaur, tertawa, kan biasanya kalau BM susah ya kalau bebaur
dengan karyawan, nggak ada batasan. pola komunikasinya beliau
membaur, beliau juga tidak menganggap beliau adalah tokoh
yang ada di sini, tapi kita semua sama.”
23.
Apakah saat memberikan
instruksi Pak Suroto dapat
diterima dengan jelas kepada
setiap karyawan?
“Kadang instruksinya bisa diterima dan juga bisa tidak, kadang
sering kali tidak bisa diterima saat ada perbedaan pendapat.”
24. Apa kelebihan dari sosok pak
Suroto?
“Ya itu tadi mas, beliau orangnya tenang, bisa memotivasi
selayaknya ayah, dan belau selalu mengutip Alquran atau Hadits
untuk memberikan semangat kepada kami, mengingatkan akan
niat dan visi misi mulia.”
144
TRANSKRIP WAWANCARA 3
Nomor : 3
Tanggal Pengamatan : Senin, 15 Agustus 2016
Jam Pengamatan : 13.00-14.30 WIB
Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang
Nama Informan : Chafidz Nurrahman
Jabatan : Program
TTL : Banjarnegara, 9 April 1990
Alamat : Perumahan Citra Gading Ngijo, Gunung Pati, Semarang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Saudara
berkontribusi di ACT? “Saya sudah hampir satu tahun.”
2.
Sebelum berkarir di ACT
Saudara mempunyai
pengalaman kerja di mana?
“Saya adalah freshgraduate.”
3. Apakah sebelumnya
mengetahui kiprah ACT?
“Kalau secara kelembagaan saya tahu dari aksi-aksi ACT. Saya
melihat dari media-media, hanya sebatas melihat kiprah dari
media.”
4. Apa motivasi Saudara
berkarir di ACT?
“Kalau dulu di kampus saya aktif di lembaga BEM, di sana saya
belajar banyak tentang dunia sosial. Selain itu juga berlatar
belakang dari kondisi keluarga, yang sampai sekarang
ahamdulilah dalam artian orang-orang terdekat itu masih banyak
memberikan bantuan kepada keluarga, nah dengan itu kemudian
saya tangkap, ketika orang lain mengajari saya hal yang
demikian, belum tentu mungkin saya dapat membalas mereka,
tapi saya membalas mereka dengan membagikan apa yang
mereka ajarkan. Prinsipnya kalau hidup ini hanya sekali ya mas
ya, kalau hidup buat diri kita sendiri sangat disayangkann, maka
saya punya prinsip dimanapun saya berada kalau bisa kita bisa
berbagi, nah saya memandang ACT secara kiprahnya bisa
menjadi sarana, untuk berpartisipasi, jadi tidak sebatas orientasi
kami di sini kerja, ya gimana ya, ya kalau dibilang disini kita
kerja, kalau kerja di dunia sosial itu kan bukan sesuatu prestige
buat banyak orang.”
5.
Apa filosofi yang mendasari
Saudara untuk bergabung di
lembaga kemanusiaan?
“Ya satu karena latar belakang karena sengaja, suka dengan dunia
sosial, yang kedua karena sesuai dengan motto hidup saya, hidup
hanya sekali semangat berbagi, itu menjadi landasan komitmen
dimanapun aku berada, membuat bisa berperan untuk masyarakat.
“
6. Nilai-nilai yang “Kalau saya memandang ACT dari sisi nilai kemanusiaan,
145
mempengaruhi kenapa
berkarir di lembaga
kemanusiaan?
kemudian profesionalisme untuk membantu masyarakat. Itu
terlihat banget bahkan itu terbukti, ternyata bekerja di dunia sosial
itu tidak hanya sebatas suka, tapi harus digarap dengan
profesional, biar manfaatnya jelas dan karya-karyanya terlihat
jelas.”
7.
Dari visi misi ACT secara
organisasi sendiri apakah
sudah singkron, sejalan
dengan prinsip dan hal
pribadi dari Saudara?
“Secara garis besar saya sepakat dengan visi misi yang diusung
ACT.”
9.
Apakah Saudara mengetahui
perbedaan organisasi profit
dan non profit?
“Paham dalam artian, ACT ini lembaga non profit dengan artian
tidak memproduksi barang yang kemudian dijual, tapi produk-
produk yang ditawarkan kepada masyarakat adalah untuk
membantu kepada orang lain.”
10.
Apakah berkarir di lembaga
kemanusiaan kesejahteraan
pegawai diperhatikan?
“Iya. Kalau yang saya rasakan, minimal untuk gaji di atas dari
UMR Semarang.”
11. Apakah ada kebosanan
dalam bekerja?
“Kalau dibilang rutinitas ya kadang-kadang bosen ya, dalam
artian bosennya mungkin sisi faktor capai, tapi ketika kita
diingetin tentang permasalah sosial yang harus kita bantu saya
kira juga bisa terbagi-bagi.Wajar sih kebosanan, semua itu
sebatas lewat mungkin karena faktor capai. Mungkin saya melihat
video rekam jejak ACT yang dimana dia bisa memberikan
bantuan yang kelasnya tidak hanya nasional saja, tapi
kontribusinya sudah sampai dunia luar, selain itu kita juga
dibantu sama masyarakat relawan yang banyak, mereka saja yang
diluar ACT mau berbagi, kita sendiri yang tahu tujuannya kenapa
nggak semangat.”
12.
Selain materi apa yang
Saudara dapatkan dari
berkarir di lembaga sosial
seperti ini?
“Kalau di ACT sendiri dari sisi ACT sendiri memang sisi
kapasitas kemudian diberikan apresiasi ya dalam artian awal
ketika masuk kita diberikan orientasi, diberikan kepahaman
tentang job desk utama dari tugasnya. Selain itu juga pemberian
apresiasi disini sebenarnya lebih kepada bagaimana tim itu
bergerak, karena disini kita satu kesatuan. Kalau saya sendiri
kerja itu tidak hanya soal materi saja, tapi juga kepuasan batin
yang tidak ternilai dengan nominal uang.”
13. Bagaimana Saudara
memandang suatu pekerjaan?
“Sebenatnya saya punya tiga konsep yang saya pegang, saya
memandang pekerjaan itu dekat dengan unsur kekeluargaan,
kekompakan tim. Yang kedua ada sisi humanitynya, kemanusiaan
kita bisabermanfaat untuk sekitar. Yang ketiga adalah sisi
keilmuan, di sini dalam artian saya dapt ilmu hidup baru yang
setidaknya itu dapat diaplikasikan kepada masyarakat.”
14.
Bagaimana Saudara antar
rekan kerja saling
memberikan motivasi
satusama yang lain?
“Kita sadar masing-masing divisi tugasnya banyak, job desknya
saling bersinggungan dibeberapa bagian, maka komunikasi
menjadi sarana yang mesti dilakuin, nggak boleh kalau misalkan
dieksekusi sendiri, jadi cara komunikasi itu yang bisa menjadi
146
komunikasi satu sama lain. Sharing pengalaman, tukar ide.”
15.
Apakah Pak Suroto selaku
BM sudah memotivasi
seperti apa yang diharapkan?
“Saya kira beliau juga memberikan arahan yang kemudian itu
menjadi hal yang urgent harus dieksekusi ya dieksekusi, cuman di
sini beliau juga memberikan ruang kepada saya katakanlah untuk
berkreasi, dalam artian ini juga proses pembelajaran kepada saya
untuk bisa mengelola sisi kepemimpinan. Dengan program-
program yang sekian banyak di ACT, cuman beliau ya membantu
misalkan, memberikan motivasi misalkan, programnya banyak
dilink-kan dengan mitra-mitranya. Saya kira pengalaman beliau di
dunia kemanusiaan juga sudah lama, dulu sebelum di ACT
pernah menempati di beberapa lembaga kemanusiaan, dan hal itu
yang beliau ajarkan kepada saya untuk motivasi.”
16.
Di ACT Jawa Tengah apakah
pak Suroto adalah sosok
yang visioner?
“Dengan sepak terjang beliau yang malang melintang di dunia
sosial. Baliau banyak membimbing kami, memberikan arahan dan
ide-ide segar yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. ”
17.
Bagaimana kepemimpinan
Pak Suroto menurut
Saudara?
“Saya memandang setiap orang itu memiliki kelebihan dan
kekurangan, cuman kalau kita melihat kekurangannya terus
meneruskan tidak baik, dalam artian kita juga melihat sisi
baiknya. Untuk seorang Pak Suroto sendiri itu beliau orang yang
sabar, yang kedua pemahamannya tentang sesuatu pola yang
dinamis itu luar biasa, jadi ketika melihat sesuatu, ada yang
kemudian dapat dijadikan sebagai solusi, dapat direspon cepat
dalam memberikan arahan, saya kira itu kelebihan terendiri dari
beliau. Itu jadi nilau plus.”
18.
Bagaimana menurut Saudara
tentang Inspirasi Pagi yang
diinisiasi Pak Suroto di ACT
Jawa Tengah?
“Itu bagus, bisa jadi satu value tersendiri, bisa
mengkoordanisasikan apa yang akan kita lakukan dan untuk
evaluasi, jadi ketika kita di lembaga seperti ini, dinamika dan
kondisi di masyarakat sifatnya cepat dan responnya harus cepat,
dan ini bisa menjadi sarana kita untuk koordinasi.”
19. Apakah yang menarik dari
kepeimpinan Pak Suroto?
“Satu sisi kalau menurut saya yang menarik dari beliau itu dari
rekam jejaknya, bagaimana belaiau mengajarkan kepada saya,
tentang bekerja di lembaga kemanusiaan, jadi pengalaman beliau
yang sudah ber macem-macem di lembaga kemanusiaan, saya
kira disitu saya memberikan apresiasi, selain itu juga beliau
mengajarkan kepada saya tentang menjadi kerja di lembaga sosial
ini tidak hanya mengandalkan dari gaji yang ada di sini saja, tapi
juga harus mandiri dengan membuat usaha-usaha di luar sehingga
dapat membantu kepada masyarakat yang lain, itulah yang beliau
contohkan dalam rekam jejaknya.”
20.
Apakah cara memimpin pak
Suroto sudah dapat mencapai
target yang telah ditetapkan
bersama?
“Saya kira sudah, dengan pengalaman beliau yang banyak sudah
begitu banyak alternatif untuk menjadi solusi jika ada kendala-
kendala yang muncul dikemudian hari.”
21.
Apakah Pak Suroto
memberikan pengaruh positif
terhadap setiap karyawan?
“Secara support untuk motivasi ya, beliau adalah sosok yang luar
biasa.”
147
22.
Bagaiman cara
berkomunikasi Pak Suroto
dalam memimpin?
“Beliau santai, humanis, tidak ada sekat beliau seorang BM, itu
jadi bumbulah bagaimana tim ini bisa solid. Ketika ada karyawan
yang kinerjanya kemudian diberikan apresiasi, ketika beliau salah
juga beliau meminta maaf.”
23.
Apakah saat memeberikan
instruksi Pak Suroto dapat
diterima dengan jelas kepada
setiap karyawan?
“Secara umum iya, tapi ya yang namanya kita berinteraksi,
kadang-kadang ada beberapa miss antara pimpinan dan staf, tapi
semua selalu bisa diatasi dengan rapat yang santai dan penuh
kekeluargaan.”
24. Apa kelebihan dari sosok pak
Suroto?
“Kelebihan beliau orangnya bersahaja, kalem tapi stratejik.
Beliau selalu bisa mengatasi problem dengan tenang, dan beliau
selalu dapat membangkitkan kembali semangat kami dengan
gayanya seperti orang yang berceramah, mengingatkan kembali
tentang amanah dan visi misi Organisasi.”
148
TRANSKRIP WAWANCARA 4
Nomor : 4
Tanggal Pengamatan : Selasa, 16 Agustus 2016
Jam Pengamatan : 09.00-12.00 WIB
Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang
Nama Informan : Astreatun
Jabatan : Marcomm
TTL : Purwodadi, 4 April 1990
Alamat : Kabupaten Grobogan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Saudara
berkontribusi di ACT? “Satu tahun.”
2.
Sebelum berkarir di ACT
Saudara mempunyai
pengalaman kerja di mana?
“Saya lulus sarjana langsung apply ACT.”
3. Apakah sebelumnya
mengetahui kiprah ACT?
“Sudah, saya awalnya tahu, melihat dari socmed. Dari aksi-aksi
tanggap bencananya.”
4. Apa motivasi saudara
berkarir di ACT?
“Awalnya saya aktif di kegiatan KSR, saya berminat kepada
dunia kerelawanan, dan kebetulan ACT punya divisi disaster
management. Yaitu MRI atau Masyarakat Relawan Indonesia,
dari sini muncul keinginan untuk bergabung dan berkontribusi.”
5.
Apa filosofi yang mendasari
Saudara untuk bergabung di
lembaga kemanusiaan?
“Ya karena saya yakin, saat kita menolong diri orang lain, semua
itu kan kembali kepada kita juga. Pengen menebar manfaat gitu
aja mas.“
6.
Nilai-nilai yang
mempengaruhi kenapa
berkarir di lembaga
kemanusiaan?
“Ya berawal dari suka aja sih, seperti passion. Tapi ya mungkin
itu tadi keyakinan saya bahwa kalau kita berbuat baik pasti Allah
akan membalas apa yang kita kerjakan.”
7.
Dari visi misi ACT secara
organisasi sendiri apakah
sudah singkron, sejalan
dengan prinsip dan hal
pribadi dari Saudara?
“Iya, karena jika berseberangan saya tidak mungkin bergabung
disini mas.”
9.
Apakah Saudara mengetahui
perbedaan organisasi profit
dan non profit?
“Yang saya tahu lembaga profit itu mencari keuntungan materiil
atau laba, tapi kalau lembaga sosial tidak.”
10.
Apakah berkarir di lembaga
kemanusiaan kesejahteraan
pegawai diperhatikan?
“Insya Allah iya, karena di sini manajemennya profesional,
seseorang pegawai diberikan katakanlah gaji sesuai
kompetensinya, dan untuk ACT di Semarang ini di atas UMR,
yang kalau nggak salah 1,8 atau 1,9 itu ya mas.”
149
11. Apakah ada kebosanan
dalam bekerja?
“Ya kalau kebosanan itu pasti ada, saya yakin setiap pekerjaan
ada titik jenuhnya. Tapi kalau saya pribadi ya mas ya, karena saya
di bagian marketing, saya lebih dinamis dan tidak melulu di
kantor, bisa dikatakan saya lebih banyak beraktifitas di luar
kantor, berinteraksi dengan masyarakat, menjalankan tugas saya
sebagai marketing.”
12.
Selain materi apa yang
Saudara dapatkan dari
berkarir di lembaga sosial
seperti ini?
“Ya mungkin kesenangan ya mas, karena saya berada di sini
karena keinginan, insya Allah yang saya dapatkan rasa senang
walaupun yang saya kerjakan itu banyak. Selain itu secara pribadi
saya terasah skillnya karena saya banyak bertemu dengan orang-
orang baru.”
13. Bagaimana Saudara
memandang suatu pekerjaan?
“Kita sebagai muslim, bekerja itu ibadah, pekerjaan apapun itu
asalkan halalan tayiban, apa lagi di lembaga kemanusiaan seperti
ini, saya menganggapnya ya sebagi tempat beramal, berbakti
untuk negeri, suatu negara pastilah memerlukan peran masyarakat
atau lembaga sosial seperti ini untuk membantu mengatasi
persoalan yang ada.”
14.
Bagaimana Saudara antar
rekan kerja saling
memberikan motivasi
satusama yang lain?
“Biasanya sih ya sambil bercandaan di sela-sela waktu formal, ya
sewajarnya saja mas, saling support, sharing kalau ada masalah.
ACT ini bagi saya sudah seperti keluarga.”
15.
Apakah Pak Suroto selaku
BM sudah memotivasi
seperti apa yang diharapkan?
“Beliau itu orangnya bersemangat, apa lagi saat berbicara di
depan forum, beliau selalu menyelipkan kata-kata hikmah dalam
setiap briefing yang dilakukan, jadi ya kita menjadi teringat akan
niat dan bisa menumbuhkan semangat, tapi itu tergantung
masing-masing pribadi ya mas ya.”
16.
Di ACT Jawa Tengah apakah
pak Suroto adalah sosok
yang visioner?
“Mungkin dengan pengalamannya karena sudah bertahun-tahun
mengabdikan dirinya di ranah ini jadi banyak muncul ide-ide ya
mas.”
17.
Bagaimana kepemimpinan
Pak Suroto menurut
Saudara?
“Sejauh ini sih saya kira bagus, beliau sudah ideal menjadi
pemimpin apa lagi didukung dengan pengalamannya. Orangnya
lembut, dan sabar mas, jarang marah-marah atau grusah-grusuh,
orangnya nyantai mas.”
18.
Bagaimana menurut Saudara
tentang Inspirasi Pagi yang
diinisiasi Pak Suroto di ACT
Jawa Tengah?
“Ya bagus juga sih buat penguatan tim mas, apa lagi Pak Suroto
sering paling semangat nyanyi kalau lagi briefing. Kita kan ada
lagu penyemangat yang biasa kita nyayikan kayak semacam yel-
yel biar bersemangat.”
19. Apakah yang menarik dari
kepemimpinan Pak Suroto?
“Yang saya tahu ya mas, beliau itu selalu melakukan yang terbaik
dan hati-hati. Dan beliau saat menumbuhkan semangat selalu
mengutip ayat Alquran atau Hadits, kebetulan staffnya muslim
semua jadi bisa mengena gitu mas, menyadarkan kembali lah.”
20.
Apakah cara memimpin pak
Suroto sudah dapat mencapai
target yang telah ditetapkan
bersama?
“Ya kalau target sih kerja sama tim mas, tapi ya berkat arahan
beliau semua bisa diatasi kalau ada masalah yang tak terduga.”
21. Apakah Pak Suroto “Ya beliau selalu menampilkan sebagai pribadi yang
150
memberikan pengaruh positif
terhadap setiap karyawan?
bersemangat. Jadi ya mungkin secara tidak langsung semangatnya
nular.”
22.
Bagaiman cara
berkomunikasi Pak Suroto
dalam memimpin?
“Beliau jarang marah-marah, setiap ada permasalahan indivdu
beliau koreksi saat tidak bersama orang lain, dan beliau selalu
memberikan nasihat baik. Beliau low profile sih mas, tidak
pernah menonjolkan diri pimpinan, tapi teman.”
23.
Apakah saat memeberikan
instruksi Pak Suroto dapat
diterima dengan jelas kepada
setiap karyawan?
“Ya tergantung orangnya, kadang-kadang pengalaman beliau
yang sudah banyak dengan kami ya mungkin ada yg masih baru
sering ada ketimpangan pemahaman, sepertinya itu wajar-ajar
saja sih mas, saya kira dimana pun juga begitu.”
24. Apa kelebihan dari sosok pak
Suroto?
“Ya mungkin beliau orang yang berpengalaman, terus beliau
sepertinya orang yang sholeh karena selalu memotivasi dengan
kata-kata mutiara.”
151
TRANSKRIP WAWANCARA 5
Nomor : 5
Tanggal Pengamatan : Selasa, 16 Agustus 2016
Jam Pengamatan : 09.00-12.00 WIB
Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang
Nama Informan : Andi Rahmanto
Jabatan : Partnership
TTL : 7 Agustus 1980
Alamat : Pedurungan, Semarang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama Saudara
berkontribusi di ACT?
“Saya masuknya sama setelah Pak Suroto, jadi ya hampir seumur
ACT di Semarang ini.”
2.
Sebelum berkarir di ACT
Saudara mempunyai
pengalaman kerja di mana?
“Saya sebelumnya juga berkiprah di Rumah Zakat seperti Pak
Suroto.”
3. Apakah sebelumnya
mengetahui kiprah ACT?
“Pasti, karena lembaga kemanusiaan ini biasanya kalau ada
bencana atau aksi sosial selalu bekoordinasi satu sama lain,
cuman waktu itu ACT Jawa Tengah belum berdiri di Semarang.”
4. Apa motivasi saudara
berkarir di ACT?
“Ya karena saya rasa dengan pengalaman saya di Rumah Zakat,
saya bisa turut memajukan ACT ini, saya lihat di sini lembaga
yang bagus, mulia ya. Selain itu ya karena sepertinya ini memang
jalan saya mas.”
5.
Apa filosofi yang mendasari
Saudara untuk bergabung di
lembaga kemanusiaan?
“Waduh, apa ya, saya sih orangnya nggak filosofis mas. Yang
saya tahu ya, kalau kita berbuat baik ya sebernarnya itu akan
kembali kepada kita. Ya mungkin mencari keridhaan Allah lah
mas, Insya Allah. “
6.
Nilai-nilai yang
mempengaruhi kenapa
berkarir di lembaga
kemanusiaan?
“Ya mungkin nilai kemanusiaan ya dan juga nilai-nilai agama,
kan kita diperintahkan untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan,
nah ini kesempatan dan wadah bagi kita untuk menuju itu gitu
lho.”
7.
Dari Visi Misi ACT secara
organisasi sendiri apakah
sudah singkron, sejalan
dengan prinsip dan hal
pribadi dari Saudara?
“Seharusnya kan begitu mas, ya sejalan, karena jika tidak maka
tidak ada alasan kenapa mau berkontribusi.”
9.
Apakah Saudara mengetahui
perbedaan organisasi profit
dan non profit?
“Intinya kalau lembaga kemanusiaan nggak mencari laba, itu
yang saya tahu.”
10. Apakah berkarir di lembaga
kemanusiaan kesejahteraan
“Alhamdulillah kalau di ACT karena ini lembaga besar dan
kepercayaan masyarakat, lembaga ini selalu memberikan yang
152
pegawai diperhatikan? terbaik bagi SDMnya, memberikan imbalan selayaknya lembaga
yang cari untung, semua diberi imbalan sesuai kompetensinya,
tapi ya mungkin tidak sebesar lembaga-lembaga yang cari laba
mas, kayak bank-bank, atau perusahaan seperti itu.”
11. Apakah ada kebosanan
dalam bekerja?
“Isnya Allah kalau kita kembali kepada niat yang ikhlas
kebosanan itu bisa hilang dengan sendirinya mas. Kalau saya
pribadi alhamdulillah menikmati ini, karena saya bagian divisi
partnership, hampir setiap hari saya me-lobby atau mencari
lembaga lain yang mungkin ingin menjadi donatur di ACT ini.
Walaupun lelah saya kerja di lapangan tapi saya senang bisa
belajar dari setiap apa yang saya temui.”
12.
Selain materi apa yang
Saudara dapatkan dari
berkarir di lembaga sosial
seperti ini?
“Apa ya mas, ya mungkin pengalaman hidup.”
13. Bagaimana Saudara
memandang suatu pekerjaan?
“Ya pekerjaan itu bagian dari ibadah, itu yang selalu ditekankan
sama pak Suroto ketika lagi memberikan semangat, jadi ketika
kita memandang pekerjaan itu ibadah, maka kita harus
melakukannya dengan amanah.”
14.
Bagaimana Saudara antar
rekan kerja saling
memberikan motivasi atau
sama yang lain?
“Biasanya sih saling mengingatkan, saling bantu membantu jika
ada kesulitan dalam pekerjaan. Kita biasa lintas divisi saling
bantu kalau lagi ada yang longgar di pekerjaan masing-masing,
kayak gitu kan nggak tentu mas.”
15.
Apakah Pak Suroto selaku
BM sudah memotivasi
seperti apa yang diharapkan?
“Menurut pendapat saya sih sudah. Beliau sudah mencoba yang
terbaik, selain sebagai pemimpin beliau juga mencontohkan
dalam kehidupan sehari-hari.”
16.
Di ACT Jawa Tengah apakah
pak Suroto adalah sosok
yang visioner?
“Ya bisa dibilang begitu, tapi biasanya semua itu hasil rembug
bareng mas, jadi setiap orang memberikan pandangannya masing-
masing.”
17.
Bagaimana kepemimpinan
Pak Suroto menurut
Saudara?
“Cukup bagus menurut saya, beliau berpengalaman dan sering
mendapat kepercayaan dari orang lain.”
18.
Bagaimana menurut Saudara
tentang Inspirasi Pagi yang
diinisiasi Pak Suroto di ACT
Jawa Tengah?
“Menurut saya itu bagus untuk bisa meningkatkan jiwa persatuan
tim ya, tapi bisa menjadi bosan juga jika setiap hari jika tidak ada
sesuatu yang baru, tapi selama ini anak-anak antusias
menjalaninyadan tidak ada complain.”
19. Apakah yang menarik dari
kepemimpinan Pak Suroto?
“Mungkin beliau orang yang tulus ya, dari pengalamannya kan
kita udah lihat, beliau memang berkecimpung di dunia sosial dan
sampai mendapatkan kepercayaan seperti sekarang ini.”
20.
Apakah cara memimpin pak
Suroto sudah dapat mencapai
target yang telah ditetapkan
bersama?
“Selama ini lancar-lancar saja dan kendala selalu teratasi. Tapi
biasanya pencapaian itu berkat kerjasama tim mas. Saling bantu-
membantu.”
21.
Apakah Pak Suroto
memberikan pengaruh positif
terhadap setiap karyawan?
“Saya kira iya, akrena beliau tidak hanya memerintahkan tapi
juga memberikan contoh.”
153
22.
Bagaiman cara
berkomunikasi Pak Suroto
dalam memimpin?
“Beliau mencoba untuk bisa masuk dalam setiap diskusi, kadang
beliau lucu, kadang-kadang pada staf yang lebih muda terlihat
beliau membaur dan tidak menunjukan senioritas atau posisi
beliau sebagai BM.”
23.
Apakah saat memeberikan
instruksi Pak Suroto dapat
diterima dengan jelas kepada
setiap karyawan?
“Bisa, instruksi yang diberikan biasanya dilaksanakan dengan
baik, toh jika ada anak baru yang belum paham, beliau akan
mengajari dengan sabar.”
24. Apa kelebihan dari sosok pak
Suroto?
“Mungkin beliau yang punya pengalaman kepemimpinan, sering
mendapat kepercayaan dan selalu dapat memberikan motivasi
dalam pidatonya mas, kan tidak semua pemimpin dapat seperti
itu.”
154
TRANSKRIP WAWANCARA 6
Nomor : 6
Tanggal Pengamatan : Kamis, 6 Oktober 2016
Jam Pengamatan : 09.00-11.30 WIB
Tempat : Meeting Room kantor ACT cabang Semarang
Nama Informan : Sri Suroto
Jabatan : Kepala Cabang ACT Jawa Tengah
TTL : Semarang, 27 Desember 1976
Alamat : Perumahan Jangli Permai, jl. Jupiter III No. 18, Semarang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban
1.
Bagaimana ACT memandang
tata kelola organisasi yang
baik atau profesional?
Alhamdulillah, jadi salah satu organisasi yang baik dan
bertanggung jawab ya terhadap kinerja dan sekaligus juga
program-programnya, itu adalah transparansi, transparansi dari
pada pengelolaan lembaga baik itu dari sisi penerimaan maupun
dari penyaluran ataupun dari sisi implementasi program, karena
mau nggak mau lembaga seperti kita harus diaudit, karena arus
kas uang yang dihimpun dari publik dari masyarakat itu harus di
pertanggung jawabkan pula ke masyarakat, dan lembaga seperti
kita, lembaga sosial kemanusiaan atau lembaga amil zakat,
kekuatannya adalah trust, kepercayaan masyarakat. Ketika
lembaga kemanusiaan itu memiliki tata organisasi atau
manajemen organisasi yang baik, yang ketika dia itu
menghimpun dana umat dana masyarakat, kemudian disalurkan
sesuai dengan akadnya, maka dan kemudian dilaporkan.
Alhadulillah ACT semua penghimpunan dapat diakses online dan
realtime, di act.id, di situ bisa dilihat transaksi yang masuk,
kemudian penyalurannya, dan aksi-aksi yang dilakukan ACT,
semuanya transparan dan disampaikan ke publik, karena memang
publik bagian dari audit eksternal kelembagaan. Dan ACT juga
diaudit oleh akuntan publik ya, alhamdulillah ya sejak awal
sampai saat ini, WTP, wajar tanpa pengecualian, artinya donasi
yang dihimpun dari donor, dipertanggung jawaban ke publik,
dan semuanya tersalurkan dengan baik sesuai amanah. Kemudian
ACT dalam pengelolaan progam-programnya, yang jelas karena
core kita adala kemanusiaan aksi-aksi kemanusiaan semuanya
pun transparan, disampaikan ke publik, di web itu adalah sarana
komunikasi kita, program yang kita lakukan, dan isnya Allah
masing2 cabang dan ACT pusat sangat massive sekali, dan kita
juga alhamdulillah yang paling kuat itu justru kita banyak
melibatkan para relawan dan menggerakan masyarakat, sehingga
berbagai permasalahan ekmanusiaan berbagai ha tentang
155
kebencanaan ini, etika banyak orang tergerak, itu bagian dari
solusi permasalahan yang ada.
2.
Bagaimana ACT merespon
setiap fenomena di lapangan
seperti bencana dan
permasalahan sosial?
“Alhamdulillah kita menggerakkan masyarakat untuk peduli dan
kita melibatkan masyarakat yang peduli ini tergabung ke dalam
relawan anamnya MRI atau Masyarakat Relawan Indoensia,
tersebar di seluruh penjuru Nusantara bahkan di global, sehingga
isuisu berbagai persoalan cepat kita merespon. Misalnya ketika
ada informasi kebencanaan di daerah tertentu, dan informai itu
kemudian masuk di kami ACT, maka segera kita seger
melakukan assesment data awal, kemudian kita juga segera
mengirimkan bantuan, minimal bantuan awal dulu, untuk
memberikan kepada yang membutuhkan. Dan kecepatan memang
harus kita miliki, karena bencana adalah kejadian yang luar biasa,
ketika kia lambat dalam merespon, maka korban dan jiwa yang
melayang akan semakin banyak. Dan fungsi dari kami ketika kita
dapat melibatkan masyarakat sebagai relawan, dan masyarakat
juga bersemangat ketika menginformasikan hal seperti ini, maka
penangnannya lebih cepat dan tepat, insya Allah hal-hal yang
tidak diinginkan dapat diminalisir sekecil mungkin. Kecepatan
dalam respon ini bagian dari karakter kami.”
3.
Bagaimana ACT meyikapi
kepatuhan hukum yang ada
di Indonesia?
“Alhamdulillah, secara personal atau kelembagaan semuanya
harus taat kepada hukum, kalau hukum dan aturan ini yang akan
memayungi pergerakan atau aktifitas secara personal ataupun
kelembagaan supaya teratur, terarah dan bertanggung jawab.
ACT kita juga sama, semua regulasi pemerintah kita tekuni, kita
taati, sebagai payung koridor, bagaimana batasan kegiatan aksi
dibolehkan atau tidak sebagainya, itu kan hukum jelas, ACT
menyikapi hukum di Indonesia adalah hukum yang positif yang
harus ditaati dan diterapkan. Bahkan ACT di mata pemerintah,
ACT merupakan salah satu lembaga ynag menginisiasi BNPB,
Badan Nasional Penaggulangan Bencana. Jadi ketika awal
bencana tsunami di Aceh, tahun 2004 atau 2005, alhamdulillah
ACT termasuk bagian yang bergerak di awal, dan saat iulah kita
baru bersadar, tentang arti pentingnya penanganan bencana, yang
memang harus secara khusus dan serius, disikapi, apalagi
permasalahan di Indoensia potensi kebencanaan di Indoensia
punya kerawanan bencana yang tinggi. Terutama gunung berapi
yang tersebar begitu banyak di Indonesia, poensi meletus
sewaktu-waktu, ya gempa dan tsunami, tanah longsor dan banjir
yang luar biasa, ini Indonesia tentang potensi bencana memang
luar biasa. Maka kita sebagai lembaga harusnya mengedukasi
memberikan penyadaran, memberikan penyadaran tentang
potensi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu muncul. Pada
prinsipnya ACT terhadap kepatuhan hukum di Indonesia sangat
mendukung dan memang harus ditegakkan.”
4. Bagaimana akuntabilitas “Alhamdulillah. Saya kira sudah dijelaskan tadi mas.”
156
transparansi?
5. Bagaimaa transpaansi dari
akad donasi ACT?
“Kita sudah klasifikasikan terkait dengan trasnaksi dana yang
masuk ya, misalnya kejadian kemarin, banji bandang di Garut,
kemudian apa yang dilakukan ACT, ACT segera turun ke
lapangan, melakukan assesment, kebutuhan apa, data-data
tentang kebencanaan kita update terus, yang jelas kita
berkomunkasi dan intens, bekerja sama dengan BNPB, karena
mau nggak mau kita pengananan bencana ini harus
terkonsolidasi, tidak bisa, satu LSM berja sendiri-sendiri, semua
harus terkoordinasi. Setelah itu kita publish ke masyarakat, dan
kemudian alhamdulillah, dukungan dan support masyarakat,
terkit dengan donasi kebencanaan sesuai dengan akadnya kita
salurkan, misalnya akadnya Garut ya sudah, kita fokuskan ke situ
dan kita salurkan ke masyarakat, dalam bentuk playanan-
pelayanan, misalnya kesehatan, pendidikan, atau yang darurat,
sembako. Dan nantinya kita pertanggung jawabkan, berapa dana
yang dihimpun, disalurkan dalam program apa, berapa penerima
manfaat, beapa orang yang mendapatkan donasi, semuanya
terdokumentasi, semua terdata, dan ini yang kita sampaikan ke
publik. Jadi dari semua dana yang masuk, sesuai dengan akad
transaksi, kemudian kita lihat kebutuhan masyarakat apa, terkait
kesehatan kita berikan pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan
programnya apa saja, misalnya cek sehat, pemberian obat,
kemdian pasiennya siapa saja semua terdata. Sehingga
pengelolaan ini kita laporkan ke donor, ynag memberikan
donasi.”
6.
Bagaimaan ACT sebagai
organisasi kemanusiaan
mengelola SDM?
“Terkait dengan rekrutmen dan kebutuhan SDM biasanya kita dari
cabang atau pusat lansung publish ke masyarakat, baik lewat sosial
media, maupun lewat website, kemudian masyarakat yang berminat
melengkapi persyaratan kemudia kita panggil untuk diseleksi bagi yang
kualifikasi ya. Dalam mererut SDM terkordinasi dengan pusat, karena
terkait dengan operasional. Seleksi orang pusat turun ke cabang,
tergantung kebutuhan SDM. seleksi dilakuakn oleh ahli divisi HR.”
7.
Bagaimana ACT
memberikan pelatihan dan
pengembangan?
“Kita diadakan OJT ya sekaligus juga upgrading kepada SDM
yang masuk, biasanya dilakuan bersama-sama di kantor pusat, ya
dari cabang yang belum pernah melakukan internalisai
kelembagaan, biasanya ada aktu khusus ya, biasanya samapai
satu minggu, mendapatkan upgrading, sekaligus juga
pemahaman ttg kelembagaan di pusat.”
8. Bagaimana sistem penilaian
kinerja ACT? “Ada indikatornya mas, KPI dari pusat.”
9. Bagaimana visi straegik
ACT?
“ACT sebagaimana visi kita ya, menjadi organisasi global yang
profesional, berbasiskan kedermawanan dan kerelawanan masyarakat
global untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.”