Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI
Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan
Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya
Abstrak Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang
berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa
tulisan. Studi karya tulis pada masa lampau dilakukan
karena adanya anggapan bahwa dalam peninggalan
tulisan terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan
kehidupan masa kini. Karya-karya tulisan masa lampau
merupakan peninggalan yang mampu menginformasikan
buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai
berbagai segi kehidupan yang pernah ada. Karya-karya
dengan kandungan informasi mengenai masa lampau itu
tercipta dari latar sosial budaya yang tidak lagi ada atau
tidak sama dengan latar sosial masyarakat pembaca masa
kini. Peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu
ratusan tahun yang lalu pada saat ini dalam kondisi yang
sudah mengalami kerusakan, atau berwujud sebagai hasil
proses penyalinan yang telah berjalan dalam kurun waktu
yang lama. Kerusakan bacaan, kerusakan bahan dan
munculnya variasi pada teksnya menuntut cara untuk
mendekatinya. Sebagai akibatnya, upaya untuk menggali
informasi yang tersimpan dalam karya tulis yang berupa
produk masa lampau itu harus berhadapan dengan
kondisi karya tulis yang selain materi yang diinformasikan
tidak lagi dipahami oleh pembaca masa kini, juga dengan
kondisi fisiknya yang sudah tidak sempurna lagi karena
rusak oleh waktu. Karakteristik karya-karya tulis dengan
kondisi seperti tersebut menuntut pendekatan yang
ISSN: 2085-5079
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
memadai. Untuk membaca karya-karya tulis tersebut
diperlukan ilmu yang mampu menyaingi kesulitan-
kesulitan akibat kondisinya sebagai produk masa lampau,
yaitu ilmu filologi.
Dalam hal ini penulis bermaksud membahas
tentang metodologi penelitian filologi, dimaksudkan
untuk mengetahui cara-cara yang harus dilakukan untuk
bisa membaca sebuah naskah yang berumur lebih dari
seratus tahun. Dan pembahasan ini adalah pembahasan
secara literature atau kajian pustaka, yaitu mengkaji
sumber – sumber pustaka untuk mendapatkan buku-buku
yang berkaitan dengan pembahasan.
Dalam pembahasan ini penulis mendapatkan
kesimpulan bahwa objek kajian filologi adalah naskah
dengan teks yang dikandungnya. Sedangkan tujuannya
adalah mengungkap budaya bangsa. Adapun proses dan
metode penelitian filologi antara lain : pengumpulan data,
deskripsi, pertimbangan dan pengurangan, penentuan
naskah asli, transliterasi dan suntingan teks.
Penulis membahas tentang metodologi penelitian
filologi ini hanya sebagian kecil yang penulis dapat
sampaikan dan masih banyak kekurangan-
kekurangannya, Untuk itu penulis mengharapkan bagi
penulis yang selanjutnya bisa lebih luas dan lebih
mendalam lagi dari pembahasan sebelumnya,Amin.
Kata Kunci : Sudut kesejarahan, teks kebahasaan, filologi
PENDAHULUAN
Kajian tentang penanganan serta pembacaan dan analisis
karya-karya klasik di Indonesia mau tidak mau harus menga-
dopsi sebuah disiplin ilmu dari para sarjana barat. Adapun
disiplin ilmu tersebut adalah filologi atau dalam istilah bahasa
Inggrisnya disebut philology.
Filologi Berdasarkan pengertian secara harfiahnya istilah
ini adalah “pecinta kata-kata”. Itulah sebabnya filolog selalu asyik
dengan kata-kata atau teks. Kata-kata dipertimbangkan, dibet-
Fina Aunul Kafi
ulkan, diperbandingkan, dijelaskan asal-usul dan sebagainya, se-
hingga jelas bentuk dan artinya.1
Meskipun pada awal perkembangannya filologi selalu
ditekankan pada kajian serta telaah teks Injil baik perjanjian lama
maupun perjanjian baru, namun karena dipandang berhasil da-
lam memecahkan masalah penelusuran naskah asli dari sekian
banyak turunannya, maka ruang lingkup kajian teks ini terus
berkembang. Tidak hanya pada teks-teks yang dipandang
mempunyai nilai agamis (Sacral Text) melainkan pada setiap teks
peninggalan masa lalu dalam bentuk arkaisnya dengan kekhasan
ciri masing-masing.
Sebagai istilah, kata “Filologi” mulai dipakai pada kira-
kira abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah, yaitu
untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji pen-
inggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus ta-
hun sebelumnya. Ahli dari Iskandariyah yang pertama kali mel-
ontarkan istilah filologi bernama Eratosthenes. Pada waktu itu
mereka harus berhadapan dengan sejumlah peninggalan tulisan
yang menyimpan informasi dengan bentuk yang bermacam-
macam, juga pada fisik peninggalan tulisan itu terdapat sejumlah
bacaan yang rusak atau korup.2
Pada dasarnya dalam filologi yang terpenting adalah
bagaimana sebuah teks kuno dengan aksara serta bahasa yang
sudah mati menjadi hidup, terbaca dan terkuak isinya. Untuk
mencapai tujuan itu tentu saja harus melalui cara atau metode.
PENGERTIAN FILOLOGI
Kata “Filologi” berasal dari bahasa Yunani philologia yang
berupa gabungan dari dua kata, yaitu philos yang berarti “teman”
1 Edward Djamaris, Metode penelitian Filologi,( Jakarta : CV. Manasco, 2002),
hal. 6 2 Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta :BPPF UGM,
1999), hal.3
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
atau ‘kecintaan/kegemaran’ dan logos yang berarti “pembicaraan”
atau ‘ilmu’. Dalam bahasa Yunani philologia berarti “ senang ber-
bicara” yang kemudian berkembang ‘senang belajar’,’senang
kepada ilmu’, ‘senang kepada tulisan-tulisan’, dan kemudian ‘se-
nang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’ seperti karya-
karya sastra.3 Itulah sebabnya filolog selalu asyik dengan kata-
kata atau teks.
Pengertian filologi ini kemudian berkembang dari
pengertian cinta pada kata-kata menjadi cinta pada ilmu. Filologi
tidak hanya sibuk dengan kritik teks, serta komentar penjelasann-
ya, tetapi juga ilmu yang menyelidiki kebudayaan suatu bangsa
berdasarkan naskah. Objeknya tetap sama, yaitu kebudayaan
yang menghasilkan karya sastra itu, seperti kepercayaan, agama,
adat-istiadat, dan pandangan hidup suatu bangsa.4
Definisi filologi yang lain juga menyebutkan antara lain :
1. Filologi adalah ilmu tentang segala sesuatu yang sudah/
pernah diketahui. Arti ini lahir sehubungan dengan luasnya
jangkauan isi teks dan peranannya dalam dunia pengetahuan
pada waktu itu.
2. Filologi ialah studi sastra secara ilmiah. Pengertian ini mun-
cul pada waktu teks-teks dalam naskah lama yang dikaji itu
berupa karya-karya sastra tinggi, seperti karya sastra Hu-
meros. Sebagai akibatnya filologi hanya diterapkan pada
karya sastra yang bernilai tinggi saja. Pada saat ini pengertian
demikian tidak lagi dijumpai.
3. Filologi adalah studi bahasa atau ilmu bahasa, sebagaimana
istilah linguistik pada masa kini. Lahirnya pengertian ini ada-
lah akibat dari pentingnya peranan bahasa dalam menggarap
naskah lama.
3 Ibid, hal.2 4 Edwar Djamaris, hal. 7
Fina Aunul Kafi
4. Filologi berarti pengetahuan yang sibuk dengan studi teks,
kebanyakan teks-teks bidang sastra. Sebagai tujuannya ada-
lah penetapan bentuk asli teks dan interpretasi isi teks
menurut konteks budaya yang melahirkannya. Pengertian
teks di sini mencakup teks lisan dan tulis.5
Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
filologi adalah salah satu disiplin yang berupaya mengungkapkan
kandungan teks yang tersimpan dalam naskah produk masa lam-
pau. Sebagai penggali produk hasil budi daya manusia, filologi
tergolong ilmu-ilmu kemanusiaan atau ilmu humaniora.
SASARAN DAN OBJEK KERJA FILOLOGI
Peninggalan tulisan masa lampau pada saat ini dikenal
dengan kata-kata “naskah”. Kata Arab yang berarti “tulisan tan-
gan”. Di sini istilah yang digunakan adalah naskah. Dalam pen-
inggalan yang bernama naskah, tersimpan sejumlah informasi
masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan, ke-
percayaan, adat kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku pada
masyarakat masa lampau. Kandungan yang tersimpan dalam
naskah, dalam kegiatan filologi pada umumnya, disebut teks.
Apabila naskah merupakan produk yang bersifat konkret, teks
merupakan produk yang bersifat abstrak. Jadi, teks adalah infor-
masi yang terkandung dalam naskah.
Dari sejarah lahirnya filologi sebagai istilah, dapat
diketahui bahwa filologi mempunyai sasaran kerja yang berupa
naskah. Ilmu yang berkaitan dengan naskah dan pernaskahan
disebut kodikologi, yaitu ilmu tentang kodeks (kata lain untuk
naskah). Oleh karena itu, objek kajian filologi berupa teks, yaitu
informasi yang terkandung dalam naskah, yang sering disebut
5 Leres IAIN, Metodologi penelitian filologi 1,(Yogyakarta : Lembaga Research
dan survey IAIN Sunan Kalijaga, 1987),14-16
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
juga muatan naskah. Ilmu yang berkaitan dengan teks yang ter-
simpan dalam naskah disebut tekstologi.6
Dasar kerja pada pendapat bahwa teks berubah-ubah da-
lam penurunan akan memberi perhatian yang besar pada peru-
bahan teks yang diakibatkan oleh penurunan tersebut. Kesalahan-
kesalahan atau keadaan korup akan memberi informasi yang ber-
harga untuk pelacakan bentuk asli teksnya.
Berangkat dari pelacakan lewat kesalahan-kesalahan ter-
sebut rangkaian kerja filologi dilakukan lewat tahapan-tahapan
berikut : mengumpulkan naskah dari eksemplar teksnya,
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi-informasi terhadap
naskah/ teksnya, membandingkan variant-variantnya, menetap-
kan teks arketipnya, membuat pembetulan atas bacaan yang ru-
sak, dan menyunting dalam bentuk “terbaca”, ialah antara lain
dengan membuat transliterasinya.7
TUJUAN PENELITIAN FILOLOGI
Tujuan filologi dapat dirinci sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. Mengungkapkan produk masa lampau melalui pening-
galan tulisan.
b. Mengungkapkan fungsi peninggalan tulisan pada
masyarakat penerimanya, baik pada masa lampau mau-
pun pada masa kini.
c. Mengungkapkan nilai-nilai budaya masa lampau.
2. Tujuan Khusus.
a. Mengungkapkan bentuk mula teks yang tersimpan da-
lam peninggalan tulisan masa lampau.
b. Mengungkapkan sejarah perkembangan teks.
6 Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta :BPPF UGM,
1999),hlm.6 7 Leres IAIN, Metodologi penelitian filologi 1,(Yogyakarta : Lembaga Research
dan survey IAIN Sunan Kalijaga, 1987),hal. 20
Fina Aunul Kafi
c. Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh
masyarakat masa kini, yaitu dalam bentuk suntingan.8
METODE PENELITIAN
Filologi adalah berbicara mengenai bagaimana sebuah
naskah kuno yang bernilai atau mempunyai makna besar bagi
kehidupan manusia itu dikaji dengan cara seksama dan dengan
ketelitian yang tinggi. Ketika hendak melakukan prosesi
penelitian naskah, kita sebagai seorang peneliti (filolog) akan
melakukan beberapa langkah standar yang telah digunakan dan
disepakati oleh para ahli untuk mencari atau menyunting sebuah
naskah kuno agar selanjutnya bisa dipublikasikan kepada
masyarakat luas.
Adapun langkah-langkah atau metodologi dalam
penelitian filologi adalah sebagai berikut :
1. Inventarisasi atau pengumpulan data (naskah).
Apabila kita telah menentukan untuk meneliti suatu
naskah, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau berisi
cerita yang sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai per-
pustakaan, museum, instansi lain yang menaruh perhatian ter-
hadap naskah. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan
metode studi pustaka. Metode pengumpulan data berikutnya ada-
lah metode studi lapangan ( Field Research). Naskah tidak hanya ter-
simpan di perpustakaan atau museum, tetapi juga terdapat di ka-
langan masyarakat. Ada segolongan orang yang menganggap
naskah sebagai benda yang sangat berharga, benda pusaka se-
hingga naskah itu dikeramatkan. Untuk itu naskah disimpannya
8 Siti Baroroh Baried dkk, hal.8
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
baik-baik dan tidak boleh dibaca oleh sembarang orang. Untuk
membaca naskah itu kadang-kadang disertai upacara tertentu.
Adakalanya naskah tersimpan di tempat-tempat pendidi-
kan, seperti pesantren, atau surau, serta tempat-tempat acara
kesenian. Tokoh masyarakat atau budayawan ada kalanya juga
menyimpan naskah-naskah ini.
Dalam metode studi lapangan perlu diketahui terlebih
dahulu tempat-tempat tersebut. Tempat-tempat tersebut dapat
ditanyakan di kantor dinas kebudayaan daerah.
Untuk mendapat bahan penelitian yang lengkap guna
penafsiran teks yang setepat-tepatnya dari berbagai segi, perlu
pula dikumpulkan ulasan-ulasan mengenai teks naskah itu se-
luruhnya atau sebagian dalam karya-karya lain
Adakalanya naskah terdapat dalam jumlah lebih dari satu,
tetapi dapat juga terjadi naskah itu satu-satunya saksi (Codex
Unicus). Perbedaan jumlah ini menentukan penanganan naskah
untuk suatu edisi.
Apabila teks terdapat dalam jumlah besar naskah maka
perlu diadakan perbandingan. Setelah diperoleh gambaran garis
keturunan versi-versi dan naskah-naskah, tindakan selanjutnya
adalah resensi atau pensahihan, yaitu penentuan arketip (naskah
mula) berdasarkan perbandingan naskah yang termasuk satu
stema (silsilah). Setelah itu dilakukan emendasi, yaitu pembetulan
dalam arti mengembalikan teks kepada bentuk yang dipandang
asli yang dilakukan melalui kritik teks.9
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti ha-
ruslah mengetahui terlebih dahulu keberadaan dari naskah-
naskah yang hendak diteliti serta keadaan dari naskah tersebut,
apakah dalam jumlah sedikit atau justru sebaliknya. Semua itu
9 Ibid, hal.66
Fina Aunul Kafi
harus dikumpulkan dan dicatat dengan baik untuk menuju ke
langkah berikutnya.
2. Deskripsi Naskah
Naskah yang sudah berhasil dikumpulkan perlu segera
diolah berupa deskripsi naskah. Metode yang digunakan dalam
diskripsi naskah adalah metode deskriptif. Semua naskah
dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, uku-
ran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan
garis besar isi cerita. Hal ini dilakukan untuk memudahkan tahap
penelitian selanjutnya berupa pertimbangan (recentio), penggugu-
ran (eleminatio) dan kolasi (collatio), perbandingan naskah.10
Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bah-
wa dalam deskripsi naskah dapat disusun urutan episode tiap
naskah, table yang berisi jumlah episode tiap naskah, dan jumlah
naskah yang memuat episode yang sama, serta tahun dan tempat
penyalinan naskah-naskah itu terlebih dahulu untuk memu-
dahkan filolog dalam melakukan penelitian.
3. Pertimbangan dan pengguguran naskah
Setelah semua naskah dideskripsikan secara cermat
dengan pola dan unsur yang sama, beberapa unsur tiap naskah
itu dapat diperbandingkan sebagai bahan pertimbangan dan
pengguguran naskah. Metode yang digunakan adalah metode
perbandingan.
Dari perbandingan garis besar isi cerita dapat diketahui
naskah yang berupa fragmen, naskah yang tidak lengkap yang
hanya terdiri atas beberapa bagian cerita saja yang jauh berbeda
dengan naskah yang lengkap dan utuh. Dari perbandingan
bacaan naskah, dapat diketahui naskah yang merupakan salinan
langsung dari naskah lain atau naskah yang berupa transliterasi
10 Edwar Djamaris, metodologi penelitian filologi, ( Jakarta : CV. Manasco,
2002),hal.11
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
dari naskah lain. Dari perbandingan nama tokoh cerita, latar ceri-
ta, atau panjang pendeknya isi cerita dapat diketahui teks yang
berbeda versinya. Dari perbandingan bahasa dapat diketahui
naskah yang disadur atau naskah yang sudah disesuaikan baha-
sanya dengan bahasa yang berlaku sekarang. Naskah-naskah
yang berupa fragmen, naskah yang tidak lengkap dan utuh,
naskah salinan langsung atau naskah yang berupa transliterasi
atau transkripsi, atau naskah yang berupa saduran, digugurkan
dan tidak perlu lagi dilibatkan dalam penelitian selanjutnya un-
tuk menentukan naskah yang asli atau naskah yang berwibawa.11
4. Penentuan naskah yang asli (Autografi)
Langkah penting yang perlu dilakukan dalam penelitian
filologi ini adalah penentuan naskah asli (naskah autografi) atau
naskah yang mendekati naskah asli (arkhetipe).
Tujuan pokok kritik teks, sebagaimana dikemukakan Paul
Maas (1967:1), yaitu The Bussines of textual criticism is to produce a
text as close as possible to the original (constitution textus). Dengan
kata lain Reynolds (1975: 186) menjelaskan to restore the texts as
closely as possible to the form which they originally had. Hal yang sama
dikemukakan oleh Robson (1971: 41), yaitu: to discover, reveal and
illuminate the original words as best he can by means of careful compari-
son of extant manuscripts. Maksudnya adalah, tujuan kritik teks
yaitu menyajikan sebuah kritik teks dalam bentuk seasli-aslinya
dan betul berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah
yang ada.12
Untuk mencapai tujuan mendapat teks asli itu digunakan
metode stemma yang dikembangkan oleh Lanchmann. Sarana
utama metode stemma adalah kesalahan bersama yang terdapat
dalam naskah tertentu. Dengan kata lain, naskah-naskah itu
11 Ibid, hal. 13 12 Ibid, hal. 14
Fina Aunul Kafi
disusun dalam sebuah stemma atau silsilah naskah yang hub-
ungannya ditentukan dengan memperbandingkan kesalahan-
kesalahan yang dimiliki bersama itu. Bila dari tujuh naskah, tiga
diantaranya mengandung kesalahan yang sama pada tempat
yang sama, kita dapat menyimpulkan bahwa ketiga naskah itu
berasal dari satu sumber.
Prinsip utama stemma ini ialah, adanya suatu teks yang
asli dan utuh kedua, tidak adanya kontaminasi, pembauran
naskah, naskah hanya diturunkan vertikal dari naskah yang
merupakan induknya, dan ketiga, kesalahan bersama yang ter-
dapat pada naskah tertentu.
Penerapan metode stemma ini sukar dilakukan. Kesu-
karan penerapan metode stemma ini dikemukakan oleh Reynolds
(1975: 192-194), Teeuw (1984 : 267-268), dan Robson (1978 : 39-40)
sebagai berikut :
1) Naskah-naskah tidak dapat digolongkan berdasarkan
seperangkat kesalahan yang sama karena adanya percampu-
ran antara teks yang setingkat, horizontal transmission atau
dengan istilah lain horizontal contamination. Sebagai contoh
dikemukakan oleh Reynolds, dalam zaman kuno atau abad
pertengahan orang tidak betul-betul menyalin suatu teks dari
suatu naskah tunggal. Apabila naskah itu rusak atau ada ba-
gian yang hilang, mereka memperbandingkan beberapa sa-
linan. Kemudian memasukkan bacaan yang baik atau varian
yang penting yang ditemuinya.
2) Naskah-naskah tidak dapat ditelusuri kembali pada satu
arkhetipe yang tunggal. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
pola yang tetap. Penyalin kadang-kadang mengonsultasikan
beberapa bacaan yang sukar kepada orang yang dianggap
lebih tahu sehingga timbul varian dari teks dasar.
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
3) Pengarang sendiri mengadakan perbaikan terhadap teks asli
yang sudah disalin atau diterbitkan.13
Satu cara lagi yang bisa dilakukan untuk pengelompokan
naskah adalah cara perbandingan bacaan (kata per kata atau ka-
limat) tiap naskah pada bagian tertentu, misalnya pada bagian
awal, tengah, atau bagian akhir naskah.
5. Transliterasi/ Transkripsi naskah
Transliterasi merupakan salah satu tahap/ langkah dalam
penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau
huruf Arab-Melayu. Dalam rangka penyuntingan teks yang di-
tulis dengan huruf Arab atau huruf daerah itu terlebih dahulu
teks itu ditransliterasi ke huruf Latin. Misalnya pengalihan huruf
dari huruf Arab-Melayu ke huruf latin. Disamping istilah translit-
erasi, ada istilah lain yang hampir sama, yaitu transkripsi. Dalam
hal ini transkripsi dimaksudkan pengubahan satu teks dari satu
ejaan ke ejaan yang lain. Misalnya naskah lama yang ditulis
dengan huruf Latin ejaan lama, diubah ke ejaan yang baru yang
berlaku sekarang. Transkripsi juga diartikan penggantian/ penga-
lihan teks lisan (rekaman) ke dalam teks tertulis..14
Baroroh Baried dkk dalam bukunya mengemukakan,
transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf
dari abjad yang satu ke abjad yang lain, lepas dari pada lafal bun-
yi kata yang sebenarnya. Sedangkan Transkripsi adalah pengu-
bahan teks dari satu ejaan ke ejaan yang lain, dengan tujuan
menyarankan lafal bunyi unsure bahasa yang bersangkutan.15
Akan tetapi tugas yang dilakukan dalam transliterasi atau
transkripsi itu tidak hanya sampai di situ saja. Naskah-naskah
13 Ibid, hal.14-15 14 Edwar Djamaris, hal.19 15 Siti Baroroh Baried, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta : BPPF UGM, 1999),
hal. 63
Fina Aunul Kafi
yang ditulis dengan huruf Arab-Melayu itu tidak disertai tanda
baca seperti titik, koma, tanda kutip, huruf besar dan lain se-
bagainya. Sehingga sukar menyusun kalimat, juga tidak ada
pembagian dalam alinea dan bab, sehingga sukar menentukan
kesatuan-kesatuan bagian cerita dan menyukarkan membaca. Se-
bagian besar naskah-naskah yang berbahasa Melayu ditulis
dengan huruf Arab-Melayu. Semua itu perlu dijelaskan oleh
filolog, agar tidak terdapat lagi kekeliruan dan salah tafsir. Filolog
hendaklah sedapat-dapatnya menyajikan bahan transliterasi atau
transkripsi itu selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, sehing-
ga mudah dibaca dan dipahami, dengan jalan menyusun kalimat
yang jelas disertai tanda baca yang teliti, pembagian alinea dan
bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran. Di samping itu juga
disajikan perbedaan-perbedaan kata pada naskah-naskah lain,
perbaikan-perbaikan serta komentar dan penjelasannya, sehingga
dapat ditetapkan bagaimana bunyi teks itu seharusnya.
Transliterasi kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bahasa
Arab memerlukan sestem yang khusus, karena fonem-fonem ba-
hasa Indonesia. Dalam hal ini perlu ditentukan terlebih dahulu
sistem ejaan khusus yang dipakai untuk transliterasi bahasa Arab
itu.16
6. Suntingan Teks
Secara umum metode penyuntingan teks dapat dibedakan
dalam dua hal. Pertama penyuntingan naskah tunggal, dan ke
dua penyuntingan naskah jamak, lebih dari satu naskah.
a. Metode penyuntingan teks.
a.1. Metode penyuntingan naskah tunggal.
16 http://hermankhan.blogspot.com/2010/08/filologi-dan-cara-kerja-
penelitian.html
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
Penyuntingan naskah tunggal dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu metode standar dan metode diplomatik.
Metode Standar (biasa)
Metode standar adalah metode yang biasa digunakan da-
lam penyuntingan teks naskah tunggal. Metode standar itu
digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa,
bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama
atau sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus
atau istimewa.
Hal-hal yang diperlu dilakukan dalam edisi standar antara
lain, yaitu :
a) Mentransliterasikan teks
b) Membetulkan kesalahan teks (Emendation atau conjectura)
c) Membuat catatan perbaikan/ perubahan
d) Memberi komentar, tafsiran (informasi di luar teks)
e) Membagi teks dalam beberapa bagian
f) Menyusun daftar kata sukar (glosari)
Tujuan penggunaan metode standar ini adalah untuk
memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami
teks.17
Metode Diplomatik
Metode diplomatik adalah metode yang kurang lazim
digunakan dalam penyuntingan naskah. Metode ini digunakan
apabila isi cerita dalam naskah itu dianggap suci atau dianggap
penting dari segi sejarah, kepercayaan atau bahasa sehingga di-
perlakukan khusus atau istimewa. Dalam suntingan teks yang
menggunakan metode diplomatik ini teks disajikan seteliti-
telitinya tanpa perubahan, teks disajikan sebagaimana adanya.
17 Edwar Djamaris, hal.24-25
Fina Aunul Kafi
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam edisi diplomatik itu adalah
sebagai berikut :
a) Teks diproduksi persis seperti terdapat dalam naskah, sa-
tu hal pun tidak boleh diubah, seperti ejaan, tanda baca,
atau pembagian teks. Dalam bentuk yang paling sempur-
na metode diplomatik ini adalah reproduksi fotografis.
Hasil reproduksi fotografis ini disebut faksimile. Untuk
membantu pembaca disediakan transliterasi tanpa perbai-
kan atau penyesuaian.
b) Kesalahan harus ditunjukkan dengan metode referensi
yang tepat.
c) Saran untuk membetulkan kesalahan teks.
d) Komentar mengenai kemungkinan perbaikan teks.
Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mempertahankan
kemurnian teks.18
a.2. Metode penyuntingan naskah jamak
Penyuntingan teks yang terdapat dalam dua naskah atau
lebih dapat dilakukan dalam dua metode, yaitu metode gabungan
dan metode landasan.
Metode Gabungan
Metode ini dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran
filologi semuanya hampir sama. Perbedaan antar naskah tidak
besar. Walaupun ada perbedaan tetapi hal itu tidak
mempengaruhi teks. Pada unumnya yang dipilih adalah bacaan
mayoritas atas dasar perkiraan bahwa jumlah naskah yang ban-
yak itu merupakan saksi bacaan yang betul. Dalam hal ada yang
meragu-ragukan karena misalnya, jumlah naskah yang mewakili
bacaan tertentu sama, dipakai pertimbangan lain, diantaranya
kesesuaian dengan norma tata bahasa, jenis sastra, keutuhan ceri-
ta, faktor-faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya.
18 Ibid, hal.25
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
Dengan metode ini, teks yang disunting merupakan teks baru
yang merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.19
Kelemahan menggunakan metode ini adalah teks yang
disajikan merupakan teks baru yang menggabungkan bacaan dari
semua naskah yang ada sehingga dari segi ilmiah agak sukar di-
pertanggung jawabkan. Dari segi praktis, khususnya dari segi
pemahaman, suntingan teks gabungan ini lebih mudah dipahami
dan lebih lengkap dari semua naskah yang ada.
Metode Landasan
Metode ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu
atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan
dengan naskah-naskah lain yang diperiksa dari sudut bahasa,
kesusastraan, sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat dinya-
takan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan
yang baik. Oleh karena itu, naskah dipandang paling baik untuk
dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini dise-
but juga metode induk atau metode legger (landasan).
Varian-variannya hanya dipakai sebagai pelengkap atau
penunjang. Seperti halnya pada metode atas dasar bacaan mayori-
tas, pada metode landasan ini pun varian-varian yang terdapat
dalam naskah-naskah lain seversi dimuat dalam aparat kritik, yai-
tu perabot pembanding yang menyertai penyalinan suatu
naskah.20
Tujuan penyuntingan teks dengan metode landasan ada-
lah untuk mendapatkan teks yang autoritatif dan untuk mem-
bebaskan teks itu dari segala macam kesalahan yang terjadi pada
waktu penyalinannya sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-
baiknya. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan itu adalah
membetulkan segala macam kesalahan, mengganti bacaan yang
19 Siti Baroroh Baried dkk, hal.67 20 Ibid, hal. 67
Fina Aunul Kafi
tidak sesuai, menambah bacaan yang ketinggalan, dan mengu-
rangi bacaan yang kelebihan.
Naskah-naskah itu dibandingkan kata demi kata. Dari
perbandingan itu, pertama, dipilih naskah dasar sesuai dengan
ketentuan yang dikemukakan tersebut, sedangkan variannya dari
naskah lainnya dapat dicatat dalam Apparatus Criticus (kritik apa-
rat). Ke dua, bacaan naskah dasar diganti, ditambah, atau diku-
rangi apabila ada bacaan naskah dasar ini yang tidak jelas,
ketinggalan, atau ada tambahan yang tidak sesuai. Bacaan naskah
dasar yang diganti atau dikurangi itu dicatat pula dalam Appa-
ratus Criticus. Hal ini penting karena apabila ada bacaan yang di-
ganti, ditambah, atau dikurangi itu ternyata salah atau tidak
sesuai, datanya dari bacaan yang benar itu tidak hilang karena
sudah dicatat dalam Apparatus Criticus. Hanya saja, kesalahan-
kesalahan kecil dalam ejaan karena ketidak konsistenan dalam
cara penulisan kata dan kesalahan-kesalahan kecil lain yang ser-
ing dijumpai di mana-mana, seperti sahut-menyahut, seperti
demikian-seperti yang demikian, maka mereka-mereka, takut ma-
ti-takut akan mati, kaya di dalam-kaya dalam, dipalu-dipalulah,
di awang-gumawang – di awing gumawang itu, tiga jurai-tiga
juarainya, dari itu-dari pada itu, dan sana-sanan, langsung diper-
baiki dan dikonsistenkan dan tidak dicatat dalam Apparatus Criti-
cus. Perbedaan itu tidak mengubah makna dan tidak merupakan
ciri bahasa lama. Kata atau bagian kata itu tidak tergolong bacaan
yang bermakna (significant reading).21
Berikut dijelaskan beberapa contoh perbaikan suntingan
teks dasar. Ada tiga cara yang dilakukan dalam perbaikan sun-
tingan ini, yaitu mengganti, menambah dan mengurangi.
1) Mengganti.
21 Edwar Djamaris, hal.27
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
Jika pada teks dasar (naskah A) terdapat bacaan yang tid-
ak jelas maknanya, walaupun bacaan itu didukung oleh dua teks
lain, bacaan teks dasar ini diganti dengan bacaan teks ke tiga yang
jelas maknanya. Bacaan teks dasar dan varian kedua teks lain itu
dipindahkan dalam Apparatus Criticus.
Sebagai contoh, pada naskah A terdapat bacaan “kala-kala
dan perkara”. Bacaan ini juga terdapat pada naskah B dan pada
naskah C dengan perbedaan kecil yaitu “kala-kala dan purba-
kala”. Pada naskah D terdapat bacaan yang jelas maknanya dan
sesuai dengan konteks kalimatnya, yaitu “segala perkara”.
Dengan demikian, bacaan “kala-kala dan perkara” pada teks da-
sar diganti dengan bacaan “segala perkara” dari bacaan naskah D.
2) Menambah.
Cara kedua adalah menambah bacaan teks dasar dengan
ketiga teks lainnya bila pada ketiga teks lainnya itu terdapat
bacaan yang memberikan pengertian yang lebih lengkap, dan
kesesuaian dengan norma bahasa lama atau gaya bahasa. Contoh:
Demikianlah kata Malaikat kepada anak-anak bidadari itu. “bawa
olehmu segala pakaian ke dunia supaya tahu orang isi dunia.”
Pada naskah D, sesudah bacaan itu ada tambahan bacaan
“meniru menuladani”.
Tambahan bacaan itu dimaksudkan dalam suntingan
sekarang ini sehingga bacaan itu menjadi :
Demikianlah kata Malaikat kepada anak-anak bidadari itu, “bawa
olehmu segala pakaian ke dunia supaya tahu orang isi dunia
‘meniru menuladani’.
3) Mengurangi.
Cara ketiga ialah mengurangi atau menghilangkan bacaan
yang tidak cocok dengan konteksnya atau bacaan yang diduga
ditulis dua kali (ditografi). Bacaan itu dalam suntingan teks diberi
tanda garis miring pada awal dan akhir bacaan itu dengan mak-
Fina Aunul Kafi
sud member tahu pembaca bahwa bacaan itu seharusnya di-
hilangkan saja dan tidak perlu dibaca. Perhatikan kutipan di
bawah ini .
Maka bertitah daulat yang dipertuan kepada isi perahu itu.
/kembalikan pada tempatnya maka heranlah raja itu maka Allah
Taala Maha kasih kepada raja maka bertitah daulat yang dipertuan
kepada segala isi perahu itu/,”jikalau kamu perbaiki perahu itu
kembali seperti adat dahulunya maka aku ambil kamu akan menan-
tuku. “ maka haraplah hati segala.22
Metode Objektif
Pada tahun 1830-an, ahli filologi Jerman Lachmann dan
kawan-kawan meneliti secara sistematis hubungan kekeluargaan
antara naskah-naskah sebuah teks atas dasar perbandingan
naskah yang mengandung kekhilafan bersama. Apabila dari
sejumlah naskah ada beberapa naskah yang selalu mempunyai
kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula, dapat disim-
pulkan bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari satu sumber
(yang hilang). Dengan memperhatikan kekeliruan-kekeliruan ber-
sama dalam naskah tertentu, dapat ditentukan silsilah naskah.
Sesudah itu, barulah dilakukan kritik teks yang sebenarnya.
Metode objektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut
metode stemma. Penerapan metode stemma ini sangat penting
karena pemilihan atas dasar subjektivitas selera baik dan akal
sehat dapat dihindari.23
b. Teknik penyajian suntingan teks
Salah satu tujuan penyuntingan teks ialah agar teks dapat
dibaca dengan mudah oleh kalangan yang lebih luas, oleh sebab
itu diusahakan agar susunannya mudah dibaca dan dipahami.
Untuk memudahkan kita mengetahui isinya secara keseluruhan,
22 Ibid, hal.27-30. 23Siti Baroroh Baried, hal. 66-67
Pemikiran Pendidikan Islam KH. Mohammad
Kholil Bangkalan
suntingan teks dibagi dalam bagian-bagian yang disebut dengan
episode. Tiap episode diberi nomor dan nomor angka Arab atau
abjad huruf kecil disertai judul yang sesuai dengan isi episode
atau bagian cerita itu. Judul episode atau judul bagian cerita itu
hendaklah ditandai dengan mengapit judul-judul itu dengan
tanda kurung siku [….]. Hal ini diperlukan untuk memberitahu
pembaca bahwa judul-judul itu sesungguhnya dalam naskah asli
tidak ada. Judul-judul itu adalah tambahan dari penyunting un-
tuk memudahkan pembaca dan pemahaman teks. Samping kiri
teks diberi angka petunjuk jumlah baris untuk memudahkan pe-
rujukan teks. Untuk memudahkan pembacaan, teks dibagi dalam
paragraf dan disertai pemakaian tanda-tanda baca dengan seksa-
ma.
Tanda-tanda baca atau lambang yang digunakan dalam
suntingan teks adalah sebagai berikut :
/…./ Penghilangan, pengurangan
Bacaan yang terdapat di antara tanda garis miring ini
seharusnya dihilangkan.
(….) Penambahan
Bacaan yang terdapat di antara dua tanda kurung adalah
tambahan dari
naskah pembantu.
[….] Penambahan menurut dugaan
Bacaan yang terdapat di antara dua tanda kurung siku
adalah tambahan menurut dugaan penyunting.
Bacaan diberi ulasan dalam Komentar Teks atau dalam
Glosari.24
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan :
24 Ibid, hal.30
Fina Aunul Kafi
1. Filologi merupakan ilmu yang mampu menggali nilai-nilai
budaya yang diperlukan dalam pembangunan bangsa
seutuhnya.
2. Sasaran dan objek kajian filologi adalah naskah dengan teks
yang dikandungnya. Sedangkan dasar kerjanya adalah teks
yang berubah-ubah dalam penurunan.
3. Tujuan filologi mencakup tujuan umum yaitu mengungkap-
kan budaya bangsa, dan tujuan khusus yaitu menyunting
teks dengan menyajikan komentar serta kritik secara ilmiah.
4. Tahapan/ proses dan metode penelitian filologi antara lain :
pengumpulan data, deskripsi naskah, pertimbangan dan
pengurangan naskah, penentuan naskah yang asli, translit-
erasi, dan suntingan teks.
DAFTAR PUSTAKA
Baroroh Baried, Siti dkk, Pengantar Teori Filologi, Yogyakarta :
BPPF UGM, 1999
Djamaris, Edwar, Metode Penelitian Filologi, Jakarta : CV. Manasco,
2002
Hermankhan dalam
http://hermankhan.blogspot.com/2010/08/filologi-dan-
cara-kerja-penelitian.html
Himpunan makalah, artikel dll, Metodologi Penelitian Filologi I,Yogyakarta: Lembaga Research dan Survey IAIN Sunan Kalijaga, 1987.