36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang mempunyai identitas untuk membedakannya dari orang lain. Identitas individu mempunyai aspek hukum, sebagai contoh orang meningggal akibat kriminal harus ditentukan identitasnya untuk keperluan pembayaran asuransi, warisan, hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa metode identifikasi yang dialakuan, antara lain pengenalan visual, pengenalan barang milik pribadi, sidik jari, karakteristik gigi hingga DNA. Diantara metoda itu, metode sidik jari, DNA dan karakteristik gigi mempunyai validitas individu yang tinggi. Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyelidikan dalam memperoleh data-data postmortem,berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran. Ada beberapa jenis identifikasi melalui gigi geligi dalam rongga mulut yang dapat dilakukan dalam terapan semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait pada penyidikan demi kepentingan umum dan peradilan serta dalam membuat surat keterangan

Klp 3 forensik

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap orang mempunyai identitas untuk membedakannya dari

orang lain. Identitas individu mempunyai aspek hukum, sebagai

contoh orang meningggal akibat kriminal harus ditentukan

identitasnya untuk keperluan pembayaran asuransi, warisan, hak dan

kewajiban sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa metode

identifikasi yang dialakuan, antara lain pengenalan visual,

pengenalan barang milik pribadi, sidik jari, karakteristik gigi

hingga DNA. Diantara metoda itu, metode sidik jari, DNA dan

karakteristik gigi mempunyai validitas individu yang tinggi.

Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua

aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam

suatu penyelidikan dalam memperoleh data-data postmortem,berguna

untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi

kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan

kebenaran. Ada beberapa jenis identifikasi melalui gigi geligi

dalam rongga mulut yang dapat dilakukan dalam terapan semua

disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait pada penyidikan demi

kepentingan umum dan peradilan serta dalam membuat surat keterangan

ahli. Apabila seorang dokter gigi dengan surat permintaan sebagai

anggota penyidik,anggota tim identifikasi dan sebagai saksi ahli

apabila hakim sulit memutuskan suatu perkara dalam suatu bidang

peradilan sedangkan pada tubuh korban terdapat pola bekas

gigitan,menggunakan gigi palsu, serta seluruh data-data gigi yang

telah dilakukan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi maka hakim

akan meminta seorang ahli untuk memastikan hal tersebut di atas demi

memantapkan keputusan yang akan diambilnya.

Bentuk gigi merupakan ciri khusus dari seseorang,sedemikan

khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang

identik pada dua orang yang berbeda,menjadikan pemeriksaan gigi ini

mempunyai nilai yang tinggi dalam hal penentuan jati diri

seseorang. Pemeriksaan atas gigi ini menjadi lebih penting lagi,

bila korban sudah rusak atau membusuk dimana dalam hal tersebut

pemeriksaan sidik jari tidak dapat dilakukan, sehingga dapat

dikatakan gigi merupakan pengganti dari sidik jari. Suatu

keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana identitas adalah

belum meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi demikian pula

pendataannya (dental record) oleh karena pemeriksaan gigi

merupakan hal yang mewah bagi kebanyakan rakyat Indonesia. Dengan

demikian pemeriksaan gigi sifatnya lebih selektif.

Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan

identitas individu yang telah dikenal sejak era sebelum masehi.

Kehandalan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena

ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik

sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang

adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan

lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang

dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar.

Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai

sebagai sarana identifikasi adalah sebagai berikut, pertama karena

gigi bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan

organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas

bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga

mulut yang terlindungi. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan

bentuk yang jelas dan masing-masing mempunyai lima permukaan.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Identifikasi

2.1.1 Identifikasi Secara Umum

Pada dasarnya kata identifikasi berasal dari bahasa asing yang

berarti  usaha untuk mengenal  kembali suatu mahluk. Menurut

Harmaini (2001) identifikasi diartikan  sebagai usaha mencari

sejumlah persamaan antara objek pemeriksaan dengan data-data

korban dengan membandingkan satu sama lain berdasarkan prinsip-

prinsip ilmu pengetahuan. Pada umumnya identifikasi terhadap

seseorang (hidup atau sudah meninggal) dilakukan untuk alasan

(Cottone and Baker, 1982) :

a. Membuat surat keterangan kematian yang menjelaskan bahwa

seseorang benar-benar sudah meninggal, surat tersebut

biasanya diperlukan untuk masalah-masalah legal, seperti

untuk keperluan asuransi, pembagian warisan, urusan-urusan

bisnis, dan surat keterangan apabila si istri atau suami yang

ditinggalkan ingin menikah kembali.

b. Alasan pribadi atau alasan keluarga, identifikasi dilakukan

untuk mengetahui identitas orang hilang   atau meninggal secara

mendadak yang mungkin saja meredakan ketegangan emosi dari

keluarga bersangkutan. Masalah dapat pula timbul dalam tata

cara pemakaman apabila dalam suatu kematian massal melibatkan

orang-orang yang berbeda agama, karenanya harus dilakukan

identifikasi.

c. Kasus-kasus kriminal, bukti dapat saja tergantung pada

identifikasi positif dari korban dan penentuan tentang

hubungan antara korban dengan pelaku, terutama jika

pembunuhan melibatkan anggota keluarga atau kenalan. Oleh

karena identifikasi merupakan dasar terhadap penyelidikan

polisi, korban yang tidak dapat diidentifikasi  dan tidak

dapat ditentukan apakah dibunuh atau bunuh diri, biasanya

menyebabkan kasus tersebut tidak dapat diselesaikan

2.1.2 Metode Identifikasi

Dalam proses identifikasi dikenal sembilan metode identifikasi,

yaitu (Idries, 1997) :

1)      Metode visual

Metode ini dilakukan dengan memperhatikan korban secara

teliti, terutama wajahnya oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya,

maka identitas korban dapat diketahui. Walaupun metode ini

sederhana, untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diketahui

bahwa metode ini baru dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan

terutama wajah korban masih dalam keadaan baik dan belum terjadi

pembusukkan yang lanjut. Selain itu perlu diperhatikan faktor

psikologis, emosi, dan latar belakang pendidikan karena faktor-

faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Juga perlu

diingat bahwa manusia itu mudah terpengaruh dengan sugesti,

khususnya sugesti dari pihak penyidik.

2)      Pakaian

Pencatatan yang teliti atas pakaian, bahan yang dipakai, mode,

dan adanya tulisan-tulisan, seperti merek pakaian, penjahit,

laundry , dan inisial nama dapat memberikan informasi yang berharga,

milik siapakah pakaian tersebut. Bagi korban yang tidak dikenal,

menyimpan pakaian secara keseluruhan atau potongan-potongan 

dengan ukuran 10 cm x 10 cm adalah tindakan yang tepat agar korban

masih dapat dikenali walaupun tubuhnya sudah dikubur.

3)      Perhiasan

Anting-anting, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh

korban, khususnya bila perhiasan itu terdapat inisial nama

seseorang yang biasanya terdapat pada bagian dalam dari gelang atau

cincin, akan membantu  dokter atau pihak penyidik dalam menentukan

identitas korban. Mengingat kepentingan tersebut maka penyimpanan

dari perhiasan haruslah dilakukan dengan baik.

4)      Dokumen

Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, paspor, kartu

golongan darah, tanda pembayaran, dan lain sebagainya dapat

menunjukkan identitas korban. Benda-benda tersebut biasa ditemukan

dalam dompet atau tas korban.

5)      Medis

Pemeriksaan fisik secara keseluruhan yang meliputi bentuk

tubuh, tinggi, berat badan, warna mata, adanya cacat tubuh,

kelainan bawaan, jaringan parut bekas operasi, dan tato dapat turut

membantu menentukan identitas korban. Pada beberapa keadaan

khusus, tidak jarang harus dilakukan pemeriksaan radiologis, yaitu

untuk mengetahui keadaan sutura, bekas patah tulang atau pen, serta

pasak yang dipakai pada perawatan penderita patah tulang.

6)      Gigi

Bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus dari

seseorang, sedemikian khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada

gigi atau rahang yang identik pada dua orang berbeda. Hal ini

menjadikan pemeriksaan gigi memiliki nilai yang tinggi dalam

penentuan identitas seseorang. Satu keterbatasan pemanfaatan gigi

sebagai sarana identifikasi adalah belum meratanya sarana untuk

pemeriksaan gigi, demikian pula pendataannya (rekam medik gigi)

karena pemeriksaan gigi masih dianggap sebagai hal yang mewah bagi

kebanyakan rakyat Indonesia.

7)      Sidik jari

Dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik

jari yang sama, walaupun kedua orang tersebut kembar. Atas dasar

ini, sidik jari merupakan sarana yang penting khususnya bagi

kepolisian didalam mengetahui identitas   seseorang. Pemeriksaan

sidik jari ini mudah dilakukan dan murah pembiayaannya. Walaupun

pemerikasaan sidik jari tidak dilakukan oleh dokter, dokter masih

mempunyai kewajiban untuk mengambilkan (mencetak) sidik jari,

khususnya sidik jari pada korban meninggal dan keadaan mayatnya

telah membusuk.

8)      Serologi

Sampel darah dapat diambil dari dalam tubuh korban, maupun

bercak darah yang berasal dari bercak-bercak pada pakaian. Hal-hal

tersebut dapat menentukan golongan darah si korban.

9)      Eksklusi

Metode ini umumnya hanya dipakai pada kasus dimana banyak

terdapat korban (bencana massal), seperti peristiwa kecelakaan

pesawat, kecelakaan  kereta api, dan kecelakaan angkutan lainnya

yang membawa banyak penumpang. Dari daftar penumpang ( passenger list)

pesawat terbang akan dapat diketahui siapa saja yang menjadi

korban. Bila dari sekian banyak korban tinggal satu yang belum dapat

dikenali oleh karena keadaan mayatnya sudah sedemikian rusak, maka

atas bantuan daftar penumpang akan dapat diketahui siapa nama

korban tersebut, caranya yaitu dari daftar penumpang yang ada

dikurangi korban lain yang sudah diketahui identitasnya.

Dari sembilan metode tersebut hanya metode identifikasi

dengan sidik jari yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter dan dokter

gigi, melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian (Idries, 1997).

Walaupun ada sembilan metode identifikasi yang kita kenal, dalam

prakteknya untuk menentukan identitas seseorang tidak perlu semua

metode dikerjakan. Dari sembilan metode tersebut di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat metode identifikasi yang

dianggap primer, yaitu   identifikasi dengan sidik jari dan gigi. Hal

tersebut dikarenakan jarang bahkan hampir tidak ada sidik jari dan

gigi yang identik antara dua orang berbeda, sehingga kedua metode

tersebut bersifat sangat individual dan memiliki validitas yang

sangat tinggi. Apabila dilakukan pemeriksaan DNA, hasil

pemeriksaannya juga dapat dijadikan bahan identifikasi primer,

hanya saja metode identifikasi dengan DNA membutuhkan biaya yang

mahal (Depkes RI, 2006).

2.2 Definisi Kedokteran Gigi Forensik

Kedokteran gigi forensik merupakan bagian dari ilmu

kedokteran forensik. Dalam perkembangannya ilmu kedokteran gigi

forensik berkembang  lebih jauh dan lebih spesifik, sehingga dapat

dianggap merupakan bidang ilmu tersendiri (Ardan, 1999).

Kedokteran forensik menurut Sir Sidney Smith adalah ilmu

pengetahuan medis dan paramedis yang mempelajari mengenai mayat,

yang dapat berguna untuk memberikan pelayanan secara administrasi

hukum (Tjondroputranto, 1988). Definisi dari ilmu kedokteran gigi

forensik sendiri menurut Woolridge adalah aplikasi dari ilmu

kedokteran gigi dalam bidang hukum (Tedeschi, et al ., 1977). Selain

itu menurut Lukman (2006) kedokteran gigi forensik adalah semua

aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam

suatu penyidikan dalam memperoleh data-data postmortem , berguna

untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi

kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan

kebenaran. Ilmu kedokteran gigi forensik ini memiliki berbagai nama

lain yaitu forensic odontology , forensic dentistry , ilmu kedokteran gigi

kehakiman, dan dental forensic (Ardan, 1999).

2.3 Identifikasi Dalam Kedokteran Gigi Forensik

Identifikasi dalam kedokteran gigi forensik ada beberapa macam,

yaitu (Lukman, 2006):

1. Identifikasi ras korban maupun pelaku melalui gigi-geligi dan

antropologi ragawi.

2. Identifikasi seks atau jenis kelamin korban melalui gigi-

geligi, tulang rahang, dan antropologi ragawi.

3. Identifikasi umur korban (janin) melalui benih gigi.

4. Identifikasi umur korban melalui gigi susu (decidui).

5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.

6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.

7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.

8. Identifikasi korban melalui pekerjaan menggunakan gigi.

9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.

10. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.

11. Identifikasi DNA korban melalui analisa air liur dan jaringan

dari sel dalam rongga mulut.

12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya.

13. Identifikasi wajah korban melalui rekontruksi tulang rahang

dan tulang  facial.

14. Identifikasi melalui wajah korban.

15. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku.

16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban  bencana

massal.

17. Identifikasi melalui radiologi  kedokteran gigi forensik.

18. Identifikasi melalui fotografi  kedokteran gigi forensik,

misalnya teknik fotografi superimposisi yang dilakukan dengan

menumpang-tindihkan foto postmortem dan foto wajah antemortem,

teknik ini dilakukan apabila identifikasi dengan teknik lain

seperti rekam medik gigi, sidik jari, dan DNA tidak dapat

dilakukan, selain itu harus tersedia foto antemortem yang fokus

pada wajah.

19. Identifikasi melalui formulir identifikasi korban.

Walaupun identifikasi dengan menggunakan gigi-geligi sudah

banyak terbukti keakuratannya namun tetap saja ada berbagai syarat

yang harus terdapat pada data-data untuk identifikasi kedokteran

gigi forensik agar data tersebut bisa dikatakan valid.

2.3.1 Kriteria Identifikasi Gigi Geligi

Ada beberapa kriteria yang merupakan syarat untuk validitas

identifikasi dengan gigi-geligi, yaitu ( Sopher, 1976):

a. Data yang tersedia harus bersifat multipel, permanen, dapat

diukur atau diteliti, sehingga menjamin individualitas dari

data yang tersedia.

b. Terdapat registrasi yang akurat mengenai karakteristik

individu  (data antemortem ) yang memungkinkan untuk

dibandingkan dengan data postmortem.

c. Data dilengkapi dengan gambaran spesifik yang tahan terhadap

gaya destruktif, sehingga dapat tetap menjadi jaminan untuk

keindividualitasan data walaupun tidak tersedia gambaran

identifikasi lainnya.

2.3.2 Nilai spesifik gigi geligi

Gigi mempunyai nilai spesifik atau individualitas yang sangat

tinggi mengingat begitu tidak terbatasnya kemungkinan kombinasi

ciri-ciri khas pada gigi, baik ciri alami maupun akibat tindakan

perawatan terhadap gigi-geligi. Ciri-ciri khas tersebut antara

lain (Ardan, 1999):

a. Jumlah gigi

Jumlah gigi dapat menjadi suatu ciri yang khas pada seseorang.

Hal ini karena jumlah gigi pada seseorang dapat berbeda-beda. Satu

atau beberapa gigi pada   rahang dapat tidak ada, baik secara klinis

atau radiologis, selain itu sering juga ditemukan jumlah gigi lebih

banyak dari normal. Jumlah gigi yang berkurang dapat disebabkan

gigi yang lepas alami, pencabutan, trauma (benturan dengan benda

tumpul), kongenital (tidak terbentuknya benih gigi molar ketiga,

premolar kedua, incisivus kedua), impaksi, dan pergeseran gigi.

b. Restorasi mahkota dan protesa

Restorasi mahkota dan protesa sangat bersifat individual karena

dibuat sesuai kebutuhan masing-masing individu. Beberapa ciri khas

dari protesa yang dapat diamati adalah bentuk daerah relief dari

langit-langit, bentuk dan kedalaman post-dam, desain sayap labial,

penutupan daerah retromolar, warna akrilik, bentuk, ukuran dan

bahan gigi artifisial, serta bentuk dan ukuran linggir alveolar.

c. Karies Gigi

Jumlah gigi yang karies dan letaknya dicatat dalam odontogram.

Ada kemungkinan gigi yang karies sudah ditambal, maka harus

dilakukan juga pemeriksaan catatan perawatan. Fraktur dari gigi

yang karies bentuknya tidak teratur, berwarna coklat, umumnya

terjadi pada gigi posterior, dilapisi sisa-sisa makanan, dan bekas

rokok. Adanya dentin sekunder menunjukkan bahwa fraktur sudah lama

terjadi. Fraktur gigi mahkota karena trauma yang baru terjadi atau

pascakematian dengan bagian tepi gigi  tidak menunjukkan karies

maka permukaan frakturnya cenderung tajam.

d. Gigi yang malposisi dan malrotasi

Malposisi dapat berupa gigi berjejal, gigi saling menutup

(overlapping ), miring, bergeser, dan jarang-jarang. Malrotasi dapat

berupa terputarnya gigi. Keadaan malposisi dan malrotasi

seringkali tidak dicatat pada pemeriksaan sehari-hari

(antemortem ), maka untuk mengatasinya keadaan malposisi dan

malrotasi dapat diperiksa data postmortem dari model cetakan atau

dari foto roentgen.

e. Gigi berbentuk abnormal

Gigi dapat berbentuk abnormal karena faktor kongenital atau

dapatan. Gigi abnormal yang disebabkan faktor kongenital dapat

berupa hutchinson dan gigi incisivus lateral berbentuk runcing (peg

shaped ). Bentuk gigi abnormal yang disebabkan faktor dapatan antara

lain akibat pekerjaan dan kebiasaan yang akan mempengaruhi bentuk

gigi.

f. Perawatan endodontik

Perawatan endodontik merupakan perawatan bagian pulpa (rongga

pulpa dan atau saluran akar). Jaringan pulpa pada rongga pulpa dan

atau saluran akar sudah non-vital atau sudah didevitalisasi, yang

kemudian diawetkan dengan bahan mumifikasi atau diisi dengan bahan

pengisi berisi obat, sehingga tidak akan jadi sumber infeksi.

Sebagai bahan pengisi pulpa diberi bahan yang akan memberikan

kontras, sehingga dapat terlihat jelas pada foto roentgen. Bentuk

bahan pengisi, maupun kesempurnaan pengisian pulpa dapat

memberikan gambaran foto roentgen yang spesifik. Biasanya mahkota

gigi yang sudah mengalami perawatan saluran akar dibungkus dengan

mahkota tiruan dari bahan logam atau bahan porselen.

g. Pola trabekulasi tulang

Pola trabekulasi tulang dapat dilihat pada foto roentgen

antemortem maupun foto roentgen postmortem . Dari foto roentgen

tersebut dapat juga dilihat kemiringan gigi, ruang interproksimal,

resorpsi tulang akibat penyakit periodontal, perubahan pada

ruangan pulpa, dan bentuk saluran akar.

h. Oklusi gigi

Oklusi gigi adalah hubungan kontak oklusal antara gigi di rahang

atas terhadap gigi di rahang bawah. Oklusi gigi diklasifikasikan

menurut klasifikasi Angle, yaitu oklusi kelas I, kelas II, dan kelas

III. Masing-masing kelas mempunyai subkelas tergantung keadaan

gigi yang lain (berjejal, gigitan bersilang, dll).

i. Patologi oral

Kelainan struktur oral dapat merupakan suatu ciri yang khas pada

individu.

2.3.3. Fungsi Identifikasi Gigi Geligi

Gigi-geligi juga dapat digunakan untuk menentukan jenis

kelamin korban, ras korban, dan umur korban. Hal-hal tersebut

dibutuhkan sebagai data tambahan dan dapat juga digunakan sebagai

alat mempersempit populasi untuk memudahkan proses identifikasi.

11 Penentuan jenis kelamin

Pada kasus-kasus tertentu seperti mutilasi atau korban bencana

massal dengan tubuh yang sudah terpisah-pisah, penentuan jenis

kelamin tidak dapat dilakukan dengan mudah seperti penentuan jenis

kelamin pada orang hidup atau mayat yang masih utuh. Penentuan jenis

kelamin pada kasus-kasus tersebut dapat ditentukan melalui gigi-

geligi.

Penentuan jenis kelamin melalui gigi-geligi dapat dilakukan

dengan melihat bentuk lengkung gigi, ukuran diameter mesio-distal

gigi, dan kromosom yang terdapat pada pulpa. Bentuk lengkung gigi

pada pria cenderung tapered , sedangkan wanita cenderung oval, ukuran

diameter mesio-distal gigi taring bawah wanita = 6,7 mm dan pria = 7

mm. Kromosom X dan Y dapat ditentukan dengan menggunakan sel pada

pulpa gigi sampai dengan lima bulan setelah pencabutan gigi dan

kematian (Astuti, 2008).

12 Penentuan ras korban

Ras korban dapat diketahui dari struktur rahang dan gigi-

geliginya. Secara antropologi, ras dibagi tiga yaitu ras kaukasoid,

ras negroid, dan ras mongoloid. Masing-masing ras memiliki bentuk

rahang dan struktur gigi-geligi yang berbeda (Astuti, 2008) :

a)      Ras kaukasoid

Permukaan lingual yang rata pada gigi incivus

Gigi molar pertama bawah tampak lebih panjang dan bentuknya

lebih tapered

Ukuran buko-palatal gigi premolar kedua bawah sering

ditemukan mengecil dan ukuran mesio-distal melebar

Lengkung rahang sempit

Gigi berjejal

Carabelli cusp pada molar pertama atas

b)      Ras negroid

Akar premolar yang membelah atau tiga akar

Pada premolar pertama bawah terdapat 2 atau 3 lingual cusp

Gigi molar pertama bawah berbentuk segi empat dan kecil

Bimaxillary protrution

Kadang-kadang ditemui molar keempat

c)      Ras mongoloid

Gigi incisivus pertama atas berbentuk sekop

Gigi molar pertama bawah berbentuk bulat dan lebih besar

Adanya kelebihan akar distal dan accesory cusp pada permukaan

mesio-bukal pada gigi molar pertama bawah

Permukaan email seperti butiran mutiara

13 Penentuan umur korban

Penentuan umur korban atau lebih tepatnya perkiraan umur juga

dapat dilakukan melalui pemeriksaan gigi-geligi (Astuti, 2008):

a)      Melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi

Perkembangan gigi mulai dapat dipantau sejak mineralisasi

gigi susu, yaitu umur empat bulan dalam kandungan hingga mencapai

saat sempurnanya gigi molar kedua tetap. Pemanfaatan  molar ketiga

mulai terbatas karena sudah mulai banyaknya molar tersebut yang

tidak tumbuh sempurna. Sehubungan dengan ini dikenal beberapa tahap

yang dapat dipantau dengan baik, yaitu:

1)      Intrauteri: dipantau melalui sediaan, dengan melihat

tahap mineralisasi gigi dapat diketahui usia kandungan.

2)      Postnatal tanpa gigi: berkisar antara umur 0 – 6 bulan,

yaitu saat tumbuhnya gigi susu yang pertama. Penentuan umur

secara tetap disini masih memerlukan sediaan mikroskopis

dengan melihat mineralisasi. Selain itu dapat juga dilakukan

pemeriksaan terhadap tahap perkembangan gigi yang belum

tumbuh atau masih di dalam tulang dengan bantuan roentgen.

3)      Masa pertumbuhan gigi susu: berkisar antara umur 6 bulan –

3 tahun, saat bermunculannya gigi susu ke dalam mulut. Dengan

memperhatikan gigi mana yang sudah tumbuh dan belum tumbuh,

umur dapat diperkirakan dengan kisaran yang relatif sempit.

4)      Masa statis gigi susu: berkisar antara umur 3 – 6 tahun.

Pada masa ini penentuan umur melihat tingkat keausan gigi susu

dan jika diperlukan dengan bantuan roentgen untuk melihat

tahap pertumbuhan gigi tetap.

5)      Masa gigi-geligi campuran: berkisar antara 6 – 12 tahun.

Pada masa ini umur dapat dilihat dari gigi susu yang tanggal

dan gigi tetap yang tumbuh.

6)      Masa penyelesaian pertumbuhan gigi tetap: yaitu saat

tidak adanya gigi susu yang tanggal dan selesainya pembentukan

akar gigi yang terakhir tumbuh, yaitu molar kedua tetap.

b)      Metode Gustafson

Setelah masa pertumbuhan gigi tetap selesai, maka pertumbuhan

dan perkembangan gigi tidak banyak lagi memberikan bantuan untuk

menentukan umur karena kondisinya dapat dikatakan menetap. Untuk

itu Gustafson (1950) menemukan 6 metode dalam menentukan umur:

1)      Atrisi: akibat penggunaan rutin pada saat makan, sehingga

permukaan gigi mengalami keausan.

2)      Penurunan tepi gusi: sesuai dengan pertumbuhan gigi dan

pertambahan umur, maka tepi gusi (margin-gingival attachment ) akan

bergerak ke arah apikal.

3)      Pembentukan dentin sekunder: sebagai upaya perlindungan

alami pada dinding pulpa gigi akan dibentuk dentin sekunder yang

bertujuan menjaga ketebalan jaringan gigi yang melindungi

pulpa. Semakin tua seseorang semakin tebal dentin sekundernya.

4)      Pembentukan semen sekunder: dengan bertambahnya umur, maka

semen sekunder di ujung akar pun bertambah ketebalannya.

5)      Transparansi dentin: karena proses kristalisasi pada bahan

mineral gigi, maka jaringan dentin gigi berangsur menjadi

transparan. Proses transparan ini dimulai dari ujung akar gigi

meluas ke arah mahkota gigi.

6)      Penyempitan atau penutupan foramen apicalis : akan semakin

menyempit dengan bertambahnya umur dan bahkan akan menutup.

2.3.4. Keuntungan Identifikasi Gigi Geligi

Ada beberapa keuntungan dengan menjadikan gigi sebagai objek

pemeriksaan, yaitu (Lukman, 2006) :

1)      Gigi-geligi merupakan rangkaian lengkungan secara

anatomis, antropologis, dan morpologis mempunyai letak yang

terlindung dengan otot-otot, bibir, dan pipi. Apabila terjadi

trauma, maka akan mengenai otot-otot tersebut terlebih

dahulu.

2)      Gigi-geligi sukar untuk membusuk walaupun dikubur

kecuali gigi tersebut sudah mengalami nekrotik atau gangren.

Umumnya organ-organ lain bahkan tulang telah hancur tetapi

gigi tidak (masih utuh).

3)        Gigi-geligi di dunia ini tidak ada yang sama. Menurut

Sims dan Furnes, gigi manusia kemungkinan sama  adalah 1 :

2.000.000.000.

4)      Gigi-geligi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila

ciri-ciri gigi tersebut rusak atau berubah, maka sesuai dengan

pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi bahkan setiap ras

memiliki ciri yang berbeda.

5)      Gigi-geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa

Haigh yang terbunuh dan direndam di dalam drum berisi asam

pekat, jaringan ikatnya hancur tetapi giginya masih utuh.

6)      Gigi-geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan

suhu 400 °C gigi tidak akan hancur, terbukti pada peristiwa

Parkman yang terbunuh dan dibakar tetapi giginya masih utuh.

Kemudian pada peristiwa aktor perang dunia kedua, yaitu

Hitler, Eva Brown, dan Arthur Boorman mereka membakar diri

kedalam tungku yang besar di dalam bunker tahanan tetapi

giginya masih utuh dan gigi palsunya bisa dibuktikan. Kecuali

dikremasi karena suhunya di atas 1000 °C. Gigi menjadi abu

sekitar suhu lebih dari 649 °C. Apabila gigi tersebut ditambal

menggunakan amalgam, maka bila terbakar akan menjadi abu

sekitar di atas 871 °C. Apabila gigi tersebut memakai mahkota

logam atau inlay alloy emas, maka bila terbakar akan menjadi abu

sekitar suhu 871-1093 °C.

7)      Gigi-geligi dan tulang rahang secara roentgenografis,

walaupun terdapat pecahan-pecahan rahang pada

roentgenogramnya dapat dilihat (interpretasi) kadang-kadang

terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang

khas.

8)      Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia

memakai gigi tiruan dengan berbagai macam model gigi tiruan

dan gigi tiruan tersebut dapat ditelusuri atau

diidentifikasi. Menurut Scott, gigi tiruan akrilik akan

terbakar menjadi abu pada suhu 538 °C sampai 649 °C. Apabila

memakai jembatan dari porselen maka akan menjadi abu pada suhu

1093 °C.

9)      Gigi-geligi merupakan sarana terakhir di dalam

identifikasi apabila sarana-sarana lain atau organ tubuh lain

tidak ditemukan.

Berbagai keuntungan yang dapat diperoleh dengan menjadikan

gigi-geligi sebagai objek pemeriksaan tersebut dapat diperoleh

dari data gigi-geligi yang memenuhi berbagai syarat validitas.

Data gigi antemortem atau disebut juga data-data prakematian

gigi-geligi adalah keterangan tertulis, catatan atau gambaran

dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang

yang terdekat (Depkes RI, 2006).

Keterangan data-data biasanya berisi  (Depkes RI, 2006):

1)      Nama penderita

2)      Umur

3)      Jenis kelamin

4)      Pekerjaan

5)      Tanggal perawatan, penambalan , pencabutan, dan lain-lain

6)      Pembuatan gigi tiruan ,orthodonti, dan lain-lain

7)      Foto Roentgen

Sumber data-data antemortem tentang kesehatan dan gigi

diperoleh dari (Depkes RI, 2006) :

1)      Klinik gigi rumah sakit pemerintah, TNI / Polri, dan swasta

2)      Lembaga-lembaga pendidikan

3)      Praktek pribadi dokter gigi

Data-data postmortem adalah data-data hasil pemeriksaan

forensik yang dilihat dan ditemukan pada jenazah korban (Depkes RI,

2006). Pemeriksaan gigi postmortem dilakukan oleh dokter gigi atau

dokter gigi forensik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan

melakukan pencatatan kelainan-kelainan sesuai formulir yang ada,

roentgen gigi, roentgen kepala jenazah, dan bila perlu cetakan gigi

jenazah untuk dianalisa (Depkes RI, 2006).

Pemeriksaan gigi postmortem ini diharapkan dapat memberikan

informasi berupa ciri-ciri khas pada gigi, yaitu jenis kelamin,

umur, kebiasaan, pekerjaan, status sosial, golongan darah, ras, dan

DNA (Ardan, 1999).

2.4 Identifikasi Korban Melalui Gigi Desidui

Identifikasi umur korban melalui gigi sementara atau desidui,

dengan interpretasi roentgenogram yang berdasarkan atas periode-

beriode pertumbuhan gigi antara lain periode proliferasi, periode

kalsifikasi, periode formasi, dan periode erupsi gigi.

Periode proliferasi gigi desidui(sementara) dimulai dari

formasi gigi janin yang berakhir sampai dengan post natal, balita,

anak-anak hingga berumur 2,5-3 tahun. Begitupun dengan periode

kalsifikasi dari gigi janin berakhir sampai dengan umur 2,5 atau 3,5

tahun oleh karena proses tersebut berakhir dengan formasi gigi

kaninus seorang anak yang berusia 3,5 tahun. Sedangkan untuk gigi

molar sementara atau desidui, berakhir sampai berumur 3 tahun.

Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun.

Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang

yang lebih baik daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa

pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6

intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 – 16 minggu dan

berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang

stress metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan

sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan

dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap

ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika

ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa

mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan

dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan

dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line.

Gambar tersebut memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada

anak-anak (a) gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi

dan perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi

dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).

Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler

(b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.

2.4.1 Periode Erupsi

Periode erupsi gigi desidui sangat bervariasi tergantung dari

beberapa faktor antara lain pertumbuhan memanjang dari gigi,

multiplikasi dari jaringan pulpa, deposisi dari lapisan baru

jaringan cemen, pertumbuhan jaringan tulang rahang.

Tabel kalsifikasi dan erupsi gigi desidui:

Tabel poladan status erupsi gigi desidui:

Pada identifikaasi perkiraan umur seseorang yang berdasarkan

periode –periode pertumbuhan gigi hendaknya mengingat beberapa

teori penunjang antara lain :

1. Nolla tahun 1958, telah membagi periode-periode pertumbuhan

gigi menjadi sepuluh stadium, stadium-stadium ini dibuat

berdasarkan pengamatan mulai mula-mula terbentuknya benih

gigi sampai dengan penutupan foramen apikal gigi.

2. Schour dan massler tahun 1941, telah membuat diagram gambar

perkiraan waktu erupsi gigi geligi yang berdasarkan

terjadinya prosesklasifikasi gigi susu dan gigi tetap,

forrmasi pembentukan akar gigi susu dan tetap.

3. Menurut Logan dan Kronfeld, bahwa permulaan erupsi gigi sampai

dengan umur 8 tahun. Apabila pertumbuhannya lambat maka sampai

berumur 8 tahun.

2.5 Identifikasi Korban Melalui Gigi Bercampur

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua

aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam

suatu penyelidikan dalam memperoleh data-data postmortem,berguna

untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi

kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan

kebenaran. Perlu diketahui setiap manusia mempunyai pola yang

spesifik di giginya. Apabila seseorang pernah pergi kedokter gigi

biasanya akan ada identifikasi gigi ini di kartu pasien sebelum

dilakukan penanganan oleh Dokter, data ini disebut Odontogram,

kemudian data Odontogram tersebut yang digunakan dalam proses

identifikasi mayat, dengan membandingkan jumlah gigi, bentuk gigi,

susunan, tambalan, protesa gigi antara mayat dan data Odontogram

dengan cara pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan

rahang, metode ini sangat efektif apabila kondisi mayat dalam

keadaan tidak utuh atau terbakar.

Saat ini dikenal Odontologi forensik (FO), FO adalah suatu cabang

ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan

pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi

temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan. Kehandalan

teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena ketepatannya

yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan sidik jari, akan

tetapi juga karena kenyataan bahwa gigi (dan tulang) adalah

material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan

dan terlindung. Seperti tulang, gigi sangat keras dan tahan

terhadap dekomposisi, bahkan gigi lebih tahan patah dibandingkan

tulang. Tidak seperti gigi hewan, ketika mencapai ukuran dewasa,

gigi manusia akan berhenti untuk tumbuh. Selain itu juga gigi

mempunyai perkembangan dan

struktur yang khas, sehingga membuat gigi menjadi sangat berguna

dalam identifikasi secara individual. Gigi merupakan sarana

identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat

secara baik dan benar.

Kematian yang tidak wajar atau tak terduga,atau kondisi

bencena massal,kerusakan fisik yang tidak terencanakan,dan

keterlambatan dalam penemuan jenazah bisa menggangu

identifikasi.dalam kondisi inilah Odontologi forensik (FO)

diperlukan walaupun tubuh korban sudah tidak dapat dikenali

lagi.identifikasi dan kematian sangat penting untuk dilakukan

karena menyangkut masslah hukum dan kemanusiaan.harus diingat

bahwa kegagalan menemukan rekaman gigi dapat mengakibatkan

hambatan dalam identifikasi dan menghilangkan semua harapan

keluarga,jadi rekaman gigi sangatlah diperlukan setiap manusia.

3.2 Saran

Kesadaran tentang pentingnya pemeriksaan gigi di masyarakat

harus ditingkatkan, dan ini adalah tanggung jawab dokter gigi,

karena tanpa pemeriksaan gigi dan pengambilan data ante mortem,

maka pelayanan kedokteran gigi forensik tidak ada artinya.

Pelayanan kedokteran gigi forensik diharapkan dilaksanakan oleh

seluruh dokter gigi di Indonesia, baik di setiap klinik swasta atau

rumah sakit untuk memban proses identifikasi mengingat negara kita

rawan terhadap bencana.

Daftar Pustaka

https://citrafkg2005.wordpress.com

Gani, M.Husni, dr. DSF.  Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Indonesia 2002

http://id.wikipedia.org/w/index.php?

title=Identifikasi_forensik&oldid=6910572