22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Sel dianggap sebagai satuan organik terkecil dalam tumbuhan (Puspitawati, 2003). Setiap sel memiliki bahan semi cair yang memiliki susunan kimiawi dan sangat rumit. Komponen protoplasmik dapat dibedakan atas sitoplasma dan nukleus. Sitoplasma terdiri dari substansi yang hidup, bening, transparan, lebih kental dari air (mengandung banyak air) Lapisan luar sitoplasma disebut dengan membran plasma, yang melekat pada dinding sel dan teramat tipis. Membran plasma melingkupi bahan hidup dalam sel yang mengendalikan pertambahan serta pengurangan bahan-bahan dalam protoplasma. Membran ini mampu mengatur secara selektif, aliran materi dari lingkungan sel ( keluar masuk sel). Perbedaan PA dapat antara sel dengan lingkungan akan mempengaruhi besar volume dari suatu sel. Namun suatu saat membran plasma ini dapat terlepas dari dinding sel karena kehilangan tekanan turgornya. Tekanan turgor sel manurun jika konsentrasi cairan di luar sel lebih tinggi (PA rendah) dari pada konsentrasi cairan di dalam sel (PA tinggi). Keadaan ini menyebabkan terjadinya gerakan molekul ke arah yang lebih pekat (PA rendah). Cairan dalam sel keluar sehingga sel menjadi kisut yang sering disebut dengan nama plasmolisis. Untuk melawan agar pelarut tidak masuk dalam laruta, dibutuhkan tenaga yang dinamakan tekanan osmosis (TO). Dimana dapat diartian PA=PO. Dari gambaran di atas, maka penulis melakukan percobaan dan menyusun sebuah laporan dengan judul “PENENTUAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN” dan untuk mengetahui berapa besar konsentrasi larutan sukrosa yang dapat menyababkan 50% sel terplasmolisis dari seluruh jumlah sel. Dengan dilakukan percobaan eksperimental pada sel epidermis bawang merah yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan sukrosa pada berbagai konsentrasi dan mengontrol waktu perendaman. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang potongan jaringan kentang ?

LAPORAN PERCOBAAN OSMOSIS

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Sel dianggap sebagai satuan organik terkecil

dalam tumbuhan (Puspitawati, 2003). Setiap sel memiliki bahan semi cair yang

memiliki susunan kimiawi dan sangat rumit. Komponen protoplasmik dapat dibedakan

atas sitoplasma dan nukleus. Sitoplasma terdiri dari substansi yang hidup, bening,

transparan, lebih kental dari air (mengandung banyak air) Lapisan luar sitoplasma

disebut dengan membran plasma, yang melekat pada dinding sel dan teramat tipis.

Membran plasma melingkupi bahan hidup dalam sel yang mengendalikan

pertambahan serta pengurangan bahan-bahan dalam protoplasma. Membran ini

mampu mengatur secara selektif, aliran materi dari lingkungan sel ( keluar masuk sel).

Perbedaan PA dapat antara sel dengan lingkungan akan mempengaruhi besar

volume dari suatu sel. Namun suatu saat membran plasma ini dapat terlepas dari

dinding sel karena kehilangan tekanan turgornya. Tekanan turgor sel manurun jika

konsentrasi cairan di luar sel lebih tinggi (PA rendah) dari pada konsentrasi cairan di

dalam sel (PA tinggi). Keadaan ini menyebabkan terjadinya gerakan molekul ke arah

yang lebih pekat (PA rendah). Cairan dalam sel keluar sehingga sel menjadi kisut

yang sering disebut dengan nama plasmolisis. Untuk melawan agar pelarut tidak

masuk dalam laruta, dibutuhkan tenaga yang dinamakan tekanan osmosis (TO).

Dimana dapat diartian PA=PO.

Dari gambaran di atas, maka penulis melakukan percobaan dan menyusun

sebuah laporan dengan judul “PENENTUAN POTENSIAL AIR JARINGAN

TUMBUHAN” dan untuk mengetahui berapa besar konsentrasi larutan sukrosa yang

dapat menyababkan 50% sel terplasmolisis dari seluruh jumlah sel. Dengan dilakukan

percobaan eksperimental pada sel epidermis bawang merah yang diberi perlakuan

perendaman dalam larutan sukrosa pada berbagai konsentrasi dan mengontrol waktu

perendaman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang

potongan jaringan kentang ?

2. Berapakah konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan

panjang irisan jaringan kentang?

3. Berapakah nilai potensial air jaringan kentang ?

4. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel

bawang mereah yang terplasmolisis?

5. Bagaimanakah mengetahui konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50%

dari jumlah sel bawang merah teplasmolisis?

6. Berapakah nilai tekanan osmosis cairan sel bawang merah dengan metode

plasmolisis?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang

potongan jaringan kentang.

2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan

panjang irisan jaringan kentang.

3. Menghitung nilai potensial air jaringan kentang.

4. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel bawang

merah yang terplasmolisis.

5. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah

sel bawang merah mengalami plasmolisis.

6. Menghitung tekana osmosis sel cairan sel dengan metoda plasmolisis.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Sel Tumbuhan

Tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Sel dianggap sebagai satuan organik terkecil

dalam tumbuhan (Puspitawati, 2003). Setiap sel memiliki bahan semi cair yang

memiliki susunan kimiawi dan sangat rumit. Sel tumbuhan dibatasi oleh dinding

sel dan di sebelah dalamnya terdapat zat tempat berlangsungnya reaksi kimia yang

diperlukan untuk kehidupan sel, zat itu disebut protoplas (protoplasma). Pada sel

tumbuhan terdapat diding membran plasma di sebelah dalam didnding sel dan

membungkus protoplas, serta memiliki fungsi sebagai lapisan pelindung (Salisbury

dan Ross, 1995). Komponen protoplasmik dapat dibedakan atas sitoplasma dan

nukleus. Sitoplasma terdiri dari substansi yang hidup, bening, transparan, lebih kental

dari air, kemampuannya membias cahaya tidak terlalu berbeda, sehingga tak terlihat

nyata. Dalam arti luas, istilah sitoplasma dipakai sebagai zat protoplasma yang

mengelilingi inti dan organel lain. Lapisan luar sitoplasma disebut dengan membran

plasma, yang melekat pada dinding sel dan teramat tipis. Membran plasma

melingkupi bahan hidup dalam sel yang mengendalikan pertambahan serta

pengurangan bahan-bahan dalam protoplasma. Di dalam sel tumbuhan, terdapat

struktur seperti gelembung yang disebut vakuola.

Vakuola merupakan suatu daerah yang berisi cairan sel dan bungkus oleh

membran vakuola. Vakuola mengandung cairan sel yang berupa air dan zat-zat yang

terlarut di dalamnya. Meskipun terlihat sebagai bagian daripada vakuola, membran

ini sebenarnya merupakan lapisan pembatas bagian dalam sitoplasma. Cairan sel yang

ada di dalam vakuola terdiri dari 98% air, protein, gula, asam organic, dan senyawa

lain yang semuanya terlarut (koloid). Fungsi vakuola untuk mengatur tekanan

hidrostatis sel dan menyimpan cadangan makanan dan benda-benda ergastik. Warna

jingga pada bagian abaksil daun Rhoe discolor disebabkan oleh adanya pigmen sel

yang terlarut dalam cairan vakuola. Pigmen-pigmen antosianin ini merupakan

senyawa kompleks yang terdiri atas pigmen dan gula. Pigmen-pigmen vakuola larut

dalam air dan akan berdifusi ke luar sel jika membran sel rusak karena pemanasan

atau cara-cara lain

B. Pengangkutan Zat Melalui Membran

Pengangkutan melalui membran sel dapat terjadi secara pasif maupun secara

aktif. Pengangkutan secara aktif memerlukan energi hasil metabolisme seperti ATP

(Adenosin Tri Phospat) karena prosesnya terjadi melawan arah gradien konsentrasi

Proses ini terjadi tanpa memerlukan energi hasil metabolisme. Sedangkan pada proses

pengangkutan secara pasif terjadi jika mengikuti atau searah gradien konsentrasi,

artinya dari larutan yang memiliki konsentrasi tinggi menuju larutan yang memiliki

konsentrasi rendah. Pada proses transpor secara pasif, tidak memerlukan energi hasil

metabolisme seperti pengangkutan secara aktif. Adapun contoh dari pengangkutan

secara pasif yaitu:

1. Difusi

Difusi merupakan gerakan berpindahnya molekul atau ion dari konsentrasi

lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih. Hal ini dapat terjadi akibat adanya

perbedaan konsentrasi suatu bahan di satu titik dengan titik yang lain (Salisbury

dan Ross, 1995). Karena adanya perbedaan konsentrasi tersebut, proses difusi

dapat berlangsung. Suatu perbedaan akan timbul jika terjadi perbedaan

konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Semakin besar perbedaan

konsentrasinya, maka semakin besar pula kecepatan difusi yang terjadi. Jika

keseimbangan telah tercapai, partikel tersebut dapat bergerak secara bebas seperti

semula, namun tidak dapat terjadi lagi. Karena zat yang memasuki daerah

tertentu dan meninggalkan daerah tertentu dalam jumlah yang sama, maka akan

terjadi kesetimbangan dinamis. Sifat penting dari proses difusi adalah bahwa

partikel sebagai zat bebas berdifusi satu sama lainnya. selain dipengaruhi oleh

gerakan acak partikel dan perbedaan gradien konsentrasi, proses difusi juga

dipengaruhi oleh perbedaan sifat

2. Osmosis

Osmosis adalah peristiwa bergeraknya molekul-molekul pelarut melalui

membran/selaput/dinding semipermeabel menuju larutan yang konsentrasi airnya

lebih rendah dengan tujuan untuk menyamakan konsentrasi.

Gerakan pelarut selalu terjadi dari larutan dengan zat terlarut

berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke larutan dengan zat terlarut yang

konsentrasinya tinggi (hipertonik). Kesetimbangan akan tercapai setelah

konsentrasi kedua larutan sama (isotonik).. membran semi permeabel adalah

membran yang hanya dapat mengizinkan lewatnya air dan menghambat lewatnya

zat-zat terlarut. Osmosis ini sangat dipengaruhi oleh adanya potensial air.

Tekanan yang diberikan pada air atau suatu larutan, akan meningkatkan energi

bebasnya, sehingga potensial air dapat meningkat. Dengan memberikan tekanan

di atas suatu larutan atau air murni tersebut, dan selanjutnya akan meningkatkan

kemampuan difusi air dalam larutan murni tersebut. Selain komponen potensial

air (PA) dan potensial tekanan (PT), komponen lain yang juga penting adalah

adanya potensial osmotik (PO). Potensial osmotik dari suatu larutan lebih

menyatakan status larutan, dan status larutan dapat dinyatakan dengan satuan

konsentrasi, satuan tekanan atau satuan energi. Hubungan antara potensial air,

potensial osmotik dan potensial tekanan dapat ditulis dalam bentuk rumus

Dari rumus diatas, dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan

(PT), maka nilai PA = PO.

C. Tekanan Osmotik

Untuk mengetahui nilai potensial osmotik cairan sel salah satunya dapat

dilakukan dengan metode plasmolisis. Metode ini ditempuh dengan cara menentukan

pada konsentrasi sukrosa berapa jumlah sel yang mengalami plasmolisis sebesar 50%.

Pada kondisi tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang dimiliki

oleh cairan sel. Jika konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis

diketahui, maka nilai tekanan osmosis sel dapat ditentukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Dengan :

TO = tekanan osmotik

M = konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis

T = temperatur mutlak (273 + to C)

Tekanan sel bernilai positif, sedangkan nilai potensial osmotik bernilai negatif

(Rahayu, 2012). Menurut Sasmitamihardja (1994), beberapa faktor yang

mempengaruhi potensial osmotik yaitu:

a. Konsentrasi

Meningkatnya konsentrasi suatu larutan akan menurunkan nilai potensial

osmotiknya. Bila zat terlarut bukan elektrolit dan molekulnya tidak mengikat air

hidrasi, maka potensial osmotik larutan tersebut akan sebanding dengan konsentrasi

molalnya.

b. Ionisasi molekul zat terlarut

Potensial osmotik suatu larutan tidak ditentukan oleh macam zatnya, melainkan

ditentukan oleh jumlah zat partikel (ion, molekul dan partikel koloid) yang terdapat

di dalam larutan tersebut. PO lebih bergantung pada perbandingan antara jumlah

pelarut dengan partikel yang dikandungnya.

c. Hidrasi molekul zat terlarut

Air yang berionisasi dengan partikel zat terlarut biasanya disebut air hidrasi. Air

hidrasi dapat berionisasi dengan ion, molekul, atau partikel koloida. Dampak air dari

hidrasi adalah larutan menjadi pekat.

d. Suhu

Potensial osmotik suatu larutan akan berkurang nilainya jika mengalami kenaikan

suhu. Meyer & Anderson (1959) dalam Sasmitamihardja menyatakan bahwa hasil

pengukuran terhadap 1 molal larutan sukrosa, menunjukkan bahwa kenaikan suhu

akan menurunkan nilai potensial osmotik suatu larutan.

D. Plasmolisis

Plasmolisis merupakan proses terlepasnya membran plasma karena sel mengkerut.

Proses ini terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di dalam larutan yang bersifat

hipertonik, yaitu larutan yang lebih tinggi konsentrasinya daripada konsentrasi isi sel,

maka akan terjadi proses yang disebut eksosmosis, yaitu keluarnya air dari isi sel ke

sebelah luar membran dan volume isi sel berkurang. Karena dinding sel memiliki sifat

permeabel, maka ruang antara membran plasma dan dinding sel akan diisi oleh larutan

dari luar. Bila sel yang mengalami plasmolisis ini diletakkan dalam larutan yang

hipotonik (larutan yang memiliki konsentrasi lebih rendah daripada cairan sel) akan

berlangsung proses endosmosis, sehingga plasma akan kembali ke keadaan semula

(deplasmolisis). Dalam proses plasmolisis, terdapat dua tahap penting yaitu:

a. Plasmolisis Insipien

Pada tahap ini penyusutan atau pengerutan cairan sel dari dinding sel dapat

dideteksi dengan mudah oleh mata pengamat.

b. Plasmolisis Eviden

Pada tahap ini, sel telah mencapai batas kontraksinya, sehingga sitoplasma

terlepas dari dinding sel dan mencapai bentuk spherik.

Gambar 1. (dari ke kiri ke kanan): sel normal, sel yang mengalami plasmolisis insipien, dan plasmolisis eviden.

Dalam eksperimen ini, metode plasmolisis dapat digunakan untuk menentukan nilai

tekanan osmotik cairan sel, yaitu dengan mengidentifikasi terjadinya plasmolisis

insipien (mengakibatkan 50% sel terplasmolisis).

E. Potensial air

Potensial air adalah potensial kimia air di dalam suatu sistem atau bagian

sistem, dinyatakan dalam satuan tekanan dan dibandingkan dengan potensial air

murni (juga dalam satuan tekanan), pada tekanan atmosfer, dan pada suhu serta

ketinggian yang sama. Faktor-faktor penghasil gradien potensial air yaitu konsentrasi

atau aktivitas, suhu, tekanan. Sedangkan efek pada potensial kimia pelarut yaitu

matriks, kerapatan uap dan tekanan uap. Terdapat tiga macam cara yang digunakan

untuk mengukur potensial air yaitu metode volume-jaringan, metode chardakov dan

metode tekanan uap. (Salisbury dan Ross, 1995).

Potensial air adalah sesuatu yang sama dengan potensial kimia murni pada

tekanan atmosfir dan suhu yang sama. Potensial air akan bernilai negatif apabila

potensial kimiaair di dalam sistem lebih rendah dari pada air murni dan akan bernilai

positif apabila potensial kimia air dalam sistem lebih besar dari air murni

(Sasmitamihardja, 1994). Tekanan yang diberikan pada air atau suatu larutan, akan

meningkatkan energi bebasnya, sehingga potensial air dapat meningkat. Dengan

memberilakn tekanan di atas suatu larutan atau air murni tersebut, dan selanjutnya

akan meningkatkan kemampuan difusi air dalam larutan murni tersebut. Selain

komponen potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), komponen lain yang juga

penting adalah adanya potensial osmotik (PO). Potensial osmotik dari suatu larutan

lebih menyatakan status larutan, dan status larutan dapat dinyatakan dengan satuan

konsentrasi, satuan tekanan atau satuan energi. Hubungan antara potensial air,

potensial osmotik dan potensial tekanan dapat ditulis dalam bentuk rumus:

Dari rumus diatas, dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka

nilai PA = PO. Sedangkan potensial osmotik sendiri dapat dicari dengan rumus:

Dengan :

TO = tekanan osmotik

M = konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis

T = temperatur mutlak (273 + to C)

Tekanan sel bernilai positif, sedangkan nilai potensial osmotik bernilai negatif (Rahayu,

2012)

BAB III

METODE PENELITIAN

Kegiatan 1

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental karena

menggunakah beberapa variable, antara lain variable control, varibel manipulasi dan

variable respon.

B. Variabel-Variabel

1. Variable Kontrol : Panjang potongan silinder kentang, lama perendaman (t)

dan jenis larutan yang digunakan (larutan sukrosa).

2. Variable Manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa (0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M

; 0,8 M ; 1,0 M)

3. Variable Respon : Perubahan panjang potongan silinder kentang.

C. Alat Dan Bahan

1. Kentang

2. Larutan sukrosa 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M

3. Gelas kimia 100 ml sebanyak 6 buah

4. Gelas ukur 50 ml 1 buah

5. Alat pengebor gabus

6. Penggaris

7. Pisau tajam dan pinset

8. Plastik

9. Karet gelang.

D. Langkah Kerja

a. Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8

M ; 1,0 M.

b. Mengisi gelas kimia dengan 25 ml larutan sukrosa berbagai konsentrasi yang

sebelumnya telah diberi label pada masing-masing gelas berdasarkan konsentrasi

larutan.

c. Memilih kentang yang cukup besar dan baik, kemudian membuat silinder umbi

dengan alat pengebor gabus, selanjutnya kentang dipotong-potong sepanjang 2

cm.

d. Memasukkan 4 potong silinder kentang pada masing-masing gelas kimia yang

berisi larutan sukrosa berbeda konsentrasi dengan rentang waktu ± 5 menit pada

setiap gelas kimia. Mencatat waktu pada saat memasukkan potongan umbi dan

menutup rapat gelas kimia selama percobaan untuk menghindari penguapan.

e. Setelah 1,5 jam, mengeluarkan setiap potongan silinder kentang dan mengukur

kembali panjangnya.

f. Menghitung nilai rata-rata pertambahan panjang potongan silinder kentang pada

setiap konsentrasi larutan sukrosa kemudian membuat table hasil pengamatan

serta membuat grafik berdasarkan tabel berikut.

E. RANCANGAN PERCOBAAN

1. Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8

M ; 1,0 M sebanyak 25 ml pada tiap gelas kimia.

0 M 0,2 M 0,4 M 0,6 M 0,8 M 1,0 M

2. Memilih kentang yang cukup besar dan baik, kemudian membuat silinder umbi

dengan alat pengebor gabus, selanjutnya umbi dipotong-potong sepanjang 2 cm.

3. Memasukkan 4 potong silinder kentang pada masing-masing gelas kimia yang

berisi larutan sukrosa berbeda konsentrasi dengan rentang waktu ± 5 menit pada

setiap gelas kimia. Mencatat waktu pada saat memasukkan potongan umbi dan

menutup rapat gelas aqua selama percobaan untuk menghindari penguapan.

0 M 0,2 M 0,4 M 0,6 M 0,8 M 1,0 M

4. Setelah 1,5 jam, mengeluarkan setiap potongan silinder kentang dan mengukur

kembali panjangnya.

5. Menghitung nilai rata-rata pertambahan panjang potongan silinder kentang pada

setiap konsentrasi larutan sukrosa kemudian membuat tabel hasil pengamatan

serta membuat grafik berdasarkan tabel berikut.

Kegiatan 1

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang kami lakukan adalah penelitian ekperimental, karena penelitian

ini dilakukan di laboratorium dan dalam penelitian ini terdapat variabel manipulasi,

variabel kontrol, dan variabel respon.

B. Variabel Penelitian

Variabel Kontrol : Waktu perendaman dan volume larutan sukrosa

Variabel Manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa

Variabel Respon : Jumlah sel yang terplasmolisis

C. Alat dan Bahan

1. Rhoe dishcolor yang jariangan epidermisnya mengandung cairan sel yang berwarna

keunguan.

2. Larutan sukrosa dengan molaritas 0,28M;0,26M;0.24M;0,22M;0,20M;0,18M;

0,14M;0,16M.

3. Mikroskop

4. Cawan Petri 8 buah.

5. Kaca benda dan kaca penutup

6. Silet tajam dan steril

7. Gelas beaker 100 ml.

8. Pipet tetes.

D. Langkah Kerja

1. menyiapkan larutan dengan konsentrasi terbesar yaitu 0,28 M,dengan cara

menimbang sebanyak 95,76 gram kristal sukrosa dan melarutkannya dalam aquades

sehingga volumenya menjadi 1 liter.Sedangkan untuk membuat konsentrasi yang

rendah,dapat digunakan rumus : V1xM1 = V1xM2,dimana:

V1 = Volume awal ; M1 = konsentrasi awal

V2 = Volume akhir ; M2 = konsentrasi akhir

2. Menyiapkan 8 buah cawan Petri,masing-masing kemudian diisi dengan 5 ml larutan

sukrosa yang telah disediakan dan diberi label pada masing-masing cawan Petri

berdasarkan besar konsentrasi larutan.

3. Mengambil Rhoe dishcolor,kemudian menyayat lapisan epidermis yang berwarna

ungu dengan menggunakan silet.dengan mengusahakan menyayat selapis sel saja.

4. Merendam sayatan-sayatan epidermis pada cawan Petri yang sudah berisi larutan

sukrosa dengan konsentrasi yang sudah ditetapkan atau konsentrasi tertentu. Setiap

konsentrasi diisi dengan jumlah sayatan yang sama dan kemudian mencatat waktu

mulai perendaman.

5. Mengamati perubahan yang terjadi setelah direndam selama 30 menit dengan

menggunakan mikroskop.

6. Menghitung seluruh sel pada satu lapang pandang,kemudian menghitung juga berapa

jumlah dan prosentase sel yang terplasmolisis terhadap jumlah sel seluruhnya.

E. Rancangan Percobaan

Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,28 M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 018 M ; 016 M , 014 M

Menyiapkan 8 cawan Petri

Menyiapkan daun Rhoe

discolor dan menyayat tipis.

Memasukkan masing-masing

larutan sukrosa ke cawan

sebanyak 5 ml

Merendam sayatan daun Rhoe discolor

ke dalam cawan Petri dan

di biarkan selama 30 menit

Ambil daun Rhoe discolor yang telah

direndam dan diamati dibawah

mikroskop.

Menghitung dan mencatat

hasil pengamatan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. The table of data experiment.

No.Solution

Concentration (M)Number of

Normal CellsNumber of

Plasmolized cellPercent of

Plasmolitic cell (%)

1 0,28 180 170 94,44

2 0,26 176 152 86,36

3 0,24 170 133 78,24

4 0,22 160 153 95,63

5 0,20 172 88 51,16

6 0,18 173 74 42,78

7 0,16 170 62 36,47

8 0,14 171 60 35,09

2. The graphic of data experiment

0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24 0.26 0.280

20

40

60

80

100

120

35.09 36.4742.78

51.16

95.63

78.2486.36

94.44

solution concentration (M)

Perc

ent o

f pla

smol

itic

cell

(%)

PO=22,4. M .T273

¿ 22,4.0,194 .302273

¿ 22,4.58,588273

¿ 1312,3712273

=4,81

Dari data percobaan pada tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa konsentrasi dari larutan sukrosa mempengaruhi jumlah sel yang terplasmolisis. Dari grafik di atas diperoleh bahwa pada percobaan dengan konsentrasi larutan tertinggi 0,28 M mempengaruhi jumlah sel yang terplasmolisis dengan jumlah terbanyak yaitu 94,44%. Pada percobaan dengan konsentrasi larutan terendah 0,14 M mempengaruhi jumlah sel yang terplasmolisis dengan jumlah paling sedikit yaitu 35,09%. Hal ini menandakan bahwa jumlah sel yang terplasmolisis berbanding lurus dengan kensentrasi larutan sukrosa yang digunakan. Namun terdapat satu perbedaan pada penggunaan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,22 M mempengaruhi jumlah sel yang terplasmolisis dengan jumlah 95,63%. Konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan sel Rhoe discolor terplasmolisis 50% adalah 0,194 M. Nilai ini didapat dengan cara menarik garis dari sumbu Y yang menunjukkan angka 50% sel yang terplasmolisis menuju garis pada grafik kemudian menarik garis menuju sumbu X. Pada percobaan kali ini diketahui suhu ruangan laboratorium 290C.

PEMBAHASAN

Dari percobaan di atas dapat dibuktika bahwa besarnya konsentrasi air pada lingkungan yang berbeda dengan yang ada di dalam sel memiliki pengaruh pada tekanan tugor yang ada karena terjadinya proses osmosis. Pada hasil percobaan terdapat data yang menunjukkan sel epidermis yang terplasmolisis. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi sukrosa yang lebih tinggi mempunyai potensial osmosis (PO) dan potensial air (PA) yang rendah sehingga air akan keluar dari dalam sel menuju ke larutan, karena potensial osmotik dan potensial air sel Rhoe discolor lebih tinggi dari larutan. Akibatnya banyak sel yang mengalami plasmolisis yang berdampak pada tingginya nilai prosentase sel yang terplasmolisis.

Namun terjadi sebuah perbedaan yang mencolok pada penggunaan larutan dengan konsentrasi 0,22 yang memiliki nilai sangat tinggi (95,63%). Hal ini mungkin terjadi karena lapisan epidermis yang di sayat terlalu tipis sehingga bagian yang berwarna ungu hanya sebagian kecil yang tersayat, sehingga pada pengamatan terlihat bahwa lapisan sel tersebut

tidak berwarna. Hal ini menyebabkan pada penghitungan sel yang terplasmolisis terjadi kesalahan.

Untuk konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan hampir 50% dari jumlah sel yang mengalami plasmolisis adalah pada konsentrasi 0,194 M. Hal ini berarti pada kondisi tersebut, konsentrasi di dalam dan di luar sel adalah sama

Konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis, dapat digunakan untuk menghitung nilai tekanan osmotik cairan sel Rhoe discolor. Berdasarkan penghitungan diperoleh nilai tekanan osmotic (TO) sel sebesar 4,81 atm

A. Diskusi

Jelaskan mengapa terjadi peristiwa plasmolisis ?

Jawab :

Berdasarkan data dan analisis tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi

larutan sukrosa berpengaruh terhadap jumlah dan prosentase sel yang mengalami

plasmolisis, konsentrasi tinggi menyebabkan jumlah sel yang terplamolisis lebih

banyak dibanding apabila sayatan daun Rhoe discolor yang direndam dengan larutan

sukrosa dengan konsentrasi yang lebih rendah. Peristiwa plamolisis dapat terjadi

karena konsentrasi air di dalam sel umbi lapis bawang merah lebih tinggi dari pada di

luar sel sehingga potensial osmotik (PO) dan potensial air (PA) juga tinggi sehingga

air dari dalam sel mengalir keluar menuju larutan yang mempunyai konsentrasi air

yang rendah, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya plasmolisis.

Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan apabila suatu sel diletakakan dalam

larutan yang hipertonis terhadap sitoplasma maka air di dalam sel akan keluar

sehingga sitoplasma akan mengkerut dan terlepas dinding selnya (plasmolisis).

Kesimpulan

From the experiment determination of cell osmotic pressure fluid that has been done, it can be concluded that the concentration of sucrose solution affects the number and percentage of cells undergoing plasmolisis, ie the higher the concentration sucrose solution, the more cells undergoing plasmolisis. In contrast, the lower the concentration of sucrose solution the less cells undergoing plasmolisis or we can call it that concentration of sucrose is directly proportional with number of plasmolitic cell. Plasmolisis insipien (terplasmolisis cells causing 50%) occurred in sucrose concentration of 0.194 M. Osmotic pressure value (TO) fluid cells Rhoe discolor of 4,81 with a room temperature of 29oC or 302 K.

No Sucrose Concentration

The Initial of Potatos

The Last Length of Potatos

The Length Addition

The Average of Length Addition

1 0 2

2,4 0,4

0,32,3 0,32,2 0,22,3 0,3

2 0,2 2

2,3 0,3

0,252,2 0,22,2 0,22,3 0,3

3 0,4 2

2,2 0,2

0,232,2 0,22,2 0,22,3 0,3

4 0,6 2

2,2 0,2

0,182,2 0,22,1 0,12,2 0,2

5 0,8 2

2,1 0,1

0,132,2 0,22,1 0,12,1 0,1

6 1 2

1,8 -0,2

-0,11,9 -0,11,9 -0,12,0 0

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

-0.15

-0.1

-0.05

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

Series 1

Sucrose Concentration

The

Ave

rage

of

leng

th A

dditi

on

PA=PO+PT

PA=PO

PO=−¿

¿ −22,4.M .T273

¿−22,4.0,98 .(29+273)

273

¿−22,86.302273

¿−6930,72273

=−25,29

Dari data percobaan pada tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa konsentrasi dari larutan sukrosa mempengaruhi perubahan panjang dari sel kentang. Dari grafik di atas diperoleh bahwa pada percobaan dengan konsentrasi larutan terendah 0 M mempengaruhi perubahan panjang dengan nilai terbesar, ukuran kentang bertambah panjang 0,3 cm. Percobaan dengan konsentrasi larutan tertinggi 1 M mempengaruhi perubahan panjang dengan nilai terkecil, ukuran kentang berkurang -0,1 cm.. Hal ini menandakan bahwa pertambahan panjang kentang berbanding terbalik dengan kensentrasi larutan sukrosa yang digunakan. Larutan sukrosa yang tidak menyebabkan sel kentangmengalami perubahan ukuran adalah 0,98 M. Nilai ini didapat dengan cara menandai garis dari sumbu X yang terpotong oleh grafik. Pada percobaan kali ini diketahui suhu ruangan laboratorium 290C.

Pembahasan

Pada percobaan penentuan potensial air jaringan tumbuhan yang telah penulis

lakukan diketahui bahwa pada larutan sukrosa 0 M , terjadi pertambahan panjang

potongan panjang dibanding dengan larutan sukrosa yang lain. Hal ini disebabkan

karena potensial air pada larutan lebih tinggi daripada potensial air di dalam sel

potongan silinder wortel sehingga air mengalir masuk dari larutan kedalam sel wortel.

Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 1 M terjadi penyusutan pada

potongan silinder ketela rambat yaitu sebesar 0,1 cm. Hal ini terjadi karena potensial

air yang ada pada larutan lebih rendah dari pada potensial air yang ada di dalam sel

wortel, sehingga air keluar dari sel wortel menuju ke larutan sukrosa.

A. Diskusi

1. Mengapa perlu dicari nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan

pertambahan panjang potongan silinder bengkuang dalam menentukan potensial

air (PA) ?

Jawab :

Nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan

panjang potongan silinder perlu diketahui karena dalam menentukan potensial air

perlu diketahui nilai potensial tekanan dan potensial osmosis. Dalam hal ini

diketahui bahwa nilai PT = 0 karena tidak ada potensial tekanan yang terjadi.

Sehingga nilai PA sama dengan nilai PO yang berarti pada larutan sukrosa yang

tidak menyebabkan perubahan panjang silinder mempunyai PO yang sama dengan

PA yang dimiliki oleh silinder wortel sehingga panjang wortel tetap seperti

semula karena tidak terjadi keluar masuknya air kedalam sel atau sebaliknya.

2. Mengapa nilai potensial air sel wortel yang tidak berubah panjangnya sama

dengan nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang tidak menyebabkan

pertambahan panjang bengkuang tersebut ?

Jawab :

Karena pada saat tidak ada pertambahan panjang silinder wortel konsentrasi

didalam sel dengan larutan sukrosa adalah sama, sehingga nilai PT =0 karena

tidak ada tekanan balik dari sel, jadi persamaan yang semula PA = PO + PT

karena nilai PT = 0 maka menjadi PA = PO atau nilai potensial air sama dengan

nilai potensial osmotik.

BIBLIOGRAPHY

Puspitawati, Rinie P., Boediono, J.D. dan Santoso, Leonita. 2003. Anatomi Tumbuhan.

Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA UNESA.

Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya:

Laboratorium Fistum Jurusan Biologi FMIPA UNESA.

Salisbury, Frank B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Edisi Keempat alih

bahasa Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB.

Sasmitamihardja, D. dan Siregar, A. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bamdung: ITB.

Soedirokoesomo, Wibosono. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Universitas

Terbuka.