29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999, Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 dijelaskan bahwa tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 adalah “Melanjutkan Reformasi bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan”, dengan sasaran yang harus dicapai pada Tahun 2015, Misi utama dari undang – undang tersebut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi , dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya. Oleh karena itu , mengacu pada semangat undang – undang tersebut, maka pedoman pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang diatur dalam peraturan pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekankan pada hal yang bersifat prinsip , norma, asas , dan landasan umum dalam pengelolaan keuangan daerah. Kebhinnekaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal ini masih sejalan atau tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah ini. B. Rumusan Masalah Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah Administrasi Keuangan Daerah “APBD” adalah: 1. Apakah yang dimaksud dengan APBD ? 2. Apa saja prinsip APBD ? 3. Bagaimana struktur APBD ? 1 | Administrasi Keuangan Daerah

MAKALAH ADMINISTRASI KEUANGAN.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor

25 Tahun 1999, Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan

masyarakat. Dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana

Kerja Pemerintah Tahun 2015 dijelaskan bahwa tema Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) Tahun 2015 adalah “Melanjutkan Reformasi bagi Percepatan Pembangunan

Ekonomi yang Berkeadilan”, dengan sasaran yang harus dicapai pada Tahun 2015,

Misi utama dari undang – undang tersebut bukan hanya pada keinginan untuk

melimpahkan kewenangan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,

tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan

kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, semangat desentralisasi,

demokratisasi, transparansi , dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam

mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses

pengelolaan keuangan daerah pada khususnya.

Oleh karena itu , mengacu pada semangat undang – undang tersebut, maka pedoman

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang diatur dalam peraturan

pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekankan pada hal yang bersifat prinsip ,

norma, asas , dan landasan umum dalam pengelolaan keuangan daerah. Kebhinnekaan

dimungkinkan terjadi sepanjang hal ini masih sejalan atau tidak bertentangan dengan

peraturan pemerintah ini.

B. Rumusan Masalah

Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah Administrasi

Keuangan Daerah “APBD” adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan APBD ?

2. Apa saja prinsip APBD ?

3. Bagaimana struktur APBD ?

1 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

4. Bagaimana proses penyusunan rancangan APBD ?

5. Bagaimana penetapan dan peraturan yang mengatur APBD ?

6. Apa masalah yang timbul dalam penyusunan APBD?

7. Bagaimana solusi mengatasi masalah dalam penyusunan APBD?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian masalah dalam makalah ini antara lain:

1. Mengetahui pengertian APBD

2. Menjelaskan prinsip – prinsip dalam APBD

3. Menggambarkan bagaimana bentuk struktur APBD

4. Menjelaskan dan menggambarkan penyusunan APBD serta mengetahui peraturan -

peraturannya.

5. Menjelaskan masalah – masalah yang timbul dalam penyusunan APBD

6. Mengetahui solusi mengatasi masalah yang timbul dalam penyusunan APBD.

2 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah

suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan

Negara).

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola

dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka

pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang

berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat

dalam APBD.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun

anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan

semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun

anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi

target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan

ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan

sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan

dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan

pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.Tahun anggaran APBD

sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31

Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan

pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu

tersebut.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang

mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi

biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD

merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap

sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang

telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan

merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh

melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran

3 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang

cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas

beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk

membiayai pengeluaran tersebut.

APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri

atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana

perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus, kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran

yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun

tahun-tahun anggaran berikutnya.

B. Prinsip Penyusunan APBD

Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015 didasarkan prinsip sebagai berikut:

1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan

urusan dan kewenangannya;

2. Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan;

3. Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses

informasi seluas-luasnya tentang APBD;

4. Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat;

5. Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan; dan

6. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan

peraturan daerah lainnya.

C. Struktur APBD

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,

struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

1. Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah

nilai kekayaan.Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui

4 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana.Pendapatan daerah

meliputi:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi

daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan daerah

dalam memungut PAD dimaksudkan agar daerah dapat mendanai

pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri.

PAD terdiri dari: 1) Pajak Daerah. 2) Retribusi Daerah. 3) Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mencakup:

a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD);

b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah

(BUMN); dan

c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.

4) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:

a) Hasil penjualan dan pemanfaatan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b) Jasa giro;

c) Pendapatan bunga;

d) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah;

e) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

f) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

h) Pendapatan denda pajak dan retribusi;

i) Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum;

j) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan

k) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

b. Dana Perimbangan, meliputi:

1) Dana Alokasi Umum;

2) Dana Alokasi Khusus; dan

3) Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.

5 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

c. Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi:

1) Pendapatan Hibah;

2) Pendapatan Dana Darurat;

3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota;

4) Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya;

5) Dana Penyesuaian; dan

6) Dana Otonomi Khusus.

2. Belanja Daerah

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas

Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban

daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya

kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi

belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi menurut

organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci

klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau

klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.

a. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi

belanja

menurut urusan wajib mencakup:

1) Pendidikan;

2) Kesehatan;

3) Pekerjaan Umum;

4) Perumahan Rakyat;

5) Penataan Ruang;

6) Perencanaan Pembangunan;

7) Perhubungan;

8) Lingkungan Hidup;

9) Kependudukan dan Catatan

Sipil;

10)Pemberdayaan Perempuan;

11)Keluarga Berencana dan

Keluarga Sejahtera;

12)Sosial;

13)Tenaga Kerja;

14)Koperasi dan Usaha Kecil

dan Menengah;

15)Penanaman Modal;

6 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

16)Kebudayaan;

17)Pemuda dan Olah Raga;

18)Kesatuan Bangsa dan

Politik Dalam Negeri;

19)Pemerintahan Umum;

20)Kepegawaian;

21)Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa;

22)Statistik;

23)Arsip; dan

24)Komunikasi dan

Informatika.

b. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan

1) Pertanian;

2) Kehutanan;

3) Energi dan Sumber Daya

Mineral;

4) Pariwisata;

5) Kelautan dan Perikanan;

6) Perdagangan;

7) Perindustrian; dan

8) Transmigrasi.

c. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi,

Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja Belanja daerah

1) Belanja Tidak Langsung; dan

2) Belanja Langsung.

Komponen belanja tidak langsung dan belanja langsung sebagai berikut:

1). Belanja Tidak Langsung,

meliputi:

a) Belanja Pegawai;

b) Bunga;

c) Subsidi;

d) Hibah;

e) Bantuan Sosial;

f) Belanja Bagi Hasil;

g) Bantuan Keuangan; dan

h) Belanja Tak Terduga.

2) Belanja Langsung, meliputi:

a) Belanja Pegawai;

b) Belanja Barang dan Jasa;

c) Belanja Modal.

7 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

3. Pembiayaan Daerah

a. Penerimaan Pembiayaan

1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus

didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan

perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2014 dalam rangka menghindari

kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2015 yang tidak dapat

didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA

dimaksud harus diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun

Anggaran 2014.

2) Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pencairan

dana cadangan, waktu pencairan dan besarannya sesuai peraturan daerah tentang

pembentukan dana cadangan.

3) Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun pembiayaan,

kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis penerimaan kembali investasi

pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir dari

kelompok masyarakat penerima.

4) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan pinjaman

daerah berdasarkan peraturan perundangundangan di bidang pinjaman daerah. Bagi

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang berencana untuk melakukan

pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih dahulu dalam rancangan peraturan daerah

tentang APBD tahun anggaran berkenaan sesuai Pasal 35 ayat (3) Peraturan

Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.

Untuk pinjaman jangka menengah sesuai Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah

Nomor 30 Tahun 2011 digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak

menghasilkan penerimaan, sedangkan pinjaman jangka panjang yang bersumber dari

pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan

bukan bank sesuai Pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011

8 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam

rangka pelayanan publik yang:

a. Menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan

dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut;

b. Menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja

APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan;

dan/atau

c. Memberikan manfaat ekonomi dan sosial.

b. Pengeluaran Pembiayaan

1) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat menganggarkan

investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk dana bergulir sesuai Pasal 118

ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah. Dana bergulir dalam APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok

pengeluaran pembiayaan daerah, jenis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah,

obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir kepada kelompok masyarakat

penerima.

2) Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik negara/daerah dan/atau

badan usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang penyertaan modal.

Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam

peraturan daerah tentang penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu

diterbitkan peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal

tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada

peraturan daerah tentang penyertaan modal.

Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi

jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang

penyertaan modal dimaksud, pemerintah daerah melakukan perubahan peraturan

daerah tentang penyertaan modal tersebut.

3) Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan

penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk

9 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

memperkuat struktur permodalan, sehingga BUMD dimaksud dapat lebih

berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk BUMD sektor perbankan,

pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna

menambah modal inti sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia dan untuk

memenuhi Capital Adequacy Ratio ( CAR ).

4) Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal dan/atau

penambahan modal kepada bank perkreditan rakyat milik pemerintah daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

5) Dalam rangka mendukung pencapaian target Millenium Development Goal’s

(MDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air perpipaan di wilayah perkotaan

sebanyak 80 % (delapan puluh persen) dan di wilayah perdesaan sebanyak 60 %

(enam puluh persen), pemerintah daerah perlu memperkuat struktur permodalan

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penguatan struktur permodalan tersebut

dilakukan dengan menambah penyertaan modal pemerintah daerah yang antara lain

bersumber dari pemanfaatan bagian laba bersih PDAM. Penyertaan Modal dimaksud

dilakukan untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan sarana sistem

penyediaan air minum, serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan

pelayanan. Selain itu, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan

modal guna meningkatkan kualitas, kuantitas dan kapasitas pelayanan air minum

kepada masyarakat untuk mencapai MDG’s dengan berpedoman pada peraturan

perundang-undangan.

6) Untuk menganggarkan dana cadangan, pemerintah daerah harus menetapkan terlebih

dahulu peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang mengatur tujuan

pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana

cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan,

dengan mempedomani Pasal 122 dan Pasal 123 Peraturan Pemerintah Nomor 58

Tahun 2005 serta Pasal 63 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

7) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran sebagaimana

diamanatkan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal

10 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

61 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 , sebagaimana

telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

21 Tahun 2011.

c. Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Berjalan

1) Pemerintah daerah menetapkan Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Anggaran

2015 bersaldo nol.

2) Dalam hal perhitungan penyusunan Rancangan APBD menghasilkan SILPA Tahun

Berjalan positif, pemerintah daerah harus memanfaatkannya untuk penambahan

program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang

telah dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan.

3) Dalam hal perhitungan SILPA Tahun Berjalan negatif, pemerintah daerah melakukan

pengurangan bahkan penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan

kewajiban daerah, pengurangan program dan kegiatan yang kurang prioritas dan/atau

pengurangan volume program dan kegiatannya.

a. Tunjangan PNSD yang bertugas pada unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi

terkait dengan pengamanan persandian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 79 Tahun 2008 tentang Tunjangan Pengamanan Persandian;

b. Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) berbasis NIK secara Nasional

dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yang ditindaklanjuti dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2006, Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil dan peraturan

perundang-undangan lainnya; dan

c. Fasilitasi pengaduan masyarakat dan pengembangan akses informasi secara

transparan, cepat, tepat dan sederhana dengan mempedomani Undang-Undang Nomor

14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

11 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

D. Penyusunan Rancangan APBD

Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana

dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan

kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan

kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai

dari dan atas beban APBD.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah

pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.

c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan

kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD

provinsi.

d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya

dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.

Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBD

NO URAIAN WAKTU KETERANGAN

1 Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei

2

Penyampaian Rancangan KUA

dan Rancangan PPAS oleh Ketua

TAPD kepada Kepala Daerah

Minggu pertama Bulan

Juni 1 minggu

3

Penyampaian Rancangan KUA

dan Rancangan PPAS oleh

Kepala Daerah Kepada DPRD

Pertengahan Bulan Juni

6 Minggu

4 Rancangan KUA dan Rancangan

PPAS disepakati antara Kepala

Akhir Bulan Juli

12 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

Daerah dan DPRD

5

Surat Edaran Kepala Daerah

Perihal Pedoman RKA-SKPD dan

RKA-PPKD

Awal Bulan Agustus 1 Minggu

6

Penyusunan dan Pembahasan

RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta

Penyusunan Rancangan APBD

Awal Bulan Agustus

sampai dengan Akhir

September 7 Minggu

7 Penyampaian Rancangan APBD

kepada DPRD

Minggu Pertama Bulan

Oktober

2 Bulan

8

Pengambilan Persetujuan

Bersama DPRD dan Kepala

Daerah

Paling lama (satu) bulan

sebelum Tahun Anggaran

yang dtentukan

9 Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 Hari kerja (Bulan

Desember)

10

Penetapan Perda APBD dan

Perkada Penjabaran APBD sesuai

dengan hasil evaluasi

Paling lambat akhir

Desember (31

Desember)

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk

uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan

dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar

hukum penganggaran.

1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah.

Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang

merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu)

tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas

pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya,

baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun

13 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah

mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan

konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran

berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2. Kebijakan Umum APBD

Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu

menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.

Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman

penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman

penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:

a. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan

pemerintah daerah;

b. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;

c. Teknis penyusunan APBD; dan

d. Hal-hal khusus lainnya.

Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-

program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan

pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja

daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang

mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah

pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok

kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA

yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola

keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.

Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat

pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan

14 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD

bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya

disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran

berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah

menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan

PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;

b. Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan

c. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada

DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan.

Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS

yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli

tahun anggaran berjalan.

KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam

nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan

DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk

pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan

PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD

Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan

rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD

sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran

kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:

a. PPAS  yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan

dan pembiayaan;

15 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

b. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan

sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;

c. Batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;

d. Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan

prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas

penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan

e. Dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format

RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD

diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan

pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.

RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran

jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi

kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan

menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran

untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari

tahun anggaran yang direncanakan.

Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses

perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan

SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan

penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan

antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta

manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran

tersebut. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja

untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun

yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan

pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat

informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja

yang akan dicapai dari program dan kegiatan.RKA-SKPD yang telah disusun oleh

SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5. Penyiapan Raperda APBD

Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan

pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan

16 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju

yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya,

serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis

belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program

dan kegiatan antar SKPD. Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat

ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah

disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan

penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala

daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD

dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:

a. Ringkasan APBD;

b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;

c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,

belanja dan pembiayaan;

d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan

kegiatan;

e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan

pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

f. Daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

g. Daftar piutang daerah;

h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah;

i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;

k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan

dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

l. Daftar dana cadangan daerah; dan

m. Daftar pinjaman daerah.

Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan

peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah

tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:

a. Ringkasan penjabaran APBD;

b. Penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,

kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan

pembiayaan.

17 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat

penjelasan sebagai berikut:

a. Untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif

pungutan/harga;

b. Untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan,

lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;

c. Untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan

pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD

disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang

APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat.

Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan

informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam

pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan rancangan

peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator

pengelolaan keuangan daerah.

6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD

beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober

tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan

persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah

terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu)

bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota

keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD

untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-

masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada

KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD.

Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan

program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala

daerah.

Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan,

tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan

18 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran

setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai

keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan

tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat

wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus

menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup

untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja

pegawai, belanja barang dan jasa.

Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya

kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain

pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah

memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan

rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan

gubernur bagi kabupaten/kota.

7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan

Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah

disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran

APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan

terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai

dengan:

a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan

peraturan daerah tentang APBD;

b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;

c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang

APBD; dan nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian

pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan

kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur

serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan

kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang

19 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi,

Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.

Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada

Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya

rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan

peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang

penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi

peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.

Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna

berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan

keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.

8. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala

Daerah tentang Penjabaran APBD

Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala

daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah

menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan

kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31

Desember tahun anggaran sebelumnya.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan

ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah

yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD. Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan

peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi

kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

9. Perubahan APBD

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,

dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan

perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:

a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;

20 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit

organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus

digunakan dalam tahun berjalan;

d. Keadaan darurat; dan

e. Keadaan luar biasa.

E. Penetapan APBD

Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif

menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan

melakukan pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi

diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif

dimana pada kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-

dasar kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.

Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:

1.      Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD.

Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda

beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada

masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling

lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun

anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan

keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum

tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut,

kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang

harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat

rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat

dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari

Gubernur terkait.

2.      Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang

Penjabaran APBD.

21 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan

rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan

oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam

waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya

keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara

kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD

kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih

tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan

dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15

(lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.

3.      Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran

APBD.

Tahapan terakhir inidilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun

anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang

penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait

paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.

F. Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD

Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005) sebagai

berikut:

1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap

tahun dengan Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).

2.  Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari

sampai dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005)

3.  Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari

sampai dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).

4. Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran

berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-

lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Rancangan kebijakan

umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam

22 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan

Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 58/2005).

5. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan

DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara paling

lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya (Pasal 35 ayat (1)

dan (2) PP 58/2005).

6. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,

disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada

minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan

Pasal 43 PP 58/2005).

7.  Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah

tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran

yang bersangkutan dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP

58/2005).

8. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat

melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun

anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP 58/2005).

G. Permasalahan dalam Penyusunan APBD

Masalah – masalah pokok yang sering timbul dalam penyusunan APBD yaitu:

1. Anggaran belanja cenderung ditetapkan lebih tinggi. Alasannya adalah karena

usulan belanja kegiatan cenderung di mark – up, dibesarkan atau ditinggikan

diatas perkiraan yang sewajarnya (sebenarnya). Bila usulan belanja selalu wajar

dan sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya, maka urgensi dan relevansi

analisis standar belanja menjadi rendah.

2. Anggaran pendapatan cenderung ditetapkan lebih rendah. Bila usulan

belanja cenderung dimark – up, sebaliknya usulan pendapatan/penerimaan

cenderung dimark – down; ditetapkan lebih rendah dari target sebenarnya.

3. Kurangnya keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi perencanaan dengan

penganggaran. Tanpa perencanaan SKPD cenderung tidak fokus serta cenderung

bersifat reaktif yang pada akhirnya bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas.

4. Kurangnya keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi perencanaan antar

SKPD. Keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi tidak hanya antara aspek

23 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

perencanaan dengan penganggaran, tetapi juga antar SKPD. Hal ini perlu

diperhatikan karena target capaian program dan atau target hasil (outcome)

sebuah kegiatan dan atau visi daerah dapat dicapai melalui sinergi program dan

kegiatan antar SKPD.

5. Relevansi Program / Kegiatan : kurang responsif dengan permasalahan

dan / atau kurang relevan dengan peluang yang dihadapi. Peningkatan

relevansi dan responsifitas program adalah agenda utama perencanaan. Relevansi

dan responsifitas akan sangat menentukan kemampuan daerah dalam

mewujudkan kewajibannya. Rendahnya relevansi ini terutama karena rendahnya

kemampuan perencanaan program dan kegiatan serta ketersediaan data dan

informasi.

6. Pertanggungjawaban kinerja kegiatan masih tetap cenderung fokus pada

pelaporan penggunaan dana. Tanpa pertanggungjawaban tersebut, perbaikan

kinerja SKPD tidak dapat berlanjut secara berkesinambungan. Pada titik

ekstrimnya, tanpa pertanggungjawaban kinerja, pola penganggaran pada dasarnya

masih belum berubah kecuali istilah dan nomenklatur semata.

7. Spesifikasi indikator kinerja dan target kinerja masih relatif lemah.

Penetapan besaran belanja tidak didasarkan pada target kinerja keluaran (output)

atau hasil (outcome). Volume output diubah, tetapi total belanja tidak berubah.

Selain itu, indikator kinerja untuk Belanja Administrasi Umum ( dahulu disebut

sebagai Belanja Rutin ) masih tetap belum jelas.

8. Rendahnya inovasi pendanaan kesejahteraan rakyat. Hingga saat ini, inovasi

pendanaan kesejahteraan rakyat masih relatif rendah.

H. Solusi Mengatasi Masalah dalam Penyusunan APBD

1. Perlu dilakukan inovasi – inovasi dalam proses perencanaan partisipatif

sedemikian rupa sehingga aspirasi – aspirasi politik diyakini benar – benar

terserap dalam dokumen perencanaan. Dengan demikian, pembahasan rancangan

APBD dapat lebih terfokus pada besaran dana yang seharusnya dialokasikan dan

tidak lagi terbebani dengan transaksi – transaksi politik.

2. Perlu dikembangkan strategi berupa dialog ataupun sosialisasi mengenai

perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Tujuan utama dilakukan langkah

ini adalah untuk mengubah paradigma tradisional yang berfokus pada

penganggaran uang menjadi paradigma yang berbasis kinerja yang

24 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

menitikberatkan pada perencanaan kegiatan yang menjawab akar permasalahan

dimasyarakat.

3. Perlu penguatan kapasitas dan komitmen, baik bagi kalangan Pemda maupun

DPRD. Pada umumnya Pemda yang mengalami keterlambatan APBD adalah

daerah tertinggal, sehingga perlu fasilitasi dan pengawasan lebih intensif dari

Pemprov maupun Pemerintah Pusat. Namun sebenarnya yang utama adalah

komitmen dan inilah yang paling sulit. Proses politik berbiaya tinggi barangkali

menjadi akar masalah kenapa seringkali anggota dewan ( begitu pula Kepala

Daeraah ) bernafsu besar ingin menguasai anggaran.

4. Pemberian sanksi sesuai aturan harus tetap dijalankan namun dengan sanksi yang

lebih spesifik. Pemda wajib menyampaikan Perda kepada Menteri Keuangan

maksimal tanggal 20 Maret. Bagi yang terlambat penyaluran Dana Alokasi

Umum (DAU) ditunda 25% perbulan. Atau sanksi penghentian pemberian DAU

dirubah dengan sanksi penundaan pembayaran tunjangan pejabat pemerintah dan

anggota DPRD.

5. Proses politik dalam penyusunan APBD jangan hanya menjadi arena interaksi

antara DPRD dan pemerintah, tapi juga sebagai arena publik dimana ada

transparansi dan akses bagi masyarakat untuk memperoleh informasi,

berpartisipasi, dan mengkritisi proses tersebut.

6. Para pembuat keputusan yang terlibat dalam proses legislasi APBD ( DPRD dan

Pemda) harus mempunyai sistem evaluasi untuk membandingkan dan

memprioritaskan proposal anggaran.

7. Selain memahami proses pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dan

DPRD perlu memahami berbagai standar yang digunakan dalam akuntansi,

misalnya standar biaya agar dapat memperhitungkan besaran anggaran yang

diperlukan untuk suatu kegiatan. Melalui penerapan standar ini, praktik – praktik

manipulasi atau mark – up anggaran dapat diminimalkan.

8. Perlu dilakukan penguatan pada masyarakat sipil misalnya dengan cara

mengadvokasikan berbagai instrumen hukum dan kelembagaan yang memberikan

peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi, mengakses informasi, dan

mengontrol akuntabilitas pemerintahan. Selain itu juga perlu ditingkatkan kualitas

25 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

pendidikan, pengorganisasian, dan pendampingan masyarakat agar masyarakat

dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua

Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran

tertentu. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD

adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan

Negara). Struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan

pembiayaan. Penyusunan APBD harus sistematis sesuai dengan jadwal dan

penyusunan yang telah terlampir dalam Undang – Undang.

Pemerintah dan DPRD merupakan pemegang tanggung jawab dalam proses

penyusunan RAPBD hingga penetapannya menjadi Perda APBD. Keterlambatan

naskah APBD diserahkan kepada DPRD oleh pemerintah, dimana idealnya hal ini

berimplikasi pada pembahasan yang tidak efektif dan terkesan terburu-buru.

B. Saran

Tujuan tentang proses penyusunan penting dilaksanakan untuk kelancaran dan

kemudahan dalam penetapan dan pelaksanaan APBD dalam suatu daerah.

26 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada

Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya

rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan

peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang

penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud

menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota. Keputusan pimpinan DPRD

bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna

berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap

rancangan peraturan daerah tentang APBD serta sampai pada tahap penetapan APBD.

Sebagai faktor utama pembangunan para aktor dalam APBD harus benar –

benar bertindak jujur , adil, dan kreatif agar dapat mengimplementasikan manfaat dari

APBD dengan baik. Tuntutan dan kebutuhan era globalisasi seperti sekarang ini, perlu

adanya good governance dalam upaya pemulihan ekonomi nasional dan daerah, serta

pemulihan kepercayaan baik secara lokal, nasional maupun oleh dunia internasional

terhadap Pemerintah Indonesia, mengharuskan Pemerintah untuk mengambil langkah

– langka strategis dalam pengelolaan dan penyusunan APBD terutama pada sektor

kekayaan sumber daya alam.

Pentingnya perumusan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya

gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan

keuangan negara tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBD ini diharapkan

pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara perumusan APBD mulai dari tahap

perumusan dan pengajuan sampai tahap pengesahannya. Demikianlah makalah ini

dibuat, semoga dapat menambah pemahaman pembaca dan penulis dalam perumusan

sampai pada tahap pelaksanaan APBD.

27 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah,

Graha Ilmu: Yogyakarta

Widjaja, Haw. 2005. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka

Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. PT

Grafindo Persada

Widjaja, Haw. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta. PT Grafindo

Persada

Referensi Internet

kampus4u.blogspot.ca (2015, 29 November). Permasalahan Umum dan Klasik

dalam Penyusunan APBD. Diperoleh 24 Juli 2016.

Peraturan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014.

Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

Anggaran 2015

28 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h

Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah

Tahun 2015

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah

29 | A d m i n i s t r a s i K e u a n g a n D a e r a h