Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AKUNTANSI SYARIAH
Disusun guna melengkapi tugas matakuliah Seminar Akuntansi
Kelas A
Oleh :
1. Savira Intan Y (110810301111)
2. Nuki Widani (110810301124)
3. Putri Purnamasari (120810301023)
4. One Rahayu (120810301045)
5. Atika Irdinda s (140810301243)
PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS JEMBER
2015
PENDAHULUAN
Islam adalah agama bersifat terbuka, yang selalu
memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk berfikir ke
depan, dalam rangka mencapai tingkat peradaban dan kemajuan
yang lebih baik. Salam seorang guru besar berkebangsaan
Amerika menulis dalam sebuah buku yang berbunyi : “…the
introduction of Arabic Numerical greatly facilitated the growth
of accounting”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Islam yang
lahir dikawasan Arab telah banyak memberikan sumbangan bagi
perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, walaupun
itu hanya berupa notasi angka yang dikenal dengan angka Arab,
seperti angka 1, 2, 3, dan seterusnya yang kita kenal sekarang
ini. Angka-angka semacam ini sangat penting bagi operasional
aktivitas kehidupan umat manusia, seperti aktivitas akuntansi.
Akuntansi syariah telah lahir semenjak dahulu kala.
Akuntansi Syariah adalah akuntansi yang berorientasi sosial.
Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk
menerjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran
moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimana
fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam.
Akuntansi Syariah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa
dipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusia diadili
di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salah satu
derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa
yang jelek. Realitas Akuntansi Syariah adalah tercermin dalam
akuntansi zakat.
Akuntansi syariah secara nyata telah diterapkan pada era
dimana masyarakat menggunakan sistem nilai Islami khususnya
pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, dan pemerintah Islam
lainnya. Sedangkan Akuntansi syariah yang saat ini muncul
dalam era kegiatan ekonomi dan sosial telah dikuasai oleh sistem
nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam. Kedua jenis
akuntansi itu bisa berbeda dalam merespon situasi masyarakat
yang ada pada masanya.
PEMBAHASAN
1.1 Munculnya IFis (International Islamic Financial Inclusion
Summit)
Sejarah akuntansi Islam mulai dari munculnya keuangan
Islam. Islam mengalami zaman keemasan pada periode antara
abad ke 6 sampai abad ke 12. Meskipun Islam digunakan dalam
berbagai struktur keuangan, pada abad ke 13 masa keemasan
tersebut mulai hilang (Jamaldeen, 2012). Pada tahun 1963,
sejarah keuangan Islam modern muncul kembali dengan
pembentukan Mit Ghamar di Mesir, sebuah bank tabungan
dengan ide laba berbagi (El-Ashker, 1987; FISHO-Oridedi, 2000;
Jamaldeen, 2012; Sharawy, 2000). Meskipun itu ditutup pada
tahun 1967 karena alasan politik, Mit Ghamar telah
mempengaruhi perkembangan keuangan Islam. Kemudian
muncullah Bank syariah pada tahun berikutnya. Setiap tahun
bertambah jumlah bank Islam yang muncul sekitar tahun 1970
dan awal 1980-an. Namun perubahan iklom politik di banyak
Negara Muslim membuat beberapa lembaga keuangan syariah
beroperasi tanpa label Islam untuk menghindari pandangan
negative dunia terhadap Islam (Sharawy, 2000).
Setelah Islam semakin berkembang, muncullah IFI dari
pembentukan bank Islam yang merupakan komponen yang paling
berkembang dalam system keuangan Islam. IOSCO (2004)
menemukan bahwa keberhasilan dalam mengembangkan
perbankan syariah mendorong perluasan Islam praktek ke segmen
pasar lainnya dengan menawarkan produk-produk keuangan
Islam yang lebih luas. Permintaan pembiayaan syariah terus
tumbuh dan menarik minat tidak hanya Muslim, tetapi juga
nonMuslims.prinsip utama dari keuangan Islam yaitu
menyediakan bebas bunga dalam transaksinya, telah menciptakan
implikasi dalam penerapan akuntansi konvensional. Berbagai
Produk keuangan Islam dikembangkan untuk menghindari bunga,
yang pada dasarnya terdiri dari mudharabah (bagi hasil),
musyarakah (profit and loss sharing), murabahah (perdagangan
dengan markup atau biaya plus sale), salam (muka pembelian),
istisna (purchase order), dan ijarah (sewa pembiayaan). Selain
pelarangan bunga, kegiatan yang berkaitan dengan gharar
(ketidakpastian), maisir (judi), dan haram (melanggar hukum)
produk, seperti alkohol dan babi, juga dilarang. Dengan
demikian, ada dorongan untuk memberikan laporan keuangan
yang dapat menginformasikan kepada pembaca IFI sebuah
kepatuhan terhadap syariah dan mengakomodasi karakteristik
dari transaksi keuangan Islam.
1.2 Teori Akuntansi dan Pilihan Kebijakan
Pilihan akuntansi dan pelaporan kebijakan penting
karena mempengaruhi alokasi dan distribusi kekayaan dan juga
menunjukkan akuntabilitas perusahaan 'untuk konstituen mereka
serta membantu mereka dalam pengambilan keputusan mereka.
Karena kurangnya kepercayaan pada kekuatan pasar untuk
melindungi kepentingan berbagai penuntut perusahaan, maka
standar akuntansi diperkenalkan untuk mempengaruhi dan
membatasi pilihan kebijakan akuntansi dan pelaporan. Berbagai
teori pembuatan kebijakan telah diusulkan dalam literatur tetapi
fokus kami adalah pada dua teori utama yaitu rasionalis (atau
positivis) dan pandangan sosialis serta mengapa mereka selaras
dengan prinsip bisnis Islam.
Secara rasionalis, memperlakukan pengambilan
keputusan sebagai proses yang berurutan yang melibatkan empat
langkah: 1. mencari tujuan atau masalah, 2. merumuskan tujuan
yang akan dicapai, 3. pilih alternatif untuk mencapai tujuan, 4.
dan mengevaluasi konsekuensi. Pemilihan alternatif bertujuan
memaksimalkan nilai dari pembuat keputusan. Dalam konteks
akuntansi, keputusan sering didasarkan pada rasionalitas
ekonomi, berkonsentrasi pada memaksimalkan kekayaan
pemegang saham serta menimbang biaya dan manfaat dari
menghasilkan informasi akuntansi.
Pandangan mengenai pendekatan manajer yang
beroperasi secara sempurna di pasar belum tentu terdapat
hubungan sosial yang penting. Pandangan juga menunjukkan
bahwa perusahaan memilih trade-off yang menyeimbangkan tiga
pengaruh yang bertentangan: kompensasi manajemen, biaya
kontrak dan biaya politik (Watts dan Zimmerman, 1990. Faktor-
faktor ekonomi dan sosial tidak memiliki pengaruh utama pada
perilaku mereka. Pandangan ini mungkin tampak ekstrim oleh
mereka yang percaya pada konsep 'rasionalitas yang dibatasi',
ditandai dengan satisficing daripada memaksimalkan perilaku.
Dalam pendekatan konstruksi sosial, hubungan
individu, kelembagaan dan sosial mempengaruhi konsepsi
utilitas. Pendekatan ini menunjukkan bahwa norma timbal balik
dan hubungan pribadi menimbulkan perhatian pihak lain yang
mungkin akan terpengaruh oleh praktik akuntansi yang dipilih,
kedua faktor sosial dan ekonomi menjadi pertimbangan penting
dalam pemilihan praktik akuntansi. Demikian pula, hubungan
kekuasaan, hubungan ketergantungan sumber daya, keinginan
untuk mempertahankan legitimasi dan kepatuhan terhadap
norma-norma sosial keadilan yang baik secara implisit maupun
eksplisit diperkenalkan dalam pertimbangan pilihan seseorang
praktik akuntansi, maka menyoroti ketidakmampuan penjelasan
dari perilaku didasarkan pada efisiensi atau ekonomi argumen
utilitas. Namun, pendekatan dalam mengenali hubungan di luar
diri manusia dan sesama, khususnya kepada Allah, dalam
menjelaskan pengaruh dan kendala dalam pilihan kebijakan
akuntansi dan perilaku. Hal ini sebagian disebabkan oleh
pemisahan antara urusan rohani dan jasmani dibentuk dalam
wadah budaya Barat
Seperti yang bisa dilihat, pendekatan untuk pembuatan
kebijakan yang dikembangkan di Barat membatasi
penggunaannya dalam menjelaskan pengaruh dan kendala pada
pilihan kebijakan akuntansi untuk manajer Muslim. Dua
pendekatan tampaknya berada di dua ujung yang berbeda yaitu.
rasionalisme ekonomi sekuler dan sosialisme. Namun, Islam
menunjukkan konsep al wasatiyah (jalan tengah) (Dhaouadi,
1990) sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: "Jadi harus
Kami membuat Anda seorang umat adil skor. Agar kamu menjadi
saksi atas bangsa-bangsa, dan utusan saksi atas dirimu "(Al
Baqarah 2: 143).
Manajer Muslim harus menyeimbangkan antara
pemangku 'kepentingan ekonomi dan kepentingan masyarakat
serta memastikan bahwa kegiatan usaha tidak akan
membahayakan keseimbangan yang baik dalam eko-sistem yang
ditetapkan oleh Allah. Mengingat keterbatasan teori-teori Barat
proses pembuatan kebijakan, ada kebutuhan untuk pendekatan
alternatif. Manajer perusahaan dalam lingkungan Islam perlu
mengadopsi syariah Islami'iah, yang mempelajari perilaku
individu dalam konteks sistem sosial secara keseluruhan.
Prinsip umum akuntansi Syariah yaitu: nilai
pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat
dalam sistem akuntansi syariah. Ketiga nilai tersebut tentu saja
sudah menjadi prinsip dasar yang universal dalam operasional
akuntansi syariah. Makna yang terkandung dalam ketiga prinsip
akuntansi syariah tersebut adalah :
1.Prinsip pertanggungjawaban (accountability).
Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah
yang merupakan hasil transaksi manusia dengan sang Khaliq
mulai dari alam kandungan. Implikasi dalam bisnis dan
akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik
bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang
telah diamanatkan dan yang telah diperbuat kepada pihak-
pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawabannya biasanya
dalam bentuk laporan keuangan.
2. Prinsip keadilan. Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai
yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis,
tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam
fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia pada dasarnya
memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap
aspek kehidupan. Dalam konteks akuntansi, menegaskan kata
adil dalam ayat 282 Surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat
berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan
dicatat dengan benar. Dengan demikian, kata keadilan dalam
konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu :
Pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral yaitu
kejujuran, yang merupakan faktor yang dominan. Tanpa
kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan
menyesatkan dan merugikan masyarakat. Kedua, kata adil
bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak dalam nilai-nilai
etika / syariah dan moral).
3. Prinsip kebenaran. Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak
dapat dilepaskan dari prinsip keadilan. Dalam akuntansi kita
akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran
dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik
apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan
mencipatakan keadilan dalam mengakui, mengukur dan
melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
1.3 Syari'at Islami'iah dan Akuntansi Pilihan
Kebijakan mendorong Kita untuk melanjutkan
menghubungkan prinsip-prinsip syariah Islami'iah berdasarkan
konsep Uqud dengan pilihan kebijakan akuntansi. Perusahaan
dalam masyarakat Islam tidak berbeda dari rekan-rekan Barat
mereka. Mereka juga mengakui perhubungan hubungan kontrak
dalam kegiatan bisnis. Seperti disebutkan sebelumnya, mereka
diwajibkan untuk mempertimbangkan hubungan kontraktual di
luar diri dan sesama makhluk sendiri untuk menyertakan Allah
dan lingkungan berdasarkan aqad mereka dengan Allah, yang
mematuhi syariah Islami'iah, seperti pengukuran dan
pengungkapan masalah dan pilihan perusahaan 'kebijakan
akuntansi dan pelaporan harus diatasi dalam hubungan kontrak
yang ada dalam pedoman yang ditetapkan oleh syariah Islami'iah.
Untuk menunjukkan tanggung jawab dan akuntabilitas kepada
Allah, masyarakat dan lingkungan, manajer Muslim harus
berusaha untuk menyediakan produk halal sangat baik /
pelayanan kepada masyarakat, mendapatkan keuntungan yang
wajar, mencapai tujuan dari usaha bisnis, hanya dengan karyawan
dengan membayar upah yang adil dan mengambil mengurus
kesejahteraan merek, menjadi toleran dengan debitur,
memastikan bahwa kegiatan usaha secara ekologis berkelanjutan
dan mengakui pekerjaan sebagai bentuk ibadah.
Di sisi lain, untuk menunjukkan transparansi dalam
kegiatan bisnis, manajer Muslim harus memberikan informasi
yang relevan dan dapat diandalkan mengenai semua kegiatan
halal dan haram yang telah dilakukan, alasan untuk melakukan
kegiatan terakhir dan bagaimana mereka ditangani, kebijakan
yang terkait dengan pembiayaan, investasi dan karyawan,
hubungan dengan masyarakat, debitur dan kreditur, penggunaan
sumber daya dan perlindungan lingkungan.
Akuntansi konvensional dianggap tidak sesuai dengan sosial
ekonomi
Beberapa peneliti juga mengusulkan format yang berbeda
untuk laporan keuangan yang berkaitan dengan islam. Nilai
tambah pernyataan untuk pelaporan keuangan Islam yaitu untuk
menggantikan laporan laba rugi pertama kali disampaikan oleh
Baydoun & Willet pada tahun 1994 dan secara luas diikuti oleh
para sarjana akuntansi Islam lainnya ( Baydoun & Willet , 2000;
Harahap , 2005; Taheri , 2005; Triyuwono , 2001) . Namun, ide-
ide yang diusulkan masih tertahan di tingkat diskusi . Pendapat
responden Muslim Sulaiman (2001 ) dibandingkan ' mengenai
Pertambahan Nilai dan laporan laba rugi.
1.4 Pengertian Akuntansi Syariah
Akuntansi Syariah adalah akuntansi yang berorientasi
sosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk
menerjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran
moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimana
fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam.
Akuntansi Syariah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa
dipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusia diadili
di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salah satu
derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa
yang jelek. Realitas Akuntansi Syariah adalah tercermin dalam
akuntansi zakat.
Akuntansi zakat menunjukkan proses di mana kekayaan
diperoleh secara halal oleh perusahaan. Ini merupakan salah satu
contoh dari turunan hisab yang merupakan bidang akuntansi.
Disamping itu ternyata melalui Al Qur'an telah menggariskan
bahwa konsep akuntansinya adalah penekanan
pertanggungjawaban atau accountability yang tujuanya menjaga
keadilan dan kebenaran.
Secara etimologi, kata akuntansi berasal dari bahasa
Inggris, accounting, dalam bahasa Arabnya disebut “Muhasabah”
yang berasal dari kata hasaba, hasiba, muhasabah, atau wazan
yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya menimbang,
memperhitungkan mengkalkulasikan, mendata, atau menghisab,
yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat
dalam pembukuan tertentu. Kata “hisab” banyak ditemukan
dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu
berujung pada jumlah atau angka, seperti Firman Allah SWT:
QS.Al-Isra’(17):12 “….bilangan tahun-tahun dan
perhitungan….”
QS.Al-Thalaq(65):8 “…. maka kami hisab penduduk negeri itu
dengan hisab yang keras…”
QS.Al-Insyiqah(84):8 “…. maka dia akan diperiksa dengan
pemerikasaan yang mjudah…”
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada
bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan
accountable. Oleh karena itu, akuntasi mengetahui sesuatu dalam
keadaan cukup, tidak kurang dan tidak pula lebih. Berdasarkan
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi
Syariah adalah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, dan
pelaporan melalui dalam mengambil keputusan ekonomi
berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung
zhulum (Kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan),
barang yang haram, dan membahayakan.
Akuntansi syariah secara nyata telah diterapkan pada era
dimana masyarakat menggunakan sistem nilai Islami khususnya
pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, dan pemerintah Islam
lainnya. Sedangkan Akuntansi syariah yang saat ini muncul
dalam era kegiatan ekonomi dan sosial telah dikuasai oleh sistem
nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam. Kedua jenis
akuntansi itu bisa berbeda dalam merespon situasi masyarakat
yang ada pada masanya.
Sejarah Akuntansi Syariah
Pada zaman Rasulullah cikal bakal akuntansi dimulai dari
fungsi-fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan
penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000).
Perkembangan pemerintah Islam hingga Timur Tengah, Afrika,,
dan Asia di zaman Umar bin Khatab. Para sahabat
merekomendasikan perlunya pencatatan untuk
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran Negara, lalu
Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan yang
berarti tulisan. Reliabilitas laporan keuangan pemerintah
dikembangakan oleh Umar bin Abdul Aziz (681-720 M) dengan
kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951).
Al Waleed bin Abdul Malik (705-715 M) mengenalkan catatan
dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya
(Lasheen, 1973). Evolusi perkembangan pengelolaan buku
akuntansi mencapai tingkat tertinggi pad masa Daulah Abbasiah.
Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti
akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara,
akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksaan
buku/auditing.
Praktek akuntansi pada masa pemerintahan Islam juga
memunculkan sistem pembukuan menggunakan model buku
besar, meliputi:
Jaridah Al-Kharaj menunjukkan utang individu atas zakat
tanah, hasil pertanian, serta utang hewan ternak dan
cicilan. Utang individu dicatat dalam satu kolom dan
cicilan pembayaran di kolom yang lain.
Jaridah Annafakat mencatat segala pengeluran kas dalam
jurnal pengeluaran
Jaridah Al Mal mencatat penerimaan dan pengeluaran
dana zakat biasa disebut jurnal dana.
Jaridah Al Musadareen mencatat penerimaan denda/sita
dari individu yang tidak sesuai syariah termasuk korupsi.
Selain buku besar juga terdapat Laporan keuangan berupa:
Al-Khitmah yang menunjukkan total pendapatan dan
pengeluaran yang dibuat setiap bulan.
Al Khitmah Al Jame’ah merupakan laporan keuangan
komperehensif gabungan antara income statement dan
balance sheet.
Akuntansi syariah telah lahir semenjak dahulu kala. Lalu
darimanakah asal double entry bookkeeping yang sekarang
dipakai dikalangan perusahaan dan para pekerja akuntansi.
Dimana dalam pandangan Vernon Kam, bahwa double entry
bookkeeping muncul di Italia sekitar abad ke-13. Catatan yang
ada dan paling tua tentang double entry bookkeeping adalah pada
tahun-tahun terakhir abad ke-13.
Dimana double entry bookkeeping telah digunakan
beberapa tahun sebelumnya dan dikuatkan dengan pernyataan
Shehata yaitu : “sesuatu pengkajian selintas terhadap sejarah
Islam menyatakan bahwa akuntansi dalam Islam bukanlah
merupakan seni dan ilmu yang baru”, sebenarnya bisa dilihat dari
peradaban Islam yang pertama yang sudah memiliki “Baitul
Maal” yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai “Bendahara Negara” serta menjamin kesejahteraan sosial.
Masyarakat muslim sejak itu telah memiliki jenis akuntansi yang
disebut “Kitabat al-Amwal” (Pencatatan Uang). Dipihak lain
istilah akuntansi telah disebutkan dalam beberapa karya tulis
umat Islam. Tulisan ini muncul lama sebelum double entry
ditemukan oleh Lucas Pacioli di Italia pada tahun 1949.
Istilah Zournal (sekarang journal) sendiri telah terlebih
dahulu digunakan oleh kekhalifahan Islam dengan istilah Jaridah
untuk buku catatan keuangan. Penggunaan kata “In The Name Of
God” yang berarti Bismillah di awal buku catatan keuangan telah
digunakan oleh kekhalifahan Islam dengan kalimat “In The Name
Of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful”
1.5 Perumusan Akuntansi Keuangan Syariah
Perkembangan Bank dan lembaga keuangan syariah,
sebagai sebuah entitas yang baru dan memiliki tantangan yang
besar dalam kegiatannya khususnya dalam melayani masyarakat
yang cukup beragam. Para pakar ekonomi islam dan akuntansi
syariah terdorong untuk merumuskan alat untuk menghasilkan
informasi keuangan melalui penyusunan standar-standar
akuntansi yang berprinsip syariah agar terjadi keselarasan antara
kepentingan individu maupun kelompok tertentu. Investasi
merupakan landasan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan kenyataan tersebut Bank Syariah berperan untuk
menarik dana individu dalam bentuk tabungan atau deposito
untuk selanjutnya menyalurkannya dalam bentuk penyaluran
pembiayaan.
Islam secara jelas mendorong untuk berinvestasi. Ketika
Islam mewajibkan Zakat, maka ada perintah agar kelebihan
kesejahteraan tersebut diinvestasikan, dengan kata lain adanya
kesejahteraan yang dimiliki segera dikeluarkan sebagian untuk
membayar zakat jika sudah mencapai nishab dan haulnya. Sebuah
hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Anas Ibnu Malik
menyebutkan bahwa: “Tidak akan habis harta seseorang hanya
karena dia membayar Zakat”.
Surat Al-Baqarah ayat 282 menjelaskan bahwa Allah
memerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar atas
segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan
muamalah. Ayat tersebut dapat digunakan sebagai informasi
untuk menentukan apa yang akan diperbuat oleh seseorang.
Berdasarkan definisi akuntansi, tidak disampaikan mengenai
pengertian akuntansi syariah karena yang terpenting adalah
apakah di dalam proses akuntansi terjadi implikasi atas nilai-nilai
yang dikandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Pengembangan standar akuntansi keuangan bank syariah
telah dimulai sejak tahun 1987. Dari hasil penelitian dan diskusi
adalah pembentukan The Financial Accounting Organization For
Islamic Banks And Financial Institutoion pada tanggal 1 safar
1410 H / 26 februari 1990. Organisasi ini terdaftar sebagai
organisasi nirlaba yang berdomisilidi Manama - Bahrain pada
tanggal 11 Ramadhan 1411 H / 27 Maret 1991.
The Financial Accounting Organization For Islamic
Banks And Financial Institutoion berganti nama menjadi The
Accounting And Auditing Organization For Islamic Financial
Institution (AAOIFI) yang menjadi organisasi nirlaba
internasional yang memiliki kompetensi untuk menyusun standar-
standar akuntansi keuangan dan auditing untuk Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah di dunia. Organisasi memiliki
tujuan:
a. Mengembangkan pemikiran akuntansi dan auditing yang
relevan dengan lembaga keuangan.
b. Menyamakan pemikiran di bidang akuntansi dan auditing
yang relevan bagi lembaga keuangan dna penerapannya
melalui pelatihan, seminar, publikasi, jurnal yang
merupakan hasil riset.
c. Menyajikan, mengumumkan, dan menginterprestasikan
standar-standar akuntansi dan auditing bagi lembaga
keuangan syariah.
d. Mereview dan mengamandemen standar-standar
akuntansi dan auditing bagi lembaga keuangan syariah.
1.6 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
PSAK 101 mengatur tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. PSAK 101 merupakan penyempurnaan dari
PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah (2002) yang mengatur
mengenai Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Bank
Syariah. Penyusunan standar ini diadopsi dari Financial
Accounting Standard (FAS) No. 1 yang disusun oleh AAOFI
(2002) tentang General Presentation And Disclosure In The
Financial Statement Of Islamic Banks And Financial Institution.
Selain itu PSAK 101 juga diselaraskan dengan pengaturan dalam
PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan yang tidak Bertentangan
dengan Prinsip Syariah.
Pernyataan dalam PSAK 101 menetapkan dasar penyajian
laporan keuangan yang bertujuan umum untuk entitas syariah
yang selanjutnya disebut ”laporan keuangan” supaya dapat
dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya
maupun dengan laporan keuangan entitas syariah lain. Pernyataan
ini mengatur persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan.
Entitas syariah menerapkan Pernyataan ini dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan
SAK. Entitas syariah yang dimaksud dalam Pernyataan ini adalah
entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dinyatakan dalam
anggaran dasarnya.
SAK lain mengatur persyaratan pengakuan, pengukuran,
dan pengungkapan transaksi dan peristiwa lain. PSAK 101
menggunakan terminologi yang cocok untuk entitas syariah yang
berorientasi laba, termasuk entitas bisnis syariah sektor publik.
Jika entitas syariah tidak berorientasi laba dengan aktivitas
nirlaba di sektor swasta atau sektor publik menerapkan
Pernyataan ini, maka entitas tersebut perlu menyesuaikan
deskripsi beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan
dan istilah laporan keuangan itu sendiri. Entitas syariah seperti
reksadana dan entitas yang modalnya tidak terbagi atas saham,
contohnya koperasi, memerlukan penyesuaian terhadap penyajian
dalam laporan keuangannya.
Tujuan Laporan keuangan adalah suatu penyajian
terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu
entitas syariah. Tujuan laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi
sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam membuat
keputusan ekonomik. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi
mengenai entitas syariah yang meliputi:
a) aset;
b) liabilitas;
c) dana syirkah temporer;
d) ekuitas;
e) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
f) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam
kapasitasnya sebagai pemilik;
g) arus kas;
h) dana zakat; dan
i) dana kebajikan.
Komponen laporan keuangan syariah terdapat pada PSAK
101 paragraf 11 yang mengatur tentang komponen-komponen
laporan keuangan entitas syariah yang wajib disajikan sebagai
standar penyajian antara lain:
1) Neraca, member informasi tentang posisi keuangan
perusahaan pada saat tertentu.
2) Laporan laba rugi, memberikan informasi tentang
keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan.
3) Laporan Arus kas, memberikan informasi tentang
kegiatan manajemen selama satu periode dalam
mengelola kas.
4) Laporan Perubahan Ekuitas, laporan ini merupakan
penghubung antara laporan laba rugi dan neraca.
5) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan
yang berisi informasi rekapitulasi penerimaan zakat yang
dikelola entitas syariah sebagai pelaksana fungsi baitul
maal. Penerimaan zakat bias berasal dari dalam entitas
maupun luar entitas syariah yang meyelenggarakan baitul
maal.
6) Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, laporan
yang berisi informasi penerimaan dana kebajikan dari
beberapa komponen yang mungkin diterima oleh entitas
syariah seperti infaq, shodaqoh, hasil pengelolaan dana
wakaf sesui ketentuan uu no. 41 tahun 2004 tentang
wakaf, pengembalian dana kebajikan produktif, denda,
dan pendapatan non halal lainnya.
7) Catatan atas laporan keuangan, laporan ini harus disajikan
secarta sistematis setiap pos dalam neraca, laporan laba
rugi dan laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan, harus berkaitan
dengan informasi yang terdapat dalam calk.
Tidak ada PSAK yang secara spesifik berlaku untuk
transaksi, peristiwa, atau kondisi lain, maka manajemen
menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan
menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan
informasi yang relevan untuk kebutuhan pengambilan
keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan dan andal,
dalam laporan keuangan yang:
menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas;
mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa,
atau kondisi lain, dan bukan hanya bentuk hukum;
netral, yaitu bebas dari bias;
pertimbangan sehat; dan
lengkap dalam semua hal yang material.
DAFTAR PUSTAKA
Beta, Aprilia Suandi. 2009. ISLAMIC ACCOUNTING IN
INDONESIA: A Review from Current Global Situation.
Dewi, Sri Anggadini. 2011. PERLUNYA AKUNTANSI SYARIAH
DI LEMBAGA BISNIS (KEUANGAN) SYARIAH. Program Studi
Akuntansi. Fakultas Ekonomi Unikom
Haniffa , Ros. And Hudaib, Mohammad. 2004. ACCOUNTING
POLICY CHOICE WITHIN THE SHARI’AH ISLAMI’IAH
FRAMEWORK. University of Exeter, UK, Queensland University
of Technology, Australia
Anggadini, Dewi Sri. Perlunya Akuntansi Syariah Di Lembaga
Bisnis (Keuangan) Syariah. Majalah Ilimiah Unikom Vol. 8, No.
2
ED PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah
http://referensiakuntansi.blogspot.co.id/2012/07/pengertian-
akuntansi-syariah.html