10
POTRET TENAGA PENDIDIK DI PELOSOK BANTEN ‘BUKAN HANYA KUALITAS TETAPI JUGA KESEJAHTERAAN PERLU DITINGKATKAN’ Muhamad Nuzul Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia Kota Tangerang, 15117, [email protected] Angga Dunia Saputra Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia DKI Jakarta, 13770, [email protected] Abstrak Desa Cipeuti, Kecamatan Sobang merupakan sebuah desa terpencil yang berada di Banten. Desa ini sarat akan minimnya akses pendidikan dan tenaga pendidik. Kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap tenaga pendidik ini membuat mereka maju-mundur untuk mengajar disana, masalah sulitnya akses menuju ke sekolah dan biaya ongkos yang tidak sebanding dengan gaji yang diterima yaitu hanya sebesar Rp. 200.000. Padahal, pendidikan adalah kunci utama untuk kemajuan sebuah bangsa. Namun miris, tenaga pendidik sebagai pemegang kunci kemajuan bangsa ini masih belum dihargai secara layak sesuai pengorbanannya. Mereka, si pensejahtera orang lain masih belum bisa sejahtera sampai sekarang. Ketidaksejahteraan para tenaga pendidik di pelosok Banten mempengaruhi pula kinerja mereka dalam proses belajar mengajar. Sehingga dibutuhkan pula bukan hanya peningkatan kualitas tenaga pendidik tetapi juga kesejahteraan tenaga pendidik yang ada diseluruh Indonesia, karena apa yang terjadi di Banten bukan tidak mungkin terjadi pula di daerah lain. Output dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan bahan renungan kepada kita semua, khususnya mahasiswa agar tergerak menjadi bagian dari stakeholder pengajar di daerah-daerah pelosok yang ada di Indonesia. Besar harapan dari penelitian ini akan membantu tim pengajar, pemerintah, dan masyarakat di Desa Cipeuti, Kecamatan Sobang untuk bersama-sama mengambil peran dalam kemajuan pendidikan. Kata Kunci: kesejahteraan, kinerja, tenaga pendidik Abstract Cipeuti village, District Sobang is a remote village which is located in Banten. The village is filled to the less of access for education and teachers. Less of government and public attention to these teachers make them forth to

POTRET TENAGA PENDIDIK DI PELOSOK BANTEN ‘BUKAN HANYA KUALITAS TETAPI JUGA KESEJAHTERAAN PERLU DITINGKATKAN’

  • Upload
    ui

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

POTRET TENAGA PENDIDIK DI PELOSOK BANTEN

‘BUKAN HANYA KUALITAS TETAPI JUGA KESEJAHTERAAN

PERLU DITINGKATKAN’

Muhamad Nuzul

Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Kota Tangerang, 15117, [email protected]

Angga Dunia Saputra

Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

DKI Jakarta, 13770, [email protected]

AbstrakDesa Cipeuti, Kecamatan Sobang merupakan sebuah desa terpencil yang berada di Banten. Desa ini sarat akan

minimnya akses pendidikan dan tenaga pendidik. Kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap

tenaga pendidik ini membuat mereka maju-mundur untuk mengajar disana, masalah sulitnya akses menuju ke

sekolah dan biaya ongkos yang tidak sebanding dengan gaji yang diterima yaitu hanya sebesar Rp. 200.000.

Padahal, pendidikan adalah kunci utama untuk kemajuan sebuah bangsa. Namun miris, tenaga pendidik sebagai

pemegang kunci kemajuan bangsa ini masih belum dihargai secara layak sesuai pengorbanannya. Mereka, si

pensejahtera orang lain masih belum bisa sejahtera sampai sekarang. Ketidaksejahteraan para tenaga pendidik di

pelosok Banten mempengaruhi pula kinerja mereka dalam proses belajar mengajar. Sehingga dibutuhkan pula

bukan hanya peningkatan kualitas tenaga pendidik tetapi juga kesejahteraan tenaga pendidik yang ada diseluruh

Indonesia, karena apa yang terjadi di Banten bukan tidak mungkin terjadi pula di daerah lain. Output dari

penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan bahan renungan kepada kita semua, khususnya

mahasiswa agar tergerak menjadi bagian dari stakeholder pengajar di daerah-daerah pelosok yang ada di

Indonesia. Besar harapan dari penelitian ini akan membantu tim pengajar, pemerintah, dan masyarakat di Desa

Cipeuti, Kecamatan Sobang untuk bersama-sama mengambil peran dalam kemajuan pendidikan.

Kata Kunci: kesejahteraan, kinerja, tenaga pendidik

Abstract

Cipeuti village, District Sobang is a remote village which is located in Banten. The village is filled to the less of

access for education and teachers. Less of government and public attention to these teachers make them forth to

teach there, a problem of difficult access to the school and the cost is not worth which is the cost of their salary is

only Rp. 200,000. In fact, education is the key to the progress of a nation. Sadly, teachers as key holders progress

this nation still has not properly valued in accordance sacrifice. Teachers the wisly others still can not prosper

until now. Unprosperous teachers in parts of Banten also affect their performance in teaching and learning. So

not only improving the quality of teachers but also the welfare of existing teachers throughout Indonesia,

because of what happened in Banten is not likely to occur also in other areas. The output of this research is to

provide an overview and devotional materials to us all, especially students that moved into part of the

stakeholders in remote areas in Indonesia. The great expectations from this research will help the team teaching ,

government , and society in Cipeuti Village, District Sobang to jointly take part in the advancement of education.

Key Word: well-being, performance, teachers

Pendahuluan

Latar Belakang

Secara geografis wilayah propinsi Banten

memiliki luas 9.662,92 km2 (Direktorat

Jenderal Pemerintahan Umum,

Kementerian Dalam Negeri, 2010) dan

berada pada batas astronomisnya 10501'11'

- 10607'12'' BT dan 507'50'' - 701'1'' LS

(http://www.dephut.go.id/).

Secara administrasi terdiri dari Kabupaten

Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten

Serang, Kabupaten Tangerang, Kota

Cilegon, dan Kota Tangerang dengan

Ibukota berada di wilayah Kabupaten

Serang.1

Sebagai propinsi yang baru tebentuk,

propinsi Banten sampai saat ini masih

menghadapi berbagai tantangan,

ketertinggalan, dan permasalahan yang

1Website:http://www.dephut.go.id/Halaman/PDF/renstra02-06.pdf (13:52 wib)

belum dapat diatasi ketika masih menjadi

bagian daerah Propinsi Jawa Barat. Salah

satu kondisi yang sangat perlu mendapat

perhatian, perbaikan, dan peningkatan

adalah kualitas pendidikan, terutama di

daerah-daerah Propinsi Banten bagian

selatan. Secara tertulis harapan pendidikan

provinsi Banten tercantum pada perda

nomor 7 tahun 2012 tentang

penyelenggaraan pendidikan. Namun,

dalam pelaksanaanya tidak berjalan dengan

baik. Salah satu fakta yang penulis

temukan adalah kurangnya tenaga pendidik

yang terdapat di Desa Cipeuti, Kecamatan

Sobang. Kurangnya perhatian pemerintah

daerah terhadap kesejahteraan tenaga

pendidik di sana membuat mereka rela

menerima gaji sebesar Rp. 200.000. Untuk

menuju ke sekolah pun mereka rela

berjalan kaki hingga menghabiskan waktu

3 jam. Dari fenomena ini telah terjadi

korelasi antara kealpaan pemerintah

setempat dengan kesejahteraan tenaga

pendidik. Padahal ini sudah menjadi suatu

kewajiban pemerintah daerah yang

tertuang pada undang-undang nomor 32

tahun 2004 bahwa urusan pendidikan

merupakan salah satu urusan wajib yang

menjadi kewenangan pemerintah. Melalui

makalah ini, penulis mencoba untuk

memberikan gambaran mengenai

pengalaman penulis menjadi bagian dari

tim pengajar “Gerakan UI Mengajar”

(GUIM) di SDN Kertaraharja 1, Desa

Cipeuti, Kecamatan Sobang, Banten.

Harapannya adalah bisa menjadi bahan

solusi bersama khususnya, ditujukan

kepada pemerintah, guru, mahasiswa, dan

masyarakat agar senantiasa berjuang demi

pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kesejahteraan tenaga

pendidik di pelosok Banten dan bagaimana

pengaruh kesejahteraan terhadap kinerja

mereka?

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini diharapakan bisa

menjadi bahan informasi dan renungan

kepada kita jika guru di Desa Cipeuti,

Kecamatan Sobang, Banten memiliki hak

yang sama seperti guru-guru lainnya di

kota seperti halnya Jakarta.

Manfaat Penulisan

Fenomena yang terjadi di Banten sangat

mungkin terjadi di daerah Indonesia

lainnya. Maka dari itu, diharapkan dengan

adanya penulisan ini bisa menjadi titik

cerah mencari solusi bersama untuk

pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Metode Penelitian

Penulisan dilakukan mengikuti metode

yang benar dengan menguraikan secara

cermat teknik pengumpulan data dan atau

informasi, pengolahan data dan/atau

informasi, dan kerangka berpikir.

Berdasarkan sumbernya2, data yang

diperoleh dalam makalah ini berasal dari:

a. Data Primer

Data ini merupakan data yang didapat oleh

peneliti sendiri dengan terjun langsung ke

masyarakat dan menjadi bagian dari objek

penelitian saat menjadi pengajar Gerakan

UI Mengajar di salah satu Sekolah Dasar di

daerah Pandeglang, Banten.

b. Data Sekunder

Data ini didapat dari hasil penelitian

orang/instansi lain. Tujuannya sebagai

informasi tambahan dalam menyajikan

suatu analisis yang utuh.

1. Metode Pengumpulan Data

2 Kumar, R. 2005. Research methodology : A step by step guide for beginners. 2nd ed. London : SAGE Publication Ltd.

Pengumpulan data akan dilakukan

melalui 3 cara yaitu:

a. Studi kepustakaan, data diperoleh

dari sumber bacaan baik buku,

internet, jurnal, dan tulisan ilmiah

lainnya.

b. Wawancara, untuk mndapatkan

gambaran kualitatif mengenai

permasalahan yang akan diangkat

c. Partisipan Observasi, dilakukan

dengan menjadi bagian dari objek

yang diteliti (menjadi tenaga

pendidik dan menelusuri perjalanan

tenaga pendidik lokal dari Sekolah

ke rumah)

2. Metode Pengolahan Data

Metode yang akan digunakan dalam

pengolahan data bergantung dengan

metode penelitian yang digunakan

untuk mendapatkan data yang ada,

yang digabungkan dengan studi

kepustakaan untuk mendapatkan

gambaran secara menyeluruh dan pada

akhirnya output dari tulisan ini adalah

suatu gambaran dan himbauan untuk

kita semua, khusunya pemerintah

daerah, betapa pentingnya apresiasi

yang seharusnya diberikan kepada

guru-guru di daerah pelosok.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan

jawaban dari permasalahan dan tujuan

penelitian. Hasil penelitian

disimpulkan berdasarkan analisa output

penelitian dan analisa konsep sesuai

teori yang ada. Dalam penarikan

kesimpulan akan diambil solusi terbaik

dari alternatif solusi. Kesimpulan yang

didapatkan akan berbentuk usulan

implemantasi program.

Kajian Pustaka

Pendidikan merupakan sebuah indikator

penting untuk mengukur kemajuan sebuah

bangsa. Jika sebuah bangsa ingin

ditempatkan pada pergaulan dunia dalam

tataran yang bermatabat dan modern, maka

yang petama-tama harus dilakukan adalah

mengembangkan pendidikan yang

memiliki relevansi dan daya saing bagi

seluruh anak bangsa. Karena pendidikan

merupakan gerbang untuk memahami

dunia sekaligus gerbang untuk menguasai

pola pikir dan kultur spesifik di dalam

pergaulan global. Dalam persperktif politik

pendidikan, seorang filosof Yunani abad

Tabel 1. Tabel Metode Pengambilan data

pertengahan mengatakan bahwa

penaklukan dunia ditentukan oleh seberapa

jauh pendidikan suatu bangsa dapat dicapai

dan seberapa maju bangsa-bangsa

bersangkutan menguasai ilmu

pengetahuan. Ini berarti sebagai simbol

kemajuan peradaban bangsa, penguasaan

ilmu pengetahuan menjadi sangat penting

bahkan menjadikan sebuah prakondisi

imperatif bagi keunggulan sebuah bangsa.

Dalam bahasa budaya, Geertz bahkan

menganggap penguasaan ilmu pengetahuan

sebagai bentuk ekspresi kemajuan berpikir

dan berperilaku sebuah bangsa. Disamping

itu, pendidikan juga harus mampu

membangun identitas kultural bangsa yang

lebih kuat sehingga dapat menempatkan

bangsa ini sebagai bagia penting pergaulan

dunia yang lebih berkarakter. Untuk itu, di

dalam kerangka memperkuat posisi tawar

bangsa, maka perlu dukungan dari seluruh

komponen bangsa termasuk di dalamnya

adalah dukungan politik di dalam

pembangunan pendidikan nasioanal yang

lebih luas. Pengharagaan bidang

pendidikan didalam pergaulan global harus

dimulai dari penghargaan yang diberikan

oleh bangsa indonesia sendiri.karena

bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa

dan maumengahragi dirinya sendiri dan

nilai-nilai komunikatif yang terkandung di

dalam perilaku budayanya. Inilah satu-

satunya cara untuk memperkuat posisi

tawar kita di dalam pergaulan global.

Semoga apa yang kita cita-citakan dalam

membangun pendidikan bangsa ini dapat

menempatkan kita pada tingkat pergaulan

yang lebih bermartabat, berharkat, dan

berkarakter.

Pendidikan dan Kesejahteraan

Pendidikan merupakan bagian aktivitas

kemanusiaan paling kompleks dan penuh

tantangan. Sebuah proses yang menjadi

batu lompatan kemampuan untuk

menciptakan perubahan-perubahan dalam

segala sisi kehidupan. Sebuah lompatan

yang bersifat sosio-ekonomi yang

mengangkat derajat manusia beberapa

tingkat jauh lebih tinggi dibandngkan

makhluk lainnya. Sebuah proses yang

mendorong pengakuan penting atas

kelebihan potensi yang berbeda-beda

dalam kerangka mengembangkan kualitas

kehidupan menuju kesejahteraan dalam

pengertian hakiki. Namun demikian, tidak

dapat disangkal upaya menuju konsep

pendidikan yang berbasis kesejahteraan

masih memerlukan dukungan lebih besar,

baik dalam arti ekonomi, sosial, poitik

maupun budaya. Dalam konteks budaya,

pengembanagan wawasan pendidikan yang

berbasis kesejahteraan bahkan telah

menghasilkan kemapanan spiritual. Di sisi

lain, penyelenggaraan pendidikan baik

yang berbasis ekonomi maupun kultural

telah memberikan pengayaan dimensi

kebijakan di dalam konteks pembangunan

sumberdaya manusia Indonesia. Wajah

buram kondisi persaingan anak-anak

bangsa ini, terutama pada tingkat global,

merupakan satu sisi pembangunan yang

patut segera dipikirkan. Oleh karena itu,

tidak ada pilihan kecuali meletakkan

pendidikan anak-anak bangsa pada jalur

yang telah menjadi misi dan cita-cita

pembangunan nasional. Wajib belajar 9

tahun hingga 12 tahun harus menjadi

prioritas di dalam kerangka pengembangan

kualitas seluruh anak bangsa sebagai

modal dasar di dalam menghadapi

kompetisi global yang lebih berkualitas.

Kinerja Pendidik

Di dalam mendidik atau proses

penddidikan seorang pendidik harus

mempunyai kewibawaan dan kinerja yang

profesioanl sehingga lulusan (output) yang

dihasilkan memang benar-benar

berkompeten sesuai dengan apa yang

diharapkan atau apa yang menjadi

tujuannya. Dalam hal ini, hubungan saling

percaya memercayai antara pendidik

dengan anak didik sangat penting.

Sebaliknya, bila pengawasan berlangsung

dengan baik pengaruh positif akan didapat

dari pergaulan, seperti : lewat pergaulan

anak-anak belajar mengekang diri

menghargai orang lain, toleransi dan dapat

menempatkan diri serta mampu berperan

serta dalam bekerja sama. Dapat

diungkapkan selanjutnya bahwa pergaulan

dengan proses pendidikan terdapat

pendidikan. Kata “proses” memberikan

ilutrasi kepada kita tentang hal-hal yang

menyangkutlangkah/sistematika/urutan/jal

annya suatu kegiatan. Dari definisi tersebut

dapat dijelaskan bahwa: (1) usaha sadar,

berarti terjadi situasi pendidikan

dilaksanakan atas kesadaran pendidik; (2)

orang dewasa, berarti pelaksanaan

pendidikan haruslah orang yang sudah

dewasa. Pergaualan anak dengan anak

bukan situasi pendidkan meskipun ada

unsur pendidikan di dalamnya. Unsur

pendidikan di situ termasuk faktor

pendidikan yaitu unsur yang berpengaruh

terhadapa pendidikan anak; (3) disengaja,

berarti bahwa proses pendidkan memnag

disengaja direncanakan secara sistematis

dan metang; (4) bertanggug jawab, semua

tindakan pendidikan harus

dipertanggungjawabkan secara moral

berdarsarkan kaidah-kaidah atau norma-

norma berlaku; (5) dewasa sebagai tujuan,

baik psikis maupun fisik yang diwarnai

oleh nilai-nilai bangsanya unutk itu di

Indnesia yang hasru diwarnai Pancasila

dan UUD 1945; (6) terus menerus, yakni

(a) pendidikan dilaksanakan secara

berkesinambungan; (b) pendidikan itu

tidak ada hentinya (pendidikan seumur

hidup).3

Pembahasan

Desa Cipeuti, kelurahan Kertaraharja,

kecamatan Sobang terletak di ujung barat

pulau jawa. Dari Jakarta harus menempuh

sekitar 7 jam menggunakan mobil untuk

sampai ke pusat kecamatan Sobang. Dari

pusat kecamatan Sobang menuju desa

Cipeuti dibutuhkan waktu 2 jam

menggunakan truk (karena jalanan tidak

bisa digunakan mobil bisa) dan 4 jam

berjalan kaki (karena jalannya yang

berlumpur dan tidak bisa dilalui kendaraan

apapun). Ketika penulis berkunjung ke

desa Cipeuti, memang hujan terus

mengguyur sehingga banyak sekali jalan

yang ditutupi oleh lumpur dan banjir

dimana-mana. SDN Kertaraharja 1 adalah

sebuah SD yang terletak di desa Cipeuti.

Ada 5 ruangan kelas dan 1 ruangan kecil

yang mereka sebut sebagai ruang guru

sekaligus menjadi perpustakaan. Kelas 1

dan kelas 2 dalam satu ruangan terpaksa

harus disekat oleh papan. Sehingga

keefektifan belajarpun dipertanyakan

karena adanya kegaduhan. Anak-anak yang

bersekolah di SDN Kertaraharja 1 sudah

terbisa untuk berjalan kaki hampir 1 jam

untuk menuju ke sekolah. Walau mereka 3Abdullah Idi, “Bahan Kuliah Sosiologi Pendidikan S1 & S2” , op.cit., HLM. 33.

berangkat ke sekolah dengan memakai

sandal tetapi, semangat mereka tidak usah

diragukan untuk menuntut ilmu. Anak-

anak berjalan melewati jalanan berlumpur

dan mereka terbiasa datang 30 menit atau

bahkan 1 jam sebelum kelas dimulai.

Mereka menyapu kelas, belajar berhitung,

membaca dan melakukan aktivitas lainnya.

Namun, setelah satu jam mereka

menunggu, guru yang mereka tunggu tak

kunjung tiba. Dua jam menunggu tak juga

tiba. Hingga Anis murid kelas 6 SDN

Kertaraharja 1 terpaksa pulang

kerumahnya dan menanggalkan seragam

sekolahnya.

Gambar 1. Jalan menuju sekolah

Fenomena tersebut sering sekali terjadi

SDN Kertaraharja 1. Anak-anak menunggu

dan berharap sang guru tiba itu hal yang

biasa. Guru tak datang juga adalah hal

yang biasa. Maka dari itu, penulis datang

ke desa Cipeuti untuk membantu tenaga

pendidik disana dan mencari tahu apa yang

membuat tenaga pendidik jarang sekali

masuk dan mengajar. SDN Kertaraharja 1

memiliki 6 tenaga pendidik dan 1 kepala

sekolah (hanya 2 orang PNS, yaitu kepala

sekolah dan Pak Junaedi sebagai guru

kelas 2 dan cukup senior). Untuk jumlah

memang sangat mumpuni untuk mengajar

anak-anak SD di Cipeuti yang 1 kelas

hanya terdiri dari belasan anak saja.

Namun, apa yang membuat tenaga

pendidik di SDN kertaraharja jarang

datang ke sekolah?

Dalam satu minggu, mungkin anak-anak

SDN Kertaraharja 1 hanya merasakan dua

atau tiga kali sosok seorang guru. Sisanya

mereka harus belajar sendiri dan atau

bahkan bermain. Sering ditemui hanya ada

Pak Caca sang kepala sekolah dan pak

Junaedi sebagai tenaga pendidik yang satu-

satunya sebagai PNS yang rajin datang

kesekolah. Pak Caca dan Pak Junaedi harus

berusaha membagi tugas untuk megajar 6

kelas yang berbeda dalam satu waktu.

Gambar 2. Penulis dan tenaga pendidik

Lalu kemana pak Halili, pak Irta, Bu Rose,

pak Ernawan? Mereka adalah tenaga

pendidik di SDN Kertaraharja 1 tidak.

Untuk mencari tahu jawabannya, penulis

berusaha berbincang dengan pak Halili

seputar suka duka menjadi tenaga pendidik

di SDN Kertaraharja 1. Pak Halili

memaparkan ia senang bisa mengajar,

tetapi terkadang ia merasa kelelahan

karena pengorbanannya tidak sebanding

dengan apa yang ia dapatkan. Setiap hari

pak Halili harus berjalan kaki menuju

sekolah selama 2 sampai 3 jam melewati

jalanan berlumpur tetapi pak Halili digaji

hanya Rp. 200.000 perbulan. Memang itu

tidak terlalu penting, tetapi pak Halili

mempunyai tanggungan anak-istri yang ia

harus nafkahi setiap harinya. Tak jarang

pak Halili justru malah mengeluarkan uang

untuk berangkat mengajar. Pak Halili juga

memaparkan bahwa terkadang ia memilih

pekerjaan serabutan di sekitar rumahnya

dan meninggalkan murid-muridnya yang

menanti di sekolah serta kewajibannya

untuk mengajar. Selain itu, penulis juga

berusaha untuk menyusuri perjalanan ibu

Rose (guru kelas 1 SDN Kertaraharja 1)

dari sekolah menuju rumahnya.

Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam berjalan

kaki dari SD menuju rumah ibu Rose.

Dengan penuh peluh dan keringat, penulis

berjalan sambil membayangkan bagaimana

ibu Rose menyusuri jalan ini hampir setiap

hari. Disini penulis sangat kagum dengan

ibu Rose. Penulis harus berjalan melewati

hutan, melompat, merunduk, dan terjebak

lumpur di jalan. Sudah bisa dibayangkan

wanita yang bernama ibu Rose harus rutin

menempuh perjalanan ini sendirian.

Namun, dengan perjuangan yang luar

biasa, imbalan atau gaji yang diterima ibu

Rose sama dengan pak Halili dan bisa disa

dibilang tidak sebanding dengan

pengorbanannya. Oleh karena itu, tidak

usah menanyakan masalah loyalitas kepada

ibu Rose. Terkadang mengajar bukan

menjadi prioritasnya. Di rumahnya, ibu

Rose juga memiliki anak yang masih kecil

yang harus ia tingga atau terkadang

membawa anaknya melewati jalan yang

‘ekstem’ tersebut. Fenomena yang dibahas

diatas nyata dan mungkin terjadi pula di

daerah lain. Dalam hal ini, definisi

pendidikan yang dikemukakan oleh

Abdullah Idi tidak berlaku. Pasalnya,

tanggung jawab yang menjadi keyword

definisi Abdullah Idi sulit ditemukan. Para

tenaga pendidik di SDN Kertaraharja 1

sering menanggalkan tugasnya untuk

mengajar namun bukan berarti mereka

tidak bertanggung jawab. Mereka hanya

butuh ruang untuk dapat bertahan dan

melanjutkan hidup lebih layak. Secara

kinerja memang patut di cap buruk tetapi

jangan salahkan mereka 100% karena para

tenaga pendidik masih dalam tingkat

kesejahteraan yang rendah atau bahkan

tidak sejahtera.

Kesimpulan

Jika melihat hasil penelitian, jelas saja

tingkat kesejahteraan tenaga pendidik di

pelosok Banten belum sejahtera. Para

tenaga pendidik memerlukan pengorbanan

yang luar biasa untuk mengajar. Akan

tetapi, mereka tidak mendapatkan imbalan

yang seimbang. Gaji yang para pendidik

terima Rp. 200.000 setiap bulannya

belumlah cukup untuk menyambung hidup

mereka dan keluarganya selama sebulan.

Maka, jangan pernah menuntut loyalitas

dan tanggung jawab mereka karena ini

bukan hanya sebatas pada nasionalisme

atau kebaikan, tetapi menyangkut masalah

kehidupan mereka yang harus terus

berlangsung. Jelas juga bahwa tingkat

kesejahteraan para tenaga pendidik di

pelosok Banten mempengaruhi kinerja

mereka. Tak jarang para tenaga pendidik

harus absen untuk mengajar dan

meninggalkan tanggung jawabnya karena

memiliki prioritas lain yang lebih

menguntungkan bagi kesejahteraan dan

kelangsungan hidupnya. Dan kinerja

tenaga pendidik yang tidak maksimal juga

berdampak pada terhambatnya proses

belajar-mengajar sehingga anak-anak di

desa Cipeuti harus tertinggal dalam

masalah pendidikan dibandingkan dengan

daerah lainnya. Apa yang terjadi di pelosok

Banten bukan tidak mungkin terjadi pula di

daerah lain. Maka dari itu, sangat

diperlukan peran aktif pemerintah dalam

meningkatkan bukan hanya kualitas tenaga

pendidik di Indonesia tetapi juga

meningkatkan kesejahteraan tenaga

pendidik. Jangan pernah pandang rendah

status tenaga pendidik karena tenaga

pendidiklah yang menciptakan orang-orang

besar. Sehingga esensi pendidikan untuk

mensejahterakan seluruh kalangan dapat

terwujud. Bukan hanya siswa yang akan

mendapatkan ilmu dan kedepannya akan

sejahtera dengan ilmunya, tetapi juga

tenaga pendidik harus sejahtera sebagai

pencipta kesejahteraan bagi orang lain.

Pustaka Rujukan

Buku:.

Tarwojo. 1985. Pengantar Antropologi

Pendidikan Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka

Subianto, Achmad. 2004. Proses Evaluasi

Pendidikan Menuju Indonesia yang

Jujur-Bersih-Sehat dan Benar

(Indonesia Madani). Jakarta:

Yayasan Bermula Dari Kanan.

Vaizey, John. 1967. Education in the

Modern World. New York:

McGraw-Hill Book Company.

Gould, WTS. 1993. People and Education

in the Third World. England:

Longman Scientific and Technical.

Kottak, Conrad Phillip. 2011. Cultural

Anthropology: Appreciating

Cultural Diversity. New York:

McGraw-Hill Book Company.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode

Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Russell, Bertrand. 1993. Pendidikan dan

Tatanan Sosial. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Suryanto. 2008. Dialog Interaktif tentang

Pendidikan. Yogyakarta: Multi

presindo

Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan.

Jakarta: Rajawali Pers.

Shane, Harold G. 2002. Arti Pendidikan

bagi Masa Depan. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.