Upload
ui
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POTRET TENAGA PENDIDIK DI PELOSOK BANTEN
‘BUKAN HANYA KUALITAS TETAPI JUGA KESEJAHTERAAN
PERLU DITINGKATKAN’
Muhamad Nuzul
Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Kota Tangerang, 15117, [email protected]
Angga Dunia Saputra
Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
DKI Jakarta, 13770, [email protected]
AbstrakDesa Cipeuti, Kecamatan Sobang merupakan sebuah desa terpencil yang berada di Banten. Desa ini sarat akan
minimnya akses pendidikan dan tenaga pendidik. Kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap
tenaga pendidik ini membuat mereka maju-mundur untuk mengajar disana, masalah sulitnya akses menuju ke
sekolah dan biaya ongkos yang tidak sebanding dengan gaji yang diterima yaitu hanya sebesar Rp. 200.000.
Padahal, pendidikan adalah kunci utama untuk kemajuan sebuah bangsa. Namun miris, tenaga pendidik sebagai
pemegang kunci kemajuan bangsa ini masih belum dihargai secara layak sesuai pengorbanannya. Mereka, si
pensejahtera orang lain masih belum bisa sejahtera sampai sekarang. Ketidaksejahteraan para tenaga pendidik di
pelosok Banten mempengaruhi pula kinerja mereka dalam proses belajar mengajar. Sehingga dibutuhkan pula
bukan hanya peningkatan kualitas tenaga pendidik tetapi juga kesejahteraan tenaga pendidik yang ada diseluruh
Indonesia, karena apa yang terjadi di Banten bukan tidak mungkin terjadi pula di daerah lain. Output dari
penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan bahan renungan kepada kita semua, khususnya
mahasiswa agar tergerak menjadi bagian dari stakeholder pengajar di daerah-daerah pelosok yang ada di
Indonesia. Besar harapan dari penelitian ini akan membantu tim pengajar, pemerintah, dan masyarakat di Desa
Cipeuti, Kecamatan Sobang untuk bersama-sama mengambil peran dalam kemajuan pendidikan.
Kata Kunci: kesejahteraan, kinerja, tenaga pendidik
Abstract
Cipeuti village, District Sobang is a remote village which is located in Banten. The village is filled to the less of
access for education and teachers. Less of government and public attention to these teachers make them forth to
teach there, a problem of difficult access to the school and the cost is not worth which is the cost of their salary is
only Rp. 200,000. In fact, education is the key to the progress of a nation. Sadly, teachers as key holders progress
this nation still has not properly valued in accordance sacrifice. Teachers the wisly others still can not prosper
until now. Unprosperous teachers in parts of Banten also affect their performance in teaching and learning. So
not only improving the quality of teachers but also the welfare of existing teachers throughout Indonesia,
because of what happened in Banten is not likely to occur also in other areas. The output of this research is to
provide an overview and devotional materials to us all, especially students that moved into part of the
stakeholders in remote areas in Indonesia. The great expectations from this research will help the team teaching ,
government , and society in Cipeuti Village, District Sobang to jointly take part in the advancement of education.
Key Word: well-being, performance, teachers
Pendahuluan
Latar Belakang
Secara geografis wilayah propinsi Banten
memiliki luas 9.662,92 km2 (Direktorat
Jenderal Pemerintahan Umum,
Kementerian Dalam Negeri, 2010) dan
berada pada batas astronomisnya 10501'11'
- 10607'12'' BT dan 507'50'' - 701'1'' LS
(http://www.dephut.go.id/).
Secara administrasi terdiri dari Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Serang, Kabupaten Tangerang, Kota
Cilegon, dan Kota Tangerang dengan
Ibukota berada di wilayah Kabupaten
Serang.1
Sebagai propinsi yang baru tebentuk,
propinsi Banten sampai saat ini masih
menghadapi berbagai tantangan,
ketertinggalan, dan permasalahan yang
1Website:http://www.dephut.go.id/Halaman/PDF/renstra02-06.pdf (13:52 wib)
belum dapat diatasi ketika masih menjadi
bagian daerah Propinsi Jawa Barat. Salah
satu kondisi yang sangat perlu mendapat
perhatian, perbaikan, dan peningkatan
adalah kualitas pendidikan, terutama di
daerah-daerah Propinsi Banten bagian
selatan. Secara tertulis harapan pendidikan
provinsi Banten tercantum pada perda
nomor 7 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan pendidikan. Namun,
dalam pelaksanaanya tidak berjalan dengan
baik. Salah satu fakta yang penulis
temukan adalah kurangnya tenaga pendidik
yang terdapat di Desa Cipeuti, Kecamatan
Sobang. Kurangnya perhatian pemerintah
daerah terhadap kesejahteraan tenaga
pendidik di sana membuat mereka rela
menerima gaji sebesar Rp. 200.000. Untuk
menuju ke sekolah pun mereka rela
berjalan kaki hingga menghabiskan waktu
3 jam. Dari fenomena ini telah terjadi
korelasi antara kealpaan pemerintah
setempat dengan kesejahteraan tenaga
pendidik. Padahal ini sudah menjadi suatu
kewajiban pemerintah daerah yang
tertuang pada undang-undang nomor 32
tahun 2004 bahwa urusan pendidikan
merupakan salah satu urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintah. Melalui
makalah ini, penulis mencoba untuk
memberikan gambaran mengenai
pengalaman penulis menjadi bagian dari
tim pengajar “Gerakan UI Mengajar”
(GUIM) di SDN Kertaraharja 1, Desa
Cipeuti, Kecamatan Sobang, Banten.
Harapannya adalah bisa menjadi bahan
solusi bersama khususnya, ditujukan
kepada pemerintah, guru, mahasiswa, dan
masyarakat agar senantiasa berjuang demi
pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat kesejahteraan tenaga
pendidik di pelosok Banten dan bagaimana
pengaruh kesejahteraan terhadap kinerja
mereka?
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini diharapakan bisa
menjadi bahan informasi dan renungan
kepada kita jika guru di Desa Cipeuti,
Kecamatan Sobang, Banten memiliki hak
yang sama seperti guru-guru lainnya di
kota seperti halnya Jakarta.
Manfaat Penulisan
Fenomena yang terjadi di Banten sangat
mungkin terjadi di daerah Indonesia
lainnya. Maka dari itu, diharapkan dengan
adanya penulisan ini bisa menjadi titik
cerah mencari solusi bersama untuk
pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Metode Penelitian
Penulisan dilakukan mengikuti metode
yang benar dengan menguraikan secara
cermat teknik pengumpulan data dan atau
informasi, pengolahan data dan/atau
informasi, dan kerangka berpikir.
Berdasarkan sumbernya2, data yang
diperoleh dalam makalah ini berasal dari:
a. Data Primer
Data ini merupakan data yang didapat oleh
peneliti sendiri dengan terjun langsung ke
masyarakat dan menjadi bagian dari objek
penelitian saat menjadi pengajar Gerakan
UI Mengajar di salah satu Sekolah Dasar di
daerah Pandeglang, Banten.
b. Data Sekunder
Data ini didapat dari hasil penelitian
orang/instansi lain. Tujuannya sebagai
informasi tambahan dalam menyajikan
suatu analisis yang utuh.
1. Metode Pengumpulan Data
2 Kumar, R. 2005. Research methodology : A step by step guide for beginners. 2nd ed. London : SAGE Publication Ltd.
Pengumpulan data akan dilakukan
melalui 3 cara yaitu:
a. Studi kepustakaan, data diperoleh
dari sumber bacaan baik buku,
internet, jurnal, dan tulisan ilmiah
lainnya.
b. Wawancara, untuk mndapatkan
gambaran kualitatif mengenai
permasalahan yang akan diangkat
c. Partisipan Observasi, dilakukan
dengan menjadi bagian dari objek
yang diteliti (menjadi tenaga
pendidik dan menelusuri perjalanan
tenaga pendidik lokal dari Sekolah
ke rumah)
2. Metode Pengolahan Data
Metode yang akan digunakan dalam
pengolahan data bergantung dengan
metode penelitian yang digunakan
untuk mendapatkan data yang ada,
yang digabungkan dengan studi
kepustakaan untuk mendapatkan
gambaran secara menyeluruh dan pada
akhirnya output dari tulisan ini adalah
suatu gambaran dan himbauan untuk
kita semua, khusunya pemerintah
daerah, betapa pentingnya apresiasi
yang seharusnya diberikan kepada
guru-guru di daerah pelosok.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan
jawaban dari permasalahan dan tujuan
penelitian. Hasil penelitian
disimpulkan berdasarkan analisa output
penelitian dan analisa konsep sesuai
teori yang ada. Dalam penarikan
kesimpulan akan diambil solusi terbaik
dari alternatif solusi. Kesimpulan yang
didapatkan akan berbentuk usulan
implemantasi program.
Kajian Pustaka
Pendidikan merupakan sebuah indikator
penting untuk mengukur kemajuan sebuah
bangsa. Jika sebuah bangsa ingin
ditempatkan pada pergaulan dunia dalam
tataran yang bermatabat dan modern, maka
yang petama-tama harus dilakukan adalah
mengembangkan pendidikan yang
memiliki relevansi dan daya saing bagi
seluruh anak bangsa. Karena pendidikan
merupakan gerbang untuk memahami
dunia sekaligus gerbang untuk menguasai
pola pikir dan kultur spesifik di dalam
pergaulan global. Dalam persperktif politik
pendidikan, seorang filosof Yunani abad
Tabel 1. Tabel Metode Pengambilan data
pertengahan mengatakan bahwa
penaklukan dunia ditentukan oleh seberapa
jauh pendidikan suatu bangsa dapat dicapai
dan seberapa maju bangsa-bangsa
bersangkutan menguasai ilmu
pengetahuan. Ini berarti sebagai simbol
kemajuan peradaban bangsa, penguasaan
ilmu pengetahuan menjadi sangat penting
bahkan menjadikan sebuah prakondisi
imperatif bagi keunggulan sebuah bangsa.
Dalam bahasa budaya, Geertz bahkan
menganggap penguasaan ilmu pengetahuan
sebagai bentuk ekspresi kemajuan berpikir
dan berperilaku sebuah bangsa. Disamping
itu, pendidikan juga harus mampu
membangun identitas kultural bangsa yang
lebih kuat sehingga dapat menempatkan
bangsa ini sebagai bagia penting pergaulan
dunia yang lebih berkarakter. Untuk itu, di
dalam kerangka memperkuat posisi tawar
bangsa, maka perlu dukungan dari seluruh
komponen bangsa termasuk di dalamnya
adalah dukungan politik di dalam
pembangunan pendidikan nasioanal yang
lebih luas. Pengharagaan bidang
pendidikan didalam pergaulan global harus
dimulai dari penghargaan yang diberikan
oleh bangsa indonesia sendiri.karena
bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa
dan maumengahragi dirinya sendiri dan
nilai-nilai komunikatif yang terkandung di
dalam perilaku budayanya. Inilah satu-
satunya cara untuk memperkuat posisi
tawar kita di dalam pergaulan global.
Semoga apa yang kita cita-citakan dalam
membangun pendidikan bangsa ini dapat
menempatkan kita pada tingkat pergaulan
yang lebih bermartabat, berharkat, dan
berkarakter.
Pendidikan dan Kesejahteraan
Pendidikan merupakan bagian aktivitas
kemanusiaan paling kompleks dan penuh
tantangan. Sebuah proses yang menjadi
batu lompatan kemampuan untuk
menciptakan perubahan-perubahan dalam
segala sisi kehidupan. Sebuah lompatan
yang bersifat sosio-ekonomi yang
mengangkat derajat manusia beberapa
tingkat jauh lebih tinggi dibandngkan
makhluk lainnya. Sebuah proses yang
mendorong pengakuan penting atas
kelebihan potensi yang berbeda-beda
dalam kerangka mengembangkan kualitas
kehidupan menuju kesejahteraan dalam
pengertian hakiki. Namun demikian, tidak
dapat disangkal upaya menuju konsep
pendidikan yang berbasis kesejahteraan
masih memerlukan dukungan lebih besar,
baik dalam arti ekonomi, sosial, poitik
maupun budaya. Dalam konteks budaya,
pengembanagan wawasan pendidikan yang
berbasis kesejahteraan bahkan telah
menghasilkan kemapanan spiritual. Di sisi
lain, penyelenggaraan pendidikan baik
yang berbasis ekonomi maupun kultural
telah memberikan pengayaan dimensi
kebijakan di dalam konteks pembangunan
sumberdaya manusia Indonesia. Wajah
buram kondisi persaingan anak-anak
bangsa ini, terutama pada tingkat global,
merupakan satu sisi pembangunan yang
patut segera dipikirkan. Oleh karena itu,
tidak ada pilihan kecuali meletakkan
pendidikan anak-anak bangsa pada jalur
yang telah menjadi misi dan cita-cita
pembangunan nasional. Wajib belajar 9
tahun hingga 12 tahun harus menjadi
prioritas di dalam kerangka pengembangan
kualitas seluruh anak bangsa sebagai
modal dasar di dalam menghadapi
kompetisi global yang lebih berkualitas.
Kinerja Pendidik
Di dalam mendidik atau proses
penddidikan seorang pendidik harus
mempunyai kewibawaan dan kinerja yang
profesioanl sehingga lulusan (output) yang
dihasilkan memang benar-benar
berkompeten sesuai dengan apa yang
diharapkan atau apa yang menjadi
tujuannya. Dalam hal ini, hubungan saling
percaya memercayai antara pendidik
dengan anak didik sangat penting.
Sebaliknya, bila pengawasan berlangsung
dengan baik pengaruh positif akan didapat
dari pergaulan, seperti : lewat pergaulan
anak-anak belajar mengekang diri
menghargai orang lain, toleransi dan dapat
menempatkan diri serta mampu berperan
serta dalam bekerja sama. Dapat
diungkapkan selanjutnya bahwa pergaulan
dengan proses pendidikan terdapat
pendidikan. Kata “proses” memberikan
ilutrasi kepada kita tentang hal-hal yang
menyangkutlangkah/sistematika/urutan/jal
annya suatu kegiatan. Dari definisi tersebut
dapat dijelaskan bahwa: (1) usaha sadar,
berarti terjadi situasi pendidikan
dilaksanakan atas kesadaran pendidik; (2)
orang dewasa, berarti pelaksanaan
pendidikan haruslah orang yang sudah
dewasa. Pergaualan anak dengan anak
bukan situasi pendidkan meskipun ada
unsur pendidikan di dalamnya. Unsur
pendidikan di situ termasuk faktor
pendidikan yaitu unsur yang berpengaruh
terhadapa pendidikan anak; (3) disengaja,
berarti bahwa proses pendidkan memnag
disengaja direncanakan secara sistematis
dan metang; (4) bertanggug jawab, semua
tindakan pendidikan harus
dipertanggungjawabkan secara moral
berdarsarkan kaidah-kaidah atau norma-
norma berlaku; (5) dewasa sebagai tujuan,
baik psikis maupun fisik yang diwarnai
oleh nilai-nilai bangsanya unutk itu di
Indnesia yang hasru diwarnai Pancasila
dan UUD 1945; (6) terus menerus, yakni
(a) pendidikan dilaksanakan secara
berkesinambungan; (b) pendidikan itu
tidak ada hentinya (pendidikan seumur
hidup).3
Pembahasan
Desa Cipeuti, kelurahan Kertaraharja,
kecamatan Sobang terletak di ujung barat
pulau jawa. Dari Jakarta harus menempuh
sekitar 7 jam menggunakan mobil untuk
sampai ke pusat kecamatan Sobang. Dari
pusat kecamatan Sobang menuju desa
Cipeuti dibutuhkan waktu 2 jam
menggunakan truk (karena jalanan tidak
bisa digunakan mobil bisa) dan 4 jam
berjalan kaki (karena jalannya yang
berlumpur dan tidak bisa dilalui kendaraan
apapun). Ketika penulis berkunjung ke
desa Cipeuti, memang hujan terus
mengguyur sehingga banyak sekali jalan
yang ditutupi oleh lumpur dan banjir
dimana-mana. SDN Kertaraharja 1 adalah
sebuah SD yang terletak di desa Cipeuti.
Ada 5 ruangan kelas dan 1 ruangan kecil
yang mereka sebut sebagai ruang guru
sekaligus menjadi perpustakaan. Kelas 1
dan kelas 2 dalam satu ruangan terpaksa
harus disekat oleh papan. Sehingga
keefektifan belajarpun dipertanyakan
karena adanya kegaduhan. Anak-anak yang
bersekolah di SDN Kertaraharja 1 sudah
terbisa untuk berjalan kaki hampir 1 jam
untuk menuju ke sekolah. Walau mereka 3Abdullah Idi, “Bahan Kuliah Sosiologi Pendidikan S1 & S2” , op.cit., HLM. 33.
berangkat ke sekolah dengan memakai
sandal tetapi, semangat mereka tidak usah
diragukan untuk menuntut ilmu. Anak-
anak berjalan melewati jalanan berlumpur
dan mereka terbiasa datang 30 menit atau
bahkan 1 jam sebelum kelas dimulai.
Mereka menyapu kelas, belajar berhitung,
membaca dan melakukan aktivitas lainnya.
Namun, setelah satu jam mereka
menunggu, guru yang mereka tunggu tak
kunjung tiba. Dua jam menunggu tak juga
tiba. Hingga Anis murid kelas 6 SDN
Kertaraharja 1 terpaksa pulang
kerumahnya dan menanggalkan seragam
sekolahnya.
Gambar 1. Jalan menuju sekolah
Fenomena tersebut sering sekali terjadi
SDN Kertaraharja 1. Anak-anak menunggu
dan berharap sang guru tiba itu hal yang
biasa. Guru tak datang juga adalah hal
yang biasa. Maka dari itu, penulis datang
ke desa Cipeuti untuk membantu tenaga
pendidik disana dan mencari tahu apa yang
membuat tenaga pendidik jarang sekali
masuk dan mengajar. SDN Kertaraharja 1
memiliki 6 tenaga pendidik dan 1 kepala
sekolah (hanya 2 orang PNS, yaitu kepala
sekolah dan Pak Junaedi sebagai guru
kelas 2 dan cukup senior). Untuk jumlah
memang sangat mumpuni untuk mengajar
anak-anak SD di Cipeuti yang 1 kelas
hanya terdiri dari belasan anak saja.
Namun, apa yang membuat tenaga
pendidik di SDN kertaraharja jarang
datang ke sekolah?
Dalam satu minggu, mungkin anak-anak
SDN Kertaraharja 1 hanya merasakan dua
atau tiga kali sosok seorang guru. Sisanya
mereka harus belajar sendiri dan atau
bahkan bermain. Sering ditemui hanya ada
Pak Caca sang kepala sekolah dan pak
Junaedi sebagai tenaga pendidik yang satu-
satunya sebagai PNS yang rajin datang
kesekolah. Pak Caca dan Pak Junaedi harus
berusaha membagi tugas untuk megajar 6
kelas yang berbeda dalam satu waktu.
Gambar 2. Penulis dan tenaga pendidik
Lalu kemana pak Halili, pak Irta, Bu Rose,
pak Ernawan? Mereka adalah tenaga
pendidik di SDN Kertaraharja 1 tidak.
Untuk mencari tahu jawabannya, penulis
berusaha berbincang dengan pak Halili
seputar suka duka menjadi tenaga pendidik
di SDN Kertaraharja 1. Pak Halili
memaparkan ia senang bisa mengajar,
tetapi terkadang ia merasa kelelahan
karena pengorbanannya tidak sebanding
dengan apa yang ia dapatkan. Setiap hari
pak Halili harus berjalan kaki menuju
sekolah selama 2 sampai 3 jam melewati
jalanan berlumpur tetapi pak Halili digaji
hanya Rp. 200.000 perbulan. Memang itu
tidak terlalu penting, tetapi pak Halili
mempunyai tanggungan anak-istri yang ia
harus nafkahi setiap harinya. Tak jarang
pak Halili justru malah mengeluarkan uang
untuk berangkat mengajar. Pak Halili juga
memaparkan bahwa terkadang ia memilih
pekerjaan serabutan di sekitar rumahnya
dan meninggalkan murid-muridnya yang
menanti di sekolah serta kewajibannya
untuk mengajar. Selain itu, penulis juga
berusaha untuk menyusuri perjalanan ibu
Rose (guru kelas 1 SDN Kertaraharja 1)
dari sekolah menuju rumahnya.
Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam berjalan
kaki dari SD menuju rumah ibu Rose.
Dengan penuh peluh dan keringat, penulis
berjalan sambil membayangkan bagaimana
ibu Rose menyusuri jalan ini hampir setiap
hari. Disini penulis sangat kagum dengan
ibu Rose. Penulis harus berjalan melewati
hutan, melompat, merunduk, dan terjebak
lumpur di jalan. Sudah bisa dibayangkan
wanita yang bernama ibu Rose harus rutin
menempuh perjalanan ini sendirian.
Namun, dengan perjuangan yang luar
biasa, imbalan atau gaji yang diterima ibu
Rose sama dengan pak Halili dan bisa disa
dibilang tidak sebanding dengan
pengorbanannya. Oleh karena itu, tidak
usah menanyakan masalah loyalitas kepada
ibu Rose. Terkadang mengajar bukan
menjadi prioritasnya. Di rumahnya, ibu
Rose juga memiliki anak yang masih kecil
yang harus ia tingga atau terkadang
membawa anaknya melewati jalan yang
‘ekstem’ tersebut. Fenomena yang dibahas
diatas nyata dan mungkin terjadi pula di
daerah lain. Dalam hal ini, definisi
pendidikan yang dikemukakan oleh
Abdullah Idi tidak berlaku. Pasalnya,
tanggung jawab yang menjadi keyword
definisi Abdullah Idi sulit ditemukan. Para
tenaga pendidik di SDN Kertaraharja 1
sering menanggalkan tugasnya untuk
mengajar namun bukan berarti mereka
tidak bertanggung jawab. Mereka hanya
butuh ruang untuk dapat bertahan dan
melanjutkan hidup lebih layak. Secara
kinerja memang patut di cap buruk tetapi
jangan salahkan mereka 100% karena para
tenaga pendidik masih dalam tingkat
kesejahteraan yang rendah atau bahkan
tidak sejahtera.
Kesimpulan
Jika melihat hasil penelitian, jelas saja
tingkat kesejahteraan tenaga pendidik di
pelosok Banten belum sejahtera. Para
tenaga pendidik memerlukan pengorbanan
yang luar biasa untuk mengajar. Akan
tetapi, mereka tidak mendapatkan imbalan
yang seimbang. Gaji yang para pendidik
terima Rp. 200.000 setiap bulannya
belumlah cukup untuk menyambung hidup
mereka dan keluarganya selama sebulan.
Maka, jangan pernah menuntut loyalitas
dan tanggung jawab mereka karena ini
bukan hanya sebatas pada nasionalisme
atau kebaikan, tetapi menyangkut masalah
kehidupan mereka yang harus terus
berlangsung. Jelas juga bahwa tingkat
kesejahteraan para tenaga pendidik di
pelosok Banten mempengaruhi kinerja
mereka. Tak jarang para tenaga pendidik
harus absen untuk mengajar dan
meninggalkan tanggung jawabnya karena
memiliki prioritas lain yang lebih
menguntungkan bagi kesejahteraan dan
kelangsungan hidupnya. Dan kinerja
tenaga pendidik yang tidak maksimal juga
berdampak pada terhambatnya proses
belajar-mengajar sehingga anak-anak di
desa Cipeuti harus tertinggal dalam
masalah pendidikan dibandingkan dengan
daerah lainnya. Apa yang terjadi di pelosok
Banten bukan tidak mungkin terjadi pula di
daerah lain. Maka dari itu, sangat
diperlukan peran aktif pemerintah dalam
meningkatkan bukan hanya kualitas tenaga
pendidik di Indonesia tetapi juga
meningkatkan kesejahteraan tenaga
pendidik. Jangan pernah pandang rendah
status tenaga pendidik karena tenaga
pendidiklah yang menciptakan orang-orang
besar. Sehingga esensi pendidikan untuk
mensejahterakan seluruh kalangan dapat
terwujud. Bukan hanya siswa yang akan
mendapatkan ilmu dan kedepannya akan
sejahtera dengan ilmunya, tetapi juga
tenaga pendidik harus sejahtera sebagai
pencipta kesejahteraan bagi orang lain.
Pustaka Rujukan
Buku:.
Tarwojo. 1985. Pengantar Antropologi
Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Subianto, Achmad. 2004. Proses Evaluasi
Pendidikan Menuju Indonesia yang
Jujur-Bersih-Sehat dan Benar
(Indonesia Madani). Jakarta:
Yayasan Bermula Dari Kanan.
Vaizey, John. 1967. Education in the
Modern World. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Gould, WTS. 1993. People and Education
in the Third World. England:
Longman Scientific and Technical.
Kottak, Conrad Phillip. 2011. Cultural
Anthropology: Appreciating
Cultural Diversity. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Singarimbun, Masri. 1989. Metode
Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES
Russell, Bertrand. 1993. Pendidikan dan
Tatanan Sosial. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Suryanto. 2008. Dialog Interaktif tentang
Pendidikan. Yogyakarta: Multi
presindo
Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Shane, Harold G. 2002. Arti Pendidikan
bagi Masa Depan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.