10
Pragmatik dan Keterampilan Berbahasa Oleh Ade Heryawan, S. Pd. A. Pendahuluan Seperti kompetensi kebahasaan, kompetensi keterampilan berbahasa pun memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pragmatik. Keterkaitan ini didasari suatu kenyataan yang menunjukkan bahwa kesuksesan dalam memaknai suatu kalimat atau wacana secara pragmatik harus didukung oleh penguasaan kompetensi keterampilan berbahasa. Kompetensi keterampilan berbahasa yang harus dikuasai ada empat, yaitu 1) keterampilan menyimak (listening skills), 2) keterampilan berbicara (speaking skills), 3) keterampilan membaca (reading skills), dan 4) keterampilan menulis (writing skills). Keempat kompetensi keterampilan berbahasa ini pun tidak akan diuraikan secara mendalam. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mengkajinya dalam berbagai sumber yang membahas keempat keterampilan berbahasa tersebut. B. Kompetensi Keterampilan Menyimak Menyimak merupakan “suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan” (Tarigan, 1994: 28). Kompetensi keterampilan menyimak yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan proses menyimak, faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak, jenis-jenis menyimak, dan ciri-ciri penyimak yang sukses. 1. Proses Menyimak Keterampilan menyimak memiliki suatu proses yang mencakup lima tahap, yaitu: 1) tahap mendengar, 2) tahap memahami, 3) tahap menginterpretasi, 4) tahap mengevaluasi, dan 5) tahap menanggapi. Tahap pertama adalah tahap mendengar (hearing). Dalam tahap ini, penyimak baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan pembicara dalam bentuk ujaran atau pembicaraannya. Tahap kedua adalah tahap memahami (understanding). Setelah penyimak mendengar, maka muncul keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan pembicara. Tahap ketiga adalah tahap menginterpretasi (interpreting). Penyimak yang baik, yang cermat, dan yang teliti, belum puas bila hanya mendengar dan memahami isi ujaran pembicara, ia pasti ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat dalam ujaran itu.

Pragmatik Dan Keterampilan Berbahasa - xdocs.net

Embed Size (px)

Citation preview

Pragmatik dan Keterampilan Berbahasa

Oleh Ade Heryawan, S. Pd.

A. Pendahuluan

Seperti kompetensi kebahasaan, kompetensi keterampilan berbahasa pun memiliki keterkaitan

yang sangat erat dengan pragmatik. Keterkaitan ini didasari suatu kenyataan yang menunjukkan

bahwa kesuksesan dalam memaknai suatu kalimat atau wacana secara pragmatik harus didukung

oleh penguasaan kompetensi keterampilan berbahasa. Kompetensi keterampilan berbahasa yang

harus dikuasai ada empat, yaitu 1) keterampilan menyimak (listening skills), 2) keterampilan

berbicara (speaking skills), 3) keterampilan membaca (reading skills), dan 4) keterampilan

menulis (writing skills).

Keempat kompetensi keterampilan berbahasa ini pun tidak akan diuraikan secara mendalam.

Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mengkajinya dalam berbagai sumber yang membahas

keempat keterampilan berbahasa tersebut.

B. Kompetensi Keterampilan Menyimak

Menyimak merupakan “suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan

penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,

menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang

pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan” (Tarigan, 1994: 28).

Kompetensi keterampilan menyimak yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya

dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan proses menyimak, faktor-faktor

yang mempengaruhi kegiatan menyimak, jenis-jenis menyimak, dan ciri-ciri penyimak yang

sukses.

1. Proses Menyimak

Keterampilan menyimak memiliki suatu proses yang mencakup lima tahap, yaitu: 1) tahap

mendengar, 2) tahap memahami, 3) tahap menginterpretasi, 4) tahap mengevaluasi, dan 5) tahap

menanggapi.

Tahap pertama adalah tahap mendengar (hearing). Dalam tahap ini, penyimak baru mendengar

segala sesuatu yang dikemukakan pembicara dalam bentuk ujaran atau pembicaraannya.

Tahap kedua adalah tahap memahami (understanding). Setelah penyimak mendengar, maka

muncul keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang

disampaikan pembicara.

Tahap ketiga adalah tahap menginterpretasi (interpreting). Penyimak yang baik, yang cermat,

dan yang teliti, belum puas bila hanya mendengar dan memahami isi ujaran pembicara, ia pasti

ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat

dalam ujaran itu.

Tahap keempat adalah tahap mengevaluasi (evaluating). Setelah mendengar, memahami, dan

menginterpretasi, penyimak mulai menilai atau mengevaluasi pendapat dan gagasan pembicara,

terutama yang berkaitan dengan keunggulan, kelemahan, dan manfaatnya.

Dan tahap kelima yang merupakan tahap terakhir adalah tahap menanggapi (responding). Dalam

tahap ini, penyimak akan menyambut, mencamkan, menyerap, dan menerima, atau menolak

gagasan yang dikemukakan pembicara.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Menyimak

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak ada delapan faktor, yaitu: 1) faktor fisik,

2) faktor psikologis, 3) faktor pengalaman, 4) faktor sikap, 5) faktor motivasi, 6) faktor jenis

kelamin, 7) faktor lingkungan, dan 8) faktor peranan dalam masyarakat.

Faktor pertama adalah faktor fisik. Faktor ini terdiri atas kondisi fisik penyimak dan lingkungan

fisik sekitar penyimak. Kondisi fisik merupakan modal penting yang sangat menentukan bagi

setiap penyimak, karena dengan kondisi fisik yang prima, keefektifan dan kualitas aktivitas

penyimak akan prima pula. Dan kondisi lingkungan fisik pun merupakan modal yang tak kalah

penting karena turut menentukan efektivitas dan kualitas aktivitas yang dilakukan penyimak.

Faktor kedua adalah faktor psikologis. Faktor ini melibatkan sikap-sikap dan sifat-sifat pribadi

yang mencakup beberapa masalah, antara lain:

1. prasangka dan kurangnya rasa simpati terhadap pembicara dengan berbagai sebab dan alasan;

2. keegosentrisan dan keasyikan terhadap minat pribadi serta masalah pribadi;

3. kepicikan yang menyebabkan munculnya pandangan yang kurang luas;

4. kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap pokok

pembicaraan; dan

5. sikap yang tidak layak terhadap pokok pembicaraan, atau terhadap pembicaranya.

Faktor ketiga adalah faktor pengalaman. Faktor ini merupakan hasil pertumbuhan dan

perkembangan pengalaman yang dapat menguntungkan atau merugikan bagi penyimak itu

sendiri.

Faktor keempat adalah faktor sikap. Faktor ini merupakan faktor yang muncul sebagai dampak

dari faktor fisik, psikologis, dan pengalaman penyimak, sehingga dalam kegiatan menyimak,

penyimak dapat memiliki dua sikap yang melahirkan dampak positif atau negatif, yaitu sikap

menerima dan menolak.

Faktor kelima adalah faktor motivasi. Motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan keberhasilan seseorang. Bila motivasi untuk mengerjakan sesuatu kuat, maka

kemungkinan untuk berhasil meraih tujuan lebih mudah terwujud. Demikian pula halnya dengan

menyimak.

Faktor keenam adalah faktor jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian, laki-laki dan

perempuan pada umumnya memiliki perhatian yang berbeda, dan cara memusatkan perhatian

pada sesuatu pun berbeda. Misalnya pendapat Julian Silverman dalam Attentional Styles and the

Study of Sex Differences menemukan beberapa fakta bahwa “gaya menyimak laki-laki pada

umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala, atau tidak mau

mundur, menetralkan, intrinsif (bersifat mengganggu), berdikari/mandiri, sanggup mencukupi

kebutuhan sendiri (swasembada), dapat menguasai/mengendalikan emosi; sedangkan gaya

menyimak perempuan cenderung lebih subjektif, pasif, ramah/simpatik, difusif (menyebar),

sensitif, mudah dipengaruhi, mudah mengalah, reseptif, bergantung (tidak berdikari), dan

emosional” (Silverman, 1970: 139).

Faktor ketujuh adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) lingkungan fisik, dan 2) lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan berbagai

benda/sarana yang perlu diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan setiap

penyimak memiliki kesempatan yang sama untuk menyimak dan disimak. Dan lingkungan sosial

merupakan berbagai suasana yang dapat mendorong penyimak untuk mengalami,

mengekspresikan, dan mengevaluasi ide-ide penting yang disampaikan pembicara.

Dan faktor kedelapan adalah faktor peranan dalam masyarakat. Faktor ini merupakan faktor

penting yang dapat mempengaruhi kegiatan menyimak. Misalnya, sebagai seorang pendidik yang

memerlukan berbagai informasi yang berkaitan dengan pendidikan, ia akan menyimak ceramah,

kuliah, atau siaran radio dan televisi dengan penuh perhatian.

3. Jenis-jenis Menyimak

Kegiatan menyimak terbagi menjadi dua jenis, yaitu

1) menyimak ekstensif (extensive listening), dan

2) menyimak intensif (intensive listening).

Menyimak ekstensif ini terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu:

1) menyimak sosial,

2) menyimak sekunder,

3) menyimak estetik,

dan 4) menyimak pasif.

Dan menyimak intensif pun terbagi lagi menjadi enam jenis, yaitu:

1) menyimak kritis (critical listening),

2) menyimak konsentratif (concentrative listening),

3) menyimak kreatif (creative listening),

4) menyimak eksplorasif (exploratory listening),

5) menyimak interogatif (interrogative listening),

dan 6) menyimak selektif (selective listening).

Jenis menyimak pertama adalah menyimak ekstensif (extensive listening). Menyimak ekstensif

merupakan “sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas

terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru” (Tarigan,

1994: 35). Menyimak ekstensif ini dapat digunakan untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu: 1)

untuk menangkap atau mengingat kembali hal-hal yang telah dikenal atau diketahui dalam suatu

lingkungan baru dengan cara baru; dan 2) memberi kesempatan dan kebebasan dalam menyimak

hal-hal baru yang terdapat dalam arus ujaran yang berada dalam jangkauan dan kapasitas untuk

menanganinya.

Menyimak ekstensif ini terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu:

1) menyimak sosial,

2) menyimak sekunder,

3) menyimak estetik, dan

4) menyimak pasif.

Menyimak sosial ini mencakup dua hal, yaitu:

1) menyimak secara sopan santun dengan penuh perhatian terhadap ujaran dalam situasi-situasi

sosial dengan suatu maksud; dan

2) menyimak dengan melibatkan diri dalam proses komunikasi.

Menyimak sekunder merupakan sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan (casual listening)

dan secara ekstensif (extensive listening).

Menyimak estetik atau menyimak apresiatif merupakan fase terakhir dari kegiatan menyimak

kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif yang mencakup dua kegiatan, yaitu

1) menyimak musik, puisi, pembacaan bersama, drama radio, dan rekaman;

2) menikmati cerita, puisi, lakon-lakon yang dilakukan aktor.

Dan menyimak pasif merupakan penyerapan suatu ujaran tanpa upaya sadar yang biasanya

menandai upaya-upaya pada saat belajar dengan kurang teliti, tergesa-gesa, menghafal luar

kepala, berlatih santai, dan menguasai suatu bahasa.

Jenis menyimak kedua adalah menyimak intensif (intensive listening). Menyimak intensif

merupakan dikotomi dari menyimak ekstensif, karena “menyimak intensif diarahkan pada suatu

kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap suatu hal tertentu” (Tarigan, 1994: 40).

Menyimak intensif ini terbagi menjadi enam jenis, yaitu: 1) menyimak kritis (critical listening),

2) menyimak konsentratif (concentrative listening), 3) menyimak kreatif (creative listening), 4)

menyimak eksplorasif (exploratory listening), 5) menyimak interogatif (interrogative listening),

dan 6) menyimak selektif (selective listening). Menyimak kritis merupakan sejenis kegiatan

menyimak untuk mencari kesalahan atau kekeliruan, dan hal-hal yang baik dan benar dari ujaran

seorang pembicara, dengan alas an kuat yang dapat diterima akal sehat. Menyimak konsentratif

merupakan sejenis telaah dengan cara mengikuti petunjuk, mencari hubungan, mencari

informasi, memperoleh pemahaman, menghayati ide-ide, memahami urutan ide-ide, dan

mencatat fakta-fakta. Menyimak kreatif merupakan sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat

mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif penyimak terhadap bunyi, penglihatan,

gerakan, dan perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh hal-hal yang disimaknya.

Menyimak eksplorasif merupakan sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan

menyelidiki sesuatu, lebih terarah, dan lebih sempit. Menyimak interogatif merupakan sejenis

kegiatan menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan

perhatian dan pemilihan butir-butir ujaran pembicara, demi kepentingan untuk mengajukan

sebanyak mungkin pertanyaan. Dan menyimak selektif merupakan sejenis kegiatan menyimak

pasif yang lebih baik dan digunakan dalam mempelajari bahasa asing dengan cara

memperhatikan nada suara, bunyi-bunyi asing, bunyi-bunyi yang bersamaan, kata dan frase,

serta bentuk-bentuk ketatabahasaan bahasa asing tersebut.

4. Ciri-ciri Penyimak yang Sukses

Penyimak yang sukses atau penyimak yang baik (a good listener) memiliki beberapa ciri, antara

lain: “1) berperilaku sopan santun, 2) memperoleh fakta-fakta, 3) benar-benar memusatkan

perhatian, 4) menyimak dengan pertimbangan sehat, dan 5) dapat memanfaatkan hal-hal yang

disimaknya” (Anderson, 1972: 73).

C. Kompetensi Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan “salah satu aspek keterampilan berbahasa berwujud ujaran bertekanan dan

berintonasi yang dihasilkan oleh alat ucap dan dilengkapi dengan paralinguistik berupa mimik

dan dramatisasi, serta digunakan untuk mengungkapkan kreatifitas perasaan, maupun pikiran

sesuai dengan situasi pemakaiannya” (Natasasmita, 1995: 20). Kompetensi keterampilan

berbicara yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah

kemampuan yang berkaitan dengan ragam berbicara, dan faktor-faktor pendukung keterampilan

berbicara.

1. Ragam Berbicara

Keterampilan berbicara dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang pengkajian, antara

lain berdasarkan kesempatan menjadi penutur, dan berdasarkan situasi pembicaraan.

Berdasarkan kesempatan sebagai penutur, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu 1) berbicara satu arah, dan 2) berbicara dua arah. Berbicara satu arah merupakan

keterampilan berbicara yang hanya melibatkan penutur sebagai pembicara, tanpa pemberian

kesempatan kepada lawan tuturnya untuk berperan sebagai pembicara, artinya lawan tutur hanya

berperan sebagai penyimak. Sebaliknya, berbicara dua arah merupakan keterampilan berbicara

yang memberikan kesempatan kepada penutur dan lawan tutur untuk menjadi pembicara secara

bergantian.

Berdasarkan situasi pembicaraan, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi dua ragam,

yaitu 1) berbicara dalam situasi kekeluargaan, dan 2) berbicara dalam situasi resmi. Berbicara

dalam situasi kekeluargaan merupakan keterampilan berbicara yang tidak memerlukan

penggunaan kaidah kebahasaan yang baku, misalnya digunakan dalam obrolan keluarga,

perkenalan, dan perpisahan. Sedangkan berbicara dalam situasi resmi merupakan keterampilan

berbicara yang memerlukan penggunaan kaidah kebahasaan yang baik dan benar, formal, atau

baku.

Keterampilan berbicara dalam situasi resmi itu, memiliki jenis yang beragam, antara lain: 1)

ceramah, 2) diskusi, 3) diskusi panel, 4) seminar, 5) simposium, 6) santiaji, dan 7) kongres.

Ceramah merupakan “pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar, yang membicarakan

suatu hal atau pengetahuan tertentu” (Depdikbud, 1996: 185). Oleh karena itu, ceramah

memerlukan kekhususan yang diorientasikan kepada tema, tujuan, materi, sistematika, teknik,

dan penampilan.

Diskusi merupakan pembicaraan bersama mengenai suatu masalah yang menyangkut

kepentingan bersama yang dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Maka suatu diskusi hanya

akan dilangsungkan bila: 1) ada masalah yang khusus, baru, hangat, menarik, dan menyangkut

kepentingan bersama; 2) adanya orang-orang yang terlibat dan menyumbangkan buah

pikirannya; dan 3) ada keragaman bersama untuk mencari dan menemukan cara pemecahan

masalah yang terbaik.

Diskusi panel merupakan “diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang (yang disebut panel)

yang membahas suatu topik yang menjadi perhatian umum di hadapan khalayak, pendengar

(siaran radio), atau penonton (siaran televisi), khalayak diberi kesempatan untuk bertanya atau

memberikan pendapat” (Depdikbud, 1996: 238). Oleh karena itu, dalam diskusi panel terdapat:

1) panitia panel yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa pembantu yang

diperlukan; 2) adanya peserta panel yang disebut panelis, terdiri atas para pakar disiplin ilmu

tertentu; 3) adanya peminat yang mengikuti panel; dan 4) peninjau yang diundang panitia.

Seminar merupakan “pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah

pimpinan ahli (guru besar, pakar, dsb)” (Depdikbud, 1996: 907). Simposium merupakan

“pertemuan dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik

tertentu atau tentang beberapa aspek dari topik yang sama” (Depdikbud, 1996: 942).

Santiaji merupakan “pemberian petunjuk atau pengarahan mengenai strategi kerja yang

terkadang disertai peragaan atau pelatihan” (Depdikbud, 1996: 878). Dan Kongres merupakan

“pertemuan besar para wakil organisasi (politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan

mengambil keputusan mengenai pelbagai masalah” (Depdikbud, 1996: 519).

2. Faktor-faktor Pendukung Keterampilan Berbicara

Berbicara dengan baik akan mudah dipahami lawan tutur. Oleh karena itu, dalam berbicara harus

memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan. Selain itu, berbicara pun harus mudah dimengerti

maksudnya, sehingga diperlukan pemahaman terhadap beberapa faktor pendukung keterampilan

berbicara, antara lain: 1) pembicara, 2) pendengar, 3) alat yang digunakan dalam berbicara, 4)

kesamaan pembicaraan, dan 5) pesan yang disampaikan.

D. Kompetensi Keterampilan Membaca

Membaca merupakan “salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat aktif reseptif dan

tidak langsung, melalui pengalihkodean lambang-lambang grafemik atau tulisan menjadi ujaran

yang bertekanan, berintonasi, dan berlagu, untuk menyerap makna-makna, ide-ide, gagasan-

gagasan, sebagaimana yang dimaksud oleh pengucapnya” (Natasasmita, 1995: 28). Kompetensi

keterampilan membaca yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik

adalah kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek membaca, dan jenis-jenis membaca.

1. Aspek-aspek Membaca

Keterampilan membaca tidak dapat diperoleh secara sekaligus, melainkan berlangsung melalui

penguasaan kemampuan dan keterampilan dua aspek, yaitu: 1) aspek gerak, dan 2) aspek

pemahaman.

Aspek gerak mencakup dua penguasaan kemampuan dan keterampilan, yaitu: 1) mengalih

lambang bunyi ujar menjadi ujaran yang sesuai dengan kaidah pengejaannya; dan 2) mengalih

lambang-lambang tanda baca menjadi tekanan, intonasi, dan lagu ujar yang sesuai dengan kaidah

pengejaannya.

Sedangkan aspek pemahaman yang merupakan akibat langsung dari penguasaan kemampuan dan

keterampilan aspek gerak, mencakup sembilan tahap pemahaman, yaitu: 1) pemahaman

sederhana, seperti pemahaman makna-makna leksikal, gramatikal, dan retorika sederhana; 2)

pemahaman signifikan, yaitu pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam tulisan; 3)

pemahaman analisis, yaitu pemahaman yang menghasilkan rincian-rincian detail yang

terkandung dalam tulisan; 4) pemahaman aplikatif, yaitu pemahaman yang menghasilkan

berbagai penerapan tulisan dengan penggunaannya; 5) pemahaman korelatif, yaitu pemahaman

kandungan tulisan dalam hubungannya dengan pemahaman lain yang telah dikuasai; 6)

pemahaman apresiasif, yaitu pemahaman kandungan tulisan dengan kemungkinan mengajukan

penilaian atau penghargaan; 7) pemahaman evaluasi, yaitu pemahaman kandungan tulisan

dengan kemungkinan memperoleh kesimpulan; 8) pemahaman komparatif, yaitu pemahaman

kandungan isi tulisan dengan kemungkinan mengemukakan perbandingan antar bagian, maupun

perbandingan dengan pemahaman yang telah dikuasai; dan 9) pemahaman situasi yang

melatarbelakangi kandungan tulisan.

2. Jenis-jenis Membaca

Keterampilan membaca pun dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang pengkajian,

antara lain berdasarkan adanya suara yang dikeluarkan, dan berdasarkan sifatnya.

Berdasarkan adanya suara yang dikeluarkan, membaca dibedakan menjadi dua jenis, yaitu 1)

membaca nyaring; dan 2) membaca dalam hati. Membaca nyaring merupakan kegiatan membaca

yang diikuti oleh gerak bibir, suara yang keras atau nyaring, dan gerak tubuh lain. Sedangkan

membaca dalam hati merupakan kegiatan membaca yang hanya diikuti oleh gerakan mata, tanpa

gerakan lain, apalagi suara yang nyaring.

Dan berdasarkan sifatnya, membaca dibedakan menjadi dua jenis pula, yaitu 1) membaca

ekstensif; dan 2) membaca intensif. Membaca ekstensif merupakan kegiatan membaca yang

dilakukan secara cepat dan bertujuan untuk memperoleh gambaran umum, misalnya membaca

survey dan membaca sekilas. Membaca survey biasanya dilakukan untuk kepentingan studi agar

mendapatkan gambaran garis-garis besar kandungan tulisan, seperti judul, bab-bab, dan pasal-

pasal. Membaca sekilas atau skimming biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang

kesan umum kandungan tulisan, atau mengenali bagian-bagian tertentu.

Sedangkan membaca intensif merupakan “tingkat membaca utama yang dilakukan dengan cara:

(a) teliti, sebab bertujuan menyerap isi dengan cepat, cermat, efektif, dan efisien; (b) kritis, sebab

bertujuan menyerap ide-ide dan gagasan-gagasan pokok yang logis, rasional, dan objektif; (c)

seksama, sebab bertujuan menelaah struktur isi yang dituangkan dalam tulisan; (d) membaca

telaah bahasa, sebab bertujuan memperoleh gambaran detail bahasa sebagai objek ilmu”

(Natasasmita, 1995: 29).

E. Kompetensi Keterampilan Menulis

Menulis merupakan “menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat

membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik

itu” (Tarigan, 1982: 21). Kompetensi keterampilan menulis yang perlu diperhatikan karena

sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan jenis-jenis

tulisan, dan penulis yang sukses.

1. Jenis-jenis Tulisan

Jenis-jenis tulisan telah banyak dikemukakan beberapa para ahli dengan menggunakan berbagai

sudut pandang yang berbeda sebagai dasar pengklasifikasian-nya. Pada bagian ini, jenis-jenis

tulisan hanya akan dilihat berdasarkan tiga dasar pengklasifikasian, yaitu berdasarkan

penyampaian isi, berdasarkan nada, dan berdasarkan penggunaan fakta.

a. Berdasarkan Penyampaian Isi

Berdasarkan penyampaian isi, tulisan diklasifikasikan menjadi lima jenis. Kelima jenis tulisan ini

adalah: 1) tulisan narasi, 2) tulisan deskripsi, 3) tulisan eksposisi, 4) tulisan persuasi, dan 5)

tulisan argumentasi.

Tulisan narasi merupakan “semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu peristiwa

atau kejadian, sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca”

(Keraf, 1993: 17). Tulisan narasi ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) narasi ekspositoris,

dan 2) narasi sugestif. Narasi ekspositoris merupakan tulisan narasi yang mempersoalkan tahap-

tahap kejadian atau rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca, sehingga dapat memperluas

pengetahuan atau pengertian pembaca. Dan narasi sugestif pun merupakan tulisan narasi yang

mempersoalkan tahap-tahap kejadian atau rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca,

tetapi tujuan atau sasarannya bukan memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca,

melainkan berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman,

sehingga tulisan narasi sugestif ini selalu melibatkan daya khayal atau imajinasi.

Tulisan deskripsi merupakan “semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek

atau hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca,

seakan-akan pembaca melihat sendiri objek itu” (Keraf, 1995: 16).

Tulisan eksposisi merupakan “suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek,

sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca” (Keraf, 1995: 7).

Tulisan persuasi merupakan “karangan yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar

melakukan sesuatu yang dikehendaki pengarang pada waktu ini atau pada waktu yang akan

datang” (Keraf, 1987: 118). Oleh karena itu, untuk mengadakan persuasi, Aristoteles dalam

Rhetorica mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) watak dan kredibilitas

pembicara, 2) kemampuan pembicara mengendalikan emosi hadirin, dan 3) bukti-bukti atau

fakta-fakta yang diperlukan untuk membuktikan suatu kebenaran.

Tulisan argumentasi merupakan “suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi

sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa

yang diinginkan oleh penulis atau pembicara” (Keraf, 2001: 3). Melalui argumentasi, penulis

berusaha merangkaikan berbagai fakta sedemikian rupa, sehingga ia mampu menunjukkan

bahwa suatu pendapat atau suatu hal itu benar atau tidak.

b. Berdasarkan Nada

Berdasarkan nada, tulisan diklasifikasikan menjadi enam jenis. Keenan jenis tulisan ini adalah:

1) tulisan bernada akrab, 2) tulisan bernada informatif, 3) tulisan bernada penjelasan, 4) tulisan

bernada argumentasi, 5) tulisan bernada mengkritik, dan 6) tulisan bernada otoritatif.

Tulisan bernada akrab merupakan tulisan yang berbentuk tulisan pribadi. “Tulisan pribadi adalah

suatu pernyataan dari gagasan-gagasan serta perasaan-perasaan kita mengenai pengalaman-

pengalaman kita sendiri yang ditulis baik bagi kesenangan kita sendiri ataupun bagi kepentingan

dan kenikmatan sanak keluarga atau sahabat karib” (Tarigan, 1982: 30). Tulisan bernada pribadi

ini dapat berupa catatan harian, cerita otobiografis, lelucon otobiografis, dan esei pribadi.

Tulisan bernada informatif atau tulisan bernada penerangan merupakan tulisan deskripsi yang

mengajak pembaca untuk bersama-sama menikmati, merasakan, dan memahami beberapa objek,

kegiatan, atau suasana hati yang telah dialami penulis. Tulisan ini dapat berbentuk pemerian

faktual dan pemerian pribadi.

Tulisan bernada penjelasan atau tulisan penyingkapan merupakan tulisan yang memiliki tujuan

utama untuk menjelaskan sesuatu kepada pembaca melalui pengklasifikasian, pembatasan,

penganalisisan, penjelajahan, penafsiran, dan penilaian. Tulisan ini dapat berbentuk klasifikasi,

definisi, analisis, dan opini.

Tulisan bernada argumentasi merupakan tulisan yang bersifat argumen-tatif atau mendebat,

sehingga tulisan ini bersifat meyakinkan. Oleh karena itu, tulisan bernada argumentasi ini dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu persuasi logis dan persuasi emosional.

Tulisan bernada mengkritik merupakan tulisan yang menghasilkan tulisan mengenai sastra.

Tulisan ini biasanya berupa analisis kritis yang mengkaji unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik

pada karya sastra.

Dan tulisan bernada otoritatif merupakan tulisan yang menghasilkan karya ilmiah. Tulisan ini

biasanya melalui beberapa tahapan, yaitu memilih topik, membaca pendahuluan, menentukan

bibliografi pendahuluan, membuat kerangka pendahuluan, membuat catatan, menyusun kerangka

akhir, menyusun naskah pertama, mengadakan revisi, menyusun naskah akhir, dan mengoreksi

cetakan percobaan.

c. Berdasarkan Penggunaan Fakta

Berdasarkan penggunaan fakta, tulisan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tulisan ilmiah dan

tulisan non-ilmiah. Tulisan ilmiah dapat berupa esei, resensi, artikel, makalah, laporan ilmiah,

paper, kertas kerja, buku ilmiah, buku pelajaran, naskah ilmiah, skripsi, tesis, dan disertasi. Dan

tulisan non-ilmiah dapat berupa puisi, novel, cerita pendek, dan drama.

2. Penulis yang Sukses

Penulis yang sukses merupakan penulis yang dapat menyajikan tulisan yang baik. Dan tulisan

yang baik ini merupakan komunikasi pikiran dan perasaan yang efektif. Semua tulisan dapat

dikatakan efektif atau tepat guna jika penulis:

1. benar-benar mengetahui hal-hal yang menjadi pokok pembicaraannya;

2. menguasai cara memberi struktur terhadap gagasan-gagasannya; dan

3. mengetahui cara mengekspresikan dirinya dengan baik, yaitu menguasai gaya yang serasi.