Upload
uny
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. JUDUL PENELITIAN
Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
Laju Reaksi Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta
dengan Model Problem Based Learning (PBL).
B. BIDANG ILMU
Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah
pendidikan kimia.
C. PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran di SMA N 9 Yogyakarta
masih menggunakan model dan pendekatan pembelajaran
yang konvensional. Dalam pembelajarannya, siswa
belum merumuskan masalah dan menemukan konsep materi
sendiri tetapi masih diberikan oleh guru. Kegiatan
praktikum belum dinilai keterampilan prosesnya
tetapi hanya dinilai hasil akhirnya.
Kurikulum yang digunakan pada tahun ajaran
2014/2015 adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini
mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan
1
berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi,
aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki
sopan santun disiplin yang tinggi.
Alternatif yang bisa digunakan untuk
memecahkan masalah pembelajaran kimia adalah dengan
menggunakan Scientific Approach (Pendekatan Ilmiah).
Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang digunakan dalam implementasi
kurikulum 2013. Pembelajaran kurikulum 2013 adalah
pembelajaran kompetensi dengan memperkuat proses
pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai
kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan ilmiah, yaitu pembelajaran yang mendorong
siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/
mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan
mengomunikasikan.
Model pembelajaran yang memakai pendekatan
ilmiah, salah satunya adalah model Problem Based
Learning (PBL). Menurut penelitian Diyah Rauhillah
2
Hasni tentang penerapan model Problem Based Learning
(PBL) untuk mengetahui hasil belajar, diperoleh
hasil perhitungan uji-t yaitu nilai thit sebesar 5,8
dan ttab sebesar 1,38 atau thit > ttab. Hal ini
menunjukan bahwa penggunaan model Problem Based Learning
(PBL) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.
Penerapan model pembelajaran yang berbeda
dari model konvensional diharapkan dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Motivasi
merupakan faktor yang juga mempengaruhi perbuatan
belajar peserta didik. Jika motivasi belajar
meningkat, diharapkan perbuatan belajar akan
berlangsung dengan baik dan akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar.
Berdasarkan analisis masalah di atas,
peneliti berpendapat perlu dilakukan inovasi
pembelajaran untuk materi pokok laju reaksi. Melalui
pendekatan ilmiah model PBL diharapkan motivasi
3
siswa meningkat begitu pula dengan hasil belajar
siswa.
Sesuai dengan uraian di atas, maka akan
dilakukan penelitian dengan judul “Upaya
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Laju Reaksi
Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta dengan Model
Problem Based Learning (PBL)”.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah yang
diajukan dalam penelitian kelas ini adalah “Apakah
penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas
XI IPA 1 SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk materi laju
reaksi?”.
Masalah dalam penelitian ini dirinci kedalam
rumusan masalah khusus sebagai berikut:
1.Bagaimanakah motivasi siswa dalam pembelajaran
kimia materi laju reaksi menggunakan model Problem
Based Learning (PBL)?
4
2.Bagaimanakah hasil belajar siswa pada aspek sikap,
pengetahuan dan keterampilan untuk materi laju
reaksi dengan menggunakan model Problem Based Learning
(PBL)?
E. CARA PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan masalah yang diuraikan dalam
pendahuluan, cara yang bisa dilakukan untuk
memperbaikinya yaitu dengan menggunakan model
Problem Based Learning (PBL) dalam proses pembelajaran
kimia.
Model Problem Based Learning (PBL) ini akan
mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya, mencoba/ mengumpulkan data,
mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan sehingga
pada akhirnya dapat mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
Indikator keberhasilan penggunaan model
pembelajaran ini adalah dengan meningkatnya hasil
belajar siswa aspek pengetahuan, ditunjukkan dengan
5
minimal 70% hasil belajar siswa dapat mencapai KKM.
Indikator aspek sikap dan aspek keterampilan untuk
rata-rata kelas yaitu 70%.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1.Motivasi Belajar
Motivasi adalah dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan
ini berada pada diri seseorang yang menggerakan
untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan
dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan
seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu
mengandung tema sesuai dengan motivasi yang
mendasarinya.
Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam
maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Menurut Oemar Hamalik (2008: 162)
motivasi ada dua macam, yaitu:
6
a. Motivasi intrinsik, yang timbul dalam diri
peserta didik sendiri, misalnya keinginan untuk
mendapat keterampilan tertentu, memperoleh
informasi dan pengertian, mengembangkan sikap
untuk berhasil, dan keinginan diterima oleh
orang lain. Motivasi intrinsik adalah motivasi
yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna
dalam situasi belajar yang fungsional.
b. Motivasi ekstrinsik, yang timbul sebagai akibat
pengaruh faktor-faktor dari luar individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau
paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan
demikian peserta didik mau melakukan sesuatu
atau belajar.
Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan
aktivitas belajar peserta didik. Motivasi yang
tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku
peserta didik antar lain adanya:
a. Kualitas keterlibatan peserta didik dalam
belajar sangat tinggi.
7
b. Perasaan dan keterlibatan aktif peserta didik
yang tinggi dalam belajar.
c. Upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara
atau menjaga agar senantiasa memiliki motivasi
belajar tinggi.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan
internal dan eksternal pada siswa-siswa yang
sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah
laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau
unsur yang mendukung dalam belajar. Indikator
motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil;
(2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;
(3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4)
adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya
kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga
memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan
baik. (Hamzah B. Uno, 2006 : 23)
2.Hasil Belajar
8
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan
dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.
( Oemar Hamalik, 2001: 154)
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran
Gagne, hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa,
baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon
secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi
simbol, pemecahan masalah maupun penerapan
aturan.
9
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan
mempresentasikan konsep dan lambang.
Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan
menginterogasi, kemampuan analisis-sintesis
fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip
keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan
kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat
khas.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan
dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.
Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan
melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan
dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak
objek berdasarkan penilaian terhadap objek
tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-
10
nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan
nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comperhension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation (manilai). Domain
efektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valuing (nilai), organization
(organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory pre-routine, dan
routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan
produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil
pembelajaran meliputi kecakapan, informasi,
pengertian, dan sikap.
11
Yang harus diingat, hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi
oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di
atas tidak dilihat secara fragmentaris atau
terpisah, melainkan komperhensif. (Agus Suprijono,
2009 : 5 – 7).
Menurut Agus Suprijono (2009:72), hasil
belajar dari pembelajaran berbasis masalah adalah
peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan,
mengatasi masalah, kemampuan mempelajari peran
orang dewasa, dan menjadi pembelajar yang mandiri.
3.Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19)
belajar berdasarkan masalah adalah interaksi
antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan
antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungi
12
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga
masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,
dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan
akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna
memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman
dan tujuan belajarnya.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa
mengerjakan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian,
dan percaya diri.
Pembelajaran berbasis masalah atau Problem
Based Learning (PBL) bertujuan:
a. Membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik
c. Menjadi pembelajar yang mandiri.
13
Peran guru di dalam kelas dengan model PBL
adalah:
a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa
kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan
nyata sehari-hari.
b. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya
melakukan pengamatan atau melakukan
eksperimen/percobaan.
c. Memfasilitasi dialog siswa, dan
d. Mendukung belajar siswa.
Tabel 1. Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
14
Tahap-1
Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Tahap-2
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Tahap-3
Membimbing penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan
15
pemecahan masalah
Tahap-4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan
menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan,
video, dan model serta
membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka
gunakan.
4.Laju Reaksi
Laju reaksi adalah laju berkurangnya jumlah
konsentrasi pereaksi untuk setiap satuan waktu
16
atau laju bertambahnya jumlah konsentrasi hasil
reaksi untuk setiap satuan waktu.
Dinyatakan dengan satuan molaritas per detik (M /
detik atau mol / L.detik).
Misalnya pada reaksi: A → B
Maka:
Laju reaksi (v) = - ∆ [A ]∆t atau v = +∆ [B]
∆t
Keterangan:
Tanda (-) pada ∆[A] menunjukkan bahwa konsentrasi
zat A berkurang, sedangkan tanda (+) pada ∆[B]
menunjukkan bahwa konsentrasi zat B bertambah.
Secara umum dapat digambarkan:
17
Laju reaksi rata-rata adalah laju reaksi untuk
selang waktu tertentu ∆t.
Pengurangan zat pereaksi
v = - ∆ [pereaksi]∆t
Penambahan zat produk reaksi
v = +∆ [hasilreaksi ]∆t
Laju reaksi sesaat adalah laju reaksi pada waktu
t.
Pengurangan zat pereaksi
v = - d[pereaksi]dt
Penambahan zat produk reaksi
v = + d[hasilreaksi ]dt
18
Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan yang
efektif antara partikel-partikel zat yang
bereaksi.
Tumbukan efektif adalah tumbukan yang mempunyai
energi yang cukup untuk memutuskan ikatan-ikatan
pada zat yang bereaksi (bereaksi).
Contoh : tumbukan yang menghasilkan reaksi dan
tumbukan yang tidak menghasilkan reaksi : H2 (g) +
I2(g) → 2 HI(g)
Tumbukan antara molekul hidrogen (A)
dengan iodin (B) dan membentuk molekul HI(AB).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
adalah:
a. Konsentrasi
Larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat)
mengandung partikel yang lebih rapat, jika
19
dibandingkan dengan larutan encer. Semakin
tinggi konsentrasi berarti semakin banyak
molekul-molekul dalam setiap satuan luas
ruangan, akibatnya tumbukan antar molekul makin
sering terjadi dan reaksi berlangsung semakin
cepat.
b. Suhu
Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya
suhu, energi gerak (kinetik) partikel ikut
meningkat sehingga makin banyak partikel yang
memiliki energi kinetik di atas harga energi
aktivasi (Ea).
Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah jika
suhunya berubah. Berdasarkan hasil percobaan,
laju reaksi akan menjadi 2 kali lebih besar
untuk setiap kenaikan suhu 10oC.
c. Luas Permukaan Bidang Sentuh
Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan
bertumbukan. Pada pencampuran reaktan yang
terdiri dari dua fasa atau lebih, tumbukan
20
berlangsung pada bagian permukaan zat. Padatan
berbentuk serbuk halus memiliki luas permukaan
bidang sentuh yang lebih besar daripada padatan
berbentuk lempeng atau butiran. Semakin luas
permukaan partikel, maka frekuensi tumbukan
kemungkinan akan semakin tinggi sehingga reaksi
dapat berlangsung lebih cepat.
d. Katalisator
Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju
reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia
secara permanen, sehingga pada akhir reaksi zat
tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis
mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga
energi aktivasi (Ea). Katalisis adalah
peristiwa peningkatan laju reaksi sebagai
akibat penambahan suatu katalis. Meskipun
katalis menurunkan energi aktivasi reaksi,
tetapi ia tidak mempengaruhi perbedaan energi
antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain,
21
penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi
reaksi.
Tabel 2.
Hubungan faktor-faktor yang mempercepat laju reaksi
dengan teori tumbukan
Fakta Uraian Teori
Peningkatan konsentrasi
pereaksi dapat
mempercepat laju reaksi.
Peningkatan konsentrasi
berarti jumlah partikel
akan bertambah pada
volume tersebut dan
menyebabkan tumbukan
antar partikel lebih
22
sering terjadi. Banyaknya
tumbukan memungkinkan
tumbukan yang berhasil
akan bertambah sehingga
laju reaksi meningkat.
Peningkatan suhu dapat
mempercepat laju reaksi.
Suhu suatu sistem adalah
ukuran dari rata-rata
energi kinetik dari
partikel-partikel pada
sistem tersebut. Jika
suhu naik maka energi
kinetik partikel-partikel
akan bertambah, sehingga
kemungkinan terjadi
tumbukan yang berhasil
akan bertambah dan laju
reaksi meningkat.
Penambahan luas
permukaan bidang sentuh
akan mempercepat laju
Makin besar luas
permukaan, menyebabkan
tumbukan makin banyak,
23
reaksi. karena makin banyak
bagian permukaan yang
bersentuhan sehingga laju
reaksi makin cepat.
Katalis dapat
mempercepat reaksi.
Katalis dapat menurunkan
energi aktivasi (Ea),
sehingga dengan energi
yang sama jumlah tumbukan
yang berhasil lebih
banyak sehingga laju
reaksi makin cepat.
Sumber: Lewis, Thinking Chemistry
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kajian pustaka yang telah
diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut: penggunaan model Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar
laju reaksi siswa kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta.
24
H. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar kimia dalam pembelajaran
materi laju reaksi dengan menggunakan model Problem
Based Learning (PBL). Tujuan khusus penelitian ini
adalah untuk:
1.Mengetahui motivasi siswa dalam pembelajaran kimia
materi laju reaksi menggunakan model Problem Based
Learning (PBL).
2.Mengetahui hasil belajar siswa pada aspek sikap,
pengetahuan dan keterampilan untuk materi laju
reaksi dengan menggunakan model Problem Based Learning
(PBL).
I. KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat antara lain:
1. Bagi Siswa, dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar kimia pada pokok bahasan Laju Reaksi.
25
2. Bagi Peneliti, penelitian ini akan menambah
wawasan dan pengalaman yang berharga dalam
melakukan penelitian tindakan kelas dengan model
Problem Based Learning (PBL) serta dapat menumbuhkan
keterampilan dan motivasi dalam melaksanakan
pembelajaran kimia dengan lebih baik lagi.
3. Bagi Pendidik/Guru, sebagai input dalam mengelola
dan meningkatkan model pembelajaran kimia
berkualitas.
4. Bagi sekolah SMA N 9 Yogyakarta, pembelajaran
kimia dengan model Problem Based Learning (PBL) dapat
menjadi rujukan untuk pembelajaran semua mata
pelajaran.
J. METODE PENELITIAN
1.Subyek dan obyek penelitian
26
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI
IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta. Obyek penelitian ini
adalah peningkatan motivasi dan hasil belajar
siswa materi pokok laju reaksi.
2.Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 9
Yogyakarta pada semester ganjil bulan Agustus
sampai September 2014 dengan menyesuaikan jam
pelajaran kimia kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta.
3.Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif.
Penelitian tindakan dilakukan secara bersama
antara pihak yang melakukan tindakan yakni guru
peneliti dan pihak yang mengamati proses jalannya
tindakan yakni observer. Penelitian ini lebih
ideal karena pada pelaksanaan penilaian tindakan
tidak dinilai oleh peneliti sendiri, akan tetapi
dinilai oleh observer dari teman sejawat, guru
pamong dan dosen pembimbing.
27
Secara garis besar terdapat empat tahapan
dalam penelitian tindakan kelas, yakni (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan
(4) refleksi (Suharsimi Arikunto, 2009:17). Adapun
tahapan penelitian tindakan kelas yang akan
dilakukan dirancang sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus Penelitian
28
Dalam penelitian ini dilakukan 2 siklus,
sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, yakni
4 jam pelajaran untuk pokok bahasan faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi.
4.Prosedur penelitian
a. Tahapan penelitian siklus I
1).Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran,
media pembelajaran, lembar kerja siswa, dan
instrumen penelitian. Adapun perangkat
pembelajaran dan instrumen penelitian
terdapat dalam lampiran.
2).Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I
dilakukan dalam 1 kali pertemuan. Awal
pertemuan siswa diberikan angket motivasi.
Pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti
menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
Siswa belajar materi kimia laju reaksi yaitu
29
tentang pengaruh faktor konsentrasi dan
katalis. Proses pembelajaran dilakukan sesuai
dengan jadwal pelajaran kimia kelas XI IPA.
Setelah pembelajaran selesai siswa diberikan
soal post-tes.
3).Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama proses
pembelajaran dengan menggunakan instrumen
penelitian oleh observer. Instrumen penelitian
ini digunakan untuk mengamati aktivitas guru
dan siswa selama proses pembelajaran.
Observer mencatat kejadian-kejadian dengan
membuat catatan lapangan. Hasil observasi
digunakan untuk melakukan refleksi yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan
perencanaan siklus II.
4).Refleksi
Pada tahap ini peneliti dan observer
melakukan evaluasi dari pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I sebagai bahan
30
pertimbangan untuk memperbaiki perencanaan
proses pembelajaran pada siklus II.
b. Tahapan penelitian siklus II
1) Perencanaan
Perencanaan siklus II dilakukan setelah
tahapan pada siklus I selesai. Rencana
tindakan siklus II dimaksudkan untuk
memperbaiki proses pembelajaran pada siklus
I. Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran,
media pembelajaran, lembar kerja siswa, dan
instrumen penelitian untuk pembelajaran
siklus II. Adapun perangkat pembelajaran dan
instrumen penelitian terdapat dalam lampiran.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II
dilakukan dalam 1 kali pertemuan. Tahap
tindakan dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL)
untuk faktor suhu dan luas permukaan bidang
31
sentuh. Proses pembelajaran dilakukan sesuai
dengan jadwal pelajaran kimia kelas XI IPA.
Setelah pembelajaran selesai, siswa diberikan
angket motivasi kemudian dilanjutkan dengan
soal post-tes.
3)Pengamatan
Pengamatan selama proses pembelajaran
pada siklus II sama dengan pengamatan pada
siklus I yaitu menggunakan instrumen
penelitian oleh observer. Instrumen penelitian
ini digunakan untuk mengamati aktivitas guru
dan siswa selama proses pembelajaran. Observer
mencatat kejadian-kejadian dengan membuat
catatan lapangan. Hasil observasi digunakan
untuk melakukan refleksi.
4)Refleksi
Pada tahap ini peneliti dan observer
melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II untuk memperoleh kesimpulan
32
dan saran untuk penelitian yang telah
dilakukan.
5.Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah lembar evaluasi post-tes. Dalam
penelitian ini soal post-tes digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan
model Problem Based Learning (PBL). Siswa dinyatakan
berhasil belajar jika memperoleh nilai post-tes
pada siklus I dan II di atas nilai KKM. Hasil
belajar siswa dinyatakan meningkat apabila nilai
post-tes siklus II lebih besar dari nilai post-tes
siklus I.
Pos-tes dilakukan dua kali yaitu setelah
pembelajaran siklus I dan setelah pembelajaran
siklus II. Soal tes berupa soal esay tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
33
6.Metode pengumpulan data
a. Metode tes
Dalam penelitian ini digunakan tes evaluasi
belajar berupa post-test untuk mengetahui
tingkat ketuntasan belajar siswa terhadap materi
yang disampaikan.
b. Analisis data
Dalam penelitian ini data yang dianalisis
adalah data hasil belajar siswa pada subtopik
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Data hasil belajar dianalisis dengan menghitung
persentase siswa yang mempunyai nilai di atas
KKM. Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah sebanyak 70% siswa mempunyai nilai hasil
belajar di atas KKM.
K. JADWAL PENELITIAN
34
No Jenis Kegiatan Ju
ni
Juli September Oktober
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
11
.
12
.
13
.
Identifikasi
masalah
Pengajuan judul
Pengajuan proposal
Penyempurnaan
proposal
Perencanaan
penelitian
Observasi
Pelaksanaan siklus
I
Refleksi siklus I
Mengolah data
Pelaksanaan siklus
II
Refleksi siklus II
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √
35
No Jenis Kegiatan Ju
ni
Juli September Oktober
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Mengolah data
Menyusun laporan
PTK
L. DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar
Hamzah B. Uno. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya:
Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Nana Sutresna. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk kelas XI.
Bandung: Grafindo Media Pratama
Oemar Hamalik. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara
Oemar Hamalik. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-
Progresif. Jakarta: Kencana
36
Unggul Sudarmo.2013.Kimia untuk SMA Kelas XI.Jakarta :
Erlangga
M. PERSONALIA PENELITIAN
Personalia dalam penelitian ini adalah 1
orang peneliti dan 3 orang observer, berikut
identitas peneliti dan observer:
1. Peneliti
a. Nama Lengkap dan
Gelar
b. Jenis Kelamin
c. Jabatan Fungsional
d. Nama Sekolah Tempat
Penelitian
: Rifathul Mualisah,
S.Pd
: Perempuan
: Guru
: SMAN 9 Yogyakarta
2. Observer I
a. Nama Lengkap dan
Gelar
b. Jenis Kelamin
: Muhammad Afriawan,
S.Pd
: Laki-laki
37
c. Jabatan Fungsional
d. Nama Sekolah Tempat
Penelitian
: Guru
: SMAN 9 Yogyakarta
3. Observer 2
a. Nama Lengkap dan
Gelar
b. Jenis Kelamin
c. Pangkat dan Golongan
dan NIP
d. Jabatan Fungsional
e. Jabatan Struktural
f. Nama Sekolah Tempat
Penelitian
: Sunarimah, S.Pd
: Perempuan
: 19671104 199001 2 002
: Guru pamong
:
: SMAN 9 Yogyakarta
N. LAMPIRAN
1.Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I
2.LKS siklus I
3.Lembar observasi I dan II
38