23
Reaksi Hipersensitivitas Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas. Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity. Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya. REAKSI HIPERSENTIVITAS TIPE I Sel mast dan basofil pertama kali dikemukakan oleh Paul Ehrlich lebih dari 100 tahun yang lalu. Sel ini mempunyai gambaran granula sitoplasma yang mencolok. Pada saat itu sel mast

Reaksi Hipersensitivitas

Embed Size (px)

Citation preview

Reaksi Hipersensitivitas

Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupunselular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T.Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaanimunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas.

Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi,tipe III hipersensitif

yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masihada satu tipe lagi yang disebut sentivitas tipe Vatau stimulatory hipersensitivity.

Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya.

  REAKSI HIPERSENTIVITAS TIPE I Sel mast dan basofil

pertama kali dikemukakan oleh Paul Ehrlich lebih dari 100 tahun yang lalu.Sel ini mempunyai gambaran granula sitoplasma yang mencolok.Pada saat itu sel mast

dan basofil belum diketahui fungsinya. Beberapa waktu kemudian baru diketahui bahwa sel-sel ini mempunyai peran penting pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi tipe I) melalui mediator yang dikandungnya, yaitu histamin dan zat peradangan lainnya.

Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi menjadi reaksi anafilaktik (tipe Ia) danreaksi anafilaktoid (tipeIb). Untuk terjadinya suatu reaksi selular yangberangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan interaksi antara IgE spesifik yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast atau basofil dengan alergen yang bersangkutan.

Proses aktivasi sel mast terjadi bila IgE atau reseptor spesifik yang lain pada permukaan sel mengikat anafilatoksin, antigen lengkap atau

kompleks kovalen hapten-protein. Proses aktivasi ini akan membebaskan berbagai mediator peradangan yang menimbulkan gejala alergipada penderita, misalnya reaksi anafilaktik terhadap penisilin atau gejala rinitis alergik akibat reaksi serbuk bunga.

Reaksi anafilaktoid terjadi melalui degranulasi sel mast ataubasofil tanpa peran IgE. Sebagai contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat kontras atau akibat anafilatoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi komplemen (lihatbab mengenai komplemen).

Eosinofil berperan secaratidak langsung pada reaksi hipersensitivitas tipe I melalui faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A = eosinophil chemotactic factor ofanaphylaxis). Zat ini merupakan salah satu daripreformed mediators yaitu

mediator yang sudah ada dalam granula sel mast selain histamin dan faktor kemotaktik neutrofil (NCF = neutrophil chemotactic factor). Mediator yang terbentuk kemudian merupakan metabolit asam arakidonat akibat degranulasi sel mast yangberperan pada reaksi tipeI.

Menurut jarak waktu timbulnya, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase cepat dan fase lambat.

Reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat  Reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat biasanya terjadi beberapa menit setelah pajananantigen yang sesuai. Reaksi ini dapat bertahan dalam beberapa jam walaupun tanpa kontak dengan alergen lagi. Setelah masa refrakter sel mast dan basofil yang berlangsung selama beberapa jam, dapat terjadi resintesis mediator farmakologik reaksi hipersensitivitas, yang kemudian dapat responsif lagi terhadap alergen.

Reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat  Mekanisme terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat ini belum jelas benar diketahui. Ternyata sel mast masih merupakan sel yang menentukan terjadinya reaksi ini seperti terbukti bahwa reaksi alergi tipe lambat jarangterjadi tanpa didahului reaksi alergi fase cepat.Sel mast dapat membebaskan mediator kemotaktik dan sitokin yang menarik sel radang ke tempat terjadinya reaksi alergi. Mediator fase aktif dari sel mast tersebut akan meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan sel radang.

Limfosit mungkin memegangperanan dalam timbulnya reaksi alergi fase lambatdibandingkan dengan sel mast. Limfosit dapat melepaskan histamin releasing factor dan sitokin lainnya

yang akan meningkatkan pelepasan mediator-mediator dari sel mast dan sel lain.

Eosinofil dapat memproduksi protein sitotoksik seperti major basic protein(MBP) afau eosinophil cationic protein (ECP). Makrofag danneutrofil melepas faktor kemotaktik, sitokin, oksigen radikal bebas, serta enzim yang berperandi dalam peradangan. Neutrofil adalah sel yangpertama berada pada infiltrat peradangan setelah reaksi alergi fase cepat dalam keadaan teraktivasi yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan menarik sel lain, terutama eosinofil.

Mediator penyakit alergi (hipersensitivitas tipe I)  Seperti telah diuraikan di atas bahwa mediator dibebaskan bila terjadi interaksi antara antigen dengan IgE spesifik yang terikat pada membran sel mast.

Mediator ini dapat dibagidalam dua kelompok, yaitumediator yang sudah ada dalam granula sel mast (preformed mediator) dan mediator yang terbentuk kemudian (newly formed mediator).  Menurut asalnyamediator ini juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator dari sel mast atau basofil (mediator primer), dan mediator dari sel lain akibat stimulasi oleh mediator primer (mediator sekunder).  

 

Mediator yang sudah ada dalam granula sel mastTerdapat 3 jenis mediator yangpenting yaitu histamin, eosinophil chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemoctatic factor (NCF).1. HistaminHistamin dibentuk dari asam amino histidin dengan perantaraan enzim histidin dekarboksilase. Setelah dibebaskan, histamin dengan

cepat dipecah secara enzimatikserta berada dalam jumlah kecil dalam cairan jaringan dan plasma. Kadar normal dalamplasma adalah kurang dari 1 ng/μL akan tetapi dapat meningkat sampai 1-2 ng/μL setelah uji provokasi dengan alergen. Gejala yang timbul akibat histamin dapat terjadi dalam beberapa menit berupa rangsangan terhadap reseptor saraf iritan, kontraksi otot polos, serta peningkatan permeabilitas vaskular.

Manifestasi klinis pada berbagai organ tubuh bervariasi. Pada hidung timbulrasa gatal, hipersekresi dan tersumbat. Histamin yang diberikan secara inhalasi dapat menimbulkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Gejala kulit adalah reaksi gatal berupa wheal and flare, dan pada saluran cerna adalah hipersekresi asam lambung, kejang usus, dan diare. Histamin mempunyai peran kecilpada asma, karena itu antihistamin hanya dapat mencegah sebagian gejala

alergi pada mata, hidung dan kulit, tetapi tidak pada bronkus.Kadar histamin yang meninggi dalam plasma dapat menimbulkangejala sistemik berat (anafilaksis). Histamin mempunyai peranan penting padareaksi fase awal setelah kontak dengan alergen (terutama pada mata, hidung dan kulit). Pada reaksi fase lambat, histamin membantu timbulnya reaksi inflamasi dengan cara memudahkan migrasiimunoglobulin dan sel peradangan ke jaringan. Fungsiini mungkin bermanfaat pada keadaan infeksi. Fungsi histamin dalam keadaan normal saat ini belum banyak diketahui kecuali fungsi pada sekresi lambung. Diduga histamin mempunyai peran dalamregulasi tonus mikrovaskular. Melalui reseptor H2 diperkirakan histamin juga mempunyai efek modulasi respons beberapa sel termasuk limfosit.

 2. Faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A)

Mediator ini mempunyai efek mengumpulkan dan menahan eosinofil di tempat reaksi radang yang diperan oleh IgE (alergi). ECF-A merupakan tetrapeptida yang sudah terbentuk dan tersedia dalam granulasi sel mast dan akan segera dibebaskan pada waktu degranulasi (pada basofil segera dibentuk setelah kontakdengan alergen).

Mediator lain yang juga bersifat kemotaktik untuk eosinofil ialah leukotrien LTB4 yang terdapat dalam beberapa hari. Walaupun eosinofilia merupakan hal yangkhas pada penyakit alergi, tetapi tidak selalu patognomonik untuk keterlibatan sel mast atau basofil karena ECF-A dapat juga dibebaskan dari sel yang tidak mengikat IgE.

3. Faktor kemotaktik neutrofil(NCF)NCF (neutrophyl chemotactic factor) dapat ditemukan pada supernatan fragmen paru manusia setelah provokasi dengan alergen tertentu. Keadaan ini terjadi dalam

beberapa menit dalam sirkulasipenderita asma setelah provokasi inhalasi dengan alergen atau setelah timbulnyaurtikaria fisik (dingin, panasatau sinar matahari). Oleh karena mediator ini terbentuk dengan cepat maka diduga ia merupakan mediator primer. Mediator tersebut mungkin pulaberperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat yang akan menyebabkan banyaknya neutrofil di tempat reaksi. Leukotrien LTB4 juga bersifat kemotaktik terhadap neutrofil.Mediator yang terbentuk kemudianMediator yang terbentuk kemudian terdiri dari hasil metabolisme asam arakidonat, faktor aktivasi trombosit, serotonin, dan lain-lain. Metabolisme asam arakidonat terdiri dari jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang masing-masing akan mengeluarkan produk yang berperan sebagai mediator bagi berbagai proses inflamasi (lihat Gambar 12-3).

1. Produk siklooksigenase

Pertubasi membran sel pada hampir semua sel berinti akan menginduksi pembentukan satu atau lebih produk siklooksigenase yaitu prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2) serta tromboksan A2 (TxA2).

Tiap sel mempunyai produk spesifik yang berbeda. Sel mast manusia misalnya membentuk PGD2 dan TxA2 yang menyebabkan kontraksi otot polos, dan TxA2 juga dapat mengaktivasi trombosit. Prostaglandin juga dibentuk oleh sel yang berkumpul di mukosa bronkus selama reaksi alergi fase lambat (neutrofil,makrofag, dan limfosit).

Prostaglandin E mempunyai efekdilatasi bronkus, tetapi tidakdipakai sebagai obat bronkodilator karena mempunyaiefek iritasi lokal. Prostaglandin F (PGF2) dapat menimbulkan kontraksi otot polos bronkus dan usus serta meningkatkan permeabilitas vaskular. Kecuali PGD2, prostaglandin serta TxA2 berperan terutama sebagai mediator sekunder yang mungkin

menunjang terjadinya reaksi peradangan, akan tetapi peranan yang pasti dalam reaksi peradangan pada alergi belum diketahui.

2. Produk lipoksigenaseLeukotrien merupakan produk jalur lipoksigenase. Leukotrien LTE4 adalah zat yang membentuk slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A). Leukotrien LTB4 merupakan kemotaktik untuk eosinofil danneutrofil, sedangkan LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah zat yang dinamakan SRS-A. Sel mast manusia banyak menghasilkan produk lipoksigenase serta merupakan sumber hampir semua SRS-A yang dibebaskan dari jaringan paru yang tersensitisasi.‘Slow reacting substance of anaphylaxis’Secara in vitro mediator ini mempunyai onset lebih lambat dengan masa kerja lebih lama dibandingkan dengan histamin, dan tampaknya hanya didapatkansedikit perbedaan antara keduajenis mediator tersebut. Mediator SRS-A dianggap mempunyai peran yang lebih

penting dari histamin dalam terjadinya asma. Mediator ini mempunyai efek bronkokonstriksi 1000 kali dari histamin. Selain itu SRS-A juga meningkatkan permeabilitas kapiler serta merangsang sekresi mukus. Secara kimiawi, SRS-A ini terdiri dari 3 leukotrien hasil metabolisme asam arakidonat, yaitu LTC4, LTD4, serta LTE4.

 Faktor aktivasi trombosit (PAF = ‘Platelet activating factor’)Mediator ini pertama kali ditemukan pada kelinci dan selanjutnya pada manusia. PAF dapat menggumpalkan trombosit serta mengaktivasi pelepasan serotonin dari trombosit. Selain itu PAF juga menimbulkan kontraksi otot polos bronkus serta peningkatan permeabilitas vaskular. Aktivasi trombosit pada manusia terjadi pada reaksi yang diperan oleh IgE.

SerotoninSekitar 90% serotonin tubuh (5-hidroksi triptamin) terdapat di mukosa saluran

cerna. Serotonin ditemukan pada sel mast binatang tetapi tidak pada sel mast manusia. Dalam reaksi alergi pada manusia, serotonin merupakan mediator sekunder yang dilepaskan oleh trombosit melalui aktivasi produk sel mast yaitu PAF dan TxA2. Serotonin dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.

SITOKIN DALAM REGULASI REAKSI ALERGISelain mediator yang telah disebutkan tadi, sel mast jugamerupakan sumber beberapa sitokin yang mempengaruhi sel yang berperan pada reaksi alergi.

Pada individu yang cenderung untuk alergi, paparan terhadapbeberapa antigen menyebabkan aktivasi sel Th2 dan produksi IgE (lihat Gambar 12-4). Individu normal tidak mempunyai respons Th2 yang kuat terhadap sebagian besar antigen asing. Ketika beberapaindividu terpapar antigen seperti protein pada serbuk sari (pollen), makanan tertentu, racun pada serangga,kutu binatang, atau obat

tertentu misalnya penisilin, respons sel T yang dominan adalah pembentukan sel Th2. Individu yang atopik dapat alergi terhadap satu atau lebih antigen di atas. Hipersensitivitas tipe cepat terjadi sebagai akibat dari aktivasi sel Th2 yang berespons terhadap antigen protein atau zat kimia yang terikat pada protein. Antigen yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi alergik) sering disebut sebagai alergen.Interleukin (IL)-4 dan IL-13, yaitu sebagian dari sitokin yang disekresi oleh sel Th2, akan menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigenasing untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi IgE. Olehsebab itu, individu yang atopik akan memproduksi IgE dalam jumlah besar sebagai respons terhadap antigen yang tidak akan menimbulkan responsIgE pada sebagian besar orang.Kecenderungan ini mempunyai dasar genetika yang kuat dengan banyak gen yang berperan.

Reaksi peradangan alergi telahdiketahui dikoordinasi oleh subset limfosit T4 yaitu Th2. Limfosit ini memproduksi IL-3,IL-4, IL-5, IL-6, TNFα, serta GM-CSF tetapi tidak memproduksi IL-2 atau INF (diproduksi oleh sel Th1). Alergen diproses oleh makrofag(APC) yang mensintesis IL-1. Zat ini merangsang dan mengaktivasi sel limfosit T yang kemudian memproduksi IL-2yang merangsang sel T4 untuk memproduksi interleukin lainnya. Ternyata sitokin yangsama juga diproduksi oleh sel mast sehingga dapat diduga bahwa sel mast juga mempunyai peran sentral yang sama dalam reaksi alergi. Produksi interleukin diperkirakan  dapat  langsung  dari  sel  mast  atau  dari  sel  lain akibat stimulasi oleh mediatorsel mast. Interleukin-4 tampaknya merupakan stimulus utama dalam aktivasi sintesis IgE oleh sel limfosit B. Pada saat yang sama IL-4 meningkatkan ekspresi reseptorFcε (FcRII) pada sel limfosit B. Interleukin-4 ini pertama kali disebut faktor stimulasi

sel B (BSF = B cell stimulating factor). Aktivasi oleh IL4 ini diperkuat oleh IL-5, IL-6, danTNFα, tetapi dihambat oleh IFNα, IFNγ, TGFβ, PGE2, dan IL-I0  Dalam reaksi alergi fase cepat, IL-3, IL-5, GM-CSF, TNFdan INF terbukti dapat menginduksi atau meningkatkan pelepasan histamin melalui interaksi IgE- alergen pada sel basofil manusia (lihat Gambar 12-6).  Sitokin  lain  yang  mempunyai aktivitas samapada sel mast ialah MCAF (monocyte chemotactic and activating factor)dan RANTES (regulated upon activation normal T expressed and presumably secreted). Demikian juga SCF (stem cell factor) yaitu suatu sitokin yang melekat pada reseptor di sel mast yangdisebut C-kit, dapat menginduksi pembebebasan histamin dari sel mast baik dengan atau tanpa melalui stimulasi antigen (lihat Gambar 12-7).Pada reaksi alergi fase lambat, IL-3 dan GM-CSF tidak hanya menarik dan mengaktivasieosinofil tetapi juga basofil dan efek kemotaktik sitokin

ini lebih nyata dibandingkan dengan komplemen C5a, LTB4 danPAF.

Mekanisme lain sitokin berperan pula dalam menunjang terjadinya reaksi peradangan pada alergi. GM-CSF, IL-l, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IFN, TNF,NGF (nerve growth factor)serta SCFberperan dalam pertumbuhan, proliferasi, pertahanan hidup dan diferensiasi limfosit, eosinofil, basofil, sel mast, makrofag atau monosit. Pada saat aktivasi, sel-sel ini ditarik ke arah jaringan yang mengalami peradangan dalam reaksi antigen-antibodi yang ditingkatkan oleh IL-2, IL-5, GM-CSF, dan EAF (eosinophil activating factor).Keadaan ini lebih terlihat pada biakan eosinofil manusia dengan GM-CSF bersama fibroblast. Pada percobaan ini eosinofil menjadi hipodens dan dapat membebaskan lebih banyak LTC4 bila diaktivasi oleh stimulus seperti fMLP (formil metionil leukosil fenilalanin).PENYAKIT OLEH ANTIBODI DAN KOMPLEKS ANTIGEN-ANTIBODI

(REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPEII DAN III) Antibodi, selain IgE,

mungkin menyebabkan penyakit dengan berikatanpada target antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan (reaksihipersensitivitas tipe II) atau dengan membentukkompleks imun yang mengendap di pembuluh darah (reaksi hipersensitivitas tipe III)

Penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi (antibody-mediated)merupakan bentuk yang umum dari penyakit imun yang kronis pada manusia. Antibodi terhadap sel atau permukaan luar sel dapat mengendap pada berbagai jaringan yang sesuai dengan target antigen. Penyakit yang disebabkan reaksi antibodi ini biasanya spesifik untuk jaringan tertentu. Kompleks imun biasanya mengendap di pembuluh

darah pada tempat turbulansi (cabang dari pembuluh darah) atau tekanan tinggi (glomerulus ginjal dan sinovium). Oleh karena itu, penyakit kompleks imun cenderung merupakan suatu penyakit sistemis yang bermanifestasi sebagai vaskulitis, artritis dan nefritis.

Sindrom klinik dan pengobatanBeberapa kelainan hipersensivitas kronik pada manusia disebabkan atau berhubungan dengan autoantibodi terhadap antigen jaringan kompleks imun. Tatalaksana dan pengobatan ditujukan terutama untuk mengurangi atau menghambat proses inflamasi dan kerusakanjaringan yang diakibatkannya dengan menggunakan kortikosteroid. Pada kasus yang berat, digunakan plasmapheresis untuk mengurangi  kadar autoantibodiatau kompleks imun yang beredar dalam darah.

Penyakit oleh autoantibodi terhadap antigen jaringan

Penyakit Antigen target

Mekanisme

Anemia hemolitik autoimun 

Protein membran eritrosit (antigen golongan darah Rh)

Opsonisasi dan fagositosis eritrosit

Purpura trombositopenia autoimun (idiopatik) 

Protein membran platelet (gpIIb:integrin IIIa)

Opsonisasi dan fagositosis platelet

Pemfigus vulgaris

Protein pada hubungan interseluler pada sel epidermal(epidemal cadherin) 

Aktivasiproteasediperantarai antibodi, gangguanadhesi interseluler

Sindrom Goodpasture

Protein non-kolagen pada membran dasarglomerulus ginjal dan alveolus paru 

Inflamasi yang diperantarai komplemen dan reseptorFc

Demam reumatik akut

Antigen dinding sel streptokokus,antibodi bereaksi silang denganantigen miokardium 

Inflamasi, aktivasimakrofag

Artritis, miokarditis

Miastenia gravis

Reseptor asetilkolin

Antibodimenghambat ikatan asetilkolin, modulasireseptor 

Kelemahan otot, paralisis

Penyakit Graves

Reseptor hormon TSH

Stimulasi reseptorTSH diperantarai antibodi 

Hipertiroidisme

Anemia pernisiosa

Faktor intrinsik dari sel parietal gaster

Netralisasi faktor intrinsik, penurunan absorpsivitamin B12

Eritropoesis abnormal, anemia

(Dikutip dengan modifikasi dari dari Abbas AK, Lichtman AH, 2004) Penyakit oleh kompleks imunPenyakit Spesifitas

antibodiMekanisme

Lupus eritematosussistemik

DNA, nukleoprotein

Inflamasi diperantarai komplemen dan reseptor Fc 

Poliarteritis nodosa

Antigen permukaan virus hepatitis B

Inflamasi diperantarai komplemen dan reseptor Fc 

Glomreulonefirtis post-streptokokus

Antigen dinding sel streptokokus

Inflamasi diperantarai komplemen dan reseptor Fc

(Dikutip dengan modifikasi dari dari Abbas AK, Lichtman AH, 2004)Point of interest Antibodi terhadap antigen

sel dan jaringan dapat

menyebabkan kerusakan jaringan dan penyakit (reaksi hipersensitivitastipe II).  

Antibodi IgG dan IgM yangberikatan pada antigen sel atau jarinagn menstimulasi fagositosis sel-sel tersebut, menyebabkan reaksi inflamasi,  aktivasi komplemen menyebabkan sellisis dan fragmen komplemen dapat menarik sel inflamasi ke tempat terjadinya reaksi, juga dapat mempengaruhi fungsiorgan dengan berikatan pada reseptor sel organ tersebut. 

Antibodi dapat berikatan dengan antigen yang bersirkulasi dan membentuk kompleks  imun,yang kemudian mengendap pada pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan jaringan (reaksi hipersensitivitas tipe III). Kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh pengumpulan lekosit dan reaksi inflamasi. 

  

PENYAKIT OLEH LIMFOSIT T (REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPEIV)Peranan dari limfosit T pada penyakit imunologis pada manusia telah semakin dikenal dan diketahui. Patogenesis dantatalaksana penyakit autoimun pada manusia pada saat ini lebih ditujukan pada kerusakanjaringan yang disebabkan terutama oleh sel limfosit T.

Hampir semua penyakit yang diperantarai T cell disebabkan oleh mekanismeautoimun. Reaksi autoimunbiasanya ditujukan langsung terhadap antigenpada sel yang distribusinya terbatas pada jaringan organ tertentu. Oleh karena itupenyakit T cell mediated cenderung terbatas mengenai organ-organ tertentu dan biasanya tidak bersifat  sistemis. Kerusakan organjuga dapat terjadi menyertai reaksi sel T terhadap reaksi mikroba, misalnya pada tuberculosis, terdapat

reaksi T cell-mediated terhadap M. tuberculosis, dan reaksi tersebut menjadi kronik oleh karena infeksinya sulit dieradikasi. Inflamasi granulomatous yang terjadi mengakibatkan kerusakan jaringan pada tempat infeksi. Pada infeksi virus hepatitis, virusnyasendiri tidak terlalu merusak jaringan, tetapi sel limfosit T sitolitik (CTL) yang bereaksi terhadap hepatosit yang terinfeksi menyebabkan kerusakan jaringan hepar.

Pada penyakit yang diperantarai oleh sel T (Tcell-mediated), kerusakan jaringan dapat disebabkanoleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai oleh sel T CD4+ atau sel lisis oleh CD8+ CTLs

Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan mikroba.

Sel T CD4+ bereaksi terhadap antigen pada selatau jaringan, terjadi sekresi sitokin yang menginduksi inflamasi danmengaktivasi makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan oleh sekresi sitokin dari makrofag dansel-sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+  dapat menghancurkan sel yang berikatan dengan antigen asing. Pada banyak penyakit autoimun yang diperantarai oleh sel T, terdapat sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan keduanya berperan pada kerusakan jaringan.

 

Sindrom klinik dan pengobatanBanyak penyakit autoimun yang organ spesifik pada manusia didasari oleh reaksi yang diperantarai oleh sel T .

Penyakit yang diperantarai selTPenyakit Spesifitas

sel T patogenik

Penyakit pada manusia

Diabetes Antigen sel Spesifisitas

melitus tergantung insulin (tipe I)

islet (insulin, dekarboksilase asam glutamat) 

sel T belum ditegakkan 

NOD, tikus BB,tikus transgenik

Artritis reumatoid

Antigen yangtidak diketahui disinovium sendi 

Spesifisitassel T dan peran antibodi belum ditegakkan 

Artritis diinduksikolagen

Ensefalomielitis alergi eksperimental

Protein mielin dasar, protein proteolipid 

Postulat : sklerosis multipel

Induksi oleh imunisasidengan antigen mielin SSP; tikus transgenik

Penyakit inflamasi usus

Tidak diketahui, peran mikroba intestinal

Spesifisitassel T belum ditegakkan

Induksi oleh rusaknya gen IL-2 atau IL-10 atau kurangnyaregulatorsel T

(Dikutip dengan modifikasi dari dari Abbas AK, Lichtman AH, 2004)DAFTAR PUSTAKA

1. Stiehm ER. Immunologic disorders in infants andchildren. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders, 1989.

2. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Disease caused by humoral and cell-mediated immune reactions. Dalam: Cellular and molecular immunology. Philadelphia: WB Saunders, 1991; 353-76.

3. Bellanti JA. Mechanism of tissue injury produced by immunologic reactions. Dalam: Bellanti JA, penyunting.Immunology III. Philadelphia: WB Saunders, 1985; 218-60.

4. Roitt IM. Essential immunology; edisi ke-6. Oxford: Blackwell Scioentific, 1988; 233-67.

5. Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders, 2004.

 

Lo 4 penyakit paru

1. Penyakit Agroindustri

Antrakosis Penyakit antrakosis adalah penyakit saluranpernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambangbatubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerjaboiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar

batubara. Masa inkubasipenyakit ini antara 2 –4 tahun. Seperti halnyapenyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya,penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debubatubara terkadang jugaterdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis adatiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan

relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinyakematian. Kalau terjadiemphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali darisumber penyebabnya. Sedangkan penyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, sertajuga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru. 

PneumokoniosisPneumokoniosis adalahpenyakit saluranpernafasan yangdisebabkan oleh adanyapartikel (debu) yangmasuk atau mengendap didalam paru-paru.Penyakit pneumoconiosisbanyak jenisnya,tergantung dari jenispartikel yang masuk keparu-paru. Beberapajenis pneumoconiosisyang banyak dijumpaiantara lain slikosis,asbesitosis, bisinosisdan berilosis.

SilikosisPenyakit Silikosisdisebabkan olehpencemaran debu silikabebas, berupa SiO2,yang terhisap masuk kedalam paru-paru dankemudian mengendap.Debu silika bebas inibanyak terdapat dipabrik besi dan baja,keramik, pengecoranbeton, bengkel yangmengerjakan besi

(mengikir, menggerinda,dll). Selain dari itu,debu silika juka banyakterdapat di tempat ditempat penampang bijihbesi, timah putih dantambang batubara.Pemakaian batubarasebagai bahan bakarjuga banyakmenghasilkan debusilika bebas SiO2. Padasaat dibakar, debusilika akan keluar danterdispersi ke udarabersama – sama denganpartikel lainnya,seperti debu alumina,oksida besi dan karbondalam bentuk abu.Debu silika yang masukke dalam paru-paru akanmengalami masa inkubasisekitar 2 sampai 4tahun. Masa inkubasiini akan lebih pendek,atau gejala penyakitsilicosis akan segeratampak, apabilakonsentrasi silika diudara cukup tinggi danterhisap ke paru-parudalam jumlah banyak.Penyakit silicosis

ditandai dengan sesaknafas yang disertaibatuk-batuk. Batuk iniseringkali tidakdisertai dengan dahak.Pada silicosis tingkahsedang, gejala sesaknafas yang disertaiterlihat dan padapemeriksaan fototorakskelainan paru-parunyamudah sekali diamati.Bila penyakit silicosissudah berat maka sesaknafas akan semakinparah dan kemudiandiikuti denganhipertropi jantungsebelah kanan yang akanmengakibatkan kegagalankerja jantung.Tempat kerja yangpotensial untuktercemari oleh debusilika perlumendapatkan pengawasankeselamatan dankesehatan kerja danlingkungan yang ketatsebab penyakitsilicosis ini belum adaobatnya yang tepat.Tindakan preventiflebih penting dan

berarti dibandingkandengan tindakanpengobatannya. Penyakitsilicosis akan lebihburuk kalau penderitasebelumnya juga sudahmenderita penyakit TBCparu-paru, bronchitis,astma broonchiale danpenyakit saluranpernapasan lainnya.Pengawasan danpemeriksaan kesehatansecara berkala bagipekerja akan sangatmembantu pencegahan danpenanggulanganpenyakit-penyakitakibat kerja. Datakesehatan pekerjasebelum masuk kerja,selama bekerja dansesudah bekerja perludicatat untukpemantulan riwayatpenyakit pekerja kalausewaktu–waktudiperlukan.

TabakosisTabakosis adalahpenyakitbronkhopulmoner yangpenyebabnya debu temba-

kau. Debu dari dauntembakau dapat bebas keudara pada waktupengeringan dauntembakau, pengolahandaun tembakau keringdengan pemotongan,pencampuran tembakauyang telah dirajang danjuga pada pekerjaanpelintingan apabilakondisi lingkungankerja demikian berdebu.Debu tembakaumengandung zat kimiairitan kepada saluranbronkhopulmoner antaralain nikotin; faktorbiologis antara lainjamur serta komponenlainnya. Mekanismeterjadinya penyakitadalah iritasi kimiawiantara lain olehnikotin, infeksi olehjamur dan bakteri, danalergi terhadap zatkimia dari debutembakau dan mikro-organisme. Gejalatabakosis akut adalahdemam, batuk, sesak,dan kelainan asmatis.Lebih lanjut penyakit

berkembang sehinggapekerja yang dihinggapipenyakit tersebutmenderita bronkhitissemula akut kemudiankronis serta pnemoniaatau menjadi aktifnyaproses spesifik TBCparu. Foto rontgen parupada stadium dinipenyakit tidakmemperlihatkankelainan. Uji fungsiparu khususnyakapasitas vital paksa(FEV) dan lebihkarakteristik lagivolume ekspirasi paksadetik pertama (FEV1)menunjukkan penurunannilainya sesuai dengansemakin memburuknyakeadaan sakitpenderita.

BagassosisBagassosis adalah suatupenyakit paru yangdialami oleh parapetani, pekerja pabriktebu, atau pabrikkertas yang terpaparsisa atau debu batangtebu (bagasse).

Penyebabnya adalahjamur Thermophilicactinomycetes sacchari yanghidup subur pada alasbatang tebu. Keduapenyakit ini termasukpneumonitishipersensitif akibatinhalasi debu organis(yakni jerami padi,gandum, dan sisa batangtebu).Gejala muncul 4-8 jamsetelah terpapar,timbul gejala sepertiinfeksi paru akut:Batuk, Sesak nafastanpa mengi, demam,menggigil, diaforesis(berkeringat), malaise,mual, sakit kepala.Tanda yang dapatditemukaan padapemeriksaan fisik ,yaitu takikardia,takipnea, sianosis,ronki basah di basalkedua paru.

BerilosisUdara yang tercemaroleh debu logamberilium, baik yangberupa logam murni,

oksida, sulfat, maupundalam bentukhalogenida, dapatmenyebabkan penyakitsaluran pernapasan yangdisebut beriliosis.Debu logam tersebutdapat menyebabkannasoparingtis,bronchitis danpneumonitis yangditandai dengan gejalasedikit demam, batukkering dan sesak napas.Penyakit beriliosisdapat timbul padapekerja-pekerjaindustri yangmenggunakan logamcampuran berilium,tembaga, pekerja padapabrik fluoresen,pabrik pembuatan tabungradio dan juga padapekerja pengolahanbahan penunjangindustri nuklir. Selain dari itu,pekerja-pekerja yangbanyak menggunakan seng(dalam bentuk silikat)dan juga mangan, dapatjuga menyebabkanpenyakit beriliosis

yang tertunda ataudelayed berryliosisyang disebut jugadengan beriliosiskronis. Efek tertundaini bisa berselang 5tahun setelah berhentimenghirup udara yangtercemar oleh debulogam tersebut. Jadilima tahun setelahpekerja tersebut tidaklagi berada dilingkungan yangmengandung debu logamtersebut, penyakitberiliosis mungkin sajatimbul. Penyakit iniditandai dengan gejalamudah lelah, beratbadan yang menurun dansesak napas. Olehkarena itu pemeriksaankesehatan secaraberkala bagi pekerja-pekerja yang terlibatdengan pekerja yangmenggunakan logamtersebut perludilaksanakan terusmenerus.

Bissinosis

Penyakit Bisinosisadalah penyakitpneumoconiosis yangdisebabkan olehpencemaran debu napasatau serat kapas diudara yang kemudianterhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atauserat kapas ini banyakdijumpai pada pabrikpemintalan kapas,pabrik tekstil,perusahaan danpergudangan kapas sertapabrik atau bekerjalain yang menggunakankapas atau tekstil;seperti tempatpembuatan kasur,pembuatan jok kursi danlain sebagainya.Masa inkubasi penyakitbisinosis cukup lama,yaitu sekitar 5 tahun.Tanda-tanda awalpenyakit bisinosis iniberupa sesak napas,terasa berat pada dada,terutama pada hariSenin (yaitu hari awalkerja pada setiapminggu). Secara psikissetiap hari Senin

bekerja yang menderitapenyakit bisinosismerasakan beban beratpada dada serta sesaknafas. Reaksi alergiakibat adanya kapasyang masuk ke dalamsaluran pernapasan jugamerupakan gejala awalbisinosis. Padabisinosis yang sudahlanjut atau berat,penyakit tersebutbiasanya juga diikutidengan penyakitbronchitis kronis danmungkin juga disertaidengan emphysema.

AsbestosisPenyakit Asbestosisadalah penyakit akibatkerja yang disebabkanoleh debu atau seratasbes yang mencemariudara. Asbes adalahcampuran dari berbagaimacam silikat, namunyang paling utamaadalah Magnesiumsilikat. Debu asbesbanyak dijumpai padapabrik dan industriyang menggunakan asbes,

pabrik pemintalan seratasbes, pabrik beratapasbes dan lainsebagainya.Debu asbes yangterhirup masuk ke dalamparu-paru akanmengakibatkan gejalasesak napas dan batuk-batuk yang disertaidengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanyaakan tampakmembesar/melebar.Apabila dilakukanpemeriksaan pada dahakmaka akan tampak adanyadebu asbes dalam dahaktersebut. Pemakaianasbes untuk berbagaimacam keperluan kiranyaperlu diikuti dengankesadaran akankeselamatan dankesehatan lingkunganagar jangan sampaimengakibatkanasbestosis ini.