84
RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke- Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/Tanggal Pukul Tern pat Ketua Rapat Sekretaris A car a Had i r TENTANG BUDIDAY A TANAMAN 1991/1992 III. 13 (tigabelas) Rapat Kerja Terbuka Selasa, 3 Maret 1992 09.00WIB. Ruang Rapat Komisi IV (KKJV) Gedung DPR-RI Jalan Jenderal Gatot Soebroto Jakarta Ir. Abdurachman Rangkuti. Taqwim, S.H. Pembahasan Tingkat III Rancangan Undang-undang tentang Budidaya Tana.man. l. Anggota Komisi IV DPR-RI - 34 dari 44 orang Anggota. 2. Pemerintah: Menteri Pertanian. Jajaran Departemen Pertanian. I. PIMPINAN KOMISI IV : l. Ir. Abdurachman Rangkuti, 2. H.A. Poerwosasmito, 3. Sutahan M. 4. H. Imam Churrnen, 5. Ir. Anjar Siswojo. II. ANGGOTA KOMIS! IV: 1. Ir. Abdurachman Rangkuti, 2. H.A. Poerwosasmito, 3. Sutahan: M. 4. H. Imam Churrnen, 5. Ir. H. Andjar Siswojo, 6. Jamaris Yoenoes, 337

risalah rap at - DPR RI

Embed Size (px)

Citation preview

RISALAH RAP AT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke-Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/Tanggal Pukul Tern pat

Ketua Rapat Sekretaris A car a

Had i r

TENTANG

BUDIDAY A TANAMAN

1991/1992 III. 13 (tigabelas) Rapat Kerja Terbuka Selasa, 3 Maret 1992 09.00WIB. Ruang Rapat Komisi IV (KKJV) Gedung DPR-RI Jalan Jenderal Gatot Soebroto Jakarta Ir. Abdurachman Rangkuti. Taqwim, S.H. Pembahasan Tingkat III Rancangan Undang-undang tentang Budidaya Tana.man. l. Anggota Komisi IV DPR-RI

- 34 dari 44 orang Anggota. 2. Pemerintah:

Menteri Pertanian. Jajaran Departemen Pertanian.

I. PIMPINAN KOMISI IV :

l. Ir. Abdurachman Rangkuti, 2. H.A. Poerwosasmito, 3. Sutahan M. 4. H. Imam Churrnen, 5. Ir. Anjar Siswojo.

II. ANGGOTA KOMIS! IV:

1. Ir. Abdurachman Rangkuti, 2. H.A. Poerwosasmito, 3. Sutahan: M. 4. H. Imam Churrnen, 5. Ir. H. Andjar Siswojo, 6. Jamaris Yoenoes,

337

· 7. Hardoyo, 8. Warno Hardjo, S.E., -9. H. Mohammad Soelardi Hadisaputro, 10. Ny. Dra. Soekati Marwoto, 11. Drs. Soedarmactji, 12 Drs. Syarif Said Alkadrie; 13. Drs. H. Sofyan Chairul, 14. H.M. Ali Sri Inderadjaja, 15. Obos Syahbandi Purwana 16. Bachtiar, 17. H. Ibrahim Salam, 18. Drs. Imam Soedarwo, 19. Ir. Umbu Mehang Kunda, 20. Ir. S.M. Tampubolov, 21. Ny. Petronella Maria Inacio, 22. Drs. S. Soemiarno, M.A., 23. PHM. Siahaan, 24. Siswadi, 25. R.P. Soebagio 26. F. Soekorahadjo, 27. Dra. Siti Sundari, 28. DP. Soenardi, S.H., 29. Drs. Mardinsyah, 30. K.H. Hamzah Ahmad, 31. H. Muhammad Djafar Siddiq, 32. H. Abdullah Chalil, 33. H.R. Djadja Winatakusumah, 34. H. Mansursyah.

III. PEMERINT AH:

1. Ir. Wardoyo, 2. Nusyirwan Zein, 3. Jufri Djamaluddin, 4. Suhirman, 5. Sudharmadji, 5. A. Halim 7. J. Soenarto, 8. Djunaidi Tossim, 9. Joko Mulyono, 10. Mohammad Musa, 11. Suyadi, 12. Dudung A. Adjid, 13. Chairil A. Basahi, 14. Bambang Suprihadi, 15. M. Yunan Lubis.

KETUA RAPAT (IR. ABDURACHMAN RANGKUTI) .

"8salamu 'alaikum Warakhmatullahi wabar~ tuh. . .

Selamat pagi, ·' . . ,, Dengan izin lbu dan Bapak, setelah melihat secara fisik !hadir sem.ua

Pimpinan dan semua juru bicara Fraksi, kami c~but skorsing rapat kemarin dan rapat kerja dibuka kembali.

Bapak Menteri, Bapak-bapak Eselon I Departemen Pertanian serta staf yang hadir yang kami_ hormati, rekan-rekan Anggota Komisi IV DPR-RI yang terhormat.

Pagi hari ini kita melanjutkan apa-apa yang telah kita capai kemarin, sebagaimana apa yang telah diketahui kemarin kita sepakat untuk me­ngendapkan mengenai esensi Pasal 27, yakni mengenai harga dasar hasil budidaya tanaman tertentu. Kita mencoba untuk membincangkannya, oleh karena rnasalahnya yang utama adanya harapan dari FKP untuk mencoba mempelajari lebih dalam, mencari informasi yang lebih akurat menyangkut esensi yang akan mengatur mengenai harga dasar ini adalah FKP, maka untuk pembicara pertama dari ini kami persilakan FKP.

Silakan.

FKP (DRS. SYARIF SAID ALKADRIE):

Bapak Menteri yang kami hormati.

Bapak-bapak Anggota Komisi IV yang kami hormati, sesuai dengan hasil pembicaraan kita pada hari kemarin di mana kita sepakat Pasal 27 tentang

338

harga dasar dari FKP melihat dari substansi daripada Pasal 27 ini memang cukup mendasar. Oleh karena itu atas petunjuk daripada pimpinan fraksi kami mohon kepada FKP dapat diberikan kesempatan untuk lebih mendalami substansi daripada Pasal 27 ini. Oleh karena itu.kepada Pimpinan kami mohon Pasal 27 ini dapat diberikan kesempatan kepada kami untuk lebih mendalami lagi ~hingga rumusan daripada substansi ini benar-benar sesuai dengan harapan kita bersama. Usulan ini kami maksudkan tidak dalam kaitannya usaha daripada FKP untuk mempermasalahkan Pasal 27 ini sehingga Hdak bisa dilaksanakan, namun demikian tiada lain maksud FKP adalah dalam kaitannya untuk lebih jauh mendalami substansi yang cukup esensial ini. Dengan demikian Pasal 27 ini dapat diberikan kesempatan kepada FKP untuk diendapkan kembali sehingga kami lebih jauh untuk mendalami masa­lah-masalah yang berkaitan dengan Pasal 27 ini.

Demikian Bapak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih dari FKP.

Kembali FKP minta waktu untuk mempelajarai seluk beluk yang me­nyangkut Pasal 27 yakni harga dasar budidaya tanaman tertentu. Kami ten­tunya bukan beri kesempatan atau alternatif lain menanyakan apakah rapat kita ini dapat menyetujui usu! FKP untuk kembali diendapkan lagi, kita melanjutkan yang lain. Apakah dapat disetujui? Atau Pemerintah Pak,;FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua dan Bapak Menteri Pertanian beserta jajarannya; di dalam hal ini kami sangat menghargai atas pendapat FKP untuk lebih mendalami Pasal 27 ini. Oleh karena itu akan menyangkut hajat hidup, kaum petani, kami dapat menyetujui memberikan kesempatan kepada FKP dengan harapan waktunya minta ditentukan.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAP AT:

Baik kami minta FKP sampai kapan nih paling lambatnya.

FKP (DRS. SY ARIF SAID ALKADRIE):

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Yang pertama kami sampaikan terima kasih kepada FPDI dan kaitannya memang kita ketahui bersama bahwa keterbatasan waktu daripada pembahas­an ini, kami upayakan dan kami mintakan pending ini sampai besok.

Terima kasih.

339

KETUA RAPAT:

Bagaimana Pak sampai besok? Maka keputusan kita hari ini kembali menunda pembicaraan essensi

Pasal 17 sampai besok. Dapat disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Mari kita lanjutkan pasal selanjutnya Pasal 30.

FKP (ff.MUHAMMAD ALI SRI INDERADJ AJA):

Smdara Ketua,

Sebelum kita membahas Pasal 30. Masalah Pasal 28 dan Pasal 29, kemarin kami rasa masih ada ketinggalan. Boleh kami sampaikan? untuk interupsi sebelum Pasal 30, yaitu Pasal 28 dan 29 yang kemarin digabungkan menjadi Pasal 29 masih belum dicantumkan streabar heagt-nya (?), karena kemarin baru hanya wajib memenuhi standar. Sehingga perlu adanya pe­nambahan ayat yang menentukan satu larangan atau steabar heagt daripada asal itu, apabila nanti dalam ketentuan hukum pidananya kita tentukan adanya suatu straftbaar.

Namun kalau tidak tercantum dalam pasal ini, karena kita sudah me­mu tuskan hanya empat ayat, itu masih bisa ditaruh pada ketentµan hukurn yaitu yang menyatakan barang siapa melanggar dengan secara lengkap tidak memenuhi Ayat (1) umpamanya dikenakan hukuman sekian. Sedangkan apa yang terdapat RUU hanya dinyatakan- masalah libelisasi yang dikenakan. Padahal sebetulnya menurut pendapat kita apabila juga tidak memenuhi standar atau tidak terjamin efektivitas itu bisa dikenakan satu tindakan dari Pemerintah.

Demikian hal ini yang perlu kami kemukakan untuk mendapatkan perhatian kita. Saal kita melihat daripada halaman 48 yang menetapkan Pasal 28 Ayat ( 1) itu kena pidana, ini hanya disebutkan mengedarkan pupuk yang tidak sesuai dengan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat ( 1) lni hanya menyatakan sesuai dengan label. Jadi yang dikenakan hukuman adalah yang tidak menaruh label. Jadi dalam hal ini perlu,; kami kira masalah "sesuai dengan label ini" nantinya perlu dihapus saja, mengedarkan pupuk yang tidak sesuai sebagaimana yang dirnaksud dalarn Pasal 28 saja tanpa labelisasi. lni salah satu hal yang sebelurn Pasal 30 kita bicarakan, pasal ini perlu juga kita tentukan yang mana yang akan kita tentukan bngkah lebih lanjut.

Demikian.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

340

Kami kira ketentuan pidana, walaupun norma pidananya sudah ada bahwa wajib itu norma pidana· Pak. Yang melanggar wajib bisa saja dikentuan pidana larut, sehing kami kira nanti pada waktu kita membicarakan ketentu­an pidana hal ini tolong diingatkan. Karena hanya label saja yang kena pidana padahal pupuk palsu dan sebagainya nanti kalau tidak sesuai dengan mutu ini harus juga dihukum. Ini kami kira peringatan yang sangat baik dari Pak Ali. Kami kira demikian apakah sependapat itu. Kita nanti waktu ketentuan pidana membicarakannya.

F ABRI (DRS. S. SOEMIARNO, M.A.):

&pendapat dengan Ketua. J adi dibahas nanti pada Ketentuan Pidana.

KETUA RAPAT:

FPDI setuju. FPP juga Pemerintah, kanii kira setuju juga. Pasal 30. Yang jelas sudah ada di sini dari FABRI FPP ada tambahan

akhirnya, FKP ada ya? Kami persilakan pagi-pagi FKP dulu karena sederhana nampaknya.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Saudara Pimpinan, Saudara Menteri dan Staf, Anggota komisi IV yang kami hormati.

Mengenai Pasal 30 maka FKP punya pendapat dan usulan sebagai berikut

Pasal 30 Ayat ( l) RUU, rumusannya disempumakan dengan memper­baiki penulisannya kata "negara republik Indonesia" dengan huruf "n" kapital, kata "haruslah" depan kata "terdaftar" diganti dengan kata "wajib", sedangkan kata "efektip" diganti dengan kata "efektivitasnya" sesudah kata "terjamin". Salam hal ini juga kami sarankan sekaligus Pasal 30 Ayat (2) karena ini kita anggap satu paket.

Selanjutnya pada Ayat (2) ditambah kalimat sebagaimana dimaksud Ayat (1) sesudah kata "standar mu tu pestisida" dengan demikian maka usulan dari FKP berbunyi sebagai berikut:

Ayat (1 ), Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Repu­blik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitas­nya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup, serta diberi label.

Ayat (2), Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan jenis pestisida yang boleh diimpor.

Demikian pendapat dan usul FKP mengenai Pasal 30 RUU.

KETUA RAPAT:

Terima kasih dari FKP, kami teruskan ke FABRI.

341

FABRI (R.P. SOEBAGIO):

Bapak Pimpinan.

Juga hampir-hampir mirip perubahannya dengan FKP Pak. Maka kami dalam Ayat (I) itu di tam bah persyaratan. Jadi kalau kami menyempurnakan maka Ayat (I ) berbunyi:

Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Republik Indo­nesia harus memenuhi persyaratan seperti telah terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan Iingkungan hidup, serta diberi label.

Kami teruskan pada Ayat (2), di mana pada Ayat (2) disempurnakan kata "serta" ditambahkan pada kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Ayat ( 1 ). Jadi mirip dengan FKP. Kami bacakan.: .

Ayat (2), Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida sebagaimana dirnaksud dalam Ayat (1) dan jenis yang pestisida yang boleh diimpor. Demi­kian penyempurnaan dari FABRI.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, silakan FPP.

FPP (DRS. R MARDINSY AH):

Bapak Pimpinan dan Bapak Menteri yang terhormat.

Setelah kami membaca kembali jawaban Bapak Menteri Pasal 30 ini, dan kami menambahkan kata "nya" setelah "efektif", belakang efektif Ayat (I) kemudian juga Ayat (2) disempumakan oleh Bapak Menteri, kami sependapat dengan jawaban Bapak Menteri tentang Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) ini, hanya Pak. Pasal 30 Ayat ( 1) dan Ayat (2) ini ada sanksi hukum­nya Pak. Pasal 30 Ayat (1) ini apakah dipakai kata harus atau wajib Pak. lni kami masih mohon alasan Bapak Menteri apakah kata "wajib" dipakai di sini ataukah kata "harus" Pak. Karena ada sanksi hukumnya Pak. Hanya itu Pak. Kami mintakan mohon penjelasan apakah harus atau wajib Pak.

Demikian Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Ketiga Fraksi yang pertama mengusulkan FKP ada essensi wajib, karena dikaitkan barangkali dengan pidana. Sedang FABRI masih tetap tapi kata "persyara tan" seperti telah terdaftar dan sebagainya. Sedangkan FPP seder­hana tapi pada dasarnya sama dengan FKP, FABRI untuk efektivitasnya barangkali begitu bunyinya, tapi maksudnya sama karena tergantung kalau

342

efektif saja begitu. Tingg:al cara menulis Bahasa Indonesianya apakah efek­tivitasnya atau efektifnya. ini soal bahasa penulisan. Jadi yang harus kita perbincangkan di sini adalah wajib dan harus untuk Ayat ( 1 ). kemudian redaksi sedikit.

Kami persilakan FPDI pertama untuk menanggapi ketiga Fraksi ini.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Terima kasih.

Bapak Ketua dan Bapak Menteri Pertanian beserta jajarannya yang di dalam hal ini kami tidak mengadakan perubahan DIM ini tapi kami ber­kewajiban menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tinggi­nya kepada teman-teman Fraksi yang telah menyampaikan penyempurnaan di dalam Pasal 30 ini.

Setelah kami pelajari dan baca tadi malam, memang kami ingin men­dapat penjelasan dari Pemerintah antara pengertian harus dan wajib ini, sehubungan dengan keterkaitan Pasal 46 RUU. Dan keduanya mengenai penggunaan kalimat "efektif dan efektivitas" yang lebih pasti menurut rumus Bahasa Indonesia yang baik dan sempurna itu mana yang akan diambil.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Sebelum Pemerintah yang memang sudah ada tanggaparinya, kami putar dulu di Fraksi lain, kami persilakan FKP menanggapi FABRI dan FPP yang tidak banyak tapi ada unsur wajib tadi, namun harus. Kemudian soal per­syaratan.

FPP (DRS. SY ARIF SAID ALKADRIE ):

Terima kasih Pak.

Bapak Menteri, Bapak Pimpinan, Bapak Anggota Komisi IV yang kami hormati.

· Yang pertama yang kami perlu jelaskan, tentang latar belakang usulan dari FKP. FKP dalam rumusan Pasal 30 yang tertulis pada Pasal 3 2 halaman 36, mencantumkan kata "wajib" ini dalam kaitannya .kami melihat, bahwa Pasal 30 ini tercantum norma hukum atau delik hukum yang kalau kita kait­kan dengan ketentuan pidana. Sesuai dengan petunjuk yang pernah kita per­oleh dari Departemen Kehakiman, yang dijadikan bahan acuan dalam me­rumuskan suatu norma hukum atau delik hukum, maka kata wajib itu me­rupakan suatu delik hukum yang harus dipenuhi. Sedangkan kalau kita pa~ai kata harus, istilah kata harus di dalam penjelasan yang kita lihat di dalam rancangan daripada keputusan penetapan pembuatan Undang-undang yang

343

mengacu kepada pedoman yang dikeluarkan Departemen Kehakiman, maka kata harus itu baru mengatakan prasyarat kondisi. Oleh karena itu kami melihat, akan lebih tetap apabila kita menggunakan kata "wajib ". Sedang­kan kata "wajib" ini dalam pembahasan kita pada RUU tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Kita sepakat setiap norma hukum itu kita cantumkan kata "wajib", sehingga Pasal 30 dan Pasal 32 usulan FKP melihat bahwa keseluruhan daripada rumusan ini secara kumulatif merupakan kaitan dengan ketentuan pidana. Wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup serta diberi label. Inilah kalau nanti kita kaitkan dengan pasal-pasal ketentuan pidana maka Pasal 30 ini sebagai norma hukumnya.

Selanjutnya terhadap usulan F ABRI, kami kira pada dasarnya substansi­nya sama hanya bedanya ka·ta "hams". Kata hams dikaitkan dengan per­syaratan. Tadi kami katakan kalau hams itu merupakan prasyaratan suatu kondisi, sedangkan kata wajib merupakan norma hukum yang akan kena sanksi pidana. Demikian juga tent·rng rumusan FPP tentang kata efektifnya, ini dalam Bahasa Indonesia akan lebih tepat kita gunakan istilah kata efek­tivitasnya, namun demikian akan lebih baik kita konsultasi dengan Ibu yang menurut'Pak Mardinsyah dari FPP akan lebih sempuma.

Terima kasih.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Kami hanya ingin menambahkan apa yang telah diungkapkan oleh Saudara Syarif Alkadrie yaitu bahwasanya pada pasal sebelumnya kita juga telah menentukan wajib yaitu mengenai masalah pupuk. Jadi kami kira pestisida lebih berat daripada pupuk.

Yang kedua adalah istilah memenuhi persyaratan seperti, itu kami kira juga agak berlebihan karena sebetulnya istilah seperti ini kurang pas kalau di dalam istilah pasal, seolah-olah kaya penjelasan saja. '

Demikian tambahan daripada kami.

KETUA RAPAT:

Usul Bapak ada yang lain, kalau seperti ada yang lain daripada yang isinya itu.

Silakan F ABRI.

FABRI (R.P. SOEBAGIO):

Pimpinan dan Pak Menteri yang terhormat.

Mengenai usulan daripada FKP masalah wajib, kami maksudnya sama isinya kami tidak keberatan menerima wajib Pak. Hanya memang di dalam penjelasan pasal, Pasal 30 ini perlu ada sanksi, kalau tidak diberi label tidak diizinkan diedarkan Pak. Tambahan di penjelasan.

344

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Terima kasih Pak Ketua.

Tadi mengatakan kami menerima rumusan yang dibawa oleh Pemerintah dengan mempertanyakan antara harus dan wajib. Jadi kalau kami bacakan jawaban Pemerintah Pak, pestisida yang akan diedarkan dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus apakah ini wajib (nanti minta pertimbangan dari Pak Menteri), terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup, serta diberi label. Kami sependapat ini dengan pengertian antara hams dan wajib.

Ayat (2) nya Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida sebagai­mana dimaksud dalam Ayat ( 1) dan jenis pestisida yang boleh diimpor. Ini yang kami terima, namun kalau l>oleh, kami ingin pendapat Bapak Menteri, apakah juga kita atur Pak tentang import tata cara import atau bahan baku dari pestisida ini. Jadi kami mau pertanyaan apakah ini kita tambah dengan tambahan satu ayat dengan berbunyi; Import pestisida maupun bahan baku­nya dapat dilakukan oleh Pemerintah dan atau Badan Hukum, Badan Usaha yang berbentuk hukum, apakah ini kita perlu atur di dalam Pasal 30, apakah tambah ayatnya, kami mohon penjelasan Bapak Menteri, kalau boleh kami menambah Pak. lni kalau boleh Pak Ketua. Apakah boleh kita atur di sini. lni memang penambahan tidak ada dalam DIM kami, tapi kalau ini baik, kami mohon musyawarahkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Tambah satu essensi baru yang barangkali cukup penting juga ini bahan baku daripada pestisida. Akhirnya kepada Pemerintah kami silakan walaupun sudah ada usul konkretnya di dalam naskah halaman 33 dan tanggapannya mulai halaman 32 sampai halaman 33. Kita ingin dapat penegasan masih menggunakan kata harus.

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Bapak ·Pimpinan, Bapak dan Ibu Anggota Komisi IV DPR RI yang kami hormati.

345

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada FPDI yang telah me­nyetujui rumusan yang tercantumkan dalam RUU.

Yang kedua, kami mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas usu! penyempurnaan baik yang dilakukan oleh FKP, F ABRI maupun FPP yang telah menyampaikan berbagai saran sehingga akhirnya Pemerintah sampai kepada rumusan seperti yang tercantum dalam halaman 33 Ayat ( l ), namun demikian naskah ini kami kira persiapkan se­belum ada pembahasan permasalahan dan dalam pembahasan kami kira kita sudah sepakat bahwa yang ada norma pidananya kita lebih tepat mengguna­kan kata "wajib ". Oleh karena itulah maka setelah memperhatikan saran­saran tadi Pemerintah menyetujui bahwa kata "harus" di situ lebih tepat kalau kita gunakan kata "wajib ". Sehingga rumusannya lalu menjadi: Pesti­sida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi ma­nusia dan lingkungan hidup serta diberi label.

Ayat (2), kami juga mengucap terima kasih yang lebih jeli lagi karena mempersoalkan mengenai bahan bakunya. Jadi kalau hasil pestisidanya itu harus terdaftar da_n sebagainya, kami kira demikian juga ten tu bahan bakunya. Karena dari satu bahan baku, itu sebenamya dapat dibuat beberapa formulasi dengan mengadakan berbagai macam gabungan perbandingan. Sehingga kami kira Pemerintah dapat menyetujui bahwa Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida dan atau bahan bakunya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1 ).

Jadi -pada Ayat (1) nya juga kami kira ditambah; seperti ada kemungkin­art bahwa bahan baku yang diimport, itu di dalam negeri diformulasi oleh lebih dari satu formulator. Jadi deilgan demikian tentunya importir menjual kepada formulator yang satu, juga menjual kepada formulator yang lain. Jadi dengan demikian ini tentu sudah dapat kita kategorikan sebagai .... Jadi kami kira mungkin akan lebih tepat kalau pestisida dan atau bahan bakunya yang akan diedarkan dan seterusnya, dan pada Ayat (2) juga derni­kian.

Jadi rumusannya adalah: Pestisida dan atau bahan bakunya yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib terdaftar, me­menuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan ling-kungan hidup serta ...... Sedangkan Ayat (2): Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida dan atau bahan bakunya seperti dimaksud dalam Ayat (I) dan jenis pestisida dan a tau bahan baku yang boleh diimport.

Demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Memang apa yang dikemukakan tadi itu sangat essensial. Namun untuk

346

bahan pertimbangan, kami ingin menunjuk sedikit untuk bahan bakunya untuk Ayat (1 ), tidak ada satupun bahan baku yang tidak berbahaya. Di sini kan disebutkan bahan bakunya hams terdaftar, memenuhi standar mutu, aman bagi manusia. Jadi berarti antar pengusaha itu tidak boleh memper­edarkannya, kalau dengan rumusan seperti ini. Tetapi kalau yang tepat yang dua, kalau sudah di dalam negeri pasti tidak digunakan langsung, ini bahan pertimbangan saja.

Silakan FPP.

FPP (DRS. R MARDlNSY AH):

Terima kasih.

Ini masalah bahan baku. Sekarang yang mengimport itu siapa? Pemerin~ tah atau badan usaha yang berbadan hukum? fui apakah perlu diatur di sirii atau tidak?

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Jadi ada dua substansi baru yang harus kita bicarakan, kare.na memang essensinya penting, kita pertanyakan nanti kepada Pemerintah, bagaimana soal perdagangan ini. Silakan kepada Pemerintah untuk memberikan jawaban­nya.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO) :

Terima kasih.

Jadi import bahan baku dilakukan oleh pemegang izin, karena dia itu harus bertanggung jawab. Jadi pemegang izin daripada bahan itu, dan kemu­dian nanti diserahkan kepada formulator yang memang mereka ada kaitannya. Dan perlu diketahui bahwa selama ini tidak ada yang diimport oleh Pemerin­tah, tetapi oleh perusahaan yang memegang izin untuk itu.

Mungkin kalau mengenai pengimporannya, ini apa tidak diatur oleh Per­undangan yang lain, apakah Departemen Perindustrian atau Perdagangan mungkin.

Terima kasih.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Bapak Ketua. apakah kalau begitu kita sebut di sini tentang pengimpor­annya ini ditentukan oleh Pemerintah. Pemerintah tennasuk. apakah terkait dengan Menteri Perdagangan, Perindustrian dan sebagainya, apakah perlu dicantumkan di sini ? Kira-kira, ada atau tidak manfaatnya dicantumkannya ini?

347

KETUA RAP AT :

Terima kasih, nan ti dijawab oleh Pemerintah, silakan kepada FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Terima kasih.

Jadi khusus mengenai bahan baku, memang kami berpikir selama ini bah­wa wewenang pengaturan mengenai bahan baku itu, ada pada instansi yang lain. Kami kira yang ditangani o1eh Komisi Peptisida se1ama ini, itu ada1ah peptisidanya. Sehingga barangkali, kalau maupun ditambah pada Ayat (2); jadi jenis peptisida dan bahan baku yang boleh diimport; walaupun sebetul­nya tidak terlalu penting, karena yang berkaitan langsung dengan budidaya tanaman itu adalah peptisidanya. Sebab bahan baku itu memang bisa diguna­kan untuk menjadi bahan peptisida, bisa untuk kepentingan yang lain. Jadi ti­dak mutlak bahwa sesuatu jenis bahan baku itu, untuk peptisida.

Mengenai essensi yang diusulkan oleh FPP, apakah perlu kita tetapkan dan siapa yang mengimport. Kami kira dalam ketentuan P-asa1 34 nantinya, itu bisa kita sempurnakan barangkali. Karena disitu sudah diatur segala ma­cam ketentuan, baik itu pengawasan mutu, pengadaan dan segala macamnya, barangkali kalau mau termasuk izin juga mungkin disitu. Sehingga dengan de­mikian barangkali kita kembali kepada DIM ini untuk kita bahas dan kita tun­taskan Pasal 30. Oleh karena itu kami kira dengan pertimbangan itu barangkali kita bisa memahami usulan dari FPP.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Terima kasih.

Mengenai pengimporan dari pada bah.an bakunya, sebenarnya siapa yang . melakukan import itu, barangkali nanti pada Pasal 31 masalah pengadaan, dan

nanti kita bahas di sana, barangkali ini sama pandangan dari rekan FKP.

Kemudian mengenai Pasa1 30 Ayat ( 1) mengenai tambah:m bahan baku. Barangkali ini merupakan bagian~bagian dari unsur-unsur kimia yang tentunya sudah diatur oleh instansi atau Departemen yang berwenang dalam masalab ini. Jadi perlu kita cari referensi dari Undang-undang yang sudah ada.

Demikian terima kasih.

KETUARAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada FPDI.

348

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH) :

Terima kasih.

Mengenai masalah bahan baku ini, kamipun ingin mempertanyakan bahwa bahan baku yang menjadi pestisida ini. kimianya yang mana? Jelas ini bahan kimia yang akan diatur. Tadi penjelasan dari rekan kami FKP, jelas bahwa peruntukan itu sedemikian rupa masalah kimia ini. Jadi kami rasa me­ngenai bahan baku ini, cukup disimpan di Ayat (2 ), dan tidak di Ayat (l) Pasal 30 ini.

Kemudian masalah pengimportnya, itu sudah dicantumkan dalam Pasal 31 sampai 34.

Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Terima kasih.

Kami kira mengenai bahan baku; memang betul pada Pasal l yang akan diedarkan itu memang pestisidanya yang sudah menjadi produk. Jadi kami mohon maaf bahwa pemindahan antara importir dengan formulator, itu kami kira belum dimasukkan istilah diedarkan, karena tidak untuk umum tetapi

" untuk tujuan tertentu.

Sedangkan mengenai pengaturan importirnya, ini kami kira sependapat dengan beberapa saran tadi, bahwa mungkin bisa termasuk di dalam Pasal­pasal selanjutnya daripada pasal, atau bisa masuk di Pasal 34, di mana menge­nai pendaftaran, pengawasan, pengadaan dan pengedaran. Kami kira dalam rangka pengadaan itu nanti termasuk di dalamnya importir itu.

Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih. kami kembalikan kepada FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) ,

Terima kasih.

Kami memang mengajukan, kalau ini ten tang Pasal 30 Ayat (2 ), kami terima dan tidak ada masalah. Sedangkan masalah importnya itu, apakah di Pasal 31, Pasal 32, kami tidak jadi masalah asal itu ada. Asal itu tepat bah­wa Pemerintah tidak sewenang-wenang, tapi ada diatur oleh Pemerintah.

Terima kasih.

349

KETUARAPAT:

Terima kasih.

Dengan sikap rasa positip dari FPP, kami kira kita sudah dapat mengarah­kan kesimpulan kita untuk Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2 ).

Jadi : Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup serta diberi label.

· Kemudian Ayat (2) : Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I) dan jenis pestisida serta bahan balm­nya yang boleh diimport.

Silakan.

FABRI (DRS. S. SOEMIARNO, M.A.):

Terima kasih.

Mengenai bahan bakunya karena itu bahan kimia, sedangkan bahan-ba­han kimia itu biasanya izin dan sebagainya itu dari Dirjen Perindustrian, Apa­kah ini tidak bertentangan ?

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Teririta kasih.

Pemerintah itu siapa saja, bisa Menteri Pertanian, bisa Menteri ini, itu dan sebagainya. Asal Pemerintah, bukan Menteri.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Ada tambahan sedikit. Andai kata pestisida sudah memenuhi syarat, ter­daftar, standar mutu dan lain-lainnya, tetapi tidak diberi label, ini apakah bo­leh diedarkan? Jadi kami rasa mungkin ada tambahan khusus di dalam, apa­kah ini juga kepada pidana ? Sehingga mungkin perlu diberi penjelasan di da­lam pasal.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

Kalau kita lihat dilayar, itu komulatif Pak, tidak boleh ada satupun yang tertinggal termasuk label. Salah satu saja tertinggal, itu kalau diedarkan dan tanpa label, pasti kena pidana.

Silakan.

350

PEMERINT AH (MENTERI PERT ANIAN/IR. WARDOYO) :

Terima kasih.

Kami kira pentingnya label itu untuk memberikan jaminan bahwa di da­lamnya itu terkandung apa hegitu. Dan tentunya di dalam label disebutkan ada persyaratannya. Biasanya kita berikan mengenai kandungannya apa, ba­han aktifnya apa, kemudian kadaluarsanya kapan, lalu efektiviti untuk apa, itu kami kira di dalam label itu tercantum. Jadi memang ini syarat untuk da­pat diedarkan, apalagi ini barang berbahaya. Jadi kalau tidak ada label ke­mungkinan di dalam masyarakat dapat tercampur dengan macam-macam, se­hingga seharusnya memang dengan label.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

· Kalau kita walaupun masih draft yang belum kita setujui, ketentuan umum Pasal 1 butir 6 ; Pestisida adalah semua zat atau senyawa kimia dan ba­han lain serta organismerenik dan tiru yang digunakan untuk melakukan per­lindungan tananian. Tetapi kalau bahan lainnya itu yang mana lagi Pak. Kemu­dian organismerenik ini bagaimana apa pakai label juga Pak ? Ooh jadi harus semua pakai label.

Baiklah kal~u tidak ada lagi, apa yang tertera pada layar, dapat disetu-jui?

(RAPAT SETUJU)

Kita teruskan kepada Pasal 31 . Silakan kepada F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO') :

Terima kasih ..

Sebelum kami menanggapi pasal ini, perkenankanlah kami menyatakan suatu pemikiran. Tadi malam kami membaca sebuah tulisan pada Suara Pem­baruan mengenai RUU Budidaya Tanaman, yang ditulis oleh Saudara Guna­wan. Rirardi. Antata lain mempermasalahkan Pasal 29 yang kemarin kami usul­kan untuk disempumakan, di antara tulisan ini memang barangkali masih mengacu kepada RUU yang lama, yang menyatakan banyak kelemahan-kele­mahannya. Oleh karena itu F ABRI merasa perlu meningkatkan kehati-hatian di dalam menelaah masalah RUU ini dengan catatan bahwa mungkin pada pembahasan berikutnya, kalau kami anggap DIM kami sendiri ataupun rumus­an itu kurang sempuma, kami ingin mengajukan izin untuk menyempurnakan DIM kami itu. Hal ini semata-mata merupakan pengabdian kita bersama untuk menyempurnakan sesempurna mungkin produk daripada RUU ini.

Oleh karena itu di dalam masalah pestisida itu akan timbul lagi masalah pengawasan yang sama dengan Pasal 29. Kemudian mengenai Pasal 31, F ABRI

351

mengusulkan bahwa Pasal 31 digabungkan dengan Pasal 32, 33, 34, menjadi satu pasal yang terdiri dari 4 ayat.

Ayat (l) usulan dari F ABRI kata "menyelenggarakan" diganti dengan kata "melaksanakan kegiatan". Karena kami rnemandang bahwa fungsi-fungsi yang terkandung di dalamnya yang tercakup dengan pengawasan, itu tidak hanya dilakukan oleh Departemen Pertanian, tetapi menyangkut instansi­instansi yang lainnya. Misalnya masalah peredaran, barangkali ini POLRI juga akan mela~sanakan pengawasan, begitu juga kejaksaan.

Dan sekali lagi kami juga mengacu kepada Pasal 29 yang kemarin, apa­kah ini tidak sebaiknya diganti dengan "melaksanakan pembinaan". Jadi Pe­redaran dan penggunaan pestisida, berarti keseluruhan daripada kegiatan pe­manfaatan pestisida ini, misalnya penggunaannya mencapaf efektivitas yang tinggi, kemudian pengadaan maupun peredarannya sampai kepada petani yang membutuhkan tepat waktu, tepat jumlah dan tepat jenis serta tepat musim.

Ini semua nampaknya memang perlu kita renungkan kembali. Dalam usulan F ABRI Pasal I menjadi : Pemerintah melaksanakan kegiatan pendaf­taran dan pengawasan atas pengadaan peredaran serta penggunaan pestisida. Demikian Pasal 31 kami jadikan Ayat (1 ) Pasal 31.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih. Kami persilakan kpada FKP.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA) :

Terima kasih.

Terhadap Pasal 31 RUU, FKP mempunyai pendapat; rumusannya di­sempurnakan dengan mengganti kata "menyelenggarakan" dengan kata "me­lakukan ". Dan kata melakukan pengawasan atas diganti dengan kata 'meng­awasi", dengan maksud apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah itu sendiri. aktif.

Dan selanjutnya nanti kita jadikan pasal berapa, kita serahkan kepada Panitia Kerja; adapun bunyinya sebagai berikut : Pemerintah melakukan pen­daftaran dan rnengawasi pengadaan, peredaran, dan penggunaan pestisida; dan inipun sesuai dengan jawaban dari Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih. Silakan kepada FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Terima kasih.

352

Kami sependapat dengan rumusan penyempurnaan oleh Pemerintah. Jadi Pemerintah melakukan pendaftaran.

FPP (DRS. IL MARDINSYAH):

Dengan bunyi: Pemerintah melakukan pendaftaran, mengawasi peredar­an, mengawasi pengadaan, peredaran, dan penggunaan pestisida. Namun kalau boleh Pak Ketua dan Pak Menteri, kami ingin menambahkan. Apakah perlu juga di sini diatur t~ntang "tata cara penjualan pengiklanan daripada pestisida ini. Apakah perlu kita tambahkan di sini atau kita tambahkan di ayat mana Pak. Sedangkan tadi yang mengimpor kita masukkan di ayat-ayat pasal mana. ini kalau boleh Pak, apakah perlu diatur juga tentang penjualannya. meng­iklankannya, sebab nanti jangan sembarang saja mengiklankan pestisida. Apakah perlu diatur di dalam Undang-undang ini, atau di pasal mana. atau di pasal ini tempatnya atau di dalam pasal lainnya.

Kami hanya mohon pada Pak Menteri apakah perlu dan juga pada Fraksi lain, apakah perlu kita cantumkan di dalam pasal ini atau di dalam Undang­undang ini, sekian Pak. Mohon maaf Pak di dalam DIM kami tidak ada, tetapi ini hanya penambahan saja.

KETUA RAPAT:

Silakan FPD I.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Dari kami tidak mengadakan perubahan dalam DIM dan kami konsekuen dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah.

Sekian dan terima kasih.

'KETUA RAPAT:

Yang sudah perbaiki.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

.Jadi rumusan Pemerintahnya begini Pak: Pemerintah melakukan pen­daftaran, mengawasi pengadaan, peredaran dan penggunaan pestisida. Jadi dari FKP hanya ada kalimat sedikit saja.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mohon bantuan untuk menulis naskahnya seperti yang dari jawaban Pemerintah, digandeng saja supaya kelihatan, RUU nya juga, transparan yang baru itu ditutup kertas.

353

Kami kira kalau redaksi antara FKP dan FABRI endak ada masalah essensinya sama saja barangkali sederhana.

Silakan Pemerint;ah barangkali untuk menjelaskannya.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Pemerintah sangat_ menghargai saran penyempurnaan yang disampaikan baik oleh FKP maupun FABRI, serta sedikit menjelaskan nanti kepada FPP. Jadi pertama mengenai masalah penjualan periklanan ini kami kira sudah termasuk dalam pengertian peredaran. Sehingga dalam peredaran ini sudah barang tentu dijual untuk menjual itu hams ada iklan, sehingga kami kira sudah termasuk di dalamn ya.

Oleh karena itu maka rumusan yang kami ajukan dan memperhatikan saran-saran penyempurnaan untuk menjadi Pemerintah melakukan pen­daftaran, mengawasi pengadaan, dan peredaran pestisida.

Kami kira demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami persilakan kepada FABRI mengenai rumusan terakhir yang pada dasarnya sama dengan FKP hanya ................................. .

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami diizinkan untuk mengkoreksi sedikit, kalau kita baca: Pemerintah melakukan pendaftaran, (ini dapat diterima) mengawasi pengadaan, peredaran dan penggunaan pestisida.

Jadi menurut pengertian kami "Pemerintah melakukan pengadaan dan melakukan penggunaan" kira-kira demikian, jadi mana yang dimaksud­kan "mengawasi, pengadaan, peredaran dan penggunaan ', tapi kalimatnya barangkali artinya demikian.

KETUA RAPAT:

Kalau tan pa "dan" koma-koma ini akan menjadi rancu pengertiannya, m1 essensi Pemerintah 2 kegiatannya, satu mendaftar dan satu mengawasi. Yang didaftar itu pestisidanya, pengadaannya enggak perlu didaftar barang­kali kan, enggak perlu mendaftar peredaran lagi, penggunaan. Jadi ini harus ada kata "dan" itu barangkali: Pemerintah melakukan pendaftaran dan mengawasi.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi kembali jadi masalah ini kalau bisa diganti "pembinaan ". Jadi "pembinaan" itu di dalamnya sudah termasuk mengawasi, mendaftar pem­bicaraan dan lain-lainnya. Memang kita berorientasi kepada bahwa pupuk itu harus sampai kepada petani tepat waktu, dan kemudian ada ketentuan-

354

. ketentuan mengenai hal-hal itu. Kalau nanti itu kita temukan dalam Bab Pembinaan barangkali nanti mungkin agak, kenapa tidak sekaligus gitu kalau memang kita bisa.

Demikian Pak dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kemarin kita sudah sepakat (ini Bapak Menteri tidak ada) untuk segala macam kegiatan pembinaan itu jadi di Bab Pembinaan. Ja.di kita sepakat dulu itu eee kemarin Pcik Suko juga usul pembinaan mengenai pupuk kita taruh di sana kita catat bahwa itu tolong diingatkan nanti waktu kita pem­bahasan Pembinaan jangan sampai kelewatan.

Semua aspek dari budidaya tanaman ini malah sistemnya sistem budi­daya tanaman kita ini harus ada pembinaan, kalau perlu dirinci atau nanti di penjelasan dirinci masalah perinci itu, penjelasan pasal mengenai pem­binaan.

Kami kira dapat kita sepakati itu formulasi yang demikian itu kita baca Pclsal 31, sementara nomornya kita tunda saja.

FPP (DRS. H MARDINSYAH): INTERUPSI

Bapak Ketua.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Menteri yang telah men­jelaskan bahwa kata "peredaran" termasuk penjualan dan periklanan Pak. Jadi kami terima kasih atas jawaban ini dan kami setuju dengan rumusan.yang ki ta sepaka ti.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami kira enggak usah tanya uinum, dapat disetujui formulasi demikian.

(RAPAT SETUJU)

KETUA RAPAT:

·Pclsal 32 ini ada dihapus materinya ada perubahan substansinya dan rumusannya dari F ABRI, FKP, dan FPP tidak ada perubahan. FKP ada tidak, ada enggak perubahan, tetap. FABRI rumusan essensinya.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Essensinya sama cuma menjadi Ayat (2) Pclsal 30.

KETUA RAPAT:

Jadi kita dapat terima essensi dan rumusannya. Essensi dan perumusan

355

Pasal 32 kami baca; Pemerintah dapat melarang atau membatasi peredaran dan atau penggun~n pestisida tertentu.

Dapat disetujui?

(RAPA T SETUJU)

Pasal 33, FKP ada enggak kami enggak bisa lihat ini, FPP tidak ada, F ABRI ada enggak, pindah nomor saja essensi dan rumusan tetap, FKP rumusan kembali, silakan, oh silakan FABRI <lulu.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi usulan F ABRI selain ini menjadi Ayat (3) Pasal 31 juga ada pe­nyempurnaan perumusannya. Ayat (3) Pemerintah melarang peredaran pestisida yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) di atas dan wajib memusnahkannya.

KETUA RAPAT:

Silakan.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA) :

Usulan FKP ada pada halaman 37. Jadi Pasal 33 RUU perlu dirumus­kan kembali dijadikan pasal berapa terserah kepada Panitia Kerja. Adapun perumusannya adalah sebagai berikut: Setiap orang atau Badan Hukum yang. menguasai pestisida dan dilarang peredarannya atau yang tidak meme­nuhi standar mutu atau rusak atau tidak terdaftar wajib memusnahkannya.

Demikian usulan dari FKP.

KETUA RAPAT:

Penegasan dengan kata "wajib" ini.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA) :

Wajib memusnahkannya, ada hukuman pidananya.

KETUA RAPAT:

FKP dan F:ABRI ada perubahan perumusan, kami persilakan FPP atau FPDI dulu.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Kami dapat menerima rurnusan jawaban dari Pemerintah, yang akan kami bacakan demikian: "Setiap orang atau Badan Hukum yang menguasai pestisida dilarang peredarannya a tau yang tidak memenuhi standar mutu atau

356

rusak atau tidak terdaftar wajib memusnahkannya '. Jadi sama dengan FKP.

Sekian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tolong transparansnya dibuatnya itu tetap ikut ya kalau bisa didekat­dekatkan.

Kami persilakan FPP .

. FPP (DRS. R MARDINSY AH):

FPP sependapat dengan rumusan jawaban Pemerintah.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, silakan Pemerintah.

PEfvIBRINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO);

Atas berbagai saran Pemerintah hams membuat rumusan sesuai dengan menampung apa yang dapat kita rumuskan, sehingga rumusannya adalah seperti yang terdahulu mungkin dalam halaman 34 itu; "Setiap orang atau Badan Hukum yang menguasai pestisida yang dilarang peredarannya atau yang tidak memenuhi standar mutu atau rusak atau tidak terdaftar wajib memusnahkannya ". Menanggapi saran dari FABRI di mana Pemerintah me­larang peredaran pestisida yang tidak memenuhi syarat di atas dan wajib memusn~hkannya, jadi di sini seolah-olah yang harus memusnahkan itu Pe­merintah begitu. Kami kira ini memang Pemerintah berkepentingan untuk dimusnahkan pestisida itu tapi tidak memenuhi persyaratan yang ada ke­wajiban itu terletak pada orang ataupun Badan Hukum yang menguasai pestisida tersebut.

Terima kasih.

K,ETUARAPAT:

Terima kasih kamikembalikankepada FABRI.

Karena pasal ini dikaitkan dengan Pasal 46 Pklana sebagai norma pidana­nya.

Silakan.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami dapat menerima usul Pemerintah mengenai pestiskla memang kurang pengertiannya. Kemudian kami memang mengusulkan digabungkan, karena ini satu permasalahan dan kemudian Pasal 34 itu mengenai ketentuan pelaksanaannya kami usulkan meqjadi satu pasal saja, untuk aturan pelaksana- . annya.

T erimakasih.

357

KETUA RAPAT.

Terima kasih untuk nomor ini kita serahkan Panitia Kerja saja. Substan­. sinya dapat disetujui dengan formulasi seperti papan tulis kami baca. "Setiap orang atau Badan Hukum yang menguasai pestisida yang dilarang peredaran­nya yang tidak memenuhi standar mutu atau rusak atau tidak terdaftar wajib memusnahkannya , ..

Rapat disetujui.

! RAPAT SETUJUl

K.ETUA RAPAT.

Pasal 34, essensi dan rumusannya F ABRI ada perubahan kalau nomor­nya tidak ada masalah, FKP ada tetap, FPP juga tetap, FPDI tetap. Tinggal FABRI formulasinya apa ada perubahan.

FABRI (F. SUK.ORAHARDJO):

Sebetulnya formulasinya be.rbeda karena kita menggabungkan jadi satu ayat ya meJljadi satu pasal.

K.ETUA RAPAT:

Oo itu nanti meJljadi pasal sekian ayat sekian essensinya ada beda dengan formulasf yang mendasar, sehingga penambahan satu kata merubah essensi itu, itu harus kita bahas.

FABRI (F. SUK.ORAHARDJO):

Usulan penyempurnaan Fraksi ada pada halaman 36 atas Ayat (4).

K.ETUA RAPAT:

Model semua ketentuan kami kira, ketentuan tentang sebagaimana dimaksud dalam apakah pasal ataukan ayat. Kalau bunyinya pasal, Pasal 34, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 di sini Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3) merijadi Pasal 32 saja nanti. Tapi bunyinya ini nanti. Ketentuan mengenai tentang jadi diganti dengan tentang, kami baca sajalah dipapan lah : "Ketentuan tentang pendaftaran, pengawasan pengadaan, peredaran, penyimpanan dan penggunaan serta pemusnahan pestisida diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah".

· Ini sudah berbunyi enggak kalimatnya ini, pakai "dan" lagi itu setelah pendaftaran kalau enggak ngacau lagi ini. "Ketentuan tentang pendaftaran dan pengawasan, isinya kan tentang pendaftaran dan pengawasan yaa pak, enggak usah dirinci Pak. "KETENTUAN TENT ANG PENDAFT ARAN DAN PENGAWASAN SEBAGAI MANA DIMAKSUD DALAM (kalau ikut serta ayat dan pasal nya itu terserah) PASAL atau/AYAT ..... mana yang dipilih

358

pa$il atau ayat tinggal kasih nomor saja DALAM PASAL ATAU/AYAT ..... DIATUR LEBIH LANJUT, Jadi bunyinya : "KETENTUAN TENTANG PENDAFTARAN PENGAWASAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL/AYAT ...... yang akan dinomori oleh Panitia Kerja DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERATURAN PEMERINTAH". Dapat disetujui?

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) : INTERUPSI.

Sebentar Pak Ketua yang tadi belum menurut kami yang mengenai saran kami mengenai uniforem bahan baku di mana masuknya itu Pak. Tadikan kita jartjikan untuk kita masukan di dalam pasal-pasal setelah Pasal 30, di mana masuknya ini Pengadaan di dalam Pak ini yang mengimport saja Pak, itu tadi yang kita bicarakan dengan Pak Menteri masih lain. Pengadaan itu tadi tata cara pertjualan Pak, ee periklanan Pak, pengimport ini belum di mana itu masuknya Ketua yang salah dengar Pak.

KETUA RAPAT:

Kita bahas soal pengadaan apa itu barangnya, kalau pengadaan beras ada ex import, ada pengadaan dalam negeri ada yang tukar nienukar dan sebagainya. Menurut kami, barangkali Pemerintah ada pemikiran lain silakan.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Jadi dalam pengadaan ini sepanjang produksi dari dalam negeri tentu dari dalam negeri, sedang yang belum ada di dalam negeri tentu diimport. Dalam pengertian pengadaan kami sudah termasuk di dalamnya import tadi

Kami kira begitu.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Terima kasih Pak.

Tapi bahan baku yang kami bicarakan tadi, bahan baku bukan pestisida­nya. Ini bahan baku yang kita sepakati untuk dimasukkan dalam setelah Pasal. 30 tadi, bukan pestisidanya tapi bahan bakunya yang kita masukkan. Ini masih terlupa atau mungkin kami yang salah dengar ini Tapi kalau enggak salah tadi FKP juga mengatakan kita masukan dalam pasal selartjutnya 34 tadi Ini b'ahan baku bukan perstisidanya yang dalam hal ini Pasal 24 ini mengenai pestisida-pestisidanya bukan bahan bakunya.

KETUA RAPAT:

Tapi itu tidak hilang Pak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 segala ma cam.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Kalau yang hilang kami tanyakan, hilang tadi kita sepakat untuk me-

359

masukkan pasal-pasal sebelumnya setelah pasal ini. I ni kalau sepakat kalau tidak itupun endak apa-apa Pak.

KETUA RAPAT:

Kami ulang ini ada tadi, tolong bisa diulang Pasal 30 kami kira : Peme­rintah menetapkan standar mu tu pestisida, ada 2 itu to long Ayat (2)nya serta bahan baku ini jadi repot ini. Pemerintah menetapkan standar mu tu pestisida sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan jenis pestisida serta bahan baku­nya yang boleh diimport" sudah masuk, nah maksud bapak tadi yang mana. Pemerintah melakukan pendaftaran menga wasi pengadaan peredaran penahan­an pestisida. Jadi di sini apanya kan ditambah. E ssensinya kegiatan Pem~rin­tah pendaftaran dan mengawasi yang diawasi itu pengadaan dan pengguna­an nah ini perlu diatur.

F ABRI (DRS. S. SOEMIARNO, M.A.) :

Mohon ditayangkan kembali Pasal 31.

KETUA RAPAT:

Pasal 31 tolong tayangkan kembali sudah diperbaiki. Melakukan pendaf­taran dan mengawasi pengadaan dan peredaran serta penggunaan pestisida. Itu perlu diatur ini termasuk import, periklanan itu dan segala macamnya itu disitu ada peraturannya itu.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) ;

Betul Pak Ketua ini kan pestisida-nya Pak, tadi yang kita maksudkan bahan baku. Ap!lkah ini sudah termasuk dalam Pasal 30 Ayat (2) itu tadi Pak, apakah ini ...... .

KETUA RAPAT :

Jadi pengadaan sudah termasuk ex import, tapi ini hanya pestisida dan bahan bakunya barangkali tambah. Melakukan pendaftaran dan mengawasi pengadaan peredaran serta penggunaan pestisida dan bahan bakunya.

Barangkali walaupun sudah diketuk ini soal.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) ;

Ya Pak tadi kita sepakat mengenai bahan bakunya, apakah ini tetap dimasukkan atau tidak, tadi kita sepakat kita masukkan setelah pasal-pasal 30. Namun dengan ini kita lihat tidak muncul lagi Pak dilesapkan dia, di mana dia dilesapkan ini.

KETUA RAPAT:

Kita tanyakan pada Pemerintah barangkali, apakah mengenai bahan baku

360

kalau ditambah diujung itu "pestisida dan bahan bakunya". Saya kira benar tidak, perlu diawasi a tau didaftar nanti ada peredaran bahan baku.

FABRI (DRS. S. SOEMIARNO, M.A.l: INTERUPSI.

Sebentar Pak, jadi kalau kita bersepakat dari Pasal 34 yang merupakan bagian itu hanya menjelaskan Pasal 31. Pasal 32. dan Pasal 33. Sedangkan yang dimaksud dari FPP itu Pasal 30 Ayat !2J belum diatur di dalam ini. Iniyang ditanyakan Pak, sedangkan di dalam Pasal 34 yang kita atur itu hanya Pasal 31. Pasal 32, dan Pasal 33. Apakah bisa untuk per-lakukan itu lalu berlakunya mulai stjak PasaJ 30. rumusan yang ke 34 nya itu 30. 3 J, 32, 33 ini pertanyaannya Pak.

KETUA RAPA T :

Kami bicarakan barangkali ditambah Pasal 30 mengenai pengaturan lebih laqjut itu. Bunyinya Pasal 30, tayangkan 34 itu dulu yang baru : "Ketentuan tentang pendaftaran dan pengawasan (memang ini dua saja mengenai 31, 32, 33 mengenai import-nya enggak masuk dia) karena essensi­nya pendaftaran dan pengawasan. Apakah ini perlu didaftar dan diawasi bahan bakunya Pak, inilah pertanyaan bahwa Pemerintah bisa mertjawab inL

Silakan.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Yang jelas bahan baku itu kalau di import perlu ujianjuga, jadi ada peng­awasan, jadi yang didaftar itu pestisida-nya.

KETUA RAPAT:

Ini jelas tentang pendaftaran dan pengawasan essensi dari yang mau diatur. Kalau soal impor dan sebagainya kami lihat dulu apa bunyinya Pasal 31.

Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUK.ORAHARDJO):

Sambil menunggu ini barangkali kita pikirkan Pak. Kalau dalam rangka budidaya tanaman itu semestinya hanya pestisidanya, bahan baku itu se­benarnya hanya unsur kimia yartg tidak termasuk di dalam ruang lingkup budidaya tanaman, dan itu menjadi wewenang barangkali Direktur Jenderal Kimia Dasar untuk perizinan impor, ekspor dan lain-lainnya itu. Sehingga mungkin kita pikirkan lebih lanjut apakah perlu dengan menulis bahan baku-nya itu. ·

KETUA RAPAT:

Apa tidak ada yang mengetahui, Komisi pestisida ada tidak dari Depar-

361

temen. Mungkin ada ketentuan-ketentuan mengenai bahan baku ini. Kalau kita masukkan di sini kita mengatur-ngatur bagian orang pula ini maksudnya Pak Suko.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi kalau bahan baku itu belum termasuk pestisida dalam ruang lingkup budidaya tanaman Pak.

KETUA RAPAT:

Di luar ini konteknya. bahan baku itu bisa bukan hanya untuk pestisida, apa itu untuk bahan semprot nyamuk baygon, bukan termasuk budidaya.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Tapi termasuk obat-obatan untuk manusia segala.

KETUA RAPAT:

Obat-obatan barangkali.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi bahan bakunya tidak perlu diatur. Kembali ke usul kami semula tadi.

KETUA RAPAT:

Bagaimana Pak Mardinsyah apa, karena yang menjadi terkaitan budidaya tanaman dengan bahan kimia ini juga jadi pertisida.

Silakan Pak Mardinsyah.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Bapak Ketua, dan Bapak-bapak ini kan Pemerintah, kita tidak mengata­kan Menteri Pertanian. Pemerintah, dan itu juga sesuai dengan ketentuan internasional tentang ini Pak bahan baku ini. Itu kalau sependapat, kalau tidak ya tak apa-apa. Tapi kami mengingatkan ini Pemerintah, tadi kalau tidak salah tangkap dari Pak Suko itu seolah-olah Menteri Perindustrian atau Per­tanian, ta pi Pemerintah siapa saja Pak. Sebab bahan baku ini Pak kita mengikuti peraturan intemasional, tidak hanya Jegalitas saja tapi melingkupi daripada internasional. lni yang kami mohonkan apakah ini wajar atau tidak. Ini untuk karni bersama. bukan untuk apa-apa ini. Jadi kami maksudkan ini untuk kitalah ya untuk menyempurnakan daripada RUU ini. Sebab dari­pada Pak Menteri ini memahami aturan-aturan pestisida ini selain inter­nasional.

362

KETUA RAPAT:

Kalau ada dari komisi pestisida bisa membantu kita barangkali. Ketentu­an-ketentuan perundangan yang ada mengenai bahan baku ini, kalau tidak ada tak relevan diatur di sini begitu.

Silakan.

FPP (H. IMAM CHURMEN):

Kalau diizinkan karena ini memang sangat prinsipial, kalau Fraksi kami mengusulkan masalah ini ada dasarnya. Sehin.gga karena ini kalau diizinkan kami minta di lobi, supaya kami juga akan menunjukkan ketentuan inter­nasional yang menyangkut BFO maupun FHO itu ada, ditulis secara jelas dan ini masuk justru dari PAN yang mengharapkan kami supaya merangkum mengakomodasi, sehingga kami secara moril berkewajiban. Jadi seperti maka­lah yang kami sajikan kepada Pimpinan itu mengharapkan kami seperti hal­nya kalau kami baca Pasal 27 sehingga kami memahami dan mengerti bahwa FKP bertahan, memang menurut PAN itu tidak perlu adanya perubahan tambahan dan, jika cukup dengan konsep Pemerintah, kami memahami. Sehingga ditegaskan olehnya mengenai harga dasar gabah sebagaimana yang dimaksudkan oleh PAN. Ini sekedar permohonan kami apabila disepakati untuk minta diskors karena masalah ini tanggung jawab kita semua. Seperti halnya kalau tadi rekan dari FABRI mengemukakan pengamat daripada yang dimuat daripada Suara Pembaruan itu memang patut untuk dipertimbangkan sehingga keperhatian kita terhadap masalah ini memang perlu dicermati dan secara tegas.

Demikian, dan kalau memang disepakati min ta diskors barang 10 menit untuk mengadakan suatu pendekatan:. Kalau tidak ya tidak menjadi masalah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baiklah, kami apa ini sudah ada di tangan anda semua, dari PAN itu? Memang menarik juga ini. Kami kira usul FPP dapat diterima untuk kita lobikan sebentar, lobikan antar Fraksi dengan Pemerintah atau di intern Fraksi sendiri.

Dapat disetujui? Kira-kira 10 menit.

(RAPAT SETUJU)

Tepat l 0 menit rapat dapat dibuka kembali.

Bapak Ibu yang kahli hormati.

10 menit kita cukup untuk berpikir dengan tenang dan mencari ke­kurangan yang ada pada kita. Sebab kami pikir-pikir apa ini istilahnya tapi

363

tidak ke luar-ke luar di otak ini, maka keluarlah istilah bahan baku. Padahal istilah bahan baku ini amat luas. nanti akan dijelaskan oleh Pemerintah. Sehingga Pasal 30 Ayat (2) itu perlu kita ca but palunya dulu sebentar. Karena ternyata istilah bahan baku ini tidak tepat di dalam pestisida.

Kami silakav Pemerintah lebih dulu.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WAROOYO):

Bapak Pimpinan dan Bapak Ibu sekalian yang kami hormati.

Di dalam istilah yang biasa kita gunakan di dalam pengaturan pestisida ini kita tidak menggunakan istilah bahan baku tetapi bahan aktifnya. Karena di samping bahan aktif itu ada carier dan kadang-kadang kandungan bahan aktif itu hanya beberapa prosen. Misalnya saja Fora dan 3 D itu bahan a,.ktif­nya keguguran hanya 3% yang lainnya pasir hanya itu bahan bakunya pasir. Jadi kami kira, oleh karena itu kami kira lebih tepat kalau kita gunakan bahan aktif.

Yang kedua, karena memang bahan aktif termasuk juga di daftar diawasi juga, mungkin bisa dikatakan bahwa kita tambahkan saja di dalam Penjelasan bahwa yang dimaksud pestisida ini adalah sesuai dengan berikut bahan aktif­nya. Jadi dengan demikian lalu ketentuan-ketentuan tadi kami kira bisa ber­laku semua.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

Te rim a kasih.

Kami kira cukup jelas mengenai bahan aktif ini sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari pestisida, sehingga tak perlu barangkali disebutkan secara eksplosif di dalarn pasal nanti dijelaskan di dalam penjelasan pasal itu.

Jadi kalau kita melihat pengertian pestisida, ini tadi bahan aktif ini yang dari kimia ya Pak, jadi itu diperlukan penjelasan. Mengenai pestisida yang dari bahan kimia, karena di semua dari bahan kimia, jadi semua Pak, jadi perlu penjelasan. Pestisida yang menggunakan bahan kimia termasuk di dalamnya adalah bahan aktifnya. ·

Sehingga dari naskah RUU yang sudah kita ketok paJu kita cabut bahan baku yang salah istilah itu. sehingga hilangkan ini dari situ. Dihilangkan dari naskah dan ini dijelaskan, karena pestisida menurut ketentuan umum luas sekali, ada bahan iainnya virus dan sebagainya, sehingga tak kenal kita sebut bahan bakunya, virus tidak ada bahan bakunya Pak. Yang perlu dijelaskan adalah pestisida yang menggunakan bahan kimia itu sudah termasuk bahan aktifnya. Inilah yang kita tangkap dari Pemerintah.

Silakan FKP.

364

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Terima kasih Bapak Ketua.

Dan terima kasih kepada Bapak Menteri, yang telah memberikan pen­jelasan dan kami kir.a FKP kembali menyadari bahwa essensi yang dikemuka­kan oleh Bapak Menteri memang itulah yang betul dan mestinya kami dengan Pak Ketua minta maaf karena tak ke luar barang tadi itu. Padahal ilmu kita itu memang kami kira perlu kita pahami ini, dan oleh karena itu FKP sangat sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Bapak Menteri sehingga dalam penjelasan bila perlu kita jelaskan sejelas-jelasnya mengenai essensi yang di­kemukakan FPP tadi.

Kami kira demikian Bapak Ketua. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

FABRI juga demikian Pak, selain terima kasih kepada Pemerintah telah menjelaskan, juga kepada rekan kami FPP yang telah memunculkan permasalahan ini sehingga RUU ini betul-betul lebih baik.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Memang tadi Pak Mardinsyah tidak cut ke cut lebih jelas tapi cara mem­bentuk kita untuk membenarkan apa yang harus kita, ini keliru Pak sudah jelas bahan baku tidak ada istilahnya.

Silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Terima kasih Menteri dan Bapak-bapak dari Fraksi.

Dengan koreksi dari Pak Menteri bahan baku menjadi bahan aktif in suatu hal yang lebih menyempumakan daripada RUU kita. Namun dimasuk kan di dalam penjelasan apakah sudah tertampung ini Pak, kalau sudah ter­ta,mpung tidak menjadi masalah. Artinya urgensi daripada bahan aktif ini sudah tertampung di dalam Ketetapan Pemerintah. Apa ini termasuk di dalamnya bahwa di dalam Peraturan Pemerintah ini apa ada kaitan dengan sanksi hukum atau tidak. Kalau tidak perlu sanksi hukumnya di dalam pen­jelasan perlu kita buatkan, tapi kalau ada sanksi hukum yaitu kita buat di dalam suatu masukkanlah suatu ayat. Sedangkan kami lihat kepada sanksi hukum tidak ada Pak dalam pasal ini sebelum dirubah. perubahannya masuk nggak? Kalau masuk itu disatukan ayatnya Pak. Di PasaJ 30 itu hanya Ayat

365

(I) yang dimasukkan di dalam sanksi hukum. Jadi ·masih mohon penjelasan P'ak Menteri apa ini sudah tepat di dalam penjelasan tanpa dikaitkan denga.n suatu ketentuan Peraturan Perundangan atau oleh Pemerintah ditetapkan.

Hanya itu Pak, hanya kami mohon penjelasan Bapak Menteri apa perlu ditetapkan dengan suatu Peraturan Pemerintah atau denga.n Peraturan Pe­merin tah saja Pak.

Terima kasih P-ak.

K.ETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kami rasa tadi sudah dijelaskan Pak kalau kita baGa k~tentuan pesti'sida bukan hanya bahan kimia, yang punya bahan aktif hanya pestisida dari yang kimia, sedangkan virus tidak a.da sedangkan bahan lainnya ~rangkali tak ada. Jadi kalau kita tempel di situ kata itu maka dia hanya bahan kimia, padahal pestisida itu bukan hanya bahan kimia. Sehingga. dijelaskanlah pestisida dalam kata pestisida pasal itu pestisida yang bahan kimia termasuk bahan aktif. Dan kami kira penjelasan itu tidak terlepaskan dari, kita letakkan di sini jadi kaku, nanti pestisida itu rnenjadi hanya bahan kimia. Ini hanya mem­bantu.

Kami persilakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Hanya yang dikatakan oleh Pak Ketua. ·

KETUA RAPAT:

Kami kembalikan FPDI dulu.

FPDI (RR. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Mengenai apa yang dikemukakan dari rekan kami dari FPP, pertama kita sudah komitmen di dalam penjelasan umum mengenai pestisida. Yang kedua, kalau mengenai masalah bahan baku yang dikemukakan oleh teman kami itu tadi, kami lebih cenderung di dalam hal ini mohon izin agar pihak Pemerintah diberi kesempatan untuk berkonsultasi denga.n Departemen yang terkait denga.n masalah perkimiaan ini. Yang ketiga.nya, kami mengusulkan apa yang dikemukftkan oleh teman kami itu tadi di-Panja-kan saja Pak Ketua.

366

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, kalau perlu diputar lagi.

Silakan dari FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Kita sepakat Pak, bukan bahan baku menjadi bahan aktif. Pak Djadja tadi sudah ada koreksi dari Pemerintah itu bahan aktif bukan ·bahan baku. Kalau ini memang sudah tepat di dalam penjelasan, ka~l' tidak ada masalah tapi kalau tidak tepat ini yang kita masalahkan Pak. Jadi kalau Bapak-bapak clan Pemerintah istilah itu tepat di 'pet\ielasan. Kalau tidak tepat di mana tempatnya, kita carikan.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

Ada lagi, tidak ada. Apakah bisa kita menarik kesimpulan ini, kita tadi sudah angkat palu terpaksa dicabut lagi untuk Pasal 30 karena satu kata koma saja ini masalah di Undang-undang, kita harus ketuk kembali ini, koreksi yang sangat penting, mendasar, yang sangat dibantu oleh pemikiran yang ber­kembang dari FPP tadi. Sehingga kelalaian kita bisa dikoreksi.

Kami kira formulasinya.

FPP (R IMAM CHURMEN); INTER UPSI

Jadi dengan penjelasan Pemerintah dan serta ungkapan dari FPP apabila pencantuman masalah bahan aktif dalam pengertian yang terkandung di dalam pestisida itu di dalam penjelasan telah mencakup apa makna yang terkandung di dalamnya seperti apa yang dikemukakan oleh FPP kami kira tidak ada masalah, jadi kami tidak ingin, tapi karena ini merupakan tanggung jawab kita bersama, apabila disepakati ya kalau benar, benar kita semuanya, kalau salah ya salah kita semua, bukan salah di luar kami, kami juga ikut bersalah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami kira kita sudah benar Pak, tidak salah lagi. Maka formulasi Ayat (2) .Pasal 30 kembali ke naskah yang ada di layar. Pemerintah menetapka'n standar mutu pestisida sebagaimana yang dimaksud dalatn Ayat (1) dan jenis pestisida yang boleh diimpor. Ini keputusan pertama.

Kedua, mengenai pestisida yang bahan kimia dijelaskan sudah tennasuk bahan aktifnya di dalarn penjelasan pasal ini.

Inilah yang dapat kami suguhkan.

Dapat disetujui?

(RAPAT SETUJU)

367

Selesai, sehingga yang lain-lainnya nanti akan terjawab semua pacla pasal benkutnya, peredaran dan sebagainya termasuk bahan aktifnya itu. Asal suclah nama pestisida kalau yang dari bahan kimia termasuk bahan aktifnya.

Sehingga kita suclah bisa melanjutkan ke P-asal 35. FPP hanya nomor, FPDI tetap, FA.SRI ada catatan kami lihat, FKP acla?

Silakan FABRI dulu.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Dari FABRI melakukan koreksi sedikit bahwa menetapkan standar alat clan pengawasannya P-ak, sehingga Ayat (l) berbunyi; Pemerintah me­netapkan standar alat clan mesin budidaya tanaman yan~ diproduksi serta melakukan pengawasan peredarannya.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Silakan FKP.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA) :

Mengenai Pasal 35 Ayat (l) kami persilakan untuk memeriksa halaman 39. P-asal 35 Ayat (1 ) rumusannya disempurnakan dengan menambah kata­kata jenis dan di antara kata menetapkan dan kata standar. Yang selanjutnya berbunyi sebagai berikut : Satu. Pemerintah menetapknan jenis dan standar alat dan mesin budidaya ta­naman yang produksi dan peredarannya perlu diawasi. Ayat (2) : Alat dan mesin budidaya tanaman sebagaimana tersebut di dalam

Ayat (1 ) diuji terlebih dahulu sebelum diedarkan. Alasan : Yang perlu diterapkan bukan hanya standar alat dan mesin budidaya tetapi juga jenis sehingga dapat dicegah atau dikurangi adanya banyak dan berbagai macam alat dan mesin yang melindungi konsumen atau petani atau­pun dapat mematikan industri alat dan mesin produksi dalam negeri.

Inilah sebagai alasan daripada perubahan itu. Dernikian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kami bisa rrienangkap bahwa essensinya mirip-mirip sama maupun pe­nyempurnaan redaksi lebih memperjelas barangkali. Mungkin dari FABRI maupun dari FKP. · Sedangkan tanggapan Pemerintah di halaman 35 kebetul­an sama P-asal 35 ada di sini, namun sebelum Pemerintah, kami persilakan dulu FPP menanggapi usul F ABRI atau FKP.

Silakan.

368

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Kami ingin dulu Pemerintah untuk menjelaskan Pak.

KETUA RAPAT:

Silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua, sesuai dengan DIM kami, kami ingin .mendengar dulu penjelasan dari Pemerintah.

KETUARAPAT:

Atas pennintaan dari dua Fraksi kami silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Bapak Pimpinan dan Bap_ak lbu sekalian yang kami hormati.

Terima kasih atas beberapa saran penyempumaan ataupun dukungan ter­hadap RUU yang telah diajukan dus mengenai Pasal 35. Jadi perlu kami je­laskan bahwa alat dan mesin pertanian yang diproduksi itu tidak seluruhnya perlu diawasi ataupun kita tentukan standamya, hanya alat-alat tertentu yang sekiranya memang memerlukan ketentuan-ketentuan supaya dengan demiki­an nanti produsen atau petani yang akan menggunakan itu terlindungi baik dari kemungkinan bahaya maupun dari kerugian-kerugian. Oleh karena itulah maka kami kira rumusan yang diajukan oleh FKP ini kami kira kami anggap yang lebih tepat, memang kami kira Pemerintah setuju dengan menambahkan jenis dan diantara atau sebelum kata standar, oleh karena itulah maka rumus­annya menjadi : Pemerintah menetapkan jenis dan standar alat dan mesin bu" didaya tanaman yang produksi dan peredarannya perlu diawasi.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT: . ,

· Terima kasih, silakan FPP

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Seperti Pemerintahlah setuju dengan perubahan oleh FKP Pak. Cuma irii pakai dan dua apakah ini perlu kita sempumakan lagi. Sebab begini bunyinya: Pemerintah menentukan jenis dan standar alat dan mesin apakah ada yang lebih tepat Pak dengan apakah dan ini kita kurarigi satu atau bagaimana Pak. Kalau ini tetap kami setuju Pak. Hanya mengenai dan dua ini.

Terima kasih.

369

KETUA RAPAT:

Terirna kasih, silakan FPD I.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua. apa yang dijelaskan oleh Pernerintah dari karni apa perlu dan dua atau satu terserah bagaimana enaknya sesuai dengan tata bahasa yang baik.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Yang masih masalah kami kira F ABRI dengan usulanqya itu, kami per­silakan F ABRI. Tadi oleh Pemerintah kalau dengan formulasi demikian se­mua alat dan mesin perlu ditetapkan oleh Pemerintah begitu.

Silakan.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami menekankan kepada pengawasannya, jadi rnungkin tidak seluruh peralatan itu diawasi, barangkali peralatan-peralatan yang sangat sensitif misal­nya di dalam rangka perbenihan, yaitu alat radiasi dan lain-lainnya itu yang perlu diawasi, tetapi kalau alat-alat yang katakanlah kendaraan ini barangkali tidak perlu diawasi. Jadi mengembangkan pikiran ini memang perlu pemikir­an lebih jauh. Dan rnengenai jenis, sejalan dengan itu memang jenis juga kita tentukan Pak, supaya efisiensi daripada pengawasan maupun penggunaannya.

Jadi kami mendukung tambahan dari FKP dengan "jenis", namun "per­lu diawasi" ini perlu kita jelaskan lebih luas lagi Pak. Kalau hanya konsep dari FKP ini "perlu diawasi", perlu diawasi ini rasanya kurang mantep. Karena tidak semua alat perlu diawasi.

Demikian Pak, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini kelihatannya soal selera bahasa. Kalau kita baca lagi Pak yang baru rumusannya :

"Pemerintah menetapkan jenis dan standar alat dan mesin budidaya tanaman yang produksi dan peredarannya perlu diawasi".

Ada yang bisa membantu, silakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Pak Ketua, pertama-tama tentunya FKP patut menyampaikan penghar­gaan dan terima kasih kepada Pemerintah yang sependapat dengan FKP. Jadi

·370

memang yang ditetapkan itu hanya alat dan mesin yang memang perlu diawa­si. Kalau sekiranya tidak perlu -diawasi, diawasi peredaran alat dan mensin itu memang tidak perlu ditetapkan. Sehingga dalam pemahaman yang demikian­lah memang rumusan ini kiranya lebih tetap. Menyangkut penggunaan "dan", memang sudah disepakati waktu di sarasehan di sana itu. Kalau memang di­perlukan dan dua kali no problem, begitu waktu itu kita sepakati. Karena me­mang esensinya berbeda antara 'dan'' didepan dan "dan" dibelakang. "Dan" di belakang bukan untuk melesapi tapi mernang untuk pernaharnan alat dan mesin. Jadi memang tidak mantik kalau kita buang "dan" satunya. Mudah­mudahan dengan penjelasan tambahan ini kita bisa sepakat rnengenai Ayat (1) ini.

Dernikian Pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, jadi ada tiga "dan" di sana. Silakan FPDI memberikan ko­mentarnya.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua apa yang dikemukakan dalarn transparan itu sesuai de­ngan penjelasan Pemerintah; kami dapat menerimanya sesuai dengan yang diusulkan oleh FKP.

Sekian Pak.

KETUA RAPAT :

Silakan kembali kepada FPP soal "dan" itu.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :·

Ini tiga "dan"nya, jadi apakah "dan" yang di belakang itu bisa diganti dengan "serta" Pak. Memang Pak Umbu masih ingat apa yang disampaikan yang disarnpaikan oleh lbu ahli bahasa itu Pak berkesan, kami Iupa. Hanya yang di belakang itu pakai "serta ' ya mana yang tepatlah.

KETUA RAPAT:

Ya "dan" yang di belakang diganti "serta".

FABRI (F. SUKORAHARDJO) :

Kami tadi lupa mengusulkan tambahan kata "tertentu" di belakang kata "tanaman". Jadi karni mengusulkan : Pemerintah menetapkan jenis dan alat mesin budidaya tanaman tertentu yang produksi dan peredarannya perlu di­awasi.

371

KETUA RAPAT :

Tambah tertentu di belakang budidaya tanaman, barangkali ini lebih tegas ya. Apa dapat diterima perbaikan-perbaikan ini? Silakan.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Ini kita kembali bertanya kepada rekan F ABRI, "yang produksi dan peredarannya perlu diawasi" apa itu tidak tertentu P-ak ? Karena kata "yang" di depan memberi pemahaman untuk spesialisir itu, dibatasi. Jadi memang produksi dan peredarannya yang perlu diawasi itulah yang memang dimak­sudkan untuk dibatasinya, maksudnya jangan sampai berlebihan (overbo­dech ).

KETUA RAPAT:

Jadi kalau kita jenis barang kali masih terlalu luas, jadi kita ingin memba­tasi itu. Sebab nanti kalau semua jenis kita awasi juga terlalu sulit, tapi me­mang yang betul-betul peka dan sentitif sehingga lebih tegaslah begitu.

Jadi hanya penegasan saja, overbodech tidak apa-apa asal jelas tegas. Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Kami masih bertanya juga apakah nanti tidak menimbulkan juga bahwa yang tertentu itu nanti dikira budidayanya.

KETUA RAPAT:

Kami silakan FPP barangkali bisa membantu.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Kami tadi dengan mengganti "dan ,, dengan "serta" sudah cukup Pak. Ini memang usul dari P-ak Suko lebih menjurus, tapi dengan kata "yang" itu su­dah membatasi daripada apa yang akan diedarkan P-ak. Jadi tidak ada salah­nya tanpa ditambah kata "tertentu".

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Pak Ketua, barangkali Pak Suko ini tidak cukup menggunakan jurus Cikalongan Pak sehingga ingin ada jurus Cimandenya. Memang kalau tadi dij elaskan Pak Menteri kami juga khawatir nanti budidaya tanamannya yang tertentu ini. Jadi kami cenderung mempertahankan naskah RUU yang telah disempurnakan tadL

S ekian terima kasih.

KETUA Ri\PAT:

Kami kembalikan kepada FABRI.

372

F ABRI (DRA. SITI SOENDARI) :

T erima kasih Pak ketua.

Barangkali kami bisa memberikan sedikit urun rembug. I ni belum tentu semua rnasyarakat bisa manafsrkan diktum dari Undang-undang ini Kami akan urun rernbug dengan penyempurnaan rumusan sebagai berikut: ·

"Pemerintah menetapkan jenis, standar alat serta mesin budidaya tanam­an tertentu yang diproduksi dan peredarannya perlu diawasi''. Kami kenapa menggunakan kata "dan" diganti "serta" karena pada dasarnya serta dan artinya sama. Yang kedua mengapa kami menggunakan jenis, (koma) standar alat serta mesin budidaya tanaman tertentu. J enis, standar alat, mesin,.itu satu rangkaian menerangkan budidaya tanaman tertentu. Jadi bukan di taf sirkan budidaya tanamannya yang tertentu tapi jenis standar alat dan mesin, itulah yang menerangkan bud:idaya tanaman tertentu itu.

T erima kasih .

.KETUA RAPAT:

Kalau jenis t:idak pakai "dan" nanti keliru bahasa Indonesia. Karena ada dua esensi.yang akan ditetapkan Pemerintah jenis dan standar "dati" alat dan

I

mesin, kalau itu sudah jelas, jadi tambah kata "dari" dalam layar slide. Jadi bunyinya : Pemerintah menetapkan jenis dan standar dari alat dan mesin budidaya tanaman yang produksi serta peredarannya perlu diawasi

Jadi itu sudah penegasan lagi, yang dimaksudkan jenis dari, standar dari

S ilakan dar i FKP.

FKP (DRS. SUDARMAD11):

T erima kasih.

Kami tertarik apa yang disampaikan oleh lbu Sundari tentaag koma. Sebetulnya kalau kita baca dengan tenang, apa yang ada dalam Ayat ( 1) tadi FKP !lldah mensepakati, FPP !lldah oke, FPDI !lldah oke, dari pihak F ABRI substansinya sudah oke. Sekarang tinggal pengkalimatan, kalau tidak salah demikianlah. Jadi dari layar slide itu, pertama ingin kami tanggapi kata "tertentu" semua jenis alat sedunia itu ditetapkan pasti tidak. Pemerintah mempunyai satu batasan-batasan sendiri, ketentuan~ketentuan sendiri, mana yang hams ditetapkan, mana yang tidak ditetapkan. Karena kalau dengan penambahan kata "tertentu" malah kami kasihan kepada Pemerintah karena akan mempersempit ruang lingkup. Kayanya kalau tidak pakai tertentu kayanya Pemerintah tidak tahu kerjanya. Jadi dengan demikian maka kami sependapat manakala kata "tertentu" ditiadakan saja. Lalu yang kedua, dengan penambahan kata "dari" itu berkepaitjangan dari sudut bahasa. Karena tanpa tambahan kata "dari'' kita pun semua sudah memahami, jadi peme-:

373

rintah menetapkan jenis dan standar alat-. Jadi bukan standar dari alat. Jadi itu overbodech. Nanti lalu menetapkan jenis dari, dan standar dari alat dan mesin darL Jadi kami kira sudah dicukupkan dengan kesepakatan kita :

Pemerintah menetapkan jenis dan standar alat mesih budidaya tanaman yang produksi serta peredarannya perlu diawasi Jadi betul-betul kalimat itu sed.erhana dengan tidak ber~aksud menolak begitu saja usulan dari rekan FABRI. Justru dengan pertjelasan kami rekan FABRI dapat memahami apa yang ingin kami sampaikan.

T erima ka sih.

KETUA RAPAT:

Silaka n F ABRI.

FADRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi ka.Jau tidak pakaj "dari'' itu hanya alat, padahal alat dan mesinpe­ngertiannya. Kemudian mengenai "tertentu" sebenarnya kami ingin me­nampung perkembangan tehnologi dikemudian luasnya. Misalnya alat radiasi, yang jenisnya bermacarn-rnacam dan kapasitasnya juga bermacam-macam, ini yang ingin kami batasi Tapi kalau mernang hal itu sudah tertampung kami­pun tidak keberatan. Tapi kami ingin melihat lebih jeli lagi permasalahan­perrna salahan tehnologL

T erima kasfu.

KETUA RAPAT:

Jadi masalah "tertentu" telah dapat kita selesaikan, tinggal "darf' itu tidak mutlak Pak. Sebab kalau pakai "dari" masing-masing harus pakai "dari­dari'', tidak perlu memang. Ini soalbahasa Indonesia lagL

FADRI (F. SUKORAHARDJO);

Kami mohon pertjelasan pemerintah soa1 "tertentu" ini masih perlu apa tidak.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Kami, kira dengan menggunakan "yang" itu sudah dibatasi, sehingga tertentunya sudah masuk di dalamnya.

KETUARAPAT:

Baiklah tidak perlu kita Paqja-kan soal dari ini. Kita telah memf or­mulasican sebagai berikut" Pemerintah menentukan jenis dan standar alat dan mesin budidaya tanaman yang produksi dan peredarannya perlu diawasi

(RAPAT SETUJU)

374

Selartjutnya kita mema~i Ayat (2). . Ayat (2), alat dan mesin budidaya tanaman sebagaimana dirnaksud dalarn Ayat ( 1) diuji terlebih dahulu sebelum diedarkan.

Silakan ada yang menanggapi

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) ;

Mungkin tambah "jenis" Pak, karena yang di atas pakai jenis. Kalau perlu kita buat, kalau tidak ya seperti ini

K.ETUA RAPAT:

I tu sudah jelas Pak, apakah dapat disetujui?

(RAPAT SETUJU).

Selartjutnya Ayat (3), silakan FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO);

Ayat (3) Pak mengenai ketentuan pelaksanaan dari pada Ayat (1) kita rumuskan sebagaimana biasanya Pak. Supaya seragam saja.

KETUA RAPAT:

Mau dirobah : Ketentuan sebagairnana dimaksud dalam Ayat ( 1) dan Ayat (2) diatur lebih lartjut dengan Peraturan Pemerintah.

Silakan F1'P

FKP (H. MUHAMMAD AU SRI INDERADJAJA) :

FKP setuju, ini kami serahkan kepada Pemerintah karena yang mem­punyai kewenangan untuk mengatur lebih lartjut.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) ;

Kalau kita melihat kembali jawaban Pemerintah itu sudah kita setuju, hanya tadi kita mengganti "Pelaksanaan" dengan 'Ketentuan". Jadi kami sependapat dengan Pemerintah untuk menambahkan Ayat (3) ini Pak. Se­hingga berbunyi : Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur lebih lar1ut dengan dengan Peraturan Pemerintah. Ini jawaban Pemerintah Pak,jadikami setuju.

Terima kasih.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua, usul FABRI sudah diterima Pemerintah, dosa FPDI menolak, jadi kami dapat menerimanya Pak.

375

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Pemerintah setuju untuk diadakan sedikit perobahan sehingga mertjadi ; Ketentuan sebagalinana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

KETU A RAP AT ;

Dapat disetujui Ayat (3) ini?

(RAPAT SETUJU)

Kita laniutkan dengan Bab VII tentang Lahan. Kita sudah setuju bah nya berobah disesuaikan. Kita alcan langsung esensi pasalnya. Pasal 36, semua ada catatan, kecuali FPDI hanya perobahan judulnya meniadi "Budidaya Pertanian".

S ilakan PPP,

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Pasal 36, Penguasaan lahan untuk keperluan lain di luar budidaya tanarrt­an tidak boleh mengganggu budidaya tanaman secara nasional. Kedua, Pemanfaatan lahan untuk keperluan budidaya pertan.ian wajib memperhati­kan kelestarian lingkungan hidup terutama konservasi tanah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Itu Pak yang kami adakan perobahan.

KETUA RAP AT :

S ilakan FKP.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Bapalc ketua, Bapalc Menteri, Pasa1 36 kita kupas pada halaman 40 DiM yang kita usulkan meniadi Pasal 38 dari pada FKP. Pasal 38 ini dirumus­kan kembali dengan dipadukan Pasal 37, dan selartjutnya ditetapkan meniadi pasal oleh Panitia Kerja, meniadi Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (30) usulan FKP yang baru. U sul Pasal 36 kurang lebih-lebih sebagai berikut :

Ayat ( 1) Pemanfaatan lahan untuk keperluan budidaya tanaman disesuaikan dengan ketentuan tata ruang dan tata guna tanah berdasarkan per­aturan perundangan yang berlaku.

Ayat (2) Pelaksanaan kegiatan sebagalinana dimaksud dalam Ayat (1) dilaku­kan dengan memperhat.ikan kesesua.ian dan kemampuan lahan.mau­pun pelestarian lingkungan hidup khususnya konservasi tanah.

Ayat (3) Perubahan rencana ta ta ruang yang mengakibatkan perubahan peruntukan usaha budidaya tanaman guna keperluan Iain dilakukan

376

dengan rnemperhatikan rencana produksi budidaya tanarnan =secara nasional.

Dernikian usul FKP, teriJna kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Menambahkan kata-kata "memperhatikan kelestarian", antara kata "memperhatikan kelestarian" disisipkan kata-kata "surnberdaya alam" dan penyempumaan redaksi menjadi "Pernanfaatan lahan untuk budidaya tanam­an harus rnemperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku". Hal ini karena mengenai lingkungan hidup sudah ada Undang-undangnya sendiri.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kami kira silakan FPDI untuk menanggapi lebih dulu.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Atas usul dari ketiga Fraksi, dari kami ingin mendapat penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah.

Sekian dan teriJna kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Bapak Pimpinan dan Bapak-bapak sekalian yang kami hormati.

Setelah memperhatikan berbagai ~ran oleh berbagai Fraksi, maka Pemerintah mencoba untuk membuat rumusannya seperti yang tercantum dalam halaman 37 jawaban Pemerintah yaitu bahwa pemanfaatan lahan dalam halaman 37 jawaban Pemerintah yaitu bahwa pemanfaatan lahan untuk budidaya tanamann disesuaikan dengan ketentuan mengenai rata ruang dan tata guna tanah serta memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian lingkungan hidup, khususnya konservasi tanah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sedang masa berikut­nya adalah perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan

377

peruntukan budidaya tanaman senantiasa memperhatikan rencana produksi budidaya tanaman secara nasional.

Kami kira demikian usu! rumusan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Baiklah kami kira kita kembalikan putaran sekali lagi menanggapi usulan Pemerintah yang didasarkan atas usul-usul fraksi yang diterima dalam DIM.

Kami persilakan FKP.

FKP (DRS. SY ARIF SAID ALKADRIE) :

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Bapak Menteri dan Bapak-bapak dan Ibu yang kami honnati, setelah kami mendengar usulan dari Fraksi-fraaksi tennasuk Pemerintah, kemudian kagti lihat dengan kesepakatan kita dengan bah yang telah kita sepakati dan dikaitkan dengan usulan yang kami sampaikan, memang dalam Pasal 38 khususnya butir ( 1) dan (2) kalau kami lihat dengan usulan dari Pemerintah dijadikan satu.

Yang pertama kami melihat bahwa butir pertama a tau ayat pertama yang kami usulkan, kami juga sudah mengantisipasi kemungkinan daripada Undang-undang RUU yang akan disahkan DPR yaitu mengenai Tata Ruang. Oleh karena itu dalam Ayat (l) itu kami rumuskan berkaitan dengan me­ngantisipasi tentang Undang-undang yang akan disahkan nanti. Itu yang per­tama.

Yang kedua, . setelah kami mengantisipasi pada Ayat ( 1 ), maka pada Ayat (2) kalau dilihat dengan rumusan pada Pemerintah itu merupakan satu kesatu­an di dalamnya, maka kami memisahkan menjadi Ayat dua. Dengan demikian berarti rumusan daripada Ayat ( 1) dan Ayat (2) usulan daripada FKP tidak ada permasalahan dengan dari Pemerintah jadi satu ayat, sedangkan kita

· memisahkan menjadi dua ayat. Berarti aJbstansi sama.

Sedangkan dari F ABRI, kami melihat dari nimusannya pada dasarnya juga substansinya tidak ada perbedaan karena ditambahkan dalam kaitannya memperhatikan kelestarian ditambah dengan SJmberdaya alam, sebenarnya terkandung di dalam rumusan yang dibutir dua, yaitu menyangkut dengan masalah pelestarian lingkungan hidup khususnya konsetvasi tanah.

378

Kami kira demikian dulu Pak Ketua, menanggapi kedua usul itu.

Terima kasih.

KETUA RAP AT:

Terima kasih, silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi kami kesepakatan dulu Pak, karena FKP menggabungkan Pasal 36 dan 37 kalau tidak salah. Jadi apakah ini disetujui, disepakati, kami lebih condong pada usulan FKP.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baiklah yang pertama kami kira bagus untuk kita putuskan atau sepakati usul FKP .menggabungkan Pasal 36 essensinya dengan Pasal 37. Tadi kami kemukakan bahwa bab ini mengenai tata ruang dan tata guna tanah budidaya tanaman. Kalau di naskah memang hanya lahan, padahal lahan itu menjadi sempit biasanya tapi menyeluruh, hingga perlu pengaturan walaupun sudah ada aturan-aturan mengenai lingkungan hidup dan sebagainya. Ini kami yang dipertanyakan apakah dapat disetujui penggabungan pasal ini dulu.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Rumusan yang dibawa Pemerintah ini sudah menggabungkan kami lihat Pak. Jadi sudah menampung semua aspirasi yang ada dari keempat fraksi, yang mungkin nanti kita hanya menentukan pasalnya Pak. Jadi Pasal 36 dan Pasal 37 yang dua ayat digabungkan menjadi satu sehingga sekarang ini sudah menjadi dua pasal Pak, seperti yang dirumuskan oleh Menteri ini, sudah cukup Pak. Jadi kami sependapat dengan rumusan yang dibawa Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. FPDI barangkali.

FPDI (H.R DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Mengenai masalah penggabungan Pasal 36 dan 37 yang diusulkan FKP, pada dasarnya kami dapat menyetujui tetapi uraiannya seperti yang tertuang di dalam penjelasan Pemerintah.

Sekian terima kasih

KETUA RAPAT:

Kembali FKP <lulu mengenai penulisan pasal apakah kita bikin tetap dua pasal atau satu pasal dengan dua ayat atau tiga ayat ini. Usul Pemerintah dua saja. Karena ini menjadi Bab tersendiri mungkin, ini mungkin lebih manis disajikan dua pasalnya, tidak satu tetapi dua, sedangkan yang satu digabung Ayat (1), Ayat (2)nya FKP. Silakan FKP.

379

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Saudara Ketua.

Memang keinginan FKP pada dasarnya adalah satu pasal. Itu dimaksud­kan karena semuanya ini adalah menyangkut Tata Ruang dan Tata Guna Tanah. Itu yang pertama Pak. Namun kalau Fraksi-frraksi lain menghendaki hadirnya dua pasal, itupun tidak keberatan asalkan butir satu Pemerintah itu dipisah menjadi dua ayat. Jadi yang dirumuskan pada halaman 37 Pem­merintah itu Pak, pasal yang di atas itu dipisah menjadi dua ayat seperti usul­an FKP. Kemudian Ayat (3) itu dijadikan padal tersendiri seperti usulan FKP juga Pak. Karena itu sebetulnya essensinya sama hanya ada perbedaan pada kata saja itu sedikit.

Usulan FKP yang Ayat (3) itu Pak, perubahan rencana Tata Ruang yang mengakibatkan perubahan peruntukan usaha budidaya tanaman guna keper­luan lain dilakukan dengan memperhatikan rencana produksi. Kalau Pemerin­tah senantiasa Pak. Kami kira malah menjebak. Kita malah lebih luwes flek­sibel. Sehingga itu bisa saja dijadikan pasal tersendiri Pak. Ayat (3) kalau kita sepakati demikian.

Terima kasih.

KEfUA RAPAT:

Kami kembalikan Pemerintah dulu mengenai pemikiran terakhir dari FKP, tidak masa1ah menjadi dua pasal, tapi pasal yang pertama itu menjadi dua ayat, sedangkan pada pasal berikutnya "senantiasa" diganti dengan "dengan" sedangkan usahanya itu dihapus budidayanya. Usaha budidayalaan tidak ada usulan

Silakan.

PEMERINfAH (MENTERI PER.TANIAN/IR. WAROOYO):

Bapak Pimpinan.

Kami kira memperhatikan saran daripada FKP, kami kira Pemerintah tidak keberatan untukmemecah pasal yang di at.as menjadi dua ayat demikian juga mengganti kata "senantiasa" dengan kata "dengan" dan menghilangkan kata "usaha" kami kira kita tidak keberatan. · ·

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami kembalikan F ABRI. Sekali lagi.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami juga tidak keberatan.

380

KETUA RAPAT:

FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Setuju Pak.

KE TUA RAPA T:

Kita sudah menjurus pada kesepakatan untuk essensi Bab Tata Ruang ct.an Tata Guna Budidaya Tanaman telah kita sepakati akan terdiri dari dua pasal, nomornya terserah nanti. Pasal yang pertamanya terdiri dari dua ayat, yang kami bacakan sebagai berikut:

Ayat (l ), Pemanfaatan lahan untuk keperluan Budidaya Tanaman disesuaikan dengan ketentuan Tata Ruang dan Tata Guna Tanah berdasar­kan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini essensinya ada peratur­an, penyesuaian.

Ayat (2) nya, Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat ( 1 ) dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian lingkungan hidup khususnya konservasi tanah.

Pasal berikutnya satu ayat saja. Tidak pakai ayat. Langsung pasal; Perubahan rencana Tata Ruang yang mengakibatkan perubl:i-han peruntukan Budidaya Tanaman (hilang usahanya) guna keperluan lain dilakukan dengan memperhatikan rencana produksi Budidaya Tanaman secara nas.ional.

Dapat disetujui yang kami bacakan?

(RAPAT SETUJU)

Baiklah Pasal 3 7, Pasal 3 8 kita sudah selesaikan.

Dengan izin lbu dan Bapak1 kami ketuk palu untuk diskors rapat lebih kurang 1 jam. Skorsing rapat kami cabut, kami kembali memasuki rapat kerja.

Bapak Menteri, lbu dan Bapak yang kami hormati.

Tadi kita telah merampungkan Pasal 37. Kita sekarang masuk Pasal 38.

Baiklah ada di sini, Pemerintah menetapkan batas maksimum, essensinya Pemerintah, FPDI, semua ada catatan. Kami persilakan yang paling sedikit catatannya FPDI.

FPDI (H. MANSURSY AH):

Pak Menteri dan Bapak-bapak sekalian yang terhormat.

Sebenarnya perubahan ini tidak ada karena sudah diralat.

Sekian Pak, terima kasih.

381

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

FPDI rupanya hanya ralat. istilah Budidaya Pertanian menjadi Budidaya Tanaman kembali.

Silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

FPP ada penambahan Ayat (I) ini Pak. Jadi Pemerintah menetapkan luas maksimum lahan untuk setiap usaha Budidaya Tanaman yang akan dilakukan dan dikembangkan di atas tanah negara.i!Jadi tambahannya akan dan dikem bangkan Pak.

KETUA RAPAT: d Terima kasih. Silakan FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO);

FABRI hanya menambahkan kata-kata "berdasarkan peraturan Per­undang-undangan yang berlaku" sesudah kata "negara ".

KETUA RAPAT:

Terima kasih. FKP ada. Silakan.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Saudara Ketua clan Bapak Menteri yang kami hormati.

Atas Pasal 38 Ayat (l ), FKP mengusulkan untuk disempumakan dengan penambahan kata "yang dikuasai oleh" di antara kata "tanah dan negara ". Ini sebagai berikut: Pemerintah menetapkan luas maksimum lahan untuk setiap unit usaha Budidaya Tanaman yang dilakukan di atas tanah yang dikuasai oleh negara.

Demikian usul perubahan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Beberapa perubahan kecil-kecil, tidak banyak yang bertentangan kami kira, karena semua ada, FPDI tidak ada kami persilakan FPDI barangkali dulu menanggapi.

FPDI (H. MANSURSY AH):

Terima kasih Pak Ketua.

382

Dalam hal ini kami merasa bahwa usul dari FKP mengenai ditambah­kannya dilakukan di atas tanah yang dikuasai negara. cukup menurut naskah RUU yang ada saja. Jadi tidak rnemerlukan dikuasainya lagi. Karena secara praktis tanah negara sudah meliputi penguasaan dan pengaturan.

Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami kira kita berikan kesempatan Pemerintah walaupun sudah ada.

Kami persilakan.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO}~

Bapak Ketua, Bapak Pimpinan, Bapak, Ibu yang kami hormati.

Jadi setelah memperhatikan berbagai saran yang disampaikan oleh FKP, FABRI, maupun FPP, maka Pemerintah mengajukan penyempurnaan rumusan yang selengkapnya kami kira terdapat pada halaman 39 yaitu yang pertama: Pemerintah menetapkan luas maksimum lahan untuk unit usaha Budidaya Tanaman yang dilakukan di atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Yang kedua, setiap perubahan jenis tanaman pada unit usaha Budidaya Tanaman di atas yang langsung dikuasai oleh negara harus memperoleh per- ·­setujuan Pemerintah.

Dan yang ketiga, kami kira nanti berhubungan dengan ketentuannya yang berhubungan dengan Ayat (1) dan Ayat (2) yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kami kira demikian usul rumusan yang menampimg dari berbagai saran.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Barangkali bijaksana setelah Pemerintah memperhatikan segala sesuatu rumusan seperti yang berada dalam halaman 39 jawaban Pemerintah, ini menjadi bahan kita untuk didiskusikan. Kami kesempatan terhadap FKP dari formulasi barn dari Pemerintah. Ataupun barangkali sekaligus untuk menjelaskan kenapa yang dikuasai oleh Pemerintah atau oleh negara dan sebagainya.

Silakan FKP.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Sebelum kami menjelaskan sebetulnya kami ingin mendapatkan kete­rangan Pemerintah apakah ada dua tanah negara yang satu dikuasai langsung

383

dan yang lain"tanah negara.

Mohon penjelasan kepada Pemerintah dulu.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Bapak Pimpinan.

Jadi istilah pertanahan yang dikuasai langsung diambil dari istilah yang dipakai di bidang pertanahan. Jadi yang dikuasai langsung oleh Negara yang berhubungan dengan pertanahan. Jadi di samping itu memang kami kira dalam ketentuan mengenai pertanahan juga ada istilah tanah dengan hak tertentu. Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah dengan hak tertentu atau dengan hak-hak yang lain.

Kami kira demikian sebagai penjelasan.

KETUA RAPAT:

Ikut membantu kami kira Pak, sesuai dengan Undang-undang Pokok Agraria ada 6 macam hak milik, hak guna usaha dan sebagainya, tapi tidak acia hak milik Negara, yang ada dikuasai Negara. Tida~ ada tanah hak milik Negara. Yang tadi disebutkan tanah dikuasai langsung ada barangkali yang tak dikuasai langsung.

Kami persilakan.

FKP (H. MUHAMMAD ALii SRI INDERADJAJA):

Sebab dalam hal ini juga masih ada yang namanya tanah Negara bebas dan sebagainya dan sebagainya. Jadi kalau demikian yang dimaksudkan langsung ini apakah yang boleh dibatasi secara maksimum itu, hanya yang dikuasai langsung oleh Negara atau juga tanah yang mungkin dari hasil kon­versi · dan sebagainya. Apakah itu juga dibatasi secara maksimum atau tidak. Jadi Hak Guna Usaha itu pada umumnya ada tanah Negara bebas ada tanah yang dikuasai langsung oleh Pemerintah. Lah ini yang diatur oleh Pemerintah di sini apakah yang hanya langsung saja yang dibatasi luas maksimumnya?

KETUA RAPAT:

Barangkali ada yang bisa membantu ini soal tanah Negara bebas, apa ada istilah itu.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Tambahan Pak.

Terima kasih Pak Ketua.

Essensi usulan dari FKP adalah di bidang pertanian memang sudah ada Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 mengenai penetapan luas tanah pertanian. Jadi sebetulnya yang dikehendaki FKP adalah memang kalau

384

naskah RUU r,ya di atas tanah Negara. Dalam pemahaman Undang-undang yang kami sebutkan tadi yang ada itu adalah tanah yang dikuasai Negara. Memang yang menjadi agak konpuse tambahan kata langsung itu Pak Menteri, sehingga seolah-olah ada yang tak langsung. Pada hal kalau tidak diberi hak itu tidak dikuasai Negara lagi. Di dalam batas waktu tertentu berarti itu sudah diberikan kepada Badan Hukum, dalam pemahaman kami adalah ini sudah tidak masuk dalam tanah yang dikuasai Negara. Ini terutama berhubung­an erat dengan misalnya permohonan hak, sehingga dengan batasan-batasan itu kalau boleh kata "langsung" itu ditiadakan pemahaman yang ada di sini, sehingga barangkali yang dikuasai Negara. Karena yang dikuasai itulah yang diberikan hak apabila ada permintaan. Hak gitu Pak. Ini barangkali sekedar tambahan untuk menjadi bahan kajian kita lebih lanjut.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

F ABRI mengingat banyaknya tanah-tanah Negara dan kemudian meng­an tisipasi kemungkinan perubahan-perubahan Hukum Agraria dan lainnya, F ABRI mengusulkan tambahan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sehingga ini lebih fleksibel. Oleh karena sebenarnya kan mengenai pemanfaatan status tanah ini kan BPN nanti. Bukan Departemen Pertanian, sehingga untuk lebih fleksibelnya kita sebut saja tanah Negara berdasarkan Perundang-undangan yang berlaku.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tanah Negara itu yang dikuasai Negara. Karena kalau tanah Negara bisa juga hak milik seolah-olah, tidak ada itu. Yang dikuasai Negara istilahnya ada. Tadi kata langsung itu yang menjadi masalah bagi FKP.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kalau memang benar istilahnya yang dikuasai Negara kami menerima Pak.

KETUA RAPAT :

Silakan FPP menanggapi yang berkembang sekarang ini.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Pak Ketua dan Pak Menteri, kami ada maksud menambahkan kalimat yang akan dikembangkan sekarang. lni menampung apabila ada usaha pengem-

385

bangan daripada usaha budidaya tanaman ini, apakah tepat di sini atau me­mang ada tempat lain yang kita tempatkan itu Pak. Kemudian mengenai ta­nah Negara yang tepat memang tanah yang dikuasai Negara. Kami tetap pres apakah ini ada suatu terminologi tentang bahasa ini atau tentang dikuasai Ne­gara saja Pak. Jadi karni juga rriohon penjelasan dari Pak Menteri bagaimana yang tepat terminologi tentang tanah Negara itu. Yang dikuasai Negarakah a tau bisa langsung.

Terirna kasih.

KETUA RAPAT:

Tadi ada ustil F ABRI dalam DIM juga ada untuk Ayat (I ) ini ditarnbah diujungnya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Kalau kami berpendapat · tan pa itu Pak, jadi dikuasai Negara itu.

FPDI (H. MANSURSY AH) .

Ayat (l ) yang sudah mendapat tanggapan dari Pemerintah di rnana ber· bunyi Pemerintah menetapkan luas maksimtim lahan untuk unit usaha budi­daya tanaman yang dilakukan di atas tanah dikU:asai langsung oleh Negara, kami belum sependapat. Karena bagaimana interplasi lain tadi dikatakan ke­rnungkinan masih ada tanah yang tidak langsung dikuasai oleh Negara.

Jadi di dalam hal ini kami lebih cenderung menerima istilah tanah yang kuasai oleh Negara saja.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Terima ksasih.

Kami kembalikan kepada Pemerintah untuk Ayat (l ) ini <lulu. Mengenai perlunya Peraturan perundang-undangan sesuai itu, bagaimana pendapat Ba­pak.

FPDI (H. MANSURSY AH) ;

Terima kasih Pak, kami kira cukup dengan begini karena tanah Negara itu diatur oleh Undang-undang.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Silakan Pemerintah.

386

PEMERINTAH (KEPALABIROHUKUMDEPARTEMENPERTANIAN):

Bahwa yang dimaksud daripada istilah yang dikuasai langsung dan ini untuk membedakan tanah Negara yang sudah dibebani pihak tertentu. Sama­sama tanah Negara ada tanah negara yang sudah dibebani hak tertentu dan ada tanah Negara yang belum dibebani hak tertentu.

Ini yang kita maksud sebagai yang dikuasai oleh Negara, ini terdapat juga istilah demikian pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 3 Ayat (3) daripada Un­dang-undang Nomor Tahun, ee Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1972 yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-un­dang nomor 5 tahun 1960.

KETUA RAPAT :

Jadi halaman 4 halamannya, jadi ada istilah tanah Negara.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) : INTERUPSI

Kalau begitu tetap pakai dengan naskah tanah Negara, tapi penjelasan kita buat yang langsung tadi. Kalau begitu bunyinya tadi tetap dalam konsep penjelasan tanah Negara jadi bunyi dalam penjelasan kita buat. Yang dimak­sud tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara, itu lebih baik kita demikian. Kalau begitu keinginan.

Terima kasih Pak.

KETUARAPAT:

Terima kasih jadi ada penjelasan barangkali PDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH) :

Saudara Ketua kalau mendengar penjelasan dari Pemerintah barusan yang menuju kepada penunjukan halaman buku itu tadi yang langsung dikuasai oleh Negara. Kami rasa kalau di kalimat ini yang langsung dikuasai oleh Nega­ra, seolah-olah ada tanah yang tidak dikuasai oleh Negara. Maka untuk me­nguatkan penjelasan itu tadi kami sependapat langsung itu diberikan pada Bab penjelasan atau ayat penjelasan daripada Pasal ini.

Sekian dan terima kasih.

KETUARAPAT:

Silakan Pak.

FPP (H. IMAM CHURMEN) :

Kami kira kalau itu dicantumkan dalam Undang-undang, kami kira sebLw an langsung itu tidak ditempatkan di sini, tapi cukup dikuasai oleh Negara.

387

Memang apabila tanah itu sudah dikuasai oleh Negara sudah ada pembebanan i tu jelas tidak akan di berikan perizinan bagi perun tukan. Karena Pemerin tah te­gasnya dalarn ha! ini adalah mengatur penggunaan dan pemntukkan, tidak me­nguasai. Tapi mengatur penggunaan atas tanah dalam rangka kesejahteraan seluruhnya.

Itu sesuai dengan perintah UUD 1945. jadi dalam Undang-undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 memang dikenal adanya hak-hak atas tanah. dan pada dasamya tanah itu dikuasai oleh Negara. Akibat daripada land reform rnisalnya ada Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 adanya distribusi tanah yang kelebihan maksimum sesuai dengan Perpu 56 tahun 1960. Jadi kami kira apa yang dicantumkan rekan kami FKP dikuasai oleh Negara itu su­dah pas, kalau memang mau memberikan suatu pengertian langsung kami kira nanti bisa dicantumkan dalam penjelasan. Tapi tidak dalam batang Undang­undang ini.

Sekian terirna kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih.

Kami sekarang kembalikan kepada Pemerintah mengenai kata '1angsung" dan satu hal lagi mengenai "perlunya diperkuat sesuai dengan Peraturan Per­undangan yang berlaku ". Dari FABRI, silakan.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Setelah berbagai penjelasan tadi dan saran kami kira Pemerintah dapat menerirna kata ''langsung" kita hilangkan, dengan demikian lalu menjadi di atas tanah yang kuasai oleh Negara. Sedang mengenai perlunya pencantuman ''ketentuan Perundang-undangan''. Kami kira apakah masih perlu ditambah­kan tambahan mengenai peraturan yang dijelaskan Peraturan Perundang-un­dangan tersebut?

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kami kembalikan kepada F ABRI kami kira mengenai kata "langsung" sudah selesai sesuai dengan substansi baru berdasarkan ...

FADRI (F, SOEKORAHARDJO):

Mohon pertirnbangan nanti misalnya Undang-undang Pokok Agraria ini mungkin dalam waktu 5-6 tahun dirubah. Kemudian juga kita mengantisi­pasi peraturan Perundang-undangan yang berlaku juga ini mengenai Undang­undang Tata Ruang, k.emungkinan Undang-undang Pertambangan dan lain­lainnya, sehingga di dalam penetapan di atas negara lebih fleksibel untuk jang­ka masih bisa aturannya masih bisa berlaku.

388

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi masih tetap dipertahankan. tapi untuk membuat ini yaa essensi yang ada di Ayat (1) adalah mengenai luas maksimum ini yang ditetapkan oleh Pe­merintah, tidak pada keseluruhan tanah tapi di atas tanah yang dikuasai oleh Negara. Tentunya kalaupun diembel-embeli segala sesuatu yang sudah terlesap mengenai Peraturan Perundang-undangan yang lainnya. Setiap Undang-un­dang harus tidak bisa bertentangan kan. Oleh karena itu kami putar sekali lagi ·ini barangkali FKP untuk bisa' membantu.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Kalau kita tambah mepurut Perundang-undangan yang berlaku berarti essensi pengaturan dari wewenang yang mau dikehendaki oleh Ayat ( 1) diktum ini, jadi tidak ada artinya.

Karena memang yang mau diatur lewat Ayat (l) ini adalah kewenangan Pemerintah menetapkan luas maksimum, jadi Pemerintah di sini nanti dalam rangka satu unit usaha dibudidaya ini Pemerintah mendapat wewenartg untuk menetapkan, tentunya tidak berdasarkan yang lain-lainnya lagi Berdasarkan Undang-undang ini mau ditetapkan diberikan wewenang kepada Pemerintah untuk menetapkan. Yaa tentunya nanti barangkali nanti di dalam menetap­kan. Yaa tentunya nanti barangkali nanti di dalam menetapkan lebih lanjut ini itu perlu mengacu kepada apa yang bagaimana itu, sehingga rumusan Ayat (3) tambahan Pemerintah itu dalam Halaman 39 me:rtjadi relevan untuk dipertimbangkan. ___________ _

Karena dengan wewenang itulah nanti akan diatur lebih lanjut peng­gunaan wewenang penetapan itu, ada tambahan 1 ayat baru dari Pemerintah yaitu ketentuan mertgenai ini ni ni ... niii diatur lebih lanjut oleh dengan Peraturan Pemerintah.

Kami kira demikian barangkali mudah-mudahan bisa ada gunanya, sekian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih,.

Barangkali bisa diberikan contoh ini oleh Pemerintah mengenai "luas maksimum di atas Negara ini". I ni kami bisa contoh M isalnya satu perusaha­an kalau 200.000 ha ini apa resikonya dan apa sebagainya barangkali begitu maksudnya.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Di samping memperhitungkan dari berbagai resiko kami juga kami kira untuk memperhatikan azas memperhatikan pemerataan ini saya kira ini juga perlu menjadi pertimbangan juga.

389

KETUA RAPAT:

Baiklah, kami kira peqelasan dari Umbu bisa membantu yang terakhir dari Pemerintah.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Baiklah kalau di Ayat (3) kira-kira sudah yang mirip kami kira tidak ada keberatan.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Baik, kami kira kita sudah mequrus sehingga bunyi Pasal 38 essensinya nanti nomornya terserah Panitia Kerja . Ayat (1) Pemerintah menetapkan luas maksimum, lahan untuk unit usaha budidaya tanaman yang dilakukan di atas tanah yang' dikuasai oleh Negara, dapat disetujui.

(RAPAT SETUJU)

Ayat (2) Setiap perubahan jenis tanaman pada unit usaha budidaya tanaman di atas tanah yang dik.uasai oleh Negara harus persetujuan Pemerintah.

Kami persilakan FKP.

FKP (H, MUHAMMAD J\LI SRI INDERADJ AJA) :

Pada Ayat (2) dirumuskan kembali melalui perbaikan redaksional dan pe­nambahan kata "dikuasai" diantara sebagaimana disebutkan dalam Ayat ( 1). Dengan perubahan itu maka demikian bunyinya : Ada perbedaan sedikit dengan P;emerintah yaitu hilangnya kata "setiap". "Ayat (2) Perubahan jenis tanaman pada unit usaha budidaya tanaman di atas tanah yang dik.uasai oleh Negara dilakukan setelah mendapat persetuju­an Pemerintah".

Demikian daripada usul FKP.

KETUARAPAT:

Terima kasih, agak berbeda penyajiannya silakan FABRI, ada masalah enggak ya.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

FABRI menambahkan dengan "luas tertentu". Jadi kami bacakan: "Se­tiap perubahan jenis tanaman pada unit l;lsaha budidaya tanaman di atas tanah negara dengan luas tertentu harus memperoleh persetujuan Pemerin­tah". Inikami maksudkanjangan sampai nanti setiap perubahanjenis tanaman itu ada harus izin Pemerintah. Misalnya para penggarap tanah yang resmi yang memperbleh izin Negara hanya 1 ha dia tanam jagung berubah tanam padi dia harus izin dari Pemerintah. Pemikiran kami begitu.

39D

KETUA RAPAT:

Silakan FPP barangkali.

FPP (DRS. H. MARDINSY Aij) :

FPP sependapat dengan Pemerintah, tetapi dengan menghilangkan kata "langsung". Kemudiart yang di .... , jadi tetap dengan memakai "setiap" yang dari F ABRI sudah tertampung Ayat (3) dengan meminta "luas tertentu" tadi itu Pak sebab diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jadi kami melihat bahwa apa yang dibuat oleh Pemerintah sudah mencukupi dari pada sasaran dari pada Ayat (2) dan Ayat (3) inL

Terima kasih.

KETUA RAP AT ;

Terima kasih, silakan FPDI.

FPDI (H. R. DJADJA.WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua usul penyempurnaan dari FKP dan F ABRI, dari kami pertama dari yang FABRI. Oleh karena masalah ketentuan.ini sudah tertam­pung di dalam perubahan penyempurnaan oleh Pemerintah dalam Ayat (3). Jadi kami k:ira tertentu di sini tidak ada lagi Jadi dengan demikian pendapat kami Pak Ketua sesuai dengan pertjelasan apa yang disampaikan oleh Pe­merintah, sekian dan terima kasih. Dengan menghilangkan "langsung" nya Pak

KETUA RAPAT:

Sebelum Pemerintah kita kembalikan pada FKP, mengenai perubahan kalimat ini, sehingga apakah ada essensinya yang berubah sehingga mertjadi jelas.

Silakan.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Memang agak berbeda sedikit memang FKP tidak memandang peng­gunaan kata "setiap" itu kita-lesapkan begitu Pak. Sehingga nanti tidak ber­konotasi yang macam-macam begitu, kemudian harus memperolt:h persetuju­an Pemerintah, memang maknanya sama Pak dengan rumusan FKP. Cuma kita rubah kita putar sedikit hingga bunyinya dilakukan setelah mendapat persetujuan Pemerintah. Jadi memang ada makna yang agak berbeda dari yang dalam segi penegasan terhadap kewajiban ini. Kalau rumusan harus memper­oleh persetujuan Pemerintah memang belum maksudnya sebetulnya itu, hanya FKP berkehendak lebih menghaluskan barangkali ya Pak. Jadi dilaku­kan setelah mendapat persetujuan bersama itu maksudnya, sama sebetulnya makanya. Rumusan ini kami bikin begitu telah kami eek Pasal-pasal di belakang itu Pak. Kalau tidak salah tidak ada sanksi pidananya itu di dalam

391

Pasal 46 RUU, sehingga kita rumuskanjadi memang pada hekekatnya hams ada izin.

Kemud ian menyangkut dari tambahan rekan F ABRI merriang pema­hama n FKP di sini terutama diarahkan kepada tanah yang dikuasainya oleh Negara yang diberikan hak pengusahaan dalam bentuk misalnya HGU dan segala macam. Sehingga memang dalam segala pemahaman demikian me­mang FKP merasa terhindar kekhawatiran yang tadi dikemukakan oleh FABRI. Karena kalau dalam memberikan HGU tentunya tidak bisa kita beri­kan kepada yang kecil-kecil itu, tidak bisa tapi kalau memang ada tanah Negara yang sudah digarap oleh rakyat kami kira ada aturan lain itu nanti yang bisa petani atau masyarakat yang bisa mengajukan p_ermohonan hak ke BPN. Maka dengan demikian tanah itu bisa dikuasai oleh perorangan, meqjadi milik, kami kira itu. Itu pemahamannya, tetapi misalnya kekhawatiran itu dengan rumusan itu apa kami kira nanti tinggal kita diskusikan lagi Pak.

Untuk sementara demikian Pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAl'AT:

Barangkali kita kembalikan ke FABRI dulu,

Silakan.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Sebenarnya begini banyak tanah-tanah Negara yang memang digarap oleh masyarakat, diserahkan pada masyarakat untuk misalnya tanah sekitar lapangan udara yaitu beribu-ribu ha dibagi-bagi Lo kalau itu nanti tiap perubahan j enis tanama nnya minta izin lah ini kan repot Pemerintah sendiri.

J adi minta Peqj elasan dari Pemerintah terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Kalau tidak salah dalam ketentuan mengenai HGU, merubah peng­gunaan itu bisa izinnya dicabut. Jadi katakanlah dari tanaman tertentu diganti dengan yang· lain itu bisa izinnya dicabut. Oleh karena itu kami kira memang hak HGU itu ad-a batasnya kalau tidak salah kalau perorangan itu 5 ha, kalau perusahaan itu 25 ha.

Jadi kalau mengusahakan lahan di atas tanah itu memang harus mem­peroleh Izin Hak Guna Usaha itu. Di dalam izin itu bisa dicantumkan apa tanaman yang akan diusahakan dan ada ketentuannya bahwa kalau merubah

' yang tercantum dalam izin itu bisa berakibatriya izinnya dicabut.

Kami kira ini mengapa kita cantumkan, demikian terima kasih Pak.

392

KETUA RAP AT:

Barangkali ada yang membantu yang kita kunjungi sebagai contoh yang kita kunjung di tempat Pak Probe ini, dari teh menjadi ayam, contoh ekstrim­nya itu ada di sana.· Juga demikian beberapa HGU cuma kalau di sini tak disebut HGU sebenarnya rancunya di sini Pak. Mungkin kata HGU ini disisip­kan entah sebelah mana ini akan membantu kekhawatiran F ABRI dan apa yang dipikirkan oleh FKP, di mana ini bisa dibantu enggak ini mengenai HGU ini. Di atas tanah berstatus HGU begitu Hak Guna Usaha, ya apa begitu lain maknanya lain. ·

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Sepertinya contohnya kami sendiri sekarang menganggap tanah Negara 300 meter kami mendapat izin dari agraria kalau dapat menggarap ditanah Negara. Apakah mesti ganti jagung mesti harus minta izin. Ini yang kami kata­kan ini ban yak kasus yang demikian. Sehingga kalau. ini yang dimaksudkan dengan HGU harus dijelaskan Pak, tanah Negara yang di HGU kan begitu

KETUA RAP AT:

Barangkali bisa dibantu ini.

FKP (H. MUHA.il\fMAD SOELARDI HADISAPUTRO): INTERUPSI

Berdasarkan pengalaman kami, walaupun tanah itu perubahan satu tanaman ke tanaman yang lain, itu memang perlu izin. Walaupun misalnya hanya 300 meter itu dari sawah atau tegalan palawija, itu tidak boleh ditanam namun keras. Di setiap program penggunaan itu bukan maksudnya, sekarang tan am kedelai besok pagi jagung itu min ta izin tidak. Itu macam komoditinya, komoditi tegalan, komoditi sawah. Itu tergantung juga sangat dengan ling­kungan hidup sekitarnya. Itu pengalaman yang sudah kami alami selama kurang lebih 20 tahun di dalam perkebunan.

Sekian terima kasih.

KETUA RAP AT:

Ya kami kira apa yang dikatakan Pak l.ardi itu benar adanya, sebab di sini formulasinya jenis tanaman Pak. Jenis tanaman ini tak soal kedelai atau jagung, aa ini masalah ini Pak. Tapi kalau Bapak bilang dari sawah jenis tanaman keras tak boleh itu barangkali. Nah ini luasnya yang kecil-kecil inijadi repot ini Pemerintah minta izin terus ini.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Jadi kami kira begini Pak, jadi dalam Ayat (I) itukan sudah ditetapkan judul jenis usaha. Ya barangkali makanya menentapkan luas maksimum itu Pak, jadi nanti disitulah barangkali di situlah diatur, barangkali mulai tadi

393

kami acu Ayat (3) nya ya Pak. Ketentuan lebih rincinya diatur dalam Ayat (3) dalam Ayat (l) itu nanti akan diatur akan ada ditur, jadi satu unit usaha itu tentunya maksimumnya sekian tentu itu nanti akan bergerak. Kalaupun menyangkut apa yang disebutkan Pak Suko tadi itu memang itu, maksud kami mungkin bisa dikesampingkan dari aturan pasal ini barangkali ya Pak.

Karena kita ini menetapkan unit usaha ini hepinya ke, kalau menurut kami pemahaman FKP itu, jadi kalau yang model dikuasai oleh Pak Suko itu ini namanya pinjam namanya. Entah kalau pinjam itu bisa dikasih izin resmi, kalau yang disekitar lapangan terbang itu ya akan otomatis ya silakan usahakan yaitu harus tanaman pangan.

Kalau nanti harus bangun tanaman keras kan mengganggu penerbangan dan ini barangkali dan ini harus ada izin. Barangkali demikian Pak.

Terima kasih.

KETUA RAP AT:

Tapi sekali lagi kita tahu benar bahwa sadar benar bahwa setiap pasal butir ini tidak diinterpletatif lagi ini harus kita jaga, kalau masih interpretatif Pak Suko In terplasinya berbeda F ABRI dengan FKP. Ini harus kita hindarkan de kita hams mencari perumusan yang tidak interpretatif lagi, bisa yang kecil itu kena kalau dengan nilai tambah di embel-embel hak tertentu tadi HGU itu barangkali, dan apa saja.

Barang kita skorsing sebentar untuk kita coba runding kan Pak, ini agak menarik yang kecil-kecil jadi, dapat disetujui untuk kita skors.

(Rapat Diskors pukul 13.45)

KETUA RAPAT:

Rapat dibuka kembali pukui 14.05.

Mohon izin untuk melanjutkan rapat kita ini sampai daya tahan kita maksimal gitu, kalau bisa maksimum pukul 17 .00 ya kalau enggak tahan ya pukul 16.00 .. Kalari macetnya seperti ini tacU jalur lambatnya ini, tapi ini ada jalur lambat. Baik terima kasih atas izin mohon dilanjutkan, kami kira setelah kita lobi yang menjadi masalah ada 2, pemahaman ini maksudnya skala besar ada juga yang bisa memahami dia berskala kecil. Unit usaha itu, ini ada unit usaha. Kalau kita tegaskan ini berskala besar, apakah di dalam bisnis a tau tidak kami persilakan Pemerintah dulu.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Jadi kalau kita tambahkan dengan penjelasan daripada Pasal yang ber­sangkutan, yang kita maksudkan unit usaha ini adalah unit usaha dengan hak guna usaha yang memang ada batas minim~mnya begitu jadi otomatis sudah yang kecil itu tidak akan masuk di situ. Apakah belum cukup, Terima kasih.

394

KETUA RAPAT:

Silakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Kami kira yang demikian kekhawatiran kita kan sudah kita relakan itu. Dengan demikian FKP sependapat jadi nanti kita jelaskan dalam Penjelasan.

Terima kasih.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami juga sependapat kalau memang dijelaskan dalam Penjelasan bahwa itu hanya untuk berlaku untuk HGU dan mernang endak rnasalah dan rnernang HGU ada peruntukannya. ·

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Setuju Pak.

KETUA RAPAT:

FPDI silakan.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Setuju sekali Pak.

KETUA RAPAT:

Terirna kasih.

Kami kira perlu berhati-hatilah, kalau masih interpretatif kita enggak bisa lepaskan dan bagairnana pengalarnan kita dalam mem bahas Undang­undang ini, maupun RUU Karantina.

Maka kita tiba pada kesirnpulan bahwa essensi Pashl 38 RUU Ayat (2) nya adalah menyangkut seperti yang kita sebut di layar dengan perumusan sebagai berikut: "Setiap perubahan jenis tanaman pada unit-usaha budidaya tanaman di atas tanah yang dikuasai oleh Negara harus memperoleh per­setujuan Pemerintah", kami kira enggak masalah lagi redaksi dari FKP ya. Formulasinya FKP. Dengan satu keputusan lain nya mengenai "unit usaha ". akan dijelaskan di dalam penjelasan ayat ini. Dapat disetujui?

(RAP AT SETUJU)

395

Aya t (3 ), silakan FKP.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Ayat (3) dapat kami setujui dan fonnasinya seperti yang biasa kita laku­kan. Jadi tidak perlu pakai ketentuan-ketentuan dalam Pasal 39 tapi cukup "ketentuan mengenai sebagaimana Ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah "sebagaimana biasa yang kita rumuskan dalam Ayat (3)

Essensinya sama. Silakan.FABRI

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami kita essensinya sama Pak seperti yang diatur dalam Ayat (3) se­luruhnya sama supaya seragam.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Setuju Pak.

FPDI (H. R. DJ ADJ A WINAT AKUSUMAH):

Setuju Pak.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Setuju dengan perubahan itu.

KETUARAPAT:

Sehingga rumusan itu berbunyi: Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat ( 1) dan Aya t (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerin tah

Dapaat disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Selanjutnya Pasal 39. Silakan FKP.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA):

Se belum kit~ berbicara Pasal 3 9 yang menginjak kepada Bab Pengusaha­an, maka dari FKP ada usulan pasal baru yang terdapa t pada halaman 14 DIM bagian lahan. yang bunyinya: "Setiap orang atau badan hukum yang membuka atau mengolah lahan dan media hidup tanaman lain untuk keperluan usaha budidaya tanaman ..... dan seterusnya"

KETUA RAPAT:

ltu nanti Pak belum masuk sekarang, usulan baru masih akan kita tunda.

396

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJADJ

Baik, kami tarik usu! kami terse but.

KETUA RAPAT:

Mari kita lanjutkan dengan ·menggunakan DIM dan pedomannya RUU. Tadi ada substansi-substansi baru yang akan kita masukkan dalam Bab yang cocok untuk itu, sudah dapat disepakati. Pasal 39 Bab Pengusahaan. Ada ca­tatan semua ini, FPP,FPDI tetap, yang ada F ABRI dan FKP.

Silakan FKP.

FKP (HARDOYO) .

Bapak pimpinan, dari FKP menanggapi Pasal 39 RUU mengusulkan pe­nyempurnaan. Rumusannya tetap, kecuali perubahan penulisan kata "warga" dengan huruf kapital diperbaiki menjadi "warga" huruf biasa dan selanjutnya ditempatkan menjadi Pasal 40 usulan FKP, isi Pasal 39 diambil dari Pasal 38 yang telah disempurnakan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO) :

FABRI mengusulkan, pertama JXrorangan itu didahulukan dari badan hukum, kemudian Berkedudukan di Indonesia, itu dicantumkan dalam )Xn­jelasan saja. Karena pada hakekatnya sudah tercakup di dalam Hukum Indone­sia. Barangkali nanti ada kebijaksanaan )Xmerintah, lain soal ini.

Usaha budidaya tanaman hanya dapat dilakukan oleh perorangan Warga Negara ·Indonesia dan badan usaha yang berbentuk badan hukum yang diberi­kan oleh Hukum Indonesia.

KETUARAPAT:

Teri ma kasih, jadi ada sedikit perobahan dari F ABRI, dan FKP tadi ha­nya soal kecil.

Dari FPDI ada )Xrobahan, silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Memang biasanya tetap, tapi ini ada Pak Ketua. Dari kami ada perubahan dengan menghilangkan "hanya" dan mendahulukan perorangan. Jadi setelah perubahan berbunyi demikian :

Usaha budidaya pertanian dapat dilakukan oleh perseorangan Warga Ne­gara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum yang didirikan

397

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Demikian.

KETUA RAPA T .

Terima kasih.

Itu jauh berbeda dengan hanya itu. Kalau memakai "hanya" tidak boleh Warga Negara Asing. Baiklah kami persilakan dari FPP yang tidak ada usul un­tuk menanggapi ketiga-tiganya ini.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Baik Ketua dan Bapak Menteri, kami dapat menggabungkan jawaban dari Bapak Menteri tentang Pasal 39 ini. Memang kalau kita lihat yang sebelum­nya "perorangan ' <lulu Pak. Dan kalimat kalau kita lihat usul dari F ABRI itu "dan", sedangkan dalam konsep itu 11dan atau" Pak. Jadi bisa badan usaha bi­sa perorangan. Kami hanya itu saja perubahannya Pak.

KETUA RAPAT :

Baiklah kami persilakan Fraksi-fraksi untuk menanggapi usul dari masing­masing Fraksi, kami silakan dari FKP untuk menanggapi usul F ABRI dan FPDI.

FKP (HARDOYO) :

Menanggapi usul dari F ABRI mengenai usul berkedudukan di Indonesia dimasukkan di dalam Penjelasan. Memang pada aasamya FKP menyetujui pada rumusan RUU, namun demikian menanggapi F ABRI tadi memang se­benar Undang-undang ini dibuat di Indonesia, oleh karenanya judulnya saja sudah menyatakan Undang-undang Republik Indonesia Nomor ..... tentang Sistem Budidaya Tanaman. Jadi melihat judul Undang-undang sudah jelas bahwa kedudukannya memang di Indonesia dan hukumnyapun hukum Indo­nesia. Jadi ini menurut kami tergantung rumusan nanti, mau dimasukkan kami tidak keberatan, namun demikian kita melihat dari prinsip kejelasan pada Undang-undang ini bagi pemakai Undang-undang ini terutama masyara­kat. Apabila dipandang dengan menjelaskan kedudukan di Indonesia itu lebih baik, lebih jelas, maka kami pada dasarnya menyetujui menggunakan penjelas­an berkedudukan di Indonesia.

Kemudian yang menyatakan bahwa kata "hanya" dihilangkan dengan penyempurnaan usaha budidaya pertanian dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia dan badan usaha yang berbentuk badan hukurn yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Di dalam RUU di sini menggunakan perseorangan warga negara Indonesia. ini disesuai­kan dengan Pasal-pasal yang terdahulu supaya ada informalitas. Mengenai ka­ta ''hanya" yang dihiJangkan ini supaya disesuaikan dengan hukum yang su­dah berlaku di Indonesia, sekian.

398

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Dengan menghilangkan "hanya" maka warta negara Cina tidak bisi bertani di Indonesia ini.

S ilakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Pak Ketua. rumusan dari FPDI ini sudah bagus, hanya kata "hanY.a" ini tetap harus dicantumkan Pak Djadja. Nanti orang J epang, Perancis mau bertani di Indonesia tidak b isa. Rumusan FPDI sudah bagus, hanya kata "hanya" perlu ditambahkan dia lupa.

KETUA RAP AT :

Silakan FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Mengenai kata "hanya" itu tetap Pak, karena itu menegaskan hanya perorangan itu hanya warga negara Indonesia.

T erima kasih.

FPDI (H. MANSURSY AH) :

Kami kira mernang pertarna warga negara Indonesia itu diutamakan diprioritaskan utarna, yang kedua baru badan hukurn rnenurut yang didiri­kan rnenurut hukum Indonesia. Kami kira di sini apa perlu yang berkeduduk­an di Indonesia. Sebab seperti dikata tadi oleh rekan FKP ya tentu yang di Indonesia, demikian sebagai peni elasan.

KETUA RAP AT :

Terima kasih telah membantu diskusi Di sini ada kata "usaha budidayj\ tanaman" ini perlu kita picirkan. Nanti muncul lagi usul FKP usa.ha budidaya tanaman. Kita sudah memakai "sistem" dan budidaya tanaman sudah ter­masuk usaha komersial. Jadi ada embel-embel di sini untuk membantu, mungkin tak sadar kita di sini, karena apresiasi kita ini usa.ha budidaya tanam­an, bukan usaha-usaha, tapi menurut kamus bisa usa.ha-usaha. Jadi barangkali perlu ditambah di sana usaha di bidang budidaya tanaman dan sebagainya. Untuk menghindarkan satu kata yang kita nanti keliru lagi dengan suatu sistem.

Yang kedua yang kami kira masih berbeda pendapat kita mengenai berkedudukan di Indonesia. Kemudian juga ini meJ1jadi bahan pemikiran kita lagi-lagi· badan usaha, ini kalau sudah badan usaha ada tiga macam Koperasi, BUMN, $wasta. Yayasan boleh tidak tanam menanam ini, haruskan pengertian

399

sempit dari badan usaha ini tiga macam Koperasi, BUMN, SW ASTA. I ni kami lontarkan untuk bahan pemikiran, karena ini kita harus hati-hatL Badan Hukum ya hukum Indonesia tentunya. Soal berkedudukan masih.ada beda pendapat. Apakah misalnya ada joint venture berkedudukan misalnya di Belgia barangkali, dan sebagainya ini memang perlu dipikrkan.

Kami buka termin kembali

Silakan dari FKP.

FKP (HA~DOYO):

Mengenai usaha-usaha budidaya tanaman, di dalam pe:Qjelasan Pasal 39 disebutkan bahwa usaha budidaya tanaman meliputi juga usaha di bidang perbenihan. Dalam pengertian badan hukum termasuk Koperasi. Masalah perbenihan di Indonesia sudah ada usaha perbenihan, maka kami ingin men­dapat penjelasan dari Pemerintah s~auh mana kemungkinan sudah dilakukan adanya usaha joint venture antara Pemerintah dan asing dalam rangka per­benihan. Apa bila ini memang ada maka kata "hanya" tadi agak kurang tepat.

Sekian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mengenai istilah "usaha budidaya tanaman'' apakah ini tidak meng­ganggu dengan "sistem budidaya tanaman" dengan yang kita perdebatkan cukup lama ini, sehingga memerlukan kata di situ menghindarkan interpres­tasi yang berlebihan itu. Kemudian "badan usaha" sajakah yang boleh ber­usaha dil ndonesia, bagaimana itu? I ni to long dipikirkan.

Kami persilakan F ARRI dulu.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi di sini Pak pengertian budidaya tanarrtan sudah menyempit, me­nyempit ke dalam pelaksanaan usaha, usaha budidaya tanaman itu sendirL Dan lagi sesuai dengan judul, judul itu mengatur segalanya, sistem itu, tapi sekarang sudah menyempit kepada usaha. Oleh karena itu badan usaha yang berbentuk badan hukum.

Demikian, terima kasih.

Mengenai pemikiran yayasan boleh tidak, ini menurut ketentuan badan hukum itu Pak. Kalau badan hukum yayasan dia tidak boleh berusaha, dia

·harus membentuk PT. untuk bisa berusaha. Jadi ini bukan di dalam ruang lingkup ini Kita harus menurut aturan badan hukurn itu.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Kami sependapat dengan FABRI Pak.

400

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua, dari kami perlu memberikan perdelasan dulu masalah "hanya". Apa pikiran kami menghilangkan "hanya", kami berkeinginan di dalam rangka kemandirian para petani Indonesia ini benar-benar dapat mellielma, begitu Pak. Sebab kekhawatiran kami memang ada sementara di daerah bukan warga negara kita diberi izin, lalu menguasainya. Maka dalam hal mana kami berpendapat yang diberi izin hanya 'bangsa Indonesia sejalan di dalam hal ini Maka kami menghilangkan."hanya". itu. Tapi di dalam hal ini kalimat itu akan mengganggu pada tujuan yang lebih ba:ik, kami juga dapat menerima penyempurnaan yang lebih sempurna dari pada ini

Kedua, masalah mendahulukan perorangan di sin:i, sesuai dengan pasal­pasal sebelumnya itu "perorangan" terlebih dahulu. Dan kami di dalam hal ini dapat menerima peqelasan dari Pemerintah jawaban kepada kami . Ayat ( 1) per~rangan warga negara Indonesia a tau badan hukum sebagaimana dimakllld di dalam Pasal 39 yang akan melakukan usaha budidaya tanaman di atas secara tertentu yang ditetapkan oJeh Pemerintah wajib berdasarkan izin.

Kami dapat menerimanya Pak, sekian terima kasih.

K.ETUA RAPAT:

Sllakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Bapak Pimpinan, kami k:ira penggunaan kata "usaha budi:laya" seperti tadi yang djelaskan oleh FABRI memang itu pengaturan lebih menyempit. Jadi pengusahaan, jadi usaha itu yang memang ingin d:iatur di sini

Kedua, Pemerintah berpendapat bahwa badan hukum yang d.idrikan di Indonesia dan menurut hukum Indonesia ini kami k:ira juga masih perlu kita cantumkan, karena memang kita mengutamakan kepada badan hukum yang ada dan berkedudukan di Indonesia. Karena meinang usaha yang harus di:­amati itu dan berkaitan dengan masaJah al am.

Lalu mengenai mengapa dalam rumusan ini Pemerintah mencantumkan badan usahanya dulu baru perorangan, karena usaha budidaya ini menurut luasan yang besar, dan tentunya badan usaha itu akan bisa lebih profesional dan bisa menggunakan berbagai ketenagaan dan lain-lain yang tentu lebih Juas dibanding kalau usaha perseorangan. Oleh karena itulah maka didorong memang lebih banyak itu diusahakan oleh badan-badan usaha tapi tidak me­nutup kemungkinannya perorangan itu juga mengusahakan usaha budidaya tanaman.

I nil ah sebagai pelli elasan mengapa dalam rumusan itu Pemerintah men­cantumkan badan hukum lebih dahulu baru disusul dengan perorangan.

401

Sedangkan inengenai penggunaan kata "hanya" bahwa memang ini kita memberik.an k.esempatan kepada badan hukum dan warga negara Indonesia, dan rnemang tidak diberi kesempatan kepada yang bukan badan hukum dan warga negara Indonesia.

KETUA RAPAT:

Kami kira yang masih me!jadi masalah "berkedudukan di Indonesia" apa perlu secara inplisit di sini atau di ternpat lain dipeilelasan barangkali. Tadi Pak Sunardi sebagai ahli hukum menielaskan badan hukum Indonesia pasti dia berkedudukan di Indonesia P.ak. Itu pengertiannya yang ada. Kami persilakan lagi barangkali ahli hukum dari Departemen bisa menielaskan ini melalui Pak Menteri.

PEMERINT AH (KEP ALA BIRO HU KUM DEPARTEMEN PERT ANIAN)

Bapak pimpinan dan Bapak Anggota yang terhormat.

Atas perkenan Bapak Menteri kami sampaikan bahwa pengertian badan hukurn Indonesia berkedudukan di Indonesia, dimak&Idkan untuk mencegah dalam hal ada joint venture, walaupun joint venture itu juga tentu badan hukurn, tapi badan hukum Indonesia. Tapi andaikata itu lantas berkedudukan di negara patnertnya jadi berada di luar negeri ini tentu tidak akan kita ingin­kan di dalam kontek usaha budklaya tanaman ini

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Sunardi

FABRI (D.P. SOENARDI, S.H.)

T erima kasih Saudara Ke tu a.

Bagaimanapun juga badan hukum yang did.irikan menurut terhukum itu berkedudukan di Indonesia. Mungkin badan hukum itu punya cabang, yaa bisa saja, tetapi toh pangkalnya di Indonesia ini

Demik ian terima ka sih.

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Kalau sudah menurut hukum Indonesia, pasti di dalam aktenya nanti berkedudukan di Indonesia. ·

402

Silakan.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) : .

Teriina kasih.

Berdasarkan penielasan dari Bapak Kepala Bro Hukum tad~ ini adalah untuk mencegah apabila suatu pengkongsian antara pengusaha Indonesia dan pengusaha asing, di mana cabangnya itu di Indonesia, bukan di luar Indonesia.

Kemudian yang kedua, mungkin saja ada suatu badan hukum yang ada di luar negeri, tetapi bukan berkedudukan di Indonesia. Jadi kami melihat dalam hal ini. perlu mencantumkan "kedudukan di Indonesia" ini dan ini lebih menegaskan lagi

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada FKP.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

T erima ka sih.

Jadi sekaligus saja kami cakup yang berkaitan dengan kedudukan di Indonesia atau perorangan warga negara Indonesia. Bagaimana kalau 'Yarga negara Indonesia itu berada di Jerman? Itukan perlu kedudukan di sana. Dus apa boleh kami sekaligus kami menanyakan kepada Bapak Ketua; kalau warga negara Indonesia itu berada di Luar Negeri, apa dapat dia membuat usaha itu? Jadi kalau demikian halnya, kami kira yang berkedudukan di Indonesia itu, kalau merupakan suatu penegasan secara hukum, dan itu merupakan suatu penekanan dan batasan dari Pemerintah, kami kira tidak ada masalah. Tetapi sekaligus dengan perorangan tad~ jadi perorangan itu hams ditarik maju meniadi . menurut hukum Indonesia dan perorangan yang berkedudukan di Indonesia. Jadi sekaligus, apakah perorangan di luar Negeri?.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

T erima kasih.

Ini untuk perorangan; kami kira memang bisa saja perorangan yang sekarang tugas belajar di luar negeri dalam jangka waktu yang lama, dan dia pun ya usaha tentu ada orang yang d ipercaya, jad i kami k ira boleh.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, silakan kepada F ABRI.

FABRI (DP. SOENARDI, S.H.):

T erima kasih.

403

Kalau badan hukum di Indonesia itu bagaimanapun juga yang didirikan menurut hukum Indonesia, itu mesti di Indonesia. Jadi Pemerintah tidak bisa mengakui satu badan hukum yang tidak ada di Indonesia. Kemudian, apakah mungkin warga negara Indonesia yang berkedudukan di luar negeri mengadakan suatu usaha budidaya tanaman di sini? Kami kira itu mungkin saja, tetapi toh tidak mungkin dia tidak mempunyai kuasa di sini

Demikian terima kasih.

KETUARAPAT:

Terima kasih.

Barangkali itu jalan keluamya, kita pendingkan sampai besok, dengan harapan Pemerintah dapat mengkajinya lebih dalam lagi Apakah dapat disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Baik kita teruskan kepada Pasal 40. silakan kepada FKP.

FKP (HARDOYO) ;

T erima kasih.

Pasal 40 FKP mengusulkan penyempurnaan rumusan yaitu mengganti­kan kata-kata "yang ditetapkan oleh Pemerintah harus berdasarkan izin. Ini disempurnakan dengan kata-kata "wajib memperoleh izin", alasannya, Pasal 40 ini ternyata ada kaitannya dengan Pasal 47, yaitu adanya suatu sanksi pidana. Jadi di dalam Pasal 47, di sana dinyatakan . Barangsiapa melakukan usaha budidaya tanaman tanpa izin sebagaimana dim~ksud dalam Pasal 40 Ayat (I) djpidana dengan pidana pefliara selama-lamanya 2 tahun a tau denda paling banyak 100 ju ta. Dengan demikian maka FKP lebih condong meng­gunakan istilah "wajib", bukan harus.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terimakasih. Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

T erima kasih.

Dari F ABRI tidak ada perubahan kami kira dari naskah asli Mengenai kata "harus, kalau memang kesepakatan kita "wajib" kami tidak berkeberat­an. Hanya mungkin harus berdasarkan izin atau hams mendapatkan izin.

Demikian terima kasih.

404

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Terima kasih.

Kami setuju dengan jawaban dari Pemerintah. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Terima kasih.

Pasal 40 ini memang kata "wajib" di sini perlu dicantumkan. Oleh karena ada kaitannya dengan Pasal 46. Kemudian mengenai jawaban dari Pemerintah, kami dapat menerima, tetapi kata '"wajib" itu dicantumkan dulu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kalau dilihat pada halaman 41 yang Pemerintah itu sudah pakai kata "wajib" Cuma bedartya wajib berdasarkan izin, sedangkaan FKP memperoleh izinnya.

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Terima kasih.

Mengenai penggantian kata "harus" dengan kata "wajib", kami kira Pemerintah tidak keberatan. Jadi dengan demikian maka, harus berdasarkan izin, menjadi wajib berdasarkan izin.

Kemudian masalah penggantian wajib memperoleh izin, kami kira dapat kita terima juga. Karena kalau memang berdasarkan konsekuensinya sudah ada.

Demikian terima · kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan kepada FPDI.

405

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Terima kasih.

Atas adanya tambahan "wajib memperoleh" itu lebih mempertegas lagi.. Jadi kami menerimanya.

Terima kasih.

KETUA RAP AT:

Terima kasih.

Silakan kepada FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Terima kasih.

_Kami setuju. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kita sudah dapat menyimpulkan, Pasal 40 Ayat (I), kata "berdasarkan­nya" menjadi "memperoleh". Jadi lengkapnya kami bacakan saja: Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 yang akan melakukan budidaya tanaman di atas skala terten tu yang ditetapkan oleh Pemerintah ·wajib memperoleh izin.

FKP (IR. UMB U MEHANG KUNDA):INTERUPSI

Terima kasih.

Jadi memang tadi sebelum pasal tadi, kita belum sepakat secara eksplisit, perorangan dulu atau badan hukum dulu. Sebetulnya menurut FKP baiknya itu badan hukum dulu, karena inikah esensi pengusaha.

Kemudian untuk menghilangkan pemikiran seperti tadi kita baca soal perubahan itu, mungkin perlu kita tambah penjelasan soal skala tertentu itu. sehingga nanti tidak dimaksudkan bahwa setiap orang mau cangkul kebunnya harus min ta izin, padahal maksudnya bukan itu.

Terima kasih.

KETUA RAP AT:

Terima kasih.

Mengenai penulisan, apakah perorangan dulu atas badan hukum? Ke­mudian tentunya tidak ada masalah bagi kita untuk perlunya memberikan penjelasan mengenai skala budidaya tanaman tertentu dan skala tertentu, ini perlu ada penjelasan.

Silakan Pemerintah.

406

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Terima kasih.

Kami kira memang di dalam naskah RUU-Iiya, badan huk.um lebih dulu, ini konsisten dengan apa yang tercantum di dalam Pasal 39 tadi, jadi kalau FKP lebih memilih kepada pencantuman . . .. kami kira sesuai dengan yang tercantum di dalam naskahnya, kita setuju.

Mengenai skaJa tertentu, kami kira di dalam penjelasan Pasal 40 itu telah dicantumkan, mengenai penentuan skala tertentu itu di dasarkan antara lain, atas luasan lahan, manegement, jenis maupun jumlah tanaman, jumlah inves­tasi dan lain-lain yang digunakan daJam budidaya tanaman.

Terima kasih.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Maksudnya untuk menjelaskan yang kecil-kecil itu hams izin, ini pen­jelasannya belum lengkap. Kalau hanya itu, kita khawatir dan harus disebut­kan.

KETUA RAPAT:

Yang kecil-kecil itu harus kita muat yang tegas, tidak tennasuk petani itu supaya untuk menghindarkan keragu-raguan.

Silakan kepada F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Terima kasih.

Kami setelah mikir-mikir jadi bingung lagi. Kalau oleh Pemerintah wajib memperoleh izin, jadi seolah-olah Pemerintah wajib memberi izin.

KETUA RAPAT.

Kalau ditambahkan "dan" mungkin itu selamat.

FABRl(D.P. SOENARDI, SJI.): INTERUPSI.

Terima kasih.

Kalau "Kata wajib" itu disertai kata kerja, artinya subyek itu yang mem­punyai kewajiban mengerjakan sesuatu. Jadi kalau subyek wajib membayar pajak, wajib menolong orang lain, itu misalnya.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Jadi sebetulnya rurhusan dari FKP itu kok lebih cantik, di dalam halaman 44. Jadi Pemerintah sudah setuju badan hukum lebih dulu, jadi coba kita nyimak usulan dari FKP itu, Badan hukum atau perseorangan warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal sekian yang akan melakukan

407

usaha budidaya tanaman tertentu di atas skala tertentu, wajib memperoleh izin. Jadi skala-skala itu nanti diatur di bawah. Ketentuan mengenai segala macam itu nanti diatur di situ.

KETUA RAP AT:

Mengenai kata-kata wajib kata kerja aktif itu, wajib memperoleh, wajib membayar, sedangkan ini wajib berdasarkan. lni kamipun jadi bingung, sila­kan kepada.

FKP (HARDOYO):

Nampaknya kata-kata perseorangan m1 Juga menjadi masalah, karena di sini tidak jelas, perSeorangan itu sampai tingkat mana, yang memang harus mendapatkan izin. Tetapi apabila kita melihat halaman 24 penjelasan, pada Pasal 42 di sini disebutkan yang dimaksudkan dengan usaha yang lemah yaitu usaha dibidang budidaya tanaman baik yang dilakukan oleh perseorang­an maupun badan hukum yang ditinjau dari segi permodalan, management dan teknologi masih lemah. Apabila ditambah penjelasan ini dikecualikan dari Pasal 40, mungkin lebih tepat.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Itu tadi sudah kita buat di dalam penjelasan. Tetapi yang menjadi masalah kembali adalah kata "memperoleh" dan "berdasarkan", dan yang satu lagi, apakah perorangan dulu atau badan hukum dulu. Silakan.

FABRI (DRS. S. SOEMIARNO, M.A.):

F ABRI berpendapat bahwa prinsip adalah perorangan dulu, baru kemudian badan hukum. Demikian.

KETUA RAPAT:

Ini kebiasaan penulisan Undang-undang, jadi tidak soal mana yang men­jadi sasaran daripada pasal itu. Silakan.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Kalau alasannya demikian, kita usah menerimanya. Tetapi kalau alasan kita sepakat, itu boleh sma. Karena ini Bab Pengusahaan, tadikan skala yang besar yang mau kita dahulukan, itu saja prinsipnya. Karena essensinya toh tidak terlalu beda ..

Khusus menyangkut memperoleh izin, memang yang memperoleh izin itu badan hukum atau perorangan itu, memang dia yang memperoleh. Se­belum dia dapat, kan dia minta dulu. Kalau berdasarkan, seolah-olah sudah ada izinnya itu. Demikian.

408

KETUA RAPAT:

Silakan kepada F ABRL

FABRI (DP. SOENARDI, S.H.):

Dari segi tata bahasa, apabila ada kata "wajib" subyeknya itu mem­punyai kewajiban apa, subyek di sini orang atau badan hukum, usaha wajib berdasarkan hukum, bukan wajib memperoleh. Sebab kata kerja di belakang­nya itu yang harus dikerjakan oleh subyeknya itu. Seperti tadi, setiap warga negara wajib membayar pajak, setiap anggota DPR wajib mengikuti Paripurna, dan sebagainya, ini dari tata bahasa demikian~

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Silakan mungkin ada yang dapat rnembantu barangkali. Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH(MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO): .

Kami kira memang kami mengerti apa yang dikemukakan itu. Kalau wajib memperoleh, seolah-olah Pemerintah itu harus memberikan, karena dia itu wajib. Karena memperoleh itu tidak akan diperoleh kalau tidak memberikan. Demikian.

KETUA RAPAT:

Silakan FABRL

f ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kata-kata sebagaimana dan seterusnya kita hilangkan saja, itukan kata keterangan saja, sehingga berbunyi perorangan atau badan hukum wajib rnemperoleh izin, itu nantinya.

KETUA RAPAT:

Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum sebagairnana dimaksud dalam Pasal 39 yang akan melakukan usaha budidaya tanarnan tertentu di atas skala tertentu wajib rnemiliki izin.

FPP (DRS.H. MARDINSY AH): INTERUPSI

Terima kasih.

Apakah lebih tepat berdasarkan daripada memiliki itu Pak. lni berdasar­kan izin dia melakukan usaha itu.

KETUA RAPAT:

Silakan kepada FKP. FKP (DRS. SOEDARMADJI) :

lni ada kaitannya dengan sanksi pidana. Yang terkena sanksi pidana ada­lah mereka yang tanpa izin. Jadi kebalikan tanpa izin itu mestinya dengan izin.

409

KETUA RAPAT:

Ini tawaran lagi, Budidaya tanaman tertentu di atas skala tertentu wajib dengan izin Pemerintah. Bagaimana ini.

FKP ~DRS. H. MARDINSY AH):

lni yang dibuat oleh Pemerintah itu sudah bagus. berdasarkan izin.

KETUA RAPAT:

Inilah masalahnya interprestasi teman4eman FKP berdasarkan itu seolah-olah izinnya sudah ada, kalau dengan tadi itu jelas barangkali. Wajib dengan izin Pemerintah, begitu.

FPP (DRS. H. MARDJNSY AH): INTERUPSJ

lni satu rangkaian berdasarkan izin baru bekerja. Tentu ada prosesnya Pak, tidak bisa ada izin saja, berdasarkan izin barn berusaha. Kami beranggap­an bahwa i'tu FKP dapat memahami itu Pak.

KETUA RAPAT:

Slakan Bapak Menteri.

PEMERINT AH (MENTERI PERT AN IAN/IR. W ARDOYO ):

Kami ingin memberi contoh dari Undang-undang Perikanan Nomor 9 Tahun 1985. Pasal 10 di situ dikatakan, bahwa setiap orang atau badan Hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan memiliki izin usaha perikanan. Ta pi diwajibkan di situ. Lalu pada berikutnya juga begitu,, nelayan dan petani ikan kecil atau perorangan lainnya yang sifat usahanya merupakan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak dikena­kan kewajiban-kewajiban memiliki izin.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak.

Tolong dibenahi ini, Perorangan warga negara Indonesia atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 39 yang akan melakukan usaha budidaya tanaman tertentu di atas tanah tertentu diwajibkan memiliki izin. Diwajibkan memiliki izin. Yang ditetapkan Pemerintah itu tidak perlu di situ karena akan diatur lebih lanjut, sampai skala tertentu itu saja, ah itu hapus, sehingga tidak perlu ada itu. lzinnya di belakang saja.

Kami baca ulang: Orang warga negara Indonesia atau Badan Hukum .sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 39 yang akan melakukan usaha. budi­daya tanaman tertentu di atas tanah tertentu diwajibkan memiliki izin. Dapat disetujui?

Silakan.

410

INTERUPSI:

lidak terekam tidak memakai mike.

KETUA RAP AT:

Tanpa awalan di dan akhiran kan masih bunyi saya kira. Saya kira bunyi itu ya tidak usah diwajibkan nyontek dari perikanan Pak. Tidak usah dipen­ding-pending lagi, coba dihapus <lulu di nya. Wajib memiliki izin. Bagaimana F ABRI setuju, FPP setuju, FPDI setuju, Pemerintah setuju.

Jadi bunyinya: Perorangan warga negara Indonesia atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 30 yang akan melakukan usaha budi­daya tanaman tertentu di atas tanah tertentu wajib memiliki izin.

(RAPAT SETUJU)

FABRI (F. SUKORAHARDJO): INTERUPSI

Ada keterangan sedikit Pak, jadi tadi kalau perseorangan di depan berdasarkan hukum, kami mempunyai alasan lagi bahwa adanya RUU tentang Budidaya Tanaman ini disoroti oleh banyak berbagai pihak, bahwa peranan petani tidak kelihatan. Justru di sini kita perorangan itu mewakili petani. Jadi petani kita dahulukan, oleh karena itu tidak hanya berdasarkan hukum tetapi aspek psikologis dari Undang-undang ini hams kena juga.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baiklah, yang paling banyak ini adalah usaha perorangan petani yang paling banyak. Jadi kami kira tidak masalah itu.

FABRI (D.P. SOENARDI, S.H.): INTERUPSI

Menjelaskan mengenai norma itu. Bahwa setiap perbuatan manusia itu bisa menjadi norma, bisa menjadi perbuatan saja. Norma itu ada empat macam: Norma hukum, norma adat, norma agama, norma susila. Kalau akan diberikan sanksi hukum misalkan tidur, itu perbuatan biasa, tapi ini bisa menjadi norma hukum kalau akan diberikan sanksi hukum, misalkan. militer yang jaga di rumah jaga itu tidak boleh tidur. La ini akan diberikan sanksi. La itu norma hukum. Tapi kalau tidak apa-apa itu perbuatan biasa saja, kalau akan dijatuhkan sanksi agama norma agama. Kalau dijatuhkan sanksi susila ya norma susila. Tetapi satu perbuatan bisa juga menjadi norma beberapa itu tadi, misalkan membunuh dari segi hukum juga ada norma hukum, dari segi agama, segi susila, segi adat, semua itu norma.

Demikian sebagai penjelasan dari norma i tu.

411

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak.

Kita terus ke Pasal 42. Kami silakan saja FPDI ada? Siapa yang sudah siap ada catatannya silakan duluan. Ayat (2) silakan yang tetap FPP.

Silakan FPDI ada kata dapat.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Memang kami semula itu mencantumkan perubahan ditambah dengan kata "dapat" sesuai dengan pasal-pasal sebelumnya dan sesuai dengan rujukan Departemen Kehakiman, kami kembali kepada naskah semula.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

Bila diseragamkan ya Pak ketentuan. Tolong dibantu menuliskan sesuai dengan yang baru saja ketentuan mengenai, tentang terserah. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kami silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH);

Setuju.

KETUA RAPAT:

Maka bunyinya Ayat (2) itu yang disepakati adalah: Ketentuan sebagai­mana dimaksud dalam Ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pe­merintah.

Dapat disetujui?

(RAPA T SETUJU)

Kita masuk saja Bab Pembinaan naskah RUU.

Pasal 41 FKP ada masalah? FABRI sudah siap? FPP hanya perubahan pasal, FPDI secara cermat dan intensif.

Silakan FPDI dulu.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Memang kami di sini menambahkan kalimat cermat dan intensif sesuai dengan jawaban Pemerintah pada pasal sebelumnya dan kami yakin juga

412

bahwa R:!merintah akan cermat dan intensif jadi kami kembali kepada naskah.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

9.lakan F ABRI ada perubahan sedikit.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

FABRI merumuskan kembali Pasal 41 Ayat (I) Pak dengan pendekatan pembinaan agar lebih sempuma karena naskah asli mengatur memberikan bimbingan pengawasan ini semuanya sebagai aspek pembinaan. Jadi · kami naskahnya menjadi: fumerintah melaksanakan pembirtaan budidaya tanaman dalam bentuk pengaturan pemberian bimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan budidaya tanaman.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

~lakan FKP.

FKP (H. MOHAMMAD SOELARDI HADISAPUTRO):

Pasal 41 RUU Ayat (1) dan Ayat (2) disempurnakan rumusannya dan dijadikan Pasal 44 Ayat (1 ), Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4 ), halaman 46. Setelah penyempurnaan Ayat (1) Pemerintah melaksanakan pembinaan usaha budidaya tanaman dalam bentuk pengaturan pemberian bimbingan dan pe­ngawasan terhadap penyelenggaraan usaha budidaya tanaman.

Ayat (2) Pembinaan budidaya tanaman diarahkan untuk meningkatkan produksi mutu dan nilai tambah hasil budidaya tanaman serta effisiensi peng­gunaan lahan dan sarana produksi.

Aya t (3) se bagaimana 1 dimaksud dalam Ayat (2) didasarkan pada ke­unggulan komerarif dan pennintaan pasar komoditi budidaya tanaman ber­sangkutan.

Ayat (4) Pemerintah menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (l) Ayat (2) dan Ayat (3).

Keterangan bahwa sebagaimana tadi telah disebut oleh Pak Suko, bahwa kita mengutamakan kepada petanilah. Di sini digarnbarkan agar supaya petani itu ditingkatkan dengan usaha yang maksimal pembinaan daripada Pemerintah.

Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kami kira FPP minta keterangan dari Pemerintah lebih dulu barangkali, Silakan Pemerintah.

413

PEMERINT AH (MENTERI PERT ANIAN/IR. W ARDOYO):

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Jadi setelah mempelajari usul-usul dari F ABRI maupun FKP dan FPDI, maka Pemerintah merangkumnya dan membuat tumusan baru di mana yang Ayat (1) berbunyi Pemerintah melaksanakan pembinaan budidaya tanaman dalam bentuk pengaturan pemberian bimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan budidaya tanaman. Dan yang kedua, Pembinaan budidaya tanaman diarahkan untuk meningkatkan produksi, mutu, nilai tambah, pemanfaatan unggulan komperatif hasil budidaya ianaman dan efisiensi usaha dengan memperhatikan pangsa pasad.

Kami kira dernikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baiklah kita akan membahas dulu Pasal 41 Ayat (1) dirubah, Ayat (2) ini usul Pemerintah setelah memperhatikan semua usul, sedangkan mengenai penggabungan itu kita tunda dulu dari FKP kita lihat dulu dua ayat ini, ada pengga bungan pasal barangkali ini.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA): INTERUPSI

Tidak penggabungan Pak Ketua, tambahan ayat.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pasal 41 menjadi empat ayat begitu. Jadi Pemerintah hanya dua ayat. Kami persilakan barangkali ada tanggapan dari F ABRI terhadap usul FKP dan sekaligus usul baru Pemerintah.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Usul baru Pemerintah Pak kami hanya ingin mernpertanyakan ini Pak. Di sini seolah-olah kita hanya berorientasi kepada kepentingan busnis pada hal di dalam budidaya tanarnan ini mengandung tugas-tugas nasional antara lain swasembada beras dan swasembada gula, di sini di mana bisa dituangkan di dalam R UU ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Silakan FPP setelah penjelasan Pemerintah, dan sekaligus menanggapi FKP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Bapak Ketua dan Bapak Menteri.

414

Kami sependapat dengan jawaban dari Pemerintah Ayat (I) Ayat (2) ini, tapi kami kaitkan dengan Ayat (4) daripada FKP. Dikaitkan Pak jadi I, 2, 3 nya diambil daripada Ayat (4) daripada FKP. Itu nanti akan merubah ayatnya Pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau kita baca Ayat (2) Pemerintah itu gabungkan Ayat (2), (3) FKP kami kira, cuma apa begitu maksudnya FKP diarahkan untuk pernanfaatan keunggulan kompcratip ,sumberdaya tanaman dan efisiensi usaha dengan memperhatikan bangsa pasar. Esensinya sudah ada di sanakah? Dari Ayat (2) ini tolong ditanggapi sebentar. ·

Kami -silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Kalau memperhatikan jawaban Pemerintah penyempurnaari dari FKP ini sudah bah wa Ayat (1 ), (2 ), (3) ini dijadikan dua ayat. Oleh karena dengan demikian kami dapat menerima usul Pemerintah dengan menambah satu ayat dari Ayat (4) dari FKP. Itu Pemerintah menetapkan keterituan lebih lanjut mengenai ini dicantumkan ditambahkan. Pemerintah itu. Jadi yang dari jawaban Pemerintah menjadi tiga ayat. Yang satu ayatnya diambil dari Ayat (4) FKP.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Terima kasih Pak Ketua.

Kalau Ayat (2), (3) usulan FKPP diramu dan dirangkum dalam Ayat (2) usulan Pemerintah apakah tepat Pak. Masalahnya adalah menurut pemahaman FKP pembinaan itu mestinya diarahkan dulu pada apa yang dirumuskan dalam Ayat (2) itu Pak. Namun dalam rangka Ayat (2) itu faktor pembatas­nya adalah keunggulan komperatif d.an bangsa pasar Pak. Ini sebetulnyajalan' pikirannya FKP Pak. Sehingga kalau dirumuskan seperti rumusan Pemerintah' ini nanti apakah tidak menutup karena ini koma koma Pak. Sehingga posisi pemanfaatan keunggulan komperatip dan efisiensi usaha itu, apakah memang itu sebab ada nanti budidaya yang hanya untuk kepentingan kebutuhan se­hari-hari Pak, ada, jadi tidak senantiasa itu, kalau dikoma diramu sekaligus begini seolah-olah nanti menutup itu. Pada hal yang kita maksudkan ini Pak untuk meningkatkan produksi mutu dan niliti tambah hasil budidaya saja

415

Pak dan hasil efisien penggunaan lahan itu saja.dulu. Dalam kerangka itu nan ti Pemerintah perlu komperatif efences dan permintaan pasar itu Pak. Sebab itu memang ada produksi yang tidak senantiasa harus ke pasar itu Pak. Me­mang itu hanya menjadi faktor pembatas. Sehingga jangan juga kita usahakan komoditi-komoditi yang tidak bisa dijual, tapi itu bukan acuan utama. Sebab kalau digabung seolah-olah menjadi sama. Itu saja pemikiran FKP Pak Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Rasanya kita kembalikan ke Pemerintah,, barangkkali, sedangkan for­mulasi yang digabung sehingga esehsinya agak sedikit meleset daripada yang diharapkan oleh FKP.

Kami silakan.

PEMERINT AH (SEKRETARIS JENDERAL DEP ARTEMEN PERT ANIAN):

Bapak Pimpinan dan Ibu dan Bapak Sekalian yang terhormat.

Atas perkenaan Bapak Menteri maka setelah mendengar penjelasan­penjelasan dan saran-saran yang ada sebetulnya apa yang dirumuskan di· Ayat (2) dari refisi Pemerintah itu, itu karni pikir tadinya Pemerintah memikir sudah menampung apa yang diungkapkan oleh FKP di Ayat (2) dan Ayat (3). Namun setelah dijelaskan lebih lanjut oleh Pak Umbu kelihatannya memang ada yang perlu kita tampung begitu, sehingga agaknya rumusan-rumusan FKP ini juga bisa kita terima.

Terima•kasih.

KETUA RAP AT:

Ayat (4) nya Pak perlu Pemerintah menetapkan itu ketentuan lebih lanjut saja.

PEMERINT AH (SEKRETARIS JENDERAL DEPARTEMEN PERTANIAN) :

Termasuk it~ bisa diterima.

KETUA RAPAT:

lni tanggapan Pemerintah, karni persilakan F ABRI.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Dari dua rumusan ini agak condong pada rumusan FKP namun barang­kali kami tadi menanyakan bagaimana perwujudan daripada tugas-tugas nasional untuk swasembada beras dan swasembada gula ini tidak nampak. Karena di sini oreantasinya pasar semua.

416

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Apakah Ayat (2) itu belum menampung Pak pembinaan budidaya tanaman diarahkan untuk meningkatkan produksi, satu. Mutu dan nilai tambah dari budidaya tanaman serta efisiensi penggunaan lahan dan sarana produksi. Baru Ayat (3) nya yang pasar itu, ini penekanan khusus memang, untuk yang kita pasarkan apalagi yang internasional ini sangat penting keung­gulan komperatip bangsa pasar atau perrnintaan pasar. Apakah perlu secara jelas ditegaskan barangkali, barangkali ditujuan itu sudah ada Pak. Di tujuan barangkali maksud Bapak itu lebih dalam.

FABRI ( F. SUKORAHARDJO) : Karena kita tahu Pak, jadi produksi beras, produksi gula itu memang dia­

rahkan untuk mecukupi kebutuhan nasional, kebutuhan dalam negeri, kebu­tuhan masyarakat. Sedang kalau kita misalnya meningkatkan produksi belum, bisa saja meningkatkan produksi dalam rangka ekspor. Saya mengusulkan di Ayat (3) ini ditambah keunggulan komperatip, pemintaan pasar komoditi ser­ta kecukupan kebutuhan dalam negeri.

KETUA RAPAT: Kita tawarkan lagi tawaran FABRI, di samping memperhatikan keunggul­

an komperatip, bangsa pasar juga mengenai kebutuhan dalam negeri. Ini ta­waran FABRI, usul baru. Tadi Pemerintah sudah relatip sepakat dengan formulasi, essensinya sudah sa­ma, tinggal formulasinya dan telah disepakati oleh Pemerintah dan FABRI

Kami silakan FPP tapi ada tambahan lagi untuk Ayat (3) dari FKP jadi permintaan pasar komoditi budidaya bersangkutan itu dikomakan dananya, jadi komoditi dan kebutuhan nasional.

Silakan.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO)t Saya kira pemenuhan kebutuhan dalam negeri bisa hanya memang tidak

semua komoditi yang kita usahakan, hanya yang strategis saja yang kira karena kalau semua komodi ti itu jangan:iangan ongkosnya tinggi-tinggi se­kali sehingga sebetulnya kurang menguntungkan secara. nasional. Tapi yang strategis memang begitu, memenuhi kebutuhan untuk komoditi tertentu begi­tu.

FABRI (F. SUKORAHARDJO): Kami rasa juga tidak perlu Pak karena permintaan pasar komoditi itu ju­

ga tidak semua komoditi. Jadi tidak parlu eksplisip dicantumkan bahwa kebu­tuhan tertentu. Karena kalau kita katakan keunggulan komperatip okey, per­mintaan.

417

KETUA RAPAT: Tidak usah diperinci, karena keunggulan komporatip tidak semua mem­

punyai keunggulan komperatip. Pasar-pasarnya juga berfariasi, kebutuhan da­lam negeri juga berfariasi juga. Jadi unsurnya itu Pak.

Silakan barangkali yang lain.

FKP (H, MOHAMMAD SOELARDI HADISAPUTRO): Menurut FKP permintaan pasar itu sebenarnya sudah termasuk itu.

dalam maupun luar negeri, dus otomatis itu, Tidak perlu disebutkan secara khusus itu menurot pengertian kami.

K"ETUA RAPAT: Terima kasih, FPP tambahan.

FPP (DRS. H MARDINSY AH) : Bapak Ketua, tadi telah sepakat dengan rumusan dari Pemerintah, kemu­

dian karena penjelasan lebih jelas oleh FPP maka berubah kita kembali kepada konsep yang dirumuskan oleh FPP kami dapat menerima Pak konsep ini, na­mun dengan penarnbahan daripada FABRI itu perlu dipikirkan Pak. Apakah termasuk dalarn pe!Velasan pasal atau tidak. Sebab ini yang dimaksud FABRI adalah untuk di dalam negeri, ini perlu dipikirkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH) : Saudara Ketua, seperti apa yang dikernukakan Pemerintah, yang Peme­

rintah mendukung pendapat FKP ya kami pun mendukung, oleh karena Pem­rintah sudah mendukung FKP. Dan mengenai usul tarnbahan kalimat dari F ARI kami disini cenderung di pasal penjelasan saja Pak.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih. . Barangkali kita kembalikan kepada Pemerintah untuk mengenai kebutu­

han dalam negeri, kebutuhan. dalarn negeri terhadap komoditi pertanian ini. Silakan Pemerin tah.

PEMERINTAH (SEKRETARIS JENDERAL DEPARTEMEN PERTANIAN) : Terima kasih Bapak Pimpinan. Setelah ini mendengar itu maka akhirnya perumusannya seperti ini yang

diusulkan Pak, Ayat(3) itu, pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat

418

(2) didasarkan pada ·pemenuhan kebutuhan dalam negeri; keunggulan kopa­ratif dan permintaan pasar ·komoditi budidaya tanaman bersangkutaan. Apa ini bisa di terima, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri, keunggulan koparatif, dan permintaan pasar komoditi budidaya tanaman bersangkutan.

Silakan FK P.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Terima kasih Pak. Jadi memang secara harapiah rumusan kami kira kita bisa sependapat,

namun yang barangkali kita perlu kaji lebih lanjut seperti apa yang dikemu­kakan oleh rekan FKP sebelumnya, bahwa memang yang essensi daripada per­mintaan pasar yang dikemukakan tadi memang itu dalam negeri dan luar nege­ri, apakah dengan penambahan itu tidak operbodih gitu saja Pak, karena sebe­tulnya sudah bicara pasah ya tentu lllltuk yang di butuhkan seluruh warga ne­gara toh Pak, kan namanya tidak untuk konsumsi untuk dirinya sendiri kan begitu, tentu untuk konsumsi masyarakat luas, tentu essensinya adalah kebu­tuhan dalam negeri. Ini saja yang kita perlu apa Pak, kalau memang ini bisa kita kesampingkan penafsiran yang demikian, ya saya kira tidak ada masalah Pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: FPDI silakan sekali lagi mengenai tambahan ini dengan rumusan yang ba­

ru dari fumerintah.

FPDI ( H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH): Saudara Ketua penambahan anak kalimat pada Ayat (3) yang diusul­

kan oleh F ABRI, dari dijelaskan oleh Pemerintah biarpun tadi ada pejelasan lebih lanjut dari FKP saya rasa lebih explisit kalau ini di rumuskan tertulis seperti diusulkan i>emerin tah ta di Pak, yaitu pada didasarkan pada Peme­nuhan kebutuhan dalam negeri, dan seterusnya. Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT : FPP, masih per1u memi.kirkan lagi tadi.

FPP. (DRS. H. MARDINSYAH): Setuju dengan penambahan daripada Pemerintah P-ak.

419

KETUARAPAT: Setuju, baik terirna kasih. Saya kira kita sudah dapat putuskan ini, setelah penyempurnaan PasaJ

ini menjadi 4 ayat, 40 berapa ini, 41 menjadi 4 ayat, Ayat (1) nya berbunyi: Pemerintah melaksanakan pembinaan budidaya tanaman dalam bentuk pengaturan, pemberian bimbingan, memang sudah ada 3 dan penga­wasan terhadap penyelenggraan budidaya tanaman.. Ayat (2) pembinaan budidaya tanaman diarahkan untuk meningkatkan produksi, mutu, dan nilai tambah hasil budidaya tanaman serta efisiensi penggunaan lahan dan sara­na produksi. Ayat (3) pembinaan sebagairnana dimaksud dalam Ayat (2) didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri, keunggulan kom­paratif, dan permintaan pasar komoditi budidaya tanaman besangkutan. Keempat Ayat (4) Pemerintah penetapan ketentuan lebih lanjut mengenai pernbinaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) dapat disetujui,

(RAPAT SETUJU)

Saya kira rnasih kuat badan kita ini.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH ) : INTERUPSI Saya rasa kira istirahat dulu Pak Ketua, kita lanjutkan besok.

KETUARAPAT: Istirahat dulu a tau lanjutkan besok, jam 14. 00 WIB ini kita hitung­

hitung dulu ini, tingg:al berapa lagi ini kita bantu dulu 41 jadi 50 sepuluh lagi ini ya' sudah ringan-ringan itu, usulan baru belum,kalau pidana lain­lain sudah mudah itu apa saja usulan baru itu, banyak air, oh masih banyak juga ya' kita selesaikan sampai 45, tak mampu lagi. Besok kita sampai malamlah, sampai selesai, saya kira kita sepakat untuk menyelesaikan ini dapat disetujui sampai selesai besok kita mulai jam 1400 WIB karena ada rapat Kabinet maka kita mulai jam 14.00 WIB selcsainya sampai selesai. Yang kami harapkan Bapak Menteri dan Bapak Menteri Muda dapat hadir kalau Bapak Menteri agak puyeng sedikit bisa .... , baiklah den~n ijin Ibu dan Bapak saya skors rapat ini sampai besok jam 14. 00 WIB siang. Terima kasih.

420

Assallamu'allaikum Warohmatullohi Wabarakatuh.

Jakarta, 3 Maret 1992 a.n. KETUA RAPAT

KEPALA BAGIAN SEKRETARIAT KOMIS! IV

ttd

TAQWIM, SH. NIP. 21.0000430.