56
RISALAH RAPAT RAPAT PANITIA KERJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA JUMAT, 3 FEBRUARI 2012 Tahun Sidang : 2011 – 2012 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Sekretaris Kementerian PAN dan RB, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri (diwakili) dan Dirjen Peraturan Perundang- Undangan Kementerian Hukum dan HAM (diwakili) Hari / Tanggal : Jumat, 3 Februari 2012 Pukul : 09.00 WIB – Selesai Tempat Rapat : Hotel Aston, Bogor Ketua Rapat : Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA / Ketua Panja RUU ASN Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Lanjutan Pembahasan rumusan substansi Panja RUU ASN Anggota : 18 dari 25 orang Anggota Panja Komisi II DPR RI 7 orang Ijin Nama Anggota : Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 2. Ganjar Pranowo 3. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 4. Drs. H. Abdul Gaffar Pattape 5. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 16. Drs. H. Akhmad Muqowam Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 6. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 7. Dr. Ir. Markus Nari, M.Si 8. Drs. Murad Nasir, MSi 9. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd 17. Abdul Malik Haramain, M.Si Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 10. H. Rahadi Zakaria, S.Ip, MH 11. Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M.Phil 12. Zainun Ahmadi 18. Drs. H. Harun AL Rasyid, M.Si Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 13. KH. Aus Hidayat Nur 14. H.M. Gamari Sutrisno --

risalah rapat - DPR RI

Embed Size (px)

Citation preview

RISALAH RAPAT

RAPAT PANITIA KERJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA JUMAT, 3 FEBRUARI 2012

Tahun Sidang : 2011 – 2012 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Panitia Kerja (PANJA) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Sekretaris Kementerian PAN dan RB, Direktur Jenderal Otonomi

Daerah Kemendagri (diwakili) dan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (diwakili)

Hari / Tanggal : Jumat, 3 Februari 2012 Pukul : 09.00 WIB – Selesai Tempat Rapat : Hotel Aston, Bogor Ketua Rapat : Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA / Ketua Panja RUU ASN Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Lanjutan Pembahasan rumusan substansi Panja RUU ASN Anggota : 18 dari 25 orang Anggota Panja Komisi II DPR RI

7 orang Ijin Nama Anggota : Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 2. Ganjar Pranowo 3. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si

Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 4. Drs. H. Abdul Gaffar Pattape 5. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum

16. Drs. H. Akhmad Muqowam

Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 6. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 7. Dr. Ir. Markus Nari, M.Si 8. Drs. Murad Nasir, MSi 9. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd

17. Abdul Malik Haramain, M.Si

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 10. H. Rahadi Zakaria, S.Ip, MH 11. Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M.Phil 12. Zainun Ahmadi

18. Drs. H. Harun AL Rasyid, M.Si

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 13. KH. Aus Hidayat Nur 14. H.M. Gamari Sutrisno

--

Fraksi Partai Amanat Nasional: 15. Drs. Fauzan Syai’e

Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc. IP, M.Si 2. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3. Ignatius Moelyono 4. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc

5. Paula Sinjal, SH, M.Si 6. Dra. Eddy Mihati, M.Si 7. Miryam S. Haryani, SE, M.Si

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT: Ada dua kemungkinan ini, kita melanjutkan pembahasan KASN, atau kita cari yang mudah-mudah dulu, yang mana? Kita ambil yang mudah-mudah dulu ya? Oke. Pak Ganjar, Hari ini kita akan membahas insyaAllah kita selesaikan sampai jam berapa nanti kita? 11.30 lah paling lambat. Mengenai 7. kode etik, 14...PNS, 16. Penilaian, 17. Pensiun, 22.LHKPN. Setuju? Oke ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baik kita mulai 7. KASN nanti kita tunda dulu Pak, nanti malam Pak. Nanti malam tidak ada ya? Baik, 7 kode etik, kami persilakan dari pemerintah. PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB): Terima kasih Pimpinan Sidang, Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Selamat pagi. Terhadap cluster yang terkait dengan kode etik dan disiplin, pemerintah juga sudah melakukan pembahasan dengan berbagai instansi terkait, dan dalam bahan yang sudah kami sampaikan pada dasarnya pemerintah mengusulkan tambahan bab baru tentang kode etik dan disiplin. Mengapa demikian, karena memang kita mempunyai pandangan bahwa Aparatur Sipil Negara adalah pekerjaan profesi, atau Aparatur Sipil Negara adalah jabatan-jabatan profesi. Jadi layak untuk mendukung profesionalisme dan untuk mendukung kompetensi dan perilaku bagi pelaksana-pelaksana tugas pekerjaan yang profesi ini, ya Aparatur Sipil Negara ini maka perlu dirumuskan adanya kode etik dan pengaturan mengenai masalah disiplin. Pemerintah mengusulkan agar Bab Kode Etik lebih terperinci dah harus ada pedoman atau ketentuan yang lebih implementatif. Penegakkan kode etik dan disiplin harus ada sanksi. Oleh karena itu maka untuk penegakkan masalah kode etik dan disiplin diusulkan bukan menjadi tanggung jawab organisasi profesi Aparatur Sipil Negara tapi perlu adanya badan seperti Badan Kehormatan dan harus ada sanksi. Usulan pemerintah adanya penambahan ayat pada Pasal 6 sebagai berikut: Ayat (1) “Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas diadakan Peraturan Disiplin Aparatur Sipil Negara”.

2

Ayat (2) “Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melanggar ketentuan peraturan disiplin dikenakan sanksi”. Ayat (3) “Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari hukuman disiplin ringan, sedang dan berat”. Kemudian di dalam Pasal 85, yang termasuk dalam DIM 276 sampai 278, “Pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan disebutkan secara khusus pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, karena untuk diluar peraturan perundang-undangan sudah ada sanksinya”. Maksudnya peraturan perundang-undangan yang lain. Jadi spesifik pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian saja yang diatur dalam Aparatur Sipil Negara. “Untuk jenis pelanggaran perlu dipikirkan kembali”. “Mengenai contoh kasus perdata seperti apa, dan apakah diharuskan membayar kerugian akibat yang ditimbulkan”. Demikian Pimpinan dan mohon ijin Pimpinan, sekiranya dari teman-teman pemerintah yang lain ada akan menambahkan, kami persilakan dari BKN. Oh tidak, sementara itu dulu Pimpinan. KETUA RAPAT: Baik, saya rangsang dulu. Kita berjanji, kita sudah sepakat, kita akan membuat undang-undang yang lebih baik daripada undang-undang yang lalu. Dia bukan undang-undang yang biasa-biasa saja, dia tidak sama begitu saja. Mohon pandangan teman-teman kita lihat ke sini. Ini kita bicara kode etik profesi. Kita lihat kedokteran dia punya kode etik sendiri, guru dia punya kode etik sendiri, jaksa dia punya kode etik sendiri, Polri dan TNI dia punya kode etik sendiri, DPR RI punya kode etik sendiri. Jadi saya kira kita kode etik yang ada di sini ini kode etik apa gitu loh? Kode etik birokrasikah? Harus jelas kode etik coba bagaimana? Saya kembalikan kepada teman-teman dulu, silakan ditanggapi dulu. Terima kasih. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Terima kasih Pak Ketua. Betul yang Bapak Ketua katakan itu, ini perlu ada kode etik. Cuma yang jadi masalah sekarang, kalau kode etik dari masing-masing lembaga lain itu ada, kemudian mereka juga adalah Aparatur Sipil Negara, tergolong Aparatur Sipil Negara ini berarti bisa jadi tumpang tindih, yang mana nanti mau dipilih kode etiknya? Kalau dia melakukan pelanggaran kode etik, sanksi kode etik yang mana yang akan dikenakan pada yang bersangkutan, sementara dia juga ada di kode etiknya nanti tumpang tindih sanksi itu. Itu yang pertama. Jadi kalau lain-lain kalau memang disetujui, saya cuma ingin menyampaikan tadi itu mengenai sanksi. Sanksi itu sebenarnya yang biasanya yang ada itu bukan 2 saja, bukan sanksi sedang dan berat, tetapi 3, sanksinya itu ringan, sedang dan berat. Ringan itu teguran lisan, sedang itu teguran tertulis dengan embel-embelnya, sedangkan sanksi berat itu adalah pemecatan. Jadi tetap juga memang ada sanksi ringan berupa teguran lisan kalau memang nanti dimuat ini, tapi yang pertama dulu itu kira-kira apakah ini urgensinya perlu di sini, kalau ini berarti apa tidak mengganggu kode etik yang lain ya begitu. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Ada lagi? Silakan.

3

F-PG (Ir. MARKUS NARI, M.Si): Terima kasih Pimpinan. Kalau saya kita mesti melihat ke belakang dulu, yang kita mau buat undang-undang ini kan yang terbaik katanya ya kan. Kita mesti jelas dulu Aparatur Sipil Negara itu apa ya kan, bagaimana Aparatur Sipil Negara dan Pegawai Negeri Sipil itu sendiri. Saya lihat dari saya baca-baca sendiri di sini kan, di situ ada ditulis Pegawai Aparatur Sipil Negara, ini juga dari kata-katanya sudah aparatur itu sudah pegawai sebenarnya kalau kita mau lihat kan. Nah PNS Pegawai Negeri Sipil ya pegawai. Sementara kalau tadi dikatakan Ketua dalam kepegawaian itu masing-masing instansi punya kode etik tersendiri. Yang mau kita buat ini adalah kode etik di dalam Aparatur Sipil Negara itu sendiri. Sehingga dalam penetapan Aparatur Sipil Negara itu, Aparatur Sipil Negara ini, itu harus diatur dengan aturan-aturan termasuk kode etik yang kita mainkan di dalamnya. Saya kira gitu, jadi kita dengan profesi contohnya tadi dokter itu punya profesi dengan kode etik tersendiri yang kita ini, itu memang ada kode etik kodekteran, tetapi kalau dia masuk di dalam bagian Aparatur Sipil Negara ini, dia harus terikat dengan kode etik yang kita bua di sini gitu. Jadi jangan kita menganggap bahwa ini nanti akhirnya membingungkan daripada masyarakat ini loh kalau ini kok lain dia punya kode etik. Kalau ini, Pak Ketua kita melihat kalau dia masuk dalam Aparatur Sipil Negara itu sendiri, dia harus terikat dengan kode etik yang dalam kelembagaan Aparatur Sipil Negara itu sendiri. Jadi saya tetap berpikir bahwa kode etik tetap kita masukkan, karena apa, kalau dia ada di dalam, nanti itu ada kan peraturan yang lebih di bawahnya ini yang membuat secara mendetil masalah kode etik itu. Jadi saya kira ini barangkali dari saya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Fauzan dulu. Setelah itu Pak Gamari. F-PAN (DRS. H. FAUZAN SYAI’E): Terima kasih Pimpinan. Pihak eksekutif yang saya hormati. Yang pertama, tentu memang di dalam kita merumuskan kode etik ini yang memang secara menyeluruh itu pegangan pokok Pak. Yang kedua, ini memang perlu dicantumkan sanksi yang tegas, kenapa, kita melihat bahwa pengalaman masa lalu yang namanya Pegawai Negeri Sipil itu bisa tidak masuk berbulan-bulan, tetapi karena sanksinya tidak tegas begitu, dia kelang saja masuknya 1 hari itu sudah lepas pada posisi-posisi seperti itu. Jadi ini memang perlu ada suatu penegasan khusus, dan kalau memang ini bisa detil begitu seperti yang diusulkan oleh pihak eksekutif saya sependapat hal yang demikian ini karena sanksi ini sangat perlu, termasuk yang kita masuk kita bicarakan terus tentang netralitas daripada Aparatur Sipil Negara itu atau Pegawai Negeri Sipil itu. Terima kasih.

4

KETUA RAPAT: Ini menarik sekali yang disampaikan Pak Fauzani ini mengenai netralitas itu adalah etika kita itu. Silakan Pak Gamari. F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO): Terima kasih Pimpinan. Anggota Panitia Kerja. Bapak-bapak dari pemerintah. Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh. Beberapa hal yang tadi disampaikan oleh teman-teman dan juga dari pemerintah, perlu kita rumuskan bersama sehingga memang kode etik Aparatur Sipil Negara ini memang berisi aturan-aturan yang memang bisa dipedomani oleh seluruh Aparatur Sipil Negara. Yang menarik bagi saya adalah yang disampaikan oleh Pak Markus tadi. Pegawai Aparatur Sipil Negara. Dalam Ketentuan Umum itu Aparatur Sipil Negara yang disingkat Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan profesi bagi pegawai tidak tetap pemerintah. Ini mari kita pahami bersama, Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan bagi pegawai tidak tetap pemerintah. Lalu kemudian memang menjadi confused kalau pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) digabung Pegawai Aparatur Sipil Negara. Ini kalau kemudian kita coba dalami Pegawai Aparatur Sipil Negara, berarti pegawai dalam profesi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah. Diantara pegawai profesi dengan profesi ini kan sesuatu yang menjadi confused jika kemudian kita gabung. Yang ini memang harus mengacu kepada Ketentuan Umum Aparatur Sipil Negara itu sendiri apabila kode etik ini memang harus dirumuskan. Bahwa kemudian kode etik harus dibuat secara rinci dan jelas itu kami setuju. Cuma Ketentuan Umum ini yang kemudian tadi agak sedikit membingungkan, memang perlu kita lihat kembali, apakah Pegawai Aparatur Sipil Negara menjadi rumusan yang tepat untuk kita tambahkan Pegawai Aparatur Sipil Negara, karena Aparatur Sipil Negara itu sendiri sudah profesi Pegawai Negeri Sipil dan profesi pegawai tidak tetap pemerintah. Nah kemudian kan di sini juga ada uraian termasuk Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saya juga ingin menanyakan lebih lanjut ini kan Anggota Kepolisian dengan Sipil Kepolisian kan berbeda ini. Yang dimaksud yang mana ini? Polisinya itu atau tenaga sipil yang ada di Kepolisian? Ini masih membingungkan buat saya Pak. Aparatur Sipil Negara ini apakah polisinya itu juga Aparatur Sipil Negara? Karena nanti bisa menimbulkan pertanyaan lebih jauh lagi ya, karena aparatur militer, aparatur kepolisian, apa lagi sekarang sudah jelas ini yang para TNI Polri sudah kita pisahkan. Kemudian aparatur sipik kelompok lain lagi. Rasanya agak menjadi bingung kalau kemudian polisi ini menjadi Aparatur Sipil Negara, terkecuali kalau institusi Polri ini ya bukan institusi tersendiri seperti yang sudah ada sekarang. Kalau institusi Polri itu ini adalah bagian dari sebuah kementerian ya, ini bisa kita berlakukan ke sana. Kalau ini institusi Polri masih institusi yang berdiri sendiri, ini agak sulit untuk kita guanakan Aparatur Sipil Negara sebagai profesinya polisi. Itu saja Pak komentar saya.

5

KETUA RAPAT: Baik, Ini kita anu luruskan lagi. Kita mengenal aparatur negara, aparatur negara itu terdiri dari aparatur sipil negara dan aparatur yang militer. Aparatur sipil di dalamnya termasuk Kepolisian itu Aparatur Sipil Negara. Kemudian kita mengenal yang namanya Kepolisian itu profesi. Anggotanya Pegawai Kepolisian. Profesinya adalah Kepolisian, makanya undang-undang ini adalah Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, undang-undangnya bunyinya begitu. Undang-Undang Kejaksaan, Anggotanya adalah Pegawai Kejaksaan, karena Kejaksaan itu adalah profesi. Undang-Undang tentang TNI, prajurit itu adalah manusianya, sedangkan kita kemarin itu awalnya ini Pak Gamari kita hanya punya Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil itu adalah pegawainya itu, tidak ada Undang-Undang tentang Profesi daripada Aparatur Sipil Negara ini profesinya. Oke, tapi saya kembalikan kepada pemerintah. Sebelum itu mungkin dari teman-teman masih ada tanggapan dulu biar nanti sekaligus? Silakan. F-PDIP (ZAINUN AKHMADI): Terima kasih Pimpinan. Saya juga agak bingung ini, kebingungan itu berangkat dari Pasal 3 Rancangan Undang-Undang itu yang menyebutkan di sana Aparatur Sipil Negara sebagai profesi ya, tapi kalau pakai sebagai berarti Aparatur Sipil Negara sebagai sebagai, tapi kalau disebut di sini Aparatur Sipil Negara adalah profesi, nah itu betul-betul profesi. Saya meyakini bahwa Aparatur Sipil Negara itu bukan profesi, melainkan di sana itu adalah kumpulan profesi-profesi ada dokter, guru, polisi bahkan dan sebagainya itu, karena itu kepada pemerintah kalau ini dikenain kode etik atau istilahnya itu kurang tepat gitu, karena ini bukan profesi, itu menurut saya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Oke, pendapat yang lain? Silakan Pak. F-PPP (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM): Terima kasih. Ya ide untuk memasukkan kode etik saya kira harus ditangkap sebagai upaya lebih antisipatif terhadap persoalan-persoalan yang akan muncul di kemudian hari saya kira, karena itu perlu kode etik. Hanya memang kemudian di dunia profesi, tidak hanya profesi Pak, di berbagai negara adalah undang-undang tapi juga ada kode etik Pak. Kalau kemudian kita tarik ke atas Pak Sekretaris dan Bapak Ibu sekalian, itu adalah ...itu kemudian bisa diterjemahkan di dalam konsep aturannya adalah menjadi kode etik. Jadi seperti itu Pak Ketua.

6

Nah karena itu kalau kemudian kita sekedar memasukkan kode etik, saya kira tidak tepat, karena itu kalau ada ahli filsafat Pak itu tepat sekali, mana masuk wilayah mana kode etik yang kita maksud seperti apa ini. Di dalam Islam, rukun Islam yang lima itu adalah kode etik kita dalam Islam...juga ada kode etik bagi dalam rangka misalnya pertahanan Israel juga ada. Kemudian di dunia profesi, ada juga kode etik. Jadi saya ingin Bapak Ibu sekalian agar kita pemerintah yang memberikan usul mengusulkan... kode etik saya kira. Konsep satu, konseptualisasinya seperti apa dulu ini Pak, di samping landasan filosofislah barang pasti. Lalu yang kedua adalah posisinya itu seperti apa? Di balik hingar bingarnya banyak sekali yang namanya profesi-profesi yang lain itu. Sehingga tidak kemudian adanya kode etik yang ada di Aparatur Sipil Negara itu kemudian tidak menjadi acuan bagi aparat dalam rangka melaksanakan misi daripada dia sebagai Aparatur Sipil Negara sendiri Pak. Jadi ini Pak Taufiq yang saya kira tolong Bapak dari pemerintah jelaskan kepada kita lebih dulu, tidak sekedar memasukkan, tetapi bahwa kalau kemudian ke depan itu adalah kode etik ini ada, maka harus efektif. Belum masuk pada wilayah sanksi tadi itu apakah sanksi ringan, berat atau tidak. Saya kira apakah kemudian masuk pada wilayah pidana atau perdata saya kira soal kemudian. Tetapi positioning substansi dan posisi itu harus jelas dulu Pak Bapak Ibu sekalian. Nah mungkin tadi Pak Sekretaris Utama sampaikan, mungkin ada Bapak-bapak yang lebi menyampaikan dari sisi konseptualisasi, dari sisi ya cenderung agak filsafat sedikit. Barusan saya sampaikan kepada beliau Pak Harun. Pancasila yang kita tahu itu adalah made ini Soekarno, padahal saya bilang itu sebetulnya hanya sampling saja itu Soekarno itu, kode etik budha itu ada, Pancasilani itu Pak, nah oleh Soekarno diambil sebagai Pancasila, isinya bukan Pancasila hari ini kemudian 1 Juni sebagai Soekarno ngomong pertama itu. Jadi saya kira sebagai good of conduct ya sebagai kode etik saya kira kita tidak main-main ini bahasa saya Pak. Tidak main-main Pak Taufiq, begitu masukkan maka ini harus efektif untuk Aparatur Sipil Negara secara keseluruhan ini, itu Pak Ketua. Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Harun silakan. F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID): Terima kasih. Saya melihat bahwa pembentukkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ini merupakan dasar daripada suatu keputusan terhadap kedudukan pegawai negeri. Begitu juga kalau seumpamanya Republik Indonesia ini ada Undang-Undang Dasar utamanya. Itu Undang-Undang Dasar 1945. Kalau seumpamanya kode etik dalam ...dari suatu profesi, saya rasa itu merupakan peraturan atau kode etik yang tidak melanggar atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar daripada kode etik Aparatur Sipil Negara tadi. Ini kalau dari kode etik Aparatur Sipil Negara ini merupakan dasar utama. Kalau Undang-Undang Dasar 1945 kalau kita membuatkan suatu undang-undangnya ya itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, begitupun juga kalau kode etik dari profesi tidak bertentangan dengan harus dasarnya daripada undang-undang etika yang dari kode etik yang Aparatur Sipil Negara tadi. Sehingga boleh saja kode etik dari korps dari profesi itu dibuat dalam menekankan terhadap profesi itu, karena mempunyai pekerjaan yang khusus, sehingga kita nilai boleh kode etik daripada profesi itu dibuat tidak bertentangan dengan dasar utama yang kita buat dari Aparatur Sipil Negara itu. Itu saja pemikirannya.

7

Jadi kita tidak perlu ada kode etik ini tidak perlu berbuat gara-gara ini tidak, kita... karena dasarnya juga dari kode etik utama tadi. Saya rasa begitu pemikiran saya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Khatibul silakan. F-PD (KHATIBUL UMAM WIRANU, M.HUM): Terima kasih saudara Ketua. Bapak-bapak dari pemerintah yang saya hormati. Saya berpandangan bahwa yang penting itu penjelasan pemerintah mengenai kode etik ini, pemerintah mengusulkan tambahan satu bab dan seterusnya, pemerintah mengusulkan agar kode etik lebih terperinci dan harus ada pedoman atau ketentuan yang implementatif. Nah saya berbicara dari soal apakah nanti disebut kode etik apa disebut aturan. Pertama-tama, etika itu memang lebih tinggi dari sekedar aturan tertulis yang mengikat kepada setiap Aparatur Sipil Negara. Kalau tadi Pak Muqowam menganalogikan dengan peraturan dalam Islam, peraturan di dalam Islam menyatakan meskipun masih diperdebatkan, seseorang boleh menikah satu, dua, tiga sampai empat jika terakhir lihat digarisbawahi dengan jika bisa berbuat adil. Nah kemudian oleh Pemerintah Indonesia ini dijadikan etika. Seorang Pegawai Negeri Sipil atau seorang Aparatur Sipil Negara dilarang menikah lebih dari satu, kecuali ijin isteri. Nah itu etika dan sebenarnya tidak perlu di undang-undangkan sebenarnya, karena itu etika, etika itu bagian yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia yang nanti secara normatif akan terkena sendirilah kalau kita melanggarnya atau malu gitu. Nah saya agak menyangsikan kalau pemerintah membikin kode etik, tetapi kemudian di dalam pelaksanaannya tidak implementatif, itu sebenarnya juga agak sia-sia Pak Ketua gitu. Jadi saya usulkan aturannya lebih detil, lebih bisa menjerat Aparatur Sipil Negara yang melakukan pelanggaran, baik pelanggaran yang bersifat moral maupun bersifat administrasi pekerjaan daripada kita membikin norma-norma yang memang agung, karena etika itu selalu agung, seperti tidak implementatif itu. jadi kita mau fungsional atau mau di dalam tanda petik itu sekedar ikut-ikut tentang situasi yang sudah terjadi. Setiap institusi profesi punya kode etik gitu. Nah saya merasa kode etik di DPR RI kan tidak berjalan. Sangat tidak berjalan. Itu bisa dinegosiasikan antar partai misalnya, itu salah satu contoh. Ketika seseorang melakukan pelanggaran moral di parlemen, Badan Kehormatan akan melakukan negosiasi di situ. Bisa dianggap pelanggaran moral, tapi bisa di-split menjadi pelanggaran yang lain yang tidak berimplikasi kepada sanksi. Nah kalau saya membaca pikiran Pemerintah di draft awal ini, pedoman yang dan ketentuan yang implementatif, itu dalam pikiran saya kok aturan yang sangat rijid, ketat, yang bisa menjangkau seluruh pelanggaran Aparatur Sipil Negara sehingga dapat sanksi gitu. Nah kalau sudah itu maknanya, maka buat saya yang penting aturannya itu yang detil. Nah soal itu nanti dinamai kode etik atau dinamai aturan di Pemerintah saya belum begitu bisa memastikan Pak Ketua, tapi yang penting itu Pak. Dari kata-kata Pemerintah sendiri saya mendukung ini usulan Pemerintah sendiri. Terima kasih Pak Ketua.

8

KETUA RAPAT:

Silakan Pak. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE):

Jadi masalah kode etik di sini dengan yang di instansi itu bukan itu yang dipersoalkan. Yang dipersoalkan itu adalah perlakuannya, karena kedua-duanya ada kode etiknya. Ada di kode etik di undang-undang ini, ada juga kode etik di lembaga lain. Nah sekarang kali contohnya , kedokteran melakukan pelanggaran kode etik, yang mana sebenarnya kode etik yang mana yang sanksi yang mana yang diperlakukan apakah sanksi yang ada di kode etik di sini undang-undang ini atau yang ada di kode etik yang ada di kodekteran itu. Nah ini yang susah, yang sulit karena kedua kode etik ini tidak mungkin sama. Mungkin kode etik sana lebih berat, di sini lebih ringan. Nah tentu dia pilih yang ringan. Begitu juga sebaliknya, mungkin di sana ringan di sini berat, tentu yang mana ini yang sebenarnya jadi persoalan. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT:

Silakan Pak. F-PG (DRS. H. MURAD U. NASIR , M.SI):

Terima kasih Pak Ketua.

Mencoba menangkap pemikiran dari Pemerintah, yang sekaligus direspon oleh Pak Ketua tentang pentingnya kode etik ini, saya coba melihat bahwa kode etik memang sangat penting. Pemikiran Pemerintah sangat bagus untuk membuat sebuah kode etik. Hanya saja yang diperlukan di dalam kode etik ini, di dalam kode etik itu memuat aturan yang mengatur tata nilai, bagaimana sesungguhnya seorang pegawai negeri atau Aparatur Sipil Negara itu bisa mengikuti aturan-aturan yang termuat di dalam etika itu. Jadi etika sendiri adalah ketentuan umum yang mengatur tentang baik buruk. Moral tidak sama dengan etika, moral itu mengatur hal-hal perilaku, tapi kalau etika baik buruk. Oleh karena itu, kalau kita mengacu pada sebuah referensi yang mengatur tentang sistem administrasi negara atau etika administrasi pemerintahan, itu diatur, bahwa etika itu mengatur tentang bagaimana seseorang Aparatur Sipil Negara itu berbuat baik dan ini pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.30 kalau tidak salah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jadi Pak Ketua, etika ini ada nilai di dalamnya Pak, ada kebajikan. Nah kebajikan ini kan kearifan. Sepanjang etika memiliki nilai kepantasan, nilai kelayakan, nilai kepatutan, kewajaran, sepanjang memiliki nilai logika, etika maupun estetika, maka perlu kita buat sebuah aturan yang bersifat umum mengatur tentang etika ini. Saya pikir kehendak Pak Ketua, sangat baik sekali apabila kita buat Aparatur Sipil Negara ini, itu ada sesuatu yang mengatur tentang baik buruk ini. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT:

Baik, saudara-saudara sekalian,

Tadi... Pak Ganjar, saya hanya ingin mengingatkan saja, kita sekarang sedang mengingatkan Undang-Undang tentang Etika Penyelenggara Negara. Kalau kita perhatikan konstitusi Amerika, etika negara itu masuk di dalam undang-undang mereka itu hampir 10 pasal itu tentang itu Etika Penyelenggara Negara. Baik saya akan persilakan Pak Ganjar.

9

WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Bapak Ibu yang saya hormati, Sebenarnya ini inisiatif DPR RI memang, jadi sebenarnya DPR RI memang harus lebih banyak menjelaskan ini mohon maaf, jadi buat Anggota baik juga kita bertanya kepada kita, kan kita lebih berdiskusi nanti Pemerintah untuk memberikan alternatif, serta alternatif itulah yang kita hargai sebagai sebuah diskursus yang kita mau. Bapak Ibu yang kami hormati, Mungkin belum ada, tapi saya ingin memberikan gambaran. Di dalam naskah akademis yang kita buat sebelum lahirnya draft Rancangan Undang-Undang ini Bapak Ibu sekalian, boleh minta perhatian sebentar Pak Markus mohon maaf, Pak Gafar mohon maaf. Ini penting karena jangan sampai diskusi kita menjadi faktornya tidak jelas. Ini musuhnya adalah DPR RI dan Pemerintah, ini musuhan kita, nah diantara kita tidak boleh musuhan. Di penyelengaraan negara ada aparatur negara. Di dalam aparatur negara dibagi dua, inilah naskah akademis kita. Ada tentara dan ada Aparatur Sipil Negara. Coba kita pahami pelan-pelan. Saya tadi meminta ijin pada Pak Taufiq. Pak Taufiq mungkin pola diskusinya agak kita ubah sedikit. Sorry, inilah gambarnya. Kenapa, mungkin saya perlu me-remind lagi forum yang terhormat ini untuk mungkin polanya kali setiap cluster itu kita buka dulu ya, kita jelaskan dulu dari kita, terus nanti Pemerintah menanggapi, terus kemudian didiskusikan. Tentu tidak haram berdiskusi itu sampai kemudian terjadi pergeseran pun saya kira tidak soal, yang penting kita bersepakat dan memahami. Tapi saya mau tunjukkan ini kepada Bapak Ibu yang terhormat bahwa ada dua kelompok tentara dan sipil. Nah yang sipil ini ada 3 kelompok. Problem yang boleh kita diskusikan adalah kita mau setuju atau tidak, kan gitu ya. Pemerintah boleh menawar, boleh tidak setuju ya, atau mungkin kita sendiri akan me-review setelah terjadi diskusi yang pekat sekali, kuat sekali ternyata kita mendapatkan informasi bahwa tidak begitu kayanya gitu ya, boleh, diskusi ini akan menjelaskan dan mencerdaskan kita. Di dalam Aparatur Sipil Negara ini, ada 3 Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dan Anggota Polri. Anggota Polri pasti sudah punya kode etik, pasti, tidak mungkin tidak ya. Pegawai Tidak Tetap hal yang baru tentu kita pikirkan, apakah kemudian dia harus punya kode etik dan seterusnya, dan yang terakhir tentu Pegawai Negeri Sipil yang eksisting sekarang ada. Nah Pegawai Negeri Sipil itu di dalamnya itu banyak sekali. Kita ingin mengangkat Bapak Ibu sekalian, Pak Jaksa itu sudah profesi ya, Polisi sudah, Hakim, lah Beliau-Beliau yang di belakang ini sudah profesi belum? Inilah spiritnya dulu mereka ini profesi. Kalau saya tidak salah begitu. Sehingga jenis kelaminnya itu sama. Mereka-mereka adalah orang sebagai aparatur, sebagai birokrat yang profesional, maka terhadapnya itu adalah profesional. Maka dulu kita pernah punya pikir adanya standar minimum. Kalau tidak salah sampai berpikir soal sertifikasi, bagaimana nanti pejabat seniornya eksekutifnya itu akan ada dari mana-mana. Saya kira yang pertama akan memulai LAN kalau tidak salah, LAN ya betul ya? LAN yang sekarang mau dikocok pertama untuk menguji dimana jabatan kepalanya LAN itu ditenderkan semuanya sudah ikut. Sebenarnya kita sudah boleh me-mix dan ya ini uji coba, saya kira LAN ini kita bisa pakai sebagai sebuah acuan untuk sama BKN. LAN sama BKN ya?

10

PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB): Jadi LAN, Kepala LAN dan Kepala BKN dan jabatan Eselon I di ANRI dan juga di Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Baik, ada 4 maka mungkin ini bisa diceritakan nanti Pak, untuk sekedar sebagai background untuk memperkuat diskusi kita. Saya ingin menjelaskan ini saja. Nah nanti ada beberapa jabatan yang didalamnya ada. Nah di dalam Pegawai Negeri Sipil itu terlalu banyak saya kira jabatan profesi yang dinaungi. Maka kalaulah kemudian kita ingin membuat kode etik, di dalam undang-undang ini mungkin kode etiknya yang sifatnya simetrik. Maka nanti dalam profesi yang lebih kecil-kecil mereka akan membuat lebih banyak. Apa isinya kode etik, Mas tolong yang kode etik, turunin.

Bapak Ibu yang saya hormati, Inilah pikiran kita untuk menyeragamkan diskusi kita pada pagi hari ini. Saya bacakan saja, “Pegawai Aparatur Sipil Negara wajib memahami dan menjunjung tinggi kode etik, antara lain menjalankan tugas dengan jujur dan berintegritas”. Saya kira ini common yang general pasti ada semuanya. “Bersikap hormat, sopan, santun, menggunakan kekayaan dan barang milik negara dengan sebaik dan seefisien mungkin untuk kepentingan masyarakat, memegang teguh nilai-nilai dasar Aparatur Sipil Negara, dengan selalu menjaga reputasi dan integritas profesi dalam menjalankan tugasnya dan dilarang menyalahgunakan informasi publik dan atau tugas status, kekuasaan dan jabatannya untuk mendapatkan mencari keuntungan serta manfaat bagi sendiri atau orang lain”. Nah pertanyaannya, apakah yang seperti ini bisa masuk dan sudah sesuai dengan usulan Pemerintah atau belum. Kalaulah dari struktur yang tadi masuk pada isu kode etik ini, bisa kita diskusikan, maka saya ingin mengajak pada Bapak Ibu untuk mem-framing diskusi kita ini pada dua isu ini. Isu yang pertama pada struktur yang tadi ada dalam konteks penyelengaraan negara seperti apa, isu kedua di dalamnya ada value kehendak yang ingin kita mau, yang kita tuangkan seperti ini. mungkin kalaulah ini bisa menjadi kode etik umum, mungkin ini akan bisa kita jadikan. Saya memang berpikir keras. Kode etik itu kan selalu berbanding lurus dengan peradaban. Mohon maaf ya. Begitu peradabannya tinggi, biasanya ada... saya malu, saya tidak bisa kan begitu ya. Ketika kita mau untuk ontime-nya jam 09.00 pasti yang lebih dari jam 09.00 aduh tidak enak sorry-sorry saya terlambat, sorry-nya itu setengah hati bukan, sorry ya saya terlambat lagi sibuk, ditelepon Ketua Partai, itu kan nyepelekan gitu namanya. Ini kira-kira gitu. Nah ini etik, nah kalau value ini tidak masuk, bisa tidak terinternalisasikan. Nah memang tadi betul, ini akan menjadi sebuah formalitas belaka.

Bapak Ibu yang saya hormati, Apakah kemudian dari 2 frame itu 1 struktur dan 2 konten dari etik ini bisa kita diskusikan, kalau iya, maka dalam putaran diskusi ini kita bolehlah kiranya untuk mengacu pada ini, agar kita kembali pada spirit kita menyusun Rancangan Undang-Undang ini. Kalau ada tanggapan tentu kita sangat menunggu. Dari Anggota dulu? Biar clear atau langsung dari Pemerintah?

Pak Gamari. Terus Pak Gafar. Saya persilakan.

11

F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO): Terima kasih Pak Ketua. Saya kira dari naskah akademik yang tadi dijelaskan, kita bisa menggunakannya sebagai acuan dan saya menjadi diingatkan kembali oleh naskah akademik ini, terutama yang terkait dengan kelompok Aparatur Sipil Negara, dimana Anggota Polri menjadi bagian dari profesi Aparatur Sipil Negara. Mengenai kode etik yang saya akan sampaikan adalah kode etik Aparatur Sipil Negara, seharusnya berlaku menyeluruh dan mengikat bagi seluruh kelompok profesi Aparatur Sipil Negara, baik itu Pegawai Negeri Sipil, PTT maupun Anggota Polri. Walaupun masing-masing profesi itu punya kode etik sendiri, tidak ada masalah. Tetapi yang ada di sini merupakan Ketentuan Umum atau kode etik umum yang juga harus dipatuhi oleh profesi Aparatur Sipil Negara pada setiap kelompok itu tadi, lebih kecil. Jadi ada kode etik yang memang itu berlaku secara umum, dan kemudian setiap profesi itu punya kode etik, itu tidak masalah. Ini saya bandingkan dengan kode etik yang harus dibuat di dalam ketentuan dan diamanahkan dalam Undang-Undang No.17 tentang Intelejen Negara. Intelejen itu banyak komunitasnya. Ada intelejen di Kejaksaan, ada di Imigrasi, di Kepolisian, di Tentara. Tetapi kode etik Intelejen Negara yang sifatnya umum ini diperlukan gitu. Jadi kode etik profesi yang khusus mengenai profesi tertentu ada, tapi yang sifatnya umumpun diperlukan. Jadi kalau ini yang menjadi pemahaman kita, saya kira tidak masalah. Terus siapa yang mengawasi implementasi kode etik ini? ini menjadi pertanyaan, karena di dalam draft kita dari DPR RI kita jujur mengakui belum ada, maka dari itu Pemerintah mengusulkan kepada kita agar ini bukan menjadi tanggung jawab profesi Aparatur Sipil Negara, tetapi menjadi kewenangan Badan Kehormatan atau Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan atau Badan Kehormatan inilah yang akan mengawasi ya pelaksanaan kode etik Aparatur Sipil Negara itu ya. Nah yang di sini kita harus akui di dalam konsep kita memang belum ada. Yang kemudian saya kira perlu kita bahas usulan Pemerintah ini, sehingga ada lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik ini, dan ini saya kira perlu kita bahas bersama Pak, itu yang menjadi catatan saya setelah Pak Ganjar tadi mengingatkan dan menyampaikan berdasarkan naskah akademik yang kita sudah gunakan itu. Terima kasih. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Terima kasih Pak Ketua. Ya saya kira saya juga setuju seperti yang digambarkan oleh Pak Gamari, itu satu alternatif. Cuma yang jadi masalah nanti kalau kode etik itu ada pada Aparatur Sipil Negara ini induknya, kemudian di masing-masing instansi lain juga ada, berarti nanti kode etik yang ada pada instansi lain itu harus menyesuaikan dengan Undang-Undang Kode Etik yang ada di sini karena ini induknya, tidak boleh bertentangan itu pasti. Saya kira itu Pak yang satu. Kemudian yang kedua, alternatif kedua saya menawarkan atau lebih jauh memikirkan bahwa kalau kode etik ini dilekatkan pada undang-undang ini yang hanya memuat satu dua pasal, itu saya kira tidak cukup, karena kalau kita bicara mengenai kode etik itu harus ada pasal-pasalnya. Apalagi tadi digambarkan Pak Ganjar itu, itu begitu banyak kode etik yang bisa dilanggar terhadap point-point yang ada di dalam itu, ada kesopanan, ada tidak bersikap formal, macam-macamlah, ya itu.

12

Kalau satu contoh, jadi ini bisa dimuat di sini dengan catatan itu pasalnya banyak, supaya bisa mencakup itu semua, tapi boleh juga undang-undang ini tersendiri, kemudian dibuatkan satu lagi PP tentang Kode Etik. Itu pilihan saya, karena apa, contohnya di DPR RI, di DPR RI itu ada Undang-Undang DPR, MPR, DPRD yang kita kenal dengan MD3 No.27 tahun 2007. Ini undang-undangnya ada, itu tidak melekat kode etik di situ. DPR RI membuat satu peraturan, Peraturan DPR RI No.101 ini tahun ini tentang kode etik tersendiri, di situlah dimuat pasal-pasal yang begitu banyak, induknya daripada itu hampir sama tapi dia singkat. Kode etik itu adalah ucapan dan perilaku yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh Anggota DPR RI, itu seperti itunya. Di situlah tadi diterjemahkan dalam bentuk pasal-pasal yang banyak, karena di sini tadi ada memuat tentang sanksi-sanksi. Sanksinya yang ringan, yang sedang, yang berat ya, itu harus tidak satu pasal, ada bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan itu sampai bisa diberlakukan sanksi-sanksi ini seperti tadi tidak satu. Jadi kalau seperti ini tadi, hanya mungkin memuat Pasal 6 ayat (1), Pasal sekian saya kira tidak cukuplah. Tetapi kalau memang mau dilengkapi seperti itu, silakan, tetapi kalau tidak, ini tetap Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ditambah lagi nanti ada PP atau peraturan apa namanya Peraturan Kode Etik Aparatur Sipil Negara. Terima kasih Pak. F-PPP (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM):

Pak Ketua, Bapak Ibu sekalian,

Sekali lagi saya minta Pemerintah ya untuk membedakan 3 hal Pak, agar kita bisa jelas pembedaannya. Pertama adalah kode etik, yang kedua adalah yang satu good of etik ya, lalu yang kedua adalah good of conduct, lalu yang ketiga adalah good of practice. Yang tadi berkembang adalah ya kalau bicara jaksa, hakim, dokter, polisi, itu adalah good of pracitce profesional gitu loh Pak. Dia tidak bermuara kepada baik dan buruk saja fokusnya, tetapi mohon maaf kalau good of cunduct itu adalah muara akhirnya disampaikan oleh Beliau tadi, bahwa baik buruk ada sanksi itu di sana. Sebaliknya kalau kemudian kita bicara misalnya kode etik mistis, di sana kita bicara bagaimana pengembangan organisasi baik dari kacamata di dalam ataupun bagaimana sosial issue ada di luar, lingkungan dan lain-lain. Karena itu Pak Ganjar, yang Bapak sampaikan ini sebetulnya adalah ini harus diwadahi dalam satu wadah, yang dari 3 itu Pak, Pak Tasdik, menurut saya adalah kita berada di dalam good of conduct untuk Aparatur Sipil Negara, bukan dalam konteks bisnis ya, etika bisnis, kan kita mengenal itu, kemudian bukan juga dalam rangka profesi, sehingga tidak kemudian Pak Ganjar tadi sampaikan bahwa secara simetris bahwa kode etik ini kemudian menjadi bahasa saya Pak Ganjar, nanti orientasi daripada profesi itu ke sana, itu kategori yang vertikal, menurut saya itu harus dipertimbangkan, karena itu kategorisasinya adalah tadi itu good of conduct, good of etik dan satu lagi good of practice tadi itu.

Pak Taufiq, Pak Ganjar,

Saya kira pada tataran mana kita meletakkan ini sekarang barang ini? gitu Pak. Jadi kalau kemudian kita sekedar meluncurkan sebuah hanya kode etik tanpa tahu positioning dari itu, kemudian akan menjadi tidak efektif. Karena kalau kita bicara mengenai good of conduct daripada employee ini, termasuk adalah dia harus related dengan promosi, demosi, di sana Pak. Jadi tidak sekedar baik buruk, tetapi bahwa dia adalah support kepada sistem

13

kepegawaian, dia juga berimplikasi adanya reward and funishment gitu. Sehingga seseorang yang melanggar etika sungguhpun dia mempunyai kum yang tinggi misalnya, dia dipertimbangkan untuk kemudian tidak otomatis kemudian lolos, karena ini akan menjadi ganjalanlah ya, akan menjadi faktor penentu dalam rangka apakah seseorang menjadi pejabat eselon yang tadi diucapkan Pak Ganjar tadi itu. Jadi good of conduct itu adalah juga memberikan tidak sekedar baik buruk, tetapi dia juga related dengan dia punya promosi dan demosi itu Pak. Gitu Pak, jadi saya kira ini harus jelas dulu barang ini Pak Taufiq. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Sebentar, sebelum lanjut.

Karena memang harus jelas, coba diangkat dulu ke atas yang tadi struktur, oke. Setuju tidak ini? Loh iya dong, kalau tidak ini kacau nanti kita. Jadi konteks ini yang dimaksud Aparatur Sipil Negara itu ada 3 kategorisasi, ya yang pegawai negeri itu. Soal nanti istilah sebutan monggo, kita bisa atur, tapi kategorisasinya ada yang tetap teman-teman pegawai neger itu, ada yang kemudian tidak tetap yang akan kita masukkan mungkin istilahnya sebagai pengganti honorer kira-kira seperti itu, dengan waktu yang temporer terbatas dan sebagainya, dan yang terakhir adalah polisi,

Bapak Ibu,

Ingat sejarahnya, Undang-Undang Kepegawaian itu dulu namanya Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian ya, pada saat itulah dalam teknis perundang-undangan kita, itulah disebut sebagai umbrella ... dengan undang-undang yang baru tidak ada lagi, semua flat dan sama. Tapi ketika kita melihat anak-anaknya sudah lahir, indonya tidak ada kan gitu sejarahnya dulu. Maka sekarang kita ingin mengatur indonya, tapi tidak bisa lagi disebut sebagai pokok-pokok. Maka pada saat Rancangan Undang-Undang ini disusun oleh kita, gambarnya itu. Nah kalau itu disepakati, maka kita ketok, nah setelah itu ada aturan tentang kode etik. Pertanyaan Pak Muqowam tadi akan diletakkan dimana kode etik itu di Rancangan Undang-Undang ini jelas, tidak ada yang tidak jelas, jelas, dimana, Pasal 3 di dalam Pasal 3 itu ada bunyi yang sangat clear. Apa bunyi yang sangat clear itu, bunyinya adalah Aparatur Sipil Negara sebagai profesi. Jadi kita ingin mengangkat Pegawai Negeri Sipil itu sebagai profesi, bukan lagi orang yang mohon maaf tidak jelas, karena sebenarnya dia adalah orang yang sangat bisa mengerjakan pekerjaan keahlian dalam bidang birokrasi. Diangkatlah itu, seperti yang layaknya yang lain. Di sinilah Pasal 3 pada point B itu menuliskan adanya di samping A nilai dasar, B kode etik. Pemerintah mengusulkan tidak cukup, kata Ibu kalau kode etik begini saja, kami mau menambah, ruang diskusinya nanti adalah di sana. Satu, maka saya ingin mengurutkan, persetujuannya setengah saja deh tidak usah persetujuan bulat. Kalau sementara ini bisa kita setujui yang mau kita atur itu di dalamnya itu ada itu. Di dalam Pegawai Negeri Sipil itu nanti ada jabatan profesi yang banyak sekali, maka bolehlah saya pinjam istilah sebentar saja, istilahnya Beliau tadi, kode etinya yang diatur di sini itu kode etik umum. Di dalam profesi kode etiknya khusus. Dokter itu ada yang swasta loh. Maka sebagai dokter dia punya kode etik kedokterannya, tapi sebagai pegawai negeri, eits boleh kamu nyontak nyuntik tiap hari kemana-mana ya, tapi absen harus jalan terus. Ngurus pangkat harus jalan terus. Aturan-aturan seragam jalan terus dan sebagainya. Tapi yang mereka di swasta tidak ada urusan dengan ini, ini contoh saja. Nah yang lain, jaksa boleh ada etik kejaksaannya, tapi etik sebagai pegawai negeri besarnya ada. Mungkin juga saya membayangkan kode etik di dalam profesi-profesi yang sudah berjalanpun bisa jadi sudah mengatur ini bisa jadi. Maka penyesuaian yang akan lebih mudah.

14

Maka Pak Gafar betul, kalau nanti kode etik ini sudah ada, sudah undang-undang ini berlaku, yang lain akan menyesuaikan, maka perdebatan yang akan kita mulai, agar kita punya bayangan ini loh strukturnya. Kalau ini setuju kita ketok ya, tidak ada perdebatan yang lain. Terus kemudian nanti masuk kepada kode etiknya, isinya itu atau tidak, baru kita ketok. Untuk ini dulu saya minta tanggapan. Ya dari Anggota dulu. Pak Umam dulu, terus nanti Pak Gamari. F-PD (KHATIBUL UMAM WIRANU, M.HUM): Pak, ini catatan saja. Ya, tadi saya mau sampaikan di luar Pasal 3 itu ada Pasal 5,6,7 ya. Di Pasal 7 juga sudah begitu jelas ya, 5 juga jelas, Pasal 7 jelas tadi kalau yang belum pada membaca ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik diatur dengan Peraturan Pemerintah. Nah pihak Pemerintah memberikan tambahan lebih implementatif kata kuncinya. Nah setelah itu siapa pelaksananya, Pemerintah mengusulkan ada Dewan Kehormatan, nah setuju tidak, ini sebenarnya sudah mengerucut kalau menurut saya sih. Nah sekarang tinggal pengisian siapa yang akan menjadi Anggota Badan Kehormatan, kita usulannya kan lebih maju lagi. Apakah diambil dari eksekutif senior atau profesi khusus di dalamnya ada lagi, artinya ada job description baru di dalam Aparatur Sipil Negara nanti atau seperti apa? saya kira itu jadi Pak Ganjar sudah betul memberikan prespektif tadi, nah tinggal kita tidak lagi berdebat soal semuanya sama tadi. Saya juga mendukung soal implementatif, karena untuk apa sebenarnya kode etik dibikin, sebenarnya agar disiplin Aparatur Sipil Negara itu terjaga kan gitu. Nah untuk bisa disiplin kan harus ada yang menegakkan disiplin. Sebenarnya saya sih tidak keberatan soal ini disebut kode etik, meskipun di dalam konteks peraturan saya lebih setuju ya itu Peraturan Pemerintah saja, Peraturan Pemerintah menindaklanjuti undang-undang yang kita sepakati nanti gitu. Tapi kalau teman-teman lebih setuju menyatakan itu disebut sebagai kode etik ya tidak masalah, cuma kode etik itu biasanya dalam masyarakat yang sudah sangat maju perfect itu tidak tertuliskan gitu. Itu bedanya, karena itu good of conduct yang sudah menjadi nilai-nilai umum, dipahami dan dijalankan secara sadar oleh manusianya, tetapi okelah tidak apa-apa kita sebut saja kode etik yang nanti diatur oleh Peraturan Pemerintah. Itu intinya Pak Ganjar. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Terima kasih Pak Umam.

Sebelum ke Beliau berdua, saya ingatkan dulu. Pak Umam ini sudah maju, inilah hebatnya Demokrat yang berasal dari PKB. Jadi secara bathiniahnya kuat, lahiriahnya itu semakin kuat, ini memang sempurna. Tapi nanti dulu, tahan dulu soal penegak hukumnya. Soal penegakkan kode etiknya nanti dulu. Kita setuju tidak dengan usulan Pemerintah nanti yang ujungnya akan mengatur lebih jelas. Saya ingin mengingatkan saja, akan lahir nanti Undang-Undang tentang Etika Penyelenggara Negara. Jadi ini untuk perspektif baru. Silakan Pak Gamari terus Pak Gafar.

15

F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO):

Ya, terima kasih.

Saya hanya catatan kecil saja Pak, yang Pak Ganjar sampaikan tadi. Catatan buat kita bersama bahwa tadi soal penyelengaraan negara, jangan lupa, bahwa Anggota DPR RI ini juga penyelengaraan negara, itu dimana gitu loh? Karena judul utamanya penyelengaraan negara itu. Apa yang kita gambarkan ini kan hanya gambaran untuk eksekutif ya. Nah ini menjadi catatan buat kita agar kita memang ini di luar ini, dan tapi walaupun di luar, tapi masih ada tanya lebih lanjut saya. Anggota DPR RI ini juga aparatur negara, nah tapi di bawah aparatur negara dari bagan yang ada itu hanya TNI dan Aparatur Sipil Negara, padahal Anggota DPR RI bukan TNI bukan Aparatur Sipil Negara, dia adalah apartur negara juga. Nah ini kan gambaran ini belum lengkap gitu loh. Iya itu catatan buat kita gitu loh, bukan bermaksud untuk menghambat supaya kita juga sama clear gitu. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Aparatur negara yang kita maksud dengan gambar yang simple untuk menggambarkan dalam konteks Rancangan Undang-Undang ini memang seperti ini, kita tidak menggambarkan besar karena saya yakin betul Bapak Ibu ini Anggota MPR semua yang pasti sangat paham konstitusi. Maka digambar konstitusi itu sangat jelas sekali bagaimana letak-letaknya, maka kita kecilkan hanya kita gambarkan begini. Itu tadi juga menjadi pertanyaan. Jadi saya kira kita, tapi kalau saya punya gambar dari MPR itu bagaimana di konstitusi letak-letaknya, tapi saya kira kan enggak penting itu ya. Jadi maksud ini enggak boleh dibiarkan terlalu jauh, karena memang kita sudah mengecilkan untuk kita menyebut ini, nanti ada DPR, DPR-nya dimana, masa kami enggak ditulis, enak aja, nanti Hakimnya lewat, Pak, saya Hakim ini bagaimana, KPU-nya lewat kan. Maksud kita sebenarnya itu, mohon maaf kalau kami yang salah, Pak. Silakan Pak Gafar. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE):

Terima kasih. Jadi, tadi sudah bagus kan, ini Pak, sebuah maksud apa, sepakati kode etik ini, kode etik ASN merupakan payung daripada kode etik yang ada di lembaga-lembaga lain. Ya, ini payungnya, berarti kode etik yang ada pada lembaga-lembaga lain tidak bisa bertentangan dengan kode etik yang ada ini. Sama halnya dengan Undang-undang Dasar 45 dengan Undang-undang Dasar lainnya tidak boleh bertentangan. Implementasi daripada UUD 45 adalah undang-undang dan peraturan lainnya. Seperti itu kita sudah sepakati ya. Yang saya persoalkan tadi, Pak Ketua, Pak Ganjar dan pemerintah tentang status kode etik itu, status kode etik ini kalau menurut saya, yang saya ketahui mungkin belum ada di Indonesia ini ada kode etik yang diatur oleh undang-undang. Kode etik itu selalu diatur oleh peraturan-peraturan, apakah itu Peraturan Pemerintah atau peraturan apa,seperti yang saya contohkan tadi di DPR, ada undang-undangnya kemudian tersendiri kode etiknya. Nah, ini menyangkut masalah pelanggaran kode etik. Nah, untuk itu kalau didalam undang-undang ini diatur pokoknya itu bisa, mengisyaratkan bahwa undang-undang ini memerintahkan kepada pemerintah untuk segera membuat peraturannya tentang kode etik, ya itu, itulah termuat tadi dalam Pasal 5,6,7, karena kalau tidak, itu tidak cukup Pak, apalagi dikaitkan dengan masalah Badan Kehormatan. Badan Kehormatan ini…kerjaannya itu Pasal 5,6,7 itu saya

16

kira mubazir kita, itu tidak efektif. Nah, untuk itu saya katakan tadi lebih baik, kita pikirkan Pasal 5,6, ini merujuk untuk segera dibuatkan kode etik tersendiri dalam bentuk PP. Nah, itu Pak. Karena apa, itu masih ada rangkaian lagi dari kode etik ini, Badan Kehormatan ini harus dibuatkan juga satu peraturan yang namanya Peraturan Tata Beracara Badan Kehormatan. Itu pasti ada, karena dia tidak bisa berbuat apa-apa kalau dia tidak berpedoman pada tata beracara. Itu prosedur-prosedur undang-undangnya, begitu. Nah, untuk itu, Pak Ketua saya minta seperti itu. Barangkali kita sarankan Pasal 5,6 ini untuk membuat kode etik kemudian kode etiknya silakan nanti pemerintah yang lebih menjabarkan dalam bentuk PP tersendiri dengan semua pasal-pasal yang bisa dimasukkan disitu tentang sanksi-sanksi dan sebagainya. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Baik, saya kira putarannya cukup. Mari kita dengarkan pemerintah. Oh masih ada, sorry-sorry. Silakan Pak Rahadi, tapi kira-kira kerucutannya sudah tahu ya, nanti pada pilihan politiknya apa, nanti kita turunkan, perlu dicantumkan atau tidak. Silakan. F-PDIP (H. RAHADI ZAKARIA, SIP, MH): Saya menyambung ke Pak Gafar, karena persoalan ini tidak hanya se-simple yang kita bayangkan. Kode etik, mau diturunkan pada undang-undang, tapi apakah mungkin sebuah undang-undang memerintah kepada undang-undang yang lain, persoalan. Tentu undang-undang punya kaki. Kakinya adalah Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Jadi saya jelas juga, Pak. Jadi yang mau saya tanyakan ke pemerintah nantinya, bayangan pemerintah kode etik ini adalah merupakan serapan dari kode-kode etik yang ada, …maksudnya, sublimasinya, ataukah ini nantinya kode etik dibuat sedemikian rupa, sehingga kode etik yang di profesi-profesi yang lain itu menyesuaikan. Jadi alurnya supaya jelas, Pak.Jadi ada Undang-undang ASN, kemudian didalam Undang-undang ASN ada kode etik, lah menurut hemat saya itu bukan undang-undang nantinya,tapi harus Peraturan Pemerintah, kaki dari undang-undang tersebut. Ini jadi supaya lebih mengerucut, kalau Pak Ganjar, saya akan mencoba untuk lebih mengerucut, jadi ada undang-undang, kemudian ada kaki undang-undang itu, yaitu Pemerintah atau Peraturan Presiden atau yang lainnya itu. Jadi bukan berarti undang-undang itu terus mengatur undang-undang yang lain, ini kan satu persoalan juga, Kepolisian misalnya. Itu ada Undang-undang Kepolisian, kemudian ada PP-nya, kemudian ada norma lebih turunkan lagi, ada kode etik. Nah ini kode etik yang ada ini nantinya apakah ini diperlukan suatu serapan, atau usulan di pemerintah atau merupakan suatu sekaligus, sebagai payung hukum dari kode etik-kode etik yang lain yang dibawah naungan Aparatur Sipil Negara. Saya kira itu, jadi supaya jelas persoalannya, apakah ini serapan atau sebagai suatu payung yang mengatur ke bawah, dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Kalau undang-undang, saya kira Pak Ganjar, peraturan enggak bisa, undang-undang memerintah undang-undang yang lain enggak bisa. Ini jadi persoalan kita sudah ada Undang-undang Kepolisian juga. Ini harus kita rumuskan dengan baik, ini. Di Undang-undang Kepolisian ada PP-nya, kemudian juga ada kode etiknya. Itu juga harus rinci juga, kita mencoba merinci supaya tidak satu sama lain tidak bertabrakan, karena undang-undang yang satu dengan yang lain tidak bisa melawan undang-undang yang lain, peraturan yang dibawahnya tidak bisa melawan peraturan yang diatasnya. Itu sudah kodrat saya kira Pak. Jadi, jangan sampai muncul ada semacam, loh ini lex specialist, ini lex generalist enggak bisa begitu. Jadi, artinya harus paham benar ini. Jadi

17

supaya kita semua bisa merumuskan dengan baik, Pak Ganjar. Jadi, apakah ini PP, kalau undang-undang kayaknya enggak mungkin, enggak mungkin saya kira undang-undang. Jadi, adalah kaki dari undang-undang ini dan begitu ini nanti diundangkan, pemerintah juga harus segera siap menurunkan PP-nya, karena 1 tahun ini diundangkan, 1 tahun kemudian, ini diundangkan, 1 tahun kemudian pemerintah harus sudah mengeluarkan PP-nya. Ini sering terjadi karena undang-undang diundangkan, PP-nya sampai mau dirubah lagi belum turun. Sekedar mengingatkan di forum ini, sebagai catatan, Pak, Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Dari pemerintah saya kira, kita sudah mengerucut pilihan sebenarnya, apakah kemudian kita akan mengatur itu atau tidak, kalau di undang-undangnya ini, RUU ini sudah dicantumkan, memang in general, nanti kalau pemerintah punya usulan, kita saya kira dalam satu putaran bisa kita ambil putusan. Silakan pemerintah. PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB):

Terima kasih Pimpinan. Ada 2 hal yang ingin kami sampaikan, pertama yang kaitan dengan Penyelenggara Negara. Nah, kalau kita baca di Ketentuan Pasal 6 draft RUU ini, Pak, disini dikatakan bahwa Pegawai ASN terdiri dari PNS dan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah. Nah, ini disini didalam gambar ini ada Anggota Polri, Pak. Nah ini mohon klarifikasi, itu satu. Yang kedua, menyangkut masalah usulan pengaturan mengenai kode etik didalam undang-undang ini, saya sangat setuju terhadap pemikiran, dan tadi juga sudah kita sudah mengerucut, bahwa kode etik yang ada didalam ini adalah hal-hal yang sifatnya dasar-dasarnya saja, umum. Nanti masing-masing profesi didalam ASN itu sudah punya kode etik masing-masing, tetapi secara keseluruhan, dalam suatu wadah ASN harus punya prinsip-prinsip dasar yang sama menyangkut masalah etika ini. Saya rasa begitu,ya. Bahwa tadi ada usulan dari Pak Muqowam, bahwa nanti didalam rumusan, walaupun sifatnya masih dasar didalam kode etik yang dicantumkan dalam undang-undang ini, yang terkait dengan masalah keterkaitan dengan pengembangan profesi, bisa saja nanti dimasukkan, tapi yang jelas tadi ada kata-kata kompetensi professional, berarti nanti didalam pembinaan karir, kalau orang tidak professional, tidak kompeten di bidangnya ya tidak akan lolos untuk dipromosikan dalam jabatan tertentu, Pak. Barangkali keterkaitannya kesana nanti Pak, tapi memang setuju nanti jabaran lebih lanjut ada di masing-masing profesi sesuai dengan apa yang sudah berlaku sekarang, Pak, ada Guru, ada Jaksa, ada Dokter, ada Perawat, ada Intelejen dan segala macam itu,sesuai dengan karakteristik masing-masing pekerjaan itu, profesi itu, dia punya kekhususan-kekhususan, tapi secara umum sifatnya ASN harus mempunyai etik yang sama, landasan etik yang sama. Terima kasih Pimpinan. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Ketemu, saya paham. Struktur ini, ini kita gambarkan karena Polri itu Sipil, maka harus masuk, tapi pada saat penyusunan ini kita sepakat, maka itu, itu sebenarnya gambarnya waktu itu agak miring sedikit itu, tidak terlalu simetris, karena memang sudah punya undang-undang sendiri. Problem besar saat itu adalah ini kalau tidak kita masukkan dalam kotak ini, dia Sipil, tapi kalau dimasukkan sudah punya undang-undang sendiri, maka dalam konteks ini dia kita keluarkan, biar kita enteng, Pak, kita keluarkan, karena mereka sudah punya aturan sendiri. Nah, jelas ya, saya menjelaskan soal ini. Soal bagaimana etiknya kita sepakat ya, semuanya kita atur pokok-pokoknya aturan-aturan umum tentang etik dalam undang-undang ini. Aturan detilnya nanti akan diatur dalam PP. Setuju? Setuju ya, pemerintah?

18

F-PPP (DRS.H.AKHMAD MUQOWAM):

Jadi saya kira, sudah setengah 11 ini Pak Ganjar, jadi satu persoalan segera diakhirilah Pak Tasdik, satu persoalan segera diakhiri, kalau enggak ini, ini 2 jam bisa ini, saya lihat Pak Taufiq sudah mulai main mata dengan Pak Ganjar ini. Jadi, prinsip begini, Pak, secara undang-undang bahwa ini menjadi cantolan dari bagaimana nanti mengatur quote of conduct daripada Aparatur Sipil Negara, tetapi Pak, apa yang berkembang dalam diskusi ini saya kira kita harus meminta kepada pemerintah bahwa penjiwaan dari ruangan inilah yang kemudian untuk diimplementasi dalam quote of conduct yang akan muncul nanti Pak, sehingga tidak akan ada kesenjangan, biasanya, ada pemerintah yang kemudian tidak mencerminkan perdebatan didalam proses undang-undang. Jadi, saya wanti-wanti, jangan kemudian ini adalah pokoknya ada kode etik, tapi harus ada kode etik yang sifatnya pokok. Jadi beda mendasar. Pokoknya ada kode etik itu kan asal ada, tapi kalau pokok, itu beda sekali gitu Pak. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Ya, jadi istilah saya, saya pinjam saja istilah sementara, nanti kalau tidak terlalu tepat boleh dirumuskan, bahwa ada semacam kode etik yang umum yang melingkupi seluruh pegawai ASN dan nanti begitu masuk yang kecil-kecil pasti dia punya yang lebih detil karena biasanya ada hal-hal yang sifatnya nyantol-nyantol dengan teknis karakter pekerjaan, kira-kira begitu. Maka saya mengusulkan dalam forum ini, kita masukkan dalam Timus ya, agar rumusannya nanti bisa lebih baik, tolong dicatat Ahli dan Ahlinya pemerintah sehingga nanti seberapa besar umumnya kita bahas disana, setuju ya? Setuju? Silakan. PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB):

Pimpinan,

Konsisten dengan ini Pak, gambar, dan itu tidak menyalahi baik secara perundang-undangan, kami mengusulkan pemerintah Pasal 6 ditambahkan bahwa ASN terdiri dari tadi PNS, PTT dan Polri. Nah khusus yang Polri yang berikutnya dikatakan mengenai peraturan lebih lanjut diatur dalam undang-undang tersendiri dan undang-undangnya sekarang pun sudah ada. Jadi supaya ada konsistensi. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Ya, awalnya dulu begitu Pak, karena memang sejarahnya ya. Dulu kan dia itu keluarganya TNI. Enggak tahu itu, apakah berantem, atau anak durhaka atau anak manis, kita tidak tahu, tapi lepaslah dia. Setuju ya? …….:

Siapa yang lepas Polisi dari TNI Pak,dijelasin. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Baik, Bapak-Ibu yang saya hormati, soal kode etik sudah selesai. Nanti kita pikirkan bagaimana penegakan hukumnya dan semuanya saya kira tidak perlu disini, tapi cantolan besarnya ada disitu. Mungkin PP-nya lebih pas untuk mengatur memerintahkan dari Pak Gafar, memerintahkan agar penyusunan kode etik itu melibatkan kelengkapannya, ya bagaimana penegakannya, hukum acaranya dan seterusnya.

19

Sekarang kita masuk pada poin 14. Manajemen PNS. Ini dimuat didalam Pasal 48, pelan-pelan. Didalam Pasal 48 itu, bunyinya, ini saya antarkan dulu biar nanti perdebatannya Bapak-Ibu lebih asoy. Didalam Manajemen PNS ini meliputi penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah pengadaan jabatan pola karir, podone, ini membicarakan undang-undang ini sebenarnya, di seluruhnya, penggajian, tunjangan , kesejahteraan, penghargaan, sanksi, pemberhentian, pensiun dan perlindungan. Manajemen PNS di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini kalau kita membaca apa yang ada dalam manajemen PNS. Pemerintah punya catatan hasil dari Pokja ya, maka kita meminta pemerintah menjelaskan dulu tawaran dari DPR berkaitan dengan Pasal 48 ini, menurut pemerintah apa yang mesti, apakah di challenge, dilengkapi, didiskusikan, dipertanyakan.

Saya persilakan untuk yang Pasal 48.

PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB): Terima kasih Pimpinan. Dari pemerintah terhadap Cluster Manajemen PNS ini, khususnya untuk Pasal 48 dan

pada DIM 198, mohon untuk ditambahkan meminta penambahan untuk jabatan dan kepangkatan serta tanda pengenal. Kemudian yang kedua adalah minta penambahan mengenai pengembangan kompetensi. Yang ketiga adalah ada pertanyaan yaitu apakah manajemen PNS di daerah masih perlu diatur. Terkait dengan itu juga, bahwa pola karir apakah masih perlu mengingat rekrutmen jabatan secara terbuka didalam undang-undang ini. Pemahaman kami selama ini adalah karir itu dibangun dari bawah, yang ada di lingkungan instansi itu dengan sistem karir open, secara terbuka, dimana dimungkinkan suatu jabatan didalam institusi pemerintah itu bisa diisi dari beberapa pegawai diluar institusi, itu lalu muncul pertanyaan pada kami, apakah pola karir ini masih perlu diatur secara seperti yang lazimnya seperti yang berlaku sekarang ini. Ini mohon penjelasan atau pendapat dari Bapak-Ibu sekalian, atau barangkali mindset kita yang harus dirubah, apa yang sekarang pemahaman kita bahwa karir itu adalah tertutup intern situ dengan sistem yang baru ini harus terbuka, sepanjang dia memenuhi persyaratan-persyaratan kompetensi dan segala macam. Apa begitu anunya itu. Kami di pemerintah masih belum firm, Pak, ini. Mohon didiskusikan. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Sedikit saya merespon dulu, setelah itu, teman-teman. Bapak-Ibu yang saya hormati, Kenapa soal pangkat dulu kita enggak mau, Pak? Karena begitu pangkat, urut kacang semua. Jabatan, bukan jabatan, kalau Guru Besar itu apa namanya? Pangkat itu ya, jabatan, maka sekarang kan, kalau dulu kan nunggu golongan ya, sekarang kan tidak ya, sekarang berdasarkan ngitung hukum ya, sehingga golongan anak muda sekarang jadi Profesor semua, adik kelasnya Beliau umur berapa kemarin si Eddi itu ya, muda sekali itu, kuliahnya masuk baru 93 jadi Profesor. Artinya kompetensi basis itu sudah mulai dipakai. Pak Tasdik menarik tadi pertanyaannya, apakah kita akan membuka mindset? Ya, ya, dan ya itu sebenarnya sudah didahului oleh mereka kaukus Aparatur Negara ini, Kantor Kementerian PAN ini, Kaukus…, mereka sudah memulai baik dari LAN, BKN itu semuanya sudah. Artinya sebenarnya itu yang kita mau, maka spiral kepemimpinan itu, bisa mutar ke kiri ke kanan, tapi juga bisa memuncak sampai atas kira-kira begitu. Ini maunya kita, cuma saya menyadari betul apa yang disampaikan pemerintah, Pak Tasdik, di pemerintah masih belum sama. Nah, padahal sebelum nanti ditanggapi teman-teman, saya mau paket saja Pak dengan ayat berikutnya tadi apa ya, yang Manajemen

20

PNS di daerah, karena ini waktu kita komunikasikan, teman-teman Kemendagri, mohon nanti Kemendagri ini ikut berbicara. Kemendagri ini kan awalnya tidak setuju ini soalnya-soalnya. Salah itu. Masak kemudian jabatan senior dari orang lain, lah kalau saya enggak cocok gimana? Nah ini memang soal mindset, maka problemnya, maka problem di daerah ini, bagaimana memenej sebelum sampai ke teman-teman sekaligus ya, kami mohon pendapat dari Kemendagri. Apakah kemudian idealnya Pak, terus terang saja, ya tidak, sudah masuk kan disini semua, tapi kalaulah kemudian ada kelompok yang masih harus dimenej khusus, tentu kita perlu argumentasi yang lebih detil dari teman-teman Kemendagri yang lebih pengalaman hari-hari menangani. Saya persilakan.

PEMERINTAH (KEMENDAGRI):

Terima kasih Pak Pimpinan, Bapak-bapak Komisi II yang kami hormati. Jadi begini Pak, yang kita inginkan bahwa jabatan di daerah ini kan berbeda dengan jabatan di pusat, jadi karirnya juga dari sana, makanya kemarin sudah ada surat dari Ibu Sekjen yang sudah kita sampaikan juga kepada Ketua Panja, bahwa kita ingin disana nanti dia antar provinsi saja itu, terutama yang bukan jabatan Eksekutif Senior. Yang jabatan Eksekutif Senior yang kita inginkan nanti adalah Sekda Provinsi dan Sekda Kabupaten Kota. Itu sudah jelas Pak, yang kita mintakan, sehingga nanti mungkin masih juga kita perhitungkan seperti yang Pak Tasdik bilang tadi,karir itu. Kalau kita enggak hargai sama sekali ya, kasihan kita Pak dengan pegawai itu, dia sudah berpuluh-puluh tahun bekerja di suatu instansi itu, tapi dengan jabatan terbuka seperti ini, kalau tidak di…juga akan memberikan semangat yang…saya rasa begitu. Itu alasan kami kemarin. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Oke, teman-teman. Urut Pak Ahok, ke kiri, ke kanan, ke kanan lagi, silakan. F-PG (IR. BASUKI TJAHAYA PURNAMA, MM):

Terima kasih. Ini bicara soal tadi, kan dikatakan pemerintah, jaminan karir agar diteliti lagi untuk dirundingkan kembali. Alasannya kan, pola karir masih perlu, mengingat rekrutmen jabatan secara terbuka. Nah, ini maksudnya juga sama, saya bisa mengerti ketika PNS yang sudah berkarir puluhan tahun lalu tidak dipakai. Satu pihak betul kalimatnya, tapi itu enggak betul gitu. Artinya apa, mungkin PNS sudah kenal PGPS, mau pindah golongan, penghasilan sama. Ini juga enggak fair, ketika seseorang yang dia berkarir masuk saja, artinya apa, saya merem saja,saya tidur saja, pangkat saya tetap dapat, itu juga enggak betul, makanya dengan perekrutan jabatan secara terbuka, PNS harus menyiapkan diri, anda harus bersaing setiap hari, atau waktu kerja, anda harus menyiapkan diri. Saya kalau kerja di swasta, PLN atau Garuda, anak muda bisa jadi pimpinan. Hari ini kenapa birokrasi kita kacau, karena PNS seperti itu Pak pikirannya, Pak. Kita tidak ingin lagi ada PNS yang dikasihanin, ini pemikiran kita pertama, kita tidak ingin PNS dikasihanin, dia tidur saja tiap hari, asal enggak dipecat, asal bisa ya, ya, ya, dapat jabatan, karena pangkatnya naik. Ini yang membuat mandek semua di bawah, tapi kita juga tidak ingin kalau Bupati seenaknya comot tim suksesnya pangkatnya rendah untuk naik, maka disini ada namanya rekrutmen jabatan secara terbuka tadi. Jadi semua harus bersaing. Harusnya PNS lebih unggul daripada orang luar. Orang dia tiap hari kerjanya begitu, kok. Dia kenapa PNS takut kalau begitu, orang setiap hari kerjanya begitu, agar dari luar enggak bisa bersaing sama saya. Ini kerjaan saya. Saya tahu persis. Yang jadi masalah itu kalau PNS-nya memang sengaja Pak. Nah, pendapat bapak tadi itu tidak membuat kami itu apa ya, jadi pendapat bapak tadi itu membuka peluang PNS yang malas seenak jidatnya gitu Pak, kasarnya gitu. Nah ini yang kita tidak ingin. Itu yang pendapat kami seperti itu.

21

F-PDIP (ZAINUN AKHMADI): Terima kasih Pimpinan. Ini kepada pemerintah ini, saya tadi belum dijelaskan permintaan pemerintah mengenai ini, penambahan untuk jabatan dan kepangkatan, pada Pasal 50 itu, kepangkatan dan tanda pengenal ditambah dengan….satu hal dulu itu. Penambahan pada jabatan dan kepangkatan, jabatan dan kepangkatan serta tanda pengenal. Ini belum dijelaskan, kira-kira latar belakangnya apa sehingga ini harus dimasukkan didalam suatu manajemen. Jadi tanda pengenal itu adalah bagian dari manajemen yang harus diseragamkan atau bagaimana? Ini belum jelas ini Pak. Kami minta keterangan sehingga ini bisa diusulkan, asbabun nuzul-nya itu apa Pak? Itu saja, Terima kasih. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Terima kasih Pak Ketua. Saya juga ingin merespon pemerintah pada masalah manajemen PNS ini, khususnya Pasal 4. Yang pertama, tentang penambahan untuk jabatan dan kepangkatan serta tanda pengenal. Ini menurut saya, atau menurut pengamatan yang pernah saya lakukan yang pernah saya alami juga, ini memang sangat penting ya, jadi pemerintah harus memperhatikan ini karena ada alasan, ada alasan bahwa atribut itu penting untuk membedakan Aparatur Negara atau Aparatur Sipil Negara dengan masyarakat umum, ya. Dulu pada waktu Orde Baru, itu sangat ketat itu, Pak. Tidak sembarang orang menggunakan atribut pegawai negeri sipil. Kalau ada seperti itu biasanya ditegur, tidak ada yang bisa Pak, jangankan atribut resmi yang diatur oleh Kepres, seperti PSH, PDH, pakaian lapangan, PSL, Baju Korpri saja itu tidak bisa dipakai oleh siapa-siapa, kalau bukan pegawai negeri sipil., ya waktu itu, apalagi yang namanya atribut yang lengkap itu, jadi ini penting sekali usul pemerintah itu untuk kita kukuhkan kembali. Karena apa, saya lihat ya, Pegawai Negeri Sipil, atau sekarang ini Aparatur Sipil Negara, itu mengalami degradasi wibawa, degradasi moral, atau kekuatan moral, karena apa, sudah tidak begitu menghiraukan atribut resmi yang harus dipakainya sehingga dia kelihatannya seperti bukan aparat lagi, jadi dia punya wibawa, dia punya moral kerja itu menjadi turun, mundur. Nah, untuk itu penting sekali apa yang diusulkan oleh pemerintah terhadap atribut ini, tanda-tanda itu diatur loh Pak, diatur oleh Keppres. Pada waktu itu luar biasa, ada Kepres tentang itu, pakaian PSH itu, PSL, PDH dan sebagainya itu diatur. Sekarang kok masak mau ditinggalkan seperti itu. itu yang pertama. Yang kedua, mengenai pola karir. Pola karir juga saya dukung Pak. Undang-undang Kepegawaian yang ada itu mengatur tentang pola karir, itupun ada aturannya masih dilanggar oleh pemimpin-pemimpin di daerah. Apa sebabnya, disini dikembangkan tadi disampaikan bahwa itu mengenai KKN itu, ya KKN, tidak lagi memperhatikan jenjang karir seperti itu, tapi walaupun pangkatnya rendah,walaupun apa, terus menjabat ini, menjabat ini, karena faktor keluarga dan sebagainya. Kasihan itu pegawai negeri yang sudah merintis karirnya begitu berpuluh-puluh tahun dengan karir yang bagus, dengan pangkat dengan golongan, tetapi apa boleh buat. Nah disini bedanya kita, pegawai negeri sipil seperti ini kok masih bisa berlaku dibanding dengan ABRI. ABRI itu tidak ada itu bilang Kopral membawahi Letnan. Enggak masuk akal itu. Ya, kalau kita ada di pegawai negeri sipil sekarang ini, ada golongan III membawahi golongan IV. Justru itu pernah saya katakan pada Kepala BPN, rekrut pejabat, dia mengatakan waktu itu, kami lakukan fit & proper test, saya katakan salah. Itu tidak tepat itu. Ada Undang-undang Kepegawaian yang mengatur tentang karir. Dia punya pendidikan, pendidikan penjenjangan. Dia punya masa kerja. Dia punya pengalaman tour of duty, tour of area, semua diperhitungkan kepangkatan, itu harus dipakai kalau nanti fit & proper test dilakukan, itu coba bayangkan, kalau seorang Sarjana S3, di fit & proper test dengan pangkatnya IIIb, lantas ada yang Sarjana S1 pangkatnya Iva, fit & proper test yang lulus itu pasti yang Doktor, apa dia harus menduduki jabatan itu daripada yang golongan IV. Ini yang tidak masuk akal. Ini standar yang dilakukan, yang ada di pegawai negeri sipil itu di undang-

22

undangnya itu mengatur pola karir seperti itu, pendidikannya, pengalamannya, penjenjangannya, dan sebagainya-sebagainya itu yang menjadi dasar. Nah, ini saya setuju sekali, kalau bapak itu selaku Pembina kepegawaian bisa memikirkan seperti ini karena ini penting. Jangan diremehkan, Pak. Kalau tidak ini dimuat, akan terjadi KKN di daerah-daerah, dimana yang kuasa itu, ya peduli kamu, itu kan adik saya, itu kan ipar saya, walaupun dia apa. Ini jadi masalah, terima kasih. F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID): Terima kasih Pimpinan. Walaupun bicara soal kode etik tadi, sebenarnya kesimpulan dari apa yang saya sampaikan pertama kali. Namun yang kedua ini, berbicara menyangkut masalah apa yang disampaikan Pak Pattape, menyangkut pola karir. Ini memang masih perlu. Saya berbicara soal ini, dari pengalaman saya pribadi. Saya pertama kali masuk di Pemda DKI itu masuk tahun 70-an dari KDC. Kami jumlah 160 orang, disitu ada lebih kurang 80% dari Jawa, hampir 20% dari Sunda dan lain-lain, saya 1 orang berasal dari, tapi satu-satunya dari KDC itu mulai dari Lurah, yang menjadi Wakil Gubernur DKI cuma saya. Ini karena apa?Pola karir yang terbuka tadi. Karena dilihat daripada prestasi, bukan melihat seperti apa yang digambarkan tadi, dari karena keinginan, kemauan daripada pimpinan, bukan melihat daripada karir dan apa yang pernah berbuat dengan prestasi itu dan Ali Sadikin mengambil saya itu karena prestasi. Jadi disini, kita melihat bahwa pola karir itu sama juga dengan Abri, terbuka. Dia jadi Jenderal itu yang lain tidak iri, karena dia prestasinya luar biasa, yang lain tidak pernah ada iri sama saya, walaupun diam-diam, tapi karena terbuka itu, jadi pola karir terbuka ini penting, karena kita karena begitu banyak dan besar. Kadang-kadang itu lebih sistem bagaimana sistem family, ….ini sekarang, kalau tidak begitu harapan daripada seorang pegawai yang sudah berkarir dan cukup lama itu tidak akan ada, malahan bisa perubahan kalau seumpamanya ada Bupati baru, bisa juga jabatan hilang itu. Ada Gubernur baru, kalau tidak mendukung dia, nah disini barangkali kita ngikut rekrutmen yang mungkin di barat juga sudah berlaku seperti itu. saya merasakan masalah soal itu sehingga termasuk Foke, Fauzi Bowo sekarang Gubernur, termasuk yang terbuka juga. Dulu dari bawah, walaupun dulu pernah, saya Sekda, dia Kepala Biro tapi prestasinya luar biasa. Sampai disekolahkan, sampai meningkat, ini tapi mereka yang berprestasi itu ditambah lagi mungkin karena dilihat oleh pimpinan, oh perlu ditambah ini, tambah ini, kamu yang mungkin nanti berhak untuk itu. Jadi ini perlu keterbukaan juga didalam soal karir itu. Saya rasa termasuk sampai ke daerah Pak, bukan hanya di pusat saja, kalau itu yang terjadi, maka harapan daripada pegawai negeri yang memang sudah profesi dalam itu, tidak dilampaui oleh orang yang mungkin baru karena prestasi dan kapasitasnya, kedekatan, atau mungkin malah justru kadang-kadang naik pangkat orang sekarang jangan-jangan tergantung daripada uang berapa sogoknya. Ini yang kita lihat ini. Jadi, mohon barangkali dipertimbangkan, terima kasih. Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa’alaikum salam. Silakan Pak Fauzan. Ini masih harus kita luruskan ini dari Pak Gafar ya, nanti saya ingin kembali ke pemerintah, Pak Fauzan dulu.

23

F-PAN (DRS. H. FAUZAN SYAI’E):

Biar pembicaraan kita lebih fokus, Pimpinan, saya usul jadi pihak eksekutif kan mengajukan beberapa usul tambahan, dari apa yang kita telah konsep begitu. Jadi, saya kira kita perlu menilai usulan tambahan dari pihak eksekutif ini, wajar atau tidak seperti itu. Jadi kalau wajar, ya kita tidak ada salahnya kita adopt. Jadi, kalau kita melebar terus pada posisi yang apa, bagus seperti itu. Karena saya melihat bahwa untuk manajemen ASN ini kan sudah dirinci sedemikian rupa, tapi pihak eksekutif perlu ada tambahan, contoh meminta penambahan ada jabatan dan kepangkatan, ini hampir sama dengan pola yang lama, seperti itu, kalau kita kan perlu ada jabatan tok, kepangkatan tok, seperti itu. Sudah itu ada tanda pengenal dan mungkin ada tanda pangkat seperti TNI hal yang demikian, apakah ini nuansanya agar lebih keren atau seperti apa, tetapi kalau pada posisi PNS yang memang mungkin Gubernurnya, Bupatinya latar belakang dari TNI, ini memang nuansa yang seperti ini sudah diberlakukan hal yang demikian, tetapi apakah pola yang model seperti ini layak pada era sekarang ini. Saya kira demikian, Pimpinan, terima kasih. F-PKS (H.M GAMARI SUTRISNO):

Ya, terima kasih Bapak Ketua. Terhadap usulan pemerintah, untuk meminta penambahan, bagi saya tidak ada masalah, tapi harus dengan catatan, karena pemerintah ini menginginkan adanya tambahan jabatan dan kepangkatan serta tanda pengenal. Sepanjang itu bukan menjadi satu-satunya persyaratan, saya kira enggak masalah buat kita, Pak, karena ini kan basisnya ini basis kompetensi, bukan basis kepangkatan. Jadi yang harus diutamakan adalah masalah kompetensi. Sepanjang itu tidak menjadi satu-satunya persyaratan untuk itu, bagi saya tidak bermasalah. Nah, tidak masalah, bukan tidak bermasalah. Nah, kemudian mengenai catatan teman-teman, ini saya kira pemerintah harus bisa merespon terhadap pertanyaan yang disampaikan pada kita, saya juga ingin menegaskan bahwa rekrutmen jabatan secara terbuka ini sangat penting Pak untuk memberikan peluang kepada mereka yang punya kompetensi dalam jabatan itu, jadi jangan terikat oleh karena pangkatnya rendah, sementara dia punya kompetensi, lalu yang bersangkutan itu tidak punya peluang untuk memperoleh atau menduduki jabatan itu dan ini memang keharusan buat kita bersama untuk menuangkannya didalam undang-undang ini. Saya sendiri ingin menanyakan pada kita semua juga, didalam Manajemen ASN ini yang kita konsep ini kan baru manajemen PNS, bagaimana dengan manajemen pegawai tidak tetap pemerintah. Belum ada pasalnya sama sekali dari kita. Apakah mau disamakan manajemen PNS dan manajemen pegawai tidak tetap pemerintah itu. Nah, kalaulah memang ada dimana ini pasalnya ini saya tidak, 94, tapi kok ini jauh lompatnya gitu. Nah, itu saja Pak. KETUA RAPAT:

Baik ya,sebelum saya, saya ingatkan, bahwa mengenai Pak Tasdik, pangkat dan jabatan ini sudah kita atur di Pasal 64 ada. Sudah ada itu. Cuma tidak dibuat dalam manajemen, tapi nanti kita masukkan situ. Saya kira masalahnya disitu. Baik, Pak Khatibul. F-PD (KHATIBUL UMAM WIRANU, M.HUM):

Baik, saya cuma mau bertanya pada Pak Ketua sama Pak Tasdik dan pemerintah. Yang dimaksud dengan penambahan jabatan ini, memang tadi Pak, penambahan untuk jabatan dan kepangkatan, ini perlu lebih detil lagi dijelasin lagi sedikit. Ini kan kritik terhadap birokrasi kan mulai dari Presiden SBY juga pernah menyatakan pada waktu yang lalu dimana-mana dia temui diluar negeri, dalam negeri selalu mengeluh tentang kelambanan birokrasi. Dulu Presidennya Pak Budiman juga malah lebih keras lagi malah,birokrasi itu keranjang sampah kalau enggak salah.

24

Masih ingat ya, Ibu Mega? Nah, maksud saya harus diperhitungkan tentang kritik tentang birokrasi yang gemuk yang lamban, yang tidak cepat tanggap dan sebagainya, dengan permintaan penambahan untuk jabatan, Pak Taufiq. Kita kan kepinginnya juga birokrasi ini lebih sigap daripada yang sudah ada terjadi hari ini. Nah itu pertanyaan Pak Ahsanul tadi, Pak siapa tadi sebelah kanan saya lupa. Sama ini soal tanda pengenal. Nah, tanda pengenal ini saya agak sedikit bertanya, tanda pengenal ini harus juga dipertimbangkan tentang kalau kita ingat sejarah jaman Belanda itu kan ada perbedaan yang mencolok antar pejabat dan rakyat itu dan waktu orde baru juga gitu, perbedaan begitu mencolok antara pejabat dan rakyat ditunjukkan dengan atribut, dengan perbedaan baju dengan perbedaan macam-macam atributlah, yang buat saya itu bisa saja dianggap penting dan perlu tetapi pada sisi lain itu juga mengganggu psikologi ke pekerja, jadi rakyat itu juga sekarang semakin hari semakin tidak menghormati pejabat, bukan karena dia tidak berpakaian pejabat, tapi kinerjanya kan yang dilihat, gitu. Seseorang saya lihat, saya memang lebih enjoy ketika turun lapangan tidakmenggunakan atribut DPR-RI gitu, mulai dari pin, atau tanda mobil yang ada itunya, karena meskipun mereka tahulah saya DPR-RI karena justru akan menjauhkan saya dari komunikasi dengan mereka. Nah, maksud saya, apakah atribut-atribut ini yang diminta oleh pemerintah tambahan, tidak mengganggu kinerja di lapangan gitu? Kalau dalam rapat-rapat tertutup seperti ini, ada Presiden ya it’s oke lah, ada Menteri, ada Rapat Tertutup, itu saya kira enggak masalah, tapi begitu itu di lapangan, saya melihat memang teman-teman, mohon maaf ya, dari banyak di daerah terutama dari luar Jawa memang senang memperlihatkan perlente ya, sebagai seorang pejabat, tetapi kesan saya itu justru menjauhkan dari rakyat itu sendiri gitu. Ini Cuma catatan saja Ketua, juga dipikirkan apakah ini tidak mengganggu kinerja di lapangan, kalau memang kerja di lapangan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebelum Ibu Kristin, saya ingin menaati apa yang disampaikan Pak Fauzan tadi. Sebetulnya, tinggal yang menjadi masalah mengenai pangkat dan jabatan sudah selesai, tinggal tanda pengenal saja sebetulnya, kita setuju apa tidak, yang lain sudah tidak ada masalah. Silakan Ibu Kristin.

F-PG (AGUSTINA BASIK-BASIK S.SOS, MM, M.PD):

Terima kasih Pimpinan.

Yang saya hormati Pimpinan serta rekan-rekan Panja juga mitra kita dari pemerintah.

Menyangkut tentang manajemen PNS atau manajemen Aparatur Sipil Negara ini, DIM No.198, apa yang menjadi masukan dari pemerintah saya kira kita semua sepakat, saya juga setuju yaitu menyangkut penambahan untuk jabatan dan kepangkatan, serta tanda pengenal. Ini memang perlu sekali menyangkut tentang...kemudian disiplin dan seterusnya. Kemudian menyangkut tentang usulan atau pertanyaan pemerintah apakah pola karir masih perlu mengingat rekrutmen jabatan ini akan dilaksanakan secara terbuka. Hal ini saya kira kita semua sepakat dan kita semua bersemangat dalam rangka untuk bisa memperoleh dan bisa menghasilkan pegawai negeri atau aparatur sipil yang benar-benar pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan daripada dan menggolkan program-program pemerintah, cuma semangat ini juga harus dibarengi dengan melihat kondisi real yang ada di negara kita, bahwa tidak semua masyarakat kita atau tidak semua daerah itu siap untuk masuk didalam pola ketika rekrutmen itu dilaksanakan secara terbuka. Akan terjadi bahwa, ada daerah-daerah yang katakanlah kalau dulu kita punya semangat segera tinggal landas, itu akan ada daerah-daerah yang mungkin dia akan tinggal saja di landasan, yang lain akan terbang, tapi yang lain hanya jadi penonton. Oleh sebab itu, menyangkut tentang pola rekrutmen jabatan secara terbuka ini mungkin kita juga harus melihat kondisi nyata sehingga tidak untuk semua daerah itu rekrutmen itu dilaksanakan secara terbuka. Jangan sampai yang lain itu tinggal landas, yang lain tinggal saja di landasan. Terima kasih.

25

F-PDIP (H. RAHADI ZAKARIA, SIP, MH): Pak Taufiq, Tanda pengenal, ya Pak ya? Jadi begini, kalau saya melihat agak berbeda dengan Pak Wiranu ya. Tanda pengenal itu perlu untuk dikenali oleh masyarakat, mohon maaf misalnya, mungkin beda kasusnya dengan Anggota Parlemen, beda, kalau birokrasi tanda pengenal turun ke bawah, siapa mereka yang datang ke satu daerah tersebut. Jadi dikenali, ada satu identitas yang masyarakat perlu tahu siapakah gerangan yang datang di Muara Gembong,misalnya. Jadi nanti kalau ada persoalan lagi orang tahu, kok dulu bapak ini datang kesini, ke Muara Gembong, tapi ternyata sampai sekarang enggak ada realisasi apa-apa, cuma datang saja, jadi artinya ini sebagai suatu pengenalan dan sekaligus untuk memberikan semacam suatu tanda apa-apa yang pernah dia lakukan ketika dia datang ke Muara Gembong, misalnya ini sebagai contoh,Pak Tasdik datang ke suatu daerah, ke Semarang misalnya, meskipun orang sudah kenal, tapi Pak Tasdik datang kesana dengan membawa menggunakan tanda pengenal, orang tahu jadinya bapak pernah datang kesini menjelaskan tenaga honorer, tapi sampai sekarang ternyata Pak, tidak selesai tenaga honorer itu. Seperti itu misalnya, ya, ada sebagai suatu kewajiban moral dan pertanggungjawaban tanda pengenal itu ketika dia dipakai atau ketika dia di masyarakat, ini hanya contoh Pak Tasdik, bukan seperti itu maksud saya, jadi supaya jelas. Dulu pernah datang, tapi enggak menyelesaikan apa-apa, tapi bapak yang ini datang, Pak Taufiq datang, bisa selesai, jadi ada suatu parameter yang bisa digunakan masyarakat beda dengan parlemen, Pak. Kalau parlemen itu, banyak enggak pakai tanda pengenal takut dimintai apa-apa, itu faktanya seperti itu. Ini seperti itu. Misal, mohon maaf ini. Jadi disembunyikan,supaya....pak, jembatan rusak, itu yang...begitu, transportnya belum Pak. Nah, seperti itu misalnya. Enggak, ....Jadi tanda pengenal itu sebagai suatu identitas itu perlu, suatu sebagai pengenalan, sebagai identitas diri, sebagai jati diri, supaya siapapun memahami, tanda pengenal perlu Pak, enggak mungkin Pak Tasdik pakai tanda pengenal mau masuk ke karaoke misalnya, Pak, kecuali dilepas misalnya, atau kecuali lupa. Nah, itu saya kira perlu Pak, saya kira cuma Pak Taufiq saya kira, F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID): Sebentar, ini pengalaman saya sama Bapak. Pernah suatu kejadian, saya waktu di DPD di Papua. Waktu itu ada ujian pegawai negeri. Yang lulus 70% itu adalah orang yang datang dari luar,sedangkan orang Papua itu cuma 30%. Terus Wakil Gubernur bilang, kalau ini terjadi dan mereka akan dikirimkan ke daerah, mereka tidak sanggup, mungkin bangsa 1 tahun balik lagi kalau orang dari luar itu. Nah, terus yang kedua, kalau kita sedikitkan orang Papua maka nanti akan ribut demonstrasi. Bagaimana kalau kita rubah, yang 70% itu orang Papua yang bisa mau berada di daerahnya masing-masing, yang 30% itu biarlah orang yang dari luar,walaupun mungkin akan bertahap. Saat itu saya belum bisa memutuskan, akhirnya saya telpon Pak Taufiq, kebetulan Menpan, saya sama Gubernur, setuju dibalik. Nah itu salah satu contoh bagaimana kebijaksanaan pemerintah itu, seperti apa Ibu Agustine tadi mengatakan bahwa rekrutmen mereka yang daerah tertentu, tidak perlu harus seperti terbuka seperti tadi, tapi kalau mereka mau ada didaerahnya dan mereka tidak akan keluar kemana-mana, itu jauh lebih bagus daripada orang yang dari luar datang disitu hanya sebagai cantolan, selama mungkin 2 tahun dia minta pindah, padahal nanti bisa kosong dari daerah itu. Jadi ada yang kedua, waktu saya di NTT, begitu juga masalahnya, kontak Pak Taufiq pada waktu Menpan, akhirnya menyetujui juga. Jadi gambaran-gambaran itu bahwa tidak seluruhnya terbuka, tapi ada daerah-daerah yang memang perlu bagi orang daerah yang mau bekerja disitu. Itu contoh barangkali, terima kasih.

26

F-PDIP (BUDIMAN SUDJATMIKO, M.SC, M.PHIL): Ya, terima kasih. Tadi saya sempat ngobrol dengan Bung Umam sebentar. Jadi, setelah saya perhatikan memang,di Negara Eropa...di Inggris, ada alasan bahwa aparat tidak pakai tanda pengenal, karena otoritas disana tidak dilihat secara personnya, tapi karena sudah,..sudah berjalan, begitu ya, sehingga kemudian orang banyak berhubungan bukan dengan manusia, bukan dengan aparatur, tapi dengan mesin. Di negara berkembang memang, harus ada tanda pengenal, karena banyak persoalan-persoalan birokrasi di level kebijakan publik, atau apapun, itu bisa disampaikan dari mulut ke mulut, dan itu ada orang dan orang harus dikenali. Jadi menurut saya, untuk kasus Indonesia sih, kita masih butuhkan tanda pengenal itu, karena otoritas masih diberikan dari mulut ke mulut, bukan lewat alat komunikasi yang baru, macam-macam. Jadi menurut saya,yang harus kita diskusikan soal tanda pengenal ya, bagaimana yang tidak terlalu menjaga jarak itu saja, ya, kalau misalnya kayak Jengkol seperti...itu ...memang menimbulkan intimidasi, intimidatif, tapi kalau tanda pengenalnya hal yang lain misalnya bordiran atau apa, yang tidak seperti Jengkol itu misalnya lebih sederhana, itu barangkali bisa membuat situasi jauh lebih relaks, itu saja menurut saya. WAKIL KETUA (DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.SI/F-PAN): Oke, terima kasih. Ya, jadi saya kira kita ini kan dalam rangka untuk melakukan perbaikan birokrasi. Salah satu birokrasi adalah pelayan publik. Nah, dalam konteks ini, saya kira memang kita semua bersepakat untuk menempatkan birokrasi itu adalah bagian dari upaya kita melakukan pembenahan dan ketika kita melakukan pelayanan, itu semuanya selama ini sering kadang sangat personal di Indonesia. Jadi kalaupun kita misalnya mengkomplain sesuatu ke bank atau ke Garuda, itu begitu kita tidak tahu siapa dulu kita komplein,itu bakal hilang itu urusan. Dulu saya dengan Mbak ini, dengan Mbak Rita, Mbak Tutik, nah jadi baru bisa di trace. Nah, Mas Budiman, jadi memang saya pikir harus ada jelasnya. Saya usulkan untuk nama ini, itu cukup dengan nama saja, tidak ada pangkat jengkol ini itu, jadi saya ingat waktu Mahathir Muhammad jadi Perdana Menteri di Malaysia, di Malaysia ada peraturan sampai tingkat Perdana Menteri harus ada tulisan Mahathir. Nama saja. Cukup nama, tidak ada beban ini itu, nanti malah jadi tadi. Jadi di Malaysia dari mulai pegawai terendah, clerk, sampai dengan Perdana Menteri kalau dia bertugas harus ada nama dan namanya cukup dengan nama ditempel tadi, enggak usah di baju, sehingga bisa baju-baju ganti, Muqowam, nah saya kalau ke Dapil, tapi kalau DPR-RI enggak usah. Itu saya kira penting. Jadi antara Eselon I sampai Eselon V itu sama. Nama saja. Itu yang pertama, Pak. Yang kedua, saya kira dari Kementerian Dalam Negeri sempat menyampaikan surat dari Sekjen. Nah ini penting saya kira. Saya ingin mengingatkan bahwa Sekjen Kementerian Dalam Negeri pernah 2 kali orang daerah. Saya enggak tahu mungkin lebih, Ibu Siti Nurbaya, dan Ibu Diah, Ibu Diah dari Jawa Tengah, bukan Sekda, Ibu Siti Nurbaya saya kira sebelum Sekda Lampung juga saya enggak tahu karirnya apa, Bapeda. Jadi maksud saya begini, mestinya seorang PNS kalau nanti kita akan menjadikan PNS Republik Indonesia, atau PNS yang sekarang direkrut di daerah, mestinya dia terbuka karir sampai karir ke puncak, tidak dibatasi hanya Sekda saja. Jadi saya kira ini untuk mengingatkan bahwa dulu di orde baru sudah lebih maju, apakah kita mau lebih mundur lagi? Harusnya kita lebih terdorong lagi, lebih progresif lebih reformis dari orba. Dulu saya kira saya pernah ada seorang Eselon I, umurnya 36, Kepala Bappepam, kalau enggak salah Ari Suta itu ...itu 37, jadi Kepala Bappepam Eselon I, jaman orba. Masak sekarang kita lebih mundur. Nah,ini yang saya kira kita perlu mendorong agar ASN ini jauh lebih reformis, jauh lebih maju daripada Undang-undang jaman orba, terima kasih.

27

KETUA RAPAT:

Baik. Saya simpulkan sementara ya Pak ya? Jadi usul dari pemerintah itu kita setujui tapi asal dengan catatan. Yang kedua, mengenai tanda pengenal tentu ini harus disederhanakan dan kemudian tidak bersifat terlalu militeristik gitu. Sekarang ini militeristik, tapi harus betul-betul sederhana, kita rumuskan kembali. Ada satu lagi yang belum kita setujui yaitu adalah masalah penambahan kompetensi. Bapak-bapak setuju? Oke, jadi pagi hari ini kita sudah bisa selesaikan. Nah satu lagi, silakan bapak ada catatan.

PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB):

Baik, Pak.Kami silakan dari rekan kami dari Kementerian Dalam Negeri untuk menyampaikan hal ini terkait dengan Manajeman Kepegawaian di daerah, ASN di daerah. Silakan Pak.

PEMERINTAH (KEMENDAGRI):

Terima kasih Pak Pimpinan, bapak-bapak yang saya hormati. Didalam RUU Pengganti Undang-undang 32/2004, didalam Pasal 114 kita sudah masukkan didalam Manajemen Pegawai Sipil di daerah. Jadi kita atur tersendiri didalam RUU ini. Nah, oleh karena itu kemarin kita sudah sampaikan kepada Pak Ketua Panja, bahwa karena ASN yang bekerja pada pemerintahan daerah merupakan salah satu elemen dasar yang berbentuk pemerintahan daerah, dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah maka pengaturan tentang ASN tersebut haruslah merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Itu Pak. Jadi kami tetap ingin supaya nanti didalam ASN ini mungkin secara umum saja diatur. Seperti juga pengangkatan Sekda segala ini juga kita atur didalam RUU Perubahan Undang-undang 32/2004. Terima kasih Pak.

PEMERINTAH (SESMEN KEMENPAN RB):

Demikian Pimpinan, pandangan dari kami, dari rekan kami Kementerian Dalam Negeri menyangkut Manajemen Pemerintahan Daerah. Intinya adalah, dari Kementerian Dalam Negeri mempunyai pemikiran akan pengaturan masalah Manajemen ASN di daerah nanti itu diatur didalam Undang-undang 32 Pemerintahan Daerah, tidak masuk dalam bagian ini.

KETUA RAPAT:

Begini, begini Pak, ini enggak boleh duplikasi, enggak boleh ini, tetap dia bernama Pegawai NKRI, satu Pak. Nanti ini, ini yang harus di, pengaturan pegawai di daerah tetap dia dalam, harus tunduk dalam Undang-undang ASN ini, tidak bisa dia terpisah nanti, karena sudah, sudah tidak ada lagi. Begini Pak, NKRI, pegawai daerah sudah tidak ada lagi, hanya ada satu pegawai, pegawai NKRI. Begitu Pak ya?Jadi dengan demikian enggak ada lagi cerita itu, oke? Gimana?

28

PEMERINTAH (KEMENDAGRI): Terima kasih Pak Pimpinan. Jadi memang betul apa yang disampaikan Pak Ketua, bahwa didalam ini juga kita sebutkan, bahwa dalam ayat (1) nanti pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional, itu. Ini kan sinkron nanti. Jadi pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Kan itu saja yang kita inikan, Pak. Tapi, ya ini dalam Undang-undang 32. Jadi kan sudah sinkron sebenarnya, ya tapi perlu ada juga cantolannya kami disini, mungkin nanti sinkronisasi Pak, didalam Undang-undang ASN dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah,Pak, terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, nanti sinkronisasi dalam timsin saja kita. Ya, Pak ya, dalam tim sinkronisasi, jadi kita bisa selesaikan. WAKIL KETUA (DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.SI/F-PAN): Saya masih teringat ketika kita dulu ada Rapat Konsultasi antara pemerintah dengan DPR-RI dan Panja. Saya pernah ngingatkan untuk sinkronisasi tidak dengan Undang-undang 32 saja, tapi nanti juga Undang-undang tentang Masalah Keuangan dan sebagainya. Nah ini saya kira sangat penting, karena kita mau menarik urusan kepegawaian ya di Undang-undang Kepegawaian, sebab kalau nanti pecah-pecah, begitu ada permasalahan, yang mana yang mau dipakai.Nah,ini saya kira mesti,meskipun lex spesialis katanya lebih tinggi dalam konteks itu, daripada lex generalis, ini kata Ahli Hukum di sebelah kanan saya semuanya dua-dua, tapi saya kira ini harus tegak bahwa dari sekarang kalau mau kita kumpulkan, ya sudah artinya mulai kita cek Undang-undang yang memang perlu ditegakkan dikembalikan kepada kepegawaian, tidak ada pegawai daerah ya, Undang-undang yang lain harus dirubah menyesuaikan dengan Undang-undang ini, saya kira begitu,terima kasih. KETUA RAPAT: Jadi dengan sendirinya nanti kita selesaikan di Timsin, oke setuju?

(RAPAT:SETUJU)

Baik, saudara-saudara sekalian kita, saya kira Jumat sampai disini, kita jumpa lagi jam 2. Jam 2 disini, dengan demikian ini kita sudah menyelesaikan berapa pasal hari ini? Kita menyelesaikan 2 Cluster, malam 10 pasal. Ya, Jumatan di lantai 1, makan siang di lantai 2. Demikian saya skors.

(RAPAT DISKORS) KETUA RAPAT: Baik, saya kira kita skors saya buka kembali.

29

(SKORS DICABUT PUKUL 14.25 WIB)

Untuk mengingatkan kembali saja, bahwa naskah dasar, naskah awal, kita yang buat, Komisi II DPR RI. Jadi jangan didebat, naskah kita sendiri jangan didebat, kita punya sendiri kok. Baik dan kemudian nanti kita lihat ada perubahan itu pendapat Pemerintah di kolom 4 itu. Kita tinggal melihat kita dapat menyetujui perubahan yang dilakukan oleh Pemerintah atau tidak gitu loh. Nanti Pak pada waktu konsinyer yang akan datang itu seluruh kita sisir lagi, semua kita sisir. Kita sepakat bahwa undang-undang ini harus lebih baik daripada undang-undang yang lalu. Baik, sekarang kita sampai pada 16 Pak, yaitu penilaian, ini Pasalnya Pasal 73 DIM 261. WAKIL KETUA (DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.SI/F-PAN): Sebelum masuk boleh saya Pak? Terima kasih Pak Ketua.

Saya tadi sempat sebelum waktu break waktu isoma itu saya sempat dialog dengan teman-teman yang ada di Panitia Kerja, terkait dengan saya coba minta yang denah tadi, denah penyelengaraan negara, terus ada TNI Polri itu bisa dianu tidak. Penyelengaraan negara ya, yang ada TNI Polri dan sebagainya itu, bagan ya bagan. Saya cuma ingin sedikit menyampaikan saja, terkait dengan bagan ini yang saya kira saya ingin sedikit mengusulkan bahwa kita kan sudah bersepakat dengan adanya supremasi sipil, artinya memang yang tertinggi adalah jabatan itu yang memegang itu adalah sipil, artinya tidak lagi seperti pada jaman yang dulu. Nah demikian pula, terkait dengan jabatan yang akan didorong di dalam undang-undang ini adalah aparatur eksekutif senior, nah ini adalah jabatan tinggi di level sipil kan gitu. Nah sekiranya memang kita semua bersepakat bahwa jabatan tertinggi di sipil dan kita menganut supremasi sipil, dan kita juga menyepakati adanya proses yang lebih terbuka terhadap proses seleksi di dalam pengisian jabatan aparatur eksekutif senior, maka saya mengusulkan di dalam denah ini, itu juga terbuka adanya peluang dari TNI dan Polri untuk menduduki jabatan eksekutif senior. Nah ini jadi saya kira ini karena di sini kan nampaknya terpisah, dan dulu saya kira diprakteknya sebenarnya kita juga sudah melakukan itu, seperti tadi Pak Tanri Bali ini kan dia kan tentara, sekarang jadi Direktur Jenderal, nah ini misalnya. Jadi maksud saya kita juga perlu mengatur gitu bagaimana jika Pak Taufiq misalnya dulu mau jadikan Direktur Jenderal ketika menjadi Polisi, bagaimana sih mekanismenya kan perlu diatur, karena kalau tidak, ini kan kemudian menjadi praktek yang sudah berlangsung tapi mungkin tidak ada rujukannya. Nah daripada ini menjadi sifatnya personal, karena mungkin kebetulan Pimpinannya ini suka kepada seseorang yang ditentara yang kebetulan dulu bekas anak buahnya, ini saya kira lebih baik diatur saja di undang-undang ini bagaimana mekanismenya, karena memang terbuka peluang itu gitu. Jadi kalau ada dari Polisi atau dari Tentara yang akan menjadi apartur eksekutif senior nah ini terbuka. Nah ini kebetulan karena di sini terpisah sama sekali tampaknya kamarnya tidak ada hubungannya, tapi memang sebenarnya bisa dihubungkan atau ada interlink diantara kamar-kamar itu, saya kira demikian Ketua. Terima kasih. KETUA RAPAT:

Oke, nanti sambil jalan ditanggapi ini ya Pak ya? Jadi maksudnya Beliau itu ada garis penghubunglah ini, jadi jangan sampai putus betul. Baik kita cluster 16, penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil. Kami mohon tanggapan Pemerintah kemudian nanti kawan-kawan. Silakan Pak.

30

PEMERINTAH (SESTAMA KEMENPAN RB): Baik, terima kasih Pimpinan. Untuk cluster tentang penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang tertuang di dalam Pasal 73 dan dalam DIM 261, Pemerintah pada prinsipnya menyetujui usulan DPR RI, namun ada catatan hal-hal yang perlu dilakukan penilaian terhadap perilaku dan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Jadi tidak hanya semata-mata dari aspek kinerja, tapi juga aspek perilaku juga ini penting untuk dimasukkan di dalam sistem penilaian kinerja ini. Jadi menggabungkan dua hal, pertama perilaku juga dimasukkan di samping masalah kinerja. Dan di dalam PP.46 tahun 2011, aspek perilaku juga sudah mendapat penilaian. Jadi ini supaya pola yang sekarang dinilai cukup baik, ini bisa dilanjutkan Pak, demikian pendapat atau usulan dari Pemerintah. KETUA RAPAT:

Terima kasih. Dari DPR RI? Setuju, saya kira sudah setuju. Silakan. F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID): Mohon maaf Pak, Catatan perilaku ini memang satu hal yang barangkali bukan sekedar kita melihat secara formal barangkali laporan tapi juga harus kita lihat berpikir kepada masalah laporan masyarakat baik dalam lingkungannya, maupun tingkah laku di luar daripada lingkungan perkantoran, maupun juga yang di kemasyarakatan itu sendiri, serta yang perilaku sehari-hari, barangkali itu yang masuk, barangkali bagus juga, karena masalah sekarang ini soal perilaku itu kadang-kadang diabaikan mungkin karena melihat dari ini suatu kelompok yang mungkin dalam katakanlah barangkali perlu dibela, bukan saya menginggung-nyinggung soal yang partai-partai ini, manusianya, perlu dibela atau yang tidak perlu dibela demi kutuhan barangkali dari organisasinya itu. Jadi di sini barangkali kalau pegawai negeri mungkin dari segi pribadinya, bukan kelompoknya, karena banyak juga yang membela kadang-kadang di situ di lapangan. Jadi ini betul-batul harus ril barangkali. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik saya kira ini merupakan catatan. Saya kira sudah 16 ini dapat disetujui? Oh ada yang belum satu lagi, silakan. F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO): Ya Pak, Pemerintah memang menyetujui, tapi Pemerintah memberikan catatan supaya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah, kalau itu yang diinginkan maka juga harus ada ayat yang memuat masalah ini, karena memang tidak bisa ini diberikan secara detil. Jadi mungkin Peraturan Pemerintahnya itu adalah berupa pedoman penilaian kinerja Aparatur Sipil Negara, itu akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah, yang ini harus dituangkan di dalam, kinerja Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil, Aparatur Sipil Negara kan?

31

KETUA RAPAT:

Betul-betul Pak Gamari betul. Coba tolong ini Pak dari Pemerintah, ini tadi sinyalemen Pak Gamari ini perlu diperhatikan ini. nanti jangan sampai jadi bomerang kan begitu Pak Gamari ya? Pemerintah saja gitu. PEMERINTAH (SESTAMA KEMENPAN RB):

Usul di 76, nanti kan ada disepakati, disamping penilaian kinerja, tapi juga perilaku. Jadi di situ ditambahkan ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja dan perilaku, yang di 76 Pak, ya yang Pasal 76. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Pemerintah,

Saya mau bertanya saja dari usulan Pemerintah, penilaian kinerja itu kira-kira terjemahan dari job appraisal ya, betul ya? job evaluation, job performance?. Kalau memasukan penilaian perilaku, ini kan Rancangan Undang-Undang kita mengatakan karena berkaitan dengan kinerja, aturannya diatur di dalam KASN, apakah kemudian usulan Pemerintah yang berkaitan dengan perilaku untuk menilai itu, itu diatur ditambahkan pada pasal tersendiri yang kemudian aturannya diatur dalam PP, atau jadi satu penilaian kinerja dan perilaku? Karena dua-duanya menurut saya agak sedikit berbeda. Coba kaitkan antara keinginan di Rancangan Undang-Undang ini yang masuk dalam Pasal 74 dan keinginan Pemerintah yang ingin dimasukkan dalam PP. Apa konten dari PP yang diusulkan oleh Pemerintah itu? biar kita punya gambaran. Terima kasih. F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO):

Terkait dengan Pak Ganjar boleh ya.

Soal perilaku ini, saya juga akhirnya mempunyai pertanyaan tersendiri lagi masalah bagaimana kita menilai dan mengukur perilaku, alat ukur apa yang digunakan untuk menilai perilaku Aparatur Sipil Negara itu Pak? kalau itu terkait dengan perilaku, sebetulnya perilaku ini adalah refleksi atau representasi daripada moral, dan kalau itu moral, maka itu arahnya pada kode etik. Jadi ketika seseorang itu perilakunya tidak baik, maka itu dia dikenakan kode etik, dan kode itu mengikat. Jadi masalah kinerja dan perilaku ini mungkin agak sulit untuk digabungkan, bisa tapi agak sulit, karena bagaimana kita mengukur seseorang itu berperilaku negatif atau positif ya, tolak ukurnya yang menjadi sangat sulit gitu. Makanya lebih baik kita arahkan pada soal kinerja, tapi seseorang yang berkinerja baik itu bukan berarti terus kemudian perilakunya baik memang tidak berarti begitu, tetapi kalau seseorang perilakunya tidak baik, itu dia akan dikenakan pada kode etiknya. Kode etik yang akan mengatur persoalan itu. KETUA RAPAT:

Ya, silakan dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

32

PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Yang kami maksud sebenarnya bukan perilaku yang amsih, perilaku kerja. Jadi ada kaitan terhadap prestasi kerja itu. Objek yang mau kita tuju adalah bagaimana orientasi dia dalam melayani, orientasi pelayannnya, integritasnya melakukan tugas itu. Kalau dikasih suatu tugas, dia mencari-cari alasan atau bagaimana. Jadi tetap perilaku kerja yang kita harapkan sebenarnya, maka boleh diartikan bahwa kinerja itu given di dalam prestasi kerja itu. Jadi perilaku itu, tinggal bahasa sebenarnya. Hanya yang kami minta kalau itu diatur Peraturan KASN tidak bisa mengikat. Yang bisa mengikat adalah Peraturan Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No.39, itu saja sebenarnya penekanan dari kami Pak. Jadi penekanannya harus perilaku kerja, jadi kaitan. Selama ini datang tamu dicuekin, kalau cantik dilayani atau apa, itu perilaku kerja itu. Dikasih tugas alasannya orang tua sakit macam-macam, itu perilaku kerja dalam tugas, itu sebenarnya yang kami minta dan memang akan dipersiapkan di PP, Peraturan Pemerintah biar mengikat, itu saja Pak. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Ya, menarik. Agar tidak terlalu mengawang-awang, ini mulai dari saya bingung mulai akhirnya tertarik, bisa jadi juga betul itu Pak ya. Bisa tidak kita tunjukkan secara visual atau mungkin pengalaman ya bagaimana menilai ini dari pertanyaannya Pak Gamari. Artinya begini, kinerja ini selama ini prakteknya apa sih? Itu misi apa itu DP3 yang prasmanan itu, itu kan penilaian self assesment yang sebenarnya prasmanan, apa itu masih mau iya, tentu kan turunannya. Maka di pasal ini siapa yang bisa menilai penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil berada di bawah kewenangan pejabat yang berwenang pada instansi masing-masing? Pasti nanti akan diatur kan mekanisme penilaian kinerja? Di forum yang terhormat ini saya mengusulkan seandainya kemudian kita mencoba berimajinasi itu masih terlalu abstrak, bisa tidak kita konkritkan? Umpama penilaian kinerja itu nanti akan seperti apa? biar kita mengerti betul kan. Penilaian perilaku itu seperti apa, apakah model semacam McD ya yang pakai waktu itu ya, di balik sekian menit maka harus layani gitu, harus tersenyum kemudian ada yang seperti itu, bagaimana penilaiannya? Umpama katakan dalam praktek selama ini itu terjadi, dan secara fakta-fakta sosiologisnya dalam pelayanan publik seorang pegawai negeri, tidak Pak biasanya itu tadi Pak dia milih-milih maka threatment apa yang bisa diberikan kepada mereka atau barangkali apakah itu kemudian tidak ada aturannya? Semata-mata saya ingin mengetahui saja kalaulah kemudian contoh-contoh itu faktual ada, regulasinya tidak ada, dan itu membikin hasil kerjanya jelek, saya kira pikiran Pemerintah ini bagus untuk kita pertimbangkan. Nah ada tidak simulasi seperti itu yang kita bisa contohkan, tapi kalau tidak nanti hati-hati loh kerepotan sendiri loh nanti Pemerintah, saya ingatkan saja itu. Kalau ada mungkin bisa kita simulasikan sehingga kita mungkin bisa lanjut pasal itu akan kita bicarakan menjadi pasal pending umpama seperti itu ya, untuk diusulkan lebih dulu, juga sehingga kita tidak bilang tidak gitu, tapi ini loh Pak penilaian perilaku itu, jangan-jangan juga perilaku itu bisa juga berkaitan dengan, saya khawatir nanti berhimpit dengan etik juga. Nyuekin itu sebenarnya bisa masuk kategori etik itu juga, itu yang saya maksud. Terima kasih.

33

KETUA RAPAT: Saya bantu sedikit, ini bedakan antara penilaian kinerja adalah job goals, dia harus menyelesaikan sekian, hasilnya sekian, ini penilaian kinerja ini, ini job goals, dia tidak mencapai goals-nya, kita nilai, itu job goals, penilaian kinerja. Sedangkan penilaian perilaku kerja adalah job performance, tingkah laku di dalam melayani masyarakat. Nah sedangkan yang bersifat kode etik tadi tingkat laku dia sebagai aparatur, sebagai pribadi, kode etik. Misalnya dia menghutang tidak bayar. Saya kira itu Pak. Jadi kaitannya yang dimaksud Pak Rafi tadi adalah job performance, jadi bukan kaitannya yang kaitannya dengan yang dikaitkan dengan yang etika itu, beda, ini performance-nya dia penampilannya dia dalam rangka kerjanya dia melayani masyarakat. Ogah-ogahan, cuek, tidak tanggung jawab. Kita carikan istilah yang palin tepat nantinya itu. F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID):

Dengan catatan saja ini Pak,... jadi penilaian terhadap kinerja (tidak menggunakan mic) KETUA RAPAT: Saya kira nanti bisa dijelaskan dalam penjelasannya nanti, atau nanti di depan kita masukkan lagi dalam definisi apa yang dimaksud dengan perilaku kerja definisi-definisi, jadi jelas itu. Ada tanggapan? Silakan Pak Gamari. F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO): Ya Pak, Kalau saya ingat dalam DP3, itu sebetulnya komponen perilaku ada di dalamnya. Kan ada disipilin, kerja sama, itu adalah tolak ukur untuk melihat perilaku pegawai negeri. Nah kalau itu dijadikan sebagai alat ukur menilai perilaku ya bisa saja Pak, ya bagaimana kerja samanya, bagaimana disiplin kerjanya. Soal senyum harus senyum itu masuk di dalam... juga barangkali. Jadi kalau dia melotot terus dalam bekerja kan, tapi kalau ditakdirkan untuk melotot kan bukan berarti melanggar itu. Ada yang ditakdirkan seperti orang tidur terus gitu ya, tapi kerjanya bagus. Jadi ini memang harus clear Pak. Memang sebagian saya kira ada yang harus diadaptasi dari DP3 itu ya, karena komponen DP3 ini sudah sedemikian rupa dirancang, yang meliputi kinerja dan juga perilaku. DP3 itu komponen di situ Pak. Nah mungkin kalau ada DP3 ditayangkan, saya kira itu yang bisa disimulasikan, yang nanti itu bisa menjadi tambahan untuk membuat Peraturan Pemerintah atau Peraturan KASN yang kemudian disempurnakan. KETUA RAPAT: Oke. Pak Ganjar. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Ya, saya kalau semuanya iya tidak apa, tapi kalau semuanya sedang melapor ke Ketua Pimpinannya masing-masing juga boleh, ini kan lagi pada lapor juga boleh. Kenapa itu, artinya untuk berkomunikasi begini. Kalaulah kemudian begini, saya balik bertanya, DP3 itu masih efektif tidak untuk menilai?

34

PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Sudah kami ganti dengan PP.46 Pak tahun 2011. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): PP.46 tahun 2011, ada Pak? boleh tidak disebutkan komponen perilaku yang ada di situ sehingga forum ini bisa membayangkan apa-apa yang kemudian Bapak-Bapak dari Pemerintah beserta Ibu ini menginginkan memasukkan komponen itu dalam sebuah penilaian? PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Terima kasih. Jadi, dalam mengubah PP.10 tahun 2009 yaitu DP3, kita sudah bagi dua, dalam job performance tadi itu ada yang sasaran kerja pegawai yang harus dicapai, yang diukur berdasarkan jumlah, kualitas, waktu dan biaya yang diperlukan berdasarkan Sasaran Kerja Pegawai, kita singkat SKP. Ini harus dicapai 1 tahun, tetapi selain itu, selama dia bekerja itu perilaku kerjanya bagaimana, perilaku kerja ini memang kita adop dari DP3 yang selama ini kebanyakan yang penilaiannya 7 unsur itu hanya perilaku, ketaatan, kerja sama, disiplin, itu kita pindahkan ke PP.46 yang baru, dengan hanya ada 6 komponen. Komponen itu adalah integritasnya bagaimana, disiplinnya bagaimana, komitmennya terhadap pekerjaan bagaimana, kerja sama antar pegawai dan antar unit bagaimana, itu mendapat gliseri-gliseri yang terukur, tidak lagi perasaan yang dipakai. Jadi terhitung, diupayakan di kuantitatifkan. Yang menilai atasan terus varalel, ditanya ya, ke instansi memang masih belum, baru itu. Waktu itu berkembang sebenarnya bawahan juga ikut, tetapi bawahan dipandang bisa saja sentimen pribadi ke atasan kalau diperintah dia melawan, tapi temannya inilah yang nanti menilai. Jadi ada 6 pokok. Memang sudah kita persiapkan gliseri-gliseri yang mengarah terukur. Sudah dikurangi semacam ada bias-bias. Berapa kali dia melayani tamu bentak-bentak. Kalau ngotot sih tidak apa-apa Pak, tapi bentak-bentak itu suatu hal yang tidak baik. Kalau perilakunya begitu mungkin dia tidak cocok di situ, bidang lain misalnya, pelayanan dipindahkan. Jadi gliseri... misalnya atau apa. Jadi memang hal itu semua dicoba diupayakan menghindari selama ini yang sering juga lepas tanggung jawab, tidak ada komitmen, kalau selesai tugas yang disalahkan pengetik. Padahal harusnya dia tugas mengontrol. Ini Pak yang kenyataan sehari-hari. Kerja sama selama ini agak sulit, terus bagaimana kepemimpinannya dia, dia suka marah-marahin atau memberi solusi, atau membimbing. Nah kenyataan selama ini banyak pengaduan ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi maupun ke BKN yang mengatakan atasan itu tidak pernah membimbing anak buah, ini juga suatu penilaian. Padahal tugas Pimpinan adalah membimbing anak buah cara melaksanakan tugas, walaupun sifatnya marah, tapi harus dibimbing. Ini yang mulai kita ubah Pak. Jadi kita minta ada 6 butir mengenai perilaku kerja ini. Itu yang mau kita minta kepada Anggota Dewan, payungnya di sini biar runtun. Gitu saja Pak. Di ayat saja satu bagian, ayat, diatur lebih lanjut dengan PP, itu yang paling pokok kita minta sebenarnya. F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO): Pak Ketua, Yang 6 tadi bisa dibaca Pak?

35

PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Saya baca, integritas, satu adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai norma dan etika organisasi. Itu mengenai integritasnya. Berapa kali dia melanggar ketaatan itu, dihitung-hitung itu Pak, gliserinya nanti, komitmennya adalah kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan sikap dan tindakan Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan sendiri. Selama ini kan saya ijin Pak, sudah saya kasih tugas ke si ini, nah itu berapa kali dihitung. Yang berikutnya adalah disiplin adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan. Itu berapa kali itu nanti setahun itu. karena tidak semua disiplin-disiplin ini langsung bisa diakomodir dalam Peraturan Disiplin, tidak langsung semua. Berikutnya adalah kerja sama, kemauan dan kemampuan Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan, dalam unit kerjannya serta instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang diberika kepadanya, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna organisasi. Apakah pekerjaannya itu padahal di pegawai negeri ini selalu ada harus kerja sama antar unit, tidak mungkin satu unit itu mandiri terus menonjol terus. Yang terakhir Pak adalah kepemimpinan, adalah kemauan dan kemampuan Pimpinan tersebut untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan daripada organisasi. Jadi selalu kepada tujuan kinerja Pak, demikian Pak. .................... : Jadi kesetiaan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar tidak ada lagi Pak ya? karena itu persoalan bisa digundakan untuk mengganjal orang tidak naik pangkat Pak.

F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Tolong satu kali lagi dibaca yang 6 tadi.

Integritas, ketaatan, disiplin, kerja sama, kepemimpinan, komitmen juga ya PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Kerja sama, kepemimpinan, disiplin, orientasi pelayanan itu tadi, tertinggal saya baca. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Kalau menyangkut masalah loyalitas? Dulu loyalitas itu dibagi dua, atau terdiri atas dua, loyalitas kepada Pancasila tadi, ada Negara, kemudian loyalitas kepada atasan. Sekarang kenapa dihilangkan itu loyalitas? PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Ini kalau loyalitas terhadap atasan dalam kaitan kerja Pak, itu kita, mohon maaf ini, sudah hilang... pegawai negeri seorang eselon II dibawain tas oleh bawahan terus, sudah hilang itu Pak. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Loyalitas itu kaitannya dengan perilaku ya. Kemudian kejujuran? Dimana Pak?

36

PEMERINTAH (KEMENPAN RB): ...(tidak menggunakan mic) F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Karena kejujuran ini saya kira aktual sekali itu, tidak sedikit pegawai negeri itu karena perilakunya tidak jujur ya terjadilah apa macam itu pungli dan sebagainya. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): PP ini berisi tentang penilaian prestasi kerja. Apa yang dimaksud sebagai penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil adalah suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja Pegawai Negeri Sipil, ya kan dua komponen, ini yang saya maksud. Maka ya prestasi kerja sama kinerja itu sebenarnya sama tidak sih? Sama ya, kita samain saja ya. Tidak, kalau memang ada yang mendebat biar ini soal kata nanti kan bisa kita ahli bahasa, ya harusnya sama. Maksud saya kalau kondisinya demikian, dan penilaian ukuran mungkin seluruh batrai itu cukup untuk menilai, saya tidak keberatan, cuma apakah ini cukup bisa beroperasi dengan baik, kalau kondisinya demikian mungkin Pak bisa jadi di judulnya memang penilaian kinerja dan perilaku kerja, ini mengacu pada PP sehingga PP-nya diangkat sebagai sebuah cantolan kan kira-kira gitu ya. Boleh saja kalau begitu kondisinya. Itu saja Pak saya untuk drafting-nya saja. Masuk perumus? F-PKS (H.M. GAMARI SUTRISNO): Dalam rangka drafting tadi Pak, mungkin PP.46 yang sudah ada dan kalau itu masih valid, karena ini memang PP.46 itu tahun 2011 Pak ya? dan jika sekiranya itu memang masih bisa digunakan sebagai tolak ukur penilaian, maka bukan PP baru yang dibuat jadi penilaian untuk Pegawai Negeri Sipil Pak ya? berdasarkan pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku itu. Kalau kita tidak ingin membuat yang baru, karena Aparatur Sipil Negara terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap. Jadi untuk Pegawai Negeri Sipil-nya jika ini memang masih bisa digunakan ya tidak perlu bikin PP yang baru. Ini kan masih baru, 2011 Pak. KETUA RAPAT: ...(tidak menggunakan mic) Oke? Sudah? Cukup ya?

(RAPAT : SETUJU)

Sekarang cluster 17 masalah pembiayaan pensiun. Silakan Pemerintah.

37

PEMERINTAH (SESTAMA KEMENPAN RB): Baik, terima kasih Pimpinan. Untuk cluster 17 mengenai pembiayaan pensiun yang dituangkan di dalam Pasal 90 DIM 289, Pemerintah telah melakukan koordinasi dengan kementerian serta lembaga terkait, seperti dengan Kementerian Keuangan, Taspen, Menneg BUMN, dan BKN kemudian juga BPJS dan juga memperhatikan laporan hasil kunjungan luar negeri Komisi II DPR RI ke negara-negara Irlandia, ini juga menjadi rujukan kami. Maka Pemerintah telah merumuskan terkait dengan masalah pembiayaan pensiun sebagai berikut. Dapat disetujui bahwa Pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengiur, namun perbandingan 1 dibanding 2 tidak perlu dicantumkan dalam ayat, namun diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perundang-undangan tersendiri. Kemudian yang kedua adalah ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud dalam Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yaitu Pasal 88 sampai 90 berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat 1 Januari 2015, mengingat road map transpormasi atau pengalihan program pembayaran pensiun dan tabungan hari tua dari PT. Taspen dan PT. Asabri ke BPJS ketenagakerjaan, diamantkan dalam Undang-Undang No.24 tahun 2011 tentang BPJS selesai paling lambat tahun 2014. Kemudian terkait dengan hak atau kesejahteraan yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (5), DIM 70, kami menyarankan kata pejabat diganti menjadi pegawai. Kemudian ditambahkan penjelasan sebagai berikut. Jaminan sosial diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penjelasan ini dicantumkan pada setiap pasal atau ayat yang mengamanatkan pemberian jaminan sosial kepada Aparatur Sipil Negara. Kemudian di dalam draft Pasal 18 ayat (6) DIM 71, ditambahkan ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan dan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Perundang-undangan tersendiri. Kemudian Pasal 20 DIM 84, kami usulkan rumusan sebagai berikut. Hak Pegawai Negeri Sipil diubah menjadi gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Kedua, cuti. Ketiga, pengembangan kompetensi. Empat, asuransi kesehatan atau jaminan pelayanan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan keluarganya secara penuh (Pemerintah memberikan suplemen jaminan kesehatan dengan turut mengiur untuk menutupi sharing cost yang selama ini berlaku). Lima, tunjangan. Enam, jaminan sosial (sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang SJSN). Tujuh, program kesejahteraan (suplemen jaminan kesehatan, jaminan perumahan, jaminan pendidikan, koperasi dan uang duka). Kemudian pensiun bagi yang memenuhi syarat yang telah ditentukan. Kemudian juga ditambahkan satu ayat, yaitu ketentuan lebih lanjut mengenai hak Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Perundang-undangan tersendiri. DIM No.86, kami telah mensepakati hal-hal sebagai berikut. Hak PTTP atau Pegawai Pemerintah Non Permanen ditambahkan jaminan sosial (sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang SJSN). Kemudian di dalam Pasal 77 DIM 267, kami mengusulkan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Pusat perlu juga mendapatkan tunjangan kemahalan, sehingga ayat (1) diusulkan diubah sebagai berikut.

38

“Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tunjangan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara di lingkungannya, sesuai dengan tingkat kemahalan di daerah”. Demikian Pimpinan, pendapat Pemerintah terkait dengan masalah hak-hak dan pembiayaan pensiun. Terima kasih. KETUA RAPAT: Ada dari teman-teman? Silakan. F-PPP (Drs. H. AKHMAD MUQOWAM): Ya untuk mengisi keinginan Pak Taufiq saja sebetulnya Pak. Ini Pak, berkaitan dengan Undang-Undang tahun 2011, tadi Pak Sekretaris Utama sampaikan bahwa ada transformasi pengalihan program pembayaran pensiun dari tabungan itu dari PT. Taspen Asabri ke BPJS. Ya, saya ingin gambaran saja Pak, memang undang-undang mengamanatkan seperti itu dan ini rencananya adalah tahun 2015 baru selesai Pak ya. Ini saya kira saya ingin penjelasan saja. Lalu yang lain di dalam pasal-pasal baik Pasal 518 ataupun 18 ayat (4) dan (5), kemudian Pasal 20, itu di dalam Pasal 20 itu ada program kesejahteraan suplemen jaminan kesehatan, jaminan perumanah, jaminan pendidikan, koperasi dan uang duka. Ini ideal sekali Pak. Tetapi sekali lagi faktanya tidak bisa ini Pak, faktanya sampai sekarang kita belum bisa memenuhi, apalagi ini ada kata koperasi segala ini apa, maksudnya apa ini? Ya jadi itu saja, jadi selebihnya saya percaya bahwa soal ini kan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sudah sangat lodoh dalam hal seperti ini Pak Taufiq, jadi oleh karena itu sudah bisa langsung diputuskan untuk kemudian dibawa ke Timus saja begitu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pak Harun. F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID): Pak, Saya ingin bertanya atau bagaimana maksudnya ini? Dulu ada wacana bahwa pegawai negeri atau yang ditetapkan untuk mendapatkan pensiun itu walaupun dari berbagai macam sumber pendapatan dari pensiun itu hanya satu yang keluar, itu sudah ada ketentuan atau belum? Seperti saya misalnya, saya pensiun Sekda DKI dapat keluar ada pensiun. Dari Gubernur NTB saya dapat pensiun. Dari DPD belum sudah 5 tahun, DPR RI akan datang. Jadi empat ini. Jadi kalau digabungkan lumayan juga itu Alhamdulillaahirobbil'alamiin. Sedangkan ada rencana bahwa itu hanya satu yang cukup besar, atau digabungkan saja yang itu jadi satu saja keluar barangkali. Ini dimana letaknya? Saya mohon penjelasan barangkali. Mungkin ada rancangan atau mungkin ketentuan yang lebih lanjut. Terima kasih.

39

KETUA RAPAT:

Oke, Pak Hakam silakan. WAKIL KETUA (DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.SI/F-PAN):

Terima kasih Pak Taufiq. Bapak Ibu sekalian.

Saya kira isu tentang kesejahteraan pegawai, ini saya kira menjadi salah satu point penting, karena kalau dalam hal ini kita bicara tentang apa saja kewajiban, apa saja tugas, kewenangan dan sebagainya, tapi kita tidak memasukkan aspek kesejahteraan dalam undang-undang ini saya kira juga ini timpang tidak fair, tidak adil. Nah salah satu komponennya saya kira tentu saja adalah masalah pensiunan dan seingat saya, kita pernah dulu konsinyering di Puncak itu kita mengundang Taspen, Dirut Taspen hadir. Ada dua aliran, untuk masalah pensiun ini, apakah fully funded atau pay as you go. Ini memang mungkin agak teknis. Tapi menurut saya mestinya di sini juga pokok-pokok prinsip-prinsipnya sudah disinggung, meskipun nanti detilnya saya kira mungkin bisa dimasukkan dalam Peraturan Perundang-undangan yang lain. Ini karena biar satu paket. Pertanyaan tadi tentang pensiunan itu nanti kalau dia menjabat kaya Pak Harun tadi misalnya itu seperti apa dan seterusnya. Itu mungkin memang merupakan bagian dari proses itu. Nah saran saya, saya kira memang perlu ada jembatan di sini yang mengatur tentang maalah pensiun ini, apa prinsip yang akan kita atur. Nah baru nanti turunannya peraturan berikutnya yang lebih detil merinci. Ini saya kira agar jelas, sebab kalau seperti itu, loh ini undang-undang kok timpang kok tidak bicara masalah ini, sebenarnya pensiun kan salah satu isu besar, dan di banyak negara masalah pensiun ini menjadi hal yang sangat krusial bahkan bisa mengganggu keuangan negara. Nah makanya saya pikir hal yang pokok saya kira perlu dimasukkan, hal yang lebih rinci nanti diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang lain. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Saya diminta untuk mengambil alih. Ada lagi masukan buat Pemerintah.

Kalau tidak, kita kasih masukan sendiri. Salah itu, kayanya salah ya. Saya pernah ketemu orang yang pernah menjadi Wapres dan Presiden Pak. Beliau sampaikan kepada saya, cerita pada saat itu Menteri Sekretaris Negara datang ke rumahnya, jadi mau gaji mantan Wapres atau gaji mantan Presiden pensiun, pensiunnya, dan itu dipilih salah satu Pak Harun, ya pemilihan, dia disuruh pemilihan. Nah ini Pak Harun ini. Ini kayanya Pak Harun ini bisa mengembalikan selama dia pernah menerima, saya kira kalau tidak, Kejaksaan harus turun ini, ya itu makanya.

Baik, Bapak Ibu,

Ini pikiran rumit, sebenarnya usulan Pemerintah ini sebenarnya ada ini memberikan ruang ya, coba kita baca saja. Diperlukan pembahasan khusus dengan mengundang kementerian ya, keuangan, tadi malam ada Taspen masih? Taspen masih? Ada ya. Ini ada BUMN, kalau BUMN apa Pak kepentingannya? Ini kan ada keinginan untuk bicara dengan Menteri Keuangan, Taspen, BUMN, BKN ya.

Oh sebenarnya sudah? Oh ini hasilnya sudah. Oke.

40

Dengan kita belum katanya Pak, makanya rumusannya agak beda, maka tadi saya pikir begini, karena berkaitan dengan pensiun ini mulai gaji sebenarnya dia selesai pensiun mau pay as you go atau kemudian ya fully funded, mau pakai sistem itu, tentu kita mengukur duit. Jadi sekali lagi Pak ya tadi dikaitkan dengan hasil kunjungan kita itu kemarin kita melihat bagaimana mereka mengatur pensiunnya memang dahsyat betul itu dan dia hitung kira-kira tahun ke-50 lebih itu Pak, itu kira-kira dia juga akan mengalami kesulitan keuangan, maka bagaimana... Taspennya mereka itu menginvestasikan dengan sangat super hati-hati. Saya tidak akan gegabah tentu atau kita semua untuk menghitung ini.

Terlalu banyaknya peraturan yang diatur dengan Peraturan Perundang-undangan tersendiri ini tidak terlalu jelas Pak, apakah PP apakah tidak. Kalau kebanyakan PP, itu cek kosong itu Pak, nanti saya khawatir seperti Undang-Undang No.32 dulu juga ya, ini banyak PP yang tidak selesai, dan PP kalau diperintahkan undang-undang tidak selesai dalam waktunya, itu artinya Presiden tidak melaksanakan undang-undang ya. Kalau Presiden tidak melaksanakan undang-undang, itu sudah sah untuk ditanyai. Nah cara bertanyanya DPR RI itu namanya interpelasi, dan kalau itu terbukti melanggar, itu impeach gitu kira-kira. Jadi karena dia sudah melanggar, karena melanggar, dia melanggar sumpah janji.

Maksud begini, ini tidak nakut-nakuti, tapi begini, maksud saya begini, agar kita memperjelas aturan ini. Saya lebih cocok kalau kemudian beberapa aturan pokoknya itu bisa dibaca. Termasuk angkat 1 banding 2 itu kita khawatir betul kalau tidak dicantumkan tidak beres. Inilah pengalaman masa lalu kita berkaitan dengan 20% dicantuman di konstitusi saja tidak dilaksanakan, dan sekarang 20% sudah dikasih duit saja sudah tidak dilaksanakan juga. Ternyata uang pendidikan itu Rp.214 triliun masih ada di Kantor Wapres. Itu mungkin teman-teman Badan Anggaran lebih tahu soal itu. Jadi yang masuk ke yang lain tidak ada, dan itu diakses oleh semua kementerian yang tidak ada hubungannya sama pendidikan.

Bapak Ibu,

Kenapa ini saya ceritakan, agar ada jaminan betul terhadap pegawai ini. Saya menyampaikan pada forum ini, tentu ada 3 pertanyaan saya. Apakah forum yang terhormat khususnya dari teman-teman Dewan bisa menyetujui ini dengan pertanyaan sebelumnya, paham betul dengan usulan Pemerintah. Kalau tidak paham betul, maksud saya apakah perlu kemudian kita mengurai ini? ya mungkin perlu sesi tersendiri untuk mengurai ini. Yang ketiga tentunya ya kalau kita tidak tahu kita harus tahu dulu cepat-cepat maksud saya. Ini penting untuk hitung-hitungan. Saya tawarkan kepada forum, khususnya berkaitan dengan pensiun usulan dari Pemerintah ini. Kalau saya melihat gelagatnya ini, biasanya bingung ini Pak. Kenapa saya tidak cepat-cepat bilang setuju atau tidak setuju, itu dari sisi perilaku tadi Pak,... itu kelihatan Pak. Ini tidak menggambarkan persetujuan tidak tahu Pak, ini bingung gitu loh. Coba ya kita pelan-pelan, kalau saya usul agar agak konkrit, kita buat sesi tersendiri saja deh. Jika diijinkan ya oleh forum, dan kita minta persetujuan Pemerintah agar kita bicarakan dulu Taspen, BUMN, mungkin di Pemerintah sudah clear, kita usulkan dengan Panitia Kerja artinya dengan tim kita untuk membicarakan itu Pak. Biar nanti ini menjadi isu pending yang kemudian kita mau clear sampai dengan skemanya. Saya ingin begini setiap pembahasan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada forum ini, saya ingin ada satu visualisasi bahwa ini yang kita mau, ini yang pasti... dan ini pasti bisa dilaksanakan dengan asumsi-asumsi ini, dengan visual ini baru masuk pada aturan. Minimal pribadi saya tidak terlalu paham dari urut-urutan ini, minimal saya sendiri tidak paham urut-urutan ini, maka saya acoba crosscheck ini. Ini orang diam itu kan ada dua Pak, paham betul atau bingung kan gitu kira-kira ya. Pak Hakam tadi mau menyampaikan, silakan.

41

WAKIL KETUA (DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.SI/F-PAN): Ya, terima kasih. Jadi begini, kalau saya melihat memang kita ini kan sedang membahas sebuah peraturan yang penting dan kita ini pembuat undang-undang, DPR RI dan Pemerintah. Nah maka karena hal ini saya kira juga bagi sebagian kita mungkin masih abstrak, paling tidak mungkin yang tidak pernah jadi pegawai kaya saya ini, mungkin yang pernah jadi pegawai mungkin ada gambaran. Saya usulkan ada simulasi yang jelas model-model yang akan digunakan, alternatif kalau fully funded bagaimana, kalau pay as you go bagaimana gitu polanya. Nah maka saya kira karena meskipun dari Pemerintah sudah komunikasi, tapi karena kita itu harus mendapatkan satu gambaran yang utuh dan kemudian kita mengambil keputusan, saya kok tetap menyarankan jadi kita akan ada satu sesi, bahkan saya usulkan dengan Menteri Keuangan sebagai pengambil kebijakan tentang keuangan negara, saya kira model apa yang akan kita gunakan, tetapi dengan persiapan yang lebih baik. Ada simulasi model yang mau digunakan, jadi alternatifnya sudah jelas begini-begini. Nah sehingga kemudian oke, kalau kita sepakat kemudian kita bisa putuskan, agar jangan sampai kita putuskan tetapi kita sendiri tidak paham dalam tanda kutip, artinya tidak mendalami ngerti apa, termasuk implikasi dan konsekuensi yang akan terjadi dengan keputusan itu. Nah makanya saya sarankan usulkan termasuk saya kira dengan Menteri Keuangan untuk dan pihak terkait ya dengan Taspen dan sebagainya untuk lebih komprehensif kita membahas masalah ini. Terima kasih. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Baik, saya coba usulkan sebelum ini kepada Bapak Ibu yang terhormat, ada dua berkaitan dengan soal uang terhadap pegawai ini. Usul saya dua, saya tambahin Pak Hakam, tadi bagus sekali usulannya, dua. Bagaimana sistem penggajian mau kita masukkan dengan ukuran-ukuran duit yang ril dan kita bisa memprediksi kira-kira ya undang-undang ini kalau berlakunya 20 tahun kaya apa ini kira-kira ya. Termasuk pensiun sistem yang mau kita adop, sehingga kita memang kuat betul pada sistem itu, maka mau pakai pola apapun nanti bisa. Terus terang saya agak memang memahami betul teman-teman yang tiap hari berkecimpung di dunia ini, mungkin termasuk pengambil keputusan soal uang ini bisa memahami. Maka forum ini kalau berkenan dua isu sistem penggajian dengan model pensiunnya ini ya, termasuk pensiunnya itu, kita simulasikan. Ril berapa pegawai, prediksi berapa pegawai, bagaimana kita bayari, modelnya seperti apa, mungkin akan kita masukkan dalam Panitia Kerja berikut gitu Pak Taufiq kira-kira kalau itu bisa diusulkan, maka catatan hari ini masukan hari ini, nanti kita harapkan bisa dijawab dalam simulasi itu, sehingga kita bisa melompat pada yang lain dan ini lebih agak tenang gitu Pak kita membacanya tidak dengan perasaan Pak, tapi dengan ukuran-ukuran kan kira-kira gitu ya. Itu usulan saya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Setuju?

(RAPAT : SETUJU)

42

F-GERINDRA (DRS. H. HARUN AL RASYID): Ya Pak. Sebetulnya Bapak waktu begini saya mau menambahkan saja Pak, supaya kita nanti dalam sesi berikutnya lebih komprehensif, tidak hanya semata bicara atau membahas masalah sistem pensiun, sekaligus saja nanti kita bicara masalah tadi sistem pensiunnya, pilihan apakah pay as you go atau fully funded dengan dampak fiskalnya bagaimana, sistem penggajian yang akan kita bangun bagaimana, termasuk juga BUP Pak Batas Usia Pensiun. Itu kaitannya Pak, sebab sekarang ada aspirasi yang kuat bahwa Pegawai Negeri Sipil itu minta Bupati-nya menjadi 58 dengan segala pertimbangan, 56 Pak ya. Nah andaikata itu disepakati, dampak fiskalnya bagaimana itu tadi? dan nanti yang diundang mohon dari Kementerian Keuangan dengan sama Taspen Pak. KETUA RAPAT: Setuju?

(RAPAT : SETUJU)

Oke. Kita mau berhenti jam berapa? ...nanti kita ketemu pada konsinyering berikutnya.

(RAPAT : SETUJU)

Terakhir penambahan? WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Di catatan kita tadi yang terakhir LHKPN, ini usulan baru, berarti tidak ada ya? Cluster 22, silakan Pemerintah. PEMERINTAH (SESTAMA KEMENPAN RB): Baik, terima kasih Pimpinan. Terkait dengan cluster No.22 tentang LHKPN Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, ini merupakan usulan baru dari Pemerintah, yang intinya bahwa didalam Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ini mohon diminta dibuatkan ketentuan baru mengenai kewajiban bagi Pegawai Negeri Sipil untuk melaporkan harta kekayaannya ke BKN atau Inspektorat masing-masing instansi dan semuanya ini nanti akan diatur di dalam Peraturan Presiden. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Apa perlu diskors dulu untuk bicara tidak apa-apa silakan. Silakan kalau mau berembug silakan. Oh sudah. Iya ini mau diterima atau tidak, silakan ditanggapi teman-teman. Silakan Pak Zainun.

43

F-PDIP (ZAINUN AKHMADI): Terima kasih. Ini kepada pemerintah ini, saya kok kadang sering mendengar, ini kalau menerima usulan pemerintah ini, tidak lengkap gitu loh, maksudnya latar belakangnya dan sebagainya gitu. Jadi kita juga enggak perlu bertanya lagi. Ini sebenarnya mau bertanya lebih lanjut tentang usulan baru ini. Ini usulan tidak ada dalam RUU ya, Pak ya. Nah, misalnya Pak, itu yang saya maksud begini, nah ini misalnya usulan ini muncul karena kemarin banyak, bukan isu ya Pak ya, tapi kenyataan banyak PNS yang masih muda-muda itu rekeningnya gendut misalnya. Nah ini kita perlu mengusulkan ini atau ini memang memperlebar tidak pejabat tertentu saja yang wajib melakukan LHKBN,tapi seluruh PNS karena ...diketahui karena mereka itu dapat harta darimana dan sebagainya dalam rangka good governance misalnya. Itu yang kami perlukan, sehingga kami juga yakin oh usulan pemerintah itu bagus karena itu wajib hukumnya kita terima, sehingga kita enggak perlu bertanya lagi. Nah saya ingin pemerintah menyampaikan hal ini,atas dasar apa usulan baru ini muncul, terima kasih. F-PKS (H.M GAMARI SUTRISNO): Ya, kalau menurut saya usulan ini memang patut kita pertimbangkan untuk kita terima pak, cuma ya, harus ada alasan yang jelas supaya dalam penyusunan usulan ini memang ada reasoningnya. Saya ingin tanya pada pemerintah, Pak. Ini hanya untuk PNS atau untuk PTT juga. Ya, uraiannya, tapi ini kan clusternya itu LHKBN, penyelenggara negara. Penyelenggara negara ini kan bukan hanya PNS saja. Nah yang diatur disini didalam ASN ini hanya PNS saja, atau juga PTT? Nah, kalau ini memang PNS, ya LHKPNS saja. Itu pertanyaan saya Pak, yang mau diatur itu PNS-nya saja atau yang lain? PEMERINTAH (KEMENPAN RB): Terima kasih Pak. Latar belakangnya memang antara lain sudah disebutkan tadi Pak, yaitu adanya kurang lebih 10 PNS yang gendut sekali rekeningnya dan 1800 yang ditenggarai rekeningnya sedang diperiksa sekarang rekening apa. Nah, yang kedua, kita menganggap kalau hanya Surat Edaran Menpan, selama ini edaran Menpan tidak ada sanksi. Ada yang melaporkan, ada yang tidak melaporkan. Kalau di Perpres juga sanksi selama ini selalu dikonotasikan sanksi itu adalah milik rakyat, melalui DPR-RI, jadi kalau di Undang-undang boleh dia pengaturan sanksi. Jadi kalau diatur Undang-undang, ...bisa sanksi. Kita minta sebenarnya, mengapa Undang-undang 28/99 itu hanya Penyelenggara Negara. Penyelenggara negara selama ini memang sudah memayungi, tetapi masih hanya terbatas Eselon I yang mewajibkan, karena setiap mau mengangkat Eselon I , kalau tidak ada laporan ke LHK hartanya, tidak bisa diangkat menjadi Eselon I. Nah, bagaimana Eselon II kebawah? Kenyataan ditemukan, Eselon II, istilahnya Pejabat Pembuat Komitmen, itu rata-rata Golongan III dan Pemungut Pajak Golongan III, Bea Cukai Golongan III, banyak. Nah, agar punya kekuatan hukum, maka pemerintah memang mengusulkan, menawarkan pada Anggota DPR-RI perlu ada pengaturan baru terhadap, dalam rangka good governance, keterbukaan. Mengapa ke BKN, artinya tidak lagi, tidak lagi, dia mau naik pangkat, harus dikontrol. jadi di Perpres itu nanti setiap orang yang tidak melaporkan harta kekayaannya tidak boleh naik pangkat dikontrol BKN. Memang redaksinya belum kami susun, hanya mauy...nanti redaksinya. Demikian Pak, jawaban kami.

44

F-PG (IR. BASUKI TJAHAYA PURNAMA, MM): Saya mau tambahkan, saya kira yang diusulkan pemerintah betul, kitapun nanti membuat Undang-undang tentang Desa, Kepala Desa pun wajib membuat ini.Ini usulan yang bagus, karena saat ini Kepala Desa tidak wajib membuat NPWP, tidak wajib melaporkan kekayaan, malah Kades lebih kaya dari Bupati, kalau dia punya daerah tambang, dia bisa memeras pengusaha luar biasa, tanpa tersentuh hukum. Kades sekarang luar biasa, makanya saya bilang Undang-undang Desa. Nah kita juga mungkin, Ketua ini ada tambahan, kita sebenarnya sudah meratifikasi konvensi PBB melawan korupsi. Itu ada Undang-undangnya No.7 Tahun 2006. Ada prinsip-prinsip ...nah kalau kita mau bicara seperti ini,kalau semangat kita seperti ini, harusnya kita kombinasikan dengan pajak yang dia bayar. Jadi saya semangat dalam Undang-undang ...itu, adalah kombinasi harta seseorang dengan LHKBN pajak dengan pajak yang dia bayar. Jadi kira-kira dia sesuai enggak kira-kira? Nah,kita tentu bukan buat kita gitu. Saya tidak berharap semua masalah nanti ke depan, tapi kita berani membuat suatu semangat mungkin berlaku di penerimaan PNS 2015 ke depan, sehingga lama-lama ada batas putus antara orang yang karena sistem terpaksa harta dan LHKBN Pajaknya tidak sesuai dengan generasi berikutnya yang sesuainya gitu loh. Nah, kita harus berani mulai dari situ. Itu namanya keadilan bagi saya seperti itu. Nah, saya kira ini sangat bagus, saya mau tambahkan itu, mengacu kepada Undang-undang No.7/2006 yang mana waktu kita merevisi Undang-undang Tipikor, banyak parpol tidak berani merevisi itu. Jadi, sampai saat ini Undang-undang Tipikor yang kita revisi tidak mengacu kepada Undang-undang No.7/2006. Ini adalah suatu kemunafikan buat kita, makanya rakyat hari ini tidak percaya Presiden ngomong berantas korupsi, karena kita lihat .....bohong sebetulnya, tidak mengacu ke itu, terima kasih Pak. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Ya, Pak Umam, percaya enggak sama Pak Presiden ? F-PD (KHATIBUL UMAM WIRANU, M.HUM): Terima kasih. Terhadap usulannya Pak Effendi tadi, apa itu diberlakukan secara keseluruhan termasuk PNS yang baru masuk itu belum ada eselon ya Pak ya? Yang baru masuk. Apa tidak sebaiknya dibatasi saja Pak, nanti itu banyak banget kalau, usulan ini bagus tetapi dibatasi yang punya jabatan saja, Eselonlah. Nah. Kalau semuanya nanti kerepotan yang memeriksa juga Pak. Nah, saya kira supaya efektif saja pemeriksaan, kalau ya, memang kan harus diakui ada juga yang baru CPNS sudah kaya juga banyak, tapi saya kira ini tidak perlulah diwajibkan. Cukup Eselon berapa itu, IV, III, II, I lah, ya,...tambahan saja. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Ya, Bapak-Ibu,ini usulan pemerintah ini menarik dan spiritnya adalah spirit transparansi. Transparansi dan apa yang kita punya itu ada akuntabilitasnya. Saya tentu forum ini mendukung, tapi karena tadi secara eksplisit sudah disampaikan sebagai sebuah ide itu bagus, perlu diurai, maka kita kasih PR, usulan anda tolong dipertanggungjawabkan. Untuk diurai, tentu tadi Pak Ahok sampaikan bagus sekali ya, mau Tipikor, mau Undang-undang 7/2006 termasuk model firm KPK. Hari ini kan kalau di KPK lumayan itu ya, apapun sampai nyawa kita diserahkan, sampai kamar tidur kita diserahkan. Betul itu, kalau KPK ini, KPK masuk kamar kita itu, halal itu.Tolong itu nanti, mungkin ada beberapa yang bisa dijadikan pegangan. Jadi sama kan PR keduanya nanti dalam usulan yang LHKBN ini bagus, kita tunggu nanti bagaimana simulasinya dari pemerintah agar kita semua menjadi transparan terhadap soal itu. Setuju ya, setuju pemerintah ? Nanti dulu, satu lagi,

45

satu lagi. Ini penting. 18, ya, halaman 25 yang 18. Ini ujungnya nanti juga akan kasih PR, tapi baiklah saya akan menyampaikan kepada bapak-Ibu yang terhormat, pencalonan dan pengangkatan dalam jabatan negara. Pemerintah punya usulan bagus, ini ada Pasal 104, ya saya coba bacakan sedikit dari yang 104. Didalam 104 itu bunyinya, Pegawai ASN dapat mencalonkan diri untuk jabatan negara. Coba ini kalimatnya ini agak anu, tapi enggak apa-apalah. Nah, Pasal 105-nya ini jenis-jenis jabatan negara yang masih mengacu kemarin. Mohon maaf ini pemerintah, kita baca ulang ini usulan kita sendiri. Setelah kita baca ulang, kok ini jadul ini, belum ada...maka kita membuka ruang untuk mereview soal ini. Lalu yang berikutnya 106 itu menyampaikan bahwa kalau pegawai ASN masuk pada jabatan-jabatan tertentu, treatmennya apa, sampai kemudian pada posisi yang elected official itu mereka kalau sudah disitu, mundur. Nah, ini pemerintah punya catatan. Mohon kiranya dari 104,105, 106 termasuk tadi pemerintah mengusulkan, 108, tambah 108, ya, diatur dalam Peraturan Menteri, ini satu paket cluster. Bisa kita diskusikan dalam satu momen ini. Saya persilakan kepada pemerintah untuk menyampaikan gagasan pada soal ini. PEMERINTAH (SESTAMA MENPAN): Terima kasih Pimpinan. Untuk cluster mengenai pencalonan dan pengangkatan dalam jabatan, sesuai dengan draft yang tercantum dalam Pasal 104, 105 dan 106 ayat (1), ayat (3), dan DIM 338, 339, 340. Pemerintah mohon penegasan tentang posisi KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dalam hal ini khususnya KPU karena dalam Undang-undang pembentukannya tidak secara jelas menyebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua dan Anggota KPU adalah Pejabat Negara. Bila dalam RUU ASN dicantumkan sebagai jabatan atau pejabat negara maka akan berimplikasi kepada hak-hak keuangan yang akan disetarakan dengan pejabat negara lainnya yang telah berlaku selama ini. Kemudian yang kedua, pemerintah mengusulkan penggantian nomenklatur jabatan negara diusulkan diganti dengan pejabat negara. Kemudian didalam Pasal 108, diusulkan mengenai jabatan negara dihapus, masuk dalam penjelasan khusus pejabat negara yang selama ini telah diatur dalam Undang-undang. Demikian Pimpinan, usulan pemerintah. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Baik. Ini usulan pemerintah saya kira bagus sekali. Perdebatan ini menjadi sangat klasik. Siapa sih yang dimaksud pejabat negara itu ya? Kemudian berdebatlah panjang, pada teman-teman dari pemerintah dan Anggota yang saya hormati, hampir setiap minggu kalau saya diminta memberikan diseminasi informasi soal RUU Pemilu, itu kalau teman-teman DPRD tanya, lah saya ini pejabat apa, Pak? Saya bukan pejabat negara, mohon nanti Kementerian Dalam Negeri juga bisa membantu menjawab ini karena agak sulit kita menjawab, saya bukan pejabat negara, Pak, tapi saya juga bukan pejabat daerah, cuman kalau saya harus, setelah dilantik, saya melaporkan kekayaan saya, pajak juga kami diminta, treatment-treatment itu ada. Ya, saya gampang saja, karena sampeyan bukan pejabat negara, juga bukan pejabat swasta, juga bukan pejabat pusat bukan pejabat daerah, anda masuk kategori pejabat yang bukan-bukan. Itulah nomenklaturnya DPRD, padahal dalam konstruksi konstitusi, pemerintahan daerah terdiri dari, kan gitu Pak ya, Bupati Gubernur sebagai Kepala Daerah, Walikota dan DPRD. Prosesnya, prosesnya dia duduk, dua-duanya melalui Pemilu. Fungsinya, satu fungsi eksekusi, satu fungsi legislasi,sama tapi tidak. Nah, sekarang ada pertanyaan lagi kepada yang lain, mari bapak-Ibu ini ada usulan pemerintah dan saya meng-appeal pada forum ini, termasuk kita sendiri Pak Taufiq, khusus berkaitan dengan pasal 105 ini, coba kita renungkan lagi yuk, kita diskusikan dalam forum ini, apa yang masuk

46

dalam kategori itu. Saya berbincang juga dengan banyak teman, apakah perlu pengaturan Undang-undang tentang Pejabat Negara tersendiri, atau mau dimasukkan sekalian disini, tapi secara jelas, karena tidak hanya DPD, tidak hanya KPU, Bawaslu itu juga, betul enggak, terus nanti, KY masuk enggak ini KY? KY sudah masuk ya, KY, BPK sudah masuk, BI masuk enggak? BI enggak masuk. Baik, belum ditetapkan Undang-undang. Nah, apakah kemudian kita yang akan menetapkan atau Undang-undang masing-masing, maksud saya itu. Nah ini ada kerepotan kita ketika menyampaikan itu, tapi baiklah ini untuk memancing diskusi pada kali ini untuk kita menentukan format seperti apa dan mana yang masuk dalam kategori itu. Saya mintakan masukan dari teman-teman untuk mengklasifikasi ini karena waktu saya diminta menjadi Ketua Pansus Undang-undang MD3, kita bicara memang persis seperti ini dan keras sekali ini. Alasan pemerintah dulu bertahan cuma satu saja dulu, Pak kalau itu dijadikan pejabat negara semua, kita kesulitan bayar pensiun. Lalu kita omongkan, bagaimana kalau soal pensiun aturannya tidak otomatis, pejabat negara ini, ini, tapi treatment pensiunnya beda-beda. Kan mungkin juga sebenarnya itu. Nah tolong kaitannya dengan pensiun yang sudah kita PR-kan tadi bisa diselesaikan,sebab kalau tidak juga lucu, Kades itu menurut saya pejabat negara, jengkolnya sama, ya Pak Budiman, karena dia sama saya ini tiap hari ngurusi Kades saja, Jengkolnya sama, seragamnya sama, cuma Jengkolnya Kades itu letek karena Perunggu, lebih gede, jalannya miring-miring gitu,karena keberatan, kalau Bupati Gubernur kecil, tapi proses duduknya sama, semua terpilih, masa jabatannya sama, sama itu dalam arti ada periode tertentu. Jadi, coba ini dipikirkan,maka saya minta pendapat bapak Ibu untuk membicarakan usulan pemerintah dan tentu bunyi Pasal 104 sampai 106 ini. Siapa yang mau memulai? Pak Taufiq dulu. KETUA RAPAT: Kita harus sama-sama sependapat yaitu tentang apa filosofi daripada Pasal 105 ini. Filosofi dari Pasal 105 ini adalah bagaimana PNS jadi pejabat negara, bagaimana PNS jadi politisi, itu filosofinya, yang hanya bisa kembali jadi PNS adalah yang pejabat negara. Jadi sebelum itu, itu dulu dipahami. Nah, sekarang bagaimana kedudukan selanjutnya? Nah ini, ini yang perlu kita bahas. Ini saya kembalikan lagi. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Oke. Mari teman-teman, saya ajak untuk berdiskusi. Ada 2, dari penjelasan yang sudah ada kita mengerti untuk mempersiapkan perdebatan, ataukah kita tetap masih bingung kan gitu. Tunjukkan ketidakbingungannya. Ada yang mau berkomentar lebih dulu. Silakan. F-PDIP (BUDIMAN SUDJATMIKO, M.SC, M.PHIL): Yang saya bingung adalah kenapa pemerintah tidak memasukkan unsur BI karena BI kan kita sebut sebagai otoritas moneter, ya. Ada namanya otoritas fiskal, itu dibawah Menkeu, ada otoritas moneter dan itu sama-sama mengatur kehidupan negara, fiskal dan moneter. Tapi kenapa Menkeu disebut pejabat negara dan BI tidak? Ini saya pikir justru itu agak tanggung, usulan pemerintah entah karena alfa atau apa, saya mengusulkan pejabat BI sebagai pemegang otoritas moneter yang punya kedudukan yang kurang lebih sama seperti Menkeu sebagai pejabat otoritas fiskal. Nah, ini saya pikir dimasukkan saja BI-nya. Saya mau nambahkan itu, Pak Ganjar, itu saja. Tambahan itu saja.

47

KETUA RAPAT: Coba, dalam pasal ini kita tidak membahas apa saja yang menjadi pejabat negara. Jabatan negara,bukan itu. Pasal ini hanya membahas kalau ASN duduk disono gimana, disini gimana, based all itu saja, Pak. Jadi kita tidak membahas lagi, apakah DPD pejabat negara itu nanti, di bagian lain, kita hanya membahas bagaimana kalau dia jadi pejabat negara bisa balik, kalau dia jadi pejabat politisi dia enggak bisa balik, itu saja. Jadi jangan terlalu jauh. Bukan filosofi dari pasal ini, terima kasih Pak. F-PKS (H.M GAMARI SUTRISNO): Terima kasih. Tidak juga bisa kita pisahkan secara tegas seperti itu, Pak Taufiq, ketika kita bicara masalah pejabat negara, karena masih ada pertanyaan, apakah Komisioner KPU ini pejabat negara apa bukan, kan gitu. Karena kalau menurut Undang-undang, KPU itu adalah lembaga negara, tentu saja Komisionernya itu pejabat negara, lalu pejabat apa lagi kalau bukan pejabat negara yang ...lembaga negara, kan begitu. Tetapi kan ini masih menjadi pertanyaan, Komisioner KPU ini pejabat negara atau bukan, karena ketika seorang PNS melamar berdasarkan Undang-undang ini berdasar Undang-undang ini boleh melamar, menjadi pejabat negara maka harus jelas ini, apakah Komisioner KPU pejabat negara atau bukan? Kan begitu Pak. Nah,ini makanya korelasinya dekat, Pak. KETUA RAPAT: Dalam Undang-undang ini tidak menyebutkan mana-mana saja yang menjadi pejabat negara. Bukan di Undang-undang ini. F-PKS (H.M GAMARI SUTRISNO): Memang tidak, Pak, tapi ketika dalam praktek itu terjadi, kemudian definisi mengenai pejabat yang ada didalam lembaga negara itu enggak jelas, kan timbul masalah baru, makanya memang harus ada klarifikasi dulu apakah KPU sebagai lembaga negara itu, Komisionernya adalah pejabat negara. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Baik begini. Saya sudah menduga ini akan terjadi seperti ini dan memang inilah bagian nanti yang lagi-lagi kita simulasikan. Ada 2 hal, Undang-undang ini mau mengatur tentang pejabat negara atau tidak? Tidak, berarti akan ada Undang-undang lain yang mengatur tentang Pejabat Negara ya. Setuju ya? Nanti dulu, setuju ya akan ada Undang-undang lain yang mengatur tentang Pejabat Negara . Nah, begitu nanti Undang-undang ini berlaku dan mencabut Undang-undang Kepegawaian, maka pengertian pejabat negara tidak ada lagi aturannya. Saya ingatkan saja, karena Pasal 105 ini yakin ini mengadop dari Undang-undang yang lama, saya hapal betul pasal ini karena tiap hari dapat gugatan. Apa yang mau saya ceritakan dalam diskusi yang menarik ini, kita hari ini dipaksa untuk melakukan sinkronisasi, tapi saya, betul Pak Taufiq, Undang-undang ini tidak akan mengatur, oke, berarti Undang-undang ini tidak akan mengatur, tapi kalaulah ada Aparatur Sipil Negara yang mau bergeser, dia boleh, boleh, terus diatur, nah kemananya inilah kemudian kita confuse. Kenapa saya katakan confuse, confusingnya karena yang masuk dalam kategori jabatan negara itu kita adopt itu dari Undang-undang Kepegawaian yang lalu, karena ada

48

jabatan atau klafisikasi pejabat negara ditambah dengan hal-hal yang baru, maka masuklah kemudian DPD, masuklah kemudian KPU, tapi DPD tidak ada statementnya Pak. Ya, itulah yang menjadi perdebatan, bisa jadi pembuat Undang-undangnya lengah, yang kedua, bisa jadi karena memang aturannya kita tidak meletakkan dia sebagai pejabat negara. Contoh, pertanyaan pemerintah menggelitik kita semua. Lah, DPD itu pejabat negara atau bukan? DPD? Itu ya, pejabat negara, maka itulah yang saya katakan, ...saya mau, mau kita kasih pilihan untuk diskusi, satu, kita mau atur pejabat negara disini atau tidak,tidak ya? Setuju ya? Ya, kalau enggak ada diatur disini, nanti ada kekosongan, mungkin bisa juga diatur cantolannya, Pak. Bisa enggak diperintahkan, silakan. PEMERINTAH (KEMENPAN): Sebagai informasi, pengalaman. Jadi, pejabat negara itu ada Undang-undangnya yaitu Undang-undang 12/1980 menyebut Pejabat Negara. Disitu hak keuangan dan administratifnya. Ini ya, protokolnya tersendiri Pak, ada Undang-undangnya juga. Nah, ketika, jadi betul pertanyaan, apakah kita atur disini mengenai Pejabat Negara? Tidak ditentukan oleh Undang-undang ini mengenai Pejabat Negara. Siapa yang menentukan? Itu DPR-RI. Dimana? Di Undang-undang baik itu sektoral, maupun nanti akan dibangun tersendiri, itu pertanyaan Pak Ganjar tadi, contoh Komisi Yudisial dulu itu belum ada, Komisi Yudisial, ditentukan lagi Komisi Yudisial bahwa Komisi Yudisial ini adalah Pejabat Negara, matching dengan Undang-undang 43,karena Undang-undang 43 membuka ruang siapa sih pejabat negara yang existing sekarang ini? Disebutlah yang lama itu dan ada ketentuan dan pejabat negara lainnya yang ditentukan Undang-undang.Jadi harus limitatif ditentukan Undang-undang. Nah, kalau kita atur disini Undang-undang tentang Pejabat Negara , tentang pejabat negara disini enggak tepat karena ini ranah ASN. Pertanyaannya, ASN yang akan diangkat menjabat pejabat negara bagaimana caranya? Tentu ada ketentuan untuk menjadi pejabat negara DPR-RI harus berhenti, untuk menjadi DPD harus berhenti , untuk menjadi KY tidak harus berhenti,pola statusnya tetap, jadi ada perbedaan.Nah agar tidak confuse, tidak ada kekosongan hukum, kalau dihilangkan disini Undang-undang, Pejabat Negara yang limitatif existing sekarang ini tidak ditentukan, hilang kita, enggak ada pengaturan. Siapa yang sekarang ini menentukan bahwa Presiden Pejabat Negara ? Enggak ada, hanya di Undang-undang 43 disebut dia, merujuk kepada konstitusi kita, yaitu Presiden, DPR-RI, MPR, apa, dirujuk di Undang-undang 43 lah itu, yang existing itu dan yang baru-baru ini DPR-RI bersidang dengan pemerintah setiap Undang-undang harus mencantumkan bahwa dia pejabat negara. Hakim akan...pejabat negara atau tidak, itu juga yang baru, ditetapkan di Undang-undangnya, ya, DPD, ditanya ke saya, pejabat negara atau tidak? Di Undang-undang DPD tidak dicantumkan, itu masalahnya. KPU tidak dicantumkan, ada Undang-undangnya. BI ada Undang-undangnya enggak dicantumkan, jadi kami enggak berani, karena itu ranah tersendiri. Sebenarnya itu kuncinya. Mohon, itulah pengalaman di lapangan. Jadi hilang, kalau kita buang ini hilang, tapi kita tidak berwenang menambah disini. Jadi, hanya bisa, dia bisa menjadi pejabat negara dengan catatan revisi Undang-undangnya dulu. Ya, itu saja. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Begini, Bapak-Ibu, kenapa ini saya munculkan. Jadi, Pak Taufiq tadi mengingatkan,sudah betul. Oke, berarti kita akan mengatur pada Undang-undang lain. Undang-undang tentang Pejabat Negara. Sampai hari ini kan kita belum berhasil membuat Undang-undang Kepresidenan toh? Oke. Maka kalaulah pasal ini, Undang-undang ini akan mencabut Undang-undang 43/99 termasuk Undang-undang berapa Kepegawaian itu 74, maka hilanglah semua itu dan Presiden tidak akan mendapatkan cantolan. PR dari Panja ini sekarang, terpaksa, Pak, bapak Ibu dari pemerintah dan Anggota yang saya hormati, kita akan menginventaris ulang untuk kita merenung, kenapa? Karena

49

memang, entah karena kelalaian pembuat Undang-undang, entah karena memang seharusnya seperti itu sehingga status dari pejabat dari lembaga itu tidak jelas, contoh DPD tadi. Maka yang bisa membunyikan adalah Undang-undang itu sendiri, boleh, tapi ingat, kalaulah ini kemudian kita tidak cantumkan disini, hilang semuanya itu, Pak Presiden tiba-tiba bukan menjadi pejabat negara. Nah, ada beberapa cara yang mesti kita selesaikan untuk mengakomodasi pikiran Pak Taufiq tadi, kalau dibuat jabatan, ASN bisa masuk jabatan tertentu, mana yang boleh mundur dan mana yang tidak boleh mundur. Mungkin ASN yang masuk menjadi jabatan elected official, jabatan yang dipilih. Pasti mundur kan? Apalagi diluar itu. Jabatan setingkat Menteri, Menteri atau setingkat Menteri ? Yang diangkat enggak ya, Menteri enggak ya? Enggak, enggak, saya enggak ini, ini kan ada, kalau kita membaca Undang-undang tadi satu per satu, Presiden dan Wapres dipilih, MPR jelas dipilih, DPR-RI dipilih, DPD dipilih, MK? MK itu, ya itu tidak, tapi enggak usah mundur, oke. Terus kemudian KPU, enggak, jelas enggak mundur juga kan dia. Terus kemudian Hakim, enggak, berarti kalau PNS masuk sana, enggak, oke. BPK? Enggak. KY enggak. Setingkat Menteri enggak,apalagi? Duta Besar enggak. Gubernur ya,ya. Independen dipilih, bagian dari elected official. Kalau kemudian seperti ini, DPRD juga ya. Maka kemungkinan kalau kita tidak berani mencantumkan jabatan negara seperti Pasal 185 mungkin kita bisa meng-cluster bahwa bunyinya Pegawai ASN dari PNS yang diangkat pada jabatan negara sebagaimana dimaksud ini diganti, Pegawai ASN dan PNS yang diangkat pada jabatan yang lahir karena pemilihan, maka dia mundur, sekedar untuk pikiran alternatif, diluar itu, tidak usah mundur. Simpel toh, maka kita tidak akan menyebut satu per satu. Ini sebagai sebuah gagasan. Coba saya mau minta perenungan lagi dari Bapak Ibu dan para Ahli hukumnya untuk membicarakan ini bagaimana draftingnya, agar kita tidak terkunci dengan ini, tapi PR tadi masih itu. PR jangan sampai hilang loh, saya ingatkan ini, yang soal pejabat negara, ya ini kalau dicabut bisa hilang. Monggo, diputar dulu, pemerintah dulu silakan. PEMERINTAH: Ya, Pak. Jadi, yang perlu dipahami dan disepakati adalah, ketika seorang PNS atau ASN itu nanti pindah ke jabatan yang dipilih, itu sebenarnya statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil tetap,Pak, tapi jabatannya memang dia tidak. Sebagai contoh, ini beliau ini PNS, pernah jadi Bupati, WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Ya, dulu banyak PNS-PNS yang dikaryakan, kan dulu judulnya. Judul, tentara dikaryakan, PNS dikaryakan, semuanya dikaryakanlah. Itu memang era jahiliyahlah, yang sekarang sudah tidak boleh. Sekarang tidak boleh. F-PD (DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE): Saya kira kembali,kita kembali kepada pemikiran tadi, Pak Taufiq, Undang-undang ini mengatur tentang Aparatur Sipil Negara. Tidak usah kita singgung mengenai Pejabat Negara didalam Undang-undang, karena ini didalam hubungan pertanyaan pemerintah disini, sementara pemerintah tahu bahwa pejabat negara itu seperti KPU apa segala itu ada Undang-undangnya tidak menyebutkan dia sebagai pejabat negara. Ya, jadi itu enggak usah kita singgung, kita fokus saja pada penyelesaian Undang-undang ASN ini, bukan pejabat negara yang kita bicarakan disini, terima kasih Pak.

50

WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP): Sudah, kita sudah selesaikan itu. Kita tidak menyinggung lagi ya, satu kita tidak nyinggung, maka saya sampaikan disini bahwa agar kita tidak menyebut rigid jabatan apa yang tidak boleh, atau boleh yang dimasuki oleh seorang PNS, maka saya ingin menyebut generiknya. Maka generiknya ini menurut saya adalah jabatan-jabatan yang dipilih, elected official kan? Kalau yang appointee kan boleh toh? Dan ini buktinya kan KPU pernah ada boleh. Ya, nanti akan muncul KPK itu boleh atau tidak. Undang-undang ini sekarang bicara itu, cuma Pak Gafar tadi menyampaikan kita tidak akan menyebut, sudah kita ketok, tidak akan ngatur, saya lagi coba-coba saja, kalau nanti finalnya ini akan mencabut, ini mencabut ya, Undang-undang ini akan mencabut ya? Ya? Sebentar, pasal berapa sih itu? Sebentar, saya postpone sebentar. Mencabut enggak, peralihan. Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang 8/74, Undang-undang 43 tentang Perubahan Pokok-Pokok dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kita tidak akan membicarakan, tapi dicabut dan tidak berlaku, padahal satu-satunya ketentuan pejabat negara itu yang rigid ada disitu. Ini maksud saya, memang kita bisa menggunakan Undang-undang yang, berapa tadi Pak, soal keuangan tadi, tapi kok, 12, keuangan pun sebenarnya juga ngacunya kesana, kesana terus ini mau dibayari maka dimasukkan kesini,maka idonnya tetap ada disini. Ini PR. Maka saya katakan tadi, lebih baik kalau apa yang disampaikan betul, kita tidak akan nyinggung pejabat negaranya, tapi kepindahannya, mungkin ini kita bisa, coba simulasikan sambil saya bisik-bisik sama tenaga ahli saya berapa sih yang masuk kategori negara dan tidak, biar kita analisis, nanti kalau itu keluar matriknya sekira Undang-undang itu ada yang menyebut dan ada yang tidak dan ada yang boleh dimasuki ada yang tidak, maka kita akan bisa mengerti nanti. Klasifikasi mana yang bisa kita masukkan. Saya mengusulkan kepada bapak Ibu untuk kita bahas ada 2 hal, satu hal berkaitan dengan bagaimana kita mengatur generiknya, usulan saya konkrit ya, kalau boleh nanti diterima Anggota sebagai Anggota bukan Pimpinan ini, panja bahwa mungkin yang jabatan dipilih enggak boleh, dia harus mundur, yang tidak dipilih boleh tetap terus. Nah nanti kalau masih akan ada seleksi, Pak ada loh Pak yang tertentu, tertentu dia harus mundur, ya mari, yang seperti apa, agar kita buatkan cluster dengan nomenklatur tadi. Itu satu. Yang kedua, sekali lagi nanti tolong dipikirkan nanti kemana kita mencantolkan kalau kemudian pasal ini mencabut tentang Pejabat Negara itu, karena Presiden tiba-tiba dengan Undang-undang itu diketok besok tidak jadi pejabat negara dia. Dua PR ini saya tawarkan kepada Bapak-Ibu yang terhormat, untuk kita mundur sebentar, kita buka referensi, terus kemudian kita bahas berikutnya kalau disetujui, tapi kalau Bapak-Ibu amunisinya cukup banyak dibahas sekarang, kita akan tuntaskan hari ini. Ada usulan? Pemerintah silakan. PEMERINTAH (BKN): Seijin Pak Ses. Saya ingin menjelaskan, Pak Ganjar, jadi dipilih ini, kita bicara yang sudah eksis, yang sekarang ya Pak ya, dipilih ini ada yang bisa dia harus mengundurkan diri, tetapi ada juga yang masih berjalan, jadi hanya dibebaskan dari jabatan organiknya saja, tetapi tidak dibebaskan dari PNS-nya. Begitu dia selesai, contoh Pak Bupati tadi, dia dipilih, tetapi dia hanya dibebaskan dari jabatan organiknya, dari PNS-nya, tapi tetap berstatus PNS, Pa, tetapi tidak...karena.. Yang kedua, dipilih yang kedua, Anggota DPR-RI ya, yang masuk partai, kalau masuk partai karena Anggota DPRD dan sebagainya itu pun harus berhenti, karena pada waktu menjadi Anggota DPRD dia harus melampirkan syarat kartu anggota parpol, padahal didalam Undang-undang itu tidak boleh dari parpol, itulah yang menyebabkan dia diberhentikan. Ya, partainya itulah yang menyebabkan dia diberhentikan.Independen tidak, Pak. Dia hanya dibebaskan dari jabatan organiknya saja. Begitu dia selesai,status kepegawaiannya, bahkan naik pangkat masih boleh, Pak, regular 4 tahun. Begitu Pak. Jadi itu Pak. Ya, partainya itu Pak yang menyebabkan dia jadi tidak bisa. Terima kasih Pak.

51

WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Ya, akhirnya kita nemu, oke, yang membikin partainya. Apa bedanya yang partai dengan independen, kan? Bobotnya itu sama, ini yang saya maksudkan mengapa kemudian kita memberikan treatment yang berbeda. Saya tidak tahu, nanti biar dicek dulu di RUU Pilkada. Di RUU Pilkada syaratnya mundur enggak, mas? Jabatan, tapi PNS-nya enggak. DI RUU Pilkada, masih seperti itu. Nah silakan. Nanti kepada kita semua apakah nanti masih mau menerima itu atau tidak, padahal kemarin di RUU Pemilu saja, di RUU Pemilu, itu kemarin mensimulasikan agak mirip, tapi yang mau masuk kepada jabatan DPR-RI, ya, apakah dia harus mundur apa tidak, karena trendnya sama, Pak. Trendnya Bupati yang tinggal setahun ada 2 tahun dia nyaleg dan jadi, dan dia baru mundur. Anggota DPR-RI mau pindah ke eksekutif, enggak mundur, maka ini menjadi kumpulan job seeker dengan popularitas masing-masing. Nah kemarin di Undang-undang Pemilu itu pun diatur. Nah mari kita renungkan, kalau kemudian aturan itu mau boleh, mau boleh diaturkan seperti itu, ya saya serahkan pada forum. Ya, dia mundur gitu kan. Etiket, itu etiket. Menurut saya itu etik gitu ya. Saya tanyakan pada teman-teman kalau pemerintah itu mengatakan hanya problem parpolnya saja, berarti tidak perlu mundur, ya, maka mungkin bunyinya kalau teman-teman setuju sekali lagi kalau mau diputuskan hari ini dan teman-teman setuju, bunyinya kira-kira, Pegawai Negeri Sipil yang, apa ya, enggak ada Pak berarti Pak, yang menjadi Anggota parpol saja. Tidak untuk duduk pada jabatan negara berarti. Enggak ada urusan dipilih sama tidak, wong yang membatalkan, itu kalau teman-teman setuju, kalau saya mau nimbang ulang kalau gitu, ini enggak fair berarti, enggak fair dalam konteks independen sama tidak independen, enggak fair dalam konteks itu. Silakan. F-PG (IR. BASUKI TJAHAYA PURNAMA, MM):

Nah,ini sebetulnya pemikiran PNS ini engga salah gitu, tapi kalau kita bicara secara politik, prakteknya seringkali seorang Sekda itu mencalonkan diiri. Nah kalaudia tidak perlu mundur, ini sangat repot posisi, kan kita sekarang mau memperkuat posisi PNS. Kita tahu selama ini PNS suku ditekan dari pejabat publik terpilih, Bupati sembarangan. Nah, kita mau memperkuat posisi PNS, tapi jangan sampai PNS yang mendzalimi orang politik juga. Kita bisa bayangkan kalau seorang PNS-nya Sekda, dia merancang mau mencalonkan diri, dikerjain itu Bupati, kalau kita ngasih Sekda kekuasaan terlalu tinggi juga. Nah, ini makanya kita mesti mengatur dua sisi ekstrim ini jangan sampai terlalu ke kiri atau ke kanan. Saya tahu persis kasus Belitung Timur, ya Pak ya, sama-sama PNS itu Pak. Jadi satu sudah pensiun, satu pejabat bupati sementara dia mau running untuk Bupati, satu Sekda juga mau running untuk Bupati, itu Bupati dikerjain hanya gara-gara uang 200 juta masuk penjara, sampai dia stress setengah mati sampai meninggal terakhir. Jadi bayangkan, kita enggak menjamin PNS itu juga selalu, kita manusia, kita harus membuat bagaimana caranya jangan sampai dia terlalu besar kepala berkuasa seenaknya juga, nah ini ada resikonya. Ini harus jelas soal kita membuat ini. Saya pribadi, saya kira tidak boleh PNS kalau dia mau calon Bupati atau pejabat publik, dia tidak mundur, harusnya dia mundur, atau terpilih, dia mundur supaya dia tidak tetap didalam, kalau enggak jadi masalah,Pak, pasti orang politik enggak ada yang setuju, seolah-olah PNS ini terlalu dikasih kekuasaan terlalu besar. Itu kejadian persis,Pak. Dikerjain Pak, laporan keuangannya Pak Sekda, hanya gara-gara 200 juta saja Pak. Sekda mau jatuhkan dia. Padahal juga PNS tapi kan satu posisi sudah Bupati. Jadi kalau Sekda sampai berkeinginan. Nah kalau kita mengatakan Sekda tidak boleh mencantumkan diri menjadi Bupati atau Gubernur atau Pejabat Publik. Itu juga dia lapor ke MK, pasti digugurkan. Bagaimana seorang PNS tidak boleh menjadi Bupati? Pasti itu akan digugurkan oleh MK. Ini yang harus kita pertimbangkan itu Pak. Saya sih senang saja, Pak, adik saya juga senang, dia sudah BBM saya, Adik saya PNS jadi Bupati, Pak dan umurnya masih panjang, 10 tahun juga masih PNS, bisa naik pangkat terus kan. Saya bilang, kita lagi membahas tidak boleh,kebetulan adik saya kan PNS dan dia jadi Bupati 10 tahun pun belum pensiun, dia pensiunnya 58 kan, masih jauh dia. Pangkatnya bisa tinggi banget, cuma saya katakan secara fair tentu tidak. Nah adik saya pun bilang, ya saya sih berhenti, berhenti saja enggak apa-apa gitu, tapi ini ya mesti dipertimbangkan itu Pak.

52

WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Begini, kalau kemudian tadi filosofinya bagus ya, dia berhenti karena partainya, betul enggak? Itu kan memang Undang-undang ya, maka ketentuan ini enggak ada yang penting semua berarti, enggak perlu ditulis pun dia akan otomatis berhenti, karena yang lain boleh, betul enggak? Maka pasal 104, 105,106, menjadi tidak perlu ditulis, betul enggak? PEMERINTAH (KEMENPAN):

Logikanya betul, tapi administrasi kevakuman pejabat negara sekarang ini apa yang menjadi landasan? WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Enggak, enggak, nanti dulu, soal pejabat negaranya kan tadi dua isu, satu isu adalah Pak Taufiq tadi jelaskan ini tidak membahas pejabat negara loh, ini hanya perpindahan jabatan dari seorang pejabat yang kebetulan PNS masuk lembaga negara, pejabat negaralah sebut sementara begitu. Kita tidak bahas itu, oke. Maka begitu kita eksplorasi, ketemu kan mana sih yang harus mundur dan tidak mundur? Ternyata banyak Bupati existing tadi,mereka masih PNS, padahal dia elected official, maka dia tidak perlu mundur. Oke kalau tidak perlu mundur, kenapa yang lain harus mundur? Nah, dia masuk parpol,Pak, padahal ketentuan kalau PNS masuk parpol harus mundur, itu kan sudah ada Undang-undangnya ya, parpol kan, kalau kemudian itu dia sudah ada Undang-undangnya, dia otomatis, begitu berjalan merangkak disitu sudah ada setrumnya, sudah ada setrum otomatis toh dan yang lain tidak kesetrum, karena tidak kesetrum maka Pasal 104 sampai 106 ini asumsilah forum ini menyetujui konsep itu, ini enggak perlu dibunyikan juga itu sudah jalan, baru masuk tahap yang kedua, Pak. Tahap kedua, kalau kemudian pasal ini dihilangkan sama sekali, kita tidak membahas sama sekali soal itu, kita hanya sama semata-mata mendelete urut-urutan itu. Itu nanti yang urusan berikutnya, oke. Bisa juga itu dibuat didalam aturan peralihan. Pasal ini mencabut Undang-undang itu kecuali, ketentuan nomor apa pasal sekian, sampai dengan lahirnya Undang-undang baru. Ya dong. Pas pelajaran ini saya masuk dulu, semester 4. Masuk saya, jadi agak ingat saya. Sekarang pilihannya bapak Ibu sekalian, saya tidak akan memaksa untuk memutuskan hari ini. Ada skim-skim pilihan, tolong dicatat Ahli. Kalau memang ketentuannya, usulannya, kepindahan yang disamapaikan Pak Taufiq tadi, bukan urusan pejabat negaranya, maka aturannya enggak perlu diatur, dengan asumsi itu tadi Pak, maka pegawai-pegawai yang selama ini existing jalan kita biarkan. Itu poin pertama. Alternatif kedua, enggak pokoknya yang elected harus mundur, maka ketentuan itu menjadi berlaku, bunyinya, seorang pegawai negeri dalam hal dia memasuki jabatan ini, harus mundur. Nanti kita atur mundurnya. Itu pilihan kedua. Nah pilihan ketiga, kita atur sekarang , kalau kemudian berkaitan dengan menjaga agar posisi jabatan negara itu masih ada sesuai dengan bunyi Undang-undang lama sebelum lahirnya Undang-undang baru, ditulis di aturan peralihan. Tiga poin ini menjadi tawaran saya untuk menyelesaikan cluster ini. Kalau itu juga belum, Pak kita mau mundur setapak dulu,Pak, apa? Belajar lagi, tanya pada para ahli. Kitapun dengan lapang dada memberikan, pilih yang mana? Ya, Pak. PEMERINTAH (KEMENPAN):

Informasi lagi Pak. Jadi pesan yang mau disampaikan pasal 108 ini selain menjaga existing pejabat negara yang ada juga mengenai statusnya itu Pak, yang mundurnya itu apa. Kalau larang menjadi parpol, statusnya memang cut, hilang semua, tapi ini kan yang disuruh mundur, jadi itu yang saya katakan tadi dari segi administrasi pembinaan karirnya kita sulit, kalau enggak ada payung yang mengatakan pejabat negara yang tidak mundur ini, yang ...ini, bagaimana statusnya. Belum ada payung administrasinya, sebenarnya itu. Baik.

53

KETUA RAPAT:

Kita sudah sepakat tadi bahwa ASN ini adalah Undang-undang yang mengatur profesi, ini profession, enggak boleh bermain-main dengan profesi ini. Artinya, kalau dia beralih dia mengajukan diri jadi Bupati, ini kan sudah beralih profesi ini, harus berhenti dia. Ya, harus berhenti, ini kita harus begitu. Tidak, alangkah buruknya begitu dia enggak kepilih, dia jadi ini lagi, dia akan sabot habis-habisan Bupati yang terpilih itu. Enggak sehatlah. Sangat tidak sehat. Undang-undang ini tidak boleh masih mengakomodir hal-hal yang tidak sehat dan keji ini. Maaf, maaf, Undang-undang ini garis yang sangat tegas. Kalau lu masuk politik, out,kan begitu? Berhenti kamu dan it’s your choice being a Politician, so stop menjadi ASN. Menjadi binatang politik. Tapi kalau dia boleh ikut Pemilu, enggak kepilih,balik lagi, coba-coba sajalah, sopo ngerti ono setan liwat. Itu tidak fair,Pak. Disguist me a lot, bikin eneg. Jadi enggak boleh. Undang-undang ini menegaskan betul, bahwa kalau kamu masuk politik, keluar daripada ASN, itu yang utama. Sebetulnya pesan utamanya itu Undang-undang ini. Saya kira tambahan itu, Pak Ganjar. WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Jelas, ya Bapak Ibu, ternyata kita masih punya choice. Kita akan kaji. Pilihan pertama tadi, tidak mundur, biasa saja kayak yang sekarang ada. Pilihan kedua, untuk yang elected dia mundur. Pilihan ketiga bagaimana tidak menghilangkan ketentuan soal pejabat negara. Bagaimana mekanisme secara detil Pak Taufiq berarti pada pilihan yang kedua,...masak pada jabatan itu kamu enggak mundur? Memang waktu kita berdebat di Undang-undang Penyelenggara Pemilu,khusus untuk KPU kita minta mundur, pembuat Undang-undang minta mundur, tapi begitu bicara mundur, ngapain mundur jadi Anggota KPU. Bayarannya kecil, jabatannya cuma 5 tahun, enggak bisa dong. Nah itu, atau kemudian kita punya toleransi,mundurnya dari jabatannya saja, PNS –nya enggak, sama-sama itu. Nah inilah mungkin nanti akan menjadi grading, grading kita, grading dari ketentuan yang kita harapkan nanti kita sama-sama merumuskan, sehingga nanti pada pertemuan berikutnya kita akan punya opsi pilihan dengan semua argumentasinya, mana positifnya, mana negatifnya, etiknya tidaknya, sulit atau tidaknya kemudian membuat penilaian terhadap status mereka. Ini yang kemudian kita harapkan nanti pada pertemuan berikutnya sudah terumuskan. Silakan.

F-PG (IR. BASUKI TJAHAYA PURNAMA, MM):

Pak Ketua,

Kalau semangat dari Undang-undang ini, Pak Taufiq menggunakan kalimat sangat baik, ini bicara profesi. Kita bicara profesi, kita berharap birokrat itu adalah profesi yang sangat profesional disitu. Jadi kalau seseorang ingin jadi birokrat yang anda pusatkan di birokrat,kalau anda mulai merasa mau ganti profesi, anda berhenti dari birokrat. Jadi tidak ada lagi opsi-opsi dia...kapan, enggak ada lagi opsi-opsi itu. Jadi enggak ada opsi. Semangat dari ini untuk kita bikin adalah betul-betul profesi, itu yang kita ingin sebetulnya. Jadi enggak ada lagi tawaran itu sebetulnya.

WAKIL KETUA (GANJAR PRANOWO/F-PDIP):

Ya, karena kita diskusi, saya sebenarnya enggak ada tawaran semuanya, saya ketok sendiri, tapi karena argumentasi muncul, Pak Ahok, karena ini jabatan profesi, di Undang-undang Penyelenggara Pemilu enggak bisa, dan akhirnya apa, saat itu political impact dari formulasi kebijakan yang kita buat itu kita hitung betul, apa political impactnya. Eh saya jamin itu KPU besok

54

enggak ada orang mau daftar, itu isinya adalah pengangguran-pengangguran semua yang daftar, maka orang-orang pintar dari kampus malas untuk mendaftarkan karena dia harus berhenti dari ke-PNS-annya. Itu jadi pertimbangan dulu. Nah ini untuk jabatan tertentu ya, tapi kalau bapak Ibu nanti setuju, kemungkinan ya opsi yang kedua tadi, maka saya masih membuka opsi ya biar enggak kelihatan otoriter gitu kan? Kita kasih opsi itu apa, agar teman-teman bisa mengunyah-ngunyah apa positif negatifnya. Kalau yang disampaikan Pak Taufiq terakhir betul, sempurna itu, untuk just for yang elected official saja, yagn terpilih saja, nah kalau itu bisa disetujui ya kita ketok, cuma saya kasih waktu agar eh siapa tahu bapak Ibu punya pertimbangan-pertimbangan yang lain yang diluar kemampuan kita hari ini untuk membuat argumentasi, tapikalau saya suruh milih, pilihan Pak Ahok, Pak Taufiq itu memang benar, itu fairnes-nya, fairness-nya memang begitu. Bisa diterima, bapak Ibu ya? Penerimaannya nanti kita buat grading-nya, bikin klausulnya, kalau kemudian nanti sudah, kita akan pilih dengan perdebatan argumentasinya. Kalau ini disetujui,ini bagian dari diantara yang kita PR-kan tadi untuk kita bahas pada berikutnya. Apakah bisa disetujui Bapak-Ibu yang terhormat Anggota Panja, setuju? Setuju Pemerintah?

(RAPAT : SETUJU)

Bapak-Ibu yang saya hormati,

Demikianlah Rapat Panja kita pada sore hari ini, untuk bisa ditutup oleh Pak Taufiq Effendi. KETUA RAPAT: Begini, Saudara sekalian ya, Ini hari ini, tadi malam dan hari ini, ini pelajaran yang sangat banyak. Kita mengira Undang-undang ini akan mudah sekali, ternyata tidak mudah, karena apa, banyak sekali,Pak Budiman yang namanya fog norm, norma yang fog, yang fogging, yang samar-samar. Semuanya berlaku bermacam-macam, nangkenelah rusaknya republik itu.Akhirnya kita temukan, this is the point why the republic just like this.Ini sebabnya, karena Undang-undangnya enggak jelas, bisa dimainkan, bisa ditafsirkan seenak’e udele dewek. Pak, saya katakan dari awal pertemuan kita, Undang-undang ini sebuah legacy, sebuah pintu sejarah baru didalam republik ini. Kita menulis sejarah ketika kita mulai membuat Undang-undang ini. We writing the history. Jadi bukan main-main. Memang tidak yang biasa-biasanya. Bukan mencari yang namanya, kita sudah lama diayun-ayun oleh yang namanya comfort zone, dalam situasi yang kepenak, nyambut gawe,ora nyambut gawe, yo spasipun gawe. Stop. Kita berhenti itu. Saya katakan ini, saya bertahan di DPR-RI ini karena saya ingin selesai Undang-undang ini. Maksudnya supaya apa, jadilah, kita masih punya hutang, Pak Undang-undang ini satu Pak, Undang-undang Administrasi Pemerintahan, Undang-undang Etika Penyelenggara Negara. Ini selesai,Pak. Negara ini sudah punya pegangan-pegangan yang mapan, Pak. Bayangkan republik tidak punya Undang-undang tentang administrasi pemerintahan. PTUN itu keluar, PTUN itu ini, ini ibunya PTUN. Baik, saya kira tidak berpanjang lebar, kita tutup akhiri Panja pada hari ini, banyak pelajaran dan banyak pekerjaan rumah yang mesti kita kerjakan bersama. Kita ketemu lagi tanggal 9, Pak. Hari ini kita sudah menyelesaikan kurang lebih 10 cluster, kita punya 22 cluster. Jadi kita masih punya sudah 2 kali lagi kita berjumpa. Saya yakin betul kita bisa selesaikan, karena tiap diskusi saya melihat ada kemajuan-kemajuan yang sangat signifikan, karena sudah mulai ada persamaan persepsi.

55

Demikian, mohon maaf apabila, baik, Saudara sekalian, saya akhiri dengan Wassalam'mualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL16.30 WIB)

Jakarta, 3 Februari 2012 a.n. Ketua Rapat

Sekretaris

ARINI WIJAYANTI, SH.,MH. 19710518 199803 2 010

56