99
ANALISIS PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Terhadap NW dan HTI) SKRIPSI Oleh: M.KHAIRUL WARDI NPM: 5236900FH15 PROGARAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS GUNUNG RINJANI SELONG 2019

SKRIPSI - UGR Repository

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

KEMASYARAKATAN

(Studi Putusan Mahkamah Agung Terhadap NW dan HTI)

SKRIPSI

Oleh:

M.KHAIRUL WARDI

NPM: 5236900FH15

PROGARAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS GUNUNG RINJANI

SELONG

2019

ii

ANALISIS PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

KEMASYARAKATAN

(Studi Putusan Mahkamah Agung Terhadap NW dan HTI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Hukum

pada Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Gunung Rinjani

Oleh:

M.KHAIRUL WARDI

NPM: 5236900FH15

PROGARAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS GUNUNG RINJANI

SELONG

2019

iii

iv

v

vi

vii

MOTTO

Jalani hidup sesuai dengan porsi dan kemampuan diri sendiri

Jangan pernah memakai ukuran dan porsi orang lain

“Hidup sesuai dengan kemampuan jangan sesuai dengan kemauan”

viii

KATA PENGANTAR

Pujisyukurkitapanjatkankehadirat Allah Yang MahaEsaataskesehatan

yang di berikankepadakitasehingga penulisdapatmenyelesaikanperoposal

rencana penelitianinisesuaidengan yang kitaharapkan.

Proposal rencana penelitian ini berjudul “ANALISIS PENDIRIAN DAN

PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN” (Studi Putusan

Mahkamah Agung Terhadap NW dan HTI)ini disusun untuk memenuhi

syarat penyusunan skripsi upaya penyelesaian tugas ahir serjana setrata satu

(S1) Fakultas Hukum di Universitas Gunung Rinjani.

Dalam peroses penulisan proposal rencana penelitian ini saya banyak

mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari pembimbing utama maupun

pembimbing pendamping sehingga penyusunan ini dapat terselsaikan. Untuk

itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Basri Muliani. SH.,MH selaku dekan fakultas hukum

Universitas Gunung Rinjan;

2. Bapak Haerul Maksum, SH.,MH. Selaku pembimbing utama yang telah

banyak memberikan masukan dan saran dalam penyusunan proposal

ini.

3. Bapak Mukhtar Halidi, SH.,MH. Selaku pembimbing pendamping yang

tidak bosan-bosanya memberikan bimbingan, serta memberikan petujuk

kepada penulis.

4. Para dosen pengampu mata kuliah pada Program Ilmu Hukum Fakultas

Hukum yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman selama

menempuh pendidikan strata satu (S1).

ix

5. Para karyawan Fakultas Hukum Universitas Gunung Rinjani, atas

segala pelayanan dan bantuannya selama penulis mengikuti

perkuliahan.

6. Keluarga besarku terutama Ibu yang telah banyak memberikan

semangat dan doa kepada penulis sehingga dapat menyelsaikan

perkuliahan ini.

7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gunung Rinjani

atas bantuan dan kerjasama sehingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan ini.

8. Teman-teman seperjuangan keluarga sehimpunan, Himpunan

Mahasiswa Islam saudara M. Ahwal Usri Yusro, Rudi Hadi Suwandi

yang selalu menyemangati dan memberikan masuakan yang positif

untuk menyelsaiakan pendidikan seperti tujuan HMI pertama Insan

Akademis yang terdapat dalam lima kualitas Insan Cita.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyususnan proposal

rencana penelitian skripsi ini, saya yakim akan mampu

menyelsaiakanya.

Ahirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri , dan semoga

usaha yang sudah saya lakukan dapat bermamfaat bagi saya pribadi dan orang

lain. Amin

Penulis,

M. KHAIRUL WARDI

x

xi

ANALISIS PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

KEMASYARAKATAN

(Studi Putusan Mahkamah Agung Terhadap NW dan HTI)

ABSTRAK

Semanagat partisipasi masyarakat membangun bangsanya terlihat

sejak sebelum dan sesudah Indonesia merdeka, salah satu caranya

yaknimendirikan Organisasi Kemasyarakatan berdasarkan ketentuan undang-

undang, Ormas yang berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870 Nomor: 64

tentang perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkhied

van Vereenigingen) yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik

Indonesia dan konsisten mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, tetap diakui keberadaan dan kesejahteraannya sebagai aset bangsa,

tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan undang-undang

ini, harus ada kata penegasan dalam penggalan “perlu” agar tidak dilakukan

berdasarkan kepentingan salah satu pihak,organisasi wajib memiliki AD dan

ART untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan aktivitas organisasi,

pengesahan sebagai Badan Hukum perkumpulan diterbitkan oleh Menteri yang

menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Ormas dilarang menyebarkan ajaran dan tindakan yang bertentangan

dengan Pancasial, seperti Atheisme, Marxisme dan Leninisme, sehingga

undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang ormas tidak lagi memadai

pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 untuk mejelaskan lebih

luar tentang ajaran/paham yang dilarang.

Metode yang digunakan jenis penelitian ini tergolong normatif fokus

kajianya peraturan peraturan Perundang-Undangan dan Perppu pendirian dan

pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dan mengkaji hasil Putusan

Mahkamah Agung.Dalam skripsi ini mengkaji 2 (dua) rumusan masalah yakni:

1. Bagaimanakahprosedur pendirian organisasi masyarakat berdasarkan

peraturan perundang-undangan Nomor 17 Tahun 2013?

2. Bagaimanakah mekanisme pembubaran Ormas menurut Perppu

Nomor 2 Tahun 2017?

Pendirian ormas berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

dan mekanisme pembubaran ormas berdasarkan Perppu Nomoe 2 tahun 2017

dan dipadukan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 37 K/TUN/2016

Nahdlatu Wathan (NW) dan Putusan Nomor 27 K/TUN/2019 Perkumpulan

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Kata Kunci: Pendirian, Pembubaran, Ormas.

xii

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN PERBAIKAN ...................................... v

LEMBAR UJIAN .................................................................................. vi

HALAMAN MOTTO ........................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................... viii

PERNYATAAN ..................................................................................... x

ABSTRAK ........................................................................................... xi

DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii

BAB I: PENDAHULUAN .................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................

................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah...................................................................

................................................................................................ 6

C. Tinjauan dan Mamfaat Penelitian ...........................................

................................................................................................ 6

D. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................

................................................................................................ 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................

A. Pengertian Organisasi Kemasyarakatan .................................

................................................................................................ 8

xiv

B. Peran dan Tanggung Jawab Organisasi Kemasyarakatan ......

................................................................................................ 11

C. Perbedaan Organisasi Kemasyarakatan dan Lembaga

Swadaya Masyarakat ..............................................................

................................................................................................ 16

BAB III: METODE PENELITIAN .....................................................

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 24

B. Metode Pendekatan................................................................. 24

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ............................................ 25

D. Teknik dan Pengumpulan Bahan Hukum ............................... 25

E. Analisis Bahan Hukum ...........................................................

................................................................................................ 26

F. Analisis Hasil Putusan Mahkamah Agung .............................

................................................................................................ 26

BAB IV: PEMBAHASAN ....................................................................

A. PengertianOrganisasi Kemasyarakatan .................................. 27

B. SejarahLahirnyaOrganisasiKemasyarakatan .......................... 28

C. LegalitasHukumOrganisasiKemasyarakatan Yang

SudahBerdiriSebelumKemerdekaanDitinjau Dari

Undang-Undang No.17 Tahun 2013 ...................................... 33

D. KajianHasilPutusanMahkamahAgung Nomor

37 K/TUN/2016TerhadapOrganisasiKemasyarakatan

xv

NahdlatulWathan .................................................................... 39

E. PembubaranHizbutTahrir Indonesia Putusan Mahkamah

Agung Nomor 27 K/TUN/2019Berdasarkan PERPPU

Nomor 2Tahun 2017 ............................................................... 56

BAB V: PENUTUP ...............................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................. 78

B. Saran ....................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam membangun bangsa dapat dicapai melalui sebuah proses yang

diawali dengan kesadaran rakyatnya baik secara individu, maupun

bermasyarakat, yang berjalan sesuai dengan landasan dan tujuan yang sama.

Dalam hal ini diperlukan suatu wadah untuk mengakomodir individu dalam

kelompok untuk menjalankan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang

dimasyarakat.

Membangun dalam arti luas, dapat dilakukan dalam berbagai macam

cara dan bidang kehidupan. Mulai dari mengungkapkan pendapat tentang

sesuatu hal yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan

negara, dan dilakukan melalui rumusan atau konsep tentang bagaimana

membangun masyarakat yang bebas dalam berfikir untuk menemukan ide-ide

yang diwujudkan dalam bentuk organisasi masyarakat yang tentunya dapat

membangun cita-cita bangsa Indonesia.Dalam organisasitersebut masyarakat

dapat menyelenggarakan dan menjalankan sesuai dengan cita-cita bersama.

Dalam membangun sebuah organisasi masyarakat, diperlukan sebuah gerakan

yang diwadahi oleh organisasi yang bertujuan untuk membangun masyarakat

guna mencapai hasil yang efektif dan terorganisir, guna menghimpun dan

mengakomudir individu-individu dalam kelompok atau organisasi.

Implementasi dari partisipasi masyarakat dalam membangun bangsa

selaras dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku

organisasi masyarakat telah ada regulasinya yaitu termuat dalam Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Sehingga partisipasi akan berjalan sesuai denga visi dan misi dalam sebuah

organisasimasyarakat tersebut dalammenjaga kepentingan bangsa dan negara.

Berkaitan dengan hal ini, dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945

dalam pasal 28 berbunyi:

2

“Kemerdekaan beserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan, tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Jadi,

dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 telah menjamin untuk

berkumpul dan menyatukan pemikiran dan dalam membentuk sebuah

organisasi masyarakat.1

Menurut Tirta Nugraha Mursitama dalam pasal 28 Undang-

Undang Dasar Negara RI 1945 secara substansial mempunyai empat makna

kemerdekaan untuk dapat diekspresikan oleh masyarakat dalam kerangka

membangun bangsa dan Negara, yaitu:2

a. Kemerdekaan seseorang atau masyarakat untuk berserikat;

b. Kemerdekaan seseorang atau masyarakat untuk berkumpul;

c. Kemerdekaan seseorang atau masyarakat untuk mengeluarkan

pendapat atau pikiran secara lisan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan dalam Pasal 1 Menyebutkan,

“Pengertian organisasi kemasyaratan adalah organisasi yang didirikan

dan di bentuk oleh masyarakatan secara sukarela berdasarkan

kesamaaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegitan, dan

tujuan untuk berpartisipasi dalam pembanguna demi tercapainya

tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

pancasila.”3

Dalam membangun sebuah organisasi masyarakat diawali dengan

kesadaran masyarakat baik secara individu atau kelompok masyarakat yang

berjalan dengan landasan dan tujuan yang sama. Cita-cita dalam

melaksanakan tujuan kegiatan dan kepentingan bersama yang di bangun

dengan kesadaran individu dan berkelompok yang diyakini dapat

memecahkan kepentingan bersama dalam sebuah wadah yang populer dengan

1Pasal 28, Undang-undang nomor 17 tahun 2013 2 Tirta Nugraha Mursitama, Pengkajian Hukum Tentang Peran Dan Tanggungjawab

Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyaraka, Jakarta:Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI,2011,hal.5

3Pasal 1, Undang- undang nomor 17 tahun 2013

3

nama organisasi kemasyarakatan, bentuk organisasi dibentuk oleh kelompok

masyarakat berdasarkan beberapa kesamaan kegiatan, profesi, tujuan dan

fungsi.Seperti agama, pendidikam,budaya, ekonomi, hukum dan sebagainya.

Menurut M. Bilillah dan Abdul Hakim G. Nusantara

mengungkapkan:4

“Umumnya Ormas Indonesia mencerminkan kebangkitan kesadaran

golongan masyarakat menengah terhadap masalah kemiskinan,

ketidakadilan sosial dan masalah hak asasi manusia. Kini Ormas di

Indonesia dapat pula dikatakan sebagai cerminan kesadaran tentang

dampak program pembanguan yang dilaksanakan pemerintah serta

tindakan yang diambilnya dalam melaksanakan program tersebut.”

Di Indonesia sebagian dari Organisasi masyarakar bergerak dalam

kegiatan positif dengan menyertakan masyarakat menjaga lingkungan hidup

seperti (Walhi), membantu masyarakat dalam bidang hukum (LBH APIK),

serta dibiang lainya dengan melakukan peranan yang aktifitasnya

kemasyarakatan dilakukan secara damai dengan memberdayakan masyarakat,

disisi lain terdapat pula organisasi kemasyarakatan yang melakukan kegiatan

kurang terpuji antara lain yang telah diberitakan yaiti Front Pembela Islam

(FPI) yang selalu mengatasnamakan agama dalam kegiatannya, aksi dari

anggota Front Pembela Islam tak jarang melakukan aksi kekerasan dan

perusakan yang mereka anggap salah.Namun, dari segi hukum segala jenis

perusakan dan tindak kekerasan adalah secara tegas dilarang.

Penyaluran aspirasi melalu organisasi, diyakini mendapat perhatian

dari banyak pihak jika bentuk kegiatannya teratur dan terarah sesuai dengan

tujuan organisasi masyarakat itu, karena aspirasi yang di sampaikan

merupakan aspirasi dari organisasi bukan atas nama pribadi, dan membawa

kepentingan anggotanya. Dalam konteks berkehidupan berbangsa dan

bernegara yang mengedepankan aspek berdemokrasi dalam tatanan

pelaksanaannya, merupakan hal yang wajar muncul organisasi-organisasi

baru, karena semakin dibukanya kesempatan dalam menyampaikan pendapat

4M. Billah, Masyarakat sosial, Bandung: angkasa, 1998, hal.95

4

dan berkumpul sehingga semakin terbuka kemungkinan akan adanya

perbedaan pendapat.

Penghormatan terhadap perbedaan pendapat, membawa konsekuensi

berkembangnya wadah-wadah organisasi baru. Kelompok-kelompok

masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya perjuangan melalui

lembaga akan semakin selektif dalam memilih wadah yang sesuai dengan

kesamaan etnis, ideologi dan sebagainya. Pilihan masyarakat terhadap

organisasi masyarakat tersebut dilakukan dengan kesadaran diri untuk ikut

aktif secara langsung dalam kegitan organisasi masyarakat tersebut. Dalam

sebuah organisasi masyarakat tidak jarang organisasi tersebut mementingkan

kelompoknya sendiri sehingga menimbulkan tindakan-tindakan anarkis

dikehidupan masyarakat.

Menurut Tirta Nugraha Musitama mengungkapkan:5

“Tindakan anarkis dalam pemahaman mereka adalah sebagai bentuk

jawaban konkret atas tidak berjalannya mekanisme hukum yang ada

saat ini. Dalam mengatasi permasalahan, organisasi masyarakat ada

yang menggunakan tindakannya sendiri dalam menindaklanjuti

permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Tindakan

yang demikian, tanpa disadari sesungguhnya merupakan perbuatan

melawan hukum. Namun, dilain pihak hal ini seolah-olah dibiarkan

atau kurang adanya ketegasan, dari aparat penegak hukum atas

berbagai bentuk tindakan anarkis yang terjadi selama ini.”

Organisasi kemasyarakatan memperoleh tempat dan kesempatan untuk

berkembang seiring dengan demokrasi yang terjadi disemua sektor kehidupan

berbangsa dan bernegara, yaitu dimana hak asasi manusia memperoleh

tempat yang cukup dan dihormati oleh sistem yang berkembang saat ini.

Kebebasan tersebut terkadang cenderung tanpa kendali dan tanpa batas,

sehingga beberapa kelompok masyarakat berbicara dan bertindak untuk dan

atas nama hak asasi manusia, sehingga terkadang mengabaikan makna Hak

Asasi Manusia itu sendiri, yaitu bahwa kebebasan memperoleh ruang dan

penghormatan atas Hak Asasi Manusia.

5Tirta Nugraha Mursitama, Op, cit. Hal. 37

5

Fenomena tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok orang,baik

atas nama organisasi maupun perorangan sudah banyak diberitakan di media

massa, baik elektronik maupun cetak. Secara pisikologis, fenomena ini

kurang baik dan tidak menguntungkan. Artinya pemerintah harus segera

tanggap dan bertindak cepat agar fenomena tindakan kekerasan dan

pengerusakan tidak menjadi budaya baru yang berkembang ditengah-tengah

masyarakat, karena tindakan kekerasan dan pengerusakan pada hakikat

bertentangan dengan esensi Hak Asasi Manusia itu sendiri sedangkan disisi

lain pembiaran tindakan kekerasan dan pengerusakan yang diberitakan secara

terus-menerus secara langsung merupakan bentuk diligimasinya fenomena

kekerasan untuk tumbuh ditengah-tengah masyarakat kita. Apabila hal ini

terus dibiarkan secara tidak terkendali, tidak mustahil akan mendorong

berkembang paham-paham primodialisme secara sempit, yang akan bermuara

pada terganggunya dan goyahnya persatuan bangsa untuk itu Organisasi

Masyarakat sudah mesti di bubarkan.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang organisasi

kemasyarakatan belum diatur secara jelas beberapa pasal yang mengatur

masalah pendirian organisasi masyarakat dan tidak adanya pengaturan yang

jelas masalah pembubaran organisasi masyarakat dan organisasi masyarakat

yang bagaimana yang mesti dibubarkan untuk itu didalam Undang-Undang

tersebut terdapat norma kosong dan perlu adanya penambahan pasal terkait

belum adanya pengaturan yang jelas mengenai mekanisme pembubaran

organisasi masyarakat tersebut.

Namun organisasi masyarakat yang sesuai dengan kehidupan masyarakat

dan membantu masyarakat disekitarnya layak untuk dipertahankan serta

diberdayakan namun ada juga yang mengatasnamakan organisasi masyarakat

demi kepentingan sendiri atau organisasi tersebut dapat membahayakan

kehidupan masyarakat sehingga organisasi tersebut perlu dibubarkan.

Pembubaran organisasi masyarakat tersebut telah di atur dalam Undan-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Artinya

6

ketika seseorang melakukan tindakan anarkis, hukum Pidana dapat digunakan

sebagai sarana dalam penindakan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah

yaitu sebagai berikut:

3. Bagaimanakah prosedur pendirian organisasi masyarakat berdasarkan

peraturan perundang-undangan Nomor 17 Tahun 2013?

4. Bagaimanakah mekanisme pembubaran Ormas menurut Perppu

Nomor 2 Tahun 2017?

C. Tujuan Dan Mamfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui pengatura pendirian dan pembubaran organisasi

masyarakat berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan.

1. Manfaat penelitian

Dari penelitian yang peneliti lakukan ini diharpkan akan memberikan

manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis memberikan sumbangan pemikirandalam

membangun ilmu hukum pada umumnya dan ilmu pemerintah pada

khususnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

dalam peneliliti maupun penulis hukum sejenis untuk tahap

berikutnya;

b. Manfaat prakis memberikan sumbangan pemikiran kepada para

pihak masalah yang kepentingan dan memberikan jawaban

terhadap permasalahan yang diteliti;

Hasil penelitian ini yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan

bagi masyarakat serta motivasi bagi pemerintah maupun pihak-pihak yang

7

terkait peraturan pendirian dan pembubaran organisasi masyarakat di

indonesia

D. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat luas dan kompleksnya topik kajian yang diangkat dalam

penelitian ini maka perlu dilakukan pembatasan diluar lingkup pelelitian.

Pembatasan ruang lingkup penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari

penelitian ini tidak menyimpang terlalu jauh dari pokok permasalahan yang

diangkat, tujuan dan fungsi organisasi masyarakat serta mekanisme pendirian

dan pembubaran organisasi masyarakat berdasarkan putusan Mahkamah

Agung dan dipadukan dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan dan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang

organisasi kemasyaraktan.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian organisasi kemasyarakatan

Organisasi kemasyarakatan merupakan organisasi yang berdiri

ditengah-tengah masyarakat, yang di dirikan secara sukarela berdasarkan

ketentuan Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan seperti yang tertuang pada pasa 1, bahwa hadirnya organisasi

didalam masyarakat dikarenakan masyarakat membutuhkan suat wadah

sebagai upaya menjembatani aspirasi masyarakat itu sendiri.

Organisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Organon” dan istilah

latin, yaitu :

“Organum” yang berarti alat, bagian, anggota,atau badan.6 Menurut

Baddudu-Zain, organisasi adalah susunan, aturan atau perkumpulan

dari kelompok orang tertentu dengan latar ideology (cita-cita) yang

sama.

Selanjutnya Chester 1. Barnard, memberikan pengertian organisasi

sebagai suatu system dari aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang

atau lebih.

Lebih lanjut ada tiga ciri dari suatu organisasi,yaitu.7

a. Adanya sekelompok orang

b. Antar hubungan yang terjadi dalam suatu kerjasama yang

harmonis

c. Kerjasama didasarkan atas hak, kewajiban atau tanggung jawab

masing-masing orang untuk mencapai tujuan.

6M. Manualang, Dasara-Dasar Manajemen, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1983, hal 67 7M. Manulang, op,cit. Hal 68

9

Secara hakiki, organisasi merupakan upaya atau proses terpeliharanya

persatuan dalam rangka mempertahankan keutuhan organisasi dalam

mencapai tujuan organisasinya. Dalam konteks ini, Sandong P. Siagin

memandang apa itu organisasi dengan melihat dari sisi hakikat organisasi,

dan organisasi dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:8

1. Organisasi dipandang sebagai wadah;

2. Organisasi dapat dipandang sebagai proses;

3. Organisasi sebagai kumpulan orang.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi

merupakan wadah yang dimana wadah tersebut dibentuk oleh para

pemrakarsa organisasi yang kemudian menjadi anggota organisasi tersebut.

Terbentuknya suatu wadah organisasi itu berangkat dari adanya kesamaan

visi, misi, dan/atau ideologi, karena kesamaan visi dan misi ideologi itu

kemudian menetapkan tujuan yang sama, terbentuk secara struktur dari mulai

pimpinan tertinggi sampai terendah serta menetapkan arah kebijakan dan

program kerjanya dalam mencapai tujuan organisasi. Berangkat dari uraian

tersebut, suatu organisasi secara hakiki harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:9

1. Adanya pendiri sebagai pemrakarsa terbentuknya suatu wadah

organisasi tertentu;

2. Mempunyai anggota yang jelas, dimana para pemrakarsa biasanya

sekaligus juga menjadi anggota organisasi yang bersangkutan;

3. Mempunyai landasan hukum internal organisasi, sebagi aturan main

dalam menjalankan roda organisasi yang disebut Anggaran Dasar dan

Anggoran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi;

4. Adanya kepengurusan organisasi, Organisasi yang baik mempunyai

struktur organiasi pada setiap tingkatan wilayah

8Sondang P. Siagian, 1998, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, hal 68 9Ibid, hal.968

10

kepengurusannyadengan kewenangan dan tanggung jawab pada setiap

tingkatan kepengurusan yang jelas (job description);

5. Mempunyai arah kebijakan dan program kerja yang jelas, yang

berlandaskan visi dan misi guna mencapai tujuan organisasi;

6. Mempunya sistem kaderisasi dan regenerasi yang jelas, yang

berlandaskan pada aspek moralitas, loyalitas, integritas, tanggung

jawab, dan prestasi.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan kemasyarakatan ialah:

“Berasal dari kata masyarakat yang berarti kumpulan individu yang

menjalin kehidupan bersama sebagai satu kesatuan yang besar saling

membutuhkan, memiliki ciri-ciri yang sama sebagai kelompok

sedangkan yang dimaksud dengan kemasyarakatan adalah hal-hal

yang menyangkut dengan masyarakat”

Sejalan dengan itu, yang dimaksud dengan masyarakat jumlah

manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang

mereka anggap sama; sedangkan kata “kemasyarakatan” diartiakan sebagai

prihal (mengenai) masyarakat.10

Menurut badudu-zaen, pengertian organisasi kemasyarakatan dapat

menggabungkan pengertian organisasi dengan pengertian kemasyarakatan,

sebagaimana uraian diatas arti organisasi kemasyarakatan adalah sekelompok

orang, yang mempunyai visi misi, ideologi, tujuan yang sama, mempunyai

anggota yang jelas, mempunyai kepengurusan yang struktur sesuai hierarki,

kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka

memperjuangkan anggota dan kelompoknya dibidang/mengenai/prihal

kemasyarakatan seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan, kepemudaan, dan

lain-lain dalam arti kemasyarakatan seluas-luasnya.11

10Badudu-Zain,op,cit,872 11Ibid,873

11

Sesuai dengan ciri organisasi kemasyarakatan di atas, maka organisasi

kemasyarakatan bisa beragam macamnya, tetapi secara umum dapat

dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Organiasi kemasyarakatan yang bergerak dalam satu bidang khusus.

Organisasi kemasyarakatan yang termasuk dalam kelompok ini,

biasanya adalah organisasi profesi seperti, persatuan advokat Indonesia

(Paradi), asosiasi persatuan Serjana Hukum Indonesia (APHI)

Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Indonesia Mining Associtation

(IMA) Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI),, Ikatan Dokter Indonesia

(IDI), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Asosiasi Pedagang Pasar

Seluruh Indonesia (HNSI)), dan lain-lain;

2. Organisasi kemasyarakatan yang bergerak dan/atau mempunyai

kegiatan bidang kemasyarakatan lebih dari satu khususan, sperti

Muhammadiyah, PBNU, Persis, PUI, HKBP, dan lain-lain dimana

dalam praktiknya selain organiasi keagamaan atau dakwah, juga

bergerak dalam bidang kemasyarakatan lainnya seperti pendidikan,

kesehatan, dan persoalan-persoalan sosial lainya.

B. Peran dan Tanggung Jawab Organisasi Kemasyarakatan

Kemajuan teknologi menciptakan kemudahan dalam berbagai aspek

kehidupan salah satunya adalah sarana komunikasi,sarana komunikasi dengan

mudah dapat diakses bukan saja negara secara kelembagaan, tetapi juga dapat

dipergunakan oleh setiap individu. Kenyataan ini selain memberikan dampak

positif, juga sedikit banyak mempengaruhi pola dan pergeseran budaya dalam

negeri masing-masing. Kemudahan komunikasi dan akses oleh individu

dibeberapa negara telah menggeser paradigma pola pikir masyarakat, yaitu

semakin tingginya harapan dan tuntutan akan hak-hak dari yang sebelumnya

hanya terbatas pada pemenuhan kesejahteraan lahiriah semata, bergeser

menjadi tuntutan kesejahteraan secara lebih luas, yang termasuk didalamya

hak-hak untuk memperolah kesempatan berekspresi secara politik.

Terbukanya akses interaksi antara individu warga negara dengan

warga negara lainnya, telah memperluas teori zoon politicon yang dikemukan

aristoteles. Kalau pada saat itu aristoteles mungkin hanya melihat bahwa

manusia sebagai mahluk sosial dalam kaitan hubungan antar manusia dalam

12

arti kehidupan bermasyarakat dalam konteks negara, hubungan dan akses

terbatas pada ruang lingkup anggota negara yang bersangkutan, maka dalam

konteks zoon politicon yang berlangsung saat ini adalah interaksi antara

individu tidak hanya terbatas pada lingkup yang sempit sebagaimana pada

zaman aristoteles hidup, tetap terjadi yang bersifat lintas benua. Hal ini

ditandai dengan berlangsungnya hubungan antar individu yang bersifat lintas

agama, suku bangsa, tingkat sosial, dan pradaban. Dengan demikian negara

dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, tidak akan dapat

dipisahkan dari pengaruh global.12

Pengaruh dunia internasional dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara suatu negara pada saat ini tidak bisa dihindari. Kesepakatan

perdagangan internasional untuk tidak melakukan penolakan atas arus barang

yang masuk kesuatu negara. Kondisi secara langsung akan mengorbankan

kepentingan dan keberlangsungan kegiatan ekonomi Negara tertentu yang

secara teknis dan ekonomis belum siap menerima kesamaan persaingan bebas

tersebut.

Globalisasi kenyataannya belum bisa bersahabat dengan rakyat

Indonesia karna belum siap bersaing terlihat dengan semakin memburuknya

perekonomian, surplus perdagangan dalam negeri tidak berkorelasi dengan

capaian kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, karena pertumbuhan itu

hanya merupakan pertumbuhan makro. Hal ini tidak berkorelasi kesejahtraaan

rakyat karena masih banyaknya jumlah rakyat miskin yang ada. Kondisi itu

kemudian diperparah oleh perilaku buruk birokrat negara yang korup.

Perubahan ini kemudian digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk

mengadakan aktivitas di berbagai bidang kehidupan (budaya, politik,

ekonomi, dan agama) serta pengaruh globalisasi yang berlangsung terus

menerus tanpa batas ruang dan waktu, telah mendorong terjadinya perubahan

struktur dalam masyarakat, dan semakin berkembang suatu masyarakat maka

12E. Fernando M. Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan (Tinjauan Hukum Kodrat

Dan Antinomi Nilai), Jakarta: Kompas,2007, hal. 352

13

semakin banyak kelompokan dan lembagaan yang terbentuk. Dengan

demikian susunan masyarakat tidak hanya didukung oleh perseorangan

sebagai anggota masyarakat, tetapi juga oleh pengelompokan tersebut.

Kenyataan tersebut mendorong terbentuknya kelompok-kelompok

yang kecil dalam masyarakat yang menguasai berbagai sektor ekonomi.

Untuk menghindari kondisi itu terus berkembang (kesejahteraan sosial di

dalam masyarakat) maka harus dirumuskan sebuah regulasi dalam bentuk

peraturan perundang-undangan yang berfungsi melakukan rekayasa agar

mendorong terciptanya keseimbangan di dalam masyarakat. Dengan

demikian hukum benar-benar digunakan sebagai rekayasa sosial untuk

mendorong kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik, yaitu terciptanya

struktur sosial masyarakat yang seimbang antara proporsi kekuatan

masyarakat kelas atas, menengah, maupun bawah yang menyebabkan

terjadinya interaksi yang bersifat saling membutuhkan dan saling menguatkan

satu sama lain.

Jadi, bukan hubungan atau interaksi yang timpang, dimana

berjalannya hubungan penindasan dan pemerasan sumber daya masyarakat

miskin sebagai mesin ekonomi oleh dan bagi kepentingan kelompok atas dan

menengah. Dalam sejarah disebutkan bahwa revolusi dan perlawanan

kalangan bawah yang secara sadar menurut kesetaraan, keadilan, dan

perlakuan yang sama justru pada ahirnya menimbulkan instabilitas dalam

kelompok masyarakat. Keberadaan organisasi kemasyarakatan dalam hal ini

sangat berperan turut serta menyuarakan kepentingan masyarakat.Pada era

reformasi ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya, secara konkret

berupaya untuk mencoba menghadapi tantangan dan memenuhi harapan

rakyat yang semakin tingggi tuntutannya atas persoalan kemasyarakatan yang

bersifat semakin komlpeks. Dengan demikian masalah sosial, ekonomi, dan

budaya yang dihadapi semakin kompleks. Sehingga, kita tidak dapat lagi

14

hanya mengandalkan bentuk-bentuk organisasi pemerintah yang

konvensional untuk mengatasinya.13

Lebih lanjut Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa:

Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (lokal) sama-

sama terlibat dalam upaya eksperimental kelembagaan yang mendasar dengan

aneka bentuk organisasi baru yang diharapkan lebih mendorong keterlibatan

sektor swasta dalam mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam

mengatasi persoalan ekonomi yang trus menerus.14

Selanjutnya,selain eksperimental kelembagaan pemerintah sebagaimana

diuraikan diatas, jika dikaitkan dengan lembaga swasta sebagaimana

dimaksud Jimly, bahwa bukan hanya terbatas pada lembaga swasta yang

secara kelembagaan berkaitan erat langsung dengan persoalaan ekonomi

semata, seperti perseroan terbatas dan atau kelembagaan keuangan lainya,

yang dianggap dapat memecahkan persoalan kebutuhan biaya untuk

mendorong bergeraknya sektor ekonomi didaerah terkait yang secara

finansial tidak dapat dibiayai atau dilakukan oleh pemerintah akibat

keterbatasan anggaran yang tersedia. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa

persoalan negara dan pemerintah bukan semata-mata urusan yang berkaitan

dengan ekonomi saja, tetapi meliputi berbagai aspek kehidupam budaya,

politik, agama, dan lain-lain. Dengan demikian lembaga kemasyarakatan

tersebut dapat diartikan sebagai lembaga lain yang keberadaannya bukan

dibawah organisasi pemerintah. Lembaga kemasyarakatan tersebut dapat

berupa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi kemasyarakatan

(ormas). Kedua lembaga ini sebagai lembaga swasta, karena berciri

kemandirian, yaitu didirikan dan dibangun atas prakarsa dan kesadaran para

pendiri dan anggota atau pengurusnya, sehingga secara struktur lebih

independen karena secara umum berada di luar struktur pemerintahan resmi.

13Jimly ASShiddiqie, Perkembanagan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca-Reformasi,

Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hal.7 14Ibid, hal. 10

15

Sejarah tentang keberadaan dan kiprah organisasi kemasyaraktan yang

terbentuk jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, maka ormas mempunyai

peran penting dan sentral dalam membangun dan membina kesadaran

berbangsa dan bernegara para anggota ormas khususnya dalam masyarakat

pada umumnya. Ormas-ormas ini tidak saja bergerak dalam tataran

keagamaan, tetapi telah merambah pada beberapa gerakan dan persoalan soal

kemasyarakatan pada umumnya,antara lain:

1) Kegiatan pendidikan dengan medirikan lembaga pendidikan mulai dari

tingkat pra-sekolah (taman kanak-kanak) sampai dengan tingkat

perguruan tinggi;

2) Kegiatan pelayanan kesehatan, dengan muculnya berbagai rumah sakit

yang didirikan atas prakarsa ormas-ormas

3) Kegiatan pelayanan sosial lainnya, misalnyan pembinaan anak terlantar

dan anak-anak jalanan berupa rumah-rumah singgah.

Keberadaan organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Indonesia tidak

bisa lepas dari faktor sejarah, reformasi, demokrasi dan desentralisasi.

Masing-masing memiliki karateristik, perbedaan karakteristik ormas ini bisa

dilihat atau karakteristik hubungan keagamaan, etnisitas hingga hubungan

dengan pemerintah daerah.

Menurut Wilson dalam buku E. Fernando M. Manulang

mengungkapkan:15

”Seiring dengan pergantian rezim serta desentralisasi ormas di Indonesia

pun seolah terbagi-bagi diberbagai daerah. Dengan semboyan yang

mereka miliki, seperti ormas anti KKN, berjuang untuk HAM, cinta

damai, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta ikut menegakkan

hukum, membuat Ormas memperoleh simpati diri cara-cara kekerasan,

keberadaan Ormas di Indonesia telah masuk diberbagai ranah, baik itu

memang secara jelas menujukan sebagai Ormas layaknya preman

mengandalkan kekerasan dalam setiap aktivitas,berhubungan dengan

sektor bisnis, hingga masuk di rumah politik”.

Menurut Wilson mengungkapkan selama ini banyakOrganisasi

Masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan partai politik tertentu.

15E. Fernando M. Manulang, op, Cit. Hal. 56

16

Mobilitas mereka pun semakin tinggi masuk hingga ranah bisnis sehingga

Organisasi Masyarakat dan pemerintah sangat memungkinkan untuk saling

kerja sama dan memberikan keuntungan.16

C. Perbedaan Organisasi Kemasyarakatan dan Lembaga Swadaya

Masyarakat

Saat ini terdapat kelompok atau organisasi lain selain organisasi

kemasyarakatan yang peran dan bergerak untuk dan demi kepentingan

masyarakat. Namun, secara organisasi bentuknya relatif lebih sederhana

apabila dibandingkan dengan Organisasi Kemasyarkatan pada umumnya,

tetapi dalam tataran kiprahnya di tengah-tengah masyarakat mempunyai

peran dan suara (biasanya dalam konteks kritik, khususunya dalam membela

kepentingan masyarakat yang termarjinalkan, yang disebabkan oleh kebijakan

pemerintah yang kurang tepat) yang terkadang mampu mengalahkan peran

organisasi kemasyarakatan. Organisasi ini lebih di kenal dengan nama

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Secara harfiah, LSM selanjutnya

mulai timbul secara permanen pada awal tahun 1970-an. Organisasi ini

semula diberi istilah Organisasi Non Government Organiziation disingkat

NGO. (NGO dipergunakan di dalam perserikatan bangsa bangsa atau PBB,

yaitu:17

Lembaga swadaya masyarakat atau Non Gevernment Organization

adalah sebutan untuk organisasi yang diprakarsai, dibangun serta

dikembangkan oleh pihak swasta yang mempunyai komitmen dengan proses

prubahan sosial yang lebih menguntungkan masyarakat lapisan bawah,

dimana organisasi ini memilikiideologi pembangunan, yaitu partisipasi.

Melihat karakter dan akar keberangkatan pembentukan LSM, maka

dalam kenyataanya LSM dapat diartikan secara luas, yang berarti bahwa:18

16Tirta Nugraha Mursitama, Op,cit.hal. 45

17Ibid, hal. 21 18Ibid, hal 22

17

“Setiap organisasi yang dibentuk atas prakarsa sendiri dan dalam

kegiatannya menghidupi dirinya sendiri, dan tidak dibentuk atas

prakarsa masyarakat dapat dikategorikan sebagai LSM. Namun, bukan

dalam tataran kiprahnya selalu bertentangan dengan kebijakan dan

program pemerintah. LSM dapat juga menempatkan diri sebagai

parner pemerintah, yaitu melakukan filling atau mengisi program-

program yang belum dapat dilakukan oleh pemerintah”

Pemilihan nama LSM dianggap lebih familiar, lebih luas, dan

akomodatif dari sisi koprahnya ditengah-tengah masyarakat, dibandingkan

dengan pemakaianOrnop yang dianggap selalu berkonotasi selalu

berseberangan danatau menentang kebijakan pemerintah. Pendapat itu

muncul tidak lain karena tendensi Ornop lebih pada titik berat organisasi

yang bukan dibentuk oleh pemerintah. Dengan demikian “Ornop” bukan

hanya LSM, akan tetapi meliputi semua organisasi di luar organisasi

pemerintah. Ciri-ciri menurut Emil Salim adalah :19

1. Bebas mencari anggota, memilih, dan menentukan pimpinan

pengurusnya;

2. Bukan organisasi massa;

3. Keanggotaan terbatas, bisa berasaskan minat, hobi, profesi, atau

orientasi yang sama;

4. Orientasi pembangunan;

5. Motif nirlaba;

6. Bukan bagian atau perpanjangan lengan pemerintah atau aparat,

dan tidak tergantung pada pembinaan aparat;

7. Bersedia bekerja dalam system pemerintah yang berlaku dan bebas

bergerak kealam ruang kendala pemerintah yang ada;

8. Dimungkinkan melakukan kerjasama dan mempunyai forum

kerjasama;

9. Menerima asas pancasila.

Menurut Emil Sebastian Saragih, mengungkapkan bahwa istilah

anggota tidak ada dalam LSM, yang ada partisipasi, mitra kerja, atau

dampingan. Lebih lanjut yang disebut LSM menurut sebastian Saragih

adalah:20

“Organisasi masyarakat mempunyai otonomi sendiri-sendiri dan sangat

kreatif dalam proses pemecahan masalah. Dia juga biasa berhubungan

19Emil Salim, Tanpa Pamrih Dalam Rangka Pembinaan Pedesaan, Jakarta:LP3ES, 2010

hal. 69 20Sabastian Saragih, Membedah Paruh LSM, Jakarta: Puspa Swara, 1995, hal.5

18

dengan siapa saja dalam proses pemecahan masalah : yang pasti LSM

adalah organisasi yang memiliki pengurus, tetapi tidak mempunyai

anggota, yang ada mitra kerja. Posisi kelompok dampingan dengan

organisasi kemasyarakatan”.

Sifat kemandirian, otonomi, kreatif dalam mencari solusi atas

masalah yang dihadapi, dengan orientasi program langsung menyentuh

kepentingan dan kebutuhan masyarakat kalangan bawah adalah ciri lain dari

LSM. Sehingga LSM secara kelembagaan mempunyai ciri-ciri yang sangat

spesifik baik dari sisi orientasi program maupun pola kerja yang lakukan

dibidang dengan organisasi lainnya. Menurut Suwarto ciri-ciri itu adalah.21

1. Kegiatannya berkelanjutan dan tetap berpihak kepada masyarakat

lemah;

2. Tidak birokratis ataupun hierarkis, dibangun atas dasar

kebersamaan;

3. Kegiatannya didasarkan pada masalah dan kebutuhannya nyata

masyarakat lemah, dan berangkat dari pemahaman masyarakat

tersebut;

4. Proses yang dilakukan adalah proses penyadaran.

Selanjutnya, M. Nasihim Hasan mengemukakan bahwa:ciri LSM

adalah bersifat independen, non-profit, dan mekanisme pengambilan

keputusan dilakukan secara kolektif. Lebih jelasnya mengemukakan ciri-ciri

LSM sebagai berikut:22

a) Didirikan atas inisiatif kelompok;

b) Independen dalam menentukan kebijakan, program maupun sasaran;

c) Berorientasi non-prifit dan kerjasama atas pembelian;

d) Merupakan area partisipasi masyarakat dan pengambil keputusan

secara kolektif.

21Swarto Yuni, LSM Skretariat Bina Desa, Jakarta, Laporan Akhir Penelitian, Peningkatan

Pengembangan Partisipasi Dan Kerjasama LSM Dengan Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 1995, hal.13

22M. Nasihimhasan, Kerjasama LSM Pemerintah Dan Kendalanya, Lombok:Artikel, Buletin Yayasan Swadaya Membangun, Edisi XXVIII, Tanggal 16-31 Maret 1989, Hal. 9-11

19

Dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa LSM

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:23

1. Didirikan atas inisiatif dan kesadaran kelompok;

2. Bersifat independen dalam menentukan kebijakan, program, dan

sasaran program;

3. Sasaran program berorientasi pada kalangan masyarakat bawah;

4. Bersifat melakukan pembinaan dan penyadaran kelompok binaannya;

5. Keanggotaannya terbatas, bahkan tidak mempunyai anggota;

6. Terbuka melakukan kerjasama melalui pola kemitraan;

7. Tidak birokrasi dan hierarkis.

Mencari beberapa pengertian LSM sebagaimana diuraikan diatas,

maka secara teoritis dapat melihat perbedaannya dengan organisasi

kemasyarakatan, terutama kalo kita lihat dari sudut pandang organisasi

kemasyaraktan yang besar dan yang telah lama berdiri jauh sebelum

kemerdekaan indonesia diproklamasiakan seperti NU, Muhammadiyah, atau

organisasi kemahasiswaan seperti HMI, GMNI, PMKRI, PMII, dan lain-

lainnya. Dari pengertian LSM dan wujud organisasi kemasyarakatan yang

telah ada, maka organisasi kemasyarakatan (ormas) secara organisasi lebih

gemuk, adanya hierarki organisasi, serta mempunyai sistem regenerasi dan

mekanisme pergantian kepemimpinan yang telah mapan. 24

Lebih lanjut ciri-ciri Ormas adalah :

a. Didirikan atas dasar inisiatif dan dengan kesadaran sendiri;

b. Mempunyai keterikatan ideologi;

c. Cenderung berorientasi untuk kepentingan anggota;

d. Dalam kiprah organisasinya, cenderung politis;

e. Mempunyai anggota yang jelas;

f. Mempunyai sistem regenerasi dan mekanisme siklus pergantian

kepemimpinan yang telah mapan, misalnya melalui Muhtamar,

Monas, Kongres, Muswil, Musda, dan lain-lain.

g. Sedikit birokratis dan mempunyai kepengurusan secara berjenjang.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Nomor 17 Tahun

2013 pasal 9 tentang pendirian. Organisasi didirikan oleh 3 (tiga) orang warga

negara Indonesia atau lebih,kecuali Ormas yang berbadan Hukum Yayasan.

23Ibid, hal.13 24Ibid, hal.101

20

Pada pasal 10 di jelaskan kembali mengenai Ormas :

(1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dapat di bentuk

a. Badan hukum; atau

b. Tidak berbadan hukum.

(2) Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

a. Berbasis anggota

b. Tidak berbasis anggota

Mekanisme pendirian organisasi kemasyarakatan melelui tahapan-

tahapan yang ada mulai dari proses administrasi seperti yang didapat pada

pasal 15 tentang pendaftaran diantaranya sebagai berikut.

1) Organisasi berbadan hukum dinyatakan terdafar setelah

mendapatkan pengesahan badan hukum.

2) Pendaftara Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3) Dalam hal telah memperoleh setatus badan hukum, Ormas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan surat

terdaftar

Berbeda dengan Ormas yang tidak berbadan hukum yakni pada pasal 16

1) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana

dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan

pemberian surat keterangan terdaftar.

2) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum memnuhi

persyaratan:

a. Akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat

AD atau ART;

b. Memiliki program kerja;

c. Susunan pengurus ;

21

d. Surat keterangan domisili;

e. Nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas;

f. Surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau

tidak dalam perkara pengadilan; dan

g. Surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan

Dalam menjalankan kegiatan organisasinya, berdasarkan Pasal 59

undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan,terdapat larangan-larangan bagi ormas .25

(a) Menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan

bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi

bendera atau lambang ormas.

(b) Menggunakan nama, lambang,bendera, atau atribut yang sama

dengan nama, lambang, atau atribut lembaga pemerintah.

(c) Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera

negara lain atau lambang, atau bendera Ormas.

(d) Menggunakan nama, lambang,bendera, atau simbol organisasi

yang mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhannya

dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi

gerakan sparatis atau organisasi terlarang; atau

(e) Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar

yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda

gambar Ormas lain atau partai politik.

1. Ormas dilarang:

a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau

golongan;

b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan atau penodaan terhadap

agama yang dianut di Indonesia;

c. Melakukan tindakan sparatis yang mengancam kedaulatan Negera

Kesatuan Republik Indonesia;

d. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan

ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;

atau

25Lihat pasal 59 UU No.17 Tahun 2013

22

e. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak

hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Ormas dilarang:

a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau

golongan;

b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan atau penodaan terhadap

agama yang dianut di Indonesia;

c. Melakukan tindakan sparatis yang mengancam kedaulatan Negera

Kesatuan Republik Indonesia;

d. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan

ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;

atau

e. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak

hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Ormas dilarang:

a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan

dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; atau

b. Mengumpulkan dana untuk partai politik.

4. Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran

atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Sanksi administrasi sebagai mana dimaksud pasal 60 ayat (1) terdiri atas;

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian bantuan danatau hibah;

c. Penghentian sementara egitan;danatau

d. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status

badan hukum

Melihat kondisi Negara Kesatuan RI dari sejak awal kemerdekaan

yakni pada masa orde lama, orde baru sampai dengan Reformasi banyak

sekali organisasi-organisasi yang bermunculan berdiri di Indonesia baik itu

23

organisasi pemuda kemahasiswaaan bahkan Organisasi Kemasyarakatan,

tentunya ini Hal yang baik untuk membantu Pemerintah dalam menjalankan

tugas-tugasnya terutama di bidang sosial dalam membina dan membimbing

masyarakat untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat.Dalam berbagai

macam aspek dan latar belakang berdirinya suatu organisasi ada yang

bergerak dalam bidang sosial bahkan ada lembaga organisasi berbenturan

terhadap kepentingan pemerintah maka organisasi tersebut terkadang ikut

andil dalam menyuarakan berbagai macam aspirasi.

Sejauh penglihatan saya sebagai generasi reformasi persoalan yang

sangat menonjol antara pemerintah dalam menginterfensi kebebasan bahkan

membelenggu organisasi yang dianggap memiliki citra yang kurang baik

dikacamata penguasa seperti yang saya katakan diatas dari sejak orde lama

sampai saaat ini, reformasi permasalahan yang sangat menonjol yaitu

persoalan ideologi suatu organisasi sehingga pemerintah menginterfensi

dengan alasan melanggar ideologi Pancasila. Kita melihat pada masa orde

baru pada zaman presiden Suharto yang dimana beliau menekankan semua

organisasi yang ada di Indonesia wajib berpedoman pada Pancasila dan bagi

organisaasi yang tidak menaati maka akan dibubarkan.

24

BAB III

METODE PENELITIAN

Dari sudut pandang teori hukum, ilmu hukum dibedakan menjadi

ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris. Pandangan positifikasi

melahirkan ilmu hukum empiris, sedangkan normatif melahirkan ilmu hukum

normatif. Dengan demikian, kajian terhadap hukum dapat dilakukan secara

normatif dan dapat pula dilakukan secara empiris yang masing-masing

memiliki karakteristik dan metode yang berbeda. Metode penelitian

merupakan prosedur dan teknik untuk menjawab permasalahan penelitian,

karena itu penggunaan metode penelitian senantiasa disesuaikan dengan

kebutuhan penelitian.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif,

hukum normatif yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-

undangan dalam satu tata hukum koheren.26 Dalam hal ini hukum sebagai

norma positif yang berlaku pada suatu waktu tertentu dan diterbitkan sebagai

produk suatu kekuasaan politik tertentu yang memiliki legitimasi. Ada juga

pendapat yang mengatakan bahwa manakala permasalahan dan tujuan

penelitian studi hukum mencerminkan ranah ideal dari hukum (filsafat, asas-

asas hukum, kaidah hukum, logika sistimatika dan pengertian-pengertian

pokok dari hukum), maka penelitiannya adalah normatif atau doktrinal.27

B. Metode Pendekatan

Untuk mencari penerapan pendirian dan pembubaran Organisasi

Masyarakat Di Indonesia, maka untuk dapat memberikan pemahaman

mengenai persoalan hukum (Legal issue) secara lebih holistik dari pendirian

26Soetandyo Wignjosoebroto, “Sebuah Pengantar Ke Arab Perbincangan Tentang

Pembinaan Penelitian Hukum Dalam Pjp Ii” BPHN Departemen Kehakiman, 1995, Hal.5 27Paulus hadisupratpto,”metode penelitian hukum positif, pendekatan bahan-bahan

hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan analisis bahann hukum”, makalah, seminar metode penelitian hukum, forum komunikasi mahasiswa pascaserjana ilmu hukum, fakultas hukum, Malang: Unuversitas Brawijaya, 2008, hal 5

25

Dan Pembubaran Organisasi Masyarakat Di Indonesia tersebut akan

dipergunakan beberapa pendekatan yaitu :

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan

mengkaji dan meneliti peraturan perundangan yang berhubungan

dengan pendirian dan Pembubaran Organisasi Masyarakat Di

Indonesia.

b. Pendekatan konseptual (konseptual aproach), yaitu pendekatan yang

dilakukan dengan mengkaji pendapat para ahli yang berkaitan dengan

penelitian yang dibahas.

c. Pendekatan hasil putusan Majlis Hakim yang memiliki kekuatan

hukum tetap (inkrah).

C. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum

Berdasarkan kekuatan mengikatnya, bahan hukum dapat

dikualifikasikan menjadi bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum

tersier.28

a. Bahan hukum primer (primary legal resource) yaitu bahan hukum

yang mengikuti dan diperoleh dari peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan pendirian dan pembubaran Organisasi

Masyarakat di Indonesiayaitu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 Tentang Organisasi Masyarakat serta peraturan perundang-

undangan yang mendukung dengan topik yang akan diteliti.

b. Bahan hukum sekunder (secondary legal resourse) yaitu bahan hukum

yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti

buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel dan sebagainya.

c. Bahan hukum tersier (tertiary legal reasource) yaitu bahan hukum

yang dapat memberikan petujuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan

lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam proses pengumpulan data, penelitian menggunakan studi

dokumenter, yaitu mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang berupa

peraturan perundang-undangan, jurnal, literatur, putusan majlis hakim dan

28Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum,Cetakan Ketiga, Jakarta:Iniversitas

Indonesia (UI-PRESS). 1986. Hal 53

26

karya tulis yang berhubungan dengan pendirian dan pembubaran organisasi

masyarakat di indonesia.

E. Analisis Bahan Hukum

Metode analisis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah metode normatif dalam optik deskriptif dengan penalaran deduktif-

indukatif untuk menghasilkan proposisi atau konsep sebagai jawaban dari

permasalahan atau hasil temuan penelitian.

F. Analisis Hasil Putusan Mahkamah Agung

Metode analisis hasil putusan Mahkamah Agung terhadap Organisasi

Kemasyaraktan sebagai bahan kajian berdasarkan perturan Perundang-

Undangan yang berlaku untuk dijadikan landasan dalam memutusakan

sengketa Organisasi kemasyarakatan.

27

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengertian Organisasi Kemasyarakatan

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian

dalam menjalankan kehidupannya. Dalam menjalankan hidup individu

membutuhkan interaksi antara individu satu dengan individu yang lain, untuk

itu manusia membuat suatu perkumpulan mulai dari tingkatan keluarga yang

tentunya memiliki struktur secara otomatis tanpa harus melalui kesepakatan

atau mufakat internal keluarga dan tidak terlepas dengan aturan-aturan yang

harus ditaati dalam keluarga tersebut. Begitu juga dengan perkumpulan-

perkumpulan besar seperti organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang dibentuk

dan didirikan oleh masyarakat secara sukarela dan aktivitasnya langsung

bersentuhan dengan masyarakat dengan tujuan untuk berpartisispasi dalam

pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila.

Setiap Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang didirikan oleh warga

negara Indonesia yang tentunya tidak terlepas dari regulasi yang ada. Dalam

hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

organisasi kemasyarakatan yang mengatur tata cara pendirian sampai dengan

tata cara pembubarannya organisasi kemasyarakatan, juga menyebutkan

tentang asas, ciri, dan sifat dari ormas itu sendiri, Dimana asas ormas itu tidak

bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Pada era Presiden Suharto atau yang biasa kita sebut orde baru,

Republik Indonesia diramaikan wacana pemerintah Pancasila sebagai asas

tunggal. Sehingga organisasi jenis apapun bentuknya mau tidak mau harus

mengikuti hal itu, organisasi yang tidak mentaati maka akan siap menerima

konsekuensi sanksi yang di berikan oleh pemerintah bahkan sanksi

pembubaran.

28

Pada masa reformasi presiden Susilo Bambang Yudhoyono didalam

pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan tidak begitu jauh berbeda dengan isi pada pasal 1 ayat 1

Perppu ormas akan tetapi setiap masa kepemimpinan pemerintahan tentunya

menemukan permasalah yang berbeda seiring perkembangan zaman lebih-

lebihnya tentang organisasi kemasyarakatan, sehingga pemerintah berupaya

menelsaikan persoalan tersebut melalui kewenangan yang diberikan oleh

undang-undang menerbitkan Perppu.

Pada masa reformasi pemerintah Presiden Republik Indonesia Joko

Widodo melalui Perpu definisi Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana

yang terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017,

alasan Pemerintah menerbitkan Perpu 2 Tahun 2017 melalui Mengko

Polhukam Wiranto menerangkan, ia menilai bahwa kegiatan-kegiatan ormas

tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga, dapat

mengancam terhadap eksistensi bangsa dan telah menimbulkan konflik di

masyarakat.

Sehingga UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas tidak lagi

memadai sebagai sarana untuk mencegah meluasnya ideologi yang

bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, baik dari aspek substantif

terkait dengan norma, larangan dan sanksi serta prosedur hukum yang ada.

B. Sejarah Lahirnya Organisasi Masyarakat

Kehadiran Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia merebak

kebersamaan dengan meningkatnya program pembangunan yang sekaligus

menimbulkan marginalisasi masyarakat. Kewajiban dan tanggung jawab

ormas sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan

ART) yang dimulai dalam organisasi non pemerintah (NGO) dengan mitos

berdedikasi kepada masyarakat, sehingga melahirkan gerakan alternatif dan

inovatif, yang umumnya mengandung kesan bermacam-macam, terbentuk

dari simpatik hingga sinisme. Kegiatan ormas yang umumnya kritis tapi juga

bergantung pada proposal dana, kadang juga menimbulkan tanda tanya.

29

Terlepas dari kelemahan internalnya, keberadaan ormas sendiri

dipandang bermanfaat. Dalam keberadaannya yang tidak utuh itulah

masyarakat menyimpan harapan, sementara yang lain juga mencurigakan.

Apa sebenarnya LSM atau ormas ini kadang sulit didefinisikan.29

Istilah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mulai populer sekitar

tahun 1970-an sebagai pengganti istilah sebelumnya yaitu Organisasi Non

Pemerintah (ORNOP) yang merupakan terjemahan langsung dari istilah

bahasa inggris Non Government Organization (NGO). Diperkirakan istilah

LSM lazim digunakan, beranjak dari rujukan yang dikemukakan Dr.

SarinoMangun Pronoto dalam pertemuan antara ORNOP di ungaran, Jawa

Tengah pada tahun 1978.

Dalam pertemuan tersebut diusulkan nama pengganti ORNOP

dengan sebutan Lembaga Pembinaan Swadaya Masyarakat (LPSM) dan yang

terakhir berubah menjadi LSM. Perubahan istilah yang dilakukan dengan

pertimbangan karena timbulnya kesandan anggapan negatif bahwa istilah

ORNOP seakan-akan sebagai lawan pemerintah.30 Sedangkan aktivitas yang

dilakukan anggotanya sendiri pada waktu itu ada kesadaran bahwa mereka

sendiri dilandasi dengan satu misi positif yakni mengembangkan kemandirian

dan membangun keswadayaan.

Oleh karena itu bentuk kegiatan yang dipandang bermamfaat bagi

masyarakat dan keberadaannya tidak bisa diabaikan dalam perkembangan

LSM diformalkan penggunaannya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok lingkungan hidup, sebagaimana

disebutkan LSM berperan sebagai penunjang bagi pengelola hidup yang

mencakup antara lain kelompok profesi, hobi dan minat.

Karena dalam Undang-Undang tersebut mencakup pengertian LSM

secara umum yang dapat menampung seluruh ruang lingkup LSM yang

meliputi bidang hukum, sosial kemasyarakatan, pembangunan pedesaan,

ekonomi, koperasi dan sebagainya. Pemerintah dalam hal ini selaku

29Nia Karni Winayanti,Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal.5

30Ibid, hlm. 8

30

departemen dalam negeri membuat pengertian baru dalam rangka

kebijaksanaannya tertuang dalam instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8

Tahun 1990 Tentang pembinaan LSM. Dalam peraturan ini LSM diartikan

sebagai suatu komponen kemasyarakatan yang bercirikan keswadayaan,

kemandirian dan kebersamaan dalam rangka meningkatkan partisipasinya

untuk mensukseskan pembangunan nasional.

Berdirinya Budi Utomo pada tanggal 5 Mei 1908 yang kemudian

dapat membangkitkan bangsa ini dengan membentuk kelompok-kelompk

terlihat dari berdirinya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang

diikuti dengan adanya Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon. Secara historis

keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia diawali oleh perjalanan

perjalanan yang didukung oleh kelompok-kelompok atau organisasi

kemasyarakatan yang mempunyai keinginan dan tujuan sama yaitu

kemerdekaan Indonesia yang terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945.31

Dalam pejalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia kehadiran beberapa

organisasi merupakan fakta yang tidak terbentukan karena organisasi-

organisasi pada zaman itu mempunyai tujuan yang sama menghantarkan

membangun kesadaran masyarakat Indonesia sehingga mampu

memerdekakan Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut sampai saat ini,

masih diakui keberadaanya dan berkembang dengan cara melakukan

kiprahnya di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan

sosial kemasyarakatan, misalnya organisasi keagamaan, yang bergerak

dibidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Organisasi-organisasi dimaksud diantaranya:32

1. Tahun 1908, Budi Oetomo berbasis subkultur jawa

2. Tahun 1911,Serikat Dagang Islam, kaum enterpreneur Islam

modernis yang bersifat ekstrovert dan politis;

3. Tahun 1912, Muhammadiyah dari kultur Islam modernis yang

bersifat introvert dan social;

4. Tahun 1912, Indiche Party dari subkultur campuran yang

mencerminkan elemen politis nasionalisme nonrasial dengan

31Ibid, hlm. 3 32Ibid, hlm. 6

31

slogan “tempat yang memberi nafkah yang menjadikan Indonesia

sebagai tanah airnya”.

5. Tahun 1913, Indische Social Democratiche Vereninging

6. mengejawantahkan nasionalisme politik radikal dan berorientasi

Marxist.

7. Tahun 1915, Trikoro Dharmo, sebagai imbrio Jong Java.

8. Tahun 1918, Jong Java;

9. Tahun 1925, Manifesto Politik;

10. Tahun 1926, Nahdlatoel ‘Ulama (NU) dari subkultur santri dan

ulama serta pergerakan lain seperti subetnis Jong Ambon, Jong

Sumatera, maupun Jong Selebes yang melahirkan pergerakan

nasionalisme yang berjati diri Indonesia

11. Tahun 1928, Sumpah Pemuda 28 oktober 1928;

12. Tahun 1931, Indonesia Muda

Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan diatas merupakan sejarah

tumbuh dan berkembang kesadaran sekaligus ekspresi kebebasan

mengeluarkan pendapat dalam konteks berserikat dan berkumpul.Pada masa

Indonesia masih dalam belenggu penjajah jauh sebelum merdeka, secara

konkret banyak organisasi kemasyarakatan lainnya berdiri sampai saat ini.

Pada pemerintahan orde baru, secara konkret banyak organisasi

kemasyarakatan lainnya berdiri meski sistem politik pada saat itu kurang

memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk berekspresi. Pembatasan

dan larangan untuk kegiatan yang mengarah pada hal-hal politik harus tunduk

dan patuh pada satu kendali, yaitu stabilitas nasional.33 Dalam konteks

organisasi kemasyaraktan dan partai politik dikendalikan melalui instrumen

asas tunggal bahwa semua organisasi baik organisasi kemasyarakatan dan

partai politik harus berasas tunggal, yaitu Pancasila. Sampai saat ini masih

terdapat Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) warisan pemerintah orde baru,

karena memang ada beberapa ormas yang sengaja, tumbuh, dan berkembang

sebagai penguat kekuasaan pemerintah orde baru. Disisi lain ormas-ormas

yang tumbuh dan berkembang dengan keterbatasan berekspresi karena tidak

berafiliasi dengan kekuasaan orde baru namun tetap mampu menunjukan jati

diri dan eksistensinya. Ormas-ormas yang tumbuh dan berkembang pada

33Ibid, hlm. 11

32

masa pemerintahan orde baru baik yang berafiliasi dengan kekuasaan maupun

tidak, misalnya :34

a. Ormas Kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),

Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunnan

Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Gerakan

Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)

b. Ormas SOKSI;

c. Kosgoro;

d. Ormas Kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, AMPI, FK-PPI

e. Ormas-ormas yang lahir pasca reformasi dengan latar belakang

ideologi, nama, jenis, serta jumlahnya yang sangat banyak.

Organisasi-organisasi kemasyarakatan diatas, lahir dari suatu

kesadaran dan sangat mamperdayakan masyarakat karena organisasi

merupakan manifestasi dari kepedulian dan peran serta masyarakat, dalam

pembangunan bangsa, yang diwujudkan dalam berbagai bentuk program dan

kegiatan kemasyarakatan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing.

Didalamnya menyampaikan pandangan, kritik, dan konsep tandingan atas

berbagai kebijakan yang diambil pemerintah. Namun, kritik dan konsep

tandingan tersebut tetap berada dalam kerangka dan bermuara pada

terciptanya kesejahteraan masyarakat.35 Menyadari tumbuh dan

berkembangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui organisasi

kemasyarakatan yang mengalami perkembangan sejak awal tahun 1980-an

maka pemerintah bersama DPR akhirnya menerbitkan Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, sebagai landasan

hukum dan pengakuan secara legal atas keberadaan dan kiprah organisasi-

organisasi dimaksud dan pada tahun 2013 tepatnya dalam rapat paripurna

DPR-RI pada 2 juli 2013. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal

22 Juli 2013 telah menandatangani pengesahan berlakuknya Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan pengganti

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

34Artikel, Masalah Yang Akan Muncul Dalam Peleksanaan Undang-Undang Organisasi

Masyarakat. Di ambil dari www.jurnalparlemen .com, 28 Desember 2013 35Ibid, hlm.24

33

C. LEGALITAS HUKUM ORMAS YANG SUDAH BERDIRI SEBELUM

KEMERDEKAAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 17

TAHUN 2013

Semenjak Indonesia masih dalam masa perjuangan mengusir dan

melawan penjajah, tidak sedikit pula nyawa-nyawa rakyat Indonesia yang

terenggut dalam melakukan perlawanan demi merebut kemerdekaan yang

sampai saat ini kita rasakan sebagai generasi selanjutnya. Akan tetapi tidak

sedikit pula perkumpulan-perkumpulan yang bergerak dibidangnya masing-

masing dan bahkan ikut serta melawan penjajah kala itu seperti yang kita

kenal saat ini yang namanya Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) semenjak

sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, sampai dengan Era Reformasi

saat ini begitu tumbuh dan berkembang pendirian organisasi kemasyarakatan

yang tentunya dari masa ke masa perkembangannya ini akan menjadi

perhatian pemerintah untuk mengatur dan membentuk regulasi untuk menata

agar tidak menyimpang dari Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia

yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 ada beberapa pasal

didalamnya menyesuaikan terkait dengan legalitas keberadaan Organisasi

Kemasyarakatan yang berdiri sebelum kemerdekaan diantaranya terdapat

didalam Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang ketentuan peralihan.36

Untuk itu perlu penulis menguraikan bunyi pasal-pasal tersebut

sebagai berikut:

1. Dalam Pasal 83 berbunyi:

a. Ormas yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-

Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang ini;

36Lihat pasal 83 Huruf a, b dan c UU No. 17 Tahun 2013

34

b. Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870

Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum

(Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) yang berdiri sebelum

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan konsisten

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap

diakui keberadaan dan kesejahteraannya sebagai aset bangsa, tidak

perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang ini;

c. Surat keterangan terdaftar yang sudah diterbitkan sebelum

Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai akhir masa

berlakunya; dan

d. Ormas yang didirikan oleh warga negara asing, warga negara asing

bersama warga negara Indonesia, atau badan hukum asing yang

telah beroperasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-

Undang ini dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

2. Dalam Pasal 84 berbunyi:

Pada saat Undang-Undang ini muli berlaku, semua Peraturan

Perundang-Undangan yang terkait dengan Ormas, dinyatakan masih

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam

Undang-Undang ini.

3. Dalam Pasal 85 berbunyi:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran

Republik Indonesia Nomor 3298) dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

Artinya Negara memperhatiakan keberadaan ormas dari masa ke

masa, sejak Indonesia belum merdeka bahkan sampai setelah Indonesia

merdeka sebagai aset bangsa yang selalu membantu pemerintah menyentuh

35

masyarakat dalam menyampaiakan dan mengontrol program-program agar

bisa dirasakan sampai kalangan paling bawah dengan berbagai macam aspek

latar belakang begraoun ormas itu sendiri,

BAGAN 1 : PENDIRIAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN

KETERANGAN

1. Organisasi masyarakat didirikan oleh 3 (tiga) orang warga Negara

Indonesia.

2. Organisasi masyarakat dapat dibentuk berbadan hukum dan tidak

berbadan hukum.

ORGANISASI KEMASYARAKATAN

3 ORANG WARGA NEGARA INDONESIA

TIDAK BERBADAN

HUKUM

BERBADAN HUKUM

PERKUMPULAN YAYASAN

BERBASIS

ANGGOT

A

TIDAK BERBASIS

ANGGOTA

36

3. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum dapat berbentuk

perkumpulan dan yayasan.

4. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk perkumpulan

didirikan dengan berbasis anggota.

5. Organisasi masyarakat berbadan hukum berbentuk yayasan didirikan

dengan tidak berbasis anggota.

6. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk perkumpulan

berdasarkan pada perundang-undangan.

7. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk yayasan

didirikan dengan tidak berbasis anggota berdasarkan pada Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001

8. Organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum tidak ada

penjelasan lebih lanjut

Jika dicermati Pasal 10 ayat (2) tidak berbasis anggota itu merupakan

yayasan, dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan

Pasal 1 ayat 1, merupakan sebuah wadah yang berbadan hukum yang tidak

berbasisi anggota berbeda halnya dengan ormas yang identiknya berbasisi

anggota yang cukup banyak.

Kenyataan didalam praktik, memperlihatkan yang disebut yayasan

adalah suatu badan yang menjalankan usaha yang bergerak dalam segala

macam badan usaha, baik yang bergerak dalam usaha yang nonkomersial

maupun yang secara tidak langsung bersifat komersial.

Untuk dapat mengetahui yayasan itu menurut pandangan para ahli,

diantaranya sebagia berikut :

1. Menurut Poerwaderminta dalam kamus umumnya memberikan

pengertian yayasan sebagai berikut :

a. Badan yang didirikan dengan maksud mengusahakan sesuatu

seperti sekolah dan lain sebaginya (sebagai badan hukum

bermodal, tetapi tidak mempunya anggota).

37

b. Gedeung-gedung yang teristimewa untuk sesuatu maksud yang

tertentu (seperti : rumah sakit dsb).37

4. Menurut Achmad Ichsan Yayasan tidaklah mempunyai anggota, karena

yayasan terjadi dengan memisahkan suatu harta kekayaan berupa uang

atau benda lainya untuk maksud-maksud idiil yaitu (sosial, keagamaan

dan kemanusiaan) itu.Sedangkan pendirinya dapat berupa pemerintah

atau orang sipil sebagai penghibah, dibentuk suatu pengurus untuk

mengatur pelaksanaan tujuan itu.38

5. Menurut Zainul Bahri dalam kamus umum memberikan definisi yayasan

sebagai badan hukum yang didirikan untuk memberikan bantuan untuk

tujuan sosial.39

6. Yayasan adalah suatu paguyuban atau badan yang pendiriannya disahkan

dengan akta hukum atau akta yang disahkan oleh notaris, dimana yayasan

itu aktifitas bergerak di

bidang sosial, misalnya mendirikan sesuatu atau sekolah.40

Tabel 1 : Perbedaan Organisasi Kemasyarakatan dan Yayasan

No Unadang-Undang

Nomor : 17 Tahun

2013 Tentang

Organisasi

Kemasyarakatan

Perppu Nomor : 2 Tahun

2017 Tentang Perubahan

UU No. 17/2013 tentang

Organisasi

Kemasyarakatan

Undang-

Undang Nomor

: 16 Tahun

2001 Tentang

Yayasan

37Chatamarasjid ais, Badan Hukum Yayasan, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung, Cet., Ke-1,

2002, hlm.81. 38Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Pradnya Paramitha, Jakarta, Cet. Ke-5, 1993 hlm.110 39Zainul Bahri, Kamus Umum Khususu Bidang Hukun dan Politik, PT Angkasa, Bandung,

Cet. Ke-1, 1996, hlm. 367 40Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum,Aneka Ilmu, Semarang, hlm. 925

38

1. Organisasi

Kemasyarakatan

adalah organisasi yang

didirikan dan di

bentuk oleh

masyarakat secara

sukarela berdasarkan

kesamaan aspirasi,

kehendak,

kepentingan, kegiatan,

dan tujuan untuk

berpastisipasi dalam

pembangunan demi

tercapainya tujuan

Negara Kesatuan

Republik Indonesia

yang berdasarkan

Pancasila.

Pasal 1 ayat 1 di ubah

berbunyi Organisasi

Kemasyarakatan yang biasa

di sebut Ormas adalah

Organisasi yang didirikan

dan dibentuk oleh

masyarakat secara sukarela

berdasarkan kesamaan

aspirasi, kehendak,

kebutuhan, kepentingan,

kegiatan, dan tujuan untuk

berpartisipasi dalam

pembangunan demi

tercapainya tujuan Negara

Kesatuan Repuklik

Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara

Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1934.

Yayasan adalah

badan hukum

yang terdiri

atas kekayaan

yang

dipisahkan

untuk mencapai

tujuan tertentu

dibidang sosial,

keagamaan,

dan

kemanusiaan

yang tidak

mempunyai

anggota.

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sangat jelas perbedaan antara

organisasi kemasyarakatan dengan yayasan itu sangatlah berbeda dan tidak

bisa disatukan dengan peraturan perundang-undangan yang sama karena

dapat menimbulkan kerancuan atau salah tafsir oleh masyarakat.

Perkumpulan juga dapat dimaknai sebagai pengelompokan individu

atau anggota-anggota masyarakat yang terorganisir secara sistimatis untuk

tujuan atau kepentingan tertentu dengan ciri-ciri :

a. Terorganisir secara sistimatis.

39

b. Terbentuk karena memiliki tujuan tertentu.

c. Hubungan anggotanya bersifat contiactual

Maka Peraturan Perundang-Undangan yang termuat dalan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

mengatur sedemikian bagaimana tata cara pendirian organisasi masyarakat

sampai dengan tata cara pembubaran organisasi kemasyarakatan meskipun

terkadang ada beberapa pasal yang dianggap kabur atau kekosongan sehingga

pemerintah berupaya melakukan revisi demi melengkapi peraturan

perundang-undangan yang dianggap belum begitu jelas yang tentunya tetap

mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 yang berlandaskan Pancasila

yang dijadikan Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D. KAJIAN HASIL PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 37

K/TUN/2016 TERHADAP ORGANISASI KEMASYARAKATAN

NAHDLATUL WATHAN

Organisasi Nahdlatul Wathan organisasi kemasyarakatan terbesar di

Lombok Nusa Tenggara Barat, sejak berdirinya organisasi ini banyak

menberikan kontribusi kepada negara sampai saat ini masih eksisi berdiri

kokoh, didirikan di Pancor, Kabupaten Lombok Timur oleh TGKH

Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Tuan Guru Pancor serta

Abul Masajid wal Madaris (Bapak Masjid-majid dan Madrasah-Madrasah)

pada tanggal 1 maret 1953 bertepatan dengan tanggal 15 Jumadil Akhir 1372

Hijriyah. Organisasi ini mengelola sejumlah lembaga pendidikan dari tingkat

dasar hingga perguruan tinggi yang tentunya sudah banyak memberikan

kontribusi terhadap masyarakat setempat terutama dibidang pendidikan.

Organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Wathan mempunyai pengurus

dimasing-masing tingkatannya atau yang biasa disebut organisasi struktural,

memiliki kepengurusan dari tingkatan tertinggi organisasinya sampai

tingkatan yang paling bawah yang diatur sesuai dengan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga. Seiring berjalannya waktu tentunya estapet

40

kepemimpinan Organisasi Nahdlatul Wathan jatuh kepada generasi-generasi

selanjutnya. Tentunya pemerintah menyiapkan regulasi untuk mengatur

bagaimana tata cara mendirikan organisasi kemasyarakatan yang tertuang

dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013.

Didalam tubuh internal organisasi Nahdlatul Wathan terjadi dualisme

pengurus antara NW Pancor dan NW Anjani. Seperti yang kita ketahui bahwa

mekanisme pengambilan keputusan tertinggi diatur dalam AD/ART yang

disebut Muktamar yang sudah menjadi kesepakatan bersama dalam upaya

pergantian Pengurus Besar (PB) yang dilakukan satu kali dalam lima tahun.

Dalam kompetisi pergantian pimpinan Organisasi Nahdlatul Wathan ada yang

menang dan ada yang kalah sudah pasti tentunya. Pimpinan organisasi atau

yang disebut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdaltul Watahan.

Dijelaskan dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2013 tentang kepengurusan.41

A. Dalam Pasal 29 berbunyi:

1. Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara

musyawarah dan mufakat.

2. Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana

a. 1 (satu) orang ketua atau sebutan lain;

b. 1 (satu) orang sekretaris atau sebutan lain;

c. 1 (satu) orang bendahara atau sebutan lain.

3. Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bertugas dan bertanggung jawab atas

pengelolaan Ormas.

B. Dalam Pasal 30 berbunyi:

1. Struktur kepengurusan, sistem pergantian, hak dan kewajiban

pengurus, wewenang pembagian tugas, dan hal lainnya yang

berkaitan dengan kepengurusan diatur dalam AD danatau ART.

41Lihat pasal 29, 30, 31 UU No 17 Tahun 2013

41

2. Dalam hal ini terjadi perubahan kepengurusan, susunan

kepengurusan yang baru diberitahukan kepada kementrian,

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan dalam

jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

terjadinya perubahan kepengurusan.

C. Dalam Pasal 31 berbunyi:

1. Pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan dari

kepengurusan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau

memndirikan Ormas yang sama.

2. Dalam hal pengurus yang berhenti atau diberhentikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk kepengurusan

danatau mendirikan Ormas yang sama.Keberadaan kepengurusan

danatau Ormas yang sama tersebut tidak diakui oleh Undang-

Undang ini.

Didalam tubuh internal organisasi Nahdlatul Wathan mekanisme

forum pengambilan keputusan yang sah tertinggi dalam organisasi

kemasyarakat Nahdlatul Wathan yakni Muktamar sesua dengan AD/ART

organisasi, muktamar di laksanakan 5 (lima) tahun sekali dengan agenda

pokok menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Besar serta

memilih pengurus baru, dalam form muktamar Ke-XIII yang diadakan di

Mataram pada tanggal 5 mei 2014. Di menangkan oleh Hj. Siti Raihanun

Zainiddin AM sebagai pengurus besar, akan tetapi terjadi sengketa masalah

badan hukum dikarenakan pihak yang mendaftarakan organisasi ini bukan

pengurus yang terpilih melalui forum muktamar melalui Menkomham dan

mengeluarkan SK nomor : AHU-00297,60,10.2014, yang seharusnya

mendaftarkannya pengurus yang sah di pilih melalui forum yang sah,

sehingga dimunculkan objek sengketa gugatan dalam gugatan Surat

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor:-AHU

00297.60.10.2014, tentang Pendaftaran Organisasi Nahdlatul Wathan sebagai

Badan Hukum Perkumpulan, tertanggal 11 Juli 2014. Bahwa penggugat baru

42

mengetahui adanya objek sengketa pada tanggal 5 Agustus 2014, melalui

surat Direktur Jnderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementrian Dalam

Negeri RI No. 220/2593 D,III yang dikirimkan kepada penggugat, yang berisi

tentang informasi bahwa berdasarkan hasil pengecekan database Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Organisasi Nahdlatul Wathan telah

terdaftar sebagai Badan Hukum Perkumpulan di Kementrian Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia.

Bahwa gugatan didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, pada tanggal 08 Oktober 2014, oleh karena itu gugatan sesuai

dengan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang

Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu masih dalam tenggang waktu 90

(sembilan puluh) hari sejak saat diterimanya surat Keputusan Tergugat42.

Melihat uraian diatas bahwa terjadi miss komunikasi antara pengurus yang

sudah diangkat dan ditetapkan melalui forum pengambilan keputusan

tertinggi yakni Muktamar. Terjadi gejolak yang menimbulkan ego konflik

internal pun tidak menemukan titik temu sehingga konflik yang terjadi masuk

ke ranah pengadilan, penggugat dalam hal ini NW Pancor dengan dasar-

dasar gugatan sebagai berikut :43

1. Bahwa berdasarkan Akte No. 48 tanggal 29 Oktober 1956, dibuat

dan sahkan oleh Hendrik Alexander Malada, Notaris Pembantu di

Mataram. Selanjutnya pendirian organisasi Nahdlatul Wathan

tersebut telah didaftarkan dan ditetapkan oleh Mentri Kehakiman

RI melalui Surat No.J.A.5/105/5, tanggal 17 Oktober 1960 dan

diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI No. 90, tanggal 8

November 1960, dan Terdaftar di Kementrian Dalam Negeri RI

No. SKT : 01-00/0066/D.III.4/III/ 2012;

2. Bahwa Nahdlatul Wathan adalah organisasi kemasyarakatan yang

bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah,

beralamatkan di Jalan Kaktus No. 1-3 Mataram, Nusa Tenggara

Barat dan Pondok Pesantren Syaik Zainiddin NW Anjani Jalan

Raya Mataram, Labuan Lombok Km. 49 Anjani Lombok Timur,

Nusa Tenggara Barat, didirikan oleh H. Muh Zainuddin atau lebih

dikenal dengan sebutan Maulana Syeikh TGKH. Muhammad

42Putusan. Mahkamah Agung 43Putusan. Mahkamah Agung

43

Zainuddin Abdul Madjid sebagai Ketua Umum dan A.Qadir

Ma’arif sebagai Sekretaris Umum;

Dari objek sengketa yang diajukan di Mahkamah Agung oleh pihak

Pemohon Kasasi/penggugat melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia dianggap bertentangan dengan asas-asas umum pemerintah yang

baik, bahwa obyek sengketa yang diterbitkan Termonon Kasasi dahulu

sebagai Terbanding I Tergugat II Intervensi di Mahkamah Agung dianggap

bertentangan dengan Undang-Undang dan melanggar Asas-Asas Umum

Pemerintah yang baik khususnya Asas Tertib Penyelenggaraan Administerasi

Negara, Asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan;44

a. Asas Tertib Penyelenggaraan Administrasi Negara, bahwa

sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sebagai sebuah

organisasi kemasyarakatan, Nahdlatul Wathan telah berbadan

hukum dan terdaftar pada : Departemen Kehakiman RI (sekarang

Kementrian Hukum dan HAM RI) melalui penetapan Menteri

Kehakiman No. J.A.5/105/5, tanggal 17 Oktober 1960 dan

diumumkan dalam Tambhan Berita Negara RI No. 90 tanggal 8

November 1960;

Kementrian Dalam Negeri melalui Surat Keterangan Terdaftar

dari Negeri RI No. 01-00/0066/D.III.4/III/2012 tanggal 30 Maret

2012;

Kementrian Agama RI melalui surat Rekomendasi dari Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI No.

Dj.II.3/BA.05/022/2010 tanggal 10 Januari 2010;

(sampai dengan saat ini, ketiga keputusan dari pejabat tata usaha

negara tersebut belum pernah dibatalkan atau dicabut oleh

karenanya masih berlaku);

Tindakan Tergugat menerbitkan objek sengketa mencerminkan

adanya ketidaktertiban penyelenggaran Administrasi Negara oleh

Tergugat kerena tampa melakuka penelitian terlebih dahulu,

tergugat dengan serta merta menerbitkan objek sengketa;

b. Asas Kepastian Hukum, bahwa sebagaimana diuraikan sebelunya

putusan-putusan Tata Usaha Negara yang telah melegalkan dan

memcatatkan pendaftaran Nahdlatul Wathan masih berlaku dan

belum pernah dicabut atau dibatalkan, maka dengan demikian

tindakan Tergugat yang mendaftarkan Nahdlatul Wathan (vide

objek sengketa) adalah sebuah tindakan yang menimbulkan

ketidakpastian hukum kerena telah mendelegasikan keputusan

Tata Usaha Negara sebelumnya;

44Hasil Putusan. Mahkamah Agung.

44

c. Asas Kecermatan, bahwa tergugat ceroboh dan tidak cermat

dalam melakukan penelitian atas kebenaran syarat-syarat

permohonan yang diajukan oleh pihak lain serta tidak cermat

karna tidak meneliti Keputusan-Keputusan Tata Usaha Negara

yang telah terbit sebelumnya berkaitan dengan organisasi

kemasyarakatan Nahdlatul Wathan, baik keputusan Menteri

Kehakiman sendiri, Keputusan Menteri Dalam Negeri RI serta

Rekomendasi Kementrian Agama RI.

Berdasarkan uraian diatas, maka tindakan tergugat dalam menerbitkan

objek sengketa a quo telah bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku serta asas-asas umum pemerintah yang baik, seperti

yang tertuang pada pasal 53 ayat 2 (dua) Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, karena beralasan hukum untuk dibatalkan atau

dinyatakan tidak sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Kompetensi terbagi menjadi 2 menurut ketentuan hukum yakni

kompetensi relatif dan kompetensi absolut, secara bahasa dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan

(memutuskan sesuatu). Kompetensi Relatif kewenangan suatu pengadilan

untuk memeriksa suatu perkara berdasarkan wilayah objek sengketa,

mengadili, dan memutus suatu perkara berdasarkan dengan jenis dan

tingkatan pengadilan yang ada, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan jenis dan

lingkungan pengadilan dibedakan atas Pengadilan Umum berdasarkan

perkara yang ditangani, seperti Pengadilan Militer mengadili anggota militer,

Pengadilan Agama mengadili, dan Pengadilan Tata Usaha Negara

(Pengadilan Administrasi). Sedangkan, berdasarkan tingkatannya pengadilan

terdiri atas Pengadilan Tingkat Pertama yang biasanya keberadaannya

disetiap kebupaten kota seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama,

Pengadilan Tinggi atau pengadilan tingkat kedua (Banding),dan Mahkamah

Agung(PengadilanTingkatKasasi) bisa dikatakan sebagai muara peradialan

dalam menengani perkara.

45

Dengan demikian jumlah pengadilan tingkat pertama ditentukan oleh

jumlah pemerintah daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya) yang ada,

jumlah pengadilan tingkat tinggi (banding) sebanyak jumlah pemerintahan

tingkat(provinsi). Sedangkan, Mahkamah Agung Peradilan tingkat ke 3 atau

(kasasi) hanya ada di pusat yakni ibukota Negara sebagai ujung tombak dari

semua lingkungan peradilan yang ada. Untuk mengetahui kompetensi dari

suatu pengadilan dalam menangani, memeriksa, mengadili, dan memutus

suatu perkara : Pertama, dapat dilihat dari pokok sengketanya. Kedua dengan

melakukan pembedaan atas atribusi dan delegasi.Ketiga dengan melakukan

pembedaan atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Dapat dilihat dari

pokok sengketanya, apabila pokok sengketanya terletak dalam lapangan

hukum privat, maka sudah tentu yang berkompetensi adalah hakim biasa

(hakim pengadilan umum). Atas dasar pertimbangan Majelis Hakim terhadap

gugatan tergugat mengajukan eksepsi terkait dengan kompetensi absolut

kewenangan pengadilan yang mengadili suatu perkara berdasarkan

keberadaan tempat wilayah pengadian Tata Usaha Negara dengan konflik

yang ditangani seperti pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:

a. Bahwa konsepsi kompetensi Absolut ini berkenaan dengan tidak

berwenangnya secara absolut berdasarkan ketentuan hukum formal

(acara), dalam hal ini tidak berwenangnya Pengadilan Tata Usaha

Negara (PTUN) Jakarta mengadili perkara yang di ajukan

Penggugat yang pada dasarnya patut diduga merupakan

permasalahan perselisihan hak (keperdataan), yakni

mempermasalahkan keabsahan di antara 2 (dua) kubu perkumpulan

Nahdlatul Wathan Pancor

b. Bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada dasarnya tidak

mempunyai kewenangan menguji keabsahan diantara 2 (dua) kubu

Nahdlatul Wathan sebagaimana disebut diatas, khususnya

menentukan hasil Muktamar Nahdlatul Wathan yang sah dan yang

berhak menggunakan nama Nahdlatul Wathan;

46

c. Bahwa objek sengketa pada dasarnya bukanlah ditujukan untuk

menentukan keabsahan salah satu diantara 2 (dua) kubu yang

bersebrangan. Dalam proses Pengesahan Badan Hukum melalui

“Layanan AHU Online”,khusus perkumpulan, pemohon atau

notaris terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan

penggunaan nama perkumpulan yang hendak dipakai, sebelum

mengajukan permohonan pengesahan sebagai badan hukum. Dalam

proses permohonan persetujuan pengguna nama tersebut, tergugat

telah memberikan peringatan kepada pemohon atau notaris terkait

dengan keabsahan penggunaan nama perkumpulan, salah satunya

bahwa penggunaan nama tersebut telah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Hal ini membuktikan bahwa jika dalam

penggunaan nama tersebut ternyata terbukti sebaliknya atau

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka terdapat

konsekuensi hukum yang harus ditanggung oleh Pemohon atau

Notaris (selebihnya akan Tergugat uraikan secara lengkap dalam

Pokok Perkara);

d. Terkait dengan benar tidaknya atas penggunaan nama sebagaimana

dimaksud diatas, sepatutnya hal tersebut merupakan kewenangan

Pengadilan Negeri, karena permasalahan terkait merupakan

permasalahan keperdataan, yakni masalahnya untuk menentukan

pihak mana mempunyai hak untuk menggunakan nama Nahdlatul

Wathan;

e. Bahwa sekalipun objek sengketa merupakan produk Tata Usaha

Negara, namun yang menjadi permasalahan dalam perkara a quo

bukanlah mengenai proses atau prosedural penerbitan objek

sengketa, melainkan substansi yang bersifat keperdataan, dengan

demikian sudah jelas dan terang bahwa pada dasarnya perkara yang

diajukan oleh penggugat adalah perkara perdata yang seharusnya

diajukan kepada Pengadilan Negeri;

47

Oleh karena itu gugatan penggugat telah salah alamat dalam

pengajuan gugatan perkara a quo, maka berdasarkan hukum acara yang

berlaku, Majelis Hakim Tata Usaha Negara Jakarta dalam perkara tata usaha

negara ini sepatutnya menyatakan tidak berwenang memeriksa dan mengadili

perkara ini.

Bahwa setelah meninggalnya TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul

Madjid pada tanggal 21 Oktober tahun 1997, Nahdlatul Wathan mengalami

perpecahan dan konflik internal khususnya menyangkut siapakah yang akan

menggantikan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk

memimpin Organisasi Keagamaan Nahdlatul Wathan dan juga sebagai

pemimpin umat Islam di Lombok dalam konteks yang lebih luas, Bahwa

dalam tradisi pesantren dan ormas Islam tradisional pada umumnya mewarisi

generasi Penerus kepada anak laki-laki. Hal ini berlaku juga pada Nahdlatul

Wathan sebagaimana tersurat dalam wasiat Pendiri Organisasi Nahdlatul

Wathan Kyai Hamzanwadi dalam buku Wasiat Renungan Masa Pengalaman

Baru, Khusus untuk keluarga NW, Pancor Bermi, 9 Dzulhijjah 1401 H, 7

Oktober 1981 M., yang memfatwakan bahwa organisasi Nahdlatul Wathan

harus dipimpin oleh laki-laki, Namun mengingat pendiri Perkumpulan

“Nahdlatul Wathan” TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid hanya

memiliki dua anak perempuan, yakni Hj. Siti Rauhun (kakak) dan Hj. Siti

Raihanun (adik). kondisi ini kemudian melahirkan kekosongan tokoh sentral

sebagai pimpinan ditubuh Nahdlatul Wathan, konflik internal Nahdlatul

Wathan mengalami puncak pada saat diselenggarakannya Muktamar

Nahdlatul Wathan ke-X di Praya Lombok Tengah pada tahun 1998, sebagai

akibat persaingan memperebutkan posisi pemimpin organisasi Nahdlatul

Wathan dan munculnya bakal calon perempuan untuk menjadi pemimpin

organisasi Nahdlatul Wathan, Bahwa Hj. Siti Rauhun (kakak) menolak untuk

dicalonkan sebagai Ketua Umum Nahdlatul Wathan dengan alasan fatwa dari

pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi Nahdlatul Wathan harus dipimpin oleh

laki-laki. Sementara di sisi yang lain, salah satu kubu mendukung Hj. Siti

48

Raihanun (adik) menjadi Ketua Umum Pengurus Besar (PB) NW. kondisi ini

kemudian menyebabkan Pimpinan sidang pada Muktamar Nahdlatul Wathan

ke X Tahun 1998 di Praya yang berjumlah 9 (Sembilan) orang yang diketuai

oleh H. Maksum Ahmad, Bahwa pada saat yang sama pada Muktamar X di

Praya tahun 1998 tersebut terjadi permasalahan lain yaitu, adanya situasi yang

tidak kondusif.

Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding lalai dalam menerapkan

Hukum dan/atau tidak menerapkan hukum sebagai mertinya;

1. Bahwa Judex Facti Tingkat Pertama telah lalai dalam menerapkan

hukum,terlihat dalam pertimbangan hukum pada halaman 94 sampai

dengan 96,aline 1 (satu) Putusan PTUN Jakarta, sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa atas dasar ketentuan diatas, guna menghindari

berlarut-larutnya penyelesaian konflik internal NW sebagai akibat

proses hukum yang memakan waktu yang panjang dan perdebatan

yang bersifak legalistic formal, serta penyakit saling

klaim...…………dst.;

2. Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti Tingkat Pertama pada

halaman 94 sampai dengan 96 sebagaimana tersebut diatas, apabila

dikaitkan dengan Bukti Tergugat II Intervensi No. 33, yaitu berupa

Buku Hizib Nahdlatul Wathan dan Nadlatul Banat yang dihimpun

oleh TGKH M. Zaenudin Abdul Majid dan dilengkapi dengan

terjemahannya ……..…..dst…..Tahun 2007, serta Bukti Tergugat II

Intervensi No. 34, yaitu berupa Foto-foto kegiatan perayaan hari ulang

tahun NW ke-27 Tahun 2007, sangat tidak berkesesuaian dengan fakta

bukti, yaitu Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor :

AHU-00297.60.10.2014, tanggal 11 Juli 2014 tentang Pengesahan

Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Wathan, yang

merupakan Akta Pendirian BARU Badan Hukum Perkumpulan NW,

yang menjadi Objek Sengketa didalam Gugatan Pemohon Kasasi

(dahulu Penggugat/Terbanding);

49

Mohon Perhatian Majelis Hakim Agung Yang Mulia,

3. Bahwa bagaimana mungkin Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul

Wathan versi Termohon Kasasi II (dahulu Tergugat II Intervensi/

Terbanding) yang baru berdiri pada tanggal 11 Juli 2014, kemudian

merayakan hari Ulang Tahun NW yang ke-27 pada Tahun 2007,

dimana Termohon Kasasi II mengklaim dirinya sebagai Pengurus

Besar NW yang SAH dari hasil Muktamar ke-10, di Praya pada Tahun

1999, hal ini sebagaimana Fakta Hukum dalam pertimbangan hukum

Judex Facti Tingkat Pertama halaman 87, angka 8, Putusan PTUN

Jakarta;

4. Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti Tingkat Pertama pada

halaman 86 sampai dengan 87, angka 6 tidak berkesesuaian dengan

fakta bukti dipersidangan karena berdasarkan fakta bukti, didalam

Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD-ART) NW

tidak tercantum/disebutkan secara Tegas dan Lugas bahwa NW harus

di pimpin oleh laki-laki, demikian pula tidak tercantum/disebutkan

didalam buku Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru Khusus

Untuk Keluarga NW, Pancor Bermi, 9 Dzulhijah

1401 H, 7 Oktober 1981 M, halaman 99, ditulis oleh TGKH

Muhammad

Zainuddin Abdul Madjid (Pendiri NWDI, NBDI, NW) (vide : buku

terlampir) sebagaimana pertimbangan hukum Judex Facti Tingkat Pertama pada

halaman 87 alinea 1, Putusan PTUN Jakarta, sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa uraian fakta-fakta hukum diatas menunjukkan

bahwa telah terjadi perpecahan dan konflik internal Organisasi

Nahdlatul Wathan, yang meliputi perbedaan pandangan tentang

kedudukan perempuan untuk menjadi pemimpin organisasi Nahdlatul

Wathan dan tidak dijalankannya FATWA dari pendiri Nahdlatul

Wathan, yang memfatwakan bahwa Organisasi Nahdlatul Wathan

harus dipimpin oleh laki-laki. Hal demikian tercantum dalam wasiat

Pendiri Organisasi NW Kyai Hamzanwadi (Pendiri NWDI dan NW,

50

dalam buku Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru, khusus

Keluarga NW, Pancor Bermi, 9 Dzulhijah 1401 H, 7 Oktober 1981 M,

halaman 99, yang berbunyi : Azas NW jangan diubah, sepanjang masa

sepanjang sanah, Sunnah Jama’ah dalam aqidah, Mahzab Syafi’I

dalam syariah”;

5. Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti Tingkat Pertama pada

halaman 87 sampai dengan 96 dalam Putusan PTUN Jakarta, sangat

keliru dan tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya dan telah

melakukan kesalahan fatal dalam pertimbangan hukum perkara a quo.

Hal ini dapat terlihat dimana Objek Sengketa dalam perkara a quo

bukanlah tentang Wasiat Pendiri NW ataupun tentang kedudukan

perempuan sebagai pemimpin perkumpulan sebagaimana kutipan

pertimbangan hukum Judex Facti Tingkat Pertama pada halaman 87

sampai dengan 96 dalam Putusan PTUN Jakarta, oleh karena didalam

buku Renungan Buku Wasiat Pendiri NW, pada halaman 99 buku

tersebut tidak tertulis Wasiat Pendiri NW sebagaimana dalam

pertimbangan hukum tersebut diatas;

6. Hal ini jelas Judex Facti pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

telah melakukan kesalahan berat, oleh karena telah mengutip sesuatu

hal yang tidak pernah diajukan dalam persidangan;

Penulis mengkaji bahwa ada hal yang tidak sesuai menyimpang dari

mekanisme peraturan perundang-undangan sehingga dari memicu munculnya

sebuah komplik misalnya SK yang di terbitkan dari Mengkumham pada tahun

2014 Nomor AHU-00297.60.10.2014, itu artinya organisasi kemasyarakatan

Nahdaltul Wathan di daftarkan kembali pada tahun 2014 seolah-olah

organisasi ini berdiri pada tahun itu, jauh berbanding arah kalo penulis

sandingkan pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 yang terdapat pada

pasal 83 yakni Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:45

45 Lihat pasal 83 UU No 17 tahun 2013

51

Penulis mengkaji bunyi pasal 83 konteks bahasa yang digunakan

masih tergolong menggunakan bahasa yang bersifat anjuran, artinya bahasa

yang digunakan tidak begitu menegaskan misalnya pada bagian penggalan

kata “tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang ini” kata perlu masih bisa di konotasikan berdasarkan keperluan,

kebutuhan bahkan kepentingan, sehingga ketika ada organisasi kemasyarakat

yang terjadi komflik ditubuh internal organisasi yang bisa saja menimbulkan

perpecahan kepengurusan dan menimbulkan dualisme dalam 1 (satu) bentuk

organisasi yang sama sebagaian atau keseluruhan, sehingga organisasi yang

berdiri sebelum atau sesudah Kemerdekaan Indonesia yang mengacu pada

Staatsblad pasal 83 Undang-Undang Ormas akan dimamfaatkan sebelah

pihak berlomba-lomba mendaftarkan kembali organisasi berdasarkan

keperluan kebutuhan dan/atau kepentingan salah satu pihak.

Sehingga di internal tubuh kepengurusan ada yang merasa dirugikan

komplik internal Nahdatul Wathan sangat dahsyat butuh proses lama

meredamlan komlik tersebut yang seharusnya pemerintah menjadiakan hal itu

menjadi kajian yang lebih serius dalam mengambil langkah trutama dalam

menerbitkan status badan hukum setiap ormas bahkan kalo kita sama-sama

pahami undang-undang tentang Ormas itu sendir bisa dianggap cukum

komplit tinggal bagai mana upaya penerapan yang baik sehingga tidak

memicu hal-hal yang tidak kita inginkan dalam hal pendaftaran misalnya

yang terdapat pada pasal 12 huruf (f) surut pernyataan tidak sedang dalam

sengketa kepengurusan atau dalam perkara pengadilan akan tetapi sangat

berbea dari regulasi peraturan perundang-undangan.

Peranan pengadilan harus memberiakan kepastaian berdasrkan aturan

perundang-undangan sehingga tidak memunculkan dua badan hukum dengan

lembaga nama yang sama untuk mengantisipasi gesekan-gesekan sosial yang

akan ditimbulkan. Dalam Undang-Undang Nomor : 17 Tahun 2013 tentang

52

organisasi kemasyarakatan terdapat larangan-larangan pada Pasal 59 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang hal-hal yang dilarang.46

Pasal 59 berbunyi sebagai berikut;

(1) Ormas dilarang

a. Menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera

atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau

lambang ormas;

b. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama

dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintah;

c. Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara

lain atau lembaga atau badan internasional menjadi nama, lembaga,

atau bendera Ormas;

d. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi

yang mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya

dengan, nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan

separatis atau organisasi terlarang; atau

e. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang

mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhan dengan

nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai

politik

(2) Ormas dilarang

a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau

golongan;

b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap

agama yang dianut di Indonesia;

c. Melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

46Lihat pasal 59 UU No 17 Tahun 2013

53

d. Melakukan tindakan kekerasan, menggangu ketentraman dan

ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;

atau

e. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak

hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ormas dilarang

a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun

sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

b. Mengumpulkan dana untuk parai politik.

(4) 0rmas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran

atau paham yang bertentangan dengan Pancasila

Jadi, sangat jelas hal-hal yang dilarang dalam Undang-undang Nomor 17

Tahun 2013 mengenai keberadaan atau pendirian organisasi kemasyarakatan,

demi menghindari ketertiban sehingga konflik-konflik yang bisa saja terjadi

dimasing-masing organisasi kemasyarakatan dikarenakan kepentingan

sehingga memicu adanya konflik antar ormas yang satu dengan yang lain atau

bahkan konflik internal dalam satu tubuh ormas sehingga menimbulkan

sengketa dan bahkan menerbitkan dua badan hukum ormas yang sama baik

itulambang, bendera secara sebagian maupun secara keseluruhan, untuk

mengantisipasi hal tersebut maka undang-undang ormas sangat jelas

mengatur hal-hal yang dilarang.

Mengacu pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 37 K/TUN/2016

dalam peroses peradilan pengadialan Mahkamah Agung atau tingakat Kasasi,

adapun para pihak diantaranya Hj. Sitti Raihanun Zainuddin, AM, TGH. Lalu

Abdul Muhyi Abidin, M.A., dalam putusan ini menjabat masing-masing

sebagai Ketua Umum Pengurus Besar dan Sekertaris Jenderal Pengurus

Besar, selanjutnya memberiakan kuasa kepada H. Rofiq Ashari, SH., Hj. BQ.

Diana Susilawaty, SH., Herwinsyah, SH., Pria Ramadhan, SH. Dan Dewi

Ameliah, SH., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 1 oktober 2015,

54

sebagai Pemohon Kasasi dahulu sebagai pembanding/penggugat melawan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, memberikan kuasa pada Prof.

Harkrisnowo, SH., M.A., Ph.D., Kadari Agus Rahardjo, Maftuh, Hendra

Andy Setya Gurning, Iwan Setiawan, Hilda Mulyain, Prihartono Kurniawan,

Paraitody Ritno Hakim dan Daniel Duardo Noorwijonarko., Kesemuanya

Warganegara Indonesia, Pekerjaan Pegawai Pada Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia RI, alamat di gedung Sentra Mulia Jalan HR. Rasuna

Said Kav. X-6/8 Lantai 6, Kuningan, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat

Kuasa Khusus Nomor : M.HH.HM.07.03-30, tanggal 12 November 2014, Dr.

Tgkh M. Zainul Majdi, M.A., Kewarganegaraan Indonesia, Pekerjaan

Gubernur Nusa Tenggara Barat, dalam hal ini bertindak dalam Jabatannya

selaku Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan,

berkedudukan di Pancor, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara

Barat, Tgh. Hudatullah Muhibbuddin Abdul Aziz., Kewarganegaraan

Indonesia, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Rais’am Dewan

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Wathan, berkedudukan di Pancor,

Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya

memberi kuasa kepada: Herman Saputra, SH., MH. dan Burhanudin, SH.,

keduanya adalah Advokat berkantor pada Kantor Hukum Burhanuddin, SH.

& Rekan, beralamat di Jalan gili Meno Nomor 2 BTN Griya Pagutan Indah,

Pagutan Barat, Kota Mataram - NTB, kewarganegaraan Indonesia,

berdasarkan Surat kuasa Khusus Nomor 02 desember 2014 Termohon Kasasi

dahulu sebagai Terbanding I, II/Tergugat dan Tergugat II Intervensi

Dalam proses hukum yang dilakuakan dari tingkat Pengadilan Tata

Usaha Negara sanpai pada tingakat pengadilan Mahkamah Agung atau Kasasi

Majlis Hakim Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum untuk

memberikan sebuah kepastian hukum dari proses yang dilakukan yakni

pertimbangan hukum Menimbang, bahwa terhadap hal-hal tersebut

Mahkamah Agung berpendapat Bahwa alasan-alasan tersebut dapat

55

dibenarkan, karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum dengan

pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa berupa

Surat Keputusan Menteri hukum dan Ham Asasi Manusia nomor: AHU-

00297.60.10.2014 tanggal 11 Juli 2014 tentang pendaftaran Organisasi

Nahdlatul Wathan sebagai badan hukum perkumpulan telah diterbitkan oleh

Tergugat bertentangan dengan hukum, karena sebelumnya telah berdiri

organisasi dengan nama yang sama dan telah didaftarkan serta ditetapkan

oleh Menteri Kehakiman RI melalui Surat No.J.A.5/105/5, tanggal 17

Oktober 1960 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara No.90 tanggal

8 November 1960 dan Terdaftar di Kementerian Dalam Negeri RI No.

SKT:01-00/0066/D.III.4/III/2012 tanggal 30 Maret 2012. Tergugat

seharusnya tidak menerbitkan objek sengketa karena pengesahan badan

hukum perkumpulan tidak dapat diberikan apabila sudah ada perkumpulan

dengan nama yang sama sebelumnya.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut pendapat

Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan

kasasi dari Pemohon Kasasi : NAHDATUL WATHAN; Menimbang, bahwa

oleh sebab itu Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor

186/B/2015/PT.TUN.JKT., tanggal 28 Agustus 2015 yang menguatkan

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor

203/G/2014/PTUN.JKT., tanggal 16 April 2015 tidak dapat dipertahankan

dan harus dibatalkan. Selanjutnya Mahkamah Agung mengadili sendiri

perkara ini sebagaimana disebut dalam amar putusan di bawah ini;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan

mempelajari Jawaban Memori Kasasi, namun tidak ditemukan hal-hal yang

dapat melemahkan alasan kasasi dari Pemohon Kasasi; Menimbang, bahwa

dengan dikabulkannya permohonan kasasi, maka Termohon Kasasi

56

dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk

membayar biaya perkara dalam semua tingkat pengadilan;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi:

NAHDLATUL WATHAN tersebu; Membatalkan Putusan Putusan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor

186/B/2015/PT.TUN.JKT., tanggal 28 Agustus 2015 yang menguatkan

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor

203/G/2014/PTUN.JKT., tanggal 16 April 2015;

MENGADILI SENDIRI,

Mengabulkan gugatan Penggugat;Membatalkan Surat Keputusan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-00297.60.10.2014

menghukum para termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam

semua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar

Rp 500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah)

E. PEMBUBARAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 27 K/TUN/2019 BERDASARKAN

PERPU NOMOR 2 TAHUN 2017

57

Setiap warga negara memiliki Hak dan Kewajiban menjaga keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap individu berhak

mendapatkan perlindungan dan negara menjamin hal itu. Setiap warga negara

juga berhak membentuk suatu perkumpuan atau berserikat bersama individu-

individu lainya dan hal itu pemerintah menjanin, melalui peraturan

perundang-undangan organisasi kemasyarakatan selama organisasi tersebut

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, setiap

warga negara berhak menyampaikan aspirasinya baik itu secara individu

maupun organisasi yang tempat mereka bernaung atau organisasi masyarakat

kebebasan menyampaiakan pendapat di muka umum. Berkaitan dengan hal

ini, dalam Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945

terdapat pada Pasal 28 berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran baik dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya

ditetapkan dengan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia telah menjamin untuk berkumpul dan menyatukan pikiran dalam

membentuk sebuah wadah organisasi kemasyarakatan.

Kebebasan dalam artian yang sesuai dengan kaidah hidup bersosial

dan bermasyarakat, karna kita sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup

sendirian dan hal yang wajib pasti kita membutuhkan orang lain. Begitu pula

ketika seorang individu-individu ingin menyatukan persepsi, berdiskusi untuk

menyatukan tujuan perlu kiranya membentuk sebuah wadah dalam hal ini

adalah organisasi masyarakat sebagai jalan atau instrumen dalam mencapai

sebuah tujuan, membentuk sebuah wadah yang dinamakan organisasi

kemasyarakatan tentunya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang mengatur tata

cara mendirikan organisasi kemasyarakatan sedemikian rupa mulai dari nama,

lambang, atribut-atribut seperti bendera bahkan aktifitas organisasi itu sendiri

agar hal-hal yang dilakukan tidak melanggar aturan-aturan dan tidak

mengganggu ketertiban umum atau bahkan sampai mengancam keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

58

Akan tetapi, meskipun ada peraturan perundang-undangan yang

mengatur hal tersebut, ada pula organisasi yang melakukan tindakan yang

kurang baik sehingga pemerintah mengambil langkah dalam upaya menjaga

persatuan dan keutuhan bangsa.

BAGAN 2: MEKANISME DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI

KEMASYARAKATAN

Keterangan :

1. Pemerintah atau Pemerintah daerah memberikan sanksi administratif

kepada ormas yang melakukan pelanggaran, sanksi administratif

berupa peringatan tertulis, penghentian bantuan, dan pencabutan surat

keterangan terdaftar dan status badan hukum.

2. Ormas yang melakukan pelanggaran diberikan sanksi administratif

berupa peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali.

3. Ormas yang sudah mendapatkan peringatan tertulis sebanyak 3 kali

tetapi tetap melakukan pelanggaran maka akan dihentikan

mendapatkan bantuan.

PEMERINTAH ATAU

PEMERINTAH DAERAH

SANKSI ADMINISTRATIF

ORMAS

TIDAK

BERBADAN

HUKUM

BERBADAN

HUKUM

PENGHENTIAN

SEMENTARA KEGIATAN

Pencabutan Surat

Keterangan

Terdaftar Dan

Status Badan

Hukum

Penghentian

Bantuan

Peringatan Tertulis

59

4. Ormas yang sudah mendapat peringatan tertulis dan penghentian

mendapat bantuan tetapi tetap melakukan pelanggaran maka akan

dicabut surat Keterangan terdaftar dan setatus badan hukum.

5. Ormas yang berbadan hukum yang sudah mendapat peringatan tertulis,

penghentian bantuan, dan pencabutan surat keterangan terdaftar dan

status badan hukum maka kegiatan ormas tersebut dihentikan

sementara.

6. Ormas yang tidak berbadan hukum tidak diatur secara khusus dalam

bab atau pasal tersendiri seperti pendirian ormas.

Table 3: mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan

No Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan

Perppu Nomor 2 Tahun

2017 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan

1. Dalam Pasal 61 organisasi

masyarakat yang telah melakukan

pelanggaran maka organisasi

masyarakat tersebut dapat dikenai

berupa sanksi administratif yaitu

terdiri atas;

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian bantuan

dan/atau hibah;

c. Penghentian sementara

kegitan;dan/atau

d. Pencabutan surat

keterangan terdaftar atau

pencabutan status badan

hukum.

Apabila organisasi masyarakat tidak

mematuhi sampai peringatan tertulis

ketiga maka pemerintah daerah

dapat melakukan penghentian

sementara terhadap kegiatan

organisasi masyarakat tersebut,

Didalam pasal 61 organisasi

masyarakat yang telah

melakukan pelanggaran maka

organisasi masyarakat tersebut

dapat dikenai berupa sanksi

administratif yaitu terdiri atas;

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian kegiatan;

dan/atau

c. Pencabutan surat

keterangan terdaftar atau

pencabutan status badan

hukum.

Terdapat sedikit perbedaan

yakni pengurangan poin yang

dicabut poin (c) yang terdapat

pada undang-undang nomor

17 tahun 2013 yang berbunyi

“penghentian sementara

kegitan” ormas yang sudah

dijatuhkansanksiadministratif.

60

namun apabila organisasi

masyarakat bersifat nasional maka

pemerintah wajib melakukan

pertimbangan hukum dari

Mahkamah Agung. Dengan tahapan-

tahapan proses yakni Permohonan

pembubaran Organisasi Masyarakat

berbadan hukum dibawa ke ranah

pengadilan tingkat pertama

Pengadilan Negeri oleh kejaksaan

hanya atas permintaan tertulis dari

menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintah di bidang hukum

dan hak asasi manusia. Diajukan

kepada ketua Pengadilan Negeri

setempat sesuai dengan tempat atau

domisili hukum Organisasi

Masyarakat ke panitra untuk

mencatat pendaftaran permohonan

pembubaran Organisasi

Kemasyarakat sesuai dengan tanggal

pengajuan serta harus disertai

dengan bukti penjatuhan sanksi

administratif oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah.

Sumber : Bahan Hukum Diolah

Di dalam pasal 61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor: 2 Tahun 2017 organisasi kemasyarkatan yang

sudah dijatuhkan sanksi administratif.47

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian kegiatan; dan/atau

c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan

hukum.

Lebih jelasnya lagi diuraikan pada Pasal 62 menyebutkan peringatan

tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 tentang penjatuhan sanksi

47Lihat pasal 61 Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017

61

administratif menurut ketentuan Perppu nomor 2 Tahun 2017 tentang

Organisasi Kemasyarakatan,48

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1)

huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh)

hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.

(2) Dalam hal ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka

waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mentri dan mentri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan hak

asasi manusia sesuai dengan kewenangan menjatuhkan sanksi

penghentian kegiatan.

(3) Dalam hal ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dan menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak

asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan

surat keterangan terdaftar atau setatus badan hukum.

Apabila organisasi kemasyarakatan tidak mematuhi sanksi

administrasi sampai dengan peringatan tertulis maka pemerintah daerah

dapat menghentikan sementara kegiatan organisasi tersebut, namu apabila

apabila organisasi masyarakat berbentu struktural dari tingkatan nasional

sampai tingkat daerah maka pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum

dari Mahkamah Agung.

Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena

dianggap telah melakukan pelanggaran peraturan Perundang-Undangan yang

mengatur tentang organisasi kemasyarakatan, melalui putusan pengadilan

tingkat Pengadilan Mahkamah Agung atau tingkat Kasasi Putusan Nomor: 27

K/TUN/2019 hasil putusan sebagai berikut:49

48 Lihat pasal 62 Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 49Direktori Putusan Nomor 27 K/TUN/2019 Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id

62

Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),beralamat di Gedung

Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia, Crown Palace, Jalan Prof. Dr.

Soepomo, S.H. Nomor 231, Jakarta Selatan, yang diwakili oleh Ir. H.

Ismail Yusanto, M.M., jabatan Anggota sekaligus menjabat Sekretaris

Umum/Juru Bicara Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia; Selanjutnya

dalam hal ini diwakili oleh kuasa Prof. Dr. Yusril Ihza

Mahendra,S.H.,M.Sc., dan kawan-kawan,kewarganegaraan Indonesia, para

Advokat pada Ihza & Ihza Law Firm, beralamat di Jakarta Selatan,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 070/SK.TUN/I&I/X/18, tanggal

8 Oktober 2018;

Pemohon Kasasi;

Lawan menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia, tempat kedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kav 6 – 7

Kuningan, Jakarta Selatan 12940;Dalam hal ini diwakili oleh kuasa

Cahyo Rahadian Muzhar, S.H., LL.M., kewarganegaraan Indonesia,

jabatan Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum/Direktur

Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia dan kawan-kawan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

Nomor M.HH.HH.07.04-50.1, tanggal 25 Oktober 2018;

Termohon Kasasi;

Mahkamah Agung tersebut;Perkumpulan hizbut tahrir indonesia

(hti), beralamat di Gedung Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia, Crown

Palace, Jalan Prof. Dr. Soepomo, S.H. Nomor 231, Jakarta Selatan, yang

diwakili oleh Ir. H. Ismail Yusanto, M.M., jabatan Anggota sekaligus

menjabat Sekretaris Umum/Juru Bicara Perkumpulan Hizbut Tahrir

Indonesia; Selanjutnya dalam hal ini diwakili oleh kuasa Prof. Dr. Yusril

Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dan kawan-kawan, kewarganegaraan

Indonesia, para Advokat pada Ihza & Ihza Law Firm, beralamat di Jakarta

Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 070/SK.TUN/I&I/X/18,

tanggal 8 Oktober 2018;

63

Pemohon Kasasi;

Lawan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia, tempat kedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kav 6 – 7

Kuningan, Jakarta Selatan 12940;Dalam hal ini diwakili oleh kuasa

Cahyo Rahadian Muzhar, S.H., LL.M., kewarganegaraan Indonesia,

jabatan Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum/Direktur

Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia dan kawan-kawan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

Nomor M.HH.HH.07.04-50.1, tanggal 25 Oktober 2018;

Termohon Kasasi;

Mahkamah Agung tersebut Membaca surat-surat yang

bersangkutan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini

menimbang, bahwa berdasarkan surat-surat yang bersangkutan,Penggugat

dalam gugatannya memohon kepada Pengadilan untuk memberikan

putusan sebagai berikut Dalam Penundaan:

1. Mengabulkan permohonan penundaan objek sengketa;

2. Memerintahkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan

Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia,

tanggal 19 Juli 2017, dalam sengketa yang sedang berjalan sampai

dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-

30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

64

surat keputusan Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang

Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut

Tahrir Indonesia (HTI), tanggal 19 Juli 2017;

3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian

Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),

tanggal 19 Juli 2017;

4. Menghukum Tergugat membayar biaya yang timbul dalam

perkara a quo;

Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan

eksepsi sebagai berikut;

- Eksepsi terhadap kedudukan hukum (Legal Standing) Penggugat;

- Tentang Asas Praduga Rechmatig;

- Hanya subjek hukum yang berhak mengajukan gugatan;

Menimbang, bahwa gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Tata

Usaha Negara Jakarta dengan Putusan Nomor 211/G/2017/PTUN-JKT.,

tanggal 7 Mei 2018, kemudian di tingkat banding putusan tersebut

dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan

Putusan Nomor 196/B/2018/PT.TUN.JKT., tanggal 19 September 2018;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada

Pemohon Kasasi pada tanggal 27 September 2018, kemudian terhadapnya

oleh Pemohon Kasasi diajukan permohonan kasasi secara lisan pada

tanggal 9 Oktober 2018, permohonan tersebut diikuti dengan Memori

Kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tersebut pada tanggal 19 Oktober

2018 menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-

65

alasannya telah sampaikan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan

dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-

undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat

diterima;

Menimbang, bahwa berdasarkan Memori Kasasi yang diterima pada

tanggal 19 Oktober 2018, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Putusan ini, Pemohon Kasasi meminta agar:

1. Menerima permohonan kasasi Pemohon Kasasi/Penggugat;

2. Mengabulkan permohonan kasasi Pemohon

Kasasi/Penggugat untuk seluruhnya;

3. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta Nomor 196/B/2018/PT.TUN.JKT., tanggal 19 September

2018;

Mengadili Sendiri Dalam Penundaan:

1. Mengabulkan permohonan penundaan objek sengketa;

2. Memerintahkan Termohon Kasasi/Tergugat untuk menunda

pelaksanaan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017

tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-00282.60.10.2014

tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut

Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017, dalam sengketa yang

sedang berjalan sampai dengan adanya keputusan yang

berkekuatan hukum tetap;

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Pemohon Kasasi/Penggugat untuk

seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.AH.01.08

Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-

66

00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum

Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), tanggal 19 Juli 2017;

3. Mewajibkan Termohon Kasasi/Tergugat untuk mencabut

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang

Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang

Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir

Indonesia (HTI), tanggal 19 Juli 2017;

4. Menghukum Termohon Kasasi/Tergugat membayar biaya yang

timbul dalam perkara a quo;

Menimbang, bahwa terhadap Memori Kasasi, sehingga Termohon Kasasi

di Mahkamah Agung telah mengajukan Kontra Memori Kasasi pada

tanggal 2 November 2018 yang pada intinya agar menolak permohonan

kasasi dari pihak Pemohon Kasasi;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah

Agung berpendapat yakni:

Menimbang, bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan,putusan

Judex Facti sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan

hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:

− bahwa Pemohon Kasasi/Dahulu Penggugat telah melakukan

pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat (4) huruf c Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang Organisasi Kemasyarakatan (selanjutnya disebut Perppu

Ormas) yang prosedur penjatuhan sanksinya singkat dan cukup

meminta pertimbangan dari instansi terkait in casu Menteri

Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI oleh

karenanya secara prosedural tindakan Termohon Kasasi/Dahulu

Tergugat telah sesuai dengan Pasal 61 ayat (4) Perppu Ormas;

− bahwa selanjutnya melalui pendekatan historis, Para Pendiri Bangsa

67

telah menyepakati Pancasila sebagai dasar Negara Republik

Indonesia sedangkan Pemohon Kasasi/Dahulu Penggugat telah

melakukan kegiatan yang mengembangkan paham yang

bertentangan dengan Pancasila oleh karenanya secara substansi

tindakan Pemohon Kasasi/Dahulu Penggugat telah melanggar Pasal

59 ayat (4) huruf c Perppu Ormas beserta penjelasannya sehingga

cukup alasan hukum kepada Pemohon Kasasi/Dahulu Penggugat

dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 60

ayat (2) juncto Pasal 61 ayat (3) Perppu Ormas;

− bahwa dengan demikian penerbitan keputusan tata usaha negara

objek sengketa tidak mengandung cacat yuridis dari segi

kewenangan, prosedur maupun substansi serta tidak bertentangan

dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik oleh karenanya

gugatan Pemohon Kasasi/Dahulu Penggugat harus ditolak;

Menimbang, bahwa di samping itu alasan-alasan tersebut pada

hakikatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat

penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat

dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena

pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak

dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan hukum, sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2009;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, putusan

Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau

undang-undang, karenanya permohonan kasasi tersebut harus ditolak,

dan sebagai pihak yang kalah Pemohon Kasasi dihukum membayar biaya

perkara selama perkara tingkat kasasi;

Memperhatikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun

68

1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, serta peraturan

perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi:

PERKUMPULAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI);

2. Menghukum Pemohon Kasasi membayar biaya perkara pada

tingkat kasasi sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah);

Dengan demikian Mahkamah Agung menolak gugatan, pemohon

ditolak karena penggugat telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat

(4) huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan (selanjutnya disebut Perppu Ormas) yang

prosedur penjatuhan sanksinya singkat dan cukup meminta pertimbangan dari

instansi terkait in casu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan

Keamanan RI secara prosedural tindakan termohon kasasi/dahulu tergugat

telah sesuai dengan Pasal 61 ayat (4) Perppu Ormas;bahwa selanjutnya

melalui pendekatan historis, para pendiri bangsa telah menyepakati Pancasila

sebagai dasar Negara Republik Indonesia sedangkan pemohon kasasi atau

dahulu penggugat telah melakukan kegiatan yang mengembangkan paham

yang bertentangan dengan Pancasila oleh karenanya secara substansi tindakan

Pemohon kasasi atau dahulu Penggugat telah melanggar Pasal 59 ayat (4)

huruf c, yang pada intinya agar menolak permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi; Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut.

Mahkamah Agung berpendapat: Menimbang, bahwa alasan-alasan

tersebut tidak dapat dibenarkan, putusan Judex Facti sudah benar dan tidak

69

terdapat kesalahan dalam penerapan hukum, dengan pertimbangan sebagai

berikut: bahwa pemohon kasasiatau dahulu penggugat telah melakukan

pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan

(selanjutnya disebut Perppu Ormas) yang prosedur penjatuhan sanksinya

singkat dan cukup meminta pertimbangan dari instansi terkait in casu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI oleh

karenanya secara prosedural tindakan termohon Kasasi atau dahulu telah

tergugat sesuai dengan Pasal 61 ayat (4) Perppu Ormas; bahwa selanjutnya

melalui pendekatan historis, para pendiri bangsa telah menyepakati Pancasila

sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Sedangkan, pemohon kasasi atau

penggugat dahulu telah melakukan kegiatan yang mengembangkan paham

yang bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu, secara substansi

tindakan pemohon kasasi atau dahulu penggugat telah melanggar Pasal 59

ayat (4) huruf c Perppu Ormas beserta penjelasannya sehingga cukup alasan

hukum kepada pemohon kasasi atau penggugat dahulu dikenakan sanksi

administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat (2) juncto Pasal 61 ayat

(3) Perppu Ormas; bahwa dengan demikian penerbitan keputusan tata usaha

negara objek sengketa tidak mengandung cacat yuridis dari segi kewenangan,

prosedur maupun substansi serta tidak bertentangan dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik. Oleh karena itu, gugatan pemohon kasasi atau

penggugat dahulu harus ditolak, menimbang bahwa disamping itu alasan-

alasan tersebut pada hakikatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang

bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal ini tidak dapat

dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan

pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada

kesalahan dalam pelaksanaan hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, dan

perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009

70

Untuk itu perlu penulis menguraikan bunyi Pasal 59 Peraturan

Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan sebagai berikut. bunyi Pasal 59 diubah sehingga lebih jelas

penjelasanya mengenai hal-hal larangan ormas, sebagai batasan organisasi

kemasyarakatan seperti yang tertuang pada pasal 59 Perppu Ormas Nomor 2

Tahun 2017.50

(1) Ormas dilarang:

a. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama

dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintah;

b. Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara

lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau

bendera Ormas; dan/atau

c. Menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambar yang

mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhanya dengan

nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai

politik.

(2) Ormas dilarang:

a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun

sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

b. Mengumpulkan dana untuk partai politik.

(3) Ormas dilarang

a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau

golongan;

b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap

agama yang dianut di Indonesia;

c. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan

ketertiban umum,atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;

dan/atau

50lihat pasal 59 Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2013

71

d. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak

hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ormas dilarang:

a. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi

yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi terlarang;

b. Melakukan kegiatan separatis yang mengecam kedaulatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia; dan/ atau

c. Menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham

yang bertentangan dengan Pancasila.

Organisasi Masyarakat yang terbukti bersalah maka Organisasi

Masyarakat tersebut dapat dibubarkan oleh Pengadilan, namun yang menjadi

permasalahan dalam hal ini adalah tidak mungkin organisasi masyarakat

begitu mudah untuk dibubarkan sama halnya dengan organisasi masyarakat

Hizbut Tahrir Indonesia yang kerap melakukan tindakan anarkis seperti yang

sering diberitakan media televisi, begitu panjang proses yang harus dilalui

bahkan sampai pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017

sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan, dikarenakan Undang-Undang 17 tahun 2013

masih ada hal-hal yang belum termuat didalamnya.

Serta di dalam undang-undang tersebut tidak jelas mengatur kesalahan

seperti apa yang dilakukan suatu organisasi masyarakat sehingga organisasi

masyarakat tersebut layak untuk dibubarkan dan bagaimana kriterianya, hal

ini merupakan adanya hal yang belum diatur atau tidak begitu jelas penjelasan

pasal-pasal didalamnya, misalnya dalam Perppu nomor 2 tahun 2017 pasal 59

ayat 4 hurup c yang berbunyi “menganut, mengembangkan, serta

menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasil”, tidak

begitu dijelaskan begitu detail paham yang di mksud sehingga akan

menimbulkan banyak persepsi dan penapsiran, hanya menjelaskan ajaran atau

paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme,

72

komunisme/ marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan

mengganti/ mengubah Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, sehingga penegakan dan penerapan hukum oleh pihak

yang berwenang khususnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia sering

kali menghadapi kendala berkaitan dengan perkembangan masyarakat,

bagaimana kasus yang telah terjadi menggambarkan sulitnya penegak hukum

atau aparat hukum mencari cara agar hukum dapat sejalan dengan norma

yang hidup di tengah masyarakat.

Namun, perkembangan masyarakat lebih cepat dari perkembangan

aturan Perundang-Undangan, sehingga perkembangan dalam masyarakat

tersebut menjadi titik tolak dari keberadaan suatu peraturan. Dalam

kehidupan bermasyarakat pasti ada gejala-gejala sosial maka diperlukan suatu

sistem hukum komprensif untuk menciptakan kehidupan sosial

bermasyarakat yang harmonis dan teratur dalam menjalakan kehidupan sosial.

Kenyataan hukum atau praturan perundang-undangan yang dibuat tidak

mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat dan memunculkan

perbaharuan peraturan Perundang-Undangan sehingga kesan yang ada terlalu

politis yang menimbulkan opini ditengah-tengah masyarakat aturan itu hanya

melindungi kepentingan penguasa bukan melindungi kepentingan negara.

Oleh karena itu, organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahtir Indonesia

yang dianggap melakukan tindakan pelanggaran, pemerintah dalam hal ini

Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan dan menghapus 17 pasal

norma didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan terkait dengan penghapusan kewenangan pengadilan untuk

menilai dan memutuskan apakah organisasi kemasyarakatan yang dituduh

pemerintah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang sehingga layak

untuk dibubarkan dan pemberian berbagai sanksi pidana terhadap mereka

yang merupakan anggota organisasi kemasyarakatan yang dianggap

73

menganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham yang bertentangan

dengan Pancasila dan dasar peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

itu, organisasi kemasyarakatan pemohon yang ikut mendirikan dan

membinanya dibubarkan secara sepihak oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Jadi, menurut penulis tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk

menghapus 17 pasal dalam undang-undang nomor 17 Tahun 2013 kemudian

digantikan dengan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2013 yang menghapus kewenangan badan peradilan, pemerintah

terkesan tidak percaya lagi dengan badan peradilan yang ada untuk mengadili

semua jenis perkara di Indonesia, sehingga fungsi dan wewenang badan

peradilan yang mengadili suatu perkara tertentu sesuai dengan kewenangan

dan jenis perkara yang seharusnya melalui tahapan proses badan peradilan

pemerintah dengan begitu saja menggunakan kekuasaannya mengambil

kewenangan badan peradilan walaupun secara kewenangan pemerintah

diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk menerbitkan Peraturan

Pemerintah sebagai pengganti undang-undang yang telah ada, hal yang

ditakutkan sebagai warga negara yang dibawah kepemimpinannya semua

kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang digunakan dengan tidak

sewajarnya demi memuluskan kepentingannya, mengendalikan hal-hal yang

dianggap sebagai penghambat segala bentuk kebijakannya, kesannya terlalu

politis, bukan melindungi kepentingan negara atau menjaga keutuhan bangsa

Indonesia akan tetapi lebih kepada melindungi kepentingan penguasa dalam

menerbitkan segala bentuk kebijakan selama berada dalam kekuasaan.

Pentingnya badan peradilan untuk dibuat agar setiap warga negara

bisa melewati tahapan demi tahapan proses peradilan dalam mencari keadilan

dan penegakan hukum sehingga ketika suatu perkara yang anggapannya

dituduhkan kepada organisasi kemasyarakatan tidak serta merta langsung

untuk dibubarkan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya kewenangan

pengadilan untuk menilai dan memutuskan suatu perkara yang dimasud,

sedangkan perkara organisasi masyarakat yang di tuduh melakukan

74

pelanggaran menurut penilaian pemerintah dan memutuskan hanya bermuara

kepada pemerintah berarti perkara tersebut sudah final dan memiliki kekuatan

hukum tetap. Itu artinya tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan oleh

pihak yang dituduhkan melakukan pelanggaran.

Peraturan perundang-undangan sebenarnya dibuat sebagai panduan

bersikap tindakan masyarakat yang dapat menentukan mana yang boleh dan

mana yang tidak boleh. Hukum yang stabil sebagai ajang dapat menjadi

ukuran yang pasti dimasyarakat. Namun, hukum yang berjalan di tempat pada

kenyataanya hukum akan menjadi usang yang tertinggal jauh oleh

perkembangan masyarakat yang menyebabkan terjadinya kekosongan hukum

(kekosongan peraturan perundang-undangan) terhadap hal-hal atau keadaan

yang berkembang dalam masyarakat yang pastinya belum diatur atau jika

sudah diatur namun tidak jelas bahkan tidak lengkap atau sudah usang. Untuk

itu sangat diperlukan suatu hukum yang stabil, update atau fleksibel yang

mampu mengikuti perkembangan zaman.

Peraturan perundang-undangan (hukum positif) yang berlaku pada

suatu negara dalam suatu waktu tertentu merupakan suatu sistem yang formal

tentunya sulit untuk mengubah atau mencabutnya walaupun sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang harus diberlakukan

ditengah-tengah masyarakat tersebut.

Akibat yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan bahasa hukum

yang masih sempit, sehingga menimbulkan banyak persepsi, terhadap hal-hal

atau keadaan yang tidak atau belum diatur dapat terjadi ketidakpastian hukum

sehingga pemerintah lagi-lagi menerbitkan peraturan perundang-undangan

untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

dianggap sudah tidak relevan dengan keadaan dan seketika itu diberlakukan

sebagai acuan dalam upaya melakukan penilaian dan memutuskan suatu

perkara, sehingga kesan terhadap pemerintah terlalu gegabah menggunakan

kewenangan kekuasannya walaupun itu hal yang genting dan mendesak

75

upaya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal inilah

yang menyebabkan kebingungan dan keraguan dalam masyarakat mengenai

kebijakan-kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah berupa peraturan

perundang-undangan.

Namun pada Pasal 59 ayat (1) mengenai larangan bagi organisasi

kemasyarakatan hanya mengatur hal yang tidak boleh dilakukan oleh

organisasi kemasyarakatan tapi tidak menjelaskan dan menjabarkan lebih

lanjut atau lebih luas jika lembaga tersebut menggunakan logo atau lambang

yang sama dengan negara langsung bisa dibubarkan, seharusnya mengenai

larangan tersebut alangkah lebih baiknya disebut dan berikan penjelasan yang

secara sistematis dan terperinci sehingga organisasi yang ada sudah

mengetahui secara detail mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh

organisasi tersebut.

Mengenai organisasi kemasyarakatan yang merupakan anderbo atau

sayap dari partai politik tidak menutup kemungkinan yang bertujuan sebagai

penyalur aspirasi masyarakat yang tidak mungkin dihindari untuk

mengumpulkan dana untuk partai politik. Di kalangan masyarakat sekarang

ini banyak organisasi masyarakat yang didirikan oleh partai politik dan

mendapatkan dana dari partai politik, karena organisasi masyarakat di bentuk

untuk menjaring pendapatan dan pemasukan dari masyarakat dalam hal ini

juga menjadi kepentingan dari partai politik untuk membentuk organisasi

masyarakat.51

Jika terdapat kekosongan hukum maka langkah-langkah yang harus

dilakukan dalam mengatasi terjadinya kokosongan hukum adalah sebagai

berikut:52

a. Penemuan hukum (rechtsviding) oleh hakim

51komisi Hukun Nasional, Pendapat KHN tentang RUU Organisasi Masyarakat. J

akarta,2013, hlm. 9 52C.S.T. Kamus, Op.cit.,hlm.71

76

Meski didalam pasal-pasal membutukan penjelasan dan penafsiran

yang jelas, sehingga interpretasi atau penafsiran peraturan perundang-

undangan bisa diberlakukan secara positif. Usaha penafsiran terhadap hukum

positif yang ada bisa diterapkan pada setiap kasus yang terjadi, karna ada

kalanya undang-undang tidak jelas, tidak lengkap, atau mungkin tidak relevan

dengan zaman (out of date).

Berdasarkan Pasal 22 A.B. (Algamene Bepalingen van Wetgeping

voor Indonesia; Stb. 1847 : 23) dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasan Kehakiman seorang hakim

tidak boleh menangguhkan atau menolak memeriksa perkara dengan dalih

Undang-Undang tidak sempurna atau tidak ada aturan hukum. Kondisi

Undang-Undang terkadang tidak lengkap atau tidak jelas karna kemajian

zaman tatanan kehidupan sosial bermasyarakat begitu cepet berubah-ubah

maka seorang hakim harus melakukan penemuan hukum (rechtsvinding).

Penemuan hukum dianggap sebagai sebuah proses pembentukan hukum oleh

hakim atau petugas hukum lainnya terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang

konkret atau dengan bahasa lain penemuan hukum adalah upaya konkritisasi

peraturan hukum yang bersifat umum dan abstrak berdasarkan pristiwa yang

real terjadi. Dengan kata lain, hakim harus menyesuaikan Undang-Undang

dengan hal-hal yang konkret. Oleh karena itu, peraturan-peraturan yang ada

tidak dapat mencakup segala peristiwa yang timbul dalam masyarakat.53

Selain itu, apabila suatu peraturan perundang-undangan isinya tidak

jelas maka hakim berkewajiban untuk menafsirkan sehingga dapat diberikan

keputusan dan kepastian hukum yang bener-benar adil dan sesuai dengan

kontek kejadian dan maksud hukum , yakni mencapai kepastian hukum.

Walaupun hakim ikut menemukan hukum dan dituntut paham hukum,

menciptakan peraturan perundang-undangan, namun kedudukan hakim

bukanlah sebagai pemegang kekuasaan legislatif ataupun eksekutif (sebagai

53Banyamin Hoessein, Op.cip.,hlm. 26

77

badan pembentuk perundang-undangan) yang diberikan kewenangan untuk

membuat undang-undang sebagaimana DPR dan Pemerintah (Presiden).

Keputusan hakim tidak mempunyai kekuatan hukum yang berlaku seperti

peraturan umum yang pemberlakuannya secara nasional dan wajib dijadikan

rujukan dalam memutuskan suatu perkara. Keputusan hakim hanya berlaku

kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Ini ditegaskan dalam pasal 21 A.B.

(Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia; Stb. 1847 : 23) yang

menyatakan bahwa “hakim tidak dapat memberikan keputusan yang akan

berlaku seperti peraturan umum” keputusan hakim juga diakui sebagai

sumber hukum formal, dengan demikian oleh peraturan perundang-undangan

yang diakui bahwa pekerjaan hakim merupakan faktor pembentuk hukum,

seorang hakim bertindak selaku pembentuk hukum dalam hal peraturan

perundang-undangan tidak menyebutkan sesuatu ketentuan untuk

menyelesaikan suatu perkara yang terjadi dalam masyarakat.

Artinya, hakim harus menyesuaikan Undang-Undang dengan cara

yang konkret, karena peraturan-peraturan tidak mencakup segala peristiwa

yang terjadi dalam masyarakat. Lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 19, 17

KUH Perdata (BW).

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan serta diperkuat dengan

kejadian-kejadian konkret, berdasarkan hasil putusan pengadilan lebih khusus

lagi ditingkat Kasasi (Mahkamah Agung), yang mengadili perkara sengketa

organisasi kemasyarakatan dalam puya memdapatkan legalitas pengakuan

secara administrasi negara dan mekanisme pembubaran ormas melanggar

peraturan perundang-undangan, berdasarkan tahapan-tahapan mekanisme

penjatuhan sanksi baik berupa sanksi teguran, administrasi, peroses

pengadilan dan bahkan sanksi dari pemerintah.

1. Mekanisme pendirian Organisasi Masyarakat berdasarkan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013

Setiap warga negara memiliki hak berserikat dan membentuk suatu

perkumpulan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yakni:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan, dengan syarat pendirian “Ormas didirikan 3 (tiga) orang

warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum

yayasan” ormas yang didirikan memilikin kegiatan yang sesuai dengan

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang sudah disepakati

bersama tentunya setiap kegiatan yang dilakukan tidak bertentangan dan tidak

mengganggu ketertiban umum, setiap ormas yang sudah dibentuk wajib

mendaftarkan sebagai status badan hukumnya terkecuali ormas yang berdiri

sebelun atau sesudah merdeka diatur dalam Staatsblad 1870 Nomor 64

tentang perkumpulan-perkumpulan berbadan hukum tanpa harus dilakuakan

pendaftaran kembali tetap diakaui keberadaanya oleh negara sebelum di

terbitkanya undang-undang tentang ormas , baik itu ormas struktural yang

memiliki tingkatan organisasi dari skala Nasional maupun skala lokal yang

79

memiliki kepengurusan yang jelas dari tingkatan pusat sampai tataran daerah

agar semua kegiatan tidak melanggar ketentuan Undang-Undang yang

dilakukan oleh ormas. Jelas pertanggung jawabannya yakni pimpinan ormas

yang bersangkutan.

Setiap organisasi kemasyaraktan yang berdiri hanya diperbolehkan

memiliki 1 (satu) status badan hukum, tidak boleh memiliki status badan

hukum dalam 1 bentuk ormas yang memiliki kesamaan sebagian atau

keseluruhan dengan ormas yang lain baik itu nama, lambang, bendera, atau

tanda gambar yang memiliki kesamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan dengan ketentuan larangan-

larangan.

2. Mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

Mekanisme pembubaran organisasi kemasyarakatan tidak begitu

dijelaskan secara detail didalam pasal-pasal yang berkaitan dengan

pembubaran organisasi kemasyarakatan yang ada pada Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, sehingga

pemerintah mengambil alih sesuai dengan kewenangannya menerbitkan

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan dalam upaya

memberikan sanksi terhadap ormas yang dianggap melakukan pelanggaran

peraturan perundang-undangan, tetapi didalam Perppu yang diterbitkan oleh

pemerintah dalam hal ini jabatan Presiden menghapus beberapa pasal yakni

17 pasal, bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi

kemasyarakatan mendesak untuk segara dilakukan perubahan karena belum

mengatur secara konferehensif mengenai keormasan yang bertentangan

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, ketentuan Perppu nomor 2 tahun 2017 sanksi dijatuhkan secara

bertahap-tahap yakni peringatan tertulis, penghentian kegiatan sampai dengan

pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutab setatus badan hukum.

80

B. SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan analisis hasil kajian putusan

Mahkamah Agung terkait dengan sengketa pengurusan organisasi

kemasyarakatan Nahdalatul Wathan dan bagaimana mekanisme pembubaran

Hizbut Tahrir Indonesia, sehingga ada beberapa hal yang penulis sarankan

dalam tulisan ini sebagai pedoman atau acuan untuk menyelesaikan kasus

terkait pembentukan dan pembubaran Organisasi Kemasyarakatan

Seharusnya Pemerintah memberikan edokasi dalam upaya merapkan

aturan perundang-undangan yang sudah diterbitkan dalam hal ini penanganan

sengketa organisasi kemasyarakat yang di atur dalam undang-undang ormas,

banyak yang menyipang dari undang-undang nomor 17 tahun 2013 dalam

menangani komplik ditubuh ormas seperti menerima pendaftaran ormas yang

sedang bersetri di internal tubuh ormas, seharusnya pemerintah dalam hal ini

Pemerintah melalui menkumham harus lebih jeli melihat segala aspek yang

berkembang sehingga dalam menerbitkan SK ormas yang bersangkutan tidak

menimbulkan komplik kembali atau setiap ormas yang sudah jelas berseteru

menkumham dalam menerbitkan SK lebih mengacu pada hasil peroses

peradilan sengketa yang sudah diputuskan oleh pengadilan disetiap tingkat

maka harus memastikan aktifitas-aktifitas organisasi bener-bener

dinonaktifkan dalam hal organisasi kemasyarakatan satu lembaga yang

memiliki dua badan pengengrusan yang sama atau bisa kita kenal dualisme,

makan kalau hal ini dibiarkan akan memicu timbulnya komplik yang sama

penegak hukum harus merespon dengan cepat agar gejolak yang ada di tubuh

internal organisasi kemasyarakatan agar tidak menimbulkan konflik

berkepanjangan sehingga terjadi tindakan yang tiak kita inginkan, untuk

menghindari hal-hal yang tidak di inginkan terjadi, segera ditangani dan

diberikan solusi perdamai dan bersatu.

Kaitannya dengan pembubaran organisasi kemasyarakatan pemerintah

menerbitkan Perppu secara benar, terperinci dan sistematis khususnya

masalah sanksi agar jarak pemberlakuanya bisa digunakan fleksibel, bisa

81

menyesuaikan dengan keadaan zaman, dan tidak menimbulkan kesan terlalu

politis dalam setiap pergantian pemerintahan menimbulkan persepsi hanya

kepentingan pemerintah.

82

Daftar Pustaka

A. Buku-buku

Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Pradnya Paramitha, Jakarta, Cet. Ke-5,

1993.

Bududu-Zain, 2011, Kamus Umum Bahasa Indinesia, Jakarta:

PustakaSinar Harapan.

Chatamarasjid ais, Badan Hukum Yayasan, PT. Citra Aditiya Bakti,

Bandung, Cet., Ke-1, 2002.

Dra.Nia Kania Winayanti, 2011, Dasar Hukum Pendirian Dan

Pembubaran Ormas, Yokyakarta: Pusta Yustisial.

E.Farnando M. Manullang, 2007, Menggapa Hukum Berkeadilan

(Tinjauan Hukum Kodrat Dan Antinomi Nilai) Jakatra: Kompas.

Emil Salim, 2010, Tanpa Pamrih Dalam Rangka Pembinaan Pedesaan,

Jakarta:Jp3es

Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga

Negara Pasca-Reformasi, Jakarta:Konstitusi Press

M. Billah, 1998, Masyarakat Sosial, Bandung: Angkasa.

M. Billah, Masyarakat sosial, Bandung: angkasa, 1998, hal.95

M. Manulang, 1989, Dasar-Dasar Manejmen,Jakarta: Ghalia Indonesia

M. Nasihimhasan, Kerjasama Lsm Pemerintah Dan Kendalanya,

Lombok:Artikel, Buletin Suadaya Membangun, Edisi Xxviii,

Tanggal 16-13 Maret 1989

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 27 K/TUN/2019

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 37 K/TUN/2016

Nia Karni Winayanti,Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas,

Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Paulus Hadisupratpto, 2008,”Metode Penelitian Hukum Normatif,

Pendekatan, Bahan-Bahan Hukum, Teknik Pengumpulan Bahan

Hukum Dan Analisisi Bahan Hukum”, Makalah, Seminar Metode

Penelitian Hukum, Forum Komunuikasi Mahasiswa Pascaserjana

Ilmu Hukum, Fakutas Hukum, Malang: Universitas Brawijaya.

Rahman Yusup, Perkumpulan Dalam Organisasi Masyarakat

(Membangun Pola Kehidupan Bermasyarakat), Citra Suara,

Jakarta, 2007.

S. Wijowasito, kamus Umum Bahasa Indonesia, Ichtiar Baru – Van

Hoeve, Jakarta, 1981.

Sabastian Saragih, 1995, Membedah Paruh Lsm, Jakarta: Puspa Swara.

83

Soekanto, Soerjono. 1986. Penagtar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga,

Jakarta: Universitas Indonesia (Ui-Press).

Soetandyo Wignjosoebroto, 1995, “Sebuah Pengantar Ke Arah

Pembincang Tentang Pembinaan Penelitian Hukum Dalam Pjp

Ii” Jakarta : BPHN Departemen Kehakiman.

Sondang P. Siagian, 1995, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.

Suwarto Yuni, Lsm Sekretariat Bina Desa, 1995, Jakarta: Laporan Ahir

Penelitian, Peningkatan Pengembangan Partisipasi Dan

Kerjasama Lsm Dengan Pemerintah Daerah Dalam Rangka

Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, Bappeda Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tirta Nugraha Mursitama, Pengkajian Hukum Tentang Peran Dan

Tanggungjawab Organisasi Kemasyarakatan Dalam

Pemberdayaan Masyaraka, Jakarta:Pusat Penelitian Dan

Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan

Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia

RI.

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum,Aneka Ilmu, Semarang.

Zainul Bahri, Kamus Umum Khususu Bidang Hukun dan Politik, PT

Angkasa, Bandung, Cet. Ke-1, 1996.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, UUD 1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1986 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986

KUH Perdata

Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Masyarakat

C. Internet

putusan.mahkamahagung.go.id

84

Artikel, Masalah Yang Akan Muncul Dalam Peleksanaan Undang-

Undang Organisasi Masyarakat. Di ambil dari www.jurnalparlemen .com,

28 Desember 2013

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tata_Usaha_Negara