44
1 BAGIAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan di Negara Indonesia tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan strategik pendidikan nasional yang andal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan global. Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk yang luar biasa banyaknya, mencapai sekitar 240 juta jiwa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem pendidikan nasional yang strategis karena begitu kompleks dan beragamnya budaya, suku, dan bahasa sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian wilayah dunia membuat Indonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi

Strategic planning

  • Upload
    unj

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAGIAN I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pendidikan di Negara Indonesia tidak

mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan

strategik pendidikan nasional yang andal.

Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi

suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi

perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi

karena perubahan lingkungan global. Pendidikan

nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia

merupakan program besar, yang menyajikan tantangan

tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk yang luar

biasa banyaknya, mencapai sekitar 240 juta jiwa dan

posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi

Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan

sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi

yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem

pendidikan nasional yang strategis karena begitu

kompleks dan beragamnya budaya, suku, dan bahasa

sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat

Indonesia.

Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian

wilayah dunia membuat Indonesia tidak bisa

terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi

2

dan informasi, membuat segala hal yang terjadi di

dunia internasional berpengaruh juga ke Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia memerlukan suatu

perencanaan strategik dalam sistem pendidikan

nasionalnya, agar sanggup menghadapi berbagai

tantangan tersebut.

Penerapan perencanaan strategis di dunia

pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang

lalu. Di saat lembaga-lembaga pendidikan dipaksa

harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di

dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa

harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang

timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan,

pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya

struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-

program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini,

sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan

perencanaan strategis sebagai alat untuk meraih

manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan

diri dengan pesatnya perubahan lingkungan (Rowley,

Lujan, & Dolence, 1997).

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) Nias Selatan merupakan Perguruan Pinggi

pertama yang ada di Kabupaten Nias Selatan dimana

sebelum pemekaran wilayah merupakan satu-satunya

Perguruan Tinggi di kepulauan Nias, yaitu Institut

3

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Pemda Nias yang

membuka kampus daerah di Telukdalam dan menjadi

cikal bakal dari lahirnya STKIP Nias Selatan yang

sebelumnya disebut IKIP Gunungsitoli Kampus II di

Telukdalam. IKIP Gunungsitoli Kampus II di

Telukdalam dimulai sejak tahun 2002 yang lalu. Oleh

Yayasan penyelenggara pendidikan di Telukdalam mulai

menyusun rencana pendirian lembaga pendidikan ini

menjadi lembaga pendidikan yang mandiri dan berdiri

sendiri. Pada tahun 2008 akhirnya STKIP Nias Selatan

yang sebelumnya IKIP Gunungsitoli Kampus II di

Telukdalam mendapatkan izin operasional sendiri dari

kementerian pendidikan dengan nomor 156/D/O/2008.

Dan pada tahun 2011 semua program Studi yang ada di

STKIP Nias Selatan sudah terakreditasi, sehingga

pada Desember 2012 yang lalu merupakan wisuda

perdana di STKIP Nias Selatan yang berjumlah 149

orang wisudawan dari 7 (tujuh) program studi.

Mahasiswa pada tahun pertama diselenggarakannya

program kelas daerah di Telukdalam pada tahun 2002

hanya berjumlah 125 orang disemua program studi yang

ada. Namun, sejak mendapatkan ijin operasional tahun

2008 hingga sekarang mengalami peningkatan jumlah

mahasiswa di STKIP Nias Selatan, seperti tabel di

bawah ini.

4

Tabel Data Mahasiswa STKIP Nias Selatan

No. Progam Studi JumlahMahasiswa

TahunAkreditasi

1 Pendidikan Pancasila Kewargaan Negara (PPKn) 430 orang

SK NO 051/BAN-PT/Ak-XIV/S1/I/2012, Tgl, 27 Januari 2012

2 Pendidikan Ekonomi (PE) 354 orangSK NO. 032/BAN-PT/Ak-XV/S1/X/2012 Tgl, 18 Oktober2012

3 Pendidikan Matematika (PM) 297 orang

SK NO.017/BAN-PT/Ak-XV/S1/VI/2012, Tgl 19 Juli 2012

4 Pendidikan Biologi (PB) 347 orangSK NO.047/BAN-PT/Ak-XIV/S1/XII/2012 Tgl, 27 Desember 2011

5 Pendidikan Bahasa Inggeris (PBI) 206 orang

SK NO. 044/BAN-PT/Ak-XIV/S1/XII/2011, Tgl, 15 Desember 2011

6 Pendidikan Bahasa Indonesia (PBInd) 456 orang

SK NO. 047/BAN-PT/Ak-XII/2011 Tgl, 29 Desember 2011

7 Bimbingan dan Konseling(BK) 316 orang

SK NO. 051/BAN-PT/Ak-XIV/S1/I/2012 Tgl, 27 Januari 2012

Sumber: BAAK STKIP Nias Selatan, 2013

Berdasarkan tabel di atas, dengan tingginya

kesadaran masyarakat dalam mendorong anaknya

mendapatkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi,

maka dibutuhkan suatu perencanaan strategik yang

handal dalam menampung dan memfasilitasi masyarakat

Nias secara umum dalam memenuhi Tujuan Pendidikan

Nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

5

Nasional dengan “Implementasi Rencana Strategi

(Renstra) Pengembangan dan Pembangunan Sekolah

Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Nias

Selatan”.

BAGIAN II

PEMBAHASAN

A. Perencanaan Strategik

Strategi merupakan tindakan yang bersifat

incremental (senantiasa meningkat) dan terus–menerus,

serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang

apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa

depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu

dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan

dimulai dengan apa yang terjadi. Thompson (1998)

menyebutkan manajemen strategi merupakan proses

manajerial untuk membentuk visi strategi, penyusunan

obyektif, penciptaan strategi mewujudkan dan

melaksanakan strategi dan kemudian sepanjang waktu

melakukan penyesuaian dan koreksi terhadap visi,

obyektif strategi dan pelaksanaan tersebut.

Perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), menggerakkan atau memimpin (actuating

atau leading), dan pengendalian (controlling)

6

merupakan fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam

proses manajemen. Jika digambarkan dalam sebuah

siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari

keseluruhan proses manajemen tersebut. Perencanaan

dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara

fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang

dilakukan berikutnya dalam proses manajemen bermula

dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: “When

planning is done well, the other management functions can be done

well.”

Perencanaan pada intinya merupakan upaya

penentuan kemana sebuah organisasi akan menuju di

masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu.

Dengan kata lain, perencanaan berarti pendefinisian

tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan

pembuatan keputusan mengenai tugas-tugas dan

penggunaan sumber daya yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan) adalah

hasil dari proses perencanaan yang berupa sebuah

cetak biru (blueprint) mengenai alokasi sumber daya

yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain

yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.

Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi

sumber daya merupakan dua kata kunci dalam sebuah

rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai

kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh

7

organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri

dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada

tingkat yang tertinggi disebut dengan tujuan

strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut

di bawahnya dijabarkan menjadi tujuan taktis

(tactical objective) kemudian tujuan operasional

(operational objective). Tujuan strategis merupakan

tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang,

sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional

adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-

sasaran yang terukur.

Masing-masing tingkatan tujuan tersebut

terkait dengan proses perencanaan. Tujuan strategis

merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat

rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis

dan tujuan operasional masing-masing merupakan

tujuan-tujuan yang harus dicapai pada rencana taktis

(tactical plan) dan rencana operasional (operational

plan).

Perencanaan strategik (strategic planning)

dipandang sebagai mode baru dalam perencanaan. Kata

“strategi” berasal dari bahasa Yunani, strategos,

yang berarti “seperangkat umum manuver, yang

dilaksanakan untuk mengatasi musuh di medan

pertempuran.” Kata “strategi” itu bahkan telah

digunakan oleh pemikir militer kuno Cina, Sun Tzu,

8

dan pemimpin Perancis, Napoleon. Pendekatan

perencanaan yang awalnya diyakini sebagai ilmunya

kaum militer tersebut selanjutnya diterapkan pada

organisasi atau pun perusahaan bisnis.

Perencanaan strategis (strategic planning)

merupakan bagian dari proses managemen strategis

yang terkait dengan proses identifikasi tujuan

jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi,

penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan

langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan

(monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka

menentukan strategi di masa depan (Nickols dan

Thirunamachandran, 2000). Secara historis,

perencanaan strategis bermula dari dunia militer.

Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis

diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan

berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960

hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an

Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits

in particular contexts."

Peristiwa itu menyadarkan orang akan perlunya

perencanaan yang lebih fleksibel, mampu memprediksi

lingkungan yang cepat berubah serta mampu berjalan

seiring dengan ketidakpastian keadaan. Perencanaan

strategik justru muncul sebagai paradigma alternatif

9

dalam bidang perencanaan, menggantikan model

perencanaan lama atau konvensional, yakni

perencanaan jangka panjang (long-term planning)

maupun perencanaan standar yang obyektif.

B. Perbedaan Dasar antara Perencanaan Strategik dan

Konvensional

Logika dasar dari perencanaan strategik

adalah bahwa dalam lingkungan dunia yang berubah

secara pesat dan tak menentu, suatu organisasi

memerlukan kemampuan untuk perubahan perencanaan dan

manajemen secara cepat. Maka kemampuan untuk

senantiasa melakukan penangkapan lingkungan

eksternal dari organisasi, serta upaya terus-menerus

untuk senantiasa melakukan penelaahan kemampuan dan

kelemahan internal, menjadi prasyarat bagi

organisasi untuk tetap strategik dan relevan.

Pada perencanaan konvensional yang merupakan

paradigma lama, perencanaan berangkat dari penetapan

tujuan jangka panjang. Berdasarkan tujuan tersebut,

segenap daya dikelola untuk mencapai tujuan

tersebut. Sebaliknya, perencanaan strategik memiliki

logika yang berbeda. Justru perencanaan strategik

berangkat dari misi, mandat, dan nilai-nilai yang

menjadi dasar suatu organisasi untuk berkembang,

serta visi organisasi di masa mendatang.

10

Analisis yang mengaitkan antara misi dan

visi, serta perkembangan lingkungan eksternal serta

kekuatan dan kelemahan internal ini, akan membawa

organisasi menemukan arah menuju yang paling

strategik. Dengan begitu, organisasi akan tetap

menjadi relevan. Disisi lain, organisasi juga tidak

mungkin menjadi pendukung yang efektif bagi

kesejahteraan komunitasnya, kecuali organisasi

tersebut meningkatkan kemampuannya untuk berpikir

dan bertindak strategik. Ada empat hal pokok yang

membedakan perencanaan strategik dengan perencanaan

jangka panjang (konvensional) bagi organisasi,

yaitu:

Pertama, meskipun keduanya berfokus pada

organisasi dan apa yang harus dikerjakan organisasi

untuk memperbaiki kinerjanya, perencanaan strategik

lebih memfokuskan pada pengidentifikasian dan

pemecahan isu-isu. Sedangkan perencanaan jangka

panjang lebih memfokuskan pada pengkhususan sasaran

(goals) dan tujuan (objectives), serta menerjemahkannya

ke dalam anggaran dan program kerja.

Kedua, perencanaan strategik lebih menekankan

pada penilaian terhadap lingkungan di luar dan di

dalam organisasi, daripada yang dilakukan

perencanaan jangka panjang. Para perencana jangka

panjang cenderung menganggap bahwa kecenderungan

11

masa kini akan berlanjut hingga masa depan.

Sedangkan perencana strategik memperkirakan

munculnya kecenderungan baru, diskontinuitas dan

berbagai kejutan.

Ketiga, para perencana strategik lebih

mungkin untuk mengumpulkan versi yang diidealkan

–“visi keberhasilan”—dan mengusahakan bagaimana visi

itu dapat tercapai, ketimbang perencana jangka

panjang. Karena rencana-rencana sering diarahkan

oleh visi keberhasilan, maka arah pada perencanaan

strategik sering mencerminkan perubahan kualitatif.

Sebaliknya, pada perencanaan jangka panjang, arah

sering kali merupakan ekstrapolasi garis lurus dari

keadaan sekarang, yang berlanjut lurus ke masa depan

berdasarkan kecenderungan yang ada sekarang.

Keempat, perencanaan strategik lebih

berorientasikan tindakan (action oriented) ketimbang

perencanaan jangka panjang. Perencana strategik

biasanya mempertimbangkan suatu rentang masa depan

yang mungkin, dan memfokuskan pada implikasi

keputusan dan tindakan masa sekarang, sehubungan

dengan rentang tersebut. Maka para perencana

strategik dapat mempertimbangkan berbagai arus yang

mungkin dalam keputusan dan tindakan, untuk berusaha

menangkap sebanyak mungkin peluang yang terbuka bagi

organisasi, agar organisasi dapat menanggapi

12

kemungkinan yang tak terduga dengan tepat dan

efektif.

Dalam buku yang berjudul Perencanaan Strategis

bagi Organisasi Sosial, Bryson mengangkat peran

kepemimpinan dalam mewujudkan perencanaan strategis.

Peran kepemimpinan tersebut menurut Bryson ada 10

hal, yaitu;

1. memahami konteks

2. memahami orang-orang yang terlibat, termasuk diri

sendiri, mensponsori proses

3. memperjuangkan proses

4. memfasilitasi proses

5. mengembangkan kepemimpinan kolektif

6. menggunakan dialog dan diskusi untuk menciptakan

proses yang bermakna

7. membuat dan melaksanakan tugas

8. menegakkan norma

9. menyelesaikan perselisihan dan mengelola konflik

dan

10. menyatukan semuanya.

C. Manfaat Perencanaan Strategik Berdasarkan Pengalaman

Empiris

Manfaat perencanaan strategis pada sektor publik

hampir sama dengan manfaat pada sektor swasta yaitu

1) Menjadikan instansi reaktif dalam menghadapi

13

perubahan situasi yang dinamis dan kompleks. 2) Alat

manajerial yang penting, 3) Mengelola untuk hasil

(managing for result), 4) Mengubah orientasi instansi

menjadi instansi berorientasi masa depan, 5)

Mejadikan instansi adaptif dan flexibel, 6)

Menjadikan instansi mampu memenuhi harapan unit

pengguna/ pelanggan, dan 7) Meningkatkan komunikasi

horizontal dan vertikal melalui peningkatan

koordinasi. Selain sudah terbukti bagi organisasi

militer dan perusahaan bisnis, perencanaan strategik

juga dapat bermanfaat bagi lembaga pendidikan,

organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat (LSM),

ataupun organisasi nirlaba (non-profit) lainnya.

Berdasarkan pengalaman empiris, ada sejumlah

indikasi manfaat perencanaan strategik bagi lembaga

pendidikan atau organisasi sosial yang

menggunakannya. Yaitu:

Pertama, perannya sangat berarti dalam membantu

organisasi untuk menetapkan isu strategik yang perlu

dan relevan untuk diperjuangkan. Banyak lembaga

pendidikan dan organisasi sosial tidak mampu

menetapkan isu strategik, sehingga perjalanan

organisasi bersifat rutin ataupun reaktif.

Kedua, perencanaan strategik bermanfaat untuk

menyadarkan keseluruhan anggota ataupun pemangku

kepentingan (stake-holders) organisasi mengenai visi,

14

misi, mandat, serta nilai-nilai yang dianut oleh

organisasi. Hal ini penting untuk menghindari

organisasi tanpa kejelasan visi dan misi, atau hanya

sebagian kecil elit organisasi yang memahami misi dan

visi organisasi, sementara sebagian besar anggotanya

tidak memahami atau tidak terlibat dalam

menetapkannya.

Ketiga, organisasi sosial yang memiliki

perencanaan strategik tidak hanya dapat membantu

suatu organisasi tetap relevan dengan perubahan

lingkungan sosial-politik, namun bahkan mampu

mempengaruhi, mengarahkan dan membentuk sistem

sosial, politik, dan ekonomi, sesuai dengan visi dan

misi organisasi.

Terakhir, perencanaan strategik sangat

bermanfaat untuk memungkinkan konsolidasi organisasi

secara berkala, yang akan membawa pada suasana

meningkatnya partisipasi keseluruhan anggota dalam

proses pengambilan keputusan yang mendasar, serta

menghindarkan terjadinya proses keterasingan

(alienasi) bagi elit organisasi terhadap massa

anggotanya.

D. Implementasi Perencanaan Strategik pada Sistem

Pendidikan Nasional di STKIP Nias Selatan

15

Perencanaan strategik juga dapat

diimplementasikan pada sistem pendidikan nasional.

Perencanaan pendidikan sendiri adalah salah satu

kebijakan pemerintah yang terkait dengan kebijakan-

kebijakan publik lainnya. Fungsi dari setiap

keputusan publik juga diintegrasikan dengan

keputusan-keputusan lainnya.

Proses perencanaan pendidikan di Indonesia

diarahkan pada relevansi, efisiensi, dan efektivitas

pendidikan, sehinga sasaran pendidikan akan tercapai

sesuai dengan tujuan yang telah digariskan. Ini pada

awalnya adalah pendekatan perencanaan konvensional.

Hanya saja dalam tataran implementasi, apa yang

telah digariskan seringkali berbeda dengan kenyataan

di lapangan, sehinga optimalisasi kinerja manajemen

pendidikan belum berjalan sesuai harapan. Dalam hal

inilah, diperlukan perencanaan strategik yang

tanggap terhadap tuntutan perubahan, tanpa melupakan

misi, visi, mandat dan nilai-nilai yang telah

ditetapkan.

Paradigma perencanaan lama yang bersifat

sentralisasi juga telah bergeser dengan lahirnya

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo No. 32 Tahun 2004

tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah. UU ini memberi kewenangan yang lebih luas

16

pada provinsi, kabupaten dan kota untuk mengelola

daerahnya masing-masing sesuai dengan aspirasi

masyarakat dan potensi yang dimilikinya. Dan, tentu

juga, agar pemerintah daerah bisa bersikap adaptif

dan kreatif terhadap perubahan lingkungan eksternal

yang cepat dan dinamis.

Dengan digariskannya kebijakan tentang Otonomi

Daerah, termasuk di bidang penyelenggaraan

pendidikan, maka implikasinya berdampak pada

perubahan sistem perencanaan.

a. Tingkat Strategi

Di dalam manajemen strategik swasta

dikenal adanya jabaran tingkat strategi:

1) Corporate Strategi:

Grand strategy yaitu: bidang yang digeluti

Enterprise strategy berupa pengumpulan atau

reaksi terhadap: respons masyarakat

2) Bisnis Strategi berupa:

Keunggulan komparatif

Keunggulan kompetitif

3) Fungsional Strategi berupa:

Fungsional ekonomi: uang, pasar, sumber

daya, pengembangan

fungsional manegemen: POAC (Planning,

Organizing, Actuating, Controlling)

Isu strategik kontrol

17

b. Isi Tipe Strategi:

1) Corporate: misi, tujuan, nilai, inisiatif

2) Program: implementasi dan dampak

3) Pendukung sumber daya: kinerja tenaga,

uang, teknologi

c. Institusional: kemampuan organisasi

1) Identifkasi stakeholder utama

2) Identifikasi lingkungan luar (O-T)

3) Identifikasi lingkungan internal (S-W)

4) Mempetakan Interaksi SWOT, sebagai berikut:

Sebagaimana implementasi pada perubahan sistem

perencanaan tersebut, STKIP Nias Selatan menggunakan

perencanaan strategik dengan analisis SWOT. Karena

melalui analisis SWOT STKIP Nias Selatan akan melihat

peluang dan ancaman yang ada dari sisi eksternal

perguruan tinggi dan tanpa mengesampingkan pengaruh-

pengaruh lain berupa kekuatan dan kelemahan dari sisi

internal. Hasil analisis tersebut dapat digambarkan

pada matriks di bawah ini.

Tabel Implementasi Perencanaan Strategik STKIP NiasSelatan dengan Strategi Analisis SWOT

EksternalInternal

Opportunity Treath

Strength DukunganPemerintah dan PT

Kompetisi danakreditasi

18

Tetangga serta UUWeakness PT Pertama

Dan KemampuanBiaya dari orang

tua

PendidikanDan Mindset

Sumber: dimodifikasi dan adaptasi dari matriks

analisis SWOT

Adapun arti atau makna dari tabel tersebut di atas

adalah:

1) SO : Dukungan Pemerintah daerah dan Pusat serta

Perguruan Tinggi lain dan Undang-Undang Pendidikan

Tinggi dalam mencapai pertumbuhan tinggi posisi

kompetitif. Menghabiskan dana besar dan dengan

harapan akan hasil besar.

2) WO : STKIP Nias Selatan merupakan satu-satunya

Perguruan Tinggi Pertama di Nias Selatan pasca

pemekaran Kabupaten Nias menjadi dua kabupaten.

Terdapatnya dukukungan dari orang tua sebagai

kekuatan yang harus dimiliki oleh lembaga

pendidikan tinggi tersebut, karena orang tua ingin

menyekolahkan anaknya dekat dengan tempat

tinggalnya tanpa meninggalkan kampung halamannya

dalam membantu orang tua. Hal ini walau mengalami

pertumbuhan rendah tetapi memiliki posisi

kompetitif. Hasil dapat diharapkan besar karena

posisi pasar kuat, diharapkan adanya investasi

karena pertumbuhan pasar naik (daya minat kuliah

19

atau sekolah tinggi akibat pemberian gratis

pendidikan) posisi ini dapat dipakai untuk

menciptakan dana surplus bagi organisasi yang cash

flownya negatif.

3) ST : Meningkatnya kompetitif Perguran Tinggi karena

untuk menghasilkan lulusan mahasiswa pertama semua

program studi harus terakreditasi, bila tidak

terakreditasi maka program studi tersebut tidak

dapat meluluskan mahasiswa, bahkan wisuda tidak

akan dilaksanakan di prodi tersebut. Posisi ini

dapat dipakai untuk membatalkan portofolio dan

legalisasi prorgam studi atau dapat pula dijadikan

sebagai pendorong penjualan (agar mendapatkan

akreditasi program studi). Posisi ini memiliki

kemungkinan memperoleh suntikan dana dari

pemerintah maupun dri LSM lokal dan internasional

di masa yang akan datang.

4) WT : Tantangan dan ancaman perguruan tinggi

terdapat pada proses perubahan tingkah laku

dimana secara teoritik bahwa pendidikan sebagai

agen perubahan. Manusia Nias dihadapkan pada

tingkat peradaban bangsa (mindset). Posisi ini

memungkinkan adanya upaya untuk menghapuskan dari

portofolio organisasi (likuidasi). Maka,

tantangan dan ancaman ini harus segera diatasi

oleh manajemen perencanaan strategik. Dituntut

20

adanya kontrol manajemen sebagai pengambil

keputusan.

Dalam hal ini, STKIP Nias Selatan akan

mengimplementasikan faktor-faktor SWOT yang terjadi

dalam organisasi, bila organisasi kependidikan ini

diposisikan pada sebuah perusahaan dan industri, maka

efek perusahaan (Firm effect) adalah lebih besar dari efek

industri (industry effect). Internal dan Eksternal Factor

Analysis Summary-nya dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel Internal dan Eksternal Factor Analysis

Summary dengan matriks analisis SWOT

STRENGTHS(S)

WEAKNESS(W)

OPPORTUNIES(O)

STRATEGI SODengan Kekuatanmeraih peluang

STRATEGI WOMengatasi

kelemahan untukmenangkap

peluang yangsesuai

THREAT(T)

STRATEGI STDengan Kekuatan

menghadapitantangankelemahan

STRATEGI WTMengatasi

kelemahan untukmengalahkan

ancaman

IFASEFAS

21

Sumber: dimodifikasi penulis,2013

Berdasarkan matriks di atas, maka dapat dijelaskan

beberapa langkah dalam memahami dan mengimplementasikan

strategi ini baik dari sisi internal maupun dari sisi

eksternal, yaitu:

a. Dari sisi Strategi SO, dengan Kekuatan meraih

Peluang

1) Undang-Undang serta Peraturan Daerah yang

mendukung lembaga pendidikan yang ada.

2) Berdirinya lembaga pendidikan tinggi sebagai

sarana dalam meningkatkan sumberdaya manusia yang

ada di pulau Nias.

3) Tingginya keinginan masyarakat dalam

menyekolahkan anaknya

b. Dari sisi Strategi WO, mengatasi Kelemahan untuk

menangkap Peluang

1) Banyaknya peserta didik (mahasiswa) perlu

tenaga pengajar yang mampu menjadi agen-agen

perubahan

2) Penyantun perguruan tinggi, dalam hal ini

Yayasan Pendidikan Nias Selatan harus

menyediakan manajemen yang andal untuk siap

berkompetisi dalam pengelolaan lembaga

Pendidikan Tinggi.

c. Dari sisi Strategi ST, dengan Kekuatan menghadapi

22

tantangan Kelemahan

1) Ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana

2) Ketersediaan sumberdaya yang ada

3) Ketersediaan Manajemen dan sumberdaya manusia

yang tidak terencana dengan baik

4) Nilai-nilai budaya yang ada harus mampu

menyeimbangkan perubahan glogal dan membendung

arus modernisasi dan kemajuan iptek.

d. Dari sisi Kelemahan dan Ancaman (WT)

1) Kurangnya dukungan pemerintah

2) Lemahnya peran lembaga swadaya masyarakat

3) Tidak adanya peningkatan sumberdaya manusia

yang ada, misalnya melalui pendidikan,

pelatihan, training atau penataran.

4) Lulusan yang ada tidak dapat memenuhi standar

Stakeholder

e.Interaksi S-W-O-T

1) Klasifikasi issu strategi berdasarkan input-

proses-output yang terjadi dilingkungan

organisasi

2) Klarifikasi setiap issue yang muncul baik dari

faktor internal maupun issue dari faktor

eksternal

3) Klasifikasi kompetitors

4) Rangking, apa yang menjadi prioritas untuk segera

diselesaikan baik di tingkat manajerial maupun di

23

tingkat staf.

5) Identifikasi kekuatan dan kelemahan

6) Siap berkompetisi

E. MBPT sebagai Wujud Implementasi Perencanaan

Strategik

Dalam mengimplementasikan desentralisasi di

bidang pendidikan, sebagai wujud konkret dari

implementasi perencanaan strategik, maka

diterapkanlah Manajemen Berbasis Perguruan Tinggi

(MBPT). Dengan MBPT, Perguruan Tinggi menjadi lebih

leluasa bergerak dalam mengelola sumberdayanya,

sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan

institusi dengan memberikan otonomi yang lebih

besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah

terhadap tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai

sarana peningkatan efisiensi pendidikan.

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menetapkan manajemen berbasis

sekolah (school based management) sebagai prinsip

utama yang harus dipegang teguh dalam pengelolaan

semua satuan pendidikan. Ketentuan ini kemudian

dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini

menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada

24

jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan

manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan

kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,

dan akuntabilitas.”

Untuk menjamin terimplementasikannya manajemen

berbasis sekolah, PP nomor 19/2005 tersebut juga

menetapkan bahwa proses pengambilan keputusan di

tingkat satuan pendidikan juga harus sejalan dengan

nafas manajemen berbasis sekolah. Pada intinya

pengambilan keputusan harus dilakukan dengan

melibatkan pihak-pihak pemangku kepentingan

(stakeholders) yang terwadahi dalam Komite Sekolah.

Artinya, perguruan tinggi ataupun institusi

pendidikan tinggi mampu untuk mengadaptasi undang-

undang tersebut sehingga kulalitas dan mutu

pendidikan tinggi dapat bersaing sebagaimana

tuntutan dan kebutuhan bangsa.

Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa

hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan

keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan

pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan

keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang

akademik dilakukan melalui rapat Senat Perguruan

Tinggi yang dipimpin oleh Ketua STKIP Nias Selatan.

Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan

25

dilakukan oleh Dewan Pendidikan dalam hal ini

komite sekolah/madrasah atau yayasan penyantun

perguruan tinggi yang dihadiri oleh ketua institusi

atau kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan

komite sekolah/madrasah atau yayasan penyantun

perguruan tinggi dilaksanakan atas dasar prinsip

musyawarah mufakat yang berorientasi pada

peningkatan mutu satuan pendidikan.

Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan

pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah

(5 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja

Satuan Pendidikan harus disetujui melalui rapat

senat akademik setelah memperhatikan pertimbangan

dari Dewan Pendidikan ataupun Komite

Sekolah/Madrasah atau Yayasan penyantun perguruan

tinggi.

Beberapa standar pengelolaan yang dikemukakan

di atas mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah

sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang

dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh

lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Institusi

dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun

hubungan kemitraan dengan dan memperkuat

partisipasi semua pemangku kepentingan

(stakeholders), bersikap lebih terbuka dan

akuntabel.

26

Kewenangan yang begitu luas yang diberikan

kepada sekolah tersebut pada gilirannya menuntut

setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah

harus beralih dari budaya dan manajemen yang

bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan

atas” yang bersifat konvensional kepada sebuah

budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil

telaah diri sebagai titik awal usaha pengembangan,

kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen

utama dalam proses pengembangan dirinya, dan

peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama

dari setiap usaha pengembangan itu.

Dalam pengelolaan yang demikian itu, proses

perencanaan akan menjadi perangkat yang esensial

dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan

standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem

perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan

pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan

mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan

dalam standar pengelolaan itu kemandirian,

kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan

akuntabilitas.

Kepala sekolah atau pimpinan tertinggi dalam

institusi pendidikan adalah sosok kunci yang

menentukan terwujudnya berbagai standar pengelolaan

satuan pendidikan sebagaimana disebutkan di atas.

27

Kompetensi pemimpin di bidang perencanaan dan

pengambilan berbagai keputusan strategis menjadi

prasyarat keberhasilan pengembangan sekolah. Untuk

itu kepala sekolah atau pimpinan harus mampu

membangun kemandirian sekolah melalui penguatan

kompetensinya di bidang perencanaan pengembangan

sekolah.

Dalam konteks perencanaan strategik, MBS

memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap,

adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan

perubahan akibat dinamika eksternal, dan pada saat

yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan

internalnya untuk terus meningkatkan diri.

Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi,

mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan

efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola

sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan

penyederhanaan birokrasi.

Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi

orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah,

peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain

yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang

kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada

tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders),

terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah

pendidikan.

28

Implikasi perencanaan strategik, yang berwujud

desentralisasi manajemen pendidikan, adalah

pemberian kewenangan yang lebih besar kepada

kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar

dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan

daerahnya. Juga, melakukan perubahan kelembagaan

untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan

efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan,

serta memberdayakan sumber daya manusia, yang

menekankan pada profesionalisme.

Perwujudan perencanaan strategik dalam

pelaksanaan MBS memerlukan upaya penyelarasan,

sehingga pelaksanaan berbagai komponen sekolah

tidak tumpang tindih, saling lempar tugas dan

tanggung jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah

ditetapkan –sebagai konkretisasi visi dan misi

organisasi—dapat dicapai secara efektif, efisien,

dan relevan dengan keperluannya.

Kepala sekolah adalah sosok kunci yang

menentukan terwujudnya berbagai standar pengelolaan

satuan pendidikan.Kompetensi kepala sekolah di

bidang perencanaan dan pengambilan berbagai

keputusan strategis menjadi prasyarat keberhasilan

pengembangan sekolah. Untuk itu kepala sekolah

harus mampu membangun kemandirian sekolah melalui

29

penguatan kompetensinya di bidang perencanaan

pengembangan sekolah.

F. Otonomi Perguruan Tinggi sebagai Wujud Perencanaan

Strategis

Otonomi universitas ternyata sudah dipikirkan

sejak dahulu oleh founding fathers pendidikan

Indonesia. Dalam Kongres Pendidikan, 4-6 Agustus

1947, di Surakarta—di antaranya dihadiri oleh Ki

Hajar Dewantara, Soepomo, Soenario Kolopaking, dan

Presiden Soekarno—telah dibahas soal otonomi.

Soepomo menginginkan agar fungsi universitas di

Indonesia sejajar dengan universitas di Eropa dan

Amerika, yaitu pusat ilmu pengetahuan dan

kebudayaan, tempat dilahirkannya calon pemimpin

bangsa. Untuk itu, universitas harus menjadi badan

hukum yang otonom. Soenario Kolopaking menegaskan

bahwa negara harus menyelenggarakan universitas

yang berbentuk badan hukum dan mempunyai

kemerdekaan seluas-luasnya dalam mengabdi ilmu

pengetahuan.

Pada 1950-an, sekali lagi dinyatakan oleh

Soepomo (Menteri Pendidikan) bahwa—karena fungsi

30

dan sifatnya—universitas tak diperkenankan menjadi

jawatan di bawah administrasi Kementerian

Pendidikan karena akan menghambat semangat akademi

dan menghalangi perkembangan kehidupan universitas.

Pemerintah harus memberi otonomi sepenuhnya pada

universitas. Beliau berharap bahwa kejayaan

Sriwijaya yang pernah menjadi pusat politik dan

pengetahuan di Asia akan kembali terjadi pada

universitas di Indonesia pada masa depan.

Praktik penyelenggaraan pendidikan yang buruk

dan berbagai ketidakpastian selama ini harus segera

diakhiri, setidaknya dilandasi oleh RUU Perguruan

Tinggi ini. Otonomi universitas akan dijalankan

dengan prinsip yang benar agar perguruan tinggi

dapat mengembangkan diri seluasnya dalam memenuhi

Tri Dharma Perguruan Tinggi dan menyejajarkan diri

dengan tuntutan ilmu pengetahuan modern.

Apa artinya otonomi? Dalam Magna Charta

Universitatum, otonomi adalah keseluruhan kemampuan

institusi untuk mencapai misinya berdasarkan

pilihannya sendiri. Dalam RUU PT Pasal 74, otonomi

diartikan: (a) universitas mengelola sendiri

lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan

tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada

masyarakat; (b) otonomi dilaksanakan sesuai dengan

dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi;

31

(c) dasar dan tujuan serta kemampuan tersebut

dinilai oleh Menteri; (d) otonomi pengelolaan

perguruan tinggi diatur dalam peraturan pemerintah.

Otonomi Perguruan Tinggi dijalankan dengan

prinsip akuntabilitas, transparansi, dan nirlaba.

Otonomi dan akuntabilitas adalah dua sisi dari koin

yang sama. Akuntabilitas memampukan institusi

meregulasi kebebasan yang ada padanya dengan cara

otonom. Otonomi dilaksanakan dalam bidang akademik

(penetapan norma, kebijakan operasional, dan

pelaksanaan Tri Dharma) dan non-akademik

(organisasi, keuangan, kemahasiswaan, sumber daya

dosen dan karyawan, sarana dan prasarana).

Diharapkan dalam kondisi semacam ini akan semakin

terbangun inovasi, kreativitas, dan keunggulan

karya akademik.

Kekhawatiran masyarakat, otonomi universitas

akan menyebabkan ketiadaan akses bagi masyarakat

kurang mampu tak beralasan. Standar biaya dan tarif

diatur oleh Menteri (Pasal 95), didukung oleh APBN

dan APBD (Pasal 96), penerimaan mahasiswa baru

diatur dan gratis (Pasal 77), perguruan tinggi

negeri mencari mahasiswa tidak mampu (Pasal 78),

bahkan ada jaminan pendanaan bagi yang lulus (Pasal

80). Komersialisasi pendidikan dijawab melalui

Pasal 70 yang mengatakan, pengaturan oleh

32

pemerintah kuat, pemilik tunggal, dan prinsip

nirlaba. Pemerintah tetap mendanai (Pasal 90, 96,

97)

Dengan demikian, kita melihat bahwa otonomi

bukanlah tujuan, melainkan cara untuk mencapai

pemenuhan hak asasi warga masyarakat terhadap

pendidikan. Negara tetap berkewajiban mendanai,

mengatur, dan mengawasi, bukan justru mengambil

dana dari masyarakat. Semua universitas di dunia

harus mengantisipasi perubahan yang tidak

terbendung, terutama kemajuan teknologi informasi.

Pada masa depan, produksi dan reproduksi ilmu

pengetahuan secara signifikan akan ditentukan

arahnya oleh sumber daya pendidik yang berkualitas

dan perpustakaan digital yang tidak mengenal batas

ruang.

Kerja dan temuan ilmiah akan semakin mampu

menjelaskan berbagai persoalan kemanusiaan,

mendukung pembangunan kesejahteraan dan peradaban

dunia. Jika hal ini dibebankan pada birokrasi

pemerintah, gelombang perubahan ini tidak akan

dapat dikejar. Inilah rupanya yang dimaksud oleh

Soepomo sebagai ”membinasakan (menghambat) semangat

akademik”.

Di negara-negara maju, seperti di Skandinavia

(Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark), universitas

33

didanai 100 persen oleh pemerintah. Masyarakat

dibebaskan dari bayaran, tetapi status universitas

adalah otonom penuh. Saat ini universitas di Asia,

seperti India dan China; di ASEAN, seperti

Singapura dan Malaysia, semakin menjadi otonom. Para

ilmuwan menyadari betul bahwa hanya dengan otonomi

dan desentralisasi akan diciptakan universitas kelas

dunia yang modern dan inovasi dapat dilakukan

secara lebih efektif daripada jika dilakukan dalam

birokasi pemerintah.

Apabila ingin sejajar dengan dunia,

universitas di Indonesia harus terbuka terhadap

perubahan dan mengikuti perkembangan kemajuan

universitas di negara-negara lain itu. Universitas

adalah kekuatan moral dan niat baik untuk

memampukan dirinya sendiri adalah suatu keharusan.

Jika hal ini tidak dilakukan sekarang, sejarah akan

mencatat utang kita kepada generasi muda yang

kehilangan kesempatan menjadi calon pemimpin bangsa

serta manusia Indonesia yang berkualitas dan

berkarakter sebagaimana dicita-citakan oleh pendiri

negeri kita.

G. Manfaat Perencanaan Strategik

STKIP Nias Selatan sebagai perguruan tinggi

satu-satu yang ada di Kabupaten Nias Selatan,

34

memahami bahwa perencanaan strategi sangat penting

sebagai proses dalam mencapai tujuan organisasi.

1. Berguna bagi perencanaan untuk perubahan dalam

lingkungan dinamik yang kompleks. Perencanaan

strategik adalah proaktif, sehingga organisasi

publik disarankan untuk proaktif mencari dan

melakukan perubahan, dan bukannya bersikap reaktif

terhadap situasi.

2. Berguna untuk pengelolaan hasil-hasil (managing for

results). Perencanaan strategik merupakan suatu

proses dari diagnosis, penetapan tujuan (objective

setting), dan pembangunan strategi (strategy building)

yang merupakan bagian penting dari manajemen yang

berorientasi pada hasil. Perencanaan strategik

berlandaskan pada pertimbangan yang hati-hati dari

suatu kapasitas dan lingkungan organisasi yang

mengarahkan pada keputusan-keputusan pengalokasian

sumber-sumber daya yang signifikan.

3. Perencanaan strategik merupakan suatu alat

manajerial yang penting. Sektor publik diharapkan

untuk memfokuskan perhatian pada pencapaian dan

peningkatan outcomes setiap tahun. Dengan kata

lain, hasil-hasil seyogianya mulai difokuskan pada

efisiensi dan efektivitas operasional. Perencanaan

strategik memungkinkan sektor publik mengembangkan

suatu sistem yang memfasilitasi peningkatan terus-

35

menerus (continuous improvement) pada semua tingkat

dalam manajemen organisasi.

4. Perencanaan strategik berorientasi masa depan.

Perencanaan strategik melibatkan suatu usaha untuk

membantu membentuk dan membimbing pada apa yang

diharapkan oleh manajemen, apa yang harus

dilakukan, dan mengapa itu dilakukan. Perencanaan

strategik membutuhkan pengumpulan informasi

berskala makro, suatu eksplorasi alternatif-

alternatif, dan merupakan suatu landasan bagi

implikasi masa depan dari keputusan-keputusan

sekarang.

5. Perencanaan strategik mampu beradaptasi

(adaptable). Meskipun perencanaan dilakukan untuk

jangka panjang, peninjauan ulang dan pembaharuan

secara teratur (regular reviews and updates) untuk

menentukan kemajuan dan menilai ulang validasi

dari rencana—berdasarkan pada isu-isu strategik

yang tidak tercakup dalam penilaian internal

maupun eksternal—akan membuat perencanaan

strategik menjadi fleksibel dan mampu beradaptasi.

Dengan demikian rencana dapat diperbaharui untuk

membuat penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan

untuk menanggapi lingkungan yang berubah dan

memanfaatkan peluang atau kesempatan yang

menguntungkan. Perencanaan strategik menetapkan

36

target untuk kinerja (targets for performance),

memfasilitasi cara-cara untuk memeriksa kemajuan,

dan memberikan panduan atau petunjuk untuk

rencana-rencana operasional dan anggaran (budgets)

yang sedang berlangsung.

6. Perencanaan strategik adalah penting untuk

mendukung pelanggan. Perencanaan strategik

menetapkan hal-hal yang dapat dilakukan oleh

organisasi untuk memenuhi ekspektasi pelanggan.

Agen-agen pemerintah harus mengakui bahwa mereka

memiliki pelanggan (customers) dan pihak-pihak yang

berkepentingan (stakeholders). Hal ini mengharuskan

adanya perubahan sikap yang didukung oleh proses

perencanaan strategik, di mana identifikasi

kebutuhan pelanggan menjadi hal yang mendasar.

7. Perencanaan strategik mempromosikan komunikasi.

Perencanaan strategik memudahkan komunikasi dan

partisipasi, mengakomodasi keinginan dan nilai-

nilai yang berbeda, membantu pembuatan keputusan

yang teratur, dan menjamin keberhasilan dari

implementasi sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan

(goals and objectives). Perencanaan strategik

meningkatkan komunikasi tidak hanya dari manajer

atas kepada karyawan atau sebaliknya, tetapi juga

lintas fungsi/divisi dan program-program.

37

Tersedia di www.keuanganlsm.com, di browsing

tanggal 14 Oktober 2013.

38

BAGIAN III

SIMPULAN

Berbagai uraian di atas, dapat dibuat

simpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan nasional bagi negara yang berpenduduk

begitu besar, multi-etnis, multi-religius,

beragam tingkat sosial-ekonomi seperti Indonesia

merupakan program besar, yang menuntut adanya

sistem pendidikan nasional yang kompleks dan

perencanaan strategis yang andal.

2. Perencanaan yang dibutuhkan itu juga bukan lagi

perencanaan konvensional biasa, tetapi

perencanaan yang mampu mengatasi perubahan

kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena

perubahan lingkungan global. Maka, Indonesia

memerlukan perencanaan strategik dalam sistem

pendidikan nasionalnya. Perencanaan strategik

bersifat lebih fleksibel, mampu memprediksi

lingkungan yang cepat berubah serta mampu

berjalan seiring dengan ketidakpastian keadaan.

3. Perencanaan strategik muncul sebagai paradigma

alternatif, menggantikan model perencanaan lama,

yakni perencanaan jangka panjang (long-term planning)

maupun perencanaan standar yang obyektif.

39

Perbedaan dasar antara perencanaan strategik dan

konvensional adalah: Pada perencanaan

konvensional, perencanaan berawal dari penetapan

tujuan jangka panjang. Berdasarkan tujuan

tersebut, segenap daya dikelola untuk mencapai

tujuan tersebut. Sebaliknya, perencanaan

strategik memiliki logika yang berbeda. Karena

perencanaan strategik berawal dari misi, mandat

atau wewenang, dan nilai-nilai yang menjadi dasar

suatu organisasi untuk berkembang, serta visi

organisasi di masa mendatang.

4. Pengalaman empiris menunjukkan, selain sudah

terbukti bagi organisasi militer dan perusahaan

bisnis, perencanaan strategik juga dapat

bermanfaat bagi lembaga pendidikan, organisasi

sosial, lembaga swadaya masyarakat (LSM), ataupun

organisasi nirlaba (non-profit) lainnya, misalnya

pada pada lembaga yang dikelola oleh Yayasan

Pendidikan Nias Selatan, yaitu STKIP Nias

Selatan.

5. Perencanaan strategik dapat diimplementasikan

pada STKIP Nias Selatan sebagaimana pada sistem

pendidikan nasional. Saat ini, paradigma

perencanaan lama yang bersifat sentralisasi telah

bergeser ke arah desentralisasi, dengan

kewenangan yang lebih luas pada provinsi,

40

kabupaten dan kota untuk mengelola daerahnya

masing-masing sesuai aspirasi masyarakat dan

potensi yang dimilikinya. Dan, tentu juga, lebih

bersifat adaptif terhadap perubahan lingkungan

eksternal yang cepat dan dinamis.

6. Sebagai wujud dari implementasi perencanaan

strategik, diterapkanlah Manajemen Berbasis

Perguruan Tinggi (MBPT). Dengan MBPT, sekolah-

sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh

pusat dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) menjadi lebih

leluasa. Dalam konteks perencanaan strategik,

MBPT memungkinkan organisasi sekolah lebih

tanggap, adaptif, kreatif, dalam mengatasi

tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan

pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan

kelemahan internalnya untuk terus mengembangkan

dan meningkatkan diri.

7. Otonomi bukanlah tujuan, melainkan cara untuk

mencapai pemenuhan hak asasi warga masyarakat

terhadap pendidikan. Negara tetap berkewajiban

mendanai, mengatur, dan mengawasi, bukan justru

mengambil dana dari masyarakat.

Dengan demikian, pengertian manajemen strategis

tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sebelumnya

terutama berkaitan dengan perencanaan strategis.

41

Berry dan Wechsler menjelaskan pengertian

perencanaan strategis sebagai suatu proses

sistematis untuk mengelola organisasi dan arah

mendatang dalam hubungan dengan lingkungan dan

permintaan stakeholder eksternal, mencakup perumusan

strategi, analisis kekuatan dan kelemahan internal

maupun eksternal, identifikasi stakeholder,

implementasi tindakan strategis, dan manajemen isu.

42

Daftar Pustaka

Bryson, John M.2008. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi

Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Daft,Robert L.201988.New Era of Mangement.

Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New

York, NY: The Free Press.

Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic

Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions,

Senior Managers and Members of Governing Bodies. In

Website: www.hefce.ac.uk.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005.

Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman

Pendidikan Nasional.

Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997).

Strategic Change in Colleges and Unviversities. San

Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.

43

Sa’ud, Udin Syaefudin, dan Abin Syamsuddin Makmun

(2007). Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan

Komprehensif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Thomson Jr. A. A. dan Strickland III, A.J., Strategic

Management: Concept and Cases. Boston: Irwin

McGraw-Hill, 1998.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005

Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Departemen Pendidikan Nasional.

IMPLEMENTASI RENCANA STRATEGI (RENSTRA) PENGEMBANGANDAN PEMBANGUNAN SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN (STKIP) NIAS SELATAN

Disusun dalam memenuhi tugas Mata Kuliah: Manajemen Perencanaan Strategik

Dosen Pengampu: Prof. Dr.Sutjipto

44

Oleh:MARTIMAN S. SARUMAHA

7617.12.0587

PROGRAM PASCA SARJANAS3 MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2013