Upload
untira
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR SEMESTER
HIDROLOGI
Disusun Oleh :
Rizki Purnama Sari
3336130879
JURUSAN TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
1
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................…..i
DAFTAR ISI......................................….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Landasan Teori ........................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Lubang Resapan Biopori.................7
B. Drainase Sumur Resapan.................8
C. Sistem Sumur Injeksi...................10
D. Pengindraan Jauh.......................11
E. Crooswave..............................12
F. Penggunaan Sistem Drainase.............13
G. Rekayasa Cuaca.........................14
H. Waduk Pengendali Banjir (FCR)..........15
I. Pemanenan Air Hujan (FWH)..............16
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ............................18
2
B. Saran .................................18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Landasan Teori
Menurut Schwab at.al (1981) banjir adalah luapan
atau genangan dari sungai atau badan air lainnya yang
disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan atau salju
yang mencair atau dapat pula karena gelombang pasang
yang membanjiri kebanyakan pada dataran banjir. Menurut
Hewlet (1982) banjir adalah aliran atau genangan air
yang menimbulkan kerugian ekonomi bahkan menyebabkan
kehilangan jiwa. Dalam istilah teknis banjir adalah
aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas
tampung sungai, dan dengan demikian, aliran air sungai
tersebut akan melewati tebing sungai dan menggenangi
3
daerah di sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa banjir adalah bencana alam yang
disebabkan peristiwa alam seperti curah hujan tinggi
yang sering menimbulkan kerugian baik fisik maupun
material.
Banjir yang terjadi pada musim penghujan sudah
menjadi peristiwa rutin di beberapa kota di Indonesia,
terutama di Jakarta. Banjir di Jakarta sesungguhnya
bukanlah masalah baru, karena banjir di Jakarta sudah
terjadi sejak masa kolonial Belanda, yakni pada tahun
16211. Dari segi geografis, empat puluh persen atau
sekitar 24.000 hektare dari seluruh wilayah DKI Jakarta
adalah dataran yang letaknya lebih rendah dari
permukaan laut. Dataran yang rendah ini dialiri oleh
tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa.
Saat ini Jakarta juga merupakan kota dengan jumlah
penduduk tertinggi di Indonesia dan jumlah ini terus
bertambah karena daya tarik kota ini sebagai pusat
perekonomian Indonesia. Tingkat pertambahan penduduk
yang tinggi ini menimbulkan tekanan yang semakin berat
pada lingkungan hidup Jakarta. Perpaduan antara kondisi
geografis berupa dataran yang rendah dan dialiri banyak
sungai, serta kian rusaknya lingkungan hidup akibat
1 Team Mirah Sakethi, Mengapa Jakarta Banjir?; Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Jakarta: PT Mirah Sakethi, 2010), h. 3
4
tekanan pertumbuhan penduduk, menyebabkan Jakarta kian
lama kian rentan terhadap ancaman bencana banjir.
Sejak ratusan tahun lalu, banjir selalu menimbulkan
kerugian yang besar bagi Jakarta dan penghuninya. Salah
satu banjir terbesar yang terjadi di Jakarta pada masa
penjahan Belanda terjadi pada tahun 1872, banjir itu
menyebabkan pintu air di depan daerah yang sekarang
berdiri Masjid Istiqlal, jebol. Sungai Ciliwung meluap
dan merendam pertokoan serta hotel di Jalan Gajah Mada
dan Hayam Wuruk. Begitu juga Gedung Harmonie, gedung
dimana kaum elit Belanda bersosia. lisasi dan berpesta,
ikut terendam. Banjir itu juga menyebabkan Rijswijk
(Jalan Veteran) dan Noordwijk (Jalan Juanda) tidak
dapat dilalui kendaraan, termasuk kawasan yang sekarang
menjadi Lapangan Banten juga terendam banjir. Banjir
yang teramat parah itu membuat lumpuh Batavia. Dua
puluh tahun kemudian, pada tahun 1893 , banjir besar
kembali melanda Batavia, pada tahun itu intensitas
curah hujan begitu tinggi sehingga belasan sungai-
sungai yang melintasi Jakarta tidak sanggup menampung
air limpasannya. Hujan deras yang disertai angin
kencang juga mengakibatkan banyak pohon tumbang. Banjir
kala itu juga menyebabkan berjangkitnya wabah penyakit
seperti kolera dan pes, sehingga banyak menimbulkan
korban jiwa penduduk Batavia. (Zaenuddin HM, 2013)
5
Banjir yang kerap melanda Jakarta pada musim
penghujan disebabkan oleh multi-faktor. Penyebab banjir
di Jakarta antara lain adalah penurunan tanah yang
rata-rata mencapai 10 cm pertahun, bahkan di beberapa
wilayah di bagian utara Jakarta laju penurunan tanah
mencapai 26 cm pertahun, penurunan tanah ini terjadi
akibat penyedotan air tanah yang begitu masif untuk
kepentingan rumah tangga dan industri. Hilangnya Hutan
Bakau di pesisir Jakarta juga merupakan salah satu
faktor penyebab banjir. Kondisi 13 sungai yang
melintasi Jakarta yang sebagian besar dalam kondisi
memprihatinkan juga memperburuk banjir di ibu kota,
sungai-sungai tersebut mengalami pendangkalan dan
penyempitan, bantaran sungainya dipenuhi oleh bangunan-
bangunan baik yang berijin maupun tidak berijin, sungai
yang dangkal dan sempit tidak lagi mampu menampung
curahan air hujan. Berkurang dan hilangnya ruang
terbuka hijau dan daerah resapan air karena disulap
menjadi perumahan mewah dan pusat-pusat perbelanjaan
besar juga berkontribusi memperburuk banjir yang
terjadi di ibu kota. Air hujan tidak bisa lagi langsung
terserap tanah, karena daerah resapan air dan ruang
terbuka hijau sudah berubah menjadi hutan-hutan beton.
Gelombang tinggi di perairan Jakarta dan air pasang
robyang terjadi bersamaan dengan turunnya hujan membuat
Jakarta semakin dikepung air, ketika kondisi ini
6
terjadi, banjir di Jakarta akan semakin buruk. Air dari
13 sungai di Jakarta tertahan dan tidak bisa langsung
mengalir ke laut, justru air dari pasang rob,2 akan
menambah debit air yang menggenangi Jakarta.
Permasalahan Banjir merupakan permasalahan yang
harus segera ditangani dan diperlukan upaya
penanggulangan secepatnya, hal tersebut dilakukan agar
banjir yang melanda Jakarta segera menemukan solusinya.
mengingat Jakarta merupakan Ibukota negara yang
merupakan citra negara dan barometer ekonomi. Usaha-
usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadinya
banjir harus segera dilakukan. Karna banjir yang
berkepanjanganan tentu akan semakin merugin banyak
pihak terutama manusia itu sendiri.
Terkait upaya dalam pengendalian banjir, berbagai
Alternatif teknologi pengendalian banjir dilakukan
dalam tujuan untuk mengendalikan aliran banjir yang
semakin meluas. Alternatif teknologi pengendalian
merupakan alternatif yang terakhir dalam penanganan
banjir setelah system Perencanaan Tata Ruang maupun
Reboisasi tidak meberikan dampak yang banyak terhadap
pengendalian banjir.
2 adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yangmenggenangi daratan
7
BAB II
PEMBAHASAN
Bencana Banjir banyak menimbulkan berbagai dampak
yang cenderung merugikan baik untuk alam maupun
kehidupan atau aktivitas manusia dan spesies lainnya.
Salah satu contoh dampak banjir misalnya pada peristiwa
banjir tinggi berkepanjangan dapat menunda pergerakan
arus lalu lintas di daerah-daerah yang tidak memiliki
jalan raya yang ditinggikan. Banjir juga dapat
mengganggu drainase dan penggunaan lahan ekonomi,
seperti mengganggu pertanian. Kerusakan struktural
dapat terjadi pada abutment jembatan, jalur perbankan,
saluran pembuangan, dan struktur lainnya dalam banjir.
Waterway navigasi dan pembangkit listrik tenaga air
sering terganggu. Kerugian finansial akibat banjir
biasanya menghabiskan jutaan dolar setiap tahun, bahkan
banyak masyrakat yang kehilangan harta bendanya pasca
banjir.
Untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan dan
kerugian akibat banjir dibutuhkan upaya pengendalian
banjir yang dapat segera direalisasikan dilapangan,
antara lain melalui penanganan jangka pendek dengan
8
bangunan pengendali banjir atau pengendalian banjir
secara structural. Masalah yang dihadapi adalah
bagaimana mendapatkan upaya penanganan yang efektif
dengan dampak negative yang ditimbulkan sedikit.
Berbagai upaya pengendalian banjir di Jakarta masih
gencar dilakukan, mulai dari Perencanaan Tata Ruang
kota hingga reboisasi tanaman, namun hal tersebut masih
belum dapat memecahkan solusi permasalahan banjir
secara cepat dan sepenuhnya. Bertambah cepatnya proses
pendangkalan sungai-sungai yang membelah Jakarta akibat
sedimentasi dan penyempitan alur sungai menjadi masalah
pokok yang memerlukan upaya perbaikan, baik upaya
dalam rekayasa secara teknis maupun dengan membangun
prasarana keairan, misalnya dengan membangun situ dan
waduk.
Terkait mendesaknya solusi yang dibutuhkan untuk
memecahkan permasalahan banjir di Ibu kota, maka perlu
adanya pemanfaatan melalui teknologi dalam
mengendalikan banjir. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
teknologi, maka sedikit banyak telah membantu mengatasi
permasalahan tersebut. Adapun upaya pengendalian banjir
melalui pemanfaatan teknologi adalah sebagai berikut :
A. Lubang Resapan Biopori
9
Bahaya banjir pada Provinsi DKI Jakarta yang
merupakan kawasan perumahan dan industri sering terjadi
akibat perubahan tata guna lahan dari areal resapan
menjadi areal kedap air. salah satu solusi untuk
mengatasi bahaya banjir di kawasan perumahan adalah
lubang resapan biopori. Teknologi lubang resapan
biopori berfungsi untuk mengurangi limpasan air hujan
dengan meresapkan lebih banyak volume air ke dalam
tanah sehingga mampu meminimalkan kemungkinan
terjadinya banjir. Studi ini bertujuan untuk mengetahui
nilai permeabilitas dan nilai laju infiltrasi.
Permasalahan yang sering kita hadapi yang berkaitan
dengan air adalah krisis air bersih dan banjir. Umumnya
di daerah padat penduduk seperti yang terdapat
diwilayah Jakarta, terjadi penurunan permukaan air
tanah yang disebabkan menurunnya kemampuan tanah untuk
meresapkan air. Pembangunan perumahan sebagai bentuk
pengembangan kota yang memicu pertumbuhan wilayah
perkotaan, hal tersebut mengakibatkan semakin
berkurangnya area resapan air hujan, karena area
resapan semakin menyempit seiring meningkatnya luas
daerah yang tertutupi oleh banyaknya gedung dan
perumahan. Selain itu, perubahan tata guna lahan dari
persawahan menjadi perumahan dapat mengancam
produktivitas lahan dan menurunkan fungsinya dalam hal
menahan dan mendistribusikan air hujan.
10
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu
dipertahankan kesetimbangan melalui proses pengambilan
dan pengisian air hujan (presipitasi dan infiltrasi)
dengan meresapkan ke dalam pori-pori / rongga tanah
atau batuan, serta dilakukan upaya konservasi air.
Lubang resapan biopori merupakan salah satu
rekayasa teknik konservasi air, berupa lubang-lubang
yang dibuat pada permukaan bumi yang berperan sebagai
pintu masuk air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.
Teknologi biopori ini akan dapat mengurangi limpasan
air hujan dengan meresapkan lebih banyak volume air
hujan ke dalam tanah sehingga dapat meminimalkan
kemungkinan terjadinya banjir.
Cara pembuatan Lubang resapan biopori adalah dengan
membuat lubang berbentuk silinder secara vertikal ke
dalam tanah dengan diameter 10 cm, dengan kedalaman
lubang 80-100cm. Lubang resapan ini bisa dibuat halam
rumah, didasar saluran air (got), batas antara tanaman
dan teras, atau pada tanah lapang berumput, dimana ada
genangan dan aliran air hujan. Lubang tersebut diisi
dengan sampah-sampah organik untuk memancing
mikroorganisme dalam tanah, pergerakan-pergerakan
mikroorganisme dalam tanah membuat alur-alur pori dalam
tanah guna mempercepat penyerapan air oleh tanah yang
11
selanjutnya disimpan pada daerah cekungan air dalam
tanah.
B. Drainase Sumur Resapan
Sumur resapan adalah memanfaatkan ruang kosong di
antara butir-butir tanah di atas permukaan air tanah
untuk mengalirkan air hujan hingga ke muka air tanah.
Dua syarat minimal yang diperlukan agar sistem sumur
resapan bekerja adalah adanya ruang antara dasar sumur
dengan muka air tanah dan permeabilitas tanah yang
cukup. Semakin besar ruang antara dasar sumur resapan
dengan muka air tanah dan semakin besar permeabilitas
tanah, semakin banyak volume air yang mengalir melalui
sumur resapan.
Oleh karena kesederhanaan prinsip kerja sumur
resapan tersebut, maka proses pembuatannya pun
cenderung lebih mudah untuk diaplikasikan. Untuk
membuat sumur resapan hal pertama yang harus diketahui
adalah kedalaman muka air tanah dari permukaan tanah.
Hal ini bisa diketahui dari kedalaman sumur di
sekitarnya. Semakin dekat muka air tanah dengan dasar
sumur resapan semakin baik karena semakin banyak air
yang bisa ditampung di dalam sumur sebelum diresapkan
ke dalam tanah. Perlu diketahui bahwa kemampuan
meresapkan air ke dalam tanah sangat kecil dibandingkan
12
debit air yang masuk ke dalam sumur, sehingga perlu
waktu lebih lama untuk mengalirkan air dari sumur
resapan ke dalam tanah dibandingkan mengumpulkan air
hujan ke dalam sumur resapan.
Perhitungan teknis biasanya diperlukan untuk alasan
efisiensi dan ekonomis. Pemerintah propinsi DKI Jakarta
telah membuat panduan teknis pembuatan sumur resapan
terkait dimensi minimal sumur resapan berdasarkan luas
lahan. Meskipun ide dasar sumur resapan adalah
meresapkan air dari atap dan daerah sekitar pemukiman
ke dalam tanah, namun pada prinsip dan prakteknya sumur
resapan bisa dibangun di mana saja. Sumur resapan bisa
dibangun secara individu oleh tiap-tiap unit rumah atau
dibangun secara komunal dalam suatu kawasan atau bisa
juga dibangun sebagai sistem drainase kawasan yang
mengalirkan tidak saja air hujan dari atap rumah tapi
juga dari air hujan yang melimpas di badan jalan,
trotoar maupun lahan parkir.
Dalam Master Plan Pengendalian Banjir DKI Jakarta
2009, pemerintah telah membagi wilayah-wilayah yang
dapat dibuat sumur resapan. Menurut master plan
tersebut, wilayah-wilayah di dekat pantai tidak bisa
dibangun sumur resapan karena elevasi muka tanah kurang
dari 5 m, namun secara teknis selama ada ruang di
antara dasar sumur dengan muka air tanah maka sumur
13
resapan dapat dibuat. Di daerah dekat pantai seharusnya
didorong untuk membuat sumur resapan untuk mencegah
terjadinya intrusi air laut yang terjadi karena
eksploitasi air tanah untuk keperluan hidup sehari-
hari.
C. Sistem Sumur Injeksi
Teknologi sumur injeksi ini telah digunakan oleh
Pemerintah Jerman untuk mengelolah natural resource
menjadi lebih berguna. Pemerintah Jerman mengunakan
tekhnologi ini untuk menjaga kestabilan tanah sehingga
bangunan yang ada diatasnya stabil dan tidak bergerak.
Selain itu sistem ini juga berfungsi untuk mencegah
intrusi air laut kedaratan.
Pada sistem ini air dimanfaatkan sebagai potensi
dalam memperbaiki lingkungan sedangkan pada sistem
waduk dan sodden air yang melimpas dialirkan kelaut
secara cuma-cuma. “Air banjir sebenarnya merupakan
potensi yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki
kondisi lingkungan, namun justru air banjir ini menjadi
bencana yang tidak pernah berkesudahan,” jelas pakar
Water Technology dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
Dr.-Ing., Ir.Mohajit, MSc dalam roundtable discussion
“Solusi Atasi Banjir Berbiaya Murah” di kawasan
14
Kalibata Jakarta, Kamis (25/12/2014). Beliau
menjelaskan solusi penanganan banjir selama ini lebih
banyak mempercepat mengalirnya air menuju sungai dan
laut, yang mengakibatkan air banjir terbuang cuma-cuma.
Pada sistem sumur injeksi, biaya yang dikeluarkan
jauh lebih murah dibandingkan dengan menyediakan waduk
atau membuat sodeta. Biaya pembuatannyapun relative
bisa mencapai sepersepuluh dari biaya membuat sodetan
atau menyiapkan waduk baru.3
Contoh nyata akibat menurunnya permukaan air tanah
adalah kemiringan gedung Menara Saidah dikawasan Cawang
Jakarta Selatan, dampak gedung tersebut tidak bisa
digunakan hingga saat ini. Dengan menerapkan teknologi
sistem injeksi tidak akan memerlukan lahan yang luas
seperti halnya membuat waduk atau sodetan, hanya cukup
dengan memilih area yang selalu banjir, maka lahan
seluas 2 meter persegi telah dapat digunakan sebagai
lahan dalam pembuatan sebuah sumur injeksi. Begitu pula
dengan teknologi yang digunakan, tidak memerlukan
teknologi mutakhir, karena sistem injeksi ini
memanfaatkan gaya grativitasi bumi.
Untuk mengatasi banjir besar dengan limpahan air
dititik maksimal 800 meter kubik/detik atau dalam
keadaan siaga satu maka diwilayah Jakarta dibutuhkan3 Menurut Dr.-Ing., Ir.Mohajit, MSc
15
2000 sumur injeksi. Pemerintah hanya mengeluarkan
anggaran sekitar satu Trilyun untuk pembuatan sumur
unjeksi ini, jumlah ini jauh lebih murah dibandingkan
dengan membuat sodetan atau waduk. 4
D. Penginderaan Jauh
Menurut Lindgren dalam Sutanto (1986) penginderaan
jauh adalah teknik yang dikembangkan untuk perolehan
dan analisis informasi tentang bumi, informasi tersebut
berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan bumi. Mather (1987)
mengatakan bahwa penginderaan jauh terdiri atas
pengukuran dan perekaman terhadap energi
elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh
permukaan bumi dan atmosfer dari suatu tempat tertentu
di permukaan bumi. Adapun menurut Lilesand et al.
(2004) mengatakan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu
dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
penginderaan jauh adalah teknik yang digunakan untuk
memperoleh data tentang permukaan bumi yang menggunakan
media satelit ataupun pesawat terbang.
4 Menurut Dr.-Ing., Ir.Mohajit, MSc
16
Jenis data penginderaan jauh, yaitu citra. Citra
adalah gambaran rekaman suatu objek atau biasanya
berupa gambaran objek pada foto. Sutanto (1986)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa alasan yang
melandasi peningkatan penggunaan citra penginderaan
jauh, yaitu sebagai berikut :
1. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala di
permukaan bumi dengan wujud dan letaknya yang mirip
dengan di permukaan bumi.
2. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala yang
relatif lengkap, meliputi daerah yang luas dan
permanen.
3. Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan
gambaran tiga dimensi apabila pengamatannya
dilakukan dengan stereoskop.
4. Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk
daerah yang sulit dijelajahi secara terrestrial.
Penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat
digunakan untuk pemetaan daerah yang rentan dan
memiliki risiko terhadap banjir. Kelebihan teknologi
ini yaitu dapat menampilkan data yang memiliki cakupan
wilayah kajian yang luas seperti di Provinsi DKI
Jakarta, sehingga analisis daerah yang rentan terhadap
banjir lebih mudah. Selain itu, dengan teknologi
17
penginderaan jauh dapat menghemat biaya, waktu dan
tenaga untuk menghasilkan data yang akurat.
E. Crooswave
Pemerintah dinas pekerjaan umum berkiblat / melihat
serta mengembangkan teknologi penanganan banjir dari
jepang yaitu crooswave. crooswave adalah teknologi dari
jepang untuk menampung air, air disalurkan disisinya
sehingga dapat menyerap ketanah. teknologi ini masih
dikembangkan dan proses penyempurnaan sistem.
Teknologi ini terdiri dari material berbahan plastik
berbentuk segitiga yang ditumpuk dan dipasang di bawah
tanah untuk menampung air. Crosswave ditumpuk satu per
satu dalam keadaan menyilang agar menciptakan ruang
untuk air hujan.
Pembangunan kolam resapan menggunakan teknologi
crooswave ini telah diterapkan disalah satu wilayah
Jakarta yaitu pada parkiran gedung Balai Besar wilYh
sungai Ciliwung – Cisadane, Cawang, Jakarta Timur. Hal
ini merupakan salah satu upaya pengendalian banjir yang
dilakukan melalui pembangunan waduk dan sumur resapan
melalui teknologi standar. 5
F. Penggunaan Sistem Drainase.
5 TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
18
Salah satu upaya dalam pengendalian banjir di
Jakarta adalah penggunaan sistem drainase. Secara umum,
drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga
lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air
tanah dalam kaitannya dengan salinitas.6
Indonesia pada umumnya dan terutama kota Jakarta
sudah mengenal sistem drainase sejak zaman kedudukan
VOC di Batavia dengan sistem yang disebut tanggul.
Namun, dua tahun setelah pembangunan tanggul tersebut
tepatnya tahun 1621 Batavia mengalami banjir besar.7
Banjir besar pun akhirnya dikenal akrab oleh masyarakat
Batavia, tercatat banjir besar setelahnya terjadi
antara lain pada tahun 1654, 1872, 1909, dan 1918. Hal
ini tentunya membuat pusing Pemerintah Pusat dan warga
Batavia.
Sistem drainase diperlukan di daerah perkotaan yang
berkembang karena adanya interaksi antara aktivitas
manusia dan siklus alami air.8 Interaksi ini memiliki
6 Dr. Ir. Suripin, M. Eng, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan (Yogyakarta: Andi, 2004), h. 7
7 Team Mirah Sakethi, Mengapa Jakarta Banjir?; Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Jakarta: PT Mirah Sakethi, 2010), h. 38 David Butler & John W. Davis, Urban Drainage; Second Edition
(London: Spon Press, 2004), h. 1
19
dua bentuk utama, yaitu air sebagai siklus alami untuk
menyediakan pasokan air bagi kehidupan manusia dan
sebagai sarana yang mengalirkan air hujan dari sistem
drainase alami di sekitarnya. Kedua bentuk interaksi
ini menimbulkan dua jenis air yang memerlukan drainase.
Jenis pertama adalah air yang digunakan untuk mendukung
kehidupan dan memenuhi kebutuhan industri. Lalu, air
yang telah digunakan tersebut menghasilkan limbah rumah
tangga yang terdiri dari air bekas mandi, cuci, kakus
(MCK) dan limbah sisa pengolahan industri. Jenis kedua
adalah aliran air hujan yang mengalir ke permukaan
tanah yang berasal dari siklus hidrologi.
Secara umum, sistem drainase kota yang efektif
kinerja dan fungsinya akan mendatangkan manfaat yang
paling berharga dalam kehidupan masyarakat, yaitu
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Tujuan khusus ini
sering diabaikan dalam praktek modern dan belum
memiliki andil penting, khususnya dalam perlindungan
terhadap penyebaran penyakit. Drainase perkotaan
memiliki sejumlah peran utama dalam mempertahankan
kesehatan dan keselamatan masyarakat. Kotoran manusia
adalah penyebab utama dalam penyebaran berbagai
penyakit menular yang dapat mengancam kesehatan
masyarakat. Drainase perkotaan memiliki peran langsung
20
dalam menghilangkan kotoran yang ada di sekitar tempat
tinggal.9
Sistem drainase yang efektif juga sangat penting
dalam menghindari munculnya genangan air setelah turun
hujan. Di mana genangan air tersebut dapat mengurangi
habitat nyamuk sehingga mengisolasi penyakit malaria
dan berbagai penyakit lainnya.10 Sistem drainase yang
efektif pun harus sejalan dengan sistem sanitasi yang
efektif pula, hal itu berguna dalam mencegah munculnya
wabah penyakit yang diakibatkan oleh air.
G. Rekayasa Cuaca
Rekayasa Cuaca atau Weather Modification Technology (WMT)
adalah upaya untuk mengubah tingkat curah hujan yang
turun secara alami dengan mengubah prosesnya secara
fisika di dalam awan. Proses fisika tersebut dapat
berupa tumbukan dan penggabungan atau proses
pembentukan es. Jadi, Rekayasa Cuaca sifatnya mengubah
bukan menghentikan. Jika disebut mengubah curah hujan
bisa diartikan secara sederhana mengurangi intensitas
curah hujan yang cukup tinggi di wilayah tertentu.
Proses Rekayasa Cuaca dilakukan dengan cara menebar
Natrium Klorida atau dikenal dengan nama garam dapur.
9 David Butler & John W. Davis, Urban Drainage; Second Edition (London: Spon Press, 2004), h. 510 ibid.
21
Dalam hal tersebut, diperlukan berton-ton garam dapur
disebar di awan di ketinggian dan lokasi tertentu.
Garam dapur tersebut akan mengikat air di awan
dalam proses kondensasi. Setelah dua jam proses
selesai, setelah memprediksi sebelumnya arah angin yang
membawa awan tersebut, maka hujan bisa diturunkan lebih
cepat di wilayah yang diinginkan. Sehingga, di lokasi
tertentu yang awalnya berpotensi hujan bisa dikurangi
intensitasnya.
H. Waduk Pengendali Banjir (Flood Control Reservoir)
Waduk pengendali banjir adalah bangunan yang
berfungsi menahan semua atau sebagian air banjir dalam
tampunganya dan mengalirkan sesuai dengan kapasitas
sungai. Sistem spillway umumnya dibangun sebagai bagian
dari waduk, dimana berfungsi untuk melepaskan bagian
banjir yang tidak bisa ditampung seperti yang terjadi
diwilayah DKI Jakarta. Tampungan puncak banjir dalam
waduk akan mengurangi debit dan elevasi muka air banjir
dibagian hilir waduk.
Tingkat perlindungan banjir dari waduk ini
tergantung dari hubungan beberapa faktor yaitu
karakteristik puncak banjir, kapasitas tampungan dan
operasi bangunan outlet spillway. Waduk yang lebih
besar mampu untuk menampung seluruh volume banjir, yang
22
dapat disimpan untuk kegunaan di masa yang akan datang
secara terkendali. Waduk yang lebih kecil hanya bisa
menampung sebagian volume banjir, tetapi dapat meredam
puncak inflow, sehingga terjadi pengurangan outflow
melewati spillway.
Dalam beberapa kasus spillway berpintu atau
bangunan outlet memungkinkan operator untuk menurunkan
muka air waduk sebelum terjadinya banjir, sehingga
tersedia kapasitas tampungan tambahan untuk menampung
banjir. Peramalan dan pemantauan banjir yang andal
adalah perlu untuk mendapatkan keuntungan penuh dari
tampungan banjir yang tersedia, baik di bawah atau di
atas elevasi muka air waduk pada keadaan untuk
beroperasi penuh.
I. Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting = RWH)
Upaya pendistribusian banjir atau air hujan perlu
menerapkan teknologi pemanenan air hujan yang tepat
memungkinkan mengubah air hujan sebagai sumber bencana
menjadi barang bernilai. Sebenarnya fasilitas pemenenan
air hujan sudah diterapkan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Konsep
pemanenan air hujan adalah penerapan konsep detensi dan
retensi, yaitu menahan atau menampung air hujan yang
selanjutnya di serapkan ke dalam tanah.
23
Detensi dan retensi adalah dua upaya dalam
menurunkan puncak banjir sehingga berkurangnya
kerusakan yang di akibatkannya. Penggunaaan dua
istilah ini seringkali tertukar artinya satu dengan
yang lain, meskipun keduanya mempunyai arti yang
berbeda. Kolam detensi adalah suatu kolam yang
dimanfaatkan untuk menampung kelebihan air banjir yang
kemudian secara perlahan dialirkan sesuai dengan
penurunan aliran yang ada di saluran drainasi atau
sungai. Sehingga arti dari kolam detensi adalah kolam
penampungan sementara aliran banjir, yang merupakan
upaya konservasi dari cara pengendalian banjir
terpadu. Kolam retensi adalah satu upaya penampungan
permanen air hujan, karena air hujan yang ditampung
sebagian diresapkan, sebagian diuapkan tetapi masih
diperlukan limpasan langsung sebagai pengamanan
sistim. Tujuan pemanfaatan kolam retensi dan kolam
retensi adalah untuk menurunkan puncak banjir dan
memperbaiki kandungan air tanah suatu wilayah.
Tujuan pengembangan dan penerapan fasilitas
pemanenan air hujan diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan keberlanjutan ketersediaan air
permukaan dan air tanah
24
2. Konservasi air dengan menampung kelebihan air yang
akan masuk sungai dan mengurangi air yang terbuang
percuma ke laut selama musim penghujan
3. Mengamankan kawasan perkotaan maupun perdesaan
dari banjir dengan menahan air di daerah
tangkapannya
4. Menurunkan laju erosi
5. Memperbaiki lingkungan perkotaan maupun perdesaan
6. Memperbaiki kualitas air.
Selain upaya-upaya pengendalian banjir dengan
pemanfaatan teknologi, maka diperlukan pula
pengendalian oleh manusia itu sendiri, adanya
keseimbangan antara manusia dengan ekosistem alamlah
yang menjadi kunci utama dari segala permaslahan
lingkungan, dengan menjaga dan memelihara alam maka
tidak akan ada dampak yang merugikan baik untuk alam
maupun manusia itu sendiri.
Menjaga ekosistem alam adalah hal yang mudah namun
kebanyakan masyarakat khususnya di Indonesia masih
sangat rendah tingkat kesadarannya terhadap kepedulian
pada lingkungan. Dengan melakukan hal-hal yang positif
dan menjaga lingkungan, kita dapat membantu dalam
mengatasi solusi kerusakan lingkungan termasuk banjir.
Misalnya dengan cara memfungsikan sungai dan selokan
sebagaimana mestinya. Sungai dan selokan adalah tempat
25
aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi
tempat sampah. Menanam pohon dan pohon-pohon yang
tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon adalah salah satu
penopang kehidupan di suatu kota.
`
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa banjir yang melanda Provinsi DKI
Jakarta disebabkan oleh sungai-sungai yang mengalami
pendangkalan dan penyempitan serta berkurangnya
ruang terbuka hijau dan daerah resapan air akibat
pembangunan, sehingga aliran sungai di Jakarta
tertahan dan tidak bisa langsung mengalir ke laut
melainkan menggenangi Jakarta.
Permasalahan Banjir merupakan permasalahan yang
harus segera ditangani dan diperlukan upaya
26
penanggulangan secepatnya. Berbagai upaya
pengendalian banjir di Jakarta masih gencar
dilakukan, mulai dari Perencanaan Tata Ruang kota,
reboisasi tanaman, hingga pemanfaatan teknologi
dalam pengendalian banjir, seperti Lubang Resapan
Biopori, Drainase Sumur Resapan, Sistem Sumur
Injeksi, Pengindraan Jauh, Crooswave, Penggunaan
Sistem Drainase, Rekayasa Cuaca, Waduk Pengendali
Banjir (FCR) dan Pemanenan Air Hujan (FWH).
B. Saran
1) Menjaga dan memelihara lingkungan alam.
Misalnya dengan tidak membuang sampah dan tidak
menebang pohon sembarang.
2) Pemerintah diharapkan memberikan peraturan dan
sanksi yang tegas terhadap pembangunan liar
yang menyebabkan penyempitan ruang terbuka
hijau dan penyempitan aliran sungai.
3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan menjaga
kelestariaan lingkungan agar terciptanya
keseimbangan ekosistem antara manusia dan alam
yang saling bergantungan.
DAFTAR PUSTAKA
27
Lili Somantri, 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan jauh untuk mengidentifikasi kerentanan dan risiko banjir. Jurnal (Online)
(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314541-LILI_SOMANTRI/hidrologi-jurnal_GEA.pdf diakses pada minggu 27 Desember 2014)
M.Hafizh, Terunajaya. Kajian Efektifitas Lubang resapanbiopori dalam merudiksi debit banjir akibat air limpasan hujan. Jurnal Teknik Sipil USU (Online)
(http://download.portalgaruda.org/ diakses pada minggu 27 Desember 2014)
Penerapan Metode Penelusuran Banjir (Flood Routing) Untuk Program Pengendalian Dan Sistem Peringatan Dini Banjir.
(http://wxmod.bppt.go.id/JSTMC/hpstmc/VOL03/pdf/vol3no1-08.pdf diakses pada minggu 27 Desember 2014)
Ibnu Azis. Rekayasa Cuaca adalah Upaya Mengubah TingkatCurah Hujan.2014
(http://sidomi.com/274241/rekayasa-cuaca-adalah-upaya-mengubah-tingkat-curah-hujan/ diakses pada minggu 27 Desember 2014 )
Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase, 2009.
(http://www.tribunnews.com/nasional/2013/03/26/pemanfaatan-simbat-untuk-mencegah-banjir-di-jakartadiakses pada minggu 27 Desember 2014 )
Pakar ITB: Sistem Sumur Injeksi Solusi Atasi Banjir Berbiaya Murah. 2014.
(http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/25/pakar-itb-sistem-sumur-injeksi-solusi-atasi-banjir-berbiaya-murah diakses pada minggu 27 Desember 2014)
28
Dinas PU DKI Jakarta. Bebas Banjir 2025. (https://bebasbanjir2025.wordpress.com/konsep-pemerintah/dinas-pu-dki-jakarta-2/ diakses pada minggu 27 Desember 2014)
Lili Somantri. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengidentifikasi Kerentanan Dan Risiko Banjir. 2008. Jurnal (Online)
(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314541-LILI_SOMANTRI/hidrologi-jurnal_GEA.pdf diakses pada minggu 27 Desember 2014)
Inilah Solusi Bebas Banjir: Biopori(http://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/03/12/inilah-solusi-bebas-banjir-biopori-536306.html diakses pada minggu 27 Desember 2014)
LAMPIRAN
29