Upload
ui
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
THEORY OF MEDIA & THEORY OF SOCIETY (TEORI MEDIA & TEORI KEMASYARAKATAN)
Media, Masyarakat, dan Budaya : Hubungan dan Konflik
Teori masyarakat dan media
Masyarakat dan budaya memang suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan lagi. Pada kenyataanya dalam teori media berhubungan
masyarakat dan budaya. Komunikasi massa dapat ditentukan sebagai
fenomena “sosial” maupun “kultural.” Institusi media massa merupakan
bagian dari struktur masyarakat dan infrastruktur teknologinya
merupakan bagian dari ekonomi dan dasar kekuatan dimana ide-ide ,
imej-imej dan informasi yang disebarkan oleh media dengan jelas
merupakan aspek-aspek penting dari kultur atau kebudayaan.
Ada dua proposisi berlawanan yang ditawarkan oleh Rosengren
(1981b): ‘struktur sosial mempengaruhi kebudayaan’; dan
kebalikannya, ‘kebudayaan mempengaruhi struktur sosial.’ Hal ini
memberikan empat opsi yang tersedia untuk menggambarkan hubungan
antara media massa dan masyarakat seperti yang ditunjukkan dalam
gambar 4.1.
Sosial structureInfluence culture
Yes No
Culture influences social structure
Yes
No
Interdepedence, saling mempengaruhi, media cerminan keadaan
masyarakat.
Idealism, media memiliki peran besar dalam menyebarkan nilai-nilai,
maupun falsafah hidup.
Materialism, budaya ditentukan faktor ekonomi dan struktur sosial yg
dominan. Siapa yang memiliki modal, dialah yang menguasai media.
Autonomy, pada kelompok dan wilayah tertentu media sebagai alat
struktur sosial tidak mampu menjangkau budaya lokal.
Dua opsi yang tersisa—interdependence (saling ketergantungan) dan
autonomy (otonomi)—memiliki perkembangan teoritis yang sedikit
berbeda, meskipun terdapat dukungan yang sangat sesuai dalam
pengertian dan dari sisi pembuktian bagi keduanya.
Teori-Teori
Interdependence atau saling ketergantungan menyatakan bahwa media
massa dan masyarakat merupakan sebuah interaksi secara terus menerus
dan saling mempengaruhi satu sama lain (seperti halnya masyarakat
dan kebudayaan).
Opsi otonomi, masyarakat yang secara kultural sangat serupa
terkadang dapat memiliki sistem media yang sangat berbeda. Posisi
otonomi juga mendukung mereka yang skeptis terhadap kekuatan media
dalam mempengaruhi ide-ide, nilai dan perilaku—misalnya, menurut
dugaan mempromosikan kesesuaian, menstimulasikan ‘modernitas’ atau
kehancuran identitas kebudayaan atau negara-negara yang kurang
memiliki kekuatan.
Komunikasi Massa sebagai Proses Sebuah Masyarakat Luas : Mediasi dari Hubungan Sosial dan Pengalaman
Institusi media secara esensial memperhatikan atau
menitikberatkan pada produksi dan distribusi ilmu pengetahuan
seperti memberikan persepsi, dan definisi kita mengenai
realitas sosial dan normalitas bagi tujuan-tujuan public,
pembagian kehidupan sosial, dan merupakan kunci dari sumber
standar, model dan norma-norma.
Konsep Mediasi dan Metafora MediasiMediasi juga menyatakan beberapa bentuk hubungan. Pada umumnya,
gagasan mediasi dalam arti campur tangan media antara diri kita dan
‘realitas’ tidak lebih dari sekedar metafora, meskipun hal tersebut
mengarah pada beberapa peranan yang dimainkan oleh media dalam
menghubungkan kita dengan pengalaman-pengalaman yang lain.
Box. 4.1 Persepsi dari Peranan Mediasi
Sebagai sebuah jendela dari sebuah peristiwa dan pengalaman yang
memperluas pandangan kita memungkinkan kita untuk melihat diri
kita sendiri mengenai apa yang sedang terjadi, tanpa
intervensi dari yang lainnya.
Sebagai sebuah cermin dari sebuah peristiwa dalam masyarakat dan
dunia, yang menyatakan refleksi yang tepat (walaupun dengan
inversi dan distorsi yang mungkin bagi sebuah imej), meskipun
sudut dan arah dari cermin itu ditentukan oleh yang lainnya,
dan kita tidak begitu leluasa melihat apa yang kita inginkan.
Sebagai sebuah filter atau penyaring atau penjaga pintu, bertindak
memilih bagian-bagian dari pengalaman untuk perhatian khusus
dan menutup pandangan lainnya baik yang disengaja ataupun
tidak disengaja.
Sebagai sebuah papan petunjuk, petunjuk atau interpreter, yang
menunjukkan cara dan pengertian dari apa yang menjadi teka-
teki ataupun fragmen (bagian terpisah)
Sebagai sebuah forum atau podium untuk menyampaikan informasi
dan ide-ide pada audiens, seringkali dengan kemungkinan-
kemungkinan untuk respon dan timbal balik.
Sebagai sebuah disseminator (penyebar) yang membuat informasi
tidak tersedia bagi semua.
Sebagai teman berbicara (interlocutor) atau rekan informan dalam
sebuah perbincangan yang merespon pada pertanyaan-pertanyaan
dalam cara interaksi yang berpura-pura.
Kerangka Rujukan Untuk Menghubungkan Media dengan Masyarakat
Gagasan umum bahwa penempatan komunikasi massa diantara realitas
dengan persepsi dan pengetahuan kita yang merujuk pada proses yang
spesifik pada analisis di tingkatan yang berbeda. Model yang
diciptakan Westley dan MacLean (1957) mengindikasikan bahwa
dibutuhkan elemen tambahan untuk lebih menjelaskan kerangka rujukan.
Yang paling signifikan adalah gagasan bahwa media dicari oleh
lembaga pengaara sebagai jaringan untuk meraih masyarakat umum dan
untuk menyampaikan pandangan mereka pada even atau peristiwa
tertentu. Ini adalah bentuk antara politikus dan pemeritah,
pengiklan, pemimpin agama, bberapa pemikir, penulis dan artis, dan
sebagainya. Kita diingatkan bahwa pengalaman selalu dimediasi oleh
lembaga masyarakat (termasuk keluarga), dan yang terjadi adalah
bahwa mediator baru (komuniksi massa) yang dapat memperluas,
bersaing, mengganti atau bahkan melawan usaha-usaha dari institusi
social lainnya.
Gambar sederhana dari “dua tahap” (atau lebih) proses hubungan yang
dimediasi dengan realitas sangatlah rumit karena faktanya media
massa bukanlah sepenuhnya agen bebas didalam hubungannya dengan
masyarakat. Mereka adalah subjek control formal dan informal oleh
beberapa lembaga (termasuk diri mereka sendiri) yang tertarik dlam
mempertajam persepsi public terhadap realitas. Sasaran mereka tidak
selalu sesuai dengan dengan tujuan menyiarkan kebenaran suatu
realitas. Sebuah pandangan abstrak mengenai “mediasi realitas”
berdasarkan Westley dan Maclean yang juga merefleksikan poin ini,
digambarkan pada Gambar 4.2. media menyediakan penontonnya sejumlah
informasi, gambar, cerita, dan kesan, terkadang memenuhi kebutuhan
mengantisipasi, terkadang dibantu dengan tujuan mereka sendiri
(missal: meningkatkan pendapatan, pengaruh), dan terkadang mengikuti
keinginan dari lembaga lain (seperti iklan, membuat propaganda,
menggambarkan sosok yang baik, mengirimkan informasi). Pemberian
keragaman dalam pemilihan dan aliran dari “gambaran realitas”, kita
dapat melihat bahwa mwdiasi tidak mungkin berjalan secara netral.
Realitas akan selalu menjadi perluasan yang dipilih dan dikonstruksi
dan aka nada bias tertentu. Ha ini akan merefleksikan khususnya
kesempatan berbeda yang tersedia untuk meningkatkan akses media dan
juga pengaruh logika media dalam mengkonstruksi realitas.
Gambar 4.2. juga merepresentasikan fakta bahwa pengalaman selalu
dimediasi oleh media massa. Masih ada jaringan kontak langsung
dengan institusi social (seperti partai politik, organisasi, dan
gereja). Terdapat beberapa pengalaman individu yang dilaporkan di
media ( seperti kriminalitas, kemiskinan, penyakit, peran dan
konflik). Sumber informasi yang beragam (termasuk hubungan langsung
dengan orang lain, dan melalui internet) mungkin tidak seutuhnya
dari mereka, namun mereka menyediakan pemeriksaan pada kecukupan dan
reliabilitas dari integrasi yang dimediasi oleh kepura-puraan“.
Gambar 4.2. kerangka rujukan bagi teori formasi media dan
masyarakat; Media terletak diantara pengalaman pribadi seseorang
dengan peristiwa yang jauh dan kekuatan sosial
Tema I : Kekuasaan dan Ketidaksetaraan
Media selalu berhubungan dalam cara yang berlaku untuk kekuasaan ekonomi dan politik. Buktinya dapat dilihat dari, media memiliki biaya ekonomi dan nilai atau harga yang merupakan tujuan dari kompetisi untuk kontrol dan akses. Selain itu, media merupakan subyek untuk politik, ekonomi, dan peraturan hukum dan juga media secara umum merupakan alat dari kekuasaan dengan potensi untuk memberikan pengaruh dalam berbagai hal.
Efek atau Aspek dari Kekuatan Media Massa :• Menarik & Mengarahkan Perhatian Publik• Pendekatan dalam permasalahan opini & kepercayaan• Mempengaruhi perilaku • Mendefinisikan Realitas• Memberikan Status and legitimasi• Informasi ekstensif dan cepat, namun selektif.
Dua Model dalam Kekuatan Media (Media Power) :
1. Media Dominan=> pandangan bahwa media sebagai kekuatan untuk mengontrol
2. Media Pluralis => lawan dari media dominan, dimana media amat sangat memiliki diferensiasi
Dominance PluralismSumber Sosial Kelas Pemerintah atau
Elit DominanGrup yang bersaing secara politik, sosial, dan budaya
Media Dibawah kepemilikan yang terkonsentrasi pada tipe yang seragam
Banyak dan saling indepent satu sama lain
Produksi Terstandarisasi Kreatif, bebas, asli,dan terkontrol
Isi dan Pandangan Dunia
Selektif dan diputuskan dari “atas”
Terbagi-bagi dan terlihat bersaing, respon untuk pemintaan audiens
Audience (Penonton) Tergantung, pasif, terorganisasi pada skala besar
Terbagi-bagi, selektif, reaktif, dan aktif
Efek Terorganiasi dalan skala besar, Kuat danberkonfirmasi dari pemerintahan sosial
Banyak, tanpa konsistensi atau prediksi, tapi seringkali tidak memiliki efek atau akibat
Pertanyaannya adalah apakah kekuatan media dalam suatu hal yang benar. Ada beberapa kasus dimana pemilik media menggunakan posisi mereka memajukan tujuan politik atau keuangan tertentu. Dapat dikatakan, media bisa mengerahkan kekuatan atau kekuasaan tanpa tanggung jawab dan menggunakan perlindungan atau berperisan dengan kebebasan pers untuk menghindari akuntabilitas. Diskusi ini dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut :
Kekuasaan dari Mass Media?
- Apakah Media Dibawah Kontrol?- Jika iya, siapa yang mengontrol media dan atas kepentingan
milik siapa?- Bagaimana dengan realita masyarakat yang berlangsung?- Seberapa efektif pencapaian media?
- Apakah Media Massa mempromosikan lebih banyak atau lebih kurang kesamaam dalam masyarakat?
- Bagaimana akses media untuk pengalokasian dan diperoleh?- Bagaimana media menggunakan kekuasaan mereka untuk
mempengaruhi?- Apakah media memiliki kekuasaan untuk mereka sendiri?
Tema II : Integrasi Sosial dan Identitas
Pandangan Ganda pada Media
Media pada awalnya diasosiasikan dengan masalah-masalah seperti, laju urbanisasi, mobilitas sosial, dan penolakan terhadap komunitas tradisional. Media dimaksudkan menjadi penyambung atau penghubung sosial untuk immoralitas dan kriminal yang terjadi. Pada abad 19 danawal abad 20 di Jerman, Hanno Hardt menggambarkan pers untuk peran integrasi dalam masyarakat. Prinsip-prinsipnya, antara lain :
- Memberikan kepemimpinan untuk publik- Membantu membangun ruang publik- Menyediakan pertukaraan ide antara pemimpin dan masyarakat- Memberikan kebutuhan untuk informasi- Sebagai suatu cerminan bagi masyarakat
Komunikasi massa dalam prosesnya, ditandai dengan indivudalistis, umum, dan mengisolasi yang menuju kepada level yang rendah dari solidaritas dan rasa kebersamaan. Sebagai contoh, di masa sekarang adanya kecanduan televisi dimana berhubungan dengan pengurangan dariaktivitas sosial. Selain itu, media juga menggambarkan dan membangkitkan nilai-nilai baru yang dapat menggeser nilai-nilai tradisional.
Ambivalensi Mengenai Integrasi Sosial
Dampak media terhadap masyarakat dapat terjadi secara centripetal dan centrifugal. Dampak centripetal maksudnya dampak dalam pembentukan kesatuan, kelas, hubungan dan integrasi sosial. Sedangkan dampak centrifugal maksudnya rangsangan terhadap perubahansosial, kebebasan, individualisme, dan perpecahan.
Untuk dapat mengerti situasi yang rumit ini, ni membantu dalam
memikirkan dua versi teori media , dalam hal ini sentrifugal dan
sentripetal yang mana masing-masing memiliki posisi pada dimensi
evaluasi, maka dibawah ini terdapat 4 perbedaan posisi teori yang
berkaitan dengan integrasi social:
1. Kebebasan, keragaman. Ini versi optimis kecenderungan media
memiliki efek terpecah pada masyarakat yang juga bisa
membebaskan. Media menyebarkan ide-ide dan informasi baru
serta meningkatkan pergerakan, perubahan, dan modernisasi
2. Integrasi, solidaritas. Versi ini memiliki efek ebaliknya dari
komunikasi massa yaitu sebagai pemersatu masyarakat yang
menekankan pada kebutuhan terhadap rasa identitas, rasa
memiliki, dan kewarganegaraan, terutama dibawah kondisi
perubahan social
3. Normessness, kehilangan identitas. Pandangan alternative yang
lebih peseimistis dari kebebasan yang lebih besar, yaitu tidak
terpengaruh, kehilangan keyakinan, tidak menentu, dan
masyarakat kekurangan dalam hal kohesi sosisal dan modal
social.
4. Dominasi, keseragaman. Masyarakat dapat terintegrasi dan
diatur secara berlebihan, membimbing pada control pusat dan
keselarasan, dengan media massa sebagai alat control
Gambarann situasi dari konsekuensinya digambarkan sebagai berikut :
Tema III : Perubahan dan Perkembangan Sosial
Pertanyaan kunci yang muncul dari diskusi sebelumnya adalah apakah
komunikasi massa seharusnya dilihat sebagai penyebab atau dampak
dari perubahan social. Dimanapun media mmpunyai pengaruh, mereka
jugs menyebsbksn perubahan social. Pilihan antara pemusatan atau
pembubaran social adalah dua jenis perubahan yang telah didskusikan.
Seperti yang kita lihat, tidak ada jawaban sederhana yang dapat
diharapkan, dan teori berbeda menawarkan versi alternative dari
sebuah hubungan. Isu tersebut merupakan jalan alternative dari
hubungan 2 elemen dasar:
1) Teknologi komunikasi serta bentuk dan isi media
2) Perubahan social (struktur social dsn susunan kelembagaan)
3) Perpindhan antara sejumlah opini, keyakinan, nilai, dan
praktek.
Semua konsekuensi dari media massa tersebut berpotensi menimbulkan
pertanyaan menyangkut perubahan social, namun umumnya relevn karena
teori tersebut telah menjadi menjadi isu ‘penentuan teknologi’ dan
berpotensi menggunakan media massa dalam proses perkembangan.
Pertama merujuk pada dampak terhadap perubahan media komunikasi di
masyarakat. Kedua merujuk pada pertanyaan yang lebih praktis tentang
apakah media massa dapat digunakan pada perkembangan ekonomi dan
social (sebagai mesin perubahan atau pengali modernisasi)
QUESTION 4.6
Kisah kemunculan media cenderung menggambarkan media sebagai
kekuatan yang progresif, terutama dikarenakan hubungan antara
demokrasi dan kekebebasan serta antara media dengan pasar terbuka
dan perdagangan bebas. Misalnya, teori kritis telah melihat media di
era modern sebagai konformis dan bahkan pembangkang. Pada awal abad
20 an, di masa Nazi Jerman dan Uni Soviet, media ditugaskan sebagai
alat perubahan, bahkan dengan sukses.
Kasus “modernisasi” dan perkembangan di Negara dunia ketiga menerima
banyak perhatian pada awal perang dunia kedua, ketika komunikasi
massa dilihat, terutama di Amerika Serikat, sebagai kekuatan dalam
menyebarkan cita-cita Amerika ke seluruh dunia dan pada saat yang
sama juga membantu perlawanan terhadap komunisme. Namun ini juga
dikembangkan sebagai instrumen yang efektif dalam perkembangan
social dan ekonomi, konsisten dengan semangat perdagangan bebas.
Beberapa dampak diprediksi mengikuti dari konten media massa Amerika
Serikat. Hal ini meliputi: aspirasi konsumen, nilai dan praktek
demokrasi, ide-ide kebebasan, dan melek huruf. Kemudian, terdapat
investasi yang besar dalam proyek komunikasi yang dirancang untuk
menyebarkan inovasi teknik dan social (Rogers dan Shoemaker, 1973).
Hasilnya sangatlah sulit untuk dievaluasi dan usaha digambarkan
secara berangsur-angsur menjadi berlebihan atau tidak mungkin untuk
mengajak di dunia yang telah berubah.
Dalam tahun-tahun belakangan, perubahan terbesar yang dikaitkan
dengan media massa telah bertransisi dari komunisme di Eropa setelah
1985. Peran media dala hal ini masih diperdebatkan, meskipun proses
glasnost memberikan bagian bagi media untuk bermain dalam perubahan
internal Uni Soviet, dan sekali memulainya mereka sepetinya
memperkuat hal tersebut.
Tema IV : Jarak dan Waktu
Komunikasi memiliki dimensi jarak dan waktu dan juga berfungsi
‘membangun jembatan’ terhadap diskontinuitas yang diciptakan oleh
jarak dan waktu. Terdapat banyak aspek bagi masing-masing persoalan.
Komunikasi memungkinkan perluasan aktivitas dan persepsi manusia
yang melewati jarak. Yang paling jelas, dalam bentuk transportasi
yang kita naiki dari satu tempat ke tempat lain, pengalaman dan
horizon kita meluas. Komunikasi simbolis dapat mencapai efek yang
sama dari sesuatu tanpa harus berpindah secara fisik. Kita juga
disediakan peta atau petunjuk ke tempat dan rute yang dituju. Lokasi
aktivitas kita disebut jaringan komunikasi, dengan membagi bentuk
percakapan serta diekspresikan dalam bahasa dan bentuk ekspresi
lainnya. Sesungguhnya, semua bentuk komunikasi simbolis ( buku,
seni, music, surat kabar, film, dll) diidentifikasi engan lokasi
khusus dan memiliki jarak “pengiriman” yang bervariasi yang dapat
diidnetifkasi secara geografis. Proses komunikasi massa adalah khas,
menjelaskan dan mencatat dalam jarak, dengan merujuk pada sebagian
pasar, peredaran atau area penerimaan, “pencapaian” penonton, dan
lain-lain. Pada saat yang sama, akhir dari biaya dan kapasitas
mendesak perpindahan elektronik yang berarti bahwa komunikasi tidak
lama lagi menghubungkan ke banyak kawasan, dalam artian, tidak
terbatas.
Unit politik dan social berkaitan dengan wilayah dan menggunakan
banyak jenis komunikasi untuk mengirimkan hal ini. Komunikasi selalu
dimulai pada satu titik dan diterima oleh satu atau banyak titik
lainnya. Jembatan yang dibangun dan jarak fisik sepertinya dikurangi
oleh penurunan komunikasi dan penerimaan. Internet telah menciptakan
berbagai jenis “jarak nyata” dan peta baru menuju itu, terutama yang
telah menunjukkan jaringan antarkoneksi. Teknologi baru telah
memungkinkan pesan dikirim ke pihak yang memiliki jarak. Laporan
tersebut dapat diteruskan, namun kesempurnaan tema jarak trsebut
dapat dihargai.
Banyak kesamaan diatas dalam kaitannya dengan waktu. Keragaman dan
kecepatan jaringan bagi perpindahan dan pertukaran komunikasi telah
membuat proses kontak yang cepat dengan sumber dan tujuan lainnya
setiap hari. Kita tidak lagi lama menunggu berita atau menunggu
untuk mengirimnya, dari lokasi manapun. Hal ini secara efektif tidak
ada pembatasan waktu terhadap informasi yang kita kirim. Tidak ada
pembatasan waktu saat kita menerima apapun yang ingin kita terima.
Teknologi penyimpanan dan akses memungkinkan kita untuk mengabaikan
pemaksaan waktu selama komunikasi. Hal-hal yang membutuhkan banyak
waktu untuk melakukannya. Meskipun teknologi baru membuatnya
smenjadi mungkin dan mudah untuk menyimpan kenangan serta informasi
yang kita inginkan, informasi dan budaya sepertinya menjadi lebih
cepat kuno dan hilang. Keterbatasannya disusun oleh kapasitas
manusia dalam memproses berbagai hal dengan lebih cepat.
Permasalahan yang digembar-gemborkan secara berlebihan telah
pengalaman sehari-hari. Apapun biaya dan keuntungannya, sangatlah
sulit untuk menolak sifat revolusioner dari perubahan akhir-akhir
ini.
Media-Teori Kemasyarakatan I : Masyarakat Luas
Teori masyarakat massa dibangun berdasarkan konsep “massa”. Teori
ini menekankan pada ketergantungan dari lembaga-lembaga yang
menggunakan kekuatan dan memasukkan media ke dalam sumber kekuatan
dan otoritas social. Konten media menyangkut pemegang kekuasaan
politik dan ekonomi. Media tidak dapat diharapkan untuk menyediakan
sebuah kritik terhadap dunia, dan kecondongan mereka akan membantu
dalam pertolongan pada public yang begantung pada nasibnya.
Model “Dominasi Media” menguraikan refleksi dari pandangan
masyarakat massa. Teori masyarakat massa memberikan keunggulan pada
media sebagai factor penyebab. Hal ini meletakkan banyak sekali ide
bahwa media menawarkan sebuah sudut pandang terhadap dunia, sebuah
pengganti atau lingkungan yang palsu, yang berarti maipulasi manusia
namun juga merupakan bantuan terhadap proses bertahan hidup bagi
mereka pada saat kondisi sulit. Menurut C. Wright Mills (1951:333),
diantara kesadaran dan keberadaan komunikasi, yang mempengaruhi
kesadaran sehingga manusia memiliki keberadaannya.
Masyarakat massa, keduanya dipisah dan dikontrol secara terpusat.
Media terlihat berkontribusi mengontrol karakter masyarakat dalam
skala besar, jauh dari kelembagaan, isolasi individu, dan kurang
kekuatan lokal atau ingrasi kelompok. Mills (1951,1956) juga
menekankan pada penolakan masyarakat asli dari teori demokrasi
klasik dan penggantiannya oleh oleh sejumlah orang yang tidak
menyadari tujuan mereka sendiri dalam kehidupan politik. Penyesalan
tersebut telah muncul akhir-akhir ini oleh pendapat mengenai
penolakan “lingkungan public” terhadap debat demokrasi dan politik,
dimana skala besar, komersialisasi media massa telah dipraktekkan.
Meskipun bentuk “masyarakat massa” tidak lama lagi diminati,
pemikiran bahwa kita hidup di masyarakat massa yang bertahan dalam
beragam komponen yang saling berhubungan. Hal ini mencakup sebuah
harapan terhadap alternative “communitarian” ke era individulistis
sebagaimana sikap kritis terhadap kekosongan yang dianggap benar,
kesepian, tekanan, dan kehidupan konsumtif di era pasar bebas saat
ini. Hal ini memperluas pengabaian public terhadap demokrasi politik
dan berkurangnya partisipasi yang juga sering dihubungkan dengan
kesinisan dan manipulasi penggunaan media massa oleh politikus dan
partainya.
Kelimpahan dan keragaman bentuk dari media lama dan baru pun muncul,
untuk mengurangi/merusak validitas teori masyarakat massa di dalam
gambaran media sebagai salah satu pondasi dari masyarakat massa. Di
sisi lain, media eektronik baru telah memberikan harapan terhadap
masyaakat dapat menjalankan perlawanan terhadap tesis masyarakat
massa yang terpusat. Control monopoli terhadap kemunculan media
massa original kini ditantang oleh kehadiran media online yang lebih
dapat diterima oleh banyak kelompok, pergerakan maupun setiap
individu. Hal ini tidak hanya menantang kekuatan ekonomi dari media
lama namun juga akses ke penonton nasional disaat mereka memiliki
pilihan sendiri. Terdapat sisi gelap terhadap visi ini, karena
internet terbuka terhadap control dan pengawasan populasi di dunia
maya dan hal ini tidak dikontrol oleh konglomerasi media.
Media-Teori Kemasyarakatan II : Marxisme dan Ekonomi Politik
Walaupun Karl Marx sendiri hanya mengenal pers sebelum pers
berfungsi sepenuhnya menjadi media massa, namun beberapa tradisi
analisis Marxis untuk media dalam masyarakat kapitalis masih
relevan. Ada beberapa varian dari analisis Marxis-terinspirasi dari
media modern, digabungkan menjadi 'kritis ekonomi politik' masa kini
(Murdock dan Golding, 2005).
Pertanyaan bahwa kekuasaan merupakan pusat interpretasi Marxis untuk
media massa. Walau bervariasi, hal ini selalu menekankan fakta
bahwa pada akhirnya mereka adalah instrumen kontrol oleh dan untuk
kelas penguasa. Teks pendiri adalah Ideologi Jerman Marx, di mana ia
menyatakan:
Kelas yang memiliki alat-alat produksi memiliki kendali pada saat
yang sama atas alat-alat produksi mental sehingga, secara umum, ide-
ide dari orang-orang yang tidak memiliki alat-alat produksi mental
tunduk kepadanya. [dikutip dari Murdock dan Golding, 1977: 15)
Teori Marxis berpendapat bahwa ada hubungan langsung antara
kepemilikan ekonomi dan penyebaran pesan yang menegaskan legitimasi
dan nilai dari sebuah kelas masyarakat. Pandangan ini didukung di
zaman modern dengan bukti kecenderungan untuk terjadinya konsentrasi
besar kepemilikan media oleh para pengusaha kapitalis (misalnya
Bagdikian, 1988; McChesney, 2000) dan oleh banyak bukti korelatif
kecenderungan konservatif dalam isi media sangat terorganisir
[misalnya Herman dan Chomsky, 1988).
Versi revisionis teori media Marxis pada abad kedua puluh lebih
berkonsentrasi pada ide-ide daripada struktur material. Mereka
menekankan efek ideologis media untuk kepentingan kelompok penguasa,
dalam 'mereproduksi' eksploitasi dasar hubungan dan manipulasi, dan
legitimasi dominasi kapitalisme dan subordinasi dari kelas pekerja.
Louis Althusser (1971) mengatakan bahwa proses ini bekerja dengan
cara apa yang disebut 'aparat negara ideologis [ideological state
apparatus]' (semua sarana sosialisasi, berlaku), yang dibandingkan
dengan 'aparat negara represif ['repressive‘state apparatuses’]’
(seperti tentara dan polisi), memungkinkan negara kapitalis untuk
bertahan hidup dengan jalan mengarahkan kekerasan. Gramsci [1971]
konsep hegemoni berhubungan dengan kecenderungan ini. Marcuse (1964)
mengartikan media, bersama dengan unsur-unsur lain dari sistem
produksi massal, seperti yang terlibat dalam 'penjualan' atau
memberlakukan sistem sosial yang pada saat yang sama baik diinginkan
dan represif.
Apapun itu, pesan dari teori Marxis adalah sederhana, tapi
pertanyaan tetap tidak terjawab. Bagaimana mungkin kekuatan media
bisa diatasi atau ditolak? Apa posisi dari bentuk media yang tidak
jelas dalam kepemilikan kapitalis atau dalam kekuasaan negara
(seperti surat kabar independen atau penyiaran publik)? Kritik media
massa dalam tradisi Marxis mengandalkan senjata paparan propaganda
dan manipulasi (misalnya Herman dan Chomsky, 1988; Herman 2000) atau
menggantungkan harapan mereka pada beberapa bentuk kepemilikan
kolektif atau media alternatif sebagai tandingan bagi kekuatan media
kelas kapitalis. Pewaris kontemporer utama teori Marxis dapat
ditemukan dalam teori ekonomi politik.
Teori ekonomi politik adalah pendekatan kritis sosial yang berfokus
terutama pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri
media dan konten ideologis media. Dari sudut pandang ini, lembaga
media yang harus dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi,
memiliki hubungan dekat dengan sistem politik. Konsekuensinya harus
diamati dalam pengurangan sumber media independen, konsentrasi pada
pasar terbesar, menghindari risiko, dan mengurangi investasi dalam
tugas-tugas media yang kurang menguntungkan (seperti liputan
investigatif dan dokumenter pembuat film). Kita juga mendapati
pengabaian kecil kepada pemirsa potensial yang miskin dan
pemberitaan politik tidak seimbang dari media berita.
Kekuatan utama dari pendekatan terletak pada kapasitasnya untuk
membuat proposisi dapat diuji secara empiris tentang penentuan
pasar, meskipun yang terakhir begitu banyak dan kompleks bahwa
demonstrasi empiris tidak mudah. Sementara pusat pendekatan pada
aktivitas media sebagai proses ekonomi yang mengarah ke komoditas
(produk media atau konten), ada varian dari pendekatan politik-
ekonomi yang menunjukkan bahwa produk utama media benar-benar
penonton. Hal ini mengacu pada fakta bahwa mereka memberikan
perhatian penonton kepada pengiklan dan membentuk perilaku publik
media dalam cara yang berbeda tertentu (Smythe, 1977). Apa media
komersil menjual ke klien mereka profile pelanggan potensial yang
relevan. Perspektif ini lebih sulit untuk diterapkan pada iklan
online dan khususnya untuk mesin pencari sebagai kendaraan utama
iklan (Bermejo, 2009, dan lihat di bawah, p.402).
Pendekatan ekonomi politik sekarang sedang diterapkan untuk kasus
Internet. Fuchs (2009) didasarkan pada ide-ide Smythe dalam
menunjukkan bahwa kunci untuk perekonomian lntemet terletak terutama
dalam komodifikasi pengguna platform akses gratis yang memberikan
target untuk pengiklan dan penerbit serta sering menyediakan konten
tanpa biaya untuk jaringan penyedia dan pemilik situs. dalam kasus
situs yang sangat populer seperti Myspace dan YouTube, perbedaan
dari komunikasi massa tidak begitu jelas.
Relevansi teori politik-ekonomi telah sangat meningkat menjadi tren
dalam bisnis media dan teknologi (mungkin juga ditingkatkan dari
analisis ketat Marxis). Pertama, telah terjadi pertumbuhan
konsentrasi media di seluruh dunia, dengan semakin banyak daya
kepemilikan yang terkonsentrasi di sedikit tangan dan dengan
kecenderungan untuk merger antara perangkat keras dan perangkat
lunak elektronik lndustries (Murdock, 1990; McChesney, 2000; Wasko,
2004). Kedua, telah terjadi 'ekonomi informasi' global yang
berkembang (Melody, 1990; Sussman, 1997), yang melibatkan
konvergensi meningkat antara telekomunikasi dan penyiaran. Ketiga,
telah terjadi penurunan di sektor publik dari media massa dan di
telekomunikasi kontrol publik secara langsung (terutama di Eropa
Barat), di bawah bendera 'deregulasi', 'privatisasi' atau
'liberalisasi' (McQuail dan Siune, 1998; van Cuilenburg dan McQuail,
Z003]. Keempat, ada pertumbuhan daripada pengurangan masalah
ketidaksetaraan informasi. Ungkapan 'kesenjangan digital' mengacu
pada ketidaksamaan dalam akses dan penggunaan fasilitas komunikasi
canggih (Norris, 2002], tetapi ada juga perbedaan kualitas
penggunaan potensial. usulan penting dari teori politik-ekonomi
(lihat Kotak 4.9) tidak berubah sejak jaman dulu, tapi ruang lingkup
untuk aplikasi yang lebih luas (Mansell, 2004).
4.9 Kritis politik-ekonomi
Teori: Proposisi Utama
Kontrol ekonomi dan logika penentu.
Struktur Media selalu cenderung ke arah monopoli.
Integrasi global kepemilikan media dikembangkan
Isi dan penonton yang dikomodifikasi.
Keragaman nyata menurun
Suara oposisi dan alternatif yang terpinggirkan
Media - Teori Kemasyarakatan III : Fungsionalisme
Teori fungsionalis menjelaskan praktek-praktek sosial dan lembaga
dalam hal ‘kebutuhan’ masyarakat dan individu (Merton, 1957).
Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang sedang berjalan
terkait bagian kerja atau subsistem, masing-masing membuat
kontribusi penting untuk kelangsungan dan ketertiban. Media dapat
dilihat sebagai salah satu sistem ini. Kehidupan sosial yang
diselenggarakan dikatakan memerlukan perawatan lanjutan dari
gambaran yang lebih atau kurang akurat, konsisten, mendukung dan
lengkap dari kerja masyarakat dan lingkungan sosial. Dengan
menanggapi tuntutan individu dan lembaga secara konsisten bahwa
media mencapai hal yang diinginkan sehingga bermanfaat bagi
masyarakat secara keseluruhan.
Teori ini menggambarkan bahwasannya media pada dasarnya
memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri dan mengoreksi diri
sendiri. Sementara apolitis dalam perumusan, hal itu sesuai dengan
konsep pluralis dan voluntaris pada mekanisme dasar dalam kehidupan
sosial dan memiliki bias konservatif sejauh bahwa media lebih
cenderung dilihat sebagai sarana mempertahankan masyarakat bukan
sebagai sumber perubahan besar
4.9 Kritis politik-ekonomi
Teori: Proposisi Utama
Kontrol ekonomi dan logika penentu.
Struktur Media selalu cenderung ke arah monopoli.
Integrasi global kepemilikan media dikembangkan
Isi dan penonton yang dikomodifikasi.
Keragaman nyata menurun
Suara oposisi dan alternatif yang terpinggirkan
Meskipun fungsionalisme dalam versi awal sebagian besar telah
dibuang dalam bidang sosiologi, akan tetapi tetap bertahan sebagai
suatu pendekatan terhadap media dalam bentuk-bentuk baru (misalnya.
Luhmann, 2000] dan masih memainkan peran dalam membingkai dan
menjawab pertanyaan penelitian tentang media. Fungsi Ini tetap
berguna untuk beberapa tujuan deskripsi dan menawarkan bahasa untuk
membahas hubungan antara media massa dan masyarakat dan seperangkat
konsep yang telah terbukti sulit untuk digantikan. Terminologi ini
memiliki keuntungan karena masih digunakan oleh sebagian besar
komunikator massa dan dipahami secara luas oleh khalayak.
Menentukan fungsi-fungsi sosial media
Fungsi utama dari komunikasi dalam masyarakat, menurut Lasswell
(1948), adalah pengawasan lingkungan, korelasi bagian-bagian
masyarakat dalam menanggapi lingkungannya, dan transmisi warisan
budaya. Wright (1960) mengembangkan skema dasar untuk menggambarkan
banyak efek media dan menambahkan hiburan sebagai media kunci
keempat dari fungsi media. Fungsi ini dapat menjadi bagian dari
penyebaran budaya tetapi memiliki aspek lain - yang menyediakan
hadiah masing-masing, relaksasi dan pengurangan ketegangan, yang
membuatnya lebih mudah bagi orang untuk mengatasi masalah-masalah
kehidupan nyata dan bagi masyarakat untuk menghindari kerusakan
(Mendelsohn, 1966). Dengan penambahan item kelima, mobilisasi -
dirancang untuk mencerminkan aplikasi yang luas komunikasi massa
untuk propaganda politik dan komersial.
Fungsi media dalam masyarakat:
Informasi
• Menyediakan informasi mengenai kejadian dan kondisi dalam
masyarakat dan dunia.
• Menunjukkan hubungan kekuasaan.
• Memfasilitasi inovasi, adaptasi dan kemajuan.
Korelasi
• Menjelaskan, menafsirkan, dan mengomentari makna peristiwa dan
informasi.
• Memberikan dukungan untuk mendirikan otoritas dan norma-norma.
• Alat sosialisasi.
• Mengkoordinasikan kegiatan yang terpisah.
• Membangun konsensus.
• Mengatur perintah prioritas dan sinyal status relatif.
Kontinuitas
• Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui subkultur dan
perkembangan budaya baru.
• Membangun dan merawat nilai-nilai bersama.
Hiburan
• Menyediakan hiburan, pengalihan dan sarana relaksasi.
• Mengurangi ketegangan social.
Mobilisasi
• Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang,
pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang-kadang agama.
Teori IV Media Kemasyarakatan : Konstruksi SosialTeori V Media Kemasyarakata
Media - Teori Kemasyarakatan IV : Masyarakat Informasi
4.10 Teori Fungsionalis Media
Proposisi Utama
Media merupakan institusi masyarakat.
Mereka melakukan tugas yang diperlukan dari urutan. kontrol dan
kohesi.
Mereka juga diperlukan untuk adaptasi dan perubahan.
Fungsi dikenali dalam efek media.
Manajemen ketegangan.
Ada juga efek berbahaya yang tidak diinginkan yang dapat
“Asumsi transisi revolusi sosial sebagai hasil dari teknologi
komunikasi baru sudah bersama kita untuk beberapa waktu, meskipun
tidak tanpa kritik.” (Leiss 1989, Ferguson: 1992, Webster 1995;2002)
Berdasarkan teori di atas, Ferguson memperlakukan
‘determinisme neo-teknologi’ ini sebagai sistem kepercayaan yang
cenderung beroperasi sebagai ramalan. Istilah ‘revolusi komunikasi’
bersama dengan istilah ‘informasi masyarakat’ kini datang untuk
hampir diterima sebagai deskripsi tujuan dari waktu kita dan dari
jenis masyarakat yang muncul.
Tampaknya istilah ‘informasi masyarakat’ berasal dari Jepang
pada tahun 1960-an (Ito: 1981) selain itu, asal-usul ini biasanya
ditelusuri dengan konsep masyarakat pasca industri disusun pertama
kali oleh sosiolog bernama Daniel Bell (1973). Sumber lain adalah
ide dari sebuah ‘informasi ekonomi’ yang dikembangkan oleh seorang
ekonomika bernama Machlup (1962) dan Porat (1997). Karya Bell
merujuk kepada tradisi yang berhubungan dengan berbagai jenis
masyarakat untuk berhasil pada tahap pembangunan ekonomi dan sosial.
Karateristik utama dari masyarakat pasca industri ditemukan
pada adanya kenaikan sektor jasa relatif ekonomi untuk memproduksi
atau bidang pertanian dan dengan demikian dominasi ini bentuk kerja
dari ‘berbasis informasi’. Pengetahuan teoritis (ilmiah, ahli,
berbasis data) telah menjadi faktor kunci dalam perekonomian,
melampaui bentuk fisik tanaman dan tanah sebagai basis kekayaan.
Korelatifnya, pada sebuah ‘kelas baru’ marak munculnya hubungan
personal berdasarkan kepemilikan pengetahuan dan keterampilan.
Sebagian besar tren pasca industri yang diamati, terlihat
untuk mempercepat pada kuartal terakhir di abad kedua puluh.
Produksi dan distribusi informasi dari semua jenis, terutama
menggunakan teknologi berbasis komputer telah menjadi sektor utama
perekonomian itu sendiri.
Selain mengumpulkan bukti pentingnya informasi dalam
perekonomian kontemporer dan masyarakat, belum ada banyak
kesepakatan atau kejelasan tentang konsep ‘informasi masyarakat'.
Menurut pendapat Melody (1990 26-27) menjelaskan informasi
masyarakat hanya sebagai orang-orang yang telah menjadi 'tergantung
pada jaringan informasi elektronik yang kompleks dan yang
mengalokasikan sebagian besar sumber daya mereka untuk kegiatan
informasi dan komunikasi. Van Cuilenburg (1987) menempatkan
karakteristik utama sebagai peningkatan eksponensial dalam produksi
dan arus informasi dari semua jenis, sebagian besar sebagai akibat
dari pengurangan biaya beserta miniaturisasi dan komputerisasi.
Namun, ia juga meminta perhatian pada ketidakmampuan relatif kita
untuk memproses, menggunakan atau bahkan menerima lebih banyak
pasokan yang meningkat dari informasi. Sejak itu, ketidakseimbangan
ini telah menjadi jauh lebih besar. Pengurangan biaya transmisi
terus berjalan untuk bahan bakar proses pertumbuhan eksponensial.
Timbulnya sensitivitas yang terus menurun menjauhkan biaya dan terus
meningkatkan kecepatan volume dan interaktivitas kemungkinan untuk
komunikasi.
Meskipun pentingnya tren sedang berlangsung, setiap
transformasi revolusioner dalam masyarakat belum benar-benar telah
ditetapkan terjadi, sebagai lawan langkah lebih lanjut dalam
perkembangan kapitalisme (Schement dan Curtis, 1995: 26). Apa yang
masih hilang adalah bukti transformasi dalam hubungan sosial
(Webster: 1995). Beberapa komentator telah menekankan peningkatan
'keterkaitan' tersebut dari masyarakat sebagai akibat dari
‘informasi masyarakat' tren meluas ke tingkat global. Menurut Neuman
(1991: 12), ini adalah 'logika di balik terjunnya teknologi baru'
yang mendasari.
Beberapa penulis (misalnya van Dijk, 1993; Castells, 1996)
memilih untuk menggunakan istilah 'jaringan masyarakat' bukan ‘
informasi masyarakat'. Van Dijk (1999) menyatakan bahwa masyarakat
modern adalah dalam proses menjadi masyarakat jaringan: 'suatu
bentuk masyarakat yang semakin mengorganisir hubungan di jaringan
mediasecara bertahap menggantikan atau melengkapi jaringan sosial
dari komunikasi tatap muka'. Sebuah struktur jaringan masyarakat
kontras dengan pusat-pinggiran dan masyarakat massa hierarkis, atau
yang sebagian besar sesuai dengan model birokrasi tradisional
organisasi yang khas masyarakat industri di abad kesembilan belas
dan kedua puluh. Ini menunjukkan banyak kalangan yang tumpang tindih
komunikasi baik secara vertikal dan maupun horizontal. Jaringan
tersebut dapat berfungsi untuk pengecualian tetapi dapat tetap
terhubung. Media massa tradisional menunjukkan struktur yang mirip
dan termasuk dalam semuanya.
Ide keterkaitan yang merujuk pada aspek lain dari masyarakat
kontemporer yang telah menarik komentar, adalah ketergantungan
tingkat tinggi pada orang lain. Ini tidak ide baru karena itu dasar
dari teori sosial Durkheim mengenai pembagian kerja. Tetapi dapat
dikatakan bahwa perubahan kualitatif dalam era kita, hasil dari
tinjauan lanjut teknologi informasi ke dalam setiap aspek kehidupan,
terutama di mana mesin cerdas menggantikan agensi manusia. Salah
satu aspek yang telah ditekankan oleh Giddens (1991) adalah sejauh
mana kita harus menaruh kepercayaan dalam sistem pakar dari semua
aspek untuk menjaga kondisi normal kehidupan. Kita juga hidup dengan
peningkatan kesadaran risiko seperti aspek kesehatan, lingkungan,
ekonomi dan militer yang sama-sama berasal dari sirkulasi publik
terhadap informasi dan juga diatur dengan mengacu pada informasi.
Pada opini lain, Giddens mengacu pada dunia global sebagai salah
satu 'di luar kendali - dunia pelarian' (1999: 2). Selain itu, akan
terlihat bahwa budaya masyarakat kontemporer, dalam arti tradisional
dari kegiatan mental, simbolis, dan cara-cara adat yang bebas dari
kewajiban penting, dimana sebagian besar didominasi oleh sejumlah
pelayanan informasi disamping media massa.
Dimensi penting, meskipun tidak berwujud, konsep 'informasi
masyarakat' adalah fakta bahwa hal ini telah ada untuk menjadi
bagian dari kesadaran diri kontemporer, dan dalam beberapa versi hal
tersebut hampir menjadi sebuah pandangan dunia baru. Misalnya, de
Mue (1999) membandingkan transisi berlangsung untuk pengembangan
mekanik di abad ke tujuh belas dan delapan belas. Dia menulis:
“while the mechanistic world view is characterized by the postulates of analysability lawfulness and contollability, the informationistic world view is characterized by the postulates of synthesizability, programmability and manipulability ... it fundamentally alters human experience and the evaluation of andassociation with reality.”
Berdasarkan teori de Mue (1999) di atas yang menyatakan bahwa
sedangkan pandangan dunia mekanistik ditandai dengan dalil-dalil
kemampuan analisis keabsahan dan pengendalian, pandangan dunia
informasi ditandai dengan dalil-dalil kemampuan sintesis, kemampuan
program dan kemampuan memanipulasi ... fundamental itu mengubah
pengalaman manusia dan evaluasi dan asosiasi dengan realitas.
Bagi orang lain, informatization berkonotasi versi baru dari
kemajuan pada semua aspek dan masa depan dengan cakrawala tak
terbatas, lebih atau kurang di kelanjutan dari model yang sudah kita
miliki. Dibuatnya media massa telah memerankan bagian penting dalam
mempublikasikan sebuah 'euforia' dan utopis untuk melihat potensi
media baru (Rossler: 2001). Perspektif ini membawa beberapa bagasi
ideologis, cenderung sah beberapa tren waktu (misalnya kepercayaan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi sebagai solusi untuk
masalah) dan mendelegitimasi orang lain (terutama politik ideologis
tentang kelas dan ketimpangan). Dengan menekankan cara dan proses
komunikasi dan dimensi kuantitatif perubahan, hal itu menekankan
konten yang tepat dan tujuan dari semuanya. Dalam hal ini, hubungan
dengan postmodernisme juga bisa dibuat. Hal ini setidaknya terlihat
bahwa penafsiran yang sangat berbeda memungkinkan.
Meskipun wawasan tersebar semacam ini, konsep masyarakat
informasi telah didominasi oleh pertimbangan ekonomi, sosiologis,
geografis dan teknologi. Dimensi budaya telah relatif diabaikan,
selain dari pengakuan volume besar informasi dan produksi simbolis,
dan jika kita melihat pemikiran postmodernis sebagai mengisi
kesenjangan ini. Munculnya sebuah 'budaya informasi' yang membentang
ke dalam semua aspek kehidupan sehari-hari mungkin lebih mudah untuk
ditunjukkan daripada realitas masyarakat informasi.
Jelas bahwa 'informasi ekonomi' jauh lebih besar dari media
massa sendiri, dan teknologi informasi utama yang terlibat tidak
mereka produksi massal dan distribusi bahan cetak untuk umum atau
massal umum diseminasi oleh penyiaran atau rekaman elektronik. Dapat
dikatakan bahwa kelahiran 'usia informasi', meskipun diramalkan oleh
komunikasi massa, menandai jalan sejarah baru dan terpisah. Tentu
saja, media massa yang mapan sebelum informasi seharusnya 'revolusi'
dan mungkin lebih baik dianggap sebagai bagian dari era industri
bukan penggantinya. Ada suara-suara awal yang meramalkan kematian
media massa justru karena munculnya teknologi informasi baru yang
dikatakan untuk membuat mereka usang (misalnya Maisel, 1973).
Konsep masyarakat informasi belum secara universal diterima
sebagai manfaat untuk analisis, alasan telah dijelaskan sebagian
seblumnya. Masalah utama adalah kurangnya dimensi politik terbuka,
karena tampaknya tidak memiliki inti tujuan politik, hanya sebuah
(kaitan) tak terelakkan logika teknokratik itu sendiri (van Dijk:
1999). Dalam hal ini sangat dominan untuk populer dan intelektual di
kalangan 'Barat'. Gambaran tersebut cukup jelas bahwa dalam beberapa
konteks, gagasan masyarakat informasi telah dimanfaatkan untuk
kebijakan publik dengan tujuan teknokratis untuk negara atau wilayah
bangsa (Mattelart: 2003). Konsensus umum tentang pentingnya
perubahan yang terjadi dalam teknologi komunikasi tidak disertai
dengan suara penuh tentang konsekuensi sosial. Hassan (2008)
berpendapat bahwa ide masyarakat informasi pada dasarnya ideologis
dan mendukung proyek ekonomi neo-liberal yang menguntungkan sebagian
besar dari interkonektivitas global.
Kesimpulan
Berbagai perspektif teoritis tentang hubungan antara media dan
masyarakat yang beragam budaya, menekankan penyebab dan jenis
perubahan yang berbeda dan menunjuk ke jalan yang berbeda di masa
depan. Para teoritis tersebut tidak dapat disatukan secara
keseluruhan, karena mereka mewakili posisi pertentangan filosofis
alternatif dan preferensi metodologis. Namun demikian, kita dapat
membuat beberapa pernyataan mereka dalam hal dimensi utama dari
pendekatan, yang masing-masing menawarkan pilihan perspektif dan /
atau metode. Pertama, ada perbedaan antara kritis dan lebih atau
kurang positif pandangan perkembangan yang dipermasalahkan. Meskipun
penyelidikan ilmiah mencari tingkat objektivitas dan netralitas, ini
tidak mencegah antara baik diterima atau ditolak dari kecenderungan
yang ditunjukkan oleh teori. Sehubungan Marxisme, teori ekonomi
politik dan teori masyarakat massa, ada komponen kritis inbuilt.
Sebaliknya, fungsionalisme bersandar ke arah yang positif sejauh
kerja media yang bersangkutan. Teori masyarakat informasi terbuka
untuk pandangan-pandangan kritis dan positif, sedangkan
konstruksionisme sosial dan teknologi determinisme terbuka berakhir.
Kedua, ada perbedaan antara yang lebih sosial-sentris dan
lebih melihat media-sentris. Kita dapat melihat media yang baik
tergantung pada masyarakat dan mencerminkan kontur atau sebagai
penggerak utama dan pembentuknya. Teori media-sentris utama adalah
yang berkaitan dengan teknologi komunikasi dan masyarakat informasi.
Tentu saja ada variabel lain yang perlu dipertimbangkan, terutama
yang berkaitan dengan pendekatan dan metode inkuiri. Metode
humanistik, kualitatif dan spekulatif dapat dipilih sebagai ganti
metode obyektif tradisional penelitian 'ilmiah' (lihat Rosengren:
1983).
Kesimpulan