28
THEORY OF MEDIA & THEORY OF SOCIETY (TEORI MEDIA & TEORI KEMASYARAKATAN) Media, Masyarakat, dan Budaya : Hubungan dan Konflik Teori masyarakat dan media Masyarakat dan budaya memang suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan lagi. Pada kenyataanya dalam teori media berhubungan masyarakat dan budaya. Komunikasi massa dapat ditentukan sebagai fenomena “sosial” maupun “kultural.” Institusi media massa merupakan bagian dari struktur masyarakat dan infrastruktur teknologinya merupakan bagian dari ekonomi dan dasar kekuatan dimana ide-ide , imej-imej dan informasi yang disebarkan oleh media dengan jelas merupakan aspek-aspek penting dari kultur atau kebudayaan. Ada dua proposisi berlawanan yang ditawarkan oleh Rosengren (1981b): ‘struktur sosial mempengaruhi kebudayaan’; dan kebalikannya, ‘kebudayaan mempengaruhi struktur sosial.’ Hal ini memberikan empat opsi yang tersedia untuk menggambarkan hubungan antara media massa dan masyarakat seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.1. Sosial structure Influence culture Yes No Culture influences social structure Yes No

THEORY OF MEDIA & THEORY OF SOCIETY (TEORI MEDIA & TEORI KEMASYARAKATAN)

  • Upload
    ui

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

THEORY OF MEDIA & THEORY OF SOCIETY (TEORI MEDIA & TEORI KEMASYARAKATAN)

Media, Masyarakat, dan Budaya : Hubungan dan Konflik

Teori masyarakat dan media

Masyarakat dan budaya memang suatu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan lagi. Pada kenyataanya dalam teori media berhubungan

masyarakat dan budaya. Komunikasi massa dapat ditentukan sebagai

fenomena “sosial” maupun “kultural.” Institusi media massa merupakan

bagian dari struktur masyarakat dan infrastruktur teknologinya

merupakan bagian dari ekonomi dan dasar kekuatan dimana ide-ide ,

imej-imej dan informasi yang disebarkan oleh media dengan jelas

merupakan aspek-aspek penting dari kultur atau kebudayaan.

Ada dua proposisi berlawanan yang ditawarkan oleh Rosengren

(1981b): ‘struktur sosial mempengaruhi kebudayaan’; dan

kebalikannya, ‘kebudayaan mempengaruhi struktur sosial.’ Hal ini

memberikan empat opsi yang tersedia untuk menggambarkan hubungan

antara media massa dan masyarakat seperti yang ditunjukkan dalam

gambar 4.1.

Sosial structureInfluence culture

Yes No

Culture influences social structure

Yes

No

Interdepedence, saling mempengaruhi, media cerminan keadaan

masyarakat.

Idealism, media memiliki peran besar dalam menyebarkan nilai-nilai,

maupun falsafah hidup.

Materialism, budaya ditentukan faktor ekonomi dan struktur sosial yg

dominan. Siapa yang memiliki modal, dialah yang menguasai media.

Autonomy, pada kelompok dan wilayah tertentu media sebagai alat

struktur sosial tidak mampu menjangkau budaya lokal.

Dua opsi yang tersisa—interdependence (saling ketergantungan) dan

autonomy (otonomi)—memiliki perkembangan teoritis yang sedikit

berbeda, meskipun terdapat dukungan yang sangat sesuai dalam

pengertian dan dari sisi pembuktian bagi keduanya.

Teori-Teori

Interdependence atau saling ketergantungan menyatakan bahwa media

massa dan masyarakat merupakan sebuah interaksi secara terus menerus

dan saling mempengaruhi satu sama lain (seperti halnya masyarakat

dan kebudayaan).

Opsi otonomi, masyarakat yang secara kultural sangat serupa

terkadang dapat memiliki sistem media yang sangat berbeda. Posisi

otonomi juga mendukung mereka yang skeptis terhadap kekuatan media

dalam mempengaruhi ide-ide, nilai dan perilaku—misalnya, menurut

dugaan mempromosikan kesesuaian, menstimulasikan ‘modernitas’ atau

kehancuran identitas kebudayaan atau negara-negara yang kurang

memiliki kekuatan.

Komunikasi Massa sebagai Proses Sebuah Masyarakat Luas : Mediasi dari Hubungan Sosial dan Pengalaman

Institusi media secara esensial memperhatikan atau

menitikberatkan pada produksi dan distribusi ilmu pengetahuan

seperti memberikan persepsi, dan definisi kita mengenai

realitas sosial dan normalitas bagi tujuan-tujuan public,

pembagian kehidupan sosial, dan merupakan kunci dari sumber

standar, model dan norma-norma.

Konsep Mediasi dan Metafora MediasiMediasi juga menyatakan beberapa bentuk hubungan. Pada umumnya,

gagasan mediasi dalam arti campur tangan media antara diri kita dan

‘realitas’ tidak lebih dari sekedar metafora, meskipun hal tersebut

mengarah pada beberapa peranan yang dimainkan oleh media dalam

menghubungkan kita dengan pengalaman-pengalaman yang lain.

Box. 4.1 Persepsi dari Peranan Mediasi

Sebagai sebuah jendela dari sebuah peristiwa dan pengalaman yang

memperluas pandangan kita memungkinkan kita untuk melihat diri

kita sendiri mengenai apa yang sedang terjadi, tanpa

intervensi dari yang lainnya.

Sebagai sebuah cermin dari sebuah peristiwa dalam masyarakat dan

dunia, yang menyatakan refleksi yang tepat (walaupun dengan

inversi dan distorsi yang mungkin bagi sebuah imej), meskipun

sudut dan arah dari cermin itu ditentukan oleh yang lainnya,

dan kita tidak begitu leluasa melihat apa yang kita inginkan.

Sebagai sebuah filter atau penyaring atau penjaga pintu, bertindak

memilih bagian-bagian dari pengalaman untuk perhatian khusus

dan menutup pandangan lainnya baik yang disengaja ataupun

tidak disengaja.

Sebagai sebuah papan petunjuk, petunjuk atau interpreter, yang

menunjukkan cara dan pengertian dari apa yang menjadi teka-

teki ataupun fragmen (bagian terpisah)

Sebagai sebuah forum atau podium untuk menyampaikan informasi

dan ide-ide pada audiens, seringkali dengan kemungkinan-

kemungkinan untuk respon dan timbal balik.

Sebagai sebuah disseminator (penyebar) yang membuat informasi

tidak tersedia bagi semua.

Sebagai teman berbicara (interlocutor) atau rekan informan dalam

sebuah perbincangan yang merespon pada pertanyaan-pertanyaan

dalam cara interaksi yang berpura-pura.

Kerangka Rujukan Untuk Menghubungkan Media dengan Masyarakat

Gagasan umum bahwa penempatan komunikasi massa diantara realitas

dengan persepsi dan pengetahuan kita yang merujuk pada proses yang

spesifik pada analisis di tingkatan yang berbeda. Model yang

diciptakan Westley dan MacLean (1957) mengindikasikan bahwa

dibutuhkan elemen tambahan untuk lebih menjelaskan kerangka rujukan.

Yang paling signifikan adalah gagasan bahwa media dicari oleh

lembaga pengaara sebagai jaringan untuk meraih masyarakat umum dan

untuk menyampaikan pandangan mereka pada even atau peristiwa

tertentu. Ini adalah bentuk antara politikus dan pemeritah,

pengiklan, pemimpin agama, bberapa pemikir, penulis dan artis, dan

sebagainya. Kita diingatkan bahwa pengalaman selalu dimediasi oleh

lembaga masyarakat (termasuk keluarga), dan yang terjadi adalah

bahwa mediator baru (komuniksi massa) yang dapat memperluas,

bersaing, mengganti atau bahkan melawan usaha-usaha dari institusi

social lainnya.

Gambar sederhana dari “dua tahap” (atau lebih) proses hubungan yang

dimediasi dengan realitas sangatlah rumit karena faktanya media

massa bukanlah sepenuhnya agen bebas didalam hubungannya dengan

masyarakat. Mereka adalah subjek control formal dan informal oleh

beberapa lembaga (termasuk diri mereka sendiri) yang tertarik dlam

mempertajam persepsi public terhadap realitas. Sasaran mereka tidak

selalu sesuai dengan dengan tujuan menyiarkan kebenaran suatu

realitas. Sebuah pandangan abstrak mengenai “mediasi realitas”

berdasarkan Westley dan Maclean yang juga merefleksikan poin ini,

digambarkan pada Gambar 4.2. media menyediakan penontonnya sejumlah

informasi, gambar, cerita, dan kesan, terkadang memenuhi kebutuhan

mengantisipasi, terkadang dibantu dengan tujuan mereka sendiri

(missal: meningkatkan pendapatan, pengaruh), dan terkadang mengikuti

keinginan dari lembaga lain (seperti iklan, membuat propaganda,

menggambarkan sosok yang baik, mengirimkan informasi). Pemberian

keragaman dalam pemilihan dan aliran dari “gambaran realitas”, kita

dapat melihat bahwa mwdiasi tidak mungkin berjalan secara netral.

Realitas akan selalu menjadi perluasan yang dipilih dan dikonstruksi

dan aka nada bias tertentu. Ha ini akan merefleksikan khususnya

kesempatan berbeda yang tersedia untuk meningkatkan akses media dan

juga pengaruh logika media dalam mengkonstruksi realitas.

Gambar 4.2. juga merepresentasikan fakta bahwa pengalaman selalu

dimediasi oleh media massa. Masih ada jaringan kontak langsung

dengan institusi social (seperti partai politik, organisasi, dan

gereja). Terdapat beberapa pengalaman individu yang dilaporkan di

media ( seperti kriminalitas, kemiskinan, penyakit, peran dan

konflik). Sumber informasi yang beragam (termasuk hubungan langsung

dengan orang lain, dan melalui internet) mungkin tidak seutuhnya

dari mereka, namun mereka menyediakan pemeriksaan pada kecukupan dan

reliabilitas dari integrasi yang dimediasi oleh kepura-puraan“.

Gambar 4.2. kerangka rujukan bagi teori formasi media dan

masyarakat; Media terletak diantara pengalaman pribadi seseorang

dengan peristiwa yang jauh dan kekuatan sosial

Tema I : Kekuasaan dan Ketidaksetaraan

Media selalu berhubungan dalam cara yang berlaku untuk kekuasaan ekonomi dan politik. Buktinya dapat dilihat dari, media memiliki biaya ekonomi dan nilai atau harga yang merupakan tujuan dari kompetisi untuk kontrol dan akses. Selain itu, media merupakan subyek untuk politik, ekonomi, dan peraturan hukum dan juga media secara umum merupakan alat dari kekuasaan dengan potensi untuk memberikan pengaruh dalam berbagai hal.

Efek atau Aspek dari Kekuatan Media Massa :• Menarik & Mengarahkan Perhatian Publik• Pendekatan dalam permasalahan opini & kepercayaan• Mempengaruhi perilaku • Mendefinisikan Realitas• Memberikan Status and legitimasi• Informasi ekstensif dan cepat, namun selektif.

Dua Model dalam Kekuatan Media (Media Power) :

1. Media Dominan=> pandangan bahwa media sebagai kekuatan untuk mengontrol

2. Media Pluralis => lawan dari media dominan, dimana media amat sangat memiliki diferensiasi

Dominance PluralismSumber Sosial Kelas Pemerintah atau

Elit DominanGrup yang bersaing secara politik, sosial, dan budaya

Media Dibawah kepemilikan yang terkonsentrasi pada tipe yang seragam

Banyak dan saling indepent satu sama lain

Produksi Terstandarisasi Kreatif, bebas, asli,dan terkontrol

Isi dan Pandangan Dunia

Selektif dan diputuskan dari “atas”

Terbagi-bagi dan terlihat bersaing, respon untuk pemintaan audiens

Audience (Penonton) Tergantung, pasif, terorganisasi pada skala besar

Terbagi-bagi, selektif, reaktif, dan aktif

Efek Terorganiasi dalan skala besar, Kuat danberkonfirmasi dari pemerintahan sosial

Banyak, tanpa konsistensi atau prediksi, tapi seringkali tidak memiliki efek atau akibat

Pertanyaannya adalah apakah kekuatan media dalam suatu hal yang benar. Ada beberapa kasus dimana pemilik media menggunakan posisi mereka memajukan tujuan politik atau keuangan tertentu. Dapat dikatakan, media bisa mengerahkan kekuatan atau kekuasaan tanpa tanggung jawab dan menggunakan perlindungan atau berperisan dengan kebebasan pers untuk menghindari akuntabilitas. Diskusi ini dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut :

Kekuasaan dari Mass Media?

- Apakah Media Dibawah Kontrol?- Jika iya, siapa yang mengontrol media dan atas kepentingan

milik siapa?- Bagaimana dengan realita masyarakat yang berlangsung?- Seberapa efektif pencapaian media?

- Apakah Media Massa mempromosikan lebih banyak atau lebih kurang kesamaam dalam masyarakat?

- Bagaimana akses media untuk pengalokasian dan diperoleh?- Bagaimana media menggunakan kekuasaan mereka untuk

mempengaruhi?- Apakah media memiliki kekuasaan untuk mereka sendiri?

Tema II : Integrasi Sosial dan Identitas

Pandangan Ganda pada Media

Media pada awalnya diasosiasikan dengan masalah-masalah seperti, laju urbanisasi, mobilitas sosial, dan penolakan terhadap komunitas tradisional. Media dimaksudkan menjadi penyambung atau penghubung sosial untuk immoralitas dan kriminal yang terjadi. Pada abad 19 danawal abad 20 di Jerman, Hanno Hardt menggambarkan pers untuk peran integrasi dalam masyarakat. Prinsip-prinsipnya, antara lain :

- Memberikan kepemimpinan untuk publik- Membantu membangun ruang publik- Menyediakan pertukaraan ide antara pemimpin dan masyarakat- Memberikan kebutuhan untuk informasi- Sebagai suatu cerminan bagi masyarakat

Komunikasi massa dalam prosesnya, ditandai dengan indivudalistis, umum, dan mengisolasi yang menuju kepada level yang rendah dari solidaritas dan rasa kebersamaan. Sebagai contoh, di masa sekarang adanya kecanduan televisi dimana berhubungan dengan pengurangan dariaktivitas sosial. Selain itu, media juga menggambarkan dan membangkitkan nilai-nilai baru yang dapat menggeser nilai-nilai tradisional.

Ambivalensi Mengenai Integrasi Sosial

Dampak media terhadap masyarakat dapat terjadi secara centripetal dan centrifugal. Dampak centripetal maksudnya dampak dalam pembentukan kesatuan, kelas, hubungan dan integrasi sosial. Sedangkan dampak centrifugal maksudnya rangsangan terhadap perubahansosial, kebebasan, individualisme, dan perpecahan. 

Untuk dapat mengerti situasi yang rumit ini, ni membantu dalam

memikirkan dua versi teori media , dalam hal ini sentrifugal dan

sentripetal yang mana masing-masing memiliki posisi pada dimensi

evaluasi, maka dibawah ini terdapat 4 perbedaan posisi teori yang

berkaitan dengan integrasi social:

1. Kebebasan, keragaman. Ini versi optimis kecenderungan media

memiliki efek terpecah pada masyarakat yang juga bisa

membebaskan. Media menyebarkan ide-ide dan informasi baru

serta meningkatkan pergerakan, perubahan, dan modernisasi

2. Integrasi, solidaritas. Versi ini memiliki efek ebaliknya dari

komunikasi massa yaitu sebagai pemersatu masyarakat yang

menekankan pada kebutuhan terhadap rasa identitas, rasa

memiliki, dan kewarganegaraan, terutama dibawah kondisi

perubahan social

3. Normessness, kehilangan identitas. Pandangan alternative yang

lebih peseimistis dari kebebasan yang lebih besar, yaitu tidak

terpengaruh, kehilangan keyakinan, tidak menentu, dan

masyarakat kekurangan dalam hal kohesi sosisal dan modal

social.

4. Dominasi, keseragaman. Masyarakat dapat terintegrasi dan

diatur secara berlebihan, membimbing pada control pusat dan

keselarasan, dengan media massa sebagai alat control

Gambarann situasi dari konsekuensinya digambarkan sebagai berikut :

Tema III : Perubahan dan Perkembangan Sosial

Pertanyaan kunci yang muncul dari diskusi sebelumnya adalah apakah

komunikasi massa seharusnya dilihat sebagai penyebab atau dampak

dari perubahan social. Dimanapun media mmpunyai pengaruh, mereka

jugs menyebsbksn perubahan social. Pilihan antara pemusatan atau

pembubaran social adalah dua jenis perubahan yang telah didskusikan.

Seperti yang kita lihat, tidak ada jawaban sederhana yang dapat

diharapkan, dan teori berbeda menawarkan versi alternative dari

sebuah hubungan. Isu tersebut merupakan jalan alternative dari

hubungan 2 elemen dasar:

1) Teknologi komunikasi serta bentuk dan isi media

2) Perubahan social (struktur social dsn susunan kelembagaan)

3) Perpindhan antara sejumlah opini, keyakinan, nilai, dan

praktek.

Semua konsekuensi dari media massa tersebut berpotensi menimbulkan

pertanyaan menyangkut perubahan social, namun umumnya relevn karena

teori tersebut telah menjadi menjadi isu ‘penentuan teknologi’ dan

berpotensi menggunakan media massa dalam proses perkembangan.

Pertama merujuk pada dampak terhadap perubahan media komunikasi di

masyarakat. Kedua merujuk pada pertanyaan yang lebih praktis tentang

apakah media massa dapat digunakan pada perkembangan ekonomi dan

social (sebagai mesin perubahan atau pengali modernisasi)

QUESTION 4.6

Kisah kemunculan media cenderung menggambarkan media sebagai

kekuatan yang progresif, terutama dikarenakan hubungan antara

demokrasi dan kekebebasan serta antara media dengan pasar terbuka

dan perdagangan bebas. Misalnya, teori kritis telah melihat media di

era modern sebagai konformis dan bahkan pembangkang. Pada awal abad

20 an, di masa Nazi Jerman dan Uni Soviet, media ditugaskan sebagai

alat perubahan, bahkan dengan sukses.

Kasus “modernisasi” dan perkembangan di Negara dunia ketiga menerima

banyak perhatian pada awal perang dunia kedua, ketika komunikasi

massa dilihat, terutama di Amerika Serikat, sebagai kekuatan dalam

menyebarkan cita-cita Amerika ke seluruh dunia dan pada saat yang

sama juga membantu perlawanan terhadap komunisme. Namun ini juga

dikembangkan sebagai instrumen yang efektif dalam perkembangan

social dan ekonomi, konsisten dengan semangat perdagangan bebas.

Beberapa dampak diprediksi mengikuti dari konten media massa Amerika

Serikat. Hal ini meliputi: aspirasi konsumen, nilai dan praktek

demokrasi, ide-ide kebebasan, dan melek huruf. Kemudian, terdapat

investasi yang besar dalam proyek komunikasi yang dirancang untuk

menyebarkan inovasi teknik dan social (Rogers dan Shoemaker, 1973).

Hasilnya sangatlah sulit untuk dievaluasi dan usaha digambarkan

secara berangsur-angsur menjadi berlebihan atau tidak mungkin untuk

mengajak di dunia yang telah berubah.

Dalam tahun-tahun belakangan, perubahan terbesar yang dikaitkan

dengan media massa telah bertransisi dari komunisme di Eropa setelah

1985. Peran media dala hal ini masih diperdebatkan, meskipun proses

glasnost memberikan bagian bagi media untuk bermain dalam perubahan

internal Uni Soviet, dan sekali memulainya mereka sepetinya

memperkuat hal tersebut.

Tema IV : Jarak dan Waktu

Komunikasi memiliki dimensi jarak dan waktu dan juga berfungsi

‘membangun jembatan’ terhadap diskontinuitas yang diciptakan oleh

jarak dan waktu. Terdapat banyak aspek bagi masing-masing persoalan.

Komunikasi memungkinkan perluasan aktivitas dan persepsi manusia

yang melewati jarak. Yang paling jelas, dalam bentuk transportasi

yang kita naiki dari satu tempat ke tempat lain, pengalaman dan

horizon kita meluas. Komunikasi simbolis dapat mencapai efek yang

sama dari sesuatu tanpa harus berpindah secara fisik. Kita juga

disediakan peta atau petunjuk ke tempat dan rute yang dituju. Lokasi

aktivitas kita disebut jaringan komunikasi, dengan membagi bentuk

percakapan serta diekspresikan dalam bahasa dan bentuk ekspresi

lainnya. Sesungguhnya, semua bentuk komunikasi simbolis ( buku,

seni, music, surat kabar, film, dll) diidentifikasi engan lokasi

khusus dan memiliki jarak “pengiriman” yang bervariasi yang dapat

diidnetifkasi secara geografis. Proses komunikasi massa adalah khas,

menjelaskan dan mencatat dalam jarak, dengan merujuk pada sebagian

pasar, peredaran atau area penerimaan, “pencapaian” penonton, dan

lain-lain. Pada saat yang sama, akhir dari biaya dan kapasitas

mendesak perpindahan elektronik yang berarti bahwa komunikasi tidak

lama lagi menghubungkan ke banyak kawasan, dalam artian, tidak

terbatas.

Unit politik dan social berkaitan dengan wilayah dan menggunakan

banyak jenis komunikasi untuk mengirimkan hal ini. Komunikasi selalu

dimulai pada satu titik dan diterima oleh satu atau banyak titik

lainnya. Jembatan yang dibangun dan jarak fisik sepertinya dikurangi

oleh penurunan komunikasi dan penerimaan. Internet telah menciptakan

berbagai jenis “jarak nyata” dan peta baru menuju itu, terutama yang

telah menunjukkan jaringan antarkoneksi. Teknologi baru telah

memungkinkan pesan dikirim ke pihak yang memiliki jarak. Laporan

tersebut dapat diteruskan, namun kesempurnaan tema jarak trsebut

dapat dihargai.

Banyak kesamaan diatas dalam kaitannya dengan waktu. Keragaman dan

kecepatan jaringan bagi perpindahan dan pertukaran komunikasi telah

membuat proses kontak yang cepat dengan sumber dan tujuan lainnya

setiap hari. Kita tidak lagi lama menunggu berita atau menunggu

untuk mengirimnya, dari lokasi manapun. Hal ini secara efektif tidak

ada pembatasan waktu terhadap informasi yang kita kirim. Tidak ada

pembatasan waktu saat kita menerima apapun yang ingin kita terima.

Teknologi penyimpanan dan akses memungkinkan kita untuk mengabaikan

pemaksaan waktu selama komunikasi. Hal-hal yang membutuhkan banyak

waktu untuk melakukannya. Meskipun teknologi baru membuatnya

smenjadi mungkin dan mudah untuk menyimpan kenangan serta informasi

yang kita inginkan, informasi dan budaya sepertinya menjadi lebih

cepat kuno dan hilang. Keterbatasannya disusun oleh kapasitas

manusia dalam memproses berbagai hal dengan lebih cepat.

Permasalahan yang digembar-gemborkan secara berlebihan telah

pengalaman sehari-hari. Apapun biaya dan keuntungannya, sangatlah

sulit untuk menolak sifat revolusioner dari perubahan akhir-akhir

ini.

Media-Teori Kemasyarakatan I : Masyarakat Luas

Teori masyarakat massa dibangun berdasarkan konsep “massa”. Teori

ini menekankan pada ketergantungan dari lembaga-lembaga yang

menggunakan kekuatan dan memasukkan media ke dalam sumber kekuatan

dan otoritas social. Konten media menyangkut pemegang kekuasaan

politik dan ekonomi. Media tidak dapat diharapkan untuk menyediakan

sebuah kritik terhadap dunia, dan kecondongan mereka akan membantu

dalam pertolongan pada public yang begantung pada nasibnya.

Model “Dominasi Media” menguraikan refleksi dari pandangan

masyarakat massa. Teori masyarakat massa memberikan keunggulan pada

media sebagai factor penyebab. Hal ini meletakkan banyak sekali ide

bahwa media menawarkan sebuah sudut pandang terhadap dunia, sebuah

pengganti atau lingkungan yang palsu, yang berarti maipulasi manusia

namun juga merupakan bantuan terhadap proses bertahan hidup bagi

mereka pada saat kondisi sulit. Menurut C. Wright Mills (1951:333),

diantara kesadaran dan keberadaan komunikasi, yang mempengaruhi

kesadaran sehingga manusia memiliki keberadaannya.

Masyarakat massa, keduanya dipisah dan dikontrol secara terpusat.

Media terlihat berkontribusi mengontrol karakter masyarakat dalam

skala besar, jauh dari kelembagaan, isolasi individu, dan kurang

kekuatan lokal atau ingrasi kelompok. Mills (1951,1956) juga

menekankan pada penolakan masyarakat asli dari teori demokrasi

klasik dan penggantiannya oleh oleh sejumlah orang yang tidak

menyadari tujuan mereka sendiri dalam kehidupan politik. Penyesalan

tersebut telah muncul akhir-akhir ini oleh pendapat mengenai

penolakan “lingkungan public” terhadap debat demokrasi dan politik,

dimana skala besar, komersialisasi media massa telah dipraktekkan.

Meskipun bentuk “masyarakat massa” tidak lama lagi diminati,

pemikiran bahwa kita hidup di masyarakat massa yang bertahan dalam

beragam komponen yang saling berhubungan. Hal ini mencakup sebuah

harapan terhadap alternative “communitarian” ke era individulistis

sebagaimana sikap kritis terhadap kekosongan yang dianggap benar,

kesepian, tekanan, dan kehidupan konsumtif di era pasar bebas saat

ini. Hal ini memperluas pengabaian public terhadap demokrasi politik

dan berkurangnya partisipasi yang juga sering dihubungkan dengan

kesinisan dan manipulasi penggunaan media massa oleh politikus dan

partainya.

Kelimpahan dan keragaman bentuk dari media lama dan baru pun muncul,

untuk mengurangi/merusak validitas teori masyarakat massa di dalam

gambaran media sebagai salah satu pondasi dari masyarakat massa. Di

sisi lain, media eektronik baru telah memberikan harapan terhadap

masyaakat dapat menjalankan perlawanan terhadap tesis masyarakat

massa yang terpusat. Control monopoli terhadap kemunculan media

massa original kini ditantang oleh kehadiran media online yang lebih

dapat diterima oleh banyak kelompok, pergerakan maupun setiap

individu. Hal ini tidak hanya menantang kekuatan ekonomi dari media

lama namun juga akses ke penonton nasional disaat mereka memiliki

pilihan sendiri. Terdapat sisi gelap terhadap visi ini, karena

internet terbuka terhadap control dan pengawasan populasi di dunia

maya dan hal ini tidak dikontrol oleh konglomerasi media.

Media-Teori Kemasyarakatan II : Marxisme dan Ekonomi Politik

Walaupun Karl Marx sendiri hanya mengenal pers sebelum pers

berfungsi sepenuhnya menjadi media massa, namun beberapa tradisi

analisis Marxis untuk media dalam masyarakat kapitalis masih

relevan. Ada beberapa varian dari analisis Marxis-terinspirasi dari

media modern, digabungkan menjadi 'kritis ekonomi politik' masa kini

(Murdock dan Golding, 2005).

Pertanyaan bahwa kekuasaan merupakan pusat interpretasi Marxis untuk

media massa. Walau bervariasi, hal ini selalu menekankan fakta

bahwa pada akhirnya mereka adalah instrumen kontrol oleh dan untuk

kelas penguasa. Teks pendiri adalah Ideologi Jerman Marx, di mana ia

menyatakan:

Kelas yang memiliki alat-alat produksi memiliki kendali pada saat

yang sama atas alat-alat produksi mental sehingga, secara umum, ide-

ide dari orang-orang yang tidak memiliki alat-alat produksi mental

tunduk kepadanya. [dikutip dari Murdock dan Golding, 1977: 15)

Teori Marxis berpendapat bahwa ada hubungan langsung antara

kepemilikan ekonomi dan penyebaran pesan yang menegaskan legitimasi

dan nilai dari sebuah kelas masyarakat. Pandangan ini didukung di

zaman modern dengan bukti kecenderungan untuk terjadinya konsentrasi

besar kepemilikan media oleh para pengusaha kapitalis (misalnya

Bagdikian, 1988; McChesney, 2000) dan oleh banyak bukti korelatif

kecenderungan konservatif dalam isi media sangat terorganisir

[misalnya Herman dan Chomsky, 1988).

Versi revisionis teori media Marxis pada abad kedua puluh lebih

berkonsentrasi pada ide-ide daripada struktur material. Mereka

menekankan efek ideologis media untuk kepentingan kelompok penguasa,

dalam 'mereproduksi' eksploitasi dasar hubungan dan manipulasi, dan

legitimasi dominasi kapitalisme dan subordinasi dari kelas pekerja.

Louis Althusser (1971) mengatakan bahwa proses ini bekerja dengan

cara apa yang disebut 'aparat negara ideologis [ideological state

apparatus]' (semua sarana sosialisasi, berlaku), yang dibandingkan

dengan 'aparat negara represif ['repressive‘state apparatuses’]’

(seperti tentara dan polisi), memungkinkan negara kapitalis untuk

bertahan hidup dengan jalan mengarahkan kekerasan. Gramsci [1971]

konsep hegemoni berhubungan dengan kecenderungan ini. Marcuse (1964)

mengartikan media, bersama dengan unsur-unsur lain dari sistem

produksi massal, seperti yang terlibat dalam 'penjualan' atau

memberlakukan sistem sosial yang pada saat yang sama baik diinginkan

dan represif.

Apapun itu, pesan dari teori Marxis adalah sederhana, tapi

pertanyaan tetap tidak terjawab. Bagaimana mungkin kekuatan media

bisa diatasi atau ditolak? Apa posisi dari bentuk media yang tidak

jelas dalam kepemilikan kapitalis atau dalam kekuasaan negara

(seperti surat kabar independen atau penyiaran publik)? Kritik media

massa dalam tradisi Marxis mengandalkan senjata paparan propaganda

dan manipulasi (misalnya Herman dan Chomsky, 1988; Herman 2000) atau

menggantungkan harapan mereka pada beberapa bentuk kepemilikan

kolektif atau media alternatif sebagai tandingan bagi kekuatan media

kelas kapitalis. Pewaris kontemporer utama teori Marxis dapat

ditemukan dalam teori ekonomi politik.

Teori ekonomi politik adalah pendekatan kritis sosial yang berfokus

terutama pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri

media dan konten ideologis media. Dari sudut pandang ini, lembaga

media yang harus dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi,

memiliki hubungan dekat dengan sistem politik. Konsekuensinya harus

diamati dalam pengurangan sumber media independen, konsentrasi pada

pasar terbesar, menghindari risiko, dan mengurangi investasi dalam

tugas-tugas media yang kurang menguntungkan (seperti liputan

investigatif dan dokumenter pembuat film). Kita juga mendapati

pengabaian kecil kepada pemirsa potensial yang miskin dan

pemberitaan politik tidak seimbang dari media berita.

Kekuatan utama dari pendekatan terletak pada kapasitasnya untuk

membuat proposisi dapat diuji secara empiris tentang penentuan

pasar, meskipun yang terakhir begitu banyak dan kompleks bahwa

demonstrasi empiris tidak mudah. Sementara pusat pendekatan pada

aktivitas media sebagai proses ekonomi yang mengarah ke komoditas

(produk media atau konten), ada varian dari pendekatan politik-

ekonomi yang menunjukkan bahwa produk utama media benar-benar

penonton. Hal ini mengacu pada fakta bahwa mereka memberikan

perhatian penonton kepada pengiklan dan membentuk perilaku publik

media dalam cara yang berbeda tertentu (Smythe, 1977). Apa media

komersil menjual ke klien mereka profile pelanggan potensial yang

relevan. Perspektif ini lebih sulit untuk diterapkan pada iklan

online dan khususnya untuk mesin pencari sebagai kendaraan utama

iklan (Bermejo, 2009, dan lihat di bawah, p.402).

Pendekatan ekonomi politik sekarang sedang diterapkan untuk kasus

Internet. Fuchs (2009) didasarkan pada ide-ide Smythe dalam

menunjukkan bahwa kunci untuk perekonomian lntemet terletak terutama

dalam komodifikasi pengguna platform akses gratis yang memberikan

target untuk pengiklan dan penerbit serta sering menyediakan konten

tanpa biaya untuk jaringan penyedia dan pemilik situs. dalam kasus

situs yang sangat populer seperti Myspace dan YouTube, perbedaan

dari komunikasi massa tidak begitu jelas.

Relevansi teori politik-ekonomi telah sangat meningkat menjadi tren

dalam bisnis media dan teknologi (mungkin juga ditingkatkan dari

analisis ketat Marxis). Pertama, telah terjadi pertumbuhan

konsentrasi media di seluruh dunia, dengan semakin banyak daya

kepemilikan yang terkonsentrasi di sedikit tangan dan dengan

kecenderungan untuk merger antara perangkat keras dan perangkat

lunak elektronik lndustries (Murdock, 1990; McChesney, 2000; Wasko,

2004). Kedua, telah terjadi 'ekonomi informasi' global yang

berkembang (Melody, 1990; Sussman, 1997), yang melibatkan

konvergensi meningkat antara telekomunikasi dan penyiaran. Ketiga,

telah terjadi penurunan di sektor publik dari media massa dan di

telekomunikasi kontrol publik secara langsung (terutama di Eropa

Barat), di bawah bendera 'deregulasi', 'privatisasi' atau

'liberalisasi' (McQuail dan Siune, 1998; van Cuilenburg dan McQuail,

Z003]. Keempat, ada pertumbuhan daripada pengurangan masalah

ketidaksetaraan informasi. Ungkapan 'kesenjangan digital' mengacu

pada ketidaksamaan dalam akses dan penggunaan fasilitas komunikasi

canggih (Norris, 2002], tetapi ada juga perbedaan kualitas

penggunaan potensial. usulan penting dari teori politik-ekonomi

(lihat Kotak 4.9) tidak berubah sejak jaman dulu, tapi ruang lingkup

untuk aplikasi yang lebih luas (Mansell, 2004).

4.9 Kritis politik-ekonomi

Teori: Proposisi Utama

Kontrol ekonomi dan logika penentu.

Struktur Media selalu cenderung ke arah monopoli.

Integrasi global kepemilikan media dikembangkan

Isi dan penonton yang dikomodifikasi.

Keragaman nyata menurun

Suara oposisi dan alternatif yang terpinggirkan

Media - Teori Kemasyarakatan III : Fungsionalisme

Teori fungsionalis menjelaskan praktek-praktek sosial dan lembaga

dalam hal ‘kebutuhan’ masyarakat dan individu (Merton, 1957).

Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang sedang berjalan

terkait bagian kerja atau subsistem, masing-masing membuat

kontribusi penting untuk kelangsungan dan ketertiban. Media dapat

dilihat sebagai salah satu sistem ini. Kehidupan sosial yang

diselenggarakan dikatakan memerlukan perawatan lanjutan dari

gambaran yang lebih atau kurang akurat, konsisten, mendukung dan

lengkap dari kerja masyarakat dan lingkungan sosial. Dengan

menanggapi tuntutan individu dan lembaga secara konsisten bahwa

media mencapai hal yang diinginkan sehingga bermanfaat bagi

masyarakat secara keseluruhan.

Teori ini menggambarkan bahwasannya media pada dasarnya

memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri dan mengoreksi diri

sendiri. Sementara apolitis dalam perumusan, hal itu sesuai dengan

konsep pluralis dan voluntaris pada mekanisme dasar dalam kehidupan

sosial dan memiliki bias konservatif sejauh bahwa media lebih

cenderung dilihat sebagai sarana mempertahankan masyarakat bukan

sebagai sumber perubahan besar

4.9 Kritis politik-ekonomi

Teori: Proposisi Utama

Kontrol ekonomi dan logika penentu.

Struktur Media selalu cenderung ke arah monopoli.

Integrasi global kepemilikan media dikembangkan

Isi dan penonton yang dikomodifikasi.

Keragaman nyata menurun

Suara oposisi dan alternatif yang terpinggirkan

Meskipun fungsionalisme dalam versi awal sebagian besar telah

dibuang dalam bidang sosiologi, akan tetapi tetap bertahan sebagai

suatu pendekatan terhadap media dalam bentuk-bentuk baru (misalnya.

Luhmann, 2000] dan masih memainkan peran dalam membingkai dan

menjawab pertanyaan penelitian tentang media. Fungsi Ini tetap

berguna untuk beberapa tujuan deskripsi dan menawarkan bahasa untuk

membahas hubungan antara media massa dan masyarakat dan seperangkat

konsep yang telah terbukti sulit untuk digantikan. Terminologi ini

memiliki keuntungan karena masih digunakan oleh sebagian besar

komunikator massa dan dipahami secara luas oleh khalayak.

Menentukan fungsi-fungsi sosial media

Fungsi utama dari komunikasi dalam masyarakat, menurut Lasswell

(1948), adalah pengawasan lingkungan, korelasi bagian-bagian

masyarakat dalam menanggapi lingkungannya, dan transmisi warisan

budaya. Wright (1960) mengembangkan skema dasar untuk menggambarkan

banyak efek media dan menambahkan hiburan sebagai media kunci

keempat dari fungsi media. Fungsi ini dapat menjadi bagian dari

penyebaran budaya tetapi memiliki aspek lain - yang menyediakan

hadiah masing-masing, relaksasi dan pengurangan ketegangan, yang

membuatnya lebih mudah bagi orang untuk mengatasi masalah-masalah

kehidupan nyata dan bagi masyarakat untuk menghindari kerusakan

(Mendelsohn, 1966). Dengan penambahan item kelima, mobilisasi -

dirancang untuk mencerminkan aplikasi yang luas komunikasi massa

untuk propaganda politik dan komersial.

Fungsi media dalam masyarakat:

Informasi

• Menyediakan informasi mengenai kejadian dan kondisi dalam

masyarakat dan dunia.

• Menunjukkan hubungan kekuasaan.

• Memfasilitasi inovasi, adaptasi dan kemajuan.

Korelasi

• Menjelaskan, menafsirkan, dan mengomentari makna peristiwa dan

informasi.

• Memberikan dukungan untuk mendirikan otoritas dan norma-norma.

• Alat sosialisasi.

• Mengkoordinasikan kegiatan yang terpisah.

• Membangun konsensus.

• Mengatur perintah prioritas dan sinyal status relatif.

Kontinuitas

• Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui subkultur dan

perkembangan budaya baru.

• Membangun dan merawat nilai-nilai bersama.

Hiburan

• Menyediakan hiburan, pengalihan dan sarana relaksasi.

• Mengurangi ketegangan social.

Mobilisasi

• Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang,

pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang-kadang agama.

Teori IV Media Kemasyarakatan : Konstruksi SosialTeori V Media Kemasyarakata

Media - Teori Kemasyarakatan IV : Masyarakat Informasi

4.10 Teori Fungsionalis Media

Proposisi Utama

Media merupakan institusi masyarakat.

Mereka melakukan tugas yang diperlukan dari urutan. kontrol dan

kohesi.

Mereka juga diperlukan untuk adaptasi dan perubahan.

Fungsi dikenali dalam efek media.

Manajemen ketegangan.

Ada juga efek berbahaya yang tidak diinginkan yang dapat

“Asumsi transisi revolusi sosial sebagai hasil dari teknologi

komunikasi baru sudah bersama kita untuk beberapa waktu, meskipun

tidak tanpa kritik.” (Leiss 1989, Ferguson: 1992, Webster 1995;2002)

Berdasarkan teori di atas, Ferguson memperlakukan

‘determinisme neo-teknologi’ ini sebagai sistem kepercayaan yang

cenderung beroperasi sebagai ramalan. Istilah ‘revolusi komunikasi’

bersama dengan istilah ‘informasi masyarakat’ kini datang untuk

hampir diterima sebagai deskripsi tujuan dari waktu kita dan dari

jenis masyarakat yang muncul.

Tampaknya istilah ‘informasi masyarakat’ berasal dari Jepang

pada tahun 1960-an (Ito: 1981) selain itu, asal-usul ini biasanya

ditelusuri dengan konsep masyarakat pasca industri disusun pertama

kali oleh sosiolog bernama Daniel Bell (1973). Sumber lain adalah

ide dari sebuah ‘informasi ekonomi’ yang dikembangkan oleh seorang

ekonomika bernama Machlup (1962) dan Porat (1997). Karya Bell

merujuk kepada tradisi yang berhubungan dengan berbagai jenis

masyarakat untuk berhasil pada tahap pembangunan ekonomi dan sosial.

Karateristik utama dari masyarakat pasca industri ditemukan

pada adanya kenaikan sektor jasa relatif ekonomi untuk memproduksi

atau bidang pertanian dan dengan demikian dominasi ini bentuk kerja

dari ‘berbasis informasi’. Pengetahuan teoritis (ilmiah, ahli,

berbasis data) telah menjadi faktor kunci dalam perekonomian,

melampaui bentuk fisik tanaman dan tanah sebagai basis kekayaan.

Korelatifnya, pada sebuah ‘kelas baru’ marak munculnya hubungan

personal berdasarkan kepemilikan pengetahuan dan keterampilan.

Sebagian besar tren pasca industri yang diamati, terlihat

untuk mempercepat pada kuartal terakhir di abad kedua puluh.

Produksi dan distribusi informasi dari semua jenis, terutama

menggunakan teknologi berbasis komputer telah menjadi sektor utama

perekonomian itu sendiri.

Selain mengumpulkan bukti pentingnya informasi dalam

perekonomian kontemporer dan masyarakat, belum ada banyak

kesepakatan atau kejelasan tentang konsep ‘informasi masyarakat'.

Menurut pendapat Melody (1990 26-27) menjelaskan informasi

masyarakat hanya sebagai orang-orang yang telah menjadi 'tergantung

pada jaringan informasi elektronik yang kompleks dan yang

mengalokasikan sebagian besar sumber daya mereka untuk kegiatan

informasi dan komunikasi. Van Cuilenburg (1987) menempatkan

karakteristik utama sebagai peningkatan eksponensial dalam produksi

dan arus informasi dari semua jenis, sebagian besar sebagai akibat

dari pengurangan biaya beserta miniaturisasi dan komputerisasi.

Namun, ia juga meminta perhatian pada ketidakmampuan relatif kita

untuk memproses, menggunakan atau bahkan menerima lebih banyak

pasokan yang meningkat dari informasi. Sejak itu, ketidakseimbangan

ini telah menjadi jauh lebih besar. Pengurangan biaya transmisi

terus berjalan untuk bahan bakar proses pertumbuhan eksponensial.

Timbulnya sensitivitas yang terus menurun menjauhkan biaya dan terus

meningkatkan kecepatan volume dan interaktivitas kemungkinan untuk

komunikasi.

Meskipun pentingnya tren sedang berlangsung, setiap

transformasi revolusioner dalam masyarakat belum benar-benar telah

ditetapkan terjadi, sebagai lawan langkah lebih lanjut dalam

perkembangan kapitalisme (Schement dan Curtis, 1995: 26). Apa yang

masih hilang adalah bukti transformasi dalam hubungan sosial

(Webster: 1995). Beberapa komentator telah menekankan peningkatan

'keterkaitan' tersebut dari masyarakat sebagai akibat dari

‘informasi masyarakat' tren meluas ke tingkat global. Menurut Neuman

(1991: 12), ini adalah 'logika di balik terjunnya teknologi baru'

yang mendasari.

Beberapa penulis (misalnya van Dijk, 1993; Castells, 1996)

memilih untuk menggunakan istilah 'jaringan masyarakat' bukan ‘

informasi masyarakat'. Van Dijk (1999) menyatakan bahwa masyarakat

modern adalah dalam proses menjadi masyarakat jaringan: 'suatu

bentuk masyarakat yang semakin mengorganisir hubungan di jaringan

mediasecara bertahap menggantikan atau melengkapi jaringan sosial

dari komunikasi tatap muka'. Sebuah struktur jaringan masyarakat

kontras dengan pusat-pinggiran dan masyarakat massa hierarkis, atau

yang sebagian besar sesuai dengan model birokrasi tradisional

organisasi yang khas masyarakat industri di abad kesembilan belas

dan kedua puluh. Ini menunjukkan banyak kalangan yang tumpang tindih

komunikasi baik secara vertikal dan maupun horizontal. Jaringan

tersebut dapat berfungsi untuk pengecualian tetapi dapat tetap

terhubung. Media massa tradisional menunjukkan struktur yang mirip

dan termasuk dalam semuanya.

Ide keterkaitan yang merujuk pada aspek lain dari masyarakat

kontemporer yang telah menarik komentar, adalah ketergantungan

tingkat tinggi pada orang lain. Ini tidak ide baru karena itu dasar

dari teori sosial Durkheim mengenai pembagian kerja. Tetapi dapat

dikatakan bahwa perubahan kualitatif dalam era kita, hasil dari

tinjauan lanjut teknologi informasi ke dalam setiap aspek kehidupan,

terutama di mana mesin cerdas menggantikan agensi manusia. Salah

satu aspek yang telah ditekankan oleh Giddens (1991) adalah sejauh

mana kita harus menaruh kepercayaan dalam sistem pakar dari semua

aspek untuk menjaga kondisi normal kehidupan. Kita juga hidup dengan

peningkatan kesadaran risiko seperti aspek kesehatan, lingkungan,

ekonomi dan militer yang sama-sama berasal dari sirkulasi publik

terhadap informasi dan juga diatur dengan mengacu pada informasi.

Pada opini lain, Giddens mengacu pada dunia global sebagai salah

satu 'di luar kendali - dunia pelarian' (1999: 2). Selain itu, akan

terlihat bahwa budaya masyarakat kontemporer, dalam arti tradisional

dari kegiatan mental, simbolis, dan cara-cara adat yang bebas dari

kewajiban penting, dimana sebagian besar didominasi oleh sejumlah

pelayanan informasi disamping media massa.

Dimensi penting, meskipun tidak berwujud, konsep 'informasi

masyarakat' adalah fakta bahwa hal ini telah ada untuk menjadi

bagian dari kesadaran diri kontemporer, dan dalam beberapa versi hal

tersebut hampir menjadi sebuah pandangan dunia baru. Misalnya, de

Mue (1999) membandingkan transisi berlangsung untuk pengembangan

mekanik di abad ke tujuh belas dan delapan belas. Dia menulis:

“while the mechanistic world view is characterized by the postulates of analysability lawfulness and contollability, the informationistic world view is characterized by the postulates of synthesizability, programmability and manipulability ... it fundamentally alters human experience and the evaluation of andassociation with reality.”

Berdasarkan teori de Mue (1999) di atas yang menyatakan bahwa

sedangkan pandangan dunia mekanistik ditandai dengan dalil-dalil

kemampuan analisis keabsahan dan pengendalian, pandangan dunia

informasi ditandai dengan dalil-dalil kemampuan sintesis, kemampuan

program dan kemampuan memanipulasi ... fundamental itu mengubah

pengalaman manusia dan evaluasi dan asosiasi dengan realitas.

Bagi orang lain, informatization berkonotasi versi baru dari

kemajuan pada semua aspek dan masa depan dengan cakrawala tak

terbatas, lebih atau kurang di kelanjutan dari model yang sudah kita

miliki. Dibuatnya media massa telah memerankan bagian penting dalam

mempublikasikan sebuah 'euforia' dan utopis untuk melihat potensi

media baru (Rossler: 2001). Perspektif ini membawa beberapa bagasi

ideologis, cenderung sah beberapa tren waktu (misalnya kepercayaan

dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi sebagai solusi untuk

masalah) dan mendelegitimasi orang lain (terutama politik ideologis

tentang kelas dan ketimpangan). Dengan menekankan cara dan proses

komunikasi dan dimensi kuantitatif perubahan, hal itu menekankan

konten yang tepat dan tujuan dari semuanya. Dalam hal ini, hubungan

dengan postmodernisme juga bisa dibuat. Hal ini setidaknya terlihat

bahwa penafsiran yang sangat berbeda memungkinkan.

Meskipun wawasan tersebar semacam ini, konsep masyarakat

informasi telah didominasi oleh pertimbangan ekonomi, sosiologis,

geografis dan teknologi. Dimensi budaya telah relatif diabaikan,

selain dari pengakuan volume besar informasi dan produksi simbolis,

dan jika kita melihat pemikiran postmodernis sebagai mengisi

kesenjangan ini. Munculnya sebuah 'budaya informasi' yang membentang

ke dalam semua aspek kehidupan sehari-hari mungkin lebih mudah untuk

ditunjukkan daripada realitas masyarakat informasi.

Jelas bahwa 'informasi ekonomi' jauh lebih besar dari media

massa sendiri, dan teknologi informasi utama yang terlibat tidak

mereka produksi massal dan distribusi bahan cetak untuk umum atau

massal umum diseminasi oleh penyiaran atau rekaman elektronik. Dapat

dikatakan bahwa kelahiran 'usia informasi', meskipun diramalkan oleh

komunikasi massa, menandai jalan sejarah baru dan terpisah. Tentu

saja, media massa yang mapan sebelum informasi seharusnya 'revolusi'

dan mungkin lebih baik dianggap sebagai bagian dari era industri

bukan penggantinya. Ada suara-suara awal yang meramalkan kematian

media massa justru karena munculnya teknologi informasi baru yang

dikatakan untuk membuat mereka usang (misalnya Maisel, 1973).

Konsep masyarakat informasi belum secara universal diterima

sebagai manfaat untuk analisis, alasan telah dijelaskan sebagian

seblumnya. Masalah utama adalah kurangnya dimensi politik terbuka,

karena tampaknya tidak memiliki inti tujuan politik, hanya sebuah

(kaitan) tak terelakkan logika teknokratik itu sendiri (van Dijk:

1999). Dalam hal ini sangat dominan untuk populer dan intelektual di

kalangan 'Barat'. Gambaran tersebut cukup jelas bahwa dalam beberapa

konteks, gagasan masyarakat informasi telah dimanfaatkan untuk

kebijakan publik dengan tujuan teknokratis untuk negara atau wilayah

bangsa (Mattelart: 2003). Konsensus umum tentang pentingnya

perubahan yang terjadi dalam teknologi komunikasi tidak disertai

dengan suara penuh tentang konsekuensi sosial. Hassan (2008)

berpendapat bahwa ide masyarakat informasi pada dasarnya ideologis

dan mendukung proyek ekonomi neo-liberal yang menguntungkan sebagian

besar dari interkonektivitas global.

Kesimpulan

Berbagai perspektif teoritis tentang hubungan antara media dan

masyarakat yang beragam budaya, menekankan penyebab dan jenis

perubahan yang berbeda dan menunjuk ke jalan yang berbeda di masa

depan. Para teoritis tersebut tidak dapat disatukan secara

keseluruhan, karena mereka mewakili posisi pertentangan filosofis

alternatif dan preferensi metodologis. Namun demikian, kita dapat

membuat beberapa pernyataan mereka dalam hal dimensi utama dari

pendekatan, yang masing-masing menawarkan pilihan perspektif dan /

atau metode. Pertama, ada perbedaan antara kritis dan lebih atau

kurang positif pandangan perkembangan yang dipermasalahkan. Meskipun

penyelidikan ilmiah mencari tingkat objektivitas dan netralitas, ini

tidak mencegah antara baik diterima atau ditolak dari kecenderungan

yang ditunjukkan oleh teori. Sehubungan Marxisme, teori ekonomi

politik dan teori masyarakat massa, ada komponen kritis inbuilt.

Sebaliknya, fungsionalisme bersandar ke arah yang positif sejauh

kerja media yang bersangkutan. Teori masyarakat informasi terbuka

untuk pandangan-pandangan kritis dan positif, sedangkan

konstruksionisme sosial dan teknologi determinisme terbuka berakhir.

Kedua, ada perbedaan antara yang lebih sosial-sentris dan

lebih melihat media-sentris. Kita dapat melihat media yang baik

tergantung pada masyarakat dan mencerminkan kontur atau sebagai

penggerak utama dan pembentuknya. Teori media-sentris utama adalah

yang berkaitan dengan teknologi komunikasi dan masyarakat informasi.

Tentu saja ada variabel lain yang perlu dipertimbangkan, terutama

yang berkaitan dengan pendekatan dan metode inkuiri. Metode

humanistik, kualitatif dan spekulatif dapat dipilih sebagai ganti

metode obyektif tradisional penelitian 'ilmiah' (lihat Rosengren:

1983).

Kesimpulan