Upload
firmansyah-ceo
View
255
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
1/40
PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK
Pengaturan Rahasia Bank
2 Votes
Oleh: Peri Umar Farouk,pernah dipublikasi di Jurnal Bank & Manajemen, Jakarta, 1999
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 10 Nopember
1998. Dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan perekonomian nasional, walaupun
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (untuk selanjutnya disingkat UUP/1998) hanya
merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal Undang-undang Perbankan
lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahannya mencakup penyehatan
secara menyeluruh sistem Perbankan, tidak hanya penyehatan bank secara individual. Oleh
karenanya issue-issue yang ditanggapinya pun cukup luas, yang dapat mempengaruhi secara
mendasar arah perkembangan perbankan nasional.
Di antara issue-issue yang berusaha ditanggapi dalam ketentuan UUP/1998 tersebut adalah
kemandirian Bank Indonesia dalam pembinaan dan pengawasan perbankan, lingkunganhidup, aspirasi dan kebutuhan masyarakat akan penyelenggaraan kegiatan usaha berdasarkanprinsip syariah, peningkatan fungsi social control terhadap institusi perbankan, perlindungan
nasabah, pembukaan akses pasar dan perlakuan non diskriminatif terhadap pihak asing,
liberalisasi serta issue-issue lain sebagai akibat adanya perubahan beberapa ketentuan dalam
perundang-undangan baru bidang ekonomi dan bisnis. Responsi terhadap issue-issue tersebut,
telah dikonkritkan dalam UUP/1998 dengan pembentukan pengertian, jenis kegiatan usaha,
syarat dan prosedur, serta institusi-institusi baru sebagai penunjang kegiatan usaha
perbankan. Sebagai contoh, diantaranya adalah pengertian baru rahasia bank, kegiatan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pengalihan tugas dan wewenang dari Menteri
Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia, serta pembentukan lembaga jaminan simpanan,
lembaga penyehatan perbankan.
Ketentuan Baru Rahasia Bank
Sebagaimana telah disinggung di bagian pendahuluan, salah satu perubahan yang terdapat
dalam UUP/1998, adalah ketentuan mengenai rahasia bank. Dilihat dari paragraf ke-8
Penjelasan Umum, perubahan ketentuan mengenai rahasia bank dihubungkan dengan upaya
peningkatan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga perbankan. Inti perubahan rahasia bank
menurut UUP/1998, bila dibandingkan dengan ketentuan yang lama adalah perlunya
peninjauan ulang atas sifat ketentuan rahasia bank yang selama ini sangat kaku dan tertutup.
Jadi walaupun rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat, namun
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
2/40
UUP/1998 menetapkan untuk tidak merahasiakan seluruh aspek yang ditatausahakan oleh
bank.
Berangkat dari dasar pemikiran tersebut, bilamana dibandingkan dengan Undang-undang No.
7 Tahun 1992 (UUP/1992), perubahan ketentuan rahasia bank meliputi pengertian dan obyek
rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan kepentingan yang dapat mengecualikanketentuan rahasia bank, pengalihan instansi yang berwenang memberi perintah atau izin
pengecualian, dan ketentuan pidana berkenaan dengan rahasia bank. Pembahasan berikut ini
mencoba menjelaskan satu persatu dari perubahan-perubahan tersebut.
Pertama, UUP/1992 memberi pengertian atas rahasia bank sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan. Berkenaan dengan pengertian tersebut, UUP/1992
menjelaskan bahwa yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan adalah
seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.
Dengan demikian pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan UUP/1992 sangat luas,baik menyangkut obyek maupun kedudukan nasabahnya. Hal ini berbeda dengan pengertian
yang dianut UUP/1998, yang mengartikan rahasia bank sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpanannya memang tidak ada penjelasannya secara rinci, namun
pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan UUP/1998 secara tegas membatasi
kedudukan nasabah yang wajib dirahasiakan keterangannya, yakni hanya Nasabah
Penyimpan. Dalam penjelasan Pasal 40 ditegaskan, bilamana nasabah bank adalah Nasabah
Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank wajib tetap merahasiakan
keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan. Keterangan
mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang
wajib dirahasiakan.
Kedua, sebagaimana menjadi ketetapan dalam UUP/1992, UUP/1998 juga memberi
pengecualian kepada pihak-pihak serta untuk kepentingan tertentu mendapatkan keterangan
yang wajib dirahasiakan mengenai nasabah bank. Bahkan UUP/1998 memperluas pihak dan
kepentingan tersebut, sehingga secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
bagi pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;
bagi pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
(BUPLN/PUPN) untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepadaBUPLN/PUPN;
bagi polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
bagi pengadilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;
bagi bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;
bagi pihak lain yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan atas permintaan, persetujuan
atau kuasa Nasabah Penyimpan;
bagi ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan dalam hal Nasabah Penyimpan
telah meninggal dunia.
Disamping tujuh pihak tersebut di atas, masih terdapat pihak-pihak lain yang dapat
dikecualikan dari ketentuan rahasia bank, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), AkuntanPublik, dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Namun karena adanya kondisi khusus
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
3/40
pengaturan bagi pengecualian terhadap pihak-pihak tersebut, terutama berkenaan dengan
BPK dan Bapepam, maka akan dibahas tersendiri dalam bagian Pengecualian Bagi BPK dan
Bapepam.
Ketiga, bagi pengecualian sebagaimana disebutkan di atas perlu dipenuhi syarat-syarat dan
prosedur tertentu bilamana pihak-pihak ingin mendapatkan keterangan yang wajibdirahasiakan. UUP/1992 menetapkan bahwa perintah atau izin tertulis bagi pengecualian ada
pada Menteri Keuangan, sedangkan UUP/1998 yang mempunyai semangat kemandirian
Bank Indonesia, telah menetapkan bahwa perintah tertulis atau izin pengecualian tersebut ada
pada Pimpinan Bank Indonesia. Menurut Pasal 1 butir 21 jo butir 20 UUP/1998, yang
dimaksud Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan Bank Sentral Republik Indonesia.
Sedangkan dalam perkara perdata yang terjadi antara bank dengan nasabahnya, serta dalam
rangka tukar menukar informasi antar bank, tidak ada perbedaan antara UUP/1992 dengan
UUP/1998, dimana keduanya mengizinkan direksi bank untuk menginformasikan keterangan
mengenai nasabahnya.
Keempat, disamping memperberat ancaman pidana perbuatan yang telah dikenal dalamUUP/1992, yakni perbuatan yang dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi
memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan tanpa membawa perintah tertulis atau izin;
dan perbuatan yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan,
UUP/1998 menambah satu jenis perbuatan pidana baru yang tidak dikenal dalam UUP/1992.
Yakni perbuatan pidana yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A. Dengan adanya ketentuan
ini berarti bank dan pihak terafiliasi bukan saja bertanggung jawab untuk tidak
mengungkapkan rahasia bank kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, melainkan juga
bertanggung jawab untuk memberikan keterangan mengenai rahasia bank bilamana telah
dipenuhi syarat-syarat dan prosedur pengecualian sebagaimana diatur UUP/1998.
Pengecualian Bagi BPK dan Bapepam
Selain bagi tujuh pihak dan kepentingan sebagaimana telah diterangkan di atas, UUP/1998
juga menyiratkan pengecualian rahasia bank bagi Badan Pemeriksa Keuangan berkenaan
dengan keuangan negara yang dikelola oleh suatu bank, Akuntan Publik dalam melaksanakan
pemeriksaan terhadap bank untuk dan atas nama Bank Indonesia, serta kepentingan di bidang
pasar modal bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal.
Selain bagi Akuntan Publik, pengaturan pengecualian terhadap ketentuan mengenai rahasia
bank tersebut hanya terdapat dalam bagian Penjelasan UUP/1998, sedangkan bunyi pasalnya
sendiri tidak menyinggung sama sekali mengenai pengecualian tersebut. Pengaturan tersebutdapat kita lihat dalam Penjelasan Pasal 31 Paragraf kedua dan Penjelasan Pasal 40 Paragraf
ketiga dari UUP/1998, dan oleh karena itu dapat menjadi permasalahan, apakah pengecualian
bagi kedua pihak dan kepentingan tersebut, yang timbul dari memori penjelasan berlaku dan
mengikat? Hal ini penting untuk didiskusikan berkenaan dengan adanya pendapat bahwa
Memori Penjelasan suatu undang-undang tidak boleh bertentangan dengan dan tidak boleh
memberikan ketentuan tambahan di luar (pasal-pasal dari) undang-undang yang
dijelaskannya. Pendapat seperti ini dianut oleh Sutan Remy Sjahdeini, Pakar Hukum
Perbankan, yang juga menambahkan bahwa hal-hal yang dikemukakan di dalam Memori
Penjelasan suatu Undang-undang tidak mengikat secara hukum, karena suatu undang-undang
tetap berlaku dan mengikat sekalipun seandainya dikeluarkan tanpa diikuti Memori
Penjelasan. Sebaliknya, suatu Memori penjelasan dari suatu undang-undang tidak
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
4/40
mempunyai kekuatan hukum tanpa adanya Undang-undang (yang dijelaskan oleh Memori
Penjelasan tersebut).
Ketidaktegasan mengenai pengecualian bagi BPK dan Bapepam ini, dapat menjadi faktor
yang mempengaruhi kesempurnaan UUP/1998, karena ternyata UUP/1998 tidak berusaha
sepenuhnya memasukkan kemungkinan yang diberikan perundang-undangan yang adaberkaitan dengan pengecualian pengungkapan rahasia bank. Padahal Pasal 101 Undang-
undang Pasar Modal memberi kemungkinan bahwa dalam rangka pelaksanaan penyidikan,
Bapepam dengan permohonan izin dari Menteri Keuangan dapat memperoleh keterangan dari
bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang perbankan. Sedangkan menurut Pasal 4 Undang-undang No. 5 tahun
1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sehubungan dengan penunaian tugasnya, BPK
berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi
pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang.
Ketidaktegasan tersebut juga dapat dilihat dari tidak adanya ketentuan yang mewajibkan bank
untuk memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam, sebagaimanadiwajibkan bagi kepentingan perpajakan, BUPLN/PUPN, peradilan perkara pidana (Pasal
42A) dan pihak yang ditunjuk Nasabah Penyimpan (Pasal 44A). Sehingga atas kesengajaan
tidak memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam tidak ada sanksi
yang dapat diancamkan. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 47A
UUP/1998, yang menetapkan bahwa kesengajaan tidak memberikan keterangan yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud Pasal 42A dan Pasal 44A merupakan perbuatan pidana yang
diancam dengan pidana penjara serta denda.
Status Kerahasiaan Nasabah Debitur
Permasalahan lain yang perlu dibahas lebih lanjut berkenaan dengan ketentuan rahasia bank
menurut UUP/1998 adalah bagaimana status kerahasian keterangan mengenai Nasabah
Debitur. Apakah secara a contrario dapat ditafsirkan bahwa karena Pasal 40 UUP/1998 hanya
mewajibkan Bank dan Pihak Terafiliasi menjaga kerahasiaan Nasabah Penyimpan dan
Simpanannya, dan ditegaskan dalam Penjelasannya bahwa keterangan mengenai Nasabah
selain dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan bukan keterangan yang wajib
dirahasiakan, menyebabkan keterangan mengenai Nasabah Debitur menjadi terbuka bagi
siapa saja dan untuk kepentingan apapun?
Bila diperhatikan pengaturan mengenai rahasia bank di berbagai negara, maka terdapat
penggolongan pengaturan sebagai berikut:
Yang memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan pidana, dalam arti rahasia bank
sebagai kewajiban publik, sebagaimana banyak dianut oleh negara yang
menggunakan sistem hukum kodifikasi.
Yang memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan perdata, dalam arti rahasia bank
sebagai kewajiban yang timbul dari hubungan kontraktual, sebagaimana banyak
dianut oleh sebagian besar negara yang menggunakan sistem Common Law.
Yang memasukkan sebagian pengaturan rahasia bank sebagai ketentuan pidana,
namun di sebagian lain sebagai ketentuan perdata (kombinasi/campuran),
sebagaimana dianut oleh negara Amerika Serikat.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
5/40
Menurut penggolongan tersebut, UUP/1992 dapat digolongkan yang memasukkan rahasia
bank sebagai ketentuan pidana. Hal ini dapat dilihat dalam keterangan Sutan Remy Sjahdeini
sebagai berikut:
ketentuan atau kewajiban rahasia bank, di Indonesia ditentukan sebagai ketentuanpidana oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Dibandingkan dengan ketentuan UUP/1992, dalam UUP/1998 sebagaimana dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 40 ayat (1) jo. Pasal 47 UUP/1998, hanya memasukkan kewajiban menjaga
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya sebagai rahasia bank yang
bersifat publik. Sedangkan keterangan mengenai Nasabah Debitur, secara letterlijk
dikecualikan sebagai rahasia bank yang bersifat publik. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan
Pasal 40 ayat (1) paragraf ke-2 UUP/1998 yang berbunyi sebagai berikut:
Keterangan mengenai Nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakanketerangan yang wajib dirahasiakan Bank.
Ketentuan ini berbeda dengan obyek rahasia bank sebagaimana diatur dalam Pasal 40
UUP/1992 yang tidak membedakan apakah nasabah tersebut sebagai Nasabah Penyimpan
atau Nasabah Debitur. Segala keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangandan hal-hal lain dari nasabah merupakan rahasia bank.
Meskipun keterangan mengenai Nasabah Debitur tidak diatur secara tegas dalam UUP/1998
sebagai rahasia bank, sebagaimana ketentuan rahasia bank menurut UUP/1992, namun
perubahan ini hanya merupakan satu bentuk apa yang dikenal dalam ilmu hukum pidana
sebagai depenalisasi. Depenalisasi di sini mempunyai pengertian bahwa perbuatan yang
semula diancam dengan pidana, ancaman pidananya dihilangkan, akan tetapi masih
dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain, misalnya dengan melalui hukum perdata
atau hukum administrasi. Artinya bahwa pengungkapan keterangan mengenai Nasabah
Debitur yang dalam UUP/1992 ditentukan sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana,
dengan UUP/1998 ini dihilangkan ancaman pidananya, akan tetapi tidak menghilangkan
sama sekali kemungkinan untuk dituntut secara perdata maupun administratif. Dengan kata
lain dapat disebutkan bahwa tidak masuknya lagi keterangan mengenai Nasabah Debitur
menjadi keterangan yang wajib dirahasiakan oleh Bank dan Pihak Terafiliasi sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 40 UUP/1998, bukan menghilangkan sifat wajib dirahasiakannya
keterangan tersebut, namun hanya mengalihkan kewajiban tersebut yang tadinya merupakankewajiban yang bersifat pidana (termasuk ketentuan yang bersifat publik) menjadi kewajiban
yang bersifat perdata.
Alasan penulis mengenai hal tersebut adalah bahwa kewajiban merahasiakan keterangan
mengenai Nasabah Debitur merupakan kewajiban yang bersifat perdata, serta pengungkapan
keterangan mengenai Nasabah Debitur dapat dituntut secara perdata adalah:
Pertama, hubungan antara bank dengan nasabah debitur merupakan fiduciary relation dan
confidential relation, sehingga kepercayaan serta kerahasiaan hubungan keduanya merupakan
moral obligation (kepatutan). Sejalan dengan hal tersebut dapat dikutip pernyataan M.
Sholehuddin dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana Perbankan sebagai berikut:
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
6/40
Keharusan bagi bank untuk memegang teguh rahasia bank adalah implementasi dari
hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya yang dilandasi oleh asas kerahasiaan
(konfidensialitas). Oleh karenanya, maka hubungan antara bank dengan nasabah, baik
nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur adalah hubungan kerahasiaan
(confidential relation).
Khususnya di bidang kredit, dapat ditambahkan pula di sini pendapat Sutan Remy Sjahdeini
yang menyatakan bahwa:
Bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah debitur atas dasar kepercayaan
bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar kembali kredit tersebut, maka juga
hubungan antara bank dan nasabah debitur, yaitu hubungan perjanjian kredit, bukanlah
sekedar hubungan kontraktual biasa antara kreditur dan debitur tetapi juga hubungan
kepercayaan (fiduciary relation).
Kedua, hubungan hukum antara Bank dengan Nasabah Debitur adalah berdasarkan perjanjian
yang diadakan antara Bank dengan Nasabah Debitur. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 1 butir 18 UUP/1998 sebagai berikut:
Nasabah Debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau Pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian
Bank dengan Nasabah yang bersangkutan.
Berdasarkan prinsip hubungan kerahasiaan, hubungan kontraktual antara Bank dengan
Nasabah Debitur mengandung syarat yang tersirat (implied term) bahwa Bank dianggap
mempunyai kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Debitur. Dalam
hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:
persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Ketiga, adanya kemungkinan Bank digugat melakukan perbuatan melanggar hukum oleh
Nasabah Debitur, bilamana dengan pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debiturdipandang oleh Nasabah Debitur merugikan dirinya. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Pasal
1365 KUHPerdata, yang secara tegas mengatur:
tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Di samping dapat digugat melakukan perbuatan melanggar hukum, Bank juga dimungkinkan
diancam pidana dengan menggunakan delik lain, yakni pengungkapan keterangan mengenai
nasabah Debitur dapat dipersangkakan sebagai kejahatan rahasia jabatan, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 322 KUHP, yang lengkapnya berbunyi:
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
7/40
1. Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus
rupiah.
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
Dari dasar-dasar dan alasan sebagaimana dibahas di muka, maka keterangan mengenai
Nasabah Debitur juga merupakan keterangan yang harus dirahasiakan, dimana kewajibannya
timbul dari hubungan kontraktual antara Bank dengan Nasabah Debitur. Dengan demikian
karena sifat kerahasiaan keterangan mengenai Nasabah Debitur lahir dari perjanjian (implied
term, Pasal 1339 KUHPerdata), pengungkapannya haruslah memenuhi kualifikasi-kualifikasi
tertentu pula yang disepakati antara Nasabah Debitur dan bank.
Sedangkan alasan lain yang memperkuat bahwa keterangan mengenai Nasabah Debitur
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan adalah tidak adanya ketentuan UUP/1998
yang secara tegas mewajibkan Bank untuk memberikan keterangan mengenai NasabahDebitur kepada siapapun dan untuk kepentingan apapun. Dengan demikian keterangan
mengenai Nasabah Debitur bukanlah keterangan yang terbuka bagi siapa saja dan untuk
kepentingan apapun, sehingga terdapat syarat dan kondisi yang membatasi bank untuk
memberikan keterangan mengenai Nasabah Debitur dan Pinjamannya. Persoalannya kini
adalah syarat dan kondisi apa yang membolehkan pengungkapan tersebut?
Untuk membahas pertanyaan tersebut, karena sejalan dengan pemikiran sistem hukum
Common Law, di mana kewajiban merahasiakan timbul sebagai implied term dari perjanjian
(kewajiban yang bersifat perdata), maka tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan
penggunaan kerangka berpikir sistem hukum Common Law dalam hal pengungkapan
keterangan mengenai Nasabah Debitur ini. Dalam yurisprudensi Inggris, terdapat satu kasus
klasik yang dipakai sebagai standar kualifikasi bagi pengungkapan keterangan mengenai
nasabah, bahkan yurisprudensi ini pun pada akhirnya menjadi standar pula bagi hampir
semua Negara Persemakmuran (Commonwealth), yakni putusan perkara Tournier v. National
Provincial and Union Bank of England, 1924 (yang dikenal juga dengan sebutan Tourniers
Case). Dari putusan Tourniers Case dapat diklasifikasikan bahwa Bank berhak untuk
mengungkapkan keterangan mengenai nasabahnya bilamana memenuhi salah satu dari empat
syarat/kondisi sebagai berikut:
1. Where disclosure is under compulsion by law.
2.
Where there is a duty to the public to disclose.3.
Where the interest of the bank require disclosure.
4. Where the disclosure is made with the express or implied consent of the customer.
Penjelasan dari keempat syarat/kondisi tersebut, beserta contohnya adalah:
Pertama, bilamana pengungkapan tersebut diharuskan oleh hukum, misalnya dalam hal Bank
dimintai bukti dalam pemeriksaan pengadilan, atau untuk kepentingan penyidikan. Dalam hal
penyidikan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Bank dapat
mengungkapkan keterangan mengenai Nasabah Debitur kepada penyidik sebagai berikut:
1.
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
8/40
2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang, yakni di antaranya: (i) Pejabat PNS tertentu di lingkungan Direktorat jenderal
Pajak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 44 (1)
UU No. 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan); (ii)n
Pejabat PNS tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan (Pasal 112 (1) UU No. 10Tahun 1995 tentang Kepabeanan); (iii) Pejabat PNS tertentu di lingkungan Bapepam
untuk melakukan penyidikan tidak pidana di bidang Pasar Modal (Pasal 101 ayat (2)
Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal).
Kedua, bilamana bank berkewajiban untuk melakukan pengungkapan kepada
masyarakat/publik, misalnya dalam hal dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
di mana Bank mengungkapkan keterangan mengenai Nasabah Debitur tertentu dan
pinjamannya untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai adanya dugaan terjadinya
penyelewengan kredit oleh Bank terhadap Nasabah Debitur tertentu.
Ketiga, bilamana pengungkapan dikehendaki demi kepentingan Bank (Where the interest ofthe bank require disclosure), misalnya Bank demi kepentingan sendiri dapat mengungkapkan
kepada pengadilan dalam pemeriksaan sengketa antara bank dengan seorang penjamin
(guarantor) Nasabah Debitur.
Keempat, bilamana nasabah memberikan persetujuannya (Where the disclosure is made with
the express or implied consent of the customer), misalnya dalam hal Nasabah memberikan
referensi-referensi bank kepada pihak lain, atau Nasabah memberikan kewenangan kepada
bank untuk mengungkapkan urusan-urusannya dalam rangka membantu akuntannya.
Simpulan
Sebagai perwujudan gagasan untuk meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap institusi
perbankan, pembentuk undang-undang telah melakukan pembaruan dalam UUP/1998
terhadap ketentuan mengenai rahasia bank. Pembaruan tersebut meliputi pengertian dan
obyek rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan kepentingan yang mengecualikan
ketentuan rahasia bank, pengalihan wewenang pemberian perintah dan izin pengecualian,
serta memperberat ancaman pidana dan penambahan delik rahasia bank.
Khusus dalam pengaturan pengecualian ketentuan mengenai rahasia bank menurut
UUP/1998, bagi BPK dan Bapepam, dikarenakan terdapat kondisi khusus, maka status
pengecualiannya menjadi tidak jelas. Kondisi khusus tersebut adalah bahwa secararedaksional pengecualian bagi BPK dan Bapepam tidak disebutkan dalam pasal-pasal
UUP/1998, hanya disebutkan dalam bagian penjelasan. Disamping itu tidak ada ketentuan
dalam UUP/1998 yang mewajibkan bank untuk memberikan keterangan kepada BPK dan
Bapepam, sedangkan di sisi lain terdapat peraturan perundangan yang memberikan
wewenang bagi kedua pihak tersebut untuk mendapatkan keterangan mengenai nasabah bank.
Berkenaan dengan keterangan mengenai Nasabah Debitur, walaupun UUP/1998 tidak
memasukkannya sebagai rahasia bank, namun pihak bank maupun pihak terafiliasi tetap
mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merahasiakannya. Kewajiban tersebut timbul dari
sifat kontraktual antara bank dan nasabah debitur. Oleh karena itu menurut pendapat penulis,
setiap pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur pun tidak dapat dilakukan tanpamemenuhi kualifikasi-kualifikasi tertentu.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
9/40
Daftar Bacaan:
1. Prof. Dr. Bambang Poernomo, SH, dan Aruan Sakidjo, SH, MH, Hukum Pidana:
Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.
2. Dennis Campbell, BA, JD, LL.M (general Editor), Internasional Bank Secrecy, Sweet
& maxwell, London, 1992.3. Drs. H. As. Mahmoeddin, Analisis Kejahatan perbankan, Rafflesia, Jakarta, 1997.
4.
M. Sholehuddin, SH, MH, Tindak Pidana Perbankan, rajawali Press, Jakarta, 1997.
5. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang
Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, IBI, Jakarta,
1993.
6. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH, Hak Tanggungan Asas dan Permasalahan Yang
Dihadapi Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 1, YPHB, Jakarta, 1997.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
10/40
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
11/40
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK
I. KETENTUAN UMUM
PadaPasal 5 ayat (1)Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Menurut jenisnya, Bank terdiri dari :
1.1.Bank Umum
Bank Umum disebut juga sebagai bank dagang, bank komersial, bank kredit,
bahkan di beberapa Negara disebut sebagai bank deposito.Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah ini dalam
kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.Sebagai Bank
konvensional, Bank Umum melakukan usaha perbankan dengan memberikan kredit kepada
nasabah baik perorangan maupun perusahaan. Sedangkan Bank Umum yang menganut
prinsip syariah menggunakan aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank
dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Bank Umum ini sendiri dapat berupa Bank Milik Negara, Swasta, maupun Koperasi,
yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro,
deposito, serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek.
Kredit jangka pendek ini dipilih karena dana utama yang diterima juga berjangka waktu
pendek, sehingga pemberian kredit jangka pendek diharapkan tidak mengganggu
kemampuan bank untuk memenuhi jangka pendeknya. Suatu bank dikatakan sebagai Bank
Umum karena bank tersebut mendapatkan keuntungan dari selisih bunga yang diterima dari
peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank kepada depositor (disebut spread).
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
12/40
1.2.Bank Perkreditan Rakyat.
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah ini dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.Jadi disini, terlihat bahwa perbedaan antara bank umum dengan BPR terletak
dalam kegiatan pemberian jasa dalam lalu lintas pembayaran.Bank Perkreditan Rakyat
memberikan jasa berupa menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
disebutkan bahwa:
1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
2. Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
a) Susunan organisasi dan kepengurusan;
b) Permodalan;
c) Kepemilikan;
d) Keahlian di bidang Perbankan;
e) Kelayakan rencana kerja.
3. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh BankIndonesia."
Dari ketentuan di atas dapat dilihat, bahwa langkah pertama yang harus dilakukan
dalam pendirian bank adalah menentukan jenis bank yang akan didirikan, apakah Bank
Umum atau Bank Perkreditan Rakyat. Dari kedua jenis bank, terdapat beberapa perbedaan
mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah bank.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
13/40
II. PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK
2.1. Pendirian Bank Umum
Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia
selaku Bank Sentral.Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2
tahapan.Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang
bersangkutan.Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.Selama belum mendapat izin
usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan
kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam SK Direksi BI No:
32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999 :
2.1.1. Syarat Umum
Dalam pasal 3 disebutkan :
1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank
Indonesia.
2) Bank hanya dapat didirikan oleh:
a) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia; atau
b) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia dengan WNA dan/atau Badan Hukum Asing secara
kemitraan.
Selanjutnya dalam pasal 4 disebutkan:
1) Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp
3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);
2) Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok,
simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang
Perkoperasian;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
14/40
3) Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum asing,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (2) huruf b setinggi-tingginya sebesar 99 %
(Sembilan puluh sembilah persen) dari modal disetor bank.
Bila dicermatisyarat-syarat pendirian bank umum tersebut tampak bahwa modal
yang harus disediakan relatif cukup besar.Tampaknya pimpinan BI menyadari bahwa bank
sebagai badan usaha memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan badan usaha
lainnya.Hal ini terlihat bahwa pimpinan bank tidak serta merta mengeluarkan izin usaha
walaupun modal sudah ada.
2.1.2. Persetujuan Prinsip
Sebagaimana dijabarkan dalam pasal 6:
1) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf a diajukan sekurang-kurangnya oleh seorang calon pemilik kepada direksi Bank
Indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran I dan wajib dilampri dengan:
a) Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang
sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan tempat kedudukan;
2. Kegiatan usaha sebagai Bank;
3. Permodalan;
4. Kepemilikan;
5. Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan dewan Komisaris serta Direksi;
b) Data kepemilikan berupa:
1) Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham
bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah;
2) Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta
daftar hibah bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi;
c) Daftar calon anggota dewan Komisaris dan anggota Direksi disertai dengan:
1. Fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor;
2. Riwayat hidup;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
15/40
3. Surat penyertaan pribadi (personal statement)yang menyatakan tidak pernah melakukan
tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya dan atau tidak pernah
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
4. Surat keterangan atau bukti tertulis dari bank tempat bekerja sebelumnya mengenai
pengalaman operasional di bidang perbankan bagi calon Direksi yang telah berpengalaman;
dan
5. Surat keterangan dari lembaga pendidikan mengenai pendidikan perbankan yang pernah
diikuti dan/atau bukti tertulis bagi Bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman
di bidang perbankan bagi calon anggota Dewan Komisaris.
d) Rencana susunan organisasi;
e) Rencana kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
2. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana yang dimaksud.
f) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari modal yang disetor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada
Bank di Indonesia dan atas nama Direksi Bank Indonesia q.q. salah seorang calon pemilik
untuk pendirian Bank yang yang bersangkutan dengan mencantumkan keterangan bahwa
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi
Bank Indonesia;
g) Surat pernyataan dari calon pemegang saham dan Bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi Bank yang berbentuk hukum
Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana yang dimaksud dalam huruf f:
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. Tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering).
2). Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal
1 huruf b:
a. Dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 3;
b. Dalam hal badan hukum wajib dilampiri dengan:
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
16/40
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan
yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum
asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal badan hukum tersebut;
2. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 3
dari seluruh dewan komisaris dan direksi dari badan hukum yang bersangkutan;
3. Rekomendasi dari instansi berwenang di Negara asal bagi bbadan hukum asing;
4. Daftar pemegang ssaham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi
baddan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi badan hukum koperasi;
5. Laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh akuntan public dengan posisi paling
lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan pesetujuan prinsip.
Mencermati persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin mendirikan Bank, agaknya
pemerintah tidak ingin mengulangi kekeliruan di masa lalu ketika muncul Paket
kebijaksanaan di bidang perbankan pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan Pakto 88.
Jika dicermati Pakto 88 tersebut, syarat-syarat untuk mendirikan bank tidak terlalu
sulit.Namun, bank tidak dikelola secara profesional, akibatnya bank harus dicabut ijin
usahanya oleh pemerintah. Untuk memperkokoh keberadaan bank sebagai lembaga
penyimpan dana yang aman, landasan hukum perbankan pun diperbaharui.
2.1.3. Data Kepemilikan Bank
Dalam mendirikan sebuah bank tidak hanya dilihat dari jumlah modal yang
dimilikinya, akan tetapi siapa pemilik dan pengelola bank. Prosedur tersebut tampak pada
ketentuan di bawah ini:
Pasal 9
Permohonan untuk mendapat ijin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b
diajukan oleh Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format pada
lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:
a. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukumyang telah disahkan
oleh instansi yang berwenang;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
17/40
b. Data kepemilikan berupa:
1. Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi bank yang
berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; atau
2. Daftar angora berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar
hibah bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi; yang masing-masing disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2);
c. Daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi, disertai dengan:
1. Pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2. contoh tandatangan dan paraf;
3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c;
4. fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin bekerja dari instansi
berwenang, bagi warga Negara asing;
d. Susunan organisasi serta system dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia;
e. Bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam
bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank di Indonesia atas nama Direksi Bank Indonesia
q.q. salah seorang pemilik Bank yang bersangkutan dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Direksi Bank Indonesia.
f. bukti kesiapan operasional berupa:
1. daftar aktiva tetap dan inventaris;
2. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa
gedung kantor;
3. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
4. contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional Bank;
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
g. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas Perusahaan Daerah atau dari anggota bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi
bunga pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf c:
1. tidak bersal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money loundering);
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
18/40
h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) bagi anggota dewan Komisaris;
i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
bagi anggota Direksi;
j. Surat pernyataan dari anggota dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4);
k. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
l. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada
suatu perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).
Selanjutnya dalam Pasal 13 disebutkan:
1. Kepemilikan Bank oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
2. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan:
a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan dan kerugian,
bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; atau
b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana
cadangan dan Sisa Hasil Usaha dikurangi penyertaan dan kerugian bagi Badan Hukum
Koperasi.
2.1.4. Yang dapat menjadi Pemilik Bank
Dalam Pasal 15 dijabarkan siapa saja yang dapat menjadi pemilik bank:
1. Yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
2. Pemilik Bank yang memiliki integritas yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, antara lain adalah pihak-pihak yang:
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
19/40
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap perkembangan operasional bank yang sehat;
d. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi pemegang saham Bank.
2.1.5. Perubahan Modal
Dalam Pasal 10 disebutkan:
1. Perubahan modal dasar bagi Bank yang berbentuk Hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan
Daerah wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10
hari setelah tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang
dilampiri dengan:
a. Notulen rapat umum pemegang saham;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.
2. Perubahan modal bagi Bank yang berbentuk Badan Hukum Koperasi, wajib dilaporkan oleh
Direksi Bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal perubahan
anggaran dasar dilampiri dengan:
a. Notulen rapat anggota;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.
2.1.6. Perubahan Pemilik
Dalam Pasal 18 disebutkan:
1. Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau
penambahan pemilik Bank, wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan.
2. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
diakibatkan adanya penambahan modal disetor wajib dilampiri dengan:
a. Bukti penyetoran;
b. Notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota.
c. Surat pernyataan dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
20/40
d. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.
3. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
tidak mengubah modal disetor wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b,c dan d.
2.1.7. Dewan Komisaris
Yang dapat menjadi Komisaris Bank diatur dalam Pasal 19, yaitu:
1. Anggota dewan Komisaris dan Direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya;
c. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
2. Anggota dewan komisaris dan Direksi yang memiliki integritas yang baik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c, antara lain adalah pihak-pihak yang:
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat;
d. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota dewan Komisaris dan Direksi Bank.
Pasal 20
1. Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan Warga
Negara Asing sebagai anggota Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Di antara Dewan Komisaris dan Direksi Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
sekurang-kurangnya terdapat satu orang anggota dewan Komisaris dan satu orang anggota
Direksi berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 21
1. Jumlah anggota dewan Komisaris sekurang-kurangnya dua orang.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
21/40
2. Anggota dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki
pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan.
3. Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan:
a. Sebagai anggota dewan Komisaris sebanyak-banyaknya pada satu bank lain atau Bank
Perkreditan Rakyat; atau
b. Sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang memerlukan
tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya pada dua perusahaan lain bukan bank atau
bukan Bank Perkreditan rakyat.
4. Mayoritas anggota dewan Komisaris dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua termasuk suami/istri, menantu, dan ipar dengan anggota dewan Komisaris
lain.
Pasal 22
1. Direksi Bank sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang.
2. Mayoritas dari anggota Direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-
kurangnya 5 tahun sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank.
Pasal 23
1. Mayoritas anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua termasuk suami/istri, keponakan, menantu, ipar, dan besan dengan anggota Direksi
lain atau anggota dewan Komisaris;
2. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi
atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain;
3. Di antara anggota-anggota Direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain;
4. Direksi Bank dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas;
2.1.8. Persetujuan Bank Indonesia
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
22/40
Anggota Komisaris Bank harus mendapat persetujuan dari Pimpinan Bank Indonesia.Hal ini
dijabarkan dalam Pasal 24.
1. Calon anggota dewan Komisaris atau Direksi wajib memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya;
2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
disampaikan oleh Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebelum rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengangkatan dimaksud, disertai
dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c,Pasal 9 huruf h, I, j,
k dan l;
3. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pengangkatan anggota dewan Komisaris
atau Direksi diberikan selambat-lambatnya 15 hari sejak dokumen permohonan diterima
secara lengkap;
4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), Bank Indonesia melakukan:
a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaiman dimaksud dalam ayat
(2);
b. Wawancara terhadap calon anggota dewan Komisaris atau Direksi.
5. Laporan pengangkatan anggota dewan Komisaris atau Direksi wajib disampaikan oleh
Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah
pengangkatan dimaksud disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota,
disertai dengan notulen rapat umum pemegang saham atau notulen rapat anggota.
2.1.9. Pimpinan Cabang
Penggantian Pimpinan Cabang Bank wajib dilaporkan ke Pimpinan Bank Indonesia, hal
ini dijabarkan dalam Pasal 25.Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang
wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari setelah tanggal pengangkatan dan dilampiri dengan:
a. Surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai pemimpin Kantor Cabang dan Direksi
Bank;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
23/40
b. Dokumen yang menyatakan identitas calon pemimpin Kantor Bank dengan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c angka 1, angka 2, dan angka 3, serta
Pasal 9 huruf c angka 1dan angka 2.
2.2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Pada pendirian BPR juga diperlukan izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana Bank
Umum. Pada proses izin usaha dari Bank Indonesia diperlukan 2 tahap yaitu tahap
persetujuan prinsip dan perolehan izin usaha. Selama salah satu atau kedua proses ini
belum terpenuhi maka BPR tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun di bidang
perbankan. Syarat-syarat untuk mendirikan BPR diatur dalam SK Direksi BI
No.32/35/Kep/Dir, tentang Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999.
2.2.1. Syarat Umum Pendirian BPR
Hal ini dijabarkan dalam Pasal 3:
1. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank
Indonesia
2. BPR hanya dapat didirikan oleh:
a) Warga Negara Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;
b) Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;
c) Pemerintah Daerah; atau
d) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.
2.2.2. Modal BPR
Dalam Pasal 4 disebutkan:
1. Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:
a. Rp. 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan diwilayah Daerah Khusus
Ibukota jakarta Raya dan Kabupaten/Kotamadya Tanggerang, Bekasi, dan Karawang;
b. Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota
propinsi diluar wilayah tersebut pada huruf a;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
24/40
c. Rp. 500.000.000 (lim ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan di luar wilayah tersebut
pada huruf a dan huruf b.
2. Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok,
simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang
perkoperasian;
3. Bagian dari modal disetor BPR yang digunakan untuk modal kerja sekurang-kurangnya
berjumlah 50% (lima puluh perseratus)
2.2.3. Persetujuan Prinsip
Masalah ini dijabarkan dalam Pasal 6 sebagai berikut:
1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf a diajukan oleh sekurang-kurangnya oleh seorang calon pemilik kepada Direksi Bank
Indonesia sesuai dengan format lampiran 1 dan wajib dilampiri dengan :
a) Rancangan akta pendirian badan huku, termasuk rancangan anggaran dasar yang
sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan tempat kedudukan
2. Kegiatan usaha sebagai BPR3. Permodalan
4. Kepemilikan
5. Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan dewan Komisaris dan Direksi;
b) Data kepemilikan berupa:
1. Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham
bagi BPR yng berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah
2. Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta
daftar hibah bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi
c) Daftar calon anggota dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:
1. Fotokopi KTP;
2. Riwayat hidup;
3. Surat pernyataan yang menyatakan tidak pernah melakukan tidakan tercela di bidang
perbankan. Keuangan, dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
25/40
4. Surat keterangan atau bukti tertulis dari pihak sebelumnnyamengenai pengalaman
operasional dibidang perbankan bagi calon Direksi yang tidak berpengalaman;
5. Surat keterangan dari lembaga pendidikan perbankan yang pernah diikuti dan/atau bukti
tertulis dari pihak Bank tempat bekerja sebelumya mengenai penglaman dibidang
perbankan bagi calon anggota dewan komisaris
d) Rencana susunan organisasi;
e) Rencana kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Hasil penelaahan mengenai peluang dasar dan potensi ekonomi;
2. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;
3. Rencana kebutuhan pegawai;
4. Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan yang dimulai sejak BPR melakukan kegiatan
operasionalnya serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi;
f) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% dari modal disetor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1), dalam bentuk fotokopi Bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia
dana atas nama Direksi Bank Indonesia q.q salah seorang calon pemilik untuk pendirin BPR
yang bersanngkutan dengan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indonesia
g) Surat pernyataan dai pemegang saham bagi BPR yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota dari BPR yng berbentu hukum
koperasi,bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud dalam huruf f:
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melnggar hukum.
2. Daftar calon pemegang saham atau calon anggota sebagiamana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b:
a. dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c angnka 1, angka 2, dan angka 3;
b. dalam hal Badan Hukum wajib dilampiri dengan:
1. akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang
telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
26/40
2. dokumen sebagimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 1, angka 2 dan angka 3 dari
seluruh Dewan Komisaris dan Direksi badan hukum yang bersangkutan;
3. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi
badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian
jumlah simpanan pokok, simpanan wajib serta daftar hibah bagi badan hukum koperasi;
4. laporan keuangan posisi akhir bulan sebelum tanggal pengajuan permhonan persetujuan
prinsip;
5. laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan posisi paling
lama 6bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan pengajuan prinsip, bagi badan hukum
yang melakukan penyertaan sebesar Rp.1.000.000.000 atau lebih.
2.2.4. Ijin Pendirian BPR
Dalam pasal 9 disebutkan :
Permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b
diajukanoleh direksi BPR kepada direksi Bank Indonesia sesuai dengan format dalam
lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:
a) akta pendirian badan hokum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan
oleh instansi yang berwenang;
b) data kepemilikan berupa :
1. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi BPR yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas/perusahaan daerah;
2. daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar
hibah bagi BPR yang berbentuk Hukum koperasi, yang masing-masing disertai dengan
dokumen sebagaimana yang dimaksud pasal 6 ayat (2).
c) daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:
1. disertai pas foto terakhir ukuran 4x4 cm;
2. contoh tandatangan dan paraf;
3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c.
d) susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk personalia:
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
27/40
e) bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1), dalam bentuk
fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama Direksi Bank
Indonesia q.q. salah seorang pemilik BPR yang bersangkutan dengan mencantumkan
keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari direksi bank Indonesia;
f) Bukti kesiapan operasional antara lain berupa:
1. Daftar aktiva tetap dan inventaris;
2. Bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa menyewa
gedung kantor;
3. Foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
4. Contoh formulir/warkat yang akan digunkan untuk operasional BPR;
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
g) Surat pernyataan dari pemegang saham bagi BPR yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari anggota bagi BPR yang berbentuk hukum koperasi
bahwa pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf c :
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum.
h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20 ayat (3) dan ayat (4) bagi anggota dewan Komisaris;
i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2)
bagi anggota direksi;
j. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan bersedia menjadi direksi
selama sekurang-kurangnya 3 tahun sejak BPR beroperasi dan tidak akan mengundurkan
diri, kecuali mendapat persetujuan terlebih dahulu dari bank Indonesia;
k. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mem[punyai
hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1)
2.2.5. Kepemilikan BPR
Menurut pasal 13
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
28/40
1. Kepentingan BPR oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2)
setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih Badan Hukum yang bersangkutan;
2. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan :
a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan
kerugian, bagi badan hokum perseroan terbatas/perusahaan daerah; atau
b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal pernyertaan, dana
cadangandan sisa hasil usaha dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum
koperasi.
Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan:
Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak :
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang
diterapkan oleh Bank Indonesia.
b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain :
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
2. Mematuhi peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersedia mengembangkan BPR yang sehat.
2.2.6. Perubahan modal
Hal ini dijabarkan dalam pasal 16 sebagai berikut :
1. Perubahan modal dasar bagi BPR yang berbentuk badan hokum perseroan
terbatas/perusahaan daerah wajib dilaporkan oleh direksi BPR kepada bank Indonesiaselambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instani yang berwnang dilampiri dengan:
a. Notulen rapat umum pemegang saham;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
29/40
2. Perubahan modal bagi BPR yang berbentuk hokum koperasi wajib dilaporkan oleh direksi
BPR kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan
perubahan anggaran dasar dilampiri dengan:
a. Notulen rapat umum pemegang saham;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.
2.2.7. Perubahan Pemilik Modal
Dalam pasal 17disebutkan :
1. Penggantian dan/atau penambahan pemilik BPR wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia;
2. Tatacara penggantian dan/atau penambahan pemilik BPR sebagaimana perundang-
undangan yang berlaku tentang merger, konsolidasi dan akuisi bank;
Selanjutnya dalam pasal 18 dikemukakan :
1. Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau
penambahan pemilik wajib dilaporkan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan;
2. Laporan perubahan komposisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diakibatkan
adanya penambahan modal disetor wajib dilampiri dengan:
a. Bukti penyetoran;
b. Notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota;
c. Surat pernytaan dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf g;
d. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasa 9 huruf b.
3. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
tidak mengubah modal disetor wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d;
2.2.8. Anggota Komisaris dan Direksi
Dalam pasal 19 disebutkan :
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
30/40
Anggota dewan komisaris dan direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak termasuk dalam daftar oang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh bank Indonesia
b. Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain :
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersedia mengembangkan dan melakuan kegiatan ussaha BPR secara sehat.
Selanjutnya dalam pasal 20 disebutkan:
1) Jumlah anggota dewan Komisaris dan Direksi sekurang-kurangnya 1 orang;
2) Anggota dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib memiliki
pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan;
3) Anggota dewan komisaris BPR dapat merangkap jabatan sebagai komisaris sebanyak-
banyaknya pada 3 BPR dan/atau BPR berdasarkan prinsip syariah;
4) Komisaris BPR dilarang menjabat sebagai anggota direksi pada bank umum.
Pasal 21
1) Jumlah anggota direksi BPR sekurang-kurangnya 2 orang;
2) Anggota direksi sekurang-kurangnya berpendidikan formal setingkat Diploma II atau
sarjana muda;
3) Sekurang-kurangnya 50% dari anggota direksi wajib berpengetahuan dalam operasional
bank sekurang-kurangnya 2 tahun sebagi pejabat di bidang pendanaan dan/atau
perkreditan.
2.2.9. Syarat Menjadi Anggota Direksi
1) Anggota direkasi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
31/40
a) Anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orangtua termasuk mertua, anak
termasuk menantu, saudara kandung termasuk hubungan sebagai orangtua, anak dan
suami/istri;
b) Dewan komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak dan suami/istri.
2) Anggota direksi BPR dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau pejabat
eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain;
3) Direksi BPR dilarang memberikan kuasa hokum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.
Pasal 23
1. Dalam hal terjadi penggantian anggota dewan komisaris dan/atau direksi, calon pengganti
jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari direksi bank Indonesia sebelum
diangkat dan menduduki jabatannya;
2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
disampaikan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia sebelum rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengangkatan dimaksud, disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, huruf h, huruf I dan huruf k;
3. Persetujuan atau penolakan atas permodalan pengangkatan anggota dewan komisaris dan
direksi diberikan selambat-lambatnya 15 hari setelah dokumen permohonan diterima
secara lengkap;
4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), Bank Indonesia melakukan :
a) Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaiimana yang dmaksud dalam
ayat (2);
b) Wawancara terhadap calon anggota dewan komisaris dan direksi.
5. Laporan pengangkatan anggota dewan komisaris dan/atau direksi wajib disampaikan oleh
direksi BPR kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah pengangkatan
dimaksud disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan
format dalam lampiran 5, disertai notulen rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
32/40
2.2.10. Peningkatan Status BPR
BPR dapat ditingkatkan statusnya menjadi Bank Umum. Persyaratannya adalah BPR
tersebut harus memiliki tingkat permodalan, yang selama 12 bulan terakhir atau sekurang-
kurangnya 10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. BPR tersebut juga
harus memenuhi persyaratan modal disetor untuk menjadi Bank Umum dan memenuhi
ketentuan Direksi dan dewan Komisaris sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Bank
Umum.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
33/40
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
34/40
PERIZINAN BANK, BENTUK-BENTUK HUKUM DAN KEPEMILIKAN BANK
Diposkan oleh kang iwan belajar Sabtu, 23 Oktober 2010
2.1. Perizinan
Bank sebagai suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun dana
dari masyarakat dalam berbagai bentuknya, sudah tentu membutuhkan banyak persyaratan
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Ini sangat penting untuk melindungi kepentingan
masyarakat, terutama terhadap nasabah penyimpan dan simpanannya.
Untuk maksud tersebut dalam Undang-Undang Perbankan telah sedemikian rupa
diatur mengenai perizinan untuk menjalankan kegiatan usaha bank sebagaimana ditentukan
dalam pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 yaitu:
Pasal 16 ayat 1 :
Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum
atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-
undang tersendiri
Dalam ketentuan pasal 16 ayat 1 di atas , mengandung arti bahwa kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang
perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya
disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut. Sehubungan dengan itu dalam ayat
ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
hanya dapat dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum
atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Namun, dimasyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukankegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan,
misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi.
Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup dalam kegiatan usaha perbankan
berdasarkan ketentuan ayat ini. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pasal 16 ayat 2
Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
http://arsipkangiwan.blogspot.com/2010/10/perizinan-bank-bentuk-bentuk-hukum-dan.htmlhttp://arsipkangiwan.blogspot.com/2010/10/perizinan-bank-bentuk-bentuk-hukum-dan.htmlhttp://arsipkangiwan.blogspot.com/2010/10/perizinan-bank-bentuk-bentuk-hukum-dan.html7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
35/40
a. Susunan Organisasi Dan Kepengurusan ;
b. Permodalan ;
c. Kepemilikan ;
d. Keahlian di bidang Perbankan ;
e. Kelayakan rencana kerja.
Dari ketentuan pasal 16 ayat 2 tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam hal
memberikan izin usaha sebagai bank umum dan bank perkreditan rakyat, bank Indonesia
selain memerhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, juga
wajib memerhatikan tingkat persaingan yang sehat antar bank, tingkat kejenuhan jumlah
bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Pasal 16 ayat 3
Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh Bank Indonesia
Sebagaimana halnya ketentuan pasal 16 ayat 1 dan ayat 2, maka berhubungan dengan
ketentuan pasal 16 ayat 3 dapat dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain adalah:
a. Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang
perbankan dan konduiteyang lain
b. Larangan adanya hubungan keluarga diantara pengurus bank.
c. Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan.
e. Kelayakan rencana kerja.
f. Batas waktu pemberian izin pendirian bank.
2.2. Bentuk-Bentuk Hukum Bank
Undang-undang perbankan membedakan secara tegas bentuk hukum untuk bank
umum, bentuk hukum untuk bank umum. Bentuk hukum untuk bank perkreditan rakyat dan
bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri.
Untuk bank umum dikenal tiga bentuk hukum sebagaimana ditentukan oleh pasal 21
ayat 1, yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah sedangkan bentuk
hukum untuk Bank Perkreditan Rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat 2 adalah Perusahaan
Daerah, Koperasi, Perseroan Terbatas, bentuk lain yang ditetapkan oleh peraturan
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
36/40
pemerintah. Dan bentuk hukum dari antar perwakilan dan kantor cabang yang
berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya,
sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 ayat 3.
Dari apa yang diuraikan diatas, menunjukkan bahwa bentuk hukum untuk Bank
Perkreditan Rakyat lebih banyak daripada bentuk hukum untuk Bank Umum. Perbedaan
yang substansial adalah adanya peluang untuk mendirikan bank perkreditan rakyat dalam
bentuk lain sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 2. Dalam penjelasan pasal 21
ayat 2 huruf d dikatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi
penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti
bank desa, lumbung desa, badan kredit desa dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 58.
Dalam pasal 58 Undang-Undang Perbankan ditentukan bahwa, Bank Desa, Lumbung
Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa
(LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK),
Lembaga Pengkreditan Kecamatan, Badan Karya Produksi Desa (BKPD) dan atau lembaga-
lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Pengkreditan
Rakyat berdasarkan undang-undang dengan memenuhi persyaratan tata cara yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.3. Kepemilikan
Untuk pendirian bank di Indonesia telah diatur secara tegas oleh undang-undang
perbankan. Persyaratan mengenai pendirian bank tersebut tergantung pada jenis bank yang
akan didirikan.
Sebagaimana diatur pada pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Perbankan, bahwa Bank
Umum hanya dapat didirikan oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga
Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing dan atau
badan hukum asing secara kemitraan (Join Venture), dan pasal 22 ayat 2 menentukan
bahwa ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh bank Indonesia.
Ketentuan mengenai pendirian bank diatas, tidak berlaku bagi pendirian Bank
Perkreditan Rakyat untuk pendirian bank pengkreditan rakyat berlaku ketentuan sendiri
yang sedikit dengan pendirian Bank Umum
Menurut pasal 23 Undang-Undang Perbankan, bahwa Bank Perkreditan Rakyat
hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia
yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia, pemeritahan daerah, atau dapat memiliki
kesamaan ketiganya.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
37/40
Dari ketentuan diatas, jelaslah bahwa dalam pendirian perkreditan rakyat tidak
memberi peluang kepada warga Negara asing dan badan hukum asing, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama secara kemitraan (Join Venture) dengan warga Negara Indonesia
dan atau badan hukum indonesia. dengan perkataan lain, dalam hal perkreditan rakyat
dimiliki oleh badan hukum Indonesia maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruhpemiliknya adalah seluruh warga Indonesia. Jadi, hanya warga Negara Indonesia dan badan
hukum Indonesia yang sama sekali tidak mengandung unsur asing (Foreign Element).
Mengenai kepemilikan bank ini oleh Undang-Undang Perbankan dibedakan sesuai
dengan bentuk hukum dari bank. Untuk Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang
berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang
tentang Koperasi sebagaimana ditentukan dalam pasal 24, sedangkan dalam pasal 25
ditentukan bahwa Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk Perseroan
Terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Maksud dariditentukannya bentuk saham bank dalam bentuk atas nama adalah untuk dapat mengetahui
perubahan kepemilikan saham dari bank tersebut.
Dalam ketentuan pasal 26 ayat 1, 2, dan 3 ditentukan hal-hal yang juga berkaitan
dengan kepemilikan bank sebagaimana berikut:
Pasal 26 ayat 1
Bank Umumdapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
Dalam penjelasannya dikemukakan dalam ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk
memperkuat struktur permodalan, penyebaran kepemilikan dan meningkatkan kinerja bank
tersebut
Pasal 26 ayat 2 :
Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau
badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan
atau melalui bursa efek
Maksud dari ketentuan ini adalah untuk membuka kesempatan yang lebih luas kepada
berbagai pihak,baik Indonesia maupun asing untuk ikut serta memiliki bank umum.
Pasal 26 ayat 3
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah
Dalam penjelasan ketentuan pasal26 ayat 3 ini dikatakan bahwa pokok pokok
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah memuat antara lain:
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
38/40
a. Persyaratan kepemilikan saham termasuk kondisi keuangan calon pemilik bank
b. Persyaratan dokumen yang harus di penuhi.
Berkaitan dengan masalah kepemilikan bank tersebut,perlu juga dikemukakan juga
bahwa dalam hal terjadinya perubahan kepemilikan bank,ada 2 kewajiban yang wajib dipenuhi sebagai mana di tentukan pasal 27 undang-undang perbankan yaitu:
a. Memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16 ayat 3 ,pasal 22,23,24,25,dan
pasal26.
b. Dilaporkan pada bank Indonesia.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
39/40
DAFTAR PUSTAKA
Sentosa Sembiring, S.H., M.H. 2000.Hukum Perbankan. Bandung. Mandar Maju.
Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. 1999. Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang
Tahun 1998) Buku Kesatu. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
-------. 2011. Booklet Perbankan Indonesia 2011. Jakarta. Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan.
Drs. Muhamad Djumhana. 1998. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
7/21/2019 ( DDP )PENDIRIAN DAN KERAHASIAAN BANK.docx
40/40
Anda menjadi nasabah bank? Anda tentu memiliki nomor rekening pada sebuahbank, baik bank swasta maupun bank pemerintah. Sebagai jaminan perlindungankepada nasabah yang berkenaan dengan keadaan keuangan nasabah, terdapat
istilah kerahasiaan bank. Apakah artinya? Tips hukum kali ini membahas tentangistilah kerahasiaan bank.
Kerahasiaan bank sangatlah penting agar bank dipercaya oleh masyarakat yangkemudian mau menyimpan uangya pada bank. Masyarakat hanya mempercayakanuangnya pada bank atau menggunakan jasa bank apabila bank memberikanjaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangannasabah tidak disalahgunakan.
Undang-Undang Perbankan memberikan jaminan kerahasiaan bank guna melindungikepentingan nasabah penyimpan dana dan simpanannya. Undang-undang yanglama melindungi segala sesuatu yang menyangkut keterangan dan keadaan
keuangan nasabah, baik nasabah penyimpan maupun nasabah debitur. NamunUndang-Undang Nomor 10 tahun 1998 memberi batasan tentang hal-hal yang wajibdirahasiakan oleh bank, yaitu sebatas pada keterangan dan keadaan keuangannasabah penyimpan dana saja. Keterangan dan keadaan keuangan nasabah selainsebagai nasabah penyimpan dana bukan merupakan keterangan yang wajibdirahasiakan oleh bank. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkandananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengannasabah yang bersangkutan.
Beberapa literatur menyatakan berdasarkan berbagai ketentuan pada undang-undang perbankan, maka ruang lingkup rahasia bank meliputi:
1. Keterangan mengenani nasabah penyimpan dan simpanannya. Ini tidak termasukketerangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya;2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangantersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang;3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan dansimpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasitersebut tergolong pada informasi yangdikecualikan atau informasi nasabahpenyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank.
Undang-undang perbankan secara limitatif menyebutkan pengecualian dariketentuan kerahasiaan bank. Kewajiban bank untuk memegang teguh kerahasiaan
bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal seperti di bawah ini, yaitu untuk:
1. Kepentingan perpajakan2. Penyelesaian piutang bank3. Kepentingan peradilan pidana4. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata5. Kepentingan tukar-menukar informasi antarbank6. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah7. Kepentingan penyelesaian kewarisan.