11

repositori.unud.ac.id · Materi Penelitian Penelitian ini ... pengenceran ganda dengan mengambil sebanyak 250 µl larutan stock standard lalu ... Air dan sidik jari pada dasar plate

Embed Size (px)

Citation preview

Buletin Veteriner Udayana Volume 7 No. 1ISSN: 2085-2495 Februari 2015

1

Profil Growth Hormone Sapi Bali Betina Pada Tiga Tipe LahanPemeliharaan Di Provinsi Bali

(THE GROWTH HORMONE PROFILE OF BALI CATTLE’S IN THREE TYPES OFPRESERVATION AREA IN BALI PROVINCE)

Sri milfa1, Ni Ketut Suwiti2, I Wayan Masa Tenaya3

1Mahasiswi Program Studi Magister Kedokteran Hewan Universitas Udayana2Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

3Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Veteriner Denpasar, BaliE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil growth hormone sapi bali pada tiga tipelahan pemeliharaan di Provinsi Bali. Sampel dalam penelitian ini berupa serum yang diambil dari78 ekor sapi bali yang dipelihara pada lahan kebun, sawah, dan tegalan di Provinsi Bali. Serumdiuji dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa konsentrasi growth hormone sapi bali yang tertinggi pada lahankebun 3225,19 pg/ml dan terendah 931,17 pg/ml dengan rerata 1311,38±128,44 (rerata±SEM),pada lahan sawah yang tertinggi 1852,91 pg/ml dan terendah 906,22 pg/ml dengan rerata1185,89±41,52 (rerata±SEM), serta pada lahan tegalan yang tertinggi 5044,08 pg/ml dan terendah1046,83 pg/ml dengan rerata 1927,64±246,64 (rerata±SEM). Kesimpulan dari penelitian iniadalah terdapat perbedaan profil growth hormone antara sapi bali yang dipelihara pada lahansawah, kebun, dan tegalan. Konsentrasi growth hormone sapi bali yang paling tinggi terdapat padalahan tegalan (1927,64±246,64) dan terendah terdapat pada lahan sawah (1185,89±41,52).

Kata kunci: Growth hormone, sapi bali, lahan pemeliharaan, ELISA

ABSTRACT

The objective of this study was to determine the growth hormone profile of bali cattle’swhich was reared in three different types of preservation areas in Bali Province namely gardens,fields and cultivated lands. The sample of this study was serum taken from 78 bali cattles whichspread in those three areas. The growth hormone concentration was tested from the serum usingELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). The results showed that the highest concentrationof growth hormone of bali cattle’s in gardens was 3225,19 pg/ml and the lowest was 931,17 pg/mlwith mean was 1311,38±128,44 (mean±SEM). In fields area, the highest concentration of growthhormone was 1852,91 pg/ml and the lowest was 906,22 pg/ml with mean was 1185,89±41,52(mean±SEM), and in the cultivated land, the highest concentration of growth hormone was5044,08 pg/ml and the lowest was 1046,83 pg/ml with mean was 1927,64±246,64 (mean±SEM).This study concluded that the profile of growth hormone concentration of bali cattle’s reared ingardens, fields, and cultivated land were different. The highest growth hormone concentration wasfound in cultivated land (1927,64±246.64) and the lowest was in fields (1185,89±41.52).

Key words: Growth hormone, bali cattle, preservation area, ELISA

Buletin Veteriner Udayana Sri Milfa, dkkISSN: 2085-2495

2

PENDAHULUAN

Di Provinsi Bali, sapi bali dipeliharapada tipe lahan kebun, sawah serta tegalandan telah dibuktikan bahwa peningkatanberat badan sapi pada setiap tipe lahanpemeliharaan tersebut berbeda-beda, yaknipeningkatan berat badan sapi bali pada lahankebun sebesar 0,794 kg/ekor/hari, padalahan sawah sebesar 0,579 kg/ekor/hari, danpada lahan tegalan sebesar 0,809kg/ekor/hari (Suwiti et al., 2013). Hasilpenelitian tersebut menunjukkan adanyaketerkaitan antara tipe lahan pemeliharaandengan pertumbuhan sapi bali. Salah satufaktor genetik yang mempengaruhipertumbuhan adalah growth hormone(hormon pertumbuhan) yang menyebabkanperubahan fisiologis di dalam tubuh hewanserta berdampak pada proses fisiologis didalam jaringan dan organ tubuh (Baumandan Vernon, 1993). Kemampuan sapi baliberadaptasi terhadap lingkungan sangattinggi sehingga berpengaruh terhadappertumbuhannya (Handiwirawan danSubandriyo, 2004).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh duafaktor, yakni faktor eksternal dan internal.Faktor eksternal dan internal salingberinteraksi satu sama lain dalam prosespertumbuhan (Noor, 1999). Faktor eksternalyang dapat berpengaruh terhadappertumbuhan adalah tempat pemeliharaan,Lingkungan fisik (radiasi, suhu udara,kelembaban, kecepatan angin, curah hujan,dan ketinggian tempat) dan lingkunganbiotik (vegetasi) merupakan faktorlingkungan (tempat pemeliharaan) yangberpengaruh terhadap pertumbuhan ternak(Gregory, 1961), sedangkan faktor internalyang mempengaruhi pertumbuhan tersebutadalah faktor genetik yang lebih spesifikdikaitkan dengan growth hormone.

Growth hormone merupakan hormonpeptida yang secara alami dihasilkan olehsomatotropes, subclass dari sel hipofisaacidophilic yang terletak dalam kelenjarhipofisa bagian depan yang membantumengganti sel-sel yang rusak pada tubuh(Shimon et al., 1997). Dalam pertumbuhan

dan perkembangan sel hewan, growthhormone merupakan salah satu faktor yangmemegang peranan penting. Pada hewanyang sedang tumbuh, growth hormone dapatmeningkatkan efisiensi produksi,pengurangan deposisi lemak, merangsangpertumbuhan otot, meningkatkan efisiensipenggunaan pakan, meningkatkanpertumbuhan organ, dan meningkatkanpertumbuhan tulang (Butler dan Roith,2001). Menurut Prakash et al., (2003)konsentrasi growth hormone dalam serumsecara kuantitatif dapat diukur denganmenggunakan metode ELISA. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui profil growthhormone sapi bali pada tiga tipe lahanpemeliharaan di Provinsi Bali.

METODE PENELITIAN

Materi PenelitianPenelitian ini menggunakan Bovine

Growth Hormone ELISA kit (Cloud-CloneCorp, USA) yang terdiri dari strip plate 96-well, standard, reagen A (Biotin conjugatedantibody specific), reagen B (Avidinconjugated Horse Radise Peroxidase),substrat (Tetrametyl benzidine), wash buffer,kertas plate, standar diluent, assay diluentA, assay diluent B, stop solution (Sulphuricacid), PBS, dan air destilasi.

Sampel yang digunakan dalampenelitian ini sebanyak 78 serum sapi balibetina dewasa yang dipelihara pada lahankebun, sawah, dan tegalan dengan masing-masing sebanyak 26 sampel serum. Lahankebun berada di Desa Kerta, KecamatanPanyangan, Kabupaten Gianyar, lahansawah berada di Desa Kelating, KecamatanKerambitan, Kabupaten Tabanan, dan lahantegalan berada di Desa Kaliasem,Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.Pengambilan sampel dalam penelitian inimenggunakan model Purposive Sampling,yaitu pengambilan sampel dilakukan secarasengaja sesuai dengan karakter sampel yangdiperlukan, yakni sapi bali betina dewasaberumur 2,5 – 3,5 tahun dengan kriteriasehat dan tidak dalam masa bunting yangdipelihara pada lahan kebun, sawah, dan

Buletin Veteriner Udayana Volume 7 No. 1ISSN: 2085-2495 Februari 2015

3

tegalan. Sampel serum diperoleh dengancara pengambilan darah denganmenggunakan tabung venoject, melalui VenaJugularis. Darah diambil sebanyak 10 mlkemudian didiamkan selama 2 jam padatemperatur ruangan, lalu serum dipisahkandengan mengggunakan pipet steril dandimasukkan ke dalam tabung efendorf.

Metode PenelitianProsedur penelitian ini mengikuti buku

panduan metode ELISA dari Cloud-CloneCorp (2013). Prosedur penelitian dimulaidari pengenceran standard, reagen A danreagen B, wash buffer, dan sampel. Standarddiencerkan dengan 0,5 ml standard diluent,didiamkan selama 10 menit dalam suhuruangan lalu dicampur, sehingga konsentrasistandard dalam larutan stock menjadi 5000pg/ml. Sebanyak 7 tube yang berisi 0,25 mlstandar diluent disiapkan dan dibuatpengenceran ganda dengan mengambilsebanyak 250 µl larutan stock standard laludimasukkan ke dalam tube pertama dandihomogenkan, selanjutnya sebanyak 250µl larutan dalam tube pertama diambil laludimasukkan ke dalam tube kedua. Hal yangsama dilakukan sampai pada tube ketujuh.Konsentrasi setelah pengenceran dalam 7tube tersebut mulai dari 2.500 pg/ml, 1.250pg/ml, 625 pg/ml, 312 pg/ml, 156 pg/ml, 78pg/ml, dan yang terakhir 39 pg/ml. Cairandihomogenkan dengan menggunakan vortex.

Pengenceran reagen A dan reagen Bdilakukan dengan cara stock reagen A dan Bdicentrifugasi terlebih dahulu. Reagen A danB diencerkan dengan assay diluent A danassay diluent B sampai konsentrasinya1:100. Pengenceran wash buffer dilakukandengan cara, 20 ml wash buffer dengankepekatan 930x) diencerkan dengan 580 mldeionized atau air destilasi sehingga terdapat600 ml wash buffer dengan kepekatan (1x).Sampel serum diencerkan sebanyak 20 kali,yaitu 20 µl sampel dicampur dengan 380 µlPBS. Sampel harus diencerkan dengan0,01mol/L PBS (pH = 7,0-7,2).

Tujuh well untuk standard dan satu welluntuk blank disiapkan terlebih dahulu.Larutan standard dan blank dibuat secara

duplo pada well. 100 µl larutan standard,blank, dan sampel ditambahkan padamasing-masing well lalu divortex. Wellditutup dengan kertas plate dan diinkubasiselama 2 jam pada suhu 370C. Kemudian,cairan dihilangkan dari masing-masing welldengan cara dituang. Selanjutnya, 100 µllarutan reagen A ditambahkan pada masing-masing well, lalu ditutup dengan kertas platedan diinkubasi selama 1 jam pada suhu370C.

Tahapan selanjutnya, yaitu larutandiaspirasi dan dicuci dengan 350 µl washbuffer dengan kepekatan (1x) ke dalammasing-masing well dengan menggunakansemprotan botol, pipet multi-channel,manifold dispenser, atau autowaasher dandibiarkan selama 1-2 menit. Sisa cairanwash buffer dihilangkan dari semua welldengan menggeretak plate pada tissue.Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali.

Berikutnya, 100 µl larutan reagen Bditambahkan ke dalam masing-masing well,ditutup dengan kertas plate, dan diinkubasiselama 30 menit pada suhu 370C. Prosespencucian yang sama seperti sebelumnyadiulangi sampai 5 kali, lalu 90 µl larutansubstrat ditambahkan pada masing-masingwell. Well ditutup dengan kertas plate yangbaru kemudian diinkubasi selama 15-25menit pada suhu 370C. Well yang positifakan berubah menjadi biru karenapenambahan larutan substrat.

Untuk menghentikan proses reaksi,sebanyak 50 µl stop solution ditambahkanpada masing-masing well sehingga cairanakan berubah menjadi kuning. Cairandihomogenkan dengan menggunakan vortex.Air dan sidik jari pada dasar platedihilangkan dan pastikan tidak adagelembung pada permukaan cairan.Kemudian, dilakukan pembacaan denganELISA reader filter 450 nm (Multiskan EX)(Cloud-Clone Corp, 2013).

Konsentrasi growth hormone padaserum diperoleh dengan menggunakanpersamaan Y=axb, dengan Y adalahkonsentrasi growth hormone dalam serumsapi bali, a adalah perbandingan antarakonsentrasi growth hormone dengan nilai

Buletin Veteriner Udayana Sri Milfa, dkkISSN: 2085-2495

4

optical density (OD), x adalah nilai opticaldensity (OD), dan b adalah koefisienkonsentrasi growth hormone. Hasil yangdiperoleh dari persamaan Y= axb kemudiandikalikan dengan 20 kali. Hal ini disebabkansampel serum yang diuji dalam penelitian inidiencerkan sebanyak 20 kali.

Analisis DataPerbedaan profil growth hormone sapi

bali pada ketiga lahan pemeliharaan tersebutdiperoleh dengan menganalisis reratakonsentrasi growth hormone sapi bali padalahan kebun, sawah, dan tegalan dengan ujiANOVA (analysis of variance) dandilanjutkan dengan uji Post Hoc denganmenggunakan program software SPSS versi17 (Sampurna dan Nindhia, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan besarnya nilai konsentrasigrowth hormone ditentukan denganpersamaan Y= 1565,554x1,697 dengan xsebagai nilai OD. Profil growth hormonesapi bali pada tiga tipe lahan pemeliharaandisajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi Growth Hormone PadaTiga Tipe Lahan Pemeliharaan

Nno.

Tipe LahanPemeliharaan

Konsentrasi GrowthHormone Sapi Bali (pg/ml)

RerataKonsentrasi GrowthHormone Sapi Bali

(rerata±SEM)Tertinggi Terendah

1.

Kebun 3225,19 931,17 1311,38±128.44 a

2.

Sawah 1852,91 906,22 1185,89±41.52 a

3.

Tegalan 5044,08 1046,83 1927,64±246.64 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbedapada kolom yang samamenunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil penelitian diperoleh konsentrasidan rerata growth hormone sapi bali yangtertinggi terdapat pada lahan tegalan, yaitu5044,08 pg/ml dengan rerata1927,64±246,64 dan terendah terdapat padalahan sawah, yaitu 906,22 pg/ml denganrerata 1185,89±41.52. Keadaan ini mungkindisebabkan pertumbuhan ternak yangdipengaruhi secara langsung olehlingkungan habitatnya (eksternal) dangenetik (internal). Faktor eksternal yang

mempengaruhi pertumbuhan adalahketinggian tempat pemeliharaan yangberkaitan dengan kondisi pakan, sedangkanfaktor internal yang mempengaruhipertumbuhan adalah growth hormone (Herddan Sprott, 1986).

Secara geografis, lahan sawah dapatdigolongkan ke dalam dataran rendah,sedangkan lahan tegalan dan kebundigolongkan pada dataran tinggi. Letakgeografis yang menimbulkan perbedaankarakteristik pada setiap tipe lahanpemeliharaan berpengaruh terhadapketersediaan sumber pakan yang tumbuhpada lingkungan tersebut sehinggamenyebabkan respon pertumbuhan sapi baliberbeda-beda. Hasil penelitian ini sesuaidengan Widada et al., (2012) yangmenyatakan bahwa ketinggian tempatpemeliharaan berpengaruh baik secaralangsung maupun tidak langsung terhadappertumbuhan. Kondisi agroekosistem (curahhujan, karakteristik lahan, suhu dankelembaban) dari ketinggian tempatpemeliharaan berpengaruh secara tidaklangsung terhadap ketersediaan hijauanpakan ternak baik dari segi kualitasmaupun maupun kuantitas (Gregory, 1961).

Curah hujan pada dataran tinggi diProvinsi Bali berkisar 2801-3785 mm/tahun,sedangkan pada dataran rendah berkisar904-1964 mm/tahun (Dinas PertanianTanaman Pangan dan Holtikultura, 2013).Curah hujan yang lebih tinggi pada daerahpegunungan dan perbukitan memungkinkanmemiliki kualitas dan kuantitas hijauan yanglebih baik (Mc Donal, 1972). Hal yang samajuga dinyatakan oleh Kadarsih (2004) bahwapakan hijauan pada daerah yang mempunyaicurah hujan yang tinggi mengandung nutrisiyang lebih baik dibandingkan dengan daerahyang curah hujannya rendah. Prabowo et al.,(1984) menyatakan bahwa kandungan nutrisihijauan umumnya juga sangat rendah padadaerah dengan curah hujan yang rendah.Kondisi mineral tanah juga akanmempengaruhi kualitas hijauan yang tumbuhpada lahan tersebut (Narka, 2003).Tangketasik et al., (2012) dalampenelitiannya menyatakan bahwa kandungan

Buletin Veteriner Udayana Volume 7 No. 1ISSN: 2085-2495 Februari 2015

5

mineral tanah pada lahan tegalan di ProvinsiBali lebih tinggi dibandingkan dengan lahansawah. Kandungan pasir yang tinggi dalamlahan tegalan akan menyebabkan pertukaranudara dalam tanah semakin baik pula,sehingga keadaan seperti ini akanmenyebabkan bahan organik yang terdapatdalam tanah mengalami oksidasi menjadimineral tanah, sedangkan pada lahantergenang, pelapukan bahan organik akansemakin lambat (Kohnke, 1989). Hal yangsama juga dinyatakan oleh Hakim et al.(1986) bahwa kondisi aerob tinggi padatanah yang didominasi oleh pori makro(pasir) akan mendorong oksidasi bahanorganik dalam tanah menjadi mineral tanah.Aerasi dan drainase yang baik sangatberpengaruh terhadap pertukaran udara didalam tanah yang selanjutnya akanberpengaruh terhadap aktivitas mikrobiatanah dalam peruraian bahan organikmenjadi mineral tanah. Gartenberg et al.,(1990) menyatakan bahwa bila tanah miskinunsur mineral, maka hijauan yang tumbuhpada tanah tersebut juga akan miskinmineral.

Suhu dan kelembaban merupakan salahsatu kondisi agroekosistem yangberpengaruh terhadap pertumbuhan(Kadarsih, 2004). Pane (1970) menyatakanbahwa semakin tinggi letak suatu daerah dariatas permukaan laut maka semakin rendahsuhu udara rata-rata hariannya. Kondisi suhuyang lebih rendah pada dataran tinggimemberikan situasi lingkungan yang lebihbaik bagi pertumbuhan ternak (Praharanidan Triwulaningsih, 2007). Suhu dankelembaban lingkungan yang terlalu tinggidi luar batas toleransi akan menyebabkanternak mengalami stres (Mc Dowell et al.,1970). Shimon et al., (1997) menyatakanbahwa stres berpengaruh terhadap sekresigrowth hormone. Ternak yang mengalamistres akan merasa tidak nyaman sehinggaberakibat pada penurunan konsumsi pakandan akhirnya terjadi penurunan berat badan(Widada et al., 2012).

Berdasarkan pemaparan kondisiagroekosistem tersebut, lahan tegalan yangsecara geografis berada pada dataran tinggi

memiliki kualitas hijauan sebagai pakanternak lebih baik dibanding dengan lahansawah yang berada di dataran rendah. Halyang sama juga dinyatakan olehKartasapoetra (1990) bahwa kualitas hijauanbergantung pada kondisi agroekosistemnya,yakni kualitas hijaun di dataran tinggi lebihbaik dibandingkan dengan dataran rendah.

Selain kualitas hijauan pakan ternakyang lebih baik, dataran tinggi juga memilikikuantitas hijauan pakan ternak yangbervariasi. Setiap jenis hijauan pakan ternakyang berkembang pada masing-masing lahanmemiliki kandungan nutrisi yang berbeda(Prawiradiputra et al., 2006). Sapi yangdipelihara pada lahan sawah cenderungmengkonsumsi jerami dan rumput. MenurutSutardi (1982) nilai kecernaan dankandungan gizi (terutama protein) jeramipadi sangat rendah rendah, yaitu sekitar 3 –5%, sedangkan pada lahan tegalan, ternakcenderung mengkonsumsi rumput,leguminosa (lamtoro, gamal, dan kaliandra),dan daun-daunan (waru). Menurut Rukmana(2005) selain memiliki palabilitas yangtinggi, leguminosa juga mengandung proteinyang tinggi, yaitu lamtoro sekitar 27%,gamal 23% dan kaliandra 22% sehinggasangat bagus untuk dimanfaatkan sebagaipakan ternak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwasapi bali yang dipelihara pada lahan tegalanmemiliki konsentrasi growth hormone yanglebih tinggi dibandingkan pada lahan kebun,walaupun diketahui bahwa kedua lahantersebut berada pada dataran tinggi. Hal inidisebabkan kandungan mineral tanah yangtinggi pada lahan tegalan yang menyebabkankandungan mineral hijauan yang tumbuhpada lahan tersebut tinggi pula. Selain itu,tegalan memiliki sumber pakan yangbervariasi dan hijauan yang tumbuh padalahan tersebut orientasinya diperuntukkansebagai konsumsi ternak itu sendiri,sedangkan pada lahan kebun, tumbuhanyang tumbuh pada lahan tersebutorientasinya diperuntukkan sebagaikonsumsi manusia sehingga pakan hijauanyang tersedia terbatas untuk ternak.

Buletin Veteriner Udayana Sri Milfa, dkkISSN: 2085-2495

6

Kualitas dan kuantitas hijauan pakanternak yang tumbuh pada lahan tersebutyang merupakan sumber nutrisi bagi sapibali berpengaruh terhadap sekresi growthhormone pada pituitary. Menurut Shimon etal. (1997) bahwa pakan berpengaruhterhadap sekresi growth hormone. Growthhormone melibatkan nutrisi untukpembentukan jaringan di dalam tubuh ternak(Bauman dan Vernon, 1993). Keadaandefisiensi nutrisi akan berpengaruh terhadappelepasan growth hormone (Kojima et al.,2001).

Interaksi antara faktor lingkungandengan genetik terjadi melalui kelenturanfenotipik. Sapi bali dikenal sebagai sapiyang memiliki tingkat adaptasi yang tinggiterhadap lingkungannya sehinggaberpengaruh terhadap pertumbuhan(Handiwirawan dan Subandriyo, 2004).Kelenturan fenotipik diartikan sebagaikemampuan suatu genotype untukmenghasilkan lebih dari satu alternatifbentuk morfologi, status fisologi dan/atautingkah laku sebagai respon terhadapperubahan kondisi lingkungan. Dengan katalain, penampakan secara fenotipik suatuindividu akibat ekpresi gen-gen yangdimilikinya pada lingkungan tertentu.Melalui kelenturan fenotipik, perubahandalam tingkat genetik diekspresikan kefenotipe sapi bali tersebut (Noor, 1999).

Kondisi lingkungan atau agroekosistemserta kualitas dan kuantitas vegetatif sebagaisumber pakan yang lebih baik pada lahantegalan menyebabkan konsentrasi growthhormone sapi bali yang dipelihara padalahan tersebut lebih tinggi dibandingkandengan konsentrasi growth hormone sapibali yang dipelihara pada lahan kebun dansawah. Kadarsih (2004) menyatakan bahwaberat badan sapi bali yang dipelihara padadaerah pegunungan dan perbukitan lebihtinggi dibandingkan dengan sapi bali yangdipelihara pada dataran rendah.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:a. Terdapat perbedaan profil growth

hormone antara sapi bali yang dipeliharapada lahan kebun, sawah, dan tegalan.

b. Konsentrasi growth hormone sapi baliyang paling tinggi terdapat pada lahantegalan (1927,64±246,64) dan terendahterdapat pada lahan sawah(1185,89±41,52).

SaranBerdasarkan kesimpulan dari hasil

penelitian ini, sapi sebaiknya dipelihara padalahan tegalan dan atau dengan meningkatkankualitas dan kuantitas pakan sehinggadiperoleh peningkatan pertumbuhan sapi baliyang lebih baik di Provinsi Bali serta perludilakukan penelitian lanjutan denganmenggunakan jumlah sampel yang lebihbanyak sehingga hasil penelitian lebihmendekati kebenaran ilmiah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasihkepada Rektor CQ Pusat Kajian Sapi BaliUniversitas Udayana atas dukungan biayauntuk penelitian ini, serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam prosespenelitian di Laboratorium BioteknologiBalai Besar Veteriner Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

Bauman, D.E, Vernon, R.G. 1993. Effectsof Exogenous Bovine Somatotropinon Lactation. Ann. Rev. Nutr,13:437– 61.

Butler, A.A., Roith, D.L. 2001. Control ofGrowth by The Somatropic Axis:Growth Hormone and The Insulin-Like Growth Factors Have Relatedand Independent roles. AnnualReview of Physiology, 63: 141-164.

Cloud-Clone Corp. 2013. InstructionManual Enzyme-Linked

Buletin Veteriner Udayana Volume 7 No. 1ISSN: 2085-2495 Februari 2015

7

immunosorbent Assay Kit. EleventhEdition: Revised in July 2013.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura. 2013. Laporan StatistikPertanian Tanaman Pangan danHorttikultura Dinas PertanianTanaman Pangan dan HortikulturaProvinsi Bali.

Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M.,Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong,G.B., Bailey, H.H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UniversitasLampung. p. 488.

Handiwirawan, E., Subandriyo. 2004.Potensi dan Keragaman SumberdayaGenetik Sapi Bali. Wartazoa, 14:3.

Herd, D.B., Sprott, L.R. 1986. BodyCondition, Nutrition, andReproduction of Beef Cows. TexasAgric. Ext. Ser. Bull, No. B-1526.

Gartenberg, P.K., Mc Dowell, L.R.,Rodriguez, D., Wilkinson, N.,Conrad, J.H., Martin, F.G. 1990.Evaluation of Trace Mineral Statusof Ruminants in Notrheast Mexico.Livestock Res. For RuralDevelopment 3(2):1-6.

Gregory, K.E. 1961. Improvement of BeefCattle Through Breeding Methode.Regional Publication 120. USDA.

Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi BaliBerdasarkan Ketinggian Tempat diDaerah Transmigrasi Bengkulu:Performans Pertumbuhan. JurnalIlmu-ilmu Pertanian Indonesia, 6 (1):50-56.

Kartasapoetra, A.G. 1990. Klimatologi,Pengaruh Iklim Terhadap Tanah danTanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Kohnke, H. 1989. Fisika Tanah. TerjemahanB.D. Kertonegoro. Jurusan TanahFak. Pertanian UGM. Yogyakarta. p.264.

Kojima, M., Hosoda, H., Matsuo, H.,Kangawa, K. 2001. Ghrelin:Discovery of the Natural EndogenousLigand for the Growth HormoneSecretagogue Receptor. Trends inEndocrinology and Metabolism,12:118–122.

Mc Donal, P. 1972. Animal Nutrition.Olyver and Boyd, Edinburg.

Mc Dowell, R.E., Yones, R.G., Pant, H.C.,Roy, A., Siegen, T.E.J., Stouffer, J.R.1970. Improvement of LivestockProduction in Warm Climates. W.HFreeman and Company, SanFrancisco.

Narka, I.W. 2003. Korelasi antara FraksiPasir Debu dan Liat dengan KadarBahan Organik, Nitrogen dan KadarAir Tanah dari Beberapa ContohTanah di Bali. AGRITROP (JurnalIlmu-ilmu Pertanian), 22. (2): 67 -72.

Noor, R.R. 1999. Peran Gen KelenturanFenotip dalam Mengontrol Interaksiantara Faktor Genotipe denganLingkungan. Makalah disampaikanpada Pelatihan Aplikasi PemuliaanMendukung Pelepasan Varietas IkanUnggul. Bogor 15 – 20 November.

Pane, W.J.A. 1970. Catle Production in TheTropics. Vol. 1. Longman London.

Prabowo, A., Van, E.J.E., Mathius, I.W.,Rangkuti, M., Johnson, W.I. 1984.Studies on The Mineral Nutrition onSheep in West Java. Balai PenelitianTernak, Bogor. p. 25.

Praharani, L., Triwulaningsih, E. 2007.Karakterisasi Bibit Kerbau padaAgroekosistem Dataran Tinggi.Seminar dan Lokakarya NasionalUsaha ternak Kerbau. BalaiPenelitian Ternak, Bogor.

Prakash, B.S., Mondal, M., Anandlaxmi, N.2003. Development and Validationof A Simple Sensitive EnzymeImmunoassay (EIA) for GHDetermination In Buffalo Plasma. Jimmunoassay Immunochem, 24: 409.

Prawiradiputra, B.R., Purwantari, N.D.,Herdiawan, I. 2006. Hijaun PakanTernak di Indonesia. Badan litbangpertanian. Bogor.

Rukmana, H.R. 2005. Budi Daya RumputUnggul Hijauan Makanan Ternak.Yogyakarta: Kanisius.

Sampurna, I.P., Nindhia, T.S. 2008. AnalisisData dengan SPSS dalam Rancangan

Buletin Veteriner Udayana Sri Milfa, dkkISSN: 2085-2495

8

Percobaan. Udayana UniversityPress. Denpasar.

Shimon, I., Taylor, J.E., Dong, J.Z. 1997.Somatostatin Receptor SubtypeSpecificity in Human Fetal PituitaryCultures. Differential Role of SSTR2and SSTR5 for Growth Hormone,Thyroid-Stimulating Hormone, andProlactin Regulation. J. Clin. Invest,99: 789-798.

Sutardi, T. 1982. Landasan Ilmu NutrisiTernak. Diktat. Fakultas PeternakanInstitut Pertanian Bogor, Bogor.

Suwiti, N.K., Sampurna, I.P., Watiniasih,N.L., Puja, I.N. 2013. PeningkatanProduksi Sapi Bali Unggul MelaluiPengembangan Model Peternakan

Terintegrasi. Lap. PenelitianPrioritas Nasional (MP3EI). PusatKajian Sapi Bali. Denpasar:Universitas Udayana.

Tangketasik, A., Wikarniti, N.M., Soniari,N.N., Narka, I.W. 2012. KadarBahan Organik Tanah pada TanahSawah dan Tegalan di Bali sertaHubungannya dengan Tekstur Tanah.AGROTROP, 2(2): 101- 107.

Widada, A.S., Busono, W., Nugroho, H.2012. Pengaruh Ketinggian TempatTerhadap Nilai HTC (heat tolerancecoefficient) pada Sapi PeranakanLimousin (Limpo) Betina DaraSebelum dan Sesudah DiberiKonsentrat. Universitas Brawijaya.