12
A case report Henoch - Schönlein Purpura a rare disease in pregnancy complicating severe preeclampsia Puska Primi Ardini Departement of Obstetrics and Gynecology Soeradji Tirtonegoro Central General Hospital Klaten Abstract Introduction:Henoch-schönlein purpura (HsP) is a leukocytoclastic vasculitis involving mainly skin, gastrointestinal system and kidneys. It is characterized by the association of skin, joint, and gastrointestinal manifestations that may occur in successive episodes. In addition to these manifestations, kidneys involvement is common, and the long-term prognosis depends on its severity. Most common symptoms are rash (95-100%), sometimes necrotizing involving specially the legs, subcutaneous oedema (20-50%), abdominal pain and vomiting(85%), bloody stool and joint pain (60-80%) involving mainly the knees and ankles. Diagnosis is clinical and not based on laboratory evaluation. Its occurrence during pregnancy is exceptional. Materials & Methods: Researchof literature Case: We report on a 24 year-old- woman who developed palpable purpura on the lower limb at 24 weeks of gestation. She also complained of epigastric pain and athralgia. We diagnosed as Henoch-Schönlein purpura. There was evidence of kidneys involvement, she was suffering hypertension before she got pregnant. She was treated with low dose oral corticosteroids , on the other hand the severe preeclampsia management was perfomed, by given antihypertension to decrease the bloodpressure, and

penelitian.rsupsoeradji.idpenelitian.rsupsoeradji.id/wp-content/uploads/2018/09/H... · Web viewA case report Henoch - Schönlein Purpura a rare disease in pregnancy complicating

Embed Size (px)

Citation preview

A case report

Henoch - Schönlein Purpura a rare disease in pregnancy complicating severe preeclampsia

Puska Primi ArdiniDepartement of Obstetrics and Gynecology

Soeradji Tirtonegoro Central General HospitalKlaten

Abstract

Introduction:Henoch-schönlein purpura (HsP) is a leukocytoclastic vasculitis involving mainly skin, gastrointestinal system and kidneys. It is characterized by the association of skin, joint, and gastrointestinal manifestations that may occur in successive episodes. In addition to these manifestations, kidneys involvement is common, and the long-term prognosis depends on its severity. Most common symptoms are rash (95-100%), sometimes necrotizing involving specially the legs, subcutaneous oedema (20-50%), abdominal pain and vomiting(85%), bloody stool and joint pain (60-80%) involving mainly the knees and ankles. Diagnosis is clinical and not based on laboratory evaluation. Its occurrence during pregnancy is exceptional.

Materials & Methods: Researchof literature

Case: We report on a 24 year-old- woman who developed palpable purpura on the lower limb at 24 weeks of gestation. She also complained of epigastric pain and athralgia. We diagnosed as Henoch-Schönlein purpura. There was evidence of kidneys involvement, she was suffering hypertension before she got pregnant. She was treated with low dose oral corticosteroids , on the other hand the severe preeclampsia management was perfomed, by given antihypertension to decrease the bloodpressure, and antieclamptic to avoid the seizure. Examination and ultrasound was perfomed to evaluate the well-being of fetus.

Conclusion: Henoch-Schönlein purpura is rarely reported in pregnancy. Corticosteroids have been practiced as treatment during pregnancy, may lead to beneficial outcome for mother and newborn. Unfortnately if kidneys are affected, obstetrical prognosis is not good.

Key Words- Henoch-Schönlein Purpura, Pregnancy, Severe Preeclampsia

PENDAHULUAN

Purpura Henoch-Schonlein (PHS) adalah penyakit vaskulitis yang dapat mengenai kulit,

sendi, gastrointestinal, ginjal, dan organ lainnya. Insidens PHS berkisar 13,5-18 per 100.000

anak. Penyakit ini dapat terjadi pada usia 6 bulan hingga dewasa, namun 50% kasus terjadi

pada anak berusia kurang dari 5 tahun, 75% pada usia di bawah 10 tahun, dan banyak terjadi

pada laki-laki.1

Merupakan sindrom klinis kelainan inflamasi vaskulitis generalisata pembuluh darah

kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifi k berupa

purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna,

dan kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.2

Morbiditas dan mortalitas jangka panjang PHS seringkali berkaitan dengan keterlibatan

ginjal. Pada anak dengan gagal ginjal terminal, 5%-15% diantaranya disebabkan oleh PHS.

Insidens kelainan ginjal pada PHS berkisar 10%-60%, 80% diantaranya terjadi dalam 4 minggu

pertama. Hematuria dengan atau tanpa proteinuria merupakan manifestasi ginjal tersering

pada PHS. Sindrom nefritik akut dapat berkaitan dengan insufisiensi ginjal atau sindrom

nefrotik.1

KASUS

Seorang wanita, G2P1A0, 26 th, umur kehamilan 23 minggu, merupakan rujukan dari RS

Swasta dengan keterangan hamil 23 minggu, tekanan darah tinggi dan proteinuria +3, dan

sudah mendapatkan aspirin dosis rendah serta nifedipin 3 x 10 mg. Pasien saat ini hamil kedua,

setelah 2 tahun yang lalu melahirkan secara normal di pacu oleh karena IUFD dan PEB. Saat

datang di rumah sakit, keadaan umum baik, sadar, komposmentis. Keluhan utama nyeri ulu hati

dan mual muntah. Pada pemeriksaan tanda vital: TD 170/110 mmhg, respirasi 20x/mnt, nadi

80xnt, proteinuria +2. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri daerah epigastrium ,

hematuria dan, bercak-bercak merah berukuran 0,5-1 cm dapat diraba, di kedua tungkai

bawah. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal. Kimia darah menunjukkan

albumin 2,9 g/dL (3,5-5,0 g/dL), ureum 41,1 mg/dL ( 15-40 mg/dL), creatinin 1,05 mg/dL (0,6-0,9

mg/dL), Bun 19,2 mg/dL (7-18 mg/dL), GOT 21,1 U/L ( 7-31 U/L), GPT 9,7 U/L (7-31 U/L), gds

96,07 mg/dL. Hasil urinalisa menunjukan makroskopis: merah tua (gross hematuri) ,

mikroskopis: eritrosit 100-150 /lpk ( 0-4/lpk), proteinuria +2.

Pasien didiagnosis tersangka HSP dengan PEB hamil preterm belum dalam persalinan, di

manajemen konservatif dengan pemberian antihipertensi dan antikoagulan: nifedipin,

metildopa, aspilet, antikejang: MgSO4 bolus dilanjutkan syringpump, serta pemberian

kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Dilakukan usg terhadap kehamilannya,

didapatkan kondisi janin sesuai usia kehamilan 23 minggu, dengan taksiran berat janin 500

gr.Dari usg ginjal didapatkan hidronefrosis bilateral denganukuran ginjal kanan – kiri 8-9 cmx 4-

5 cm.

Tiga hari perawatan di bangsal hemodinamik stabil, TD 140/90 mmhg, dilakukan

pemeriksaan darah dan urin ulangan. Terjadi peningkatan pada ureum 116,7 m g/dL, kreatinin

1,56 mg/dL, Bun 54,5 mg/dL, pada urinalisa eritrosit penuh, lekosit 25, proteinuria +3, bakteri

(+). Hasil konsultasi dengan unit penyakit dalam dan kulit kelamin, kecurigaan mengarah pada

Nefritis Henoch-Schonlein, karena terdapat manifestasi nefritis berupa hematuria dan

proteinuria, kemudian diberikan terapi metilprednisolon oral, aminoral R, dan salep kloderma R.

Tiga hari kemudian, pasien di cek ulang laboratorium mengalami sedikit penurunan pada ureum

dan kreatininnya, tetapi pada pada urinalisis masih ditemukan eritrosit yang penuh dan

proteinuria +3. Kondisi hemodinamik ibu 140/90 mmhg, nadi 84 x/mnt, dan respirasi 20x/mnt.

Pasien dipulangkan setelah 9 hari perawatan.

Dua minggu pasca perawatan di bangsal pasien datang dengan keluhan janin tidak

bergerak. Keadaan umum baik, tanda vital : TD 150/90 mmhg, nadi 80x/mnt, respirasi 20x/mnt.

Laboratorium saat datang darah rutin dalam batas normal, ureum 50,2 mg/dL, kreatinin 2,25

mg/dL, bun 23,5 mg/dL, proteinuria +4. Ditegakkan diagnosis IUFD, PEB, sekundigravida hamil

preterm belum dalam persalinan, selanjutnya dilakukan manajemen terminatif, dengan

misoprostol dan balon kateter yang dilanjutkan drip oksitosin. Pemberian antihipertensi dan

MgS04 sesuai protokol PEB.

Persalinan terjadi secara spontan, bayi lahir meninggal, laki-laki, berat 500 gram,

maserasi grade 1. Terjadi retensi sisa plasenta, dan dilakukan kuretase sehari sesudah

persalinan.

PEMBAHASAN

The American College of Rheumatology membuat kriteria diagnosis PHS pada tahun 1990.

Untuk menegakkan diagnosis PHS, dibutuhkan minimal dua dari empat kriteria yaitu 3,

- usia kurang dari 20 tahun saat awitan penyakit

- purpura yang dapat diraba

- bowel angina (nyeri perut difus atau iskemia usus yang biasanya berhubungan dengan

terjadinya diare berdarah)

- biopsi kulit menunjukkan adanya granulosit di dinding arteriol atau venula.

Adanya dua atau lebih kriteria tersebut mempunyai sensitifitas 87,1% dan spesifisitas

87,7%. Keterlibatan sendi terjadi pada 60%-84% kasus PHS, pada umumnya mengenai lutut dan

pergelangan kaki. Gangguan gastrointestinal terjadi pada 76% pasien yang bervariasi dari kolik

abdomen, mual, muntah, hingga perdarahan saluran cerna, intususepsi, dan pankreatitis.

Pada pasien ini, tidak dapat memastikan kapan pertama kali merasakan keluar purpura di

kedua tungkainya, tetapi menurut anamnesis sekitar umur 20 tahunan. Ketika datang ke rumah

sakit memang mengeluhkan nyeri perut dan mual muntah, serta keluarnya purpura di kedua

tungkai.

Sampai saat ini masih belum diketahui pasti penyebab HSP. IgA diduga berperan penting,

ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun, dan deposit IgA pada

dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal (Gambar 1).

Gambar 1 Deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal

Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding adalah: Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC); endokarditis; pankreatitis; meningitis dan ensefalitis pada anak; torsi testis;

purpuratrombositopenik. Diagnosis Purpura Henoch-Schonlein berdasarkan gejala klinis, tidak

ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat

menunjukkan leukositosis dengan eosinofilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri; jumlah

trombosit normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan ITP (Idiopathic

Thrombocytopenic Purpura). Laju endap darah dapat meningkat. Kadar ureum dan kreatinin

dapat meningkat, menunjukkan kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-20% penderita

ditemukan hematuri atau proteinuri. Apabila ditemukan darah pada feses, dapat dilakukan

pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis intususepsi. Pemeriksaan Doppler

atau radionuclide testicular scan menunjukkan aliran darah normal atau meningkat, hal ini yang

membedakan HSP dengan torsi testis.

Gambar 2 Imunopatogenesis HSP

Pada pasien ini berkembang menjadi preeklampsia ini dipicu oleh karena keterlibatan

ginjal sebelum terjadinya kehamilan. Insiden keterlibatan ginjal pada HSP antara 20-50%. 4

Adanya nefritis pada pasien ini ditandai dengan gross hematuri mikroskopik hematuri (eritrosit

penuh /lpk) dengan atau tanpa proteinuria.5

Lima katagori Nefritis HSP (Falkner et al., 2004) 6:

A) hematuria mikro/makroskopik atau proteinuria ringan (< 1 g/L atau rasio

albuminuria/kreatinin < 200 mg/mmol);

(B) protenuria ringan persisten (< 1 g/L atau rasio albuminuria/kreatinin < 200 mg/mmol)

Dan hematuria mikro atau makroskopik

(C) sindroma nefrotik (proteinuria berat dan rasio albuminuria /kreatinin ≥ 200–400 mg/mmol),

penurunan GFR, hematuria dan/atau hipertensi, albumin serum < 25 g/L;

(D) acute progressive glomerular nephritis;

(E) chronic glomerular nephritis.

Pada nefritis terjadi proliferasi sel inflamatori yang merusak struktur glomerulus. Hal ini

akan menurunkan aliran darah ke glomerulus yang dapat menyebabkan oliguria dan retensi

ureum. Sebagai akibatnya, akan terjadi kebocoran sel darah merah melalui membran

glomerulus dan menyebabkan hematuri. Penurunan aliran darah ke glomerulus mengaktifkan

sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), yang menyebabkan retensi cairan dan hipertensi.7

Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP. Untuk mengurangi nyeri dapat

diberikan golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB. Jika terjadi edema

dilakukan elevasi tungkai. Beri diet lunak selama terdapat keluhan perut seperti muntah dan

nyeri perut. Pertimbangkan pemberian kortikosteroid pada kondisi sangat berat seperti

sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan saluran cerna, nyeri abdomen berat,

keterlibatan susunan saraf pusat dan paru. Lama pemberian berbeda-beda, Faedda

menggunakan metilprednisolon 250-750 mg/hari/iv selama 3-7 hari dikombinasikan dengan

siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut HSP yang berat; dilanjutkan dengan prednison

oral 100-200 mg selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hari selama 30-75 hari sebelum

siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering off steroid hingga 6 bulan. Penderita dengan

nyeri perut hebat, perdarahan saluran cerna atau penurunan fungsi ginjal, memerlukan

perawatan di rumah sakit. 8,9

Pada pasien ini hipertensi yang terjadi sebelum kehamilannya, yang merupakan

komplikasi dari nefritis menjadi faktor risiko preeklampsia berat ketika usia kehamilannya mulai

menginjak akhir trimester II. Pengelolaan preeklampsia berat di lakukan terhadap pasien

tersebut, dengan pemberian obat antihipertensi berupa metildopa dan nifedipine serta

profilaksis terjadinya eklampsia dengan MgSO4. Akibat perburukan dari preeklampsia nya,

terjadi intra uterine fetal death .

PROGNOSIS

Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89%

kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan). Rekurensi dapat terjadi pada 10-

20% kasus, umumnya pada anak yang lebih besar dan dewasa; < 5% penderita berkembang

menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh

spontan dalam 72 jam. Keterlibatan ginjal terutama pada kehamilan, menyebabkan prognosis

yang tidak baik, dapat menyebabkan terjadi preeklampsia yang dapat menyebabkan morbiditas

sampai mortalitas ibu maupun janin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tizard EJ. Henoch-Schonlein purpura. Arch Dis Child 1999;80:380-3.2. Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic vasculitis: Henoch-Schonlein purpura. In: Cassidy JT, Petty RE,Laxer

RM,dkk.Textbook of Pediatrics Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders,2005; 496-501. 3. Tizard EJ. Henoch-Schonlein purpura. Arch Dis Child 1999;80:380-3.Whyte DA, Van Why SK, Seigel NJ.

Severe hypertension without urinary abnormalities in a patient with Henoch-Schönlein purpura. Pediatr Nephrol 1997;11:750–1.

4. Mills JA, Michel BA, Bloch DA, et al. The American College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of Henoch-Schönlein purpura. Arthritis Rheum 1990;33:1114-21.

5. Falkner, B., Daniels, S.R., Flynn, J.T., Gidding, S., Green, L.A., Ingelfinger, J.R., Lauer, R.M.,Morgenstern, B.Z., Portman, R.J., Prineas, R.J., Rocchini, A.P., Rosner, B., Sinaiko,A.R., Stettler, N., Urbina, E., Roccella, E.J., Hoke, T., Hunt, C.E., Pearson, G.,Karimbakas, J., Horton, A. (2004). The fourth report on the diagnosis, evaluation,and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics,Vol.114, No.2, pp. 555-76, ISSN 00314005.

6. Interstitial nephritis: MedlinePlus Medical Encyclopedia". www.nlm.nih.gov. Retrieved 2015-06-14.7. http://www.patient.co.uk/doctor/Henoch-Schonlein-Purpura-(HSP).htm8. http://www.rheumatology.org/publications/classifi cation/hsp.asp9. http://www.kidneypathology.com/English%20version/IgA_Nephropathy.html