99
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Definisi Transportasi Umum Definisi transportasi umum terdiri dari : a. Kendaraan umum (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung. b. Bus besar (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas lebih dari 28 dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 9 meter. c. Bus sedang (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 s/d 28 dengan ukuran jarak tempat antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 6,5 sampai dengan 9 meter. d. Trayek (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, 9

library.binus.ac.id · Web viewConvenience Sampling adalah metode yang paling murah dan paling tidak memakan waktu dari seluruh teknik sampling lainnya. Seluruh unit sampel dapat

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Umum

2.1.1 Definisi Transportasi Umum

Definisi transportasi umum terdiri dari :

a. Kendaraan umum (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003)

adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan

oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak

langsung.

b. Bus besar (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah

kendaraan bermotor dengan kapasitas lebih dari 28 dengan ukuran dan

jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi

dengan panjang kendaraan lebih dari 9 meter.

c. Bus sedang (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah

kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 s/d 28 dengan ukuran jarak

tempat antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi

dengan panjang kendaraan lebih dari 6,5 sampai dengan 9 meter.

d. Trayek (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah

lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan

mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap

dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal.

e. Terminal (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah

prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan

orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan

kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan

transportasi.

9

2.1.2 Definisi Data, Informasi, Pengetahuan, dan Kebijakan

Berikut adalah beberapa definisi dari data,informasi,pengetahuan,dan

kebijakan :

a. Data (Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah serangkaian

kejadian diskrit, observasi, pengukuran, atau fakta yang dapat berbentuk

angka, kata, suara, dan/atau gambar.

b. Informasi (Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah data yang

sudah disusun sedemikian rupa menjadi pola yang memiliki arti dan

memiliki bentuk yang dikenali. Contohnya adalah data yang sudah

diciptakan dengan relevansi dan tujuan.

c. Pengetahuan/knowledge (Davenport & Pruzak, 1998, p.5 dalam Bali,

Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah campuran dengan cara yang

tidak baku (fluid) dari pengalaman dalam konteks tertentu, nilai, informasi

yang kontekstual, dan kapasitas dari seseorang/sekelompok ahli untuk

mendapatkan pemahaman dari seseorang/sesuatu (expert insight) yang

menyediakan dan mengkorporasikan pengalaman dengan informasi baru.

Pengetahuan berasal dan diaplikasikan di dalam pikiran seseorang yang

memiliki pengetahuan tersebut.

Terdapat 3 jenis pengetahuan (Popper, 1972, 1978, 1994, 1999, Popper

and Eckles, 1977 di dalam Firestone & McElroy, 2005), yaitu:

1. Teruji, terevaluasi, dan struktur informasi yang masih ada

(surviving) di dalam sistem fisik yang memungkinkan mereka untuk

beradaptasi terhadap lingkungannya (biological knowledge).

2. Teruji, terevaluasi, dan kepercayaan yang masih ada (surviving

beliefs) di dalam pikiran tentang dunia (yang bersifat subjektif, atau

tidak dapat dibagikan, mental knowledge).

3. Teruji, terevaluasi, masih ada (surviving) dan dapat dibagikan

(karena bersifat objektif), formulasi linguistik tentang dunia (seperti

klaim dan meta-claims yang berbasis perkataan (speech) maupun

artifak, atau cultural knowledge). Pengetahuan ini diekspresikan di

dalam bentuk fakta, nilai dan tindakan (Firestone & McElroy,

2005).

11

d. Kebijakan/wisdom (Wickramasinghe & Von Lubitz, 2007 dalam Bali,

Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah proses yang memungkinkan

kita untuk menyadari dan menginterpretasikan (discern) atau menghakimi

(judge) antara baik dan buruknya sesuatu secara esensial. Kebijakan

mengandung ekspresi implisit (embodied) pemahaman prinsip

fundamental yang terkandung di dalam pengetahuan orang tersebut.

Akan tetapi Jarche (2013) mengatakan bahwa mendapatkan pengetahuan

dan kebijakan/wisdom bukanlah sebuah proses yang linear, karena mendapatkan

pengetahuan jauh lebih rumit (messier) dari itu. Menjadi tahu (knowledgeable)

dapat dibayangkan sebagai sebuah pengetahuan yang dibagikan secara sebagian

dan dialami dari waktu ke waktu. Hal ini membutuhkan usaha dan waktu

(laborious), dan karena hal ini pula seorang ahli (master) selama bertahun – tahun

hanya dapat memiliki jumlah murid yang terbatas. Ketika melakukan mentoring

dengan seorang ahli atau membaca sebuah buku, pengetahuan tidak berpindah

(transferred) begitu saja, namun dengan observasi bersama (shared observations)

dan informasi dapat membantu mereka yang memiliki keinginan untuk belajar

untuk memahami hal tersebut.

2.1.3 Definisi Mobile Website dan perbedaannya dengan Mobile Application

Berikut adalah definisi perbedaan mobile website dan mobile application :

a. Mobile Website adalah website yang bertujuan untuk dilihat dengan

menggunakan browser mobile dengan variasi ukuran layar dari

smartphone, tablet, dan perangkat mobile lainnya. Secara tipikal, mobile

website adalah simplifikasi dari website standar yang memberikan user

experience yang lebih baik melalui usability yang lebih dikembangkan,

page load yang lebih cepat, dan terkadang reorganisasi konten untuk

memberikan fitur spesifik mobile di dalam penggunaan (Klein, 2012).

b. Mobile Application adalah aplikasi software yang berjalan secara spesifik

di operating system mobile tertentu, dan diunduh ke dalam peralatan mobile

untuk melakukan seperangkat fungsi secara spesifik. Aplikasi juga bersifat

device-specific seperti aplikasi Ipad dan Iphone (Klein, 2012).

Tabel berikut menunjukkan perbedaan antara Mobile Website dan Mobile

Application :

Tabel 2.1 Perbedaan Mobile Website dan Mobile Application.

(Klein,2012)

2.2 Teori Khusus

2.2.1 Definisi Tacit Knowledge

Definisi tacit knowledge terdiri dari :

a. Tacit Knowledge (Polanyi, 1966 dalam Bali, Wickramasinghe, &

Lehaney, 2009) adalah pengetahuan yang implisit dan tidak

terdokumentasi. Pengetahuan tacit berfokus pada pengetahuan

personal yang berasal dari pengalaman seeseorang yang melibatkan

13

kepercayaan (belief), perspektif dan nilai (value) dari individu

tersebut.

b. Karakteristik dari pengetahuan tacit (Kane et al. 2006, dalam Bali,

Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah:

1. Keahlian

2. Know-How

3. Dimanifestasikan melalui tindakan

4. Didapatkan hanya melalui tindakan sehari – hari (practice)

5. Sulit untuk dipindahkan (transfer)

6. Tidak dapat dipisahkan dari individu

7. Kepercayaan yang dianut

8. Nilai yang dimiliki

9. Kapasitas dari individu untuk mendapatkan sebuah pamahaman

10. Perasaan individu

11. Ide yang dimiliki di dalam pikiran individu.

2.2.2 Definisi Explicit Knowledge

Definisi explicit knowledge terdiri dari :

a. Explicit Knowledge (Skyrme & Amidon, 1997 dalam Bali,

Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah pengetahuan yang

formal, sistematis dan objektif, yang merupakan sebuah entitas yang

secara umum terkodifikasi di dalam angka dan kata.

b. Karakteristik dari pengetahuan explicit (Kane et al. 2006 dalam Bali,

Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah:

1. Rasionalisasi

2. Informasi

3. Dapat disimpan dan ditransmisikan

4. Dapat diartikulasikan

5. Faktual

6. Direpresentasikan dalam bentuk dokumen, desain, bahasa

formal, objektif, dan pengetahuan yang rasional.

2.2.3 Perbedaan Antara Informasi dan Pengetahuan

Berikut adalah perbedaan antara informasi dan pengetahuan:

Tabel 2.2 Perbedaan antara informasi dan pengetahuan

(Tiwana,2007)

Informasi Pengetahuan

Data yang sudah diproses. Informasi yang dapat dilakukan (actionable).

Hanya memberikan fakta. Dapat melakukan prediksi, asosiasi kasual, keputusan prediktif.

Jelas, singkat, padat, terstruktur, sederhana. Tidak seluruhnya terstruktur dan teracak.

Mudah diekspresikan di dalam bentuk tulisan. Intuitif, sulit untuk dikomunikasikan dalam kata dan iterasi.

Didapatkan dari kondensasi, koreksi,

kontekstualisasi, dan kalkulasi data*.

Terdapat dalam koneksi, percakapan antar orang, intuisi

berdasarkan pengalaman kemampuan seseorang untuk

membandingkan situasi, masalah beserta solusinya.

Tidak terikat (devoid) oleh ketergantungan pemilik. Bergantung pada sang pemilik pengetahuan.

Dikendalikan dengan baik oleh system informasi. Membutuhkan saluran informal.

Merupakan sumber daya kunci dalam

pemahaman (making sense) data dengan

volume besar.

Merupakan sumber daya kunci dalam pengambilan keputusan

yang cerdas, prediksi, desain, perencanaan, diagnosa,

dan judging secara intuitif.

Berevolusi dari data, formalisasi dari basis data,

buku, manual dan dokumen.

Terbentuk dan dibagikan di dalam pemikiran kolektif, berevolusi

dengan pengalaman, kesuksesan, kegagalan,

dan pembelajaran terus menerus.

Sudah diformalisasi, ditangkap, dianalisa serta

dikembangkan secara detil dengan

ide dan prinsip (explicated).Terbentuk di dalam pemikiran masing – masing orang

melalui pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut.Dapat dibentuk dalam bentuk

yang dapat digunakan kembali (reuseable).

15

a. Berikut adalah penjelasan dari istilah – istilah tersebut:

1. Kondensasi Data: Data dirangkum di dalam bentuk yang lebih

ringkas, dengan menghilangkan kedalaman/rincian yang tidak

dibutuhkan.

2. Kontekstualisasi Data: Kita mengetahui bagaimana data tersebut

diambil.

3. Kalkulasi Data: Analisa data, mirip dengan kondensasi data.

Perbedaannya adalah kalkulasi data menggunakan perhitungan

matematis.

4. Kategorisasi Data: Setiap unit dari analisa sudah diketahui.

5. Koreksi Data: Kesalahan yang terjadi sudah dihilangkan, data yang

tidak lengkap sudah dilengkapi.

2.2.4 Komponen – Komponen Pengetahuan

Berikut adalah komponen – komponen dari pengetahuan (Tiwana, 2007):

a. Kebenaran (truth), yang berupa penemuan (discovery), perekaman

(recording), dan pemeliharaan (maintenance) dari asumsi dan

kemampuan untuk melakukan what-if analysis. Namun,

permasalahannya adalah seringkali terdapat asumsi, dan asumsi

tersebut terkandung secara tersirat (embedded).

b. Pengambilan keputusan (judgement), yaitu informasi dengan

komponen penghakiman yang terkait. Informasi yang tidak dapat

dilakukan (inactionable) bukanlah pengetahuan. Pengambilan

keputusan menyebabkan pengetahuan untuk melebihi sebuah opini

ketika memeriksa kembali (re-examines) dirinya sendiri dan

memperkuat (refines) dirinya sendiri setiapkali pengambilan keputusan

diaplikasikan dan dilakukan.

c. Pengalaman (experience), yaitu pengetahuan diambil dari pengalaman

dan memiliki perspektif historis. Kemampuan untuk

memindahkan/memberikan pengetahuan mengimplikasikan bahwa

bagian dari pengetahuan yang berdasarkan pengalaman juga

dipindahkan/diberilan kepada resipien. Orang yang berpengalaman

biasanya lebih dihargai karena memiliki sudut pandang historis yang

memberikan mereka kemampuan untuk melihat situasi saat ini dan

membuat koneksi dengan masa lalu yang berhubungan – sesuatu yang

tidak dimiliki oleh orang baru.

d. Asumsi: Proses bisnis didasari oleh seperangkat asumsi yang sulit

dihilangkan (ingrained) tetapi tidak diartikulasikan dan tidak

berhubungan di dalam sebuah konteks (oblivious). Seorang spesialis

teknik (engineer) dapat berasumsi bahwa sebuah benda yang

beroperasi secara tidak normal pasti memiliki hal yang rasional.

e. Kepercayaan (belief) dan Nilai (value): Perusahaan biasanya dibentuk

oleh beberapa tokoh yang bekerja disana, seperti:

1. Bersenang – senang di dalam lingkungan kerja, yang dilakukan

oleh Starbucks.

2. Membuat produk yang sangat hebat oleh Apple.

3. Dominasi pasar yang sulit dihilangkan oleh Microsoft.

4. Nilai, asumsi, dan kepercayaan tersebut adalah komponen

yang penting (integral) dari pengetahuan. Mengetahui,

mendapatkan dan membagikan komponen dari pengetahuan

yang dapat membuat perbedaan antara pengetahuan yang

lengkap dengan informasi yang tidak lengkap dan tidak dapat

diaplikasikan.

Tidak seluruh kepercayaan dapat diperoleh secara eksplisit.

Karena alasan ini, penekanan dilakukan pada penyediaan

sistem yang mengindikasikan figur untuk orang – orang yang

memiliki komponen tersebut.

f. Kecerdasan (intelligence): Ketika pengetahuan diaplikasikan pada saat

dan tempat yang diperlukan, kemudian menjadi pertimbangan

pengambilan keputusan di masa kini (sekarang) pengetahuan dapat

membawa orang tersebut menuju performa dan hasil yang lebih baik

dimana pengetahuan dikualifikasikan menjadi kecerdasan yang

dimiliki orang tersebut.

17

2.2.5 Definisi Knowledge Management

Berikut adalah definisi knowledge management :

a. Knowledge Management (Dalkir, 2011) adalah koordinasi yang

sistematis dan dipertimbangkan (deliberate) oleh manusia, struktur,

proses, dan teknologi dari organisasi untuk memberikan nilai melalui

inovasi dan penggunaan ulang. Hal ini dapat dicapai melalui promosi

untuk menciptakan, membagikan, dan mengaplikasikan pengetahuan

serta melalui pemberian (feeding) pengalaman dari kesalahan (lesson

learned) yang berharga serta best practice ke dalam memori

korporasi dalam melakukan pembelajaran organisasi secara

berkelanjutan.

2.2.6 Definisi Knowledge Management Cycle dan Knowledge Management

Model

Berikut adalah Definisi Knowledge Management Cycle dan Knowledge

Management Model :

a. Knowledge Management Cycle (Dalkir, 2011) melingkupi

(encompassing) pencatatan (capture), penciptaan (creation),

kodifikasi, pembagian (sharing), dapat menggunakan pengetahuan

(accessing), mengaplikasikan, dan menggunakan kembali (reuse)

pengetahuan di dalam dan diantara organisasi.

b. Knowledge Management Model (Dalkir, 2011) adalah rangka kerja

konseptual yang beroperasi bersamaan dengan Knowledge

Management Cycle.

2.2.6.1 McElroy Knowledge Life Cycle KM Cycle

Knowledge Life Cycle adalah sebuah gambaran dari knowledge processing dan

hubungannya dengan operational business processing (Firestone & McElroy,

2005) yang dikembangkan oleh komunitas knowledge management yaitu sebuah

model tiga tahap untuk knowledge management generasi kedua (McElroy, 1999).

Knowledge Management Generasi Pertama (McElroy, 1999) adalah skema yang

teknologi sentris… yang hanya didevosikan untuk meningkatkan knowledge

operations dengan mempertimbangkan performa dari day-to-day business (untuk)

memberikan informasi yang tepat untuk orang yang tepat di saat yang tepat.

Knowledge Operations adalah peranan pengetahuan di dalam mendukung proses

bisnis.

Knowledge Management Generasi Kedua (McElroy, 1999) adalah skema

yang menekankan produksi pengetahuan (demand-side thinking) tanpa

mengurangi pentingnya kodifikasi dan sharing (supply-side thinking) dari

knowledge management generasi pertama. Secara kontras dengan KM Generasi

Pertama, KM Generasi Kedua lebih menekankan pada produksi pengetahuan

secara organisasi, dan menggunakan perspektif knowledge process (akan

dijelaskan kemudian). Setelah pengetahuan tersebut didefinisikan, klaim tersebut

dapat ditingkatkan untuk validasi formal dan informal (knowledge validation).

Single Loop Learning (Argyris, 1991 di dalam McElroy, 1999) dapat

dipikirkan sebagai bagian dari sebuah proses yang berjalan ketika berusaha untuk

berfungsi secara sukses di dalam dunia nyata. Ketika seseorang menemui sebuah

kondisi yang diskrit, atau kejadian, selama pengalaman normal berlangsung,

aturan yang dikelola secara pribadi (internally-maintained rules) akan

dipanggil/dilakukan (invoked) sebagai respon. Aturan, di dalam konteks ini,

adalah pengetahuan. Single Loop Learning juga dapat dikatakan enhanced day-to-

day operation.

Double Loop Learning (McElroy, 1999) secara kontras, tidak

mereferensikan pada aturan itu sendiri, namun mempertanyakan (challenges)

secara konstruktif refleks dari single loop learning untuk melakukan respon

(dalam berupa aturan) tersebut.

Argyris, 1991 di dalam McElroy, 1999 menjelaskan kedua hal tersebut

dengan sebuah analogi: sebuah termostat yang secara otomatis akan menyalakan

penghangat ketika temperature di dalam ruangan turun dibawah 68 derajat

(Fahrenheit) adalah contoh yang baik dari Single Loop Learning. Termostat

tersebut dapat bertanya, “Mengapa saya diatur di 68 derajat?” dan kemudian

mengeksplorasi apakah terdapat (derajat) temperatur lain yang dapat mencapai

tujuan untuk menghangatkan ruangan secara lebih ekonomis. Hal tersebut dapat

dikatakan Double Loop Learning.

19

McElroy, 1999 mengatakan bahwa di dalam pikiran manusia, pemikiran

double loop seperti ini dapat menyebabkan konstruksi aktif dari skenario alternatif

dimana orang yang belajar dapat mensimulasikan (play out) hasil yang

kemungkinan besar terjadi dengan cara memprediksi (in a lookahead fashion). Ide

yang menjanjikan kemudian dapat diuji coba, dimana pembelajar tersebut dapat

mengganti respon yang seharusnya dilakukan (respon dari single loop learning)

dan secara sementara menggantikan respon tersebut dengan hal yang baru.

Tergantung dari bagaimana respon baru tersebut bekerja, respon yang lama dapat

digunakan kembali atau digantikan.

Dua fundamental Knowledge Management Generasi Kedua menurut McElroy,

1999 adalah:

a. Knowledge Structures, yaitu ekspresi yang terkodifikasi di dalam

pengetahuan organisasi. Proses bisnis, Contohnya, adalah kodifikasi

pengetahuan dari procedural knowledge (know-how).

Know-How (Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah

pengetahuan bagaimana untuk menyelesaikan sesuatu. Kebanyakan dari

pengetahuan ini adalah tacit.

b. Knowledge Processes (McElroy, 1999) adalah organisasi secara literal

menciptakan pengetahuan baru melalui proses interaksi nonlinear antara

grup dan individu, dimana didalamnya terdapat knowledge claims yang

terbentuk (knowledge productions). Secara kontras dengan Knowledge

Management Generasi Pertama, inisiatif generasi pertama cenderung

untuk berkonsentrasi hanya pada knowledge sharing dan knowledge

transfer … dan tidak memperdulikan knowledge creation pada tingkat

organisasi.

Tiga prinsip Knowledge Management Generasi Kedua menurut McElroy, 1999

adalah:

a. Pengetahuan organisasi dapat ditemukan di berbagai struktur pengetahuan

di dalam sebuah organisasi. Berbagai aturan yang tercermin dalam

tindakan (embedded) di dalam sebuah struktur (contohnya praktik dalam

pengetahuan) seharusnya dapat dikonversikan ke dalam bentuk tulisan

(deciphered) dan kemudian dikelola.

b. Organizational Knowledge adalah produk dari natural knowledge learning

processes di dalam seluruh organisasi manusia. Proses tersebut seharusnya

diformalisasikan dan kemudian dikelola.

c. Ketahui apa yang kita ketahui dan mengapa kita mengetahui hal tersebut.

Gambar 2.1 Knowledge Life Cycle

(Firestone & McElroy, 2005)

Berikut adalah bagian – bagian dari Knowledge Life Cycle (McElroy,

1999) (Firestone & McElroy, 2005), yaitu:

a. Knowledge Production (McElroy, 1999) adalah menciptakan pengetahuan

baru melalui proses interaksi nonlinear antara grup dan individu, dimana

didalamnya terdapat knowledge claims yang terbentuk. Knowledge

Production terdiri dari 5 bagian (McElroy, The Knowledge Life Cycle: An

Executable Model For The Enterprise, 1999), yaitu:

21

1. Individual and Group Learning, yaitu sebuah proses yang

melibatkan interaksi manusia, formulasi knowledge claim, dan

validasi dimana pengetahuan individual/grup baru tercipta.

2. Knowledge Claim Formulation, yaitu sebuah proses yang

melibatkan interaksi manusia dimana organizational knowledge

claim diformulasikan. Dengan kata lain, kodifikasi dari knowledge

claims pada tingkat organisasi.

3. Information Acquisition, yaitu sebuah proses dimana sebuah

organisasi baik secara disengaja (deliberately) atau tidak terduga

(serendipitously) mendapatkan knowledge claims atau informasi

yang diproduksi pihak eksternal organisasi.

4. Codified Knowledge Claim, yaitu informasi yang sudah

dikodifikasi, namun belum menjadi subjek dari organizational

validation.

5. Knowledge Validation/Knowledge Claim Evaluation, yaitu sebuah

proses dimana knowledge claims adalah subjek dari kriteria

organisasi untuk menentukan nilai (value) dan akurasinya

(veracity).

b. Knowledge Integration (McElroy, 1999) adalah mengintegrasikan

pengetahuan organisasi kedalam kegiatan operasional sehari – hari dari

organisasi. Hal ini termasuk mengoperasionalkan (operationalizing)

pengetahuan baru, lengkap dengan kodifikasi dan indexing dari KM

Generasi Pertama.

Proses dari knowledge intergration terdiri dari empat subprocess

tambahan (Firestone & McElroy, 2005) yaitu:

1. Knowledge and Information Broadcasting

2. Searching/Retrieving

3. Knowledge Sharing (Presentasi peer-to-peer dari pengetahuan

yang sudah diproduksi sebelumnya)

4. Teaching (Presentasi hierarkis dari pengetahuan yang sudah

diproduksi sebelumnya).

c. DOKB (Distributed Organizational Knowledge Base) (Firestone &

McElroy, 2005) adalah landasan dari informasi dan pengetahuan untuk

seluruh processing environments. DOKB dapat berupa pengetahuan

subjektif dan pengetahuan objektif (lihat gambar 2.2). Pengetahuan dapat

berbentuk artifak (A) atau mental/pikiran (M) seperti yang digambarkan

pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Distributed Organizational Knowledge Base

(Firestone & McElroy, 2005)

2.2.6.2 Boisot Information Space KM Model

Sebagai rangka kerja konseptual, Information Space dibangun dengan

premise intuitif yang simple, aliran pengetahuan yang terstruktur lebih siap dan

ekstensif dibandingkan dengan pengetahuan yang tidak terstruktur. Ketika

pengetahuan yang penting dan bersifat sangat tacit dan situasional oleh seorang

zen master contohnya, pengetahuan tersebut hanya dapat diakses oleh sedikit

murid melalui interaksi tatap muka dan abstraksi secara terus – menerus dalam

23

waktu yang lama. Pengetahuan manusia dibangun melalui proses ganda

diskriminasi dan asosiasi (Thelen dan Smith, 1994 dalam Boisot, Canals, &

Macmillan, 2004), sehingga dengan melakukan framing dari hal tersebut sebagai

proses informasi, Information Space menjadikan strukturisasi informasi sebagai

hal yang dapat dicapai melalui dua aktivitas kognitif: kodifikasi dan abstraksi.

Kodifikasi mengartikulasikan dan membantu membedakan pengetahuan

satu dengan yang lainnya ke dalam kategori yang kita gunakan untuk memahami

(making sense) dunia kita. Secara umum, semakin kompleks atau semakin buram

sebuah fenomena atau kategori yang kita buat untuk memahami hal tersebut

(seperti kodifikasi yang sedikit), semakin besar pula usaha pemrosesan data yang

harus kita lakukan.

Abstraksi berarti memperlakukan sesuatu yang berbeda seakan-akan

seluruhnya sama (Dretske, 1981, dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004),

dengan mengurangi jumlah kategori yang perlu kita buat dalam memahami

sebuah fenomena. Ketika dua kategori memiliki asosiasi yang tinggi (keduanya

memiliki relasi yang sangat erat), satu kategori dapat bertumpang tindih dengan

yang lainnya. Semakin sedikit kategori yang perlu kita buat untuk memahami

sebuah fenomena, semakin abstrak pengalaman kita terhadap fenomena tersebut.

Kodifikasi dan abstraksi bekerja secara berpasangan. Kodifikasi

memfasilitasi asosiasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan abstraksi, dan

abstraksi membatasi jumlah kategori yang dibutuhkan seminimal mungkin,

mengurangi pemrosesan data yang diasosiasikan dengan tindakan kategorisasi.

Secara bersamaan, keduanya bergabung untun membentuk strategi kognitif untuk

melakukan pemrosesan data secara ekonomis. Hasilnya adalah data yang lebih

terstruktur. Data yang lebih terstruktur, dengan mengurangi usaha kodifikasi,

transmisi, dan de-kodifikasi, memfasilitasi dan mempercepat difusi pengetahuan

di dalam populasi agen dengan sumber daya komunikatif yang lebih ekonomis.

Hubungan antara kodifikasi, abstraksi dan difusi pengetahuan

digambarkan dalam bentuk kurva difusi (gambar 2.3). Kurva tersebut

menjelaskan semakin terkodifikasi dan abstrak sebuah pengetahuan, semakin

besar populasi dari agen pemrosesan data yang dapat didifusikan di dalam sebuah

waktu. Agen tersebut dapat berupa individu, namun dapat pula beragregasi ke

dalam sebuah kelompok kecil, departemen, atau organisasi seperti firma.

Seluruhnya dibutuhkan untuk membangun baru (establish) kandidat dari agen

dengan kemampuan untuk menerima, memproses dan mentransmisikan data

kepada agen lain di dalam populasi, sekaligus kapasitas dari unified agency.

Gambar 2.3 Information Space Diffusion Curve

(Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)

Kodifikasi, abstraksi dan difusi hanya membangun satu bagian dari social

learning process. Pengetahuan yang disebarkan di dalam populasi target juga

harus diserap oleh populasi tersebut dan kemudian diaplikasikan dalam situasi

yang spesifik. Ketika diaplikasikan, pengetahuan tersebut mungkin tidak cocok

sepenuhnya oleh skema yang ada dan dapat memulai (trigger) pencarian untuk

penyesuaian dan adaptasi – apa yang dideskripsikan oleh Piaget sebagai proses

asimilasi dan akomodasi (Piaget, 1967 dalam Boisot, Canals, & Macmillan,

2004). Siklus pembelajaran sosial yang kita miliki ini adalah bentuk deskripsi di

dalam siklus information space – Social Learning Cycle atau SLC, yang terdiri

dari enam langkah: scanning, kodifikasi, abstraksi, difusi, absorbtion, dan

impacting. Berbagai bentuk siklus dimungkinkan di dalam information space,

direfleksikan ke dalam halangan dan insentif dalam proses pembelajaran. Ketika

pembelajaran menjadi pembangunan sebuah pengetahuan baru, kita berhipotesa

bahwa siklus akan berubah menuju arah yang diindikasikan dalam gambar 2.4.

25

Gambar 2.4 Social Learning Cycle Information Space

(Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)

Social Learning Cycle dijelaskan secara lebih rinci di dalam matriks berikut.

Tabel 2.3 Social Life Cycle

(Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)

Social Learning Cycle

Scanning

Mengidentifikasi ancaman dan kesempatan yang secara umum tersedia namun

seringkali dalam bentuk fuzzy data (seperti sinyal yang lemah). Pola scanning

seperti data menjadi unik kemudian menjadi milik dari individu atau kelompok

kecil. Scanning mungkin terjadi secara sangat cepat ketika data terkodifikasi dan

terabstrak dengan baik, dan mungkin sangat lambat dan acak ketika data tidak

terkodifikasi dan spesifik pada konteks.

Problem

Solving/

Kodifikasi

Proses pemberian struktur dan koherensi pada insight (kapasitas seseorang untuk

memahami sesuatu) seperti mengkodifikasi sesuatu. Di dalam tahapan ini, insight

tersebut diberikan bentuk definit dan banyak asosiasi awal yang tidak pasti

dieliminasi. Problem solving diinisiasikan di dalam region dari information space

yang belum dikodifikasi dan seringkali menuai konflik.

Abstraksi Generalisasi dari pengaplikasian insight yang baru saja dikodifikasi kedalam

situasi yang lebih luas. Hal ini termasuk mengurangi insight tersebut menjadi fitur

yang paling esensial (dikonseptualisasikan). Problem solving dan abstraksi

bekerja secara berdampingan.

Diffusion

Membagikan insight yang baru saja dibuat di dalam populasi target. Penyebaran

dari data yang terkodifikasi dan terabstraksi dengan baik ke dalam populasi yang

lebih besar akan lebih mudah secara teknis dibandingkan dengan data yang tidak

terkodifikasi dan spesifik secara konteks. Hanya membagikan konteks melalui

pengirim dan penerima dapat mempercepat difusi dari data yang tidak

terkodifikasi; probabilitas dari konteks yang dibagikan berbanding terbalik

(inverse) dengan pencapaian secara proporsional di dalam populasi.

Absorbtion

Mengaplikasikan (menerapkan) insight yang baru saja dikodifikasi pada situasi

yang berbeda dengan cara “learning by doing” atau “learning by using”. Seiring

berjalannya waktu, insight tersebut akan mencapai penumbra dari pengetahuan

yang tidak terkodifikasi yang membantu untuk mengarahkan pengaplikasian

pengetahuan mereka di dalam kondisi tertentu.

Impacting

Terdapat embedding dari pengetahuan abstrak di dalam tindakan konkrit.

Embedding dapat berupa artifak, teknis atau peranan dalam organisasi, atau dalam

tindakan sehari – hari. Absorbtion dan impacting bekerja secara berdampingan.

Dalam SLC, setiaDalam SLC setiap agen memiliki resiko dan biaya

karena tidak terdapat jaminan bahwa siklus tersebut akan selesai. Lalu, bagaimana

cara menentukan bahwa seorang agen sudah mengambil cukup nilai dari proses

pembelajaran untuk mengkompensasi usaha dan resiko yang terjadi? Apabila kita

mengartikan nilai dalam konteks ekonomi, maka pasti terdapat campuran antara

utilitas dan kelangkaan (Walras, 1874 di dalam Boisot, Canals, & Macmillan,

2004).

Di dalam information space, utilitas (utility) dicapai dengan

menggerakkan informasi ke arah atas, yang menggambarkan kodifikasi dan

abstraksi dengan tingkat yang lebih tinggi. Kodifikasi dan abstraksi secara

bersama – sama menjadikan sumber daya pemrosesan dan transmisi data menjadi

lebih ekonomis ketika meningkatkan keandalan (reliability) dan generalizability

dari informasi yang tercipta. Kelangkaan (scarcity), secara kontras, tercapai

27

dengan menjaga aset pengetahuan yang terbentuk berada di posisi kiri dari

diffusion curve – lebih jelasnya, kelangkaan dari informasi akan berbanding

terbalik dengan orang yang memiliki pengetahuan tersebut.

Gambar 2.5 Maximum Value Menurut Information Space

(Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)

Seperti yang terlihat pada gambar 2.5, nilai maksimal (maximum value)

didapatkan pada titik MV dalam information space, yaitu pada titik dimana

kodifikasi dan abstraksi berada pada titik maksimum dan diffusion berada pada

titik minimal. Ini adalah titik yang sama pada diffusion curve (gambar 2.1) yang

terletak pada puncak lengkung kurva, dimana tekanan dari diffusion berada pada

titik maksimal. Titik ini juga tidak stabil, dan terdapat biaya yang harus

dikeluarkan untuk mencegah diffusion terjadi, seperti dengan menggunakan hak

paten dan kerahasiaan/secrecy (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004).

Utilitas dan kelangkaan memiliki relasi invers (berbanding terbalik).

Semakin tinggi utilitas yang dicapai, semakin sulit untuk menjaga kelangkaan

untuk mengekstraksi nilai (value) dari pengetahuan secara penuh. Paradoks dari

nilai informasi ini, dalam hal information good dapat diatasi dengan dua cara,

yaitu:

a. Dengan menimbun (hoarding) – strategi ini dibangun karena dinamika

dari diffusion yang terlihat pada gambar 2.3. Hal ini diasumsikan bahwa

seluruh potential economic returns ditawarkan oleh aset pengetahuan yang

diberikan dan diatas accounting rate of return (seperti sewa ekonomis)

normal akan habis seiring berjalannya waktu pengetahuan tersebut

terdifusi di dalam populasi. Strategi ini menghalangi atau memperlambat

difusi untuk menjaga nilai sewa ekonomis tetap pada nilai positif. Karena

strategi ini didorong oleh pemikiran equilibrium yang diasosiasikan

dengan ekonomi neoklasik, maka strategi ini dinamakan pembelajaran

neoklasik atau strategi n-learning (Boisot, 1998 dalam Boisot, Canals, &

Macmillan, 2004).

b. Dengan berbagi (sharing) – strategi ini dibangun dari dinamika

pembelajaran yang diperlihatkan pada gambar 2.3. Hal ini diasumsikan

bahwa aset pengetahuan baru – dan nilai yang baru – dibangun pada tahap

absorbtion, impacting dan scanning pada social learning cycle, dimana

kreasi dari aset pengetahuan baru tersebut dalam beberapa hal berbeda

dengan aset pengetahuan yang saat ini sedang berdifusi, dan nilai dari

pengetahuan yang baru tersebut akan lebih besar dibandingkan dengan

nilai yang hilang karena erosi kelangkaan yang disebabkan oleh diffusion

dari aset pengetahuan sekarang. Strategi terdiri dari pergerakan di sekitar

social learning cycle yang lebih cepat dibandingkan pesaing untuk

mengamankan first-mover advantage dalam kreasi pengetahuan baru dan

menghancurkan pengetahuan yang sekarang sudah ada. Strategi ini diberi

nama Schumpeterian Learning atau strategi S-Learning (Boisot, 1998

dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004).

Sangat jelas terlihat bahwa strategi N-Learning berfokus pada menjaga

pengetahuan yang ada, sedangkan S-Learning berfokus pada menghancurkan

pengetahuan yang sudah ada melalui kreasi pengetahuan baru, seperti inovasi

(Nelson dan Winter, 1982 dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004).

2.2.7 Task Analysis and Modelling

Task Analysis mempelajari apa yang harus dilakukan oleh knowledge

worker untuk tindakan tertentu yang harus diambil dengan proses kognitif yang

harus dipanggil (called) untuk menyelesaikan sebuah tugas/task (Preece et al.

1994 dalam Dalkir, 2011). Metode yang paling sering digunakan adalah task

decomposition, dimana task dengan tingkat yang lebih tinggi dipecah menjadi

subtask dan operation. Tingkatan yang lebih rendah (yang merupakan hasil dari

29

task decomposition) ini dapat digunakan untuk membuat task flow diagram,

decision flowcharts, atau bahkan screen layout untuk mengilustrasikan secara

lebih baik tahap demi tahap proses yang harus dilakukan untuk menyelesaikan

sebuah tugas hingga sukses. Untuk melakukan breakdown sebuah task,

pertanyaan yang harus ditanyakan adalah “bagaimana cara menyelesaikan

task/tugas ini?” Apabila sebuah subtask teridentifikasi pada tingkatan yang lebih

rendah, maka hal tersebut memungkinkan untuk membangun struktur (dari task

analysis) dengan bertanya, “mengapa hal ini harus dilakukan?” (Dalkir, 2011)

Gambar 2.6 Contoh Task Analysis

(Dalkir, 2011)

2.2.8 Knowledge Taxonomy

Knowledge Taxonomy adalah sistem klasifikasi dasar yang memungkinkan

kita untuk mendeskripsikan konsep dan dependensi mereka – secara tipikal

hierarkis. Semakin tinggi letak dari konsep tersebut, semakin umum dan generik

pula konsep itu. Semakin rendah letak dari konsep tersebut, semakin spesifik

instansi tersebut dari kategori yang lebih tinggi. Konsep penting yang terdapat

dalam taxonomy adalah notion of inheritance. Setiap node (bagian) adalah

subgroup dari node diatasnya, yang berarti seluruh properti dari node yang lebih

tinggi secara otomatis dipindahkan (transferred) dari “parent” (node bagian atas)

menuju “child” (node bagian bawah). Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6,

apabila node bagian atas adalah houseplant (tumbuhan rumah) dan node bagian

bawah adalah foliage (semak) dan flowering plants (bunga), kedua subgroup

tersebut memiliki seluruh karakteristik dari houseplant.

Knowledge Taxonomy memungkinkan pengetahuan untuk

direpresentasikan secara grafis untuk merefleksikan organisasi konsep diantara

bidang keahlian tertentu atau organisasi secara keseluruhan. Sebuah kamus

pengetahuan adalah cara yang baik untuk tetap pada konsep kunci dan ketentuan

(terms) yang digunakan. Hal ini dapat dibangun (compiled) selagi mendapatkan

dan mengkodifikasi pengetahuan (Dalkir, 2011).

Gambar 2.7 Knowledge Taxonomy

(Dalkir, 2011)

31

2.2.9 Definisi Personal Knowledge Management

Definisi Personal Knowledge Management terdiri dari :

a. Personal Knowledge Management (Martin, 2008 dalam

Kusumawardhani, 2012) adalah mengetahui pengetahuan apa saja yang

kita punya dan bagaimana cara kita mengelolanya, memobilisasi dan

menggunakannya untuk mencapai target yang kita inginkan dan

bagaimana cara kita untuk menciptakan pengetahuan secara terus –

menerus.

b. Personal Knowledge Management bukanlah sebuah sistem individu,

tetapi adalah seperangkat alat dan dan sistem (seperti blog, discussion

forum, social networking systems, dll) yang digunakan untuk mengelola

pengetahuan dan/atau hubungan personal/profesional. Karakteristik dari

sistem tersebut faktanya adalah terbuka dan didesain untuk mengundang

kolaborasi dan memfasilitasi interaksi sosial. Eksternalisasi dari

pengetahuan personal dapat dilakukan secara self-initiated/sendiri

(seperti blog dan wiki) atau dengan permintaan orang lain (seperti Yahoo!

Answers dan LinkedIn Answers) (Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009).

c. Harold Jarche (Jarche, 2013) mengatakan bahwa instruksi formal yang

terhitung (accounts) hanya kurang dari 10% dari pembelajaran di tempat

kerja. Menangkap dan mengkodifikasikan 10% ini esensial, terutama

untuk karyawan baru. Struktur tim terlalu lambat dan hierarkis untuk

berguna di dalam era jaringan (network). Organisasi yang terstuktur

disekitar hierarki yang lebih lepas dan jaringan yang lebih kuat jauh lebih

efektif untuk pekerjaan yang semakin lama semakin kompleks.

2.2.10 Tacit Knowledge Capture Beserta Relasinya dengan Personal Knowledge

Management

Manajemen tacit knowledge adalah proses dari melakukan capture dari

pengalaman dan keahlian dari individu di sebuah organisasi dan membuatnya

tersedia untuk setiap orang yang membutuhkannya. Proses capture dari explicit

knowledge adalah pendekatan sistematis dari capturing, organizing dan refining

information dengan cara yang membuat informasi mudah untuk ditemukan, dan

memfasilitasi pembelajaran dan problem solving. Pengetahuan biasanya (often)

tetap berbentuk (remains) tacit hingga seseorang menanyakan pertanyaan

langsung. Pada titik tersebut, tacit dapat menjadi explicit, tetapi apabila informasi

tersebut tidak di-capture untuk orang lain untuk digunakan lagi di lain waktu,

maka pembelajaran, produktivitas, dan inovasi akan terhenti.

Ketika pengetahuan berbentuk explicit, pengetahuan tersebut seharusnya

diorganisasikan di dalam dokumen terstruktur penggunaan multifungsi

(multipurpose use). KM tools terbaik menciptakan pengetahuan kemudian

meningkatkannya antar jalur (multiple channel), termasuk telepon, e-mail, forum

diskusi, internet telephony, dan berbagai channel baru lainnya yang menjadi

online. Di dalam KM, penciptaan atau peng-capture-an pengetahuan ini dapat

dilakukan oleh individu yang bekerja untuk organisasi atau kelompok di dalam

organisasi tersebut, oleh seluruh Community of Practice (CoP) atau oleh individu

CoP yang berdedikasi. Hal ini juga dilakukan pada tingkatan personal, karena

hampir seluruh orang melakukan beberapa aktivitas knowledge creation, capture,

dan codification dalam melakukan tugas mereka, yang disebut sebagai personal

knowledge management (Cope, 2000 dalam Dalkir, 2011).

Pendekatan yang digunakan untuk melakukan capture, describe, dan

mengkodifikasi pengetahuan setelahnya (subsequently) bergantung pada tipe

pengetahuan. Explicit knowledge sudah dideskripsikan dengan baik, namun kita

perlu mengabstraksikan atau merangkum isi dari pengetahuan tersebut. Di sisi

lain, Tacit knowledge mungkin membutuhkan analisis yang lebih signifikan dan

organisasi sebelum dapat dideskripsikan dan direpresentasikan. Procedural

Knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana untuk melakukan sesuatu,

bagaimana untuk mengambil keputusan, bagaimana untuk melakukan diagnosa,

dan bagaimana cara untuk memberitahukan kepada orang lain (prescribed). Tipe

pengetahuan yang lain, declarative knowledge, menyatakan (denotes) descriptive

knowledge atau mengetahui “apa” (what) dibandingkan dengan (as opposed to)

mengetahui “bagaimana” (how) (Dalkir, 2011).

33

2.2.11 Definisi Blog Beserta Relasinya dengan Personal Knowledge Management

Weblog, atau secara singkat Blog, adalah sebuah tipe web page yang

memiliki informasi yang singkat dan disusun secara kronologis (Shiau & Chau,

2012). Menurut Herring et al. (2004) dalam Razmerita, Kirchner & Sudzina

(2009), terdapat tiga jenis blog: jurnal personal, “filter” (karena mereka memilih

informasi dan menyediakan komentar dari website lain) dan “knowledge logs”.

Akan tetapi, mayoritas dari blog (70 persen) adalah tipe online diary (jurnal

personal).

Terdapat 10 hal yang mendefinisikan sebuah blog (Ives & Watlington, 2005), yaitu:

a. Menyediakan web page yang simple dan mendukung update secara

berkala. Tidak seperti web page formal yang membutuhkan coding, blog

menggunakan template yang simple, memungkinkan percakapan yang

informal, sedang berlangsung (ongoing), dan easy-to-engage.

b. Membutuhkan sedikit, bahkan tidak sama sekali coding, serta tidak mahal

untuk melakukan set-up. Hal ini secara virtual menghilangkan penghalang

awal (entry barrier) untuk memiliki web presence. Apabila seseorang

memiliki komputer dan akses ke web, tidak ada lagi yang diperlukan

selain waktu dan imajinasi.

c. Menyediakan setiap entri dengan alamat internet unik. Search engine

dapat mengambil (spider) dan melakukan index terhadap post setiap

individu, dan penulis atau pembaca blog lain dapat membagikan (pass on)

link untuk setiap post individu untuk memperluas pembacaan (expanding

readership).

d. Membuat hubungan (linking) menuju post atau situs lain menjadi mudah.

Hal ini memfasilitasi kreasi komunitas online dari minat yang sejenis dan

memudahkan pembaca untuk menemukan informasi yang relevan. Karena

banyak informasi sekarang disimpan di dalam lokasi yang dapat diakses

oleh web, sebuah blog post menyediakan cara untuk menambahkan

konteks pada link konten, memfasilitasi terbentuknya Personal Knowledge

Management.

e. Mengakomodasi comments. Hal ini menambahkan dimensi interaksi yang

membangun koneksi dan pembagian ide (sharing ideas).

f. Disusun di dalam urutan kronologis terbalik. Hal ini menempatkan konten

yang paling baru di bagian halaman paling atas.

g. Menempatkan konten di dalam arsip yang dapat dicari yang dapat

mendukung navigasi melalui kategori untuk kemudahan browsing.

Beberapa blog menambahkan search engine sebagai tambahan dari

kategori.

h. Menggunakan RSS, ATOM atau XML feeds, yang memungkinkan

pembaca untuk melakukan subscribe pada update. Pengguna dapat

melakukan subscribe pada konten blog dan secara mudah membaca blog

tersebut. RSS (Really Simple Syndication, sebuah format XML ringan

yang didesain untuk membagikan headlines dan konten lain) adalah salah

satu breakthrough terbesar, yang menghilangkan kebutuhan untuk mencari

sebuah situs.

i. Biasanya ditulis dalam perspektif personal. Ini adalah sebuah gaya yang

berevolusi dan diharapkan (expected) dari blog. Untuk bisnis, blog

menyediakan kontak yang lebih personal dan informal dengan customer

yang komplemen dengan website formal.

j. Mempromosikan transparansi melalui aksesibilitas. Blog

mengkombinasikan arsip yang dapat dicari (searchable) dari sebuah

sistem KM dengan aksesibilitas terbuka dari website.

Melalui perspektif individu, blog menyediakan (Ives & Watlington, 2005) :

a. Creation: Konten yang dipublikasi dengan suara personal.

b. Collection: Mengelola konten personal di dalam arsip yang dapat dicari.

c. Context: Memberikan komentar kepada konten yang ingin dikelola oleh

individu.

Melalui perspektif networking, blog menyediakan (Ives & Watlington, 2005) :

a. Connection: Menemukan orang lain dengan minat yang sejenis.

b. Conversation: Terlibat (engaging) dalam dialog dalam organisasi atau

basis global.

c. Community: Membangun network di sekitar tema yang dibagikan (shared

themes).

d. Collaboration: Menemukan business partner baru.

35

Terdapat 2 jenis fungsi dari blog (Ives & Watlington, 2005), yaitu outward

facing (untuk eksternal) dan inward facing (untuk internal). Outward facing dapat

berupa expanding market exposure, establish a thought, introduce new product

and series, enhance customer relations, dan provide another direct sales channel

and new revenue streams. Internal facing dapat berupa internal communication

and team collaboration, project management, learning channel dan personal

knowledge management. Tools produktivitas yang di desain untuk membuat hidup

lebih mudah biasanya memiliki efek yang terbalik. Seperti yang didiskusikan,

blog menawarkan penciptaan arsip personal yang memiliki konteks

(contextualized personal archive). Banyak blogger mengandalkan blog mereka

sebagai back-up dari otak mereka. Ketika seseorang menulis sebuah buku, belajar

tentang sebuah teknologi baru atau bekerja di dalam era terhubung secara digital,

hal ini menghasilkan informasi yang tidak berhubungan (disconnected

information) dengan volume yang sangat besar. Seluruh informasi ini dapat

dikodifikasikan di dalam personal blog. Dengan blog, hal ini memungkinkan

untuk memasukkan komentar dan konteks dari setiap bagian dari informasi yang

diambil.

Tabel 2.4 Perbandingan berbagai tools PKM

(Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009)

Wordpress adalah sebuah Content Management System… yang post-

centered, yang berarti konten primer dipublikasikan dalam bentuk post. Post

adalah bagian dari konten – teks, media, atau kombinasi dari keduanya – yang

dipublikasikan dengan cara yang dinamis (dynamic manners) (Jones &

Farrington, 2011). Wordpress dibangun dengan menggunakan bahasa

pemrograman PHP.

2.2.12 Data Flow Diagram

Data Flow Diagram menggunakan simbol untuk merepresentasikan

entitas, proses, alur data (data flow), dan penyimpanan data (data stores) yang

dapat diterapkan (pertain) ke dalam sistem. DFD digunakan untuk

merepresentasikan sistem pada tingkatan detail yang berbeda dari sangat umum

hingga sangat spesifik. Entitas di dalam DFD adalah objek eksternal pada batasan

sistem yang dijadikan permodelan. Mereka merepresentasikan sumber dan dan

tujuan dari data. Entitas mungkin sistem atau fungsi lain yang berinteraksi dengan

sistem ini, atau merupakan eksternal dari organisasi. Entitas seharusnya selalu

diberikan label sebagai kata benda di dalam DFD, seperti customer atau supplier.

Data Store merepresentasikan catatan accounting yang digunakan pada setiap

proses, dan diberikan panah yang diberikan label (labeled arrows)

merepresentasikan aliran data dari setiap proses, data store, dan entitas.

Proses di dalam DFD seharusnya diberikan label kata kerja deskriptif

seperti mengirimkan barang (ship goods), memperbaharui catatan (update

records), atau menerima customer order (receive customer order). Objek proses

seharusnya tidak direpresentasikan di dalam kata benda seperti gudang

(warehouse), departemen AR dan departemen sales. Panah yang diberikan label

(labeled arrows) menghubungkan objek proses merepresentasikan aliran data

seperti Sales Order, Invoice, atau Shipping Notice. Setiap label dari data flow

harus unik – label yang sama seharusnya tidak dipasangkan (attached) pada dua

garis alur (flow lines) dalam satu ERD yang sama. Ketika data mengalir menuju

proses dan keluar kembali menuju proses lain, data tersebut (dengan sebuah cara

tertentu) sudah berubah. Hal ini berlaku (true) bahkan ketika data tersebut tidak

berubah secara fisik. Contohnya, ketika Sales Order diperiksa untuk kelengkapan

sebelum diproses lebih lanjut. Sales Order ini mengalir di dalam proses sebagai

Sales Order dan keluar sebagai Approved Sales Order.

System Analyst menggunakan DFD secara ekstensif untuk

merepresentasikan elemen logical di dalam sistem. Namun, teknik ini tidak

37

menggambarkan fisik dari sistem. Dengan kata lain, DFD menunjukkan logical

task yang diselesaikan, namun tidak bagaimana task tersebut diselesaikan atau

siapa yang melakukan task tersebut. Contohnya, DFD tidak menunjukkan apakah

proses penyetujuan sales dilakukan secara terpisah secara fisik dari proses billing

untuk mematuhi (compliance) tujuan (objectives) dari internal control. (Hall,

2011)

Gambar 2.8 Data Flow Diagram

(Hall, 2011)

2.2.13 Entity Relationship Diagram

Entity Relationship Diagram adalah teknik dokumentasi yang digunakan

untuk merepresentasikan hubungan antar entitas. Entitas adalah sumber daya fisik

(mobil, cash, atau inventori), event (ordering inventory, penerimaan cash,

pengiriman barang), atau agent (salesperson, customer, atau vendor) tentang

bagaimana organisasi ingin melakukan capture data. Salah satu penggunaan

umum ERD adalah melakukan permodelan dari database organisasi.

Simbol kotak merepresentasikan entitas di dalam sistem. Garis

penghubung berlabel (Labeled connecting line) merepresentasikan nature dari

relationship antara dua entitas. Tingkatan dari relationship, disebut cardinality,

adalah pemetaan numerik antara instansi entitas. Sebuah relationship dapat berupa

one to one (1:1), one to many (1:M) atau many to many (M:M). Apabila kita

berpikir entitas di dalam ERD sebagai file dari record, cardinality adalah jumlah

maksimal dari record di dalam sebuah file yang memiliki relasi pada sebuah

record di dalam file lain dan sebaliknya.

Cardinality merefleksikan aturan bisnis normal dan juga organizational

policy. Contohnya, cardinality 1:1 memberitahukan (suggests) setiap salesperson

di dalam organisasi ditugaskan pada satu mobil. Apabila organization policy

mengatur satu mobil kepada satu atau lebih salesperson yang saling berbagi

(share), policy ini direfleksikan oleh relationship 1:M. Begitu juga dengan

relationship antara vendor dan inventory yang mengimplikasikan bahwa

organisasi membeli produk dengan tipe yang sama dari satu atau lebih vendor.

Policy dari perusahaan untuk membeli barang tersebut dari satu vendor

direfleksikan oleh cardinality 1:M.

System designer mengidentifikasikan entitas dan menyiapkan model untuk

entitas tersebut. Data model adalah blueprint dari apa yang akan menjadi

database fisik. Membangun sebuah data model yang realistik adalah topik

lanjutan yang melibatkan pemahaman dan pengaplikasian teknik dan aturan

tertentu (Hall, 2011).

39

Gambar 2.9 Entity Relationship Diagram

(Hall, 2011)

2.2.14 Hubungan Antara Entity Relationship Diagram dan Data Flow

Diagram

Sebuah DFD adalah model dari sebuah proses sistem, dan ERD adalah

model dari data yang digunakan atau terpengaruh (affected) oleh sistem. Kedua

diagram memiliki hubungan melalui data; setiap data store di dalam DFD

merepresentasikan data yang berhubungan dari data entity dalam ERD. Data

model berikut merepresentasikan ERD dari DFD sebelumnya (Hall, 2011).

Gambar 2.10 Data Model

(Hall, 2011)

2.2.15 Web Development Life Cycle

Web Development Life Cycle adalah gabungan dari dua metodologi

sebelumnya yang dikenal sebagai System Development Life Cycle dan Prototyping

(French, 2011). WDLC menggunakan komponen dari setiap metodologi,

mengkombinasikannya menjadi sebuah pendekatan baru yang akan mengurangi

waktu pengembangan, menambah struktur untuk masalah yang tidak terstruktur,

dan tetap melibatkan pengguna dalam keseluruhan Development Life Cycle

(French, 2011).

Gambar 2.10 Web Development Life Cycle

(French, 2011)

a. Information Gathering (Graphical)

Tahapan pertama dari WDLC adalah tahap pengambilan informasi untuk

melakukan desain pada website. Desain pada website sangat penting

(extremely important) karena apabila tidak menarik (appealing) untuk

customer dan mudah untuk dinavigasikan, maka mereka akan cenderung

tidak kembali (less likely to return) dan membeli produk atau

41

menggunakan jasa yang ditawarkan. Analis diharuskan (required)

mengumpulkan informasi yang akan membantu desainer grafis dalam

menciptakan sebuah layout yang efektif untuk website dan menentukan

berbagai halaman yang akan dimasukkan (included). Bagaimana informasi

akan disusun (arranged) dan dinavigasikan melalui informasi ini juga

harus didiskusikan di dalam tahapan WDLC ini

b. Analysis (Graphical)

Tahapan selanjutnya melibatkan analisa dari informasi yang dibutuhkan

dan mendokumentasikan kebutuhan dari desain website. Dokumentasi ini

termasuk skema warna yang akan digunakan bersamaan dengan logo dan

gambar lain yang berhubungan (incorporated) di dalam website. Analis

juga diharuskan untuk membuat outline situs yang akan menentukan

(entailing) bagaimana pengguna akan melakukan navigasi di dalam

website. Menghubungkan (incorporating) elemen dari navigasi,

mekanisme pencarian, dan site map dari website akan meningkatkan

kemampuan pengguna untuk mencari informasi yang mereka inginkan

(Malak et al. 2010, dalam French, 2011). Ini juga penting untuk

skalabilitas karena akan memungkinkan (allow) programmer untuk

menciptakan template dan mengimplementasikan CSS (Cascading Style

Sheet) ke dalam situs yang memungkinkan update dan maintenance di

masa depan. Desainer grafis menggunakan informasi yang dibutuhkan

untuk menciptakan image dari bagaimana website akan tampil untuk

kepentingan (use) para Developer. Ini adalah representasi grafis, atau

Prototype, dari website yang akan digunakan oleh programmer untuk

mengembangkan template. Desainer grafis secara tipikal akan bekerja

langsung (work closely) dengan pengguna (marketing, merchandising, dan

lain – lain) yang berkepentingan (in charge) untuk memimpin usaha

pengembangan dalam website (leading the efforts for development of the

website). Image dari website juga akan dimasukkan ke dalam

dokumentasi.

c. Graphical Design

Tahap design grafis di dalam WDLC adalah dimana pengembang

menggunakan dokumentasi yang diberikan (provided) oleh analis dan

desainer grafis untuk menciptakan prototype dari website. Satu – satunya

fungsional yang terdapat di dalam tahap WDLC ini adalah kemampuan

untuk melakukan navigasi dalam website. Ini adalah dimana programmer

menciptakan template dan navigasi untuk website. Setelah prototype

diselesaikan dan diuji, model yang bekerja dan dipilih (working model)

akan digunakan di dalam sistem yang sebenarnya.

d. Information Gathering (Functional)

Tahap 2 melibatkan pengembangan fungsional di dalam website. Selama

tahap information gathering untuk pengembangan fungsional, system

analyst bertemu dengan pengguna untuk mencari kebutuhan (gathering

requirements) untuk fungsionalitas website. Mereka mengidentifikasi

tujuan dari website, fungsionalitas apa yang dibutuhkan, dan komponen

yang berbeda di setiap seksi dari website.

e. Analysis (Functional)

Tahap Functional Analysis dari WDLC adalah dimana analis menciptakan

Entity Relationship Diagram (ERD) dan Data Flow Diagram (DFD) yang

dibutuhkan untuk fungsionalitas website. Mereka kemudian akan

melakukan breakdown pada komponen yang berbeda dari website menjadi

bagian yang lebih kecil. Contohnya, apabila mengembangkan website e-

commerce, pengembang akan menciptakan komponen yang berbeda

seperti shopping cart, product page, contact page, information page dan

frequently asked question page. Kemudian setiap komponen akan didesain

dan dikembangkan seperti mereka adalah program individu. Setelah

fungsional website didesain dan komponen berbeda telah dikembangkan,

pengembang akan mulai menciptakan prototype fisik.

43

f. Functional Design

Tahapan Functional Design dari WDLC adalah dimana pengembang

mulai menciptakan prototype dari setiap komponen website. Ini adalah

dimana fungsionalitas dari website dikembangkan. Web developer bekerja

dengan pengguna untuk mengidentifikasikan komponen dari website yang

dibutuhkan dalam implementasi. Setelah mengidentifikasi komponen

penting, mereka mulai mengembangkan prototype dari komponen

tersebut. Pengguna harus terlibat secara aktif dengan pengembang selama

setiap komponen diciptakan. Seringkali pengguna tahu apa yang mereka

inginkan namun tidak mengerti bagaimana cara membuatnya di dalam

pengembangan web. Untuk itu, web developer harus mengarahkan

pengguna dan melibatkannya di dalam proses pengembangan. Seraya

fungsionalitas ditambahkan di dalam website, pengguna harus menguji

setiap komponen dan memberikan umpan balik kepada web developer.

Setelah seluruh perubahan yang dibutuhkan (necessary changes)

dilakukan pada komponen, web developer akan mulai mengembangkan

komponen selanjutnya dan mengulangi proses ini. Setiap komponen dapat

diimplementasikan setelah selesai pembuatan dan testing. Ini menciptakan

proses iteratif dari tahapan fungsional dalam WDLC dan meningkatkan

kecepatan dari pengembangan website dengan bekerja dalam modul.

g. Implementation

Tahapan WDLC ini mirip dengan implementasi biasa di dalam SDLC.

Prototype secara tipikal dikembangkan dalam test server atau development

server. Ini memungkinkan pengguna untuk bekerja sama dengan web

developer hingga prototype selesai. Setelah komponen yang

dikembangkan selesai, file database dan web page akan dipindahkan ke

production server untuk implementasi.

h. Maintenance

Maintenance (Pemeliharaan) adalah tahapan yang tidak pernah selesai di

dalam WDLC. Maintenance mungkin termasuk modifikasi dari program

yang sedang berjalan, meng-update style sheet untuk memberikan website

tampilan yang berbeda, atau apapun yang perlu diperbaiki di dalam

website setelah diimplementasikan.

WDLC adalah proses yang iteratif, terutama (particularly) selama tahapan

fungsional dalam pengembangan. Setelah website didesain, hanya sedikit

kebutuhan untuk melakukan fase grafis di dalam WDLC sampai proses

desain ulang website dibutuhkan. Untuk setiap aplikasi dan komponen

baru yang ditambahkan ke dalam website setelah di desain, system analyst

dapat memulai tahap kedua dari WDLC. Untuk desain ulang website,

hanya tahapan pertama yang perlu diselesaikan karena desain ulang akan

mengganti layout dan tampilan website namun tidak mengubah

fungsionalitas dari website itu sendiri.

Satu limitasi dari hasil penelitian ini adalah kurangnya bukti empiris untuk

membuktikan sukses dari WDLC. WDLC adalah sebuah model teoritis

berdasarkan literatur dengan komunitas sistem informasi yang dibimbing

(guided) oleh pengalaman penulis. Penelitian di masa depan seharusnya

mengevaluasi sukses dari model ini dengan lingkungan praktek. Kesulitan

untuk menguji model ini adalah mendapatkan sampel yang cukup besar

untuk melakukan analisa statistik untuk menunjukkan signifikasi. Banyak

perusahaan memiliki departemen pengembangan kecil dengan sedikit web

developer untuk mengambil sampel tersebut. Untuk mengatasi limitasi ini,

penelitian di masa depan mungkin menggunakan metode tersebut di dalam

kelompok pengembangan web untuk melakukan studi kasus bersamaan

dengan analisis kuantitatif untuk mendapatkan perspektif dari business

professional yang sudah setuju untuk menggunakan model ini.

2.2.16 Aplikasi Konsep Personal Knowledge Management dengan Social Web

Terdapat tujuh keterampilan PKM (Dorsey, 2000 dalam Kusumawardhani, 2012),

yaitu:

a. Pengambilan informasi - merupakan keterampilan yang digunakan untuk

mengelola proses pencarian individu (contoh: pelebaran atau penyimpanan

pencarian, Boolean logic dan aplikasi pengulangan pencarian).

45

b. Pengevaluasian informasi - dengan tujuan untuk menemukan informasi

yang berharga dan relevan, maka PKM mengehendaki evaluasi dari

informasi yang tersedia secara luas, yang tidak disaring ataupun di-sensor.

c. Pengaturan informasi - pengaturan dari informasi (contoh: kronologikal,

fungsional, role-based) memfasilitasi KM dengan cara menghubungkan

informasi baru dan lama.

d. Analisis informasi - membangun keterampilan organisasi informasi dalam

menganalisis dapat membantu pengguna untuk mengubah informasi

menjadi pengetahuan.

e. Penyajian informasi - keterampilan PKM melibatkan penyajian informasi

kepada pihak lain, melalui desain yang efektif dan komunikasi.

f. Pengamanan informasi - dengan adanya pertumbuhan resiko dan

kesempatan yang terasosiasi dengan information sharing, para knowledge

worker harus dapat menjamin keamanannya.

g. Pengkolaborasian di sekitar informasi - keterampilan PKM yang

memungkinkan para knowledge worker untuk berpartisipasi dalam

aktifitas yang bernilai tinggi (high-value activities) di dalam suatu proses

kolaborasi di sekitar informasi.

Tujuan utama dari PKM adalah untuk menyediakan kerangka kerja bagi

para knowledge worker agar dapat mengelola informasi baru,

mengintegrasikannya dan memperkaya basis data pengetahuan pada masing-

masing individu secara efektif. Jika hal ini berhasil dilakukan, dapat

memberdayakan setiap individu untuk menerapkan pengetahuan personal milik

mereka (Kusumawardhani, 2012).

Situs jejaring sosial (Boyd & Ellison, 2007 dalam Kusumawardhani, 2012) adalah

layanan berbasis web yang memperbolehkan para individu untuk:

a. Membangun sebuah profil publik dan semi-publik dalam suatu sistem

yang memiliki batasan – batasan.

b. Memiliki suatu daftar yang berisikan pengguna-pengguna lain yang

tersambung dengan individu tersebut.

c. Dapat melihat dan melintasi daftar koneksi-koneksi yang terhubung dari

para individu lainnya dalam sistem tersebut. Keunikan dari situs ini bukan

pada kemampuan yang memperbolehkan para individu untuk bertemu

dengan individu lain yang tidak dikenalnya dalam dunia nyata, namun

pada kemampuan untuk mengartikulasikan dan membuat situs pribadi

mereka dapat dilihat oleh individu lain.

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, berbagai macam

jejaring sosial online (LinkedIn, Myspace dan Facebook), blogs dan

microblogging (Blogger, Twitter), video atau photo sharing (Youtube, Flickr),

instant messaging dan masih banyak lainnya, dapat dikategorikan sebagai jejaring

sosial. Hal ini dikarenakan, keseluruhan situs tersebut memiliki tiga kemampuan

yang dipaparkan oleh Boyd dan Ellison (2007).

Dalam konteks PKM, para individu memiliki keahlian yang berbeda-beda.

Sehingga, mereka membutuhkan tools yang bermacam-macam. Pemanfaatan

tools yang optimal sangatlah bergantung pada performa para knowledge worker

dan pengguna lainnya dalam mengasimilasi keahlian PKM dan teknologi ke

dalam perilaku KM. Para knowledge worker diharapkan untuk membuat

keputusan dan melakukan pekerjaan yang berasosiasi pada pengetahuan, yang

berdampak positif terhadap kinerja perusahaan serta terhadap diri mereka sendiri.

Oleh karena itu, tools dari PKM harus sejajar dengan keahlian khusus serta PKM

yang dipilihnya. Hal ini untuk membantu para pengguna dalam melakukan

berbagai knowledge activities (Agnihotri & Troutt, 2008 dalam Kusumawardhani,

2012).

2.2.17 Sampling dan Sampling Design Process

Sampling adalah tindakan untuk mengambil subgroup dari elemen sebuah

populasi yang terpilih untuk berpartisipasi di dalam studi (Malhotra, 2010).

Sebuah sampel mungkin dipreferensikan apabila di dalam hasil proses

pengukuran terdapat kontaminasi dari elemen yang disampel. Contohnya, hasil

pengujian pengunaan produk di dalam konsumsi dari produk itu sendiri.

Pertimbangan pragmatis lain untuk menggunakan teknik sampling adalah

kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan dari studi tersebut. Desain sampling

dimulai dengan menspesifikasikan populasi target. Populasi target adalah koleksi

dari elemen atau objek yang memiliki informasi yang dicari oleh peneliti dan

inferensi (relasi kepada sesuatu) apa yang akan dibuat. Populasi target harus

47

didefinisikan dengan presisi. Definisi populasi target yang tidak presisi akan

menghasilkan riset yang tidak efektif, atau yang lebih parah lagi, menyesatkan

(misleading). Pendefinisian dari populasi target melibatkan pengubahan

(translating) definisi masalah menjadi statement presisi tentang siapa yang

harus/tidak boleh dilibatkan di dalam sampel (Malhotra, 2010).

Populasi target harus didefinisikan di dalam bentuk elemen, unit sampel,

extent, dan waktu. Sebuah elemen adalah objek tentang sesuatu yang memiliki

informasi yang diinginkan. Unit sampel adalah sebuah elemen yang tersedia di

dalam tahapan tertentu untuk proses sampling. Extent berarti batasan geografis

dari sampling, dan waktu adalah lamanya waktu sampling. Contoh dari populasi

target adalah:

Tabel 2.5 Contoh Target Populasi

(Malhotra, 2010)

Populasi Target

Elemen

Pria atau wanita yang menjadi kepala dari rumah tangga

yang bertanggung jawab untuk sebagian besar tindakan

perbelanjaan.

Unit Sampel Rumah Tangga

Extent Metropolitan Atlanta

Waktu 2009

Sampling frame adalah representasi dari elemen dari populasi target.

Sampling frame terdiri dari urutan atau seperangkat arahan untuk

mengidentifikasikan populasi target. Contoh dari sampling frame adalah buku

telepon, asosiasi direktori tentang urutan firma dari industri, mailing list yang

sudah dibeli dari sebuah organisasi komersial, direktori kota, atau sebuah peta.

Apabila sebuah daftar (list) tidak dapat dikompilasikan, maka setidaknya terdapat

arahan untuk mengidentifikasi populasi target apa yang harus dispesifikasikan,

contohnya seperti prosedur random digit dialing dalam survei telepon. Dalam

instansi tertentu, discrepancy (kurangnya kesamaan antara dua atau lebih fakta)

antara populasi (agregat dari seluruh elemen yang membagikan beberapa

kesamaan seperangkat karakteristik) dan sampling frame yang ada kecil, sehingga

bisa diabaikan. Akan tetapi, di kebanyakan kasus, peneliti seharusnya menyadari

dan melakukan treatment terhadap sampling frame error, yang dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu:

a. Melakukan redefinisi pada sampling frame. Pendekatan ini simplistik,

namun mencegah peneliti untuk salah arah (misled) dari populasi aktual

yang sedang diinvestigasi.

b. Melakukan screening (seleksi) responden di dalam tahapan data

collection. Responden dapat di screening terhadap demografi

karakteristik, familiarity, pengunaan produk, dan karakteristik lain untuk

memastikan bahwa mereka memenuhi kriteria dari populasi target.

Screening dapat menghilangkan elemen yang tidak pantas di dalam

sampling frame, namun tidak dapat menghitung (account) elemen yang

sudah dimasukkan (omitted).

c. Memberikan skema bobot untuk mengimbangi kesalahan pada sampling

frame.

Penting untuk mengenali kesalahan pada sampling frame yang ada, sehingga

inferensi (konklusi yang berdasar dari fakta atau pemikiran/reasoning) dari

populasi yang tidak pantas dapat dihindari.

2.2.18 Teknik Sampling Nonprobabilitas dan Convenience Sampling

Teknik sampling dapat diklasifikasikan menjadi probabilitas dan

nonprobabilitas. Sampling nonprobabilitas mengandalkan keputusan personal

(personal judgement) dari peneliti dibandingkan dengan kesempatan untuk

memilih elemen sampel. Peneliti dapat menentukan secara arbiter (dengan

menggunakan pihak ketiga) atau secara sadar elemen apa yang akan dimasukkan

kedalam sampel. Sampel nonprobabilitas dapat mengestimasi secara baik

karakteristik populasi, namun tidak memungkinkan evaluasi yang objektif dari

presisi hasil sampel. Hal ini dikarenakan ketiadaan cara untuk menentukan

probabilitas dari setiap elemen yang terpilih di dalam sampel, estimasi yang

didapatkan juga tidak dapat diproyeksikan secara statistik ke dalam populasi.

49

Convenience Sampling adalah sebuah teknik sampling non-probabilitas

yang berusaha untuk mendapatkan sampel dari elemen yang nyaman (mudah

untuk didapatkan). Seleksi dari unit sampel sepenuhnya diputuskan (left

primarily) oleh orang yang melakukan interview. Seringkali, responden dipilih

karena berada di tempat yang tepat dan waktu yang tepat. Contoh dari

pengambilan sampel adalah:

a. Penggunaan murid, grup keagamaan, dan anggota dari organisasi sosial

sebagai sampel,

b. Interview yang dilakukan dengan cara bertanya langsung dengan

pengunjung mall yang sedang berada disekitar kita tanpa

mengkualifikasi terlebih dahulu responden tersebut,

c. Department store yang menggunakan charge account list,

d. Kuesioner yang dapat disobek yang terdapat pada majalah,

e. Interview yang dilakukan dengan orang - orang yang ditemui di jalan

raya (people on the street).

Convenience Sampling adalah metode yang paling murah dan paling tidak

memakan waktu dari seluruh teknik sampling lainnya. Seluruh unit sampel dapat

diakses, mudah untuk diukur, dan koperatif. Terlepas dari keuntungan ini, bentuk

dari sampling ini memiliki keterbatasan yang serius. Banyak sumber potensial

dari seleksi yang bias terdapat disini, termasuk responden yang memilih dirinya

sendiri. Sampel convenience tidak representatif untuk seluruh populasi yang dapat

didefinisikan. Sebagai konsekuensinya (hence), hal ini secara teoritis tidak berarti

untuk menggeneralisasi populasi apapun dari sampel, dan sampel convenience

tidak pantas untuk proyek riset marketing yang melibatkan inferensi sampel.

Sampel convenience tidak direkomendasikan untuk riset deskriptif atau kausal,

namun dapat digunakan sebagai riset exploratory (investigasi) untuk membangun

ide, insights, dan hipotesis. Sampel convenience dapat digunakan untuk focus

group, pre-tes kuesioner, atau pilot studies. Bahkan di dalam kasus tersebut,

diperlukan kehati – hatian (caution) dalam menginterpretasikan hasil dari

sampling tersebut. Namun (nevertheless), teknik ini terkadang digunakan bahkan

di dalam survei besar (Malhotra, 2010).

2.2.19 Kuesioner dan Questionnaire Design Process

Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang sudah diformalisasikan

untuk mendapatkan informasi dari responden. Secara tipikal, sebuah kuesioner

hanya salah satu elemen dari paket data-collection yang mungkin didalamnya

terdapat:

a. Prosedur Kerja Lapangan, seperti instruksi untuk memilih, pendekatan,

dan mempertanyakan (questioning) responden,

b. Hadiah, atau kompensasi lain yang ditawarkan kepada responden,

c. Pembantu komunikasi (communication aids), seperti peta, gambar, iklan,

dan produk (seperti didalam interview pribadi) dan mengembalikan

amplop (di dalam survei melalui surat).

Terlepas (regardless) dari bentuk form administrasi, sebuah kuesioner memiliki

karakter dari beberapa objektif spesifik. Tiga objektif spesifik dari setiap

kuesioner adalah:

a. Harus mengubah (must translate) informasi yang dibutuhkan menjadi

seperangkat pertanyaan yang spesifik, dimana pertanyaan tersebut akan

dan dapat dijawab oleh responden.

b. Sebuah kuesioner harus mengangkat, memotivasi, dan encourage

responden untuk dapat terlibat di dalam interview, untuk bekerjasama, dan

menyelesaikan interview.

c. Sebuah kuesioner harus meminimalisir response error. Response error

adalah kesalahan yang terjadi ketika responden memberikan jawaban yang

tidak akurat, kesalahan perekaman atau kesalahan analisa.

Sebuah kuesioner dapat menjadi sumber utama dari response error.

Menekan kesalahan ini adalah objektif yang penting dari desain kuesioner …

Mengembangkan pertanyaan yang dapat dijawab, akan dijawab dan memberikan

(yield) informasi yang diinginkan adalah hal yang sulit. … Dalam merancang

kuesioner, peneliti seharusnya berusaha (strive) untuk meminimalisir kelelahan,

kebosanan, ketidaklengkapan, dan ketiadaan respon (nonresponse) dari

responden. Kuesioner yang didesain dengan baik dapat memotivasi responden dan

meningkatkan response rate (Malhotra, 2010).

51

Questionnaire Design Process adalah sebuah guideline yang berguna

untuk mendesain kuesioner yang terdapat pada buku The Art of Asking Questions

yang dipublikasikan oleh Stanley Payne pada tahun 1951. Akan tetapi, tidak ada

prinsip saintifik yang menjamin kuesioner yang ideal dan optimal. Hal ini

(kuesioner) lebih kepada sebuah seni dibandingkan sebuah ilmu pengetahuan.

Meskipun aturan ini dapat membantu untuk menghindari kesalahan major,

kuesioner yang baik datang dari kreativitas peneliti yang terlatih (Malhotra,

2010).

Gambar 2.11 Questionnaire Design Process

(Malhotra, 2010)

Berikut adalah penjelasan dari tahapan dari Questionnaire Design Process:

a. Specify the information needed (spesifikasikan informasi yang

dibutuhkan)

Tahap pertama dari desain kuesioner adalah menspesifikasikan

informasi yang dibutuhkan. Seiring dengan berjalannya progress riset,

informasi yang dibutuhkan menjadi semakin lama semakin jelas

didefinisikan. Hal ini membantu untuk mereview komponen dari

masalah dan pendekatan yang digunakan, terutama pertanyaan riset,

hipotesis, dan informasi yang dibutuhkan.

Hal penting lainnya adalah memiliki ide yang jelas tentang target

populasi. Karakteristik dari grup responden memiliki pengaruh yang

besar dalam desain kuesioner. Pertanyaan yang pantas untuk mahasiswa

mungkin tidak pantas untuk ibu rumah tangga. Pemahaman ini

berhubungan dengan karakteristik sosio-ekonomi yang dimiliki oleh

masing – masing grup responden. Lebih dari itu, pemahaman yang

buruk diasosiasikan dengan tingkat insiden yang tinggi untuk respon

yang tidak pasti dan/atau tanpa respon opini (no-opinion). Semakin

terdiversifikasi grup responden, semakin sulit untuk mendesain sebuah

kuesioner tunggal yang pantas untuk seluruh grup yang terlibat di dalam

penelitian.

b. Specify the type of interviewing method (spesifikasikan metode interview

yang digunakan)

Sebuah apresiasi tentang bagaimana tipe dari metode interview

mempengaruhi desain kuesioner, yang dapat didapatkan dengan

mempertimbangkan bagaimana kuesioner akan dikelola dengan metode

tertentu. Di dalam personal interview, responden dapat melihat

kuesioner dan berinteraksi tatap muka dengan interviewer. Selain itu,

pertanyaan yang panjang, kompleks, dan bervariasi dapat ditanyakan.

53

c. Determine the content of individual question (tentukan konten dari setiap

pertanyaan individu)

Setiap pertanyaan di dalam kuesioner seharusnya berkontribusi kepada

informasi yang diperlukan atau memiliki tujuan spesifik tertentu.

Apabila tidak terdapat kegunaan dari data yang mencukupi (satisfactory)

dari data yang dihasilkan dari sebuah pertanyaan, pertanyaan tersebut

harus dieliminasi. Di dalam situasi tertentu, pertanyaan mungkin

ditanyakan meskipun tidak memiliki relasi langsung dengan informasi

yang dibutuhkan. Hal ini berguna untuk menanyakan beberapa

pertanyaan netral di awal dari kuesioner untuk membangun (establish)

keterlibatan (involvement) dan rapport (hubungan harmonis dimana

seseorang atau sekelompok orang mengerti perasaan atau ide satu sama

lain dan dapat berkomunikasi secara baik), terlebih (particularly) ketika

topik dari kuesioner adalah sensitif dan kontroversial. Terkadang

pertanyaan pengisi (filler questions) ditanyakan untuk menyembunyikan

(disguise) tujuan atau sponsorship dari sebuah project. Dibandingkan

(rather) dengan membatasi pertanyaan kepada sebuah merk (brand)

yang diminati, pertanyaan tentang merk yang saling bersaing (competing

brands) juga dapat dimasukkan untuk menyembunyikan sponsorship.

Setelah menentukan (ascertained) bahwa pertanyaan tersebut

dibutuhkan, peril dipastikan bahwa pertanyaan tersebut cukup untuk

memenuhi informasi yang diinginkan. Terkadang, beberapa pertanyaan

dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan cara

yang tidak ambigu (unambiguous manner). Contoh dari pertanyaan jenis

ini adalah “Apakah Coca-Cola adalah softdrink yang enak dan

menyegarkan?” Jawaban “ya” adalah jawaban yang jelas, tetapi

bagaimana jika jawabannya “tidak”? Apakah ini berarti responden

berpikir bahwa Coca-Cola tidak enak, tidak menyegarkan, atau

keduanya? Pertanyaan seperti ini disebut dengan Double-Barreled

Question, karena terdapat dua atau lebih pertanyaan yang digabung

menjadi satu. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan tanpa

ambigu, dua pertanyaan terpisah seharusnya ditanyakan, “Apakah Coca-

Cola adalah softdrink yang enak?” dan “Apakah Coca-Cola adalah

softdrink yang menyegarkan?”.

Contoh dari pertanyaan Double-Barelled Question lainnya adalah

pertanyaan mengapa (why), di dalam konteks penelitian (study)

department store: “Mengapa anda berbelanja di Nike Town?”

Kemungkinan jawaban yang mungkin terjadi termasuk “untuk membeli

sepatu atletik”, “lokasinya lebih mudah dan nyaman untuk dicapai”, dan

“toko ini direkomendasikan oleh teman baik saya”. Setiap jawaban

memiliki relasi dengan pertanyaan berbeda yang tergabung (embedded)

di dalam pertanyaan mengapa (why). Jawaban pertama memberitahukan

mengapa responden berbelanja di toko merchandise atletik, jawaban

kedua memberitahukan apa yang responden sukai tentang Nike Town

dibandingkan dengan toko lain, dan jawaban ketiga memberitahukan apa

yang responden pelajari tentang Nike Town. Ketiga jawaban ini tidak

dapat dibandingkan satu sama lain dan tidak satupun dari jawaban

tersebut memenuhi kebutuhan informasi yang dicari. Informasi yang

lengkap mungkin dapat didapatkan dengan menanyakan dua pertanyaan

yang terpisah, yaitu: “Apa yang anda sukai dari Nike Town dibandingkan

dengan toko lain?” dan “Bagaimana anda pertama kali berbelanja di

Nike Town?” Kebanyakan pertanyaan mengapa (why) tentang

penggunaan produk, atau pilihan alternatif melibatkan dua aspek: atribut

dari produk dan pengaruh yang membawa (leading) pengetahuan dari

produk tersebut.

d. Design the question to overcome the respondent’s inability and

unwillingness to answer (rancang pertanyaan untuk mengatasi

ketidakmampuan dan ketidakinginan responden untuk menjawab

pertanyaan)

Peneliti seharusnya tidak berasumsi bahwa responden dapat memberikan

jawaban yang akurat atau logis untuk seluruh pertanyaan. Peneliti harus

mencoba (attempt) untuk mengatasi ketidakmampuan responden untuk

menjawab. Beberapa faktor membatasi kemampuan responden untuk

menyediakan informasi yang dibutuhkan. Responden mungkin tidak

55

diberitahukan (informed), tidak mampu mengingat, atau tidak mampu

untuk mengartikulasikan jenis respon tertentu.

Responden sering ditanyakan tentang topik dimana mereka tidak

diberitahukan sebelumnya. Contohnya adalah seorang suami yang

mungkin tidak diberitahukan tentang pengeluaran bulanan untuk

membeli bahan makanan apabila seorang istri yang melakukan hal

tersebut, dan sebaliknya. Di dalam situasi dimana tidak seluruh

responden diberitahukan sebelumnya tentang sebuah topic of interest,

filter question yang mengukur familiarity, pengunaan produk, dan

pengalaman sebelumnya seharusnya ditanyakan sebelum pertanyaan

tentang topik itu sendiri. Filter question adalah sebuah pertanyaan awal

di dalam kuesioner yang melihat responden potensial untuk meyakinkan

bahwa mereka memenuhi kebutuhan untuk menjadi seorang sampel.

Seorang peneliti mungkin memberi ekspektasi tentang banyak hal yang

seharusnya seluruh orang ketahui hanya diingat oleh sedikit orang.

Beberapa contoh dari pertanyaan tersebut adalah:

1. Apa nama dari merk baju yang anda gunakan dua minggu lalu?

2. Dimana anda makan siang minggu lalu?

3. Apa yang anda lakukan bulan lalu di sore hari?

4. Berapa banyak gallon softdrink yang anda konsumsi selama

empat minggu terakhir?

Pertanyaan – pertanyaan ini tidak tepat karena mereka melebihi

kemampuan dari responden untuk mengingat. Ketidakmampuan

untuk mengingat menyebabkan (leading to) kesalahan dalam

omission, telescoping, dan creation. Omission adalah

ketidakmampuan untuk mengingat sebuah kejadian yang secara

aktual terjadi. Telescoping adalah fenomena psikologis yang terjadi

ketika seseorang mengkompresi waktu dengan cara mengingat sebuah

kejadian yang terjadi seakan – akan memiliki rentang waktu lebih

dekat (more recently) dengan waktu yang sebenarnya terjadi.

Kesalahan creation terjadi ketika sebuah responden “mengingat”

sebuah kejadian yang sebenarnya tidak terjadi. Maka dari itu, (dari

pertanyaan diatas) untuk mengetahui konsumsi softdrink seseorang

mungkin akan didapatkan secara lebih baik dengan bertanya:

“Seberapa sering anda mengkonsumsi softdrink dalam

seminggu?”

1. Kurang dari seminggu sekali

2. 1 – 3 kali dalam seminggu

3. 4 – 6 kali dalam seminggu

4. 7 kali atau lebih dalam seminggu

Responden mungkin tidak dapat mengartikulasikan beberapa jenis respon

tertentu. Contohnya, apabila ditanya untuk mendeskripsikan atmosfir dari

department store, kebanyakan responden mungkin tidak mampu untuk

merangkai kalimat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di sisi lain,

apabila responden diberikan deskripsi alternatif dari atmosfir toko, mereka

akan mampu untuk mengindikasikan salah satu dari respon yang mereka

sukai. Apabila responden tidak dapat mengartikulasikan respon mereka

untuk pertanyaan tersebut, mereka akan mengacuhkan pertanyaan tersebut

dan menolak untuk merespon kuesioner lainnya. Responden seharusnya

diberikan bantuan, seperti gambar, peta, dan deskripsi, untuk membantu

mereka mengartikulasikan respon mereka.

Bahkan ketika responden mampu untuk menjawab sebuah pertanyaan,

mereka mungkin tidak ingin untuk melakukan hal tersebut. Hal ini

sebabkan antara terlalu banyak usaha (effort) yang dibutuhkan, situasi atau

konteks tidak pantas untuk dipublikasikan, peneliti tidak memiliki tujuan

yang sah (legitimate) ataupun informasi yang dibutuhkan adalah sensitif.

Kebanyakan responden tidak menginginkan untuk memberi usaha (effort)

yang sangat besar untuk menyediakan informasi. Maka dari itu, peneliti

harus meminimalisir usaha yang dibutuhkan oleh responden. Contoh dari

pertanyaan yang membutuhkan usaha yang besar adalah:

“Tolong urutkan seluruh department dimana anda membeli merchandise

saat terakhir kali anda berbelanja di department store.”

Pertanyaan yang seharusnya ditanyakan adalah,

57

“Dalam list (urutan) dibawah ini, pilih seluruh departemen dimana anda

membeli merchandise saat terakhir kali anda berbelanja di department

store.”

1. Pakaian Wanita _____

2. Pakaian Pria _____

3. Pakaian Anak – Anak _____

4. Kosmetik _____

Selain usaha, hal lain yang perlu diperhatikan adalah konteks. Beberapa

pertanyaan mungkin pantas untuk ditanyakan di dalam konteks tertentu

tetapi tidak untuk yang lainnya. Contohnya, pertanyaan tentang kebiasaan

kebersihan diri mungkin pantas ketika survei tersebut dilakukan oleh

American Medical Association, tetapi tidak pantas apabila ditanyakan oleh

restoran cepat saji. Responden juga tidak ingin untuk memberikan

informasi yang sensitif (divulge) ketika responden tidak melihat tujuan

yang sah (legitimate). Mengapa sebuah lembaga marketing sereal ingin

mengetahui umur, pendapatan, dan pekerjaan dari responden? Selain itu,

responden juga tidak menginginkan untuk memberitahukan (disclose),

minimal secara akurat, informasi sensitif karena dapat menyebabkan aib

(embarrassment) dan mengancam prestige dan image dirinya. Topik

sensitif menyangkut uang, kehidupan keluarga, politik, agama,

kepercayaan, dan keterlibatan di dalam kecelakaan dan/atau kriminalitas.

e. Decide on the question structure (tentukan struktur pertanyaan)

Terdapat dua jenis struktur pertanyaan, yaitu pertanyaan tidak terstruktur

dan pertanyaan terstruktur. Pertanyaan tidak terstruktur adalah pertanyaan

terbuka dimana responden harus menjawab dengan kata – kata mereka

sendiri. Pertanyaan terstruktur adalah pertanyaan dengan seperangkat

respon alternatif yang terspesifikasi sebelumnya (prespecify) dan format

dari respon tersebut. Salah satu bentuk dari pertanyaan terstruktur adalah

scale (skala). Scale adalah pembangunan (generation) dari sebuah

continuum (sekuensial yang berurutan dimana elemen selanjutnya tidak

begitu berbeda dengan yang lainnya, meskipun pada setiap ujungnya

sangat berbeda) dimana setiap objek yang diukur berada. Scaling dapat

dikatakan sebagai perpanjangan dari pengukuran. Sebagai ilustrasi,

pertimbangkan (consider) sebuah scale dari 1 sampai 100 untuk

menemukan (locating) konsumen berdasarkan karakteristik “tingkah laku

terhadap department store”. Setiap responden diberikan angka dari 1

sampai 100 yang mengindikasikan tingkatan dari unfavorableness, dengan

1 = sangat unfavorable, dan 100 = sangat favorable. Pengukuran adalah

pekerjaan aktual dari angka 1 hingga 100 dari seluruh responden. Scaling

adalah sebuah proses untuk menempatkan responden ke dalam continuum

dengan memperhatikan tingkah laku mereka terhadap department store.

Terdapat 4 karakteristik di dalam scale, yaitu description, order, distance,

dan origin. Description berarti label unik atau penjelasan yang digunakan

untuk membedakan (designate) setiap nilai dari scale. Contoh dari

description adalah 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = netral, 4 =

setuju, dan 5 = sangat setuju.

Order adalah ukuran relatif atau posisi dari description. Order dinotasikan

oleh penjelasan lebih dari, kurang dari, atau sama dengan. Contohnya,

preferensi responden untuk tiga brand dari sepatu atletik dinyatakan di

dalam sebuah order, dengan brand yang paling dipreferensikan diurutkan

pertama dan yang paling tidak dipreferensikan diurutkan ketiga (Nike,

Reebok, Adidas). Untuk responden ini, preferensi Nike lebih tinggi

dibandingkan preferensi Reebok, preferensi Adidas lebih rendah dari Nike

dan Reebok.

Distance adalah perbedaan absolut antar scale description yang diketahui

dan dapat diekspresikan dalam unit. Contoh dari distance adalah jumlah

orang yang tinggal di dalam rumah responden. Perlu diperhatikan bahwa

scale yang memiliki distance juga memiliki order, dimana 5 orang yang

tinggal di dalam rumah seorang responden lebih besar dibandingkan

dengan 4 orang yang tinggal di dalam rumah seorang responden.

Origin adalah karakteristik yang menjelaskan bahwa skala memiliki

awalan yang unik, atau “true zero point”. Apabila terdapat scale seperti 1

= sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = netral, 4 = setuju, dan 5 =

59

sangat setuju seperti diatas, maka 1 adalah origin dari scale tersebut.

Origin dapat bernilai negatif, seperti -1 dan -2.

Interval Scale (skala interval) adalah sebuah scale dimana angka

digunakan untuk menilai objek yang secara numerik memiliki jarak yang

sama pada scale yang mempresentasikan jarak pada karakteristik yang

sedang diukur.

Likert Scale adalah sebuah skala (scale) pengukuran dengan lima respon

kategori, yang dimulai dari “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”

dimana memerlukan responden untuk mendindikasikan hingga tingkatan

(degree) persetujuan atau ketidaksetujuan dari setiap seri dari pernyataan

(statement) yang berhubungan dengan objek stimulus. Nama Likert

berasal dari pencipta dari skala ini, Rensis Likert.

Data secara tipikal diperlakukan sebagai interval. Likert Scale memiliki

karakteristik description, order dan distance. Untuk memulai analisis,

setiap pernyataan diberikan skor numerik, yang berkisar dari -2 sampai

dengan +2 atau 1 sampai 5. Analisis dapat dimulai (conducted) dengan

basis item-by-item, atau jumlah total skor dapat dikalkulasikan untuk

setiap responden dengan menambahkan skor dari setiap item. Pendekatan

yang paling sering digunakan dengan Likert Scale adalah summated scale,

dimana pendekatan ini digunakan untuk menentukan skor total dari setiap

responden. Hal yang penting untuk dilakukan adalah untuk menggunakan

prosedur penilaian yang konsisten, sehingga tinggi atau rendahnya skor

secara konsisten merefleksikan respon yang diinginkan.

Likert Scale memiliki beberapa keuntungan. Skala ini mudah untuk

dibangun dan dikelola (administer). Responden sudah mengerti bagaimana

cara untuk menggunakan skala ini, sehingga cocok untuk interview

melalui surat, telepon, personal atau elektronik. Kerugian utama dari skala

ini adalah memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan skala

ini (bagi responden) karena responden harus membaca masing – masing

statement. Terkadang, sulit untuk menginterpretasikan respon dari sebuah

item Likert, terlebih ketika pernyataan tersebut tidak menguntungkan

(unfavorable).

f. Determine the question’s wording (tentukan kata – kata yang akan

digunakan di dalam pertanyaan)

Menentukan kata yang digunakan mungkin adalah tugas yang paling kritis

dan sulit di dalam mengembangkan sebuah kuesioner. Apabila sebuah

pertanyaan menggunakan kata dengan tidak tepat (poorly), responden

mungkin menolah untuk menjawab pertanyaan tersebut, atau dijawab

secara tidak tepat. Kondisi pertama, yang dikenal dengan item

nonresponse, dapat meningkatkan kompleksitas dari analisis data. Kondisi

kedua menyebabkan kesalahan respon (response error). Terlepas dari

responden dan peneliti yang memberikan arti yang sama persis di dalam

sebuah pertanyaan, hasil yang didapat akan sangat bias. Untuk mengatasi

masalah itu, digunakanlah guideline ini:

1. Define the issue (definisikan isu)

Sebuah pertanyaan seharusnya mendefinisikan secara jelas isu yang

sedang dituju (addressed). Jurnalis pemula akan memulai untuk

mendefinisikan isu dengan menggunakan 6w (who, what, when,

where, why, and which). Hal ini dapat berguna sebagai guideline

untuk mendefinisikan isu dari sebuah pertanyaan. Pertimbangkan

pertanyaan tersebut:

“Merk shampoo apa yang anda gunakan?” (which)

Dari permukaan, hal ini mungkin pertanyaan yang didefinisikan

dengan baik, namun orang dapat mengambil konklusi yang berbeda

ketika kita menganalisa kembali dari sudut pandang siapa (who), apa

(what), kapan (when), dan dimana (where). Siapa (who) di dalam

pertanyaan ini menunjuk pada responden, yang tidak jelas kepada

siapa peneliti menunjuk apakah merk itu digunakan oleh responden

tersebut atau oleh seluruh penghuni rumah (household). Apa (what)

menunjuk pada merk dari shampoo. Akan tetapi, bagaimana cara

responden tersebut menjawab apabila terdapat lebih dari satu brand

shampoo yang digunakan? Apakah responden menyebut brand yang

paling disukai, paling sering digunakan, digunakan akhir – akhir ini,

atau merk yang paling pertama terlintas di dalam pikiran? Kapan

61

(when) juga tidak jelas – apakah peneliti bermaksud terakhir kali

digunakan, minggu terakhir, bulan terakhir, setahun terakhir, atau

kapan? Untuk dimana (where), mengimplikasikan bahwa shampoo

tersebut digunakan dirumah, namun tidak disampaikan secara jelas.

Pengunaan kata yang benar untuk pertanyaan ini adalah:

“Merk shampoo apa yang anda gunakan secara pribadi dirumah

sebulan terakhir ini? Apabila terdapat lebih dari satu brand,

urutkan merk yang anda gunakan.

2. Use ordinary words (gunakan kata – kata yang biasa digunakan)

Kata – kata yang biasa (ordinary words) seharusnya digunakan di

dalam kuesioner dan cocok dengan tingkatan kata yang digunakan

(vocabulary) oleh responden. Ketika memilih kata – kata, perlu

diingat bahwa rata – rata orang di Amerika (dan Indonesia) memiliki

edukasi tingkat sekolah, bukan universitas. Untuk beberapa grup

responden, tingkatan edukasi berada jauh lebih rendah dari itu.

Jargon yang bersifat teknis juga seharusnya dihindari. Contoh dari

pertanyaan ini adalah:

“Apakah distribusi dari soft drink sudah memadai?”

Seharusnya adalah,

“Apakah softdrink tersedia ketika anda ingin membelinya?”

3. Use unambiguous words (gunakan kata – kata yang tidak ambigu)

Kata – kata yang digunakan dalam kuesioner seharusnya memiliki

satu arti yang diketahui oleh responden. Beberapa kata yang terlihat

tidak ambigu memiliki arti yang berbeda untuk orang yang berbeda,

contohnya adalah biasanya (usually/regularly), normal-nya

(normally), akhir – akhir ini (frequently), sering (often), terkadang

(occasionally/sometimes). Contoh dari pertanyaan tersebut adalah:

“Bulan ini, seberapa sering anda berbelanja di department

store?”

____ Tidak pernah

____ Terkadang

____ Sering

Jawaban dari pertanyaan ini memiliki respon yang bias, karena kata

yang digunakan untuk mendeskripsikan label kategori memiliki arti

yang berbeda untuk responden yang berbeda. Penggunaan kata yang

lebih baik untuk pertanyaan ini adalah:

“Bulan ini, seberapa sering anda berbelanja di department

store?”

___ Kurang dari sekali

___ 1 – 2 kali

___ 3 – 4 kali

___ Lebih dari 4 kali

Sebagai tambahan, kata – kata yang “seluruhnya atau tidak sama

sekali” (all-inclusive or all-exclusive words) dapat dipahami secara

berbeda dengan responden yang berbeda. Beberapa contoh dari kata

ini adalah seluruhnya (all), selalu (always), salah satu (any), siapa

saja (anybody), selamanya (ever), dan setiap (every). Kata – kata ini

seharusnya dihindari. Untuk memilih pilihan kata, peneliti seharusnya

menggunakan kamus dan thesaurus dan menanyakan pertanyaan

berikut untuk setiap kata yang ditambahkan:

i. Apakah kata ini mengartikan apa yang ingin kita artikan

(intended)?

ii. Apakah kata ini memiliki arti yang lain?

iii. Apabila ya, apakah konteks yang digunakan memberikan

pengartian yang jelas?

iv. Apakah kata ini memiliki lebih dari satu pengucapan?

63

v. Apakah ada kata lain dengan pengucapan yang mirip dan

dapat tertukar satu sama lain?

vi. Apakah terdapat kata atau kalimat yang lebih mudah?

4. Avoid leading questions (hindari pertanyaan yang cenderung untuk

memanipulasi jawaban ke arah tertentu)

Leading question adalah pertanyaan yang memberi responden

petunjuk (clue) apa yang harus dijawab oleh responden menjadi

jawaban yang diinginkan atau mempengaruhi responden untuk

menjawab dengan cara tertentu. Salah satunya adalah acquiescence

bias, yaitu bias yang merupakan hasil dari beberapa tendensi

responden untuk menjawab pertanyaan dari leading questions.

Contoh dari pertanyaan ini adalah:

“Menurut anda, apakah orang Amerika yang patriotik seharusnya

membeli mobil impor yang akan membuat buruh Amerika

kehilangan pekerjaan?”

___ Ya

___ Tidak

___ Tidak tahu

Pertanyaan ini akan membawa responden pada jawaban “tidak”.

Maka dari itu, pertanyaan ini tidak membantu untuk menentukan

preferensi orang Amerika terhadap mobil impor melawan mobil

domestik. Pertanyaan yang lebih baik adalah:

“Apakah orang Amerika harus membeli mobil impor?”

___ Ya

___ Tidak

___ Tidak tahu

Contoh lain dari pertanyaan yang bias adalah “Apakah Colgate

adalah pasta gigi favorit anda?” dan “Apakah anda setuju dengan

American Dental Association bahwa Colgate efektif dalam mencegah

karang gigi?” Kedua pertanyaan ini membuat responden cenderung

untuk bias kepada Colgate.

5. Avoid implicit alternative (hindari alternatif respon yang tidak

tertulis)

Alternatif yang tidak tertulis adalah implicit alternative. Membuat

sebuah implicit alternative dapat meningkatkan persentasi orang

dalam memilih alternatif tersebut. Contoh dari pertanyaan ini adalah:

“Apakah anda menyukai penerbangan (dengan pesawat terbang)

untuk melakukan perjalanan jarak dekat?”

Pertanyaan ini memberikan preferensi yang lebih tinggi untuk

melakukan penerbangan dibandingkan opsi lain yang tidak

disebutkan. Penggunaan kata yang lebih baik adalah:

“Apakah anda menyukai penerbangan (dengan pesawat terbang)

untuk melakukan perjalanan jarak dekat, atau anda lebih baik

menyetir dengan menggunakan kendaraan darat pribadi?”

6. Avoid implicit assumptions (hindari asumsi yang tidak tertulis)

Implicit assumptions adalah asumsi yang tidak dituliskan di dalam

pertanyaan. Contoh dari pertanyaan ini adalah:

“Apakah anda mendukung balanced budget?”

Pertanyaan yang seharusnya adalah,

“Apakah anda mendukung balanced budget apabila hal itu

menghasilkan kenaikan dari pajak pribadi?”

Pertanyaan pertama gagal untuk memberikan asumsinya secara

eksplisit, sehingga dapat menghasilkan estimasi yang berlebihan dari

dukungan responden untuk balanced budget.

65

7. Avoid generalization and estimates (hindari generalisasi dan estimasi)

Pertanyaan seharusnya spesifik, bukan secara umum (general).

Terlebih lagi, pertanyaan seharusnya dibentuk sehingga responden

tidak perlu membuat generalisasi atau menghitung estimasi. Apabila

kita menanyakan responden sebagai berikut:

“Berapa pengeluaran per capita tahunan untuk kebutuhan pokok

keluarga anda?”

Responden pertama kali harus menentukan pengeluaran pertahun

dengan perhitungan terlebih dahulu. Cara yang lebih baik untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan adalah dengan menanyakan

responden dua pertanyaan mudah, yaitu:

“Berapa pengeluaran perbulan keluarga anda untuk kebutuhan

pokok?”

“Berapa banyak orang yang ada di dalam keluarga anda?”

Peneliti kemudian dapat melakukan perhitungan yang dibutuhkan

untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

8. Use positive and negative statement (gunakan pernyataan positif dan

negatif).

Banyak pertanyaan, terutama yang mengukur perilaku dan gaya

hidup, dibentuk menjadi pernyataan yang mengindikasikan tingkatan

(degree) persetujuan atau ketidaksetujuan mereka, bukti

menunjukkan bahwa respon yang didapatkan dipengaruhi oleh arah

dari pernyataan tersebut, apakah pernyataan tersebut dibentuk secara

positif atau negatif. Dua jenis kuesioner dapat disiapkan, dimana

keduanya memiliki setengah pernyataan positif dan setengah

pernyataan negatif. Arah/kecenderungan dari pernyataan ini dapat

dibalik pada kuesioner yang lain. Penggunaan positive and negative

statement dapat digunakan pada Likert Scale.

g. Arrange the questions in proper order (Urutkan pertanyaan pada urutan

yang tepat)

Pertanyaan pembukaan dapat menjadi krusial di dalam mendapatkan

keyakinan dan koperasi dari responden. Pertanyaan pembuka harus

menarik, mudah, dan tidak mengancam. Pertanyaan yang menanyakan

responden tentang opini mereka dapat menjadi pertanyaan pembuka yang

baik, karena kebanyakan orang senang untuk mengekspresikan opininya.

Terkadang pertanyaan tersebut ditanyakan meskipun tidak ada relasi

dengan permasalahan riset dan respon mereka tidak dianalisa. Terdapat

beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam opening question, yaitu:

1. Type of Information (Tipe Informasi)

Tipe informasi yang didapatkan dari kuesioner dapat diklasifikasikan

menjadi tiga bagian, yaitu basic information, classification

information, dan identification information. Basic information

berhubungan langsung dengan masalah riset. Classification

information berisi karakteristik sosioekonomi dan demografi, yang

digunakan untuk mengklasifikasi responden dan memahami hasil

kuesioner. Identification information terdiri dari nama, kodepos,

alamat email, dan nomor telepon. Identification information dapat

didapatkan untuk berbagai kepentingan tertentu, seperti untuk

kepentingan verifikasi dan list responden yang sudah di-interview.

Sebagai guideline, basic information didapatkan terlebih dahulu,

dilanjutkan dengan classification information dan terakhir

identification information. Basic information adalah kepentingan

utama untuk proyek riset dan harus didapatkan pertama, sebelum kita

mengambil resiko untuk mengalienasi responden dengan menanyakan

rangkaian pertanyaan pribadi.

2. Difficult Question (Pertanyaan Sulit)

Pertanyaan sulit atau pertanyaan yang sensitif, memalukan, kompleks,

atau kurang penting (dull) harus ditaruh di bagian akhir, setelah

membangun rapport (hubungan harmonis dimana seseorang atau

sekelompok orang mengerti perasaan atau ide satu sama lain dan

67

dapat berkomunikasi secara baik) dan responden dilibatkan. Contoh

dari pertanyaan sulit adalah tagihan kartu kredit dan nomor telepon.

3. Effect of subsequent questions (efek dari pertanyaan sebelumnya)

Pertanyaan yang ditanyakan lebih dahulu dapat mempengaruhi respon

dari pertanyaan sebelumnya. Sebagai rule of thumb, pertanyaan yang

lebih umum harus mendahului pertanyaan yang lebih spesifik. Hal ini

mencegah pertanyaan spesifik memiliki respon yang bias

dibandingkan pertanyaan umum. Contoh dari pertanyaan ini adalah:

“Pertimbangan apa yang penting untuk anda untuk memilih

department store?”

“Dalam memilih department store, seberapa penting kemudahan

dalam akses (convenience of location)?”

Strategi ini disebut funnel approach. Funnel approach adalah strategi

pengurutan pertanyaan di dalam kuesioner dimana urutan diawali

oleh pertanyaan umum dan diikuti secara progresif pertanyaan

spesifik, untuk menghindari pertanyaan spesifik menjadi bias kepada

pertanyaan umum.

4. Logical Order (urutan logis)

Pertanyaan seharusnya ditanyakan dengan urutan yang logis. Seluruh

pertanyaan yang menyangkut topik yang sedang dibahas seharusnya

ditanyakan sebelum topik baru dimulai. Ketika mengganti topik,

diperlukan kalimat transisi yang seharusnya membantu responden

untuk mengganti alur pikiran mereka. Untuk melakukan hal ini, dapat

dilakukan branching questions. Branching questions adalah

pertanyaan yang digunakan untuk memandu interviewer dalam

melakukan survei dengan mengarahkan interviewer pada titik berbeda

di dalam kuesioner tergantung pada jawaban yang diberikan.

h. Identify the form and layout (Identifikasi form dan layout)

Praktik yang baik untuk membagi kuesioner membagi beberapa bagian.

Beberapa bagian mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan basic information.

Pertanyaan dari setiap bagian harus diberi nomor, terlebih apabila branching

question digunakan. Penomoran pertanyaan juga membuat kodifikasi respon

lebih mudah. Kuesioner seharusnya dikodifikasi lebih awal, dengan cara

melakukan precoding. Precoding adalah pemberian kode untuk setiap respon

yang mungkin diberikan sebelum dimulainya pengambilan data. Secara

tipikal, kode mengidentifikasikan baris angka dan kolom angka dimana respon

tersebut akan di-input.

Kuesioner seharusnya juga diberikan nomor secara serial. Hal ini

memfasilitasi kontrol dari kuesioner di lapangan dan juga sebagai coding dan

analysis. Penomoran (numbering) juga membuat mudah untuk perhitungan

kuesioner dan untuk menentukan apabila terdapat kuesioner yang hilang.

i. Reproduce the questionnaire (reproduksi kuesioner)

Bagaimana kuesioner direproduksi dapat mempengaruhi hasil. Contohnya,

apabila kuesioner direproduksikan pada kertas yang memiliki kualitas rendah

atau memiliki penampilan yang kurang menarik, responden akan berpikir

proyek yang sedang dilakukan tidak penting dan kualitas respon yang

dihasilkan akan terpengaruh. Maka dari itu, kuesioner harus direproduksi pada

kertas dengan kualitas baik dan penampilan yang profesional.

Apabila kuesioner yang di-print memiliki beberapa halaman, seharusnya

memiliki bentuk booklet dibandingkan dengan nomor dari jumlah sheet yang

di-stapled bersamaan. Arahan atau instruksi untuk pertanyaan individu

seharusnya ditaruh sedekat mungkin dari pertanyaan. Instruksi yang terkait

kepada bagaimana menjawab sebuah pertanyaan seharusnya ditulis sebelum

pertanyaan tersebut. Meskipun warna tidak mempengaruhi respon dari

kuesioner, kodifikasi warna penting untuk melakukan branching question.

Kuesioner seharusnya direporduksikan dengan cara yang mudah untuk dibaca

dan dijawab.

69

j. Pretesting (Testing awal)

Pretesting adalah percobaan kuesioner pada sampel responden kecil untuk

kepentingan memperbaiki kuesioner dan mengidentifikasi dan mengeliminasi

masalah yang potensial. Sebagai aturan umum, kuesioner seharusnya tidak

dilakukan pada survei lapangan tanpa pretesting yang baik. Pretest seharusnya

ekstensif, seluruh aspek dari kuesioner seharusnya diuji, termasuk konten

pertanyaan, wording (pembentukan kalimat), urutan, form dan layout, tingkat

kesulitan pertanyaan dan instruksi. Responden di dalam pretest seharusnya

sejenis dengan responden yang akan dimasukkan ke dalam survei sebenarnya

dalam hal background karakteristik, familiarity pada topik, tingkah laku dan

tanggapan responden dari topik tersebut.

2.3 Kerangka Pikir

Latar Belakang:

Keengganan masyarakat untuk beralih ke transportasi umum.

“Anomali” masyarakat untuk terus membeli transportasi pribadi, padahal kemacetan semakin menjadi di Kota Jakarta. Hal ini juga didukung oleh adanya “mobil murah” atau LCGC.

Sebuah usaha untuk membagikan pengetahuan tentang penggunaan transportasi umum di Kota Jakarta.

(Kementerian Pekerjaan Umum, 2009) (The Jakarta Post, 2012) (Katadata, 2013) (Liputan 6, 2013) (Tempo, 2013) (The Jakarta Post, 2013)

Penerapan Boisot Information Space

(Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)

Penerapan McElroy Knowledge Lifecycle

(McElroy, 1999)

(Firestone & McElroy, 2005)

70

Gambar 2.12 Kerangka Pikir

Problem Claim Formulation

Scanning Problem Solving

Knowledge Production

Individual and Group Learning

Knowledge Claim Formulation

Information Acquisition

Abstraction

Knowledge Production

Codified Knowledge Claim

Knowledge Claim Evaluation

Task Analysis and Modelling (Dalkir, 2011).

Distributed Organizational Knowledge Base (Pembangunan

BinusRaya)

Jurnal Utama:

(French, 2011)

Jurnal Pendukung:

(Ives & Watlington, 2005)

(Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009)

(Kusumawardhani, 2012)

(Jarche, 2013)

Knowledge Integration

DiffusionAbsorbingImpacting

Knowledge Use

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner

(Malhotra, 2010)

Scanning

71

2.4 Tahapan Penelitian

Mulai

Pem

bang

unan

B

inus

Ray

a

(Fre

nch,

201

1)

Peng

ambi

lan

info

rmas

i

(McE

lroy,

199

9)

(Boi

sot,

Can

als,

&

Mac

mill

an, 2

004)

(Fire

ston

e &

M

cElro

y, 2

005)

Info

rmat

ion

Gat

heri

ng

(Gra

phic

al)

Men

gam

bil

info

rmas

i des

ain

graf

is B

inus

Ray

a

Anal

ysis

(G

raph

ical

)

Ana

lisa

dan

doku

men

tasi

ke

butu

han

desa

in

Gra

phic

al D

esig

n

Pera

ncan

gan

tem

plat

e da

n na

viga

si

Info

rmat

ion

Gat

heri

ng

(Fun

ctio

nal)

Peng

emba

ngan

fu

ngsi

onal

, den

gan

benc

hmar

king

se

rta m

ener

apka

n:

(Raz

mer

ita,

Kirc

hner

, &

Sudz

ina,

200

9)

dan

(Kus

umaw

ardh

ani

, 201

2)

Obs

erva

si

lang

sung

Stud

i Pus

taka

Task

Ana

lysi

s an

d M

odel

ling

Kod

ifika

si

Peng

etah

uan

72

Gambar 2.13 Tahapan Penelitian

Anal

ysis

(F

unct

iona

l)

Pem

bang

unan

D

FD, E

RD

, dan

fit

ur B

inus

Ray

a

Func

tiona

l Des

ign

& Im

plem

enta

tion

Pem

bang

unan

B

inus

Ray

a

Mai

nten

ance

Perb

aika

n fit

ur

dan

kont

en

Bin

usR

aya

Pem

buat

an K

uesi

oner

(Mal

hotra

, 201

0)

Pene

rapa

n B

inus

Ray

a ke

pada

resp

onde

n ku

esio

ner b

eser

ta d

okum

enta

si b

erup

a vi

deo

dan

foto

Rek

apitu

lasi

K

uesi

oner

Selesai

73