37
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan melalui Gerakan Keluarga Berencana Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera, yaitu melalui penurunan tingkat kelahiran. Keberhasilan penurunan tingkat kelahiran tersebut sangat ditentukan oleh pemakaian alat kontrasepsi secara lestari dan adanya peran serta dan tanggung jawab masyarakat dan keluarga dalam kegiatan KB sesuai dengan jiwa UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Sekarang ini cukup banyak macam alat kontrasepsi atau cara KB yang bisa digunakan oleh pasangan suami isteri. Meskipun demikian. karena keadaan dan keperluan pasangan suami isteri berbeda maka jenis dan pemakaian alat kontrasepsi juga bisa berbeda. Oleh karena itu pasangan suami isteri bisa memilih cara KB atau alat kontrasepsi apa yang diinginkan. Dengan adanya berbagai macam jenis alat kontrasepsi, diharapkan pasangan suami isteri dapat memilih cara KB atau alat kontrasepsi yang tepat, sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Tujuan utama penggunaan alat kontrasepsi sendiri adalah untuk mencegah kehamilan sehingga jumlah penduduk bisa terkendali. Setiap alat kontrasepsi memiliki kelebihan sendiri dibanding alat kontrasepsi yang lain. 1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan …eprints.unisnu.ac.id/896/1/SKRIPSI BAB I-III.pdf · Selain itu juga peran seorang dokter atau bidan sangat diperlukan untuk

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan pembangunan melalui Gerakan Keluarga

Berencana Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan

sejahtera, yaitu melalui penurunan tingkat kelahiran. Keberhasilan

penurunan tingkat kelahiran tersebut sangat ditentukan oleh pemakaian alat

kontrasepsi secara lestari dan adanya peran serta dan tanggung jawab

masyarakat dan keluarga dalam kegiatan KB sesuai dengan jiwa UU No. 10

tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan

Keluarga Sejahtera.

Sekarang ini cukup banyak macam alat kontrasepsi atau cara KB

yang bisa digunakan oleh pasangan suami isteri. Meskipun demikian. karena

keadaan dan keperluan pasangan suami isteri berbeda maka jenis dan

pemakaian alat kontrasepsi juga bisa berbeda. Oleh karena itu pasangan

suami isteri bisa memilih cara KB atau alat kontrasepsi apa yang diinginkan.

Dengan adanya berbagai macam jenis alat kontrasepsi, diharapkan pasangan

suami isteri dapat memilih cara KB atau alat kontrasepsi yang tepat,

sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.

Tujuan utama penggunaan alat kontrasepsi sendiri adalah untuk

mencegah kehamilan sehingga jumlah penduduk bisa terkendali. Setiap alat

kontrasepsi memiliki kelebihan sendiri dibanding alat kontrasepsi yang lain.

1

2

Oleh karenanya pasangan suami isteri harus bisa menentukan alat

kontrasepsi apa yang cocok atau sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu juga peran seorang dokter atau bidan sangat diperlukan

untuk membantu pasangan suami isteri memilih alat kontrasepsi yang sesuai

untuknya. Walaupun dari jenis-jenis alat kontrasepsi memiliki kelebihan-

kelebihan, tetapi tidak semua pasangan suami isteri dapat menggunakannya.

Selama ini, persepsi masyarakat beranggapan bahwa alat kontrasepsi

ditujukan kepada ibu-ibu rumah tangga (sebagai isteri) sehingga jsebagai

seorang bapak tidak pernah tahu apa yang ada hubungannya dengan KB

tersebut. Hal ini yang menyebabkan partisipasi pria dalam program KB

sangat rendah. Sehingga masalah yang dihadapi saat ini pada program KB

diantaranya adalah rendahnya partisipasi atau peran pria dalam pelaksanaan

program KB.

Dalam materi seminar dari Didik Eko Indriyanto (2006) dinyatakan

bahwa melalui Konferensi Internasional tentang kependudukan dan

pembangunan (ICPD 1994) di Cairo telah disepakati perubahan paradigma

program KB Nasional. Perubahan tersebut ialah dari konsep dan

pelaksanaan program pengendalian penduduk dan penurunan fertilitas

menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi yang lebih

memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender.

Dalam sejarah perkembangan program KB perhatian besar terhadap

kesertaan pria sebagai peserta KB baru pada tahun 1999. Sebelumnya

perhatian lebih difokuskan kepada kaum wanita. Menurut prediksi hasil

3

penelitian dari Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

menunjukkan kesertaan pria dalam ber-KB baru sekitar 3% yang meliputi

kondom 0,7%, vasektomi 0,4%, sanggama terputus 0,8% dan pantang

berkala 1,1% (SDKI, 1997 dalam Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional, 2002 : 23) Bulan April 2008 jumlah peserta KB di Jepara

tercatat sebanyak 160.474 orang, peserta KB pria sebanyak 5.974 orang

(3,72 %).

Melihat prosentase di atas dapat diteliti apa yang menyebabkan

peran pria dalam program KB sangat rendah, sehingga berdasarkan latar

belakang di atas, menarik untuk dilakukan penelitian tentang : "ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PERAN

PRIA DALAM BER-KB (Studi Kasus di Kecamatan Pakis Aji Kabupaten

Jepara)".

1.2. Ruang Lingkup Masalah

Untuk penelitian ini yang diteliti sebatas mengenai :

a. Variabel penelitian keterbatasan jenis kontrasepsi pria; kurangnya

pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB; anggapan KB hanya untuk

kaum wanita dan rendahnya peran pria dalam ber-KB.

b. Yang menjadi subyek penelitian ini adalah suami-suami di Kecamatan

Pakis Aji.

4

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan adalah:

a. Apakah ada pengaruh antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria terhadap

rendahnya peran pria dalam ber-KB ?

b. Apakah ada pengaruh antara kurangnya pengetahuan dan pemahaman

dalam ber-KB terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB ?

c. Apakah ada pengaruh antara anggapan KB hanya untuk kaum wanita

terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB ?

d. Apakah ada pengaruh antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria,

kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, dan anggapan

KB hanya untuk kaum wanita secara bersama-sama terhadap rendahnya

peran pria dalam ber-KB ?

1.4. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis pengaruh keterbatasan jenis kontrasepsi pria

terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

b. Untuk menganalisis pengaruh kurangnya pengetahuan dan pemahaman

dalam ber-KB terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

c. Untuk menganalisis pengaruh anggapan KB hanya untuk kaum wanita

terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

d. Untuk menganalisis pengaruh keterbatasan jenis kontrasepsi pria,

kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, dan anggapan

5

KB hanya untuk kaum wanita secara bersama-sama terhadap rendahnya

peran pria dalam ber-KB.

1.5. Kegunaan Penelitian

a. Bagi masyarakat, hasil dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan

dalam menentukan maupun merencanakan program KB.

b. Bagi peneliti, penelitian ini akan dapat meningkatkan pengetahuan dan

pengalaman mengenai persepsi masyarakat tentang kesertaan atau peran

pria dalam ber-KB.

c. Bagi pembaca, penelitian ini sebagai informasi mengenai manfaat peran

pria dalam ber-KB.

1.6. Sistimatika Penulisan

Untuk memberi gambaran mengenai isi skripsi ini maka akan

dijelaskan secara singkat masing-masing bab.

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, ruang lingkup

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, serta sistimatika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dibahas tentang teori-teori yang mendasari

penulisan skripsi kerangka pemikiran, serta perumusan hipotesis.

6

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini membahas tentang variabel penelitian dan definisi

operasional, jenis dan sumber data, penentuan sampel, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum obyek

penelitian, panyajian data, analisis data dan pembahasan.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini hanya berisi tentang kesimpulan dari penelitian

serta saran yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan

maupun merencanakan program KB untuk pria atau suami.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Perilaku Konsumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam

mengambil keputusan pembelian berbeda-beda untuk masing-masing

individu. Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen,

yaitu :

2.1.1.1. Faktor Lingkungan Eksternal

Faktor lingkungan eksternal merupakan variabel yang

berada di luar diri seseorang yang mempunyai pengaruh

terhadap perilaku konsumen. Faktor lingkungan eksternal

tersebut meliputi :

a. Budaya

Budaya mengacu pada nilai gagasan dan simbol-simbol

lain yang bermakna membantu individu untuk

berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi

sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan menentukan

asumsi dari kegiatan penting seperti apa, kapan,

dimana, dan dengan siapa kita melakukan konsumsi.

8

b. Kelas Sosial

Pada pokoknya, masyarakat kita ini dapat

dikelompokkan ke dalam tiga golongan (Basu Swastha,

2002 : 82), yaitu : golongan atas, golongan menengah,

golongan rendah.

c. Pribadi

Seorang konsumen, akan terpengaruh dengan tekanan

yang berhubungan erat dengan mereka, mungkin akan

dapat menyesuaikan dengan norma dan harapan yang

diberikan. Pengaruh pribadi sering memainkan

pengaruh penting dalam pengambilan keputusan

konsumen.

d. Pengaruh Keluarga

Keluarga merupakan lembaga sosial yang penting.

Maka dapat dikatakan bahwa keluarga seorang individu

merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan

pengambilan keputusan.

e. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi konsumsinya.

Manajer pemasaran berusaha untuk mengidentifikasi

kelompok kerja yang memiliki perhatian diatas rata-rata

terhadap suatu produk. Perusahaan dapat

9

mengekspresikan produknya untuk kelompok kerja

tertentu.

f. Keadaan Ekonomi

Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan

ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri dari

penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan

aktiva hutang.

2.1.1.2. Faktor Lingkungan Internal

Faktor lingkungan internal merupakan faktor psikologis

yang merupakan suatu proses yang berasal dari dalam diri

seseorang dan dapat mempengaruhi perilaku konsumen.

Faktor lingkungan internal meliputi :

a. Sumber Daya Manusia

Konsumen mempunyai 3 sumber daya utama yang

mereka gunakan. Dalam proses pertukaran, antara lain :

ekonomi, temporal dan kognitif, dan melalui proses ini,

pemasar memberikan barang dan jasa. Ini berarti bahwa

pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan

perhatian konsumen. Persepsi konsumen tentang

sumber daya yang tersedia mungkin mempengaruhi

perilaku konsumen.

10

b. Motivasi dan Kebutuhan

Kebutuhan merupakan variabel utama dari motivasi.

Sedangkan motif adalah kebutuhan yang cukup

mendorong seseorang untuk bertindak. (Philip Kotler,

2004 : 196).

c. Pengetahuan

Pengetahuan menjelaskan perubahan dalam perilaku

individu yang berasal dari pengalaman konsumen yang

terdiri dari informasi yang disimpan dalam ingatan

(James F. Engel, 2000 : 333). Informasi yang dipegang

oleh konsumen mengenai produk akan sangat

mempengaruhi pola pembelian mereka.

d. Sikap

Sikap seseorang dapat diartikan sebagai keadaan mudah

terpengaruh untuk memberi tanggapan terhadap

lingkungan yang dapat membimbing tingkah laku orang

tersebut. Secara definisi, sikap dapat diartikan sebagai

suatu kecenderungan yang dapat dipelajari untuk

bereaksi terhadap penawaran produk. (Basu Swastha &

Hani Handoko, 2000 : 93)

11

2.1.2. Sikap

2.1.2.1. Pengertian Sikap

Pengertian sikap pertama kali digunakan oleh Herbert

Soencer pada tahun 1862 untuk menunjuk suatu status

mental seseorang. Sikap timbul dari adanya interaksi antara

manusia dengan obyek tertentu. (www.bkn.go.id)

Sikap tidaklah hanya suatu tindakan atau jawaban tertentu

dari seseorang, akan tetapi keseluruhan tindakan dimana

satu sama lain berhubungan.

Sikap adalah faktor genetis dari proses belajar dan selalu

berhubungan dengan obyek atau produk. Sikap biasanya

memberikan penilaian (menerima dan menolak) terhadap

obyek atau produk yang dihadapinya.

Menurut William G. Nickels (Basu Swasta dan T. Hani

Handoko, 2000 : 87) mendefinisikan sikap adalah suatu

kecenderungan yang dipelajari untuk beraksi terhadap

penawaran produk dalam masalah-masalah yang baik dan

kurang baik secara konsekuen.

Selama lebih dari 30 tahun, sikap telah dinyatakan dalam

berbagai definisi. Definisi yang paling mengena dari ide-ide

yang dikembangkan yang dikemukakan oleh L.L.Thurstone

(John C. Mo wen / Michael Minor, 2002 : 319), yaitu salah

satu pencetus teori pengukuran sikap modern. Thurstone

12

mendefinisikan sikap sebagai "afeksi atau perasaan untuk

atau terhadap sebuah tindakan". Penggunaan kata sikap

yang mengacu pada afeksi atau reaksi evaluatif umum

merupakan hal yang biasa diantara para peneliti perilaku

konsumen saat ini. Berikut ini beberapa definisi terbaru :

a. Sikap merupakan kategori objek pada rangkaian

kesatuan evaluatif.

b. Karakteristik utama yang membedakan sikap dari

konsep lainnya adalah sifat evaluasi atau afektif.

c. Sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi

orang, kelompok, situasi, objek, dan ide-ide tidak

berwujud tertentu.

Mengingat kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif

kita tentang sebuah objek, maka sikap merupakan

tanggapan perasaan atau afektif yang kita miliki tentang

objek.

Sikap yang mencakup proses pemikiran dan perasaan

emosi, masing-masing memiliki bobotnya sendiri. Sikap

dan keyakinan saling memhubungani satu sama lain dalam

merefleksikan pertimbangan nilai dan perasaan negatif atau

positif terhadap suatu produk. Sikap dan keyakinan

memiliki hubungan penting terhadap perilaku konsumen.

Berbagai study berpendapat bahwa terdapat hubungan yang

13

erat antara sikap dan keputusan membeli konsumen. Secara

umum sikap dibentuk oleh informasi yang diperoleh

melalui antara lain :

a. Pengalaman masa lalunya dengan produk atau gagasan.

b. Melalui hubungan dengan kelompok acuan mereka

(keluarga, kelompok sosial, kerabat kerja dan lain

sebagainya).

2.1.2.2. Karakteristik Sikap

Sikap mempunyai empat karakteristik yaitu :

a. Sikap selalu memiliki obyek, artinya selalu mempunyai

sesuatu hal yang dianggap penting.

b. Sikap memiliki arah, derajat dan intensitas, artinya

sikap seseorang terhadap suatu obyek akan

memmjukkan arah terhadap obyek. Arah seseorang

terhadap obyek dapat mendekat atau menjauh kembali,

sikap seseorang mempunyai derajat tertentu, yaitu

sampai beberapa orang merasa senang atau tidak senang

terhadap suatu obyek. Sedangkan intesitas sikap

seseorang ditunjukkan oleh tingkat pendiriannya.

c. Sikap mempunyai struktur, artinya sikap merupakan

organisasi dari beberapa sikap yang ada seseorang

didalamnya terdapat sejumlah sikap yang tergabung dan

membentuk rangkaian yang komplek. Masing-masing

14

sikap mungkin selaras antara satu dengan lainnya atau

mungkin bertentangan.

d. Karakteristik spontanitas, yaitu menyangkut sejauh

mana kesiapan individu untuk menyatakan sikap secara

spontan.

2.1.2.3. Ciri-ciri Sikap

Sikap mempunyai beberapa ciri-ciri lain sebagai berikut:

a. Sikap bukan merupakan bawaan manusia sejak lahir,

melainkan dibentuk atau diperoleh sepanjang

perkembangan orang itu dalam hubungan dengan

obyeknya.

b. Sikap dapat berupah-rubah dan dapat dipelajari. Oleh

karena itu sikap dapat berubah pada orang bila tercapai

keadaan dan syarat tertentu yang memhubungani

sikapnya pada orang itu sendiri.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan senantiasa

mengandung hubungan pada suatu obyek. Sikap itu

terbentuk atau berubah senantiasa berkenaan terhadap

suatu obyek yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Sikap mempunyai motivasi dan perasaan.

e. Obyek sikap merupakan suatu hal atau komponen dari

hal-hal tersebut. Sikap hanya berkenaan dengan

sederetan obyek yang serupa.

15

2.1.3. Pengertian Keluarga Berencana (KB)

Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang

dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam

mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak

diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi,

kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu,

terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang

membutuhkan; meningkatkan mutu nasihat, komunikasi, informasi,

edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan

tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan

pemberian ASI untuk penjarangan kehamilan (ICPD, 1994 dalam

Buku Informasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,

2006 : 5).

2.1.4. Cara Kontrasepsi Pria

Cara kontrasepsi (KB) pria yang dikenal pada saat ini adalah

Kondom dan Vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria

seperti sanggama terputus (coitus interuptus), pantang berkala

(sistem kalender), pengamatan lendir vagina (metode billing), serta

pengukuran suhu badan. Selain cara tersebut, ada berbagai cara KB

yang masih dalam taraf penelitian, seperti Vas-oklusi, metode

hormonal dan vaksin kontrasepsi.

Secara rinci cara KB pria yang banyak dikenal adalah sebagai

berikut :

16

2.1.4.1. Kondom

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang

paling mudah dipakai dan diperoleh, baik melalui apotik

maupun toko obat dengan berbagai merek dagang. Kondom

terbuat dari karet atau lateks, berbentuk tabung tidak

tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat

dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. (Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2006 : 6)

Kondom di samping sebagai alat KB juga berfungsi untuk

mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk

HIV/AIDS, tetapi infertilitas pada pasangan yang

mengalami gangguan anti body terhadap sperma,

kontrasepsi sela, membantu suami yang mengalami

gangguan ejakulasi dini dan membantu pasangan yang

sudah mengalami menopause.

a. Kelebihan kondom, antara lain :

1). Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan

baik dan benar.

2). Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter.

3). Praktis dan dapat dipakai sendiri.

4). Tidak ada efek normal.

5). Dapat mencegah kemungkinan IMS termasuk

HIV/AIDS.

17

6). Mudah dibawa.

7). Dapat menambah frekuensi hubungan seksual dan

secara psikologis menambah kenikmatan.

b. Keterbatasan kondom, antara lain :

1). Kadang-kadang ada pasangan yang alergi terhadap

bahan karet kondom.

2). Kondom hanya dapat dipakai satu kali.

3). Secara psikologis mengganggu kenyamanan.

4). Kondom yang kedaluwarso mudah sobek dan bocor.

c. Efektifitas kondom, antara lain :

1). Efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik

dan benar.

2). Secara ilmiah tingkat efektifitas penggunaan

kondom 88% - 98%.

3). Sangat efektif jika digunakan pada waktu isteri

dalam periode menyusui eksklusif selama 6 bulan

(metode Amenorea Laktasi).

4). Akan lebih baik jika dikombinasikan dengan KB

alamiah sistem kalender.

2.1.4.2. Vasektomi

Vasektomi merupakan tindakan penutupan (pemotongan,

pengikatan, penyumbatan), kedua saluran mani pria sebelah

kanan dan kiri, yang terdapat dalam kantong buah zakar,

18

sehingga pada waktu ejakulasi, cairan mani yang keluar

tidak lagi mengandung sperma sehingga tidak terjadi

kehamilan.

a. Kelebihan vasektomi, antara lain :

1). Efektivitas tinggi (99,85%) untuk mencegah

kehamilan.

2). Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah.

3). Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali

tindakan saja.

4). Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 10-15

menit.

5). Tidak mengganggu hubungan seksual setelah

vasektomi.

6). Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit

dibandingkan dengan kontrasepsi lain.

b. Keterbatasan vasektomi, antara lain :

1). Karena dilakukan dengan tindakan medis atau

pembedahan, maka masih memungkinkan teijadi

komplikasi, seperti perdarahan, nyeri dan infeksi.

2). Tidak melindungi pasangan dari infeksi menular

seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.

3). Bila isteri tidak menggunakan kontrasepsi,

maka suami harus menggunakan kondom selama

19

20-25 kali sanggama atau tiga bulan setelah

divasektomi.

4). Pada orang yang mempunyai problem psikologis

dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan

keadaan semakin terganggu.

2.1.4.3. KB Alamiah

a. Sanggama terputus (coitus interuptus)

Sanggama terputus merupakan metode pencegahan

terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara

menarik penis dari liang sanggama sebelum ejakulasi,

sehingga sperma dikeluarkan di luar liang sanggama.

Cara sanggama terputus memerlukan kesiapan mental

suami isteri.

b. Pantang berkala (sistem kalender)

Merupakan salah satu cara kontrapsepsi alamiah yang

dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami isteri

tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu, dengan

memperhatikan masa subur isteri melalui perhitungan

masa haid. Masa berpantang dapat dilakukan pada

waktu yang sama dengan masa subur, dimana saat

mulainya dan berakhirnya masa subur bisa ditentukan

dengan perhitungan kalender. Cara menghitung masa

subur adalah sebagai berikut :

20

- Sebelum menerapkan metode ini, seorang isteri

harus mencatat jumlah hari dalam tiap satu siklus

haid selama 6 bulan (6 siklus haid).

- Hari pertama siklus haid selalu dihitung sebagai hari

ke-satu.

- Jumlah hari terpendek selama 6 kali siklus haid

dikurangi 18. Hitungan ini menentukan hari pertama

masa subur.

- Jumlah hari terpanjang selama 6 kali siklus

haid dikurangi 11. Hitungan ini menentukan hari

terakhir masa subur.

c. Pengamatan lendir vagina (metode billing)

Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada

masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan

melalui pengamatan lendir vagina yang diambil pada

pagi hari. Metode ini dikenal sebagai metode ovulasi

Billing

d. Pengukuran suhu badan

Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada

masa subur. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat

bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun.

Cara ini dilakukan dengan menghindari sanggama pada

21

masa subur melalui pengukuran suhu badan atau tubuh

yaitu :

- Dilakukan pada jam yang sama setiap pagi hari

sebelum turun dari tempat tidur.

- Pada masa subur, suhu badan meningkat 0,2 - 0,5

°C. Pasangan suami isteri tidak boleh melakukan

sanggama pada masa subur ini sampai 3 (tiga) hari

setelah peningkatan suhu badan tersebut atau

menggunakan kondom jika ingin sanggama.

2.1.5. Partisipasi Pria dalam Program KB

2.1.5.1. Sebagai Peserta KB

Partisipasi pria dalam Program KB dapat bersifat langsung

maupun tidak langsung. Partisipasi pria secara langsung

dalam program KB adalah menggunakan salah satu cara

atau metode pencegahan kehamilan seperti:

a. Vasektomi (MOP/Kontap Pria)

b. Kondom

c. Senggama terputus.

d. Pantang berkala.

e. Kontrasepsi lainnya yang sedang dikembangkan.

Sedangkan partisipasi pria secara tidak langsung dalam

program KB yaitu menganjurkan, mendukung atau

22

memberikan kebebasan kepada pasangannya (isteri) untuk

menggunakan kontrasepsi.

2.1.5.2. Mendukung Isteri dalam Penggunaan Kontrasepsi

Dukungan ini antara lain meliputi:

a. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang

sesuai dengan keinginan dan kondisi isterinya.

b. Membantu isterinya dalam menggunakan kontrasepsi

secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB,

mengingatkan isteri untuk kontrol, dan sebagainya.

c. Membantu mencan pertolongan bila terjadi efek

samping maupun komplikasi.

d. Mengantarkan ke fasilitas pelayanan untuk kontrol atau

rujukan.

e. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan

saat ini terbukti tidak memuaskan.

f. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan

kesehatan isterinya tidak memungkinkan.

2.1.5.3. Memberi Pelayanan KB

Partisipasi pria dalam program KB di samping mendukung

isterinya menggunakan kontrasepsi dan sebagai peserta

KB, diharapkan juga memberi pelayanan KB kepada

masyarakat, baik sebagai motivator maupun sebagai mitra.

23

2.1.5.4. Merencanakan Jumlah Anak Bersama Isteri

Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu

dibicarakan antara suami isteri dengan mempertimbangkan

berbagai aspek antara lain kesehatan dan kemampuan untuk

memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak.

Perencanaan keluarga menuju keluarga berkualitas perlu

memperhatikan usia reproduksi isteri, yaitu :

a. Masa menunda kehamilan anak pertama bagi pasangan

yang isterinya berumur di bawah 20 tahun.

b. Masa mengatur jarak kelahiran untuk usia isteri 20-30

tahun.

c. Masa mengakhiri kehamilan untuk usia isteri di atas 30

tahun.

2.1.6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Rendahnya Peran Pria dalam

ber-KB

Meskipun pemerintah telah mulai melaksanakan pembangunan

yang beronentasi pada kesetaraan dan keadilan gender, namun

masalah utama yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya kesertaan

KB Pria. Dari hasil SDKI 2002 kesertaan pria dalam KB adalah

4,4% meliputi vasektomi (0,4%), kondom (0,9%), sanggama terputus

(1,5%), dan pantang berkala (1,6%).

24

Menurut Buku Panduan Bagi Penasehat BP4 & KUA (2003 :

1) faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan KB Pria

antara lain karena :

a. Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga

yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak

penting dilakukan.

b. Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarga dalam ber-KB

rendah.

c. Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas (keterjangkauan)

pelayanan kontrasepsi pria.

d. Adanya anggapan, kebiasaan serta pandangan dan pemikiran

yang salah yang masih cenderung menyerahkan tanggung jawab

KB dan Kesehatan Reproduksi sepenuhnya kepada para isteri

atau perempuan.

Dalam Buku Panduan Advokasi (2003 : 1-2) diterangkan

bahwa dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya

partisipasi pria dalam KB disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain : akses informasi KB pria masih sangat terbatas, akses pelayanan

KB pria terbatas termasuk didalamnya terbatasnya pilihan metoda

kontrasepsi pria dan ketersediaan dukungan jaringan pelayanan KB

pria, serta rendahnya dukungan sosial budaya dari para TOGA dan

TOMA terhadap KB pria.

25

2.2. Penelitian Terdahulu

Referensi penelitian dari hasil penelitian-penelitian terdahulu,

disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Judul Skripsi Variabel Alat Analisis Kesimpulan 1 Analisis Hubungan

Antara Merk Dan Promosi Dengan Keputusan Pembelian Alat Kontrasepsi (Studi Kasus Di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara) (Jamaludin Malik, 2006)

Variabel independen : merek dan promosi. Variabel dependen : keputusan pembelian

Analisis regresi berganda

Dihasilkan persamaan Y = 14,531 + 5,811X1 + 4,601X2. disimpulkan bahwa merek dan promosi mempunyai pengaruh yang positif terhadap Keputusan Pembelian alat kontrasepsi di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.

2 Analisis Pengaruh Sikap Konsumen Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Iud Dibanding Dengan Alat Kontrasepsi Lain Pada Desa Tahunan Jepara (Erna Susanti, 2006)

Variabel sikap konsumen dan pemakaian alat kontrasepsi.

Analisis Chi square

Nilai X² untuk alat kontrasepsi IUD = 96,783 > χ² tabel = 12.592, χ² untuk alat kontrasepsi Pil KB = 3,522 < χ² tabel = 12.592 dan χ² untuk alat kontrasepsi Suntik = 0,043 < χ² tabel = 12.592. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa yang mempunyai hubungan sikap konsumen terhadap pemakaian alat kontrasepsi adalah pada alat kontrasepsi IUD saja.

2.3. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka penulisan ini, dijelaskan secara singkat tentang

masalah yang akan diteliti dan dibahas. Adapun kerangka pemikiran dari

masalah yang penulis kemukakan disajikan pada Gambar 2.1.

26

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

H1

H2

H3

Sumber : Buku Panduan Bagi Penasehat BP4 & KUA, 2003 dan Buku Panduan Advokasi, 2003.

Dari skema di atas terdapat tiga variabel independen (keterbatasan

jenis kontrasepei pria; kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-

KB, anggapan KB hanya untuk kaum wanita) yang mempengaruhi variabel

dependen (rendahnya Peran Pria dalam ber-KB). Secara simbolik

digambarkan ada tiga hubungan secara individu dan ada satu hubungan

secara bersama-sama.

2.4. Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun

dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban

yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan

Keterbatasan Jenis Kontrasepsi Pria

(X1)

Kurangnya Pengetahuan dan Pemahaman dalam Ber-KB

(X2)

Anggapan KB Hanya untuk Kaum Wanita

(X3)

Rendahnya Peran Pria dalam Ber-KB

(Y)

27

pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi

hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

Berdasarkan telaah teoritis dan permasalahan yang ada, hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Adanya pengaruh positif antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria

terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

b. Adanya pengaruh positif antara kurangnya pengetahuan dan pemahaman

dalam ber-KB terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

c. Adanya pengaruh positif antara anggapan KB hanya untuk kaum wanita

terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

d. Adanya pengaruh positif antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria,

kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, dan anggapan

KB hanya untuk kaum wanita secara bersama-sama terhadap rendahnya

peran pria dalam ber-KB.

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa variabel yang diteliti yaitu

antara lain :

3.1.1. Atribut yang dimiliki keterbatasan jenis kontrasepsi pria; kurangnya

pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB; anggapan KB hanya

untuk kaum wanita yang merupakan variabel independen.

3.1.2. Rendahnya peran pria dalam ber-KB yang merupakan variabel

dependen.

3.2. Definisi Operational variabel

3.2.1. Keterbatasan jenis kontrasepsi pria, yang dimaksud adalah jenis alat

kontrasepsi yang diketahui oleh para suami atau pria jumlahnya

sedikit. Indiktor dari variabel ini antara lain :

a. Jenis alat kontrasepsi.

b. Seringnya alat kontrasepsi yang digunakan.

3.2.2. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, yang

dimaksud informasi yang diterima oleh para pria berkaitan dengan

alat kontrasepsi dan kegunaanya masih belum maksimal. Indiktor

dari variabel ini antara lain :

a. Mengetahui tentang alat kontrasepsi untuk pria.

28

29

b. Manfaat alat kontrasepsi bagi pria.

c. Kewajiban bagai pria terhadap reproduksi.

3.2.3. Anggapan KB hanya untuk kaum wanita, yaitu persepsi masyarakat

bahwa yang melakukan KB adalah wanita karena mereka yang

mengandung, sehingga para pria kurang memperhatikan dalam hal

ber-KB. Indiktor dari variabel ini antara lain:

a. Kewajiban ber-KB.

b. Tanggung jawab pria dalam ber-KB.

3.2.4. Rendahnya peran pria dalam ber-KB, yang dimaksud adalah

prosentase pria yang ikut melakukan program KB sangat rendah.

Indiktor dari variabel ini antara lain :

a. Tidak adanya kesadaran untuk ikut KB.

b. Tidak ada tujuan untuk menjarangkan keturunan.

c. Tidak senang dengan program KB.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, peneliti

menggunakan jenis data antara lain yaitu :

3.3.1. Data Kualitatif

Data kualitatif yaitu data dalam bentuk non angka. Dalam

penelitian ini data kualitatif yang digunakan berupa, kuesioner.

wawancara, dan studi pustaka. (Purbayu Budi Santoso dan Ashari.

2003 : 5)

30

3.3.2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu data yang berupa informasi angka. Dalam

penelitian ini data kuantitatif didapatkan dengan memberikan skala

terhadap data hasil kuesioner yang dijawab oleh responden.

Dalam melakukan penelitian ini sumber data yang digunakan

antara lain adalah sebagai berikut :

a. Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan secara

langsung dari responden. Dimana data primer ini didapatkan

dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner yang

langsung diperoleh dari responden yang meliputi karakteristik

responden yaitu antara lain, umur, pekerjaan, dan jumlah

penghasilan.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan jalan studi

pustaka atau dengan berbagai sumber yang berkaitan dengan

perilaku konsumen.

3.4. Populasi dan Sampel

Menurut J. Supranto (2000 : 21-22), populasi adalah kumpulan dari

keseluruhan elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur (PUS) yang ada di

Kecamatan Pakis Aji yaitu yang sudah ber-KB maupun yang belum

sebanyak 8.504 orang.

31

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2000 : 73). Besarnya sampel dihitung

berdasarkan rumus Slovin dalam bukunya Husain Umar (1997 : 57), yaitu :

ρN

Nn

+=

1

Keterangan:

n = Ukuran sampel.

N = Ukuran populasi.

ρ = Nilai kritis yang diinginkan (persentase kelonggaran

ketidakpastian karena kesalahan pengambilan sampel populasi)

sebesar 10 %.

Untuk mencari besarnya minimal sampel dalam penelitian ini, maka data

populasi yang tersedia disubstitusikan dalam rumus Slovin :

2%)10(504.81

504.8

+=n = 98,84 = 99 (pembulatan)

Berdasarkan hasil rumus Slovin tersebut, supaya sampel nantinya lebih

mewakili dari populasi maka penulis menggunakan sebanyak 99 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan cara acak atau random sampling. Cara acak adalah suatu cara

pemilihan sejumlah elemen dari populasi untuk menjadi anggota sampel, di

mana pemilihannya dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap elemen

mendapat kesempatan yang sama (equal chance) untuk dipilih menjadi

anggota sampel (J. Supranto, 2000 : 23). Dalam penelitian ini sampel

diambil dari 8 desa, yang terbagi seperti pada Tabel 3.1.

32

Tabel 3.1

Data Pengambilan Sampel

No Desa Jumlah Responden

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Mambak

Bulungan

Lebak

Tanjung

Plajan

Kawak

Slagi

Suwawal Timur

7 orang

13 orang

19 orang

14 orang

13 orang

10 orang

11 orang

12 orang

Jumlah 99 orang

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer yang bisa

digunakan untuk keperluan penelitian antara lain :

3.5.1. Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan cara memberikan

pertanyaan secara tertulis yang diberikan pada responden. Pertanyaan

yang diajukan adalah partanyaan tertutup dan terstruktur, artinya

jawaban responden terbatas pada alternatif-alternatif yang

disediakan.

3.5.2. Wawancara, yaitu metode yang melakukan tanya jawab secara

langsung pada para responden dan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam penelitian ini yaitu para pria peserta aktif KB.

33

3.5.3. Studi pustaka, yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan-

bahan yang dibutuhkan dari buku-buku, majalah, koran, dan

sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3.6. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kuesioner penelitian yang diisi responden

kemudian diolah dalam 4 (empat) tahapan, yaitu : (Mudrajad Kuncoro,

2001 : 6 - 7)

3.6.1. Pengeditan (Editing), yaitu proses yang dilakukan setelah data

terkumpul untuk melihat apakah jawaban-jawaban responden telah

diisi lengkap.

3.6.2. Pemberian kode (Coding), yaitu proses pemberian kode tertentu

terhadap jawaban dari responden untuk dikelompokkan dalam

ketegori yang sama.

3.6.3. Pemberian skor (Scoring), yaitu proses pemberian nilai atau angka

pada jawaban untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan

pada pengujian hipotesis. Pemberian skor untuk masing-masing

jawaban sesuai dengan skala likert (Philip Khotler, 2004 : 126) :

a. Jawaban sangat setuju (SS) mendapat skor 5.

b. Jawaban setuju (S) mendapat skor 4.

c. Jawaban netral (N) mendapat skor 3.

d. Jawaban tidak setuju (TS) mendapat skor 2.

e. Jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat skor 1.

34

3.6.4. Tabulasi (Tabulation), yaitu pengelompokan data atas jawaban

dengan teliti dan teratur, kemudian dihitung dan dijumlahkan sampai

terwujud sebuah tabel.

3.7. Metode Analisis Data

Dalam memecahkan persoalan, penulis menggunakan teknik analisis

dengan cara metode kuantitatif, antara lain meliputi :

3.7.1. Analisis Regresi Berganda

Regresi berganda adalah metode yang digunakan untuk

menentukan hubungan antara paling tidak dua variabel atau lebih,

satu variabel bebas (independent variable) dan satu variabel terikat

(dependent variable) (Sudjana, 1992 : 312).

Model persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε

Keterangan:

Y = Rendahnya peran pria dalam ber-KB.

X1 = Keterbatasan jenis kontrasepsi pria.

X2 = Kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB.

X3 = Anggapan KB hanya untuk kaum wanita.

b0 = Intercept, titik potong garis regresi sumbu Y.

b1, b2, b3 = Koefisien regresi.

ε = Komponen kesalahan random.

35

3.7.2. Pengujian Hipotesis

3.7.2.1. Uji t

Untuk menguji antara X1, X2, dan X3 secara individu yang

berpengaruh terhadap Y, maka dilakukan pengujian dengan

t-test.

Langkah-langkah uji t adalah sebagai berikut ini:

a. Hipotesis yang akan diuji dengan taraf nyata (a) = 5% =

0,05.

Ho : β = 0, tidak ada pengaruh antara X1, X2, X3

terhadap Y.

Ha : β > 0, ada pengaruh antara Xl5 X2, X3 terhadap Y.

b. Gambar uji hipotesis digambarkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1

Uji Hipotesis t

Daerah Daerah Penerimaan Ho penolakan Ho

0 ttabel thitung

c. Kesimpulan

Apabila thitung > ttabel, maka Ha diterima, artinya ada

pengaruh antara masing-masing variabel bebas

(keterbatasan jenis kontrasepsi pria, kurangnya

pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, anggapan

36

KB hanya untuk kaum wanita) terhadap rendahnya

peran pria dalam ber-KB.

Apabila thitung < ttabel maka Ha ditolak, artinya tidak ada

pengaruh antara masing-masing variabel bebas

(keterbatasan jenis kontrasepsi pria, kurangnya

pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, anggapan

KB hanya untuk kaum wanita) terhadap rendahnya

peran pria dalam ber-KB.

3.7.2.2. Uji F

Uji statistik F ini menunjukkan apakah semua variabel

bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Kuncoro,

2001 : 98). Uji F juga dipergunakan untuk melihat apakah

variabel yang dipilih sudah cukup menjelaskan variasi

variabel dependen apa tidak, jika tidak maka pengaruh

variabel di luar model lebih kuat daripada variabel yang

dipilih (Setiaji, 2004: 21). Adapun uji F ini dilakukan

dengan melakukan penghitungan nilai statistik F dengan

menggunakan formula sebagai berikut :

F = )()1(

)1(/2

2

kNR

kR

−−−

Di mana: R2 = Koefisien determinasi

N = Jumlah observasi

K = Jumlah parameter

37

Jika nilai F hasil perhitungan lebih besar dari pada nilai F

label maka hipotesis altematif diterima sehingga model

dikatakan baik atau tepat. Hasil uji F dapat digambarkan

seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2

Uji Hipotesis F

Daerah Daerah Ho diterima Ho ditolak

0 Ftabel Fhitung

3.7.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam, menerangkan variabel terikat. Rumus

menghitung koefisien determinasi, yaitu :

Kd = r2 x 100%

Di mana :

Kd : Koefisien Determinasi

r : r square (r kuadrat)