1

11 Pelabuhan Kapal RI Aturan Wajib AirAsia Siap Investasi ...bigcms.bisnis.com/file-data/1/2765/c3d5a12b_Des17-AsuransiRamayana...Terminal Petikemas Tanjung Pinang, Terminal Multipurpose

  • Upload
    dotu

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

28 Senin, 30 April 2018

�BEYOND CABOTAGE

Jepang Protes Aturan Wajib Kapal RI

JAKARTA — Kementerian Perhubungan menilai perlu dilakukan upaya lobi kepada para mitra dagang Indonesia terkait kewajiban penggunaan kapal nasional untuk ekspor-impor komoditas tertentu.

Beberapa negara salah satunya Jepang mem-protes kewajiban penggunaan kapal Indonesia yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Per-dagangan No.82/2017.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Agus H. Purnomo armada kapal nasional terbilang kecil sehingga pangsa angkutan luar negeri dikuasai asing. Secara bertahap, pelayaran nasional juga perlu menambah jumlah armada untuk menyerap potensi pasar yang angkutan luar negeri.

Dia meyakini regulasi yang mewajibkan peng gunaan kapal nasional untuk komoditas tertentu bakal berdampak positif terhadap in-dustri pelayaran.

“Ini kan tergantung pemilik barang, Jepang misalnya protes [karena ada kewajiban kapal nasional]. Mau tidak mau kita harus bicara dengan perwakilan internasional,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/4).

Untuk diketahui, penggunaan angkutan laut yang dikuasai pelayaran nasional diwajibkan untuk ekspor minyak sawit dan batu bara serta impor beras. Barang yang diimpor dalam rangka pengadaan pemerintah juga wajib menggunakan kapal nasional.

Kewajiban itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.82/2017 dan akan berjalan pada Mei 2018. Namun, Kementerian Perda-gangan merilis Peraturan Menteri Perdagangan No. 48/2018 yang merevisi waktu pelaksanaan PM 82/2017 menjadi 1 Mei 2020.

Sampai saat ini, pangsa pelayaran asing me-mang sangat dominan. Statistik Perhubungan 2016 menunjukkan volume barang yang diang-kut pelayaran asing mencapai 976,2 juta ton atau 93% sedangkan pelayaran nasional hanya mencicipi pangsa sebesar 67,23 juta ton.

DPP Indonesian National Shipowners’ Asso-ciation (INSA) menilai penundaan kewajiban penggunaan kapal nasional menjadi solusi yang adil. Namun, INSA berharap implementasi PM 48/2018 pada 1 Mei 2020 tidak lagi tertunda.

Ketua DPP INSA Carmelita Hartoto mengata-kan penundaan Permendag yang mewajibkan penggunaan angkutan laut nasional merupakan solusi dalam mengembangkan pelayaran nasional tanpa menganggu kegiatan ekspor.

Dia menyebutkan penundaan itu membuat perusahaan pelayaran nasional memiliki waktu untuk mematangkan roadmap dari ketentuan ini.

Kemendag telah memfasilitasi para pelaku usa ha terkait, seperti INSA, Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), untuk bersama-sama menyusun roadmap yang mencakup volume kargo komoditas ekspor, ne-gara tujuan ekspor, jenis, ukuran, dan jumlah kapal yang disiapkan agar kegiatan ekspor tidak terganggu. (Rivki Maulana)

�ANGKUTAN LAUT

11 Pelabuhan Ditarget Rampung 2019

JAKARTA — Kementerian BUMN mempro-yeksikan penyelesaian 11 proyek pengembang-an dan pembangunan pelabuhan baru hingga 2019. Kehadiran pelabuhan baru diharapkan memperkuat konektivitas antarwilayah dan turut membantu menekan biaya logistik.

Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kemen-terian BUMN Ahmad Bambang menjelaskan empat BUMN kepelabuhan menjadi motor dalam pembangunan infrastruktur maritim. Keempat BUMN tersebut yakni PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, Pelindo II, Pelindo III dan Pelindo IV.

Bambang menyebutkan pengembangan dan pembangunan pelabuhan baru juga menjadi bagian dari upaya mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Dengan peningkatan kapasitas dan kehadiran pelabuhan baru, wilayah Indonesia yang memben-tang dari Timur hingga Barat bakal terhubung.

“Selain bisa menjadi alat pemersatu, terciptanya konektivitas juga akan memberi dampak yang sangat positif bagi perekonomian di mana biaya logistik bisa turun dan berdampak pada penurunan harga-harga komoditas,” jelasnya, Sabtu (29/4).

Bambang menuturkan Pelindo I ditargetkan menyelesaikan empat proyek pelabuhan, yakni Terminal Petikemas Tanjung Pinang, Terminal Multipurpose Kuala Tanjung, Terminal Petikemas Belawan Fase II, dan Terminal Petikemas Sibolga. Total kapasitas dari empat terminal kontainer tersebut mencapai 3,83 juta TEUs.

Sementara itu, Pelindo II/IPC sudah memulai pembangunan Pelabuhan Kijing di Mempawah, Kalimantan Barat.

Tahap pertama Pelabuhan Kijing yang terdiri dari empat terminal diproyeksi selesai pada 2019. Kapasitas terminal multiguna tahap pertama dirancang 500.000 ton per tahun sedangkan terminal curah cair dan curah kering masing-masing 8,3 juta ton dan 15 juta ton. Adapun kapasitas terminal peti kemas sebesar 1 juta TEUs.

Pelindo III juga mendapat penugasan untuk mengembangkan kapasitas Terminal Teluk lamong menjad 1,5 juta TEUs. Pelindo III juga tengah mengembangkan dan membangun tiga pelabuhan pariwisata, yakni Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Boom Banyuwangi, dan Pelabuhan Gilimas.

Direktur Utama Pelindo III Ari Askhara menga-takan pengembangan Pelabuhan Benoa diharap-kan bisa rampung sebelum Oktober 2018 yang mana pada bulan itu akan digelar Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Bali.

Dia menyebutkan revitalisasi Pelabuhan Benoa yang menelan investasi Rp1,7 triliun bakal men-dongkrak kapasitas penumpang lima kali lipat menjadi 320.000 orang per tahun. (Rivki Maulana)

�BANDARA PENGUMPUL

AirAsia Siap Investasi di SilangitJAKARTA — AirAsia Group di Indonesia siap

membenamkan investasi untuk mengembangkan Bandara Silangit Sumatra Utara dan Bandara Banyuwangi Jawa Timur guna mendukung hub

maskapai itu.Rio Sandy Pradana

[email protected]

CEO AirAsia Group di Indonesia Dendy Kurniawan mengatakan nilai investasi yang akan ditanamkan sa-ngat bergantung pada konsep yang ditawarkan oleh PT Angkasa Pura II (Persero), sebagai pengelola kedua ban dara tersebut.

Bila pengembangan kedua bandara yang diminta hanya mencakup sisi darat, menurutnya, nilai investasi akan lebih rendah dibandingkan dengan sisi udara.

“Kami siap [investasi], sumber pendanaan dari grup. Kalkulasinya sangat bergantung pada konsep yang ditawarkan kepada kami,” katanya, Minggu (29/4).

Dia menambahkan pengembangan bandara hub atau pengumpul bisa di lakukan dalam dua cara. Pertama, mas kapainya akan membentuk pasar ter lebih dulu sebelum mengembangkan bandara sebagai pengumpul.

Menurutnya, pengembangan bandara pengumpul tanpa permintaan pasar yang memadai akan percuma. Dia memiliki kapasitas untuk memben-tuk permintaan pasar, terutama rute internasional, karena telah memiliki konektivitas yang besar di Asia.

Kedua, lanjutnya, investasi pengem-bangan terminal bandara harus bekerja sama dengan Angkasa Pura (AP) II. Namun, Dendy menegaskan hingga kini belum ada tawaran yang diberikan BUMN itu kepada AirAsia.

“Kami mengikuti saja apa konsep yang ditawarkan, apakah itu joint ven-ture, joint operation, atau BOT [build, operate, transfer],” ujarnya.

Sejauh ini, AirAsia Group beren-cana menambah bandara hub untuk meningkatkan konektivitas menuju

Indonesia. Bandara hub itu mengeru-cutkan pilihan pada Bandara Silangit di Siborong-borong, Sumatra Utara.

Dendy mendukung program pemerin-tah yang ingin meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hingga 20 juta pada 2019.

“Beberapa waktu lalu saya bersama Co-Founder AirAsia Datuk Kamarudin Meranun melihat potensi di Silangit. Pengembangan bandara tersebut sebagai hub dimungkinkan,” tegasnya.

Menurutnya, maskapainya akan me-lakukan tes pasar untuk mengonek-sikan Bandara Silangit dan Bandara Banyuwangi dengan sejumlah bandara pengumpul yang telah dimiliki. Tes pasar akan dilakukan dengan destinasi asal DKI Jakarta atau Kuala Lumpur, Malaysia.

Saat ini, lanjutnya, AirAsia memiliki bandara pengumpul berbagai rute baik domestik maupun internasional di Ja-karta, Surabaya, Medan, dan Denpasar.

LEBIH SIAPDendy menilai Bandara Silangit lebih

siap dibandingkan dengan Bandara Banyuwangi. Dari sisi udara, landas pacu (runway) dengan panjang 2.650 meter sudah mampu didarati pesawat berlorong tunggal (narrow body) seperti Airbus 320.

Selain itu, imbuhnya, fasilitas Bea Cukai, Imigrasi, dan Karantina (cus-

toms immigration quarantine/CIQ) sebagai penunjang bandara berstatus internasional juga sudah dimiliki. Ber-beda jika Bandara Banyuwangi yang belum berstatus bandara internasional sehingga belum ada fasilitas imigra-si dan lain-lain. “Kami sedang kaji semuanya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa memublikasikan [airport hub],” ujarnya.

Sementara itu, AP II belum akan membicarakan soal rencana pengem-bangan Bandara Silangit maupun Ban-dara Banyuwangi sebagai hub oleh AirAsia Group dalam waktu dekat.

Vice President Corporate Communica-tion AP II Yado Yarismano mengatakan bahwa akan mempertimbangkan usulan maskapai asal Malaysia tersebut.

Namun, dia menyatakan bandara yang direncanakan dikerjasamakan melalui skema strategic partnership hanya Bandara Kuala Namu. “Untuk [bandara] yang lainnya belum ada rencana untuk strategic partnership,” kata Yado.

AP II merupakan pemegang badan usaha bandar udara (BUBU) pengelola bandara di kawasan Barat Indonesia. Bandara Silangit dan Bandara Banyuwa-ngi kini di bawah kepengelolaan AP II.

AirAsia Group memang sedang berencana untuk mengembangkan kedua bandara tersebut menjadi pe-ngumpul.

�AirAsia masih melaku-kan tes pasar di Bandara Silangit dan Banyuwangi.

T R A N S P O R TA S I & L O G I S T I K

pusdok
Typewritten Text
30 April 2018, Bisnis Indonesia | Hal. 28