Upload
namla-elfa-syariati
View
27
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
PENYEBAB DAN KONDISI PSIKOLOGIS NARAPIDANA KASUS
NARKOBA PADA REMAJA
Rizki Yuvita Afrinisna
Universitas Ahmad Dahlan
Abstract
This study aims to determine the cause of youth abusing drugs,
understanding adolescent psychological condition while in prison and knowing
adolescent life plans after getting out of prison. The research method used was a
qualitative study with phenomenological approach. The method of data collection
using interviews and observations which using two subjects. Based on the results
of the study showed that teens abusing drugs cause the lack of communication
within the family so that makes teenagers perform conformity to join a group.
Increased emotional causes less mature adolescents not yet skilled enough to face
the problems and make responsible decisions while in her social environment
close to the drug. As a result, without thinking, and to meet the demands of social,
youth who are in the group ended up following the advice given by the group to
abusing drugs as a way out to resolve the problem. The psychological conditions
experienced by inmates teenage drug case was lost concentration and
daydreaming, deep sadness, a crisis of confidence, excessive suspicion,
resentment, depression and anxiety and become avoidance of other person,
introvert and antisocial. Plan for life convicts adolescent drug case after the
detention period is to stay away from drugs after and acceptable and played back
in the community and get a decent job.
Keywords: psychological conditions, juvenile inmate drug case
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab remaja
menyalahgunakan narkoba, memahami kondisi psikologis remaja selama di
penjara dan mengetahui rencana kehidupan remaja setelah keluar dari penjara.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Metode pengambilan data dengan menggunakan
wawancara dan observasi. Subjek penelitian berjumlah dua orang.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab remaja
menyalahgunakan narkoba yakni kurangnya komunikasi dalam keluarga sehingga
membuat remaja melakukan konformitas dengan bergabung dalam suatu
kelompok. Peningkatan emosional yang kurang matang menyebabkan remaja
belum memiliki keterampilan yang cukup untuk menghadapi masalah dan
mengambil keputusan yang bertanggungjawab saat berada dalam lingkungan
pergaulannya yang dekat dengan narkoba. Akibatnya tanpa berpikir panjang dan
untuk memenuhi tuntutan sosial, remaja yang berada di dalam kelompok tersebut
akhirnya mengikuti saran yang diberikan oleh kelompok untuk menyalahgunakan
narkoba sebagai jalan keluar menyelesaikan masalahnya.
Adapun kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja kasus narkoba
adalah kehilangan konsentrasi dan sering melamun, kesedihan yang mendalam,
krisis kepercayaan diri, kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan cemas
serta menjadi pribadi yang tertutup, menutup diri dan antisosial. Rencana
kehidupan narapidana remaja kasus narkoba setelah masa tahanan usai adalah
dapat menjauhi narkoba dan dapat diterima serta berperan kembali di lingkungan
masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kata kunci: kondisi psikologis, narapidana remaja kasus narkoba
PENDAHULUAN
Pada dasarnya narkotika merupakan suatu zat atau obat yang bermanfaat
untuk mengobati penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau
pemakaiannya tidak sesuai dengan standar pengobatan maka dapat menimbulkan
efek samping yang justru akan merugikan pemakainya. Untuk mendapatkan obat
ini, biasanya harus dengan resep dokter. Kenyataannya saat ini terdapat peredaran
gelap narkotika sehingga tanpa persetujuan dokter, masyarakat dengan mudah
mendapatkannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chang-Bae dkk (2010) di
Texas, penangkapan remaja yang menyalahgunakan narkoba meningkat 24,2%
antara tahun 1994 sampai 2003. Kompas memberitakan bahwa jumlah pengguna
narkotika dan obat terlarang pada tahun 2012 mencapai 5 juta jiwa. Kepala
Bidang Medis Yayasan Kesatuan Peduli Masyarakat, Bambang Eka Purnama
Alam menjelaskan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya
penyalahgunaan narkoba menyebabkan maraknya peredaran narkotika di
Indonesia (Ant, 2012). Sedangkan pengguna narkoba usia remaja di Indonesia
mencapai 14 ribu jiwa (Purwoko, 2010). Budiarto MT menuturkan bahwa 60
persen dari total jumlah pecandu aktif narkoba di Kabupaten Temanggung berasal
dari kalangan pelajar (Sigit, 2012).
Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh dengan badai, karena pada
masa inilah seseorang mulai mencari jati dirinya dengan mencoba hal-hal yang
baru dan berekspresi (Dariyo, 2004). Keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti
trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang adalah kecenderungan yang wajar
tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk menyalahgunakan narkoba.
Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah
kelompok usia remaja, sekitar umur 15-24 tahun (BNN).
Menurut Hurlock (1997), masa remaja dikenal sebagai usia bermasalah.
Meskipun setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, masalah masa
remaja menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengalaman dalam mengatasi masalah tetapi ingin mengatasi masalahnya sendiri
dan menolak bantuan dari orangtua maupun orang dewasa lain. Karena
ketidakmampuannya itu, akhirnya banyak remaja menemukan bahwa
penyelesaian yang mereka yakini tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
Kurangnya pengetahuan yang dimiliki, kondisi jiwa yang masih
labil,tipisnya iman yang dimiliki serta tidak ada komunikasi yang baik di dalam
keluarga membuat remaja yang memiliki masalah melarikan diri ke hal-hal yang
negatif. Mereka berkenalan dengan dunia malam, minum-minuman keras dan
mencoba narkoba. Namun, yang lebih mengejutkan adalah pemakai narkoba
bukan hanya berasal dari remaja yang bermasalah, tetapi remaja dari keluarga
harmonis (Syakur, 2012). Mereka menggunakan narkoba sebagai suatu identitas
agar diakui keberadaan dalam pergaulannya.
Menurut Colondam (2007) dalam penelitiannya menggunakan DISC,
menemukan bahwa tipe yang diduga kuat mampu menolak pengaruh buruk
narkoba adalah Dominan yang dikombinasikan dengan Cermat. Pada penelitian
Colondam ditemukan juga bahwa hampir 80% responden memiliki tipe Intim
Stabil atau Stabil Intim. Rendahnya dimensi Dominan membuat mereka
cenderung kurang proaktif, sulit mengambil keputusan dan kurang berjiwa
pemimpin. Meskipun riset ini menemukan bahwa adanya peranan perbedaan tipe
kepribadian terhadap kecenderungan penggunaan narkoba, setiap individu tetap
harus waspada agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan, sudah diatur dalam ketentuan
pidana tertentu, seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
Pasal 111. Tidak sedikit remaja yang terjerat kasus pidana akibat penyalahgunaan
narkoba mendekam di penjara. Berbagai permasalahan mulai dialami narapidana
remaja dalam menjalani kehidupannya, diantaranya perubahan pola hidup,
hilangnya kebebasan dan hak-hak yang semakin terbatas, hingga perolehan label
penjahat melekat pada dirinya
Kristianingsih (2009) mengemukakan bahwa narapidana kasus narkoba
memiliki kontrol diri yang rendah, tidak adanya usaha narapidana untuk menjadi
diri yang ideal, serta belum adanya program pembinaan untuk menumbuhkan
kontrol diri internal selama berada di penjara. Ketiga hal tersebut dapat mendasari
kemungkinan untuk melakukan lagi tindak kriminalitas yang pernah dilakukan
sebelumnya.
Usia narapidana yang tergolong remaja tentunya masih membutuhkan
bimbingan, arahan serta pendampingan dari orangtua dan lingkungan terdekat
agar mereka dapat berkembang kearah pendewasaan yang lebih positif (Sarwono,
2011). Namun, keberadaannya di penjara membuat mereka terpisah dari orangtua
dan harus hidup bersama narapidana lain dengan latar belakang kehidupan yang
berbeda pula. Tidak jarang banyak narapidana yang meninggal pada awal tahanan
disebabkan oleh stres dan kebutuhan yang kurang terpenuhi (Cipenk, 2009).
Narapidana remaja khususnya membutuhkan dorongan baik moral maupun
material, kasih sayang serta penerimaan dari orangtua dan lingkungannya.
Kenyataannya tidak sedikit narapidana narkoba yang justru dijauhi keluarganya,
seolah-olah mereka dibiarkan sendiri menghadapi masalahnya yang berdampak
pada kondisi psikologisnya. Tidak jarang narapidana mengalami kecemasan,
gangguan perasaan bahkan gejala depresi, seperti hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Vareoy (2011) di penjara Norwegia. Hal ini menyebabkan
narapidana merasa terkucilkan dan merasa takut untuk kembali ke lingkungannya
setelah masa tahanan mereka selesai.
Menurut Kristianingsih (2009) narapidana narkoba merupakan bagian dari
narapidana dengan kondisi yang berbeda dan spesifik, yaitu mempunyai karakter
atau perilaku yang cenderung berbeda akibat penggunaan narkoba yang
dikonsumsi mereka selama ini, seperti kurangnya tingkat kesadaran akibat
rendahnya kemampuan penyerapan, keterpurukan kesehatan dan sifat over reaktif
dan over produktif. Akibatnya narapidana narkoba perlu penanganan khusus
daripada narapidana kasus lain selama berada di lapas ataupun rutan.
Jacques Baillargon, Stephen K. Hoge dan Joseph V. Penn (2010) dalam
penelitiannya membahas upaya dan tantangan yang dialami narapida Amerika
Serikat untuk kembali ke masyarakat dan reintegrasi dengan penyakit mental
serius yang dialami selama di penjara. Dibutuhkan berbagai strategi untuk
meningkatkan transisi layanan untuk masing-masing individu terutama tantangan
setelah masa tahanan selesai yang ditinjau melalui psikososial, ekonomi,
kerentanan terhadap tunawisma dan pengangguran.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian ini
dikarenakan kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat dan lembaga
terkait mengenai kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja khususnya
kasus narkoba, terutama keadaan psikologisnya selama di penjara dan persiapan
mental serta tantangan di masyarakat yang akan dihadapi setelah masa tahanan
mereka selesai.
Landasan Teori
Kondisi psikologis dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis yang tidak
tampak oleh mata dan mendasari seseorang untuk berperilaku secara sadar.
Kondisi psikologis yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku juga
dipengaruhi oleh struktur kepribadiannya.
Menurut Sullivan (dalam Feist, 2008) kepribadian bermula ketika terjadi
hubungan di awal kehidupan dan pertemuan dengan orang lain, interpersonal
transactions, membentuk pandangan tentang diri dan menciptakan kecenderungan
perilaku yang bertahan sepanjang hidup.
Kepribadian adiktif adalah jati diri seseorang mengenai hal-hal yang
diyakininya dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia
sekitarnya, yang mempengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari (Feist,
2008). Adapun ciri kepribadian adiktif antara lain pola pikir adiktif dengan selalu
mencari persetujuan dan perhatian orang lain, tidak mampu mengambil keputusan,
tidak mampu mengendalikan emosi, banyak berkhayal. Perasaan adiktif yang
dialami adalah batin terasa hampa, hidup tanpa makna tujuan, perasaan sedih dan
takut mengambil resiko. Perilaku adiktif yang tercermin antara lain kurang
memiliki jati diri, kesulitan berhubungan dengan orang lain, cenderung
menyalahkan orang lain, kurang mampu mengatasi masalah, serta kebutuhan akan
pemuasan yang bersifat segera (Klinik Narkoba). Kepribadian seperti ini yang
rentan dalam menyalahgunakan narkoba.
Ada beberapa ciri kepribadian yang beresiko tinggi untuk
menyalahgunakan narkoba, antara lain mudah kecewa, tidak sabaran, suka
memberontak, suka mengambil resiko, mudah bosan atau jenuh, dan kebanyakan
memiliki tingkat religiusitas yang rendah, serta memiliki harga diri yang rendah
(Safaria, 2008).
Narkoba adalah singkatan dari narkotika psikotropika dan zat (bahan
adiktif) lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika
adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan zat
bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika maupun psikotropika
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan (BNN).
Narapidana kasus narkoba adalah seseorang yang dijatuhi hukuman pidana
oleh pengadilan disebabkan karena menyalahgunakan narkoba, sehingga harus
dipisahkan dari lingkungannya dalam kurun waktu tertentu dan akan kembali ke
lingkungannya setelah masa pidana selesai.
Menurut Willis (2005) penyalahgunaan narkoba adalah suatu pemakaian
non medical atau illegal barang haram yang dinamakan narkoba (narkotik dan
obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif
manusia pemakainya. Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan akan dikenakan
sangsi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 111 yaitu pidana penjara
paling singkat empat tahun atau denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (BNN).
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
perkembangan individu. Fase remaja diawali dengan matangnya organ-organ fisik
seksual sehingga mampu bereproduksi dan masa ini dikenal sebagai masa
pubertas (Yusuf, 2007). Tanda- tanda laki-laki dan perempuan mengalami masa
pubertas ditunjukkan secara berbeda. Laki-laki yang sudah mengalami pubertas
ditandai dengan pertumbuhan testis, pembuluh mani dan kelenjar prostat yang
semakin membesar dan memungkinkan remaja laki-laki mengalami mimpi basah
dan pertama kali dialami pada usia 14 sampai 15 tahun, sedangkan perempuan
yang mengalami pubertas ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina, serta indung
telur secara cepat dan pada masa ini pertama kalinya menstruasi pertama terjadi
dan dialami pada usia 12 sampai 14 tahun (Yusuf, 2007).
Menurut Steinberg (2002) usia remaja dimulai sejak umur 10 tahun sampai
22 tahun. Remaja adalah masa transisi dengan adanya perubahan aspek fisik,
kognitif, dan psikososial dari periode anak ke dewasa (Yusuf, 2007). Masa
transisi ini membuat status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran
yang harus dilakukannya. Remaja bukanlah seorang anak dan juga bukan dewasa.
Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberikan
kebebasan pada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan
pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya ( Hurlock, 1997).
Kasus narkoba yang menyeret remaja merupakan salah satu bentuk
keingintahuan mereka dan keinginan agar mereka diakui keberadaannya sebagai
proses pencarian jati diri (Steinberg, 2002). Akibatnya remaja harus ditahan dan
mendekam di penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dipisahkannya dengan lingkungan membuat remaja mengalami konflik dan
kondisi psikologis yang berbeda.
Perbedaan karakteristik kepribadian pada narapidana juga berpengaruh
dengan kondisi psikologis yang dialaminya. Penelitian yang dilakukan oleh
Mohino (2008) mendapatkan hasil bahwa skizofrenia, schizotypal paranoid,
dramatis, narsistik, antisocial, borderline, dependent, avoidant, kompulsif,
agresif/sadistic, negativistic, penolakan diri, depresi, hysteria dan paranoid
dialami oleh para narapidana. Perbedaan ini didapat melalui pengukuran tipe
kepribadian dengan MCMI-II.
Davison (2004) menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba
menyebabkan seseorang mengalami kemunduran mental, perubahan mood,
gangguan afektif, dan kepribadian adiksi.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab
seseorang menyalahgunakan narkoba, memahami kondisi psikologis seseorang
selama di penjara dan mengetahui rencana kehidupan seseorang setelah keluar
dari penjara.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis. Penelitian fenomenologi berusaha memahami arti
peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada pada situasi tertentu
(Moleong, 2011), sehingga peneliti tidak memanipulasi setting penelitian
melainkan membiarkan kondisi yang diteliti pada keadaan yang sebenarnya dan
menunggu apa yang akan muncul (Poerwandari, 2007).
Peneliti menggunakan pendekatan analisis isi (content analysis) dalam
menganalisis data kualitatif yang telah diperoleh. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara dan observasi. Teknik wawancara yang digunakan
adalah wawancara semi terstruktur, yaitu suatu jenis wawancara yang di dalam
pelaksanaannya ada guide, ada pedoman tetapi pertanyaannya ditanyakan secara
semu, disesuaikan dengan kondisi (Moleong, 2011). Teknik wawancara tersebut
dipilih agar sifat pertanyaan tidak kaku atau ketat, serta memungkinkan
penggalian materi yang relevan.
Observasi dilakukan untuk mengevaluasi pernyataan-pernyataan
responden dalam hal validitas pernyataannya dengan perilaku-perilaku yang
ditunjukkannya dan untuk mengungkap informasi yang mungkin tidak bisa
didapati dari proses wawancara. Teknik observasi yang digunakan adalah
observasi nonpartisipan. Observasi non partisipan (Poerwandari, 2007), yaitu
peneliti tidak terlibat langsung dengan subjek penelitian peneliti dan tidak ikut
serta dalam semua aktivitas yang dilakukan subjek tetapi hanya mencatatnya.
Peneliti dalam penelitian ini hanya mengamati beberapa aktivitas responden dan
tidak ikut terjun langsung dalam kehidupannya selama di penjara.
Dalam mencapai kredibilitas penelitian, peneliti melakukan pendekatan
triangulasi sumber yaitu dari subjek dan significant person. Sumber diperoleh dari
dua subjek dan dua significant person yang berbeda. Informasi yang didapat dari
subjek dan significant person akan dibandingkan kebenarannya dan digunakan
untuk mengelaborasi dalam memperkaya hasil penelitian. Teknik sampling yang
digunakan adalah criterion sampling. Responden dalam penelitian ini adalah
remaja yang berusia 17-22 tahun, pernah mengenyam pendidikan, berdomisili di
Temanggung, dan telah lebih 3 bulan di penjara karena kasus narkoba.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut BNN (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kecenderungan penyalahgunaan napza remaja yaitu kepribadian remaja itu sendiri.
Pemahaman, penghayatan dan pengamalan kehidupan beragama pada kedua
subjek rendah. Subjek Wingga mengaku bahwa sebelum di penjara jarang
melakukan ibadah. Batin yang terasa hampa menyebabkan kedua subjek memiliki
kontrol diri yang rendah. Ketidakmampuan menyelesaikan masalah secara
bertanggungjawab juga dialami kedua subjek, sehingga keduanya berusaha
memenuhi kebutuhan yang bersifat segera agar cepat terselesaikan dengan cara
menyalahgunakan narkoba.
Selain itu, hubungan individu dengan keluarganya juga berpengaruh pada
perilaku remaja. Meninggalnya ayah subjek Wingga sejak kecil membuat subjek
kehilangan peran ayah dalam kehidupan subjek, serta peran kakak yang terkesan
over protective di dalam kehidupan subjek membuat subjek memiliki gaya hidup
yang terkesan hedonisme dalam pengalihan masalah internal keluarga yang
dihadapinya. Selain itu pernikahan dini yang dilakukan subjek Wingga untuk
menghindari perbuatan yang tidak diinginkan keluarganya, membuat subjek
Wingga belum mampu bersikap dewasa dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya terutama masalah rumah tangga.
Lain halnya dengan subjek Angga yang dibesarkan oleh keluarga yang
memanjakan subjek, apapun keinginannya selalu dituruti oleh keluarga. Subjek
Angga lebih mudah mendapatkan apa yang diinginkan tanpa harus berusaha
terlebih dahulu. Kurangnya kontrol dari orangtua serta rendahnya komunikasi
yang terjalin antar anggota keluarga, membuat subjek Angga memiliki kebebasan
atas dirinya sendiri dalam menentukan sikap. Akibatnya subjek Angga lebih
percaya dengan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya daripada keluarganya
sendiri. Apapun yang dikatakan orang yang dipercayainya, subjek Angga
mengikuti perkataan tersebut.
Tidak sempurnanya struktur dalam keluarga dapat membuat peran dan
kekuatan keluarga melemah. Peran setiap anggota keluarga yang tidak berfungsi
dengan baik menyebabkan terputusnya komunikasi diantara anggota keluarga
yang lain. Kedua subjek dalam perkembangan masa remaja tidak mengalami
kenyamanan akan hal itu, akibatnya mereka melakukan konformitas dengan mulai
memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks,
2004).
Faktor lingkungan adalah faktor yang berpengaruh cukup besar pada
pembentukan diri remaja. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah
bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-
teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih
berpengaruh daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2007). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa subjek Wingga dan subjek Angga menyalahgunakan narkoba
karena pengaruh lingkungan. Subjek Wingga dan subjek Angga mengenal
narkoba karena bergaul dengan teman yang menyalahgunakan narkoba. Apapun
yang dilakukan teman dalam kelompoknya, lambat laun akan berpengaruh dan
diikuti oleh anggota kelompok yang lain.
Pada remaja, motif emosional begitu besar mendorong munculnya perilaku
penyimpangan khususnya penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut disebabkan
karakteristik masa remaja yang sedang mengalami peningkatan emosional.
Hurlock (2007) mengatakan bahwa meningkatnya emosi pada remaja disebabkan
perubahan fisik dan hormonal, serta keberadaan remaja yang di bawah tekanan
sosial dan kondisi baru. Tuntutan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dalam
kelompoknya memunculkan dorongan emosional dan direspon dengan ikut
menyalahgunakan narkoba. Dari hasil penelitian diketahui bahwa subjek Wingga
menyalahgunakan narkoba karena teman-temannya menggunakan narkoba
sehingga subjek Wingga ikut serta menggunakannya dan untuk menghilangkan
beban pikiran serta membuat perasaannya kembali nyaman, sedangkan subjek
Angga menyalahgunakan narkoba karena ajakan dan saran dari temannya sebagai
solusi untuk melupakan masalah yang tengah dihadapinya.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa kedua subjek berusaha mencapai
kematangan emosinya dengan cara membicarakan masalah pribadinya dengan
orang yang dipercayai meskipun orang yang dipercayai memberikan solusi yang
tidak tepat atas masalahnya. Keterbukaan perasaan dan masalah pribadi
dipengaruhi oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat
kesukaan pada orang (Hurlock, 2007). Selain itu, tampak bahwa kedua subjek
dipengaruhi oleh kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah
secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab (Santrock,
2002). Hal ini membuat kedua subjek menyalahgunakan narkoba sebagai suatu
cara untuk mengatasi setres yang dialaminya.
Adanya faktor dalam diri juga mempengaruhi remaja menyalahgunakan
narkoba, memakai narkoba karena ingin coba-coba, akhirnya mendapat rasa
kesenangan karena efek zat-zat tersebut (Sarwono, 2011). Hal ini terjadi pada
kedua subjek penelitian yang mengalami perasaan nyaman karena berhasil
melupakan masalahnya setelah mengonsumsi narkoba dan akan teringat kembali
dengan masalahnya serta badannya terasa sakit jika tidak mengonsumsinya.
Akibatnya kedua subjek terus menerus mengonsumsi narkoba hingga bertahun-
tahun untuk memenuhi kecanduannya, bukan lagi untuk penyelesaian masalahnya.
Penjara adalah tempat orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai macam
kebebasannya (KBBI, 2010). Subjek Wingga telah tujuh bulan mendekam di
penjara. Awal mula di penjara, subjek Wingga mendapat penolakan dari
keluarganya dan tidak diakui keberadannya. Subjek Wingga juga harus terpisah
dengan anaknya. Hal ini membuat subjek Wingga merasa dibuang dan dikucilkan.
Tidak adanya dukungan dari keluarga justru membuat subjek Wingga termotivasi
untuk bangkit agar keberadaannya diakui kembali. Usaha tersebut ternyata
membuat ibu subjek luluh dan mau memaafkan serta menerima keadaan subjek
Wingga saat ini dengan sering menjenguknya di penjara. Meskipun ibunya sudah
menerimanya kembali, subjek Wingga masih kesulitan untuk bertemu anaknya.
Subjek Wingga merasa anaknya tidak mengakuinya lagi sebagai ibu. Keadaan ini
membuatnya tertekan dan terus menerus dihinggapi rasa bersalah atas
perbuatannya.
Begitu juga yang terjadi dengan subjek Angga yang telah mendekam
selama tiga belas bulan di penjara. Subjek Angga juga mendapat penolakan dari
kedua orangtuanya. Namun, disisi lain kakak subjek Angga mau menerima
kenyataan yang dialami adiknya dan berusaha memberikan dukungan penuh.
Kemudian kakak subjek Angga yang mencoba memberikan pengertian kepada
kedua orangtuanya untuk menerima keadaan subjek Angga. Akhirnya kedua
orangtua subjek Angga mau menerima keadaannya dan setiap seminggu sekali
mereka menjenguk dan membawakan kebutuhannya. Meskipun mendapat
dukungan dari keluarga, masih ada rasa dendam dalam dirinya karena subjek
Angga merasa dijebak oleh temannya hingga akhirnya ia masuk penjara.
Selain mendapat penolakan dari keluarga, awal mula berada di penjara
juga membuat kedua subjek mengalami putus obat atau sakau. Kedua subjek
mengalami sakau dan harus berusaha mengatasi rasa sakitnya itu tanpa
menggunakan narkoba. Subjek Wingga berusaha menahan sakitnya dengan
mengingat anaknya dan keinginan untuk sembuh agar bisa bertemu dengan
anaknya. Subjek Wingga dan subjek Angga dengan kegigihannya serta mendapat
dukungan penuh dan diperlakukan dengan baik oleh pegawai rutan dan
narapidana lain berusaha melawan rasa sakitnya dan sampai saat ini keduanya
mengaku tidak pernah sakau lagi. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial
mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan
orang lain atau kelompok kepada individu.
Kondisi psikologis yang dialami narapidana diantaranya adalah
terganggunya fungsi kognitif terlihat dialami oleh kedua subjek. Subjek Angga
kesulitan berkomunikasi dan susah menerima informasi yang disampaikan orang
lain karena mulai kehilangan konsentrasi. Subjek Angga baru akan mengerti jika
disampaikan secara perlahan dan berulang-ulang, sehingga subjek Angga lebih
suka tersenyum saat diajak berbicara. Selain itu, subjek Angga merasa dirinya
bodoh karena kurangnya kegiatan yang bisa dilakukan. Menurutnya dengan
banyak berkegiatan subjek Angga merasa terhibur sehingga mampu mengalihkan
perhatiannya dari pikiran untuk memakai narkoba lagi. Sementara itu, subjek
Wingga merasa bosan berada di penjara karena kurangnya kegiatan yang mampu
mengalihkan pikirannya. Akibatnya subjek Wingga lebih banyak menyendiri dan
merenung serta memikirkan keadaan anaknya di luar yang membuat subjek
Wingga mengalami kesedihan yang mendalam. Menyibukkan diri dalam kegiatan
positif adalah salah satu upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba (BNN,
2010).
Selain terganggu fungsi kognitif, kedua subjek juga mengalami gangguan
afektif dan psikomotorik. Jenis zat narkoba yang dikonsumsi kedua subjek juga
memberikan pengaruh terhadap gangguan afektif dan psikomotorik yang
dirasakan. Kecanduan sabu akan menimbulkan efek rasa gembira yang berlebihan,
percaya diri yang meningkat, banyak bicara, kewaspadaan meningkat, halusinasi
penglihatan, delusi, tingkah laku maladaptif, jantung berdebar, pupil mata
melebar, tekanan darah naik, keringat berlebihan, mual, dan muntah (BNN, 2010).
Sedangkan ganja dan putau akan menimbulkan efek euforia (kegembiraan),
menyebabkan ketenangan, halusinasi dan delusi, tidak peduli dengan lingkungan,
hilangnya koordinasi kerja otot dengan syaraf sentral, kurangnya kedipan mata,
gerak reflek tertentu (BNN, 2010).
Dari penelitian yang dilakukan, subjek Wingga yang mengonsumsi
narkoba jenis sabu menunjukkan kesedihan yang mendalam dengan selalu
menangis tersedu-sedu terutama saat mengingat anaknya, mengalami krisis
kepercayaan diri karena selalu menundukkan pandangannya, lebih suka
menyendiri dan merenung di dalam selnya, kecurigaan yang berlebihan dengan
orang baru, keluarnya keringat di sekitar dahi, serta adanya kecemasan terlihat
saat subjek Wingga selalu memainkan jari tangannya. Efek yang diperlihatkan
subjek Angga yang mengonsumsi narkoba jenis ganja dan putau selalu tersenyum
saat diajak berbicara, mulai kehilangan konsentrasi karena sering terlihat bingung
dengan mengernyitkan dahinya dan bengong jika diajak berbicara, jika berbicara
sudah pelo atau cadel, lebih suka membicarakan masa lalunya saat bersama
narapidana lain, jalannya terhuyung-huyung dan suka mengetuk-ngetukkan
kakinya di lantai serta sering menghabiskan waktunya untuk tidur. Gangguan
komplikasi medik yang dialami kedua subjek dalam penelitian ini adalah
kehilangan nafsu makan yang menyebabkan tubuh kurus kekurangan nutrisi.
Akibatnya badan melemah dan malas melakukan aktivitas serta sering merasakan
pusing kepala. Pemakaian zat narkoba secara berulang akan mengganggu sinyal
penghantar syaraf yang disebut sistem neurotransmitter di dalam susunan syaraf
sentral, sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kognitif, fungsi afektif,
psikomotorik dan komplikasi medik (Sarwono, 2011).
Untuk membantu meringankan kondisi psikologis yang dialami
narapidana, pihak Rutan Temanggung mewajibkan seluruh narapidana untuk
mengikuti kegiatan keagamaan, yakni solat berjamaah dan mengaji Al-Quran.
Pendekatan spiritual merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah
laku remaja (Sarwono, 2011). Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kedua
subjek mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan pihak rutan. Subjek Wingga
lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan rutin solat lima waktu yang dulu
sempat ditinggalkannya, begitu juga dengan subjek Angga. Kedua subjek
mengambil hikmah bahwa di penjara adalah tempat yang tepat agar mereka bisa
berubah lebih baik dan sembuh dari ketergantungan narkoba. Selain itu, kedua
subjek mengaku lebih sabar dan bisa mengendalikan diri selama di penjara.
Perubahan yang dirasakan oleh orang terdekat subjek Wingga adalah subjek
menjadi sosok yang lebih pendiam dan sering melamun, sedangkan subjek Angga
lebih dapat mengontrol emosinya untuk tidak marah yang berlebihan, pendiam
dan lebih lapang dada.
Rencana kehidupan subjek Wingga setelah keluar dari penjara adalah
dapat terhindar dari penyalahgunaan narkoba, dapat kembali bersosialisasi dalam
masyarakat, dan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dikemudian hari.
Sedangkan subjek Angga telah membuat rencana hidup kedepan yang nantinya
akan dijalani setelah menyelesaikan masa pidananya, yakni membuka sebuah
usaha untuk membahagiakan orangtuanya. Rencana ini disetujui oleh kedua orang
tuanya yang akan membukakan sebuah usaha di rumahnya. Hal ini dilakukan
untuk memudahkan pengawasan pergaulan subjek agar tidak terjerumus dalam
pergaulan yang negatif. Hukuman pidana yang membuatnya terkurung di penjara
membuat subjek Angga jera dan tidak ingin kembali terjerumus narkoba.
Kesiapan Subjek Angga untuk kembali ke masyarakat ditunjukkan dengan
tidak memikirkan pendapat orang lain mengenai dirinya sebagai seorang mantan
narapidana, sedangkan subjek Wingga merasa kehilangan kepercayaan diri untuk
bisa kembali bersosialisasi pada masyarakat dan rasa takut tidak diterima
kehadiran dirinya dengan status yang ia miliki sekarang. Menurut Bodenhausen
dkk, prasangka melibatkan perasaan negatif atau emosi pada orang yang dikenai
prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok
yang tidak mereka sukai ( Baron & Byrne, 2004). Prasangka negatif masyarakat
menjadikan mantan narapidana sebagai kaum minoritas yang selalu dianggap
orang yang dalam kehidupannya selalu berbuat jahat, berkelakuan buruk dan
dipandang sebagai orang yang berkepribadian kriminalis. Padahal itu hanyalah
masa lalu yang sudah terjadi, dan atas perbuatannya tersebut sudah di bayar lunas
melalui bimbingan dalam kelembagaan masyarakat.
KESIMPULAN
Ada keterkaitan antara beberapa faktor penyebab penyalahgunaan narkoba
pada remaja, yaitu faktor hubungan individu dalam keluarga seperti kurangnya
komunikasi dan peran anggota keluarga yang melemah. Kepribadian pada diri
remaja yang berpengaruh terhadap kematangan emosinya dan pemilihan
lingkungan pergaulan dalam melakukan konformitas.
Adapun kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja kasus narkoba
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1). Kognitif yang terdiri dari kehilangan konsentrasi dan sering melamun.
2). Afektif yang terdiri dari kesedihan yang mendalam, krisis kepercayaan diri,
kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan cemas.
3). Hubungan sosial yang terdiri dari pribadi yang tertutup, pengurungan diri dan
antisosial.
4). Psikomotorik yang terdiri dari jalan menjadi terhuyung-huyung, gerakan
tangan dan kaki yang tidak terkendali dan tanpa tujuan, serta cara berbicara
menjadi cadel atau pelo.
Rencana kehidupan narapidana remaja kasus narkoba setelah masa
tahanan usai adalah dapat menjauhi narkoba dan dapat diterima serta berperan
kembali di lingkungan masyarakat tanpa mempedulikan kesalahan yang telah
diperbuat. Keinginan terbesar adalah mendapatkan pekerjaan yang layak sebagai
pembuktian bahwa mantan narapidana dapat berbuat baik dan membahagiakan
keluarganya.
Kelemahan
Penelitian kualitatif sangat menekankan pada kemampuan peneliti sebagai
instrumen, kemampuan peneliti dalam building rapport dan probing yang kurang
efektif menyebabkan informasi dan pencarian data menjadi kurang maksimal.
Saran
1. Saran Praktis
a. Bagi orang tua dan keluarga hendaknya memberikan dukungan selama remaja mengalami proses persidangan hingga masa tahanan untuk menjaga kestabilan
emosinya.
b. Bagi pihak rutan untuk sebaiknya menyelenggarakan berbagai macam kegiatan dan keterampilan yang diminati narapidana sebagai bekal setelah keluar
dari rumah tahanan.
c. Bagi pihak rutan sebaiknya juga menyelenggarakan bimbingan sosial dengan mengajak narapidana melakukan penyuluhan, bimbingan sosial dan diskusi
kelompok untuk meningkatkan kepercayaan dirinya.
2. Saran Teoritis
a. Kondisi psikologis pada narapidana remaja sangat jarang diteliti dan literatur
yang tersedia sangat terbatas, maka akan sangat bermanfaat jika peneliti lain
tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai fenomena ini.
b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan building rapport dan probing
secara efektif sehingga informasi yang didapatkan akan lebih mendalam.
Daftar Pustaka
Alwi, H.dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ant. 2012. Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 Juta Orang.
http://regional.kompas.com/read/2012/04/29/02131235/Pengguna.Narkoba
.di.Indonesia.Capai.5.Juta.Orang. 19 September 2012
Badan Nasional Narkotika. 2010. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Bagi Masyarakat. Jakarta
Baillargon, J. 2010. Addressing the Challenge of Communiyt Reentry Among
Released Inmates with Seriuos Mental Illnes. Am J Community Psychol.
Vol 46, 361-375.
Baron, R. A. & Byrne, D. 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Chang-Bae, L., Schulenberg., & L, Jennifer. 2010. The Impact Of Race And
Youth Cohort Size: An Analysis Of Juvenile Drug Possession Arrest
Rates. Journal of Drugs Issues. Vol 40 No.3, 653-679.
Cipenk. Stress, Sebagian Besar Napi Meninggal Di Masa Awal Tahanan.
http://nasional.infogue.com/stress_sebagian_besar_napi_meninggal_di_
masa_awal_tahanan. 26 April 2012
Colondam, V. 2007. Raising Drug-Free Children. Jakarta: Yayasan Cinta Anak
Bangsa.
Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.
Davison, G. C., Neale, J. M & Kring, A. M. 2004. Psikologi Abnormal Edisi Ke-
9. Jakarta: PT Rajagrafindo.
Feist, J. & Feist, G.J. 2008. Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Klinik Narkoba. 2013. Ciri Orang-orang yang Mudah Terjeran Narkoba.
http://kliniknarkoba.blogspot.com/2011/05/orang-orang-yang-mudah-
terjerat-narkoba.html. 1 Februari 2013.
Kristianingsih, S. A. 2009. Pemaknaan Pemenjaraan pada Narapidana Narkoba di
Rumah Tahanan Salatiga. Humanitas. Vol 6 No. 1, 1-15.
Mohino, S. 2008. Personality and Coping in Young Inmates: A Cluster Typology.
Psychopatology. Vol 41, 157-164.
Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Poerwandari, E. K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Safaria, T. 2008. Perbedaan Tingkat Kebermaknaan Hidup Antara Kelompok
Pengguna Napza dengan Kelompok Non-Pengguna Napza. Humanitas.
Vol 5 No. 1, 67-79.
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction, Second
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sarwono, S. W. 2011. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: PT Rajagrafido
Persada.
Sigit, A. 2012. Peredaran Narkoba di Temanggung Memprihatinkan. http://
http://krjogja.com/read/133724/peredaran-narkoba-di-temanggung-
memprihatinkan.kr. 4 September 2012.
Steinberg, L. 2002. Adolescene Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.
Syakur. 2012. Narkoba di Kalangan Remaja.
http://www.kesehatan123.com/3345/narkoba-di-kalangan-remaja/. 26
April 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009. 2010. Yogyakarta:
Bening.
Vaeroy, H. 2011. Depression, anxiety, and history of substance abuse among
Norwegian inmates in preventive detention: Reason to worry? BMC
Psychiatry , 1471-244X.
Willis, S. S. 2005. Remaja & Masalahnya. Bandung: Alfabeta.
Yusuf, S. L. N. 2007. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.