15
PENYEBAB DAN KONDISI PSIKOLOGIS NARAPIDANA KASUS NARKOBA PADA REMAJA Rizki Yuvita Afrinisna Universitas Ahmad Dahlan [email protected] Abstract This study aims to determine the cause of youth abusing drugs, understanding adolescent psychological condition while in prison and knowing adolescent life plans after getting out of prison. The research method used was a qualitative study with phenomenological approach. The method of data collection using interviews and observations which using two subjects. Based on the results of the study showed that teens abusing drugs cause the lack of communication within the family so that makes teenagers perform conformity to join a group. Increased emotional causes less mature adolescents not yet skilled enough to face the problems and make responsible decisions while in her social environment close to the drug. As a result, without thinking, and to meet the demands of social, youth who are in the group ended up following the advice given by the group to abusing drugs as a way out to resolve the problem. The psychological conditions experienced by inmates teenage drug case was lost concentration and daydreaming, deep sadness, a crisis of confidence, excessive suspicion, resentment, depression and anxiety and become avoidance of other person, introvert and antisocial. Plan for life convicts adolescent drug case after the detention period is to stay away from drugs after and acceptable and played back in the community and get a decent job. Keywords: psychological conditions, juvenile inmate drug case Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab remaja menyalahgunakan narkoba, memahami kondisi psikologis remaja selama di penjara dan mengetahui rencana kehidupan remaja setelah keluar dari penjara. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengambilan data dengan menggunakan wawancara dan observasi. Subjek penelitian berjumlah dua orang.

1561-4252-1-SM

Embed Size (px)

Citation preview

  • PENYEBAB DAN KONDISI PSIKOLOGIS NARAPIDANA KASUS

    NARKOBA PADA REMAJA

    Rizki Yuvita Afrinisna

    Universitas Ahmad Dahlan

    [email protected]

    Abstract

    This study aims to determine the cause of youth abusing drugs,

    understanding adolescent psychological condition while in prison and knowing

    adolescent life plans after getting out of prison. The research method used was a

    qualitative study with phenomenological approach. The method of data collection

    using interviews and observations which using two subjects. Based on the results

    of the study showed that teens abusing drugs cause the lack of communication

    within the family so that makes teenagers perform conformity to join a group.

    Increased emotional causes less mature adolescents not yet skilled enough to face

    the problems and make responsible decisions while in her social environment

    close to the drug. As a result, without thinking, and to meet the demands of social,

    youth who are in the group ended up following the advice given by the group to

    abusing drugs as a way out to resolve the problem. The psychological conditions

    experienced by inmates teenage drug case was lost concentration and

    daydreaming, deep sadness, a crisis of confidence, excessive suspicion,

    resentment, depression and anxiety and become avoidance of other person,

    introvert and antisocial. Plan for life convicts adolescent drug case after the

    detention period is to stay away from drugs after and acceptable and played back

    in the community and get a decent job.

    Keywords: psychological conditions, juvenile inmate drug case

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab remaja

    menyalahgunakan narkoba, memahami kondisi psikologis remaja selama di

    penjara dan mengetahui rencana kehidupan remaja setelah keluar dari penjara.

    Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

    pendekatan fenomenologi. Metode pengambilan data dengan menggunakan

    wawancara dan observasi. Subjek penelitian berjumlah dua orang.

  • Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab remaja

    menyalahgunakan narkoba yakni kurangnya komunikasi dalam keluarga sehingga

    membuat remaja melakukan konformitas dengan bergabung dalam suatu

    kelompok. Peningkatan emosional yang kurang matang menyebabkan remaja

    belum memiliki keterampilan yang cukup untuk menghadapi masalah dan

    mengambil keputusan yang bertanggungjawab saat berada dalam lingkungan

    pergaulannya yang dekat dengan narkoba. Akibatnya tanpa berpikir panjang dan

    untuk memenuhi tuntutan sosial, remaja yang berada di dalam kelompok tersebut

    akhirnya mengikuti saran yang diberikan oleh kelompok untuk menyalahgunakan

    narkoba sebagai jalan keluar menyelesaikan masalahnya.

    Adapun kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja kasus narkoba

    adalah kehilangan konsentrasi dan sering melamun, kesedihan yang mendalam,

    krisis kepercayaan diri, kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan cemas

    serta menjadi pribadi yang tertutup, menutup diri dan antisosial. Rencana

    kehidupan narapidana remaja kasus narkoba setelah masa tahanan usai adalah

    dapat menjauhi narkoba dan dapat diterima serta berperan kembali di lingkungan

    masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

    Kata kunci: kondisi psikologis, narapidana remaja kasus narkoba

    PENDAHULUAN

    Pada dasarnya narkotika merupakan suatu zat atau obat yang bermanfaat

    untuk mengobati penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau

    pemakaiannya tidak sesuai dengan standar pengobatan maka dapat menimbulkan

    efek samping yang justru akan merugikan pemakainya. Untuk mendapatkan obat

    ini, biasanya harus dengan resep dokter. Kenyataannya saat ini terdapat peredaran

    gelap narkotika sehingga tanpa persetujuan dokter, masyarakat dengan mudah

    mendapatkannya.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chang-Bae dkk (2010) di

    Texas, penangkapan remaja yang menyalahgunakan narkoba meningkat 24,2%

    antara tahun 1994 sampai 2003. Kompas memberitakan bahwa jumlah pengguna

    narkotika dan obat terlarang pada tahun 2012 mencapai 5 juta jiwa. Kepala

    Bidang Medis Yayasan Kesatuan Peduli Masyarakat, Bambang Eka Purnama

    Alam menjelaskan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya

    penyalahgunaan narkoba menyebabkan maraknya peredaran narkotika di

    Indonesia (Ant, 2012). Sedangkan pengguna narkoba usia remaja di Indonesia

    mencapai 14 ribu jiwa (Purwoko, 2010). Budiarto MT menuturkan bahwa 60

    persen dari total jumlah pecandu aktif narkoba di Kabupaten Temanggung berasal

    dari kalangan pelajar (Sigit, 2012).

    Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh dengan badai, karena pada

    masa inilah seseorang mulai mencari jati dirinya dengan mencoba hal-hal yang

    baru dan berekspresi (Dariyo, 2004). Keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti

  • trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang adalah kecenderungan yang wajar

    tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk menyalahgunakan narkoba.

    Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah

    kelompok usia remaja, sekitar umur 15-24 tahun (BNN).

    Menurut Hurlock (1997), masa remaja dikenal sebagai usia bermasalah.

    Meskipun setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, masalah masa

    remaja menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini dikarenakan kurangnya

    pengalaman dalam mengatasi masalah tetapi ingin mengatasi masalahnya sendiri

    dan menolak bantuan dari orangtua maupun orang dewasa lain. Karena

    ketidakmampuannya itu, akhirnya banyak remaja menemukan bahwa

    penyelesaian yang mereka yakini tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

    Kurangnya pengetahuan yang dimiliki, kondisi jiwa yang masih

    labil,tipisnya iman yang dimiliki serta tidak ada komunikasi yang baik di dalam

    keluarga membuat remaja yang memiliki masalah melarikan diri ke hal-hal yang

    negatif. Mereka berkenalan dengan dunia malam, minum-minuman keras dan

    mencoba narkoba. Namun, yang lebih mengejutkan adalah pemakai narkoba

    bukan hanya berasal dari remaja yang bermasalah, tetapi remaja dari keluarga

    harmonis (Syakur, 2012). Mereka menggunakan narkoba sebagai suatu identitas

    agar diakui keberadaan dalam pergaulannya.

    Menurut Colondam (2007) dalam penelitiannya menggunakan DISC,

    menemukan bahwa tipe yang diduga kuat mampu menolak pengaruh buruk

    narkoba adalah Dominan yang dikombinasikan dengan Cermat. Pada penelitian

    Colondam ditemukan juga bahwa hampir 80% responden memiliki tipe Intim

    Stabil atau Stabil Intim. Rendahnya dimensi Dominan membuat mereka

    cenderung kurang proaktif, sulit mengambil keputusan dan kurang berjiwa

    pemimpin. Meskipun riset ini menemukan bahwa adanya peranan perbedaan tipe

    kepribadian terhadap kecenderungan penggunaan narkoba, setiap individu tetap

    harus waspada agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba.

    Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan, sudah diatur dalam ketentuan

    pidana tertentu, seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

    Pasal 111. Tidak sedikit remaja yang terjerat kasus pidana akibat penyalahgunaan

    narkoba mendekam di penjara. Berbagai permasalahan mulai dialami narapidana

    remaja dalam menjalani kehidupannya, diantaranya perubahan pola hidup,

    hilangnya kebebasan dan hak-hak yang semakin terbatas, hingga perolehan label

    penjahat melekat pada dirinya

    Kristianingsih (2009) mengemukakan bahwa narapidana kasus narkoba

    memiliki kontrol diri yang rendah, tidak adanya usaha narapidana untuk menjadi

    diri yang ideal, serta belum adanya program pembinaan untuk menumbuhkan

    kontrol diri internal selama berada di penjara. Ketiga hal tersebut dapat mendasari

    kemungkinan untuk melakukan lagi tindak kriminalitas yang pernah dilakukan

    sebelumnya.

  • Usia narapidana yang tergolong remaja tentunya masih membutuhkan

    bimbingan, arahan serta pendampingan dari orangtua dan lingkungan terdekat

    agar mereka dapat berkembang kearah pendewasaan yang lebih positif (Sarwono,

    2011). Namun, keberadaannya di penjara membuat mereka terpisah dari orangtua

    dan harus hidup bersama narapidana lain dengan latar belakang kehidupan yang

    berbeda pula. Tidak jarang banyak narapidana yang meninggal pada awal tahanan

    disebabkan oleh stres dan kebutuhan yang kurang terpenuhi (Cipenk, 2009).

    Narapidana remaja khususnya membutuhkan dorongan baik moral maupun

    material, kasih sayang serta penerimaan dari orangtua dan lingkungannya.

    Kenyataannya tidak sedikit narapidana narkoba yang justru dijauhi keluarganya,

    seolah-olah mereka dibiarkan sendiri menghadapi masalahnya yang berdampak

    pada kondisi psikologisnya. Tidak jarang narapidana mengalami kecemasan,

    gangguan perasaan bahkan gejala depresi, seperti hasil penelitian yang telah

    dilakukan oleh Vareoy (2011) di penjara Norwegia. Hal ini menyebabkan

    narapidana merasa terkucilkan dan merasa takut untuk kembali ke lingkungannya

    setelah masa tahanan mereka selesai.

    Menurut Kristianingsih (2009) narapidana narkoba merupakan bagian dari

    narapidana dengan kondisi yang berbeda dan spesifik, yaitu mempunyai karakter

    atau perilaku yang cenderung berbeda akibat penggunaan narkoba yang

    dikonsumsi mereka selama ini, seperti kurangnya tingkat kesadaran akibat

    rendahnya kemampuan penyerapan, keterpurukan kesehatan dan sifat over reaktif

    dan over produktif. Akibatnya narapidana narkoba perlu penanganan khusus

    daripada narapidana kasus lain selama berada di lapas ataupun rutan.

    Jacques Baillargon, Stephen K. Hoge dan Joseph V. Penn (2010) dalam

    penelitiannya membahas upaya dan tantangan yang dialami narapida Amerika

    Serikat untuk kembali ke masyarakat dan reintegrasi dengan penyakit mental

    serius yang dialami selama di penjara. Dibutuhkan berbagai strategi untuk

    meningkatkan transisi layanan untuk masing-masing individu terutama tantangan

    setelah masa tahanan selesai yang ditinjau melalui psikososial, ekonomi,

    kerentanan terhadap tunawisma dan pengangguran.

    Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian ini

    dikarenakan kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat dan lembaga

    terkait mengenai kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja khususnya

    kasus narkoba, terutama keadaan psikologisnya selama di penjara dan persiapan

    mental serta tantangan di masyarakat yang akan dihadapi setelah masa tahanan

    mereka selesai.

    Landasan Teori

    Kondisi psikologis dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis yang tidak

    tampak oleh mata dan mendasari seseorang untuk berperilaku secara sadar.

    Kondisi psikologis yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku juga

    dipengaruhi oleh struktur kepribadiannya.

  • Menurut Sullivan (dalam Feist, 2008) kepribadian bermula ketika terjadi

    hubungan di awal kehidupan dan pertemuan dengan orang lain, interpersonal

    transactions, membentuk pandangan tentang diri dan menciptakan kecenderungan

    perilaku yang bertahan sepanjang hidup.

    Kepribadian adiktif adalah jati diri seseorang mengenai hal-hal yang

    diyakininya dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia

    sekitarnya, yang mempengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari (Feist,

    2008). Adapun ciri kepribadian adiktif antara lain pola pikir adiktif dengan selalu

    mencari persetujuan dan perhatian orang lain, tidak mampu mengambil keputusan,

    tidak mampu mengendalikan emosi, banyak berkhayal. Perasaan adiktif yang

    dialami adalah batin terasa hampa, hidup tanpa makna tujuan, perasaan sedih dan

    takut mengambil resiko. Perilaku adiktif yang tercermin antara lain kurang

    memiliki jati diri, kesulitan berhubungan dengan orang lain, cenderung

    menyalahkan orang lain, kurang mampu mengatasi masalah, serta kebutuhan akan

    pemuasan yang bersifat segera (Klinik Narkoba). Kepribadian seperti ini yang

    rentan dalam menyalahgunakan narkoba.

    Ada beberapa ciri kepribadian yang beresiko tinggi untuk

    menyalahgunakan narkoba, antara lain mudah kecewa, tidak sabaran, suka

    memberontak, suka mengambil resiko, mudah bosan atau jenuh, dan kebanyakan

    memiliki tingkat religiusitas yang rendah, serta memiliki harga diri yang rendah

    (Safaria, 2008).

    Narkoba adalah singkatan dari narkotika psikotropika dan zat (bahan

    adiktif) lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

    bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

    penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

    menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika

    adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang

    berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang

    menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan zat

    bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika maupun psikotropika

    yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan (BNN).

    Narapidana kasus narkoba adalah seseorang yang dijatuhi hukuman pidana

    oleh pengadilan disebabkan karena menyalahgunakan narkoba, sehingga harus

    dipisahkan dari lingkungannya dalam kurun waktu tertentu dan akan kembali ke

    lingkungannya setelah masa pidana selesai.

    Menurut Willis (2005) penyalahgunaan narkoba adalah suatu pemakaian

    non medical atau illegal barang haram yang dinamakan narkoba (narkotik dan

    obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif

    manusia pemakainya. Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan akan dikenakan

    sangsi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 111 yaitu pidana penjara

    paling singkat empat tahun atau denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (BNN).

  • Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

    perkembangan individu. Fase remaja diawali dengan matangnya organ-organ fisik

    seksual sehingga mampu bereproduksi dan masa ini dikenal sebagai masa

    pubertas (Yusuf, 2007). Tanda- tanda laki-laki dan perempuan mengalami masa

    pubertas ditunjukkan secara berbeda. Laki-laki yang sudah mengalami pubertas

    ditandai dengan pertumbuhan testis, pembuluh mani dan kelenjar prostat yang

    semakin membesar dan memungkinkan remaja laki-laki mengalami mimpi basah

    dan pertama kali dialami pada usia 14 sampai 15 tahun, sedangkan perempuan

    yang mengalami pubertas ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina, serta indung

    telur secara cepat dan pada masa ini pertama kalinya menstruasi pertama terjadi

    dan dialami pada usia 12 sampai 14 tahun (Yusuf, 2007).

    Menurut Steinberg (2002) usia remaja dimulai sejak umur 10 tahun sampai

    22 tahun. Remaja adalah masa transisi dengan adanya perubahan aspek fisik,

    kognitif, dan psikososial dari periode anak ke dewasa (Yusuf, 2007). Masa

    transisi ini membuat status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran

    yang harus dilakukannya. Remaja bukanlah seorang anak dan juga bukan dewasa.

    Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberikan

    kebebasan pada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan

    pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya ( Hurlock, 1997).

    Kasus narkoba yang menyeret remaja merupakan salah satu bentuk

    keingintahuan mereka dan keinginan agar mereka diakui keberadaannya sebagai

    proses pencarian jati diri (Steinberg, 2002). Akibatnya remaja harus ditahan dan

    mendekam di penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

    Dipisahkannya dengan lingkungan membuat remaja mengalami konflik dan

    kondisi psikologis yang berbeda.

    Perbedaan karakteristik kepribadian pada narapidana juga berpengaruh

    dengan kondisi psikologis yang dialaminya. Penelitian yang dilakukan oleh

    Mohino (2008) mendapatkan hasil bahwa skizofrenia, schizotypal paranoid,

    dramatis, narsistik, antisocial, borderline, dependent, avoidant, kompulsif,

    agresif/sadistic, negativistic, penolakan diri, depresi, hysteria dan paranoid

    dialami oleh para narapidana. Perbedaan ini didapat melalui pengukuran tipe

    kepribadian dengan MCMI-II.

    Davison (2004) menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba

    menyebabkan seseorang mengalami kemunduran mental, perubahan mood,

    gangguan afektif, dan kepribadian adiksi.

    Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab

    seseorang menyalahgunakan narkoba, memahami kondisi psikologis seseorang

    selama di penjara dan mengetahui rencana kehidupan seseorang setelah keluar

    dari penjara.

  • METODE PENELITIAN

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan

    pendekatan fenomenologis. Penelitian fenomenologi berusaha memahami arti

    peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada pada situasi tertentu

    (Moleong, 2011), sehingga peneliti tidak memanipulasi setting penelitian

    melainkan membiarkan kondisi yang diteliti pada keadaan yang sebenarnya dan

    menunggu apa yang akan muncul (Poerwandari, 2007).

    Peneliti menggunakan pendekatan analisis isi (content analysis) dalam

    menganalisis data kualitatif yang telah diperoleh. Metode pengumpulan data yang

    digunakan adalah wawancara dan observasi. Teknik wawancara yang digunakan

    adalah wawancara semi terstruktur, yaitu suatu jenis wawancara yang di dalam

    pelaksanaannya ada guide, ada pedoman tetapi pertanyaannya ditanyakan secara

    semu, disesuaikan dengan kondisi (Moleong, 2011). Teknik wawancara tersebut

    dipilih agar sifat pertanyaan tidak kaku atau ketat, serta memungkinkan

    penggalian materi yang relevan.

    Observasi dilakukan untuk mengevaluasi pernyataan-pernyataan

    responden dalam hal validitas pernyataannya dengan perilaku-perilaku yang

    ditunjukkannya dan untuk mengungkap informasi yang mungkin tidak bisa

    didapati dari proses wawancara. Teknik observasi yang digunakan adalah

    observasi nonpartisipan. Observasi non partisipan (Poerwandari, 2007), yaitu

    peneliti tidak terlibat langsung dengan subjek penelitian peneliti dan tidak ikut

    serta dalam semua aktivitas yang dilakukan subjek tetapi hanya mencatatnya.

    Peneliti dalam penelitian ini hanya mengamati beberapa aktivitas responden dan

    tidak ikut terjun langsung dalam kehidupannya selama di penjara.

    Dalam mencapai kredibilitas penelitian, peneliti melakukan pendekatan

    triangulasi sumber yaitu dari subjek dan significant person. Sumber diperoleh dari

    dua subjek dan dua significant person yang berbeda. Informasi yang didapat dari

    subjek dan significant person akan dibandingkan kebenarannya dan digunakan

    untuk mengelaborasi dalam memperkaya hasil penelitian. Teknik sampling yang

    digunakan adalah criterion sampling. Responden dalam penelitian ini adalah

    remaja yang berusia 17-22 tahun, pernah mengenyam pendidikan, berdomisili di

    Temanggung, dan telah lebih 3 bulan di penjara karena kasus narkoba.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Menurut BNN (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

    kecenderungan penyalahgunaan napza remaja yaitu kepribadian remaja itu sendiri.

    Pemahaman, penghayatan dan pengamalan kehidupan beragama pada kedua

    subjek rendah. Subjek Wingga mengaku bahwa sebelum di penjara jarang

    melakukan ibadah. Batin yang terasa hampa menyebabkan kedua subjek memiliki

    kontrol diri yang rendah. Ketidakmampuan menyelesaikan masalah secara

    bertanggungjawab juga dialami kedua subjek, sehingga keduanya berusaha

  • memenuhi kebutuhan yang bersifat segera agar cepat terselesaikan dengan cara

    menyalahgunakan narkoba.

    Selain itu, hubungan individu dengan keluarganya juga berpengaruh pada

    perilaku remaja. Meninggalnya ayah subjek Wingga sejak kecil membuat subjek

    kehilangan peran ayah dalam kehidupan subjek, serta peran kakak yang terkesan

    over protective di dalam kehidupan subjek membuat subjek memiliki gaya hidup

    yang terkesan hedonisme dalam pengalihan masalah internal keluarga yang

    dihadapinya. Selain itu pernikahan dini yang dilakukan subjek Wingga untuk

    menghindari perbuatan yang tidak diinginkan keluarganya, membuat subjek

    Wingga belum mampu bersikap dewasa dalam menyelesaikan masalah yang

    dihadapinya terutama masalah rumah tangga.

    Lain halnya dengan subjek Angga yang dibesarkan oleh keluarga yang

    memanjakan subjek, apapun keinginannya selalu dituruti oleh keluarga. Subjek

    Angga lebih mudah mendapatkan apa yang diinginkan tanpa harus berusaha

    terlebih dahulu. Kurangnya kontrol dari orangtua serta rendahnya komunikasi

    yang terjalin antar anggota keluarga, membuat subjek Angga memiliki kebebasan

    atas dirinya sendiri dalam menentukan sikap. Akibatnya subjek Angga lebih

    percaya dengan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya daripada keluarganya

    sendiri. Apapun yang dikatakan orang yang dipercayainya, subjek Angga

    mengikuti perkataan tersebut.

    Tidak sempurnanya struktur dalam keluarga dapat membuat peran dan

    kekuatan keluarga melemah. Peran setiap anggota keluarga yang tidak berfungsi

    dengan baik menyebabkan terputusnya komunikasi diantara anggota keluarga

    yang lain. Kedua subjek dalam perkembangan masa remaja tidak mengalami

    kenyamanan akan hal itu, akibatnya mereka melakukan konformitas dengan mulai

    memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks,

    2004).

    Faktor lingkungan adalah faktor yang berpengaruh cukup besar pada

    pembentukan diri remaja. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah

    bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-

    teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih

    berpengaruh daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2007). Hasil penelitian ini

    menunjukkan bahwa subjek Wingga dan subjek Angga menyalahgunakan narkoba

    karena pengaruh lingkungan. Subjek Wingga dan subjek Angga mengenal

    narkoba karena bergaul dengan teman yang menyalahgunakan narkoba. Apapun

    yang dilakukan teman dalam kelompoknya, lambat laun akan berpengaruh dan

    diikuti oleh anggota kelompok yang lain.

    Pada remaja, motif emosional begitu besar mendorong munculnya perilaku

    penyimpangan khususnya penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut disebabkan

    karakteristik masa remaja yang sedang mengalami peningkatan emosional.

    Hurlock (2007) mengatakan bahwa meningkatnya emosi pada remaja disebabkan

    perubahan fisik dan hormonal, serta keberadaan remaja yang di bawah tekanan

    sosial dan kondisi baru. Tuntutan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dalam

  • kelompoknya memunculkan dorongan emosional dan direspon dengan ikut

    menyalahgunakan narkoba. Dari hasil penelitian diketahui bahwa subjek Wingga

    menyalahgunakan narkoba karena teman-temannya menggunakan narkoba

    sehingga subjek Wingga ikut serta menggunakannya dan untuk menghilangkan

    beban pikiran serta membuat perasaannya kembali nyaman, sedangkan subjek

    Angga menyalahgunakan narkoba karena ajakan dan saran dari temannya sebagai

    solusi untuk melupakan masalah yang tengah dihadapinya.

    Hal tersebut memperlihatkan bahwa kedua subjek berusaha mencapai

    kematangan emosinya dengan cara membicarakan masalah pribadinya dengan

    orang yang dipercayai meskipun orang yang dipercayai memberikan solusi yang

    tidak tepat atas masalahnya. Keterbukaan perasaan dan masalah pribadi

    dipengaruhi oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat

    kesukaan pada orang (Hurlock, 2007). Selain itu, tampak bahwa kedua subjek

    dipengaruhi oleh kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah

    secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab (Santrock,

    2002). Hal ini membuat kedua subjek menyalahgunakan narkoba sebagai suatu

    cara untuk mengatasi setres yang dialaminya.

    Adanya faktor dalam diri juga mempengaruhi remaja menyalahgunakan

    narkoba, memakai narkoba karena ingin coba-coba, akhirnya mendapat rasa

    kesenangan karena efek zat-zat tersebut (Sarwono, 2011). Hal ini terjadi pada

    kedua subjek penelitian yang mengalami perasaan nyaman karena berhasil

    melupakan masalahnya setelah mengonsumsi narkoba dan akan teringat kembali

    dengan masalahnya serta badannya terasa sakit jika tidak mengonsumsinya.

    Akibatnya kedua subjek terus menerus mengonsumsi narkoba hingga bertahun-

    tahun untuk memenuhi kecanduannya, bukan lagi untuk penyelesaian masalahnya.

    Penjara adalah tempat orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai macam

    kebebasannya (KBBI, 2010). Subjek Wingga telah tujuh bulan mendekam di

    penjara. Awal mula di penjara, subjek Wingga mendapat penolakan dari

    keluarganya dan tidak diakui keberadannya. Subjek Wingga juga harus terpisah

    dengan anaknya. Hal ini membuat subjek Wingga merasa dibuang dan dikucilkan.

    Tidak adanya dukungan dari keluarga justru membuat subjek Wingga termotivasi

    untuk bangkit agar keberadaannya diakui kembali. Usaha tersebut ternyata

    membuat ibu subjek luluh dan mau memaafkan serta menerima keadaan subjek

    Wingga saat ini dengan sering menjenguknya di penjara. Meskipun ibunya sudah

    menerimanya kembali, subjek Wingga masih kesulitan untuk bertemu anaknya.

    Subjek Wingga merasa anaknya tidak mengakuinya lagi sebagai ibu. Keadaan ini

    membuatnya tertekan dan terus menerus dihinggapi rasa bersalah atas

    perbuatannya.

    Begitu juga yang terjadi dengan subjek Angga yang telah mendekam

    selama tiga belas bulan di penjara. Subjek Angga juga mendapat penolakan dari

    kedua orangtuanya. Namun, disisi lain kakak subjek Angga mau menerima

    kenyataan yang dialami adiknya dan berusaha memberikan dukungan penuh.

    Kemudian kakak subjek Angga yang mencoba memberikan pengertian kepada

  • kedua orangtuanya untuk menerima keadaan subjek Angga. Akhirnya kedua

    orangtua subjek Angga mau menerima keadaannya dan setiap seminggu sekali

    mereka menjenguk dan membawakan kebutuhannya. Meskipun mendapat

    dukungan dari keluarga, masih ada rasa dendam dalam dirinya karena subjek

    Angga merasa dijebak oleh temannya hingga akhirnya ia masuk penjara.

    Selain mendapat penolakan dari keluarga, awal mula berada di penjara

    juga membuat kedua subjek mengalami putus obat atau sakau. Kedua subjek

    mengalami sakau dan harus berusaha mengatasi rasa sakitnya itu tanpa

    menggunakan narkoba. Subjek Wingga berusaha menahan sakitnya dengan

    mengingat anaknya dan keinginan untuk sembuh agar bisa bertemu dengan

    anaknya. Subjek Wingga dan subjek Angga dengan kegigihannya serta mendapat

    dukungan penuh dan diperlakukan dengan baik oleh pegawai rutan dan

    narapidana lain berusaha melawan rasa sakitnya dan sampai saat ini keduanya

    mengaku tidak pernah sakau lagi. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial

    mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan

    orang lain atau kelompok kepada individu.

    Kondisi psikologis yang dialami narapidana diantaranya adalah

    terganggunya fungsi kognitif terlihat dialami oleh kedua subjek. Subjek Angga

    kesulitan berkomunikasi dan susah menerima informasi yang disampaikan orang

    lain karena mulai kehilangan konsentrasi. Subjek Angga baru akan mengerti jika

    disampaikan secara perlahan dan berulang-ulang, sehingga subjek Angga lebih

    suka tersenyum saat diajak berbicara. Selain itu, subjek Angga merasa dirinya

    bodoh karena kurangnya kegiatan yang bisa dilakukan. Menurutnya dengan

    banyak berkegiatan subjek Angga merasa terhibur sehingga mampu mengalihkan

    perhatiannya dari pikiran untuk memakai narkoba lagi. Sementara itu, subjek

    Wingga merasa bosan berada di penjara karena kurangnya kegiatan yang mampu

    mengalihkan pikirannya. Akibatnya subjek Wingga lebih banyak menyendiri dan

    merenung serta memikirkan keadaan anaknya di luar yang membuat subjek

    Wingga mengalami kesedihan yang mendalam. Menyibukkan diri dalam kegiatan

    positif adalah salah satu upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba (BNN,

    2010).

    Selain terganggu fungsi kognitif, kedua subjek juga mengalami gangguan

    afektif dan psikomotorik. Jenis zat narkoba yang dikonsumsi kedua subjek juga

    memberikan pengaruh terhadap gangguan afektif dan psikomotorik yang

    dirasakan. Kecanduan sabu akan menimbulkan efek rasa gembira yang berlebihan,

    percaya diri yang meningkat, banyak bicara, kewaspadaan meningkat, halusinasi

    penglihatan, delusi, tingkah laku maladaptif, jantung berdebar, pupil mata

    melebar, tekanan darah naik, keringat berlebihan, mual, dan muntah (BNN, 2010).

    Sedangkan ganja dan putau akan menimbulkan efek euforia (kegembiraan),

    menyebabkan ketenangan, halusinasi dan delusi, tidak peduli dengan lingkungan,

    hilangnya koordinasi kerja otot dengan syaraf sentral, kurangnya kedipan mata,

    gerak reflek tertentu (BNN, 2010).

  • Dari penelitian yang dilakukan, subjek Wingga yang mengonsumsi

    narkoba jenis sabu menunjukkan kesedihan yang mendalam dengan selalu

    menangis tersedu-sedu terutama saat mengingat anaknya, mengalami krisis

    kepercayaan diri karena selalu menundukkan pandangannya, lebih suka

    menyendiri dan merenung di dalam selnya, kecurigaan yang berlebihan dengan

    orang baru, keluarnya keringat di sekitar dahi, serta adanya kecemasan terlihat

    saat subjek Wingga selalu memainkan jari tangannya. Efek yang diperlihatkan

    subjek Angga yang mengonsumsi narkoba jenis ganja dan putau selalu tersenyum

    saat diajak berbicara, mulai kehilangan konsentrasi karena sering terlihat bingung

    dengan mengernyitkan dahinya dan bengong jika diajak berbicara, jika berbicara

    sudah pelo atau cadel, lebih suka membicarakan masa lalunya saat bersama

    narapidana lain, jalannya terhuyung-huyung dan suka mengetuk-ngetukkan

    kakinya di lantai serta sering menghabiskan waktunya untuk tidur. Gangguan

    komplikasi medik yang dialami kedua subjek dalam penelitian ini adalah

    kehilangan nafsu makan yang menyebabkan tubuh kurus kekurangan nutrisi.

    Akibatnya badan melemah dan malas melakukan aktivitas serta sering merasakan

    pusing kepala. Pemakaian zat narkoba secara berulang akan mengganggu sinyal

    penghantar syaraf yang disebut sistem neurotransmitter di dalam susunan syaraf

    sentral, sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kognitif, fungsi afektif,

    psikomotorik dan komplikasi medik (Sarwono, 2011).

    Untuk membantu meringankan kondisi psikologis yang dialami

    narapidana, pihak Rutan Temanggung mewajibkan seluruh narapidana untuk

    mengikuti kegiatan keagamaan, yakni solat berjamaah dan mengaji Al-Quran.

    Pendekatan spiritual merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah

    laku remaja (Sarwono, 2011). Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kedua

    subjek mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan pihak rutan. Subjek Wingga

    lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan rutin solat lima waktu yang dulu

    sempat ditinggalkannya, begitu juga dengan subjek Angga. Kedua subjek

    mengambil hikmah bahwa di penjara adalah tempat yang tepat agar mereka bisa

    berubah lebih baik dan sembuh dari ketergantungan narkoba. Selain itu, kedua

    subjek mengaku lebih sabar dan bisa mengendalikan diri selama di penjara.

    Perubahan yang dirasakan oleh orang terdekat subjek Wingga adalah subjek

    menjadi sosok yang lebih pendiam dan sering melamun, sedangkan subjek Angga

    lebih dapat mengontrol emosinya untuk tidak marah yang berlebihan, pendiam

    dan lebih lapang dada.

    Rencana kehidupan subjek Wingga setelah keluar dari penjara adalah

    dapat terhindar dari penyalahgunaan narkoba, dapat kembali bersosialisasi dalam

    masyarakat, dan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dikemudian hari.

    Sedangkan subjek Angga telah membuat rencana hidup kedepan yang nantinya

    akan dijalani setelah menyelesaikan masa pidananya, yakni membuka sebuah

    usaha untuk membahagiakan orangtuanya. Rencana ini disetujui oleh kedua orang

    tuanya yang akan membukakan sebuah usaha di rumahnya. Hal ini dilakukan

    untuk memudahkan pengawasan pergaulan subjek agar tidak terjerumus dalam

    pergaulan yang negatif. Hukuman pidana yang membuatnya terkurung di penjara

    membuat subjek Angga jera dan tidak ingin kembali terjerumus narkoba.

  • Kesiapan Subjek Angga untuk kembali ke masyarakat ditunjukkan dengan

    tidak memikirkan pendapat orang lain mengenai dirinya sebagai seorang mantan

    narapidana, sedangkan subjek Wingga merasa kehilangan kepercayaan diri untuk

    bisa kembali bersosialisasi pada masyarakat dan rasa takut tidak diterima

    kehadiran dirinya dengan status yang ia miliki sekarang. Menurut Bodenhausen

    dkk, prasangka melibatkan perasaan negatif atau emosi pada orang yang dikenai

    prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok

    yang tidak mereka sukai ( Baron & Byrne, 2004). Prasangka negatif masyarakat

    menjadikan mantan narapidana sebagai kaum minoritas yang selalu dianggap

    orang yang dalam kehidupannya selalu berbuat jahat, berkelakuan buruk dan

    dipandang sebagai orang yang berkepribadian kriminalis. Padahal itu hanyalah

    masa lalu yang sudah terjadi, dan atas perbuatannya tersebut sudah di bayar lunas

    melalui bimbingan dalam kelembagaan masyarakat.

    KESIMPULAN

    Ada keterkaitan antara beberapa faktor penyebab penyalahgunaan narkoba

    pada remaja, yaitu faktor hubungan individu dalam keluarga seperti kurangnya

    komunikasi dan peran anggota keluarga yang melemah. Kepribadian pada diri

    remaja yang berpengaruh terhadap kematangan emosinya dan pemilihan

    lingkungan pergaulan dalam melakukan konformitas.

    Adapun kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja kasus narkoba

    dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:

    1). Kognitif yang terdiri dari kehilangan konsentrasi dan sering melamun.

    2). Afektif yang terdiri dari kesedihan yang mendalam, krisis kepercayaan diri,

    kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan cemas.

    3). Hubungan sosial yang terdiri dari pribadi yang tertutup, pengurungan diri dan

    antisosial.

    4). Psikomotorik yang terdiri dari jalan menjadi terhuyung-huyung, gerakan

    tangan dan kaki yang tidak terkendali dan tanpa tujuan, serta cara berbicara

    menjadi cadel atau pelo.

    Rencana kehidupan narapidana remaja kasus narkoba setelah masa

    tahanan usai adalah dapat menjauhi narkoba dan dapat diterima serta berperan

    kembali di lingkungan masyarakat tanpa mempedulikan kesalahan yang telah

    diperbuat. Keinginan terbesar adalah mendapatkan pekerjaan yang layak sebagai

    pembuktian bahwa mantan narapidana dapat berbuat baik dan membahagiakan

    keluarganya.

    Kelemahan

    Penelitian kualitatif sangat menekankan pada kemampuan peneliti sebagai

    instrumen, kemampuan peneliti dalam building rapport dan probing yang kurang

    efektif menyebabkan informasi dan pencarian data menjadi kurang maksimal.

    Saran

  • 1. Saran Praktis

    a. Bagi orang tua dan keluarga hendaknya memberikan dukungan selama remaja mengalami proses persidangan hingga masa tahanan untuk menjaga kestabilan

    emosinya.

    b. Bagi pihak rutan untuk sebaiknya menyelenggarakan berbagai macam kegiatan dan keterampilan yang diminati narapidana sebagai bekal setelah keluar

    dari rumah tahanan.

    c. Bagi pihak rutan sebaiknya juga menyelenggarakan bimbingan sosial dengan mengajak narapidana melakukan penyuluhan, bimbingan sosial dan diskusi

    kelompok untuk meningkatkan kepercayaan dirinya.

    2. Saran Teoritis

    a. Kondisi psikologis pada narapidana remaja sangat jarang diteliti dan literatur

    yang tersedia sangat terbatas, maka akan sangat bermanfaat jika peneliti lain

    tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai fenomena ini.

    b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan building rapport dan probing

    secara efektif sehingga informasi yang didapatkan akan lebih mendalam.

    Daftar Pustaka

    Alwi, H.dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

    Ant. 2012. Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 Juta Orang.

    http://regional.kompas.com/read/2012/04/29/02131235/Pengguna.Narkoba

    .di.Indonesia.Capai.5.Juta.Orang. 19 September 2012

    Badan Nasional Narkotika. 2010. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan

    Penyalahgunaan Narkoba Bagi Masyarakat. Jakarta

    Baillargon, J. 2010. Addressing the Challenge of Communiyt Reentry Among

    Released Inmates with Seriuos Mental Illnes. Am J Community Psychol.

    Vol 46, 361-375.

    Baron, R. A. & Byrne, D. 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta:

    Penerbit Erlangga.

    Chang-Bae, L., Schulenberg., & L, Jennifer. 2010. The Impact Of Race And

    Youth Cohort Size: An Analysis Of Juvenile Drug Possession Arrest

    Rates. Journal of Drugs Issues. Vol 40 No.3, 653-679.

    Cipenk. Stress, Sebagian Besar Napi Meninggal Di Masa Awal Tahanan.

    http://nasional.infogue.com/stress_sebagian_besar_napi_meninggal_di_

    masa_awal_tahanan. 26 April 2012

  • Colondam, V. 2007. Raising Drug-Free Children. Jakarta: Yayasan Cinta Anak

    Bangsa.

    Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.

    Davison, G. C., Neale, J. M & Kring, A. M. 2004. Psikologi Abnormal Edisi Ke-

    9. Jakarta: PT Rajagrafindo.

    Feist, J. & Feist, G.J. 2008. Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar.

    Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

    Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

    Klinik Narkoba. 2013. Ciri Orang-orang yang Mudah Terjeran Narkoba.

    http://kliniknarkoba.blogspot.com/2011/05/orang-orang-yang-mudah-

    terjerat-narkoba.html. 1 Februari 2013.

    Kristianingsih, S. A. 2009. Pemaknaan Pemenjaraan pada Narapidana Narkoba di

    Rumah Tahanan Salatiga. Humanitas. Vol 6 No. 1, 1-15.

    Mohino, S. 2008. Personality and Coping in Young Inmates: A Cluster Typology.

    Psychopatology. Vol 41, 157-164.

    Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya.

    Poerwandari, E. K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

    Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan

    Pendidikan Psikologi (LPSP3).

    Safaria, T. 2008. Perbedaan Tingkat Kebermaknaan Hidup Antara Kelompok

    Pengguna Napza dengan Kelompok Non-Pengguna Napza. Humanitas.

    Vol 5 No. 1, 67-79.

    Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta:

    Erlangga.

    Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction, Second

    Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

    Sarwono, S. W. 2011. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: PT Rajagrafido

    Persada.

    Sigit, A. 2012. Peredaran Narkoba di Temanggung Memprihatinkan. http://

    http://krjogja.com/read/133724/peredaran-narkoba-di-temanggung-

    memprihatinkan.kr. 4 September 2012.

    Steinberg, L. 2002. Adolescene Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.

  • Syakur. 2012. Narkoba di Kalangan Remaja.

    http://www.kesehatan123.com/3345/narkoba-di-kalangan-remaja/. 26

    April 2012

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009. 2010. Yogyakarta:

    Bening.

    Vaeroy, H. 2011. Depression, anxiety, and history of substance abuse among

    Norwegian inmates in preventive detention: Reason to worry? BMC

    Psychiatry , 1471-244X.

    Willis, S. S. 2005. Remaja & Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

    Yusuf, S. L. N. 2007. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya.