13
2.10 Teori Pariwisata 2.10.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata Istilah pariwisata berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar. Wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pengertian pariwisata secara luas dapat dilihat dari beberapa definisi sebagai berikut : Menurut A.J. Burkart dan S. Medlik, pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut.(Soekadijo,2000:3) Menurut Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf, pariwisata dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan suatu pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara. (Soekadijo,2000:12) Menurut World Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya. ( Kaseke,1999) Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990, kepariwisataan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengusahaan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa pariwisata, serta usaha- usaha lain yang terkait. ( Kaseke,1999) Pengunjung dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu wisatawan dan ekskursionis. Menurut Norval, wisatawan ialah setiap orang yang datang dari suatu negara asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat. ( Soekadijo,2000;13)

169085482-TEORI-PARIWISATA.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 2.10 Teori Pariwisata

    2.10.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata

    Istilah pariwisata berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari berarti

    banyak, berkali-kali atau berputar-putar. Wisata berarti perjalanan atau bepergian.

    Jadi pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari

    suatu tempat ke tempat yang lain.

    Pengertian pariwisata secara luas dapat dilihat dari beberapa definisi sebagai

    berikut :

    Menurut A.J. Burkart dan S. Medlik, pariwisata berarti perpindahan orang

    untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar

    tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan

    mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut.(Soekadijo,2000:3)

    Menurut Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf, pariwisata dapat didefinisikan

    sebagai keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan

    tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak

    tinggal di situ untuk melakukan suatu pekerjaan yang penting yang

    memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara.

    (Soekadijo,2000:12)

    Menurut World Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan

    seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar

    lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus

    menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya. ( Kaseke,1999)

    Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990, kepariwisataan merupakan segala

    sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengusahaan objek

    dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa pariwisata, serta usaha-

    usaha lain yang terkait. ( Kaseke,1999)

    Pengunjung dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu wisatawan dan

    ekskursionis. Menurut Norval, wisatawan ialah setiap orang yang datang dari suatu

    negara asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur,

    dan yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang

    didapatkannya di lain tempat. ( Soekadijo,2000;13)

  • Pada tahun 1937, Komisi Ekonomi Liga Bangsa-bangsa menyebutkan motif-

    motif yang menyebabkan orang asing dapat disebut wisatawan. Mereka yang

    termasuk wisatawan adalah :

    Orang yang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang (pleasure),

    karena alasan keluarga, kesehatan dan sebagainya.

    Orang yang mengadakan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan

    atau sebagai utusan (ilmiah, administratif, diplomatik, keagamaan, atletik dan

    sebagainya)

    Orang yang mengadakan perjalanan bisnis.

    Orang yang datang dalam rangka pelayaran pesiar (sea cruise), kalau ia

    tinggal kurang dari 24 jam.

    Akan tetapi istilah wisatawan tidak meliputi orang-orang berikut :

    Orang yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha di suatu

    negara.

    Orang yang datang untuk menetap.

    Penduduk daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang satu, akan

    tetapi bekerja di negara tetangganya.

    Pelajar, mahasiswa dan kaum muda di tempat-tempat pemondokan dan di

    sekolah-sekolah.

    Orang yang dalam perjalanan melalui sebuah negara tanpa berhenti di situ,

    meskipun di negara itu lebih dari 24 jam.

    Ekskursionis adalah pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang

    dikunjunginya, tanpa bermalam. Hal tersebut juga meliputi orang-orang yang

    mengadakan pelayaran pesiar (cruise passanger). Di dalamnya tidak termasuk orang-

    orang yang secara legal tidak memasuki sesuatu negara asing, seperti misalnya orang

    yang dalam perjalanan menunggu di daerah transit di pelabuhan udara.

    2.10.2 Jenis-jenis Wisata

    Wisata berdasarkan jenis-jenisnya dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu :

    1. Wisata Alam, yang terdiri dari:

    a. Wisata Pantai (Marine tourism), merupakan kegiatan wisata yang ditunjang

    oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing, menyelam, dan

  • olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan

    minum.

    b. Wisata Etnik (Etnik tourism), merupakan perjalanan untuk mengamati

    perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang dianggap menarik.

    c. Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan wisata yang banyak dikaitkan

    dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di

    pegunungan, keajaiban hidup binatang (margasatwa) yang langka, serta

    tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain.

    d. Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di negeri-negeri yang

    memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh

    pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.

    e. Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang mengorganisasikan perjalanan ke

    proyek-proyek pertanian, perkebunan, dan ladang pembibitan di mana wisata

    rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi

    maupun menikmati segarnya tanaman di sekitarnya

    2. Wisata Sosial-Budaya, yang terdiri dari :

    a. Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk

    golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,

    bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya

    seperti tempat bekas pertempuran (battle fields) yang merupakan daya tarik

    wisata utama di banyak negara.

    b. Museum dan fasilitas budaya lainnya, merupakan wisata yang berhubungan

    dengan aspek alam dan kebudayaan di suatu kawasan atau daerah tertentu.

    Museum dapat dikembangkan berdasarkan pada temanya, antara lain museum

    arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam, seni dan kerajinan, ilmu

    pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun dengan tema khusus lainnya.

    2.10.3 Klasifikasi Motif dan Tipe Wisata

    Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua atau

    setidak-tidaknya semua jenis motif wisata. Akan tetapi tidak ada kepastian untuk

    dapat mengetahui semua jenis motif wisata tersebut. Tidak ada kepastian bahwa hal-

    hal yang dapat diduga dapat menjadi motif wisata atau terungkap dalam penelitian-

    penelitian motivasi wisata (motivation research) tersebut telah meliputi semua

    kemungkinan motif perjalanan wisata. Pada hakikatnya motif orang untuk

  • mengadakan motif wisata tersebut tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Motif-motif

    wisata yang dapat diduga dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu :

    1. Motif Fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah

    seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya.

    2. Motif Budaya, motif tersebut lebih memperhatikan motif wisatawan bukan

    atraksinya. Hal tersebut terlihat dari motif wisatawan yang datang ke tempat

    wisata lebih memilih untuk mempelajari, sekedar mengenal, atau memahami tata

    cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain daripada menikmati atraksi yang

    dapat berupa pemandangan alam atau flora dan fauna.

    3. Motif Interpersonal, merupakan motif yang berhubungan dengan keinginan untuk

    bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, berkenalan dengan orang-orang

    tertentu atau sekedar melihat tokoh-tokoh terkenal.

    4. Motif Status atau Prestise, merupakan motif yang berhubungan dengan gengsi

    atau status seseorang. Maksudnya ada suatu anggapan bahwa orang yang pernah

    mengunjungi suatu tempat tertentu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang

    tidak pernah berkunjung ke tempat tersebut.

    2.10.4 Komponen-komponen Wisata

    Menurut Inskeep (1991:38), di berbagai macam literatur dimuat berbagai

    macam komponen wisata. Namun ada beberapa komponen wisata yang selalu ada dan

    merupakan komponen dasar dari wisata. Komponen-komponen tersebut saling

    berinteraksi satu sama lain. Komponen-komponen wisata tersebut dapat

    dikelompokkan sebagai berikut :

    Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata

    Kegiatan-kegiatan wisata yang dimaksud dapat berupa semua hal yang

    berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu daerah dan

    kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan wisata yang menarik

    wisatawan untuk mengunjungi sebuah obyek wisata.

    Akomodasi

    Akomodasi yang dimaksud adalah berbagai macam hotel dan berbagai jenis

    fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawan yang

    berniat untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan.

    Fasilitas dan pelayanan wisata

  • Fasilitas dan pelayanan wisata yang dimaksud adalah semua fasilitas yang

    dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata. Fasilitas tersebut termasuk tour

    and travel operations (disebut juga pelayanan penyambutan). Fasilitas tersebut

    misalnya : restoran dan berbagai jenis tempat makan lainnya, toko-toko untuk

    menjual hasil kerajinan tangan, cinderamata, toko-toko khusus, toko kelontong,

    bank, tempat penukaran uang dan fasilitas pelayanan keuangan lainnya, kantor

    informasi wisata, pelayanan pribadi (seperti salon kecantikan), fasilitas pelayanan

    kesehatan, fasilitas keamanan umum (termasuk kantor polisi dan pemadam

    kebakaran), dan fasilitas perjalanan untuk masuk dan keluar (seperti kantor

    imigrasi dan bea cukai).

    Fasilitas dan pelayanan transportasi

    Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata, transportasi internal

    yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan kawasan pembangunan,

    termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang berhubungan dengan

    transportasi darat, air, dan udara.

    Infrastruktur lain

    Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran

    air kotor, telekomunikasi (seperti telepon, telegram, telex, faksimili, dan radio).

    Elemen kelembagaan

    Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan untuk

    membangun dan mengelola kegiatan wisata, termasuk perencanaan tenaga kerja

    dan program pendidikan dan pelatihan; menyusun strategi marketing dan program

    promosi; menstrukturisasi organisasi wisata sektor umum dan swasta; peraturan

    dan perundangan yang berhubungan dengan wisata; menentukan kebijakan

    penanaman modal bagi sektor publik dan swasta; mengendalikan program

    ekonomi, lingkungan, dan sosial kebudayaan.

    Gambar 2.5 menunjukkan komponen-komponen wisata tersebut dalam suatu

    hubungan keseluruhan dari lingkungan alami dan sosial ekonomi antara pasar

    internasional dan wisatawan domestik yang akan dilayani dan kawasan tempat tinggal

  • yang digunakan sebagai tempat atraksi, penyediaan fasilitas, pelayanan, dan

    infrastruktur.

    GAMBAR 2.5

    KOMPONEN PERENCANAAN WISATA Sumber :Inskeep, 1991:39

    2.10.5 Dampak Pembangunan Pariwisata

    Dampak pembangunan pariwisata untuk suatu kawasan sangat bervariasi. Hal

    tersebut tergantung kepada intensitas pembangunan, skala pembangunan, sampai

    kepada tingkat kerentanan suatu kawasan dalam menghadapi pembangunan pariwisata

    di kawasan tersebut. Dampak tersebut dapat berupa dampak pada aspek sosial-

    budaya, ekonomi dan lingkungan. Dampak pembangunan tersebut juga dapat bersifat

    positif maupun negatif.

    Menurut Baud-Bovy (1998:7), dampak pariwisata pada suatu kawasan dilihat

    dari aspek sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut :

    TABEL 2.3

    DAMPAK PEMBANGUNAN PARIWISATA DILIHATDARI ASPEK SOSIAL BUDAYA, EKONOMI DAN

    LINGKUNGAN

    Dampak Negatif Dampak PositifLingkungan alami

    Adanya perubahan ekosistem. Tingkat urbanisasi yang tinggi yang

    menyebabkan degradasi pemandangan alami. Polusi laut (tidak hanya dari kegiatan

    pariwisata). Erosi pantai (pembangunan dermaga). Pengurangan luas hutan alami.

    Adanya gerakan untuk mengkonservasi lingkungan, seperti penciptaan taman-taman alam ( yang menempatkan keindahan alam, hewan langka, dan lain-lain sebagai atraksi utama bagi para wisatawan).

    Adanya inisiatif untuk menyediakan perawatan dan pemurnian sistem pembuangan limbah.

    L i n g k u n g a n a l a m id a n s o s i a l e k o n o m i

    K e g i a t a n d a n a t r a k s i w i s a t a

    A k o m o d a s i

    F a s i l i t a s d a n p e l a y a n a n w i s a t a

    E l e m e nk e l e m b a g a a n

    I n f r a s t r u k t u r

    T r a n s p o r t a s i

    K el o m

    p o k p a s a

    r w i s a ta w a n d o m e s t i k d a n i n t e r n a s i o n a l

    Fasilitas dan atraksi wisata di kawasan

    wisata

  • Polusi udara, penambahan jumlah sampah. Penggunaan air tanah yang berlebihan. Polusi air tanah.

    Lingkungan Sosial-budaya Kehilangan identitas dan kebudayaan

    tradisional. Pertumbuhan tingkat kemakmuran yang terlalu

    cepat (dengan menjual properti yang ada). Adanya persaingan ekonomi yang tidak

    seimbang antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan lainnya.

    Peningkatan harga pembelian dan penyewaan properti di kawasan tersebut.

    Adanya peningkatan pendapatan. Terbukanya kesempatan untuk bekerja dan

    melakukan transaksi bisnis. Adanya persinggungan dengan kebudayaan lain. Adanya kemajuan pada standar kebudayaan dan

    pendidikan.

    Lingkungan Perkotaan Tingginya angka urbanisasi Adanya keseragaman/kesamaan dari beberapa

    kawasan pariwisata. Pembangunan kawasan wisata yang melebihi

    kapasitas kawasan tersebut. Pembangunan bangunan secara ilegal. Degradasi lingkungan perkotaan. Perubahan tingkat estetika secara negatif. Polusi udara dan suara.

    Kemajuan jaringan komunikasi dan transportasi. Adanya perhatian yang lebih mengenai

    penampilan kota secara keseluruhan. Rehabilitasi bangunan-bangunan yang mulai

    hancur dan tidak terpakai di kawasan perkotaan.

    Sumber : Baud-Bovy, 1998

    2.10.6 Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Objek Pariwisata

    Saat ini perlindungan benda bersejarah tidak hanya sebagai unsur pelengkap

    dalam perencanaan kota, tetapi merupakan bagian utama dari perencanaan perkotaan.

    Perlindungan benda bersejarah ini meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif,

    rehabilitasi dan pembangunan kembali daerah-daerah kuno yang biasanya terletak di

    pusat perkotaan (Catanese,1988:413).

    Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang

    Benda Cagar Budaya penyempurnaan dari Monumenten Ordonnantie No. 19 Tahun

    1931 (Staatsblad Tahun 1931 No. 238), sebagaimana telah diubah dengan

    Monumenten Ordonnantie No. 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 No. 515)

    antara lain menyatakan bahwa benda buatan manuasia yang dianggap mempunyai

    nilai penting bagi sejarah termasuk ke dalam benda cagar budaya (Susandi, 1999:17).

    Perlindungan benda cagar budaya merupakan salah satu upaya bagi pelestarian

    warisan budaya bangsa yang mencerminkan peradaban suatu bangsa. Upaya

    pelestarian tersebut sangat berarti bagi kepentingan pembinaan dan pengembangan

    sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta pemanfaatan lainnya seperti

    pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara.

    Para wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara, umumnya sangat

    terkesan dengan keseluruhan dari pemandangan yang ada, barang-barang bersejarah

  • yang ditemukan di kawasan wisata, pancaran aura yang terpancar dari lingkungan

    sekitar, kegiatan atau kebiasaan rutinitas yang masih dipraktekkan, keunikan dari

    suatu kawasan, atau pada fakta bahwa suatu kunjungan wisata memerlukan waktu

    yang lebih lama. Daftar dan peringkat ketertarikan wisatawan pada suatu monumen

    berbeda dengan kepentingan arkeologi dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh cara

    monumen tersebut dipresentasikan, termasuk rekonstruksinya, cara

    penginterpretasiannya dan interaksi monumen tersebut dengan sejarahnya. Hal

    tersebut berkaitan dengan pemahaman, baik secara keteknikan maupun keilmuan,

    dimana penginterpretasian dan penjelajahan merupakan salah satu bagian terpenting

    dari pengalaman kependidikan. Menurut Baud-Bovy (1998:230), hal-hal yang dapat

    membuat wisatawan tertarik adalah:

    Pusat orientasi, yang mempresentasikan sejumlah ilustrasi sejarah, tampilan-

    tampilan yang interaktif, penjelasan-penjelasan deskriptif secara terperinci,

    dan lain sebagainya.

    Kesempatan untuk mengalami sendiri kejadian-kejadian, berbagai aktivitas,

    dan kondisi sesungguhnya dengan menggunakan aktor atau kondisi tiruan dari

    suatu sejarah (museum hidup).

    Rekonstruksi dari reruntuhan bangunan untuk mengilustrasikan skala

    monumental dari keadaan asli suatu sejarah.

    Pusat wisatawan (visitor centre), termasuk toko cinderamata, fasilitas

    informasi dan fasilitas umum lainnya.

    Cara terbaik untuk menkonservasi suatu monumen, menurut Baud-Bovy

    (1998:230), adalah dengan cara menggunakan monumen tersebut, baik dengan cara

    menjamin kelangsungan dari fungsi aslinya (seperti keagamaan, kepentingan politik)

    maupun dengan mengubah fungsinya menjadi kegiatan sementara (misalnya

    mengadakan festival) atau dengan kegunaan yang lebih permanen (untuk museum,

    hotel pemuda, pusat informasi wisatawan, hotel, dan lain sebagainya).

    Suatu kawasan monumental tidak harus didominasi oleh museum-museum

    yang ada pada kawasan tersebut dan sebaiknya kawasan tersebut tidak diisolasi dari

    lingkungan sebenarnya dengan menggunakan taman-taman ornamental, tempat parkir

    dan lain-lain. Upaya menjaga kelangsungan kawasan monumental tersebut haruslah

  • tidak kentara dan bersifat sebagai pelengkap. Upaya-upaya tersebut diantaranya

    adalah :

    Menjaga lebar jalan masuk kawasan sekecil mungkin (dengan lebar 5,5 m atau

    bahkan 3 m) dan menghindari jalan masuk langsung menuju ke monumen

    (sebagai bagian dari kejutan bagi para pengunjung).

    Menyembunyikan fasilitas-fasilitas yang sebaiknya tidak terlihat dari kawasan

    monumental tersebut (seperti tempat parkir).

    Meminimalisasi modifikasi yang dilakukan terhadap pemandangan alam

    natural dan karakteristiknya.

    Melindungi lingkungan sekitar dari perubahan-perubahan yang berarti

    khususnya dari pembangunan gedung-gedung baru.

    Mengatur kunjungan baik berupa kunjungan individual maupun kunjungan

    berkelompok.

    2.10.7 Arah dan Kebijaksanaan Pariwisata Di DKI Jakarta

    Arah dan Kebijaksanaan tertuang dalam poin-poin sebagai berikut :

    1. Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1998.

    Di dalam GBHN Tahun 1998 tertuang suatu kebijaksanaan mengenai kegiatan

    pariwisata di DKI Jakarta yaitu meningkatkan pengembangan pariwisata nasional

    sebagai sektor pembangunan yang dapat diandalkan untuk memperbesar

    penerimaan devisa, memperluas kesempatan kerja dan lapangan kerja, mendorong

    kegiatan daerah dan kegiatan ekonomi lainnya, memperkenalkan alam dan budaya

    serta memupuk rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa.

    2. Pola Dasar Rencana Pembangunan DKI Jakarta.

    Sesuai dengan arahan sebagaimana tercantum dalam poladasar pembangunan

    daerah DKI Jakarta Tahun 1994/1995-1998/1999, pembangunan kepariwisataan

    dititikberatkan pada :

    a. Pembangunan pariwisata diarahkan untuk terwujudnya Jakarta sebagai salah

    satu tujuan wisata utama di Indonesia dengan meningkatkan kegiatan promosi

    dan pemasaran terpadu dalam pengadaan bahan promosi dan informasi

    pariwisata serta penyelenggaraan peristiwa (event) wisata, pembinaan usaha

  • pariwisata, peningkatan fasilitas wisata, peningkatan mutu sumber daya

    manusia pariwisata melalui program pendidikan dan pelatihan yang tepat

    guna, serta peningkatan sadar wisata. Pengembangan pariwisata nusantara di

    DKI Jakarta dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk rasa cinta tanah air

    dan bangsa, serta menanamkan jiwa, semangat, dan nilai-nilai luhur bangsa

    dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional terutama

    dalam bentuk penggalakan pariwisata remaja dan pemuda.

    b. Pembangunan kepariwisataan harus menjaga terpeliharanya kepribadian

    bangsa, nilai-nilai kehidupan beragama, serta harus mencegah hal-hal yang

    dapat merugikan kehidupan masyarakat dalam meningkatkan keimanan dan

    ketaqwaan, serta fungsi dan mutu lingkungan hidup sehingga sesuai dengan

    arah pembangunan DKI Jakarta.

    2.10.8 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kepariwisataan DKI Jakarta

    A. Tujuan Pembangunan Pariwisata

    Tujuan pembangunan kepariwisataan di DKI Jakarta adalah sebagai berikut :

    1. Mengembangkan dan mengintegrasikan seluruh sumber daya yang meliputi alam,

    seni budaya, serta aktifitas kehidupan masyarakat kota.

    2. Meningkatkan kualitas sarana pariwisata dan mendorong fungsi prasarana kota

    untuk kepariwisataan.

    3. Menumbuhkan apresiasi dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan

    pariwisata.

    4. Meningkatkan sinergi antar industri yang mendukung kepariwisataan.

    5. Memberdayakan ekonomi rakyat.

    6. Mendayagunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    7. Meningkatkan sinergi pembangunan pariwisata antar daerah.

    8. Mengoptimalkan aksesibilitas ke daerah.

    9. Mewujudkan Jakarta sebagai barometer kepariwisataan.

    10. Mengantisipasi tekanan dan kecenderungan global (krisis ekonomi, jaringan usaha

    multi nasional, isu lingkungan, dan Hak Asasi Manusia).

    11. Meningkatkan peran aktif dalam hubungan kerjasama pariwisata melalui lembaga-

    lembaga internasional.

    12. Mengoptimalkan peran promosi pariwisata yang memiliki daya saing multi

    sektoral.

  • B. Sasaran Pembangunan Wisata

    Sasaran, kebijaksanan, dan langkah-langkah yang ditempuh Pemda DKI

    Jakarta dalam rangka pengembangan pariwisata di DKI Jakarta adalah :

    1. Terlaksananya prioritas pembangunan yang didasarkan atas keunggulan potensi

    kota.

    2. Terselenggaranya paket pembangunan yang terintegrasi dan membentuk

    lingkungan yang memiliki daya tarik.

    3. Terwujudnya masyarakat Sadar Wisata dan kondisi Sapta Pesona.

    4. Terwujudnya kualitas dan daya saing industri pariwisata sebagai andalan

    perekonomian.

    5. Terwujudnya kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta iklim kewirausahaan

    yang mendukung kepariwisataan.

    6. Terwujudnya pemanfaatan teknologi informasi, transportasi, komunikasi, dan

    manajemen kepariwisataan di lingkungan pemerintah dan industri pariwisata yang

    mendorong inovasi produk dan pelayanan wisata.

    7. Terwujudnya standar kualitas produk-produk unggulan masing-masing daerah

    yang membentuk jaringan wisata terpadu.

    8. Tersedianya sistem transportasi dan komunikasi antar daerah yang mendukung

    kemudahan mobilitas wisatawan.

    9. Tercapainya keunggulan produk dan jasa pariwisata yang memberikan manfaat

    poleksosbud-hankam.

    10. Terselenggaranya kegiatan pemasaran yang optimal dan berkesinambungan.

    11. Meningkatnya partisipasi/peran aktif dan kemitraan Jakarta dalam berbagai media

    komunikasi pariwisata internasional.

    12. Terciptanya peran promosi pariwisata yang berdaya guna dan berhasil guna

    melalui terwujudnya nilai tambah yang berdimensi multi sektoral.

    2.11 Kajian Studi Terdahulu

    Lala Zamilah, dkk, 2000

    Kajian terhadap studi yang telah dilakukan yang berhubungan dengan

    manajemen lahan adalah studi tentang Peremajaan Kawasan Pasar Baru Bandung

    yang dilakukan oleh Lala Zamilah, dkk. Studi tentang Peremajaan Kawasan Pasar

    Baru Bandung menyebutkan bahwa peremajaan merupakan bentuk upaya untuk

  • memperbaiki kondisi suatu kota atau kawasan yang telah rusak. Hal tersebut

    dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kota atau kawasan, menampung

    kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan rencana yang ada, serta sebagai bagian dari

    kegiatan pelaksanaan pembangunan kota yang terpadu dan terkoordinasi dengan baik.

    Studi Peremajaan Kawasan Pasar Baru dititikberatkan pada pengendalian

    pemanfaatan lahan melalui pengelolaan lahan dan penanganan rencana fisik, yaitu

    menata kembali bagian kawasan yang rusak dan tidak teratur serta mengendalikan

    perkembangan kawasan melalui kebijaksanaan pengendalian lahan.

    Hariawan Nugroho, 2000

    Studi yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan kawasan pejalan kaki

    dengan harapan dapat mengembalikan fungsi dan meningkatkan kualitas lingkungan

    serta citra fisik kawasan Braga. Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kawasan pejalan

    kaki yang sekiranya cocok untuk kawasan perdagangan dan pariwisata pada kawasan

    Braga tersebut adalah kawasan pejalan kaki transit mall atau kawasan pejalan kaki

    angkutan umum. Karena rute angkutan umum belum ada yang melintas pada Jl.

    Braga, kendaraan pribadi boleh melintas. Namun ada pemberlakuan pembatasan

    jumlah dan kecepatan kendaraan.

    Rekomendasi bagi pengembangan pejalan kaki dapat dengan usaha pemugaran

    lingkungan Jl. Braga dengan persiapan, penelitian dan penataan desain yang tepat.

    Niscaya kompleks perbelanjaan Braga tersebut dapat menjadi pusat promosi

    pariwisata di Kota Bandung. Penataan dilakukan dengan cara penambahan sarana-

    sarana pelengkap seperti taman, bangku-bangku bagi pejalan kaki yang ingin

    beristirahat, lampu-lampu penerangan dan lain-lain.

    Pury Hermawaty, 1999

    Dalam studi yang dilakukan, hal yang dikaji adalah pengaturan manajemen

    lalu lintas di persimpangan Jl. Ir. H. Juanda Bandung. Setelah dilakukan analisis

    ditemukan bahwa ruas jalan tersebut mempunyai V/C rasio sebesar 0,975.

    Penanganan yang direkomendasikan untuk mengatasi masalah kemacetan tersebut

    adalah pengaturan sirkulasi baru, penghilangan gangguan untuk angkutan umum yang

    berhenti di sekitar persimpangan, membuat rambu baru, melarang keras kendaraan

    untuk parkir di jalur jalan (on street), dan memberi arahan penyediaan bagi fasilitas

    pejalan kaki sehingga dapat berfungsi sesuai denga apek persediaan dan permintaan.

  • Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta, 1989

    Konservasi lingkungan dan bangunan kuno bersejarah di Surakarta

    dimaksudkan untuk menggali potensi bangunan kuno/bersejarah yang dimiliki suatu

    daerah dan mengungkap seberapa jauh suatu bangunan kuno layak untuk dilestarikan

    sesuai dengan Monumenten Ordonantie Stbl.238/1931. Metode yang digunakan

    adalah descriptive method, yaitu dengan merekam seluruh bangunan kuno yang ada di

    Surakarta yang di nilai layak dilestarikan, untuk kemudian digali/diungkap tahun

    pembangunannya, perencanaannya, penggunaan dan perubahannya,

    struktur/konstruksinya dan lain-lain. Dari hasil pengkajian tersebut akan dirumuskan

    urutan prioritas penanganan sesuai dengan tingkat kepentingannya dan diusulkan

    kebijakan maupun program yang tepat untuk setiap bangunan kuno, misalnya dalam

    bentuk preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi atau revitalisasi.

    2.11 Potensi Pembangunan dan Sinergi Pasar

    Hal utama dalam analisis pasar untuk penggunaan secara individual

    seharusnya mengevaluasi kemampuannya untuk berdiri sendiri, dan dukungan lokasi

    pasar bagi setiap penggunaan secara individual dan secara keseluruhan sinergi pasar

    seharusnya hanya mengevaluasi setelah pengembang menentukan kondisi pasar

    eksisting untuk setiap penggunaan utama itu sendiri. Menentukan dukungan lokasi

    pasar tanpa terlebih dahulu memiliki gagasan campuran dan ukuran penggunaan

    dalam proyek tersebut merupakan hal yang tidak mungkin. Hal tersebut hanya dapat

    ditentukan melalui analisis pasar untuk setiap penggunaannya.

    Sinergi pasar terdiri dari 3 elemen, yaitu dukungan langsung dari lokasi pasar seperti karyawan, tamu hotel atau pemukiman akan mendukung bisnis pertokoan dan restoran serta penyewa kantor akan menghasilkan keuntungan bagi hotel terdekat dan bagi penghuni pemukiman; sinergi lebih berhubungan dengan keuntungan secara tidak langsung diantara penggunaan dan kenyamanan serta lingkungan yang telah direncanakan seperti penggunaan pertokoan dan hotel secara tidak langsung tidak menghasilkan keuntungan bagi penyewa kantor, tetapi pertokoan dan hotel dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungan secara keseluruhan; sinergi berasal dari skala dan ukuran penggunaan campuran yang lebih besar serta menghasilkan citra lokasi seperti suatu lokasi yang relatif jauh atau dikelilingi oleh pengaruh buruk dan lokasi tersebut tidak dapat mendukung pembangunan tiap penggunaan lahan, dapat diatasi dengan menggabungkan penggunaan yang skalanya relatif besar untuk menghasilkan suatu tempat yang sesuai dan memiliki kemampuan pasar untuk berbagai tujuan.

    2.10 Teori Pariwisata2.10.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata2.10.2 Jenis-jenis Wisata2.10.3 Klasifikasi Motif dan Tipe Wisata

    GAMBAR 2.5Sumber :Inskeep, 1991:392.10.5 Dampak Pembangunan PariwisataTABEL 2.3LINGKUNGANDampak Negatif

    Lingkungan alamiLingkungan Sosial-budayaKehilangan identitas dan kebudayaan tradisional.Lingkungan PerkotaanTingginya angka urbanisasi2.10.6 Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Objek Pariwisata2.10.7 Arah dan Kebijaksanaan Pariwisata Di DKI Jakarta2.10.8 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kepariwisataan DKI JakartaA. Tujuan Pembangunan Pariwisata

    Tujuan pembangunan kepariwisataan di DKI Jakarta adalah sebagai berikut :B. Sasaran Pembangunan WisataHariawan Nugroho, 2000