Upload
dyah-ayu-daratika
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 178312111201112261
1/72
i
PERAMBATAN CAHAYA PADA PANDU GELOMBANG MAKRO
BERBENTUK TRAPESIUM
Disusun oleh :
DWI SETIAWAN
M0206028
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Januari, 2011
8/20/2019 178312111201112261
2/72
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. Drs. Hery Purwanto, M.Sc.
NIP. 19680508 199702 1 001 NIP. 19590518 198703 1 002
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Senin
Tanggal : 3 Januari 2011
Anggota Tim Penguji :
1. Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D. (...........................................)
NIP. 19610306 198503 1 001
Disahkan oleh:
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
K etua Jurusan Fisika
Drs. Harjana, M.Si., Ph.D.
NIP. 19590725 198601 1 001
8/20/2019 178312111201112261
3/72
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Perambatan Cahaya Pada Pandu Gelombang Makro Berbentuk Trapesium
Oleh :
Dwi Setiawan
M0206028
Saya dengan ini menyatakan bahwa isi intelektual skripsi ini adalah hasil
kerja saya dan sepengetahuan saya, hingga saat ini skripsi ini tidak berisi materi yang
telah dipublikasikan dan ditulis oleh orang lain, atau materi yang telah diajukan
untuk mendapatkan gelar di Universitas Sebelas Maret Surakarta maupun di
lingkungan perguruan tinggi lainnya, kecuali yang telah dituliskan dalam daftar
pustaka skripsi ini. Semua bantuan dari berbagai pihak baik fisik maupun psikis,
telah saya cantumkan dalam bagian ucapan terimakasih skripsi ini.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
Dwi Setiawan
8/20/2019 178312111201112261
4/72
iv
PERAMBATAN CAHAYA PADA PANDU GELOMBANG MAKRO
BERBENTUK TRAPESIUM
DWI SETIAWAN
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Tulisan ini berisi kajian tentang perambatan cahaya pada pandu
gelombang makro berbentuk trapesium. Penelitian dibagi menjadi dua tahap.
Tahap yang pertama adalah tahap pengkajian perambatan cahaya secara
matematis. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mencari kaitan antara panjang
kolektor, kemiringan kolektor, lebar kolektor dan indeks bias kolektor terhadap
numerical aperture (NA). Dari kajian kajian ini diperoleh bahwa persamaanumum pemantulan ke-i pada kolektor surya berbentuk trapesium adalah dengan adalah sudut puncak kolektor, dan adalah sudut yang terbentuk oleh sisi kolektor terhadap garis yang tegaklurus sumbu kolektor. Selain itu juga diperoleh persamaan umum untuk
menghitung panjang kolektor minimum yang diperlukan agar sinar datang dengan
sudut datang tertentu i) dapat merambat didalam kolektor tanpa melewati sudut
kritis c) adalah untuk n genap (n=2,4,6,...) dan untuk m ganjil (m=3,5,7,...). Dengan persamaan danX dapat diperoleh NA secara matematis.
Setelah kajian secara matematik dilakukan, tahap berikutnya adalah
menguji hasil tersebut secara eksperimen. Sampel untuk eksperimen ini dibuat
dari PMMA (polymethyl methacrylate). Pada tahap eksperimen penelitian inidibagi menjadi lima tahap yaitu pengukuran absorbasi PMMA, pengukuran
reflektansi PMMA, pengukuran indeks bias PMMA, pengukuran NA secara
eksperimen, dan membandingkan NA hasil eksperimen dengan hasil perhitungan
secara teori. Pada eksperimen yang pertama diperoleh kurva absorbansi dari
Pada eksperimen yang kedua diperoleh kurvareflektansi PMMA untuk mode gelombang Tranverse Electric (TE) danTranverse Magnetic (TM). Pada eksperimen yang ketiga diperoleh indeks biasPMMA. Pada eksperimen yang keempat diperoleh NA kolektor untuk setiap
variasi panjang kolektor dengan variasi sudut kemiringan kolektor 83°, 85° dan
87°. Variasi panjang yang digunakan adalah 5,25cm, 6cm, 6,5cm dan 7cm. Dari
hasil eksperimen diperoleh hasil NA yang hampir sama dengan hasil perhitungan
matematis
Kata kunci : kolektor surya, absorbansi, reflektansi, indeks bias, NA.
8/20/2019 178312111201112261
5/72
v
PROPAGATION OF THE LIGHT ON MACROWAVEGUIDE
TRAPEZIFORM
DWI SETIAWAN
Physics Department, Mathematic and Science Faculty, Sebelas Maret University
ABSTRACT
This research is content study about propagation of the light on
macrowaves trapeziform. This research divided become two phases. The first
phase is study about propagation of the light on mathematics. This phase aim to
get relations between collector lenght, collector skewness, collector wide, andrefraction index collector on numerical aperture (NA). The result of this research
show that the general formula of reflection for-i on solar collector organized as
trapeziform is is top anglecollector, and is angle formed by collector side to perpendicular line ofcollector axis. In the other side, general formula for calculating minimum
collector length in order to the light come with certain incidence angle i)
creeping on collector without across critis angle for even n (n=2,4,6,...), and
for odd m (m=3,5,7,...). By using formula dan X can
be got mathematical NA.
After this research had done on mathematics, the next phase examined the
result in a experiment. The sample for this experiment is made of PMMA. The
phase this experiment divided become five phases. There are measuring PMMA
absorbance, measuring PMMA reflectance, measuring PMMA refraction index,
ce
until ent can be got
PMMA reflectance curve for wave mode TE and TM. Where as for the third
experiment can be got PMMA refraction index, and for the fourth experiment can
be got collector NA for every collector length variation with collector skewnessangle variation 83°, 85° and 87°. Length variation that used is 5,25cm, 6cm,
6,5cm and 7cm. The result of this research is obtained result NA which much the
same to with result of mathematical calculation.
Keyword : Solar collector, Absorbance, Reflectance, Rrefraction Index, NA.
8/20/2019 178312111201112261
6/72
vi
MOTTO
I can be what I wanna
(Penulis)
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan
sporadic, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari
sebuah desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti
menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena
kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.
(Harun Yahya)
8/20/2019 178312111201112261
7/72
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan dengan rasa syukurku kepada Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW, serta ucapan terimakasih kepada :
Ayah dan Ibu, yang telah memberikan cinta dan pengorbanannya selama ini
yang tidak mungkin dapat aku membalasnya.
Adikku .
Almamaterku Universitas Sebelas Maret, tempat menimba semua pengalaman
dan ilmu.
Fisika FMIPA Angkatan 2006.
Pembaca yang budiman.
8/20/2019 178312111201112261
8/72
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan laporan skripsi dengan judul Perambatan Cahaya
Pada Pandu Gelombang Makro Berbentuk Trapesium.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan laporan
penelitian ini, penulis mengalami berbagai macam kendala karena keterbatasan
kemampuan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan
laporan skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan rasa tulus
ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta : Bapak dan Ibu. Terima kasih untuk semua kasih sayang,
pengorbanan, semangat yang telah diberikan sehingga penulis bisa seperti
sekarang ini.
2. Drs. Harjana, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D dan Drs. Hery Purwanto, M.Sc selaku dosen
pembimbing I dan dosen pembimbing II yang selalu membimbing,
memotivasi dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi.
4. Drs. Eng. Budi Purnama selaku pembimbing akademik yang banyak
memberikan, arahan, rancangan dalam proses belajar..
5. Bapak dan Ibu dosen serta staff di Jurusan Fisika FMIPA UNS.
6. Keluarga besar UPT Laboratorium Pusat FMIPA UNS, yang banyak
membantu dalam proses pengerjaan skripsi dan memberikan kemudahan
dalam pemakaian alat percobaan.
7. Team Optik 2010 : Dewan, Nanang, dan Mas Wawan terima kasih untuk
motivasi, semangat dan bantuan yang diberikan selama mengerjakan skripsi.
8. Teman-teman fisika angkatan 2006 (OG)
8/20/2019 178312111201112261
9/72
ix
9. Adik tingkat angkatan 2007-2010 teruslah berjuang
10.
Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas kebaikan
dan bantuan yang telah kalian berikan. Semoga laporan penelitian ini dapat
memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
8/20/2019 178312111201112261
10/72
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................................. v
MOTTO .................................................................................................... viHALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Batasan Masalah ................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
1.6. Sistematika Penulisan ........................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
2.1. Pemantulan Teratur Pada Cermin Datar ................................ 6
2.2. Hukum Snellius ...................................................................... 6
2.3. Pemantulan Internal Total ..................................................... 7
2.4. Pemantulan Oleh Cermin Berputar ....................................... 8
2.5. Pandu Gelombang .................................................................. 9
2.6. Tingkat Numerik ( Numerical Aperture (NA)) ...................... 10
2.7. Gelombang Elektromagnetik ................................................ 12
2.8. Polarisasi Cahaya ................................................................... 15
8/20/2019 178312111201112261
11/72
xi
2.9. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan ....................... 15
2.10. Reflektansi Dan Transmitansi ............................................. 16
2.11. Absorbansi .......................................................................... 18
2.12. PMMA (Polymethyl Metacrylate) ............................................ 20
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 22
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................ 22
3.1.1. Tempat Penelitian ........................................................ 22
3.1.2. Waktu Penelitian ......................................................... 22
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................... 22
3.2.1. Alat Penelitian ............................................................ 22
3.2.2. Bahan Penelitian ........................................................ 22
3.3. Prosedur Penelitian ............................................................... 24
3.3.1. Kajian Matematis ........................................................ 24
3.3.2. Pembuatan Program dengan Borland Delphi 7.0 ........ 25
3.3.3. Persiapan alat dan bahan ............................................. 25
3.3.4. Pengukuran Absorbansi .............................................. 26
3.3.5. Pengukuran Reflektansi .............................................. 26
3.3.6. Pengukuran Indeks Bias .............................................. 28
3.3.8. Pengukuran Numerical Aperture (NA) ....................... 28
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 30
4.1. Kajian Matematis .................................................................. 30
4.1.1. Penurunan Persamaan Pemantulan ke-i ...................... 32
4.1.2. Penurunan Persamaan Panjang Kolektor .................... 37
4.1.3. Pembuatan Program .................................................... 42
4.2. Kajian Eksperimen ................................................................ 45
4.2.1. Pembuatan Sampel ...................................................... 45
4.2.2. Pengukuran Absorbansi PMMA ................................. 46
4.2.3. Pengukuran Reflektansi PMMA ................................. 48
4.2.4. Pengukuran Indeks Bias PMMA ................................ 49
4.2.6. Pengukuran NA (Numerical Aperture) ....................... 51
8/20/2019 178312111201112261
12/72
xii
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 55
5.1. Simpulan .............................................................................. 55
5.2. Saran .................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 56
LAMPIRAN ............................................................................................ 59
Lampiran I .................................................................................... 59
Lampiran II .................................................................................. 70
8/20/2019 178312111201112261
13/72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Pemantulan pada cermin datar ..................................................... 6
Gambar 2. 2. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang ................ 7
Gambar 2. 3. Jalannya sinar saat melewati dua medium berbeda dengan sudut
datang berbeda .............................................................................. 8
Gambar 2. 4. Pemantulan oleh cermin yang dirotasi sebesar ......................... 8Gambar 2. 5. Bound rays dan unbound rays pada fiber optik ........................... 9
Gambar 2. 6. Pemantulan sempurna pada fiber optik yang menyebabkan boundrays ............................................................................................... 10
Gambar 2. 7. Sudut penerimaan pada fiber optik .............................................. 11
Gambar 2. 8. Kapasitas cahaya pada serat optik ............................................... 11
Gambar 2. 9. Spektrum gelombang elektromagnetik ........................................ 13
Gambar 2. 10. Gelombang elektromagnetik yang merambat pada arah x ......... 14
Gambar 2. 11. Gejala polarisasi ......................................................................... 15
Gambar 2. 12. Polarisasi karena pemantulan dan pembiasan ............................ 16
Gambar 2. 13. Polarisasi mode TE dan mode TM ............................................ 17
Gambar 3.1. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian kajian perambatan cahaya
pada pandu gelombang makro berbentuk segitiga ....................... 23
a. Sumber sinar laser merah .......................................................... 23
b. Photo Receiver .......................................................................... 23
c. Power meter .............................................................................. 23
d. Meja putar berkala derajat ........................................................ 23
e. Sampel segitiga .......................................................................... 23
f. Sumber sinar laser hijau ........................................................... 23
g. Alat polish ................................................................................. 23
h. Polish dengan grit 100, 1000, 2400 dan 4000 .......................... 23
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian perambatan cahaya pada pandu gelombang
makro berbentuk segitiga ............................................................. 24
Gambar 3.3. Meja putar berskala derajat untuk mengukur reflektansi ............. 27
Gambar 3.4. Skema pengambilan data reflektansi sampel ................................. 27
8/20/2019 178312111201112261
14/72
xiv
Gambar 3.5. Skema pengukuran NA sampel ..................................................... 29
Gambar 4. 1. Skema jalannya sinar didalam kolektor surya ............................. 30
Gambar 4. 2. Penyederhanaan sampel dengan menghilangkan persegi AKLM
....................................................................................................... 31
Gambar 4. 3. Penyederhanaan sampel dengan menganggap garis cermin ..... 31Gambar 4. 4. Skema pemantulan pada setengah sampel ................................... 32
Gambar 4. 5. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula ........................ 36
Gambar 4. 6. Skema pemantulan sinar pada setengah sampel untuk mencari
panjang sampel minimum.............................................................. 37
Gambar 4. 7. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula untuk mencari ....................................................................................................... 41
Gambar 4. 8. Flowchart program ....................................................................... 44
Gambar 4. 9. Tampilan program untuk menghitung NA Sampel ..................... 45
Gambar 4. 10. (a). Spektrum cahaya matahari .................................................. 46
Gambar 4. 11. (b). Grafik Absorbansi PMMA ................................................. 46
Gambar 4. 12. Grafik Reflektansi PMMA ......................................................... 48
Gambar 4. 13. Grafik Reflektansi PMMA mode TM dari 50°-60° ................... 50
8/20/2019 178312111201112261
15/72
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1. Tabel perencanaan awal sampel dan hasil pengukuran ................... 45
Tabel 4. 2. Tabel NA untuk masing-masing sampel .. ....................................... 51
8/20/2019 178312111201112261
16/72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Kajian Matematis . .......................................................................... 59
1. Script program untuk menghitung NA dengan Borland Delphi 7.0 .... 59
Lampiran II. Kajian Eksperimen ....................................................................... 70
1. Data Absorbansi PMMA ...................................................................... 70
2. Data R eflektansi PMMA ...................................................................... 85
3. Data R eflektansi TM PMMA Sudut 50°-60° ....................................... 87
8/20/2019 178312111201112261
17/72
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah energi merupakan masalah yang sangat sensitif saat ini. Kenaikan
harga BBM menimbulkan dampak yang sangat luas di masyarakat karena bahan
bakar ini merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga ketersediaannya sangat
diperlukan. Ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi sangatlah besar,
baik untuk kebutuhan rumah tangga, transportasi, industri maupun sebagai sumber
energi lainnya, sehingga terus dicari dan diburu kendati harganya selalu
melambung tinggi. Kebutuhan masyarakat akan energi minyak bumi jika
dibandingkan dengan kebutuhan akan energi dari sumber yang lain menempati
proporsi terbesar sebagai sumber energi penduduk, yakni mencapai 54,4%,
disusul gas bumi 26,5%. Konsekuensinya beban anggaran yang memberatkan
negara karena biaya subsidi harus terus diluncurkan untuk mempertahankan harga
jual yang terjangkau oleh konsumen. Pencabutan subsidi BBM walaupun
diimbangi dana kompensasi, sampai saat ini masih sangat terasa dampaknya di
masyarakat. Pemberian subsidi langsung tunai (SLT) pada masyarakat ternyata
belum bisa menyelesaikan masalah, bahkan banyak terjadi ketidakpuasan di
masyarakat (Atmojo, 2006).
Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 9 miliar
barel dengan tingkat produksi mencapai 500 juta barel per tahun. Jika tidak
ditemukan cadangan baru, maka minyak bumi kita akan habis 18 tahun lagi.
Adapun kondisi cadangan gas alam kita diperkirakan mencapai 182 triliun kaki
kubik dengan ektraksi 3 triliun kaki kubik per tahun atau masih tersisa sekitar 61
tahun mendatang. Untuk mengatasi masalah BBM tersebut, perlu dilakukan
langkah-langkah diversifikasi energi (Atmojo, 2006).
Salah satu solusi yang dilirik sekelompok peneliti untuk mencari solusi
alternatif mengatasi krisis energi yang terjadi di Indonesia adalah pemanfaatan
energi matahari. Pemanfaatan sumber energi matahari sebagai sumber energi
terbarukan diperkirakan akan memberikan prospek yang lebih baik untuk
8/20/2019 178312111201112261
18/72
2
menggantikan sumber energi fosil di masa mendatang dikarenakan letak strategis
wilayah Indonesia yang memungkinkan energi matahari dapat diterima sepanjang
tahun secara kontinyu dalam jumlah yang cukup besar dan energi matahari ini
juga tidak menimbulkan polusi (Priyadi, 2008).
Pada beberapa tahun terakhir teknologi hybrid kolektor sel surya mulai
banyak dikaji oleh para peneliti. Kajian teknologi hybrid kolektor sel surya
merupakan penggabungan teknologi kolektor surya dan teknologi sel surya. Sel
surya merupakan elemen aktif (semikonduktor) yang memanfaatkan efek
fotovoltaik untuk merubah energi matahari menjadi energi listrik. Energi thermal
yang dihasilkan dari kolektor surya diubah menjadi energi listrik dan disimpan
dalam sel surya untuk dapat digunakan sewaktu-waktu dan pada berbagai aplikasi
(Priyadi, 2008).
Untuk dapat mengoptimalkan energi yang dihasilkan, maka diperlukan
suatu teknologi kolektor surya. Energi matahari yang diterima oleh kolektor surya
tidak dapat langsung dikonversikan menjadi energi listrik, tetapi untuk
mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik digunakan alat lain yang
disebut sel surya ( solar cell ).
Posisi teknologi kolektor surya saat ini masih menggunakan kolektor
yang berbentuk parabola (Khalsa dan Andrade, 2008). Bentuk kolektor seperti ini
masih mempunyai kelemahan yaitu memerlukan lintasan (tracker) untuk
mengikuti gerak semu matahari (Sarker, dkk., Tudorache dan Kreindler, 2010).
Untuk mengatasi masalah ini dilakukan penelitian suatu kolektor yang dibuat dari
PMMA (polymethyl methacrylate) dengan bentuk menyerupai kerucut. Sehingga
cahaya yang masuk dari sisi atas yang lebar, dapat difokuskan pada sisi bawah
yang menciut. Pola perambatan cahaya dalam kolektor ini berbeda dengan yang
terjadi dalam fiber optik.
Prinsip pemantulan cahaya pada waveguide berbentuk silinder (fiber optic)
mempunyai kemanfaatan yang sangat besar dalam dunia modern (Kown, dkk.,
2006; Xu, dkk., 2008; Li, dkk., 2010). Dalam bentuk taperpun, fiber optic
mempunyai banyak aplikasi (Minkovich, dkk., 2006; Gravina, dkk., 2009). Solar
trapper merupakan aplikasi lain divais optic yang prinsip kerjanya sama dengan
8/20/2019 178312111201112261
19/72
3
fiber taper yaitu cahaya dipantulkan secara berulang dalam fiber sebelum akhirnya
lolos kembali ke athmosfer. Dalam penelitian divais optic yang berupa kolektor
surya ini akan dikembangkan. Fungsi yang diharapkan adalah kemampuan dari
divais tersebut sebagai pengumpul cahaya (kolektor surya).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain model kolektor surya
dari PMMA berbentuk trapesium sehingga dapat digunakan untuk pengumpulan
energi matahari. Untuk mencapai tujuan ini maka penelitian ini dilakukan dengan
meliputi kegiatan untuk menentukan indeks bias PMMA, menentukan koefisien
absorbansi dan reflektansi dari PMMA, menentukan dan membandingkan nilai
numerical aperture (NA) dari pendekatan secara matematis dengan eksperimen.
1.2. Perumusan Masalah
Pola perambatan cahaya dalam kolektor surya bebentuk trapesium berbeda
dengan yang terjadi dalam fiber optik. Pada fiber optik, kedua sisi bidang
pantulnya sejajar, sehingga dapat dengan mudah dihitung NAnya. Berbeda pada
kolektor berbentuk trapesium pada penelitian ini, dimana kedua sisi bidang
pantulnya tidak sejajar. Dalam kolektor berbentuk trapesium ini cahaya masuk
dari sisi atas yang lebar difokuskan pada sisi bawah yang menciut, sehingga akan
diperoleh masalah yang lebih komplek. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian yang berkaitan dengan kolektor surya. Permasalahan-
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Mengukur besaran-besaran yang berkaitan dengan NA (indeks bias, panjang
kolektor, lebar kolektor, dan sudut kemiringan kolektor),
2.
Berapakah koefisien absorbsi dan reflektansi PMMA,
3. Berapakah nilai numerical aperture (NA) PMMA, dan
4. Bagaimana perbandingan NA dari hasil eksperimen dengan pendekatan
secara matematis.
8/20/2019 178312111201112261
20/72
4
1.3. Batasan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada:
1. Pajang gelombang sinar yang digunakan dalam penelitian ini adalah laser
hijau dengan
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PMMA.
3. Pola perambatan yang diteliti adalah pola perambatan 2 dimensi.
4. Bentuk kolektor surya yang digunakan adalah bentuk trapesium dengan
kemiringan ±83°, ±85°, dan ±87° dengan variasi panjang 5,25cm, 6cm,
6,5cm, dan 7cm.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan persamaan matematis untuk menghitung NA pada kolektor surya
berbentuk trapesium.
2. Menentukan koefisien absorbansi dan reflektansi dari PMMA.
3. Menentukan indeks bias PMMA.
4.
Menentukan dan membandingkan nilai NA dari pendekatan secara matematis
dengan eksperimen.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat memberikan informasi mengenai indeks bias, koefisien absorbsi dan
refleksi dari PMMA.
2. Dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah energi yang dikumpulkan oleh
sel surya.
3. Dapat digunakan untuk mendesain model kolektor bentuk kerucut yang dapat
mengumpulkan cahaya secara optimal.
8/20/2019 178312111201112261
21/72
5
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan.
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB III Metode Penelitian
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
BAB V Simpulan dan saran
Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan skripsi. Bab II tentang dasar teori. Bab ini berisi teori dasar dari
penelitian yang dilakukan. Bab III berisi metode penelitian yang meliputi waktu,
tempat dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-
langkah dalam penelitian. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan
analisa/pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan
penelitian. Bab V berisi simpulan dari pembahasan di bab sebelumnya dan saran-
saran untuk pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini.
8/20/2019 178312111201112261
22/72
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemantulan Teratur Pada Cermin Datar
Pada permukaan benda yang rata seperti cermin datar, cahaya dipantulkan
membentuk suatu pola yang teratur. Sinar-sinar sejajar yang datang pada
permukaan cermin dipantulkan sebagai sinar-sinar sejajar pula (Gambar 2.1).
Akibatnya cermin dapat membentuk bayangan benda. Pemantulan semacam ini
disebut pemantulan teratur.
Gambar 2. 1. Pemantulan pada cermin datar
2.2. Hukum Snellius
Kecepatan cahaya pada jenis material yang berbeda akan berbeda pula.
Besar kecilnya kecepatan cahaya dalam medium ini ditentukan oleh indeks bias
dari masing-masing material. Perbandingan antara kecepatan cahaya di udaradengan kecepatan cahaya di medium tertentu disebut indeks bias. Indeks bias
dapat ditulis dalam persamaan:
(2.1)
Dengan adalah indeks bias medium, adalah kecapatan cahaya diudara, dan adalah kecepatan cahaya didalam medium.
Hukum dasar tentang pemantulan yaitu sinar datang, sinar pantul, dan
garis normal terletak pada satu bidang datar, besar. Sudut sinar datang (yang
1)) nilainya sama dengan sudut sinar
Sinar datang
Sinar pantul
Bidang pantul
8/20/2019 178312111201112261
23/72
7
1)). Hukum ini disebut dengan
hukum refleksi. Secara matematis dinyatakan dengan: (2.2)Hukum dasar tentang pembiasan yang dikemukakan oleh Willebrord
Snellius, yaitu sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang
datar. Indeks bias medium pertama dikalikan dengan sinus sudut datangsama dengan indeks bias medium kedua dikalikan dengan sinus sudut bias.Hukum ini disebut dengan hukum refraksi atau hukum Snellius. Secara matematis
dinyatakan dengan: (2.3)Dengan adalah indeks bias medium pertama, adalah indeks bias mediumkedua, adalah sudut datang, dan adalah sudut bias.
Mengacu pada hukum Snellius, jika sinar datang dari medium rapat dengan membentuk sudut menuju mendium renggang maka sinar akandibiaskan menjauhi garis normal membentuk sudut (Gambar 2.2).
2.3. Pemantulan Internal Total
Sesuai dengan hukum Snellius, apabila sinar datang dari medium rapat ke
medium renggang, maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Semakin
besar sudut datangnya, maka sudut bias juga akan semakin besar, hingga sampai
pada sudut datang tertentu (sinar datang nomor 4 pada Gambar 2.3) sinar yang
Gambar 2. 2. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang
Garis Normal
Sinar datang
Sinar bias
8/20/2019 178312111201112261
24/72
8
dibiaskan akan membentuk sudut terhadap normal. Sudut datang padakeadaan seperti ini disebut dengan sudut kritis .
Gambar 2. 3. Jalannya sinar saat melewati dua medium berbeda dengan sudut
datang berbeda
Sudut kritis hanya terjadi jika sinar datang dari medium rapat ke medium
yang lebih renggang. Besarnya sudut kritis dinyatakan sebagai berikut:(2.4)
Apabila sudut datang sinar datang dari medium rapat ke medium renggang
diperbesar melebihi sudut kritis, maka sinar akan dipantulkan seluruhnya ke
medium yang sama (medium rapat). Peristiwa seperti ini disebut pemantulan
internal total (Total Internal Reflection)(Rambe,2003). Pada penelitian ini
persamaan (2.4) akan digunakan sebagai acuan yaitu apabila sudut pantul lebih
kecil dari sudut kritisnya maka sinar akan dibiaskan keluar kolektor.
2.4. Pemantulan Pada Cermin Yang Diputar
Gambar 2. 4. Pemantulan oleh cermin yang dirotasi sebesar Gambar 2.4 merupakan pola pemantulan yang terjadi pada cermin yang
diputar. Sebuah cermin datar, dengan sudut sinar datang adalah . Sebelumcermin dirotasi sudut datang sama dengan sudut pantul yaitu . Jika cermin
n2 < n1
n2
n1 1
1
2
3
4
5
2
8/20/2019 178312111201112261
25/72
9
dirotasi sebesar terhadap normal, dengan demikian sudut garis normal jugaakan bergeser sebesar . Dengan sinar datang yang tetap sama seperti saatsebelum dirotasi, maka sudut datang akan menjadi dan sudut sinar pantulakan menjadi . Perbedaan akhir antara sudut pantul saat sebelum cermindirotasi dengan setelah cermin dirotasi adalah . Jadi, untuk sinar datang tetap, jika cermin dirotasi sebesar , maka sudut pantul akan bergeser sejauh yangsearah dengan pergeseran cermin.
2.5. Pandu Gelombang Pandu gelombang adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk
mengarahkan atau memandu perambatan radiasi elektromagnetik sepanjang
lintasan tertentu. Gelombang elektromagnetik bisa saja merambat di udara, seperti
gelombang radio, tetapi untuk tujuan-tujuan tertentu gelombang perlu dipandu
untuk meminimalisasikan loss wave dari suatu pemancar ke receiver .
Contoh dari pandu gelombang ini adalah pandu gelombang pada fiber
optik. Konsep perambatan cahaya pada fiber optik ini dapat ditinjau secara optik
geometri. Dalam tinjauan ini terdapat dua tipe sinar dapat merambat sepanjang
fiber optik, yaitu sinar meridian dan sinar skew. Sinar meredian merupakan sinar
yang merambat memotong sumbu fiber optik, sedangkan sinar skew merupakan
sinar yang merambat tidak melalui sumbu fiber optik. Sinar-sinar meridian
dibedakan menjadi bound dan unbound ray (Gambar 2.5).
Gambar 2. 5. Bound rays dan unbound rays pada fiber optik (Palais, 2002)
Konsep pandu gelombang optik ini didasarkan pada hukum Snellius untuk
perambatan cahaya pada media transparan. Pemandu gelombang optik dibentuk
dari dua lapisan utama, yaitu core (inti) dan cladding (selimut). Indeks bias core
Unbound rays
Selimut (Cladding) (n2)
Inti (Core) (n1)
Sinar datang
Bound rays
Selimut (Cladding) (n2)
8/20/2019 178312111201112261
26/72
10
harus lebih besar dari indeks bias cladding . Dengan menerapkan konsepsudut kritis seperti pada persamaan (2.4) yang dapat ditulis ulang:
(2.4)
Maka pada Gambar 2.5 terlihat unbound rays dibiaskan keluar dari inti,
sedangkan bound rays dipantulkan dan merambat sepanjang inti dengan
menganggap bahwa permukaan batas antara inti dan kulit sempurna. Secara
umum sinar-sinar meredian mengikuti hukum pemantulan dan pembiasan. Bound
rays di dalam fiber optik disebabkan oleh pemantulan sempurna, dimana agar
peristiwa tersebut dapat terjadi maka sinar yang memasuki fiber optik harus
memotong perbatasan core-cladding dengan sudut lebih besar dari sudut kritis
, sehingga sinar dapat merambat sepanjang fiber optik dengan lintasan zig-zag, seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2. 6. Pemantulan sempurna pada fiber optik yang menyebabkan bound
rays (Palais, 2002)
Sudut adalah sudut maksimum sinar yang memasuki serat agar sinar dapattetap merambat sepanjang serat (dipandu), sudut ini disebut sudut tangkap
(acceptance angle).
2.6. Tingkat Numerik ( Numerical Aperture (NA))
Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut
penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima danmerambat
didalam inti fiber (Gambar 2.7). Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam
tergantung kepada karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.
Selimut (Cladding) (n2)
Inti (Core) (n1)
Gelombang
Datang Selimut (Cladding) (n2)
8/20/2019 178312111201112261
27/72
11
Gambar 2. 7. Sudut penerimaan pada fiber optik
Jika sudut datang berkas cahaya lebih besar dari NA atau sudut kritis maka
berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan menembus
cladding dan akan keluar dari serat. Semakin besar NA maka semakin banyak
kapasitas cahaya yang diterima oleh serat (Gambar 2.8).
Gambar 2. 8. Kapasitas cahaya pada serat optik
Dengan memperhatikan gambar 2.7 dan dengan menggunakan hukum Snellis
maka diperoleh hubungan:
(2.5)karena , maka persamaan (2.5) menjadi
(2.6)dengan menggunakan relasi trigonometri , maka persamaan (2.6) dapat dinyatakan dalam bentuk:
(2.7)dengan
sehingga
(2.8)
NA Kecil
NA Besar
n0
Kerucut penerimaan
sudut kritis
max)
sudut datang
n0
n1 > n2
n2 Pembungkus (Cladding)
Inti Fiber (Fiber Core)
n1
Reflektansi
96%
4%
1 2
8/20/2019 178312111201112261
28/72
12
maka
(2.9)Hubungan antara sudut penerimaan dan indeks bias ketiga media (core,cladding, udara) dinyatakan dengan Numerical Aperture (Supadi dkk, 2006).
(2.10) jika indeks bias udara
(2.11)Dengan NA adalah Numerical Aperture,
1n adalah Indeks bias cladding ,
2n adalah
Indeks bias core. Sudut adalah sudut maksimum sinar yang memasuki seratoptik agar sinar dapat tetap merambat sepanjang serat optik (dipandu).
2.7. Gelombang Elektromagnetik
Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat
walau tidak ada medium. Gelombang elektromagnetik meliputi cahaya tampak,
gelombang radio, sinar-x, sinar gamma, ultraviolet, infra merah, dan mikro
gelombang.
Gambar 2.9 menunjukkan spektrum gelombang elektromagnetik dengan
berbagai interval frekuensi dan panjang gelombang. Cahaya tampak (Visible
Light) adalah spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh
mata manusia. Panjang gelombang terpendek dalam spektrum tampak ini
bersesuaian dengan cahaya violet/ungu dan yang terpanjang bersesuaian dengan cahaya merah . Gelombang elektromagnetikyang memiliki panjang gelombang lebih kecil dari spektrum cahaya tampakdisebut sinar ultra violet, dan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
gelombang lebih besar dari cahaya tampak disebut gelombang infra merah.
Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan, oleh semua masa di
alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level energi dalam
suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang
dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi
gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.
8/20/2019 178312111201112261
29/72
13
Gambar 2. 9. Spektrum gelombang elektromagnetik (Serway, 2004)
Gelombang EM yang merambat sebagai gelombang planar memiliki sifat-
sifat sebagai berikut (Viridi, 2010):
1. Perubahan medan listrik dan medan magnetik terjadi pada saat yang
bersamaan, sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan minimum pada saat yang sama dan pada tempat yang sama.
2. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang arah
medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus dan keduanya tegaklurus terhadap arah rambat gelombang (Gambar 2.10).
3. Gelombang elektromagnetik mengalami peristiwa pemantulan, pembiasan,
interferensi, dan difraksi. Juga mengalami peristiwa polarisasi karena
termasuk gelombang transversal.
8/20/2019 178312111201112261
30/72
14
4. Cepat rambat gelombang elektromagnetik hanya bergantung pada sifat-sifat
listrik dan magnetik medium yang ditempuhnya.
Gambar 2. 10. Gelombang elektromagnetik yang merambat pada arah x
(Pedrotti, 1993)
Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang
gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gelombang EM
merambat dalam vakum dengan laju . Hubungan antara frekuensi dan panjanggelombang , secara matematis adalah:
(2.12)
Dengan adalah kecepatan cahaya, adalah frekuensi gelombang, dan adalah panjang gelombang.
Di mana di dalam vakum ,Dengan
Energi gelombang elektromagnetik terbagi sama dalam bentuk medan
magnetik dan medan listrik. Solusi terbaik dari gelombang bidang
elektromagnetik yang berjalan sinusoidal, dimana amplitud E dan B berubah
terhadap x dan t sesuai dengan persamaan:
(2.13) (2.14)
8/20/2019 178312111201112261
31/72
15
2.8. Polarisasi Cahaya
Polarsasi adalah peristiwa terserapnya sebagian atau seluruh arah getar
gelombang. Gejala polarisasi hanya dapat dialami oleh gelombang transversal
saja, sedangkan gelombang longitudinal tidak mengalami gejala polarisasi.Gejala
polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada tali yang
dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah maka
gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut (Gambar 2.11(a)). Sebaliknya
jika tali digetarkan dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak
bisa melewati celah tersebut tersebut (Gambar 2.11(b)).
Gambar 2. 11. Gejala polarisasi
Bila dalam gelombang EM, medan listrik hanya berosilasi pada satu
sumbu saja (sebagai konsekuensinyamedan magnetik juga hanya berosilasi pada
satu sumbu saja) maka polarisasi jenis ini dinamakan polarisasi linier. Terdapat
pula polarisasi berbentuk lingkaran di mana arah medan listrik dan medan
magnetik berosilasi tidak hanya pada satu sumbu tetapi pada bidang yang tegak
lurus arah penjaran dan membentuk bola seperti lingkaran. Jenis polarisasi yang
paling umum adalah polarisasi acak, di mana pada suatu waktu tidak dapat
ditentukan ke mana arah osilasi medan listrik atau magnetiknya (Viridi, 2010).
2.9. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan
Peristiwa pemantulan dan pembiasan dapat menyebabkan terjadinya
polarisasi (Gambar 2.12). Ketika cahaya jatuh pada bidang batas antara dua
medium dengan membentuk sudut datang terhadap garis normal, sebagiansinar akan dipantulkan dengan sudut pantul ( = ) dan sebagian lagi akandibiaskan dengan sudut bias
. Jika sinar bias dan sudut pantul membentuk sudut
8/20/2019 178312111201112261
32/72
16
90° yang secara matematis , maka sinar pantul terpolarisasi linier.Sudut datang yang menghasilkan sinar pantul terpolarisasi disebut sudut polarisasi
atau sudut Brewster (.
Gambar 2. 12. Polarisasi karena pemantulan dan pembiasan
Hukum Snellius untuk menyatakan pembiasan adalah:
Oleh karena Maka Sehingga hukum Snellius diatas menjadi:
(2.15)
Persamaan (2.15) disebut dengan hukum Brewster . Dalam penelitiaaan ini
persamaan (2.15) akan digunakan untuk mencari indek bias PMMA dengan
mengunakan metode reflektansi.
2.10. Reflektansi Dan Transmitansi
Pada proses pemantulan dan pembiasan, cahaya dapat terpolarisasi
sebagian atau seluruhnya oleh refleksi. Perbandingan intensitas cahaya yang
dipantulkan dengan cahaya yang datang disebut reflektansi (R), sedangkan
perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan cahaya datang disebut
Sinar datang Sinar pantul
Sinar bias
Garis Normal
8/20/2019 178312111201112261
33/72
17
transmitansi (T). Fresnel menyelidiki dan merumuskan suatu persamaan koefisien
refleksi dan koefisien transmisi yang dihasilkan oleh pemantulan dan pembiasan
(Pedrotti, 1993).
Jenis polarisasi dengan medan listrik tegak lurus bidang datang danmedan magnet sejajar bidang datang disebut transverse electric (TE).Sebaliknya jika medan listrik sejajar bidang datang maka jenis polarisasi ini disebuttransverse magnetic (TM). Polarisasi TE yaitu polarisasi dimana vektor medan
listrik berada pada bidang yang tegak lurus arah perambatan gelombang.Polarisasi
TM yaitu polarisasi dimana vektor medan magnetik berada pada bidang yangtegak lurus arah perambatan gelombang (Gambar 2.13).
Gambar 2. 13. Polarisasi mode TE dan mode TM
Transmitansi dari bahan dapat dicari dengan membandingkan intensitas
sinar laser setelah melalui bahan dengan intensitas sinar laser sebelummengenai bahan .
(2.16)
Transmitansi juga dapat dikaitkan dengan koefisien absorbansi suatu bahan.
Keterkaitan antara koefisien absorbsi dan transmitansi digambarkan oleh
persamaan (2.17):
(2.17)Dimana adalah Transmitansi, adalah koefisien absorbsi, dan adalahketebalan bahan Sedangkan Reflektansi ( R) didefinisikan sebagai perbandingan antara
intensitaspemantulan dengan intensitas sumber yang dapat ditulis:
(2.18)
Arah rambat
gelombang
Arah rambat
gelombang
TE
TM
8/20/2019 178312111201112261
34/72
18
Pada penelitian ini persamaan (2.18) akan digunakan untuk menghitung
Reflektansi PMMA untuk mode TE dan TM. Untuk metode kedua dengan
menggunakan sudut datang dan sudut bias didapatkan nilai koefisien refleksi (r)
dan koefisien tansmisi(t) sebagai berikut:
(2.19)
(2.20)
(2.21)
(2.22)
Sedangkan untuk nilai koefisien refleksi (r) dan koefisien tansmisi(t) sebagai
fungsi sudut datang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
(2.23)
(2.24)
(2.25)
(2.26)
Dimana
adalah sudut gelombang datang, dan
adalah indeks bias relatif
.Sampai di persamaan koefisien refleksi dan transmitansi diatassehingga dapat di ambil suatu komentar bahwa pada penelitian ini tidakmenggunakan selinder dengan dinding dalam cermin karena tiap pantulan energi
akan hilang sebesar .2.11. Absorbansi
Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan bentuk interaksi antara
gelombang cahaya/foton dengan atom/molekul. Absorbsi terjadi saat foton masuk
8/20/2019 178312111201112261
35/72
19
bertumbukan langsung dengan atom-atom pada material dan menyerap energinya
pada elektron atom. Foton mengalami perlambatan dan akhirnya berhenti,
sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibandingkan saat
masuk material. Abrobsi hanya terjadi ketika selisih kedua tingkat energi elektron
tersebut bersesuaian dengan energi cahaya datang. (2.27)Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan dari
total cahaya yang dilewatkan pada bahan tersebut. Absorbansi merupakan
logaritma kebalikan dari transmitansi, sehingga dalam persamaan matematis dapatdituliskan:
(2.28)
Dimana adalah Absorbansi, adalah Transmitansi, adalah Intensitas cahayakeluar , dan adalah Intensitas cahaya masuk .Persamaan (2.28) juga dapat dituliskan:
(2.29)
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.17) ke persamaan (2.28) besarnya
intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan :
(2.30)Dari persamaan (2.30) dapat diturunkan persamaan yang menyatakan koefisien
absorbsi suatu bahan yang dihubungkan dengan transmitansi, yaitu:
(2.31)
Dimana
adalah koefisien absorbsi
, dan
adalah ketebalan bahan
,
dan adalah Transmitansi.Dengan mensubtitusikan persaman (2.17) ke persamaan (2.29) sehingga diperoleh
hubungan antara Absorbansi , koefisien absorbsi , dan ketebalan bahan yang dituliskan dengan persamaan:
(2.32)
Dimana adalah koefisien absorbsi , dan adalah ketebalan bahan ,dan adalah Absorbansi.
8/20/2019 178312111201112261
36/72
8/20/2019 178312111201112261
37/72
21
PMMA memiliki banyak manfaat. Pemanfaatan PMMA dibidang optik,
antara lain PMMA banyak digunakan sebagai POF ( platic optical fiber ), sebagai
bahan dasar lensa-lensa, sebagai solar konsentrator, sebagai bahan lapisan tipis.
Dalam pemanfaatannya sebagai POF, PMMA digunakan sebagai bahan core (inti)
fiber optik.
8/20/2019 178312111201112261
38/72
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sub Laboratorium Optik Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai bulan September 2010
sampai dengan Desember 2010.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain (Gambar 3.1) :
1. Power Meter Model 1815-C
2. Large Area Visible Photo Receiver Model 2031
3. Sinar laser He-Ne merah (632 nm)
4. Sinar laser hijau (532 nm)
5. Spektrophotometer UV-VIS-NIR
6. Meja Putar berskala derajat
7. Alat Polish
8. Polish dengan grit 100, 1000, 2400 dan 4000
9.
Gergaji
10. Wadah sampel
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1. Polymethyl metacrylate (Acrylic)
2. Air kran/PAM
8/20/2019 178312111201112261
39/72
23
Gambar 3.1. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian kajian perambatan cahaya
pada pandu gelombang makro berbentuk trapesium (a) Sumber sinar laser merah,
(b) Photo Receiver , (c) Powermeter , (d) Meja putar berkala derajat,
(e) Sampel trapesium, (f) Sumber sinar laser hijau, (g) Alat polish, dan
(h) Polish dengan grit 100, 1000, 2400 dan 4000
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)
100
2400 4000
1000
8/20/2019 178312111201112261
40/72
24
3.3. Prosedur Penelitian
Seperti telah disebut di bagian pendahuluan, kerja dalam penelitian ini ditujukan
untuk membuat kolektor surya dengan bentuk trapesium. Dengan melihat pola
perambatan cahaya pada fiber optik, pada kolektor surya ini ada hubungan antara
sudut kemiringan kolektor dengan sudut penerimaan (NA). Untuk mencapai
tujuan di atas kegiatan penelitian ini di bagi menjadi dua tahap yaitu kajian secara
matematis dan kajian secara eksperimen. Gambar 3.2 adalah diagram alir dari
kegiatan penelitian ini.
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian perambatan cahaya pada pandu gelombang
makro berbentuk trapesium
Keterangan secara mendetil dari masing-masing langkah adalah sebagai berikut:
3.3.1. Kajian Matematis
Kajian matematis dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari
keterkaitan antara kemiringan kolektor dengan NA. Pada tahapan ini dicari
persamaan untuk menentukan besarnya sudut pada pemantulan ke-i i). Sudut-
sudut tersebut dihubungkan dengan sudut datang sinar saat sebelum
memasuki model kolektor. Pada tahap kajian matematis ini juga dicari persamaan
Pembuatan sampel
Pengukuran reflektansi
Pengukutan indeks bias
Perhitungan dan Pengukuran NA masing-masing sampel
Pengukuran absorbansi
Pengkajian secara matematis
Pembuatan Program dengan Borland Delphi 7.0
8/20/2019 178312111201112261
41/72
25
i) juga
mempengaruhi panjang kolektor surya (x) yang dibutuhkan agar semua sinar
dapat dipantulkan. Dengan menggunakan persamaan besar sudut pada pemantuan
ke-i dan persamaan panjang kolektor surya (x) dapat diperoleh NA secara
matematis.
3.3.2. Pembuatan Program dengan Borland Delphi 7.0
Pada tahapan ini dibuat program untuk menghitung NA dengan
menggunakan persamaan-persamaan matematis yang diperoleh pada tahapan
kajian matematis. Pembuatan program ini ditujukan untuk mempermudah
perhitungan NA secara matematis. Software pembuat program yang digunakan
pada penelitian ini adalah Borland Delphi 7.0.
3.3.3.Persiapan alat dan bahan
Pada tahap ini dilakukan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
eksperimen. Bahan yang dibutuhkan diantaranya Polymethyl metacrylate atau
yang biasa dikenal dengan acrylic. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ada
beberapa macam, yaitu photo receiver sebagai sensor cahaya, powermeter sebagaialat pengukur intensitas cahaya, spectrophotometer UV-VIS-NIR sebagai alat
pengukur absorbansi, meja putar berskala derajat sebagai alat pengukur
reflektansi, indeks bias, dan NA masing-masing sampel.
Pada penelitian ini digunakan model eksperimen berbentuk trapesium.
Model trapesium ini akan divariasi pada sudut kakinya (sudut kemiringan), dan
akan divariasi pada ketinggian/panjang trapesium. Sehingga akan diperoleh
beberapa sampel dengan variasi sudut kemiringan dan panjang trapesium.
Model trapesium dibuat dari bahan acrylic dengan ketebalan yang diproduksi oleh PT. Astari Niagara Internasional. Acrylic dipotong dengan
bentuk trapesium dengan variasi sudut kemiringan 83°, 85°, dan 87° masing-
masing dengan variasi ketinggian 5,25cm, 6cm, 6,5cm dan 7cm. Karena dalam
proses pemotongan menggunakan gergaji yang menghasilkan potongan yang
kasar, maka harus dihaluskan dengan cara dipolish. Proses polish dilakukan secara
bertahap, yaitu dimulai dari grid 100, 1000, 2400 dan diakhiri dengan grid 4000.
8/20/2019 178312111201112261
42/72
26
Dikarenakan jika langsung ke grid tinggi, maka akan dibutuhkan waktu yang
lama. Proses polish diawali dengan meletakan kertas polish ke alat polish dengan
perekat berupa magnet. Pada proses polish ini di gunakan air sebagai media
pelarut untuk menghilangkan dan membuang kotoran bekas polish dari sampel
sehingga proses polish menjadi lebih cepat dan lebih baik.
3.3.4. Pengukuran Absorbansi
Pengukuran absorbansi pada penelitian ini dengan menggunakan 1 buah
sampel trapesium. Alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi adalah
Ultra Violet Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 1061 PC (Spektro-
photometer UV-VIS-NIR). Dari pengukuran ini dapat diketahui seberapa besar
cahaya yang diserap oleh sampel. Panjang gelombang yang digunakan pada
pengukuran absorbansi ini adalah 200nm-1000nm. Data yang diperoleh dari
pengukuran menggunakan alat UV-VIS-NIR S pectrophometer adalah data
absorbansi. Data absorbansi ini masih di pengaruhi oleh ketebalan. Untuk
memperoleh koefisien absorbansi yang tidak berpengaruh pada ketebalan maka
data absorbansi yang masih dipengaruhi oleh ketebalan dibagi dengan ketebalansampel yang digunakan pada saat pengukuran, seperti pada persamaan (2.32) pada
tinjauan pustaka.
(2.32)
Dengan tebal sampel yang digunakan pada pengukuran absorbansi pada penelitian
ini adalah 4,75mm. Kemudian data yang didapat dibuat grafik hubungan antara
koefisien absorbsi dengan panjang gelombang dengan menggunakan software
Origin Pro 8.
3.3.5. Pengukuran Reflektansi
Pengukuran reflektansi pada penelitian ini dengan menggunakan satu buah
sampel trapesium. Sebagai landasan terdapat suatu meja putar berskala derajat
yang akan digunakan untuk memvariasi sudut (Gambar 3.3).
8/20/2019 178312111201112261
43/72
27
Laser He-Ne
Polarisator
Photoreceiver
Powermeter
Sampel
Gambar 3.3. Meja putar berskala derajat untuk mengukur reflektansi
Pada penelitian ini, proses pengukuran nilai reflektansi PMMA adalah
dengan melewatkan sinar dari leser laser He-Ne 632nm terlebih dahulu ke
polarisator, kemudian diarahkan sampel PMMA. Dari sampel PMMA ini
selanjutnya sinar akan dipantulkan kembali oleh sampel PMMA kemudian diukur
intensitas sinar pantulnya dengan menggunakan powermeter . Pengambilan data
intensitas dilakukan terhadap variasi sudut datang. Variasi sudut datang yang
digunakan adalah dari 1° dan 90° dengan perubahan pergeseran sudut sebesar 1°.
Untuk hasil yang lebih akurat, maka posisi lampu laser dibuat tetap. Skema proses
pengambilan data digambarkan seperti pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Skema pengambilan data reflektansi sampel
8/20/2019 178312111201112261
44/72
28
Nilai reflektansi akan diperoleh dengan membandingkan intensitas sinar
pantul dengan intensitas sumber, seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan
pustaka pada persamaan (2.18) :
(2.18)
Pengukuran reflektansi dilakukan pada mode TE dan mode TM. Data
antara sudut sinar datang dan intensitas sinar pantul ini dimasukkan dalam grafik.
Pembuatan grafik dilakukan dengan menggunakan Software Origin Pro 8.
3.3.6. Pengukuran Indeks Bias
Pengukuran Indeks bias dapat dilakukan dengan menggunakan reflektansi
mode TM. Untuk mendapatkan indeks bias yang lebih teliti dilakukan pengukuran
ulang reflektansi pada rentang sudut 50°-60° dengan ketelitian 0,167°. Data
reflektansi ini dibuat grafik dengan menggunakan software Origin Pro 8. Indeks
bias ditunjukkan oleh nilai tangen dari sudut datang sinar laser yang memberikan
nilai intensitas terkecil. Indeks bias dihitung dengan menggunakan persamaan
sudut Brewster yang secara matematis dapat dituliskan:
(2.15)
Dimana p adalah sudut datang sinar laser yang memberikan nilai intensitas
terkecil, n2 adalah indeks bias sampel, dan n1 adalah indeks bias udara (n1=1).
Pada penelitian ini akan dicari indeks bias PMMA dengan cara mencari nilai p.
Setelah p didapatkan, maka dapat digunakan persamaan (2.15) untuk menghitung
indeks bias PMMA.
3.3.7. Pengukuran Numerical Aperture (NA)
Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut
penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat
didalam kolektor surya. Secara matematis, besar sudut penerimaan (NA) sampel
trapesium dapat dihitung dalam kaitannya dengan indek bias bahan, panjang
sampel, lebar sampel, sudut kemiringan sampel .
8/20/2019 178312111201112261
45/72
29
Gambar 3.5. Skema pengukuran NA sampel
Gambar 3.5 adalah skema pengambilan data NA sampel. Dalam penelitian
ini langkah untuk menentukan NA adalah dengan cara meletakkan sampel diatas
meja putar berskala derajat, kemudian menyinari masing masing sampel dengan
laser dan dicari sudut maksimum dimana sinar masih merambat dalam didalam
sampel hingga keluar dari ujung sisi yang lain. Laser yang digunakan pada
penelitian ini adalah laser -
nm). Pengambilan data NA dilakukan pada 3 titik untuk setiap sampel, yaitu pada
pusat sampel dan dua titik yang lain adalah seperempat dari lebar kolektor yang
berada disebelah kiri dan kanan pusat kolektor. Penggunaan dua laser ini
dimaksudkan agar dapat mewakili spektrum cahaya yang sampai ke bumi yang
dipancarkan oleh matahari. Data NA untuk setiap laser dari masing-masing
sampel dimasukkan kedalam tabel dan dibandingkan dengan NA hasil
perhitungan secara matematis.
Laser
NAKanan
NAKiri
Sampel
Laser
8/20/2019 178312111201112261
46/72
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, tahapan yang pertama yaitu kajian
matematis sedangkan tahap yang kedua yaitu eksperimen. Kajian matematis
dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari keterkaitan antara kemiringan
kolektor dengan NA. Sedangkan pada tahap eksperimen terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu: menentukan karakteristik absorbansi dan reflektansi PMMA,
menentukan indeks bias PMMA, dan menentukan besarnya NA untuk setiap
model kolektor surya, kemudian membandingkan besar NA dari perhitungan
matematis dan hasil eksperimen.
4.1. Kajian Matematis
Pada tahapan kajian matematis dicari persamaan untuk menentukan
besarnya sudut pada pemantulan ke-i i). Sudut-sudut tersebut dihubungkan
dengan sudut datang i) sinar saat sebelum memasuki model kolektor. Selain itu,
juga dicari persamaan untuk panjang model kolektor surya (h). Besarnya sudutdatang i) juga mempengaruhi panjang kolektor surya (h) yang dibutuhkan agar
semua sinar dapat dipantulkan.
Gambar 4. 1. Skema jalannya sinar didalam kolektor surya
LK
S
A
B
C
M
N
8/20/2019 178312111201112261
47/72
31
Gambar 4.1. menjelaskan tentang jalannya sinar saat didalam kolektor
surya. Dari gambar 4.1. jika dilakukan penurunan persamaan besar sudut pantul
ke-i atau panjang kolektor akan menemui masalah yang cukup komplek. Maka
untuk mempermudah penurunan persamaan akan dilakukan beberapa tahapan:
1. Tahapan yang pertama adalah menghilangkan terlebih dahulu persegi AKLM.
Karena KL//AM maka:
(4.1)
Gambar 4. 2. Penyederhanaan sampel dengan menghilangkan persegi AKLM
2. Tahapan yang kedua adalah menggangap dan sertagaris S adalah garis sumbu tengah kolektor yang menerangkan bahwa
kolektor surya berbentuk simetris sehingga kolektor dapat dibagi menjadi dua
bagian yang sama. Dengan menganggap garis S sebagai cermin dan dengan
menggambil sampel sebelah kiri maka akan diperoleh (gambar 4.3):
Gambar 4. 3. Penyederhanaan sampel dengan menganggap garis S cermin
O
A
B
C
M
S
A
B
S
C
8/20/2019 178312111201112261
48/72
32
Dengan memperhatikan gambar 4.1 dan karena KL//AM maka:
(4.2)4.1.1. Penurunan Persamaan Pemantulan ke-i
Gambar 4. 4. Skema pemantulan pada setengah sampel
Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga
adalah 180°, maka:
(4.3)Sehingga diperoleh:
(4.4)Karena B1 dan B2 membentuk sudut siku-siku, maka: (4.5)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.4), ke persamaan (4.5) diperoleh:
(4.6)
O
8/20/2019 178312111201112261
49/72
33
Dengan memperhatikan jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka: (4.7)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.6) ke persamaan (4.7) diperoleh:
(4.8)Karena C1 dan C2 membentuk sudut siku-siku, maka:
(4.9)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8) ke persamaan (4.9) diperoleh:
(4.10)Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:
(4.11)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.4) dan persamaan (4.10) ke persamaan
(4.11), diperoleh:
(4.12)
Karena D1 dan D2 membentuk sudut siku-siku, maka: (4.13)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.12) ke persamaan (4.13) diperoleh:
(4.14)Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:
(4.15)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8) dan persamaan (4.14) ke persamaan
(4.15) diperoleh:
(4.16)Karena E1 dan E2 membentuk sudut siku-siku, maka:
(4.17)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.16) ke persamaan (4.17) diperoleh:
(4.18)
8/20/2019 178312111201112261
50/72
34
Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka: (4.19)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.12) dan persamaan (4.18) ke persamaan
(4.19) diperoleh:
(4.20)Karena F1 dan F2 membentuk sudut siku-siku, maka:
(4.21)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.20) ke persamaan (4.21) diperoleh: (4.22)Dengan memperhatikan EFG dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:
(4.23)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.16) dan persamaan (4.22) ke persamaan
(4.23) diperoleh:
(4.24)Karena G1 dan G2 membentuk sudut siku-siku, maka: (4.25)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.24) ke persamaan (4.25) diperoleh:
(4.26)Dengan memperhatikan FGH dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:
(4.27)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.20) dan persamaan (4.26) ke persamaan(4.27) diperoleh:
(4.28)Karena H1 dan H2 membentuk sudut siku-siku, maka:
(4.29)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.28) ke persamaan (4.29) diperoleh:
(4.30)
8/20/2019 178312111201112261
51/72
35
Dengan memperhatikan GHI dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka: (4.31)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.24) dan persamaan (4.30) ke persamaan
(4.31) diperoleh:
(4.32)Karena I1 dan I2 membentuk sudut siku-siku, maka:
(4.33)Dengan mensubtitusikan persamaan (4.32) ke persamaan (4.33) diperoleh: (4.34)
Dengan memperhatikan gambar 4.4 dengan dikaitkan dengan gambar 4.2
maka pemantulan sebenarnya hanya terjadi pada C, E, G, dan I. SementaraB, D, F, dan H merupakan sudut pemantulan yang terjadi karenamenganggap sumbu S sebagai cermin. Jadi B, D, F, dan H tidak akanterbentuk pada saat sinar memasuki kolektor. Maka yang akan diambil sebagai
sampel persamaan dalam proses penurunan bersar sudut pantul ke-n hanya C,E, G, dan I. Dari perhitungan diperoleh :(4.10) Pemantulan ke 1(4.18) Pemantulan ke 2(4.26) Pemantulan ke 3(4.34) Pemantulan ke 4
Dari persamaan (4.10), (4.18), (4.26), dan (4.34) terdapat keterkaitan
antara persamaan yang satu dengan persamaan lainnya. Keterkaitan itu memenuhi
hubungan persamaan:
(4.35)Dengan , dan i menunjukkan besar sudut pantul ke-i. Persamaan i
pada persamaan (4.35) adalah persamaan untuk menentukan besar sudut pantul
ke-i.
8/20/2019 178312111201112261
52/72
36
Dengan mengembalikan bentuk kolektor kebentuk semula dengan
melepaskan cermin dan mengembalikan persegi AKLM maka dan dapatdihubungkan dengan sudut datang i dan sudut bias r .
Gambar 4. 5. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula
Dengan menggunakan hukum Snellius tentang pembiasan, maka dari Gambar 4.5
diperoleh:
(4.36)
Karena dan r membentuk sudut 90°, maka: (4.37)Dengan memperhatikan dan mengingat persamaan sinus dalam segitigadiperoleh:
(4.38)Dengan memperhatikan dan mengingat hukum pemantulan maka:
(4.39)Sehingga (4.40)Dengan memsubtitusikan persamaan (4.40) ke persamaan (4.2), diperoleh:
(4.41)Dari beberapa perhitungan diatas dan dengan menuliskan kembali
persamaan untuk menentukan besar sudut pantul ke-i, maka:
(4.35)
A
K L N
M
8/20/2019 178312111201112261
53/72
37
Dengan
(4.40) (4.41) (4.36)
Dengan adalah persamaan untuk menentukan besar sudut pantul ke-i, adalah
sudut kemiringan kolektor surya, dan i r adalah sudut
sinar bias, adalah sudut yang terbentuk oleh sinar terhadap garis yang tegak
ut yang dibentuk oleh sinar terhadapsisi kolektor.
4.1.2. Penurunan Persamaan Panjang Kolektor
Gambar 4. 6. Skema pemantulan sinar pada setengah sampel untuk mencari
panjang sampel minimum
O
a
c
b
d
e
f
8/20/2019 178312111201112261
54/72
38
Dengan memperhatikan Gambar 4.6, maka sebelum melangkah ke proses
penurunan, terlebih dahulu harus mengingat fungsi sinus dalam trigonometri.
Salah satu fungsi sinus yang sering dipakai dalam proses penurunan persamaan: n dan cosinus, maka:
(4.42)(4.43)
, maka:
(4.44)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8) dan persamaan (4.43) ke persamaan
(4.44) diperoleh:
(4.45)
Dengan memperhatikan dan mengingat fungsi cosinus, maka:
(4.46)
(4.47)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.4), persamaan (4.12) dan persamaan
(4.45) ke persamaan (4.47) diperoleh:
(4.48)
Dengan memperhatikan DCC' dan mengingat fungsi cosinus, maka:
(4.49)
Dengan
(4.50)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8), persamaan (4.16) dan persamaan
(4.48) ke persamaan (4.50) diperoleh:
(4.51)
8/20/2019 178312111201112261
55/72
39
Dengan memperhatikan DEE' dan mengingat fungsi cosinus, maka:
(4.52)
Kerena besaran panjang tidak mungkin bernilai negatif, maka tanda negatif
diabaikan, sehingga persamaan (4.46) menjadi:
(4.53)
Dengan memperhatikan
(4.54)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.12), persamaan (4.20) dan persamaan
(4.51) ke persamaan (4.54) diperoleh:
(4.55)
Kerena besaran panjang tidak mungkin bernilai negatif, maka tanda negatif
diabaikan, sehingga persamaan (4.55) menjadi:
(4.56)
Dengan memperhatikan FEE' dan mengingat fungsi cosinus, maka:
(4.57)
Dengan
(4.58)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4.16), persamaan (4.24) dan persamaan
(4.56) ke persamaan (4.58) diperoleh:
(4.59)
Kerena besaran panjang tidak mungkin bernilai negatif, maka tanda negatif
diabaikan, sehingga persamaan (4.59) menjadi:
(4.60)
Dengan memperhatikan FGG' dan mengingat fungsi cosinus, maka:
(4.61)
8/20/2019 178312111201112261
56/72
40
Dari beberapa perhitungan diatas,persamaan (4.42), persamaan (4.46), persamaan
(4.49), persamaan (4.53), persamaan (4.57), persamaan (4.61) secara berurutan
dapat ditulis ulang :
Dari persamaan (4.46), (4.53), dan (4.57) terdapat keterkaitan
antara persamaan yang satu dengan persamaan lainnya. Keterkaitan itu memenuhi
hubungan persamaan:
(4.62)
Dengan Xn adalah jarak vertikal dari sudut pantul ke-(n-1) hingga berpotongan
dengan garis S yang berfungsi sebagai sumbu kolektor, dan n adalah
Dan dari persamaan (4.49) dan (4.57) juga terdapat keterkaitan dan antara persamaan yang satu dengan persamaan lainnya. Keterkaitan itu memenuhi
hubungan persamaan:
(4.63)
Dengan Xm adalah jarak vertikal dari perpotongan sinar terhadap garis S yang
berfungsi sebagai sumbu kolekor hingga sudut pantul ke-(m-2), dan m
Dengan memperhatikan gambar 4.5 diperoleh bahwa untuk setiap
i. Dengan demikian dapat
8/20/2019 178312111201112261
57/72
41
sebanyak 2i. Secara matematis hasil ini dapat dituliskan
(4.64)Dengan mengembalikan bentuk kolektor ke bentuk semula dengan
melepaskan cermin S dan mengembalikan persegi AKLM maka dapat dicari
panjang awal yang dibutuhkan (X0) dari saat sinar masuk kolektor hingga saat
sinar dipantulkan pertama kali oleh kolektor.
Dari Gambar 4.7. hal yang harus diperhatikan adalah nilai Z0. Jika sinar
mengenai sisi sebelah kanan dari garis S (garis tengah kolektor) maka Z0 bernilai
positif. Sebaliknya jika sinar mengenai sisi sebelah kiri dari garis S maka Z0
bernilai negatif.
Gambar 4. 7. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula untuk mencari X0
Dengan memperhatikan (Gambar 4.7) dan mengingat persamaansinus, maka:
(4.65)
8/20/2019 178312111201112261
58/72
42
Dengan y adalah jarak yang ditempuh sinar mulai saat memasuki kolektor hingga
terpantul oleh sisi kolektor, r 0 adalah setengah dari lebar kolektor bagian atas atau
jarak dari tepi kolektor bagian atas dengan sumbu kolektor S , dan Z0 adalah jarak
jatuh sinar pada kolektor bagian atas dengan sumbu kolektor S .
Dengan memperhatikan dan mengingat fungsi cosinus, maka:(4.66)
Dengan X0 adalah jarak tegak lurus dari tempat jatuhnya sinar saat sinar mulai
memasuki kolektor .
Nilai Z0 disini menyesuaikan posisi saat sinar jatuh pada kolektor bagian
atas hingga memasukan kolektor. Z0 akan bernilai positif jika sinar datang jatuh di
sebelah kanan sumbu S, dan Z0 akan bernilai negatif jika sinar datang jatuh di
sebelah kiri sumbu S . Sehingga saat sinat datang jatuh disebalah kanan sumbu S
akan mengakibatkan panjang X0 yang lebih besar dibanding dengan saat sinar
datang jatuh di sebelah kiri sumbu S .
Dengan memperhatikan dan mengingat fungsi tangen, maka: (4.67)Dengan Z1 adalah bilangan yang merepresentasikan jarak tegak lurus horizontal
atas sisi kolektor terdekat, dan adalah sudut
kemiringan kolektor.
Dengan memperhatikan Gambar 4.7, maka dan denganmensubtitusikan
dari persamaan (4.67) maka diperoleh:
(4.68)Dengan r adalah jarak tegak lurus dari sumbu S , dan
adalah sudut kemiringan kolektor.
4.1.3. Pembuatan Program
Pembuatan program pada penelitian ini menggunakan software Borland
Delphi 7.0. Pembuatan program ditujukan untuk mempermudah proses
perhitungan besar sudut pantul ke-i dan panjang kolektor X secara matemetis.
8/20/2019 178312111201112261
59/72
43
Pembuatan program ini didasarkan pada persamaan-persamaan yang diperoleh
pada kajian matematis yaitu pada subbab 4.1.1 dan subbab 4.1.2. Besar sudut
pantul ke-i dan panjang kolektor X akan digunakan untuk perhitungan NA secara
matematis. Proses penghitungan NA secara matematis didasarkan pada
persyaratan yaitu Pemantulan akan terjadi sepanjang kolektor surya dengan
syarat sudut pantul ke-i (i) lebih besar dari sudut kritisnya c). Jika i bernilai
c
c ) dan besar sudut pemantulan ke-i (i) dinyatakan sebagai
berikut:
(2.4)
dan (4.35)Selain sudut kemiringan dan panjang kolektor surya dan terdapat faktor
lain yang mempengaruhi NA suatu kolektor surya. Faktor tersebut adalah indeks
bias material inti, indeks bias material selimut, lebar atas kolektor, dan jarak jatuh
sinar dari pusat kolektor. Ketika sinar jatuh pada sisi kiri kolektor maka jarak
jatuh sinar dari pusat kolektor akan bernilai negatif. Sebaliknya jika cahaya jatuh
pada sisi kanan kolektor maka jarak jatuh sinar dari pusat kolektor bernilai positif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi NA kolektor surya berbentuk trapesium
tersebut akan menjadi masukkan-masukkan pada program. Sehingga akan
diperoleh hasil akhir berupa NA dengan arah putar kiri dan kanan.
Untuk mengefisienkan penggunaan waktu maka dalam program
ditambahkan sebuah masukkan yaitu akurasi perhitungan yang menyatakan
keakuratan data yang diperoleh. Semakin kecil akurasi yang dimasukkan maka
ketelitian hasil NA yang diperoleh akan semakin teliti sebaliknya semakin besar
akurasi yang dimasukkan maka ketelitian hasil NA yang diperoleh akan semakin
buruk. Jika akurasi yang dimasukkan kecil maka proses perhitungan NA akan
menghabiskan waktu lebih lama tetapi akan memperoleh hasil NA yang lebih
akurat. Untuk mempermudah pembuatan program maka di buat flowchart seperti
pada gambar 4.8. Pada gambar 4.9 merupakan gambar yang memperlihatkan
tampilan program untuk menghitung NA.
8/20/2019 178312111201112261
60/72
44
Gambar 4. 8. Flowchart program
Start
Masukkan: Panjang kolektor dan akurasi perhitunganIndeks bias medium 1 dan Indeks bias medium 2 Sudut kemiringan kolektor dan Lebar atas kolektor
Jarak jatuh sinar dari pusat kolektor (dikiri pusat (-) dan dikanan pusat (+))
Tidak
Ya
genap
Tidak
Ya
Finish
Tidak
Ya
Dengan hitung
Tidak
Keluaran: Ya
8/20/2019 178312111201112261
61/72
45
Gambar 4. 9. Tampilan program untuk menghitung NA Sampel
4.2. Kajian Eksperimen
4.2.1. Pembuatan Sampel
Kolektor surya yang dibuat dalam penelitian ini mempunyai bentuk dasaryang dalam 2 dimensi berbentuk trapesium sama kaki. Corong dua dimensi dipilih
karena kesederhanaan dalam cara pengujian sudut penerimaannya. Tabel 4.1
adalah perbandingan antara sampel hasil perencanaan dengan sampel jadi.
Tabel 4. 1. Tabel Perencanaan awal sampel dan hasil penghitungan ulang
Sampel
Kemiringan Sudut Lebar Atas Kolektor Panjang Kolektor
Perencanaan
Awal
Hasil
Pengukuran
Perencanaan
Awal
Hasil
Pengukuran
Perencanaan
Awal
Hasil
Pengukuran
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3
8/20/2019 178312111201112261
62/72
46
Dari tabel 4.1 terdapat perbedaan dimensi sampel antara pada saat
perencanaan dengan hasil jadi sampel. Perbedaan tersebut dikarenakan sangat
sulit membuat sampel dengan desain sama persis dengan pada saat perencanaan
awal. Masalahnya adalah keadaan kekasaran permukaan sampel yang kadang
untuk meratakannya harus melebihi ukuran yang direncanakan.
4.2.2. Pengukuran Absorbansi PMMA
Kejadian yang mungkin ketika cahaya merambat dalam materi dua
diantaranya adalah sebagaian cahaya akan diserap dan sebagian yang lain akan
diteruskan. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui seberapa besar bagian
cahaya yang diserab dan diteruskan oleh kolektor surya.
200 300 400 500 600 700 800 900 1000
0
2
4
6
8
10
12
14
16
( A b s / t ) . l n ( 1 0 )
Panjang Gelombang
Gambar 4. 10. (a). Spektrum cahaya matahari (Pedrotti, 1993),
(b). Grafik Absorbansi PMMA
(a)
(b)
8/20/2019 178312111201112261
63/72
47
Gambar 4.10.(a) merupakan grafik spektrum radiasi matahari yang
dipancarkan dari panjang gelombang 200nm sampai 2600nm. Pada grafik 4.10.(a)
terdapat grafik spektrum radiasi yang dipancarkan matahari dengan grafik
spektrum radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Dari grafik
4.10.(a) terlihat bahwa tidak semua radiasi yang di pancarkan matahari sampai ke
permukaan bumi. Hal tersebut dikarenakan di atmosfer ada interaksi antara
gelombang yang masuk ke bumi saat dengan partikel-partikel udara di atmosfer.
Absorbansi PMMA adalah suatu bentuk interaksi antara gelombang
cahaya dengan molekul penyusun PMMA. Gambar 4.10.(b) merupakan grafik
hasil pengukuran koefisien absorbansi PMMA menggunakan UV-VIS-NIR
S pectrophometer. Dengan keterbatasan alat ukur absorbansi yang digunakan yaitu
hanya mampu mengukur absorbansi maksimum pada rentang panjang gelombang
200 nm hingga 1000 nm maka pada penelitian ini karakterisasi absorbansi PMMA
hanya dilakukan pada rentang panjang gelombang 200 nm hingga 1000 nm.
Dari Gambar 4.10.(b) dapat dilihat bahwa panjang gelombang 206nm-
292nm koefisien absorbansi berkisar antara 1,000-15,198 sedangkan pada panjanggelombang 292,5nm-1000nm koefisien absorbansi kurang dari 1,000. Dengan
menggunakan hubungan antara absorbansi dan transmitansi seperti dalam bab
tinjauan pustaka (persamaan (2.29)):
(2.29)
Maka dari persamaan (2.29) dapat diturunkan persamaan untuk menghitung
transmitansi berdasarkan pada absorbansinya.
(4.69)
Dengan A adalah absorbansi, dan T adalah transmitansi.
Dengan menggunakan persamaan (4.69) dapat diketahui sekitar 90% cahaya akan
ditransmisikan oleh PMMA.
Dengan mengkaitkan spektum radiasi matahari yang sampai ke bumi
dengan absorbansi PMMA maka PMMA yang digunakan harus mampu
mentransmisikan sebagian besar spektrum radiasi yang diterima pada permukaan
8/20/2019 178312111201112261
64/72
48
bumi. Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa PMMA sedikit sekali
menyerap cahaya dan banyak mentransmisikan cahaya sehingga baik digunakan
sebagai kolektor surya.
4.2.3. Pengukuran Reflektansi PMMA
Pengukuran reflektansi PMMA ditujukan untuk mengetahui karakteristik
refleksi dari bahan PMMA. Hasil pengukuran reflektansi PMMA disajikan dalam
Gambar 4.11.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
R e f l e k t a n s i
Sudut
TE
TM
Gambar 4. 11. Grafik Reflektansi PMMA
Gambar 4.11 adalah grafik reflektansi PMMA terhadap sudut datang yang
dilakukan pada dua metode pengukuran yaitu mode TE (transverse electric) dan
Mode TM (tranverse magnetic). Mode TE adalah mode dimana sinar laser
diletakkan pada posisi vertikal sedangkan mode TM adalah mode dimana sinar
laser diletakkan pada posisi horizontal. Pada mode TE gelombang yang dapat
melewati polarizer adalah medan listriknya saja sedangkan pada mode TM yang
dapat melewati polarizer adalah medan magnetnya saja. Dari Gambar 4.11 terlihat
bahwa reflektansi mode TM selalu berada dibawah mode TE. Hasil ini
bersesuaian dengan grafik reflektansi seperti yang dilakukan oleh peneliti lain
(Kawate, 2007; New England Board of Higher Education, 2004).
Pada penelitian ini setelah sinar laser dipantulkan oleh sample PMMA
kemudian sinar laser diteruskan melewati photoreceiver . Didalam photoreceiver
sinar laser tadi diubah menjadi pulsa-pulsa energi listrik yang selanjutnya
8/20/2019 178312111201112261
65/72
49
ditransmisikan ke powermeter dan diukur dayanya. Dari daya listrik yang terukur
pada powermeter selanjutnya dapat dihitung intensitasnya dengan menggunakan
persamaan:
(4.70)
Dengan I adalah intensitas (watt/m2), P adalah daya listrik (watt) dan A adalah
luasan (m2). Untuk mendapatkan nilai reflektansi dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan reflektansi berkaitan dengan intensitas sesuai dengan
tinjauan pustaka pada persamaan (2.18) yaitu:
(2.18)
Dengan R adalah Reflektansi, I adalah Intensitas sinar yang dipantulkan, dan I0
adalah Intensitas sinar mula-mula.
Pada Gambar 4.11 terlihat bahwa nilai reflektansi untuk mode TE semakin
meningkat jik