46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Sebagai hasil pembangunan nasional terjadi peningkatan pendapatan, pendidikan dan sosial masyarakat dan hal ini menimbulkan pergeseran pola penyakit yang terdapat dalam masyarakat dari kelompok penyakit menular ke kelompok penyakit tidak menular, termasuk diantaranya gangguan jiwa. Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan dalam hal ini diartikan sebagai suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi yang positif dari kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif. Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi, dapat menimbulkan berbagai masalah psiko-sosial yang mempengaruhi taraf kesehatan jiwa masyarakat. Demikian pula dengan adanya 1

199563237 Masalah Kesehatan Jiwa Dalam Masyarakat Perkotaan Dinand

Embed Size (px)

DESCRIPTION

psikiatri masyarakat.

Citation preview

MANIFESTASI KLINIK DARI GANGGUAN JIWA

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang dan masalah

Sebagai hasil pembangunan nasional terjadi peningkatan pendapatan, pendidikan dan sosial masyarakat dan hal ini menimbulkan pergeseran pola penyakit yang terdapat dalam masyarakat dari kelompok penyakit menular ke kelompok penyakit tidak menular, termasuk diantaranya gangguan jiwa.

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan dalam hal ini diartikan sebagai suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi yang positif dari kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif.

Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi, dapat menimbulkan berbagai masalah psiko-sosial yang mempengaruhi taraf kesehatan jiwa masyarakat. Demikian pula dengan adanya penyebaran dan imigrasi penduduk yang timpang terutama urbanisasi, perubahan sosial yang cepat, pergeseran nilai-nilai hidup, polusi informasi dan gaya hidup yang merusak kesehatan seperti merokok, minum alkohol dan penyalah-gunaan obat.

Dari hasil survei epidemiologi gangguan jiwa yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia, didapat angka-angka morbiditas gangguan jiwa sebagai berikut :

1) Prevalensi psikosis : 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000 penduduk di pedesaan angka menurut WHO adalah : 1-3 per 1000 penduduk.

2) Prevalensi neurosis dan gangguan psikosomatik adalah 98 per 1000 penduduk, sedang angka WHO untuk neurosis adalah 20-60 per 1000 penduduk.Menurut penelitian di USA didapatkan bahwa 2-5% dari populasi menderita ansietas dan 10% dari populasi pernah mengalami depresi.

3) Prevalensi retardasi mental : 1,25 per 1000 penduduk, dan menurut WHO adalah 1-3 per 1000 penduduk.

4) Prevalensi penyahalgunaan obat dan alkohol belum ada pasti namun dari data Rumah Sakit tercatat 10.000 pasien, dan diperkriakan jumlah pasien penyalahgunaan obat dan alkohol yang terdapat dalam masyarakat kurang lebih 100.000 orang.

5) Prevalensi Epilepsi adalah 0,26 per 1000 penduduk, sedang angka menurut WHO adalah 8-10 per 1000 penduduk.

Angka tersebut diatas menggambarkan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan masalah masyarakat. Dengan melaksanakan pelayanan jiwa di masyarakat, diharapkan akan tercapai pelayanan kesehatan paripurna yang diberikan kepada manusia seutuhnya.

U.U. Kesehatan No. 25/1992 pasal 241) Upaya yang diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal, baik intelektual, maupun emosional dan sosial, meliputi :

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa

Pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa

Penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.

2) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.

Upaya Kesehatan Jiwa adalah upaya kesehatan jiwa yang dilaksanakan secara khusus atau terintegrasi dengan kegiatan pokok, yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dengan dukungan peran serta masyarakat yang ditujukan pada individu, keluarga, masyarakat dan diutamakan pada masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya kelompok rawan tanpa mengabaikan kelompok lainnya, dengan menggunakan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.

Kegiatan upaya kesehatan jiwa tersebut dilaksanakan melalui :

1) Pengenalan dini gangguan jiwa (early detection).

2) Memberikan upaya pertolongan pertama pada pasien-pasien dengan gangguan jiwa (primary treatment).

3) Kegiatan rujukan yang memadai (adequate referral).

Selain itu diharapkan agar upaya kesehatan jiwa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat melaksanakan terapi lanjutan (follow up) dari mereka yang sudah selesai perawatannya di Rumah Sakit Jiwa, untuk meringankan beban dari pasien. Dengan adanya pelayanan ini dapat diperoleh gambaran penyakit dalam masyarakat tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan melalui data yang ada pusat pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya dalam masyarakat perkotaan.

Mengingat hal tersebut diatas maka dalam pelayanan kesehatan jiwa diharapkan dapat :

1) Menangani gangguan jiwa baik yang akut maupun yang kronik yang dapat terjadi pada setiap manusia maupun kelompok masyarakat hingga dapat menurunkan angka kesakitan pasien ganguan jiwa.

2) Menangani gangguan jiwa dari setiap kelompok umur mulai dari anak, remaja, dewasa dan usia lanjut dengan memanfaatkan azas-azas kesehatan jiwa.

3) Menilai lebih sensitif dan waspada terhadap kemungkinan keterlibatan emosional pada keluhan-keluhan atau gejala yang ditujukan pasien sewaktu berobat.

4) Memberikan penyuluhan hingga masyarakat dapat memanfaatkan azas dasar kesehatan jiwa dalam kehidupannya.

Penjelasan :

1)Kesehatan Jiwa (mental health) menurut pengertian ilmu kedokteran pada saat ini adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan orang lain.

Makna kesehatan jiwa adalah manusia mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi dalam kehidupannya dan dalam hubungan dengan manusia lain.

Untuk mencapai kondisi yang dimaksud maka pemerintah telah mengarahkan upaya penting antara lain :

a) Memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

b) Mengusahakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikan penempatan tenaga selaras dengan bakat dan kemampuan.

c) Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja.

d) Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hubunganya dengan keluarga dan masyarakat.

Mengingat hal tersebut di atas maka telah digariskan beberapa kebijaksanaan yang pada prinsipnya menjabarkan dan menterjemahkan lingkup kesehatan jiwa secara praktis dan konkrit.

2)

Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan Kesehatan Jiwa yang dilakukan oleh dokter/staf terhadap individu adalah memberikan obat-obat psikofarmaka bila diperlukan serta pemecahan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga.

Pengertian jiwa sehat dan jiwa sakit menurut pola sosial budaya suatu masyarakat berbeda. Disamping itu hampir semua penyakit fisik mengandung segi kejiwaan dan dengan pendekatan kesehatan jiwa yang baik akan bermanfaat dalam menghadapi semua penderita.

Penderita gangguan jiwa tidak selalu abnormal tingkah lakunya, dan sering kelainan yang ditujukkan hanyalah berdasarkan keluhan saja. Oleh karena itu semua petugas pelayanan kesehatan jiwa sebaiknya mengetahui dasar kesehatan jiwa.

Beberapa sifat yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam pemeriksaan seorang yang sehat jiwanya adalah :

a) Mempunyai emosi yang tenang. Ia cukup bahagia dalam kehidupannya dan dapat bergaul baik dengan anak-anaknya, keluarga, maupun lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja. Suatu waktu dapat saja merasa kurang gembira, bertengkar dan marah-marah, tapi pada umumnya ia relatif bebas dari rasa khawatir, rasa benci dan rasa cemas.

b) Dapat memelihara keseimbangan jiwanya secara mantap, yaitu cukup tabah, penuh pengertian serta dapat mengambil keputusan dan memiliki tangung jawab. Dengan demikian ia mengahadapi kehidupan dengan segala persoalan serta ia dapat menikmati karunia-Nya.

c) Mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia. Tata cara kehidupan pada masa kanak-kanak adalah sangat penting artinya dalam perkembangan menjadi dewasa. Beberapa hal penting yang harus diperoleh dalam masa kanak-kanak adalah : cinta, kasih sayang, pujian dan dorongan serta disiplin yang sehat.

3)Peran Serta Masyarakat

Adalah peran serta aktif masyarakat baik sebagai key person maupun sebagai konsumen dalam pemecahan masalah, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan jiwa masyarakat setempat.

4)Kegiatan Pelayanan Kesehatan Jiwa

Terpadu dengan kegiatan pokok pelayanan kesehatan lainnya, serta memberikan pelayanan khusus bila diduga adanya faktor psikologi sebagai penyebab. B.TUJUAN

a. Tujuan Umum : Tercapainya derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan.

b. Tujuan Khusus

Bila mungkin menurunkan atau mempertahankan angka-angka yang telah diperoleh sesuai dengan survei epidemiologi gangguan jiwa yaitu :

1) Angka psikosis < 1,44 4,6 per 1000 penduduk.

2) Angka ansietas < 2 5% dari populasi.

3) Angka depresi < 1% dari pulasi.

4) Angka retardasi mental < 1.25 per 1000 penduduk.

5) Jumlah penyalahgunaan obat dan alkohol < 100.000 orang.

6) Angka epilepsi < 0.26 per 1000 penduduk.

BAB II

PEMBAHASAN

Seperti gangguan medis lainnya, gangguan psikiatri menyatakan dirinya dalam cara yang khas. Penyimpangan dari normal, dari ringan ke berat, dapat muncul dalam intensitas, durasi, waktu, dan isi pikiran, emosi dan tingkah laku, beberapa keluhan dan gangguan psikiatri harus dimengerti dalam kontak yang luas, membutuhkan evaluasi lebih dari dunia interpersonal pasien, pekerjaan, kehidupan keluarga dan budaya dari praktek medis yang umum. Alam dan ekspresi dari tanda dan gejala kekuatan pasien.

Perbedaan yang paling penting antara tampilan tipikal dari penyakit medis dan gangguan psikiatri adalah pasien kadang-kadang gambarannya indiosinkron dari keadaan internal kualitatif mereka. Pengalaman objectif sering sulit untuk di diskripsikan dalam kata-kata. Penyair dan pembuat novel sering lebih mampu dari klinisi untuk mengkarakterisasikan dan menggambarkan secara akurat kualitas dan pengalaman beberapa gejala psikiatri. Banyak pasien dan klinisi sering menemukan kesulitan untuk berkomunikasi secara akurat.

Pemilihan pada diagnosa psikiatri selama lebih dari 25 tahun telah dipertahankan dengan meningkatnya dari reabilitas.

Realitas dari gejala klinis yang diobservasi, pemilihan ini telah mempunyai pengaruh yang kuat, klinisi dan peneliti menggunakan aneka ragam struktur wawancara dapat menjadi pernyataan yang beralasan pada gejala apa pasien diteliti dan bagaimana pasien menemukan kriteria untuk gangguan psikiatri yang khas pada edisi III dari diagnostik dan stastik manual dari gangguan mental (DSM IV).

Pendukung kelemahan

Genetik dan faktor intra uterin

Kelemahan genetik memainkan peranan penting dalam pernyataan beberapa gangguan jiwa, terutama diantara demensia tipe alzeimer, shizofrenia, gangguan mood, gangguan kecemasan dan ketergantungan alkohol.

Proses intra urenaria menkonstribusikan ke banyak gangguan jiwa sebagai contoh, kelaparan pada ibu hamil dan infeksi influenza selama trimester kedua kehamilan telah dilibatkan pada pathogenesis schizofrenia. Merokok saat kehamilan dan berat badan lahir rendah dapat menjadi resiko pathogenesis terjadinya gangguan kurang perhatian pada anak. Penyalahgunaan alkohol pada ibu dapat menjadi syndrom alkohol fetus / penyebab utama ketidak mampuan perkembangan

Psikologikal Stresor

Kelemahan physological dapat menghasilkan masalah yang panjang semua metabolisme, toksik, infeksi dan penyebab lain penyakit fisik meningkatkan kelemahan pada gangguan kejiwaan.

Infeksi HIV yang menuju positiv dan AIDs yang merupakan stressor, dapat menjadi gangguan jiwa. Pasien dengan gejala gangguan jiwa dapat menampilkan perubahan organic yang merupakan efek langsung dari virus pada susunan syaraf pusat menghasilkan perubahan kepribadian dan mood dengan riwayat keluarga merasakan mentalnya tidak aktif.

Stresor Lingkungan

Hubungan komplek antara berbagai jenis kehidupan pada umumnya peristiwa yang terprediksi dan peristiwa negatif dan perkembangan gejala psikiatri pada umumnya.

Karateristik dari gejala dan tanda-tanda

Gejala dan tanda-tanda dari 2 kategori-kategori mayor dari fenomena klinis, secara klasik sebagai gangguan medis.

Penyakit dalam bahasa ilmiah merupakan suatu gejala yang didasari oleh faktor sebab-akibat. Dalam kasus kejadian penyakit, berbagai penelitian telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui akar penyebab munculnya penyakit itu, contohnya pada kasus penyakit jiwa. Sebagian penelitian menyebutkan gangguan kejiwaan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kimiawi pada otak penderita, hubungan genetik, infeksi virus pada otak dan sebagainya. Tetapi penelitian lain juga membuktikan bahwa penyakit ini memiliki dasar biologis yang kuat seperti halnya penyakit jantung, diabetes dan lain-lain.

Salah satu fenomena sosial yang sering terlihat dalam keseharian masyarakat kita dewasa ini adalah banyaknya orang yang terkena kasus penyakit jiwa. Jumlah kasus ini meningkat seiring dengan berkembangnya zaman yang menimbulkan implikasi perubahan.

Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa akan menekan para penderita pada lapisan terbawah struktural sosial, sehingga sangat menyulitkan penderita untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Penyakit kejiwaan sesungguhnya disebabkan oleh multikausal yang kompleks, mulai dari unsur biologik, psikologik hingga proses-proses sosial yang ada di masyarakat. Semuanya itu dapat menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan mulai dari yang paling ringan hingga yang berat.

Perubahan sosial adalah salah satu kontributor utama dalam tahapan munculnya penyakit jiwa. Perubahan sosial dalam satu komunitas masyarakat berhubungan dengan peningkatan kejadian tekanan mental. Namun, pengaruh sosial bukanlah satu-satunya penyebab dalam terjadinya penyakit jiwa.

Penyakit Kejiwaan Ditinjau Dari Aspek Sosial

Salah satu fenomena sosial yang sering terlihat dalam keseharian masyarakat kita dewasa ini adalah banyaknya orang yang terkena kasus penyakit jiwa. Jumlah kasus ini meningkat seiring dengan berkembangnya zaman yang menimbulkan implikasi perubahan yang terkadang bersifat radikal sehingga tidak semua golongan masyarakat mampu beradaptasi dengan keadaan tersebut. Jumlah kasus ini telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan di beberapa negara maju dan bukan tidak mungkin juga akan mengalami masalah serupa transisi modernisasi global yang melanda seluruh dunia.

Salah satu penyakit kejiwaan yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit yang sangat dahsyat. Sebagian penelitian menyebutkan gangguan kejiwaan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kimiawi pada otak penderita, hubungan genetik, infeksi virus pada otak dsb. Kenyataannya skizofrenia belum ada obatnya, dan belum diketahui penyebabnya secara pasti. Namun penelitian membuktikan penyakit ini memiliki dasar biologis yang kuat seperti halnya penyakit jantung, diabetes dan lain-lain.

Penyakit ini juga bukan disebabkan oleh salah asuh, salah didik dan keluarga yang broken home. Ia bisa diderita oleh siapa saja, bahkan oleh keluarga yang paling normal sekalipun. Fakta statistik menunjukkan bahwa skizofrenia diderita oleh sekitar 1% dari populasi. Jadi, dari 200 juta penduduk Indonesia diperkirakan ada sekitar 2 juta orang penderita skizofrenia.

Kemunculan penyakit ini dimulai pada usia antara 16-30 tahun. Penyakit ini tidak hanya menghancurkan kondisi psikologis dan fisik penderita, tapi juga membawa kerusakan pada sendi-sendi keluarga dan masyarakat. Di negara-negara maju mereka menyebutnya Killer of the Young People karena menghancurkan produktivitas kaum muda.

Beberapa studi menyarankan agar penderita skizofrenia tetap menerima social resources seperti pekerjaan, gaji, latihan rehabilitasi, konseling untuk menghindari keadaan yang lebih parah. Rekayasa keadaan ini dapat menurunkan keparahan dari penyakit (Estroff, 1981). Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa juga menekan para penderita pada lapisan terbawah struktur sosial. Akibatnya semakin banyak diskriminasi dan makin terpinggirkannya orang-orang malang ini. Hal ini menambah semakin beratnya penderitaan yang dialami oleh penderita dan keluarganya. Misalnya, anggapan bahwa orang gila semuanya bodoh, atau orang gila membahayakan orang yang waras. Padahal penelitian membuktikan bahwa banyak diantara penderita skizofrenia memiliki I.Q. yang tinggi bahkan di atas rata-rata.

Penelitian lain mengatakan orang yang mengalami gangguan kejiwaan lebih rentan mengalami pelecehan dan tindak kekerasan dari orang normal daripada sebaliknya. Stigma semacam ini sangat menyulitkan penderita mencari pekerjaan yang layak, sedangkan biaya pengobatan sangat mahal ditambah lagi krisis ekonomi yang makin menghimpit. Akhirnya banyak penderita tidak mampu menjangkau pengobatan yang memadai.

Skizofrenia dapat disembuhkan melalui suatu terapi yang panjang. Tapi jalan menuju kesembuhan seringkali merupakan proses yang melelahkan dan menghabiskan harapan. Bahkan ada penderita yang menghabiskan belasan tahun bertarung menghadapi skizofrenia. Sebagian lainnya mungkin tidak pernah sembuh dan berkeliaran seperti mayat hidup di jalan-jalan.

Penyakit kejiwaan sesungguhnya disebabkan oleh multiaksial yang kompleks, mulai dari unsur biologik, psikologik hingga proses-proses sosial yang ada di masyarakat. Semuanya itu dapat menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan mulai dari yang paling ringan hingga yang berat.

Political Economy

Para ekonom barat telah membuktikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat di negara bagian utara Amerika selama seratus tahun belakangan merupakan pemicu yang signifikan dari jumlah kejadian di rumah sakit untuk kasus penyakit kejiwaan dan bunuh diri (Brenner, 1981). Pada golongan ekonomi lemah jumlah kasus bahkan dua kali lebih besar dibandingkan yang lainnya, mereka melaporkan dirinya berada dalam kondisi yang buruk untuk kesehatan mental mereka.

Warner (1985) dalam penelitiannya telah menganalisa prevalensi kejadian skizofrenia dihubungkan dengan kondisi politik dan ekonomi. Ia menyimpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara permulaan penyakit, pengobatan yang diberikan dan pergantian pegawai di satu sisi dengan keadaan ekonomi di sisi yang lain. Kejadian penyakit ini juga meningkat pada imigran dibandingkan dengan jumlah kejadian yang sama di negara asal mereka.

Namun hasil penelitian di atas bukannya tanpa kontradiksi. Beberapa ahli kejiwaan mempunyai pendapat yang berbeda mengenai kaitan politik ekonomi dengan kejadian penyakit kejiwaan ini. Iskandar (2001) dalam penelitiannya menyatakan tidak ada korelasi yang signifikan antara ketidakpastian politik dan ekonomi dengan kejadian gangguan jiwa. Oleh karena itu, pernyataan yang menyebutkan bahwa makin banyak orang terkena gangguan mental akibat krisis ekonomi dan politik harus dikaji dengan teliti. Khusus Indonesia, selain tidak pernah ada data yang menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia, data yang ada di rumah sakit pun harus diwaspadai karena bisa jadi merupakan data atas orang yang sama. Karena, penderita gangguan jiwa itu jarang yang merupakan pasien baru, yang ada adalah pasien yang berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain.

Namun yang jelas, kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang telah gonjang-ganjingkan selama lebih kurang empat tahun lebih memberikan efek yang hampir sama dengan penelitian di atas. Walaupun tidak ada angka detail yang menggambarkan jumlah total kejadian penyakit jiwa di seluruh Indonesia, tapi dapat dirasakan bahwa penderita penyakit ini semakin banyak. Rendahnya kemauan masyarakat terutama keluarga, untuk melaporkan kasus ini disebabkan mereka tidak ingin menanggung malu akibat stigma negatif penyakit ini. Selain itu, kebanyakan penderita penyakit jiwa ini tidak merasa dirinya menderita penyakit kejiwaan ini, akibatnya mereka juga tidak berinisiatif mencari pengobatan.

Perubahan Sosial Dan Kontribusi Dalam Kejadian Penyakit Kejiwaan

Perubahan sosial adalah salah satu kontributor utama dalam tahapan munculnya penyakit jiwa. Lin et al. (1969) menyimpulkan bahwa perubahan sosial besar-besaran di Taiwan dari tahun 1940-an hingga pertengahan 1960 telah menyebabkan peningkatan yang besar pada kejadian kelainan neuerotic. Beberapa peneliti lainnya bahkan mendapatkan bahwa perubahan sosial dalam satu komunitas masyarakat berhubungan dengan peningkatan kejadian tekanan mental. Alkoholisme, penyalahgunaan obat, dan bunuh diri merupakan risiko terbesar pada penyakit mental selama periode modernisasi yang cepat dalam lingkungan tradisional. Contohnya, orang Indian di Amerika Utara, penduduk asli Alaska (Kraus dan Bufler, 1979; Shore dan Manson, 1983).

Penggusuran rumah penduduk dan pemaksaan akulturasi pada pengungsi dan imigran telah menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan yang berulang-ulang. Sebagai contoh, manusia kapal dari kawasan Asia Tenggara yang terdampar di Amerika utara mengalami depresi yang tinggi, kebimbangan serta gangguan psikososial (Beiser dan Fleming, 1986). Beberapa masalah sosial bahkan menjadi hal yang biasa diantara kelompok minoritas tertentu, seperti sikap antisocial personality antara anak muda kota yang berkulit hitam di Amerika Serikat.

Kelompok pria di bawah usia tujuh puluh tahun di Amerika Utara yang mengalami kehilangan pasangan bahkan mengalami peningkatan jumlah kematian yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak (Osterweis et all. 1984). Dan mereka yang kemudian menikah kembali dapat mengurangi risiko ini (Mechanic, 1986). Hasil dari penelitian kohort yang dilakukan beberapa pengamat sosial menunjukkan bahwa kelas sosial, tingkat ekonomi, kejadian masa lalu mempengaruhi perubahan dalam masa hidup mulai dari kelahiran hingga akhir masa hidup, dan institusi sosial adalah kausa utama yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. Namun, pengaruh sosial bukanlah satu-satunya kausa dalam kejadian penyakit kejiwaan.

Kekerasan

Selama ini, orang sering dibingungkan oleh apakah kekerasan memicu gangguan mental, atau gangguan mental yang menyebabkan kekerasan. Kekerasan adalah sebagai sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh segolongan individu yang kuat terhadap individu lain yang lemah. Ini didukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kekerasan dipicu oleh perubahan biokimia otak, sementara yang menanggung akibat kekerasan kimia pada otak itu sendiri dapat mengalami gangguan mental yang disebut gangguan anxietas post traumatic stress disorder.

Budaya bisa meredam kekerasan, dan akal sehat bisa menyalurkan kekerasan menjadi hal-hal yang bisa diterima, misalnya dalam bentuk tinju atau sepak bola. Sementara teror adalah ancaman yang dilakukan oleh sekelompok atau individu yang lemah, bukan oleh yang kuat. Tujuan teror bagi si lemah adalah untuk menunjukkan dirinya eksis dengan cara mengubah persepsi orang lain melalui cara menakut-nakuti atau mengancam.

Oleh karena itu, perbedaan antara teror dan kekerasan tergantung dari pelakunya. Bila pelakunya jelas dan kuat, disebut kekerasan. Bila kekerasan dilakukan pemerintah maka disebut pelanggaran HAM. Bila pelakunya tidak jelas, disebut teror. Bila tujuannya cuma untuk materi, disebut kriminal. Namun, bila ada motif lain yang dianggap luhur maka teror menjadi isme. Berarti kriminal pada pihak lawan, tetapi jadi pahlawan di pihak kawan.

Selain itu, satu hal yang juga menjadi konsen dalam penyakit kejiwaan ini adalah proporsi penderita berdasarkan jenis kelamin. Wanita merupakan kelompok yang paling rentan untuk terkena penyakit jiwa dibandingkan pria, kejadian ini dihubungkan dengan ketidakberdayaan relatif mereka dalam masyarakat (Weissman dan Klerman, 1977; Brown dan Harris, 1978). Hal lain yang mempengaruhi wanita sebagai kelompok risiko terbesar untuk terkena penyakit kejiwaan adalah dukungan sosial yang kurang, baik dari keluarga maupun sanak saudara serta teman-temanya.

Prevalensi Dan Penderitaan Manusia

Sangat sulit untuk menentang bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi onset dan lamanya gangguan jiwa. Namun data pada prevensi yang berdasarkan pengaruh yang saling berhubungan ini baru dibentuk. Kehilangan konseling dan kelompok menolong diri sendiri sepertinya memperbaiki efek negatif jangka panjang dari kehilangan pada populasi resiko, meskipun penelitian yang mendukung penemuan ini diperlemah oleh masalah teknik. Tetapi jenis dari ukuran preventif yang diperkenalkan pada beberapa penelitian biasanya minimal apabila dibandingkan dengan besarnya masalah sosial. Sangat beralasan untuk mengharapkan bahwa apabila intervensi sosial dipropagasi bersamaan dengan modalitas terapetis yang efektif, prevansi akan cenderung untuk sukses. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa apaibla pasien skizofrenia dan jaringan pendukung mereka menerima sumber sosial yang adekuat (pendapatan, pekerjaan, pelatihan rehabilitasi, konseling) untuk menghadapi kronisitas, rehospitalisasi dan disabilitas yang dapat dikurangi. Perilaku penyakit kronis dapat dibatasi dan lebih banyak konsekuensi negatif yang dikendalikan melalui prevensi tersier, seperti intervensi dalam keluarga untuk mengurangi emosi negatif yang diekspresikan dan memperbaiki fungsi keluarga.

Gangguan depresi dan ansietas yang berasal dari sebab-sebab sosial lebih dapat dimengerti sebagai penyakit yang bebas, melainkan suatu bentuk nonspesifik todily (psychobiological) dari distress manusia. Mengapa mengistimewakan gejala, kapankah mereka berbagi wilayah sosial yang sama? Demoralisasi dan berhutang yang memperburuk keluarga, pekerjaan atau masalah ekonomi memicu sindrom dari distress yang memiliki hubungan biologikal seperti halnya juga hubungan psikologikal. Hubungan ini sering disebut sebagai gangguan psikiatrik, tetapi mereka telah lebih dimengerti oleh ilmuwan dibidang sosial sebagai sekuele psikobiologikal dari patologi sosial dan penderitaan manusia secara umum. Bahkan ketika predisposisi genetik dan kerentanan neurogikal mengubah efek eksperiensial dari tekanan sosial di sini ke dalam gangguan depresif, di sana ke dalam gangguan panik, transduksi sosiosomatik dapat sangat terbatas pada bentuk distress sosial.

Dalam penelitian klinikal dan epidemiologikal sampai dengan tahun 1960, psikiatris sangat dipengaruhi untuk pemikiran psikoanalitik, melihat neurosis histeria, gangguan depresi, gangguan ansietas, lebih sebagai spektrum distress psikofisiologikal daripada kelainan yang tidak dapat ditentukan. Istilah psikoneurosis sering digunakan sebagai diagnosis untuk berbagai macam gangguan. Konsep reaksi dari stress, John Hopkins Psikiatris, Adolph Meyer, masuk ke dalam formulasi ini selanjutnya dengan pengenalan terapi spesifik utnuk kondisi individual-depresi, panik, fobia, dll, titik pandang paling umum bahwa neurosis merupakan kelompok penyakit tertentu semakin meningkat. Produk dari penyakit ini, titik pandang spesifik adalah DSM III yang telah mengganti rubrik neurosis dengan distres dari gangguan tidak tertentu. Setiap cluster berasal dari kriteria luklusi dan eksklusi yang memudahkan klinisi untuk mendiagnosis kondisi yang overlaping seperti halnya penyakit yang berdiri sendiri; seperti gangguan ansietas cluster menspesifikasikan kriteria ke dalam gangguan ansietas tertentu, gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, agorafobia, fobia sosial, dan fobia sederhana. Idenya adalah bahwa masing-masing memiliki psikologi, penyebab, jangka waktu dan respons pengobatan yang berbeda-beda.

Banyak data yang tidak cocok bila dimasukkan ke dalam formulasi ini. Pertama, spesifitas pengobatan tidak mendekati kejelasan seperti biasanya dikleim. Antidepresan dapat digunakan untuk mengobati beberapa gangguan ansietas, beberapa ansietas memiliki efek terhadap depresi. Kedua, untuk semua penelitian terbaru yang memperhatikan mengenai kondisi neurotik, ada bukti bahwa penyebabnya dapat diketahui. Bahkan penyertaan biologis menyebabkan tumpang tindih yang besar. Gangguan panik menunjukkan bahwa hal tersebut memiliki fokus otak yang unik terhadap aliran darah cerebral asimetrik, sehingga perubahan sistem saraf autonomik dan sistem limbik tampak menjadi tidak spesifik pada depresi maupun ansietas. Lebih jauh lagi, ansietas sering disertai dengan depresi, sehingga kedua hal tersebut primer. Mungkin lebih rasional untuk memikirkan kontinuitas dari respons psikobiologikal dari ansietas murni ke depresi murni, dengan kebanyakan kasus berada di tengahnya. Terakhir, penemuan ini dapat dijelaskan dengan alternatif, yang dapat digambarkan seperti berikut ini.

Kerentanan psikologikal dan biologikal dari seseorang digabungkan dengan tekanan sosial lokal untuk menciptakan sindrom dari distress menyatukan respons neuroendokrin, autonomis, kardiovascular, gastrointestinal dan sistem limbik. Respons tersebut menyusun sebuah spektrum dari afektif, ansietas dan keuhan somatik. Norma-norma kultural secara berbalasan berinteraksi dengan proses biologikal untuk membentuk pengalaman tubuh/pribadi ini sehingga bentuk yang berbeda dari distress menjadi predominasi pada kelompok sosial yang berbeda, seperti neurasthemia pada Cina kontemporer, fatique pada Perancis. Chronic pain pada Amerika Utara, Nervios pada Amerika Latin dll. Pengaruh interpersonal dan intrapsikis juga membentuk psikobiologi pada respons neurotik, yang mungkin lebih akurat digambarkan oleh konsep sosiologikal mengenai perilaku sakit. Sehingga dapat dikatakan penyakit gangguan neurotik adalah perubahan psikobiologikal non spesifik secara beragam pada budaya yang berbeda-beda, mungkin anorexia, dysthuymia, agoraphobia, taijin kyofustio, gangguan panik, terakhir syndrom virus kronik.

Dari titik pandang sosial ini, neurosis menghadirkan medikalisasi dari sosial yang menyebabkan sindrom psikofisiologikal dari penderitaan manusia. Penelitian lintas budaya menghadirkan bukti yang nyata dalam mendukung hipotesis ini. Kategori diagnostik dari penelitian klinis dan kerentanan partikular dari orang dan kelompok menetapkan mana paket berikut yang dielaborasi dan diinterprestasi sebagai gangguan depresif mayor dan mana yang merupakan gangguan panik. Dari perspektif sosial ini, neurosis bukanlah penyakit melainkan manifestasi perilaku dari distress yang dipengaruhi oleh sosial.

Model Stres

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh lingkungan sosial terhadap perkembangan pribadi dan kemunculan penyakit kejiwaan dan yang lainnya, para psikolog mengembangkan model stress. Metode ini dikembangkan oleh Walter Cannon dan Hans Selye, namun model yang digunakan pada saat itu telah mengalami berbagai modifikasi dan tambahan.

Setiap individu mempunyai keseimbangan (homeostasis) dalam dirinya. keseimbangan ini dapat terganggu oleh pengaruh yang muncul dari lingkungan di sekitar individu. Gangguan atau tekanan yang serius akan menyebabkan tubuh merasakan kondisi ketegangan. Tubuh akan berusaha untuk mempertahankan keseimbangan dini dengan melakukan satu mekanisme pertahanannya sndiri. Mekanisme ini terkadang bahkan sering tidak berhasil sehingga membuat tubuh kehilangan keseimbangannya. Dalam kondisi ini tubuh disebut mengalami stress.

Stres merupakan interaksi antara individu dengan stressor interaksi ini menyebabkan individu akan melakukan adaptasi terhadap stressor. Stressor yang umumnya muncul adalah perubahan hidup, seperti kematian pasangan, kehilangan pekerjaan, perceraian dll. Yang kesemuanya itu dapat menyebabkan tubuh menjadi sakit akibat kegagalan untuk beradaptasi.

Stres erat dikaitkan dengan penderitaan yang dialami manusia. Pihak yang dianggap paling menderita diantara manusia adalah kaum miskin, kaum tertindas, kaum tidak berdaya sehingga prevalensi terbesar adalah dari kelompok ini. Penderitaan ini dikaitkan dengan keadaan mereka yang sangat tidak diuntungkan. Rumah yang tidak nyaman, makanan yang tidak cukup gizi, pendidikan yang minim, pekerjaan yang berlebihan.

Nilai-Nilai Profesional Yang Mempengaruhi Kerja Psikiatri

Psikiatri di Negara Barat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya secara implisit mengenai diri sendiri dan patologinya yang membentuk suatu individu yang dalam dan tertutup. Sebagai suatu perbandingan, baik buku-buku klasik dari Cina maupun titik pandang common-sense kontemporer diantara orang-orang Cina, baik psikologi maupun psikiatris. Menyebutkan bahwa individu adalah sant interpersonal. Pandangan Cina mengenai diri sendiri, sampai derajat yang luas, sebagai konsensual sebuah personalisasi yang berorientasi pada pemusatan sosial. Yang lebih memperhatikan kebutuhan akan situasi tertentu dan kunci menuju hubungan daripada kejadian satu hal yang sangat pribadi. Tetapi untuk psikiatris Cina dan pasien-pasiennya yang mengintiminasi bahwa hal tersebut begitu penting seperti lingkup hubungan sosial dan masalah-masalah moral. Konteks sosial, bukan kedalaman hubungan, merupakan ukuran untuk validitas. Pada beberapa konteks, apakah moral, bukan interpretasi psikologik, dipandang sebagai teras dari tugas retorikal dan persuasi dan penyembuhan.

Asal dari psikiatri di Cina bukanlah pengobatan Cina, meskipun dikenal sebagai kegilaan, histeria, depresi dan efek psikosomatik, tidak ada satupun yang diatur sebagai cabang yang berbeda dari ilmu pengetahuan dari penyakit jiwa, langka dalam hal pengobatan maupun kelompok spesialis terlatih untuk mengobati penyakit jiwa.

Perspektif dari pengetahuan sosial tidak dapat mengharapkan masalah moral ini hilang baik sebagai masalah sosial, bukan individual ataupun sebagai sesuatu yang dapat dialamatkan pada tingkat politik, meskipun tingkat politik sangat crusial terhadap pertanyaan ini; bahwa perspektif dapat digambarkan ke dalam peningkatan sensibilitas personal terhadap masalah ini dengan mendorong para praktisi sebagai sebuah sikap self-reflective terhadap nilai-nilai profesional dan sosial yang mempengaruhi keputusan dan tindakan klinis mereka. Hal ini menjadi suatu contoh mengenai pentingnya mengantropologikan perenungan para praktisi. Bahwa sensibilitas antropologi harus mendorong skanning, rutin dari perspektif seorang profesional dalam membuat alternatif perspektif pasien, keluarga, profesional lainnya, budaya lainnya. Pendekatan ini tidak dapat meyakinkan tindakan moral. Namun hal tersebut dapat dihadirkan dalam perilaku sehari-harei dari praktisi sebuah mekanisme untuk refleksi moral yang rutin.

Penanganan Gangguan Jiwa Dalam Masyarakat PerkotaanDIAGNOSIS GEJALA KLINIS PENGOBATAN TINDAK LANJUT

1.GANGGUAN PSIKOSIS :

adalah suatu keadaan yang meyebabkan timbulnya ketidakmampuan berat pada seseorang untuk menilai realitas. Gaduh, gelisah

Perilaku abnormal

Gangguan tidur

Rasa curiga

Keluhan somatik yang aneh

Rasa sedih yang tak wajar

Waham/halusinasi

Hilangnya perhatian terhadap kebersihan, keluarga dan pekerjaan. -Major tranguilizer umpama chlorpromazine hingga gejala klinis berkurang.

-Dosis awal daapt dimulai dengan 3 x 50 mg/hari ditingkatkan secara bertahap 3 x 100 mg dan seterusnya hingga pasien tenang. Dosis optimal dipertahankan hingga 4 minggu. Bila dalam waktu 4 minggu tidak memperlihatkan kemajuan atau pasien sangat gaduh gelisah & membahayakan diri atau orang sekitarnya, kirim ke RS Jiwa terdekat.

2.GANGGUAN

KECEMASAN (anxictas) :

Adalah perasaan tidak menyenangkan yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya atau frustasi yang mengancam dan akan membahayakan rasa aman, keseimbanga atau kehidupan seorang individu. Rasa cemas ini dirasakan bila individu berusaha menguasai / menghadapi suatu keadaan atau situasi tertentu. 1.Keluhan fisik :

a.Somatik antara lain:

-Sakit kepala

-Pusing

-Nyeri atau rasa tak enak di dada.

b.Vegetatif antara lain:

-Jantung berdebar

-Mual

-Diare/abatisasi

-Keringat dingin

-Napsu makan menurun

-Sesak napas

2.Keluhan psikis :

-Gelisah

-Takut tak wajar umpama takut mati, takut gila.

-Sulit tidur 1.Simptomatik : sesuai dengan keluhan pasien.

2.Ansiolitika : misal

Diazepam 3 x 2 mg atau clobazam 3 x 10 mg

3.Berikan support agar pasien merasa aman. Bila tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rujuk ke Bagian Psikiatri RS Umum/RS Jiwa terdekat.

3.GANGGUAN DEPRESI :

Adalah suatu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan seseorang yang bercorak disforik yang ditandai dengan perasaan murung, rasa sedih yang mendalam, rasa tak berdaya, putus asa, tak berguna, dan sebagainya.

Rasa sedih yang mendalam

Gangguan tidur teruama terbangun dini hari.

Hilangnya perhatian terhadap pekerjaan dan keluarga.

Menangis tanpa sebab.

Hilangnya napsu makan

Konstipasi

Pembicaraan dan aktivitas

Simptomatik sesuai dengan keluhan.

Anti depresi misal amitryptilin 3 x 25 mg selama 3 minggu.

Bila ada kecemasan bei ansiolitika.

Berikan support agar pasien merasa aman. Bila selama 3 minggu tak ada perbaikan rujuk ke bagian Psikaitri RS Umum/RS Jiwa terdekat.

DIAGNOSIS GEJALA KLINIS PENGOBATAN TINDAK LANJUT

4.RETARDASI MENTAL

Adalah suatu keadaan dimana fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang terdapat dalam periode perkembangan (sebelum usia 18 tahun) disertai ketidak-mampuan proses belajar atau adaptasi sosial.

1.Retardasi Mental Ringan (mampu didik).

-80% dari seluruh retardasi mental.

-Mulai tampak pada usia sekolah :

*Sering tak naik kelas

*Memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau kebutuhan pribadi.

*Terdapatnya perilaku anti sosial.

*Biasanya anak dapat menyelesaikan pendidikan sampai tamat SD.

Tidak ada terapi khusus

Bimbing keluarga agar dapat menerima keterbatasan anak.

Latih anak agar tidak mandiri.

Menganjurkan orang tua untuk konsultasi lebih lanjut ke RS Jiwa terdekat.

2.Retardasi Mental Sedang (mampu latih) :

-Gejala sudah tampak sejak kecil, yaitu adanya gangguan perkembangan fisik dan bicara yang lambat.

-Memerlukan bantuan untuk mengurus diri

-Gangguan perilaku yang jelas.

Tidak ada terapi khusus.

Memberi pengertian pada keluarga agar dapat menerima keadaan anak.

Memberikan latihan pada anak yang berulang agar dapat merawat diri. -Menganjurkan anak sekolah di SLB.

-Rujuk ke RS Jiwa untuk konsultasi lebih lanjut.

3.Retardasi Mental Berat dan Sangat Berat :

-Sejak lahir sudah tampak gejala perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minimal.

-Anak hanya mungkin belajar bicara dan dilatih ketrampilan untuk pemeliharaan kebersihan dasar. Tidak ada terapi khusus.

Anak sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan khusus.

Memberi pengertian pada orang tua menerima keadaan ini. Rujuk ke RS Jiwa terdekat untuk konsultasi lebih lanjut.

DIAGNOSIS GEJALA KLINIS PENGOBATAN TINDAK LANJUT

5.Faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi fisik (dulu dikenal sebagai : gangguan psikomatik atau psiko-fisikologik) adalah suatu kondisi/penyakit yang mempunyai makna tertentu yang diberikan oleh individu terhadap suatu stimulus lingkungan dan timbulnya penyakit itu mempunyai hubungan waktu dengan stimulus lingkungan tersebut.Gejala fisik yang dikeluhkan dapat mengenai semua sistem dalam tubuh seperti : Tention headache Kolon iritabel

Dismenore psikogenik

Asma psikongenik

Dsb. Simptomotk sesuai dengan keluhan.

Membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

Beri ansiolitika seperti clobazam 3 x 2 mg untuk mengatasi kecemasan pasien atau anti depresiva bila didapat kesan adanya keadaan depresi. Bila dalam waktu 3 minggu tak ada perbaikan rujuk di RS jiwa.

6.GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT :

Adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan penggunaan zat secara teratur yang mempengaruhi susunan saraf pusat. 1.Penyalahgunaan zat tanpa ketergantungan :

-Pola penggunaan zat patologik yang dapat bermanipestasi sebagai intoksikasi, namun zat tersebut digunakan setiap hari agar ia dapat berfungsi dengan adekuat.

-Ketidak mampuan dalam fungsi sosial atau pekerjaan akibt poal penggunaan zat yang patologik.

-Jangka waktu penggunaan zat ini paling sedikit 1 bulan.

Memerlukan penanganan khusus.

Puskesmas sebaiknya hanya melakukan deteksi pada remaja. Rujuk ke RS Jiwa terdekat karena merupakan masalah yang rumit dalam penagnanannya.

2.Ketergantungan Zat :

-Didapat adanya ketergantungan fisiologik yang dibuktikan dengan terdapatnya toleransi atau sindrom putus zat (withdrawal).

-Ketidakmampuan dalam fungsi sosial atau pekerjaan, meskipun jarang manipestasi gangguan ini hanya pada ketergantungan fisiologik umpama :

Orang yang tergantung pada opioda analgesik yang diberikan atas alasan medik untuk mengurangi nyeri fisik. Memerlukan penanganan khusus. Rujuk ke RS Jiwa terdekat

7.Gangguan pada anak dan remaja umpama :

1)Gangguan tingkah laku : Pola tingkah laku yang berulang dan menetap hingga terjadi pelanggaran hak azasi orang lain.-Kenakalan yang berlebihan dirumah atau dimasyarakat.

Melanggar peraturan atau norma sosial dalam masyarakat.

Sering pula ada aktivitas seksal yang bersifat agresif.

Menyalahkan orang lain dan merasa diperlukan tidak adil.

Sering juga ditemukan merokok, minum minuman keras, dan penggunaan zat.

Gangguan ini dapat berkelompok. -Memerlukan penanganan khusus. -Rujuk ke RS Jiwa terdekat.

2)Gangguan pemusatan perhatian (dulu dikenal dengan sindrom hiperkinetik) adalah : kurang mampu memusatkan perhatian dan impulsi yang tidak sesuai dengan taraf perkembangan. Tidak dapat memusatkan perhatian.

Mudah teralih perhatiannya.

Sulit konsertasi di sekolah.

Sering bertindak sebelum berfikir.

Biasanya timbul sebelum usia 7 tahun. -Lakukan deteksi dini pada anak TK atau kelas I SD.-Rujuk ke RS Jiwa terdekat.

3)Gangguan perkembangan spesifik :

Adalah gangguan yang hanya meliputi segi tertentu (spesifik) dari perkembangan yang tidak disebabkan oleh gangguan lain. Gangguan perkembangan membaca. Gangguan perkembangan berhitung.

Gangguan perkembangan bahasa

Gangguan perkembangan motorik.

Gangguan perkembangan artikulasi. Deteksi dini pada anak SD kelas 1-2-3.

Memerlukan penanganan khusus oleh psikolog atau psikiater.

-Konsultasi dengan RS Jiwa terdekat untuk memberikan bimbingan.

-Bila perlu kirim anak ke RS Jiwa.

8.EPILEPSI adalah suatu gejala klinis yang disebabkan oleh manifestasi gangguan otak dalam bentuk bangkitan yang muncul secara berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik pada neuron-neuron otak secara berlebihan. Serangan ringan berupa: *Hilangnya ingatan secara mendadak dan singkat

*Pasien hanya berhenti sejenak dalam pekerjaan atau pembicaraan, melihat ke suatu arah atau berkedip, kemudian melanjutkan pekerjaannya.

-Serangan dapat pula berupa nyeri perut, atau gangguan sensibilitas.

-Serangan berat berupa : penderita jatuh waktu kehilangan kesadaran dan kejang serta kontraksi otot, bila kejang berhenti biasanya penderita lalu tertidur dan waktu bangun tidak ingat apa yang terjadi.

-Serangan dapat terjadi hanya sekali sebulan atau setiap hari. Phenobarbial dengan dosis untuk :

*Anak : 6-7 mg/kg BB

*Dewasa : mulai dengan 3 x 50 mg, naiikan dosis sampai bebas serangan, lanjutkan pemberian obat sampai 3-5 tahun bebas serangan.

-Bila terjadi kejang : hindarkan pasien dari tempat atau benda yang dapat membahayakan.

-Beri spatel diantara gigi agar lidah tidak tergigit.

-Pasien janga diikat. Untuk menegakkan diagnosis kirim ke RS Jiwa untuk pemeriksaan lebih lengkap.

BAB III

PENUTUP

Upaya kesehatan jiwa dalam masyarakat perkotaan ini dapat berhasil bila mendapat dukungan dan peran serta masyarakat melalui kerjasama yang baik. Di mana unsur masyarakat merupakan hal yang penting dan menentukan keberhasilan. Kerjasama tersebut dapat dijabarkan secara operasional dalam loka karya mini yang akan menampilkan peranan pelayan kesehatan yang didukung oleh mobilisasi tenaga pelayan kesehatan, peralatan, obat, dan teknologi. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kesehatan jiwa pada masyarakat perkotaan, termasuk swasta yang terkait, merupakan unsur penentu keberhasilan. Hal penting lainnya adalah pengertian dan kesadaran yang lebih baik oleh masyarakat Indonesia dan perhatian yang lebih baik oleh pemerintah Indonesia akan sangat membantu dalam terwujudnya kesehatan jiwa yang diinginkan.DAFTAR PUSTAKA

1.Dari hasil survei Epidemiologi Gangguan Jiwa tahun 1983/1984 dan 1985/1986 di Tambora, Jakarta yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa.

2.Survei Epidemiologi Gangguan Jiwa tahun 1988 di Desa Labo, Sulawesi Selatan.

3.Survei Epidemiologi Gangguan Jiwa di 4 (empat) desa di Kabupaten Magelang tahun 19834.Maramis W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya 1995, hal. 413-420.

5. http://www.emedicine.com

6. http://www.google.com

7. http://yahoo.com

8. http://pubmed.com

.Referat MASALAH KESEHATAN JIWADALAM MASYARAKAT PERKOTAANPembimbing :Prof. Dr. dr. H.A. Prayitno, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :

Ferdinand H.030.00.083

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN

PERIODE 16 JUNI 19 JULI 2008FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2008KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya, sehingga referat ini dengan judul MASALAH KESEHATAN JIWA DALAM MASYARAKAT PERKOTAAN dapat penyusun selesaikan tepat pada waktunya. Adapun referat ini disusun dalam rangka menjalankan kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Periode 16 Juni 19 Juli 2008.

Dengan selesainya referat ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H.A. Prayitno, dr, Sp.KJ selaku pembimbing referat.2. Dr. I Made Wiguna S, MM selaku proyek manager.3. Dokter-dokter yang telah turut memberikan bimbingan pengetahuan dan saran.

Demikian referat ini disusun dengan segala keterbatasan kemampuan penyusun yang masih banyak kekurangannya. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca semuanya.

Jakarta, Juni 2008

Penyusun

DAFTAR ISIHalaman

KATA PENGANTAR

iDAFTAR ISI

ii

BAB IPENDAHULUAN

1

BAB IIPEMBAHASAN

7

BAB IIIPENUTUP

25

DAFTAR PUSTAKA

27REFERAT

MASALAH KESEHATAN JIWA

DALAM MASYARAKAT PERKOTAANPembimbing :Prof. Dr. H.A. Prayitno, dr, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :

Ferdinand H.

030.00.083

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN

PERIODE 16 JUNI - 19 JULI 2008

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1716