Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode, dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan, dan dana) yang ada
diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995). Proses
produksi dapat didefinisikan sebagai kegiatan menambah kegunaan suatu barang
atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin,
bahan baku, dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
2.2 Lean Manufacturing
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing
Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan atau waste atau aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatan terus menerus dengan
cara mengalirkan produk dan informasi dengan menggunakan sistem tarik dari
pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan
(Gaspersz, 2007). Lean adalah melakukan sesuatu yang lebih dengan waktu,
inventory, tempat, orang, dan biaya yang lebih sedikit.
Lean manufacturing merupakan suatu filosofi manufaktur yang
memperpendek waktu antara permintaan konsumen dan pengiriman barang yang
diinginkan konsumen tersebut dengan mengeliminasi waste. Konsep lean
manufacturing berasal dari Toyota Production System yang merupakan suatu
pendekatan unik yang dilakukan oleh Toyota yang mendominasi kecenderungan
dari perubahan-perubahan yang dilakukan oleh industri manufaktur pada sepuluh
tahun terakhir. (Liker, 2006)
Lean manufacturing berupaya untuk menghilangkan waste di setiap area
produksi, termasuk hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan supplier, dan
manajemen dalam perusahaan. Tujuannya adalah mengurangi tenaga manusia,
mengurangi inventory, mengurangi waktu untuk pengiriman produk,
5 Universitas Kristen Petra
memperpendek cycle time, dan space yang berkurang sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan menghasilkan produk yang
berkualitas dengan cara yang seefisien dan seekonomis mungkin, juga dengan
biaya yang rendah.
Ada lima prinsip dalam lean manufacturing, yaitu mengidentifikasi dan
menentukan value dari sudut pandang konsumen, mengidentifikasi value stream
atau seluruh tahapan dan proses yang dilakukan mulai dari pemesanan barang
hingga pengiriman produk tersebut, membuat seluruh proses untuk menghasilkan
value tersebut mengalir tanpa adanya interupsi, memperlakukan sistem pull
sehingga mengetahui nilai apa yang diharapkan oleh konsumen, dan mencapai
prinsip kesempurnaan tanpa adanya waste dengan melakukan perbaikan secara
terus menerus. (Womack & Jones, 2003)
Dikenal istilah tiga M yang harus dihilangkan dalam mencapai tujuan
Toyota Production System. Ketiga M tersebut adalah :
1. Muda (Waste)
Muda artinya melakukan sesuatu sesuatu yang tidak menghasilkan nilai
tambah atau mubazir. Muda sering kali dikenal dengan istilah delapan macam
pemborosan. Muda merupakan aktivitas yang dapat memperpanjang lead time,
aktivitas yang menyebabkan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen
atau peralatan, inventory yang berlebihan, serta berakibat pada adanya waktu
tunggu. Penurunan muda merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
keuntungan dalam perusahaan.
2. Muri (Irrationality)
Muri merupakan pembebanan yang berlebih dan melewati batas kemampuan
kepada pekerja, peralatan, maupun mesin. Membebani pekerja yang
berlebihan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas dari
produk. Memaksa kerja mesin melewati batas akan menyebabkan kerusakan
produk atau produk cacat.
3. Mura (Inconsistency)
Mura dapat diartikan sebagai melakukan pekerjaan tidak teratur dan tidak
sesuai prosedur. Mura juga merupakan adanya variasi atau ketidakseimbangan
yang timbul dalam pembebanan kerja. Sebagai contoh, pada saat tertentu
6 Universitas Kristen Petra
adanya sebuah pekerjaan yang berlebihan dibandingkan jumlah yang
seharusnya ditangani oleh pekerja atau mesin, dan pada saat yang lain
pekerjaan yang ada hanya sedikit. Ketidakseimbangan ini dapat diakibatkan
oleh penjadwalan produksi yang kurang teratur, adanya masalah internal,
seperti kerusakan mesin, kekurangan material, ataupun produk cacat.
2.2.2 Waste
Ada delapan macam waste atau pemborosan yang dikenal sebagai muda
dalam Toyota Production System, antara lain:
1. Overproduction
Dalam lingkup yang luas, overproduction adalah memproduksi barang
yang sebenarnya belum diperlukan, memproduksi barang yang jauh lebih
besar daripada permintaan konsumen, ataupun memproduksi barang sebelum
konsumen siap untuk membeli barang tersebut. Lean manufacturing
seharusnya menjalankan sebuah pull system, yang berarti seharusnya setiap
produk telah diminta dari proses sesudahnya. Oleh karena itu, sebuah produk
seharusnya telah dibutuhkan oleh konsumen, sehingga produksi dilakukan.
Jika produksi dilakukan tanpa adanya permintaan dari konsumen atau pasar,
maka produk yang telah diproduksi harus disimpan sampai konsumen
membutuhkannya. Hal ini dapat menyebabkan banyak kerugian, antara lain
resiko kerusakan produk, upah pekerja yang bertambah, biaya penyimpanan
produk. Hal ini disebabkan antara lain adanya ketiadaan komunikasi, sistem
perencanaan yang kurang baik.
Pengertian overproduction dalam lingkup internal atau lingkup yang
lebih kecil merupakan produksi bagian dari sebuah produk yang berlebih
sebelum proses sesudahnya membutuhkannya. Hal ini akan menyebabkan
adanya WIP yang berlebihan, aliran produksi yang tidak bisa berjalan lancar,
kualitas produk yang menurun. Penyebab dari overproduction internal ini
antara lain kapasitas mesin yang berlebih, setup time dan cycle time yang
lama, reliabilitas peralatan yang jelek, jumlah pekerja yang berlebih,
penjadwalan produksi kurang baik, lot produksi yang besar, proses yang tidak
konsisten.
7 Universitas Kristen Petra
2. Delay time atau waiting
Waiting tidak hanya diakibatkan oleh orang ataupun pekerja, waiting
bisa disebabkan karena orang, mesin, material, dan juga informasi. Waiting
atau delay meliputi seluruh waktu yang menyebabkan sebuah proses menjadi
berhenti, sebagai contohnya dikarenakan menunggu mesin, peralatan, bahan
baku, informasi, perawatan atau pemeliharaan (maintenance), menunggu
instruksi kerja. Hal ini bisa disebabkan karena adanya inkonsistensi dalam
metode-metode kerja, waktu penggantian produk yang panjang (long
changeover time), kurangnya pelatihan, lini produksi yang tidak seimbang
sehingga menyebabkan bottlenecks, ketidaktepatan dalam perawatan mesin,
kualitas material yang jelek, kurangnya kesadaran dari pekerja, cara berpikir
yang masih konvensional. Akibat dari adanya delay time ini adalah adanya
proses yang terhambat ataupun terjadinya WIP.
3. Transportation
Transportasi merupakan sebuah proses memindahkan material atau
produk dari satu proses ke proses berikutnya yang membutuhkan suatu waktu
tertentu yang mengakibatkan waktu penanganan material bertambah.
Transportation dapat dikatakan sebagai sebuah pemborosan atau waste karena
perpindahan material tidak menyebabkan nilai tambah terhadap suatu produk.
Adanya perpindahan material dapat menyebabkan kualitas material menjadi
kurang baik, adanya resiko kerusakan terhadap produk, adanya biaya
tambahan terhadap produk jadi, adanya WIP, utilisasi tempat yang berlebihan.
Perpindahan material mengakibatkan padatnya jalur lalu lintas
transportasi antara satu proses ke proses sesudahnya, serta rendahnya
pemanfaatan area kerja sebagai akibat panjangnya jalur lalu lintas yang harus
disediakan. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses transportasi juga
merupakan sebuah pemborosan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
relayout proses produksi dengan pertimbangan jarak transportasi antara
masing-masing proses menjadi seminimal mungkin dan mengurangi material
handling. Jika kegiatan transportasi tetap tidak dapat dihindari, cara terbaik
memindahkan material adalah mendekatkan proses dan menggunakan
konveyor sehingga material handling juga dapat dikurangi.
8 Universitas Kristen Petra
Penyebab dari adanya transportation waste ini antara lain adanya tata
letak yang kurang baik, ketiadaan koordinasi dalam proses, organisasi tempat
kerja yang jelek, lokasi penyimpanan material yang banyak dan saling
berjauhan, lot produksi yang besar, penjadwalan yang kurang baik.
4. Inappropriate Processing
Inappropriate processing mencakup proses-proses tambahan, aktivitas
kerja yang tidak perlu atau tidak efisien, penggunaan peralatan yang salah, dan
cara pengolahan yang salah. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan peralatan
yang kurang baik, kegagalan dalam mengkombinasi operasi-operasi kerja,
proses kerja yang dibuat serial padahal proses tersebut tidak saling tergantung
satu sama lain, dokumentasi proses yang jelek, ketiadaan masukan dari
pelanggan yang berkaitan dengan kebutuhan atau spesifikasi, tidak adanya
pengaturan kerja atau cara pengoperasian. Dampak dari hal tersebut antara lain
rusaknya mutu produk akibat perlakuan yang berlebihan atau bahkan kurang,
lamanya durasi proses yang berakibat pada produktivitas yang menurun,
keterlambatan waktu pengiriman, dan biaya proses yang lebih mahal.
Toyota terkenal dengan penggunaan autonomasi dengan biaya yang
rendah, yang dikombinasikan dengan perawatan yang sempurna, bahkan
mesin yang cukup tua sekalipun. Langkah yang dapat dilakukan untuk
mengurangi jenis pemborosan ini antara lain menggunakan peralatan yang
lebih fleksibel apabila memungkinkan, membuat manufacturing cells, dan
mengombinasikan langkah-langkah pengerjaan yang sejenis.
5. Unnecessary Inventory
Inventory meliputi inventory raw material, WIP, maupun inventory
produk jadi yang akan menambah biaya penyimpanan tanpa adanya perubahan
yang memberikan nilai tambah pada produk tersebut. Inventory raw material
diakibatkan karena perencanaan material yang kurang baik, pemasok atau
supplier yang tidak konsisten, pemesanan barang yang terlalu cepat,
pengadaan material yang membutuhkan waktu lama, adanya persetujuan
pemesanan dalam jumlah besar dan minimum order quantity.
9 Universitas Kristen Petra
WIP terjadi dimana suatu komponen harus menunggu giliran untuk
diproses. Penyebab dari WIP antara lain overproduction, waiting, proses setup
dan cycle time yang lama, ukuran batch besar, waktu changeover yang lama,
dan line balancing yang buruk. Semakin banyak WIP, maka antrian akan
semakin panjang. Produk setengah jadi sebagai sebuah WIP akan
memperpanjang lead time produksi.
Inventory produk jadi diakibatkan karena persediaan yang melebihi
kebutuhan atau permintaan dari konsumen, peramalan penjualan yang tidak
tepat, perencanaan produksi yang kurang baik, dan perhitungan safety stock
yang salah. Adanya inventory dapat menyebabkan adanya penggunaan tempat
yang berlebih, biaya tambahan untuk perawatan, dan biaya penyimpanan
barang.
6. Unnecessary / Excess Motion
Excess Motion merupakan setiap pergerakan dari orang atau mesin
yang tidak memberikan nilai tambah bagi barang yang akan diserahkan
kepada pelanggan, tetapi akan menambah biaya dan waktu produksi.
Pemborosan dalam segi motion mengarah pada gerakan-gerakan yang tidak
efektif. Contohnya adalah pekerja masih harus meraih peralatan atau material
yang akan digunakan dan hal ini dilakukan berulang kali. Hal ini diakibatkan
karena organisasi tempat kerja yang jelek, layout yang tidak efektif dan
kurang teratur, metode kerja yang tidak konsisten, tidak adanya standar kerja
untuk melakukan sebuah aktivitas. Adanya pergerakan yang berlebihan bisa
menyebabkan waktu proses menjadi semakin lama, pekerja menjadi cepat
lelah, kualitas barang menurun.
Permasalahan juga bisa timbul terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja. Pekerjaan dengan gerakan berlebihan sebaiknya dianalis dan dirancang
kembali untuk perbaikan dengan keterlibatan pekerja. Perbaikan dalam hal
ergonomi bisa dilakukan, seperti penerangan yang lebih baik, penataan
peralatan, standar kerja yang baik, penggunaan kursi yang ergonomis, dan
penataan layout yang lebih baik.
10 Universitas Kristen Petra
7. Defective Products
Defective products merupakan waste yang paling mudah diketahui dan
dideteksi. Beberapa contohnya antara lain raw material yang mengalami
kecacatan dari pemasok, produk yang tidak lolos quality control dalam proses
internal, produk yang tidak lolos pada inspeksi akhir, produk yang ditolak
setelah sampai pada pelanggan, produk yang ditolak setelah sampai pada
pengguna terakhir dan dikembalikan kepada pelanggan, yang menyebabkan
adanya biaya yang akan dibebankan pada pelanggan.
Penyebab dari adanya produk reject antara lain tidak adanya prosedur
kerja, pelatihan yang kurang, dokumentasi yang buruk, jenis produk yang
terlalu banyak, mesin yang sudah tua, setting mesin yang salah, tingkat
inventory yang tinggi, tata letak yang jelek, kesalahan pekerja, alat yang tidak
terkalibrasi, permasalahan dalam sistem dan mesin. Kecacatan pada produk
akibat kesalahan manusia dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
menambahkan peralatan pencegah cacat pada proses produksi.
Pemborosan dalam hal produk cacat ini dapat berakibat pada banyak
hal, antara lain waktu yang lebih panjang untuk melakukan perbaikan pada
produk, tenaga dan biaya yang berlebih, dan produk yang akhirnya hanya
menjadi sebuah sampah. Hal paling buruk adalah apabila produk cacat telah
sampai ke tangan konsumen dan mengakibatkan konsumen tidak akan percaya
terhadap produk tersebut, adanya tuntutan atau permintaan ganti rugi, juga
akan menurunkan penjualan dan keuntungan.
8. Underutilized People
Pekerja seharusnya bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya dari
segi skill, kreativitas, dan kemampuan fisik yang dimilikinya. Lean
manufacturing juga berusaha melibatkan seluruh level pekerja yang terdapat
di dalam organisasi untuk meningkatkan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu
penggunaan pekerja yang kurang efektif merupakan sebuah pemborosan. Ada
beberapa penyebab dari penggunaan pekerja yang kurang efektif, antara lain
pekerjaan yang kurang teratur, budaya organisasi yang kurang mendukung
pekerja agar lebih berkembang, kurang selektif dalam memilih pekerja, tidak
adanya pelatihan untuk pekerja, dan turnover pekerja yang tinggi.
11 Universitas Kristen Petra
Pemborosan juga dikategorikan dalam dua kategori utama (Gaspersz,
2007), yaitu:
1. Type one waste
Type one waste merupakan aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai
tambah dalam proses transformasi input menjadi output, namun aktivitas
tersebut pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai macam
alasan. Sebagai contohnya aktivitas inspeksi dan penyortiran merupakan
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, sehingga merupakan waste,
tetapi kegiatan sortir untuk saat ini masih tidak dapat dihilangkan karena
tingkat keandalan mesin berkurang karena telah berusia tua. Type one waste
dalam jangka panjang tetap harus dihilangkan atau dikurangi. Type one waste
ini sering disebut sebagai incidental activity atau incidental work yang
termasuk dalam non value added activity.
2. Type two waste
Type two waste merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dan
dapat dihilangkan dengan segera. Sebagai contohnya, produk cacat atau
defects karena kesalahan yang dilakukan oleh pekerja. Type two waste ini
harus dapat dihilangkan dengan segera dan sering kali disebut sebagai waste
saja.
2.3 Value Stream Mapping
2.3.1 Pengertian Value Stream Mapping
Metodologi dalam lean manufacturing memberikan tiga peraturan utama
yang menjadi dasar dalam penentuan kegiatan yang memberikan nilai tambah atau
value dan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah. Ketiga peraturan yang
menjadi penentu tersebut antara lain konsumen harus bersedia membayar atas
nilai yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, adanya perubahan pada produk yang
dihasilkan, sebuah aktivitas harus diklakukan dengan benar sejak pertama kali
dikerjakan.
Value stream mapping merupakan sebuah metode visual yang memetakan
aliran bahan atau material dan informasi mulai dari kedatangan bahan mentah atau
raw material, melalui serangkaian proses produksi yang akhirnya menjadi produk
12 Universitas Kristen Petra
jadi atau finished good. Value stream mapping merupakan peralatan visual yang
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste, dimana VSM
merupakan suatu alat yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan lean
manufacturing.
Pemetaan keseluruhan proses secara visual yang dilengkapi dengan cycle
time, down time, inventory antar proses, perpindahan material, dan aliran
informasi akan sangat membantu untuk menggambarkan atau memvisualisasikan
kondisi proses produksi saat ini dan akan memudahkan untuk melakukan
perbaikan sehingga mencapai kondisi yang diinginkan. Value stream mapping
dapat digunakan sebagai alat untuk komunikasi, perencanaan bisnis, dan alat
untuk mengatur proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Ada beberapa keuntungan dalam melakukan value stream mapping antara
lain:
1. Membantu dalam memvisualisasikan proses produksi pada level keseluruhan
lantai produksi dan bukan hanya level proses tunggal.
2. Membantu dalam melihat waste dan sumber atau penyebab waste yang
terdapat pada value stream.
3. Menunjukkan hubungan antara aliran informasi dan aliran material.
4. Menjadi suatu bentuk dasar untuk membuat rencana implementasi.
5. Menggabungkan konsep dan teknik lean untuk memungkinkan dilakukan
perbaikan atau improvement yang ditunjukkan dengan future state yang lebih
baik.
2.3.2 Simbol dalam Value Stream Mapping
Value stream mapping merupakan sebuah gambaran visualisasi yang jelas
dari seluruh proses yang ada dan dalam penggambarannya tidak ada standar dalam
penggunaan simbol-simbolnya. Ada beberapa simbol standar yang digunakan
dalam value stream mapping yang dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu
simbol yang digunakan untuk proses, simbol untuk material, simbol untuk
informasi, dan simbol-simbol umum lainnya.
13 Universitas Kristen Petra
1. Simbol untuk menggambarkan proses
Tabel 2.1. Tabel Simbol Proses dalam Value Stream Mapping
Customer atau
Supplier
• Simbol ini merepresentasikan supplier bila berada
pada bagian kiri atas, yang umumnya merupakan
titik mulainya aliran material.
• Simbol ini merepresentasikan customer ketika
ditempatkan pada bagian kanan atas yang
umumnya merupakan titik berakhirnya aliran
material.
Dedicated process
• Simbol ini merupakan simbol proses, operasi,
mesin, atau departemen yang mana terjadi aliran
material. Umumnya, untuk menghindari mapping
yang terlalu lebar untuk setiap tahap pemrosesan,
simbol ini menggambarkan satu departemen yang
kontinyu dengan alur aliran internal yang tetap.
• Pada kasus perakitan dengan beberapa stasiun
kerja yang terhubung, bahkan ketika beberapa
inventory WIP terakumulasi antara mesin atau
stasiun kerja, keseluruhan line produksi akan
ditunjukkan dalam satu kotak tunggal. Jika ada
beberapa operasi yang terpisah, dimana salah satu
terpisah dari berikutnya, inventory terletak di
antaranya dan ada perpindahan batch produksi,
maka digunakan beberapa kotak simbol.
Shared Process
• Simbol ini menunjukkan proses operasi atau
departemen yang saling berkaitan atau
berhubungan dengan value stream product family
yang lain. Perkiraan jumlah operator dibutuhkan
untuk memetakan value stream, bukan jumlah
operator yang diperlukan untuk memproses semua
produk.
14 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1. Tabel Simbol Proses dalam Value Stream Mapping (sambungan)
Data box
• Simbol ini berada di bawah simbol lain yang berisi
data-data atau informasi yang diperlukan untuk
analisis dan observasi suatu sistem. Informasi
umum yang diletakkan dalam data box di bawah
simbol factory adalah frekuensi pengiriman selama
shift apapun, informasi material handling, ukuran
batch untuk sekali perpindahan, kuantitas
permintaan per periode, dan lain-lain.
• Informasi umum dalam data box di bawah simbol
proses manufaktur antara lain cycle time,
changeover time, uptime, jumlah operator, ukuran
batch untuk sekali perpindahan dan rata-rata
perpindahan material.
Work Cell
• Simbol ini mengindikasikan bahwa beberapa
proses diintegrasikan dalam sebuah workcell
manufaktur. Cell seperti ini biasanya memproses
produk yang masih berada dalam satu product
family, produk yang sama, atau sebuah produk
tunggal. Produk berpindah dari satu proses ke
proses selanjutnya dalam batch yang kecil atau
single pieces.
Sumber: Quarterman Lee, Brad Snyder (2007). The Strategos Guide to Value
Stream & Process Mapping: Genesis of Manufacturing Strategy (p.49)
2. Simbol untuk menggambarkan material
15 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Tabel Simbol Material dalam Value Stream Mapping
Inventory
• Simbol ini merepresentasikan inventory di antara
dua proses. Ketika memetakan keadaan sekarang,
jumlah inventory dapat diperkirakan dengan
melakukan perhitungan dan jumlah tersebut dicatat
dalam segitiga. Ketika ada akumulasi lebih dari satu,
maka gunakan satu simbol untuk masing-masing.
• Simbol ini digunakan untuk merepresentasikan
penyimpanan raw material dan barang jadi.
Shipments
• Simbol ini merepresentasikan perpindahan dari raw
material dari supplier sampai pada receiving dock.
• Simbol ini juga menggambarkan perpindahan
barang jadi dari shipping dock ke konsumen.
Push Arrow
• Simbol ini merepresentasikan material yang
didorong dari proses sebelum ke proses sesudahnya.
Push berarti sebuah proses memproduksi sesuatu
tanpa memperdulikan keperluan akan proses
sesudahnya.
Supermarket
• Ini merupakan sebuah inventory "supermarket"
(kanban stockpoint). Seperti supermarket, sebuah
inventory kecil tersedia dan satu atau lebih
downstream customer datang ke supermarket untuk
mengambil apa yang mereka perlukan. Upstream
workcenter kemudian menyediakan stock seperti
yang dibutuhkan.
• Ketika aliran kontinyu tidak praktis, dan proses
upstream harus beroperasi pada batch mode,
supermarket akan mengurangi overproduction dan
membatasi inventory total.
16 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Tabel Simbol Material dalam Value Stream Mapping (sambungan)
Material Pull
• Supermarket berhubungan dengan proses
downstream dengan simbol "Pull" ini yang
mengindikasikan adanya perpindahan secara fisik.
FIFO Lane
• Inventory First-In-First-Out. Simbol ini digunakan
ketika sebuah proses dihubungkan dengan sistem
FIFO yang membatasi input. Contohnya adalah
sebuah accumulating roller conveyor. Kemungkinan
inventory maksimum juga perlu dicatat.
Safety Stock
• Simbol ini merepresentasikan sebuah inventory
safety stock untuk menghadapi permasalahan seperti
downtime, untuk mencegah sistem terhadap
fluktuasi mendadak dalam order dari konsumen atau
kegagalan sistem.
• Simbol ini dilambangkan dengan kotak yang
tertutup pada semua sisi, hal ini ditujukkan sebagai
penyimpanan sementara, bukan sebuah
penyimpanan stock yang permanen, jadi sebaiknya
ada kebijakan manajemen yang secara jelas
menyatakan kapan inventory seperti ini digunakan.
External Shipment
• Simbol ini menggambarkan pengiriman dari
supplier atau pengiriman kepada konsumen
menggunakan transportasi eksternal.
Sumber: Quarterman Lee, Brad Snyder (2007). The Strategos Guide to Value
Stream & Process Mapping: Genesis of Manufacturing Strategy (p.50)
17 Universitas Kristen Petra
3. Simbol untuk menggambarkan informasi
Tabel 2.3. Tabel Simbol Informasi dalam Value Stream Mapping
Production Control
Kotak ini merepresentasikan penjadwalan produksi
yang berasal dari pusat atau departemen kontrol,
orang, ataupun operasi.
Manual Info
Sebuah panah lurus, tipis menunjukkan aliran umum
akan informasi dari memo, laporan, atau percakapan.
Electronic Info
Panah yang berkelok merepresentasikan aliran
elektronik seperti electronic data interchange (EDI),
Internet, Intranet, LAN (local area network), WAN
(wide area network).
Production Kanban
Simbol ini memicu produksi pada sejumlah bagian
pada proses sebelumnya. Kanban ini memberi sinyal
bahwa sebuah proses penyediaan harus dilakukan
untuk menyediakan bagian pada proses downstream.
Withdrawal Kanban
Simbol ini merepresentasikan sebuah kartu atau alat
yang menginstruksikan pemegang material untuk
memindahkan suatu bagian dari sebuah supermarket
ke proses penerima. Pemegang material (atau
operator) menuju supermarket dan mengambil
barang-barang yang diperlukan.
Signal Kanban
Simbol ini digunakan ketika tingkat inventory on-
hand dalam supermarket di antara dua proses turun
hingga titik picu atau minimum. Ketika Triangle
Kanban mencapai proses penyuplaian atau
penyediaan, ini memberikan signal changeover dan
produksi dari ukuran batch sebelumnya telah tercatat
pada kanban.
18 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.3. Tabel Simbol Informasi dalam Value Stream Mapping (sambungan)
Kanban Post
Sebuah lokasi yang merupakan tempat pengambilan
signal kanban. Sering digunakan dengan sistem dua
kartu untuk bertukar kanban pengambilan dan
produksi.
Sequenced Pull
Simbol ini merepresentasikan sistem pull yang
memberikan instruksi untuk proses subassembly
memproduksi tipe dan kuantitas produk yang telah
ditentukan sebelumnya, umumnya satu unit, tanpa
menggunakan sebuah supermarket.
Load Leveling
Simbol ini merupakan alat untuk batch kanban dalam
rangka untuk menyetarakan volume produksi dan mix
over dalam sebuah periode waktu.
MRP/ERP
Penjadwalan menggunakan MRP/ERP atau sistem
tersentralisasi lainnya.
Go See
Mengumpulkan informasi melalui tanda visual.
Verbal Information
Simbol ini merepresentasikan aliran informasi verbal
atau personal.
Sumber: Quarterman Lee, Brad Snyder (2007). The Strategos Guide to Value
Stream & Process Mapping: Genesis of Manufacturing Strategy (p.51)
19 Universitas Kristen Petra
4. Simbol umum lainnya
Tabel 2.4. Tabel Simbol Umum Lain dalam Value Stream Mapping
Kaizen Burst
Simbol ini digunakan untuk menyorot kebutuhan
kemajuan dan merencanakan kaizen workshops pada
proses spesifik yang penting untuk mencapai future
state map dari sebuah value stream.
Operator
Simbol ini merepresentasikan sebuah operator. Ini
menunjukkan jumlah operator yang diperlukan untuk
memproses suatu produk pada workstation tertentu.
Other Informasi lainnya yang berguna atau potensial
berguna.
Timeline
Timeline menunjukkan value added times (cycle
times) dan non-value added (wait) times. Timeline
digunakan untuk menghitung lead time dan total cycle
time.
Sumber: Quarterman Lee, Brad Snyder (2007). The Strategos Guide to Value
Stream & Process Mapping: Genesis of Manufacturing Strategy (p.52)
2.3.3 Langkah-langkah dalam Pembuatan Value Stream Mapping
Simbol-simbol yang digunakan dalam value stream mapping telah
dibahas, selanjutnya mengetahui tahapan dalam membuat value stream mapping,
antara lain:
1. Menggambar simbol konsumen, supplier, dan production control.
2. Memasukkan kebutuhan konsumen per hari.
3. Menghitung tingkat produksi harian dan jumlah alat pengangkut yang
dibutuhkan.
4. Menggambar simbol pengiriman, truk, dan frekuensi pengiriman kepada
konsumen.
5. Menggambar simbol pengiriman, truk, dan frekuensi pengiriman yang berasal
dari supplier.
20 Universitas Kristen Petra
6. Menggambar kotak proses untuk setiap proses yang dilakukan dari kiri ke
kanan.
7. Menambahkan data boxes.
8. Menggambarkan panah komunikasi, juga metode komunikasi.
9. Memasukkan atribut proses ke dalam data boxes.
10. Menambahkan simbol operator dan jumlah operator.
11. Menambahkan lokasi inventory dan inventory level.
12. Menambahkan simbol push, pull, dan FIFO.
13. Menambahkan informasi lain yang mungkin berguna.
14. Menambahkan total jam kerja.
15. Menambahkan cycle time dan lead times.
16. Menghitung total cycle time dan lead times.
2.3.4 Data Boxes dan Perhitungan
Informasi yang terdapat di dalam data boxes harus disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada, dalam beberapa situasi, informasi yang terlalu banyak
sebaiknya dipisah agar tidak menimbulkan kerancuan dan terlihat semakin
membingungkan. Beberapa informasi yang umumnya terdapat dalam data boxes
dan berguna, antara lain:
1. Cycle time, merupakan waktu yang dibutuhkan antara satu produk jadi yang
terselesaikan dengan waktu penyelesaian produk jadi berikutnya dan tidak
termasuk adanya waiting time.
2. Processing time, merupakan waktu yang dibutuhkan oleh operator atau orang
dalam memproses satu buah produk tunggal.
3. Changeover time, merupakan waktu yang dibutuhkan antara satu produk jadi
terakhir diproduksi sampai satu buah produk jadi pertama yang baik
diproduksi untuk jenis produk yang selanjutnya.
4. Uptime, didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah produk baik yang
diproduksi dengan design speed mesin yang digunakan untuk memproduksi
produk selama suatu periode waktu tertentu.
5. Production batch size, merupakan jumlah batch produksi.
6. Number of operators
21 Universitas Kristen Petra
7. Working time, merupakan waktu selama perusahaan menjalankan produksi
dan segala peralatan dapat beroperasi.
2.4 Studi Pengukuran dan Penetapan Waktu Kerja
Pengukuran waktu kerja merupakan usaha untuk menentukan lama kerja
yang dibutuhkan seorang operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang
spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam lingkungan kerja yang
terbaik pada saat itu. Pengukuran kerja berfungsi antara lain: (Niebel, Benjamin
W., 1993)
1. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja.
2. Estimasi biaya-biaya untuk upah pekerja.
3. Penjadwalan produksi dan penganggaran.
4. Indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
5. Mengusahakan terjadinya keseimbangan lintasan.
6. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi pekerja yang
berprestasi.
Teknik-teknik pengukuran waktu kerja dapat dibagi atau dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu pengukuran waktu kerja secara langsung dan
pengukuran waktu kerja secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian
karena pengukurannya dilakukan secara langsung, yaitu di tempat dimana
pekerjaan yang diukur dijalankan. Cara-cara yang termasuk di dalamnya adalah
cara pengukuran kerja dengan menggunakan jam henti dan sampling kerja.
Sebaliknya cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu kerja
tanpa si pengamat harus berada di tempat pekerjaan yang diukur. Aktivitas yang
dilakukan hanya melakukan penghitungan waktu kerja dengan membaca tabel-
tabel waktu yang tersedia dengan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-
elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerak. Cara ini bisa dilakukan dalam
aktivitas data waktu baku dan data waktu gerakan. Pengukuran kerja secara
langsung terutama pengukuran dengan jam henti adalah merupakan pekerjaan
yang mengawali dan menjadi landasan untuk kegiatan-kegiatan pengukuran kerja
yang lain.
22 Universitas Kristen Petra
2.4.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti pertama kali diperkenalkan oleh
Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Aktivitas pengukuran kerja dengan
jam henti umumnya diaplikasikan pada industri manufaktur yang memiliki
karakteristik kerja berulang-ulang, memerlukan waktu singkat, terspesifikasi jelas,
menghasilkan output yang relatif sama. Kegiatan ini bisa pula diaplikasikan untuk
pekerjaan-pekerjaan yang bukan merupakan manufaktur asalkan kriteria-kriteria
ini terpenuhi:
• Pekerjaan dilaksanakan secara repetitive dan uniform.
• Macam pekerjaan homogen.
• Hasil kerja dapat dilihat secara nyata (kuantitatif) baik keseluruhan ataupun
untuk tiap-tiap elemen kerja berlangsung.
• Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga
akan memadai untuk dihitung waktu bakunya.
Banyak faktor yang harus diperhatikan agar diperoleh waktu baku untuk
pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja,
kerja sama yang ditunjukkan operator untuk mau bekerja secara wajar pada saat
diukur, cara pengukuran, jumlah siklus kerja yang diukur, dan lain-lain.
Ada tiga metode yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen
kerja dengan menggunakan jam henti, yaitu:
a. Pengukuran waktu secara terus-menerus (continuous timing)
Pengamat kerja menekan tombol stopwatch pada saat elemen kerja pertama
dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stopwatch berjalan secara terus
menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Waktu
sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat
pengukuran waktu selesai dilaksanakan.
b. Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing)
Disebut juga snap-back method, jarum petunjuk stopwatch akan selalu
dikembalikan ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur.
Pengamat bisa segera mengetahui variasi data waktu selama proses kerja
dengan melihat data waktu setiap elemen secara langsung.
23 Universitas Kristen Petra
c. Pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing)
Menggunakan dua atau lebih stopwatch yang akan bekerja secara bergantian,
apabila stopwatch pertama dijalankan, stopwatch kedua dan ketiga berhenti
(jarum pada posisi nol). Bila elemen kerja berakhir, stopwatch pertama
dihentikan, stopwatch kedua dijalankan untuk mengukur elemen kerja
berikutnya, tetapi stopwatch ketiga tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja
berakhir maka stopwatch kedua dihentikan, stopwatch ketiga menyala,
stopwatch pertama kembali ke posisi nol utnuk mengukur elemen kerja lain,
demikian untuk seterusnya.
2.4.2 Pengujian Data
a. Uji kenormalan data
Tujuan dari dilakukannya uji kenormalan adalah untuk mengetahui apakah
suatu data normal atau tidak. Normal berarti mempunyai distribusi data yang
normal. Data yang dimiliki harus dilakukan uji kenormalan terlebih dahulu. Jika
data yang diperoleh tidak normal, maka perlu dilakukan pengambilan data lagi.
Pengujian kenormalan data menggunakan software Minitab dengan pengujian
Kolmogorov Smirnov.
b. Uji keseragaman data
Setelah data lolos uji kenormalan data, maka langkah selanjutnya adalah
uji keseragaman data. Uji keseragaman data dapat dilakukan dengan control
chart. Control chart merupakan alat untuk melakukan uji keseragaman terhadap
data menggunakan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB).
Data-data yang tidak termasuk diantara BKA dan BKB harus dibuang. Jika ada
data yang keluar dari batas kendali, maka data tersebut harus dibuang dan
dilakukan uji kenormalan dan keseragaman lagi.
c. Uji kecukupan data
Jika data sudah lolos uji keseragaman data, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan uju kecukupan data. Jumlah pengamatan yang harus dilakukan
dapat ditetapkan sebagi berikut:
24 Universitas Kristen Petra
• Jumlah data lebih kecil sama dengan 30 (N <30)
N’= 2
xkts⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
×× (2.1)
Keterangan: N’ = jumlah data yang dibutuhkan
s = standar deviasi
t = distribusi t
k = derajat ketelitian
x = rata-rata data
• Jumlah data lebih besar dari 30 (N ≥ 30)
N’= ( )
2222/ N
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −
∑∑∑
i
iia
X
XXk
Z
(2.2)
Keterangan: N = jumlah data yang telah diambil
= distribusi z pada α/2
Xi = data ke-i, (i = 1,2,3,.........,jumlah data yang diambil)
Apabila N ≥ N’, maka data telah lolos uji kecukupan data. Apabila N < N’,
maka data yang telah diambil tidak cukup dan perlu dilakukan penambahan data
yang baru. Data yang telah ada dan data penambahan perlu dilakukan pengujian
kenormalan dan keseragaman kembali.
2.4.3 Performance Rating Kerja
Performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan
operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai kecepatan kerja operator ini
dikenal sebagai performance rating. Performance rating diharapkan dapat
menormalkan kembali kinerja dari operator. Ketidaknormalan waktu kerja ini
diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam
tempo/kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Suatu saat terlalu cepat dan
disaat lain terlalu lambat. Kecepatan gerakan operator saat bekerja dapat dilihat
dari rating factor ini, yaitu sebagai berikut:
• Operator terlalu cepat maka p >1 atau p > 100%
• Operator bekerja terlalu lambat maka p < 1 atau p < 100%
25 Universitas Kristen Petra
• Operator bekerja secara normal maka p = 1 atau p = 100%.
• Untuk kondisi kerja yang sepenuhnya dilakukan oleh mesin, maka p dianggap
1.
Salah satu metode yang digunakan dalam performance rating adalah
metode Westinghouse. Metode ini mempertimbangkan empat faktor dalam
mengevaluasi kinerja (performance) operator yaitu keterampilan (skill), usaha
(effort), kondisi (condition) dan konsistensi (consistency).
Skill didefinisikan sebagai kemahiran atau kecakapan dalam mengikuti
metode yang sudah diberikan. Effort didefinisikan sebagai demonstrasi atau
pertunjukan akan kemauan untuk bekerja secara efektif. Condition merujuk pada
prosedur performance rating yang akan berefek pada operator bukan pelaksanaan
atau proses yang dilakukan oleh operator. Elemen yang akan mempengaruhi
kondisi kerja antara lain temperatur, ventilasi, penerangan, dan kebisingan.
Konsistensi dari operator merupakan faktor keempat dalam penilaian performance
rating dari operator.
Keempat faktor di atas masing-masing memiliki korelasi antara faktor
yang satu dengan yang lainnya. Ada korelasi antara keterampilan dan usaha.
Kenyataannya, banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah
bekerja dengan usaha yang sungguh-sungguh sebagai imbangannya. Kadang-
kadang usaha ini sangat besar sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak
menghasilkan. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak
jarang bekerja dengan tidak didukung oleh usaha menghadirkan performa yang
lebih baik. Jadi, walaupun hubungan antara kelas tinggi pada keterampilan dengan
usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendah. Kedua faktor ini
adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah dalam pelaksanaan pekerjaan.
Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan
pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja merupakan
sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator dan tidak banyak
kemampuan untuk mengubahnya.
Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi. Hal ini karena pada
setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak semuanya akan sama,
waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus
26 Universitas Kristen Petra
ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama masih dalam
batas kewajaran, maka masalah tidak akan timbul, tetapi jika variabilitasnya
tinggi, maka hal tersebut harus diperhatikan.
Performance rating (p) dari seorang operator dapat segera diperoleh
melalui rumus dibawah ini:
p = 1 + (nilai skill + effort + conditions + consistency) (2.3)
2.4.4 Allowance
Allowance adalah tingkat kelonggaran yang diberikan kepada pekerja
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Seorang operator yang baik akan
menyelesaikan pekerjaan pada tempo kerja yang normal. Namun, pada prakteknya
tidaklah bisa diharapakan operator tersebut mampu bekerja terus menerus
sepanjang hari tanapa adanya interupsi sama sekali. Pada prakteknya operator
sering menghentikan pekerjaan untuk keperluan-keperluan pribadi, istirahat
melepas lelah, dan alasan-alasan lain yang tidak dapat dikontrol. Waktu longgar
yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi dapat diperoleh dengan
memperhitungkan allowance atau kelonggaran dalam menentukan waktu baku.
Ada tiga tipe allowance yaitu:
• Personal needs atau kebutuhan pribadi.
• Fatique atau kelelahan yang muncul ketika bekerja.
• Unavoidable delay merupakan kejadian yang tidak dapat terhindarkan.
2.4.5 Perhitungan Waktu Baku
a. Waktu siklus
Waktu siklus merupakan waktu penyelesaian satu satuan produksi mulai
dari bahan baku diproses di tempat kerja, yang juga merupakan jumlah waktu
tiap-tiap elemen pekerjaan.
NX
Ws i∑= (2.4)
b. Waktu normal
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan
oleh pekerja dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata.
27 Universitas Kristen Petra
Wn = Ws x p (2.5)
Keterangan: Wn = waktu normal
Ws = waktu siklus
c. Waktu baku
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja
normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan dalam sistem kerja
terbaik saat itu.
%allowance-100%
100%Wn×=Wb (2.6)