92
PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN ( Alium ampeloprosum ) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2005sug2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d888888888888d

Citation preview

  • PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI

    BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN

    S U G I A R T O

    SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2005

  • ABSTRACT

    SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres Packaging on Quality Shredded Leek. Under the directon of HADI K. PURWADARIA and ILLAH SAILAH Shredded leek is highly perishable and needs appropriate storage condition for longer shelflife. One of the storage technique is modified atmosphere packaging combined with low-temperature storage. At the ambient temperature storage, shredded leek has only a 3 day shelflife. The research results indicated that storing shredded leek at lower temperature provided a longer shelflife : 10 days at 10 oC and 20 days at 5 oC. The respiration rate during storage is 15.06 ml O2/kg.hr and 14.21 ml CO2/kg.hr. The atmospheric composition 3-5% oxygen and 3-5% carbondioxide provided the longest shelflife of 14 days for the shredded leek. During the storage, the shredded leek experienced 8% total weight loss, increase of lightness from 33 to 33.5, increase of red-green value from (-)9,84 to (-4), but did not show significant sensory value changes. To obtain the best atmospheric modified condition in the packaging for the shredded leek, 100 g of shredded leek was recommended to be packed in 60 m LDPE film 104.5 cm2 total surface area. The shelflife of packed shredded leek at 5 oC was 14 days.

  • ABSTRAK

    SUGIARTO. Pengemasan Atmosfir Termodifikasi untuk Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan. Dibimbing oleh HADI K. PURWADARIA dan ILLAH SAILAH.

    Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai olahan pangan. Seperti halnya produk hortikultura pada umumnya, bawang daun mudah rusak baik karena layu ataupun karena pembusukan. Kerusakan akan semakin cepat jika bawang daun dirajang (terolah minimal). Sementara itu pasar untuk produk sayuran terolah minimal termasuk bawang daun mulai terbentuk. Permintaan bawang daun rajangan datang dari restoran-restoran siap saji. Sebagai contoh bawang daun rajangan digunakan sebagai bahan taburan pada menu bubur ayam dan sup.

    Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur simpan yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang sesuai. Salah satu teknik penanganan pasca panen adalah penyimpanan di dalam atmosfir yang dimodifikasi atau terkendali dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi atmosfir yang sesuai untuk penyimpanan bawang daun rajangan, membuat desain kemasan, dan menentukan umur simpannya.

    Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan selama penyimpanan adalah 34.72ml O2/kg.jam dan 64.93 ml CO2/kg.jam (suhu kamar), 19.51 ml O2/kg.jam dan 20.59 ml CO2/kg.jam (suhu 10 oC) dan 15.06 ml O2/kg.jam dan 14.21 ml CO2/kg.jam (suhu 5 oC).

    Penyimpanan bawang daun rajangan selama 14 hari pada atmosfir yang dimodifikasi memberikan hasil sebagai berikut. Susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada atmosfir dengan O2 3-5% dan CO2 3-5% adalah 7.76% paling rendah daripada penyimpanan pada kondisi atmosfir lainnya, dan yang paling tinggi adalah penyimpanan pada udara normal, yaitu 14.80%. Perubahan warna bawang daun rajangan selama penyimpanan yang terjadi adalah peningkatan kecerahan (L) dari 33.06 menjadi 33.50 (O2 3-5% dan CO2 3-5%), dan peningkatan nilai a dari (-) 9.84 menjadi (-) 4. Perubahan nilai sensoris terendah dibandingkan bawang daun rajangan segar adalah bawang daun rajangan yang disimpan pada atmosfir dengan O2 3-5 % dan CO2 3-5%.

    Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan adalah O2 3-5% dan CO2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi tersebut berada pada film kemasan LDPE. Desain kemasan untuk bawang daun rajangan adalah kantung plastik LDPE tebal 90 m dengan luas

  • sebelum dibuka 104.5 cm2. Kantung kemasan tersebut untuk bawang daun dengan bobot 100 g.

    Pengemasan bawang daun rajangan dengan film LDPE dan pengemasan hampa dengan film LDPE untuk penyimpanan selama 10 hari menyebabkan perubahan warna, rasa, aroma, dan tekstur yang tidak nyata. Nilai sensoris warna, rasa, aroma dan tekstur bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan tidak berbeda nyata dengan niali sensoris bawang daun rajangan baru. Penyimpanan selama 14 hari mulai menunjukkan perubahan parameter mutu yang mulai nampak. Susut bobot bawang daun yang disimpan secara atmosfir termodifikasi adalah sekitar 7% untuk penyimpanan selama 14 hari.

    Umur simpan bawang daun rajangan yang dikemas hampa dalam kantung plastik LDPE tebal 60 m dengan luas kantung 104.5 cm2 dan suhu penyimpanan 5 oC adalah 14 hari.

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, Oktober 2005

    Sugiarto TPP 99549

  • PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN

    S U G I A R T O

    Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen

    SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2005

  • Judul Tesis : Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan

    Nama : Sugiarto NRP : 99549 Program Studi : Teknologi Pasca Panen

    Menyetujui,

    1. Komisi Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, MSc.

    Dr. Ir. Illah Sailah, MS

    Ketua Anggota

    Mengetahui,

    2. Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen

    Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr

    3. Dekan Sekolah Pascasarjana

    Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto,, MSc

    Tanggal Lulus :

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1969 sebagai anak kedua dari pasangan Poniso dan Sukarti. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, lupus pada tahun 1993. pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Teknologi Pasca Panen. Beasiswa Pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Program BPPS.

    Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Institut Pertanian Bogor dan ditempatkan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian sejak tahun 1994. Bidang kajian yang ditekuni penulis adalah pengemasan dan penyimpanan hasil pertanian dan produk olahannya.

  • PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia -Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Maret-September 2003 ini hdala Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hadikaria Purwadaria, MSc. dan Dr. Ir. Illah Sailah, MS selaku

    pembimbing atas bimbingan dan bantuan dana untuk penyelesaian penelitian dan tesis ini.

    2. Dr. Ir. Seroso, MAgr. Selaku penguji atas masukannya untuk perbaikan tesis ini.

    3. Ir. Muhammad Zein Nasution, MAppSc., Dr. Ir. Irawadi Djamaran, dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA atas dorongan semangat dan bantuan dananya untuk penyelesaian studi penulis.

    4. Bapak Sulyaden (Laboratorium TPPHP-TEP), Ibu Egnawati dan Para Teknisi Laboratoria di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

    5. Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen dan Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kelonggaran masa studi kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

    6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia c/q Program BPPS yang telah memberikan beasiswa BPPS selama penulis studi di program S2.

    7. Keluarga besar Poniso dan Suharto atas segala doa dan dorongannya. 8. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis untuk

    menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

    Bogor, Oktober 2005

    Sugiarto

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL....................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR.................................................................................. x

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

    I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3 II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4

    A. Bawang Daun.................................................................................. 4 B. Respirasi.......................................................................................... 5 C. Penyimpanan Suhu Rendah ............................................................ 9 D. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi ................................ 10 E. Kemasan.......................................................................................... 12 F. Pengolahan Minimal....................................................................... 13 G. Konsentrasi Keseimbangan O2 Dan CO2 Dalam Kemasan............ 15 H. Desinfestasi ................................................................................... 16

    III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 17 A. Tempat Dan Waktu......................................................................... 17 B. Bahan Dan Alat............................................................................... 17 C. Tahapan Penelitian.......................................................................... 18

    1. Penentuan Waktu Desinfestasi ................................................. 18 2. Pengukuran Laju Respirasi......................................................... 20 3. Penentuan Konsentrasi O2 Dan CO2 Optimum.......................... 20 4. Penentuan Jenis Film Kemasan Dan Bobot Bawang Daun

    Dalam Kemasan......................................................................... 21 5. Penentuan Umur Simpan Bawang daun Yang Dikemas Secara

    Atmosfir Termodifikasi Dalam kemasan Terpilih ..................... 22 6. Rancangan Percobaan................................................................ 23

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 24 A. Penelitian Pendahuluan................................................................... 24 B. SOP Perajangan............................................................................... 25 C. Pengukuran Laju Respirasi ............................................................. 26 D. Penentuan Komposisi Udara Optimum .......................................... 35

    1. Pengaruh Konsentrasi O2 Dan CO2 Terhadap Susut Bobot Bawang Daun Rajangan............................................................. 35

    2. Pengaruh Konsentrasi O2 Dan CO2 Terhadap Perubahan Warna Bawang Daun Rajangan................................................. 41

    3. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO2 terhadap Nilai Sensoris . ... 46

    E. Penentuan Jenis Film Kemasan Dan Luas Permukaannya ............. 47 F. Validasi Kondisi Atmosfir Yang Ditentukan.................................. 49

  • G. Penentuan Umur Simpan Bawang daun Rajangan Yang Disimpan Di Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi......... 51 1. Perubahan Warna ................................................................... 52 2. Susut Bobot .............................................................................. 54 3. Penilaian Sensoris .................................................................... 55

    H. Perubahan Komposisi Kimia ......................................................... 61 V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 64 A. Simpulan ......................................................................................... 64 B. Saran................................................................................................ 65 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 66 LAMPIRAN ................................................................................................ 70

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Komposisi kimia bawang daun (Allium ampeloprasum) (per 100 gram bobot segar) ................................................................ 5

    Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura menurut laju respirasinya ...... 7

    Tabel 3. Batas maksimum CO 2 dan batas minimum O2 untuk beberapa sayuran dan buah-buahan........................................................... 12

    Tabel 4. Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (Suhu 5 0C) ................................................................................. 35

    Tabel 5. Persamaan laju penurunan bobot (Suhu 5 0C)............................ 36

    Tabel 6. Perubahan bobot raja ngan daun bawang selama penyimpanan (Suhu 10 0C) ............................................................................... 37

    Tabel 7. Persamaan laju penurunan bobot (Suhu 10 0C).......................... 38

    Tabel 8. Komposisi kimia bawang daun sebelum dan setelah penyimpanan .............................................................................. 62

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Proses terjadinya perubahan komposisi udara di dalam film kemasan ........................................................................ 10

    Gambar 2. Bawang daun yang telah dibersihkan .................................. 17

    Gambar 3. Bawang daun setelah dirajang ............................................. 19

    Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu ruang ..................................................................................... 27

    Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 oC..................................................................................... 29

    Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 oC....................................................................................... 31

    Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC, 10 oC, dan Suhu Ruang...... 34

    Gambar 8. Garfik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ............................................... 36

    Gambar 9. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ............................................. 37

    Gambar 10. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5 oC....................... 39

    Gambar 11. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 10 oC..................... 40

    Gambar 12. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 0C ................................... 42

    Gambar 13. Grafik perubahan nilai warna kromatik hijau - merah (nilai a) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 0C....................................................................................... 44

    Gambar 14. Grafik perubahan nilai warna kromatik kuning biru (nilai b) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 oC .............................................................................. 45

    Gambar 15. Plot daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan ................................................................................ 47

    Gambar 16. Bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE (ha ri pertama) ............................................................ 50

    Gambar 17. Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan ......... 51

  • Gambar 18. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan dalam kemasan LDPE ....................... 52

    Gambar 19. Grafik perubahan warna hijau bawang daun rajanang selama penyimpanan............................................................ 53

    Gambar 20. Akumulasi susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi............. 54

    Gambar 21. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap warna bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE.............................. 55

    Gambar 22. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap tekstur bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE.............................. 56

    Gambar 23. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap rasa bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE ...................................... 57

    Gambar 24. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap aroma bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE.............................. 58

    Gambar 25. Bawang daun rajangan setelah 4 hari penyimpanan ............ 59

    Gambar 26. Bawang daun rajangan setelah 7 hari penyimpanan ............ 60

    Gambar 27. Bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan.......... 61

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Prosedur Pengamatan........................................................... 71

    Lampiran 2. Perubahan Konsentrai Oksigen dan Karbondioksida di dalam Jar ............................................................................. 76

    Lampiran 3. Perubahan Robot Bawang Daun Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 5 oC) .................................................... 77

    Lampiran 4. Perubahan Bobot bawang Daun Rajangan Selama penyimpanan (suhu 10 oC) ................................................... 78

    Lampiran 5. Perubahan Warna daun Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 5 oC)............................................................................ 80

    Lampiran 6. Perubahan Warna Daun Bawang Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 10 oC) ................................................... 84

    Lampiran 7. Hasil Uji Hedonis Bawang Daun Rajangan ......................... 87

    Lampiran 8. Diagram Sistem Warna L, a, b ............................................. 90

  • I. PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah

    satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu

    penyedap dalam berbagai olahan pangan. Berbeda dengan jenis-jenis bawang

    lainnya yang dimanfaatkan umbinya, bawang daun dimanfaatkan batang semu

    dan daunnya. Umumnya bawang daun digunakan dalam bentuk rajangan atau

    potongan panjang segar.

    Produksi bawang daun Indonesia relatif stabil sekitar 300000 ton per

    tahun dengan sentra produksi utama di Jawa Barat, Jawa Timur. Jawa Tengah,

    Bengkulu, dan Sumatera Utara. Menurut data BPS produksi bawang daun

    Indonesia adalah 299923 ton pada tahun 1995 dan meningkat menjadi 352387

    ton pada tahun 1996 (BPS, 1997), kemudian turun menjadi 311319 ton tahun

    2000 dan 295551 ton pada tahun 2001 (BPS, 2002).

    Seperti halnya produk hortikultura pada umumnya, bawang daun

    mudah rusak baik karena layu ataupun karena pembusukan. Sementara itu

    jarak antara daerah penanaman dengan daerah pemasaran relatif jauh.

    Kehilangan pasca panen buah dan sayuran diperkirakan sekitar 5-25% di

    negara-negara maju dan sekitar 20-50% di negara-negara sedang berkembang

    (Kader, 1992). Dengan demikian penanganan pasca panen bawang daun perlu

    diperhatikan dengan baik agar dapat bertahan segar dalam waktu relatif lama.

    Pada saat ini mulai terbentuk pasar untuk produk sayuran yang sudah

    diolah minimal (dikupas dan atau diiris) agar konsumen dapat langsung

    menggunakan atau memasaknya tanpa perlu melakukan lagi kegiatan

    pembersihan dan pengecilan ukuran (pemotongan/perajangan) . Untuk produk

    kelompok bawang-bawangan, pengolahan minimal ini makin terasa

    keperluannya mengingat banyaknya orang yang akan menggunakan atau

    mengkonsumsi bawang tetapi tidak mau membersihkan dan memotong-

    motongnya dengan alasan baunya yang tajam menempel di tangan dan

    timbulnya rasa pedih di mata akibat minyak atsiri yang menguap saat bawang

  • daun diiris. Dengan alasan itu, jika dikenalkan bawang daun terolah minimal

    (dirajang) maka kemungkinan pasarnya akan dapat tercipta. Rajangan

    bawang daun dibutuhkan oleh restoran-restoran siap saji yang menyediakan

    menu bubur ayam, sup, bakso, dan berbagai jenis masakan Cina. Bagi

    restoran siap saji, kemudahan dan kecepatan penyiapan menu merupakan

    faktor penting untuk kepuasan pelanggan.

    Permintaan akan bawang daun rajangan oleh restoran siap saji cukup

    besar. Jika diambil restoran siap saji McDonald saja, di Indonesia ada sekitar

    150 gerai. Jika setiap gerai memerlukan 100 gram bawang daun rajangan per

    hari, maka akan diperlukan 15 kg bawang daun rajangan per hari atau sekitar

    5.5 ton per tahun hanya untuk seluruh gerai restoran siap saji Mc Donald di

    Indonesia. Jika semua restoran siap saji yang memerlukan bawang daun

    rajangan diperhitungkan, maka nilai kebutuhan itu akan menjadi jauh lebih

    tinggi.

    Sebagaimana produk pertanian lainnya jika telah mengalami

    pengolahan yang menyebabkan luka terbuka (baik karena pengupasan atau

    pemotongan) maka umur simpannya menjadi lebih pendek. Hal ini selain

    disebabkan semakin cepatnya laju respirasi juga disebabkan adanya luka

    akibat pengirisan dapat digunakan sebagai jalan masuk bagi mikroorganisme

    pembusuk. Karena itu perlu dilakukan usaha agar produk pertanian yang telah

    diolah minimal dapat dipertahankan umur simpannya.

    Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur

    simpan yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang

    baik. Salah satu teknik penanganan pasca panen yang dapat dicoba adalah

    pengemasan bawang daun terolah minimal (rajangan) dalam kemasan dengan

    atmosfir yang dimodifikasi dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada

    suhu rendah.

    Pengemasan menggunakan plastik film dengan permeabilitas tertentu

    akan mengatur konsentrasi gas O2 di sekitar produk relatif rendah sehingga

    respirasi tetap berjalan tetapi dengan laju yang lebih lambat. Sementara itu

    konsentrasi gas CO2 tetap rendah karena sebagian CO2 hasil respirasi

    dikeluarkan dari kemasan sehingga tidak meracuni produk. Pengemasan

  • dalam atmosfir termodifikasi dan penyimpanan pada suhu rendah diharapkan

    dapat menurunkan laju respirasi bawang daun rajangan dan menjaga

    kesegaran bawang daun lebih lama dengan tingkat susut bobot yang dapat

    diterima.

    Penelitian mengenai umur simpan bawang daun rajangan belum

    dilakukan padahal hasil dari penelitian ini akan akan bermanfaat untuk

    menentukan umur simpan bawang daun rajangan. Oleh karena itu penelitian

    yang dilakukan terfokus pada pengetahuan sifat bawang daun selama waktu

    penyimpanan.

    B. TUJUAN PENELITIAN

    Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik

    penyimpanan bawang daun rajangan segar dalam kemasan atmosfir

    termodifikasi agar mampu mempertahankan mutu dan kesegarannya.

    Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

    1. Menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu

    penyimpanan.

    2. Menentukan kondisi atmosfir termodifikasi yang sesuai untuk bawang

    daun rajangan.

    3. Membuat desain kemasan yang sesuai dengan kondisi atmosfir

    termodifikasi untuk bawang daun rajangan.

    4. Menentukan umur simpan bawang daun rajangan pada kondisi atmosfir

    terpilih, suhu penyimpanan terpilih, dan desain kemasan terpilih.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. BAWANG DAUN

    Bawang daun merupakan tanaman budidaya dan tidak pernah dikenal

    sebagai tanaman liar. Bawang daun diduga berasal dari daerah Mediterania

    dan disebarkan oleh Bangsa Romawi ke seluruh daratan Eropa dan selanjutnya

    disebarluaskan oleh Bangsa Wales (Anonim, 2002). Klasifikas i botani

    bawang daun adalah sebagai berikut:

    Kelas : Monocotyledonae

    Super Orde : Liliiflorae

    Orde : Asparagales

    Family : Alliaceae

    Rumpun : Alliae

    Genus : Allium

    Spesies : Allium ampeloprasum

    Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah

    satu tanaman jenis bawang-bawangan yang cukup penting. Tanaman ini mirip

    dengan bawang bombay tetapi lebih besar dengan lembaran daun seperti

    tabung yang dipipihkan dan pada pangkal batangnya tidak membentuk umbi

    seperti pada bawang bombay (Pantastico, 1975). Bawang daun memiliki

    aroma yang lebih lembut dan lebih enak daripada bawang bombay (Warade

    and Shinde, 1998). Bawang daun banyak digunakan sebagai bumbu penyedap

    pada berbagai jenis masakan sup dan stup.

    Bawang daun dapat ditanam pada berbagai jenis tanah tetapi paling

    baik pada tanah yang kaya akan nutrisi tanaman dan senyawa organik. Tanah

    yang baik untuk penanaman bawang daun adalah tanah lempung berpasir

    karena memudahkan tumbuhnya akar sehingga meningkatkan hasil panen

    (Warade and Shinde, 1998). Bawang daun tumbuh dengan baik pada daerah

    dengan iklim dingin sampai moderat dan dapat tumbuh sepanjang tahun

    (Anonim, 2002).

  • Kandungan terbesar dari bawang daun adalah air yang mencapai

    sekitar 90 persen dari bobot basahnya. Komponen lain terdapat dalam jumlah

    yang relatif kecil, diantaranya adalah karbohidrat (5 persen), protein (2

    persen), lemak (0.3 persen), mineral atau abu (1.5 persen) dan berbagai

    senyawa lain dalam jumlah sangat kecil. Komposisi kimia bawang daun

    disajikan pada Tabel 1 berikut.

    Tabel 1. Komposisi kimia bawang daun (Allium ampeloprasum) (per

    100 gram bobot segar)* Komponen Kandungan

    Air (g) 90

    Protein (g) 2

    Lemak (g) 0.3

    Karbohidrat (g) 5

    Mineral (g)

    Na (mg)

    K (mg)

    Ca (mg)

    Besi (mg)

    Fosfor (mg)

    1.5

    5

    250

    60

    1

    30

    Vitamin

    b caroten (mg)

    Thiamin (B1)

    Nicotinic acid

    Pyridoxin (B6)

    Ascorbic acid

    600

    120

    500

    250

    25

    * Van der Meer dan Hanelt (1990) di dalam Warade dan Shinde (1998)

    B. RESPIRASI

    Kebanyakan perubahan fisikokimia yang terjadi pada buah-buahan

    yang telah dipanen berkaitan dengan metabolisme oksidatif termasuk respirasi

    (Phan, et al., 1975). Ada tiga fase respirasi, yaitu (i) penguraian polisakarida

  • menjadi gula sederhana, (ii) oksidasi gula -gula sederhana menjadi asam

    piruvat, dan (iii) transformasi aerobik asam piruvat dan asam-asam organik

    lain menjadi CO2, air, dan energi. Protein dan lemak juga dapat berperan

    sebagai substrat pada proses penguraian (proses i). Pada berbagai pustaka,

    umumnya persamaan reaksi respirasi diringkaskan dari fase kedua dan ketiga

    sehingga persamaan reaksi pada respirasi menjadi sebagai berikut:

    C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + energi

    Laju respirasi diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan (i)

    mengukur jumlah gula yang berkurang, (ii) mengukur O2 yang digunakan, (iv)

    mengukur CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi, atau dengan (v)

    mengukur energi yang dihasilkan (Phan et al., 1975). Pengukuran laju

    respirasi yang paling mudah dan banyak dilakukan adalah dengan mengukur

    O2 yang digunakan dan/atau CO2 yang dihasilkan selama proses respirasi

    (Saltveit, 2003). Dua cara yang lain sulit dilakukan karena perubahannya

    tidak hanya ditentukan oleh respirasi saja atau karena pengukurannya yang

    rumit.

    Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menduga umur

    simpan produk setelah panen. Laju respirasi dianggap sebagai laju jalannya

    proses metabolisme dalam sel karena itu dapat digunakan sebagai petunjuk

    mengenai potensi daya simpan produk. Produk dengan laju respirasi yang

    tinggi umumnya memiliki umur simpan yang pendek (Phan et al., 1975) .

    Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat

    dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal

    (Phan et al., 1975). Faktor internal meliputi jenis produk, tingkat

    perkembangan produk, komposisi kimia produk, ukuran produk, adanya

    pelapis alami, dan tipe jaringan. Faktor eksternal meliputi suhu lingkungan di

    sekitar produk, pengaruh etilen, ketersediaan O2, keberadaan CO2, keberadaan

    zat pengatur pertumbuhan, dan kerusakan produk.

    Berdasarkan laju respirasinya, buah-buahan dan sayur-sayuran dapat

    dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu kelompok dengan laju

    respirasi sangat lambat, lambat, sedang, moderate, tinggi dan sangat tinggi.

  • Bawang daun utuh termasuk kelompok sayur-sayuran dengan laju respirasi

    sedang (moderate). Kelompok tanaman ini memiliki laju respirasi rata-rata

    sekitar 10-20 ml CO2/kg.jam pada suhu penyimpanan 5 oC (Kader, 1987) atau

    20-40 ml CO2/kg.jam pada suhu penyimpanan 10 oC (Weichmann, 1992).

    Klasifikasi komoditi hortikulura berdasarkan laju respirasinya dapat dilihat

    pada Tabel 2.

    Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura menurut laju respirasinya

    (Weichmann, 1992) Kelas Produksi CO2 pada suhu 5 oC

    (mg CO2/kg.jam) komoditi

    Sangat rendah

    60 Asparagus, brokoli, jamur, bayam, jagung manis

    Berdasarkan produksi gas etilen setelah panen, bawang daun termasuk

    kelompok sayuran yang menghasilkan gas etilen sangat rendah (Kestmist ,

    2003). Sementara itu berdasarkan sensitivitasnya terhadap gas etilen, bawang

    daun termasuk kelompok sayuran yang sensitivitasnya sedang.

    Hal lain yang penting berkenaan dengan respirasi adalah respiratory

    quotient (RQ), yaitu rasio antara CO2 yang dihasilkan dengan O2 yang

    digunakan untuk proses respirasi. Nilai ini dapat digunakan untuk menduga

    substrat yang digunakan untuk respirasi, derajat kesempurnaan reaksi

    respirasi, dan tingkat proses aerob atau anaerob meskipun tidak secara tepat

    karena berbagai hal. Jika nilai RQ sama dengan satu maka gula (heksosa)

    digunakan sebagai substrat, jika RQ lebih dari satu maka kemungkinan yang

    digunakan sebagai substrat adalah senyawa yang mengandung unsur oksigen

    misalnya asam-asam organik, dan jika RQ kurang dari satu kemungkinannya

  • adalah (i) substrat yang digunakan memiliki rasio oksigen : karbon lebih kecil

    dari pada heksosa, (ii) oksidasi tidak sempurna, (iii) CO2 yang terbentuk

    digunakan untuk proses sintesis (Phan et al., 1975). Nilai RQ yang sangat

    tinggi mengindikasikan terjadinya respirasi anaerobik (Kader, 1987).

    Penelitian Sutrisna (1993) menunjukkan bahwa laju produksi CO2

    lobak putih pada suhu 5 oC, 10 oC, dan suhu kamar adalah 6.34 ml/kg.jam,

    8.55 ml/kg.jam, dan 31.79 ml/kg.jam dengan laju konsumsi O2 masing-masing

    5.13 ml/kg.jam, 6.44 ml/kg.jam, dan 31.44 ml/kg.jam. Sementara untuk lobak

    merah laju produksi CO2-nya ada lah 7.02 ml/kg.jam, 9.27 l/kg.jam, dan 32.81

    ml/kg.jam dengan laju konsumsi O2 5.98 ml/kg.jam, 7.99 ml/kg.jam, dan

    38.81 ml/kg.jam.

    Tubagus (1993) mendapatkan laju respirasi bunga kol yang memiliki

    pola linier pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, dan suhu kamar. Laju

    respirasi pada suhu 5 oC adalah 7.339 ml O2/kg.jam dan 9.098 ml CO2/kg.jam

    dengan nilai RQ 1.20. Respirasi brokoli menunjukkan nilai RQ 0.98 dengan

    laju respirasi pada suhu 5 oC adalah 9.606 ml O2/kg.jam dan 9.493 ml

    CO2/kg.jam.

    Affandi (2004) yang melakukan penelitian terhadap rajangan selada,

    mendapatkan laju respirasi selada pada suhu penyimpanan 5 oC adalah 10.143

    ml O2/kg.jam dan 30.429 ml CO2/kg.jam. Sementara pada suhu penyimpanan

    3 oC diperoleh laju respirasi selada 6.595 ml O2/kg.jam dan 25.364 ml

    CO2/kg.jam.

    Maharani (2002) yang melakukan penelitian penyimpanan rajangan

    bawang bombay segar , mendapatkan laju respirasi rajangan bawang bombay

    pada suhu kamar adalah 27.58 ml O2/kg.jam dan 18.39 ml CO2/kg.jam.

    sementara penyimpanan pada suhu 5 oC memberikan laju respirasi 8.27 ml

    O2/kg.jam dan 11.49 ml CO2/kg.jam.

    Penelitian Nugroho (2003) menunjukkan respirasi rajangan paprika

    bentuk cincin pada suhu 10 oC adalah 9.31 ml O2/kg.jam dan 10.79 ml

    CO2/kg.jam, sementara pada penyimpanan suhu 5 oC laju respirasinya adalah

    7.46 ml O2/kg.jam dan 8.42 ml CO2/kg.jam. Sementara pada rajangan

    berbentuk persegi memberikan laju respirasi pada suhu 10 oC adalah 8.20 ml

  • O2/kg.jam dan 9.72 ml CO2/kg.jam, dan pada penyimpanan suhu 5 oC laju

    respirasinya adalah 5.83 ml O2/kg.jam dan 6.31 ml CO2/kg.jam.

    Penelitian Juliana (2003) terhadap jamur potong memberikan laju

    respirasi jamu potong pada suhu 5 oC adalah 17.81 ml O 2/kg.jam dan 22.27 ml

    CO2/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 3 oC memberikan laju respirasi adalah

    6.67 ml O2/kg.jam dan 7.42 ml CO2/kg.jam

    C. PENYIMPANAN SUHU RENDAH

    Suhu memberikan pengaruh terhadap umur simpan buah-buahan dan

    sayur-sayuran segar yang disimpan. Hal tersebut dapat terjadi karena buah-

    buahan dan sayur-sayuran segar adalah komoditi yang hidup sehingga masih

    melakukan proses metabolisme terutama respirasi dan reaksi kimia lainnya.

    Phan (1987) menyatakan bahwa reaksi enzimatis pada sel buah-buahan dan

    sayur-sayuran segar adalah reaksi ordo pertama yang dapat diprediksi

    mengikuti persamaan Arrhenius. Dengan demikian setiap kenaikan suhu

    sampai batas tertentu akan mempercepat laju reaksi enzimatis dan penurunan

    suhu sampai batas tertentu akan menekan laju reaksinya. Semakin cepat laju

    reaksinya maka umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran segar akan

    semakin pendek sebagai konsekuensi dari hilangnya molekul makro (pati,

    gula, protein, atau lemak) yang berubah menjadi molekul sederhana (air,

    karbondioksida, asam organik, atau alkohol).

    Bawang daun segar utuh yang baru dipanen dapat disimpan selama 1

    3 bulan pada suhu 0 oC dengan RH 95 100% (Kestmist, 2003).

    Penyimpanan segar pada suhu 0 oC dan RH 94 95% pada udara yang

    mengandung O2 2%, CO2 2%, dan N2 96% dapat mempertahankan mutu lebih

    baik (Warade and Shinde , 1998). Penyimpanan pada udara yang mengandung

    CO2 5 10% dan O2 1 3% pada suhu 0 oC dapat memberikan umur simpan 4

    5 bulan, konsentrasi CO2 15 20% dapat menyebabkan kerusakan.

    Penyimpanan terbaik adalah pada udara dengan kandungan CO2 3 5% dan

    O2 1 2% dengan suhu penyimpanan 0 5 oC (Thompson, 1998).

    Teknik penyimpanan atmosfir termodifikasi yang dikombinasikan

    dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan

  • produk hortikultura. Suhu, kelembaban udara (RH) dan komposisi atmosfir

    udara penyimpanan dapat dimanipulasi untuk menekan laju respirasi dan pada

    akhirnya dapat meminimalkan kerusakan produk selama penyimpanan

    (Pantastico, 1975). Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi tidak

    dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah

    terutama pada daerah beriklim tropis. Panasnya udara lingkungan justru dapat

    mempercepat laju repirasi dan selanjutnya mempercepat kerusakan produk.

    D. PENYIMPANAN DALAM ATMOSFIR TERMODIFIKASI

    Teknik atmosfir termodifikasi adalah pengubahan komposisi udara

    dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu ke dalam udara normal

    (78.08% N2, 20.95 % O2, dan 0.03% CO2). Teknik atmosfir termodifikasi

    untuk produk buah-buahan dan sayur -sayuran selalu dicirikan dengan

    penurunan konsentrasi oksigen (O2) dan peningkatan konsentrasi

    karbondioksida (CO2) (Kader, 1992). Pengubahan komposisi udara tersebut

    dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kemasan tertentu yang memiliki

    permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida tertentu sehingga dengan

    sendirinya te rjadi pengubahan komposisi udara.

    Perubahan komposisi udara di dalam kemasan terjadi karena (i)

    konsumsi oksigen oleh komoditi selama penyimpanan, (ii) produksi

    karbondioksida oleh komoditi, dan (iii) pertukaran gas dengan lingkungan

    melalui film kemasan (Zagory, 1998) . Proses perubahan komposisi udara

    digambarkan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Proses terjadinya perubahan komposisi udara di dalam film kemasan

    komoditi

    CO2 O2

    O2 CO2

    O2

    CO2

    Film kemasan

  • Atmosfir terkendali dapat menghambat pelayuan, menurunakan laju

    respirasi dan menurunkan laju pelunakan jaringan (Kader, 1992). Kehilangan

    tekstur telah dilaporkan terjadi pada buah yang disimpan dalam kemasan

    atmosfir terkendali. Irisan strawberry yang disimpan pada atmosfir terkendali

    selama satu minggu memiliki kekerasan yang setara dengan kekerasan

    strawberry utuh (Rosen and Kader, 1989).

    Komposisi udara termodifikasi yang cocok pada suatu produk buah-

    buahan dan sayur-sayuran dapat menghambat laju kehilangan klorofil. Hal ini

    diduga karena penghambatan penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak

    berwarna seperti pheophytin dan penurunan produksi klorofilase sebagai

    akibat penurunan produksi etilen. Peningkatan karbondioksida juga dapat

    menyebabkan sensitivitas terhadap etilen menurun sehingga penguraian

    klorofil juga terhambat (Zagory, 1995).

    Atmosfir termodifikasi juga dapat menghambat pencoklatan

    (browning) akibat oksidasi, penyimpangan atau perubahan warna, dan

    pelunakan berbagi jenis buah (Zagory, 1995). Karbondioksida dapat

    menghambat aktivitas enzim polifenol oksidase yang menyebabkan terjadinya

    oksidasi senyawa fenol dan menghasilkan senyawa yang berwarna gelap.

    Beberapa hasil penelitian penyimpanan dam atmosfir termodifikasi

    menghasilkan rekomendasi sebagai berikut. Affandi (2002)

    merekomendasikan penyimpanan rajangan selada segar dalam udara dengan

    komposisi 0-2% O2 dan 9-10% CO 2 pada penyimpanan suhu 3 oC selama 6

    hari. Maharani merekomendasi untuk menyimpan rajangan bawang bombay

    pada udara dengan 3-5% O2 dan 9-11% CO2 pada penyimpanan suhu 2 oC

    selama 11 hari. Juliana (2003) merekomendasi penyimpanan jamur potong

    pada udara dengan komposisi 4-6% O2 dan 13-15% CO2 pada penyimpanan

    suhu 3 oC selama 11 hari. Nugroho (2003) merekomendasi penyimpanan

    rajangan paprika pada udara dengan komposisi 3% O2 dan 10% CO2 pada

    penyimpanan suhu 5 oC.

  • Fellows (2000) memberikan batas maksimum konsentrasi CO2 dan

    batas minimum konsentrasi O2 untuk beberapa jenis sayuran dan buah-buahan

    seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Batas maksimum CO2 dan batas minimum O2 untuk beberapa sayuran dan buah-buahan (Fellows, 2000)

    Jenis buah/sayur Konsentrasi CO2 maksimum (%)

    Konsentrasi O2 minimum (%)

    Apel 2 2 Pisang 5 - Brokoli 15 1 Wortel 4 3 Mentimun 10 3 Kentang 10 10 Bayam 20 - Tomat 2 3 Bunga kol 5 2

    E. KEMASAN

    Kemasan merupakan komponen penting dalam teknik atmosfir

    termodifikasi. Pemilihan kemasan yang tepat akan memperpanjang masa

    simpan produk pangan. Film plastik yang digunakan untuk pengemasan

    dalam atmosfir termodifikasi ada berbagai jenis yang penting dapat

    memberikan fungsi perlindungan, memiliki kekuatan, kemampuan dikelim

    panas, kejernihan dan kemampuan cetaknya (printable surface). Namun

    demikian yang paling penting untuk pengemasan atmosfir termodifikasi

    adalah permeabilitasnya terhadap oksigen dan karbondioksida (Zagory, 1995).

    Jenis kemasan film plastik yang telah digunakan untuk pengemasan

    dalam atmosfir termodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut. Julianti

    (1997) menggunakan white stretch film dan stretch film untuk mengemas

    jamur merang kupas. Harmen (2000) menggunakan stretch film untuk

    mengemas salak pondoh. Soares, et al. (2002) menggunakan nampan

    polistiren sebagai wadah dan ditutup dengan film LDPE dan PVC beberapa

    lapis untuk mengemas bawang putih terolah minimal (kupas).

  • F. PENGOLAHAN MINIMAL

    Pada dasarnya tidak ada kesepakatan mengenai definisi untuk

    pengolahan minimal. Shewfelt (1987) menyatakan bahwa pangan terolah

    minimal meliputi daging dan produk segar yang telah melalui serangkaian

    proses untuk memberikan nilai tambah pada produk dibandingkan dengan

    proses pengawetan pangan konvensional. Proses-proses seperti pemotongan,

    pengupasan, pembuangan biji, irradiasi ringan, dan pengemasan secara

    individual, merupakan pengolahan minimal. Sementara Rolle and Chism

    (1987) memberikan definisi yang agak berbeda, yaitu pengolahan minimal

    meliputi semua operasi (pencucian, pemilihan, pengupasan, perajangan, dan

    sebagainya) yang harus dilakukan sebelum proses blansir pada lini pengolahan

    konvensional dan yang tetap menjaga bahan pangan tetap sebagai jaringan

    hidup. Huxsoll and Bolin (1989) mendefinisikan buah-buahan dan sayur-

    sayuran terolah minimal adalah produk-produk yang dipertahankan atribut dan

    kualitasnya sehingga sama atau mendekati produk segarnya. Pada beberapa

    kasus, produk terolah minimal merupakan pangan mentah dan sel-sel

    jaringannya masih hidup meskipun karakteristiknya tidak terlalu penting jika

    kesegaran produk tetap terjaga. Lebih sederhana lagi adalah definisi oleh

    Manvel (1997) yang menyatakan bahwa suatu pengolahan minimal adalah

    perlakuan seminimal mungkin untuk memberikan suatu manfaat.

    Pengolahan minimal buah-buahan dan sayur -sayuran memiliki dua

    manfaat (Laurilla and Ahvenainen, 2002). Manfaat pertama adalah untuk

    menjaga kesegaran produk tanpa kehilangan kualitas nutrisi. Manfaat kedua

    untuk menjamin umur simpan produk agar cukup waktu untuk melaksanakan

    distribusi di daerah konsumsi. Umur simpan mikrobiologi, sensori, dan

    nutrisional buah-buahan dan sayur-sayuran terolah minimal paling tidak

    adalah 4 sampai 7 hari, tetapi lebih disukai jika sampai 21 hari tergantung

    pada pasar.

    Garcia and Barrett (2002) menyatakan bahwa pada produk olahan

    minimal buah-buahan dan sayur-sayuran perhatian utamanya adalah untuk

    menjaga karakteristik buah-buahan dan sayur-sayuran tersebut pada

    puncaknya. Konsumen mengharapkan produk olahan minimal yang

  • menunjukkan penampakan kesegaran, rasa dan aroma normal, dan kemudahan

    sebagai faktor tambahan.

    Kualitas produk buah-buahan dan sayur -sayuran terolah minimal

    ditentukan oleh kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran utuh yang

    dipengaruhi oleh jenis kultivar, kondisi pertanaman dan iklim, umur panen

    dan cara panen, prosedur penanganan, kondisi penanganan dan jarak waktu

    antara panen dengan penyiapan. Faktor lain penentu kualitas buah-buahan dan

    sayur-sayuran terolah minimal adalah metode penyiapan (meliputi ketajaman

    alat potong, ukuran dan luas permukaan potongan, pencucian, dan

    pembuangan air permukaan) dan kondisi penanganan yang mengikutinya

    (pengemasan, laju pendinginan, pengendalian suhu dan kelembaban pada

    kisaran optimum, dan prosedur sanitasi yang tepat) (Kader, 2002)

    Produk olahan minimal lebih mudah mengalami kerusakan

    dibandingkan dengan produk utuh (Krochta et al., 1992). Pengolahan minimal

    yang dilakukan pada buah-buahan dan sayur -sayuran pada dasarnya adalah

    membuat luka terbuka pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Adanya luka

    tersebut akan menyebabkan terjadinya berbagai proses yang pada akhirnya

    menurunkan kualitas, misalnya oksidasi enzimatis yang menyebabkan

    pencoklatan, peningkatan laju respirasi yang menyebabkan peningkatan laju

    kehilangan bobot dan peningkatan laju pelayuan dan pembusukan, serta

    mempermudah masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan buah-buahan

    atau sayur -sayuran.

    Sementara itu Garcia and Barrett (2002) menyatakan bahwa

    terbatasnya umur simpan produk olahan minimal buah-buahan dan sayur-

    sayuran adalah kerusakan mikrobiologis, kerusakan karena menjadi kering,

    perubahan warna atau browning, perubahan warna menjadi lebih pucat,

    perubahan tekstur dan terjadinya penyimpangan flavor dan bau. Kriteria

    utama produk olahan minimal bagi konsumen adalah penampakan produk

    dengan faktor utama adalah warna produk.

  • G. KONSENTRASI KESEIMBANGAN O2 DAN CO2 DALAM KEMASAN

    Pada dasarnya ada dua macam penyimpanan atmosfir termodifikasi

    (MA), yaitu cara pasif dan cara aktif. Pada cara pasif, komposisi

    kesetimbangan antara gas oksigen dan karbondioksida terjadi secara perlahan

    akibat aktivitas respirasi dan pertukaran udara di dalam kemasan dengan udara

    di luar kemasan melalui film kemasan (proses permeasi). MA cara aktif

    dilakukan dengan mengeluarkan semua udara dari dalam kemasan kemudian

    mengisinya kembali dengan gas-gas dengan konsentrasi seperti yang

    diinginkan sehingga kesetimbangan terjadi secara langsung (Syarief dan

    Halid, 1992).

    Kesetimbangan udara dalam kemasan atmosfir termodifikasi

    merupakan faktor yang penting. Konsentrasi gas-gas pada kesetimbangan itu

    harus diusahakan terjadi pada daerah atmosfir termodifikasi optimum bagi

    produk yang dikemas. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan laju respirasi

    produk dan laju permeasi gas-gas oksigen dan karbondioksida melalui film

    kemasan yang digunakan. Dari hasil perhitungan itu dapat dibuat rancangan

    kemasan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Zagory

    (1998) berikut:

    PO2 = RRO2 * t * W/A (O2 atm O2 pkg)

    PCO2 = RRCO2 * t * W/A (CO2 atm CO2 pkg)

    Dimana :

    PO2 = permeabilitas film terhadap oksigen (ml.mil/m2.atm. hari)

    PCO2 = permeabilitas film terhadap karbondioksida (ml.mil/m2.atm. hari)

    RRO2 = laju respirasi sebagai konsumsi oksigen (ml/kg.jam) RRCO2 = laju respirasi sebagai produksi karbondioksida

    (ml/kg.jam) t = tebal film kemasan (mil) W = bobot produk (kg) A = luas permukaan film kemasan (m2)

    (O2 atm O2 pkg) = beda konsentrasi oksigen di luar dan di dalam kemasan (CO2 atm CO2 pkg) = beda konsentrasi karbondioksida di luar dan di dalam

    Kemasan

  • H. DESINFESTASI

    Perlakuan desinfestasi merupakan salah satu usaha yang dilakukan

    untuk mengamankan produk pertanian dari hama atau penyakit pasca panen.

    Menurut Akamine, et al. (1975) perlakuan desinfestasi untuk buah-buahan

    telah dikembangkan tetapi tidak terlalu banyak variasinya, diantaranya adalah

    perlakuan dengan uap air panas, air panas, dan fumigasi menggunakan EDB.

    Ketiga perlakuan tersebut menggunakan panas sehingga menyebabkan laju

    respirasi buah-buahan meningkat, karena itu perlu diperhitungkan dengan hati-

    hati pelaksanaannya.

    Metode desinfestasi ynag dikembangkan berikutnya adalah dengan

    perlakuan klorinasi. Menurut Suslow (2000) klorinasi telah banyak diterapkan

    pada saat propagasi, produksi, panen, penanganan pasca panen, dan pemasaran

    bua-buahan dan sayur-sayuran segar. Klorin dapat diaplikasikan dalam

    bentuk gas klorin (Cl2), kalsium hipoklorit (CaCl2O2), atau natrium hipoklorit

    (NaOCl). Pada produksi sayuran terolah minimal, klorin digunakan dalam

    bentuk larutan dengan konsentrasi 50 200 ppm sebagai cairan pencuci dan

    pendingin pada proses hydrocooling.

    Perlakuan desinfestasi lain yang telah dikembangkan adalah dengan

    menggunakan sinar ultraviolet, gas ozone (Gorny and Zagory, 2002), dan

    irradiasi sinar gamma, sinar beta, dan sinar X (Webb and Pener, 2000 dan

    Smith and Pillai, 2004). Selanjutnya menurut Smith and Pillai (2004)

    penggunaan irradiasi untuk desinfestasi produk segar buah-buahan dan sayur-

    sayuran masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0.002 % dari total konsumsi

    di Amerika Serikat.

  • III. METODE PENELITIAN

    A. TEMPAT DAN WAKTU

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan

    dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian, Laboratorium

    Pengemasan dan Penyimpanan, Laboratorium Teknologi Kimia dan

    Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian,

    Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Penelitian mulai Bulan Maret 2003

    sampai dengan September 2003.

    B. BAHAN DAN ALAT

    Bahan yang digunakan adalah daun bawang segar berukuran diameter

    batang sekitar 0.75 cm yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas, Cianjur,

    larutan natrium hipoklorit 200 ppm sebagai bahan desinfektan, dan gas

    nitrogen, oksigen, dan karbondioksida untuk pengaturan komposisi atmosfir di

    dalam wadah jar gelas. Gambar bawang daun yang digunakan pada penelitian

    ditampilkan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Bawang daun yang telah dibersihkan

    Bahan yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah toluen untuk

    penentuan kadar air dengan cara distilasi, heksan untuk penentuan kadar

    lemak, dan berbagai jenis bahan kimia untuk analisis kadar protein dan kadar

  • serat kasar. Bahan kemasan yang digunakan adalah kantong plastik polietilen

    densitas rendah (LDPE) dengan ukuran tebal 60 mm, lebar 13 cm dan panjang

    34 cm.

    Peralatan yang diperlukan untuk penelitian ini diantaranya pisau tajam

    dan landasan untuk perajangan, ember plastik untuk tempat pencucian dan

    perlakuan desinfestasi, peniris sentrifugal, jar gelas bertutup untuk wadah pada

    penentuan laju respirasi dan penentuan komposisi atmosfir termodifikasi,

    adalah Cosmotector tipe XP -314B untuk pengukuran konsentrasi gas

    karbondioksida, Cosmotector tipe XPO -318 untuk pengukuran konsentrasi gas

    oksigen, ruang penyimpan dingin (cold storage), Colortec PCM/PSM Color

    meter untuk pengukuran warna, neraca analitik, Kjeldahl apparatus, soxhlet

    apparatus , destilator untuk pengukuran kadar air, destilator untuk pengukuran

    kadar minyak atsiri, tanur untuk pengukuran kadar abu, serta berbagai

    peralatan gelas.

    C. TAHAPAN PENELITIAN

    1. Penentuan waktu desinfestasi

    Penentuan waktu desinfestasi dilakukan untuk menentukan waktu

    perlakuan desinfestasi, sebelum atau setelah perajangan. Perlakuan

    desinfestasi dilakukan dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit

    200 ppm selama 5 menit. Pelaksanaan tahap ini adalah sebagai berikut:

    a. Desinfestasi sebelum perajangan

    Bawang daun yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas dicuci

    bersih dengan menggunakan air mengalir dan disortir. Penyortiran

    dilakukan untuk membuang daun bawang yang telah rusak secara fisik

    (lecet, pecah, atau tergencet). Setelah penyortiran, bawang daun

    direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit

    kemudian dirajang melintang dengan tebal 1-2 mm. Bawang daun

    rajangan kemudian ditiriskan dengan peniris sentrifugal selama sekitar

    2 menit untuk membuang air yang ada dipermukaan bawang daun

  • rajangan. Selanjutnya bawang daun rajangan dimasukkan ke dalam

    wadah jar gelas yang telah didesinfestasi dengan larutan natrium

    hipoklorit 200 ppm.

    b. Desinfestasi setelah perajangan

    Bawang daun yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas

    dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir dan disortir kemudian

    dirajang secara melintang dengan tebal sekitar 1 2 mm. Bawang daun

    rajangan ditampilkan pada Gambar 3. Bawang daun rajangan

    selanjutnya direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm

    selama 5 menit. Setelah perlakuan desinfestasi, bawang daun rajangan

    ditiriskan dengan peniris sentrifugal selama 2 menit. Selanjutnya

    bawang daun rajangan dimasukkan ke dalam wadah jar gelas.

    baru dirajang setelah dicampur

    Gambar 3. Bawang daun setelah dirajang

    Penentuan waktu perlakuan desinfestasi dilakukan berdasarkan

    total mikroba pada bawang daun rajangan sebelum dan setelah perlakuan

    desinfestasi dan setelah penyimpanan serta perubahan fisik atau visual

    selama penyimpanan. Pengamatan visual dilakukan setiap hari selama

    masa penyimpanan di dalam jar gelas selama 7 hari, sementara penentuan

    jumlah total mikroba dilakukan sebelum disimpan dan setelah 7 hari masa

    penyimpanan.

  • 2. Pengukuran laju respirasi

    Bawang daun yang telah bersih, dirajang, dan didesinfestasi (sesuai

    waktu desinfestasi yang telah ditentukan sebelumnya) sebanyak 250 g

    dimasukkan ke dalam jar gelas dengan volume 2900 ml. Jar gelas ditutup

    dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa

    plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau

    gas. Jarak antara jar gelas dan penutupnya ditutup dengan lilin untuk

    mencegah udara keluar atau masuk jar gelas. Selanjutnya pipa plastik

    ditutup dengan menggunakan klem dan jar ge las berisi bawang daun

    rajangan disimpan pada suhu ruang, suhu 5 oC dan suhu 10 oC.

    Pengukuran konsentrasi gas di dalam jar gelas dilakukan secara

    tertutup dengan tiga kali ulangan dengan menggunakan adalah

    Cosmotector tipe XP-314B dan Cosmotector tipe XPO-318 secara

    bersamaan. Pengukuran dilakukan setiap tiga jam sekali sampai selama 24

    jam, setelah itu pengukuran dilakukan setiap 24 jam sekali.

    Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju

    konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan Mannapperuma

    dan Singh (1989):

    R = V/W * dx/dt

    Dimana : R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas wadah (ml) W = bobot bahan (kg) dx/dt = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam)

    Suhu penyimpanan yang dipilih adalah suhu penyimpanan yang

    menyebabkan laju respirasi rendah dengan tingkat perubahan mutu

    bawang daun yang paling rendah (paling lama) pula.

    3. Penentuan konsentrasi O2 dan CO2 optimum

    Penentuan konsentrasi O2 dan CO2 optimum dilakukan pada suhu

    penyimpanan terpilih dengan komposisi udara yang dikendalikan.

    Perlakuan untuk penentuan konsentrasi udara optimum adalah :

  • i. Udara normal (21 % O2, 0,03 % CO2)

    ii. Konsentrasi CO2 3 5 %, O2 1 3 %

    iii. Konsentrasi CO2 5 7 %, O2 1 3 %

    iv. Konsentrasi CO2 7 9 %, O2 1 3 %

    v. Konsentrasi CO2 3 5 %, O2 3 5 %

    vi. Konsentrasi CO2 5 7 %, O2 3 5 %

    vii. Konsentrasi CO2 7 9 %, O2 3 5 %

    Pengendalian komposisi udara dilakukan setiap hari dengan

    memasukkan gas CO 2, O2, dan N2 serta mengeluarkan udara dari dalam jar

    gelas. Agar diperoleh komposisi gas sesuai dengan yang telah ditetapkan

    maka selama pengisian gas dilakukan pula pengukuran konsentrasi gas

    CO2 dan O2 secara bersamaan menggunakan Cosmotector tipe XP -314B

    dan Cosmotector tipe XPO-318.

    Penentuan komposisi gas terbaik dilakukan berdasarkan pada hasil

    pengamatan yang dilakukan. Pengamatan yang dilakukan selama

    penyimpanan untuk penentuan komposisi gas terbaik adalah pengukuran

    warna menggunakan Colortec PCM/PSM Color meter, susut bobot dan

    penilaian sensoris. Metode pengamatan disajikan pada Lampiran 1.

    4. Penentuan Jenis Film Kemasan dan bobot bawang daun dalam kemasan

    Penentuan jenis kemasan dilakukan dengan perhitungan

    berdasarkan konsentrasi CO2 dan O2 optimum dan data permeabilitas

    bahan kemasan. Film kemasan yang dipilih adalah yang memiliki

    permeabilitas mendekati nilai permeabilitas hasil perhitungan.

    Untuk mendapatkan desain kemasan sesuai dengan bobot daun

    bawang segar rajangan digunakan persamaan kesetimbangan (Zagory,

    1998) sebagai berikut :

    PO2 = RRO2 * t * W/A (O2 atm O2 pkg)

    dan

  • PCO2 = RRCO2 * t * W/A (CO2 atm CO2 pkg)

    Dimana :

    PO2 = permeabilitas film terhadap oksigen (ml.mil/m2.atm.hari)

    PCO2 = permeabilitas film terhadap karbondioksida (ml.mil/m2.atm.hari)

    RRO2 = laju respirasi sebagai konsumsi oksigen (ml/kg.jam) RRCO2 = laju respirasi sebagai produksi karbondioksida

    (ml/kg.jam) t = tebal film kemasan (mil) W = bobot produk (kg) A = luas permukaan film kemasan (m2)

    (O2 atm O2 pkg) = beda konsentrasi oksigen di luar dan di dalam kemasan (CO2 atm CO2 pkg) = beda konsentrasi karbondioksida di luar dan di dalam

    kemasan

    5. Penentuan umur simpan bawang daun yang dikemas secara atmosfir termodifikasi dalam kemasan terpilih

    Bawang daun yang telah dirajang dikemas dalam bahan kemasan

    terpilih dan disimpan pada suhu penyimpanan terpilih. Setiap hari

    dilakukan pengamatan untuk menentukan umur simpannya. Pengamatan

    yang dilakukan selama penyimpanan adalah:

    a. warna (Colortec PCM/PSM Color meter)

    b. susut bobot ( penimbangan)

    c. analisis sensoris

    d. kadar minyak atsiri/oleoresin (di awal dan akhir penyimpanan)

    e. analisis proksimat : kadar air (metode distilasi toluen), kadar lemak

    (metode sohxlet), protein (metode mikro Kjeldahl), serat kasar, kadar

    abu, dan karbohidrat (by different). Analisis proksimat dilakukan di

    awal masa penyimpanan.

    Metode analisis disampaikan pada Lampiran 1.

  • 5. Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan untuk penelitian adalah rancangan acak

    lengkap faktorial dengan dua faktor. Menurut Hicks (1982) rancangan

    percobaan tersebut mengikuti persamaan:

    Yijk = + i + bj + tij + e (ij)k

    dimana

    Yijk = nilai pengamatan = nilai rata -rata i = pengaruh faktor ke i

    bj = pengaruh faktor ke j tij = pengaruh interaksi faktor ke i dan faktor ke j e (ij)k = pengaruh variasi contoh (galat percobaan)

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. PENENTUAN WAKTU DESINFESTASI

    Penelitian ini dilakukan untuk menentukan waktu dilakukan

    perlakuan desinfestasi, sebelum atau setelah perajangan bawang daun.

    Desinfektan yang digunakan adalah larutan natrium hipoklorit 200 ppm dan

    diaplikasikan dengan perendaman bawang daun rajangan selama 5 menit.

    Perlakuan desinfestasi setelah perajangan memberikan pengaruh tidak

    baik pada bawang daun rajangan. Bawang daun rajangan yang direndam

    dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm se lama 5 menit mengalami

    dekolorisasi di sekitar bekas rajangan. Dekolorisasi ini disebabkan karena

    terjadinya pelarutan klorofil bawang daun rajangan pada larutan perendam

    dan kemudian merembes keluar. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya cairan

    berwarna hijau pada dasar wadah penyimpan setelah bawang daun rajangan

    disimpan selama satu hari, sementara disekitar bekas rajangan terdapat

    daerah-daerah yang berubah warna menjadi putih atau tidak berwarna.

    Perlakuan desinfestasi menggunakan larutan dan lama wakt u

    perendaman yang sama yang dilakukan sebelum bawang daun dirajang tidak

    menunjukkan fenomena dekolorisasi. Pada perlakuan desinfestasi sebelum

    perajangan, perubahan warna yang terjadi lebih merata dan terjadinya juga

    tidak secepat pada perlakuan desinfestasi yang dilakukan sebelum perajangan,

    yaitu setelah 2 hari disimpan pada suhu ruang, setelah 6 hari disimpan pada

    suhu 10 oC, dan setelah 10 hari setelah disimpan pada suhu 5 oC. Perubahan

    warna yang terjadi pun tidak berupa hilangnya warna hijau sama sekali tetapi

    perubahan warna hijau menjadi lebih pucat secara lambat.

    Perlakuan desinfestasi dengan larutan klorin sebelum perajangan

    kurang berhasil membunuh mikroorganisme pada bawang daun rajangan. Hal

    ini ditunjukkan dengan hasil analisis mikrobiologis untuk mengukur jumlah

    total mikroba (angka lempeng total) yang menunjukkan nilai terlalu banyak

    untuk dihitung. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji pada penelitian

    lain untuk mencari metode desinfestasi yang lebih baik dengan menggunakan

    bahan desinfestasi lain, misalnya menggunakan ozone yang memiliki potensi

  • oksidasi 3000 kali asa m hipoklorida dan 1.5 kali gas klorin (Suslow, 1998).

    Penggunaan ozone untuk desinfestasi memerlukan peralatan yang khusus

    tidak sesederhana peralatan untuk perendaman dengan larutan natrium

    hipoklorit.

    Desinfestasi sebelum bawang daun perajangan dipilih untuk penelitian

    utama. Pemilihan ini dilakukan agar tidak terjadi fenomena dekolorisasi

    bawang daun rajangan selama penyimpanan. Desinfestasi pada penelitian

    utama dilakukan dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit 200 ppm

    dengan perendaman selama 5 menit.

    B. SOP PERAJANGAN

    Berdasarkan penelitian pendahuluan dibuat SOP (prosedur operasi

    baku) perajangan bawang daun sebagai berikut:

    1. Bawang daun segar yang diperoleh dari PT Pacet Segar segera

    dibersihkan, disortasi, dan buang bagian yang rusak (cleaning, sorting, and

    trimming) dengan menggunakan pisau yang tajam dan air bersih dingin

    yang mengalir.

    2. Operasi pembersihan, sortasi dan trimming dilakukan di dalam ruangan

    bersuhu rendah (ruangan berpendingin udara yang diatur pada suhu 16 oC). Ruangan dijaga agar tetap aseptis.

    3. Pisau yang digunakan untuk pemotongan dan perajangan harus tajam dan

    sering diasah untuk menjaga ketajamannya. Ketajaman pisau ditentukan

    dengan mengamati bawang daun di daerah bekas irisan. Bekas irisan yang

    kurang mulus/halus menunjukkan bahwa pisau perlu diasah agar

    ketajamannya cukup.

    4. Bawang daun yang telah bersih didesinfestasi dengan cara direndam di

    dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm bersuhu rendah (0 5 oC)

    selama 5 menit.

    5. Setelah proses desinfestasi, bawang daun ditiriskan mengunakan peniris

    sentrifugal. Tahap ini dimaksudkan untuk membuang sisa larutan

    desinfektan dari bawang daun.

  • 6. Bawang daun yang telah ditiriskan dirajang dengan menggunakan pisau

    yang tajam dan sering diasah. Perajangan dilakukan di dalam ruangan

    aseptis dengan pengatur suhu udara yang diatur pada suhu 16 oC.

    7. Hasil rajangan segera dikumpulkan dan disimpan di dalam lemari

    pendingin (chiller) bersuhu 0 5 oC agar respirasinya terhambat.

    8. Setelah perajangan selesai, bawang daun rajangan ditiriskan kembali untuk

    membuang cairan sel yang keluar selama perajangan.

    9. Bawang daun rajangan siap dimasukkan ke dalam jar gelas untuk

    penentuan laju respirasi, penentuan komposisi atmosfir terbaik, atau

    dikemas dalam kantung plastik untuk penyimpanan.

    10. Semua peralatan yang digunakan mulai dari pencucian sampai

    pengemasan harus disterilisasi dengan menggunakan etanol.

    C. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI

    Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi gas oksigen dan

    karbondioksida pada udara di dalam jar gelas selama penyimpanan, terjadi

    perubahan yang polanya relatif bervariasi. Data perubahan konsentrasi gas

    oksigen dan karbondioksida pada udara di dalam jar gelas dan laju respirasi

    bawang daun rajangan selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 2

    dan Lampiran 3.

    Pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang, konsentrasi

    oksigen mengalami penurunan dari konsentrasi pada udara normal (sekitar 21

    persen) menjadi sekitar 5 persen sementara konsentrasi karbondioksida

    mengalami peningkatan dari sekitar 0 persen menjadi sekitar 25 persen.

    Perubahan tersebut terjadi secara linier pada sekitar 12 jam pertama masa

    penyimpanan setelah itu konsentrasi udara di dalam jar gelas relatif tetap.

    Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas selama

    penyimpanan pada suhu ruang disajikan pada Gambar 4.

    Gambar 4 menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan pada suhu

    ruang konsentrasi oksigen menurun secara cepat dari sekitar 21 persen

    menja di sekitar 5 persen dalam waktu 8 jam sementara pada selang waktu

  • yang sama konsentrasi karbondioksida meningkat dari 0 persen menjadi

    sekitar 24 persen. Dengan demikian perubahan konsentrasi oksigen adalah 2

    persen/jam sedang perubahan konsentrasi karbondioksida adalah 3

    persen/jam. Dengan volume bebas wadah 2900 ml, maka pada periode

    tersebut laju respirasi bawang daun rajangan adalah 232 ml O2/kg.jam (laju

    konsumsi oksigen) atau 348 ml CO 2/kg.jam (laju produksi karbondioksida).

    Perubahan konsentrasi CO2 selama penyimpanan pada suhu kamar

    mengikuti persamaan logaritmiks sementara konsentrasi O2 berubah secara

    eksponensial. Perubahan konsentrasi masing-masing mengikuti persamaan

    berikut:

    [CO2] = 7.6123 ln x + 8.4865 ; R2 = 0,6254

    [O2] = 21 e-0.1381x ; R2 = 0.9449

    dimana x adalah lama penyimpanan dalam jam

    Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam jar (suhu kamar)

    y = 7,6123Ln(x) + 8,4865R2 = 0,6254

    y = 21e-0,1361x

    R2 = 0,94490,0

    5,0

    10,0

    15,0

    20,0

    25,0

    30,0

    35,0

    0 3,67 8,5 11,5 14,3 16,4 22,5 28,5 34,5 38,5 42,5 54,5 66,5 90,5 115 139

    Waktu penyimpanan (jam ke-)

    Kon

    sent

    rasi

    O2

    dan

    CO

    2 (p

    erse

    n)

    CO2 suhu ruang

    O2 suhu ruang

    Log. (CO2 suhu ruang)

    Expon. (O2 suhu ruang)

    Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu ruang.

    Berdasarkan laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada

    proses respirasi yang terjadi, maka pada awal penyimpanan pada suhu ruang

  • nilai RQ-nya adalah sekitar 1.5. nilai RQ yang demikian kemungkinan

    disebabkan oleh substrat yang digunakan untuk respirasi adalah asam-asam

    organik yang terdapat pada bawang daun (Phan et al., 1975) disamping gula

    atau pati. Hal dapat dimengerti karena pada daun bawang juga terdapat asam-

    asam organik yang memberikan rasa dan aroma daun bawang.

    Setelah jam ke 12 konsentrasi oksigen dan karbondioksida relatif stabil

    pada kisaran nilai yang relatif tetap (25 persen karbondioksida dan 5 persen

    oksigen). Dapat dikatakan pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang

    telah terjadi kesetimbangan konsentrasi gas-gas dalam udara sejak jam ke-12

    penyimpanan. Pada keadaan ini laju respirasi bawang daun rajangan sangat

    rendah atau mendekati nilai nol (hampir tidak terjadi respirasi). Jika hal ini

    terjadi maka kemungkinannya bawang daun rajangan mengalami proses

    respirasi untuk mendapatkan energi bagi kehidupannya. Proses fermentasi

    akan mendegradasi pati atau gula dan menghasilkan senyawa etanol atau asam

    asetat yang pada konsentrasi tertentu bersifat racun bagi daun bawang.

    Laju respirasi bawang daun rajangan rata-rata selama masa

    penyimpanan pada suhu kamar adalah 64.93 ml CO2/kg.jam dan 34.72 ml

    O2/kg.jam. Nilai rata-rata tersebut diperoleh selama 66 jam masa

    penyimpanan. Penghitungan rata-rata laju respirasi hanya sampai jam ke -66

    karena setelah itu laju respirasinya sangat rendah dan konsentrasi O2 dan CO2

    di dalam jar gelas berfluktuasi naik-turun.

    Bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang diamati selama

    5 hari sampai warna bawang daun rajangan menjadi hijau pucat dan timbul

    bau seperti hasil fermentasi. Penyimpangan bau tersebut mungkin disebabkan

    oleh senyawa-senyawa yang terbentuk dari proses metabolisme bawang daun

    pada ruangan tertutup, seperti etanol dan asetaldehid (Keteleer, 1993)

    Pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang, sebenarnya

    bawang daun rajangan sudah mulai tampak mengalami penurunan mutu yang

    nyata setelah hari ketiga. Penurunan mutu tersebut terutama terlihat pada

    warna bawang daun rajangan yang diamati secara visual. Pada tahap ini

    belum dilakukan pengukuran warna secara kuantitatif menggunakan alat

    pengukur warna Colortech.

  • Penyimpanan pada suhu lebih rendah diperoleh fenomena yang agak

    berbeda dengan penyimpanan pada suhu kamar. Penyimpanan bawang daun

    rajangan pada suhu 10 oC memberikan perubahan komposisi atmosfir dalam

    jar gelas seperti ditampilkan pada Gambar 5 berikut.

    Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar (suhu 10 oC)

    y = 21e-0,0826x

    R2 = 0,7372

    y = 9,4727Ln(x) - 4,0963R

    2 = 0,7439

    -10,0

    -5,0

    0,0

    5,0

    10,0

    15,0

    20,0

    25,0

    30,0

    35,0

    03,

    67 8,5

    11,5

    14,33

    16,35 22

    ,528

    ,534

    ,538

    ,542

    ,554

    ,566

    ,590

    ,511

    513

    8,516

    2,518

    6,521

    0,523

    4,525

    6,528

    2,5

    waktu penyimpanan (jam ke-)

    kons

    entr

    asi O

    2 da

    n C

    O2

    (per

    sen)

    produksi CO2konsumsi O2Expon. (konsumsi O2)Log. (produksi CO2)

    Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 oC.

    Selama 14 jam pertama terjadi peningkatan konsentrasi

    karbondioksida dari 0 persen menjadi sekitar 12 persen dan penurunan oksigen

    dari 21 persen menjadi sekitar 12 persen. Dengan demikian perubahan

    konsentrasi oksigen adalah 0.64 persen/jam sedang perubahan konsentrasi

    karbondioksida adalah 0.85 persen/jam. Dengan volume bebas wadah 2900

    ml, maka pada periode tersebut laju respirasi bawang daun rajanga n adalah

    74.24 ml O2/kg.jam (laju konsumsi oksigen) atau 98.60 ml CO2/kg.jam (laju

    produksi karbondioksida).

    Berdasarkan laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada

    proses respirasi yang terjadi, maka pada awal penyimpanan pada suhu ruang

    nilai RQ-nya adalah sekitar 1.33. nilai RQ yang demikian kemungkinan

    disebabkan penggunaan pati, gula dan asam-asam organik sebagai substrat

  • pada proses fermentasi. Dilihat dari nilai RQ yang lebih kecil dari 1.5 maka

    jumlah asam organik yang digunakan sebagai substrat lebih kecil jika

    dibandingkan pada penyimpanan pada suhu ruang (nilai RQ 1.5). Pada

    penyimpanan suhu 10 oC sebagian asam organik digantikan oleh pati atau gula

    sebagai substrat respirasi.

    Setelah jam ke 14 sampai jam ke 39 konsentrasi oksigen dan

    karbondioksida berada pada nilai sekitar 12 persen baik untuk konsentrasi

    oksigen maupun konsentrasi karbondioksida. Dapat dikatakan pada

    penyimpanan secara tertutup pada suhu 10 oC terjadi kesetimbangan sementara

    konsentrasi gas-gas dalam udara pada jam ke 14 sampai jam ke 39

    penyimpanan.

    Setelah jam ke 39 terjadi lagi perubahan konsentrasi gas dalam wadah.

    Konsentrasi oksigen menurun sampai menjadi sekitar 4 persen yang terjadi

    mulai pada jam ke 90 dan kemudian relatif tetap sampai akhir penyimpanan.

    Sementara itu konsentrasi karbondioksida meningkat sampai sekitar 28 persen

    pada jam ke 190 dan relatif konstan sampai akhir penyimpanan (11 hari).

    Perubahan konsentrasi oksigen pada periode jam ke 39 sampai jam ke

    90 adalah 0.16 persen/jam demikian pula dengan perubahan konsentrasi

    karbondioksida. Laju respirasi hasil perhitungan adalah 18.56 ml O2/kg.jam

    dan 18.56 ml CO2/kg.jam. Pada periode ini koefisien respirasi (RQ) adalah 1

    yang menunjukkan bahwa pada proses respirasi digunakan pati atau gula

    sebagai substrat.

    Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan yang disimpan pada

    suhu 10 oC adalah 20.59 ml CO2/kg.jam dan 19.51 ml O2/kg.jam. Nilai laju

    respirasi rata-rata tersebut diperoleh dengan menghitung sampai hari keenam

    karena pada hari ketujuh dan selanjutnya laju respirasi sudah sangat rendah

    dan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas berfluktuasi naik-turun.

    Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 selama penyimpanan pada suhu 10 oC

    adalah menurut persamaan berikut:

    [O2] = 21 e-0.0826x ; R2 = 0.7372

    [CO2] = 9.4727 ln x 4.0963 ; R2 = 0.7439

    dimana x adalah lama waktu penyimpanan.

  • Periode setelah jam ke 90 menunjukkan fenomena yang sulit untuk

    dijelaskan. Pada periode tersebut terjadi peningkatan konsentrasi

    karbondioksida dari sekitar 21 persen menjadi sekitar 28 persen sementara

    tidak terjadi perubahan konsentrasi oksigen yang signifikan. Kondisi ini

    kemungkinan terjadi akibat perombakan asam organik rantai pendek menjadi

    uap air dan karbondioksida tanpa melibatkan oksigen.

    Perubahan warna mulai terlihat secara visual pada hari ke 7 tetapi

    perubahan itu masih bisa diterima. Pada hari ke 10 mulai tercium bau yang

    menyimpang yaitu bau etanol dan asam asetat.

    Penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 oC memberikan

    fenomena perubahan konsentrasi gas di dalam wadah seperti ditampilkan pada

    Gambar 6. Pada 3 jam pertama penyimpanan terjadi perubahan konsentrasi

    gas yang cukup drastis, yaitu konsentrasi oksigen berubah dari 21 persen

    menjadi sekitar 16 persen, sementara konsentrasi karbondioksida berubah dari

    0 persen menjadi sekitar 5 persen.

    perubahan komposisi O2 dan CO2 di dalam jar (suhu 5 oC)perubahan komposisi O2 dan CO2 di dalam jar (suhu 5 oC)

    y = 21e-0,0805x

    R2 = 0,2886

    y = 10,029Ln(x) - 3,2167R

    2 = 0,7807

    -5,0

    0,0

    5,0

    10,0

    15,0

    20,0

    25,0

    30,0

    35,0

    08,

    514

    ,33 22,5

    34,5

    42,5

    66,5 11

    516

    2,521

    0,525

    6,531

    0,538

    3,5 503

    waktu penyimpanan (jam ke-)

    kons

    entr

    asi O

    2 da

    n C

    O2

    (per

    sen)

    produksi CO2konsumsi O2Expon. (konsumsi O2)Log. (produksi CO2)

    Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di

    dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 oC.

  • Pada 3 jam pertama tersebut laju perubahan konsentrasi gas di dalam

    wadah penyimpanan adalah sekitar 1.7 persen/jam. Laju respirasi hasil

    perhitungan adalah sekitar 197 ml/kg.jam baik untuk konsumsi oksigen

    maupun produksi karbondioksida.

    Nilai RQ pada 3 jam pertama adalah 1. Hal ini menunjukkan bahwa

    subtrat untuk respirasi bawang daun rajangan adalah pati atau gula yang

    terdapat dalam bawang daun rajangan.

    Setelah jam ke 3 sampai jam ke 20, konsentrasi gas di dalam wadah

    penyimpanan relatif tetap yaitu sekitar 15 16 persen untuk oksigen dan

    sekitar 5 persen untuk karbondioksida. Selama periode ini terjadi respirasi

    yang sangat rendah dengan nilai RQ sekitar 1.

    Pada periode penyimpanan jam ke 20 sampai jam ke 40 terjadi

    perubahan konsentrasi oksigen dari sekitar 15 16 persen menjadi sekitar 4

    persen. Konsentrasi karbondioksida berubah dari sekitar 5 persen menjadi

    sekitar 23 persen. Laju perubahan konsentrasi gas di dalam wadah adalah

    sekitar 0.58 persen/jam untuk oksigen dan sekitar 0.90 persen/jam untuk

    karbondioksida. Dari laju perubahan konsentrasi gas tersebut, laju respirasi

    terhitungnya adalah 68 ml O2/kg.jam dan 104 ml CO2/kg.jam Nilai RQ pada

    periode jam ke 20 40 adalah sekitar 1.5. Hal ini menunjukkan banyaknya

    asam-asam organik yang terlibat dalam proses fermentasi sehingga konsumsi

    oksigen lebih rendah daripada karbondioksida yang diproduksi. Asam organik

    memiliki atom oksigen pada senyawanya sehingga membutuhkan molekul

    oksigen lebih rendah daripada yang diperlukan untuk respirasi secara teoritis.

    Pada periode jam ke 40 sampai ke 100 terjadi fenomena perubahan

    yang sulit dijelaskan. Pada periode ini konsentrasi oksigen relatif tetap yaitu

    sekitar 4 persen, sementara konsentrasi karbondioksida masih meningkat dari

    sekitar 23 persen menjadi sampai di atas 30 persen kemudian menurun lagi

    sampai relatif konstan pada konsentrasi sekitar 27 persen. Konsentrasi gas

    tersebut kemudian relatif tetap sampai akhir penyimpanan (jam ke 528 atau

    hari ke 22).

  • Laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC

    rata-rata adalah 14.21 ml CO2/kg.jam dan 15.06 ml O2/kg.jam. Perubahan

    konsentrasi O2 dan CO2 mengikuti persamaan berikut:

    [O2] = 21 e-0.0806 ; R2 = 0.2886

    [CO2] = 10.029 ln x 3.2167 ; R2 = 0.7807

    dimana x adalah lama waktu penyimpanan.

    Perubahan warna mulai nampak setelah bawang daun rajangan

    disimpan selama 14 hari. Perubahan warna terjadi secara perlahan-lahan dari

    warna hijau segar menjadi hijau agak pucat.

    Penurunan intensitas aroma bawang daun terjadi secara berangsur.

    Pada hari ke 20 mulai tercium bau etanol dan bau asam yang cukup dominan

    sementara bau bawang daun segar sudah tidak tercium lagi.

    Data laju respirasi menunjukkan bahwa bawang daun rajangan yang

    disimpan pada suhu ruang memiliki laju respirasi yang tertinggi kemudian

    pada suhu penyimpanan 10 oC dan terendah pada bawang daun rajangan yang

    disimpan pada suhu 5 oC. Perbedaan laju respirasi ini tidak sesuai dengan

    yang dinyatakan oleh Phan et al. (1986) bahwa laju respirasi sesayuran dan

    bebuahan pada selang suhu 0 sampai 35 oC meningkat 2 2.5 kali akibat

    kenaikan suhu 7.8 oC. Perbedaan laju respirasi akibat pengaruh faktor suhu

    juga dipengaruhi oleh faktor internal pada sayuran, misalnya tingkat

    perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, adanya lapisan

    alami, dan jenis jaringan. Pada penelitian ini kemungkinan penyebabnya

    adalah akibat perajangan yang menyebabkan terjadinya luka mekanis yang

    menyebabkan pengaruh yang besar pada laju respirasinya, lebih dominan

    daripada pengaruh suhu penyimpanan.

    Laju respirasi bawang daun rajangan di awal penyimpanan pada semua

    tingkat suhu yang dicoba adalah di atas nilai 100 ml/kg.jam. Laju respirasi

    demikian tergolong sebagai laju respirasi tinggi, sementara bawang daun

    sebenarnya adalah komoditi pertanian dengan laju respirasi sedang dengan laju

    respirasi 20-50 mg/kg.jam pada suhu 0-10 oC (Robinson et al., 1975). Hal ini

    disebabkan perbedaan kondisi bawang daun yang diukur laju respirasinya.

    Pada pengelompokkan laju respirasi yang diukur adalah laju respirasi bawang

  • daun utuh sementara pada penelitina ini yang diukur adalah laju respirasi

    bawang daun rajangan dengan ukuran rajangan 1-2 mm. Perajangan

    menyebabkan terjadinya luka yang cukup banyak sehingga memicu kenaikan

    laju respirasinya.

    Laju respirasi yang diperoleh selama penelitian berbeda dengan yang

    diperoleh oleh Gorny (1997) yang mengukur laju respirasi bawang daun utuh

    dengan laju respirasi 29 mg CO2/kg.jam dan 49 mg CO2/kg.jam untuk bawang

    daun rajangan dengan tebal 2 mm. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh

    perbedaan varietas bawang daun yang digunakan dan tempat pertanamannya

    sehingga memberikan karakteristik yang berbeda.

    Perubahan laju respirasi bawang daun yang disimpan pada suhu

    penyimpanan 5 oC, 10 oC, dan suhu ruang ditampilkan pada Gambar 7.

    0,00

    50,00

    100,00

    150,00

    200,00

    250,00

    300,00

    350,00

    3,67

    11,5

    16,3

    528

    ,538

    ,554

    ,590

    ,5

    138,

    5

    186,

    5

    234,

    5

    282,

    5

    357,

    543

    352

    7

    waktu penyimpanan (Jam)

    laju

    res

    pira

    si (

    ml/k

    g.ja

    m)

    produksi CO2, suhu ruang

    konsumsi O2, suhu ruang

    produksi CO2, suhu 10 oC

    konsumsi O2, suhu 10 oC

    produksi CO2, suhu 5 oC

    konsumsi O2, suhu 5 oC

    Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC,10 oC, dan suhu ruang.

    Berdasarkan pola respirasinya, maka penyimpanan pada suhu 5 oC

    memiliki laju respirasi terendah sehingga dapat diharapkan akan memberikan

    umur simpan yang lebih panjang pula. Dengan demikian suhu 5 oC dipilih

  • sebagai suhu penyimpanan pada penelitian selanjutnya (penentuan kondisi

    atmosfir optimum).

    C. PENENTUAN KOMPOSISI UDARA OPTIMUM

    Pada tahap ini digunakan tiga parameter sebagai penentu komposisi

    udara optimum, yaitru susut bobot, perubahan warna hijau (a) dan kecerahan

    (L) dan uji sensori (organoleptik). Pada awalnya akan dilakukan pengujian

    kekerasan atau keliatan bawang daun rajangan tetapi saat pelaksanaan tidak

    dapat dilakukan karena tidak ada alat yang dapat digunakan karena ukuran

    bawang daun ra jangan yang akan diuji terlalu kecil.

    1. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO2 Terhadap Susut Bobot Bawang Daun Rajangan

    Susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC

    dilakukan dua kali seminggu. Data pengukuran perubahan bobot bawang

    daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC ditampilkan pada Tabel 4

    berikut, sementara grafik penurunan bobot selama penyimpanan

    ditampilkan pada Gambar 8.

    Tabel 4. Perubahan bobot rajangan daun bawang selama

    penyimpanan (suhu 5 oC) Waktu Perubahan bobot (gram) (hari) Udara CO2 3-5% CO2 5-7% CO2 7-9% Normal O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5%

    0 250 250 250 250 250 250 250 2 249.5 250.0 248.0 250.0 249.5 249.2 249.9 4 248.1 248.5 245.9 247.9 248.1 247.5 248.4 6 244.9 245.9 243.0 245.3 244.3 244.8 245.8 8 239.4 242.1 240.1 241.6 239.5 241.4 241.9

    10 225.5 237.4 237.3 237.3 233.6 237.4 236.3 14 213.0 221.5 230.6 227.9 214.3 224.8 223.0

  • Perubahan bobot pada suhu 5 oC

    190

    200

    210

    220

    230

    240

    250

    260

    0 2 4 6 8 10 14

    waktu penyimpanan (hari)

    bobo

    t (g

    ram

    )

    udara normalCO2 3-5%, O2 1-3%CO2 3-5%. O2 3-5%CO2 5-7%, O2 1-3%CO2 5-7%, O2 3-5%CO2 7-9%, O2 1-3%CO2 7-9%, O2 3-5%

    Gambar 8. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 oC.

    Dari data pada Tabel 4 dihitung persamaan laju penurunan

    bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada setiap

    komposisi atmosfir adalah sebagai berikut:

    Tabel 5. Persamaan laju penurunan bobot (suhu 5 oC)

    Komposisi udara Laju penurunan bobot Nilai R2

    Udara normal y = -1,1854x2 + 3,1659x + 250 0,9814 CO2 3-5%, O2 1-3% y = -0,868x2 + 2,4644x + 250 0,9469 CO2 3-5%, O2 3-5% y = -0,3492x2 - 0,229x + 250 0,9901 CO2 5-7%, O2 1-3% y = -0,6141x

    2 + 1,3106x + 250 0,9879 CO2 5-7%, O2 3-5% y = -1,0603x

    2 + 2,8641x + 250 0,9524 CO2 7-9%, O2 1-3% y = -0,6753x2 + 1,4609x + 250 0,9629 CO2 7-9%, O2 3-5% y = -0,8162x2 + 2,1884x + 250 0,969

    Keterangan : y = bobot bawang daun setelah penyimpanan (g) x = lama waktu penyimpanan (hari)

    Tabel 5 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 oC dengan

    komposisi udara normal menyebabkan laju penurunan bobot yang

    tertinggi. Laju penurunan bobot terndah diperoleh pada penyimpanan

    bawang daun rajangan pada atmosfir yang mengandung 3 5%

    karbondioksida dan 3 5% oksigen.

  • Data pengukuran perubahan bobot bawang daun rajangan yang

    disimpan pada suhu 10 oC ditampilkan pada Tabel 6 berikut, sementara

    grafik penurunan bobot selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 9.

    Tabel 6. Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (suhu 10 oC)

    Waktu Perubahan bobot (gram) (hari) Udara CO2 3-5% CO2 5-7% CO2 7-9% Normal O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% 0 250 250 250 250 250 250 250 2 249,5 250,0 249,2 250,0 249,5 249,3 249,9 4 247,7 248,5 245,1 247,9 247,7 246,8 248,3 6 242,6 244,4 238,2 243,2 242,0 241,7 244,1 8 232,3 236,7 228,8 235,1 231,8 233,3 236,1 10 209,5 224,8 217,1 223,1 216,6 221,5 223,2 14 178,6 199,1 200,3 203,4 185,7 199,1 199,2

    perubahan bobot pada suhu 10 oC

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    0 2 4 6 8 10 14

    waktu penyimpanan (hari)

    Bob

    ot (

    gram

    )

    Udara normalCO2 3-5%, O2 1-3%CO2 3-5%, O2 3-5%CO2 5-7%, O2 1-3%CO2 5-7%, O2 3-5%CO2 7-9%, O2 1-3%CO2 7-9%, O2 3-5%

    Gambar 9. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 10 oC.

    Dari data pada Tabel 5 dihitung persamaan laju penurunan

    bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 oC untuk

  • setiap komposisi atmosfir. Persamaan laju penurunan bobot pada suhu

    10 oC adalah sebagai berikut:

    Tabel 7. Persamaan laju penurunan bobot (suhu 10 oC)

    Komposisi udara Laju penurunan bobot Nilai R2

    Udara normal y = -2,3632x2 + 7,028x + 250 0,971 CO2 3-5%, O2 1-3% y = -1,6522x

    2 + 4,96x + 250 0,9631 CO2 3-5%, O2 3-5% y = -1,3408x

    2 + 2,4025x + 250 0,9986 CO2 5-7%, O2 1-3% y = -1,4588x

    2 + 3,9151x + 250 0,9856 CO2 5-7%, O2 3-5% y = -2,0412x2 + 5,8492x + 250 0,9703 CO2 7-9%, O2 1-3% y = -1,5196x2 + 3,8312x + 250 0,982 CO2 7-9%, O2 3-5% y = -1,6412x2 + 4,7992x + 250 0,9714

    Keterangan: y = bobot bawang daun rajangan setelah disimpan (g) x = lama waktu penyimpanan (jam)

    Berdasarkan Tabel 7, laju penurunan bobot tertinggi pada

    penyimpanan suhu 10 oC dicapai pada penyimpanan di dalam udara

    normal. Atmosfir yang mengandung 3 5% karbondioksida dan 3 5%

    oksigen memberikan laju penurunan bobot yang terendah.

    Analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi udara tidak

    memberikan pengaruh nyata pada perubahan bobot bawang daun rajangan

    selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena perbedaan penurunan

    bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam udara dengan

    komposisi berbeda relatif kecil. Suhu penyimpanan dan lama waktu

    penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan bobot

    bawang daun rajangan selama penyimpanan.