Upload
yudha-pradhana-putra
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 1/34
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biskuit
Biskuit diambil dari Bahasa Inggris yang melingkupi produk bakery
berukuran kecil (umumnya berbentuk datar) berbasis tepung terigu dan bahan-bahan
lain seperti lemak, gula, dan lain-lain (Manley, 2001). Definisi biskuit menurut Badan
Standardisasi Nasional (1992) adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu
dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.
Menurut Manley (1983), biskuit secara umum diklasifikasikan menjadi 4
kelompok sebagai berikut:
Biskuit keras yaitu jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk
pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar
lemak tinggi maupun rendah.
Cracker yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan
relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis.
Cookies yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,
relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya bertekstur kurang
padat.
Wafer yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 2/34
7
Biskuit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis adonan yang dipengaruhi
oleh jenis tepung yang digunakan (Manley, 1983). Biskuit jenis fermented dough,
puff dough, dan savoury crackers membutuhkan pengembangan yang cukup besar
sehingga dibutuhkan tepung terigu berprotein tinggi yang banyak mengandung
gluten. Biskuit jenis semi-sweet, hard sweet, short dough, dan wafer tidak
memerlukan pengembangan yang besar sehingga cukup dengan menggunakan tepung
terigu berprotein sedang dan rendah dengan sedikit kandungan gluten.
Biskuit jenis hard sweet tidak membutuhkan tepung dengan kadar protein
yang tinggi seperti pada roti. Pengembangan struktur biskuit terjadi pada saat proses
pemanggangan dikarenakan adanya daya kerja bahan pengembang yang
mengeluarkan gas CO2 (Herudiyanto dan Hudaya, 2009).
Biskuit marie termasuk ke dalam jenis biskuit hard-semi sweet , yang
diperuntukkan untuk sajian pendamping minuman teh atau kopi. Karakter yang
dibutuhkan dari biskuit tersebut adalah tekstur yang tipis dan keras dengan
permukaan biskuit yang mengkilat, namun dapat mudah lumer ketika dicelupkan ke
dalam minuman. Kelembutan biskuit mungkin tergantung pada berapa lama waktu
yang dipanggang.
Citarasa yang perlu diperoleh dari biskuit ini adalah kemanisan dengan tingkat
sedang sehingga cocok untuk dipadupadankan dengan teh atau kopi. Oleh karenanya,
pada adonan biskuit marie sering ditambahkan flavor seperti vanillin atau karamel
(Manley, 2000). Bahan untuk membuat biskuit terdiri atas bahan pengikat (binding
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 3/34
8
material) dan bahan pembentuk tekstur (tenderizing material) (Matz dan Matz,
1978).
Biskuit yang baik harus memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-2973-1992
seperti yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992)
No Kriteria Uji Persyaratan
1. Keadaan :
a. Bau
b.
Rasac. Warnad. Tekstur
Normal
Normal Normal Normal
2. Air Maksimum 5 (%b/b) atau 5,26(%b/k)
3. Protein Minimum 9(%b/b) atau 9,89(%b/k)
4. Abu Maksimum 1,5 (%b/b) atau
1,52(%b/k)
5. Lemak* Minimum 9,5*(%b/b) atau
10,49(%b/k)
6. Karbohidrat* Minimum 70* (%b/b) atau 72,75
(%b/k) by difference
7. Nilai Kalori (kkal) Minimum 400*
5. Bahan Tambahan Makanan
a. Pewarna b. Pemanis buatan
Yang diizinkanTidak boleh ada
6. Cemaran logam :
a. Tembaga (mg/kg)
b. Timbal (mg/kg)
c. Seng (mg/kg)d. Merkuri (mg/kg)
Maksimum 1.0
Maksimum 4.0
Maksimum 0.05Maksimum 0.5
7. Arsen (mg/kg) Maksimum 0.5
8. Cemaran Mikroba :
a. Angka lempeng total(koloni/g)
b. Coliform (APM/g)c. E. coli
d. Kapang (koloni/g)
Maksimum 1 x 106 Maksimum 20
Kurang dari 3Maksimum 10
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, (1992)
* Departemen Perindustrian RI, (1990)
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 4/34
9
2.1.1 Biskuit Tepung Komposit
Menurut Setiawan (2003), penggunaan tepung terigu di Indonesia adalah 50%
untuk mie dan biskuit, 45% untuk roti, dan sisanya 5% untuk perekat, kue basah, dan
keperluan rumah tangga. Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi terigu masyarakat
Indonesia yang cukup tinggi padahal harga terigu saat ini semakin melonjak. Naiknya
harga terigu setiap tahunnya dapat meningkatkan biaya produksi industri makanan
yang berbasis terigu seperti mie, roti, dan biskuit.
Usaha untuk mengurangi konsumsi tepung terigu antara lain mencari alternatif
pengganti dari bahan baku lain juga dengan mengusahakan tepung lain sebagai
tepung komposit. Teknologi tepung komposit adalah teknologi tepung campuran
yang menggabungkan dua jenis tepung atau lebih dengan imbangan tertentu sehingga
akan dihasilkan satu kesatuan tepung yang bersifat saling menguntungkan. Tepung
komposit dapat digunakan untuk membuat produk-produk seperti flakes, mie, biskuit
dan lain-lain (Lestari, 2008).
Menurut penelitian dari Jasmin (2010), tepung komposit yang terdiri dari
campuran tepung bonggol pisang batu dan tepung ubi jalar kuning dapat digunakan
dalam pembuatan biskuit marie. Formula yang digunakan pada penelitian Jasmin
yaitu 100 g tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar (perlakuan imbangan 85:45,
75:25, 65:35, 55:45 ), tepung gula 70 g, minyak nabati 50 g, susu full krim 40 g,
kuning telur 30 g, air 48 g, garam 0,8 g, baking soda 0,7 g, dan baking powder 0,5 g.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung komposit
tersebut berperan sebagai berikut:
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 5/34
10
a) Tepung Bonggol Pisang
Bonggol pisang merupakan bagian bawah dari batang tanaman pisang yang
mengembung seperti umbi dan terletak di dalam tanah seperti batang sejati. Bonggol
pisang termasuk jenis umbi batang (tuber ), Bonggol pisang ini berfungsi sebagai
tempat melekatnya akar-akar tanaman pisang dan tempat menyimpan cadangan
makanan bagi tanaman tersebut (Loesecke, 1950).
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981), kandungan
karbohidrat bonggol pisang cukup tinggi yaitu sekitar 11,6%, pati 11%, dan serat
kasar 5%, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan serat.
Menurut Riana (2005), umumnya semua jenis bonggol pisang dapat dimanfaatkan
menjadi berbagai produk pangan, tetapi bonggol pisang kepok ( Musa paradisiaca var
forma tipica) dan pisang batu ( Musa brachycarp) lebih mudah didapat dibandingkan
dengan jenis lainnya tanpa pemeliharaan khusus dan umur panennya singkat.
Tanaman pisang yang telah dipanen, bonggol pisangnya tidak akan bertunas
kembali, sehingga apabila tanaman tidak produktif lagi, tanaman akan ditebang dan
bonggol pisangnya akan dibiarkan saja membusuk menjadi limbah pertanian yang
tidak memiliki nilai tambah. Pengolahan bonggol pisang menjadi tepung dapat
meningkatkan nilai tambah bonggol pisang di masyarakat.
Menurut Ardiyanto (2008), tepung bonggol pisang adalah butiran halus yang
lolos ayakan 80 mesh yang dihasilkan dari proses penggilingan gaplek bonggol
pisang. Proses pembuatan tepung bonggol pisang berdasarkan proses pembuatan
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 6/34
11
bonggol pisang modifikasi (Ardiyanto, 2008). Komposisi kimia dan fisik tepung
bonggol pisang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Fisikokimia Tepung Bonggol Pisang dalam 100 g Bahan
Karakteristik Komposisi
Kimia
1. Kadar Air (%) 7,12**
2. Kadar abu (%) 6,10**
3. Kadar Serat (%) 52,9180**
4. Kadar Amilosa (%) 8,8325*
5. Kadar Pati (%) 74,99**
6. Rasio Amilosa Dalam Pati (%) 36,5343*
7. Rasio Amilopektin Dalam Pati (%) 63,4657*
Fisik
1. Suhu Awal Tergelatinisasi (0C) 70,5*
2. Absorbansi Air (g/g) 0,2183*
3. Modulus Kehalusan 1,19**
4. Derajat putih (%) 36,13**
5. Rendemen (%) 11,39*
Sumber : * Ardiyanto (2008)** Prameswari (2008)
Berdasarkan hasil penelitian Prameswari (2008), kandungan pati dan serat
pada tepung bonggol pisang cukup tinggi sehingga baik digunakan untuk produk
olahan pangan sumber karbohidrat. Tepung bonggol pisang batu memiliki
karakteristik fisikokimia yang baik yaitu memiliki waktu gelatinisasi yang cepat 40,5
menit pada suhu 70,50 C, viskositas puncak 520 BU ( Brabender Unit ), viskositas
balik 260 BU, dan konsistensi amilografi 257 BU serta kandungan amilopektin
63,4657%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tepung bonggol pisang batu
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 7/34
12
sesuai untuk produk semi basah seperti mi, cookies, biskuit dan makanan sarapan
seperti flakes.
b) Tepung Ubi Jalar
Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna
daging bermacam-macam, tergantung varietasnya. Warna daging umbi memiliki
hubungan dengan kandungan gizi, terutama kandungan beta karoten. Umbi yang
berwarna jingga atau oranye mengandung beta karoten yang lebih tinggi daripada
jenis ubi jalar lainnya.
Menurut Rukmana (1997), dalam 100 g ubi jalar sebagian besar komponen
terdiri dari air 68,5 g dan vitamin A 7700 SI. Kandungan gizi lainnya relatif rendah
yaitu protein 1,8 g dan lemak 0,7 g. Kandungan vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin,
fosfor, besi, dan kalsium cukup memadai. Berat kering umbi adalah 16-40% dari
berat basah. Sebanyak 75-90% dari berat kering adalah karbohidrat yang meliputi
unsur pati, hemiselulosa, dan pektin.
Tepung ubi jalar merupakan salah satu produk olahan ubi jalar yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Tepung ubi jalar dapat dihasilkan
dari berbagai jenis ubi jalar dan akan menghasilkan mutu tepung yang beragam. Ubi
jalar yang sesuai digunakan untuk pembuatan tepung adalah ubi yang memiliki kadar
bahan kering dan pati yang tinggi, serta kadar airnya relatif rendah. Kadar bahan
kering yang tinggi akan menghasilkan rendemen tepung yang tinggi. Besarnya kadar
bahan kering ubi jalar tergantung pada jenis, lingkungan dan umur tanamnya
(Antarlina, 1994).
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 8/34
13
Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, pengirisan,
dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan
menggunakan beberapa metode pengeringan, di antaranya dengan menggunakan sinar
matahari dan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering saut ubi jalar,
oven dan drum drier (Sunandar, 2004). Metode pengeringan yang digunakan dalam
pembuatan tepung ubi jalar akan memengaruhi mutu tepung yang dihasilkan.
Tepung ubi jalar dapat digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen,
saus, makanan sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain-lain.
Tepung ubi jalar memiliki kelebihan yaitu sebagai sumber karbohidrat, serat pangan
dan beta karoten. Tepung ubi jalar juga mempunyai kandungan gula yang cukup
tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan tepung ubi jalar dapat
mengurangi penggunaan gula sebanyak 20% (Sunandar, 2004). Komposisi nilai gizi
tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Nilai Gizi Tepung Ubi Jalar
Komponen Tepung Ubi Jalar
Putih Ungu Kuning
Air (% bk) 6,40 4,25 4,50
Abu (% bk) 1,78 2,92 2,05
Karbohidrat (% bk) 79,41 65,93 79,36
Protein (% bk) 2,35 2,36 2,85
Lemak (% bk) 0,75 0,76 0,45
Serat Kasar (% bk) 2,45 4,19 3,31
Gula (% bk) 5,23 18,38 5,51
Sumber : Anwar, Setiawan, dan Sulaeman (1993)
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 9/34
14
Penerimaan konsumen terhadap produk olahan ubi jalar masih kurang baik,
hal ini diakibatkan masih sederhananya produk-produk olahan ubi jalar yang beredar
di masyarakat. Penggunaan tepung ubi jalar dapat dioptimalisasikan sebanyak 70%
dalam pembuatan cookies. Cookies yang dihasilkannya mengandung serat pangan
yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,51% sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai
makanan sumber serat.
c) Tepung Gula
Kegunaan gula didalam pembuatan biskuit adalah sebagai pemberi rasa manis,
pelunak gluten, berperan memberikan aroma dan warna lewat pencokelatan non
enzimatis selama pemanggangan (Matz dan Matz, 1978). Jumlah dan mutu gula
berpengaruh terhadap tekstur, penampakan, dan cita rasa produk akhir.
Tepung gula merupakan gula granulasi (gula pasir) bubuk, juga dikenal sebagai
gula ‘confectionary', didapat dari penghancuran gula pasir secara mekanis sehingga
tidak ada kristal-kristal yang tertinggal dengan sedikit penambahan pati atau bahan
anti kempal untuk mencegah penggumpalan. Tepung gula merupakan gula yang
paling baik untuk pembuatan kue kering karena tidak menyebabkan terlalu besarnya
penyebaran adonan kue kering (Desroiser, 1988).
d) Garam
Garam ditambahkan dalam formulasi adonan biskuit pada jumlah satu persen
atau kurang dalam bentuk kristal-kristal halus untuk mempermudah kelarutannya.
Jumlah garam yang ditambahkan biasanya sekitar 1% dari berat tepung (Matz dan
Matz, 1978). Penambahan jumlah garam yang terlalu banyak akan menurunkan
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 10/34
15
kemampuan gluten dalam menahan gas, sebaliknya jika terlalu sedikit garam yang
digunakan akan menyebabkan adonan menjadi hambar dan akan mengurangi volume
adonan, karena gluten tidak mempunyai daya regang yang cukup.
Fungsi dari penambahan garam adalah memperkuat keliatan gluten (daya
regang) dalam adonan, meningkatkan daya absorpsi air dari tepung dan merupakan
salah satu salah satu bahan pengeras. Adonan akan menjadi agak basah jika tidak
memakai garam.
e) Minyak Nabati
Lemak atau minyak terdiri dari asam lemak dan gliserol. Minyak nabati dapat
berupa minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kacang kedelai,
minyak jagung, dan minyak gandum. Minyak nabati umumnya berwujud cair karena
mengandung asam lemak jenuh seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat.
Menurut Matz dan Matz (1978), fungsi lemak dalam pembuatan biskuit adalah
sebagai penghalus dan pelunak tekstur, meningkatkan citarasa biskuit yang khas serta
dapat mempercepat pelunakan saat di mulut. Lemak akan mengelilingi terigu pada
saat pengadukan atau pencampuran adonan, sehingga jaringan gluten terputus
sehingga terbentuk biskuit bertekstur lembut dan renyah. Kombinasi lemak dengan
gula sukrosa akan mencegah terbentuknya lapisan keras di permukaan biskuit pada
saat pendinginan (Soenaryo, 1985).
f) Telur
Penggunaan telur dalam pembuatan biskuit, terutama berfungsi sebagai
pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan. Telur juga
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 11/34
16
memiliki sifat dapat mengikat udara, sehingga jika digunakan dalam jumlah banyak
akan diperoleh biskuit yang lebih mengembang, serta berperan meningkatkan dan
menguatkan aroma, warna, dan kelembutan (Matz dan Matz, 1978).
Menurut Winarno (1992), senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah
lesitin dan cephalin yang merupakan bagian dari lemak telur, khususnya fosfolipida.
Kandungan lesitin alami dalam kuning telur berfungsi sebagai pengemulsi yang
menjadikan adonan lembut menyatu sehingga tekstur biskuit menjadi halus.
Menurut Whiteley (1971), adanya albumin telur membantu pembentukan
struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena membantu menangkap udara
saat adonan dikocok, sehingga udara dapat menyebar merata di seluruh adonan.
Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan kuning telur adalah untuk membentuk
kelembutan, citarasa, dan warna yang menarik pada biskuit, akan tetapi jika
penggunaannya tidak diimbangi dengan putih telur akan menghasilkan biskuit yang
empuk, mengembang, tetapi kurang kokoh atau tegar. Putih telur berperan untuk
memberikan tekstur yang kokoh dan kompak.
g) Susu bubuk
Susu yang digunakan berfungsi untuk memperbaiki citarasa, warna, dan
menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi dan meningkatkan nilai gizi biskuit.
Laktosa yang terkandung dalam susu merupakan disakarida pereduksi yang jika
berkombinasi dengan protein melalui reaksi Maillard dan adanya proses pemanasan
akan memberikan warna coklat yang menarik setelah dipanggang (Manley, 1983).
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 12/34
17
Susu bubuk lebih menguntungkan digunakan dibandingkan dengan susu cair,
dibedakan atas susu yang mengandung lemak dan susu yang tidak mengandung
lemak. Jenis susu yang banyak digunakan dalam proses baking adalah susu bubuk
skim dan susu full cream. Susu full cream mengandung lemak yang tinggi sehingga
memberikan kelembutan dan aroma yang menyenangkan, sedangkan susu skim
banyak mengandung protein (kasein) yang cenderung meningkatkan penyerapan dan
daya menahan air, sehingga mengeraskan adonan.
h) Baking soda
Proses pembuatan biskuit biasanya ditambahkan zat kimia dalam bentuk bubuk,
misalnya baking soda (sodium bikarbonat), zat pengasam (kalium fosfat atau sodium
pirofosfat), dan ammonium bikarbonat atau baking powder . Sodium bikarbonat
bertujuan untuk mempercepat pembebasan udara pada proses pengadonan, sehingga
adonan lebih cepat mengembang. Mekanisme kerja terjadi saat terdapat kandungan
air serta soda akan bereaksi dengan zat-zat yang mengandung asam pada bahan
adonan dan membebaskan CO2.
Baking soda juga berfungsi untuk menyeimbangkan pH dari adonan, sehingga
pH dari adonan bisa mencapai 7,0 atau lebih rendah karena adanya reaksi asam yang
terjadi pada adonan, kemudian perlu tercampur merata dan dimasukkan pada tahap
terakhir pada proses mixing bertahap, apabila tidak tercampur rata atau berlebih dapat
menyebabkan reaksi basa dan crumb berwarna kekuningan dengan rasa yang tidak
disukai (atau lebih dikenal dengan ‘soda-bite’).
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 13/34
18
i) Baking powder
Baking powder merupakan modifikasi dari baking soda dan merupakan
campuran dari natrium bikarbonat dengan suatu jenis asam, seperti asam sitrat dan
asam tartarat. Umumnya mengandung pati sebagai bahan pengisi dan sifatnya cepat
larut pada suhu kamar juga tahan lama selama proses pengolahan (Matz dan Matz,
1978).
Tujuan penggunaan baking powder pada umumnya untuk membuat kue yang
seragam. Mekanisme dalam adonan yaitu baking powder akan melepaskan gas
selama pembakaran sehingga adonan kue itu mengembang sempurna. Kombinasi
sodium bikarbonat dan asam dimaksudkan untuk memproduksi gas karbondioksida
baik sebelum dipanggang atau saat dipanggang didalam oven (Manley, 1983).
j) Air
Fungsi air dalam pembuatan biskuit adalah untuk mengontrol kepadatan
adonan, serta melarutkan dan menyebarkan secara merata bahan-bahan bukan tepung
agar terbentuk adonan yang mudah dicetak (Soenaryo, 1985).
Prosedur pembuatan biskuit bonggol pisang dapat dilihat pada Gambar 1
dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Penyiapan bahan meliputi tahap penimbangan bahan-bahan yang digunakan
yaitu: tepung campuran (tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar) sebanyak
100 gram, dengan imbangan 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, dan 40:60, garam,
tepung gula, minyak nabati, susu full krim, kuning telur dan bahan pengembang
(baking powder dan baking soda).
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 14/34
19
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biskuit Bonggol Pisang
(Jasmin, 2010)
70 g gula
tepung
70 g minyak
nabati
0,8 g
garam
Pencampuran Bahan I
(pengadukan dengan mixer kecepatan medium (posisi 3)
t = 10 menit
Pencampuran Bahan II
(pengadukan dengan mixer
kecepatan medium (posisi 3)
t = 4 menit
30 g kuning telur,40 g susu full cream,
45 g air
Pencampuran Bahan III,
manual dengan spatula hinggahomogen
Tepung bonggol pisang:
tepung ubi jalar (imbangan
85:15, 75:25, 65:35, 55:45),
0,7 g baking soda,
0,5 g baking powder
Biskuit Bonggol
Pisang
Aging 10 menit
Pencetakkan
Pemanggangan dengan oven listrik
(T : 160oC, 18 menit)
PendinginanoT ruang
Pengemasan
Biskuit Bonggol Pisangdalam kemasan
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 15/34
20
b) Pencampuran bahan I yaitu mencampurkan bahan seperti gula tepung, garam dan
minyak nabati yang diaduk dengan mixer (10 menit) sampai terbentuk krim.
c) Penambahan susu full krim dan kuning telur ke dalam krim, lalu diaduk kembali
sampai tercampur halus (4 menit).
d) Penambahan tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar dengan imbangan yang
telah ditentukan, juga ditambahkan bahan pengembang.
e) Pembentukan adonan ini dilakukan dengan mengaduk bahan-bahan yang telah
tercampur diatas dengan menggunakan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk
adonan yang merata.
f) Aging (15-30 menit) setelah adonan terbentuk, dilakukan proses aging. Aging
diperlukan untuk memberi kesempatan kepada bahan pengembang untuk bekerja.
g) Pencetakkan dilakukan setelah adonan diaging dan mengalami penipisan
terlebih dahulu sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan yaitu sekitar 3 mm,
lalu dicetak.
h) Pemanggangan pada pembuatan biskuit dilakukan dengan menggunakan oven
listrik suhu 160oC selama 15-18 menit. Pada waktu pemanggangan struktur
biskuit akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan
uap air akibat kenaikan suhu.
i) Pendinginan untuk menurunkan suhu dan mengeraskan biskuit akibat pemadatan
gula dan lemak.
Karakteristik biskuit yang terbuat dari imbangan 55 g tepung bonggol pisang
dan 45 g tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki warna coklat kekuningan, aroma
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 16/34
21
khas ubi jalar, tekstur yang renyah, dengan rasa yang manis rasa ubi jalar dan
penampakan yang disukai oleh panelis, tetapi biskuit yang dihasilkan memiliki kadar
protein 3,82%.
Hal tersebut dirasakan masih kurang dan masih perlu untuk ditambahkan atau
difortifikasi dengan bahan yang dapat meningkatkan kandungan protein pada biskuit,
agar sesuai dengan SNI 01-2973-1992 yaitu sebesar 9,00%. Peningkatan kadar
protein pada biskuit dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pangan dengan
kadar protein tinggi seperti kacang-kacangan misalnya tepung kacang kedelai.
2.1.2. Tepung Kedelai
Berdasarkan kandungan lemaknya, tepung kedelai terdiri atas dua macam, yaitu
tepung kedelai kadar lemak penuh ( full fat soy flour ) dan tepung kedelai (kadar lemak
rendah (low fat soy flour ) (Koswara, 1995). Menurut Wolf dan Cowan (1975), tepung
kedelai kadar lemak rendah dihasilkan dari proses penepungan bungkil kedelai
sedangkan tepung kedelai kadar lemak penuh dihasilkan dari proses penepungan biji
kedelai utuh.
Tabel 4. Komposisi Gizi Tepung Kedelai Berlemak Penuh
Komponen Komposisi
Protein (%) 41
Lemak (%) 21
Serat Kasar (%) 2,8
Abu (%) 5,3
Karbohidrat (%) 25Sumber : Wolf dan Cowan (1975).
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 17/34
22
2.1.3. Biskuit Sandwich
Menurut Manley (2001), biskuit sandwich termasuk ke dalam klasifikasi
berdasarkan biskuit yang mengalami secondary processing atau pengolahan kedua.
Pengolahan kedua tersebut adalah dengan penambahan lapisan krim dan penyusunan
biskuit menjadi suatu kesatuan. Hasil yang di dapatkan adalah biskuit lapis yang
menyerupai roti sandwich dengan isian krim di tengahnya.
Penampang biskuit sandwich terdiri dari dua keping biskuit yang identik sama
serta berfungsi sebagai “cangkang”. Biskuit pertama berperan sebagai alas sedangkan
biskuit kedua sebagai tutup. Penampang biskuit memiliki bentuk yang bervariasi, ada
yang polos tanpa lubang dan ada biskuit yang memiliki lubang di tengahnya sehingga
bagian isi krim dapat terlihat. Jenis biskuit yang digunakan pada biskuit sandwich ini
umumnya merupakan biskuit keras. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari
adonan keras (kandungan protein tinggi), berbentuk pipih, bila dipatahkan
penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau
rendah (Manley, 2001).
Komponen penting lainnya dalam biskuit sandwich ini yaitu adanya krim
pengisi. Krim pengisi pada biskuit sandwich umumnya terbuat dari bahan utama
tepung gula, shortening, dan susu. Umumnya berat krim mencapai 30% dari biskuit
sandwich keseluruhan.
Menurut Manley (2001), metode dalam pengisian krim yang biasa dilakukan
oleh industri terdiri dari dua teknik, yaitu menggunakan cetakan dan penyemprotan.
Metode cetakan dilakukan dengan menyesuaikan krim yang akan diisi dengan ukuran
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 18/34
23
biskuit bagian alas, kemudian setelah nozzle terdapat pisau untuk memotong krim
yang dapat diatur, sehingga ketinggian krim dapat disesuaikan dengan banyaknya
kebutuhan.
Bagian ujung nozzle cetakan krim memiliki suhu yang lebih tinggi dari krim
untuk mencegah kelengketan krim pada nozzle. Karakteristik krim yang dicetak
dengan metode ini harus bersifat semi solid (berbentuk fluida tetapi cukup kaku untuk
dibentuk). Pemasangan biskuit bagian tutup dilakukan secara manual. Teknik
pengisian krim dengan cetakan dapat dilihat pada Gambar 2:
Gambar 2. Teknik Pengisian Krim dengan Cetakan(Manley, 2001)
Metode semprot menyerupai prinsip ekstrusi, dimana adonan krim dialirkan
menuju nozzle dengan tekanan dalam mesin cetakan. Banyaknya krim yang
dikeluarkan diatur dengan menggunakan tekanan dan dipotong dengan pisau.
Karakteristik krim yang dicetak dengan metode ini harus bersifat mudah mengalir
tetapi cukup padat dan tidak tumpah ketika ditambah biskuit bagian tutup (Manley,
2001).
Cream in
hopper
Stencil
plate
Base
biscuit
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 19/34
24
Rangkaian pengisian krim dengan teknik ekstrusi dilakukan dengan
menggunakan wide conveyor . Penyusunan biskuit sandwich dilakukan berurutan
dengan sabuk berjalan dan berhenti di setiap stasiun pengisian., dimulai dari biskuit
bagian tutup, pengisian krim, pemasangan biskuit bagian tutup, dan terakhir proses
penekanan pada bagian tutup krim. Teknik pengisian krim dengan ekstrusi dapat
dilihat pada Gambar 3, sebagai berikut:
Gambar 3. Teknik Pengisian Krim dengan Ekstrusi(Manley, 2001)
2.2. Probiotik
Bakteri probiotik adalah bakteri hidup baik dalam bentuk tunggal atau
campuran yang ditambahkan dalam bahan pangan dengan tujuan untuk memberikan
efek menguntungkan bagi kesehatan sistem pencernaan (Hartanti, 2005). Jenis bakteri
yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat, seperti dari genus
Lactobacillus, Bifidobacterium (Winarno, Ahnan, dan Widjajanto, 2003)
Pushing pin
CreamWire for
cutting cream
Magazine of
topping shells Preassure shot
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 20/34
25
Karakteristik bakteri probiotik berdasarkan Saarela, dkk., (2000) dikutip
Surono (2004) yaitu : berasal dari manusia, tahan asam dan garam empedu, melekat
ke sel usus, bertahan dalam saluran usus, memproduksi antimikroba, antagonis
terhadap patogen, aman dalam makanan dan klinis, dan secara klinis terbukti efek
kesehatan.
Beberapa sifat dasar dari kultur probiotik yang baik antara lain stabil terhadap
asam terutama asam lambung dan asam empedu, mampu menempel pada sel usus
manusia, mampu mengkolonisasi pada saluran usus manusia, memproduksi senyawa
antimikroba, bersifat melawan bakteri patogen, tumbuh baik secara in vitro, dan aman
digunakan oleh manusia (Salminen, 1998).
Usus manusia mengandung sekitar 100 triliun bakteri yang hidup dari sekitar
100 spesies yang berbeda. Ada dua kelompok bakteri dalam flora usus yaitu yang
bermanfaat dan yang membahayakan (patogen). Tubuh manusia yang sehat memiliki
jumlah flora usus relatif dalam keseimbangan yang baik dan biasanya bakteri-bakteri
yang bermanfaat jumlahnya lebih mendominasi dari bakteri patogen (Winarno,
Ahnan, dan Widjajanto, 2003).
Prinsip dasar kerja probiotik adalah pemanfaatan kemampuan
mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat,
protein, dan lemak yang menyusun dari asupan yang diberikan. Kemampuan ini
diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroba untuk
memecah ikatan tersebut (Feliatra, Efendi, dan Suryadi, 2004)
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 21/34
26
Manfaat bakteri probiotik bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat
meningkatkan sistem imunitas, membantu absorpsi nutrisi, mencegah kanker,
mengurangi tekanan darah tinggi, menurunkan kolesterol darah, membantu
pencernaan laktosa bagi penderita lactose intolerance (Surono, 2004).
2.2.1. Starter Yoghurt Kering
Starter bakteri asam laktat dalam fermentasi susu dapat didefinisikan sebagai
biakan mikroorganisme yang diinginkan dan akan menghasilkan perubahan-
perubahan yang menguntungkan selama proses fermentasi susu (Rahman, 1992).
Mutu starter yang digunakan akan memengaruhi flavor serta tekstur yoghurt yang
dihasilkan, karena starter menghasilkan asam laktat dan senyawa-senyawa volatil,
seperti asetaldehid, asam asetat dan diasetil.
Starter yang umum digunakan dalam produksi yoghurt adalah starter campuran
L.bulgaricus dan S. thermophilus (Winarno, Ahnan, dan Widjajanto, 2003). Kedua
spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama-sama akan memproduksi asam lebih
banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah. Menurut Surono (2004),
pembentukan asam laktat lebih cepat pada starter campuran S. thermophilus dan L.
bulgaricus, dibandingkan dengan masing-masing starter tunggalnya. Jumlah S.
thermophilus lebih banyak pada starter campuran daripada menumbuhkannya sebagai
starter tunggal, walaupun jumlah L. bulgaricus tidak berbeda antara starter tunggal
dan campuran.
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 22/34
27
Starter yoghurt campuran yang digunakan dalam pembuatan krim biskuit
probiotik adalah starter yoghurt berbentuk serbuk yang dikeringkan melalui proses
freeze drying. Penggunaan starter yoghurt kering beku bertujuan untuk mengurangi
pekerjaan dalam hal pemeliharaan seperti pada kultur cair. Starter kering beku paling
banyak digunakan dibanding dengan sterter kering lainnya, karena jumlah bakteri
yang hidup relatif lebih stabil, selain itu starter ini dapat langsung digunakan ke
dalam media fermentasi sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi selama
persiapan starter dan juga menjaga ketepatan jumlah maupun keseimbangan kultur
campuran.
Pada penelitian ini bakteri yang digunakan dalam starter campuran adalah L.
bulgaricus, S. thermophilus, dan L. acidophilus.
a. Lactobacillus bulgaricus
L. bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang, gram positif, tidak
berspora, katalase negatif, dan non-motil. L. bulgaricus bersifat termofilik dengan
suhu optimum pertumbuhan 40-450C (Surono, 2004). Bakteri ini memiliki
kemampuan yang besar dalam memfermentasi gula dengan hasil asam laktat lebih
dari 50%. Optimum tumbuh pada pH 5, namun bersifat toleran pada pH 3,5 – 3,8 dan
pada suhu 45 0C (Nakazawa dan Hosono, 1992).
Bakteri ini lebih tahan asam dibandingkan dengan Streptococcus atau
Pediococcus, oleh karena itu lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari
fermentasi tipe asam laktat (Buckle, dkk., 1987). L.bulgaricus pada pembuatan
yoghurt berperan dalam penurunan pH sampai sekitar 4,0.
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 23/34
28
Bakteri L.bulgaricus juga memberikan kontribusi terhadap flavor yoghurt
melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Winarno, Ahnan,
dan Widjajanto, 2003). L. bulgaricus tidak termasuk ke dalam kategori bakteri
probiotik (Widodo, 2003). Bentuk koloni L. bulgaricus disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Bentuk Koloni L. bulgaricus (Pusponegoro, 2006)
b. Streptococcus thermophillus
S.thermophilus merupakan bakteri asam laktat berbentuk bulat (kokus)
dengan koloni berantai yang bersifat homofermentatif, bersifat gram positif, katalase
negatif, anaerob fakultatif, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih besar dari
6,5%. Bakteri ini tidak berspora, bersifat termodurik, dan menyukai suasana
mendekati netral dengan pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 6,5 (Helferich
dan Westhoff, 1980). Suhu optimal pertumbuhan pada 40 - 450C, tidak dapat tumbuh
pada suhu 150C (Hartanti, 2005) dan tumbuh optimum pada pH 6,5 namun masih
dapat bertahan pada pH 4,2 – 4,4.
S. thermophilus memfermentasi laktosa secara homofermentatif. Bakteri ini
dapat mengubah lebih dari 85% laktosa menjadi asam laktat namun tidak dapat hidup
dalam usus manusia, maka dari itu bukan termasuk ke dalam golongan bakteri
probiotik (Silvia, 2002). S. thermophilus selain dapat menghasilkan asam laktat juga
dapat menghasilkan enzim laktase yang berfungsi mengurai laktosa dalam susu
Koloni bakteri
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 24/34
29
menjadi glukosa dan galaktosa. S. thermophilus merupakan satu-satunya bakteri
genus Streptococci yang menghasilkan enzim laktase (Supriadi, 2003). Bentuk koloni
S. thermophilus disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Bentuk Koloni S. thermophilus(Wheatcroft, 2005)
c. Lactobacillus acidophillus
L. acidophilus berbentuk rantai dan bersifat homofermentatif, ditemukan
dalam usus manusia, sehingga bakteri ini dapat dikategorikan sebagai probiotik.
Bakteri ini tergolong Gram postif dan tidak membentuk spora. Menurut Tamime dan
Robinson (1989), L. acidophilus merupakan Lactobacili yang bersifat obligat
homofermentatif dan non-motil. Suhu optimum pertumbuhannya yaitu 35-450C, tidak
tumbuh pada suhu <150C dan pH optimum untuk pertumbuhannya yaitu 5,5-6,0 dan
dapat memproduksi asam laktat sebanyak 0,3-1,9%. Bentuk koloni L. acidophilus
disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Bentuk Koloni L. acidophilus
(Kalab, 2008)
Koloni bakteri
koloni
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 25/34
30
Menurut Nakazawa dan Hosono (1992), L. acidophilus memiliki beberapa
efek menguntungkan bagi tubuh manusia yaitu dapat meningkatkan metabolisme
protein, memiliki aktivitas antimikroba, mencegah konstipasi, mampu menekan
terjadinya kanker kolon, dan meningkatkan metabolisme vitamin B1, B2, B6, B12,
asam nikotinat, dan asam folat.
2.2.2. Mother Culture
Istilah tersebut dikenal juga dengan starter induk, merupakan jenis starter yang
disiapkan untuk menginokulasikan starter ke dalam susu (Surono, 2004). Mother
culture merupakan produk pertama dari inokulasi starter asli. Starter asli yang
digunakan dapat berupa starter yang dipelihara pada agar miring, media cair, atau
bentuk kering.
Umumnya mother culture terbuat dengan teknik yang sama pada pembuatan
yoghurt. Prosedur pembuatan mother culture yoghurt dapat dilihat pada Gambar 19
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Penakaran bahan-bahan dilakukan berdasarkan literatur atau prosedur pemakaian
yang tertera pada kemasan starter kering beku. Bahan utama dari produk mother
culture yoghurt ini dapat berupa susu murni, rekonstitusi susu bubuk full cream
atau susu bubuk skim.
b. Pasteurisasi susu murni pada suhu 85OC selama 15 menit, bertujuan untuk
menginaktivasi mikroorganisme yang tidak diinginkan selama proses fermentasi,
meningkatkan kemampuan protein susu dalam mengikat air sehingga terbentuk
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 26/34
31
lebih banyak curd padat, mengeluarkan oksigen dari susu sehingga mendukung
fermentasi anaerob (Adriani dalam Soeharsono, 2010).
c. Pendinginan sampai susu mencapai suhu 40 OC, agar bakteri starter yoghurt tidak
mengalami kenaikan suhu signifikan saat penginokulasian bakteri yang dapat
menyebabkan kematian sel.
d. Penginokulasian starter yoghurt, umumnya penambahan starter yoghurt dilakukan
dengan berbagai tingkatan persentase umumnya sebanyak 2-5% (Surono, 2004).
Tingkatan penambahan starter berpengaruh terhadap aktivasi bakteri dan produksi
asam.
e. Pengadukkan hingga starter tercampur merata
f. Penginkubasian pada suhu 42oC selama 6 jam, untuk membiarkan bakteri starter
tumbuh sehingga terjadi proses fermentasi susu menjadi asam. Suhu inkubasi
disesuaikan dengan kondisi tumbuh optimum dari bakteri pada starter. Proses
inkubasi dapat dihentikan apabila mother culture yoghurt telah mencapai pH 4,4
dan kadar asam tertitrasi mencapai 0,9%-1,2% (Surono, 2004).
2.2.3. Mekanisme Fermentasi Asam Laktat
Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang dapat memfermentasi laktosa dan
menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya (Fardiaz, 1992). Menurut
Hartanti (2005) bakteri ini dapat tumbuh pada hampir semua bahan pangan
khususnya susu, mampu menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri patogen dan pembusuk. Selain itu bakteri asam laktat aman untuk dikonsumsi,
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 27/34
32
oleh karena itu bakteri ini termasuk dalam kelompok GRAS (Generally Recognized
As Safe).
Menurut Surono dan Hosono (2000) dikutip Surono (2004), indikator penting
bagi starter diantaranya adalah mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi proses,
menghasilkan asam dalam waktu singkat selama proses fermentasi, menghasilkan
asam seminimal mungkin selama distribusi dan penyimpanan, tetap hidup selama
penyimpanan, dan membentuk citarasa dan konsistensi yang khas.
Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan mother culture yoghurt
adalah fermentasi asam laktat. Fermentasi optimum terjadi selama masa inkubasi
pada suhu 450C selama 3-4 jam. Proses fermentasi yang terjadi seperti tertera pada
Gambar 7.
Asam laktat merupakan produk utama yang dihasilkan dari perombakan
laktosa oleh bakteri homofermentatif. Bakteri homofermentatif menghasilkan lebih
dari 85% asam laktat sebagai produk metabolitnya (Surono, 2004). Starter bakteri
menggunakan laktosa sebagai sumber nutrisi dan menghasilkan asam laktat dengan
hasil sampingan seperti asetaldehid, asam asetat, diasetil dan etanol yang berpengaruh
terhadap aroma dan rasa yoghurt yang dihasilkan (Mariastuty, 2006).
Laktosa atau gula susu dirombak oleh enzim laktase seperi β -D-galaktosidase
dan β -D-fosfogalaktosidase yang dihasilkan oleh starter S. thermophilus dan L.
bulgaricus. Hasil perombakan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, kemudian
terjadi metabolisme melalui jalur glikolisis yang merupakan urutan reaksi oksidasi
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 28/34
33
glukosa menjadi asam piruvat, yang pada gilirannya menjadi asam laktat. Proses
tersebut melalui enzim laktase dehidrogenase (Helferich dan Westhoff, 1980).
Gambar 7. Skema Pembentukan Asam Laktat dalam Fermentasi Yoghurt
(Helferich dan Westhoff, 1980)
2.3. Krim Biskuit Sandwich
Istilah krim dalam aplikasinya pada produk baking dan confectionary bukan
mengarah pada produk susu (Manley, 2001). Krim adalah bentuk dispersi partikel
padat (gula) yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Menurut Matz
dan Matz (1978), krim pengisi atau cream filler dideskripsikan sebagai krim
teraerasi yang dicampur secara merata dengan gula, shortening, air, perisa, susu
atau subtitusinya. Menurut Manley (1991), ada persamaan antara krim dengan
pasta cokelat yaitu keduanya merupakan campuran lemak dan gula.
Laktosa
Asam piruvat(CH3COCOOH)
Glukosa (C6H12O6)
Glukosa dan GalaktosaGlukosa dan galaktosa – 6 – fosfat
β – D – galaktosidase β – D – fosfogalaktosidase
Asam laktat
(CH3COCOOH)
Asetaldehida + CO2
Glikolisis
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 29/34
34
Menurut Matz dan Matz (1978), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
oleh suatu krim antara lain:
a. Memiliki berat spesifik yang rendah dan memenuhi standar yang telah
ditentukan
b. Memiliki derajat kekerasan yang cukup; memiliki mouth feel yang baik
(tidak terasa tepung, tetapi memiliki flowing texture yang halus)
c. Tahan terhadap sineresis (pemisahan cairan dari gel); cepat meleleh dan larut
dalam mulut
d. Memiliki flavor yang lembut, halus, dan tidak gritty.
Krim pada dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan
penambahan flavor dan pewarna jika dianggap perlu (Matz dan Matz, 1978).
Jumlah lemak yang digunakan berkisar antara 22-46% dengan rata- rata sekitar 33%
(Manley, 1983). Jika jumlah lemak terlalu rendah, krim akan menjadi terlalu keras,
sedangkan jika jumlah lemak yang digunakan terlalu tinggi maka krim akan
terlalu bebas mengalir. Selain itu, jumlah lemak yang tinggi dalam krim pengisi
konfensional baik dalam bentuk minyak atau shortening, bertujuan untuk
memperoleh umur simpan, sifat kemudahan dioles, dan sifat organoleptik yang
diinginkan (Veny, 2002).
Asal dan jumlah lemak memegang peranan penting dalam menentukan
karakter krim. Krim pengisi umumnya menggunakan minyak nabati sehingga
bentuknya lebih cair dibandingkan dengan krim sandwich yang memiliki tekstur
lebih keras. Tingkat viskositas dari krim pengisi dapat diperbesar dengan
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 30/34
35
memperbanyak jumlah minyak yang digunakan atau dengan menambahkan
lesitin (Veny, 2002).
Krim dibuat dari bahan tepung gula, shortening, dan dapat ditambahkan susu
(Rieuwpassa, 2004). Bahan-bahan tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Tepung gula
Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995), tepung gula yang baik memiliki
syarat mutu seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Syarat Mutu Tepung Gula (SNI 01-3821-1995)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1.
1.11.2
1.3
2
3.
4.5.
6.
6.1
7.
8.
9.
9.1
9.29.39.4
9.510.
11.11.1
Keadaan:
BauRasa
Warna
Gula jumlah dihitung dalam
Sakarosa
Gula pereduksi
AirAbu
Benda asing
Serangga
Kehalusan lolos ayakan 80
mesh
Bahan Tambahan Makanan
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)Seng (Ze)Timah (Sn)
Raksa (Hg)Cemaran arsen (As)
Cemaran mikrobaAngka lempeng total
Bakteri berbentuk koli
--
-
%b/b
%b/b
%b/b%b/b
-
-
%b/b
Sesuai dengan SNI 01-02222-1987 dan
revisinya
mg/kg
mg/kgmg/kgmg/kg
mg/kgmg/kg
koloni/g
APM/g
normalnormal
normal
min. 93,0
maks. 0,2
maks. 0,2maks. 1,0
tidak boleh ada
tidak boleh ada
min. 80
Sesuai dengan SNI 01-02222-1987 dan
revisinya
Maks. 2,0
Maks. 20,0Maks. 40,0Maks. 40,0
Maks. 0,03Maks. 1,0
Maks. 3 x 103
Maks. < 3Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1995)
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 31/34
36
Gula merupakan bahan padatan yang berfungsi sebagai pengisi dari krim dan
memberikan rasa manis pada krim. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995),
tepung gula adalah tepung yang diperoleh dengan menghaluskan gula pasir dengan
atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
b) Shortening
Umumnya butter yang dijual di pasaran terdiri dari dua jenis yaitu butter-salted
dan butter-unsalted. Butter salted terbuat dari lemak susu yang dinetralkan dengan
garam-garam karbonat kemudian dipasteurisasi. Butter salted bersifat lebih tahan
lama dibandingkan butter unsalted .
Margarin baik digunakan sebagai bahan krim karena umumnya terbuat dari
lemak nabati yang bersifat plastis pada suhu ruang sehingga memberikan tekstur
padat pada krim, agak keras pada suhu rendah, dan segera mencair pada mulut.
Awalnya margarin dibuat dengan tujuan sebagai pengganti mentega dengan rupa,
bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin merupakan emulsi
air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung minimal 80% lemak.
2) Susu
Krim biskuit biasanya menggunakan susu untuk mengurangi rasa manis tetapi
memperbaiki flavor secara keseluruhan (Matz, 1978). Susu yang digunakan bisa
dalam bentuk cair atau bubuk. Jumlah susu yang ditambahkan biasanya 5% dari berat
krim keseluruhan.
Kadar air bahan baku harus dijaga serendah mungkin, jumlah air tertentu
dapat menimbulkan kesulitan dalam pengisian. Air cenderung menimbulkan
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 32/34
37
Tepung gula,+
susu skim +
cokelat bubuk
Pengadukkan kecepatan rendah (t = 1 menit)
Pengadukan kecepatan tinggi (t = 2 menit)
Pengadukkan kecepatan rendah (t = 1 menit)
Pengadukan kecepatan tinggi (t = 2 menit)
Krim Sandwich
Shortening krim+ lesitin + aerating agent
aglomerasi gula, gumpalan gula yang cukup besar akan merusak pompa dan mesin
lain (Matz dan Matz, 1978).
2.3.1. Pembuatan Krim Biskuit Sandwich
Menurut Veny (2002), proses pembuatan krim biskuit sandwich yang dilakukan
di PT. Arnott’s Indonesia, dimulai dengan pengadukkan shortening krim, lesitin, dan
aerating agent menggunakan horizontal mixer dengan kecepatan rendah selama satu
menit. Pengadukan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Tepung
gula, susu skim, dan cokelat bubuk ditambahkan, kemudian campuran diaduk dengan
kecepatan rendah selama satu menit. Proses pembuatan krim diakhiri dengan
pengadukan kecepatan tinggi selama tiga menit. Diagram alir pembuatan krim biskuit
sandwich dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Krim Sandwich
(Veny, 2002)
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 33/34
38
2.3.2. Krim Biskuit Sandwich Probiotik
Menurut Codex Alimentarius (2010), krim yang mengandung bahan hasil
produk fermentasi dengan melibatkan starter tertentu seperti produk susu acidophilus,
kefir, koumiss, dan sejenisnya, maka krim tersebut digolongkan sebagai krim
fermentasi/ fermented cream. Menurut hasil penelitian Harianti (2009), krim probiotik
dapat dibuat dengan modifikasi formula krim biskuit dari penelitian Rieuwpasaa
(2004).
Krim biskuit sandwich memiliki proporsi tepung gula yang tinggi yaitu 75%
(Rieuwpassa,2004). Menurut Buckle (1987), bahan pangan yang mengandung 40%
gula akan memiliki daya tahan simpan yang tinggi. Kadar gula tinggi memberikan
tekanan osmotik pada dinding sel bakteri sehingga dinding bakteri mudah rusak dan
mati, oleh karena itu bakteri probiotik perlu dijaga viabilitasnya baik sebelum
maupun sesudah masuk ke saluran pencernaan.
Pada penelitian Harianti (2009), modifikasi krim biskuit dilakukan dengan
menambahkan starter kering bakteri probiotik Enterococcus faecium sebanyak 1,4 g
pelet/kg krim. Jumlah penambahan tersebut berdasarkan dari banyaknya krim yang
dibuat (1000 g) dikalikan dengan efek probiotik yang memberikan kesehatan bagi
manusia (108 cfu/g) dan dibagi dengan uji viabilitas BAL dan pelet yang telah
dimikroenkapsulasi (7,4 x 1010
cfu/g).
Bakteri E. faecium sebelumnya di mikroenkapsulasi dengan metode FBD
(Fluidized Bed Dryer ). Mikroenkapsulasi ini dilakukan untuk mempertahankan
7/23/2019 240210070047_2_7242
http://slidepdf.com/reader/full/24021007004727242 34/34
39
viabilitas probiotik dari lingkungan yang ekstrim saat melewati saluran pencernaan
dan masa penyimpanan.
Hasil penelitian ini, satu biskuit sandwich mengandung 108 cfu/g probiotik E.
faecium. Tabel 6 menunjukkan hasil analisis fisik, kimia, mikrobiologi, dan in vivo
krim biskuit probiotik dan krim non-probiotik:
Tabel 6. Hasil Analisis Krim Biskuit Probiotik dan Non-Probiotik
No. Analisis Krim Probiotik E. faecium
Krim Non-probiotik
1.
1.1
1.2
Fisik:
pH
Densitas Kamba
5,94
1,34 g/ml
6,16
1,34 g/ml
2.
2.1
2.2
2.3
2.42.5
Kimia:
Kadar Air
Kadar Protein
Kadar Abu
Kadar LemakKadar Karbohidrat by
difference
2,63% (b/b)
0,75% (b/k)
0,46% (b/k)
15,74% (b/k)83,04% (b/k)
2,96% (b/b) atau
3.05% (b/k)
0,47% (b/k)
0,36% (b/k)
16,19% (b/k)82,98% (b/k)
3.
3.1
3.2
3.3
Mikrobiologi:
TPC BAL
Total Mikroba
Total Kapang & Khamir
1,42 x 108 cfu/g
3,2 x 104 cfu/g
3,0 x 101 cfu/g
0
3,2 x 104 cfu/g
0
Sumber: Harianti (2009)
Hasil uji in vivo yang dilakukan pada tikus galur Sprague Dauley, menunjukkan
pemberian pakan krim probiotik setiap dua hari sekali meningkatkan rata-rata berat
badan tikus yang semula berkisar antar 60,20 g – 61,90 g menjadi 123,84 g – 143,98
g. Total mikroba fekal pada tikus yang diberi pakan krim probiotik setiap 2 hari
sekali berbeda nyata terhadap perlakuan lain pada hari ke 7, yaitu dengan jumlah
tertinggi 2,14 x 109 cfu/g.