72
1 PROTOKOL PERABOI 2003

250697918-Buku-Peraboi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perabai

Citation preview

Page 1: 250697918-Buku-Peraboi

1

PROTOKOL

PERABOI 2003

Page 2: 250697918-Buku-Peraboi

2

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KASUS

BEDAH ONKOLOGI 2003

PERHIMPUNAN AHLI BEDAH ONKOLOGI INDONESIA

( PERABOI ) 2004

Page 3: 250697918-Buku-Peraboi

3

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KASUS PERABOI 2003 Diterbitkan oleh : PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) Edisi I Cetakan I 2004 Hak Cipta pada : PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) d/a Sub Bagian/SMF Bedah Onkologi, Kepala & Leher Bagian/SMF Ilmu Bedah FK UNPAD/Perjan RSHS Jl. Pasteur 36 Bandung 40161 Telpon/Fax 022-2034655 e-mail : [email protected] DILARANG MEMPERBANYAK TANPA IZIN PERABOI ISBN : ISSN :

Pengantar

Page 4: 250697918-Buku-Peraboi

4

KONSEP SAMBUTAN KETUA PP PERABOI 2000-2003 Assalamu alaikum Wr. Wb. Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas kemudahan yang dilimpahkanNya mulai dari perumusan protocol sampai terbitnya protokol ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa penanganan kanker haruslah direncanakan sebaik mungkin karena penanganan pertama adalah kesempatan yang terbaik buat penderita untuk mencapai tingkat kesembuhan yang optimal, penanganan kedua dan seterusnya tidak mungkin dapat memperbaiki kesalahan pada tindakan pertama. Masih banyak penanganan kanker yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Bedah Onkologi yang berakibat terjadinya kekambuhan atau residif, baik local maupun sistemik. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) Periode 2000-2003 menyususn Protokol Penatalaksanaan Kanker yang meliputi kanker payudara, tiroid, rongga mulut, kelenjar liur, kulit dan sarkoma jaringan lunak. Saya ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para sejawat yang berperan aktif dalam penyusunan protocol ini, semoga segala jerih payah sejawat mendapat ganjaran yang berlimpah dari Yang Maha Kuasa. Akhir kata, semoga Protokol Peraboi ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh sejawat yang berperan dalam pengelolaan kanker. Wassalamu alaikum wr. Wb. Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Sambutan

Page 5: 250697918-Buku-Peraboi

5

DAFTAR ISI

• Kata Pengantar • Sambutan

• Sambutan • Daftar Isi • Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara

• Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker

Tiroid • Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker

Kelenjar Liur • Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga

Mulut • Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit • Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan

Lunak

Page 6: 250697918-Buku-Peraboi

6

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

Page 7: 250697918-Buku-Peraboi

7

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara

Ketua : Dr. Muchlis Ramli, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Burmansyah, SpB(K)Onk Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk Dr. Dradjat R. Suardi, SpB(K)Onlk Dr. Eddy H, Tanggo, SpB(K)Onk Dr. I.B. Tjakra W. Manuaba, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

I. PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat; seperti halnya diluar negeri (Negara Barat). Angka kejadian Kanker Payudara di AS misalnya 92/100.000 wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan “Pathological Based Registration“ Kanker Payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut. Disisi lain kemajuan “Iptekdok“ serta ilmu dasar biomolekuler, sangat berkembang dan tentunya mempengaruhi tata cara penanganan kanker payudara itu sendiri mulai dari deteksi dini, diagnostik dan terapi serta rehabilitasi dan follow up. Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) telah mempunyai protokol penanganan kanker payudara (tahun 1990). Protokol ini dimaksudkan pula untuk dapat :

Menyamakan persepsi penanganan dari semua dokter yang berkecimpung dalam Kanker Payudara atau dari senter

Bertukar informasi dalam bahasa yang sama Digunakan untuk penelitian dalam aspek keberhasilan

terapi Mengukur mutu pelayanan

Kemajuan Iptekdok yang cepat seperti dijelaskan diatas, membuat PERABOI perlu mengantisipasi keadaan ini dengan sebaik-baiknya melalui revisi Protokol Kanker Payudara 1988 dengan Protokol Kanker Payudara PERABOI 2002.

Ka

nk

er

Pa

yu

da

ra

Page 8: 250697918-Buku-Peraboi

8

II. KLASIFIKASI HISTOLOGIK WHO / JAPANESE BREAST CANCER SOCIETY : Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologik berdasarkan :

• WHO Histological classification of breast tumors • Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological

classification of breast tumors Malignant ( Carcinoma ) 1. Non invasive carcinoma

a) Non invasive ductal carcinoma b) Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma a) Invasive ductal carcinoma

a1. Papillobular carcinoma a2. Solid-tubular carcinoma a3. Scirrhous carcinoma

b) Special types b1. Mucinous carcinoma b2. Medullary carcinoma b3. Invasive lobular carcinoma b4. Adenoid cystic carcinoma b5. Squamous ceel carcinoma b6. Spindel cell carcinoma b7. Apocrine carcinoma b8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia b9. Tubular carcinoma b10. Secretory carcinoma b11. Others

c). Paget’s dsease. III. KLASIFIKASI STADIUM TNM ( UICC / AJCC ) 2002 Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJC tahun 2002 adalah sebagai berikut : T = ukuran tumor primer Ukuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai. T0 : Tidak terdapat tumor primer. Tis : Karsinoma in situ. Tis(DCIS) : Ductal carcinoma in situ. Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ. Tis (Paget's) : Penyakit Paget pada puting tanpa

adanya tumor. Catatan : Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang.

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm. T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya

lebih dari 2 cm sampai 5 cm. T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar

lebih dari 5 cm. T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau kulit. T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot

pektoralis. T4b : Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi,

nodul satelit pada kulit yang terbatas pada 1 payudara.

T4c : Mencakup kedua hal diatas. T4d : Mastitis karsinomatosa.

N = Kelenjar getah bening regional. Klinis :

Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya ).

N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.

Page 9: 250697918-Buku-Peraboi

9

N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.

N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* ) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat ke struktur lain. N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna

ipsilateral secara klinis * dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.

N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila / mamaria interna.

N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral. N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb

aksila. N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan : * Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging ( diluar limfoscintigrafi ).

Patologi (pN) a

pNX : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya atau tidak diangkat)

pN0 : Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi , tanpa pemeriksaan tambahan untuk "isolated tumor cells" ( ITC ).

Catatan : ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan ukuran tidak lebih dari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan pewarnaan imunohistokimia (IHC) atay metode molekular lainnya tapi masih dalam pewarnaan H&E. ITC tidak selalu

menunjukkan adanya aktifitas keganasan seperti proliferasi atau reaksi stromal.

pN0(i-) : Tidak terdapat metastsis kgb secara histologis , IHC negatif.

pN0(i+) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC positif, tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm.

pN0(mol-) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular negatif ( RT-PCR) b.

pN0(mol + ) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular positif (RT-PCR).

Catatan : a: klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node, contohnya : pN0(i+) (sn). b: RT-PCR : reverse transcriptase / polymerase chain reaction.

pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria interna (klinis negatif*) secara mikroskopis yang terdeteksi dengan sentinel node diseksi.

pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm).

pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1 - 3 buah. pN1b : Metastasis pada kgb mamaria interna

(klinis negatif*) secara mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node.

pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb mamaria interna secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila yang positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor).

pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat pembesaran kgb

Page 10: 250697918-Buku-Peraboi

10

mamaria interna tanpa adanya metastasis kgb aksila.

pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang terdapat 1 deposit tumor lebih dari 2,0 mmm).

pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa metastasis kgb aksila.

pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila ; atau infraklavikula atau metastasis kgb mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih kgb aksila yang positif ; atau pada metastasis kgb aksila yang positif lebih dari 3 dengan metastasis mikroskopis kgb mamaria interna negatif ; atau pada kgb supraklavikula.

pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurang satu deposit tumor lebih dari 2,0 mm), atau metastasis pada kgb infraklavikula.

pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis pada kgb aksila 3 buah dengan terdapat metastasis mikroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif

pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral.

Catatan : * tidak terdeteksi secara klinis / klinis negatif : adalah tidak terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan pemeriksaan fisik. M : metastasis jauh.

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai. M0 : Tidak terdapat metastasis jauh. M1 : Terdapat metastasis jauh.

Grup stadium :

Stadium 0 : Tis N0 M0 Stadium 1 : T1* N0 M0 Stadium IIA : T0 N1 M0 T1* N1 M0 T2 N0 M0 Stadium IIB : T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stadium IIIA : T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Stadium IIIB : T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 Stadium IIIc : Any T N3 M0 Stadium IV : AnyT Any N M1

Catatan : * T1: termasuk T1 mic

Kesimpulan perubahan pada TNM 2002 :

1. Mikrometastasis dibedakan antara "isolated tumor cells" berdasarkan ukuran dan histologi aktifitas keganasan.

2. Memasukkan penilaian sentinel node dan pewarnaan imunohistokimia atau pemeriksaan molekular.

3. Klasifikasi mayor pada status kgb tergantung pada jumlah kgb aksila yang positif dengan pewarnaan H&E atau imunohistokimia.

4. Klasifikasi metastasis pada kgb infraklavikula ditambahkan sebagai N3.

5. Penilaian metastasis pada kgb mamaria interna berdasarkan ada atau tidaknya metastasis pada kgb aksila. Kgb mamaria interna positif secara mikroskopis yang terdeteksi melalui sentinel node dengan menggunakan limfoscintigrafi tapi pada pemeriksaan pencitraan dan klinis negatif diklasifikasikan sebagai N1. Metastasis secara makroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi secara pencitraan (kecuali limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan fisik dikelompokkan sebagai N2 jika tidak terdapat metastasis pada kgb aksila, namun jika

Page 11: 250697918-Buku-Peraboi

11

terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan sebagai N3.

6. Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan sebagai N3.

Tipe Histopatologi

In situ carcinoma NOS ( no otherwise specified ) Intraductal Paget’s disease and intraductal

Invasive Carcinomas NOS Ductal Inflammatory Medulary , NOS Medullary with lymphoid stroma Mucinous Papillary ( predominantly micropapillary pattern ) Tubular Lobular Paget’s disease and infiltrating Undifferentiated Squamous cell Adenoid cystic Secretory Cribriform

G : gradasi histologis Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut “The Nottingham combined histologic grade“ ( menurut Elston-Ellis yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson ). Gradasinya adalah menurut sebagai berikut :

GX : Grading tidak dapat dinilai. G1 : Low grade. G2 : Intermediate grade. G3 : High grade.

Stadium klinik (cTNM) harus dicantumkan pada setiap diagnosa KPD atau suspect KPD. pTNM harus dicantumkan pada setiap hasil pemeiksaan KPD yang disertai dengan cTNM

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesis :

a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.

∗ Benjolan ∗ Kecepatan tumbuh ∗ Rasa sakit ∗ Nipple discharge ∗ Nipple retraksi dan sejak kapan ∗ Krusta pada areola ∗ Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange,

ulserasi, venectasi ∗ Perubahan warna kulit ∗ Benjolan ketiak ∗ Edema lengan

b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastase, al :

∗ Nyeri tulang (vertebra, femur) ∗ Rasa penuh di ulu hati ∗ Batuk ∗ Sesak ∗ Sakit kepala hebat, dll

c. Faktor-faktor resiko ∗ Usia penderita ∗ Usia melahirkan anak pertama ∗ Punya anak atau tidak ∗ Riwayat menyusukan ∗ Riwayat menstruasi

menstruasi pertama pada usia berapa

Page 12: 250697918-Buku-Peraboi

12

keteraturan siklus menstruasi menopause pada usia berapa

∗ Riwayat pemakaian obat hormonal ∗ Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker

payudara atau kanker lain. ∗ Riwayat pernah operasi tumor payudara atau

tumor ginekologik ∗ Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik a. Status generalis, cantumkan performance status b. Status lokalis :

- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa - Masa tumor :

∗ lokasi ∗ ukuran ∗ konsistensi ∗ permukaan ∗ bentuk dan batas tumor ∗ jumlah tumor ∗ terfixasi atau tidak ke jaringan mama

sekitar, kulit, m.pectoralis dan dinding dada

- perubahan kulit : ∗ kemerahan, dimpling, edema, nodul

satelit ∗ peau d’orange, ulserasi

- nipple : ∗ tertarik ∗ erosi ∗ krusta ∗ discharge

- status kelenjar getah bening ∗ KGB axila : Jumlah,

ukuran, konsistensi, terfixir satu sama lain atau jaringan sekitar

∗ KGB infra clavicula : idem ∗ KGB supra clavicula : idem

- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :

∗ Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)

B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging : 1. Diharuskan (recommended)

∗ USG payudara dan Mamografi untuk tumor ≤ 3 cm ∗ Foto Thorax ∗ USG Abdomen

2. Optional (atas indikasi)

∗ Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)

∗ CT scan

C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi

Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas Note : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC

D. Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostic).

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau paraffin. Bahan pemeriksaan Histopatologi diambil melalui :

• Core Biopsy • Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm • Biopsi Insisional untuk tumor

o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif o inoperable

• Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB

Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53. (situasional) E. Laboratorium :

Page 13: 250697918-Buku-Peraboi

13

Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis V. SCREENING

Metoda :

• SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) • Pemeriksaan Fisik • Mamografi

* SADARI : - Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir * Pemeriksaan Fisik : Oleh dokter secara lige artis. * Mamografi : - Pada wanita diatas 35 tahun – 50tahun : setiap 2 tahun - Pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun. Catatan: Pada daerah yang tidak ada mamografi USG, untuk deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja. VI. PROSEDUR TERAPI A. Modalitas terapi

• Operasi • Radiasi • Kemoterapi • Hormonal terapi • Molecular targeting therapy (biology therapy)

Operasi :

Jenis operasi untuk terapi ∗ BCS (Breast Conserving Surgery) ∗ Simpel mastektomi ∗ Modified radikal mastektomi ∗ Radikal mastektomi

Radiasi : ∗ primer

∗ adjuvan ∗ paliatif

Kemoterapi : ∗ Harus kombinasi ∗ Kombinasi yang dipakai

CMF CAF,CEF Taxane + Doxorubicin Capecetabin

Hormonal :

∗ Ablative : bilateral Ovorektomi ∗ Additive : Tamoxifen ∗ Optional :

Aromatase inhibitor GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb

B.Terapi Ad. 1 Kanker payudara stadium 0

Dilakukan : - BCS - Mastektomi simple Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan imejing. Indikasi BCS

o T 3 cm o Pasien menginginkan mempertahankan

payudaranya Syarat BCS

o Keinginan penderita setelah dilakukan informent consent

o Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan

o Tumor tidak terletak sentral o Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara

cukup baik untuk kosmetik pasca BCS

Page 14: 250697918-Buku-Peraboi

14

o Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus (luas)

o Tumor tidak multipel o Belum pernah terapi radiasi didada o Tidak menderita penyakit LE atau penyakit

kolagen o Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

Ad. 2 Kanker payudara stadium dini / operabel :

Dilakukan :

- BCS - Mastektomi radikal - Modified mastektomi radikal

BCS (harus mempunyai syarat-syarat tertentu seperti diatas)

Terapi adjuvant : o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+) o Pemberiannya tergantung dari :

- Node (+)/(-) - ER/PR - Usia pre menopause atau post menopause

o Dapat berupa : - radiasi - kemoterapi - hormonal terapi

Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negative)

Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk

Premenopause ER (+) / PR (+)

ER (-) / PR (-) Kh + Tam / Ov Kh

Post menopause ER (+) / PR (+) ER (-) / PR (-)

Tam + Khemo Kh

Old Age ER (+) / PR (+) ER (-) / PR (-)

Tam + Khemo Kh

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positive)

Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk Premenopausal ER (+) / PR (+)

ER (-) and PR (-) Kh + Tam / Ov Kh

Post menopausal ER (+) / PR (+) ER (-) and/ PR (-)

KH + Tam Kh

Old Age ER (+) / PR (+) ER (-) and PR (-)

Tam + Khemo Kh

High risk group :

• Age < 40 tahun • High grade • ER/PR negatif • Tumor progressive (Vasc,Lymph invasion) • High thymidin index

Terapi adjuvant :

∗ Radiasi Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb :

Setelah tindakan operasi terbatas (BCS) Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor Tumor sentral/medial KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler

Acuan pemberian radiasi sbb : Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara

dan aksila beserta supraklavikula,kecuali : - Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN

,maka tidak dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.

- Pada keadaan tumor dimedia/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna.

Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb :

- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi

sayatan dekat tumor atau post BCS)

Page 15: 250697918-Buku-Peraboi

15

- Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik

atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15 Gy

o Kemoterapi Kemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC Kemoterapi adjuvant : 6 siklus Kemoterapi palliatif : 12 siklus Kemoterapi Neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer ditambah - 3 siklus pasca terapi primer

Kombinasi CAF

Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1 A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1 Interval : 3 minggu

Kombinasi CEF Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1

E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1 Interval : 3 minggu

Kombinasi CMF Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2

hari 1 s/d 14 M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8

Interval : 4 minggu Kombinasi AC

Dosis A : Adriamicin C : Cyclophospamide

Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubicin - Capecitabine - Gemcitabine

o Hormonal terapi :

Macam terapi hormonal 1. Additive : pemberian tamoxifen

2. Ablative : bilateral Oophorectomi Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor ER + PR +

ER + PR – ER - PR +

2. Status hormonal Additive : Apabila

ER - PR + ER + PR – (menopause tanpa

pemeriksaan ER & PR) ER - PR + Ablasi : Apabila

- tanpa pemeriksaan reseptor - premenopause - menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)

- perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing

Ad.3 Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)

Ad.3.1 Operable Locally advanced

Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi

Ad.3.2 Inoperable Locally advanced

Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi

Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi

Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.

Ad.4 Kanker payudara lanjut metastase jauh

Prinsip : • Sifat terapi palliatif

• Terapi systemik merupakan terapi primer (Kemoterapi dan hormonal terapi)

• Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

Page 16: 250697918-Buku-Peraboi

16

VII. REHABILITASI DAN FOLLOW UP : Rehabilitasi : Pra operatif

- latihan pernafasan - latihan batuk efektif

Pasca operatif : hari 1-2 - latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi - untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh - untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik - latihan relaksasi otot leher dan toraks - aktif mobilisasi hari 3-5 - latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap) - latihan relaksasi - aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani hari 6 dan seterusnya - bebas gerakan - edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema

Follow up : tahun 1 dan 2 → kontrol tiap 2 bulan tahun 3 s/d 5 → kontrol tiap 3 bulan setelah tahun 5 → kontrol tiap 6 bulan

Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol Thorax foto : tiap 6 bulan Lab, marker : tiap 2-3 bulan Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada

indikasi USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada

indikasi

Bone scaning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: 250697918-Buku-Peraboi

17

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER TIROID

Page 18: 250697918-Buku-Peraboi

18

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid Ketua : Prof. Dr. Pisi Lukitto, SpB(K)Onk,KBD Anggota : Prof. Dr. Adrie Manoppo, SpB(K)Onk

Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk

Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Prof. Dr. John Pieter, SPB(K)Onk Dr. Kunta Setiadji, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Sunarto Reksoprawiro, spB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER TIROID

I. PENDAHULUAN Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathologycal Based Registration” di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan.

Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya untuk kanker tiroid. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protokol yang telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat : • Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/kanker

tiroid. • Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama. • Menjadi tolok ukur mutu pelayanan • Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah

onkologi • Bermanfaat untuk penelitian bersama II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN SISTEM TNM Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO: Tumor epitel maligna

Karsinoma folikulare Karsinoma papilare Campuran karsinoma folikulare-papilare Karsinoma anaplastik ( Undifferentiated ) Karsinoma sel skuamosa Karsinoma Tiroid medulare

Tumor non-epitel maligna

Fibrosarkoma Lain-lain

Tu

mo

r /

Ka

nk

er

Tir

oid

Page 19: 250697918-Buku-Peraboi

19

Tumor maligna lainnya

Sarkoma Limfoma maligna Haemangiothelioma maligna Teratoma maligna

Tumor Sekunder dan Unclassified tumors Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare, karsinoma folikulare, “ hurthle cell tumors “ , “ clear cell tumors “, tumor sell skuamous, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma “ Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik. Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 - 2002

T-Tumor Primer Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak didapat tumor primer T1. Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas pada tiroid T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm

tetapi tidak lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid

T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid) T4a Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan

menginvasi ke tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus recurren

T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri karotis

T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid£

T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul tiroid$

Catatan : Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m) *Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4 £Karsinoma anaplastik intratiroid – resektabel secara bedah $Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah N Kelenjar Getah Bening Regional Nx Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI (pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian) N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical

unilateral, bilateral atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior

M Metastasis jauh Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak terdapat metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh

Terdapat empat tipe histopatologi mayor : - Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular) - Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hürthle cell carcinoma) - Medullary carcinoma - Anaplastic/undifferentiated carcinoma

Stadium klinis Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 th Stadium I Any T Any N M0 Stadium II Any T Any N M1

Page 20: 250697918-Buku-Peraboi

20

Papilare atau Folikulare umur >45tahun dan Medulare Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2 N0 M0 Stadium III T3 N0 M0 T1,T2,T3 N1a M0 Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0 T4a N0,N1 M0 Stadium IVB T4b TiapN M0 Stadium IVC TiapT TiapN M1

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV) Stadium IVA T4a Tiap N M0 Stadium IVB T4b Tiap N M0 Stadium IVC TiapT TiapN M1

III. PROSEDUR DIAGNOSTIK a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 1. Pengaruh usia dan jenis kelamin

Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.

2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala

Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37%

3. Kecepatan tumbuh tumor

Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat Nodul ganas membesar dengan cepat Nodul anaplastik membesar sangat cepat Kista dapat membesar dengan cepat

4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.

Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.

5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga. Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.

6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik • Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau

multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya.

• Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

• Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada calvaria, tulang belakang, clavicula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak.

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

• Human thyroglobulin, suatu ‘tumor marker’ untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid

• Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.

2. Pemeriksaan radiologis

• Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior,

untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ‘soft tissue technique’ dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.

• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.

• Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan.

3. Pemeriksaan ultrasonografi

Page 21: 250697918-Buku-Peraboi

21

Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.

4. Pemeriksaan sidik tiroid

Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warn nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).

Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus

(BAJAH)

Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.

Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.

6. Pemeriksaan Histopatologi

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:

• Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun • Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak • Disfagia, sesak nafas perubahan suara • Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras • Ada pembesaran kelenjar getah bening leher • Ada tanda-tanda metastasis jauh.

IV. PENATALAKSANAAN NODUL TIROID Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi 2. Karsinoma papilare.

Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. - Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.

Page 22: 250697918-Buku-Peraboi

22

- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma Folikulare Dilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma Medulare Dilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma Anaplastik - Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. - Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu : 1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan

“Hurthle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Bagan I

Nodul Tiroid

Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

Inoperabel Operabel

FNAB

Biopsi Insisi Isthmolobektomi

Lesi jinak VC Suspek maligna Benigna

Folikulare pattern Hurthle cell

Papilare Folikulare Medulare Anaplastik

Supresi TSH 6 bulan

Risiko Risiko Membesar Mengecil Rendah Tinggi Tidak ada Perubahan Debulking Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/ Khemotherapi

Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.

Page 23: 250697918-Buku-Peraboi

23

Bagan Penatalaksanaan Alternatif Nodul Tiroid Bagan II

Nodul Tiroid

Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

Inoperabel Operabel

Observasi

Biopsi Insisi Lobektomi Isthmolobektomi -Gejala penekanan -Terapi konservatif

Blok paraffin suprsi TSH gagal -Kosmetik Lesi jinak Ganas

Operasi selesai

Papilare Folikulare Medulare Anaplastik

Risiko Risiko Rendah Tinggi Debulking Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/ Khemotherapi

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.

Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel . Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas permukaan tubuh ( LPT ) Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar. Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND” Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar. Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sterno cleidomastoidius dilakukan TT + RND modifikasi 2.

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Regional

Bagan III KT + Metastasis Regional

Inoperabel Operabel Infiltrasi ke N.Acessorius V.Jugularis M.Sterno Infiltrasi Interna cleidomas ( - ) Toideus Radioterapi TT + RND TT + RND TT + RND TT + RND Khemoradio Standar Modif. 1 Modif 2 “Functional” terapi

Page 24: 250697918-Buku-Peraboi

24

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131

kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi subpresi/subtitusi. Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif . Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Jauh

Bagan IV

KT + Metastasis Jauh

Diferensiasi Buruk Diferensiasi Baik TT + Radiasi interna Khemoterapi Respon (-) Respon (+)

Terapi supresi & substitusi

V. FOLLOW UP a. Karsinoma Tiroid berdiferensiasi baik Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.

• Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤ 0,1

• Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi.

Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu sebelum pemeriksaan.

• Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi.

• Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.

Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.

Page 25: 250697918-Buku-Peraboi

25

Bagan Follow Up Kanker Tiroid Berdiferensiasi baik Bagan V Tiroidektomi Total 4 minggu Sidik tiroid Sisa jaringan tiroid Sisa jaringan tiroid (+) (-) Ablasi Terapi supresi/ Radiasi Substitusi` interna 6 bulan Sidik seluruh tubuh Metastasis (-) Metastasis (+) b. Karsinoma Tiroid jenis medulare Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.

• Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,

• Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus Catheterition ) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.

Ada 3 rangkaian yang diteruskan :

1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitenin

2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi 3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel

atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya paliatif

Bagan VI

Tiroidektomi Total

3 bulan pasca operasi periksa - Kalsitonin

Kadar Kalsitonin Rendah / 0 Kadar Kalsitonin ≥ 10 ng/ml

Observasi CT Scan, MRI, SVC Residif Lokal (-) Residif Lokal (+) Metastasis Jauh

Re Eksisi Operabel Inoperabel

Eksisi Paliatif KEPUSTAKAAN

1. Burch H.B, Evaluation and Management of The Solid Thyroid Nodule, in Burman K.D; Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 1995, 24: 4 pp 663 – 710

2. Cady B, Rossi RL., Differentiaded Carcinoma of Thyroid

Bland in. Cady B., Surgery of The Thyroid and Parathyroid Blands, 3rd ed, with Saunders Philadelphia, 1991, pp 139-151.

3. Collin SL. Thyroid Cancer: Controversies and

Etiopathogenesis in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1997, pp 495 – 564.

4. Donovan DT, Gabel R.F. Medullary Thyroid Carcinoma and

The Multiple Endocrine Neoplasia Syndrome in Falk SA Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine

Page 26: 250697918-Buku-Peraboi

26

and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1977, 619-644

5. Fraker D.L, Skarulis M., Livolsi V, Thyroid Tumors in De

vita Jr. V.T., Hellen S. Rosenberg SA; Cancer Principles Practise of Oncology, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001, pp 1940-1760.

6. From G. L N. Lawson VG : Solitary Thyroid Nodule : Concept in Diagnosis and treatment in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1997, pp 411-429.

7. Harmanek P and Sobin LH TNM Classification of Malignant Tumour. 4th ed International Union Against Cancer. Springer-Verlag. 1987 pp 33-36

8. Masjhur JS. Protokol pengobatan karsinoma tiroiddenga

Iodium radioaktif. Prosiding Endokrinologi Klinik II. Masjhur JS dan Kariadi SHK ( Eds). Kelompok Studi Endokrinologi dan Penyakit Metabolik Fak.Kedokteran Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 1995:R1-14

9. Sadler G. P et al, Thyroid and Parathyroid in Schwartz S.I

et al :Principles of Surgery 7th ed, The Mc Graw Hill, St. Louis, 1999, pp.1681-1694.

10. Strong E.W; Evaluation and Surgical Treatment of Papillary

and Follicular Carcinoma in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1997, pp 565 – 586.

11. St. Lous J.D et al, Follicular Neoplasm: Dec Role for

Observation, Fine Needle Aspiration Biopsy, Thyroid Susppressions and Surgery, Seminars in Surgical Oncology 1999, 16:5-11.

12. Whine RM Jr, : Thyroid in Myers EM; Head and Neck Oncology Diagnosis, Treatment and Rehabilitation, S ed, Little, Brown and Company Boston/Toronto/Canada, 1991, pp 299-310

LAMPIRAN 1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk adalah KT anaplastik

dan medulare

2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah KT papilare dan folikulare Dibedakan atas kelompok risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size)

Risiko rendah : a. - Laki-laki umur < 41 th, wanita < 51 th - Tidak ada metastasis jauh b. - Laki-laki umur > 41 th, wanita > 51 th - Tidak ada metastasis jauh -Tumor primer masih terbatas didalam tiroid untuk

karsinoma papilare atau invasi kapsul yang minimal untuk karsinoma folikulare

- Ukuran tumor primer < 5 cm Risiko tinggi :

a. Semua pasien dengan metastasis jauh

Page 27: 250697918-Buku-Peraboi

27

b. Laki-laki umur < 41th, wanita < 51 th dengan invasi kapsul yang luas pada karsinoma folikulare

c. Laki-laki umur > 41 th, wanita >51 th dengan karsinoma papilare invasi ekstra tiroid atau karsinoma folikulare dengan invasi kaspul yang luas dan ukuran tumor primer ≥ 5 cm.

3. Tiroidektomi totalis artinya semua kel. tiroid diangkat.

4. Near total thyroidectomy artinya isthmolobektomi dekstra dan

lobektomi subtotal sinistra dan sebaliknya, sisa jaringan tiroid masing-masing 1 – 2 gram

5. Tiroidektomi subtotal bilateral artinya mengangkat sebagian

besar tiroid lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri sisa jaringan tiroid masing-masing 2 - 4 gram

6. Isthmolobektomi artinya mengangkat isthmus juga, karena

batas isthmus itu “imaginer” melewati pinggir tepi trachea c.l.(kontra lateral)

7. Lobektomi artinya mengangkat satu lobus saja atau secara

rinci : a. Lobektomi totalis dekstra atau lobektomi totalis

sinistra. b. Lobektomi subtotal dekstra artinya mengangkat

sebagian besar lobus kanan, sisa 3 gram. c. Lobektomi subtotal saja tidak dilakukan sendiri tanpa

7 a. Catatan : pada pengangkatan kelenjar tiroid yang disebutkan diatas dengan sendirinya bila ada tumor harus diangkat. Istilah “strumectomy” tidak dipakai karena kemungkinan memberikan pengertian yang salah, seolah-olah hanya benjolan saja yang diangkat. Istilah “enukleasi” artinya pengangkatan rodulnya saja, dan cara ini tidak dibenarkan pada pembedahan tiroid.

8. RND (Diseksi leher radikal) Standar

Pengangkatan seluruh jaringan limfoid didaerah leher sisi ybs dengan menyertakan pengangkatan n. ascesorius, v. jugularis ekterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan

m.omohyodius dan kelenjar ludah submandibularis dan “tail parotis”

9. RND modifikasi 1 : RND dengan mempertahankan

n.ascessorius

10. RND modifikasi 2 : RND dengan mempertahankan n.ascessorius dan v. jugularis interna

11. RND functional : RND dengan mempertahankan

n.ascessorius ,v. jugularis interna dan m. sternocleidomastoideus

Page 28: 250697918-Buku-Peraboi

28

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER KELENJAR LIUR

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Kelenjar Liur Ketua : Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Page 29: 250697918-Buku-Peraboi

29

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /

KANKER KELENJAR LIUR

I. PENDAHULUAN

A. Batasan (Sesuai ICD X)

Neoplasma kelenjar liur ialah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar liur

kelenjar liur major : - glandula parotis -glandula submandibula -glandula sublingual

kelenjar liur minor : kelenjar liur yang tersebar dimukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga hidung, faring,laring) dan sinus paranasalis

B. Epidemiologi

Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor faktor lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada laki-laki sama dengan pada perempuan

Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% pari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia < 16 tahun

Pleomorphic adenoma lebih sering diderita pasien usia rata rata 40 tahun, perempuan lebih banak daripada laki-laki. Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi bilateral, sering pada kutub bawah parotis.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

A. Klasifikasi Histopatologi WHO/ AJCC

Tumor jinak plemorphic adenoma ( mixed benign tumor) monomorphic adenoma papillary cystadenoma lymphomatosum (Warthin’s tumor)

Tumor ganas

mucoepidermoid carcinoma acinic cell carcinoma adenoid cystic carcinoma adenocarcinoma epidermoid carcinoma small cell carcinoma lymphoma Malignant mixed tumor Carcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma)

B. Klasifikasi menurut grade (WHO/ AJCC?)

Low grade malignancies

acinic cell tumor mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II)

High grade malignancies

mucoepidermoid carcinoma (grade III) adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma;

anaplastic carcinoma squamous cell carcinoma malignant mixed tumor adenoid cystic carcinoma

tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan adenocarcinoma, disusul dengan adenoid cystic carcinoma

C. Laporan patologi standard

Page 30: 250697918-Buku-Peraboi

30

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :

• tipe histologis tumor • derajat diferensiasi (grade) • pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis

(pTNM)

T = Tumor primer ukuran tumor adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe radikalitas operasi

N = Nodus regional ukuran k.g.b jumlah k.g.b yang ditemukan level k.g.b yang positip jumlah k.g.b yang positip invasi tumor keluar kapsul k.g.b adanya metastase ekstranodal

M = Metastase jauh

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

Penentuan stadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM

TNM Keterangan ST T N M Tx Tumor primer tak dapat

ditentukan I T1

T2 N0 N0

M0 M0

T0 Tidak ada tumor primer T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi

ekstraparenkim II T3 N0 M0

T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim

III T1 T2

N1 N1

M0 M0

T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII

IV T4 T3 T4

N0 N1 N1

M0 M0 M0

T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak

Tiap T

N2 N3

M0 M0

Tiap T Tiap T

Tiap N

M1

Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan

N0 Tidak ada metastase k.g.b N1 Metastase k.g.b tunggal <3cm,

ipsilateral

N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel

>3cm-6cm, ipsilateral/bilateral/kontralateral

N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm, ipsilateral

N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral

N2c Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral

N3 Metastase k.g.b >6cm Mx Metastse jauh tak dapat

ditentukan

M0 Tidak ada metastase jauh M1 Metastase jauh IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. PEMERIKSAAN KLINIS

a. Anamnesa

Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang : 1. Keluhan

a. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)

Page 31: 250697918-Buku-Peraboi

31

b. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau submandibula)

c. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)

d. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus parotis terlibat)

e. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)

f. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)

2. Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit) 3. Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala

leher, ekspos radiasi) 4. Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana

hasil pengobatannya 5. Berapa lama kelambatan

b. Pemeriksaan fisik

1. Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :

a. penampilan (Karnofski / WHO) b. keadaan umum

adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis

c. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang tengkorak, dll)

2. Satus lokal a. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah

pedesakan tonsil/uvula) b. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk

menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)

c. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII

3. Status regional

Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.

2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS (ATAS INDIKASI)

1. X foto polos X foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor

melekat tulang Sialografi, dibuat bila ada diagnose banding kista

parotis/submandibula X foto toraks , untuk mencari metastase jauh

2. Imaging

CT scan/ MRI, pada tumor yang mobilitas terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring

Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase jauh.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi 4. PEMERIKSAAN PATOLOGI

a. FNA Belum merupakan pemeriksaan baku. Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.

b. Biopsi insisional

Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.

Page 32: 250697918-Buku-Peraboi

32

c. Biopsi eksisional 1. pada tumor parotis yang operabel dilakukan

parotidektomi superfisial 2. pada tumor submandibula yang operabel

dilakukan eksisi submandibula 3. pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang

operabel dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas tumor)

d. Pemeriksaan potong beku Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional (ad.3)

e. Pemeriksaan spesimen operasi

Yang harus diperiksa lihat tentang Laporan Patologi Standard

(C). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN (diajukan ke rapat PLENO)

1. Diagnosis utama a. Diagnosis klinis dari kelainan kelenjar liur b. Untuk keganasan, sebutkan stadiumnya

2. Diagnosis komplikasi 3. Diagnosis sekunder (co-morbiditas)

V. PROSEDUR TERAPI Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan. A. TUMOR PRIMER (1) Tumor operabel

1. Terapi utama ( pembedahan)

(1) Tumor parotis

a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus superfisialis

b. parotidektomi total, dilakukan pada: i. tumor ganas parotis yang belum ada

ekstensi ekstraparenkim dan n.VII ii. tumor jinak parotis yang mengenai lobus

profundus c. parotidektomi total diperluas, dilakukan pada:

tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII

d. deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: ada metastase k.g.b.leher yang masih operabel

(2) Tumor glandula submandibula eksisi glandula submandibula --- periksa potong beku

- bila hasil potong beku jinak---- operasi selesai - bila hasil potong beku ganas -- deseksi submandibula

-- periksa potong beku o bila metastase k.g.b (-) --- operasi selesai o bila metastase k.g.b (+)--- RND

(3) Tumor glandula sublingual atau kelenjar liur minor eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor ) untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang (misalnya palatum durum, ginggiva, eksisi luas disertai reseksi tulang dibawahnya) 2. Terapi tambahan

Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan kriteria :

1. high grade malignancy 2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis

Page 33: 250697918-Buku-Peraboi

33

3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n. asesorius )

4. setiap T3,T4 5. karsinoma residif 6. karsinoma parotis lobus profundus

Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf. - radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi

meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu. - Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada

T3,T4, atau high grade malignancy 2) Tumor inoperabel

1. Terapi utama

Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu

2. Terapi tambahan

Kemoterapi : a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic

carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3minggu -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell

carcinoma, mucoepidermoid carcinoma) -methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3 -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu

B. METASTASE KELENJAR GETAH BENING (N)

1. Terapi utama

A. Operabel : deseksi leher radikal (RND) B. Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi

preoperatif, kemudian dievaluasi

-menjadi operabel RND -tetap inoperabel radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy

2. Terapi tambahan

Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy C. METASTASE JAUH (M) Terapi paliatif : kemoterapi

a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3 minggu

-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)

-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3 -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu

Page 34: 250697918-Buku-Peraboi

34

Bagan Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif

Tumor parotis (N negatif)

Parotidektomi superfisial

Potong beku

Jinak Ganas

Stop Parotidektomi total + sampling k.g.b subdigastrikus

Potong beku

Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+) Stop RND

Bagan Penanganan Tumor Submandibula Operabel Dengan (N) Secara Klinis Negatif

Tumor submandibula (N negatif)

Eksisi gld.submandibula

Potong beku Jinak Ganas

Stop Deseksi submandibula Potong beku 7 Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+) Stop RND

Page 35: 250697918-Buku-Peraboi

35

Bagan Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur Minor

Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif) Eksisi luas Potong beku Jinak Ganas Stop Radikalitas Radikal Tidak radikal Stop Re-eksisi

(N) POSITIP operabel inoperabel T di operasi T di radioterapi preoperatif radioterapi Deseksi leher radikal radioterapi operabel inoperabel (RND) lokoregional dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi T diradioterapi radioterapi sisa (+) sisa (-) lokoregional + diseksi leher (sitostatika) radikal (RND) T (-) T (+) + radioterapi lokoregional ND parsial/ sitostatika radioterapi RND modifikasi lokoregional N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu. *) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND : 1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm 3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy

M POSITIP

sitostatika +

paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi)

radioterapi medikamentosa

Page 36: 250697918-Buku-Peraboi

36

Bagan Penanganan Tumor Kelenjar Liur Yang Residif

TUMOR RESIDIF

terapi sebelumnya: operatif terapi sebelumnya: radioterapi operabel inoperabel operabel inoperabel operasi radioterapi operasi sitostatika + radioterapi Residif lokal/regional/jauh (metastase) → penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan VI. PROSEDUR FOLLOW UP Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:

1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan 2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan 3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak.

Pada follow up ditentukan: 1) Lama hidup dalam tahun dan bulan 2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita 4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit : (1) Bebas kanker (2) Residif

(3) Metastase (4) Timbul kanker atau penyakit baru

6) Komplikasi terapi 7) Tindakan atau terapi yang diberikan

KEPUSTAKAAN : 1. Batsakis JG. Tumors of the head and neck: Clinical and

patholoical conciderations. 2nd ed., Baltimore, Williams and Wilkins, 1979

2. Cunningham MP. Submandibular gland resection and excision of sublingual gland tumors, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 113-5

3. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of head and neck, In: Bland KI, Daly JM, Karakousis P (eds), Surgical oncology-contemporary priciples & practice, New York, Mc Graw-Hill Companies,Inc.; 2001: 531-6

4. John ME, Kaplan MJ. Surgical therapy of tumours of the salivary glands. In: Thawly SE, Panje WR (eds), Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Philadelphia, WB Saunders Co; 1987: Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46

5. Major salivary glands (parotid, submandibular, and sublingual). In: American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed. Philadelphia,Pa, Lippincott-Raven Publishers; 1997: 53-8

6. Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46

7. Million RR, Cassisi NJ. Minor salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 547-57

8. Seifert G, Sobin LH. The world healyh organization’s histological classification of salivary gland tumors. A commentary on the second edition. Cancer 1992; 70: 379-85

9. Theriault C, Fitzpatrick PJ: Malignant parotid tumors.

Page 37: 250697918-Buku-Peraboi

37

Prognostic factors and optimum treatment. Am J Clin Oncol 1986; 9: 510-6

10. Woods JE. Surgical management of inlammatory and neoplastic diseases of the parotid gland, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 104-12

Page 38: 250697918-Buku-Peraboi

38

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT

Page 39: 250697918-Buku-Peraboi

39

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut

Ketua : Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT

I. PENDAHULUAN A. Batasan Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.

Batas-batas rongga mulut ialah :

• Depan : tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah • Atas : palatum durum dan molle • Lateral : bukal kanan dan kiri • Bawah : dasar mulut dan lidah • Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula,

arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.

Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini :

a. bibir b. lidah 2/3 anterior c. mukosa bukal d. dasar mulut e. ginggiva atas dan bawah f. trigonum retromolar g. palatum durum h. palatum molle

Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah : a. Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula b. Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi. c. Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.

Page 40: 250697918-Buku-Peraboi

40

B. Epidemiologi 1. Insidens dan frekwensi relatif

Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di India yaitu 5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar mulut (15%), dan bibir (13%).

2. Distribusi kelamin Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1

3. Distribusi umur Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%).

4. Distribusi geografis Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di Jepang.

5. Etiologi dan faktor resiko Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau. Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

A. Tipe histologi

NO TIPE HISTOLOGI ICD.M 1 Squamous cell carc. 5070/3 2 Adenocarcinoma 8140/3 3 Adenoid cyst.carc 8200/3 4 Ameloblastic carc 9270/2 5 Adenolymphoma 8561/3 6 Mal. mixed tumor 8940/3 7 Pleomorphic carc 8941/3 8 Melanoma maligna 8720/3 9 Lymphoma maligna 9590/3-9711/3

Sebagian besar (±90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.

B. Derajat diferensiasi

DERAJAT DIFERENSIASI

GRADE KETERANGAN G1 Differensiasi baik G2 Differensiasi sedang G3 Differensiasi jelek G4 Tanpa differensiasi = anaplastik

C. Laporan patologi standard

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :

1. tipe histologis tumor 2. derajat diferensiasi (grade) 3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium

patologis (pTNM)

Page 41: 250697918-Buku-Peraboi

41

T = Tumor primer - Ukuran tumor

- Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe - Radikalitas operasi

N = Nodus regional - Ukuran KGB - Jumlah KGB yang ditemukan - Level KGB yang positif - Jumlah KGB yang positif - Invasi tumor keluar kapsel KGB - Adanya metastase ekstra nodal

M = Metastase jauh

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.

Stadium karsinoma rongga mulut :

ST T N M TNM KETERANGAN 0 TIS N0 M0 T0 Tidak ditemukan tumor TIS Tumor in situ I T1 N0 M0 T1 ≤ 2 cm T2 >2 cm - 4 cm II T2 N0 M0 T3 > 4 cm T4a

T4b

Bibir :infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulit Rongga mulut : infiltrasi tulang, otot lidah (ekstrinsik /deep), sinus maksilaris, kulit Infiltrasi masticator space, pterygoid plates, dasar tengkorak, a.karotis interna

III T3 N0 M0 T1 N1 M0 N0 Tidak terdapat metastase

regional T2 N1 M0 N1 KGB Ipsilateral singel,

≤ 3 cm T3 N1 M0 N2a KGB Ipsilateral singel, >3 -

6 cm N2b KGB Ipsilateral multipel,

< 6 cm IVA T4

Tiap T

N0,N1 N2

M0 M0

N2c KGB Bilateral /kontralateral, < 6 cm

N3 KGB > 6 cm IVB Tiap

T N3 M0

IVC

Tiap T

Tiap N

M1 M0 Tidak ditemukan metastase jauh

M1 Metastase jauh

Luas ekstensi kanker:

NO LUAS EKSTENSI 1 Kanker In Situ 2 Kanker lokal 3 Ekstensi lokal 4 Metastase jauh 5 Ekstensi lokal disertai meta jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. PEMERIKSAAN KLINIS

a. Anamnesa Anamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau keluarganya.

1. Keluhan

Page 42: 250697918-Buku-Peraboi

42

2. Perjalanan penyakit 3. Faktor etiologi dan risiko 4. Pengobatan apa yang telah diberikan 5. Bagaimana hasil pengobatan 6. Berapa lama kelambatan

b. Pemeriksaan fisik

1) Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki Tentukan tentang : a. penampilan b. keadaan umum c. metastase jauh 2) Status lokal Dengan cara :

1. Inspeksi 2. Palpasi bimanual

Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya

3) Status regional Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan mobilitasnya.

2. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

a. X-foto polos o X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik,

oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva mandibula atau tumor yang lekat pada mandibula

o X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan

pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila

o X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum

o X-foto thorax, untuk mengetahui adanya

metastase paru

b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi ) o USG hepar untuk melihat metastase di hepar o CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi

tumor lokoregional o Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi

4. PEMERIKSAAN PATOLOGI

Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.

Page 43: 250697918-Buku-Peraboi

43

Spesimen diambil dari biopsi tumor Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher.

Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang Eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm dari tepi tumor). Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator: bila tumor besar atau inoperabel

Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe, diferensiasi dan luas invasi dari tumor.

Tumor besar yang diperkirakan masih operabel : Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor (staging)

Tumor besar yang diperkirakan inoperabel : Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di sekitar tumor.( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel kanker).

MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN

1. Diagnosis utama Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan diagnosis klinis

2. Diagnosis komplikasi Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu

3. Diagnosis sekunder Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya.

4. Diagnosis patologi Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu

V. PROSEDUR TERAPI Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu:

- oncologic surgeon - plastic & reconstructive surgeon - radiation oncologist - medical oncologist - dentists - rehabilitation specialists

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah

a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersedia d) Kemampuan dokternya e) Pilihan penderita.

Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis.

Page 44: 250697918-Buku-Peraboi

44

Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut:

Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut

ST T.N.M. OPERASI RADIOTERAPI CHEMOTERAPI I T1.N0.M0 Eksisi

radikal atau Kuratif, 50-

70 Gy Tidak

dianjurkan II T2.N0.M0 Eksisi

radikal atau Kuratif, 50-

70 Gy Tidak

dianjurkan III T3.N0.M0

T1,2,3.N1.M0 Eksisi radikal

dan Post op. 30-40 Gy

(dan) CT

IVA T4N0,1.M0

Tiap T.N2.M0 Eksisi radikal

dan Post.op 30-40 Gy

IVB Tiap T.N3.M0 -operabel -inoperabel

Eksisi radikal -

dan

Post.op 30-40 Gy Paliatif, 50-70 Gy

(dan)

CT

IVC TiapT.tiapN.M1 Paliatif Paliatif Paliatif Residif lokal Operasi

untuk residif post RT

RT untuk residif post op

dan CT

Metastase Tidak dianjurkan

Tidak dianjurkan

CT

Karsinoma bibir T1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : eksisi luas

Bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik

T3,4 : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah

Karsinoma dasar mulut

T1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : tidak lekat periosteum - eksisi luas

Lekat periosteum - eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Karsinoma lidah

T1,2 : eksisi luas atau radioterapi T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Karsinoma bukal T1,2 : eksisi luas

Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik

T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapipasca bedah

Karsinoma ginggiva T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) :

eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Karsinoma palatum

T1 : eksisi luas sampai dengan periost T2 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya T3 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya

+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung luas lesi + diseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah

Karsinoma trigonum retromolar

T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Page 45: 250697918-Buku-Peraboi

45

T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening)

A. TERAPI KURATIF Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan III. 1. Terapi utama Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan: a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi kuratif. b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik. c) Kosmetis cukup dapat diterima.

a. Operasi Indikasi operasi: 1) Kasus operabel 2) Umur relatif muda 3) Keadaan umum baik 4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah :

1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor dengan ekstensinya 2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor 3) Eksisi luas tumor

o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor

o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi

4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection atau modifikasi- nya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini dikerjakan secara enblok dengan tumor primer bilamana me- mungkinkan. 5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan dengan pe- meriksaan potong beku . Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang lebih luas sampai bebas tumor. 6) Rekonstruksi defek yang terjadi.

b. Radioterapi

Indikasi radioterapi 1) Kasus inoperabel 2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas) 3) Kanker pangkal lidah 4) Umur relatif tua 5) Menolak operasi 6) Ada ko-morbiditas yang berat Radioterapi dapat diberikan dengan cara: 1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis 5000 - 7000 rads. 2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads.

2 Terapi tambahan

a. Radioterapi

Page 46: 250697918-Buku-Peraboi

46

Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi.

(1) Radioterapi pasca-bedah

Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker.

(2) Radioterapi pra-bedah Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan atau yang inoperabel.

b. Operasi Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi.

c. Kemoterapi Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau radioterapi.

3 Terapi Komplikasi

a. Terapi komplikasi penyakit Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi. Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada,

misalnya: 1) Nyeri: analgetika 2) Infeksi: antibiotika 3) Anemia: hematinik 4) Dsb.

b. Terapi komplikasi terapi 1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya 2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis

komplikasinya 3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis

komplikasinya 4 Terapi bantuan Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.

5 Terapi sekunder Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis penyakitnya. B. TERAPI PALIATIF

Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang: 1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh 2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan

hidup yang pendek 3. Terapi kuratif gagal 4. Usia sangat lanjut Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain: 1. Loko regional a) Ulkus di mulut/leher b) Nyeri c) Sukar makan, minum, menelan d) Mulut berbau e) Anoreksia f) Fistula oro-kutan 2. Sistemik:

a) Nyeri b) Sesak nafas c) Sukar bicara d) Batuk-batuk e) Badan mengurus f) Badan lemah (1) Terapi utama

1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads. Kalau perlu kombinasikan dengan operasi 2. Ada metastase jauh: Kemoterapi Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain:

1) Karsinoma epidermoid: Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%. Misalnya:

a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu

b) Obat kombinasi:

Page 47: 250697918-Buku-Peraboi

47

V = Vincristin : 1,5 mg/m2 hl ) B = Bleomycin : 12 mg/m2 hl + 12 jam ) ⇒ diulang tiap M = Methotrexate : 20 mg/m2 h3, 8 ) 2-3 minggu

2) Adeno karsinoma : Obat-obat yang dapat dipakai antara lain: Flourouracil, Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 20-30%. Misalnya: a) Obat tunggal : Flourouracil: Dosis permulaan : 500 mg/m2 Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu

b) Obat kombinasi: F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 ) A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21 ) ⇒ diulang tiap M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1 ) 6 minggu

(2) Terapi tambahan Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi (3) Terapi komplikasi

1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan “step ladder WHO” 2. Sesak nafas: trakeostomi 3. Sukar makan: gastrostomi 4. Infeksi: antibiotika 5. Mulut berbau: obat kumur 6. Dsb.

(4) Terapi bantuan

1. Nutrisi yang baik 2. Vitamin

(5) Terapi sekunder Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit yang bersangkutan.

Leukoplakia/Eritroplakia

Hilangkan faktor penyebab Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau) Klas I Klas II Klas III Klas IV Klas V

3 bl Ulangan sitologi Bila 2x ulangan sitologi Biopsi hasilnya tetap Klas I-III

Page 48: 250697918-Buku-Peraboi

48

Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0 < 1 cm > 1 cm biopsi eksisional (eksisi luas) biopsi insisional ganas tak ganas ganas tak ganas tak radikal radikal eksisi re-eksisi/ operabel inoperabel/meragukan radioterapi lokal

T1 T2 T3,4a kemo dan/radioterapi lokal preoperatif

radioterapi operabel inoperabel

eksisi luas eksisi luas + deseksi KGB leher selektif*/ radioterapi lokoregional radioterapi

tak radikal radikal lokoregional + (sitostatika) re-eksisi / meta kgb(+) meta kgb (-) radioterapi lokal T low grade T high grade radioterapi lokoregional + (sitostatika) radioterapi radioterapi lokal lokoregional * Deseksi suprahioid untuk karsinoma bibir Deseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut Deseksi bilateral untuk lesi di garis tengah

N POSITIP N 1,2 N 3 T di operasi T di radioterapi radioterapi preoperatif Deseksi leher radikal radioterapi operabel inoperabel (RND) lokoregional dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi T diradioterapi

radioterapi

sisa (+) sisa (-) lokoregional +

(sitostatika) deseksi leher radikal (RND) + radioterapi

T ( -) T (+) lokoregional + (sitostatika)

ND parsial/ sitostatika radioterapi RND modifikasi lokoregional + (sitostatika) Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 → penanganan N negatif bilateral N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu. *) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND : 1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm 3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy

Page 49: 250697918-Buku-Peraboi

49

M POSITIP

sitostatika +

paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi)

radioterapi medikamentosa

TUMOR RESIDIF terapi primer operatif terapi primer radioterapi operabel inoperabel operabel inoperabel operasi radioterapi operasi sitostatika + + + radioterapi (sitostatika) sitostatika + (sitostatika) Residif lokal/regional/jauh (metastase) → penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan

PERLAKUAN PADA MANDIBULA tumor lekat mandibula jarak dengan tumor < 1cm radiologis infiltrasi tulang (-) infiltrasi tulang (+) reseksi segmental enblok reseksi marginal enblok

REKONSTRUKSI Jaringan lunak mandibula maksila rekonstruksi temporer rekonstruksi segera dengan kawat Kirschner/plat protese (obturator)

1 tahun residif (-) residif (+) rekonstruksi permanen penanganan tumor residif tandur tulang

Page 50: 250697918-Buku-Peraboi

50

VI. PROSEDUR FOLLOW UP

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut: 1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan 2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan 3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali

untuk seumur hidup Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak. Pada follow up ditentukan:

1) Lama hidup dalam tahun dan bulan 2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita 4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit

(1) Bebas kanker (2) Residif (3) Metastase (4) Timbul kanker atau penyakit baru

6) Komplikasi terapi 7) Tindakan atau terapi yang diberikan

LAMPIRAN A. Klasifikasi kanker rongga mulut Tabel 1 : Jenis-jenis kanker rongga mulut NO JENIS KANKER NO.ICD JENIS KANKER NO.ICD 1 KANKER BIBIR C00 Bibir atas,

bagian luar C00.0 Bibir, bagian dalam C00.5

Bibir bawah, bagian luar

C00.1 Sudut bibir C00.6

Bibir, bagian luar

C00.2 Bibir, tumpang tindih

C00.8

Bibir atas, bagian dalam

C00.3 Bibir, tanpa spesifikasi

C00.9

Bibir bawah, bagian dalam

C00.4

2 KANKER PANGKAL LIDAH C01 3 KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYA C02 Lidah, permukaan

dorsal C02.0 Lidah, tonsil lingua C02.4

Lidah, bagian tepi C02.1 Lidah, tumpang tindih

C02.8

Lidah, permukaan ventral

C02.2 Lidah, tanpa spesifikasi

C02.9

Lidah, 2/3 bagian anterior

C02.3

4 KANKER GUSI C03 Gusi atas C03.0 Gusi, tanpa

spesifikasi C03.9

Gusi bawah C03.1 5 KANKER DASAR MULUT C04 Dasar mulut,

anterior C04.0 DM, tumpang tindih C04.8

Dasar mulut, lateral

C04.1 DM, tanpa spesifikasi

C04.9

6 KANKER PALATUM C05 Palatum durum C05.0 Palatum, tumpang

tindih C05.8

Palatum molle C05.1 Palatum, tanpa C05.9

Page 51: 250697918-Buku-Peraboi

51

spesifikasi Uvula C05.2 7 KANKER MULUT, LAINNYA DAN TANPA

SPESIFIKASI C06

Mukosa pipi C06.0 Mulut, tumpang tindih

C06.8

Vestibulum oris C06.1 Mulut, tanpa spesifikasi

C06.9

Regio retromolar C06.2 B. Prosedur Diagnostik

1. Pemeriksaan toluidine blue Untuk memudahkan melihat adanya kanker dapat digunakan larutan toluidine biru yang akan memberi warna biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak mengisap warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak konstan mengisap warna. Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut sebagai berikut: 1. Kumur dengan larutan asam asetat 1% : 20 detik 2. Kumur dengan air : 20 detik, 2 x 3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1% : 5-10 cc 4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit 5. Kumur dengan air. Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%. Adapun larutan toluidine biru terdiri dari : 1. Toluidine chlorida : 1 gr 2. Asam asetat : 10 cc 3. Alkohol absolut : 4,2 cc 4. Aquadest : 100 cc

2. Pemeriksaan panendoskopi

Pada kanker rongga mulut, paru, dan esofagus kadang didapatkan synchronous tumor (10%), oleh karena itu ada

yang menganjurkan pemeriksaan panendoskopi dilakukan sebagai prosedur diagnostik baku.

3. Pemeriksaan sitologi

Sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint dari tumor primer dikerjakan pada lesi yang berupa bercak/superfisial Bila hasilnya : Klas I- III : lakukan ulangan sitologi 3 bulan lagi. Bila 2x ulangan sitologi tetap klas I-III maka perlu dibiopsi Klas IV-V : lakukan biopsi

4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)

Pemeriksan imaging dengan PET menggunakan tirosin sebagai tracer memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk karsinoma rongga mulut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk staging memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%, sedangkan untuk dteksi kekambuhan memiliki sensitivias 92% dan spesifisitas 81%.

C. Prosedur Terapi

1. Vascular access surgery Untuk keperluan pemberian kemoterapi intra-arteriel pada karsinoma rongga mulut yang inoperabel, dapat dilakukan graft vena safena parva pada a. karotis eksterna dengan membuat loop berbentuk α, dengan memfiksasi graft tersebut dibawah permukaan kulit.

2. Neo-ajuvan kemo/radioterapi

Untuk karsinoma rongga mulut T3,T4 yang akan dilakukan operasi dapat diberikan neo-ajuvan kemo/radioterapi terlebih dahulu agar batas tumor menjadi lebih jelas sehingga memudahkan eksisinya. Dianjurkan eksisi tetap 1-2 cm dari margin tumor sebelum pemberian neo-ajuvan kemo/radioterapi.

3. Brachytherapy

Page 52: 250697918-Buku-Peraboi

52

Brachytherapy pada karsinoma rongga mulut memberikan efektivitas yang lebih tinggi daripada external beam radiotherapy. Untuk lesi yang besar, brachytherapy dikombinasi dengan external beam radiotherapy.

KEPUSTAKAAN

1. J, Carew JF, Shah JP. Cancer of the Head and Neck, in Surgical Oncology- Contemporary Principles & Practice, Blaad KI, Daly JM, Karakousis CP (eds.), Mc.Graw-Hill Co.,New York, 2001, pp.519-525

2. Greene FL,Balch CM, Fleming ID, Fritz ADG, Haller DG,

Morrow M, Page DL. AJCC Cancer Staging Handbook- TNM Classification of Malignant Tumors, Springer-Verlag Heidelberg, Heidelberg, 2002.

3. Kazi RA. Current Concepts In the Management of Oral

Cancer. http://www.indiandoctors.com/papers.htm

4. Mashberg, A.: Tolonium chloride (Toluidine) rinse. A screening method for recognation of squamous carcinoma. Continuing study of oral cancer. IV. JAMA, 245: 2408-2410,1981.

5. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Oral Cancer, in

Management of Head and Neck Cancer: A Multidisciplinary Aproach, Million RR and Cassisi NJ (eds), 2nd ed.,JB Lippincott Co., Philadelphia, 1994, pp.321-400

6. National Cancer Institute. Lip and Oral Cavity Cancer

Treatment statement for health professionals,Med.News, http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062930.html

7. Ord RA, Blanchaert RH. Current management of oral

cancer- A multidisciplinary approach, JADA 2001; 132: 195-235

8. Panje, W.R.: Surgical Therapy of Oral Cavity Tumors. In

Comprehensive Management of Head and Neck Tumors,

Thawley, S.E., Parje, W.R. (eds), Philadelphia, W.B. Saunders Co., 1987,pp.460-606

9. Schantz SP, Harrison LB, Forastiere AA. Tumors of the

Nasal Cavity and paranasal sinuses, Nasopharynx, Oral Cavity, and Oropharynx, in Cancer- Principles & Practice of Oncology, 6th ed., DeVita,Jr.VT, Hellman S, Rosenberg SA (eds.),Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001; pp. 832-842

10. Rubin P, McDonald S. and Oazi R.: Clinical Oncology. A

multidisciplinary Approach for Physicians and Students. 7th. ed., WB.Saunders Co. Philadelphia, 1993, pp.332-336

11. Ship JA, Chavez EM, Gould KL, Henson BS, Sarmadi M.

Evaluation and Management of Oral Cancer. Home Health Care Consultant 1999;6: 2-12

12. WHO : ICD-10 International Classification of Disease and

Related Health Problems, WHO, Geneve, 1992.

13. WHO : ICD-0. International Classification of Disease for Oncology. 2nd ed. WHO, Geneve,1990.

Page 53: 250697918-Buku-Peraboi

53

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER KULIT

Page 54: 250697918-Buku-Peraboi

54

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit Ketua : Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Heru Purwanto, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Sjafwan Adenan, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk

Dr. Wayan Sudarsa, SpB(K)Onk Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER KULIT

Kanker kulit dibedakan atas kelompok Melanoma dan kelompok Non Melanoma. Kelompok Non Melanoma dibedakan atas Karsinoma Sel Basal, Karsinoma Sel Skuamosa dan karsinoma adneksa kulit. Dalam penatalaksanaan kanker kulit harus pula diketahui lesi pra-kanker antara lain : Actinic Keratosis, Kerato Acantoma, Bowen’s Disease, Erythroplasia of Queyrat, Xeroderma Pigmentosum PENATALAKSANAAN MELANOMA MALIGNA I. PENDAHULUAN Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasal melanosit. Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. Di Amerika Serikat melanoma maligna merupakan tumor nomor 6 atau 7 terbanyak. Melanoma maligna dapat terjadi pada semua usia dan paling banyak pada usis 35-55 tahun, insidensi pada pria sama dengan wanita. Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara lain : Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma sebelumnya, faktor keturunan, dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter >5mm, terdapat 50 nevi berdiameter >2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter utama pada masa anak-anak, ras kulit putih, rambut berwarna merah, mata berwarna biru, frecles/bintik-bintik kulit, tinggal di daerah tropis, psoralen sunscreen, xeroderma pigmentosum. Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke alat-alat dalam.

Page 55: 250697918-Buku-Peraboi

55

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

1. Lentigo melanoma maligna (LMM) 2. Superfisial spreading melanoma (SSM) 3. Nodular Malignant Melanoma (NMM) 4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM) 5. Melanoma yang tidak terklasifikasi

III. STADIUM KLINIS AJCC EDISI 2002 Tumor primer (T) Tx Tumor primer tidak dapat diperiksa (karena shave biopsi atau melanoma yang mengalami regresi T0 Tidak ditemukan tumor primer Tis Melanoma in situ T1 Melanoma tebalnya <1,0mm dengan atau tanpa ulserasi T1a Melanoma tebalnya <1,0mm dan level II atau III tanpa ulserasi T1b Melanoma tebalnya <1,0mm dan level IV atau V atau ada ulserasi T2 Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan atau tanpa ulserasi T2a Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm tanpa ulserasi T2b Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan ulserasi T3 Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan atau tanpa ulserasi T3a Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm tanpa ulserasi T3b Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan ulserasi T4 Melanoma tebalnya >4,0mm dengan atau tanpa ulserasi T4a Melanoma tebalnya >4,0mm tanpa ulserasi T4b Melanoma tebalnya >4,0mm dengan ulserasi Kelenjar getah bening regional (N) Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional N1 Metastasis ke 1 kelenjar getah bening N1a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis N1b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis N2 Metastasis ke dua atau tiga kelenjar getah bening regional atau metastasis intra limfatik regional tanpa metastasis kelenjar getah bening

N2a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis N2b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis N2c Lesi satelit atau metastasis in-transit tanpa metastasis kelenjar getah bening N3 Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional, atau metastasis kgb yang bersatu, atau metastasis in-transit atau lesi satelit dengan metastasis kelenjar getah bening regional Metastasis jauh (M) Mx Metastasis jauh tidak dapat diperiksa M0 Tidak ditemukan metastasis jauh M1 Metastasis jauh M1a Metastasis ke kulit, jaringan subkutan atau kelenjar getah bening yang jauh M1b Metastasis ke paru M1c Metastasis ke tempat visceral lainnya atau metastasis jauh ke tempat manapun yang disertai peningkatan kadar LDH(lactic dehydrogenase) serum STADIUM KLINIK STADIUM HISTOPATOLOGIK Stadium 0 Stadium IA Stadium IB Stadium IIA Stadium IIB Stadium IIC Stadium III Stadium IV

Tis N0 M0 T1a N0 M0 T1b N0 M0 T2a N0 M0 T2b N0 M0 T3a N0 M0 T3b N0 M0 T4a N0 M0 T4b N0 M0 TiapT N1 M0 TiapT N2 M0 TiapT N3 M0 TiapT TiapN M1

Stadium 0 Stadium IA Stadium IB Stadium IIA Stadium IIB Stadium IIC Stadium IIIA Stadium IIIB Stadium IIIC Stadium IV

pTis N0 M0 pT1a N0 M0 pT1b N0 M0 pT2a N0 M0 pT2b N0 M0 pT3a N0 M0 pT3b N0 M0 pT4a N0 M0 pT4b N0 M0 pT1-4a N1a M0 pT1-4a N2a M0 pT1-4b N1a M0 pT1-4b N2a M0 pT1-4a N1b M0 pT1-4a N2b M0 pT1-4a/b N2c M0 pT1-4b N1b M0 pT1-4b N2b M0 Tiap pT N3 M0 Tiap pT TiapN M1

Page 56: 250697918-Buku-Peraboi

56

Klasifikasi Clark Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu) Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan retikularis dermis. Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan. Klasifikasi Breslow Golongan I : kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm Golongan II : kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm – 1,5 mm Golongan III : kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm IV.Prosedur Diagnosis : Anamnesis. Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah berdarah dan disertai tukak. Pemeriksaan fisik

● Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plaque, disertai luka.

Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma )

Lesi bersifat A (Asymetri) : tidak teratur B (Border) : tepi tak teratur C (Colour) : warna bervariasi D (Diameter) : umumnya > 6 mm E (Elevation) : permukaan yang tidak teratur

● Pemeriksaan kelenjar getah bening regional. ● Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati. Pemeriksaan penunjang:

1. Radiologi: • Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB

para Aorta para Iliaca). • Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CT-

Scan, MRI. 2. Sitologi: FNA, inprint sitologi. 3. Patologi:

b) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel.

c) pemeriksaan specimen operasi: • tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat

diferensiasi sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.

• Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level metastasis.

4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka

oleh karena dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya. 1. a. bila diameter lebih dari 2 cm. b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah) dilakukan insisional biopsi 2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan

safety margin 1 cm (diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batas- batas sayatan.

Variasi gambaran klinis :

1. Lentigo melanoma maligna (LMM) Lesi: coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.

2. Superfisial spreading melanoma (SSM) Lokasi: wanita; tungkai bawah; laki- laki: badan dan leher. Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 – 3 cm tepi meninggi, irreguler, dapat mencapai 2 cm dalam 1 than nodul biru kehitaman pada permukaan terdapat campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru, hitam, sering kebmerahan.

3. Nodular Malignant Melanoma (NMM) Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi. Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau polipoid dan eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit.

4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM)

Page 57: 250697918-Buku-Peraboi

57

Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan. Lesi: macula, warna bervariasi, pada permukaan timbul papul, nodul, ulserasi, kadang- kadang lesi tidak mengandung pigmen.

V. PROSEDUR TERAPI: Primer: tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai kriteria

ketebalan, dan dilakukan rekonstruksi.

Sampai dengan ketebalan 0,76 mm, safety margin 1 cm Antara 0,76 mm – 1,5 mm safety margin 1,5 cm Ketebalan > 1,5 mm safety margin 2 cm Bila hasil biopsi safety margin tidak sesuai dengan

ketebalan Breslow, harus dilakukan re-eksisi secepatnya sampai dasar (fascia).

Regional: pada limfonodi secara histopatologis positif, dilakukan diseksi limfonodi :

Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple limfonodi)

Di daerah aksiler: hingga level II Di daerah leher: RND Adjuvant terapi : pada stadium III dapat berupa imunoterapi,

radioterapi, dan kemoterapi Intransit: kombinasi treatment. Recurrent : Dilakukan reevaluasi Lokal : Eksisi luas ulang Regional : Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi,

dilakukan diseksi + adjuvant. Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi. Metastasis: diberikan terapi paliatif.

KARSINOMA SEL BASAL I. PENDAHULUAN Karsinoma sel basal atau basalioma adalah neoplasma maligna dari ”nonkeratinizing cell” yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak. Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen supresor Disamping itu telah banyak pula dipelajari adanya peran faktor keturunan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome. Dipelajari pula peran ”immuno suppressor dalam patogenesis basalioma, tetapi mekanisme pastinya belum diketahui. Lokasi tersering adalah daerah muka sekitar hidung, sifatnya sangat jarang bermetastasis tetapi mempunyai kemampuan infiltrasi yang tinggi. Faktor predisposisi untuk terjadinya basalioma antara lain: Jenis kulit terang (tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap paparan sinar matahari yang lama, Paparan sinar X untuk terapi acne pada wajah, Sindrome nevus basal (autosomal dominan), Intoksikasi arsen yang kronik, LE kronik , Ulkus kronik dan fistula. II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

- Superficial basal cell barcinoma - Nodular`basal cell carcinoma - Infiltrative (morpheaform, aggressive growth) basal cell

carcinoma - Pigmented basal cell carcinoma - Cystic basal cell carcinoma - Fibroepithelioma of Pinkus (FEP)

III. STADIUM KLINIS TNM – AJCC 2002 T diperiksa dengan pemeriksaan fisik N diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging M diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging

Page 58: 250697918-Buku-Peraboi

58

Staging : Stadium TNM T Tumor Primer 0 Tis. N0. M0. Tx = Tidak dapat dievaluasi T0 = Tidak ditemukan I T1. N0. M0. Tis = Kanker in situ T1 = Tumor ukuran terbesar ≤ 2cm II T2. N0. M0. T2 = Tumor ukuran 2 s/d 5 cm T3. N0. M0. T3 = Tumor > 5 cm T4 = Tumor menginvasi struktur

ekstradermal dalam, misalnya kartilago, otot skelet atau tulang

III T4. N0. M0. N Nodus Regional tiapT.N1.M0. Nx = Tidak dapat diperiksa N0 = Tidak ada metastasis nodus

regional N1 = Ada nodus regional IV tiapT. tiapN.

M1

M Metastasis jauh

Mx = Tidak dapat diperiksa M0 = Tidak ada metastasis jauh M1 = Ada metastasis jauh IV. PROSEDUR DIAGNOSIS Anamnesis Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh. Pemeriksaan Fisik Gambaran klasik dikenal sebagai ”ulkus rodent” yaitu ulkus dengan tepi tidak rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak ulkus. Bentuk lain yang tidak klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu : 1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering)

Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta tipis. Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau kekuningan. Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan → ulserasi (ulkus rodens).

2. Jenis berpigmen Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coklat / hitam bintik-bintik atau homogen.

3. Jenis “morphea like” atau fibrosing (agak jarang) Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi. Pada permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik, seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang melekat erat (jarang ulserasi).

4. Jenis superficial Lokasi : badan, leher, kepala.

Lesi : bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-). Biasanya multiple.

5. Jenis fibroepitelial Lokasi : punggung.

Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma). 6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt).

Autosomal dominan, sindroma terdiri dari : a. Kelainan kulit :

- Ca sel basal multiple jenis nevoid - Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki. - Milia, lipoma, fibroma. b. Kelainan tulang :

- Kista pada rahang - Kelainan tulang iga dan tulang belakang (scoliosis, spinabifida) c. Kelainan system saraf : - Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller meduloblastoma) - Retardasi mental

d. Kelainan mata : katarak, buta kongenital. e. Lain-lain : - Kalsifikasi falks serebri - Fibroma ovari dengan kalsifikasi - Kista limfatik di mesenterium 7. a. Jenis “linier and generalized follikuler basal cell nevi” (jarang). Sejak lahir. Lesi : jenis linier, berupa nodul + komedo dan kista epidermal tersusun seperti garis dan unilateral.

Page 59: 250697918-Buku-Peraboi

59

Lesi tetap dengan bertambah usia. b. Jenis “Generalized follikuler” : ada kerontokan rambut terhadap akibat kerusakan folikel rambut karena pertumbuhan tumor

Pemeriksaan penunjang 1. Foto polos di daerah lesi untuk melihat infiltrasi, kalau perlu dilakukan CT-scan 2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis V. PROSEDUR TERAPI Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai eksisi lesi yang radikal dan rekonstruksi dengan mempertahankan fungsi yang baik. Terapi yang dianjurkan adalah : 1. eksisi luas dengan safety margin 0,5-1 cm, bila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi 2. Untuk lesi <2 cm dan tipe superfisial dapat dilakukan radioterapi 3. Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas, bila inoperabel dilakukan radioterapi Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa - jahitan primer, - transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG - pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai Apabila fasilitas memungkinkan, terapi terbaik untuk basalioma adalah dengan Mohs Micrographic Surgery (MMS). .

PENATALAKSANAAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA I. PENDAHULUAN Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu : adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer. Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus, multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi, dsb. Insidens tertinggi pada usia 50 – 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Lesi dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang kulit kulit putih hal ini diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (Coal tar, arsen, hidrokarbon polisiklik). Sedangkan pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik, jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus). II. KASIFIKASI HISTOPATOLOGI

Page 60: 250697918-Buku-Peraboi

60

Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaitu Gx Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa G1 Diferensiasi baik G2 Diferensiasi sedang G3 Diferensiasi buruk G4 Tidak berdiferensiasi (undifferentiated) III. STADIUM KLINIS Klasifikasi TNM T – Tumor Primer Tx Tumor primer tidak dapat diperiksa T0 Tidak ditemukan tumor primer Tis Karsinoma in situ T1 Tumor dengan ukuran terbesar <2 cm T2 Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cm T3 Tumor dengan ukuran terbesar >5 cm T4 Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, otot skelet atau tulang N – Kelenjar getah bening regional Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa N0 Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening N1 Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional M – Metastasis jauh Mx Metastasis jauh tidak dapat diperiksa M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh Stadium Stadium 0 Tis N0 M0 Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2,T3 N0 M0 Stadium III T4 N0 M0 Tiap T N1 M0 Stadium IV Tiap T Tiap N M1 IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK Anamnesis

Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol. Pemeriksaan Fisik Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas indikasi

2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi: - Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional, - lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional

V. PROSEDUR TERAPI Terapi sama seperti basalioma, dalam melaksanakan tindakan operasi pada karsinoma sel skuamosa haruslah tercapai radikalitas operasi dan rekonstruksi penutupan defek yang baik. Dianjurkan untuk melakukan tindakan : • eksisi luas dengan safety margin 1-2 cm, bila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi • Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas, bila inoperabel dilakukan radioterapi • Untuk lesi yang inoperabel dapat diberikan pemberian radioterapi pra operatif atau dilakukan operasi de bulking dilanjutkan dengan radioterapi pasca operatif. • Bila terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional, dilakukan diseksi kelenjar getah bening regional. • Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa - jahitan primer, - transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG - pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai • Apabila fasilitas memungkinkan, terapi terbaik untuk karsinoma kulit adalah dengan Mohs Micrographic Surgery (MMS).

Page 61: 250697918-Buku-Peraboi

61

ADENOKARSINOMA Adenokarsinoma kulit, kanker yang berasal dari sel adneksa kulit. PENDAHULUAN -Tumor: di kulit atau subkutan yang melekat dengan kulit,

konsistensi padat. -Nodus: mungkin ada pembesaran kelenjar limfe regional. -Metastasis: mungkin terdapat tanda-tanda metastasis jauh. KANKER MERKEL Berasal dari sel neuroendokrin kulit. DERMATOFIBROSARKOMA PROTUBERANS -Tumor: di kulit tumbuh menonjol di atas kulit, dengan kulit

diatasnya berwarna kecoklatan seperti keloid, konsistensi padat keras.

-Nodus: jarang terdapat pembesaran kelenjar limfe regional. -Metastasis: mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh.

DAFTAR PUSTAKA

Page 62: 250697918-Buku-Peraboi

62

PROTOKOL PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK ( SJL ) ( SOFT TISSUE SARCOMA )

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak Ketua : Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Hariadi, SpPA Dr. Humala Hutagalung, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk

Page 63: 250697918-Buku-Peraboi

63

PROTOKOL PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK ( SJL ) ( SOFT TISSUE SARCOMA )

I. PENDAHULUAN : - Insidensi Data di Indonesia dan Luar Negeri - Faktor risiko # Radiasi # Bahan karsinogen Kimiawi # Riwayat trauma # Faktor genetik - Ruang lingkup * SJL pada dewasa * SJL pada Anak

- Multidisiplin II. KLASIFIKASI HISTO-PATOLOGI

Origin Patologik Otot Rhabdomyosarcoma ;

Leiomyosarcoma

Lemak Liposarcoma Syaraf Neurofibrosarcoma Endothel Angiosarcoma Fibrous Malignant Fibrous Histocytoma;

Fibrosarcoma * Informasi pemeriksaan patologik Ukuran tumor

Type dan Subtype histologi Grading

Margin / batas sayatan ( jarak dalam cm tumor/zona reaktif dan sayatan ) Invasi Sel nekrosis dan sel spesifik ( round cell ) KGB : + / - III. STADIUM KLINIK Berdasarkan : UICC dan AJCC Tabel AJCC 2002 Stadium IA

G1 T1a N0 M0 G1 T1b N0 M0 G2 T1a N0 M0 G2 T1b N0 M0

well / moderate grade , < 5 cm superficial / deep

Stadium IB G1 T2a N0 M0 G2 T2a N0 M0

well / moderate grade, > 5 cm, superficial

Stadium IIA G1 T2b N0 M0 G2 T2b N0 M0

well / moderate grade, > 5 cm, deep

Stadium IIB

G3 T1a N0 M0 G3 T1b N0 M0 G4 T1a N0 M0 G4 T1b N0 M0

high grade, < 5 cm , superficial / deep

Stadium IIC G3 T2a N0 M0 G4 T2a N0 M0

high grade, > 5 cm, superficial

Stadium III G3 T2b N0 M0 G4 T2b N0 M0

high grade, > 5 cm, deep

Stadium IV Any G Any T N1 M0 Any G Any T N0 M1

Tidak dipengaruhi G dan T, meta KGB dan organ jauh

Page 64: 250697918-Buku-Peraboi

64

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

A. Anamnesis : Terdapat benjolan / masa tumor

• kapan terjadinya • sifat pertumbuhannya (cepat / lambat) • keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya

(p. darah, syaraf, gangguan gerakan sendi / otot)

B. Pemeriksaan fisik :

• lokasi tumor • diskripsi tumor :

batas tegas / tidak ukuran permukaan konsistensi mobilitas nyeri tekan / tidak

• KGB regional : teraba / tidak dan “ transits metastasis “ • Tanda-tanda penekanan tumor dan metastasis

Fungsi motorik / sensorik Tanda-tanda bendungan

pembuluh darah # Tanda-tanda kelainan pada

paru, tulang dan hati

C. Pemeriksaan penunjang : • Photo toraks • CT scan ( daerah tumor )

D. Biopsi :

a. Core biopsi / tru cut biopsi b. Biopsi terbuka ( pembedahan ): b.1 : Insisi - tumor > 3 cm b.2 : Eksisi - tumor < 3 cm Catatan : Lokasi insisi dipertimbangkan untuk pembedahan definitif

E. Jika sudah di konfirmasi hasil patologik anatomik

kelainan sarkoma, maka untuk penentuan stadium klinik dan strategi operasi dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan: MRI ; bone scan dan angiografi

V. TERAPI a. Assessment :

• Konfirmasi Dx/ histopatologik • Tentukan stadium klinik dan resektabilitas / kurabilitas • Modalitas pengobatan : tunggal atau kombinasi • Kombinasi kemoterapi dan radiasi jelaskan tujuannya :

Adjuvant ; neo-adjuvant ; paliatif • Tindakan rehabilitasi akibat operasi : op. rekonstruksi • Informasi yang jelas untuk persetujuan pasien

b. Modalitas :

1. Bedah : dengan prinsip “ radical wide excision “ Evaluasi : - Intra lesion

- Eksisi marginal - Eksisi luas - Eksisi kuratif

(NB : masuk dalam penilaian patologi) Standar operasi : sesuai protokol dari grup Jepang (The Surgical Society for Musculo-skeletal sarcoma ) 2. Radiasi 3. Khemoterapi

• Lesi tumor resektabel

Stad. Histo.

Ukur. tumo

r

Le tak

SF/D

Grad 1/2/

3

Modal. Margin il/m/k

Adju. Y/T

Jenis R/Kh

I Bedah II Bedah III Bedah

Page 65: 250697918-Buku-Peraboi

65

IVa Bedah+ Disek

• Lesi tumor tidak resektabel Stad. Neo-A

Khemo Resp. Modal. Margin

il/m/k Resp. Modal.

Rad/Kh.

II 3 X + Bedah - ? III 3 X + Bedah - ? IVa 3 X + Bedah - ?

Pembedahan debulking = intra lesion Syarat : eksisi tumor > 50 % dan sensitif terhadap modalitas radiasi dan khemoterapi

• Lesi metastasis jauh ( Stadium IVb )

Tu. prim. tumbuh

Progres / Lambat

Gejala subyektif

Meta. Prog./Lambat

Modalitas

+ + Khemo + Radiasi Best supp. care

+ / L - + /L /resektabel Bedah tu. prim + meta

Best supp. care - - +/L/resektabel Bedah tu.

sekunder/meta Best supp. care

• Sarkoma dengan kekambuhan / rekuren 1. Kekambuhan lokal

a. Kekambuhan dengan tumor resektabel : - Diperlakukan sama dengan kasus primer - Ditambah terapi adjuvant + ( modalitas non

bedah ) b. Kekambuhan dengan tumor tidak resektabel :

- Diperlakukan sama dengan lesi tumor tidak resektabel - Jika respons terapi (-), tujuan pengobatan adalah paliatif

2 Kekambuhan berupa metastasis jauh

- Modalitas khemo dan radiasi VI. PROGNOSIS Angka kekambuhan lokal (disease free interval) cukup tinggi dan berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :

- Ukuran tumor > 5 cm - Grading histologi tinggi - Lokasi tumor yang dalam ( deep ) dan

proksimal

• Pada kasus yang pernah kambuh lokal, mempunyai resiko besar terjadinya metastasis jauh.

Catatan : • Pemeriksaan immunohistokimia saat ini masih dalam

penelitian sebagai faktor prognostik antara lain : Ki67, p53, mdm2, p21, p16, p27 dan apoptosis

VII. FOLLOW UP

A. Waktu B. Pemeriksaan

bulan ke 3 Pem. fisik bulan ke 6 Pem. fisik, Ro. toraks dan CT-scan

bulan ke 12 Pem. fisik, Ro. toraks, Darah rutin, CT-Scan, USG hati

Page 66: 250697918-Buku-Peraboi

66

VIII. FORMULIR REGISTRASI Dalam upaya melakukan registrasi kanker perlu dipersiapkan perumusan data yang perlu dicatat pada formulir khusus penderita SJL. Data tersebut meliputi :

• Identifikasi penderita • Data klinik • Dx/ • Data modalitas terapi (pra bedah dan pasca bedah) • Data prosedur pembedahan beserta jarak batas

sayatan dengan referensi dari “ The Surgical Society for Musculoskeletal Sarcoma “, Jepang.

• Data kekambuhan lokal dan metastasis jauh. • Komplikasi

Alternatif pengobatan / terapi Stad. IA, IB, IIA Low grade (1 dan 2)

# Bedah : eksisi luas radikal # Eksisi luas + pre / post bedah radiasi # Tu. tidak resektabel : radiasi pra bedah + pembedahan + radiasi pasca bedah # Tu. retroperitoneum / trunk dan L&K : Eksisi luas + radiasi Radiasi pra bedah + eksisi luas

Potensi kambuh lokal kecil Khemotherapi tidak diberikan Wide margin sulit

-

Stad IIB, IIC, III High grade

# Bedah : eksisi luas radikal # Tumor > 5 cm : kombinasi radiasi # Tu. tidak resektabel : radiasi pra bedah + pembedahan # Keadaan tertentu : radiasi + khemoterapi pra bedah + bedah + radiasi

Potensi kambuh besar Th/ kombinasi dengan radiasi dan kemoterapi Mencegah amputasi

Stad. IV N1 M1

# Eksisi luas radikal + limphadenektomi (jika n + ) + dengan / tanpa radiasi # Bedah + Radiasi (pre atau pasca bedah) # Dipertimbangan khemoterapi # Eksisi luas radikal + radiasi Reseksi lesi metastasis dapat dilakukan dengan kriteria tertentu. - reseksi dengan batas sayatan (-) - lesi resektabel dengan batas sayatan tidak adekewat : radiasi - lesi tidak resektabel : th/ kombinasi radiasi dan khemoterapi - lesi retropert./ badan dan H&L : bedah + khemoterapi + radiasi # Untuk tujuan paliatif diberikan terapi kombinasi khemoterapi: - CYVADIC - Ifos + Doxo + Mesna

Rancangan Protokol Sarkoma Jaringan Lunak ( SJL )

( Soft Tissue Sarcoma ) Koordinator : Dr. Idral Darwis SpB- K (Onk)

Page 67: 250697918-Buku-Peraboi

67

Konsep Revisi PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN

LUNAK I. PENDAHULUAN Sarkoma jaringan lunak (SJL) tergolong keganasan yang relatif jarang ditemukan. Di Amerika angka kejadian 7800 kasus baru per tahun dan hampir 50% meninggal akibat penyakitnya. Di Indonesia belum ada data tentang SJL, baik yang berbasis Rumah Sakit maupun yang berbasis populasi. Sampai saat ini penyebab pasti SJL belum diketahui pasti tetapi diperkirakan terdapat peran faktor radiasi, bahan kimia, riwayat trauma dan mutasi genetik pada “stem cell mesenchymal”. Hampir 50% kasus terjadi di ekstremitas terutama ekstremitas bawah dan 30% kasus terjadi di visceral dan retroperitoneal. Kelakuan klinis tipe-tipe SJL hampir sama dan dibedakan dari letak anatomis, ukuran, gambaran spesifik histopatologi dan gradasi histopatologi. II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI SJL No Jaringan Asal Bentuk Maligna 1 Fibrous Fibrosarcoma 2 Fibrohistiocytic Malignant fibrous histiocytoma 3 Lipomatous Liposarcoma 4 Smooth muscle Leiomyosarcoma

5 Skeletal muscle Rhabdomyosarcoma 6 Blood vessel Angiosarcoma 7 Lymph vessel Lymphangiosarcoma 8 Perivascular Malignant hemangio pericytoma 9 Synovial Synovial sarcoma 10 Paraganglionic Malignant paraganglioma 11 Mesothelial Malignant schwannoma 12 Extra skeletal cartilaginous and

osseous Extraskeletal chondrosarcoma Extraskeletal osteosarcoma

13 Pluripotential mesenchymal Malignant mesenchymoma 14 Neural - Neuroblastoma

- Extraskeletal Ewing’s sarcoma 15 Miscellaneous - Alveolar soft part sarcoma

- Epithelioid sarcoma - Malignant extra renal rhabdoid

tumor - Desmoplastic small cell tumor

Gradasi Histopatologi Termasuk dalam penilaian gradasi adalah :

- Tingkat selularitas - Diferensiasi - Pleomorfi - Nekrosis - Jumlah mitosis

American Joint Commission on Cancer (AJCC) dan Memorial

Sloan-Kettering Cancer Center (MSKCC) membedakan atas gradasi rendah dan tinggi. Disamping gradasi, diperlukan pula informasi pemeriksaan histopatologi berupa :

- Ukuran tumor - Tipe dan sub-tipe - Batas sayatan (margin) - Invasi

III. STADIUM KLINIK Berdasarkan UICC dan AJCC 2002 T – Primary tumor T0 No evidence of primary tumor T1 Tumor <5 cm in greatest dimension T1a Superficial tumor T1b Deep tumor T2 Tumor >5 cm in greatest dimension T2a Superficial tumor T2b Deep tumor

Page 68: 250697918-Buku-Peraboi

68

N – Regional lymph nodes N0 No regional lymph node metastasis N1 Regional lymph node metastasis M – Distant metastasis M0 No distant metastasis M1 Distant metastasis G – Histopathologic grade Low grade High grade Stage Grouping (TNM System 6th edition, 2002) Stage IA Low grade T1a N0 M0 Low grade T1b N0 M0 Stage IB Low grade T2a N0 M0 Low grade T2b N0 M0 Stage IIA High grade T1a N0 M0 High grade T1b N0 M0 Stage IIB High grade T2a N0 M0 Stage III High grade T2b N0 M0 Stage IV Any Any T N1 M0 Any AnyT AnyN M1 IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK A. ANAMNESIS

1. Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan utama pasien SJL daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut. Untuk SJL lokasi di visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan abdominal yang tidak nyeri, hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-kadang terdapat pula perdarahan gastro intestinal, obstruksi usus atau berupa gangguan neuro vaskular.

2. Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya.

3. Keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar

4. Keluhan yang berhubungan dengan metastasis jauh.

B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum

penderita dan tanda-tanda metastasis pada paru , hati dan tulang.

2. Pemeriksaan status lokalis meliputi : a. Tumor primer :

o Lokasi tumor o Ukuran tumor o Batas tumor, tegas atau tidak o Konsistensi dan mobilitas o Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa

fungsi motorik / sensorik dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi lesi.

b. Metastasis regional Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya infiltrasi pada tulang.

2. MRI / CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya,

3. Angiografi atas indikasi, 4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru 5. USG hepar / sidik tulang atas indikasi untuk menilai

metastasis 6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal. 7. Biopsi :

o Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi) o Sebaiknya dilakukan “core biopsy” atau ‘tru cut

biopsy” dan lebih dianjurka untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3 cm dilakukan biopsi eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi incisi.

o Untuk kasus kasus tertentu bila pemeriksaan Histo PA meragukan, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.

Setelah dilakukan pemeriksaan di atas Diagnosis Klinis Onkologi telah dapat ditegakkan, selanjutnya ditentukan Stadium Klinik SJL Sesuai tabel di atas.

Page 69: 250697918-Buku-Peraboi

69

Sebelum melakukan tindakan terapi terlebih dahulu harus dipastikan apakah kasus SJL tersebut kurabel atau tidak, resektabel atau tidak, dan harus dipastikan modalitas apa yang dimiliki (operasi, radiasi, khemoterapi), serta kemungkinan tindakan rehabilitasi. V. PROSEDUR TERAPI Dibedakan atas lokasi SJL, yaitu : A. Ekstremitas Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan tindakan “the limb-sparring operation” dengan atau tanpa terapi adjuvant (radiasi/khemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir. Tindakan yang dapat dilakukan selain tindakan operasi adalah dengan khemoterapi intra arterial atau dengan hyperthermia dan “limb perfusion”. 1. SJL Pada Ekstremitas Yang Resektabel Setelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis histopatologi ditegakkan secara biopsi incisi/ eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium klinisnya, maka dilakukan tindakan eksisi luas. Untuk SJL yang masih operabel / resektabel, eksisi luas yang dilakukan adalah eksisi dengan “curative wide margin” yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona reaktif tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna disekitar tumor yang terlihat secara inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan yang vaskuler, degenerasi otot, edema dan jaringan sikatrik.

o Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan ajuvantsetelah tindakan eksisi luas.

o Bila SJL ukuran > 5 cm dan gradasi rendah, perlu ditambahkan radioterapi eksterna sebagai terapi ajuvan.

o Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi perlu ditambahkan radioterapi eksterna atau brakhiterapi sebagai terapi ajuvan.

o Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, perlu dipertimbangkan pemberian khemoterapi preoperatif dan pasca operatif disamping pemberian radioterapi eksterna atau brakhiterapi.

Bagan Pengelolaan SJL Ekstremitas Resektabel

Diagnosis Klinis Onkologis Diagnosis Histopatologis

Gradasi / Stadium

SJL Yang Resektabel Gradasi Tinggi Gradasi Rendah Eksisi Luas Eksisi Luas > 10 cm 5 – 10 cm > 5 cm < 5 cm BT/RE BT/RE RE Observasi Khemoterapi BT : Brakhiterapi pre/pos op RE : Radiasi Eksterna Bila terdapat metastasis pada kgb regional, dilakukan diseksi kgb regional. 2. SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu :

o Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu dilakukan radioterapi preoperatif atau neo ajuvan khemoterapi sebanyak 3 kali.

o Pilihan lain adalah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudian dilanjutkan dengan radiasi pasca operasi atau khemoterapi. Eksisi yang dapat dilakukan :

o Eksisi “wide margin” yaitu 1 cm diluar zona reaktif. o Eksisi “marginal margin” yaitu pada batas pseudo capsul.

Page 70: 250697918-Buku-Peraboi

70

o Eksisi “intralesional margin” yaitu memotong parenchim tumor atau de bulking, dengan syarat harus membuang massa tumor > 50% dan tumornya harus berespon terhadap radioterapi atau khemoterapi.

Perlu perhatian khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap radioterapi atau khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan amputasi. Bagan Pengelolaan SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel

Diagnosis Klinis Onkologis Diagnosis Histopatologis

Gradasi / Stadium

SJL Yang Tidak Resektabel Radioterapi preoperatif

Eksisi

Neoajuvan khemoterapi Eksisi Luas Radioterapi postoperatif Khemoterapi ajuvan

3. SJL Pada Ekstremitas Yang Residif Bila masih resektabel dilakukan eksisi luas dilanjutkan terapi ajuvan radioterapi / khemoterapi. Bila sebelumnya pernah mendapat terapi ajuvan, perlu dipertimbangkan kembali apakah masih mungkin untuk khemoterapi ajuvan dengan regimen yang berbeda atau radiasi dengan modalitas yang lain.

Untuk kasus residif yang tidak resektabel dilakukan amputasi, bila pasien menolak dapat dipertimbangkan pengelolaan seperti kasus primer yang tidak resektabel. B. SJL Di Daerah Viseral / Retroperitoneal

Jenis histopatologi yang sering ditemukan adalah

liposarkoma dan leiomiosarkoma. Bila dari penilaian klinis / penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral / retroperitoneal harus dilakukan pemeriksaan tes fungsi ginjal dan pemeriksaan untuk menilai pasase usus. Sebelum operasi dilakukan “persiapan kolon” untuk kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas terapi yang utama untuk SJL viseral / retroperitoneal adalah tindakan operasi.

Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal diketahui ginjal kontralateral dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi luas harus disertai dengan tindakan nefrektomi. Dan bila telah menginfiltrasi kolon, maka dilakukan reseksi kolon.

Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat mencapai reseksi radikal karena terbatas oleh organ-organ vital seperti aorta, vena cava, dan sebagainya, sehingga tindakan yang dilakukan tidak radikal dan terbatas pada pseudo kapsul. Untuk kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi ajuvan, berupa khemoterapi dan atau radioterapi. Bagan Pengelolaan SJL Viseral / Retroperitoneal

Diagnosis Klinis + Pemeriksaan Penunjang

Page 71: 250697918-Buku-Peraboi

71

= SJL viseral / retroperitoneal

Eksisi Luas Radikal Eksisi Tidak Radikal Gradasi Gradasi Gradasi Khemoterapi ajuvan Rendah Tinggi Tinggi dan atau Radioterapi < 10 cm > 10 cm Observasi Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral / retroperitoneal, kemudian dilakukan eksisi luas yang harus dinilai apakah tindakannya eksisi dengan wide margin atau marginal margin atau intra lesional.

1. Bila tindakan adalah reseksi radikal maka harus ditentukan gradasi dan ukuran tumor o Bila gradasi rendah, selanjutnya cukup di follow up o Bila gradasi tinggi dan ukuran < 10 cm, cukup di follow

up o Bila gradasi tinggi dan ukuran > 10 cm maka harus

dilanjutkan dengan tindakan khemoterapi ajuvan dan atau radioterapi.

2. Bila tindakan tidak radikal maka harus dilanjutkan dengan tindakan khemoterapi ajuvan dan atau radioterapi.

C. SJL di Bagian Tubuh Lain o Bila tumor masih resektabel, dilakukan eksisi, umumnya

dengan marginal margin, dilanjutkan dengan radioterapi ajuvan.

o Bila tumor tidak resektabel, dilakukan radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan tindakan eksisi marginal margin.

o Bila tidak memungkinkan untuk tindakan eksisi luas, maka dilakukan radioterapi primer atau khemoterapi.

o Pada SJL di kepala dan leher yang tidak mungkin dilakukan eksisi luas maka dapat diberikan khemo radiasi.

D. SJL Dengan Metastasis jauh Bila lesi metastasis tunggal masih operabel / resektabel dapat dilakukan tindakan eksisi, tetapi bila tidak dapat dieksisi, maka dilakukan khemoterapi dengan Doxorubicin sebagai obat tunggal atau dengan obat khemoterapi kombinasi, yaitu Doxorubicin + Ifosfamide, terutama untuk pasien dengan status performance yang baik. Obat-obat kombinasi yang lain adalah :

o Doxorubicin + Dacarbazine o CyVADIC o Doxorubicin + Ifosfamide – Mesna + Dacarbazine

VI SARKOMA JARINGAN LUNAK PADA ANAK VII FOLLOW UP DAFTAR PUSTAKA

PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK

PADA ANAK I. PENDAHULUAN Sarkoma jaringan lunak pada anak (SJLA) termasuk kasus yang jarang, yaitu sekitar 7,4% dari seluruh keganasan pada anak. Jenis SJLA yang sering dijumpai adalah Rhabdomyosarkoma yaitu +40% dari kasus SJLA. Faktor prognostik tergantung dari beberapa hal, yaitu: stadium, ukuran, letak anatomis, umur dan tipe histopatologis. II. RHABDOMYOSARKOMA a. Epidemiologi dan Etiologi Rhabdomyosarkoma merupakan jenis SJLA yang tersering ditemukan, yaitu +60% pada SJLA dibawah 5 tahun dan +23% pada anak 15-20th, dan ditemukan sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki. Faktor etiologi adalah multifaktor dan peran faktor familial telah diteliti peranannya karena rhabdomyosarkoma pada anak sering dihungkan dengan Li-Fraumeni syndrome, Beckwith-Weidsmann syndrome dan Neurofibromatosis-1 (NF-1). Lokasi tersering adalah orbita dan intraabdominal-genitourinari. Disamping itu dapat pula terjadi intratorakal dan ekstremitas bawah.

Page 72: 250697918-Buku-Peraboi

72

b. Tipe Histopatologi Rhabdomyosarkoma pada anak dibedakan atas :

- embryonal rhabdomyosarcoma - alveolar rhabdomyosarkoma - spindle cell rhabdomyosarcoma - botryoid rhabdomyosarcoma - undifferentiated rhabdomyosarcoma - rhabdomyosarcoma with rhabdoid features

c. Stadium Klinik Berdasarkan stadium preterapi TNM d. Prosedur Diagnostik Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan lokasi tersering rhabdomyosarkoma anak, termasuk pemeriksaan pada kgb regional dan metastasis jauh. Lokasi tumor di retrobulbair dapat berupa proptosis atau benjolan. Dan di lokasi lain berupa benjolan dengan kulit di atasnya normal, dapat tanpa keluhan atau disertai nyeri. Pemeriksaan penunjang meliputi foto polos atau CT-scan di tumor primer dan di tempat metastasis jauh. Kalau perlu dilakukan pula biopsi aspirasi pada bone marrow. Diagnosis pasti adalah dari biopsi insisi/eksisi. e. Prosedur Terapi Tergantung dari lokasi tumor primer dan berhubungan dengan tipe histopatologi dan dianjurkan untuk melakukan terapi dengan multimodalitas dan multidisiplin, tidak dianjurkan untuk melakukan mutilasi yang agresif.

1. Lokasi di orbita dan parameningeal termasuk telinga tengah dan nasofaring. Dilakukan radioterapi sampai 5000 cGy atau khemoterapi dengan kombinasi Vincristine, Dactinomycin dan Doxorubicin.

2. Lokasi di non orbita dan non parameningeal meliputi regio parotis, laring, palatum, tonsil, glosis/lidah, buccal/pipi, nasal/hidung, kepala dan leher. Bila memungkinkan harus dilakukan eksisi dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant

sampai 4500-5000cGy atau diberikan khemoterapi Vincristin, Dactinomycin dan Cyclophosphamide (VAC).

3. Lokasi di dinding thoraks, intrathoraks, dinding abdomen, paraspinal dan retroperitoneal. Terapi utama adalah eksisi radikal, kalau perlu diberikan adjuvant radioterapi bila tipenya embryonal.

4. Lokasi di ekstremitas. Dianjurkan untujk eksisi radikal sampai batas sayatan bebas secara mikroskopis. Tidak dianjurkan untuk tindakan amputasi atau eksisi kompartemen atau eksisi grup otot. Bila perlu dapat diberikan adjuvant radioterapi sampai 5000cGy. Kemoterapi tidak dianjurkan karena respons kurang baik.

5. Lokasi di genito-urinari. Bila memungkinkan dilakukan reseksi radikal, bila tidak mungkin dilakukan reseksi terbatas dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant. Bila tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dilakukan radioterapi preoperatif atau neoadjuvant khemoterapi dengan Vincristin + Dactinomycin dilanjutkan dengan reseksi