Upload
sintiaekaaprilia
View
19
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Skizoafektif merupakan gangguan jiwa dimana penderita
mempunyai gejala yang merupakan kombinasi gejala skizofrenia
dengan gangguan afektif. Istilah skizofrenia berasal dari kata schizos
yang artinya pecah belah dan pharen yang berarti jiwa. Skizofrenia
menjelaskan mengenai suatu gangguan jiwa dimana penderita
mengalami perpecahan jiwa adanya keretakan atau disharmoni antara
proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Sedangkan gangguan afektif
adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi. 1
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe
gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga
yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan
mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama. 1
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari.2 Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Sedangkan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2 Gejala yang khas pada
pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir,
perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.2,3
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,
merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa
diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik
episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara
1
tepat.1 Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis
lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.1
2
BAB II
STATUS PASIEN
I.IDENTIFIKASI PASIEN
a.Nama : Tn. BS
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c.Umur : 27 tahun
d. Status perkawinan : Belum menikah
e.Agama : Islam
f. Tingkat pendidikan : Tamat SD
g. Warga negara : Indonesia
h. Alamat : Kertapati, Palembang
II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS (Dilakukan pada hari Selasa, 4 Agustus 2015 di
Poli RS Ernaldi Bahar pukul 10.00 WIB)
Diperoleh dari : Ny. S dan Tn. T
Jenis kelamin : Perempuan dan Laki-Laki
Umur : 49 tahun dan 52 tahun
Alamat : Kertapati, Palembang
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Pedagang
Hubungan dengan pasien : Ibu dan Ayah os
a. Sebab utama : Os sering melempar-lempar barang sejak ± 2
minggu yang lalu
b. Keluhan utama : Tidak bisa tidur
c. Riwayat perjalanan penyakit
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, os mengeluh pusing, sejak saat itu
os dilaporkan sering melamun dan sering mengurung diri. Os juga sering
3
menangis tanpa alasan. Saat ditanya oleh keluarganya, os tidak mau
menjawab dan langsung menangis. Os memang dikenal sebagai pribadi
yang pendiam dan cenderung tertutup. Os dilaporkan sering melihat ke
tembok rumah os sejak 2 bulan SMRS tersebut. Os menjadi lebih
pendiam dari biasanya. Os kesulitan memulai tidur dan sering terbangun
dimalam hari. Nafsu makan os menurun. Os masih mampu mengurus
diri.
Kurang lebih 2 minggu yang lalu, os mulai sering melempar-
lempar barang yang ada didekatnya, ketika ditanya os mengatakan
terdapat suara yang menyuruhnya untuk melakukan hal tersebut. Selain
itu, os juga sering berbicara serta tertawa sendiri dan terkadang tidak
nyambung saat diajak mengobrol. Os sesekali membicarakan mengenai
mantan pacarnya yang meninggalkannya 3 bulan yang lalu, os semakin
sering menangis dan tidak mau makan. Os mengurung diri dikamar.
Setelah ditanyai lebih dalam mengenai kemungkinan stressor pada
os, keluarga menyatakan bahwa os terlihat sering murung setelah putus
dari kekasihnya 3 bulan yang lalu, os merasa tidak layak menjadi
kekasihnya akibat os tidak memiliki pekerjaan layak dan tidak dapat
membahagiakan kekasih os, lalu os ditinggalkan oleh kekasih os.
d. Riwayat penyakit dahulu
Os adalah perokok (± 2-3 batang/hari) sejak remaja. Riwayat
penyakit lain disangkal.
e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik (kepribadian pendiam dan cenderung
tertutup)
4
f. Riwayat perkembangan organobiologi
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat demam tinggi yang lama (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)
g. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
Riwayat mengonsumsi alkohol dan NAPZA disangkal.
h. Riwayat pendidikan
Os tamat SD. Os tidak lanjut sekolah akibat tidak memiliki biaya
untuk lanjut sekolah.
i. Riwayat pekerjaan
Os tidak bekerja, dan sulit mendapatkan pekerjaan. Os pernah
bekerja menjadi kuli bangunan selama 2 bulan, namun os merasa
pekerjaan tersebut tidak layak untuknya dan memutuskan untuk berhenti
bekerja 6 bulan yang lalu.
j. Riwayat perkawinan
Os belum menikah.
k. Keadaan sosial ekonomi
Os tinggal bersama keluarga dengan keadaan sosial ekonomi
menengah kebawah.
l. Riwayat keluarga
- Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal
5
- Pedigree:
B. AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI
Wawancara dan observasi dilakukan bersamaan dengan
alloanamnesis pada Selasa, 4 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB di Poli RS
Ernaldi Bahar, Palembang. Pemeriksa dan pasien berhadapan dengan posisi
pasien duduk dikursi pasien. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Pasien dapat berbicara dan kooperatif.
Pemeriksa Pasien Interpretasi
Selamat Siang Pak B.
Kami dokter muda yang
bertugas hari ini, boleh
tanya-tanya sebentar ya,
Pak?
Pak, umurnya berapa?
Sekarang kita lagi dimana
tau gak, Pak?
(saat datang, pasien
tampak diam dan sesekali
tertawa-tawa sendiri)
“Siang dok”
“Iyo, boleh”
“27 tahun, Taun ini”
“Di RS Erba”
Tanda-tanda halusinasi
Sensorium: compos
mentis
- kooperatif, perhatian
ada
- verbalisasi jelas
- cara bicara lancar
- kontak fisik, mata, dan
verbal ada
6
Sekarang hari apa, Pak?
Ini siapanya Pak? (sambil
menunjukkan ibu dan
ayah os)
“Selasa”
“mamak samo ubak aku”
(sesekali tertawa-tawa
sendiri)
Daya ingat: baik
Orientasi waktu, tempat,
dan personal: baik
Pak, tidurnya nyenyak
dak?
Ngapo Pak, ado yang
bapak pikiri apo sampe
dak pacak tedok itu?
Ngapo Pak mantannyo
jahat? Biso diceritoi dak?
Jadi bapak sedih gara-
gara mikiri itu yo?
Ado pikiran buat nyakiti
diri bapak dak?
“nyenyak-nyenyak bae,
tapi akhir-akhir ini susah
tedok, galak tebangun
malem-malem”
“Iyo, mantan aku. Jahat.”
(pasien diam, lalu
terlihat murung)
“aku diputusinyo, aku ni
katek gawe, dak biso
belike dio barang-
barang, jahat dio tu!”
“iyo” (kemudian os
sesekali tertawa-tawa
sendiri)
“idak”
Stressor masalah
percintaan
Hidup emosi: labil
7
Itu bapak ketawo samo
siapo? Ado yang lucu yo?
Bapak galak denger
suaro-suaro atau bisikan-
bisikan dak pak?
Ado bentuknyo dak pak?
Perasaan bapak cakmano
pas denger suaro itu?
Dio galak nyuruh-nyuruh
sesuatu dak pak?
Baiklah, terimakasih ya
Pak.
“Dak papo, katek”
(pasien mengangguk
sambil sedikit
menunjukkan ekspresi
fasial sedih dan murung)
(pasien menggelengkan
kepala)
“Takut”
(pasien mengangguk)
“galak nyuruh aku
ngelepar-lempar barang”
Adanya halusinasi
auditorik
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,6 0C
Frekuensi napas : 20 x/menit
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat saraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
8
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada
3) Gejala peningkatan tekanan intracranial : tidak ada
4) Mata
Gerakan : baik ke segala arahPersepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normalPupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø 2mm/2mmRefleks cahaya : +/+Refleks kornea : +/+Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
5) Motorik
Fungsi MotorikLengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas luas luas luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni eutoni eutoni eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
6) Sensibilitas : normal
7) Susunan saraf vegetatif : tidak ada kelainan
8) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
9) Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Adekuat
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Ada
e. Tingkah laku motorik : Normoaktif
9
f. Ekspresi fasial : Sedih
g. Verbalisasi : Jelas
h. Cara bicara : Lancar
i. Kontak psikis
Kontak fisik : ada, inadekuat
Kontak mata : ada, inadekuat
Kontak verbal : ada, inadekuat
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
a. Keadaan afektif
Afek : Sesuai
Mood : Hipotimik
b. Hidup emosi
Stabilitas : labil
Dalam-dangkal : dangkal
Pengendalian :
terkendali
Adekuat-Inadekuat : inadekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa
dirabarasakan
Arus emosi : normal
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : sesuai
Discriminative judgement : baik
Discriminative insight : baik
Dugaan taraf intelegensi : baik
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada
d. Kelainan sensasi dan persepsi
10
Ilusi : tidak ada Halusinasi : Audiorik
(+)
e. Keadaan proses berpikir
Psikomotilitas : sedang
Mutu : baik
Arus pikiran
- Flight of ideas : tidak ada
- Inkoherensi : tidak ada
- Sirkumstansial : tidak ada
- Tangensial : tidak ada
- Terhalang(blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition): tidak ada
- Perseverasi : tidak ada
- Verbigerasi : tidak ada
Isi pikiran
- Waham : tidak ada
- Pola Sentral : tidak ada
- Fobia : tidak ada
- Konfabulasi : tidak ada
- Perasaan inferior : tidak ada
- Kecurigaan : tidak ada
- Rasa permusuhan/dendam: tidak ada
- Perasaan berdosa/salah : tidak ada
- Hipokondria : tidak ada
- Ide bunuh diri : tidak ada
- Ide melukai diri : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
Pemilikan pikiran
-Obsesi : tidak ada
-Aliensi : tidak ada
Bentuk Pikiran
Autistik : Tidak ada
Dereistik : Tidak ada
Simbolik : Tidak ada
Paralogik : Tidak ada
Simetrik : Tidak ada
11
Konkritisasi : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
f. Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan
Abulia/Hipobulia : Tidak ada
Vagabondage : Tidak ada
Katatonia : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Raptus/Impulsivitas : Tidak ada
Mannerisme : Tidak ada
Kegaduhan Umum : Tidak ada
Autisme : Tidak ada
Deviasi Seksual : Tidak ada
Logore : Tidak ada
Ekolalia : Tidak ada
Ekopraksi : Tidak ada
Mutisme : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
g. Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (overt): Ada
h. Dekorum
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : baik
Sopan santun : baik
i. Reality Testing Ability : Baik
12
IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah percintaan
Aksis V : GAF scale 80-71
V. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
F23.2 Gangguan Psikotik Lir-skizofrenia (schizophrenia-like) Akut
VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
Risperidon 1 mg 2 x 1
Amitriptilin 2 x 1
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah.
- Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang
dihadapi.
Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan
keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
13
Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu, menegakkan
amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 SKIZOAFEKTIF
3.1.1 Definisi
Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang serius yang memiliki
gambaran skizofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala
khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan
afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu tipe manik dan tipe
depresif. Skizofrenia adalah gangguan otak yang mendistorsi cara seseorang berpikir,
bertindak, mengungkapkan emosi, merasakan realitas, dan berhubungan dengan
orang lain. Depresi adalah penyakit yang ditandai dengan perasaan sedih, tidak
berharga, atau putus asa, serta masalah berkonsentrasi dan mengingat detail.
3.1.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup pada gangguan skizoafektif kurang dari 1%, berkisar
antara 0,5%-0,8%. Tetapi, gambaran tersebut masih merupakan perkiraan.Gangguan
skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi pada orang tua dibanding anak muda.
Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-
laki, terutama perempuan yang sudah menikah.Usia awitan perempuan lebih sering
dibandingkan laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-laki engan gangguan
skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan mempunyai afek
tumpul yang nyata atau tidak sesuai. National Comorbidity Study menyatakan dari 66
orang dengan diagnose skizofrenia, 81% pernah didiagnosis gangguan afektif yang
terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan bipolar.
15
3.1.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab dari penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu.Dugaan saat ini bahwa gangguan skizoafektif mungkin
mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu etiologi mengenai gangguan
skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab gangguan
skizoafektif adalah tidak diketahui, namun empat model konseptual telah diajukan,
yaitu:
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu
tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan afektif
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun gangguan
afektif
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang
pertama.
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan
tersebut telah memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobtanan
jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang..
3.1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya skizoafektif belum diketahui apakah merupakan suatu
patologi yang terpisah dari skizofrenia dan gangguan mood atau merupakan
gabungan dari keduanya yang terjadi secara bersamaan. Jika merujuk pada
kemungkinan kedua, maka telah diketahui neurobiologi baik fungsional ataupun
struktural yang terlibat dalam gangguan ini.
16
Gambar 1. Area yang terlibat pada gangguan afek dan mood4
3.1.5 Manifestasi Klinis.
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari.2 Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan
disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Sedangkan pada gangguan skizoafektif tipe
depresif, gejala depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan
suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Depresi
Nafsu makan yang berkurang
17
Pengurangan berat badan
Perubahan dari pola tidur biasanya ( sedikit atau banyak tidur )
Agitasi
Merasa tidak ada semangat
Kehilangan rasa untuk melakukan kebiasaan sehari-hari
Merasa tidak ada harapan
Selalu merasa bersalah
Tidak dapat berkonsentrasi
Mempunyai pikiran untuk melakukan percobaan bunuh diri
Mania
Peningkatan aktivitas
Bicara cepat
Pikiran yang meloncat-loncat
Sedikit tidur
Agitasi
Percaya diri meningkat
Mudah teralihkan
Skizofrenia
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):3
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau
18
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi Auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
19
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.6
3.1.6 Diagnosis
20
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia
maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan
skizoafektif (Tabel 3) mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria
diagnosis untuk kedua kondisi lain.
Tabel 3. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)5
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran
dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia
Catatan : Episode depresi berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit
D. Gangguan bukan kareka efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: Jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik suatu episode campuran dan episode depresi berat)
Tipe depresif: Jika gangguan hanya termasuk episode depresi berat
Tabel dari DSM-IV, diagnostic and statistical manual of mental disorders.Ed. 4.Hak cipta American Psychiatric
Association. Washington. 1994
DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita
gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif tipe depresif.Seorang
pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe
manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien
diklasifikasikan menderita tipe depresif.
21
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitiu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizoafektif yang sudah ada, atau dimana gejala-gejala
itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan waham
menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuali dalam F20-F29.
Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada
gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan
skizoafektif (lihat Tabel 4).
Tabel 4. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III6
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitive adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
dama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (stimultaneously), atau
dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gelaja skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbedah.
Bila seseorang pasien skizoafrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F.20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoefektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F.25.1) atau campuran dari
keduanya (F.25.2). pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresi (F30-F33)
3.1.7 Diagnosis Banding
22
Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap
harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi yang
dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara
khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang
bersama-sama.1 Selain itu, apabila pasien menunjukkan gejala klinis lain seperti
aktivitas motorik katatonia yang khas, dapat pula didiagnosis banding dengan
skizofrenia katatonik (lihat Tabel 5). Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis
perlu didukung dengan pemeriksaan pemindaian (CT Scan) otak untuk
menyingkirkan kelainan anatomis dan elektroensefalogram untuk memastikan setiap
gangguan yang mungkin.1,4
Tabel 5. Pedoman Diagnostik Skizofrenia Katatonik berdasarkan PPDGJ-III6
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya:
A. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);
B. Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal);
C. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
D. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan ke arah yang
berlawanan);
E. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
F. Fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
23
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
G. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizorenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang
dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis,
psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada
masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis
psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut (perhatikan Tabel 6) telah
terkendali.1
Tabel 6. Pedoman Diagnostik Psikotik Lir-skizofrenia (schizophrenia-like) Akut
berdasarkan PPDGJ-III
Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:
H. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari suatu keadaan
nonpsikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik);
I. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20.-) harus ada
untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran klinis yang jelas
psikotik;
J. Kriteria untuk psikotik polimorfik akut tidak terpenuhi.
Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari 1 bulan
24
lamanya, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia.
3.1.8 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis
pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia. Generalisasi tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang
mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan
yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar
dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak
ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala
negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat
keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut
mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama
dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan
jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
3.1.9 Penatalaksanaan
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Terapi psikofarmaka yang
25
diberikan pada skizoaktif tipe bipolar adalah obat golongan mood stabilizer, baik
lithium atatu carbamazepine sama efektifnya, sedangkan untuk tipe depresif yang
terbukti lebih efektif adalah dengan pemberian carbamazepine dibanding lithium.
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah
bahwa antidepresan dan antimanik diberikan sesuai bentuk afek yang menonjol dan
bahwa antipsikotik digunakan berdasarkan gejala psikotik yang muncul. Pada
skizoafektif tipe manik, terapi dilakukan lebih agresif untuk mencapai konsentrasi
obat dalam darah pada tingkat menengah sampai tinggi. Ketika pasien sudah dalam
fase maintenance, dosis dapat diturunkan untuk menghindari efek samping yang tidak
diinginkan. Pemeriksaan laboratorium secara berkala perlu dilakukan untuk menilai
fungsi thyroid, ginjal dan sel-sel darah.
Antidepresan diberikan pada pasien skizoafektif tipe depresif, tetapi harus
dengan perhatian yang ketat karena dapat terjadi pergeseran gejala dari episode
depresif menjadi episode manik pada pemberian antidepresan. Antidepresan lini
pertama yang diberikan adalah golongan SSRI, karena selain cukup efektif, obat ini
juga memiliki sedikit efek samping pada sistem kardiovaskular. Pasien skizoafektif
dengan gejala agitasi atau insomnia lebih berespon dengan obat golongan trisiklik.
26
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. BS, laki-laki 27 tahun, datang ke Poli Erba dengan keluhan tidak bisa
tidur, sebab utama pasien dibawa ke Poli Erba Os sering melempar-lempar barang
sejak ± 2 minggu yang lalu.
Dari alloanamnesis didapatkan bahwa pasien mulai mengalami perubahan
perilaku sejak ± 2 bulan yang lalu. Kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh
pusing, sejak saat itu os dilaporkan sering melamun dan sering mengurung diri.
Pasien juga dikatakan sering melihat ke dinding rumah. Pasien menjadi sering
murung, menutup diri, dan membatasi interaksi dengan keluarga, bahkan komunikasi
sering tidak nyambung. Selain itu, pasien menjadi sering menangis tanpa alasan. Saat
ditanya oleh keluarganya, os tidak mau menjawab dan langsung menangis. Pasien
memang dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan cenderung tertutup. Os kesulitan
memulai tidur dan sering terbangun dimalam hari. Nafsu makan os menurun.
Enam minggu kemudian, pasien mengalami perubahan perilaku. os mulai
sering melempar-lempar barang yang ada didekatnya, ketika ditanya os mengatakan
terdapat suara yang menyuruhnya untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, os juga
sering berbicara serta tertawa sendiri dan terkadang tidak nyambung saat diajak
mengobrol.
Kemungkinan stressor pada pasien, keluarga menyatakan bahwa os terlihat
sering murung setelah putus dari kekasihnya 3 bulan yang lalu, os merasa tidak layak
menjadi kekasihnya akibat os tidak memiliki pekerjaan layak dan tidak dapat
membahagiakan kekasih os, lalu os ditinggalkan oleh kekasih os.
Berdasarkan pengamatan pemeriksa, sensorium pasien saat dinilai adalah
compos mentis, terdapat kontak adekuat. Pasien dinilai kooperatif, normoaktif, afek
sesuai. Mood hipotimik, emosi labil. Dugaan adanya halusinasi auditorik didapatkan
dari kesimpulan alloanamnesis dan autoanamnesis.
27
Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala utama depresi yaitu kehilangan minat
dan kegembiraan (melamun dan sering menangis tanpa alasan) serta berkurangnya
energi. Gejala depresi lainnya seperti sulit tidur, nafsu makan berkurang, kepercayaan
diri berkurang, Gagasan bahwa dirinya tidak berguna, ataupun ide untuk bunuh diri
disangkal. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien mengarah ke kondisi depresi
yang terjadi dalam kurun waktu ± 2 bulan yang lalu.
Selain gejala depresi, pada pasien ini juga ditemukan adanya gejala psikotik.
Sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat disingkirkan. Temuan yang mengarah
pada skizofrenia di antaranya adanya dugaan halusinasi auditorik dari hasil
alloanamnesis berupa kecenderungan pasien berbicara dan tertawa sendiri, dan
dikonfirmasi dari pernyataan pasien.
Berdasarkan DSM-IV maupun PPDGJ-III, gejala klinis yang ditemukan pada
pasien ini mengarah ke gangguan skizoafektif, dikarenakan adanya gejala gangguan
mood (depresi) dan skizofrenia pada saat yang bersamaan. Pada pasien ini gejala
yang lebih menonjol adalah gejala depresi. Maka pada aksis I gangguan berupa
skizoafektif tipe depresi. Tidak ada diagnosis pada aksis II. Aksis III tidak ada
diagnosis. Pada aksis IV stressor berupa masalah percintaan. Aksis V GAF scale saat
diperiksa 80-71. Pasien didiagnosis banding dengan F32.3 episode depresif berat
dengan gejala psikotik dan F23.2 gangguan psikotik lir-skizofrenia (schizophrenia-
like) akut.
Terapi yang diberikan berupa psikofarmaka dan psikoterapi. Psikofarmaka
yang diberikan berupa Risperidon 1 mg 2 x 1 sebagai antipsikotik dan amitriptilin 2 x
1 sebagai antidepresan. Psikoterapi pada pasien ini lebih ditekankan kepada
psikoterapi keluarga, dimana keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan
pasien. Selain itu, psikoterapi suportif ditujukan untuk memberi dukungan dan
perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah, serta memotivasi pasien agar
meminum obat secara teratur, dan rutin kontrol setelah pulang dari perawatan di
rumah sakit.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry.
9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins: 2003
2. Benjamin J., Sadock MD. Virginia A. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook
of Psychiatric Drug Treatment
3. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II. Binarupa
Aksara. Tangerang: 2010. 33-46
4. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Comprehensive
Textbook of Physchiatry. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins:
2009
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2001.
6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2013.
7. Jiwo T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita Gangguan Jiwa. Available
from URL: http://www.tirtojiwo.seri-depresi.pdf.com
8. Sulistia G. Ganiswarna. Farmakologi dan terapi. 4 th ed. Indonesia; Gaya baru
jakarta. 1995
9. Junaldi I. Anomali Jiwa. Dalam : Gangguan Kecemasan. Edisi 1.
Yogyakarta:Percetakan Andi, 2012. Hal:124-141
29