Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
22
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian di lapang dilaksanakan di Kebun Percobaan Universitas Merdeka
Pasuruan yang terletak di Kelurahan Purut Rejo, Kecamatan Purworejo Kota
Pasuruan. Penelitian di laboratorium dilaksanakan di laboratorium agroteknologi
Universitas Muhammadiyah Malang. Waktu penelitian di lapang mulai 1
September 2018 sampai dengan 2 Desember 2018. Sedangkan penelitian di
laboratorium dilaksanakan mulai 7 Januari 2019 sampai dengan 4 Juni 2019.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan di lahan pada penelitian ini berupa cangkul, gembor,
meteran, label, alat tulis, tali rafia, pisau dan alat dokumentasi. Sedangkan alat
yang digunakan di laboratorium adalah autoklaf, timbangan analitik, plastik, karet
gelang, tabung reaksi+rak, shaker,vortex, pipet ukur, pipet mikro, karet hisap,
alumunium foil, spatula, spektrofotometer, laminar air flow (LAF),
kompor+tabung gas, plastik wrap, erlenmeyer, cawan petri, toples, kain kasa,
kertas label, haemocytometer, Fotomikroskop, dan alat dokumentasi.
Bahan yang digunakan di lahan adalah keprasan pertama tanaman sorgum
(Sorghum bicolor L. Moench) 9 genotip, pupuk dasar, air, pupuk kimia dan
pestisida. Sedangkan bahan yang di gunakan di laboratorium adalah spirtus, media
PDA (Potato Dextrose Agar), media SDAY (Sabauraud Dextrose Agar dengan
2% Yeast extract), alkohol 70%, aquades, sampel tanah pada 9 genotip sorgum,
ulat hongkong (Tenebrio molitor), dan serangga yang diuji ulat grayak
Spodoptera sp instar 3 dan intar 4.
222
22
23
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan metode eksploratif dan metode deskriptif.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian menggunakan 9 genotip tanaman
sorgum yaitu genotip 1 (Pasuruan), genotip 2 (Lamongan 1), genotip 3
(Lamongan 2), genotip 4 (Tuban), genotip 5 (Sampang 1), genotip 6 (Sampang 2),
genotip 7 (Tulung agung 1), genotip 8 (Tulung agung 2) dan genotip 9 (Jombang).
Lahan pertanaman yang digunakan pada lokasi pengujian berbentuk bedengan
dengan jumlah bedengan sebanyak 27 ( 9 genotip x 3 ulangan). Tanaman ditanam
dengan jarak tanam antar bedengan 30 cm dan jarak antar tanaman 20 cm.
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Tahapan Penelitian di Lapang
1. Persiapan tanaman sorgum
Tanaman yang digunakan adalah keprasan pertama tanaman sorgum. Lahan
pertanaman yang digunakan pada lokasi pengujian berbentuk bedengan dengan
jumlah bedengan sebanyak 27 ( 9 genotip x 3 ulangan). Tanaman ditanam dengan
jarak tanam antar bedengan 30 cm dan jarak antar tanaman 20 cm.
2. Pengambilan sampel metode sampling sistematis
Gambar 7. Dena plot penelitian
U
24
Gambar 7. Dena plot penelitian. Keterangan : G1: Genotip Pasuruan, G2: Genotip
Lamongan 1, G3: Genotip Lamongan 2, G4: Genotip Tuban, G5:
Genotip Sampang 1, G6: Genotip Sampang 2, G7: Genotip Tulung
agung 1, G8 : Genotip Tulunga agung 2, G9 : Genotip Jombang, U1:
Ulangan 1, U2: Ulangan 2, U3: Ulangan 3. U: Utara.
Menurut Triyono (2003), Pengambilan sampel tanah dilakukan secara
berurutan dengan menggunakan metode samping sistematis. Berdasarkan gambar
7, Sampel tanah diambil 2 titik dalam satu genotip tanaman, sampel tanah yang
digunakan sebanyak 200 g.sebagai sampel uji, diambil dengan kedalaman tanah
10-15 cm diatas permukaan tanah di sekitar perakaran tanaman.
3. Koleksi dan perbanyakkan isolat
Menurut (Trizelia, 2010) Isolat cendawan jamur entomopatogen yang
digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari tanah disekitar perakaran tanaman
sorgum. Pengambilan tanah dilakukan dengan cara penggalian tanah pada
kedalaman 10 - 15 cm dengan menggunakan sekop tangan kecil. sampel tanah
dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium untuk diproses
lebih lanjut.
Eksplorasi jamur entomopatogen dilakukan dengan metode guna
mendapatkan spesies jamur entomopatogen. Metode dengan menggunakan umpan
serangga (Insect bait method) seperti dilakukan Hasyim & Azwana (2003).
Serangga umpan yang digunakan ialah larva Tenebrio monilitor Linn. (Ulat
hongkong) instar ketiga yang baru berganti kulit. Tanah yang digunakan untuk
memerangkap jamur entomopatogen diambil secara sampling sistematis. Tanah
yang digunakan dari rhizosfer tanaman sorgum pada kedalaman 10 - 15 cm.
25
3.4.2 Tahapan Penelitian di Laboratorium
A. Sterilisasi alat dan bahan
Menurut Ida indrawati dkk (2016) Alat dan bahan disteril menggunakan
autoklaf, untuk alat dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama ±20 menit,
untuk bahan medium dengan suhu 110oC dan tekanan 1 atm selama 10-15 menit.
B. Pembuatan media PDA (potato Dextrose Agar)
Menurut Aryal, 2018 menyatakan bahwa untuk pembuatan media pda
yaitu sesuai dengan tahapan yang pertama adalah menimbang pda instan sebanyak
39 gram. Kemudian memasukkan PDA instan ke dalam gelas kimia ukuran 1000
ml dan tambahkan aquades sampai mencapai volume 1000 ml. Setelah itu
masukkan gelas kimia ke dalam panci yang berisi air seperlunya dan dipanaskan
diatas kompor sambil diaduk hingga menjadi homogen (berwarna jernih atau
bening). Selanjutnya, media di masukkan pada erlenmeyer dengan menggunakan
kapas, dan diselimuti dengan alumunium foil atau kertas, dan tahapan terakhir
yaitu menstrerilkan media dengan menggunakan autoklaf bertekanan 1 atm,
dengan suhu 121oc selama 20 menit.
B. Pembuatan media SDAY (Sabauraud dextrose agar yeast extract)
Menurut Muhammad anton aston,i dkk (2015) menyatakan bahwa untuk
pembuatan media sday (sabauraud dextrose agar yeast extract) yaitu sesuai
dengan tahapan pertama adalah menimbang 40 gram dextrose, 20 gram pepton, 15
gram agar, 2,5 gram ragidan 2 kapsul kloram fenicol. Kemudian memasukkan
semua bahan ke dalam gelas kimia ukuran 1000 ml dan tambahkan aquades
sampai mencapai volume 1000 ml. Selanjutnya masukkan gelas kimia ke dalam
panci yang berisi air seperlunya dan dipanaskan diatas kompor sambil diaduk
hingga menjadi homogen (berwarna jernih atau bening). Setelah itu,, media di
26
masukkan pada erlenmeyer dengan menggunakan kapas, dan diselimuti dengan
alumunium foil atau kertas. Dan tahapan akhirnya adalah menstrerilkan media
dengan menggunakan autoklaf bertekanan 1 atm, dengan suhu 121oc selama 20
menit.
C. Isolasi mikroba dari rhizosfer tanaman sorgum
Menurut untuk isolasi mikroba dari rhizosfer tanaman sorgum yaitu sesuai
dengan tahapan pertama adalah menimbang 1 gram tanah dan memasukkan ke
dalam erlenmeyer berisi 100 ml air steril kemudain mengocok sampai terbentuk
suspensi yang homogen. Selanjutnya mendiamkan dan mengambil 1 ml bagian
yang jernih dan memasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml air steril.
Kemudian melakukan hal tersebut berulang – ulang sampai pengenceran 103.
Setelah itu, untuk mengisolasi jamur, pada pengenceran 103 (1:1000) mengambil
100 µml dan menuangkan ke dalam cawan petri steril yang telah berisi asam
asetat tiga tetes dan pada tahap selanjutnya medium pda dengan suhu 45 – 50°c
menuangkannya ke dalam cawan petri tersebut. Kemudian tahapan akhirnya yaitu
meratakan sampel di dalam cawan petri agar tercampur rata dan menginkubasikan
selama 24 – 96 jam.
D. Isolasi sampel ulat
Larva Tenebrio monilitor Linn. (ulat hongkong) yang terinfeksi jamur
permukaannya disterilkan dengan alkohol 70% selama tiga menit. Kemudian
dibilas air steril sebanyak tiga kali dan dikering anginkan diatas kertas saring
steril. Lalu serangga tersebut diletakkan dalam cawan petri (diameter 9 cm)
berisi tissue lembab steril dan diinkubasikan untuk merangsang tumbuhnya jamur.
Jamur yang keluar dari tubuh larva Tenebrio monilitor Linn. (ulat hongkong)
27
diambil dengan jarum inokulasi, dibiakan pada PDA (potato Dextrose Agar)
dan diinkubasikan selama tujuh hari pada suhu 23-25°C.
D. Pemurnian
Menurut Adiz adryan Ed-har et al, (2017), Pemurnian (purification) bertujuan
agar diperoleh biakan murni yang diinginkan tanpa ada kontaminan dari mikroba
lain. Pemilihan koloni mikroba yang dimurnikan berdasarkan perbedaan
kenampakan morfologi koloni, baik dari segi warna, elevasi, tekstur permukaan,
garis garis radial, lingkaran konsentris maupun tetes eksudat sehingga diperoleh
isolat murni. pada pemurnian isolat fungi menggunakan metode titik dalam proses
pemindahan ke dalam media SDAY (Sabauraud dextrose agar yeast extract).
D. Identifikasi morfologi secara makroskopis dan mikroskopis
Secara mikroskopis, koloni yang tumbuh diidentifikasi berdasarkan Nelson dkk
(1994), Morfologi diidentifikasi berdasarkan karakterisasi dari hifa, konidia, dan
pertumbuhan koloni. Mengamati karakterisasi bentuk makronidia dan mikronidia
dengan cara bagian tubuh jamur diambil sedikit dan diletakkan di atas kaca
preparat yang telah ditambahkan sedikit air lalu diaduk dengan jarum inokulasi.
Kaca preparat ditutup dengan cover glass dan diamati dengan mikroskop. Secara
makroskopis, koloni yang tumbuh diidentifikasi secara visualisasi langsung
berdasarkan karakterisasi warna koloni dan kepadatan koloni.
E. Penyiapan suspensi jamur
Menurut Dwi astuti, M.E et al, (2006), pembuatan suspensi konidia dilakukan
dengan cara mengambil koloni jamur dari isolat murni kemudian dicampur
dengan aquades steril, diaduk dan disaring hingga membentuk suspensi. Suspensi
28
yang telah terbentuk dihitung kerapatan konidianya menggunakan
haemositometer dan diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 400 kali
F. Perhitungan jumlah spora jamur
Menurut laratorium balai besar perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan
surabaya (2009), Isolat jamur dipanen dari dalam cawan petri dengan cara
menambahkan 10 ml akuades kemudian memasukkanya ke dalam beaker glass
setelah itu mengaduk hasil panen sampai homogen lalu mengambilnya
menggunakan pipet tetes. Selanjutnya metode perhitungan jumlah spora yaitu:
1. Menyiapkan haemocytometer tipe Neubauer Improve, letakkan pada meja
benda mikroskop, Tutup dengan gelas penutup seperti pada gambar 8.
Gambar 8. Penutupan Haemacytometer dengan menggunakan gelas penutup.
2. Mengamati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung
pada haemacytometer.
3. Melakukan pengambilan contoh bahan uji sesuai IK No. B.3
4. Menimbang 1 (satu) gram contoh bahan uji dengan menggunakan
aluminium foil dan masukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml.
5. Menambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml.
6. Mencampurkan larutan sampai homogen dengan menggunakan magnetic
stirrer ( 15 menit)
7. Mengambil suspensi spora sebanyak 0,2 ml menggunakan jarum suntik
8. Meneteskan suspensi spora secara perlahan pada bidang hitung dengan
jarum suntik hingga memenuhi kanal seperti pada gambar 9.
29
Gambar 9. Penetesan suspensi pada bidang hitung
9. Mendiamkan satu menit agar posisi stabil
10. Mengulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada spora dan bidang
hitung.
11. Menghitung jumlah spora yang terdapat pada kotak hitung (a+b+c+d+e)
dengan perbesaran 400x dengan menggunakan hand counter. Lakukan
pengecekan penghitungan untuk tiap kotak hitung seperti pada gambar 10.
Gambar 10. Kotak hitung Haemacytometer
12. Alur perhitungan spora seperti tercantum pada gambar 11 dibawah ini
30
Gambar 11. Perhitungan spora
13. Spora yang terletak pada garis batas kotak hitung hanya dihitung pada sisi
kiri dan atas kotak hitung tersebut, sedangkan proses perhitungannya
seperti pada gambar 12 berikut ini:
Gambar 12. Batas kotak hitung spora
14. Mengulangi langkah k pada bidang hitung 2 seperti pada gambar 13.
Gambar 13. Kanal pada bidang hitung
15. Menersihkan Haemacytometer sesuai IK No. B. 7.
16. Mengulangi langkah a dan b, kemudian kocok suspensi spora dengan
menggunakan magnetic stirer selama 3 menit.
31
17. Mengulangi langkah f hingga m sebanyak 2 kali.
18. Setelah diketahui banyaknya spora pada kotak perhitungan, hitung jumlah
spora/ml dengan rumus sebagai berikut:
G. Perhitungan persentase mortalitas kematian ulat
Persentase mortalitas ulat sampel menggunakan analisis perhitungan
Schneider-Orelli's formula, untuk perhiungan mortalitas kematian ulat sampel
sumber: http://www.ehabsoft.com/ldpline/onlinecontrol.htm#SchineiderOreli.
Corrected % = ( Mortality % in treated plot - Mortality % in control plot
100 - Mortality % in control plot
) * 100
F. Aplikasi jamur entomopatogen terhadap ulat grayak
1. Ulat grayak di letakkan pada toples yang steril
2. Menyemprotkan 0,5 ml suspensi jamur entomopatogen pada daun sawi atau
makanan ulat grayak
3. Ulat grayak diamati 12 jam sekali setiap hari.
3.5 Pengamatan
Mengetahui gejala ulat grayak yang terinfeksi jamur entomopatogen
dan mengidentifikasi ulat grayak yang terinfeksi jamur entomopatogen dengan
parameter pengamatan:
...................(1)
......................... (2)
32
a. Persentase pola makan ulat sampel setelah aplikasi mikroba jamur
entomopatogen metode pemancingan ulat dan pengenceran.
Berdasarkan gambar 14, pengamatan persentase pola makan ulat dilihat
12 jam setiap hari setelah ulat diberi daun yang berukuran panjangnya 5 cm
dan lebarnya 5 cm yang sudah diaplikasikan jamur entomopatogen untuk
sebagai makanan ulat sampel yang diuji, cara melakukan perhitungan pola
makan ulat dilakukan secara visual. Ciri-ciri ulat yang diuji atau terinfeksi
jamur entomopatogen yaitu terjadinya perubahan tingkah laku dan penurunan
pola makan.
Gambar. 14 Persentase daun sebagai makanan ulat yang diuji
b. Rata-rata waktu kematian ulat metode pemancingan ulat dan pengenceran
Pengamatan rata-rata waktu kematian ulat dilihat 12 jam setiap hari, ulat
diberi daun yang sudah diaplikasikan jamur entomopatogen untuk sebagai
makanan ulat sampel yang diuji. cara melakukan perhitungan pola makan ulat
dilakukan secara visual. Ciri-ciri ulat yang diuji atau terinfeksi jamur
entomopatogen yaitu terjadinya perubahan warna kulit ulat kehitaman dan
tidak bergerak sama sekali.
c. Persentase mortalitas ulat metode pemancingan ulat dan pengenceran
33
Perhitungan persentase mortalitas menggunakan rumus analisis perhitungan
Schneider-Orelli's formula. Data diperoleh dari pengamatan waktu rata-rata
kematian ulat sampel yang diuji setelah diaplikasikan jamur entomopatogen.
d. Perubahan warna ulat metode pemancingan ulat dan pengenceran
Pengamatan perubahan warna ulat sampel diuji dilihat 12 jam setiap hari
setelah ulat diberi daun yang sudah diaplikasikan jamur entomopatogen untuk
sebagai makanan ulat sampel yang diuji. cara melakukan perhitungan pola
makan ulat dilakukan secara visual. Ciri-ciri ulat yang diuji atau terinfeksi
jamur entomopatogen yaitu terjadinya perubahan warna kulit ulat menjadi
hitam.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh pengamatan di Laboratorium diperoleh berdasarkan
Persentase mortalitas ulat sampel menggunakan analisis perhitungan Schneider-
Orelli's formula. Data karakterisasi morfologi isolat jamur disajikan dalam bentuk
deskriptif serta dibandingkan dengan literatur. Data disajikan dalam bentuk tabel
dan gambar.