Upload
lynhan
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
35
4. HASIL PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian
4.1.1 Kecamatan Penelitian
Secara administratif, Kecamatan Sambirejo berada di wilayah Kabupaten
Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Terdiri dari sembilan desa, yaitu Desa Musuk,
Desa Jetis, Desa Sukorejo, Desa Jambeyan, Desa Sambi, Desa Dawung,
Desa Blimbing, Desa Kadipiro, dan Desa Sambirejo yang juga berfungsi sebagai
pusat pemerintahan. Dari Sembilan desa tersebut, Desa Jetis, Desa Blimbing dan
Desa Sukorejo mengusahakan pertanian Padi organik. Desa Sukorejo sudah
mengusahakan pertanian Padi organik dari tahun 2000 sampai sekarang.
Pemilihan Desa Sukorejo sebagai lokasi penelitian karena sebagian besar lahan
sudah mendapat sertifikat organik dari INOFICE.
Pertanian organik di Desa Sukorejo dirintis sejak tahun 2000. Pada awalnya
terjadi penurunan hasil produksi hingga 20%. Kerugian tersebut teratasi dengan
penjualan hasil produksi yang dibebankan pada PNS (Pegawai Negri Sipil)
oleh pemerintah daerah. Pada saat itu harga jual ditentukan oleh pemerintah.
Beberapa tahun kemudian pemasaran hasil produksi beralih ke PADI MULYA,
dimana ada kesepakatan berbentuk MOU (Memorandum Of Understanding).
Dahulu petani masih menjadi price taker, namun di tahun 2009 sampai sekarang
petani sudah menjadi price maker. Sebagai contoh, harga jual Gabah Kering
Panen (GKP) varietas Menthik Wangi dihargai Rp 4.400,00/kg.
Berdasarkan jarak tempuh, pusat pemerintahan kecamatan dengan Ibu Kota
Kabupaten Sragen berjarak 12 km. Kecamatan Sambirejo berketinggian 191 m dpl,
curah hujan 4.156 mm dengan hari hujan 94 hari/tahun. Ini sesuai dengan syarat
tumbuh Padi, sebab Padi akan tumbuh baik di ketingginan 1-1500 m dpl dengan
curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun. Batas wilayah Kecamatan Sambirejo bagian
utara berbatasan dengan Kecamatan Gondang, bagian timur berbatasan dengan
Provinsi Jawa Timur, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar,
36
dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kedawung (Kecamatan Sambirejo
Dalam Angka 2010).
4.1.2 Luas Lahan Dan Tataguna Lahan Kecamatan Penelitian
Terdapat empat jenis lahan sawah yaitu sawah irigasi teknis (598,8 ha), sawah
irigasi setengah teknis (501,5 ha), sawah irigasi sederhana (349,6 ha) dan sawah
tadah hujan (39,62 ha). Dengan banyaknya lahan sawah beririgasi, menjadi potensi
untuk pengembangan pertanian Padi organik di Kecamatan Sambirejo.
Di Desa Musuk ada dua jenis lahan sawah, yaitu sawah irigasi teknis
(37,70 ha) dan sawah irigasi sederhana (42,11 ha). Di Desa Sukorejo terdapat tiga
jenis lahan sawah yaitu sawah irigasi setengah teknis (2,40 ha), sawah irigasi
sederhana (125,34 ha), dan sawah tadah hujan (2,50 ha). Berikut Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Diagram Penggunaan Tanah Di Kecamatan Sambirejo Tahun 2010
Sumber : Kecamatan Sambirejo Dalam Angka Tahun 2010
Sawah Irigasi Teknis
598,8 ha (12,36%)
Sawah Irigasi Setegah Teknis
501,5 ha (10,36)%
Sawah Irigasi Sederhana
349,6 ha (7,22)%
Sawah Tadah Hujan
39,62 ha (0,82%)
Pekarangan/ Bangunan1.431 ha (29,54%)
Tegalan/ Kebun922,5 ha (19,05)%
Padang/ Gembala
1,5 ha (0,03)%
Tambak/ Kolam2,5 ha
(0,05%)
Rawa-rawa0 ha (0,00%)
Sementara Tak Diusahakan0 ha (0,00%)
Hutan Negara155 ha (3,20%)
Perkebunan Negara/ Swasta370 ha (7,64%)
Lain-lain470 ha (9,72%)
37
4.1.3 Pertanian Kecamatan Penelitian
Komoditas pertanian yang diusahakan seperti Padi sawah, Jagung, Ubi Kayu,
Kacang-kacangan (Kacang Tanah dan Kacang Panjang), Bayam, dan buah-buahan
(Mangga, Jambu Air, Sawo, Belimbing, Pepaya, dan Pisang). Musim tanam Padi
dikenal tiga sebutan, yaitu MT I (Rendheng: November-Februari)), MT II
(Gadhon: Maret-Juni) dan MT III (Mogolan: Juli-Oktober). Luas panen Padi di
Kabupaten Sragen tahun 2009 seluas 89.463 ha, pada tahun 2010 mengalami
perluasan 6.413 ha sehingga tahun 2010 luas panen Padi Kabupaten Sragen 95.876
ha. Luas panen Padi organik maupun semi organik di Kabupaten Sragen tahun
2009 seluas 7.143 ha dan tahun 2010 menjadi 9.055 ha. Dari luasan tersebut, 185
ha sudah tersertifikat organik.
Produksi Padi Kabupaten Sragen tahun 2010 sebanyak 543.381 ton,
produktivitasnya 56,68 kw/ha. Produksi Padi organik dan semi organik Kabupaten
Sragen tahun 2010 sebanyak 59.323,28 ton, produktivitasnya 65,51 kw/ha.
Desa Musuk menyumbangkan 9.100 kw Padi anorganik, dan Desa Sukorejo
menyumbangkan 22.100 kw Padi organik. Berikut Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Produksi Padi Di Desa Musuk Dan Sukorejo,
Kecamatan Sambirejo Tahun 2009
Padi Sawah Desa Musuk Desa Sukorejo Jumlah
Total % Total % Total %
Luas Panen (ha) 168 29,89 394 70,11 562 100,00
Produksi (ku) 9.1 29,17 22.1 70,83 31.2 100,00
Rata-rata (ku/ha) 54 49,09 56 50,91 110 100,00
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010
Dalam berusahatani, petani tidak hanya mengusahakan lahannya saja
melainkan juga mengusahakan beberapa ternak. Biasanya ternak yang diusahakan
meliputi Sapi, Kambing, Domba, Ayam, Itik, Angsa, dan Merpati. Fungsi ternak
yang diusahakan selain dapat diambil telur dan limbah kandangnya, juga sebagai
investasi. Ini dikarenakan ternak tersebut dapat dijual sewaktu-waktu, terutama bila
petani sedang membutuhkan uang yang cukup banyak. Berikut Tabel 4.2.
38
Tabel 4.2. Jumlah Ternak Besar, Kecil, Dan Unggas Di Desa Musuk Dan
Sukorejo, Kecamatan Sambirejo Tahun 2009
Jenis Ternak Desa Musuk Desa Sukorejo Jumlah
Ekor % Ekor % Ekor %
Sapi 372 60,69 241 39,31 613 100,00
Kambing 389 45,18 472 54,82 861 100,00
Domba 304 45,24 368 54,76 672 100,00
Ayam Kampung 1.216 29,72 2.876 70,28 4.092 100,00
Ayam Ras 4.5 64,28 2.501 35,72 7.001 100,00
Itik 415 37,90 680 62,10 1.095 100,00
Itik Manila 80 100,00 - 0,00 80 100,00
Angsa 30 100,00 - 0,00 30 100,00
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010
Sebagai pupuk kandang, limbah ternak mengandung beberapa unsur hara,
namun beberapa unsur yang banyak disorot adalah kandungan N, P, dan K.
Berikut Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Kandungan Pupuk Kandang Dari Unsur N, P, Dan K
Berdasarkan Jenis Ternak
Jenis Ternak Kelembaban (%) N (%) P2O5 (%) K2O (%)
Sapi, Lembu 80 1,67 1,11 0,56
Kuda 75 2,29 1,25 1,38
Domba, Kambing 68 3,75 1,87 1,25
Babi 82 3,75 3,13 2,50
Ayam 56 6,27 5,92 3,27
Merpati 52 5,68 5,74 3,23
Sumber: Anonim, 2011c
4.2 Keadaan Umum Sampel Penelitian
4.2.1 Kelompok Umur Sampel
Sebagian besar sampel pertanian anorganik berusia 50 tahun ke atas, sebab
banyak usia muda yang bekerja di luar bidang pertanian. Sebagian besar sampel
pertanian organik berusia 40 tahun ke atas sebab ada komitmen untuk melestarikan
lahan usaha yang dimiliki dan didukung dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dari sampel pertanian anorganik. Berikut Tabel 4.4.
39
Tabel 4.4. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Kelompok Umur
Usia (Tahun) Pertanian Anorganik Pertanian Organik Jumlah
Orang % Orang % Orang %
35 - 39 1 1,67 1 1,67 2 3,33
40 - 44 - 0,00 4 6,67 4 6,67
45 - 49 3 5,00 11 18,33 14 23,33
50 - 54 2 3,33 3 5,00 5 8,33
55 - 59 12 20,00 3 5,00 15 25,00
60 - 64 7 11,67 3 5,00 10 16,67
> 65 5 8,33 5 8,33 10 16,67
Jumlah 30 50,00 30 50,00 60 100,00
Sumber: Data Primer 2011
4.2.2 Jumlah Anggota Keluarga Sampel
Sebagian besar jumlah anggota keluarga sampel pertanian anorganik 1-2 orang,
sedangkan di pertanian organik 3-4 orang. Dari jumlah anggota keluarga ini,
dimungkinkan terjadinya efisiensi tenaga kerja yang berasal dari dalam, sehingga
biaya tenaga kerja untuk tenaga luar dapat ditekan. Jumlah anggota keluarga
memberikan informasi tentang seorang petani untuk mencukupi kubutuhan
anggota keluarganya. Sehingga petani tersebut terdorong untuk memaksimalkan
hasil produksi dan pendapatan bersihnya. Berikut Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Anggota Keluarga Sampel Penelitian
Sumber : Data Primer 2011
40
4.2.3 Pendidikan Terakhir Sampel
Pendidikan berkaitan dengan kemampuan p etani mencari informasi, menyerap
informasi dari penyuluh dan mengatur sumberdaya yang dimiliki. Dari sebagian
besar sampel petani anorganik maupun orga nik, memiliki pendidikan Sekolah
Dasar. Berikut Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Grafik Pendidikan Terakhir Sampel Penelitian
Sumber: Data Primer 2011
4.2.4 Pekerjaan Utama Dan Sampingan
Sebagian besar pekerjaan utama sampel penelitian adalah petani.
Meskipun demikian ada beberapa sampel yang pekerjaan utamanya sebagai
pegawai desa maupun aparat pemerintah, namun pekerjaan ini bersifat sementara
sehingga apabila sudah tidak menjabat, mereka tetap bekerja sebagai petani Padi.
Berikut Tabel 4.5.
41
Tabel 4.5. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Mata Pencaharian Utama
Mata Pencaharian Pertanian Anorganik Pertanian Organik Jumlah
Orang % Orang % Orang %
Petani 30 50,00 26 43,33 56 93,33
PNS - 0,00 2 3,33 2 3,33
Pegawai Desa - 0,00 2 3,33 2 3,33
Jumlah 30 50,00 30 50,00 60 100,00
Sumber : Data Primer 2011
Kadang dalam berusahatani pendapatan usahatani belum mampu memenuhi
kebutuhan sehingga seorang petani mengambil keputusan untuk bekerja
sampingan, semisal menjadi tukang ojek setelah mengolah lahan atau merawat
tanaman budidayanya atau menjadi tukang batu maupun tukang kayu.
Berikut Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Mata Pencaharian Sampingan
Mata Pencaharian Pertanian Anorganik Pertanian Organik Jumlah
Orang % Orang % Orang %
Petani - 0,00 4 6,67 4 6,67
Peternak - 0,00 1 1,67 1 1,67
Wira Usaha - 0,00 4 6,67 4 6,67
Ojek 1 1,67 - 0,00 1 1,67
Sewa Traktor 1 1,67 - 0,00 1 1,67
Tukang 7 11,67 1 1,67 8 13,33
Tidak Ada Sampingan 21 35,00 20 33,33 41 68,33
Jumlah 30 50,00 30 50,00 60 100,00
Sumber : Data Primer 2011
Modal yang digunakan sebagian besar sampel berasal dari modal sendiri.
Rata-rata modal lancar pertanian organik Rp 1.407.115,00 sedangkan pertanian
anorganik Rp 1.157.380,00. Jaringan pemasaran seorang petani biasanya terbatas
di penebas, pengepul maupun ke pengijon. Jaringan pemasaran yang lebih luas
sangat diperlukan petani untuk memasarkan hasil usahataninya dan menentukan
harga, sehingga petani tidak menjadi price taker melainkan sebagai price maker.
42
4.2.5 Sumber Modal Usahatani dan Jaringan Pemasaran
Modal yang digunakan sebagian besar sampel berasal dari modal sendiri.
Rata-rata modal lancar pertanian organik Rp 1.407.115,00 sedangkan pertanian
anorganik Rp 1.157.380,00. Jaringan pemasaran seorang petani biasanya terbatas
di penebas, pengepul maupun ke pengijon. Jaringan pemasaran yang lebih luas
sangat diperlukan petani untuk memasarkan hasil usahataninya dan menentukan
harga, sehingga petani tidak menjadi price taker melainkan sebagai price maker.
Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar petani organik dan anorganik
memiliki jaringan pemasaran yang sama, yaitu menjual hasil produksi Padi ke
pengepul.
4.2.6 Sumber Informasi Budidaya
Dahulu petani belajar berusahatani dari orang tuanya. Seiring perkembangan
jaman, peranan orang tua dalam mendidik anak-anaknya untuk berusahatani
tergeser oleh penyuluh pertanian. Dari penyuluh, terjadi aliran informasi pertanian
yang diteruskan kepada para petani. Beberapa informasi yang sering diberikan
seperti dosis penggunaan pupuk, varietas benih unggulan terbaru, teknik bercocok
tanam dan lain sebagainya.
Antara sumber informasi budidaya dengan lama usahatani ada hubungan
dengan penyerapan informasi budidaya. Dahulu, petani menyerap informasi masih
terbatas dari orang tua ataupun keluarganya. Saat ini petani dapat menyerap
informasi dari penyuluh pertanian dan berbagai sumber informasi lainnya.
Dengan kemajuan zaman, informasi budidaya tidak hanya berasal dari penyuluh
maupun sumber informasi lainnya, tetapi juga dari orang tua sebab prinsip
pertanian organik mirip dengan pertanian tradisional namun memanfaatkan
teknologi tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan. Berikut Tabel 4.7
43
Tabel 4.7. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Sumber Informasi Budidaya
Sumber Informasi Budidaya Pertanian Anorganik Pertanian Organik Jumlah
Orang % Orang % Orang %
Orang Tua 19 31,67 3 5,00 22 36,67
Penyuluh 1 1,67 7 11,67 8 13,33
Orang Tua dan Penyuluh 10 16,67 20 33,33 30 50,00
Jumlah 30 50,00 30 50,00 60 100,00
Sumber : Data Primer 2011
4.2.7 Status Kepemilikan Dan Luas Lahan
Dari hasil penelitian, didapati sebagian besar lahan sawah yang dimiliki petani
termasuk lahan sawah irigasi. Jenis sawah irigasi sederhana yang terdapat di Desa
Musuk berpotensi untuk diarahkan ke pertanian organik, terutama untuk lahan-
lahan yang letaknya lebih tinggi dan memiliki pengairan dari mata air.
Lahan irigasi teknis sulit untuk diarahkan ke pertanian organik, sebab sistem
pengairannya saling berhubungan.
Luas lahan sampel penelitian beragam, lahan tersempit dari kedua populasi
1.500 m2 dan yang terluas 22.500 m
2. Kepemilikan lahan mulai dari milik sendiri,
milik keluarga, lahan sewa bahkan ada yang berstatus lahan bengkok. Lahan yang
berstatus milik keluarga ditemukan populasi di pertanian organik. Hal ini terjadi
karena lahan pertanian organik memerlukan komitmen agar lahan tidak tercemar
bahan kimia, sehingga hanya diusahakan oleh keluarga yang ingin bertani Padi
organic dan hanya dilakukan di daerah tersebut. Lahan berstatus sewa ditemukan
di populasi pertanian anorganik, sedangkan lahan berstatus Bengkok ditemukan di
populasi pertanian organik. Petani yang menyewa lahan cenderung
memaksimalkan hasil produksi melalui input yang maksimal seperti penggunaan
pupuk dengan jumlah cukup banyak. Luas penguasaan lahan berpengaruh di besar
dan kecilnya biaya saprodi benih, pupuk pestisida, dan hasil produksi. Berikut
Tabel 4.8.
44
Tabel 4.8. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Kepemilikan Luas Lahan
Luas Lahan (m2)
Pertanian Anorganik Pertanian Organik Jumlah
Orang % Orang % Orang %
< 4200 18 30,00 7 11,67 25 41,67
4200 - 8400 11 18,33 14 23,33 25 41,67
8400 - 12600 1 1,67 6 10,00 7 11,67
12600 - 16800 - 0,00 - 0,00 - 0,00
16800 - 21000 - 0,00 2 3,33 2 3,33
> 21000 - 0,00 1 1,67 1 1,67
Jumlah 30 50,00 30 50,00 60 100,00
Sumber : Data Primer 2011
4.2.8 Varietas Benih
Diketahui enam varietas Padi yang diusahakan oleh sampel penelitian yaitu
IR-64, C-4 Raja, Ciherang, Menthik Wangi, Merah Thailand dan Beras Hitam.
Dari keenam varietas, Menthik Wangi paling banyak dibudidayakan. Jumlah lahan
pertanian anorganik yang ditanami varietas Menthik Wangi sebanyak 13 lahan
(20,00%), sedangkan lahan pertanian organik banyak ditanami varietas Merah
Thailand, yaitu 13 lahan (20,00%).
Varietas yang ditanam oleh sampel pertanian anorganik berdasarkan
keputusan petani itu sendiri, sehingga di populasi pertanian anorganik hanya
didapati varietas IR-64, Ciherang dan Menthik Wangi. Di populasi pertanian
anorganik, varietas yang paling banyak dibudidayakan adalah Menthik Wangi.
Varietas yang ditanam petani organik didasarkan pada kesepakatan pengusaha
dengan petani dengan pertimbangan harga jual dan hasil produksinya, sebagai
contoh ada seorang petani yang pada saat penelitian sedang menanam Padi Hitam.
Dilihat dari umur panen, Padi Hitam panen pada umur 5 bulanan. Petani tersebut
mau menanamnya karena ada permintaan pengusaha dan didukung dengan harga
jual GKP yang cukup tinggi, yaitu Rp 17.000,00/kg. Berikut Tabel 4.9.
45
Tabel 4.9. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan
Varietas Benih Yang Digunakan
Varietas Pertanian Anorganik Pertanian Organik Jumlah
Lahan % Lahan % Lahan %
IR 64 11 16,92 6 9,23 17 26,15
C 4 Raja - 0,00 4 6,15 4 6,15
Ciherang 6 9,23 0 0,00 6 9,23
Menthik Wangi 13 20,00 11 16,92 24 36,92
Merah Thailand - 0,00 13 20,00 13 20,00
Beras Hitam - 0,00 1 1,54 1 1,54
Jumlah 30 46,15 35 53,85 65 100,00
Sumber : Data Primer 2011
4.2.9 Lama Usahatani
Lama usahatani setiap petani sampel beragam, dari beberapa tahun sampai
puluhan tahun. Dari lamanya berusahatani, diketahui bagaimana penyerapan
informasi budidaya yang diperoleh dan bagaimana seorang petani mampu
memahami hingga mengaplikasikan informasi tersebut dalam usahataninya.
Semakin lama seorang petani berusahatani, ia akan semakin memahami usahanya
namun semakin sulit untuk menerima sebuah perubahan. Sebagai contoh seorang
petani terdahulu yang mendapatkan informasi budidaya penuh input bahan kimia
sulit berubah ke pertanian organik yang mengandalkan bahan-bahan alami.
Dari sampel pertanian organik, petani yang dahulu berusahatani Padi
anorganik paling banyak berada di rentang waktu 6-10 tahun sehingga masih
dimungkinkan untuk berubah dari anorganik ke organik. Hal ini mungkin
dilatarbelakangi oleh usia petani yang masih muda dan pendidikan yang lebih
tinggi. Berbeda dengan pengalaman usahatani anorganik, para petaninya rata-rata
sudah cukup lama berusahatani Padi, sebagian besar sudah mengusahakan lebih
dari 30 tahun.
Lamanya usahatani juga berhubungan dengan awal mula usahatani organik,
dimana pertanian organik yang dilakukan sampel penelitian sudah 11 tahun.
Awalnya para petani organik ini adalah petani anorganik namun karena mendapat
bimbingan teknis dan dukungan dari pemerintah daerah mereka berani melangkah
ke pertanian organik. Sebagian dari sampel pertanian organik adalah anak dari para
46
pelopor pertanian organik di Desa Sukorejo. Alasan mereka berusahatani adalah
ingin melanjutkan usaha yang sudah dirintis orang tuanya beberapa tahun yang
lalu. Berikut Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Lama Usahatani Padi
Lama Usahatani (Tahun) Desa Musuk (PA)
Desa Sukorejo (PO)
PA PO
Orang % Orang % Orang %
1-5 - 0,00 1 3,33 3 10,00
6-10 1 3,33 6 20,00 1 3,33
11-15 - 0,00 5 16,67 26 86,67
16 - 20 3 10,00 5 16,67 - 0,00
21 - 25 2 6,67 3 10,00 - 0,00
26 - 30 3 10,00 4 13,33 - 0,00
31 - 35 6 20,00 - 0,00 - 0,00
36 - 40 5 16,67 1 3,33 - 0,00
41 - 45 6 20,00 1 3,33 - 0,00
45 - 50 4 13,33 - 0,00 - 0,00
Tidak tahu - 0,00 4 13,33 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00 30 100,00
Sumber : Data Primer 2011
4.3 Keadaan Umum Variabel Penelitian
4.3.1 Produksi
Sumber unsur hara pertanian organik berasal dari bahan alami, contohnya
pupuk kandang. Varietas yang dipilih dan digunakan oleh petani organik
merupakan varietas Padi unggul dan introduksi. Dengan penggunaan pupuk
kandang dan didukung dengan varietas unggulan, maka hasil produksinya cukup
tinggi. Di pertanian anorganik, varietas yang digunakan hampir sama dengan
varietas yang digunakan di pertanian organik. Namun, ada perbedaan dalam
penggunaan pupuk, dimana pupuk yang digunakan adalah pupuk kimiawi.
Produksi padi terendah di pertanian organik 6.667 kg atau 6,7 ton/ha,
sedangkan produksi Padi terendah di pertanian anorganik 5.556 kg atau 5,6 ton/ha.
Berikut adalah Tabel 4.11.
47
Tabel 4.11. Hasil Produksi Sampel Penelitian
Hasil Produksi (ton) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
< 5 - 0,00 1 3,33
6-May - 0,00 6 20,00
6 - 6,5 - 0,00 6 20,00
6,5 - 7 9 30,00 14 46,67
7 - 7,5 13 43,33 1 3,33
7,5 - 8 6 20,00 2 6,67
> 8 2 6,67 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2011
4.3.2 Modal Lancar
Barang habis pakai dalam usahatani Padi seperti pupuk, benih, pestisida, dan
lain-lain. Besarnya modal lancar tergantung luas lahan yang diusahakan.
Rata-rata modal lancar sampel pertanian organik sebesar Rp 6.444.367,00
sedangkan modal lancar sampel pertanian anorganik sebesar Rp 2.145.033,00.
Berikut Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Modal Lancar Sampel Penelitian
Modal Lancar (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
< 500.000 6 20,00 1 3,33
500.000 - 1.000.000 9 30,00 12 40,00
1.000.000 - 1.500.000 7 23,33 12 40,00
1.500.000 - 2.500.000 4 13,33 4 13,33
2.500.000 - 3.500.000 2 6,67 1 3,33
3.500.000 - 4.500.000 1 3,33 - 0,00
> 4.500.000 1 3,33 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber: Analisis Data Primer 2011
48
4.3.3 Pendapatan
4.3.3.1 Pendapatan Kotor
Tabel 4.13. Pendapatan Kotor Sampel Penelitian
Pendapatan Kotor (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
< 10.000.000 - 0,00 1 3,33
10.000.000 - 15.000.000 - 0,00 - 0,00
15.000.000 - 20.000.000 - 0,00 13 43,33
20.000.000 - 30.000.000 14 46,67 16 53,33
30.000.000 - 40.000.000 1 3,33 - 0,00
40.000.000 - 50.000.000 - 0,00 - 0,00
50.000.000 - 60.000.000 9 30,00 - 0,00
> 60.000.000 6 20,00 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2011
Pendapatan kotor merupakan pendapatan seorang petani yang diperoleh dari
pengkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Sebagai informasi, harga jual
GKP organik varietas Menthik Wangi Rp 3.500,00/kg, sedangkan varietas IR-64
Rp 3.800,00/kg, varietas Merah Thailand Rp 8.500,00/kg, varietas C-4 Raja
Rp 7.000,00/kg, dan varietas Hitam Rp 17.000,00/kg. Harga jual GKP anorganik
varietas IR-64 Rp 3.000,00/kg, varietas Menthik Wangi Rp 3.200,00/kg, dan
varietas Ciherang Rp 2.700,00/kg.
4.3.3.2 Pendapatan Bersih
Pendapatan bersih merupakan keuntungan dari seorang petani yang diperoleh
dari pengurangan pendapatan kotor dengan hasil penjumlahan biaya-biaya.
Pendapatan bersih antara sampel pertanian organik dengan anorganik dapat dilihat
dengan memasukkan biaya tenaga kerja yang dihitung dengan upah nominal dan
dengan memasukkan biaya tenaga kerja yang sudah dihitung dengan upah Bawon.
Pendapatan bersih petani organik sebagian besar berada di rentang
Rp 20.000.000,00-Rp 30.000.000,00 diakibatkan oleh dua hal, yaitu tingginya
harga jual padi organik yang ditawarkan oleh pengusaha dan rendahnya biaya yang
49
dikeluarkan oleh seorang petani Padi organik. Pendapatan bersih yang diterima
petani anorganik akibat tingginya biaya saprodi ditambah biaya sewa lahan. Untuk
lebih jelasnya, berikut Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Pendapatan Bersih Sampel Penelitian
Pendapatan Kotor (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
< 10.000.000 - 0,00 2 6,67
10.000.000 - 15.000.000 - 0,00 13 43,33
15.000.000 - 20.000.000 - 0,00 15 50,00
20.000.000 - 30.000.000 14 46,67 - 0,00
30.000.000 - 40.000.000 1 3,33 - 0,00
40.000.000 - 50.000.000 4 13,33 - 0,00
50.000.000 - 60.000.000 9 30,00 - 0,00
> 60.000.000 2 6,67 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2011
4.3.4 Pembiayaan
4.3.4.1 Benih
Benih yang digunakan di pertanian organik biasanya berasal dari satu kawasan
pertanian yang dikelola secara organik. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kontaminasi lahan dengan varietas lain yang mungkin membawa bahan kimia
ataupun jenis hama baru bagi lingkungan tersebut. Dengan menanam varietas
tertentu dalam suatu area, mampu membentuk ketahanan spesifik terhadap hama
dan penyakit. Dengan demikian, benih Padi pertanian organik diperoleh dari hasil
panen sendiri atau hasil panen petani lain yang ada di kawasan tersebut. Jika benih
berasal dari lahan sendiri, maka biaya tersebut tergolong sebagai biaya
pengorbanan. Berbeda dengan benih yang digunakan oleh petani anorganik.
Benih yang ditanam diperoleh dari membeli di toko pertanian maupun dari
koperasi. Benih yang ditanam petani organik, bila digunakan sebagai benih untuk
musim selanjutnya mengalami penurunan hasil. Selain itu, biasanya benih yang
diperoleh dari produsen benih sudah dicampur dengan insektisida agar tidak
terserang hama. Berikut Tabel 4.15.
50
Tabel 4.15. Biaya Benih Sampel Penelitian
Biaya Saprodi Benih (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
< 50.000 - 0,00 1 3,33
50.000 - 100.000 - 0,00 21 70,00
100.000 - 150.000 6 20,00 7 23,33
150.000 - 200.000 8 26,67 - 0,00
200.000 - 250.000 4 13,33 - 0,00
250.000 - 300.000 6 20,00 1 3,33
300.000 - 350.000 4 13,33 - 0,00
> 350.000,00 2 6,67 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2011
Dari hasil pengambilan data, ditemukan beberapa sampel petani organik yang
memiliki beberapa lahan dengan varietas berbeda. Untuk mendapatkan biaya
saprodi benih dari sampel tersebut, dilakukan perhitungan biaya dari tiap varietas
benih yang ditanam, kemudian dijumlahkan. Perhitungan untuk mendapatkan
biaya saprodi benih pertanian anorganik adalah dengan mengkalikan kebutuhan
benih dengan harga benih. Berikut merupakan Tabel 4.15.1.
Tabel 4.15.1 Harga Benih Padi Berdasarkan Varietas
No Varietas Harga Benih (per kilogram)
Pertanian Organik Pertanian Anorganik
1 IR 64 Rp 3.000,00 Rp 2.400,00
2 C 4 Raja Rp 4.000,00 -
3 Ciherang - Rp 1.700,00
4 Menthik Wangi Rp 4.400,00 Rp 2.000,00
5 Merah Thailand Rp 7.000,00 -
6 Beras Hitam Rp 15.000,00 -
Sumber: Data Primer 2011
4.3.4.2 Pupuk
Berdasar perolehan data, harga pupuk kandang perkilogramnya
Rp 100,00– Rp 500,00/kg, UREA Rp 1.700,00/kg, TSP Rp 2.500,00/kg, PONSKA
Rp 2.400,00/kg, dan SP-36 Rp 1.300,00/kg. Pupuk kandang yang dahulu dianggap
limbah kandang saat ini dihargai cukup tinggi. Harga tersebut merupakan
penghargaan untuk merawat ternak dan mencari rumput untuk makanan ternak.
51
Harga pupuk kadang yang mencapai Rp 500,00/kg berasal dari luar daerah
sehingga diperlukan biaya angkut. Alasan didatangkannya pupuk kandang dari luar
daerah karena jumlah pupuk kandang yang dimiliki kurang mencukupi.
Sebagai informasi, beberapa sampel petani organik memerlukan > 2 ton/ha pupuk
kandang atau rata-ratanya 4,3 ton/ha.
Beberapa sampel petani organik tidak membeli pupuk kandang dalam
usahataninya, sehingga biaya untuk saprodi pupuknya lebih rendah dari petani
lainnya. Biaya ini merupakan bentuk penghargaan seorang petani pada saat
mencari rumput dan memelihara ternaknya. Biaya terendah saprodi pupuk di
pertanian organik sebesar Rp 80.000,00/ha. Berbeda dengan petani yang kebutuhan
pupuknya dipenuhi dengan cara membeli. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh
seorang petani untuk saprodi pupuk sebesar Rp 1.198.270,00/ha, sedangkan biaya
tertingginya mencapai Rp 6.000.000,00/ha. Berikut Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Biaya Pupuk Sampel Penelitian
Biaya Saprodi Pupuk (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
< 100.000 1 3,33 - 0,00
100.000 - 200.000 1 3,33 - 0,00
200.000 - 800.000 12 40,00 10 33,33
800.000 - 1.400.000 11 36,67 18 60,00
1.400.000 - 2.000.000 1 3,33 1 3,33
2.000.000 - 4.000.000 3 10,00 1 3,33
> 4.000.000 1 3,33 - 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2011
4.3.4.3 Pestisida
Pada saat penelitian dilaksanakan sebagian sampel tidak menggunakan
pestisida. Penyebabnya hama yang menyerang tanaman budidaya masih dapat
ditanggulangi secara mekanis. Namun, pada lahan beberapa sampel penelitian ada
yang terserang, sehingga diperlukan aplikasi pestisida untuk menanggulanginya.
Terdapat perbedaan antara pertanian organik dengan anorganik, yaitu dalam
mengatasi serangan hama. Di pertanian organik, sampel biasa menggunakan
52
bahan-bahan alami dan bersifat mengendalikan. Biasanya bahan-bahan tersebut
akan diperam dalam ember. Beberapa ramuan bahan yang biasa digunakan adalah
sebagai berikut: Racun Tikus (umbi Gadung di campur dengan tepung Kanji,
kemudian dijemur), Pengusir Wereng (Daun Tembakau yang direndam selama
beberapa hari), Pengusir Penggerek Batang dari bahan Empon-empon (Temuireng,
Temulawak, Kunir, Kunyit, dan Jahe), Pengusir Penggerek Batang dari bahan
Daun-daunan (Mindi, Brotowali, Mahoni, dan Mimba), Sungkro atau Tungro
(urine Sapi), Buah Maja, dan Akar Bambu. Berikut merupakan Gambar 6. yang
menunjukkan tempat penyimpanan pestisida organik.
Gambar 4.4. Pestisida Organik Buatan Petani.
Sumber: Data Primer 2011
Petani anorganik menggunakan bahan kimia seperti Prevaton, Fastak, Virtaco
dan temik (racun tikus) untuk mengatasi serangan hama. Dilihat dari hal ini, petani
anorganik lebih bersifat memberantas hama yang terdapat di lahan usahataninya.
Pengendali hama di pertanian organik terbuat dari bahan-bahan nabati yang
mudah diperoleh, sehingga biaya saprodi pestisida pertanian organik relatif lebih
murah. Sejumlah uang yang dikeluarkan digunakan untuk menghargai tenaga saat
mencarinya di lingkungan sekitar. Terkadang seorang petani organik terpaksa
membeli di pasar, namun biayanya tidak lebih dari Rp 5.000,00/kg. Ini sangat
bertolak belakang dengan biaya pestisida yang harus dikeluarkan petani anorganik,
53
dimana sebotol pestisida ukuran botol kecil dari puluhan ribu sampai ratusan ribu.
Berikut Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Biaya Pestisida Sampel Penelitian
Biaya Saprodi Pestisida (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
Tidak ada 23 76.67 14 46.67
< 15.000 4 13.33 1 3.33
15.000 - 30.000 2 6.67 - 0
30.000 - 100.000 1 3.33 2 6.67
100.000 - 250.000 - 0 4 13.33
250.000 - 500.000 - 0 7 23.33
500.000 - 1.000.000 - 0 1 3.33
> 1.000.000 - 0 1 3.33
Jumlah 30 100 30 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011
4.3.4.4 Tenaga Kerja
Pembayaran tenaga kerja di lokasi penelitian ada dua jenis, yaitu Bawon dan
nominal. Dalam hal ini, tenaga kerja sendiri juga diperhitungkan. Upah tenaga
kerja di pertanian organik merupakan gabungan dari upah nominal dengan Bawon,
dimana upah Bawon khusus untuk membayar kegiatan tanam dan panen, setiap
tenaga kerja mendapat 10 kg GKP. Dengan demikian, tiap sampel penelitian
memiliki biaya tenaga kerja yang berbeda. Di pertanian anorganik, upah tenaga
kerja tidak menggunakan campuran Bawon dengan nominal, tetapi menggunakan
hitungan nominal. Setiap pekerja pria dihargai Rp 30.000,00/HKO dan pekerja
wanita sebesar Rp 25.000,00/HKO. Berikut Tabel 4.18.
54
Tabel 4.18. Biaya Tenaga Kerja Sampel Penelitian
Pendapatan Kotor (Rp) Pertanian Organik Pertanian Anorganik
Orang % Orang %
1.000.000 - 1.500.000 4 13,33 1 3,33
1.500.000 - 2.000.000 10 33,33 - 0,00
2.000.000 - 2.500.000 2 6,67 11 36,67
2.500.000 - 3.000.000 6 20,00 8 26,67
3.000.000 - 3.500.000 5 16,67 5 16,67
3.500.000 - 4.000.000 1 3,33 4 13,33
4.000.000 - 4.500.000 - 0,00 - 0,00
4.500.000 - 5.000.000 2 6,67 1 3,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer 2011
4.4 Hasil Analisis Uji t Sampel Independen
Variabel-variabel yang diuji adalah produksi, modal lancar, pendapatan yang
meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih, serta biaya yang meliputi biaya
saprodi benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Dari hasil pengujian dengan uji t
sampel independen, didapati beberapa variabel yang hasilnya tidak sesuai dengan
hipotesis sebelumnya. Beberapa variabel tersebut antara lain Berikut merupakan
Tabel 4.19 tentang rekapitulasi hasil pengujian.
Tabel 4.19. Rekapitulasi Hasil Pengujian Variabel Penelitian
No Uraian Mean (Group Statistics)
Hipotesis Hasil uji PO PA
1 Hasil produksi PO – PA 7367,43 6472,77 PO < PA PO > PA
2 Modal lancar PO – PA 1407115,20 1157379,50 PO < PA PO > PA
3 Pendapatan kotor PO- PA 42924170,87 19844439,17 PO > PA PO > PA
4 Pendapatan bersih PO – PA 38467762,23 14591680,23 PO > PA PO > PA
5 Biaya benih PO - PA 231852,23 96144,93 PO < PA PO > PA
6 Biaya pupuk PO - PA 1198269,83 961649,77 PO < PA PO > PA
7 Biaya pestisida PO - PA 3970,93 152040,03 PO < PA PO < PA
8 Biaya tenaga kerja PO – PA 2446760,07 2822666,33 PO < PA PO < PA
Sumber: Analisis Data Primer 2011
55
Dari hasil pengujian diketahui tiga variabel yang tidak signifikan, yaitu modal
lancar, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja. Dalam Tabel 4.20 disertakan kolom
Levene’s Test for Equality of Variances, sebab kolom tersebut berperan
memberikan petunjuk penggunaan data pada baris Equal variances assumed atau
pada baris Equal variances not assumed. Untuk lebih jelasnya, berikut Tabel 4.20.
Tabel 4.20. Hasil Uji t Sampel Independen Variabel Penelitian
No Uraian Levene's Test t-test
F Sig t-tab t-hit df
1 Hasil produksi PO – PA 0,813 0,371 2,024 4,044 58
2 Modal lancar PO – PA 5,376 0,024 2,024 1,018 58
3 Pendapatan kotor PO- PA 275,938 0,000 2,024 7,306 58
4 Pendapatan bersih PO – PA 211,251 0,000 2,024 8,081 58
5 Biaya benih PO – PA 14,451 0,000 2,024 7,395 58
6 Biaya pupuk PO – PA 6,821 0,011 2,024 1,018 58
7 Biaya pestisida PO - PA 28,581 0,000 2,024 -3,496 58
8 Biaya tenaga kerja PO – PA 3,709 0,059 2,024 -1,686 58
Sumber: Analisis Data Primer 2011