8
Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidencebased consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi. Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barret’s esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus. Tanda gejala Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian, derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui

5 - ema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: 5 - ema

Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of

gastroesophageal reflux disease : a global evidencebased consensus), penyakit refluks

gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu

keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang

menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-

esofagus dan/atau komplikasi. Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barret’s

esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus.

Tanda gejala

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau

retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar

(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan),

mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian, derajat berat ringannya

keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang

timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris.

Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau

keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan

makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat.

Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang

biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui

saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)

atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.

Penyempitan (stricture) pada kerongkongan dari reflux membuat menelan makanan

keras meningkat lebih sulit. Gejala-gejala lain pada gastroesophageal reflux termasuk nyeri

dada, luka tenggorokan, suara parau, ludah berlebihan (water brash), rasa bengkak pada

tenggorokan (rasa globus), dan peradangan pada sinus (sinusitis).

Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang, lapisan

sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang disebut Barrett’s

esophagus). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini

adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan

sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP), suara

serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma.

Page 2: 5 - ema

Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk

timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high

pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (misalnya

teofilin).

Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut

atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan

GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik.

Etiologi

Penyakit gastroesofageal refluks bersifat

multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh karena

perubahan yang sifatnya sementara ataupun

permanen pada barrier diantara esophagus dan

lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh

karena sfingter esophagus bagian bawah yang

inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus

bagian bawah yang bersifat sementara,

terrganggunya ekspulsi dari refluks lambung

dari esophagus, ataupun hernia hiatus.

Faktor resiko

Beberapa faktor risiko terjadinya GERD di

Asia-Pasifik yaitu usia lanjut, jenis kelamin

laki-laki, ras, riwayat keluarga, status

ekonomi tinggi, peningkatan indeks massa

tubuh, dan merokok.

Patofisiologi

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh

suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan

oleh kontraksi lower esophageal sphincter

(LES). Pada individu normal, pemisah ini

akan dipertahankan kecuali pada saat

Page 3: 5 - ema

terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi

pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya

terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah.

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :

a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat

b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan

c. Meningkatnya tekanan intraabdominal

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patofisiologi terjadinya GERD

menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor ofensif dari

bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini

pertama), bersihan asam dari lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial

esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan

daya pilorik.

Pemisah antirefluks

Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus

LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya

peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata

mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES

adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah

tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll),

dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat

menurunkan tonus LES.

Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa

pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam

terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi

LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului

proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada

beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung yang

lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.

Peranan hiatus hernia pada patofisiologi terjadinya GERD masih

kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan

hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang

Page 4: 5 - ema

signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk

bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES.

Bersihan asam dari lumen esophagus

Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah

gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat.

Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke

lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya

akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar

esophagus.

Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara

bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar

kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD ternyata

memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul

disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal.

Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan

kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan

esophagus tidak aktif.

Ketahanan epithelial esophagus

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan

mukus yang melindungi mukosa esophagus.

Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :

- membran sel

- batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan

esophagus

- aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta

mengeluarkan ion H+ dan CO2

- sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl-

intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.

Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus,

sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H.

Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan

lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam

Page 5: 5 - ema

empedu, dan enzim pancreas.

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya. Derajat

kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya pepsin atau garam

empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah

asam.

sumber:

Saragih, Restuti Hidayani. Perbandingan antara Sistem Skala Frequency Scale for the

Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) dengan Gambaran

Endoskopi pada Pasien Esofagitis Refluks. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2012.

Available on : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31753