21
HUMOR LINTAS BUDAYA DAN NEGOSIASI LINTAS BUDAYA Disusun untuk memenuhi tugas Manajemen Lintas Budaya Disusun oleh : Siti Nur Fatimah 135020301111021 Lisca Faradina 135020301111040 Novi Andani 135020300111006 Bilal Andre Agasi 135020301111021 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

5. Humor Lintas Budaya Dan Negosiasi Lintas Budaya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hkjj

Citation preview

HUMOR LINTAS BUDAYA DAN NEGOSIASI LINTAS BUDAYADisusun untuk memenuhi tugas Manajemen Lintas Budaya

Disusun oleh :

Siti Nur Fatimah135020301111021Lisca Faradina135020301111040Novi Andani135020300111006Bilal Andre Agasi135020301111021

JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG20151. Humor Lintas BudayaSelama setengah abad pertama di abad ke dua puluh, para psikolog mempercayai bahwa humor adalah sifat sosial yang dipelajari. Pada mulanya mereka berteori bahwa di suatu tempat di bumi ini, terdapat kelompok-kelompok atau mungkin seluruh budaya, yang orang-orangnya betul-betul tidak memiliki rasa humor. Tentu saja, kelompok seperti ini tidak pernah betul-betul ditemukan, sehingga pada akhirnya mengarahkan psikolog untuk menyimpulkan bahwa humor memang universal dan ada dala semua budaya. Setiap budaya di dunia, seperti Cina, Amerika, Jerman, Mongol, Arab, menemukan sesuatu untuk ditertawakan. Meskipun demikian, apa yang dipilih oleh masing-masing untuk ditertawakan akan sangat berbeda dari budaya ke budaya (Mitchell, 2001).Humor Vs Tawa Kata-kata tawa dan humor sering dipertukarkan, dan tidak tepat. Humor biasanya adalah sesuatu yang menyebabkan tertawa, dan didefinisikan sebagai suatu persepsi yang memungkinkan kita mengalami keriangan, bahkan ketika dihadapkan dengan perbedaan, dan kualitas untuk ditertawakan atau yang lucu atau suatu kondisi pikiran, suasana hati, dan semangat. Tawa, sebaliknya, hanyalah gerak fisik otot wajah dan perut. Bisa keras dan gembira, atau rendah dan tidak terang-terangan. Terdapat beberapa jenis tawa, banyak diantaranya tidak ada hubungannya dengan sesuatu jenaka dan lucu. Para periset telah mencatat bahwa ada tawa kemenangan, menyombongkan sesuatu atas pihak lawan yang kalah, dan tawa jahat yang keluar ketika seseorang menyabotase lawan atau memastikan hasil yang jelek. Ketakutan, dalam bahaya, kekagetan, kebodohan, pelecehan, frustasi, dan bahkan kegelisahan, semua bisa merupakan penyebab tawa. Tetap saja, tanpa memperdulikan sumbernya, tawa merupakan hal yang baik dan beberapa studi telah menunjukkan bahwa tawa memberikan keuntungan bagi kesehatan. Tertawa melegakan stress, mengurangi sakit, dan secara umum dapat membantu orang memperoleh pandangan yang lebih baik atas kehidupan. Kadang-kadang, jika kita mengenal dengan baik budaya dan mitra internasional kita, maka tertawa dapat menjadi pereda ketegangan atau kekakuan dalam bisnis.

Humor dan Budaya Kita dapat belajar tentang data ekonomi suatu Negara dari membaca peristiwa-peristiwa sejarah yang dialaminya, budayanya, dan permasalahan sosialnya. Pendekatan lain adalah dengan mendengarkan kelakar yag diceritakan oleh masyarakatnya. Topik humor yang lazim didengar lebih menunjukkan suasana suatu Negara daripada semua komentar politik dan sosial di dunia. Contoh masa kini di mana humor menunjukkan kepedulian yang paling mengakar dalam suatu Negara adalah Rusia. Di akhir tahun 1980-an, sebagian besar lelucon yang diceritakan di jalanan selalu berkaitan dengan keganjilan dan kegagalan komunisme dan khususnya konsep pemerataan sosial, di mana semua kemelaratan dibagi merata dan tidak ada yang berani untuk menonjol di tengah kerumunan. Kini, sebagai suatu Negara yang berjuang di tahap awal kapitalisme penjahat bergaya bangsawan dan peningkatan ketidakadilan sosial, humor beousat pada orang kaya baru Rusia. Suatu contoh: Ivan mengemudi Mercedesnya dengan kecepatan yang tinggi di luar kota Moskow dan menabrak pohon. Mobilnya hancur total, dan Ivan terbaring di tepi jalan, mengerang Oh Mercedesku, Mercedesku malang. Seorang wanita petani mendengar rintihan Ivan dan mengatakan padanya agar jangan menguatirkan mobilnya. Ia seharusnya lebih memperdulikan tangan kirinya yang putus akibat kecelakaan tersebut. Ivan berhenti sesaat dan melihat bahwa memang tangan kirinya tidak lagi melekat.

Humor dalam Bisnis Mungkin tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding menghadiri suatu konferensi bisnis Internasional dan mendengarkan penerjemah mengumumkan sesuatu seperti: Pembicara kini menceritakan lelucon. Jika saya telah selesai menerjemahkannya, silakan tertawa. Lagi-lagi, kerangka acuan dan bahasa amat pentin. Permainan kata yang sama bunyinya jarang berhasil. Setiap kelakar yang membutuhkan penjelasan dan pada hakekatnya semua membutuhkannya jika diceritakan dalam suatu lintas budaya dan dalam bahasa yang perlu dterjemahkan, tidak berharga untuk diceritakan. Meskipun orang Amerika senang memasukkan humor dalam urusan bisnis, namun orang Inggrislah yang hampir selalu bersikeras memasukkan beberapa jenis humor dalam negosiasi dan presentasi. Tentu saja, tidak semua budaya meyakini bahwa mencampurkan bisnis dengan humor adalah tepat. Meskipun orang Jerman paling senang berkelakar d bar dan restoran dengan kolega-kolega bisnis setelah jam kerja, namun mereka merasa bahwa humor tidak mendapat tempat dalam negosiasi bisnis formal. Mereka meyakini bahwa hal tersebut menunjukkan rasa tidak menghargai tamu dan dapat menimbulkan kebingungan, serta menjadi gangguan saat mencoba berkonsentrasi pada detil-detil terkecil yang berkaitan dengan kesepakatan. (ini terkait dengan budaya mereka yang low context, yang menekankan ketepatan dan kedetilan yang tinggi). Orang Jepang juga melihat tidak ada perlunya memasukkan humor dalam urusan bisnis, karena terlalu banyak yang dipertaruhkan. Orang Cina merasakan hal yang sama. Pengaruh Confucius dan Buddha, yang menuntut ketulusan dan kesopanan, menghilangkan apa yang dianggap lucu bagi orang Barat, yaitu sarkasme dan parodi bagi orang Cina dan Jepang.

Apa yang harus Dilakukan jika Tersinggung Kebanyakan orang menceritakan lelucon yang menyakitkan hati, karena ketidakengajaan, bukan karena niat jahat. Jika kita berada dalam posisi atau situasi di mana humor menyakitkan hati kita, mungkin yang terbai adalah tidak menghardik atau marah-marah di depan orang banyak. Tentu saja penting untuk tetap berpegang pada prinsip kita, namun dalam suatu situasi bisnis internasional seseorang harus melakukannya dengan sangat hati-hati. Yang terbaik adalah membawa orang tersebut menyingkir dan menjelaskan mengapa dalam budaya kita kelakar seperti itu tidak lucu. Kita mungkin telah menolong orang tersebut dan kita sesungguhnya menyelamatkan si penderita lelucon dari rasa malu untuk masa yang akan datang. Korban lelucon yang menyakitkan hati bertanggung jawab untuk memberikan umpan balik yang dapat mengubah perilaku, daripada marah-marah.

Humor Nasional dan International Apakah setiap negara memiliki humor yang asli? Pada tingkatan tertentu, setiap budaya meiliki hal berbeda yang menggelitik. Sarkasme dan melebih-lebihkan adalah humor amerika. Orang jepang memiliki permainan kata-kata yang meiliki dua arti, serta kadang-kadang komedi slapstick kasar. Orang inggris menghargai parodi, khususnya dalam bidang politik. Orang kenya juga menganggap slapstick visual lucu, begitu pula permainan kata dalam dialeg lokal. Orang india menemukan humor dalam dongeng fabel yang kadang-kadang sukar dimengerti, kadang-kadang penuh pemikiran mendalam, yang dalam beberapa negara lain akan membangkitkan tawa kecil. Orang cina menganggap lucu teka-teki dan pribahasa. Pada akhirnya budayalah yang mendikte apa yang dianggap lucu oleh individu-individu dari negara-negara berbeda. Kita harus betul-betul memahami budaya pendengar dan tahu apa yang bisa membuat mereka tertawa, kalau tidak anda berisiko tinggi mempermalukan diri sendiri, dengan nekad memasukkan humor ke dalam bisnis atau bahkan situasi sosial. Meskipun mungkin tidak ada satu humor khusus yang dapat mengatasi hambatan budaya, namun para periset telah mencatat suatu kesamaan tentang apa yang membuat orang-orang dalam budaya yang berbeda sama-sama tertawa. Suatu studi pada tahun 1993 yang dipblikasikan dijurnal of marketing menyelidiki humor dalam periklanan dalam empat budaya yang sangat berbeda: amerika serikat, jerman, thailanf, dan korea selatan. Studi ini menemkan bahwa dalam keempat budaya, mayoritas terbesar dalam iklan televisi mengandung humor, atau apa yang diistilahkan oleh para priset sebagai kekontrasan yang berbeda, yaitu, perbedaan antara apa yang diharapkan pemirsa untuk dilihat dengan apa yang sesungguhnya mereka terima. Perbedaan inilah yang lucu dalam kebanyakan budaya. Akhir yang mengejutkan adalah menyenangkan itu membuat orang tertawa.

Globalisasi komik Mungkin tidak ada konvergensi global dalam kecenderungan humor, namun terdapat tokoh international yang memang budaya mereka sendiri untuk menjadi sasaran bulan-bulanan dari lelucon yang diceritakan di seluruh dunia. Tergantung pada momen waktunya, identitas tokoh akan berubah namun sering kali lelucon dasarnya tetap sama. Seorang usahawan jerman ingat mendengar lelucon ini diceritakan di hongkong mengenai pimpinan microsoft bill gates mengganti sebuah bola lampu? Jawabannya ia tidak perlu. Ia hanya perlu mengundang sutau pertemuan dan mengumumkan kegelapan sebagai standar international baru. Lelucon ini becerita banyak mengenai bagaimana microsoft dipandang sebagai sesuatu trend bisnis global.

2. Negosiasi Lintas Budaya Bernegosiasi di negara sendiri sudah cukup berat, padahal kita berurusan dengan kolega yang berpikir, memproses informasi, memilik seperangkat nilai, dan berbicara dengan bahasa yang sama seperti kita. Kini pertimbangkan suatu situasi dimana hanya sedikit pengetahuan yang diketahui, sedikit nilai yang sama, bahasa yang ducapkan berbeda, dan kita dengan mudah melihat bagaimana rumitnya menegosiasikan transaksi international. Apa yang terjadi jika orang jepang, yang mengharapkan penghargaan atas kedudukan, bertemu dengan orang amerika yang mengharapkan kesetaraan di seluruh jajaran? Peluang terjadinya konflik, kesalahan, dan kesalahpahaman akibat perbedaan budaya dasar sangat besar. Orang dari budaya yang berbeda menggunakan gaya negosiasi dan pendekatan yang berbeda. Mereka memiliki gaya berkomunikasi yang berbeda, strategi persasi yang berbeda, serta serangkaian protokoler yang berbeda. Perbedaan terjadi dalam cara memandang, mengelola, dan menyelesaikan suatu konflik. Namun seni negosiasi international bisa diringkas menjadi konsep yang sederhana ini. Transaksi antara dua pihak yang mengejar satu sasaran-keuntungan melalui metode yang beragam. Kita harus mengembangkan suatu rencana negosiasi, yang akan meminimalkan kesalahpahaman dan konflik potensial. Anda perul mempertimbangkan sensitivitas budaya untuk meningkatkan peluang mencapai suatu kesepakatan dan membentuk suatu hubungan bisnis yang akan bertahan lama melampaui kontrak awal.

Penganut Filosofi Zero Sum Negosiasi adalah mengenai sikap. Terdapat dua pendekatan dasar dalam memandang hasil akhir negosiasi. Beberapa budaya memandang proses negosiasi sebagai situasi win-win (menang-menang). Suatu proses dimana kedua pihak memperoleh hasil. Budaya lain menerapkan mental zero sum (jumlah nol) dimana perolehan seseorang harus selalu setara dengan kerugian seseorang yang lain. Jumlah perolehan netto dan kerugian neto selalu nol. Individu dari budaya yang memandang negosiasi sebagaim prisma win-lose (menag-kalah) ini melihat proses tersebut sebagai suatu rangkaian pertarungan konfrontasi menjadi menang atau kalah. Sedangkan individu dari perspektif menang-menang memandang negosiasi sebagai upaya kolaborasi mencari perolehan total yang maksimal. Konfrontasi dipandang dari sisi ini, adalah kontraprduktif. Mencoba meyakinkan praktisi menang-kalah bahwa strategi menang-menang bisa diterapkan biasanyan sulit. Penjual tentu saja, lebih ska melakukan pendekatan menang-manang, sementara pembeli lebih ke arah zero sum game (permainan jumlah nol).

Konsep Muka Sebagian besar usahawan international kemungkinan akan mengaitkan konsep muka dengan budaya asia dan timr tengah. Meskipun demikian, muka merupakan konsep yang universal, hanya saja disebut berbeda dalam budaya lain. Di barat misalnya ini disebut penghargaan diri, atau harga diri, atau kehormatan. Semua individu membutuhkannya, dan semua individu merasa sakit hati jika harga diri rusak akibat tindakan mereka sendiri atau yang lain. Dalam banyak budaya asia, muka merupakan nilai yang dipegegang teguh. Tentu saja, masyarakat konfusius akan menjadi ekstrim untuk menghindari menunjuk kesalahan, tindakan yang menyebabkan malu, atau tindakan yang kurang bijaksana yang akan menyebabkan mereka atau orang lain akan kehilangan muka, merasa malu di depan klompok. Nilai yang itempatkan pada penyelamatan dan memberi muka sangat berjaitan erat dengan tema memelihara keharmonisan, klompok yang sangat kuat dalam masyarakat konfucian, serta penghargaan yang mendalam akan urutan sosial yang ada. Menyebabkan seseorang kehilangan muka dipandang sebagai suatu tantangan atas posisi mereka dalam hirarki dan oleh karenanya merupakan ancaman dari urutan klompok. Jika seorang asia kehilangan muka, yang sebanding dengan kehilangan nama baik, ia tidak lagi dapat berfungsi secara efektif dalam komunitas. Kehilangan muka sangat memalukan. Dalam budaya barat, kehilangan muka sungguh-sungguh berarti kegagalan pribadi dan dibatasi pada individu. Namun dalam budaya asia dan timr tengah, kehilangan muka merupakan konsep klompok, yang tidak hanya membawa malu pada individu namn juga pada perusahaan atau organisasi yang ia wakili. Karena budaya asia adalah kolektif dengan tingkat menghindari risiko yang tinggi, menyelamatkan muka atau memberi muka adalah cara yang lebih disukai untuk menyelesaikan konflik dan memnghindari mempermalukan pihak yang terlibat. Memberi muka memberi seseorang kemampuan unuk bersiasat, atau menyembunyikan reaksi anda sendiri untuk memberi orang lain suatu cara keluar dengan luwes, dengan kehormatan yang utuh.

Penyelesaian Konflik Budaya konflik cenderung menghindari konflik buaya terbuka (sebagian besar budaya kolektif juga merupakan budaya yang menghindari risiko) sementara budaya individual menghadapi konfrontasi secara langsung, dan yakin bahwa konfrontasi adalah rute tercepat untuk menyelesaikan masalah. Dalam negosiasi lintas budaya, konflik terlihat nyata bahkan sebelum kedua pihak duduk untuk berbicara. Alasannya sasaran negosiasi menjadi berlawanan, di mana budaya yang beorientasi pada tugas, tingkat menghindari risiko rendah yang ingin memotong kesepakatan dengan segala baiaya dan terburu-buru, sementara budaya yang berorientasi pada hubungan dan tingkat menghindari risiko tinggi mencoba membangun hubungan terlebih dahulu untuk transaksi bisnis yang akan datang. Para psikolog telah mengidentifikasi lima metode dasar penyelesaian konflik yang ditemukan dalam berbagai tingkat di semua budaya :1. KompromiTidak lebih dari kemauan untuk memecah perbedaan, ini merupakan pendekatan yang kadang-kadang diterapkan oleh para negosiator dari budaya yang merasa nyaman dengan situasi menang-menang. Yang paling umum adala gaya penjualan.2. Bersedia menolongPada dasarnya merupakan pilihan bagi mereka dalam posisi yang lemah, yang melihat konsesi sebagai satu cara menyelesaikan konflik.3. MenghindarPendekatan burung unta yang membenamkan kepalanya di tanah dan melompati atau melewati bidang konflik. Umum dalam budaya yang menghindari risiko, namun pendekatan ini dapat mengarah pada kontrak yang kabur, yang akan menimbulkan masalah ketika detilnya akan ditangani.4. IntegrasiSuatu pendekatan analitis yang mencoba mencampur prioritas dari dua pihak berlawanan untuk mencapai kesepakatan.5. DominasiUmum dalam budaya individualitus di mana para negosiator hanya peduli dengan menang. Mereka memakai pendekatan ini cenderung untuk melihat negosiasi sebagai zero sum game. Yang paling umum adalah gaya pembeli/investor.

Perbedaan dalam Mengambil Keputusan Ketika terkunci dalam negosiasi, adalah penting untuk mempertimbangkan perbedaan dalam proses pengambilan keputusan antar budaya. Dalam beberapa budaya di mana kekuasaan terdesentralisasi (Amerika Serikat, Australia), keputusan dapat diambil dengan cepat dan sering kali oleh satu orang saja. Namun, dalam budaya dengan nilai kolektif (Jepang, Cina), keputusan dibuat berdasarkan konsensus dan dapat memakan waktu lama. (Meskipun demikian, implementasi keputusan dalam budaya kolektivis lebih cepat daripada budaya individualis yang sering menuntut pembenaran dengan mempertanyajan keputusan yang diterapkan ke bawah). Pertimbangkan contoh Amerika Serikat dan Jepang di mana pengaruh nilai-nilai dan budaya memainkan peran yang penting dalam proses pengambilan keputusan. Kekontrasan ini diawali dengan sasaran dasar yang ingin dicapai dalam keputusan bisnis. Di Jepang sasaran tersebut adalah keharmonisan kelompok. Di Amerika Serikat biasanya berupa keuntungan yang maksimal dan efisiensi operasi.

Konsensus dan Penentuan Sekarang pertimbangkan suatu keputusan apakah akan membeli perusahaan pesaing atau tidak, katakanlah, dalam industri pembuatan baja. Di Jepang, di mana pengambilan keputusan terdesentralisasi, proses ini merupakan proses dari bawah ke atas. Di di Amerika Serikat proses pengambilan keputusan tersentralisasi dari atas ke bawah. Orang Jepang akan memulai dengan mencoba mendefinisikan masalahnya, dimulai dengan masukan dari jabatan yang lebih rendah orang-orang yang terpengaruh langsung oleh keputusan tersebut. Dari kelompok yang lebih rendah ini, keputusan dilewatkan ke atas atau ke samping (secara leteral) hingga akhirnya mencapai manajemen senior yang telah mengetahui konsensus yang dibangun dari bawah. Dengan mengingat bahwa tujuan orang Jepang adalah memilihara keharmonisan kelompok, pertanyaannya terbatas pada keputusan untuk meningkatkan pangsa pasar atau hanya menumbuhkan pendapatan. Satu pertimbangan penting adalah dampak terhadap karyawan perusahaan saat ini dan karyawan dari perusahaan yang dibeli. Begitu selesai, merger akan berjalan dengan lancar karena konsensus terbentuk dari bawah ke atas, dan karyawan, tidak ingin mengganggu keharmonisan kelompok, bekerja keras untuk menyukseskannya. Di Amerika Serikat, manajemen senior akan memulai proses, tidak dengan mendifinisikan masalah, namun lebih kepada mencari solusi atas pertanyaan bagaimana memaksimalkan laba dari akuisisi ini. Rute keputusan murni dari atas ke bawah. Dengan mengingat bahwa tujuan Amerika Serikat adalah efisiensi ekonomi, masalahnya dibatasi sebagai memaksimalkan sumber daya dan pengembalian modal. Keputusan akan obyektif dan tidak memihak. Jika memaksimalkan efisiensi ini melibatkan PHK pada kedua perusahaan, maka harus dilakukan. Para karyawan tidak mempunyai masukan atas keputusan dan akan mempertanyakan apa manfaatnya bagi mereka bila mereka mengikutinya.

Beberapa Tip Negoisasi Lintas Budaya Fase paling kritis dari bisnis internasional adalah negoisasi pertama, dan oleh karenanya persiapan yang panjang sangat penting. Pendekatan belajar sambil jalan bisa fatal. Berikut beberapa tip persiapan negoisasi:1) Memahami pentingnya kedudukan di negara lain; mengetahui siapa pengambil keputusan, membiasakan dengan gaya bisnis perusahaan asing; dan mengetahui masalah masalah dengan baik.2) Prioritaskan apa yang penting bagi anda sesuai kebutuhan. Hal ini akan membuat anda fokus pada apa yang paling penting bagi anda dalam agenda.3) Belajar dari pengalaman tentang apa yang berhasil di masa lalu bagi anda atau orang lain di perusahaan anda dalam situasi negoisasi tertentu yang mungkin dapat berhasil kembali.4) Susun profil dari lawan negosiasi anda.5) Apakah mereka berorientasi pada tugas atau pada hubungan?6) Bagaimana mereka memproses informasi? Apakah mereka dari budaya high context atau low context? Apa isu isu penting dalam budaya mereka?7) Bagaimana peran konsep muka dalam budaya mitra anda?8) Bagaimana horizon waktu mereka?9) Apakah gaya komunikasi mereka langsung atau tidak langsung?10) Apakah mereka menganut filosofi zero sum atau strategi menang menang?11) Apakah diharapkan mencapai kesepakatan formal atau lebih pada kesepakatan dalam prinsip saja?12) Pahami proses pengambilan keputusan mereka. Apakah berdasarkan konsensus? Atau individualistis? Seberapa tidak suka budaya mereka dengan risiko?13) Kembangkan suatu gagasan mengenai gaya personal mitra pasangan negoisasi utama anda.

Memperoleh Hasil Setiap tim negosiasi harus ikut dengan sasaran yang jelas mengenai apa yang mereka inginkan dari negosiasi, dan strategi apa yang digunakan untuk mencapainya. Pahami sifat kesepakatan dalam suatu negara, seberapa signifikan suatu isyarat, serta etiket negosiasi. Karena sulitnya komunikasi lintas budaya, maka sangat penting bahwa anda memberikan argumen yang jelas dan tidak rumit. Gunakan bahasa yang sederhana. Siapkan daftar posisi potensial yang mungkin diambil pihak lain. Latihan percobaan ini untuk memastikan bahwa anda tidak akan terkejut, dan bahwa anda akan memiliki strategi alternatif untuk menghadapi semua kemungkinan. Bersiaplah untuk memanfaatkan posisi anda jika anda sebagai pembeli atau investor. Sebaliknya, kenali kekuatan dari posisi menjual. Persuasi, bukan mendebat. Suatu debat tidak akan menggeser anda mendekati sasaran. Persuasi bisa. Biarkan pihak lain mengambil tindakan pertama. Dengan cara ini anda dapat menilai tingkat aspirasi pihak lain. Jika anda membuka lebih dahulu maka ada kemungkinan anda memberi lebih dari yang diperlukan. Bersiap untuk meninggalkan kesepakatan. Seringkali, tidak ada kesepakatan lebih baik daripada kesepakatan yang buruk.

Kontrak dan Variabel Budaya Tidak setiap orang memandang arti kontrak tertulis dengan cara yang sama. Meskipun orang Amerika dan Jerman umumnya berkeras dengan kontrak yang kompleks (umum dalam budaya yang berorientasi pada tugas) yang mengikuti dokumen hukum, budaya lain, seperti Nigeria dan Cina, dengan struktur legal yang terbatas, akan memandang kontrak lebih sebagai pernyataan keinginan dibandingkan kewajiban yang dijamin secara formal.

Pandangan Terhadap Kontrak Beberapa contoh bagaimana berbedanya budaya dalam mendekati konsep kontrak bisnis: Amerika Serikat: Hukum kontrak AS barangkali merupakan badan legislasi (body of legislation) yang paling rumit dan meletihkan (serta yang paling sering digunakan. Kontrak kontrak panjang dan umumnya mencakup setiap peristiwa yang dipercaya mungkin terjadi. Perancis: Kontrak cenderung agak panjang dan rumit, dan semua harus dalam bahasa Perancis. Bahkan kata kata asing yang umum seperti Internet dan komputer tidak bisa disubtitusi. Jerman: Kontrak bahkan lebih detail daripada di Amerika Serikat. Begitu ditandarangani, kontrak diikuti secara ketat oleh orang Jerman dan mereka mengharapkan yang sama dari anda. Mesir: Kontrak lebih dipandang sebagai panduan bagi hubungan bisnis, daripada persyaratan performa yang spesifik. Isinya dapat dinegoisasikan, direvisi, dan ditambah beberapa kali untuk mencerminkan perubahan situasi, biasanya dari sisi orang mesir. Jepang: Kontrak merupakan panduan dan setiap masalah diselesaikan secara damai daripada dibawa ke pengadilan. Setiap kontrak akan mencakup klausa jiji henko yang memperbolehkan negoisasi kembali secara utuh jika situasi berubah. Ini terkait dengan pentingnya memberi muka dalam budaya Jepang, yaitu memberikan banyak ruang melepaskan diri bagi kedua pihak untuk mencegah malu. Indonesia: Seperti banyak budaya Asia, Indonesia memandang kontrak sebagai seperangkat panduan. Meskipun penutupan kontrak akan diikuti dengan upacara pendek atau perayaan, namun jangan berasumsi bahwa pasal pasalnya akan dipenuhi secara otomatis. Diperlukan upaya memantau dan mengingatkan secara terus menerus. Hati hati dengan biaya konsultasi, eufimisme untuk suap dimasukkan dalam sebagian besar kontrak.

DAFTAR PUSTAKAMichell, Charles. 2001. Budaya Bisnis Internasional. Jakarta: PPM