55257679-abortus

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    1/22

    Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

    abortusDiposkan oleh Bascom Label:Teori Kesehatan

    Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu atau

    sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum

    mampu untuk hidup di luar kandungan. Bisa berakibat fatal terhadap ibu misalnya

    perdarahan, perforasi, infeksi, syok dan payah ginjal akut

    Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan sedang

    berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1.000 per 100.000 kelahiran

    hidup. Sedangkan di negara-negara maju kematian maternal berkisar antara 5-10

    per 100.000 kelahiran hidup.

    Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia2001-2010 disebut bahwa dalam konteks rencana pembangunan menuju

    Indonesia sehat 2010, Visi MPS adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia

    berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat.

    Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003,Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000

    kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin yang meninggal

    dunia karena berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer),

    target yang diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka kematian ibu

    menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.

    Derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan

    kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2010. Mengenai penyebab

    kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia

    gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling

    banyak terjadi pada persalinan yang sebenarnya dapat dicegah.

    Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu

    penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat

    dengan masyarakat belum terlaksana dengan baik.

    Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan

    dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan

    kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa

    karakteristik umum dapat diklasifikasikan yaitu status ekonomi, pendidikan, statusperkawinan, tempat tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.

    Menurut Siswanto, abortus di negara-negara sedang berkembang sebagian besar

    (lebih dari 90%) dilakukan tidak aman, sehingga berkontribusi sekitar 11-

    13% terhadap kematian maternal di dunia.

    Di Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu

    berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Ababa masing-

    masing-masing sebesar 21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian

    kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan

    pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi.

    Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita mengalami

    abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat

    http://www.bascommetro.com/2010/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.htmlhttp://www.bascommetro.com/2010/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.htmlhttp://www.bascommetro.com/2010/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.htmlhttp://www.bascommetro.com/search/label/Teori%20Kesehatanhttp://www.bascommetro.com/search/label/Teori%20Kesehatanhttp://www.bascommetro.com/search/label/Teori%20Kesehatanhttp://www.bascommetro.com/search/label/Teori%20Kesehatanhttp://www.bascommetro.com/2010/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.htmlhttp://www.bascommetro.com/2010/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.html
  • 8/12/2019 55257679-abortus

    2/22

    25

    sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang).

    Terlebih lagi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak

    dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio darijumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara

    nasional berkisar antara 10-20%. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan

    rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19%.

    Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus masih

    cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3

    juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta

    disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat

    kontrasepsi KB.

    Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Palembang berdasarkan laporan indikator

    Database 2005 United Nation Found Population (UNFPA) 6th Country Programe

    adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari Propinsi Sumsel sebesar 467per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang

    sebanyak 15 orang diantaranya disebabkan oleh perdarahan dan selebihnya

    disebabkan faktor lainnya termasuk abortus.

    Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

    Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123

    kasus dengan nkejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus

    komplit sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%)

    dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%).

    Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya

    abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat

    pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status

    perkawinan, umur dan paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi

    2 juta kasus abortus di Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100

    kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan

    di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus

    lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan.

    MASALAH ABORTUS DAN KESEHATAN

    REPRODUKSI PEREMPUANDr. Azhari, SpOG

    BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGIFK UNSRI/ RSMH

    PALEMBANG

    PENDAHULUAN

    Abortus merupakan suatu masalah kontroversi yang sudah ada sejak sejarah di

    tulis orang. Kontroversi karena di satu pihak abortus ada di masyarakat. Hal ini dapat

    dibuktikan dengan adanya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk

    mereka yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus tidak dibenarkan oleh agama.

    Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan

    tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara sukarela

    mengaku bahwa ia pernah diabortus, karena malu.

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    3/22

    26

    Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil kehamilan sebelum

    janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang

    dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktulahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di

    bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap sebagai pengakhiran

    kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari

    20 minggu. Abortus dapat berlangsung spontan secara alamiah atau buatan. Abortus

    buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan obat-obatan atau

    dengan tindakan medik.

    Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak

    dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya

    disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan

    kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi abortus spontan

    berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkanmereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu

    sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta

    kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus

    spontan.

    Sulit untuk mendapatkan data tentang abortus buatan (selanjutnya akan ditulis :

    abortus) di Indonesia. Paling sedikit ada dua sebabnya. Yang pertama, abortus

    dilakukan secara sembunyi. Yang kedua, bila timbul komplikasi hanya dilaporkan

    komplikasinya saja, tidak abortusnya.

    Dengan menggunakan Randomized Response Technique, Saifuddin dan

    Bachtiar menemukan bahwa hampir sepertiga dari wanita yang datang ke Poliklinik

    Kebidanan di RS Cipto Mangunkusumo pernah melakukan abortus.

    Seminar Kelahiran Tidak diinginkan (aborsi) Dalam Kesejahteraan Reproduksi

    Remaja, Palembang 25 Juni 2002

    Identifikasi dan isolasi neospora caninum penyebab abortus pada sapi perah

    rangka pengembangan uji diagnotik dan produksi vaksin

    Abstrak

    Kejadian keguguran (abortus) pada di Indonesia dalam kurun waktu + 30 tahun lamanya, selalu

    mengarah kepada Brucellosis, suatu gangguan reproduksi pada sapi perah yang ditandai oleh

    keguguran (abortus) dan bersifat menular dengan kuman Brucella abortus bang sebagai

    penyebabnya. Upaya pengendalian melalui test and slaughter (uji dan potong) tidak dapatmenghilangkan penyakit tersebut. Kebijakan pemerintah melalui aturan prevalensi < 2% dipotong

    dan > 2% dilakukan vaksinasi tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya sehingga kasus

    Brucellosis di Indonesia masih merupakan penyakit reproduksi terutama sapi perah dan

    memerlukan penanganan yang lebih serius karena tinjauan baik dari segi ekonomi maupun

    penyiapan bibit sapi perah (replacement stock) sangat merugikan dan berpengaruh buruk terhadap

    peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah. Selanjutnya disamping kuman (bakteri) maka

    parasit internal tidak saja berpengaruh terhadap pertumbuhan penampilan ternak sapi perah, tetapi

    juga menyebabkan masalah pada alat reproduksi terutama pada sapi perah betina dan keguguran

    (abortus) pada hewan penderita. Selanjutnya kurun waktu 10 tahun terakhir, infeksi oleh parasitjenis coccidia yaitu Neospora caninum (Neospororis) telah muncul sebagai penyakit reproduksi

    penting pada ternak sapi (terutama sapi perah) di seluruh dunia dan disebut sebagai penyakit

    infeksious (menular) yang baru dikenal (new emerging infectious disease). Penyakit tersebut tidak

    memperlihatkan gejala klinis yang khas dan dapat mengarahkan diagnosa kepada penyakit

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    4/22

    27

    tersebut. Keguguran (abortus) yang terjadi selama pertengahan kebuntingan merupakan tanda

    klinis utama yang diamati pada sapi perah. Anjing diduga sebagai penyebab penularan penyakit

    tersebut pada sapi perah pada awalnya dieliminasi dengan teori penularan horizontal (migrasitransplacental), artinya bila induk sapi perah (+) Neospora bila melahirkan anak sehat maka anak

    sapi perah tersebut tidak akan menderita Neosporosis juga. Dari hasil penelitian yang dilakukan

    pada tahun 2003 melalui uji serum darah (serologis) pada sapi perah yang dilaporkan keguguran

    (abortus) dan non abortus, pada KUD Persusuan di Jawa Barat, meliputi Kabupaten Bandung,

    Garut, Kuningan dan Perusahaan Peternakan di Kabupaten Sukabumi serta KUD Persusuan di

    Kabupaten Malang Jawa Timur menunjukkan angka prevalensi atau kejadian Neosporosis berkisar5,5% hingga 53,8% (0= 21,5%), (n=311). Oleh karena kerugian ekonomi cukup tinggi dari

    kejadian Neosporosis tersebut maka upaya untuk melakukan isolasi penyebab penyakit tersebut di

    Indonesia merupakan keharusan dan diupayakan pengembangan uji diagnostiknya. Uji serologis

    (serum) yang diperoleh dari kelompok sapi perah untuk mengetahui adanya reaksi positif atau

    negatif sebagai kontrol terhadap N. caninum sebagai kelanjutan pengembangan Uji ELISA.

    Selanjutnya pada tahun 2004 dikembangkan pula pengukuran seroprevalensi dari infeksi Neosporacaninum mengikuti kejadian abortus pada sapi perah dengan menggunakan uji immunohistokimia

    (IHC) untuk mendeteksi adanya antigen Neospora sp. dalam jaringan fetus yang diabortuskan,

    antigen Neospora sp. sebagian besar dapat dideteksi dari jaringan otak fetus yang diabortuskan. Uji

    imunohistokimia (IHC) bersifat spesifik dan sensitif untuk mengetahui adanya antibodi polyclonal.

    Hal-hal yang terkait dengan abortus

    Kehamilan adalah proses fisiologi pada wanita dalam masa reproduksi. Dalam

    perjalanannya , kehamilan sering terhenti oleh proses abortus, partus immature

    maupun partus prematurus. Proses reproduksi umumnya dipandang sebagai proses

    fisiologis, akan tetapi kemungkinan timbulnya komplikasi pada kehamilan,

    persalinan, dan nifas sedemikian besarnya sehingga proses ini tidak dapatdibiarkan berlangsung sendiri tanpa perawatan, perlindungan, dan perawatan yang

    memadai.

    Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia.

    Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup (menurut hasil sensus

    penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 1549 tahun

    (berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup)

    (Utomo, 2001).

    Abortus dibagi menjadi beberapa jenis, menurut kejadiannya abortus dibagi atas

    abortus spontan yang memang terjadi secara alamiah dan abortus provokatus yangkejadiannya dibagi atas abortus spontan yang memang terjadi secara alamiah dan

    abortus provokatus yang kejadiannya dipicu hal-hal tertentu. Menurut aspek klinis

    abortus dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu abortus imminens, abortus

    insipiens, abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion dan abortus

    habitualis. Masing-masing abortus memiliki tanda dan karakteristik sendiri.

    Penelitian ini dipicu oleh keingintahuan akan frekuensi kejadian dari masing-

    masing abortus tersebut berdasarkan jenisnya. Penelitian ini juga berusaha

    menelaah sedikit faktor-faktor yang bisa dianggap mempengaruhi terjadinya

    abortus.

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    5/22

    28

    Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus, misalnya

    faktor paritas dan ibu, mempunyai pengaruh besar. Risiko abortus semakin

    dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu dan ayah (Cunningham, 2000). Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga

    merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kemungkinan terjadinya

    abortus berulang pada seorang wanita yang mengalami abortus tiga kali atau lebih

    adalah 83,6 % (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2000)

    Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus

    abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.

    Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang

    terjadinya abortus.

    II.1. Definisi

    Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar

    kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan

    berat janin kurang dari 500 gram ( Greenhill, 1965). Sedang menurut WHO

    /FIGO (1998) adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin tidak

    diketahui. Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai dengan

    definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat

    janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan dibagi menjadi abortus awal dan

    abortus yang terlambat. Abortus awal terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12

    minggu. Abortus yang terlambat terjadi pada usia kehamilan 12 sampai 20

    minggu (Gilbert dan Harmon,2003).

    II.2. Frekuensi dan Rekurensi

    Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak

    dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus hanya

    disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan

    kejadian ini dianggap haid yang terlambat. Diperkirakan frekuensi abortus

    spontan berkisar antara 10 dan 15 % (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2000).

    Rekurensi terjadinya abortus sebanyak 20 % jika terdapat riwayat 1 kali abortusspontan sebelumnya, 35 % jika terdapat riwayat 2 kali abortus spontan

    sebelumnya, 50 % jika terdapat riwayat 3 abortus spontan sebelumnya, dan 30 %

    jika terdapat riwayat 3 kali abortus spontan sebelumnya dan telah 1 kali

    mengalami partus spontan ( Naylor, 2005)

    II.3. Etiologi

    Lebih dari 80 % abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka

    tersebut kemudian menurun secara cepat ( Cunningham dkk., 2000). Penelitian

    menunjukkan bahwa hampir 60 % abortus awal (sebelum 12 minggu pertama

    kehamilan) memiliki abnormalitas kromosom (Gilbert dan Harmon, 2003).

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    6/22

    29

    Menurut Siegler dan Eastman, abortus terjadi pada 10% kehamilan. Rumah Sakit

    Pirngadi Medan juga mendapati angka 10 % dari seluruh kehamilan. MenurutEastman, 80% abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan, sementara Simens

    mendapatkan angka 76 % ( Mochtar,1998)

    Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus dini

    ini, dan kemudian secara pasti dan cepat angka ini akan menurun. Risiko abortus

    spontan kelihatannya semakin meningkat dengan bertambahnya paritas disamping

    dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah (Cunningham dkk.,2000). Frekuensi

    abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12 % pada wanita yang berusia

    kurang dari 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita berumur diatas 40 tahun. Insiden

    abortus bertambah jika kandungan wanita tersebut melebihi umur 3 bulan

    (Cunningham dkk.,2000).

    Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.

    Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam

    keadaan masih hidup (Wibowo dan Wiknjosastro,1999). Mekanisme pasti yang

    bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak tampak jelas, tetapi dalam

    beberapa bulan kehamilan, ekspulsi ovum yang terjadi secara spontan hampir

    selalu didahului kematian embrio atau janin. Dengan alasan tersebut,

    pertimbangan untuk menentukan etiologi abortus dini harus melibatkan kepastian

    mengenai penyebab kematian janin. Dalam beberapa bulan kehamilan berikutnya,

    sering ditemukan sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus (Cunningham

    dkk.,2000).

    Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus, dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu :

    1. Faktor fetal

    Penemuan morfologis yang paling sering terjadi dalam abortus dini spontan

    adalah abnormalitas dalam perkembangan zigot, embrio fase awal janin, atau

    kadang-kadang plasenta. Perkembangan janin yang abnormal, khususnya dalam

    trimester pertama kehamilan, dapat diklasifikasikan menjadi perkembangan janin

    dengan kromosom yang jumlahnya abnormal (aneuploidi) atau perkembanganjanin dengan komponen kromosom yang normal (euploidi).

    Abnormalitas kromosom sering terjadi di antara embrio dan janin fase awal yang

    mengalami abortus spontan serta menjadi sejumlah besar atau sebagian besar

    kehamilan awal yang sia-sia. Penelitian menyebutkan bahwa 5060 % dari

    abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi.

    Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan

    abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka

    48,9 % disebabkan oleh ovum yang patologis (Mochtar,1998).

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    7/22

    30

    Hasil konsepsi dengan kromosom normal yang mengalami abortus biasanya akan

    menghilang belakangan dalam kehamilan. Laporan menyatakan bahwa abortus

    an euploidi terjadi pada atau sebelum kehamilan 8 minggu, sedangkan abortuseuploidi mencapai puncaknya sekitar 13 minggu (Cunningham,2000). Insiden

    abortus euploidi akan meningkat secara dramatis setelah usia maternal 35 tahun.

    Namun sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut belum diketahui secara pasti.

    Dua keadaan yang mungkin menjadi penyebab terjadinya abortus diatas : (1)

    abnormalitas genetik (2) sejumlah kasus maternal (Cunningham dkk.,2000).

    2. Faktor maternal

    Penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut

    mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu (Cunningham dkk.,2000).

    Keadaan yang menjadi faktor penyebab adalah :

    InfeksiBeberapa infeksi kronis pernah terlibat atau sangat dicurigai sebagai penyebab

    abortus, diantaranya Listeria monocytogenes dan Toxoplasma.

    Pengaruh endokrinKenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes mellitus,

    dan defisiensi progesteron. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi

    hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan

    insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,

    defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil

    konsepsi dan berperan dalam peristiwa kematian janin.

    Faktor imunologis

    Ada dua mekanisme utama pada abnormalitas imunologis yang berhubungan

    dengan abortus, yaitu : mekanisme alloimun dan mekanisme autoimun.

    Mekanisme autoimun adalah mekanisme timbulnya reaksi seluler atau humoral

    yang ditujukan kepada suatu lokasi spesifik dalam tubuh hospes. Alogenitas

    digunakan untuk menjelaskan ketidaksamaan genetik antar binatang dari spesies

    yang sama. Janin manusia merupakan cangkokan alogenik yang diterima denganbaik oleh tubuh ibu berdasarkan alasan yang tidak diketahui secara lengkap.

    Beberapa mekanisme imunologi dilaporkan bekerja untuk mencegah penolakan

    janin. Mekanisme tersebut mencakup faktor histokompatibilitas, faktor

    penghambat sirkulasi, faktor supressor lokal dan antibodi antileukositotoksik

    maternal atau anti paternal. Tidak adanya atau tidak disintesisnya salah satu faktor

    diatas oleh tubuh ibu menyebabkan terjadinya reaksi imun maternal abnormal

    yang berbalik melawan antigen dalam plasenta atau dalam jaringan janin lainnya

    dan mengakibatkan abortus.

    Gamet yang menua

    Baik umur sperma atau ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    8/22

    31

    spontan. Gamet yang bertambah tua dalam traktus genitalis wanita sebelum

    fertilisasi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.

    Kelainan traktus genitalis

    Retroversio uteri, myoma uteri, atau kelainan-kelainan bawaan uterus dapat

    menyebabkan abortus, tetapi hanya retroversio uteri gravidi incarserata atau

    myoma submukosa yang memegang peranan penting (Prawirohardjo dan

    Wiknjosastro, 2000).

    3. Faktor paternal

    Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses

    timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat

    menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalubanyak, sehingga terjadi abortus (Cunningham,2000).

    II.4. Patologi

    Abortus biasanya disertai dengan pendarahan didalam desidua basalis dan

    perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat

    perdarahan. Hal tersebut menyebabkan ovum dapat terlepas seluruhnya atau

    sebagian dan mungkin menjadi benda asing dalam uterus, sehingga merangsang

    kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin.

    Sebelum minggu kesepuluh, hasil konsepsi biasanya akan dikeluarkan lengkap.

    Hal ini disebabkan karena villi koriales belum menanamkan diri dengan erat

    kedalam desidua, hingga hasil konsepsi mudah lepas. Pada kehamilan antara 8

    sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga

    umumnya plasenta tidak dilepaskan secara sempurna yang dapat menyebabkan

    banyak pedarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, umumnya mula-mula

    dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul beberapa waktu kemudian

    oleh plasenta yang lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika plasenta

    segera terlepas dengan lengkap (Wibowo dan Wiknjosastro,1999).

    Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa

    bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin lahir mati atau dilahirkan

    hidup.

    II.5. Klasifikasi

    Berdasarkan jenis tindakan yang dilakukan, abortus dibedakan menjadi 2

    golongan yaitu :

    1. Abortus spontan

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    9/22

    32

    Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan dan terjadi dengan sendirinya (Wibowo

    dan Wiknjosastro,1999). Jenis abortus spontan merupakan 20 % dari semua

    abortus (Anonim,1981).

    2. Abortus provokatus

    Yaitu abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja. Merupakan 80 % dari

    semua kasus abortus (Anonim,1981).

    Abortus provokatus dibedakan menjadi 2, yaitu:

    a. Abortus provokatus therapeutik

    Adalah abortus provokatus atas indikasi medik yaitu kehamilan yang dapatmembahayakan jiwa ibu, misalnya karena pasien menderita penyakit jantung yang

    berat (Anonim,1981). Adalah peristiwa pengakhiran kehamilan karena penyakit

    atau kelainan yang serius pada ibu dan jika kehamilan dilanjutkan akan

    membahayakan jiwa ibu (Eastman,1956).

    b. Abortus provokatus kriminalis

    adalah abortus provokatus tanpa ada alasan medis yang sah dan dilarang oleh

    hukum.

    Berdasarkan gambaran klinik, abortus dibedakan menjadi 5 golongan, yaitu :

    1. Abortus imminens

    Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada

    kehamilan sebelum 20 minggu, sedang hasil konsepsi masih dalam uterus tanpa

    adanya dilatasi serviks (Wibowo dan Wiknjosastro,1999).

    Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari intrauteri muncul

    selama pertengahan pertama kehamilan, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa

    pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks. Menurut Taber (1994),umumnya kira-kira 50 % wanita dengan gejala abortus imminens kehilangan

    kehamilannya, persentase kecil lahir prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran

    cukup bulan.

    2. Abortus insipiens

    Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari

    20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil konsepsi

    masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,

    perdarahan bertambah (Wibowo dan Wiknjosastro,1999).

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    10/22

    33

    Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat dan

    sering, serviks terbuka

    3. Abortus inkompletus

    Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

    sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan

    abortus ini dapat banyak sekali, sehingga dapat menyebabkan perdarahan banyak

    dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.

    Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi,serviks terbuka, sebagian

    jaringan keluar.

    4. Abortus kompletus

    Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada

    penderita ditemukan perdarahan sedikit,ostium uteri sebagian besar telah

    menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

    Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks menutup, ada

    keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.

    5. Missed abortion

    Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati

    itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih (Wibowo dan

    Wiknjosastro,1999). Setelah retensi yang lama dari hasil konsepsi yang mati,

    dapat terjadi kelainan pembekuan darah yang serius, khususnya bila kehamilan

    telah mencapai trimester kedua sebelum janin mati (Cunningham dkk.,2000).

    6. Abortus habitualis

    Definisi abortus spontan yang berkali-kali (habitualis) telah dibuat berdasarkan

    berbagai kriteria jumlah dan urutannya, tapi definisi yang paling mungkin

    diterima saat ini adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali ataulebih (Cunningham dkk.,2000)

    Menurut Hertig abortus spontan terjadi dalam 10 % dari kehamilan dan abortus

    habitualis 3,69,8 % dari abortus spontan.

    Etiologi :

    (1) Kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan hasilnya

    adalah pembuahan yang patologis

    (2) Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus luteum, kesalahan

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    11/22

    34

    plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah

    korpus luteum atrofis, kelainan anatomis, hipertensi dan keadaan malnutrisi.

    II.6 Manifestasi Klinis

    Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu

    Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi

    Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang

    akibat kontraksi uterus

    Pemeriksaan ginekologi :a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,

    tercium atau tidak bau busuk dari vagina

    b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudahtertutup,ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak jaringan berbau busuk

    dari ostium

    c. Vaginal toucher: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak

    jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia

    kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,

    cavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri

    II.7 Pemeriksaan Penunjang

    Tes Kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah

    abortus

    Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

    Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

    II.8. Penatalaksanaan

    Abortus imminens Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik

    berkurang

    Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari

    Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan janin

    Berikan obat-obat hormonal dan antispasmodika

    Berikan obat penenang dan preparat hematinik

    Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    12/22

    35

    Abortus Insipiens Bila perdarahan tidak banyak tunggu terjadinya abortus spontan tanpa

    pertolongan selama 36 jam

    Pada kehamilan 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml

    dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus

    komplet.

    Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran

    plasenta secara manual

    Abortus Inkomplit Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau

    RL dan selekas mungkin ditransfusi darah

    Setelah syok teratasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan

    ergometrin 0,2 mg IM

    Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan pengeluaran

    plasenta secara manual

    Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

    Abortus komplit

    Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari

    Bila pasien anemia berikan hematinik

    Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

    Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral

    Missed abortion

    Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan cunam

    ovum lalu dengan kuret tajam

    Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat

    sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi

    Pada kehamilan 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin

    10 IU dalam RL 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada

    kontraksi uterus

    II.9. Komplikasi abortus

    Komplikasi dari abortus sering terjadi pada abortus kriminalis walaupun tidak

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    13/22

    36

    menutup kemungkinan juga terjadi pada abortus spontan. Komplikasi dini yang

    paling sering adalah sepsis yang disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap,

    sebagian atau seluruh produk pembuahan masih tertanam dalam uterus. Jikainfeksi tidak diatasi, dapat terjadi infeksi yang menyeluruh sehingga menimbulkan

    aborsi septik, yang merupakan komplikasi aborsi ilegal yang paling fatal. Jika

    abortsi septik disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat virulen dan dibiarkan

    tidak diatasi, pasien dapat mengalami syok septik.

    Komplikasi kedua setelah sepsis yang paling sering dilaporkan adalah perdarahan.

    Perdarahan dapat disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap atau cedera organ

    panggul. Kematian umumnya disebabkan oleh tidak tersedianya darah dan

    fasilitas rumah sakit yang memadai.

    Komplikasi aborsi yang secara potensial fatal adalah bendungan sistemkardiovaskuler oleh bekuan darah, gelembung udara, atau cairan; gangguan

    mekanisme pembekuan darah yang hebat (DIC) yang disebabkan oleh infeksi

    yang berat. Bagi mereka yang luput dari komplilkasi awal abortus yang dilakukan

    oleh tenaga yang kurang terlatih mungkin mengalami efek samping jangka

    panjang yang lama. Misalnya, ineksi dapat menimbulkan kerusakan permanen di

    tuba falopii yang dapat menyebabkan kemandulan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Andrianto, I., 1998, Karakteristik Pasien Abortus di RSUD Genteng Kab.

    Banyuwangi Selama tahun 1997 ( Karya Tulis Ilmiah), Fakultas Kedokteran

    Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

    Benzion, T., 1994, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri & Ginekologi, EGC,

    Jakarta, pp 5676.

    Anonym, 1981, Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

    Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung

    Cunningham, G.F., MacDonald, P.C., Gant, N.F., & Ronardy, D.H.,(eds), 2000,

    Abortus, Suyono,J., dan Hartono, A.,(alih bahasa), Obstetri Williams, EGC,

    Jakarta (edisi 20)

    Delee, J.B., 1938, The Principles And Practise Of Obstetric, W.B. Saunders

    Company, Philadelphia and London (7th ed)

    Eastman, N.J., 1956, William Obstetrics, ApletonCenturyCrofts, New york

    (11th ed.)

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    14/22

    37

    Greenhill, J.P., 1965, Obstetrics, W.B Saunders Company, Philadelphia and

    London (13th ed), pp 432-450

    Harlap S, Shiono P.H., Ramcharan S.: A life table of spontaneous abortions and

    the effect of age, parity, and other variables. In porter IH, Hook EB (eds): Human

    Embrionic and Fetal Death. New York, Academic,1980, p 145

    Mochtar, R., 1998, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Lutan, D. (Eds), EGC, Jakarta

    Wibowo, B., & Wiknjosastro, G.H., 1994, kelainan Lamanya Kehamilan, Ilmu

    Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta pp 302-320.

    Fakta dan Angka Kehamilan Yang Tidak Direncanakan oleh Prof. Dr. H.A.

    Moeloek dan Prof.Dr.I.B. Tjitarsa, Desember 1996, PKBI-Jogya,http://www.pkbi-jogja.org/artikel/kesrep-011htm

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

    ABORTUS DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN

    RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

    Y. Widyastuti , SST, M .Kes dan Di na kaspa Eka, Am.Keb*

    Dosen Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang

    Abstrack

    Indonesians Maternal Death in Indonesia were 307 per 100.000 of life birth (SDKI,2002-2003). One of the causes was by the bleeding which in its contain bleeding byabortion (Saifuddin, 2002). The information from medical record of Dr. MohammadHoesin Public Hospital Palembang on 2006, the number of abortion was about 123cases.

    The purpose of this research is to know the relationship between mothers age total of

    mothers birth, education, and their occupation, which had relationship with abortion at

    Intensive Midwifery Care Rooms at Dr. Mohammad Hoesin Public Hospital Palembangon 2008. This research design is an analytic survey by Cross Sectional approach, bycolleting the data the same time. Which have relationship between independent variable(mother age, total of mothers birth, education, and occupation) and a dependentvariable (happening abortion).

    Research populations were the entire pregnancy women less than 22 weeks, which everhad opname at Intensive Midwifery Care Rooms at Dr. Mohammad Hoesin PublicHospital Palembang 2008 on January-April, and the total were 163 persons and thesamples are 163 persons.

    Based on the data analysis, it shows a big of despondences who ever done abortion wereabout 72,4%, a high risk age despondences were about 89,8%, a high paritas

    despondences were about 88,7%, low education despondences were about 87,4%, and the

    http://www.pkbi-jogja.org/artikel/kesrep-011http://www.pkbi-jogja.org/artikel/kesrep-011http://www.pkbi-jogja.org/artikel/kesrep-011
  • 8/12/2019 55257679-abortus

    15/22

    38

    jobless despondences were about 88,9%. From Chi-Square statistic, it shows therelationship between mothers age, paritas, education and occupation with the abortion

    (p value = 0,000), it is better for all the hospital to give the peoples understanding abouthealth contain the risk factors which causes abortion to all fragrance women to checks

    their health regularly 50 it can the number of abortion.

    References : 13 (2001-2007)

    Key Word : Happening Abortion

    Pendahuluan

    Abortus adalah berakhirnyasuatu kehamilan oleh akibat-akibattertentu atau sebelum kehamilan tersebutberusia 22 minggu atau buah kehamilanbelum mampu untuk hidup di luar

    kandungan. Bisa berakibat fatal terhadapibu misalnya perdarahan, perforasi,infeksi, syok dan payah ginjal akut

    Menurut World Health

    Organization (WHO) di negara-negara

    miskin dan sedang berkembang,

    kematian maternal berkisar antara 750-

    1.000 per 100.000 kelahiran hidup.

    Sedangkan di negara-negara maju

    kematian maternal berkisar antara 5-10

    per 100.000 kelahiran hidup.

    Di dalam rencana strategi

    nasional Making Pregnancy Safer (MPS)

    di Indonesia 2001-2010 disebut

    bahwa dalam konteks rencana

    pembangunan menuju Indonesia sehat

    2010, Visi MPS adalah kehamilan danpersalinan di Indonesia berlangsung

    aman, serta bayi yang dilahirkan hidup

    dan sehat.

    Berdasarkan Survei Demografi

    dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

    2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di

    Indonesia masih berada pada 307 per

    100.000 kelahiran hidup atau setiap jam

    terdapat 2 orang ibu bersalin yang

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    16/22

    25

    meninggal dunia karena berbagai

    sebab. Penatalaksanaan MPS (Making

    Pregnancy Safer), target yang

    diharapkan dapat dicapai tahun 2010

    adalah angka kematian ibu menjadi 125

    per 100.000 kelahiran hidup.

    Derajat kesehatan ibu tetap

    merupakan prioritas utama dalam

    pembangunan kesehatan menuju

    tercapainya Indonesia Sehat 2010.

    Mengenai penyebab kematian bahwa

    90% kematian ibu disebabkan oleh

    perdarahan, toksemia gravidarum,

    infeksi, partus lama dan komplikasi

    abortus. Kematian ini paling banyak

    terjadi pada persalinan yang sebenarnya

    dapat dicegah.

    Salah satu faktor penting dalam upaya

    penurunan angka kematian tersebutyaitu penyediaan pelayanan kesehatan

    maternal dan neonatal yang berkualitasdekat dengan masyarakat belumterlaksana dengan baik.

    Perdarahan merupakanpenyebab kematian kedua yang paling

    penting. Perdarahan dapat disebabkanoleh abortus yang tidak lengkap. Adabeberapa alasan dan kondisi individualisyang memungkinkan terjadinya abortus.Beberapa karakteristik umum dapat

    diklasifikasikan yaitu status ekonomi,pendidikan, status perkawinan, tempat

    tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.Menurut Siswanto, abortus di negara-

    negara sedang berkembang sebagian

    besar (lebih dari 90%) dilakukan tidak

    aman, sehingga berkontribusi sekitar

    11-13% terhadap kematian maternal di

    dunia.

    Di Zimbabwe, Afrika,dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruhkematian ibu berhubungan dengan

    abortus. Sementara di Tanzania dan

    Adis Ababa masing-masing-masingsebesar 21% dan 54%. Hal ini

    diperkirakan merupakan bagian kecildari kejadian yang sebenarnya, sebagai

    akibat ketidakterjangkauan pelayanankedokteran modern yang ditandai olehkesenjangan informasi.

    Insiden abortus sulit ditentukankarena kadang-kadang seorang wanita

    mengalami abortus tanpa mengetahuibahwa ia hamil, dan tidak mempunyaigejala yang hebat sehingga hanyadianggap sebagai menstruasi yangterlambat (siklus memanjang). Terlebih

    lagi abortus kriminalis, sangat sulitditentukan karena biasanya tidakdilaporkan. Angka kejadian abortusdilaporkan oleh rumah sakit sebagairasio dari jumlah abortus terhadapjumlah kelahiran hidup. Di USA, angkakejadian secara nasional berkisar antara10-20%. Di Indonesia kejadianberdasarkan laporan rumah sakit, sepertidi RS Hasan Sadikin Bandung berkisarantara 18-19%.

    Menurut Prof. Dr. Wimpie

    Pangkahila abortus di Indonesia tingkat

    abortus masih cukup tinggi dibanding

    dengan negara-negara maju di dunia,

    yakni mencapai 2,3 juta abortus per

    tahun. 1 juta diantaranya adalah

    abortus spontan, 0,6 juta disebabkan

    oleh kegagalan program KB, dan 0,7

    juta karena tidak pakai alat kontrasepsi

    KB.

    Angka Kematian Ibu (AKI) Kota

    Palembang berdasarkan laporan

    indikator Database 2005 United Nation

    Found Population (UNFPA) 6th

    Country

    Programe adalah 317 per 100.000

    kelahiran, lebih rendah dari Propinsi

    Sumsel sebesar 467 per 100.000

    kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun

    2005 di Kota Palembang sebanyak 15

    orang diantaranya disebabkan oleh

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    17/22

    26

    perdarahan dan selebihnya disebabkan

    faktor lainnya termasuk abortus.

    Dari data yang diperoleh darirekam medik di Rumah Sakit UmumPusat Dr. Mohammad HoesinPalembang tahun 2006, angka kejadianabortus sebesar 123 kasus dengannkejadian abortus imminens sebanyak106 kasus (86,17%), abortus komplitsebanyak 2 kasus (1,62%), abortusinkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%)dan missed abortion sebanyak 3 kasus(2,44%).

    Ada beberapa alasan dankondisi individualis yangmemungkinkan terjadinya abortus.Beberapa karakteristik umum dapat

    didefinisikan yaitu tingkat pendidikan,pekerjaan, status ekonomi, tinggal didaerah perkotaan, status perkawinan,umur dan paritas. Estimasi nasionalmenyatakan setiap tahun terjadi 2 juta

    kasus abortus di Indonesia, artinyaterdapat 43 kasus abortus per 100

    kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49tahun. Sebuah penelitian yang dilakukandi 10 kota besar dan 6 kabupaten di

    Indonesia ditemukan bahwa insidenabortus lebih tinggi diperkotaan

    dibandingkan dipedesaan.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitia

    analitik dengan pendekatan Cross

    Sectional.Populasi penelitian adalah

    seluruh ibu hamil < 22 minggu yang

    pernah dirawat di Instalasi Rawat Inap

    Kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang. Sedangkan sampel

    penelitian adalah seluruh ibu hamil < 22

    minggu yang pernah dirawat di Instalasi

    Rawat Inap Kebidanan Rumah sakit

    Umum pusat Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang. Teknik pengambilan sampel

    secara purposive sampling. Jumlah total

    sampel 163 orang. Analisis data

    dilakukan dengan analisis univariat dan

    bivariat masing-masing variabel dengan

    uji Chi-Square dengan tingkatkemaknaan terhadap = 0,05 pada

    df=1.

    Hasil

    Tabel 1. Distribusi Frekuensi variabel Umur, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan dan angka

    kesakitan Abortus.

    No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase

    1 Umur Resiko rendah 65 39,9

    Resiko tinggi 98 60,1

    2 Paritas Resiko rendah 66 40,5

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    18/22

    25

    Resiko tinggi 97 59,5

    3 Pendidikan Pendidikan rendah 103 62,3

    Pendidikan tinggi 60 36,8

    4 Pekerjaan Bekerja 64 39,3

    Tidak bekerja 99 60,7

    5 Kejadian Abortus Ya 118 72,4

    Tidak 45 27,6

    Tabel 2.Hasil Analisa Bivariat (Karakteristik Pejamu dengan Kejadian Abortus)

    No. Variabel Log-likelihood P Value

    1 Umur 89,8 0,000

    2 Paritas 88,7 0,000

    3 Pendidikan 87,4 0,000

    4 Pekerjaan 88,9 0,000

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    19/22

    26

    Berdasarkan hasil analisa di atas setiap variabel berhubungan dengan kejadian abortus dengan

    p value= 0,000 lebih kecil dari(0,05).

    Pembahasan

    Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu atau sebelum

    kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan elum mampu untuk hidup di luar

    kandungan Yang diterima sebagai abortus umumnya adalah usia kehamilan hingga 20 minggu atau berat janin

    500 gram. Abortus yang juga dikenal dengan istilah Keguguran, bisa terjadi oleh banyak sebab. Kurang lebih

    10 sampai 15% kehamilan yang telah didiagnosis secara klinis berakhir dengan keguguran.

    Alasan utama terjadinya abortus pada awal kehamilan ialah kelainan genetic, yang mencapai 75 hingga

    90% total aborsi. Alasan lain terjadinya abortus adalah kadar progesterone yang tidak normal, kelainan pada

    kelenjar tiroid, diabetes yang tidak terkontrol, kelainan pada rahim, infeksi dan penyakit autoimun lain.

    Diagnosis abortus bisa terjadi dalam berbagai bentuk antara lain abortus yang mengancam

    ( abortus iminen), abortus yang tidak bisa dihindari (abortus insipien), abortus dengan janin mati dalam rahim

    missed abortusdan abortus inkompetus.

    Kesimpulan

    Setiap variabel di atas berhubungan dengan kejadian abortus yang terdapat di Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang. Dimanap value(0,05).

    Saran

    1. Agar dapat lebih meningkatkan dan memperlihatkan pelayanan. Pelayanan kesehatan terutamadalam mempertahankan kehamilan sehingga ibu hamil dapat mencegah terjadinya abortus.

    2. Agar dapat menjadi bahan referensi sebagai informasi yang bermanfaat untuk perkembangan

    pengetahuan tentang kejadian abortus dan dapat juga dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

    mengungkapkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Achadiat, M. Crisdiono. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta. Indonesia.

  • 8/12/2019 55257679-abortus

    20/22

    27

    2. Dinas Kesehatan Sumatera Selatan. 2006. Profil Kesehatan Kota Palembang. Indonesia.3. Hastono, Priyo Susanto. 2001.Analisis Data, Pengolahan Data. Jakarta. Indonesia.4. Juniarti, Helda. 2007. Hubungan antara Umur dan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Abortus di RSUP

    Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2006. KTI Akademi Kebidanan Budi Mulia

    Palembang.

    5. Kodim, Nasrin. 2007. Epidemiologi Abiruts yang Tidak Aman. (http://www.google.com,diakses 23 Februari2008).

    6. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta. Indonesia.7. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2004. Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta.

    Indonesia.

    8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Indonesia.

    9. Pikiran Rakyat. 2006. Setiap Tahun Terjadi 2-2,6 Juta Kasus Aborsi. (http://www.google.com,diakses 23 Februari 2008).

    http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/
  • 8/12/2019 55257679-abortus

    21/22

    28

    10. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBPSP. Jakarta.Indonesia.

    11. Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi. EGC. Jakarta. Indonesia.12. Utomo. 2001. Fakta Mengenai Aborsi. (http://www.google.com,diakses 28 Februari

    2008).

    13. Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Edisi 3 Cetakan 7. jakarta. Indonesia.

    http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/
  • 8/12/2019 55257679-abortus

    22/22

    29

    Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiaptahun di Asia Tenggara, dengan perincian :

    1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura

    antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand

    Tidak dikemukakan perkiraan tentang abortus di Kamboja, Laos dan Myanmar.

    Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New York yang dimuatdalam International Family Planning Perspectives, Juni 1997, memberikan gambaran lebih lanjut

    tentang abortus di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Abortus di Indonesiadilakukan Baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yangmampu tapi juga oleh mereka yang kurang mampu ( lihat Tabel 1.)

    Tabel 1. Pelaku abortus di perkotaan dan

    pedesaan Pelaku Abortus

    Kota

    Mampu Kurangmampu

    Desa

    Mampu Kurangmampu

    Dokter

    Bidan /Perawat

    Dukun

    Sendiri

    57

    16

    19

    18

    24

    28

    25

    24

    26

    26

    31

    17

    13

    18

    47

    22