Upload
fefe1629
View
221
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TENTANG APOTEK
2.1.1 DEFINISI APOTEK
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dikatakan bahwa, apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker. Pekerjaan kefarmasian tersebut adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Yang termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika (IAI, 2010).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek (SK Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004), apotek merupakan salah satu
sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (IAI, 2010).
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 5
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2.1.3 Tata Cara Pendirian Apotek
2.1.3.1 Persyaratan Pendirian Apotek
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/Per/X/2002
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Bab IV Pasal 6
disebutkan Persyaratan Apotek sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi (IAI, 2010).
2.1.3.2 Tata Cara Permohonan dan Pemberian Izin Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek, pasal 2, disebutkan:
1. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker pengelola Apotek wajib
memiliki Surat Izin Apotek.
2. Izin Apotek berlaku untuk seterusnya selama Apotek yang bersangkutan
masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat
melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan.
3. Untuk memperoleh izin apotek tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun.
Selanjutnya, di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Menteri
Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, dalam pasal 4 (tentang pelimpahan wewenang pemberian
izin apotek), disebutkan:
1. Izin Apotek diberikan oleh Menteri
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 6
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan
pemberian izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan Tembusan
disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Sedangkan, Tata cara pemberian Surat Ijin Apotek diatur oleh Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002, pasal 7:
1) Permohonan Ijin Apotek diajukan kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1.
Pada permohonan ijin dengan Formulir Model APT-1 ini harus disertai
dengan lampiran:
a. Salinan/Foto copy Surat Ijin Kerja Apoteker.
b. Salinan/Foto copy Kartu Tanda Penduduk.
c. Salinan/Foto copy denah bangunan.
d. Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak.
e. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat,
tanggal lulus dan nomor surat ijin kerja.
f. Asli dan Salinan/ Foto copy daftar terperinci alat perlengkapan
Apotek.
g. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak
bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotek di Apotek lain.
h. Asli dan salinan/foto copy surat ijin atasan bagi pemohon Pegawai
Negeri, Anggota ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya.
i. Akte perjanjian Kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan
Pemilik Sarana Apotek.
j. Surat Pernyataan Pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang obat.
2) Dengan menggunakan Formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 7
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
perohonan dapat meminta bantuan tehnis kepada Kepala Balai Besar POM
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kasiapan Apotek untuk
melakukan kegiatan.
3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai Besar POM
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan tehnis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
setempat dengan menggunakan contoh FormulirAPT-3.
4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kapala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-4.
5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau penyataan dimaksud ayat
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat
Ijin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir APT-5.
6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai Besar POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua
belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh
Formulir APT-6.
7) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
Dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 9:
Terhadap permohonan ijin Apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai
dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 8
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan
mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.
Gambar 2.1 Tata Cara Pemberian Surat Ijin Apotek (IAI, 2010)
2.1.3.3 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin
Apotek (SIA)
Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi persyaratan
seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/Per/X/1993, pasal 5:
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 9
(1) Apoteker mengajukan permohonan ijin ke Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan menggunakan Formulir Model APT-1 disertai dengan lampiran.
(2) Setelah selambat-lambatnya 6 hari syarat permohonan diterima, Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota menugaskan Kepala Balai Besar Pengawas Obat & Makanan untuk memeriksa kesiapkan apotek dengan menggunakan Formulir APT-2.
(3) Tim Dinkes Kab/Kota atau Kepala Balai Besar Pengawas Obat & Makanan melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah penugasan dengan menggunakan Formulir APT-3.
(4) Bila (2) & (3) tidak dilaksanakan,maka Apoteker mengajukan Surat Pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan Formulir Model T-4.
(5) Hasil pemeriksaan memenuhi syarat(5) Hasil pemeriksaan tidak memenuhi syarat
(6) Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam 12 hari kerja mengeluarkan Surat penundaan dengan menggunakan Formulir Model APT-6.
(6) Surat Ijin Apotek dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam 12 hari kerja dengan
menggunakan Formulir APT-5.
(7) Apoteker diberi kesempatan melengkapi persyaratan selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
(8) Lengkap
(8) Tidak Lengkap, maka permohonan SIA ditolak oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan formulir Model APT-7 selambat-lambatnya 12 hari kerja..
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
a. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker
c. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotek di Apotek lain.
Menurut Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian bab II pasal 2, pasal 3, pasal 6 dan pasal 12, disebutkan
sebagai berikut:
Pasal 2
1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib
memiliki surat tanda registrasi.
2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 3
1. STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dikeluarkan oleh
Menteri
2. Menteri mendelegasikan pemberian :
a. STRA kepada KFN; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Pasal 6
STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang
selama memenuhi persyaratan.
Pasal 12
1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus mengajukan permohonan kepada
KFN dengan menggunakan contoh sebagimana tercantum dalam Formulir 1
terlampir.
2. Surat Permohonan STRA harus melampirkan :
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 10
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
a. Fotokopi ijazah Apoteker
b. Fotokopi surat sumpah/janji Apoteker
c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku
d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik;
e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi; dan
f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukura 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika
atau secara online melalui website KFN.
Sedangkan tata cara pemberian izin praktik dan izin kerja diatur dalam
PerMenKes No.889/MENKES/PER/V/2011 Bab 3, pasal 17 dan pasal 21 yang
menyatakan bahwa :
Pasal 17
1. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
2. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitias pelayanan kefarmasian
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distriusi/penyaluran; atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
Pasal 21
1. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam formulir 6 terlampir.
2. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan :
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 11
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi / penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar.
2.1.4 Studi Kelayakan Apotek
Studi kelayakan apotek adalah studi yang dilakukan untuk menilai apakah
suatu apotek berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang bermanfaat dan
menguntungkan dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dengan dilakukannya
studi kelayakan, diharapkan apotek dapat memberikan pelayanan yang terbaik
bagi masyarakat, selain itu, studi kelayakan juga digunakan sebagai data untuk
melakukan prediksi (forecast) terhadap omset apotek, pengadaan stok awal
sediaan farmasi, tenaga kerja yang digunakan, modal, anggaran kas awal, titik
impas dan keuntungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan adalah:
1. Lokasi ( Place )
Pemilihan lokasi apotek sangatlah penting, karena dengan memilih lokasi
yang tepat, dapat mempengaruhi kelancaran usaha apotek tersebut. Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan
bahwa, Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Dalam menentukan lokasi pendirian apotek, perlu dipertimbangkan
beberapa hal seperti:
a. Jumlah penduduk di sekitar apotek. Semakin banyak penduduknya,
kemungkinan penduduk membeli obat di apotek kita akan semakin besar.
b. Lokasi yang strategis, sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat serta
mempermudah pengadaan sediaan farmasi.
c. Pola penyakit di sekitar lokasi apotek, hal ini berkaitan dengan manajemen
pengadaan sediaan farmasi.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 12
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
d. Pola penulisan resep dokter di sekitar apotek. Setiap dokter memiliki pola
tersendiri dalam meresepkan obat bagi pasiennya. Sama seperti pola penyakit,
pola penulisan resep oleh dokter juga dapat mempengaruhi manajemen
pengadaan sediaan farmasi di apotek.
e. Terletak di daerah yang aman dan bebas banjir.
f. Dekat dengan pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, atau
praktek bersama dengan dokter.
g. Tersedianya sarana penunjang seperti listrik, telepon, air yang memadai di
lokasi.
h. Jumlah dan jarak apotek atau toko obat lain di sekitar.
i. Tempat parkir dan ruang tunggu yang luas, sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan pasien.
2. Populasi
Mempertimbangkan tingkat kepadatan penduduk, demografi sekitar
apotek serta tingkat sosial, ekonomi serta budaya warga setempat, dapat berfungsi
untuk mengatur pengadaan obat, harga jual obat, cara penyampaian informasi, dan
lain-lain.
3. Rancangan jasa
Dengan mengetahui keadaan di sekitar apotek, dapat ditentukan
ditentukan, pelayanan apa yang akan diberikan, misalnya melayani resep kredit,
menentukan jam buka apotek, melayani pesan antar atau pesan via telepon, dan
lain-lain.
4. Produk
Mempertimbangkan produk-produk apa yang akan disediakan. Apakah
produk yang direncanakan sudah memadai untuk sebuah apotek.
5. Sarana/Prasarana
a. Bangunan
Bangunan atau gedung merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat
untuk menjalankan pelayanan kefarmasian.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 13
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MenKes/SK/X/2002 dalam
Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan (Form Apt-3), persyaratan bangunan
meliputi:
1. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan dan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
2. Bangunan apotek sekurang-kurangnya memiliki ruangan khusus untuk:
a. Ruangan peracikan dan penyerahan resep.
b. Ruangan administrasi dan kamar kerja Apoteker.
c. WC.
3. Bangunan apotek harus memiliki syarat:
a. Luas bangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
kefarmasian.
b. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam harus
rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
c. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan
permukaan sebelah dalam harus berwarna terang.
d. Atap tidak boleh bocor.
e. Lantai tidak boleh lembab.
4. Kelengkapan bangunan calon apotek yaitu:
a. Sumber air, harus memenuhi persyaratan kesehatan.
b. Penerangan, harus cukup terang sehingga dapat menjamin
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.
c. Alat pemadam kebakaran, harus berfungsi dengan baik sekurang-
kurangnya dua buah.
d. Ventilasi, harus baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
e. Sanitasi, harus baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
5. Papan Nama
Berukuran minimal: Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Dengan tulisan:
Hitam di atas dasar putih
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 14
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Tinggi huruf minimal = 5 cm
Tebal huruf minimal = 5 cm
Biasanya papan nama ini berisi nama apotek, nama Apoteker Pengelola
Apotek, Nomor SIK, Nomor SIA dan alamat serta nomor telepon apotek
(Hardjono, 2008).
b. Perlengkapan Apotek
Perlengkapan apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/MenKes/SK/X/2002 dalam lampiran Form Apt-3 adalah:
1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, terdiri dari :
a. Timbangan miligram dengan anak timbangan yang sudah ditara
minimal 1 set.
b. Timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara
minimal 1 set.
c. Perlengkapan lain disesuaikan dengan kebutuhan seperti :
Gelas ukur 10 ml, 100 ml, 250 ml
Labu Erlenmeyer 100 ml, 250 ml, 1 liter
Gelas piala 100 ml, 500 ml, 1 liter
Corong berbagai ukuran
Termometer berskala 100oC
Mortir, garis tengah 5-10 cm dan 10-15 cm, beserta stamper dan
sudip
Spatel logam/tanduk/plastik dan porselen
Cawan penguap perselen, garis tengah 5-15 cm
Batang pengaduk
Penangas air
Kompor atau alat pemanas yang sesuai
Rak tempat pengeringan alat
Ayakan
Sendok porselen/tanduk
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 15
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2. Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi, terdiri dari :
a. Lemari dan rak untuk penyimpanan obat tersedia dengan jumlah
sesuai dengan kebutuhan.
b. Lemari pendingin minimal 1 buah.
c. Lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika dengan
jumlah sesuai kebutuhan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
No.28/MenKes/Per/1978 tentang penyimpanan narkotika Bab II pasal
5 ayat 2 disebutkan bahwa tempat khusus untuk penyimpanan
narkotika harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian
pertama digunakan untuk penyimpanan morfin, pethidin dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai
sehari-hari.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang
dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada
tembok atau lantai.
Lemari khusus tersebut tidak dipergunakan untuk menyimpan
barang lain selain narkotika dan harus ditaruh di tempat yang aman
dan tidak terlihat oleh umum. Anak kuncinya harus dikuasai oleh
penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.
d. Wadah pengemas dan pembungkusan, terdiri dari :
Etiket, dengan jumlah sesuai kebutuhan.
Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat, dengan
jumlah sesuai kebutuhan.
e. Alat administrasi, terdiri dari :
Blanko pemesanan obat.
Blanko kartu stok obat.
Blanko salinan resep.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 16
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Blanko faktur dan blanko nota penjualan.
Blanko pencatatan narkotika.
Buku pesanan obat narkotika.
Form laporan obat narkotika.
Blanko pembelian.
Blanko penerimaan.
Blanko pengiriman.
Blanko pembukuan keuangan.
Blanko kwitansi.
Blanko pencatatan obat psikotropika.
Blanko pesanan obat psikotropika.
Form laporan obat psikotropika.
Alat-alat tulis dan kertas.
f. Pustaka
Buku standar yang diwajibkan yaitu Farmakope Indonesia Edisi terbaru 1
buah dan kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
apotek dan buku-buku penunjang seperti, MIMS, ISO, DOI, BNF dan lain-lain.
c. Ruangan Apotek
Penataan ruang apotek berpengaruh terhadap kenyamanan dalam melayani
resep dan waktu pelayanan resep. Ruangan apotek diatur sedemikian rupa agar
memberi kenyamanan bagi pasien maupun petugas apotek, mempermudah
pelayanan kefarmasian, memberi ruang gerak yang cukup bagi petugas sehingga
pelaksanaan kegiatan di apotek dapat berjalan dengan baik. Dengan penataan
ruangan yang baik, diharapkan dapat memperlancar arus kerja serta
mempersingkat waktu pelayanan resep di mana hal tersebut dapat mempengaruhi
kemajuan apotek.
Ruangan dalam sebuah apotek terdiri dari:
Ruang Penerimaan Resep dan Penyerahan Obat
Ruang penerimaan resep dan penyerahan obat sebaiknya dipisahkan agar
memudahkan dalam alur penerimaan dan penyerahan resep dan dapat
memudahkan dalam pelaksanaan KIE sehingga pasien merasa nyaman dan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 17
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
memahami informasi yang diberikan secara jelas. Ruang penerimaan resep
dan penyerahan obat biasanya dilengkapi dengan etalase untuk meletakkan
obat-obat bebas dan bebas terbatas.
Ruang Peracikan Obat
Ruangan peracikan harus selalu dalam keadaan bersih sehingga debu atau
kotoran tidak mengkontaminasi hasil dari racikan.
Ruang tempat pencucian alat
Ruang pencucian alat harus bersih dan tersedia cukup air bersih yang mengalir
sehingga dapat menjamin alat-alat dapat dicuci dengan bersih dan tidak
terkontaminasi.
Ruang tunggu
Ruang tunggu sebaiknya dekat dengan ruang penyerahan obat, sehingga
pasien mudah mengetahui ketika dipanggil dan mudah menerima obat. Untuk
memberikan rasa nyaman pada pasien maka sebaiknya ruang tunggu memiliki
luas dan jumlah tempat duduk yang cukup. Biasanya ruang tunggu juga
dilengkapi dengan majalah dan televisi sebagai media hiburan saat pasien
menunggu. Hal ini bertujuan agar pasien dapat merasa nyaman sehingga dapat
menunggu obatnya dengan sabar.
Ruang Kerja Apoteker dan ruang konseling
Ruang kerja apoteker dapat digunakan untuk konseling kepada pasien dan
dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan
medikasi dan ruangan harus tertutup sehingga pasien merasa nyaman dan
aman karena tidak ada pihak lain yang mendengar informasi yang
disampaikan oleh pasien dan konseling dapat berjalan dengan lancar.
Ruang administrasi
Ruang administrasi merupakan ruangan yang berisi segala administrasi apotek
meliputi pemesanan, pengadaan barang, dan pencatatan serta penyediaan
barang-barang yang dibutuhkan di apotek. Ruang administrasi harus tertata
rapi untuk memudahkan pencarian data-data yang terdokumentasi.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 18
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Gudang
Gudang pada setiap apotek besarnya tidak sama yang disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing apotek. Biasanya apotek yang berada di kota besar
dan distributornya dapat mengirim dengan cepat, tidak memerlukan ruangan
yang terlalu besar. Gudang harus tertata dengan rapi, agar memudahkan dalam
pencarian barang dan mengontrol jumlah barang yang tersisa sehingga barang
tidak menumpuk di gudang. Ruangan gudang harus berada di tempat yang
mudah dijangkau oleh karyawan agar tidak kesulitan dan cepat dalam
mengambil obat jika obat yang tersedia diruang racik habis.
Toilet / kamar kecil
Kamar kecil harus bersih, terang dan tersedia air yang bersih. Letak kamar
kecil sebaiknya jauh dari ruang peracikan obat, tapi dapat dijangkau oleh
pasien dengan mudah tanpa harus memasuki ruang peracikan obat terlebih
dahulu. Tempat yang jauh dari peracikan akan memperkecil kontaminasi
bakteri sehingga mutu obat dapat terjaga.
6. Pangsa Pasar
Sasaran pembeli yang ingin dituju oleh apotek, misal masyarakat ekonomi
kelas menengah, pasien dengan asuransi kesehatan, perusahaan yang memberi
tunjangan kesehatan bagi karyawannya, dan lainnya.
7. Pesaing ( competitor )
Dalam pendirian apotek, tentu saja tidak lepas dari persaingan. Dengan
menganalisa apotek atau toko obat lain yang ada di sekitar, dapat diperkirakan
seberapa berat persaingan yang akan terjadi, sehingga dapat merencanakan taktik
agar tidak kalah bersaing dengan apotek atau toko obat lain.
8. Penentuan Harga
Kebijakan menentukan harga haruslah dilakukan sebaik dan secermat
mungkin karena hal ini berpengaruh terhadap kemampuan bersaing dengan apotek
lain.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 19
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
9. Prioritas Pelanggan Potensial
Pasien pediatri, pasien yang memiliki penyakit kronis, pasien geriatri, dan
lain-lain.
10. Promosi dan Pemasaran
Promosi dan pemasaran yang dilakukan apotek biasanya dilakukan dengan
memberikan pelayanan yang memuaskan dan penampilan dari apotek itu sendiri.
Apotek yang memiliki pelayanan yang memuaskan dapat membuat pasien
kembali lagi bahkan mempromosikan apotek kita kepada orang-orang yang
dikenalnya.
11. Penampilan/ Performance
Penampilan atau desain apotek dapat digunakan untuk menarik konsumen dan
membentuk citra apotek. Penampilan ini mencakup beberapa komponen seperti:
a. Desain bagian luar
Pajangan yang memberi informasi dan menarik dapat meningkatkan citra
apotek serta memberi efek promosi yang cukup besar. Desain bagian luar
ini merupakan kesan pertama yang akan didapat oleh pasien sebelum
masuk ke dalam apotek. Oleh karena itu, desain bagian luar sangatlah
penting dalam membawa pasien untuk datang ke apotek kita.
b. Desain bagian dalam
Desain bagian dalam juga cukup penting. Desain ruangan apotek yang
tampak remang-remang, pengap dan tampak kumuh akan membuat
pasien enggan membeli atau kembali lagi ke apotek tersebut. Sedangkan
apotek yang terang, bersih dan nyaman akan lebih membuat pasien
memberi respon positif.
c. Penyajian barang dagangan (sediaan farmasi)
Dalam pengaturan peletakan sediaan farmasi, dapat diatur dengan kriteria
seperti berikut:
Obat bebas cenderung diletakkan di depan (etalase), sedangkan obat
keras cenderung diletakkan di belakang (tidak tampak dari luar)
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 20
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Sediaan farmasi yang sedang musim atau populer cenderung diletakkan
di tempat yang mudah terlihat oleh pasien (obat bebas - bebas terbatas)
Sediaan farmasi yang berpotensi menyebabkan pembelian tanpa
direncanakan juga diletakkan di tempat yang mudah terlihat oleh
pasien.
Sediaan farmasi dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, misalnya
obat-obat batuk-pilek sirup diletakkan dalam suatu area yang sama,
sehingga pasien lebih mudah untuk membandingkan merk satu dengan
yang lain.
Sediaan farmasi dengan kadaluarsa yang lebih lama diletakkan di
tempat yang lebih sulit terjangkau, sehingga dalam penjualan, sediaan
yang masa kadaluarsanya lebih dekat dapat terjual lebih dahulu.
12. Program
Apakah ada program khusus yang rutin dilakukan, misalnya peringatan
berdirinya apotek.
13. Personel/SDM
Berhasil atau tidaknya apotek juga sangat dipengaruhi oleh personel di
dalamnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan yang baik dalam hal
SDM seperti jenis ketenagaan, jumlah dan kualitasnya. Rekrutmen dilakukan
dengan seleksi secara teliti, dapat dilakukan dengan test kemampuan, wawancara,
bahkan dapat dilengkapi dengan test psikologi. Pengembangan skill personel
dapat dilakukan dengan memberikan training dan pendidikan.
14. Proses
Dalam setiap kegiatan di dalam apotek yang menyangkut kualitas pelayanan
dan pengelolaan apotek harus ada prosedur tetap atau standard operating
procedure yang harus dipatuhi oleh setiap personel. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan kefarmasian bagi pasien.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 21
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
15. Pertumbuhan Ekonomi dan Siklus Bisnis
16. Peraturan Setempat
2.1.5 Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika (Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 bab I
pasal 1). Sedian farmasi yang tersedia di apotek terdiri dari:
A. OBAT
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.189/Menkes/SK/III/2006, obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyebuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi termasuk produk biologi.
Obat dalam penggunaannya memiliki resiko negatif yang berbeda-beda
tingkatannya sehingga membutuhkan peraturan yang berbeda-beda. Oleh karena
itu, obat dibagi dalam beberapa golongan sebagai berikut:
1. Obat Bebas (HV = Hand Verkoop)
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada masyarakat tanpa
memerlukan resep dokter. Obat bebas, selain dibeli di apotek, dapat pula dibeli di
toko obat, warung, supermarket atau toko lain.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2380/A/SK/VI/1983, obat bebas harus diberi tanda khusus berupa
lingkaran dengan diameter 1,5 cm atau disesuaikan dengan kemasannya. Pada
kemasan obat bebas terdapat logo berupa lingkaran dengan warna hijau dan garis
tepi berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral;
obat gosok; beberapa antasida, obat batuk, penghilang nyeri; dan lain-lain.
Gambar 2.2 Tanda Obat Bebas
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 22
yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2. Obat Bebas Terbatas (W = Waarschuwing)
Obat bebas terbatas adalah obat yang dapat dijual pada masyarakat tanpa
resep dokter, dengan batasan jumlah dan kadar bahan aktif tertentu, serta harus
disertai tanda peringatan (P). Hal ini karena efek negatif obat tersebut lebih besar
daripada obat bebas. Obat bebas terbatas dapat dibeli di apotek ataupun toko obat.
Obat-obat yang umumnya termasuk golongan ini antara lain obat batuk, obat
influenza, obat penghilang nyeri dan penurun panas, obat-obat antiseptik, obat
tetes mata untuk iritasi ringan, dan lainnya.
Berdasarkan Surat KepMenKes RI No. 2380/A/SK/VI/1983, obat bebas
terbatas juga harus diberi tanda khusus berupa lingkaran dengan diameter 1,5 cm
atau disesuaikan dengan kemasannya. Untuk obat bebas terbatas, warna
lingkarannya biru tua dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.3 Tanda Obat Bebas Terbatas
Selain itu, berdasarkan KepMenKes RI Nomor 6355/DirJen/SK/1969, obat
bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan pada wadah atau
kemasannya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5
cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan dengan kemasannya dan memuat
pemberitahuan dengan huruf berwarna putih. Peringatan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) P.No.1. Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam
(misalnya Neozep® Forte, antimo).
2) P.No.2. Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan (misalnya
Septadine® gargle, Betadine® gargle)
3) P.No.3. Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan (misalnya
Visine ®, dactarin).
4) P.No.4. Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 23
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
5) P.No.5. Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan (misalnya ovula, vaginal
tablet).
6) P.No.6. Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan (misalnya
suppositoria Borragino®).
Gambar 2.4 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
3. Obat Keras (G = Gevaarlijk = berbahaya)
Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan kepada pasien
berdasarkan resep dokter. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986, wadah dan kemasan obat keras diberi
tanda khusus berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna
hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Pada kemasan obat keras,
industri farmasi harus mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa obat
tersebut hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya
masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/anti
hipertensi, obat antidiabetes, hormon, antibiotika (tetrasiklin, penisilin, dan
sebagainya), obat injeksi, beberapa obat ulkus lambung, dan obat-obatan untuk
penyakit kronis lainnya.
Gambar 2.5 Tanda Obat Keras
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 24
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
a.Obat Wajib Apotek (OWA)
Menurut KepMenKes No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib
Apotek, OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di apotek tanpa resep dokter. Tugas apoteker di apotek dalam melayani
pasien yang memerlukan OWA adalah:
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter adalah obat-obat yang
sesuai dengan PerMenKes No. 919/MenKes/Per/X/1993 yaitu :
1. Tidak dikontraindikasikan penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah
usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko
pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya digunakan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Pertimbangan Pemerintah dalam pelayanan OWA adalah peningkatan
kemampuan masyarakat dalam pengobatan sendiri untuk mengatasi masalah
kesehatan secara tepat, aman, dan rasional.
b. Obat Narkotik (O)
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009,
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Obat Narkotik dapat
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 25
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
mempengaruhi susunan syaraf pusat, seperti memberi efek depresi (morfin,
opium) atau memberi efek stimulan (kokain). Narkotika dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang–Undang No. 35 tahun
2009. Prekursor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.
Pemesanan obat narkotik hanya dapat dilakukan melalui Pedagang Besar
Farmasi yang telah ditunjuk oleh pemerintah, yaitu Kimia Farma. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah pengawasan terhadap pengadaan dan distribusi
narkotika. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika
rangkap empat. Satu surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu
jenis narkotika. Surat pemesanan ini ditandatangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek dan diberi stempel apotek.
Dalam penyimpanan narkotik di apotek, wajib disimpan dengan cara
khusus sesuai ketentuan Menteri Kesehatan dalam peraturan perundang-undangan
No.28/MenKes/Per/I/1978 pasal 5 tentang tata cara penyimpanan narkotika yaitu
apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Dalam pasal 6
dinyatakan bahwa, apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5. Lemari khusus tidak boleh
dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan
oleh Menteri Kesehatan. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung
jawab atau pegawai lain dan tidak terlihat oleh umum. Tempat khusus tersebut
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat dengan ukuran
40x80x100 cm.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petihidine, dan garam-garamnya
serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan
narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 26
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Menurut undang-undang No.35 Tahun 2009 pasal 14 ayat 2, apotek wajib
membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan secara berkala mengenai
pemasukan dan pengeluaran narkotika. Pelaporan dilakukan oleh apotek setiap
bulan (selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya) dan ditujukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan kepala BPOM serta disimpan untuk arsip
apotek.
Dalam pelayanan obat narkotika, berdasarkan Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 pasal 43 ayat 2 apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada
rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, pasien. Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 pasal 43 ayat 3, penyerahan
narkotika kepada pasien harus berdasarkan resep dokter. Dalam surat edaran
Kepala BPOM nomor 336/E/SE/77 tentang salinan resep dokter yang
mengandung narkotika dan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau
belum sama sekali, menyebutkan bahwa pelayanan narkotika sesuai dengan:
Pasal 7 ayat 2 Undang-undang No.9 tahun 1976 tentang narkotika. Apotek
dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika walaupun resep
tersebut baru dilayani sebagian atau belum.
Untuk resep narkotika yang baru dilayani atau belum dilayani, apotek boleh
membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di
apotek yang menyimpan resep asli.
Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani.
Gambar 2.6 Tanda Obat Narkotika
c. Psikotropika
Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang bersifat
psikotropika melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang dapat
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 27
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh:
Diazepam, Metampiron, Phenobarbital, dan lain-lain.
Pemesanan dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan
psikotropika rangkap dua yang ditandatangani oleh Apoteker dan stempel apotek.
Surat pesanan tersebut kemudian dikirim ke PBF.
Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur dalam perundang-
undangan secara khusus. Obat-obat golongan psikotropika cenderung lebih
banyak disalahgunakan, maka diminta kepada semua sarana distribusi obat (PBF,
apotek, dan rumah sakit) agar menyimpan obat-obat golongan psikotropika dalam
suatu rak atau lemari khusus dengan adanya kartu stok psikotropika.
Penyerahan psikotropika dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
tahun 1997 pasal 14 yaitu bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya
dilakukan kepada apotek lainnya, RS, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan
kepada pasien. Seperti halnya penggunaan obat narkotika, penggunaan obat
psikotropika di apotek juga harus dilaporkan setiap bulan (selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya). Ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan dan juga sebagai arsip apotek.
Laporan ditandatangani oleh Apoteker dengan mencantumkan nama terang,
nomor SIK, nomor SIA, dan stempel apotek.
4. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dan
tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut (PerMenKes No. 179/Menkes/PerNI1/1976). Obat
tradisional juga dapat dijual di apotek. Sebagian masyarakat percaya bahwa obat-
obat tradisional lebih manjur daripada obat-obat sintetik, serta memiliki efek
samping yang lebih minimal. Obat tradisional juga memiliki harga yang cukup
terjangkau oleh masyarakat.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 28
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Obat tradisional dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Obat kelompok jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Jamu
tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan uji klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris serta memenuhi persyaratan mutu. Contoh: Ambeven®,
Antangin®.
b. Obat herbal terstandar
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji preklinik dan bahan
bakunya telah distandarisasi. Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional
yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman
obat, binatang, maupun mineral. Contoh: Lelap®.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang
dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.
Contoh: Stimuno®
Apotek dapat juga dilengkapi food suplemen baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri. Contoh: Bonic®, Numen-Z®.
Jamu Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka
Gambar 2.7 Tanda Obat Tradisional
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 29
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
5. Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan Farmakope
Indonesia dan INN (International Non propietary Name) WHO untuk setiap zat
berkhasiat yang dikandungnya. Sesuai dengan PerMenKes No.
085/MenKes/Per/I/1989, apotek wajib menyediakan obat esensial dengan nama
generik. Dengan adanya obat generik, maka diharapkan harga obat lebih
terjangkau oleh masyarakat. Contoh: Amoxicillin®, Asam Mefenamat®,
Captopril®, Loratadine®.
Gambar 2.8 Tanda Obat Generik
6. Obat Paten
Obat paten adalah obat inovator/pertama kali dibuat, atau obat yang telah
dipatenkan oleh suatu pabrik, dan biasanya memiliki harga yang lebih mahal
jikadibandingkan dengan obat generik. Contoh: Amaryl®, Lipitor®
Hak paten obat di Indonesia berlaku selama 20 tahun. Sebelum hak paten
dari obat tersebut habis, maka tidak boleh ada perusahaan yang memproduksi dan
mengedarkan produk dengan bahan aktif yang sama.
Penyimpanan obat di apotek, selain berdasarkan golongan obat, juga harus
disesuaikan dengan stabilitas sediaan obat. Obat-obat yang stabil pada suhu kamar
dapat diletakkan di rak obat. Sedangkan obat-obat yang stabil pada suhu rendah
harus disimpan di dalam lemari es atau freezer, misalnya suppositoria dan vaksin.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 30
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
B. NON OBAT
Selain obat, apotek juga menyediakan alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga. Menurut Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, alat kesehatan adalah bahan, instrumen, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Sedangkan pengertian Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT),
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 140/Menkes/Per/III/1991, adalah
alat, bahan, atau campuran bahan untuk memelihara dan perawatan kesehatan
untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.
Contoh: di apotek juga bisa menjual alat kesehatan seperti kapas, perban,
kosmetik (bedak, sabun, tabir surya, deodorant), perbekalan rumah tangga
(pembalut, obat nyamuk, pembersih lantai), urine bag, folley catheter, spuit
injeksi, infus set, kondom, tes kehamilan, susu dan lain-lain.
2.1.6 Personalia Apotek
Sumber daya manusia di apotek merupakan faktor penting yang
menentukan kelangsungan apotek, sehingga diperlukan perhatian khusus dalam
memilih personel yang akan dipekerjakan pada apotek tersebut. Orang–orang
yang dipilih harus memiliki pengetahuan, keterampilan serta jiwa pelayanan yang
tinggi.
Untuk menghasilkan pelayanan, hasil dan citra terbaik, bergantung pada
tingkat kesungguhan dari tiap karyawan baik individu maupun kelompok dalam
meningkatkan kinerjanya. Kinerja yang sudah ada harus dijaga pada kondisi
konstan dan bahkan harus ditingkatkan.
Dalam pengorganisasiannya juga harus terjalin dengan baik meliputi
pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, serta diperlukan adanya rasa
saling pengertian dan kemauan untuk bekerjasama antar personel apotek. Personel
atau orang-orang yang dipilih harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan jiwa
pelayanan yang tinggi.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 31
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
kefarmasian pasal 35, disebutkan:
1. Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam
melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
2. Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilaksanakan
dengan menerapkan Standar Profesi.
3. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang
berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
4. Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No 51 Tahun 2009, tenaga kefarmasian
adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker
dan tenaga teknis kefarmasian.
A. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Peraturan Pemerintah RI No. 51
tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian). Berdasarkan Peraturan Pemerintah
RI Nomor 51 tahun 2009 disebutkan bahwa apoteker merupakan pendidikan
profesi setelah sarjana farmasi.
Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
sertifikat standar kompetensi profesi. Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi untuk
apoteker dalam bentuk STRA(Surat Tanda Registrasi Apoteker). Untuk
memperolah STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah Apoteker
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji Apoteker
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 32
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental
dari dokter yang memiliki surat izin praktek; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
Menurut Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 BAB II bagian
ketiga disebutkan bahwa sertifikat kompetensi apoteker dikeluarkan oleh
organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. Uji kompetensi dilakukan oleh
organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP). Bagi
apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi
dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung. Permohonan
sertifikat kompetensi diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 bulan
sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah apoteker. Organisasi profesi harus
memberitahukan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) mengenai sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan paling lambat 2 minggu sebelum pelantikan dan
pengucapan sumpah apoteker.
STRA ini dikeluarkan oleh menteri dan berlaku selama 5 tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun apabila memenuhi syarat. Dalam
melakukan prakteknya seorang apoteker harus memenuhi standar GPP (Good
Pharmacy Practice).
Beberapa tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek
adalah:
1. APA (Apoteker Pengelola Apotek)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MenKes/SK/X/2002 Bab I Pasal 1, yang dimaksud dengan Apoteker
Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek
(SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau
Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di
suatu tempat tertentu. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh
dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja Asisten Apoteker
dan karyawan lain.
Tugas seorang Apoteker Pengelola Apotek adalah:
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 33
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Memimpin seluruh kegiatan apotek sesuai dengan kebijakan yang
ditentukan. Kebijakan yang berkaitan dengan profesi sebagai Apoteker
sepenuhnya berada di tangan APA, sedangkan kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan masih dapat dibuat bersama dengan
Pemilik Sarana Apotek (PSA).
Membuat perencanaan, mengkoordinasi serta mengawasi seluruh
kegiatan apotek, baik yang bersifat manajerial maupun teknis
kefarmasian.
Memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, berupa
komunikasi, informasi dan edukasi mengenai obat dan sediaan farmasi.
Mengusahakan agar apotek yang dikelolanya memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja yang ditetapkan.
Bertanggung jawab atas pelaporan narkotika dan psikotropika.
Memperhatikan kesejahteraan pegawai apotek yang lain dan
memberikan motivasi kepada pegawai sehingga dapat melaksanakan
tugas dengan baik dan bertanggung jawab.
2. Apoteker Pendamping
Menurut Menurut PP No 51 tahun 2009 pasal 20, dalam menjalankan
Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, apoteker dapat
dibantu oleh apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping
Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam–jam tertentu
pada hari buka apotek. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan
melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka Apoteker Pengelola Apotek
harus menunjuk apoteker pendamping (KepMenKes RI
No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 19). Apoteker pendamping bertanggungjawab
atas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan
Apoteker Pengelola Apotek tetapi Apoteker Pengelola Apotek turut
bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker
pendamping. Seorang Apoteker Pendamping yang diangkat harus memiliki SIPA.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 34
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Berdasarkan, penunjukan Apoteker Pendamping harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model
APT-9.
3. Apoteker pengganti
Apoteker pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama
APA terdebut tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah
memiliki SIK dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Syarat menjadi
apoteker pengganti sama dengan syarat menjadi APA dalam Permenkes
No.922/MenKes/Per/X/1993 Bab III Pasal 5.
B. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis farmasi dan tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Setiap tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia wajib memliki surat tanda registrasi berupa STRTTK yaitu surat tanda
registrasi tenaga teknis kefarmasian. Untuk memperoleh STRTTK maka tenaga
teknis kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki izin praktek
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah
memiliki STRA di tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja
d. Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan
etika kefarmasian
(Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 8)
STRA atau STRTTK dapat dicabut karena:
d. Permohonan yang bersangkutan;
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 35
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
e. Pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan
mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat
keterangan dokter;
f. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau
g. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi. Sedangkan pencabutan
STRTTK disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian
(Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 BAB II bagian ke enam)
Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
Indonesian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
Surat Izin tersebut dapat berupa:
a. SIPA bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di
apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
b. SIPA bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai apoteker pendamping.
c. SIK bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas kefarmasian diluar apotek dan instalasi rumah sakit.
d. SIK bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakuakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian
(Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 17)
Menurut Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 Bab 1 pasal 7 ayat 2,
Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh apoteker pendamping
dan/atau tenaga teknis kefarmasian. Salah satu tenaga teknis kefarmasian adalah
Asisten Apoteker.
Menurut KepMenKes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 1, yang
dimaksud dengan Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 36
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai Asisten Apoteker. Seorang Asisten Apoteker mempunyai tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Membantu apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
2) Melayani pasien dengan menerima resep, meracik, dan menyerahkan
obat sesuai dengan resep.
3) Mengatur, mengawasi penataan dan penyimpanan obat, bahan obat
serta perbekalan farmasi lainnya dalam ruang peracikan.
4) Memeriksa persediaan obat serta melakukan pencatatan obat yang
habis dan hampir habis pada buku defecta.
5) Menerima obat yang dipesan dari PBF resmi serta melakukan
pengecekan mengenai hal-hal yang terkait dengan faktur seperti
kelengkapan pesanan, nomor batch, expired date, kondisi fisik obat, dan
jumlahnya.
6) Membuat laporan harian apotek, stock opname, serta melaksanakan
administrasi apotek.
Selain itu, dapat juga dibutuhkan tenaga kerja lainnya, seperti:
1) Juru resep/juru racik, bertugas membantu pelayanan resep, seperti
menyiapkan bahan atau sediaan peracikan dan bekerja di bawah
pengawasan Apoteker.
2) Kasir, bertanggung jawab terhadap penerimaan serta pengeluaran kas
apotek dan bertanggung jawab langsung kepada pengelola apotek.
3) Tenaga administrasi dan akuntan, bertugas mencatat penjualan tunai
dan kredit, mencatat pembelian tunai dan kredit, membukukan penagihan
penjualan kredit, membantu Asisten Apoteker dalam pengarsipan resep
dan membukukan faktur pembelian dan biaya, serta melakukan
pembukuan tiap akhir periode akuntansi seperti yang telah ditetapkan oleh
apotek tertentu.
4) Tenaga kebersihan, keamanan, dan petugas layanan-antar obat ke
rumah pasien.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 37
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2.2 MANAJEMEN APOTEK
Menurut George R. Terry, manajemen adalah suatu proses kegiatan yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan
memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi, yang
dikenal dengan Planning-Organizing-Actuating-Controlling (POAC). Agar
kinerja apotek dapat berjalan maka diperlukan persiapan manajemen yang tepat
meliputi: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(actuating), pengadaan, penyimpanan, pengawasan (controlling), dan rencana
administrasi.
Manajemen adalah pengambilan keputusan, yang dapat diartikan
bagaimana pimpinan harus mengambil keputusan untuk menentukan misalnya
pengembangan produk baru, memperluas usaha dengan membuat pabrik baru dan
lain-lain membuat strategi pemasaran bahkan dalam menerima ataupun
mengeluarkan karyawan, melakukan hubungan dengan mitra bisnisnya, juga
dengan pelanggan potensial dan berbagai pekerjaan yang lain (dapat dikatakan
bahwa untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan akan
menggunakan bantuan/melalui orang lain) (Seto, 2008).
2.2.1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan tindakan dasar dari seorang manajer untuk dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Sebelum melakukan perencanaan,
umumnya didahului dengan prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan
datang. Dalam menyangkut pengelolaan logistik, fungsi perencanaan melingkupi
kegiatan dalam menetapkan sasaran-sasaran, pedoman-pedoman, garis-garis
besar dari apa yang akan dituju dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik.
Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan, bilamana
perlu, semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus
diperhitungkan terutama menyangkut keterbatasan organisasi. Penentuan
kebutuhan menyangkut proses memilih jenis, dan menetapkan, dengan prediksi,
jumlah kebutuhan persediaan obat/barang per jenisnya, di apotek ataupun di
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 38
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
rumah sakit. Penentuan kebutuhan dapat dikatakan, merupakan perincian yang
konkret dan detail dari perencanaan logistik (Seto S., Nita Y., dan Triana L.,
2008).
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan oleh Apoteker Pengelola
Apotek dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih
Pedagang Besar Farmasi yang memberikan keuntungan dari beberapa segi,
misalnya harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman,
diskon dan bonus yang diberikan sesuai (besar), jangka waktu kredit yang cukup,
serta kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadaluwarsa
(ED).
Sesuai Kepmenkes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Bab II, maka dalam membuat perencanaan
pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:
a. Pola penyakit.
Perlu memperhatikan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar
masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang
obat-obat untuk penyakit tersebut.
b. Kemampuan (tingkat perekonomian) masyarakat.
Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah,
maka apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti
obat generik berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar
memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih
membeli obat-obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat
paten yang sering diresepkan.
c. Budaya masyarakat.
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat
mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khusunya obat-obat tanpa
resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke
dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan
oleh dokter tersebut.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 39
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2.2.2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian di apotek meliputi :
a. Pembagian atau pengelompokan aktivitas kerja sesuai dengan kemampuan
dan kualitas personil yang sama dan seimbang kepada setiap karyawan
b. Pembagian tanggung jawab dan pengaturan hubungan antar personil.
c. Pemilihan personil apotek, dengan pertimbangan pendidikan, sifat dan
pengalaman kerja
d. Pendelegasian wewenang dan pemberian tanggung jawab.
2.2.3. Pengarahan (Actuating)
Pengarahan merupakan kemampuan menggerakkan personil apotek agar
dapat bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memajukan apotek. Untuk dapat
menggerakkan personil, diperlukan suatu kepemimpinan yang baik. Sasaran
penggerakan ialah adanya ketaatan dan kesetiaan dalam mengerjakan tugas yang
dilimpahkan kepada seseorang sebaik mungkin serta adanya rasa ikut memiliki.
2.2.4. Pengadaan
Pengadaan adalah usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan dan penentuan
kebutuhan. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan
pembelian, pembuatan, ataupun penerimaan sumbangan (hibah, biasanya untuk
rumah sakit umum). Pengadaan obat yang berasal dari pembelian harus dapat
dipertanggung jawabkan asal usul obat tersebut, dalam arti apotek harus membeli
obat dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang sah dan terpercaya, khusus untuk
obat-obat dengan logo hijau dan biru pembelian boleh dari selain PBF, misalnya
supermarket asalkan ada bukti pembelian yang jelas menunjukkan bahwa obat
tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam fungsi pengadaan adalah
pengadaan tersebut harus memenuhi syarat, yakni :
Doelmatig, artinya sesuai dengan rencana/tujuan, harus sesuai dengan
kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Rechmatig, artinya sesuai hak atau sesuai dengan kemampuan.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 40
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Wetmatig, artinya sistem atau cara pengadaannya haruslah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Jadi dalam pengadaan perlu diperhatikan mengenai Kebutuhan,
Kemampuan dan Ketentuan (3K).
Untuk Pengadaan obat WHO memperkenalkan sistem VEN (Vital,
Esensial, Non esensial), dengan mengatur pengadaan dari hanya item-item “V”,
kemudian item-item “E”, yang apabila diperlukan, ditentukan dengan tepat
prioritas diantara item-item tersebut dan akhirnya apabila dana yang tidak
dialokasikan tersisa atau tersedia, diatur untuk pengadaan item-item “N”. tetapi
perlu untuk diingat bahwa VEN untuk tiap negara akan berbeda
penggolongannya (Soerjono Seto, 2004).
2.2.5. Penerimaan dan penyimpanan
Menurut SK KepMenKes nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada
tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya.
Kegiatan penyimpanan dan penataan yang mendasar yang dilakukan
meliputi:
a. Menerima obat/barang dan dokumen-dokumen pendukungnya, antara lain surat
pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur barang/obat.
b. Memeriksa obat/barang dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan baik
dari segi jumlah, mutu, batas kadaluwarsa, merk, harga, dan nomor batch.
Pentingnya meneliti barang-barang adalah sangat perlu untuk menjamin
kebenaran dari spesifikasi, kuantitas, dan kualitas barang yang diterima.
c. Menyimpan obat/barang sesuai ketentuan
- Perlu diperhatikan lokasi dari tempat penyimpanan di gudang dan menjamin
bahwa barang/obat yang disimpan mudah diperoleh dan mengaturnya sesuai
penggolongan barang, klas terapi obat/khasiat obat dan sesuai abjad.
- Perlu diperhatikan untuk obat-obat dengan syarat penyimpanan khusus, obat-
obat yang thermolabiel, obat-obat yang ber- “expiration date”.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 41
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
d. Memeriksa (secara berkala) dan menjaga barang/obat dari kerusakan/hilang
yang merupakan fungsi dari pemeliharaan dan pengendalian.
e. Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan pengiriman barang/obat
dan menyiapkan dokumen-dokumennya.
f. Mengirim barang/obat dengan dokumen-dokumen pendukungnya dan
mengarsipkannya (surat permintaan barang, surat pengiriman, faktur barang)
g. Mengadministrasikan keluar masuknya barang/obat dengan tertib.
h. Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat penyimpanan/gudang.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan di dalam fungsi penyimpanan dan
gudang adalah:
a. Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar dari
penyimpanan. Apalagi barang-barang farmasi sebagian adalah mudah terbakar.
b. Pergunakan tenaga manusia seefektif mungkin, jangan berlebih jumlah
karyawan sehingga banyak waktu nganggur yang merupakan biaya. Demikian
juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan menimbulkan antrian di pusat
pelayanan yang akan merugikan kedua belah pihak. Harus dijaga komposisi,
jumlah karyawan dan pembagian kerja yang pas.
c. Pergunakan ruangan tersedia seefektif mungkin. Baik dari segi besarnya
ruangan dan pembagian ruangan.
d. Memelihara gedung dan peralatannya dengan sebaik mungkin.
Menciptakan suatu sistem yang lebih efektif untuk lebih memperlancar
arus barang. Barang yang datang lebih dulu, harus dikeluarkan lebih dulu
(metode FIFO), dan obat dengan Exp. Date lebih dekat harus dikeluarkan lebih
dulu walaupun obat tersebut datangnya belakangan (metode LIFO) (Seto S., Nita
Y., dan Triana L., 2008).
Untuk lemari penyimpanan Psikotropika dan narkotika harus terpisah.
Narkotika dengan sistem dua pintu, terdiri dari dua bagian yang masing-masing
memiliki kunci, bagian pertama untuk penyimpanan dalam jumlah besar dan
bagian lain untuk pelayanan resep sehari-hari. Menurut Undang-Undang no. 35
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 42
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
tahun 2009 tentang narkotika disebutkan bahwa tempat khusus untuk
penyimpanan narkotik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
b)Harus mempunyai kunci yang kuat
c) Dipisah menjadi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian
pertama digunakan untuk penyimpanan morfin, petidina dan garam-garamnya
serta persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan
narkotika yang lainnya yang dipakai sehari-hari
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40cmx80cmx100cm, maka lemari tersebut harus dibuat menempel pada tembok
atau lantai.
2.2.6. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam
pengaturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses
produksi (contoh Industri Farmasi) atau persediaan obat di apotek dan Farmasi
Rumah Sakit agar menjamin kelancaran pelayanan pasiennya, secara efektif dan
efisien. Untuk pengaturan ini perlu ditetapkan kebijakan-kebijakan yang
berkenaan dengan persediaan, baik mengenai pemesanannya maupun mengisi
tingkat persediaan yang optimum.
- Untuk pemesanan: perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, berapa
jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesanan
dilakukan.
- Untuk penyimpanan: perlu ditentukan berapa besarnya persediaan pengaman
yang merupakan persediaan minimum, besarnya persediaan waktu pemesanan
kembali dilakukan dan berapa besarnya persediaan maksimum.
Beberapa cara dalam sistem pengendalian persediaan adalah sebagai
berikut:
1. Two and Bag Account System (Two Bin System)
Dengan menggunakan dua kantong (bin), di mana kantong pertama
merupakan tempat persediaan yang jumlahnya sama dengan jumlah persediaan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 43
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
pada tingkat Reorder point dan berfungsi sebagai persediaan cadangan (reverse
inventories).
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 44
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2. One Storage Bin System (One Bin System)
Dengan menggunakan satu kantong persediaan. Di dalam kantong
persediaan (storage bin) ini diadakan pembagian terhadap persediaan menjadi 2
bagian.
- Bagian I : untuk memenuhi kebutuhan rutin
- Bagian II : untuk memenuhi kebutuhan selama periode pengisian kembali
3. Fixed Order Period System (Sistem Waktu Pemesanan Tetap)
Dengan memesan pada waktu-waktu tertentu, misal setiap awal bulan
tanpa mengindahkan tingkat persediaan yang tergantung pada pemakaian selama
interval waktu tersebut. Jumlah yang dipesan tidak boleh melebihi suatu batas
maksimum yang telah ditentukan.
4. Fixed Order Quantity System (Sistem Jumlah Pesanan Tetap)
Yaitu untuk suatu barang/ obat tertentu, jumlah yang dipesan dari pemasok
adalah tetap pada titik kritis (order point/reorder point). Jumlah ini adalah jumlah
yang paling ekonomis ditinjau dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Untuk
sistem jumlah pesanan, ada dua nilai yang harus ditentukan untuk setiap jenis
barang/ obat, yaitu berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus dilakukan
pemesanan.
5. Economic Order Quantity (Jumlah Pemesanan yang Ekonomis)
Jumlah pesanan hendaknya mengeluarkan biaya-biaya yang
ditimbulkannya dari adanya pesanan tersebut dan penyimpanannya adalah
minimal. Untuk menentukan jumlah pesanan yang ekonomis, harus diusahakan
untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan biaya-biaya penyimpanan.
6. ABC Analysis Method (Metode Analisis ABC)
Rencana ABC dengan formula 80-20 untuk prioritas persediaan, yang
menggunakan “Pareto Analysis”. Ini menekankan pada persediaan yang
mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi/ mahal. Dalam persediaan terdiri
dari berbagai jenis obat yang mempunyai nilai penggunaan yang berbeda-beda.
7. Kombinasi antara EOQ dengan Analisis ABC
Kombinasi ini ditekankan pada jumlah persediaan pengaman (safety stock)
dan periode pesanan/frekuensi pesanan per periode tertentu, terutama untuk
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 45
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
kelompok dengan persediaan pengaman yang sedikit dengan periode pesanan
sesering mungkin dan untuk kelompok sebaliknya.
8. Safety Stock
Yang dimaksud adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan yang
disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan semula
atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai di gudang penyimpanan,
dengan menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti
dengan sistem jumlah pesanan tetap.
9. Komputerisasi
Dari cara-cara pengendalian persediaan tersebut di atas, dapat dipadukan,
digabungkan dan dikembangkan di dalam program komputer, dengan bantuan
computer programmer dan system analyst computer (Seto S., Nita Y., dan Triana
L., 2008).
2.2.7. Pengawasan (Controlling)
Dari seluruh kegiatan di apotek harus selalu dilakukan pengawasan.
Pengawasan/pengendalian dapat dikelompokkan menjadi:
a. Yang berhubungan dengan manajemen atau pengelolaan itu sendiri mencakup
pengawasan terhadap:
Harga barang persediaan
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam siklus pengelolaan apotek seperti biaya
listrik, telepon, air, gaji.
Prosedur pengadaan-penerimaan-penyimpanan.
Kesesuaian barang/obat menyangkut spesifikasi barang, kecocokan kartu
barang terhadap bukti-bukti pembukuan dan jumlah barang masing-masing
item di tempat penyimpanan pada suatu waktu tertentu.
Perhatian terhadap kualitas barang, obat expired/rusak, alur obat dengan
metode FIFO dan metode FEFO, barang-barang dengan penandaan fast
moving, slow moving, dead inventory.
Pencatatan dan pelaporan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 46
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
b. Berhubungan dengan tugas profesional dari Apoteker yaitu pengawasan
penyaluran obat untuk pasien:
Terhadap penggunaan obat secara rasional.
Pencatatan dan pelaporan obat narkotik dan psikotropik.
Pelaporan, antara lain: efek samping obat, interaksi obat
2.2.8. Rencana Administrasi
a. Laporan Pemusnahan Perbekalan Farmasi
Sesuai dengan KepMenKes No.1027/MenKes/SK/IX/2004, sediaan
farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan oleh APA atau
apoteker pengganti dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan
apotek. Tindakan pemusnahan tersebut dibuat berita acara pemusnahan rangkap
dua dan ditujukan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
Demikian pula pemusnahan sediaan narkotika dan psikotropika yang
dikarenakan rusak atau tidak memenuhi syarat sesuai dengan UU No. 35 tahun
2009 tentang Narkotika dan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
pemusnahan dapat dilakukan karena:
Berkaitan dengan tindak pidana.
Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
Kadaluwarsa.
Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Langkah-langkah pemusnahan narkotika dan psikotropika:
1. Menginventarisasi Narkotika dan psikotropika serta dokumen pengelolaan
Narkotika dan Psikotropika yang akan dimusnahkan.
2. Menyimpan secara terpisah ditempat yang aman dengan diberi tanda.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 47
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
3. Mengirim surat ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang rencana
pelaksanaan pemusnahan sekaligus permintaan untuk menjadi saksi.
4. Melaksanakan pemusnahan, disaksikan oleh petugas dari dinas kesehatan
Kabupaten/Kota dan dari apotek.
5. Membuat berita acara pemusnahan rangkap 4.
6. Mengirim berita acara pemusnahan
Pemusnahan dilakukan oleh Pemerintah, tim yang terdiri pejabat yang
mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, Kepolisisan
Negara Republik Indonesia dan Kejaksanaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana
yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempat
terungkapnya tindak pidana tersebut serta wajib dibuat berita acara
pemusnahannya dan dikirim kepada:
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dinas Kesehatan Propinsi.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia/Badan Pengawasan Obat dan
Makanan.
Balai Besar POM.
Arsip.
b. Penyimpanan dan Laporan Pemusnahan Resep dan
Faktur
Resep dan faktur harus dirahasiakan dan disimpan dengan baik dalam
jangka waktu minimal tiga tahun. Resep dan faktur yang sudah disimpan lebih
dari tiga tahun dapat dimusnahkan dengan disertai berita acara pemusnahan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002.
c. Laporan Pemakaian Narkotika dan Psikotropika
Resep-resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika disimpan
berdasarkan nomor urut dan tanggal pembuatan serta dikelompokkan tersendiri.
Setiap bulan apotek melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Pelaporan sediaan jadi narkotika dan
psikotropika dibuat rangkap empat dan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 48
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Kota Surabaya, tembusannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Timur, Kepala Kantor BBPOM Surabaya, dan arsip.
2.3 PELAYANAN KEFARMASIAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,
pelayan kefarmasian sekarang ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien
yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui
tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Tujuan penyusunan standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
sebagai pedoman praktik Apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan untuk melindungi profesi
dalam menjalankan praktik kefarmasian.
Bentuk-bentuk pelayanan kefarmasian yang ada di apotek menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/2004 adalah :
1. Pengelolaan Sumber Daya
a. Sumber daya manusia
b. Sarana dan Prasarana
c. Pengelolaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
d. Administrasi
2. Pelayanan
a. Pelayanan resep meliputi:
- Skrining resep
- Penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan,
penyerahan obat, informasi obat, konseling, monitoring penggunaan
obat
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 49
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
b. Promosi dan edukasi
c. Pelayanan residensial (home care)
3. Evaluasi Mutu Pelayanan
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
- Tingkat kepuasan pasien
- Lama pelayanan diukur dengan waktu
Menjalankan kegiatan sesuai dengan prosedur tetap untuk menjamin mutu
pelayanan.
2.3.1 Pelayanan Obat Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
perundang-undangan yang berlaku (KepMenKes No.1027/MenKes/SK/IX/2004).
Pelayanan-pelayanan yang dapat dilakukan di apotek adalah:
1. Skrining resep.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
a. Persyaratan
administrtif :
- Nama, SIP dan alamat dokter.
- Tanggal penulisan resep.
- Tanda tangan / paraf dokter penulis resep.
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan
pasien.
- Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.
- Cara pemakaian yang jelas.
- Informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan , dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 50
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 51
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2. Penyiapan obat
a. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas
dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat
harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat serta penulisan etiket obat yang benar.
b. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket umumnya dibedakan dua
macam, yaitu etiket putih untuk obat oral (diminum) dan etiket biru untuk
obat pemakaian luar.
c. Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
d. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada
pasien dan tenaga kesehatan.
e. Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi:
cara pemakaian obat
cara penyimpanan obat
jangka waktu pengobatan
aktivitas yang harus dihindari selama terapi
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi
f. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 52
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
cardiovaskular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya,
Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
g. Monitoring penggunaan obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
cardiovaskular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya.
2.3.2 Pelayanan Obat Non Resep
Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien yang
ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk
swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi
OWA, obat bebas terbatas dan obat bebas. OWA terdiri dari kelas terapi oral
kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas,
obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit
topikal.
Pelayanan non resep adalah pelayanan terhadap pasien tanpa resep dokter
dan biasanya mereka datang berbekal keluhan gejala penyakit yang diderita.
Apoteker dapat melakukan KIE untuk pelayanan non resep.
2.3.3 Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan
lain-lainnya.
Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan
inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat
kesehatannya secara mandiri.
Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan
pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama
pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 53
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
optimal. Apoteker juga membantu diseminari informasi melalui penyebaran dan
penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan
2.3.4 Pelayanan Residensial (Home Care)
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan
dan tanggung jawab langsung profesi farmasis dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian dapat dilakukan
secara nyata melalui layanan home care. Home care adalah pelayanan apoteker
sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.
Untuk aktivitas ini farmasis harus membuat catatan berupa catatan pengobatan
(medication record) (Keputusan Menteri No. 1027 tahun 2004).
Tujuan dari layanan home care adalah agar pasien mendapatkan pelayanan
kefarmasian secara optimal karena pasien tidak dapat datang ke apotek. Pasien
yang memerlukan home care diantaranya:
pasien lanjut usia yang tidak mampu lagi memenuhi akttivitas dasar sehari-hari
seperti mandi, makan, minum, memakai baju secara mandiri
pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perahtian khusus tentang
penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping obat
pasien yang memerlukan obat secara berkala dan terus menerus, misal pasien
TB
Praktek Farmasis dalam layanan home care ini diatur dalam ASHP
Guidelines on the Pharmacist’s role in Home Care. Layanan ini telah disediakan
oleh berbagai organisasi termasuk rumah sakit dan apotek. Hal-hal yang harus
ada dalam layanan home care yaitu manajemen praktis dan pengelolaan home
care, informasi obat, edukasi dan konseling, rencana layanan, pemantauan dan
kesinambungan, kontrol dan distribusi obat dan fasilitas, perlengkapan dan
sumber informasi.
Tanggung jawab farmasis dalam layanan home care adalah:
menyusun rencana persetujuan dengan keluarga dan pasien atau tenaga
kesehatan yang lain,
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 54
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
membuat rencana layanan,
menyusun data pasien dengan menyalin nama, umur, berat badan pasien
serta terapi yang diberikan yang tertera pada resep,
edukasi dan konseling kepada pasien,
pemilihan produk, alat kesehatan dan perlengkapan tambahan,
koordinasi dalam pemberian obat, alat kesehatan dan penyimpanannya,
melaporkan jika terjadi efek samping obat atau masalah terkait obat, dan
monitoring perkembangan klinis pasien,
komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain,
dokumentasi layanan home care,
meningkatkan pengetahuan dan kompetensi farmasis melalui pelatihan dan
pendidikan berkelanjutan (ASHP, 2000)
2.4 KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI (KIE)
2.4.1 Pengertian KIE
Salah satu layanan kefarmasian yang dapat dilakukan oleh Apotek adalah
Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). KIE merupakan kegiatan
pelayanan Apotik yang wajib dilakukan oleh Apoteker seperti yang tercantum
dalam PerMenKes Nomor 922/MenKes/Per/X/1993 Bab VI pasal 15 ayat 4 untuk
meningkatkan ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat, mengurangi dan
menghindari kesalahan penggunaan obat (misuse) dan penyalahgunaan obat
(abuse).
Penggunaan obat yang salah akan merugikan dan membahayakan
masyarakat. Penggunaan obat yang kurang tepat, cara penggunaan yang salah,
dosis yang kurang atau berlebihan, dan juga cara penyimpanan yang salah dapat
menyebabkan penyakit tidak sembuh, membuat penyakit semakin parah atau
bahkan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Biaya pengobatan
yang semakin mahal, semakin gencarnya promosi obat di berbagai media serta
semakin banyaknya informasi yang bisa diperoleh, terutama melalui internet,
mendorong seseorang untuk melakukan pengobatan sendiri (self medication).
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 55
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Informasi mengenai obat non resep sebagian besar hanya berasal dari iklan
obat yang belum tentu tepat dan lengkap. Hal ini menyebabkan semakin
pentingnya peran Apoteker untuk melakukan komunikasi, memberi informasi dan
edukasi kepada pasien agar tidak salah dalam memilih dan menggunakan obat,
karena Apoteker merupakan sumber yang mudah diakses, paling mengerti tentang
obat dan dapat dipercaya. Informasi mengenai obat yang dapat diberikan kepada
pasien meliputi indikasi, cara penggunaan, efek samping, cara penyimpanan,
kontraindikasi, toksisitas, dan interaksi obat, sehingga dapat memastikan
efektifitas dan keamanan obat, meningkatkan ketepatan dan kerasionalan
penggunaan obat, mengurangi serta menghindari kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam penggunaan obat.
Salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas adalah
ketidakpatuhan dalam pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan juga peran
apoteker dalam memberikan edukasi kepada pasien terkait dengan masalah obat
dan penyakitnya. Adanya upaya untuk lebih memberdayakan pasien agar dapat
menghindari efek yang tidak dikehendaki sebagai akibat masalah yang terkait
dengan obat, dengan melakukan langkah konkret yaitu mendorong pasien untuk
lebih berani bertanya “mengapa” pada saat menerima terapi obat kepada dokter
ataupun kepada apoteker pada saat diberikan saran tentang pemilihan obat bebas,
obat bebas terbatas, dan OWA sehingga dapat dihindari akibat atau kejadian yang
tidak dikehendaki.
Dalam pemberian KIE sebagai apoteker harus memegang teguh kode etik
profesi apoteker, yaitu :
a. Informasi obat yang diberikan berdasarkan pengetahuan dan tanggung jawab
profesional.
b. Tidak berhak memberikan informasi kesehatan melampaui wewenang profesi
sebagai apoteker.
c. Menampilkan dirinya sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab bagi
lingkungan sekitarnya.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 56
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
d. Tidak menunjukkkan kesalahan sejawat lainnya kepada pasien, tetapi
menanyakan langsung kepada yang bersangkutan tanpa diketahui pasien,
supaya terjalin kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam memberikan KIE yaitu:
a. Tempat yang tertutup untuk menjaga privasi pasien
b. Kerahasiaan tentang penyakit dan obat yang digunakan pasien harus dijaga.
c. Jarak antara Apoteker dengan pasien berdekatan (tidak terlalu jauh) sehingga
mudah untuk menyampaikan informasi.
d. Mendengarkan secara aktif, seksama dan menunjukkan rasa empati terhadap
apa yang sedang dialami oleh pasien.
e. Bahasa tubuh yang baik, meliputi kontak mata, posisi tubuh dan nada suara.
Pelayanan informasi tentang perbekalan farmasi oleh Apoteker dapat
diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta masyarakat.
Apoteker dalam memberikan informasi tidak boleh lepas dari kode etik profesi
Apoteker tentang etika kefarmasian sebagai sumber informasi obat, yaitu:
1. Apoteker akan menyampaikan kebenaran informasi obat yang diberikan
berdasarkan pengetahuan dan tanggung jawab profesional dan kemanusiaan.
2. Tidak berhak memberikan informasi kesehatan melampaui wewenang
profesinya sebagai Apoteker.
3. Menampilkan dirinya sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab
dan tidak membuka kesalahan sejawat terutama di hadapan pasien, sehingga
terjalin kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan.
2.4.2 Tujuan dan Manfaat KIE
a. Bagi pasien
- Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dengan
meningkatkan pemahaman aturan pakai dan cara penggunaan sehingga
dapat memaksimalkan efek terapeutik.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 57
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
- Menurunkan kecemasan pasien, misalnya dengan menjelaskan bahwa efek
samping yang akan muncul tidak berbahaya seperti obat diuretik untuk
antihipertensi menyebabkan sering buang air kecil.
- Meningkatkan kepuasan pasien karena mendapat informasi obat yang
diterimanya oleh apoteker yang merupakan sumber yang mengerti tentang
obat dan dapat dipercaya.
- Meningkatkan tercapainya hasil yang optimal karena menginformasikan
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
- Meminimalkan biaya pengobatan dengan memilih obat yang rasional dan
sesuai dengan kemampuan pasien.
b. Bagi apoteker
- Meningkatkan keberadaan profesi apoteker
- Memperluas wawasan dan kepatuhannya
- Meningkatkan citra apoteker
- Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap apoteker
- Meningkatkan kepuasan kerja karena pengobatan rasional dapat dicapai
dan mengurangi kesalahan penggunaan obat
- Lebih banyak pasien mengenal praktek kefarmasian
2.4.3 KIE Non Resep
Pelayanan non resep adalah pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
resep dokter dan biasanya pasien datang dengan keluhan gejala penyakit yang
diderita. KIE untuk pelayanan obat non-resep dapat menggugunakan metode
WWHAM, AS-METTHOD, ENCORE, dan The Basic Seven Question, dengan
tujuan untuk mengumpulkan informasi guna mendapatkan gambaran yang jelas
dan lengkap tentang gejala yang dikeluhkan oleh pasien.
Tahapan dalam menanggapi gejala penyakit :
a. Mendengarkan dan bertanya
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi sehingga mendapatkan
gambaran lengkap tentang gejala yang dikeluhkan. Jelaskan juga pada pasien
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 58
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
mengapa perlu bertanya. Perlu pendekatan terstruktur dalam bertanya untuk
memastikan semua informasi telah disampaikan dengan benar.
WWHAM
W-Who is the patient ?/Siapa pasiennya?
Apoteker harus tanyakan siapa yang sakit, karena yang datang ke Apotik
belum tentu pasien. Berapa usianya, hal ini bertujuan dalam membantu
pemilihan obat dan penentuan dosis. Tidak semua obat dapat diberikan untuk
anak–anak. Dosis untuk anak-anak, orang dewasa dan geriatri juga akan
berbeda. Seandainya yang datang ke Apotik adalah pasiennya maka harus kita
lihat penampilannya bagaimana, apakah terlihat sangat sakit, pucat atau
berkeringat sangat banyak.
W-What are the Symptoms?/Apa gejalanya?
Apoteker harus mendapatkan gambaran lengkap gejala penyakit, tidak
hanya menerima self-diagnosis dari pasien. Dilihat apakah gejala tunggal atau
ganda. Apoteker dapat segera merujuk pasien ke dokter tepat jika menemukan
gejala–gejala yang perlu diwaspadai karena merupakan indikasi masalah yang
lebih serius.
H-How have the symptoms persisted?/Berapa lama gejala tersebut
muncul?
Apoteker harus bertanya sudah berapa lama gejala tersebut terjadi. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan dari penyakit tersebut. Jika
penyakit ringan biasanya bersifat self-limiting dan harus berakhir dalam
beberapa hari. Jika gejala tidak sembuh dalam jangka waktu yang lama maka
segera dirujuk ke dokter. Jika gejala juga tidak membaik meskipun telah
mendapat obat yang sesuai, sebaiknya juga dirujuk ke dokter. Perlu juga
diketahui perkembangan kondisi pasien, apakah semakin baik atau semakin
buruk. Riwayat dari gejala yang saat ini muncul perlu ditelusuri.
A-Action taken, what medicine tried?/Tindakan yang dilakukan?
Perlu ditanyakan apakah pasien sudah ke dokter atau belum dan apakah
sudah menggunakan obat sebelum ke Apotek. Hal ini bertujuan untuk
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 59
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
menghindari adanya interaksi dan duplikasi obat serta mengetahui efektifitas
obat yang telah digunakan.
M-Medicine already being taken for other conditions?/Obat apa
yang saat ini digunakan untuk gejala yang lain?
Perlu ditanyakan riwayat penyakitnya yang lain misalnya hipertensi,
diabetes, asma, dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk menghindari interaksi
obat yang potensial terjadi, efek samping obat dan duplikasi obat.
AS-METTHOD
A-Age of patient?/Usia pasien?
S-Self or for some one else?/Untuk diri sendiri atau orang lain?
M-Medicine the patient is taking?/Obat yang digunakan pasien saat
ini?
E-Exactly what does the patient mean?/Apa sesungguhnya yang
dimaksud pasien?
T-Time/Duration the symptoms?/Kapan/lamanya gejala?
T-Taken anything or seen the doctor?/Sudah mendapat pengobatan
apa saja atau ke dokter?
H-History of any disease or condition?/Riwayat penyakit atau
gangguan tertentu?
O-Other symptoms being experience?/Gejala lain yang dialami?
D-Doing anything to aggreviate or alleviate the
condition?/Melakukan sesuatu yang dapat memperburuk atau meringankan
keadaan?
ENCORE
E-Explore, menggali data/informasi meliputi gejala dasar yang
dirasakan, memperoleh identitas pasien, pengobatan saat ini, meniadakan
kemungkinan penyakit yang serius, gejala lain yang terkait.
N-No medication, menanyakan apakah ada obat-obatan yang
digunakan saat ini sedang digunakan.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 60
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
C-Care, menanyakan apakah ada obat-obatan yang sudah
dipakai untuk menangani gejala/keluhan yang dirasakan.
O-Observe, mengamati gejala terutama gejala sebenarnya yang
tidak diungkapkan pasien atau gejala yang nampak pada pasien, melalui sikap
dan penampilan umum pasien.
R-Refers, merujuk ke dokter bila berpotensi menjadi kasus
serius, gejala yang menetap, dan beresiko tinggi pada pasien.
E-Explain, memberi penjelasan kepada pasien.
The Basic Seven Question
Location, di mana gejalanya?
Quality, gejalanya seperti apa dan bagaimana rasanya?
Quantity, gejalanya seberapa parah?
Timing, berapa lama atau seberapa sering berlangsung?
Setting, bagaimana kejadiannya ?
Modifying factors, apa yang membuat terasa lebih parah atau lebih nyaman?
Associated symptoms, gejala apa lagi yang anda rasakan?
b. Pengambilan Keputusan
Untuk mengambil keputusan kita harus berpedoman pada 6 hal yaitu :
- Gejala terjadi dalam waktu yang lama.
- Gejala yang kambuh atau memburuk.
- Rasa sakit yang sangat.
- Penggunaan satu atau lebih macam obat yang tepat, namun tidak ada perbaikan
kondisi pasien.
- Dugaan efek samping obat.
- Gejala yang harus diwaspadai.
Apabila seorang pasien dapat dibantu dengan terapi obat swamedikasi,
maka Apoteker memilihkan obat yang tepat. Sedangkan apabila tidak dapat
dibantu dengan terapi obat, maka Apoteker dapat menanyakan kepada pasien
untuk menggambarkan gejala-gejala yang dirasakan. Beberapa gejala yang
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 61
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
mungkin menunjukkan adanya masalah serius sehingga Apoteker perlu untuk
menyarankan pasien agar dirujuk ke dokter antara lain:
- Hilangnya kesadaran dan atau luka berat yang baru saja terjadi
- Suhu badan tinggi dalam jangka waktu yang panjang atau dalam periode waktu
yang berulang
- Turunnya berat badan secara drastis
- Sesak nafas
- Sputum berwarna hijau atau kuning
- Hilangnya nafsu makan yang berlebihan
- Gangguan pada saluran kemih (gatal, nyeri, perih, buang air tak terkontrol)
- Semua masalah menstruasi
- Bengkak dengan berbagai ukuran termasuk pada persendian
- Kesulitan menelan
- Rasa nyeri hebat di dada, abdomen, kepala atau telinga
c. Pengobatan
Dalam merekomendasikan pemilihan obat kepada pasien sebaiknya:
- Menilai terapi secara obyektif berdasarkan informasi klinis dan
ilmiah.
- Track record dari obat tersebut.
- Pengalaman profesional.
- Pilihan dan keinginan pasien.
- Informasi pada pasien disesuaikan dengan kondisi pasien.
Pemberian informasi kepada pasien meliputi indikasi, efek samping,
kontra indikasi, cara penyimpanan, cara penggunaan, dan interaksi obat. Selain
pemberian informasi, juga perlu disertai dengan edukasi, misalnya merubah pola
hidup pasien seperti: makan teratur, jangan merokok, berolahraga teratur, diet
rendah garam, mencuci tangan sebelum makan, istirahat yang cukup, dan
sebagainya.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 62
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2.4.4 KIE Resep
Peran farmasis dalam melayani obat dengan resep dokter terkait dengan
pemantauan resep (keabsahan resep, DRP) serta penyerahan obat kepada pasien
dan konsultasi. Dalam memberikan konsultasi, hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
- Lokasi yang privat untuk menjaga kerahasiaan pasien (penyakit dan
obatnya)
- Jarak yang cukup dekat dengan pasien
- Mendengarkan secara aktif (menunjukkan rasa empati)
- Bahasa tubuh yang baik, meliputi kontak mata, posisi tubuh dan nada
suara.
Perbedaan antara konseling dan konsultasi dapat dilihat pada tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Konseling dan Konsultasi
Konseling Konsultasi
Tidak terstruktur Terstruktur
Memberitahu pasien apa yang
harus dilakukan
Menilai kebutuhan pasien
Memberi informasi sebanyak
mungkin
Memberi informasi sesuai dengan
kebutuhan pasien
Tahap- tahap konsultasi yang dilakukan:
1. Pembukaan
a. Mengidentifikasi pasien dengan melakukan pengecekan
resep, misalnya:
Pasien yang menerima obst dengan penggunaan khusus, seperti obat tetes
mata, salep mata, suppositoria.
Pasien yang menerima obat lebih dari 5 (polifarmasi).
Pasien kelompok khusus (anak-anak, wanita hamil, wanita menyusui,
lanjut usia).
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 63
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus, jantung, asma,
hipertensi
b. Berkenalan dengan pasien, dengan bersikap sopan, profesional untuk
membangun relasi yang baik
2. Pelaksanaan
a. Menjelaskan pada pasien mengapa perlu konsultasi,
sehingga pasien mengetahui tujuan diberikan konsultasi.
b. Melakukan konsultasi dengan pendekatan terstruktur
Resep baru (tiga pertanyaan utama)
1. Apa yang dikatakan dokter tentang kegunaan pengobatan Anda?
Penyebab ke dokter? Nama obat? Kegunaan pengobatan?
Apa yang dikatakan dokter tentang obat anda?
2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat Anda?
Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
Berapa banyak anda harus menggunakannya?
Berapa lama anda terus menggunakannya? Bagaimana cara
menggunakannya? Apa yang dikatakan dokter jika kelewatan satu dosis?
Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
Apa artinya 3x sehari bagi anda?
3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan Anda?
Apakah obatnya bekerja?
Hal–hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai?
Apa yang harus dilakukan jika penyakit tambah parah?
Verifikasi akhir
Pelu dilakukan untuk sekedar meyakinkan bahwa pasien telah mengerti
apa yang dijelaskan, dapat bertanya seperti “Sekedar untuk meyakinkan tidak ada
penjelasan yang terlewatkan, silakan diulangi bagaimana Anda menggunakan obat
Anda“.
Resep ulang (”tunjukkan dan katakan”)
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 64
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Gangguan / penyakit apa yang sedang dialami?
Kegunaan pengobatan?
Bagaimana menggunakannya?
Keluhan selama pengobatan?
3. Penutup
a. Mengakhiri interaksi, berterima kasih pada pasien
b. Melakukan dokumentasi
Dokumentasi untuk farmasis : database pasien, resep/ obatnya, dan informasi
yang diberikan
Pemberian KIE dalam pelayanan resep terutama diberikan kepada
penderita dengan kriteria sebagai berikut:
a. Mendapatkan lebih dari tiga masalah pengobatan.
Pasien yang mengalami beberapa penyakit atau penyakit komplikasi perlu
mendapat informasi lengkap tentang obat-obat yang sedang digunakan untuk
penyakitnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya interaksi dan efek
samping yang tidak diinginkan. Diperlukan perhatian yang lebih bagi penderita
geriatri, karena mereka mendapatkan obat yang lebih banyak dari pasien dewasa
pada umumnya.
b. Obat dengan indeks terapi sempit.
Obat–obat dengan indeks terapi sempit seperti golongan digitalis, fenitoin,
teofilin, dan gentamisin sangat perlu untuk mendapatkan KIE. Hal ini disebabkan
karena kelebihan dosis akan menyebabkan efek toksik dan sebaliknya kekurangan
dosis menyebabkan obat tersebut tidak memberikan efek terapi yang diinginkan.
c. Cara penggunaan obat yang khusus.
Cara penggunaan obat khusus meliputi cara penggunaan tetes mata, salep
mata, suppositoria, tetes telinga, tetes hidung. Hal ini dijelaskan agar kesalahan
penggunaan obat dapat dihindari sehingga efek terapi optimal dapat tercapai dan
sesuai dengan maksud pengobatan.
d. Obat dengan efek samping yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
Obat dengan efek samping tertentu perlu dijelaskan pada pasien, dengan
tujuan agar pasien mengerti bahwa efek lain yang timbul karena penggunaan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 65
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
tersebut adalah hal yang wajar dan tidak membahayakan sehingga tidak
menimbulkan kecemasan bagi pasien. Contohnya yaitu penggunaan diuretik
menyebabkan seseorang sering buang air kecil, penggunaan rifampicin
menyebabkan sekret seperti air mata, urin, keringat, tinja berwarna kemerahan,
dan juga lensa kontak.
e. Penderita pediatrik
Penanganan pada kelompok penderita ini haruslah hati–hati. Hal ini
disebabkan karena fungsi organ dan sistem dalam tubuhnya belum sempurna,
maka tidak semua obat dapat digunakan pada anak–anak. Keluhan yang
dialaminya juga tidak dapat dikemukakan secara jelas dan sering gejala yang
tampaknya ringan ternyata menderita penyakit yang berbahaya jadi perlu
perhatian khusus dalam menentukan obat yang tepat dan pengaturan dosis
obatnya.
f. Penderita geriatri
Penggunaan obat pada penderita geriatri memerlukan perhatian khusus.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
Biasanya kelompok geriatri menderita banyak penyakit dan menerima
banyak obat (polifarmasi) sehingga dalam pemilihan obat kita harus
berhati–hati dan memperhatikan adanya interaksi obat.
Fungsi organ tubuh seperti hepar dan ginjal sudah menurun sehingga
pemberian obat harus hati–hati karena berpotensi terjadi akumulasi dalam
tubuh dan memperburuk fungsi organ.
Daya ingat, pendengaran dan penglihatan sudah mulai berkurang, sehingga
pada penyampaian KIE dibutuhkan pemberian catatan tentang informasi
obat yang digunakan untuk diserahkan pada keluarganya. Dan juga perlu
dilakukan penulisan etiket dengan huruf besar dan terang untuk
memudahkan pasien geriatri dalam membaca etiket.
g. Ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil dan menyusui merupakan golongan yang perlu diberi perhatian
khusus. Hal ini disebabkan karena obat dapat mempengaruhi keadaan janin yang
dikandung ataupun anak yang disusui oleh ibunya. Kebanyakan obat dapat
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 66
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
dikeluarkan melalui air susu ibu (ASI) pada wanita menyusui. Jadi harus dipilih
obat yang benar-benar telah terbukti keamanannya. Sedapat mungkin dihindari
penggunaan segala jenis obat pada masa kehamilan terutama pada trimester
pertama. Obat-obat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin, yaitu: golongan ACE inhibitor menyebabkan gagal ginjal pada janin dan
neonatus, tetrasiklin menyebabkan pewarnaan gigi dan penghambatan
pertumbuhan tulang, warfarin menyebabkan perdarahan dalam otak janin. Jadi
perlu diinformasikan pada ibu menyusui untuk :
Menyusui dulu sebelum minum obat dan kalau menyusui lagi diberi jeda
waktu antara menyusui dengan minum obat.
Menghentikan penggunaan obat bila bayi telah menunjukkan reaksi alergi.
Tidak menggunakan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen selama
menyusui karena dapat menyebabkan terhambatnya produksi ASI.
h. Penderita penyakit kronis
Pada penderita penyakit kronis seperti diabetes, kolesterol, hipertensi,
penyakti jantung, asma, dan sebagainya, perlu kita informasikan kepatuhan dalam
mengkonsumsi obatnya juga mengenai gaya hidup (life sytle) yang harus
dijalaninya, misalnya sebagai penderita diabetes untuk mengurangi konsumsi
gula, bagi penderita hipertensi untuk mengurangi konsumsi garam, olahraga
secara teratur, hindari makanan berlemak, dan sebagainya. Selain itu, perlu
dilakukan kontrol teratur pada kondisi-kondisi tertentu yang harus dipertahankan
(misal kadar gula darah dan tekanan darah) dapat terus dipantau, kadar obat yang
digunakan dapat disesuaikan, dan tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan
(Aslam & Tan, 2003).
2.5 PATIENT MEDICATION RECORD (PMR)
PMR adalah catatan riwayat pengobatan pasien dan merupakan dokumen
penting yang terkait dengan pengobatan pasien. PMR berisi informasi mengenai
riwayat penyakit pasien, riwayat alergi, riwayat penggunaan obat, keamanan dan
efektifitas pengobatan, serta pengobatan yang sedang digunakan oleh pasien.
PMR dapat digunakan oleh apoteker untuk membantu mendeteksi dan mencegah
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 67
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
DRP (Drug Related problem) serta memantau kemungkinan terjadinya adverse
drug reaction. PMR dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu dalam bentuk
kartu ataupun buku, dan dapat juga dilakukan dengan cara terkomputerisasi.
Data-data yang tercantum di dalam PMR, meliputi:
1. Data Pasien (nama, alamat, telepon, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,
tanggal lahir, usia).
2. Data Dokter (nama, alamat praktik, telepon, spesialisasi).
3. Data Obat (nama, kekuatan, bentuk sediaan, jumlah yang diberikan, aturan
pakai, tanggal diberikan, dan tanggal obat habis).
4. Data Lain (riwayat alergi obat, riwayat penyakit kronis, data laboratorium bila
ada).
Informasi lain yang perlu dicatat, yaitu :
1. Kondisi kesehatan (penyakit yang diderita, dan pengobatan yang pernah
diterima, serta pengobatan yang sekarang diperoleh)
2. Informasi tambahan yang diperoleh dari percakapan lisan dengan pasien
maupun keluarga pasien
3. Hasil komunikasi dengan dokter
4. Hasil monitoring pasien baik melalui telepon maupun kunjungan ke rumah
pasien (Home Care).
Pada kenyataannya, PMR saat ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Segi Apotek (waktu, jumlah tenaga, dan
biaya)
Dari segi Apotek, untuk melaksanakan PMR membutuhkan biaya yang
cukup besar dalam hal jumlah tenaga yang diperkerjakan dan membutuhkan
waktu yang cukup lama. Sedangkan biaya, jumlah tenaga dan waktu sangatlah
terbatas dalam melaksanakan pelayanan di Apotek.
2. Pasien
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 68
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
Pasien tidak selalu mengambil obat dari apotek yang sama sehingga
catatan pengobatan pasien tidak lengkap (ISFI, 2009).
2.6 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
Standar Prosedur Operasional (SPO) atau Standart Operating Procedure
(SOP) atau sering disebut Protap adalah prosedur tertulis suatu instruksi
operasional tentang hal-hal umum seperti operasional peralatan, pemeriharaan dan
kebersihan, sampling dan inspeksi diri.
SPO berisi kumpulan instruksi/prosedur kerja secara rinci, tahap demi
tahap, dan sistematis, yang tertulis, yang berfungsi untuk mengarahkan dan
memandu operasional kegiatan, sehigga tercapai suatu prosedur yang baku. Hal
ini dapat menjadi jaminan, bahwa setiap produk/hasil dari kegiatan tersebut,
memiliki standar kualitas yang sama dan terjamin.
SPO juga dapat menjadi dokumen tertulis yang berfungsi sebagai
perlindungan hukum bagi petugas, konsumen dan organisasi.
Beberapa manfaat SPO:
Penjaminan kualitas dan konsistensi dari suatu pelayanan
Jaminan terlaksananya “Good Practice” setiap saat
Pedoman tentang kejelasan kewenangan dari setiap staf
Pedoman training bagi staf baru
Pendukung pada saat audit
Pedoman agar proses dapat berjalan sesuai dengan baku, dan mengurangi
validasi proses
Mengurangi terjadinya miss communication sehingga keamanan dan
keselamatan semua pihak lebih terjamin
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/IX/2004 berikut adalah berbagai macam jenis SOP.
2.6.1 Prosedur Tetap Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 69
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
1. Memeriksa kesesuaian nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang tertera pada faktur, kondisi fisik serta tanggal kadaluwarsa.
2. Memberi paraf dan stempel pada faktor penerimaan barang.
3. Menulis tanggal kadaluwarsa sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
pada kartu stock.
4. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada rak yang
sesuai, secara alfabetis menurut bentuk sediaan dan memperhatikan sistem
FIFO (first in first out) maupun FEFO (first expired first out).
5. Memasukkan bahan baku obat ke dalam wadah yang sesuai, memberi
etiket yang memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
6. Menyimpan bahan obat pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin
stabilitasnya pada rak secara alfabetis.
7. Mengisi kartu stock setiap penambahan dan pengambilan.
8. Menjumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran pada akhir bulan.
9. Menyimpan secara terpisah dan mendokumentasikan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang rusak/kadaluwarsa untuk ditindaklanjuti.
2.6.2 Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
1. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang akan dimusnahkan.
2. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan).
3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait.
4. Menyiapkan tempat pemusnahan.
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan.
6. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-
kurangnya memuat:
a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan.
b. Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 70
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
c. Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan.
d. Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan
7. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditanda
tangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.
Pemusnahan berkaitan dengan tindak pidana dilakukan oleh Pemerintah,
tim yang terdiri dari pejabat yang bertanggung jawab di bidang kesehatan,
Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksanaan sesuai dengan Hukum
Acara Pidana yang berlaku, dan dibuat berita acara pemusnahannya.
Dalam berita acara pemusnahan narkotika menurut UU No 35 tahun 2009,
sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah.
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
pemusnahan.
c. Nama, tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang
menyaksikan pemusnahan.
Berita acara pemusnahan narkotika dan psikotropika dikirimkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kota setempat, Kepala Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, serta untuk arsip
apotek.
2.6.3 Prosedur Tetap Pengelolaan Resep
1. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan
sesuai nomor resep.
2. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta
merah.
3. Resep yang berisi psikotropika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta
biru.
4. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya.
5. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan
disimpan di tempat yang telah ditentukan.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 71
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
6. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga
memudahkan untuk penelusuran resep.
7. Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus dikembalikan
pada bendel semula tanpa merubah urutan.
8. Resep yang telah disimpan selama dari tiga tahun dapat dimusnahkan
sesuai tata cara pemusnahan.
2.6.4 Prosedur Tetap Pelayanan Resep
A. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan resep dan keabsahan resep yaitu
nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda
tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan
berat badan pasien.
2. Melakukan Patient Assessment untuk:
Pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis,
frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian obat.
Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya),
membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record)
3. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
B. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan
permintaan pada resep.
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.
3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/
sendok.
4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan
ke tempat semula.
5. Meracik obat (timbang, campur, kemas).
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 72
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
7. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk
obat luar dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan
cair).
8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
C. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker.
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.
2.6.5 Prosedur Tetap Pelayanan Resep Narkotika
A. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan,
dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
4. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep
narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali.
5. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani
oleh apotek yang menyimpan resep asli.
6. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
B. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep dan memeriksa
kualitas obat.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 73
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung
narkotika atau menimbang bahan baku narkotika.
3. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya.
4. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
5. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan jumlah
obat sesuai permintaan dalam resep.
C. Penyerahan obat
1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket dengan
resep sebelum dilakukan penyerahan.
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3.Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima.
4.Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5.Menanyakan dan menuliskan alamat/nomor telepon pasien dibalik resep.
6.Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.
2.6.6 Prosedur Tetap Produksi Skala Kecil
1. Menghitung kesesuaian sedian yang akan dibuat dengan resep standar
(formularium nasional, dan lainnya).
2. Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan menggunakan sarung
tangan/alat/sepatu/sendok.
3. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke
tempat semula.
4. Meracik obat (timbang, campur, kemas).
5. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat
luar dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair).
2.6.7 Prosedur Tetap Pemusnahan Resep
1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.
2. Tata cara pemusnahan:
- Resep narkotika dihitung lembarannya
- Resep lain ditimbang
- Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 74
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
3. Membuka berita acara pemusnahan sesuai dengan format terlampir.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 75
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
2.6.8 Prosedur Tetap Pelayanan Informasi Obat (PIO)
1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu
pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik
lisan maupun tertulis.
2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk
meberikan informasi.
3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak
bias, etik, dan bijaksanan baik secara lisan maupun tertulis.
4. Menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet, dan lainnya).
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat.
2.6.9 Prosedur Tetap Swamedikasi
1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan
swamedikasi.
2. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan
swamedikasi.
3. Menggali informasi dari pasien dengan metode WWHAM, meliputi:
a. Tempat timbulnya gejala penyakit
b. Seperti apa rasanya gejala penyakit
c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
d. Sudah berapa lama gejala dirasakan
e. Ada tidaknya gejala penyerta
f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
4. Keputusan mengenai hasil dari pengalian informasi:
Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi
pasien dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat
wajib apotik, atau
Merujuk pasien ke dokter
5. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien
meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan,
efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 76
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika
dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang
pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter.
6. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan.
2.6.10 Prosedur Tetap Konseling
1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien.
2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien.
3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question:
- Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini
- Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian
- Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini.
4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu
(inhaler, suppositoria, dll).
5. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan.
Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 77