Upload
benediktusbayu
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah
merah. Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles, terutamanya
Anopheles sundaicus di Asia dan Anopheles gambiae di Afrika. Malaria adalah sejenis penyakit
menular yang dalam manusia sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian
setiap tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara.1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi syarat mengikuti ujian akhir program
pendidikan profesi dibagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kotamadya Semarang. Selain itu juga untuk
mengetahui dan menambah pemahaman mengenai infeksi malaria.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium,
ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali. Penyakit malaria
dapat menyerang secara berulang-ulang dan dapat menyebabkan kematian.2
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia
Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Keempat spesies Plasmodium yang yang
terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika,
Plasmodium vivax yang yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang
menyebabkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.
Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi
campuran atau majemuk (mixed infection). Pada umumnya dua jenis Plasmodium yang
paling banyak dijumpai adalah campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax atau Plasmodium malariae. Kadang- kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus,
meskipun hal ini jarang sekali terjadi.2
C. Daur Hidup Plasmodium
2
Dalam daur hidupnya, Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan
nyamuk. Siklus aseksual di dalam hospes vertebrata di kenal sebagai skizogoni, sedangkan
siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit
yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian
menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium ekso- eritrositer atau
stadium pre-eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang
disebut hipnozoit. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit
akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer).2
Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopeles betina yang sebelumnya
terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca penularan transplasenta atau
sesudah transfusi darah yang terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-eritrositer
perkembangan parasit dalam hati. Evolusi penyakit yang biasa adalah sebagai berikut:
Fase pre-eritrositer, sporozoit yang diinjeksikan ke dalam aliran darah oleh gigitan
nyamuk mencapai sinusoid hati dan memasuki sitoplasma sel hati. Pertumbuhan dan
pembelahan sel cepat, dan terbentuk kista miroskopik (Schizont) yang mengandung merozoit .
Kebanyakan kista dari semua spesies pecah pada akhir 6- 15 hari perkembangan, melepaskan
beribu- ribu merozoit untuk menembus sel darah merah. Namun, beberapa bentuk P. vivax
dan P. ovale tetap dorman (hipnozoit) dalam hati selama beberapa minggu atau beberapa
bulan, mambuka jalan untuk relaps.
Masa inkubasi (antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya parasit dalam
darah) bervariasi sesuai dengan spesies; pada P. Falciparum masa inkubasinya 10- 13 hari;
pada P. vivax dan P.ovale, 12- 16 hari; dan pada P.malariae 27- 37 hari, tergantung pada
ukuran inokulum. Malaria yang ditularkan melalui transfusi darah yang terinfeksi nampak
nyata dalam waktu yang lebih pendek. Manifestasi klinis infeksi yang diinduksi oleh salah
satu cara dapat ditekan selama beberapa bulan dengan pengobatan subkuratif, terutama pada
kasus malaria vivax dan quartana.
Fase eritrositer, merozoit yang menginvasi sel darah merah mula- mula tampak pada
sediaan berwarna sebagai cincin kebiru- biruan atau pita sitoplasma (P.malariae), dengan satu
kadang- kadang dua titik merah kromatin inti. Parasit yang sedang tumbuh dinamakan
trophozoit, dan yang muncul bersamanya dalam sel darah merah adalah granula pigmen
kuning- coklat yang terdiri atas hematin yang berasal dari hemoglobin yang dikonsumsi oleh
parasit untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Bentuk organisme bervariasi selama
pertumbuhan sampai ia menjadi bulat dan dengan pigmen yang tesebar atau menggerombol,
hampir mengisi sel darah merah, dimana pada kasus P.vivax, membesar dan berbintik-bintik.
3
Nukleus parasit sekarang membelah secara aseksual beberapa kali; sitoplasmanya
tersusun di sekeliling nukleus baru, dan pigmen mengelompok dalam kelompok besar.
Segmenter ini atau Schizont dewasa (meront), mengandung berbagai jumlah merozoit,
tergantung pada spesiesnya. Eritrosit yang mengandung merozoit ini pecah, dan merozoit
bebas, pigmen dan puing- puing eritrosit dibebaskan ke dalam plasma. Merozoit- merozoit
yang lolos dari inaktivasi oleh imunoglobulin atau fagositosis masuk ke dalam sel darah
merah segar. Dengan demikian, siklus aseksual dimulai setiap saat kelompok baru merozoit
menginvasi sel darah merah. Siklus ini yang lamanya sangat penting secara klinis, berakhir 48
jam pada malaria falsiparum, vivax dan ovale serta 72 jam pada ,alaria quartana. Paroksismal
klinis malaria terjadi hanya bila siklus telah cukup terjadi sehingga menghasilkan sejumlah
materi parasit, pigmen dan puing- puing sel darah merah yang diperlukan untuk menginduksi
demam atau reaksi- reaksi lain.
Pertumbuhan parasit tertentu gagal membelah, nukleus tetap utuh selama masa
maturasi. Mereka didiferensiasi menjadi bentuk jantan dan betina yang disebut gametosit,
yang tidak penting secara klinis tetapi mampu menginfeksi nyamuk yang menghisap
penderita.3
Gambar 1: siklus hidup dan infeksi Plasmodium:4
4
5
Gambar 2: bentuk hapusan darah tepi Plasmodium5
6
D. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun
subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Hanya pada daerah dimana orang-
orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat menjadikan nyamuk anopeles terinfeksi.
Kini malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika tengah dan selatan,
Afrika sub- sahara, Timur Tengah, India, Asia selatan, Indo China dan pulau- pulau di Pasifik
selatan.
Di Indonesia, malaria gersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang
berbeda- beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas
permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Baali
pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka
Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78 % pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan
angka PR pada tahun 1990 (4,84 %). Spesies yang paling bbanyak dijumpai adalah
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia
bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.2
Malaria kongenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier
plasenta, jarang ada. Sebaliknya, malaria neonatus agak sering dan dapat sebagai akibat
pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.3
E. Patogenesis
Selama skizogoni, sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping
parasit, seperti membran dan isi sel- sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi
menyebabkan tubuh mengeluarkan produk- produk asing dan respon fagosit yang intensif.
Makrofag dalam sistem retikuloendotelialdab dalam sirkulasi menangkap pigmen dan
menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan
racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan
kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah.
Patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan
7
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga
terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit
pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia
hemolitik pada malaria adalah black water fever, yaitu bentuk malaria berat yang disebabkan
oleh Plasmodium falciparum, ditandai oleh hemolisis intravaskuler berat, hemoglobinuria,
kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi. Sebagai
tambahan, kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu mneunjukkan adanya perubahan
yang menonjol dari sistem retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan berbagai sistem
organ.
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan
pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan
sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom
pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis
biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap
malaria ini mungkin menimbulkan respon imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis.
Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer- seperti sel dalam sistem
retikuloendotelial- terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna
kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel
mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria.
Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran
hati di daerah tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi syok.
Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria
serebral, otak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai dengan edema dan
hiperemis. Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga
dapat dijumpai pada jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh, yang berakibat
pada berbagai manifestasi klinik.
Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga di jumpai salah satu
atau dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan atau membranoproliverative
glomerulonephritis. Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan
hemoglobinuria pada black water fever tetapi dapat juga terjadi tanpa hemolisis, akibatnya
berkurangnya aliran darah karena hipovolemia dan hiperviskositas darah. Plasmodium
falciparum menyebabkan nefritis sedangkan Plasmodium malariae menyebabkan
glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik.2
8
F. Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang
paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF
dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh
bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga
terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ
lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem
retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis Plasmodium dan status imunitas
pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada
eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis
berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan
hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.
Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena
sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam
kapiler terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan
membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler
terhambat dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat
terjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan
patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru,
gagal ginjal dan malabsorpsi usus.
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan
maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria terutama penting untuk melindungi anak
kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan
berkembang- biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara
organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit.
Imunitas humoral dan seluler tehadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan.
Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat
menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat
dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik yang
diproduksi untuk melengkapibeberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi,
9
tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi
ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh
tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga
merupakan salah satu faktor. Monosit/ makrofag merupakan partisipan selular yang
terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.2
G. Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasienn non-imun terdiri atas
beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu
periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri
kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/
campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi
berulang dalam waktu berbeda), maka serangan demam terus- menerus (tanpa interval),
sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium
dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating stage).
Paroksisme ini biasanya terlihat jelas pada orang dewasa namun jarang dijiumpai pada usia
muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin seringkali bermanifestasi sebagai
kejang. Serangan demam yang pertama didahului oleh masa iinkubasi (intrinsik). Masa
inkubasi bervariasi antara 9- 30 hari ergantung pada spesies parasit. Masa inkubasi ini juga
tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat
imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfusi dara, masa inkubasi Plasmodium falciparum
adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan Plasmodium malariae 40 hari atau lebih
setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing- masing spesies
parasit, untuk Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-
17 hari, dan Plasmodium malariae 28- 30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar
dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium, yaitu :
a. Stadium dingin
Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi
gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari- jari pucatatau sianosis, kulit
kering dan pucat, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
10
Pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa
sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, mual dan muntah, nadi menjadi kuat
lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan dapat meningkat
sampai 410 C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2- 12 jam. Demam
disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah
matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, kemudian suhu badan
menurun dengan cepat, kadang- kadang sampai di bawah normal. Black water
fever yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin
sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala lain dari
black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black
water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium
falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.2
H. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Laboratorium
• Anemia akut ataupun kronis, disebabkan oleh kerusakan eritrosit pleh parasit,
penekan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria
akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila
parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan
hiperplasia dan normoblast. Pada darah tepidapat dijumpai poikilositosis, anisositosis,
polikromatosis dan bintik- bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa.
• Trombositopenia dapat mengganggu proses koagulasi
• Penurunan plasma fibrinogen disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena
terjadinya koagulasi intravaskular.
• Ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal
meningkatnya transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun
11
• Penurunan plasma protein terutama albumin, peningkatan globulin disebabkan
peningkatan fungsi hati
• Hipokolesterolemia
• Penurunan glukosa untuk respirasi plasmodia
• Peningkatan kalium plasma akibat destruksi dari sel- sel darah merah
• Bisa terjadi peningkatan LED
• Proteinuria dan gangguan ginjal menyebabkan nefrosis kronik dengan retensi air,
natrium
• Pada infeksi plasmodium falciparum, sediaan apus darah tepi dijumpai parasit
muda bentuk cincin (ring form), dapat juga di temukan gametosit ataupun skizon
(pada kasus berat yang biasanya disertai dengan komplikasi). Khas gambaran
gametosit bentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah.
• Pada infeksi Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada sediaan apus
darah tipis maupun tebal dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan
sampai skizon, sel darah merah membesar, terdapat titik Schuffner pada sel darah
merah dan sitoplasma amuboid.
• Pada infeksi Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang yang telah
matang. Pada sediaan apus darah tepi tipis maupun tebal dapat dijumpai semua
bentuk parasit aseksual. Parasit pada sediaan darah tepi tipis erbentuk khas seperti
pita (band form), skizon berbentuk bunga ros (rosette form), tropozoit kecil bulat dan
kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang- kadang menutupi sitoplasma/ inti
atau keduanya.2
I. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis, tidak selalu disertai
dengan hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium.
Trias gejala yaitu demam, splenomegali, dan anemia.
Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewranaan Giemsa dan tetes tebal
merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi
dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Tes serologi yang digunakan untuk
12
diagnosis malaria adalah IFA (indirect fluorescent antibody test), IHA ( indirect
hemaglutinattion test), dan ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay). Teknik diagnostik
lainnya adalahbpemeriksaan QBC (quantitative buffy coat), ataupun menggunakan pelacak
DNA probe untuk mendeteksi antigen.2
J. Penatalaksanaan
a. Malaria ringan tanpa komplikasi
Dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut:
1. Klorokuin basa diberikan total 25 mg/ kgbb selama 3 hari. Dengan perincian
sebagai berikut: hari pertama 10 mg/ kgbb (maksimal 600 mg basa), 6 jam
kemudian dilanjutkan 10 mg/ kgbb (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/ kgbb
pada 24 jam (maksimal 300 mg basa). Atau hari I dan II masing- masing 10
mg/ kgbb dan hari III 5 mg/ kgbb. Pada malaria tropika ditambahkan
primakuin 0,25 mg/ kgbb/ hari, 14 hari.
2. Bila dengan pengobatan (1) ternyata pada hari IV masih demam atau hari
VIII masih dijumpai parasit dalam darah maka diberikan:
a) Kina sulfat 30 mg/ kgbb/ hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari,
atau
b) Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1- 1,5 mg/ kgbb atau
sulfadoksin 20- 30 mg/kgbb single dose (usia di atas 6 bulan).
3. Bila dengan pengobatan butir (2) padahari IV masih demam atau pada hari
VIII masih dijumpai parasit maka diberikan:
a) Tetrasiklin HCl 50 mg/ kgbb/ kali, sehari 4 kali selama 7 hari +
fansidar / suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir
2a, atau
b) Tetrasiklin HCl + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat
pengobatan butir 2b. Dosis Kina dan Fansidar/ Suldox sesuai butir 2a
dan 2b (Tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahun atau lebih).2
13
b. Malaria berat
Penatalaksanaan malaria berat harus dapat dilakukan diagnosis dan tindakan secara
cepat dan tepat sebagai berikut:
• Tindakan umum/ perawatan
• Pemberian obat anti malaria
• Pemberian cairan atau nutrisi
• Penanganan terhadap gangguan fungsi organ
Tindakan perawatan umum pada malaria berat di ruang intensif:
• Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi
• Hindari trauma: dekubitus
• Monitoring : suhu tubuh, nadi, tensi tiap ½ jam. Awasi ikterus dan
perdarahan
• Posisi tidur sesuai kebutuhan
• Perhatikan warna dan suhu kulit
• Cegah hiperpireksi
• Pemberian cairan: oral, sonde, infus
• Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam.
• Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi
• Perawatan: hati- hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan kepala
sedikit rendah, penberian cairan dan obat harus hati- hati.6
Pemberian obat anti malaria pada malaria berat:
• Kina ( Kina HCl / kinin antipirin)
14
Melalui infus 10 mg/ kgbb/ kali diberikan selama 4 jam, 3 kali sehari selama
pasien belum sadar (maksimal 3 hari), apabila telah sadar kina dilanjutkan
per oral hingga total IV + oral selama 7 hari.
• Kinidin
Diberikan bila tidak tersedia kina, dosisnya 7,5 mg basa/ kgbb/ kali
• Derivat artemisinin
a. Artesunat (iv, im) 2,4 mg/ kgbb/ kali selama 3 hari
b. Artemeter (im) 1,6 mg/ kgbb sekali sehari selama 6 hari.2
K. Pencegahan
1. Pemakaian obat anti malaria
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemik malaria,
maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah
endemik malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria.
a) Klorokuin basa 5 mg/ kgbb (8,33 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali
seminggu atau
b) Fansidar atau Suldox dengan dasar Pirimetamin 0,50 – 0,75 mg/ kgbb atau
Sulfadoksin 10- 15 mg/ kgbb sekali seminggu ( hanya untuk umur 6 bulan
atau lebih)
2. Menghindar dari gigitan nyamuk
a) Obat pembunuh nyamuk
b) memakai kelambu atau kasa anti nyamuk
3. Vaksin malaria.2
L. Komplikasi
1. Malaria serebral
15
2. Anemia
3. Dehidrasi, gangguan asam- basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
4. Hipoglikemia berat
5. Gagal ginjal berat
6. Edema paru akut
7. Kegagalan sirkulasi (algid malaria)
8. Kecenderungan terjadi perdarahan
9. Hiperpireksia/ hiperthermia
10.Hemoglobinuria/ black water fever
11. Ikterus
12.Hiperparasitemia.2
M. Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh P.vivax pada umumnya baik, tidak
menyebabkan kematian, walaupun tidak diobati infeksi rata- rata dapat berlangsung sampai 3
bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan P.malariae dapat
berlangsung sangat lama dengan keccenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30- 50
tahun. Infeksi P.falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi
P.falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara
cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO mengemukakan
indikator prognosis buruk apabila:
• Indikator klinis:
1. Umur 3 tahun atau kurang
2. Koma yang berat
3. Kejang berulang
4. Refleks kornea negatif
5. Deserebrasi
16
6. Dijumpai disfungsi organ
7. Terdapat perdarahan retina
8. Indikator laboratorium
9. Hiperparasitemia (> 250.000/ ml atau > 5%)
10. Skizontemia dalam darah perifer
11. Leukositosis
12.PCV (packed cell volume) < 15%
13. Hemoglobin < 5 g/ dl
14. Glukosa darah < 40 mg/ dl
15. Ureum > 60 mg/ dl
16. Glukosa LCS rendah
17. Kreatinin > 3,0 mg/ dl
18. Laktat dalam LCS meningkat
19. SGOT meningkat > 3 kali normal
20. Antitrombin rendah
21.Peningkatan kadar plasma 5’- nukleotidase.2
17
KESIMPULAN
Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium,
ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae,
dan Plasmodium ovale. Keempat spesies Plasmodium yang yang terdapat di Indonesia yaitu
Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang yang
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana, dan
Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.
Gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium, yaitu :
a. Stadium dingin
b. Stadium demam
c. Stadium berkeringat.
Penatalaksanaan malaria dibagi menjadi malaria ringan tanpa komplikasi dan malaria berat.
Pencegahan malaria, yaitu:
1. Pemakaian obat anti- malaria
2. Menghindar dari gigitan nyamuk
3. Vaksin malaria.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Malaria. Available at http://www.alkohol7.blogspot.com/2008/04/makalah-
malaria.html. Diunduh 19/11/2010.
2. Soedarmo,S, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi ke-2. 2010. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Behrman, dkk. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak vol.2 edisi 15. 1996. Jakarta: EGC.
4. Gambar 1: siklus hidup dan infeksi Plasmodium. Available at
http://www.yayanakhyar.wordpress.com. Diunduh 19/11/2010.
5. Gambar 2: bentuk hapusan darah tepi Plasmodium. Available at
http://www.sodycxun.blogspot.com. Diunduh 19/11/10.
6. Lengkey CJ, Gerung JI, Wahani AI, Posume MD, Rampengan TH. Gambaran
malaria berat yang di rawatdi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Manado periode
1997- 1998. Abstrak Konika XI Jakarta, 1998.
19
Referat
INFEKSI MALARIA
20
Disusun oleh:
Dewi Arimbi Irawan
030.05.066
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SEMARANG
November 2010
21