Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak awal kemerdekaan, bangsa indonesia telah mempunyai perhatian
besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana
termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program
pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga memberikan perhatian besar
terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan
yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat.
Meskipun demikan, masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi
masalah yang berkepanjangan
Pendapat ahli ilmu sosial tentang masalah kemiskinan khususnya perihal
munculnya kemiskinan dalam suatu masyarakat sangat berbeda. Sekelompok ahli
ilmu sosial melihat munculnya kemiskinan dalam satu masyarakat berkait dengan
budaya yang hidup dalam suatu masyarakat. Dalam konteks pandangan seperti ini
maka kemiskinan sering dikaitkan dengan rendahnya etos kerja anggota
masyarakat atau dengan bahasa yang lebih populer sebab-sebab kemiskinan
terkait dengan rajin tidaknya seseorang dalam bekerja/mengolah sumber alam
yang tersedia. Apabila orang itu rajin bekerja maka dapat dipastikan orang
tersebut akan hidup dengan kecukupan.
1
Di Indonesia orang kehidupan rata-rata suku bangsa Cina lebih baik secara
ekonomi dari pada suku bangsa lain di Indonesia, karena orang Cina dianggap
pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi di samping mereka dikenal dengan
suku bangsa yang sangat hemat dalam hidup sehari-hari mereka. Sebaliknya
orang melihat bahwa penduduk asli Indonesia kebanyakan miskin karena mereka
malas dan hidup sangat konsumtif.
Sedangkan Robert Chambers seorang ahli pembangunan pedesaan
pertama kali menggunakan konsep kemiskinan terpadu (integrated poperty)
menilai bahwa kemiskinan yang dialami oleh rakyat negara sedang berkembang,
khususnya rakyat pedesaan, disebabkan oleh beberapa faktor yang disebut sebagai
ketidakseimbangan atau dis advantages yang saling terkait satu sama lain
(Chambers, 1983 : 111).
Ada lima ketidakberuntungan yang melingkupi kehidupan orang atau
keluarga miskin. Kelima ketidakberuntungan itu adalah : (1) kemiskinan; (2)
fisik yang lemah; (3) kerentanan; (4) keterisolasian; dan (5) ketidakberdayaan,
(Chambers, 1983 : 109).
Chambers mengakui sendiri bahwa sketsa keluarga miskin yang ia buat
berdasar kelima ketidakberuntungan tersebut bukan suatu sketsa yang sempurna
dalam arti bahwa tidak semua keluarga miskin mesti harus hidup dalam kelima
ketidakberuntungan. Tidak semua orang miskin memiliki fisik yang lemah,
demikian pula orang miskin atau keluarga miskin tidak selalu mengalami
ketidakberdayaan. Di Indonesia pada tahun1960-an kita melihat keberanian para
2
petani gurem dan tuna wisma memperjuangkan landreform. Walaupun demikian
pendekatan yang digunakan oleh Chambers untuk membuat suatu sketsa tentang
keluarga miskin pada dasarnya tidak menyimpang dari kenyataan empirik.
Melihat tingginya angka jumlah penduduk miskin dan diperparah oleh
sulitnya penduduk miskin akan akses terhadap pangan karena rendahnya daya beli
sebagai akibat krisis maka pemerintah meluncurkan program beras untuk keluarga
miskin (Raskin). Program ini dibentuk agar keluarga miskin mempunyai akses
yang baik terhadap pangan (beras) dalam hal harga dan kesediaan
Program raskin ini sendiri pertama kali dilaksanaka di Kabupaten
Soppeng pada tahun 1994 yang masih bertitik pada tiap-tiap kecamatan yang ada
di Kabupaten Soppeng, dan baru pada tahun 2001 program raskin diserahkan
langsung pada tiap-tiap kelurahan untuk penyaluran langsung pada masyarakat
penerima raskin, utamanya pada masyarakat di Kelurahan Botto.
Program raskin ini mencakup semua kelurahan yang ada di Kabupaten
Soppeng tanpa terkecuali, dengan pembagian rata sesuai dengan ketentuan tiap
kepala keluarga yaitu 15Kg/KK. Kelurahan Botto merupakan salah satu kelurahan
yang menerima raskin di Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng , Secara
topografi keadaan Kelurahan Botto bisa di katakan berbeda dari kelurahan-
kerlurahan lainnya di Kabupaten Soppeng, karena sebagian wilayahnya terdiri
dari daerah dataran dan daerah perbukitan.
3
Program raskin ini memberikan beras yang sangat murah kepada
masyarakat penerima raskin,dengan kata lain beban masyarakat miskin (penerima
raskin) bisa sedikit diringankan, namun hal ini bisa menjadi masalah sosial
dimana bisa berdampak kepada penerima raskin itu sendiri, disatu sisi dengan
adanya program raskin masyarak miskin bisa sedikit menyisihkan sebagian
uangnya untuk membeli keperluan lain, namun disisi lainnya dengan adanya
pembagian raskin ini bisa mempengaruhi tingkat kerajinan masyarakat miskin
dalam bekerja dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya contohnya beras.
Dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran di atas penulis tertarik untuk
memilih penelitian skripsi dengan judul “Dampak Sosial Program Pembagian
Beras Miskin di Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan aspek-aspek pokok yang akan dianalisis, maka permasalahan
utama dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah dampak sosial ekonomi dari program pembagian beras miskin
(raskin) Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasatkan rumusan masalah di atas, maka dikemukakan tujuan
penelitian untuk mengetahui :
4
a. Untuk mengetahui dampak sosial ekonomi apakah yang terjadi dalam
program pembagian beras miskin (Raskin) di Kelurahan Botto Kecamatan
Lalabata Kabupaten Soppeng
Sedangkan kegunaan penelitian antara lain :
a. Diharapkan dapat memberi gambaran tentang dampak sosial program
pembagian beras miskin di Keluran Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten
Soppeng.
b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk pemerintah setempat
dalam pemberantasan kemiskinan di Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata
Kabupaten Soppeng, terutama dalam hal pembagian beras miskin (raskin)
c. Diharapkan sebagai sumbangan karya ilmiah bagi Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin sebagai bahan
kepustakan.
D. Kerangka Konseptual
Program raskin adalah program nasional yang bersentuhan langsung
dengan masyarakat. Melalui program ini pemerintah memberikan bantuan kepada
masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan jika rata-rata kebutuhan beras
sebesar 139kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka
Program Raskin memberikan bantuan sebesar 32% dari kebutuhan beras tiap
tahunnya. Sejak tahun 1988 baik OPK maupun program raskin belum dapat
memberikan bantuan pangan secara maksimal dan bervariasi sesuai dengan
kemampuan anggaran pemerintah.
5
Salah satu program yang dibuat oleh pemerintah dalam usaha untuk
meringankan beban rakyat miskin adalah dengan dilaksanakannya Program
Raskin (beras rakyat miskin). Masyarakat pada umumnya lemah dalam memenuhi
kebutuhan pokok dasarnya karena daya beli rendah. Program Raskin yang
dilakukan pemerintah yakni, dalam bentuk transfer pendapatan dalam bentuk
barang, dengan harapan program ini dapat memenuhi sebagian dari program
pokok keluarga miskin.
Berdasarkan surat keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Direktur
Utama Perum Bulog Pasal l ayat 1 bahwa, program beras miskin merupakan
program pemerintah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan perlindungan kepada keluarga miskin melalui pendistribusian beras
dalam jumlah dan harga tertentu.
Dengan adanya SKB Menteri dalam negeri dan Perum Bulog Nomor :25
tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003 dan SK Menkes RI
1241/Menkes/SK/XI/2004, maka program tersebut dijalankan oleh pemerintah
Kelurahan Botto. Dimana SK tersebut tentang program beras untuk keluarga
miskin (Raskin) dan program ini diberikan kepada keluarga miskin di Kelurahan
Botto dengan tujuan dari program ini untuk meningkatkan kesejahtraan sosial
dalam masyarakat di Kelurahan Botto. Karena masyarakat pada Kelurahan Botto
ini sama seperti manusia lainnya yang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang
layak.
6
Sedangkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
117/MPK.02/2007 tentang anggaran biaya dan pendapatan hun perusahaan umum
bulog dalam rangka pemugasan pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan
persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras tahun 2007 pada pasal 1 ayat
1 menyatakan bahwa, pemerintah melalui perusahaan umum bulog
menyelenggarakan program raskin untuk memberikan perlindungan kepada
rumah tangga miskin melalui bantuan beras bersubsidi guna memenuhi kebutuhan
gizi dan mengurangi beban pengeluaran keluarga.
Program raskin ini merupakan salah satu program pemerintah dalam
rangka untuk mensejahterakan masyarakat miskin. Usaha kesejahteraan sosial ini
dibutuhkan karena pada berbagai negara terdapat warga negara masyarakat yang
mempunyai kebutuhan dan masalah di luar kemampuan mereka untuk
mengatasinya. Hal ini tentunya ditunjang dengan perkembangan di dunia, bahwa
kesejahtraan sosial dan juga usaha kesejahtraan sosial telah diterima dan diakui
masyarakat industri modern sebagi salah satu fungsi guna membantu masyarakat
dalam mengatasi masalah mereka. Banyak masalah yang dihadapi warga
masyarakat dewasa ini, bila menelusuri terkait dengan perubahan sosial yang
terjadi secara cepat.
Undang undang No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok
Kesejahtraan Sosial mengamanatkan bahwa setiap warga berhak atas taraf
kesejaahtraan sosial yang sebaik-baiknya dan kewajiban untuk sebanyak mungkin
ikut serta dalam usaha-usaha kesejahtraan sosial.
7
Ketentuan pokok Kesejahtraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial materi dan spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kiebutuhan
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia dengan Pancasila.
Namun Kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia, masih merupakan
suatu kata yang masih menjadi “cita-cita bangsa”. Keadaan yang terjadi justru
menggambarkan kebalikan dari pada kemakmuran yaitu kemiskinan. Kemiskinan
telah menjadi momok bagi bangsa kita yang belum dapat diatasi oleh negara dan
pemerintah dimana tingkat pendidikan yang rendah dan kesulitan ekonomi
menjadi salah satu alasan mengapa kemiskinan menjadi hal yang tidak kunjung
bisa dipecahkan.
Kemiskinan akan memberikan masalah sosial yang lainnya seperti tindak
kejahatan. Disinilah diperlukan suatu tindak upaya yang berarti dan tepat untuk
mengatasi masalah ini, salah satunya dengan membuka lapangan kerja yang baru
dan memberikan suatu bantuan secara langsung yang dapat meringankan beban
hidup masyarakat miskin.
8
Sebagai kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Konseptual
9
DAMPAK SOSIAL
EKONOMI
PEMBAGIAN RASKIN
DAMPAK NEGATIFDAMPAK POSITIF
EKONOMI
INTERAKSI
KONFLIK
KECEMBURUAN SOSIAL
STATUS SOSIAL
E. Definisi operasional
Berdasarkan faktor-faktor di atas penulis akan meneliti dampak sosial
apakah yang terjadi dari program pembagian beras miskin dengan batasan
pengertian sebagai berikut :
1. Pogram
Program adalah serangkaian instruksi berurutan yang ditulis untuk melakukan
serangkaian tugas.
2. Raskin
Bantuan beras yang di berikan oleh pemerintah dalam upaya memberikan
perlindungan kepada keluarga miskin atau rawan pangan melalui
pendistribusian bahan pangan pokok (beras), dengan ketentuan maksimal
15Kg/KK bulan, dengan harga Rp. 24.000/15Kg
3. Keluarga miskin
Suatu bagian masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan secara
biologis yang hidup dan tinggal dalam rumah yang standar kehidupan
ekonominya rendah atau tingkat pendapatannya relatif kurang untuk
memenuhi kebutuhan dasar pokok seperti, sandang, pangan maupun papan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, standar garis kemiskinan
masyarakat Indonesia sebesar Rp 212 ribu per bulan atau sama dengan Rp
7.000 per hari.
10
4. Dampak sosial
Analisa dampak sosial adalah suatu kajian yang dilakukan terhadap kondisi
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sebagai akibat dari pelaksanaan
suatu kegiatan pembangunan disuatu wilayah atau area. Kajian dilakukan
untuk menelaah dan menganalisa berbagai dampak yang terjadi
baik positif maupun negatif dari setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap pra
konstruksi, konstruksi, sampai tahap operasi
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yang diangkat, yakni “Dampak Sosial
Program Pembagian Beras Miskin di Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata
Kabupaten Soppeng”, maka penelitian yang akan dilakukan mengambil
lokasi di Kantor Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng.
Adapun Objek penelitian adalah Staf pegawai di Kelurahan Botto dan
masyarakat penerima Raskin. Alasan memilih lokasi adalah karena di
Kelurahan Botto ini sedang dilaksanakan Program Raskin.
2. Tipe dan Dasar Pokok Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian survey,
penelitian ini terbatas pada usaha mengungkap suatu masalah atau keadaan
sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar atau mengungkapkan fakta,
situasi atau kejadian, hasil penelitian ditekankan yaitu memberikan gambaran
11
atau penjelasan secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang
diselidiki.
3. Populasi dan Sampel
populasi adalah kelompok yang menjadi sasaran perhatian peneliti
dalam usaha memperoleh informasi dan menarik kesimpulan. Sedangkan
pengertian sampel yaitu keseluruhan atau sebagian dari populasi yang diambil
dan mewakili populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat penerima
raskin Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng, yaitu 153
KK.
Karena jumlah populasinya cukup besar maka akan ditarik sampel.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut Arikunto
(1997: 112) “Jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10 - 15% atau
20 - 25% atau lebih”. Berdasarkan pendapat Arikunto tersebut dan melihat
jumlah populasi yang termasuk besar, maka dalam penelitian ini sampel yang
dipilih berdasarkan random sampling dimana terwakili dan 20-25%. Jadi
sampel yang dipilih 30 % = 46 orang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan bagian instrumen pengumpulan
data yang menentukan berhasil atau tidaknya penelitian. Kesalahan dalam
12
menggunakan teknik pengumpulan data dapat berakibat fatal terhadap hasil-
hasil penelitian yang dilakukan. Sehingga hal ini menjadi sangat penting dalam
menentukan tercapainya tujuan penelitian.
Oleh karena itu untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian
ini maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data studi lapang. Studi
lapang ini dimaksudkan yaitu penulis langsung melakukan penelitian pada
lokasi atau obyek yang telah ditentukan. Studi lapang ditempuh dengan cara
sebagai berikut :
a. Observasi
Yakni mengadakan pengamatan secara langsung mengenai komunikasi
organisasi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap obyek penelitian.
b. Wawancara
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih
lengkap terhadap responden di lokasi penelitian.
c. Angket
Dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan dan daftar cocok kepada
responden.
5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang di gunakan adalah
teknik analisa deskriptif kualitatif dengan pendekatan kualitatif yaitu
menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Data yang telah didapatkan
13
dari hasil penelitian dilapangan kemudian dikumpulkan serta diolah dan
dianalisis dengan menggambarkan, menjelaskan dan memberikan komentar
dengan menggunakan tabel tunggal.
Rumus teknik analisis deskriptif yang dimaksud dapat dikutip rumus
yang diajukan oleh Muhammad Ali (1985 : 184) yaitu :
π % = N
Keterangan :
% = Persentase
π = Nilai yang diperoleh
N = Jumlah seluruh nilai
14
X 100
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEMISKINAN
Kemiskinan pada umumnya di definisikan berdasarkan segi ekonomi
khususnya pendapatan berupa uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan
non-material yang diterima seseorang. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi
yang berada dibawah nilai standar kebutuhan minimum baik untuk makan dan
non makan, yang disebut dengan garis kemisikinan (poverty line) atau batas
kemiskinan (poverty threshold).
Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap
individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per
orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian,
kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya
Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya
upaya untuk melakukan pendefenisian. Sehubungan dengan hal ini, perlu disadari
bahwa kemiskinan telah dipelajari oleh berbagai ilmuwan sosial yang berasal dari
latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab itu, wajar apabila kemudian
dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran tentang masalah kemiskinan.
Dalam konsep ekonomi, misalnya studi masalah kemiskinan akan segera terkait
dengan konsep standar hidup, pendapatan dan distribusi (Soetomo: 1995, 117).
15
Kemiskinan memiliki beberapa ciri yaitu :
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup dasar (pangan, sandang,
pangan).
b. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).
c. Ketiadaan jamonan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan
dan keluarga).
d. Kerentana terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
e. Rendahnya kualitas sumber daya maunusia dan keterbatasan sumber daya
alam.
f. Ketidak terlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
g. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
h. Ketidak mampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
i. Ketidak mampuan dan ketidak beruntungan sosial ( anak terlantar, wanita
korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan
terpencil).
Dari pengalamanya yang luas melalui keterlibatannya dalam program-
program pembangunan desa dibeberapa negara Asia dan Afrika, Chamber
(1987: 145) dalam Soetomo mengemukakan dimensi yang lebih luas
berkaitan dengan masalah kemiskinan di daerah pedesaan. Berbagai dimensi
16
tersebut juga dikatakan saling berkaitan satu sama lain dalam posisi
memperkokoh kondisi kemiskinan itu sendiri.
Oleh sebab itulah dia menamakannya sebagai prinsip kemiskinan yang
esensinya tidak berbeda dengan lingkaran kemiskinan dan sindrom
kemiskinan seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. Faktor-faktor yang
membentuk jaringan berupa perangkap kemiskinan tersebut adalah :
Kemiskinan, kelemahan fisik, isolasi, kerentanan dan ketidak berdayaan.
Saling berhubungan dan saling berpengaruh kelima faktor tadi
diuraikan dengan cukup jelas. Diantara kelima faktor tadi, kemiskinan
ditunjuk sebagai faktor yang paling menentukan dibandingkan yang lain.
Standar garis kemiskinan masyarakat Indonesia saat ini layaknya
mencapai sekitar Rp 300 ribu–Rp 350 ribu per bulan dengan pengindeksnya
menggunakan inflasi pangan, bukan inflasi umum. Sebab daya beli
masyarakat Indonesia masih rendah, yaitu sebagian besarnya (70%) untuk
konsumsi pangan.
Daya beli di kita (Indonesia) itu relatif kecil, apalagi harga pangan
mudah bergejolak. Dibandingkan dengan Vietnam yang PDB-nya masih
dibawah kita saja mempunyai standar kemiskinan Rp 450 ribu per bulan, kata
Pengamat Ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif
Adam di Jakarta.
Menurut Latif, cara perhitungan LIPI tersebut hampir sama dengan
yang dilakukan Bank Dunia. Begitu juga dengan hasilnya, yang
17
memperkirakan standar garis kemiskinan di Indonesia itu sekitar US$ 1,5.
Sehingga apa yang dilakukan pemerintah saat ini perlu mendapatkan kajian
yang lebih mendalam lagi.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, standar garis
kemiskinan masyarakat Indonesia sebesar Rp 212 ribu per bulan atau sama
dengan Rp 7.000 per hari.
Hal tersebut kalau diukur berdasarakan nilai kurs saat ini memang jauh
dibawah standar hidup layak yang ditetapkan Bank Dunia yaitu US$ 1 dan
US$ 2. Karena nilai kurs rupiah terhadap dollar AS saat ini rata-rata Rp
8.500/US$,” kata Kepala BPS Rusman Heriawan akhir pekan lalu.
Namun, Rusman mengatakan nilai kurs tidak bisa dijadikan acuan
untuk membandingkan standar kemisikinan antara negara. Menurut dia, hal
itu tidak fair. Karena itu, kata dia pemerintah menggunakan purchasing power
poverty (PPP), yaitu daya beli dari sejumlah uang yang dimiliki masyarakat.
Uang US$ 1 memiliki nilai yang lebih kecil apa bila dibelanjakan di AS,
tetapi kalau uang tersebut dibelanjakan di Indonesia akan lebih banyak barang
yang dibeli.
Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnyamelihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminyadari sudut
ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanyadigunakan
18
untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".Kemiskinan dipahami
dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup
kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan
barang- barang dan pelayanan dasar.
b. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan
sosial,ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalammasyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilansosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini
mencakupmasalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada
bidang ekonomi.
c. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai.Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-
bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan
relatif,kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin
relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di
bawahkemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaikitingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.Kemiskinan Absolut
19
adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkansumberdaya yang cukup untuk
memenuhi kebutuha dasar.
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalahsebagai berikut:
a. Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkatdi setiap 10 tahun menurut hasil
sensus penduduk. Menurut data Badan PusatStatistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia
memiliki 179 juta lebih penduduk.Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk
meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan
pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah
2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari
atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini
membawaIndonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India
danAmerika.Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk
dengankeadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja
tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim
ditambahdengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung
membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
b. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja
dan bukantenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang
berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang
satudengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum
20
10tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk berumur
10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenagakerja yang
selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori beban ketergantungan.Tenaga kerja
(manpower) dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan
bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenagakerja atau penduduk
dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaannamun untuk sementara tidak
bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Seangkan yangtermasuk sebagai bukan angkatan
kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja yangtidak sedang bekerja, tidak mempunyai
pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya
bersekolah, mengurus rumahtangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi bukan
merupakan imbalanlangsung atas jasa kerjanya.Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula
menjadi dua subkelompok yaitu pekerjadan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja
adalah orang-orang yangmempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai
pekerjaan danmemang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan namun
sedangtidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang yang
ridak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan
mencari pekekerjaan.
c. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya
pembagianhasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya.
Kriteriaketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional
yangdinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan
21
rendah(penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20%
penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan
ketidakmerataandistribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan
rendahmenikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggapsedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan
rendah menikmati 12hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk
miskinmenikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukupmerata.
(Dumairy, 1996) Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka
lakukanrelatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada
sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut
jugasebagai ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat
menyebabkaninefisiensi ekonomi.
Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata ± rata bearapa pun,
ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakinkecilnya bagian populasi
yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atausumber kredit. Selain itu
ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien. Ketimpangan yang tinggi
menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan
kualitas universal pendidikan dasar, dankemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan
yang semakin melebar. (Todaro,2006)Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini
berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja
berupa ketimpanganhasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita tetapi juga
22
ketimpangankegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata
berupaketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral dan
ketimpanganregional.
Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan
menelaah perbedaan mencolok dalam aspek ±aspek seperti penyerapan tenaga kerja,
alokasidana perbankan, investasi dan pertumbuhan.Sepanjang era PJP I (lima pelita) yang
lalu, sektor pertanian rata ± rata hanyatumbuh 3, 54 persen per tahun. Sedangkan sektor
industri pengolahan tumbuhdengan rata-rata 12,22 persen per tahun.
Di Repelita VI sektor pertanian saat ituditargetkan tumbuh rata-rata 3,4 persen per
tahun, sementara pertumbuhan rata-ratatahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4
persen per tahun. Tidak sepertimasa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat
sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor
industry pengolahaan,selama Repelita VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang
tertinggi suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuanmenjadikan
Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakahketimpangan
ini apat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihalketepatan keputusan
menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karenaakan sangat berdampak bagi
pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan.(Dumairy, 1996).
23
d. Tingkat pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakansalah satu penyebab kemiskinan di
suatu negara Ini disebabkan karena rendahnyatingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan
tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali
dibuthkan lebih banyak teanga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat
membaca dan menulis.Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang
terbesar manfaatnyadibandingkan faktor-faktor produksi lain. ( Irawan, 1999).
e. Kurangnya perhatian dari pemerintah.
Pemerintah yang kurang peka terhadaplaju pertumbuhan masyarakat miskin dapat
menjadi salah satu faktor kemiskinan.Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkatkemiskinan di negaranya.
B. PEMBANGUNAN PEDESAAN
1. Masyarakat Pedesaan
Hingga saat ini belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan
masyarakat pedesaan dalam bentuk pengertian yang baku. Akan tetapi,
pedesaan memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau
kehidupannya. Dalam keadaan yang sebenarnya, pedesaan dianggap sebagai
standar dan pemeliharaan sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan
asli seperti gotong royong, tolong menolong, keguyupan, persaudaraan,
kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat, nilai-nilai dan norma.
24
Pedesaan acap kali dideskripsikan sebagai tempat kehidupan
masyarakat dimana anggota masyarakatnya bergaul dengan rukun, tenang,
selaras dan akur. Konflik sosial biasanya berkutat pada peristiwa kehidupan
sehari hari, misalnya hal kepemilikan tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan
antara kaum muda dan tua, dan persoalan antara wanita dan pria. Pedesaan
juga sering kita pahami sebagai tempat yang tentram, tenang, gugup, dan
rukun (M. Munandar. 1986; 129) dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip
Ciri-ciri masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut:
1. Di dalam masyarakat pedesaan memiliki hubungan yang lebih mendalam
dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar
batas-batas wilayahnya.
2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
(gemeinschaft atau paguyuban)
3. Sebagian besar warga masyarakat hidup dari pertanian. Pekerjaan-
pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part
time) yang biasa mengisi waktu luang.
4. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian,
agama, adat-istiadat dan sebagainya.
Masyarakat pedesaan identik dengan istilah “gotong-royong” yang
merupakan kerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka.
Kerja Bakti itu ada dua macam:
25
1. Kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga
masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
2. Kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya tidak dari inisiatif
warga itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
2. Hakikat Dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Beberapa gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan:
1. Konflik (pertengkaran)
2. Kontraversi (pertentangan)
3. Kompetisi (persiapan)
4. Kegiatan pada masyarakat pedesaan
3. Unsur-unsur Desa
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta
penggunaanya. Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan,
kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat. Tata
kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga
desa.
Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak berdiri sendiri.
26
4. Fungsi Desa
Pertama, dalam hubungan dengan kota, maka desa yang merupakan
“hinterland” atau daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah
pemberian bahan makanan pokok.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai
lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang
tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan
desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan dan sebagainya.
Dari uraian tersebut maka secara singkat ciri-ciri masyarakat pedesaan di
Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Homogenitas social
Bahwa masyarakat desa terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja,
sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen.
Hubungan primer pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan
dilakukan secara musyawarah.
b. Kontrol sosial yang ketat
Setiap anggota masyarakat saling mengetahui masalah yang dihadapi
anggota lain bahkan ikut menyelesaikannya.
c. Gotong royong
27
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan
subur dan membudaya.
d. Ikatan sosial
Setiap anggota masyarakat pedesaan diikat dengan nilai-nilai adat dan
kebudayaan secara ketat.
e. Magis religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat
mendalam.
f. Pola kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian,
perkebunan, perikanan, dan peternakan.
5. Perbedaan Desa dan Kota
Ada beberapa ciri yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
membedakan antara desa dan kota, antara lain :
a. Kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan
desa.
b. Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan diperkotaan.
Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas, udaranya
bersih, sinar matahari cukup dan lain sebagainya. Sedangkan dilingkungan
perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal, bangunan-
bangunan menjulang tinggi dan pemukiman yang padat.
28
c. Kegiatan utama penduduk desa berada di sector ekonomi primer yaitu
bidang agraris (pertanian)
d. Corak kehidupan social di desa dapat dikatakan masih homogin (satu
jenis), sebaliknya di kota sangat heterogin (beraneka ragam) karena di
sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok dan masing-
masing memiliki kepentingan yang berlainan.
e. Sistem pelapisan social di kota jauh lebih kompleks daripada di desa.
f. Mobilitas (kemampuan bergerak) sosial di kota jauh lebih besar daripada
di desa.
g. Bila terjadi pertentangan, diusahakan untuk dirukunkan, karena memang
prinsip kerukunan inilah yang menjiiwai hubungan sosial pada masyarakat
pedesaan.
h. Jumlah angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan tetap di pedesaan
jauh lebih besar daripada di perkotaan.
Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses
pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian wilayah, sekaligus Mengindikasikan perubahan terhadap aspek
kehidupan social ekonomi masyarakat desa. Dampak perubahan yang
signifikan meliputi perubahan mata pencaharian, dimana terjadi pergeseran
orientasi dari sektor pertanian menjadi sektor industri, jasa dan perdagangan
yang berkembang pesat yang terakumulasi dari proses modernisasi dalam
perkembangannya. Untuk memulai perkembangan, dalam historis setiap
29
negara terdapat suatu momen optimal yang seharusnya mampu diselaraskan
dalam berbagai perspektif baik ekonomi maupun sosial dan politik yang
senantiasa dikait dengan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan (way
of life) dalam perspektif klasik petani) mayoritas penduduk Indonesia.
Dampak positif maupun negatif pembangunan ekonomi nasional yang
telah dilaksanakan selama ini terhadap perubahan struktur ekonomi baik
nasional maupun pedesaan, dimana terjadi pergeseran baik sektoral, spasial
maupun institusional dan proses transformasi ekonomi. Dampak positip
terutama pada perkembangan tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat
pedesaan yang terkait dengan perubahan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha.
Dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, meningkatnya
kecemburuan sosial, munculnya kesenjangan masyarakat desa-kota,
khususnya persaingan meraih kesempatan kerja dan pendapatan karena
perbedaan produktivitas pertanian dan non pertanian akibat makin terbatasnya
lahan usahatani, tingkat pendidikan dan ketrampilan. Bergesernya nilai-nilai
dan norma-norma yang selama ini dialiniasi masyarakat desa merupakan
dampak negatip pembangunan dalam aspek sosio-kultural akibat tekanan
budaya dari para migran.
Adapun model pembangunan yang dibutuhkan oleh dunia ketiga atau
negara berkembang menurut Schramm yang dikutip oleh Zulkarimein
(1996:26) adalah suatu pembangunan yang penekanannya lebih pada suatu
30
rangkaian (seri) model nasional yang dibuat oleh bangsa yang bersangkutan
yang, (1) didasarkan pada pemahaman yang menyeluruh mengenai kebutuhan
nasional, (2) bergerak pada kecepatan berapa saja yang layak dan (3)
diarahkan menuju apa yang dipersepsikan oleh negara yang bersangkutan
sebagai tujuannya.
Pada dasarnya perubahan-perubahan yang terjadi di negara-negara
baru merdeka setelah Perang Dunia ke-2 adalah perubahan sosial, ekonomi
dan politik sehingga jika hal tersebut kita golongkan maka menjadi
modernisasi (modernization), pembangunan (development) dan perubahan
(change)
Menurut Learner (Bintoro, 1987:2.2) modernisasi adalah suatu proses
yang sisteimatis yang menyangkut perubahan kependudukan, ekonomi,
politik, komunikasi dan sektor kebudayaan dalam suatu masyarakat. Untuk
menjadi modern, anggota masyarakat harus memiliki mobilitas baik dalam
arti fisik maupun psikis. Mobilitas fisik berarti kebergerakan anggota
masyarakat termasuk perpindahan dari desa ke kota. Pemodernan menyangkut
suatu perubahan menyeluruh karakter atau watak yang mengarah atau menuju
kepada mobilitas psikis.
Menurut Rogers dan Svenning (Zulkarmein, 1996:17) modernisasi
merupakan proses perubahan individual dari gaya hidup tradisional ke suatu
31
cara hidup yang lebih kompleks secara teknologi lebih maju dan berubah
cepat. Dengan demikian modernisasi tidak selamanya harus dianggap
mengandung arti hal-hal “baik” dan modernisasi tidaklah selalu berdimensi
tunggal. Modernisasi harus dipandang sebagai suatu proses yang menyangkut
interaksi banyak faktor sehingga harus lebih dari satu aspek individual yang
yang diukur guna menentukan statusnya dalam kontinum modernisasi .
Variabel-variabel seperti tingkat kehidupan, aspirasi, melek huruf dan
pendidikan, partisipasi politik, kekosmopolitan dan komunikasi semuanya
faktor yang menentukan moderniasasi. Modernisasi menimbulkan perubahan
besar di bidang nilai, sikap dan keribadian (manusia modern). Menurut
Learner dalam Lauer (1993:440) manusia modern adalah orang yang gemar
mencari sesuatu sendiri, mempunyai kebutuhan untuk berprestasi serta
gemar mencari sesuatu yang berbeda dari orang lain. Dengan kemampuan
demikian, memungkinkan individu melakukan komitmennya pada
modernisasi. Kemampuan menanggulangi kebutuhan baru ini juga
dikemukakakan oleh Inkles yaitu bahwa : “…untuk mengidentifikasi ciri-ciri
kemodernan individu dan masyarakat adalah berhubungan erat dengan faktor
pendidikan, pekerjaan, partisipasi dalam media massa dan dengan tarap
tertetentu hingga urbanisasi (Lauer, 1993:151).
Apabila kita lihat bagaimana ciri-ciri dari modernisasi, baik yang
dikemukakan oleh Inkles maupun Rogers, tentunya negara-negara dunia ke-3
32
yang baru berkembang agak sulit untuk mewujudkan modernisasi di atas.
Ada empat alasan mengapa komitmen terhadap modernisasi sukar dicapai
antara lain karena : (1) rakyat dituntut meninggalkan cara-cara lama, terutama
pola hubungan lama, (2) rakyat biasanya dituntut mengorbankan kepentingan
pribadi demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa, (3) rakyat
mungkin dituntut mengerjakan tugas-tugas yang karena satu dal lain hal
menimbulkan ketegangan psikis, serta (4) pemimpin yang menuntut rakyatnya
berkorban itu kurang menunjukan tanda-tanda berkorban (Lauer, 1996:424).
Dengan demikian untuk mencapai modernisasi sering diperlukan
pengorbanan-pengorbanan yang tidak seimbang karena sering terjadi faktor
disfungsional adakalanya lebih dominan daripada faktor funsionalnya itu
sendiri. Misalnya dengan adanya sektor industri yang bersifat mekanistik di
satu sisi akan mendatangkan devisa bagi negara, tapi disisi lain dengan
adanya hal ini akan meningkatkan angka pengangguran yang tinggi. Contoh
lain, pembukaan lahan baru akan menimbulkan arus transpormasi menjadi
lebih terbuka, tapi akibat dari pembukaan lahan tersebut akan mabawa
dampak bagi struktur sosial penduduk setempat. Keadaan inilah kiranya
yang belum bisa diantisipasi sebagai dampak dari modernisasi termasuk di
negara kita yang tergolong ke dalam negara yang sedang berkembang.
33
C. PROGRAM RASKIN
Pemerintah tidak pernah berhenti memberikan perhatian untuk
memakmurkan rakyatnya. Optimalisasi dan efisiensi program-program yang
melindungi rakyat bawah terus digalakkan. Hal tesebut sebagai bentuk kewajiban
yang harus dilaksanakan pemerintah sebagaimana yang terlihat dalam program
Beras untuk Rakyat Miskin atau yang lebih dikenal dengan raskin.
Raskin merupakan program pemerintah untuk memerankan fungsi sejati
negara terhadap keamanan pangan rakyatnya. Program ini berupaya memenuhi
ketersediaan pangan rakyat sehingga tidak ada lagi rakyat yang kelaparan akibat
kurangnya akses pangan. Tindakan semacam ini menjadi penting di tengah usaha
pemerintahan SBY dalam menekan angka kemiskinan yang sudah tercipta pada
pemerintahan sebelumnya.
Pada tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak
34 juta jiwa. Kondisi ini mengindikasikan jumlah rakyat yang rentan terkena
krisis pangan cukup besar, khususnya bagi rakyat miskin. Di sinilah dibutuhkan
usaha keras pemerintah untuk terus menekan angka kemiskinan dengan
melindungi keamanan pangan mereka.
Sebagaimana dijelaskan pemerintah melalui kementerian koordinator
kesejahteraan rakyat, pada tahun 2008 pemerintah sudah menyalurkan dana
subsidi Raskin sekitar Rp 11,6 triliun. Subsidi tersebut diberikan kepada 19,1 juta
34
Rumah Tangga Sederhana (RTS). Dari keseluruhan tersebut, ditaksir sudah
direalisasikan oleh pemerintah sekitar 96,27 persen atau sekitar 3,2 ton beras.
Keberhasilan pemerintah dalam merealisasikan program raskin pada tahun
2008 juga diamini oleh Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar.
Menurutnya, realisasi raskin cukup memuaskan. Dia menjelaskan bahwa Bulog
mampu memenuhi tingkat distribusi sekitar 3,2 juta ton dari target 3,3 juta ton
beras untuk rakyat miskin. Sebuah target cukup memuaskan, kendati tidak 100
persen terealisasi karena kendala beberapa hal.
Mengacu pada tahun 2008, harga jual beras program Raskin sebesar
Rp1.600 per-kilogram (kg) atau naik enam ratus rupiah dari harga tahun
sebelumnya. Saat itu, harga jual raskin dinaikkan karena untuk menyesuaikan
harga penjualan Bulog dari Rp 4.619,99 per kg menjadi Rp 4.900 per kg. Ini
diakibatkan adanya kenaikan biaya angkut, HPP, dan biaya buruh.
Program raskin ini sangat membantu keluarga-keluarga miskin untuk
memenuhi kebutuhan pangan mereka. Dengan kebijakan setiap Rumah Tangga
Miskin (RTM) mendapatkan sekitar 15 kg jatah beras, tentu program ini sangat
meringankan beban rakyat. Tidak heran jika pemerintahan SBY pada tahun 2009
ke depan akan tetap melanjutkan dan berusaha memaksimalkan program raskin
agar semakin bermanfaat bagi rakyat.
Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran RumahTangga Miskin
melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalambentuk beras, Sasaran Program
35
Raskin Tahun 2010 adalah berkurangnya bebanpengeluaran 17,5 juta RTS berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), melaluipendistribusian beras bersubsidi sebanyak 2,73 juta ton
selama setahun denganharga tebus Rp 1.600 per kg netto di Titik Distribusi.
Prinsip pengelolaan Raskin adalah suatu nilai-nilai dasar yang
selalumenjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan
maupuntindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan
Raskin. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan
Raskin.Keberpihakan kepada Rumah Tangga Miskin (RTM), yang maknanya
mendorongRTM untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengendaliandan pelestarian seluruh kegiatan Raskin baik di desa dan kecamatan,
termasuk menerima manfaat atau menikmati hasilnya. Transparansi, yang
maknanyamembuka akses informasi kepada lintas pelaku Raskin terutama
masyarakatpenerima Raskin, yang harus tahu, memahami dan mengerti
(www.bapeda- jabar.go.id).
Kepala desa/lurah sebagai penanggung jawab di tingkat desa/kelurahanbertanggung
jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaranHPB dan
adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk pelaksanaandistribusi Raskin di wilayahnya,
kepala desa/lurah dapat memilih dan menetapkansalah satu dari 3 alternatif Pelaksana Distribusi
Raskin yaitu :
1)Kelompok Kerja (Pokja)
2)Warung Desa (Warde
36
3)Kelompok Masyarakat (Pokmas)
Pembentukan Pokmas dan Warung Desa diatur dalam Pedoman Teknistersendiri yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin
a) Kedudukan
Pelaksana Distribusi Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawabkepada kepala
desa/lurah.
b) Tugas
a. Menerima dan mendistribusikan beras Raskin dari Satker Raskin
danmenyerahkan/menjual kepada RTS-PM Raskin di Titik Distribusi (TD).(2)
b. Menerima Hasil Penjualan Beras (HPB) dari RTS-PM Raskin secara tunaidan
menyetorkan ke rekening Bank yang ditunjuk Divre/Subdivre/KansilogPerum
BULOG atau menyetor secara tunai kepada Satker Raskin.
c. Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Berita Acara SerahTerima
(BAST) dan Daftar Penjualan Beras sesuai model DPM-
c) Fungsi
a. Pendistribusian Raskin kepada RTS-PM Raskin.(2)
b. Penerimaan uang hasil penjualan beras Raskin secara tunai dari RTS-
PMRaskin dan penyetorannya kepada Satker Raskin atau ke rekening bank yang
ditetapkan Divre/Subdivre/Kansilog Perum Bulog.(3)
c. Pengadministrasian distribusi Raskin kepada RTS-PM Raskin
37
D. PENERIMA RASKIN (RTS)
Jumlah rumah tangga sasaran (RTS) yang menerima beras untuk warga
miskin (raskin) tahun 2011 sebanyak 17.488.007, dengan total pagu sekitar 3,147
juta ton. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2010 yang hanya 2.972 ton
dengan RTS yang sama. Di Sulawesi Selatan (Sulsel) sendiri, tahun 2011 pagu
raskin sebesar 92 ton untuk 514.120 RTS, menurun dari 2010 lalu dengan pagu
raskin 102 ton untuk 604.693 RTS.
Sejak 2009 pemerintah telah mengeluarkan dana untuk raskin sebesar Rp
12,9 triliun, tahun 2010 sebesar Rp 13,9 triliun dan tahun 2011 ini naik menjadi
Rp 15,3 triliun,” ujar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra)
Agung Laksono saat melakukan peluncuran dan sosialisasi raskin 2011,
khususnya untuk wilayah Indonesia Timur di Makassar, Selasa (11/1) di Kantor
Gubernur Sulsel.
Meskipun pada 2010 lalu harga beras sejak awal hingga akhir tahun terus
mengalami kenaikan, tahun 2011 raskin tetap disalurkan. Bahkan, akhir
Desember 2010 lalu pemerintah melakukan penambahkan pagu raskin dengan
diadakannya raskin ke-13 sebanyak 105 ton, waktunya memang sangat singkat,
namun penyalurannya bisa direalisasikan dengan baik.
Kebutuhan rumah tangga miskin per bulan sebesar 33-34 kg, dengan
adanya raskin 15 kg per bulan bisa menutup 45 persen dari kebutuhan RTS.
“Penyaluran raskin ini sangat menolong pengeluaran RTS dan mengurangi laju
38
kenaikan harga beras. Kita berharap, tidak ada lagi rakyat Indonesia yang
kelaparan,” katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa penerima manfaat raskin sama dengan tahun
lalu, setiap RTS memperoleh 15 kg/bulan dengan harga Rp 1.600/kg atau 180 kg
per tahunnya. Harga Ini harus dipertahankan, sedangkan untuk ongkos angkutnya
kan dibebankan kepada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) demi
membantu kelancaran penyalurannya kepada RTS.
Sementara itu, Dirut Bulog, Sutarto Ali Muso memaparkan, untuk 2011
ini pemerintah akan menyalurkan raskin jatah empat bulan. Dia juga berharap
dengan bantuan pemerintah daerah realisasi raskin bisa mencapai hasil maksimal,
sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Menurutnya, realisasi raskin lima tahun terakhir mengalami fluktuasi,
tahun 2005 realisasi 99,96 persen dengan alokasi 20 kg per bulan per RTS untuk
12 bulan , 2006 naik 99,97 persen dengan alokasi 15kg per bulan per RTS untuk
10 bulan , tahun 2007 turun 99,96 persen dengan alokasi 10 kg per bulan per RTS
untuk 11 bulan, 2008 turun 96,83 persen dengan alokasi 15 kg per bulan per RTS
untuk 12 bulan, 2009 naik 97,74 persen dengan alokasi yang sama dan 2010 naik
98,52 persen dengan alokasi yang sama, ditambah raskin ke-13 pada akhir
Desember 2010 yang realisasinya 43 persen.
39
E. DAMPAK SOSIAL
Dampak dan Pengaruh (Impact) adalah keinginan untuk membujuk,
meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Kompetensi ini
menekankan pada keinginan untuk mempengaruhi atau menimbulkan dampak
pada orang lain (www.artikata.com) sedangkan sosial Sosial adalah cara tentang
bagaimana para individu saling berhubungan (Enda M.C).
Analisa dampak sosial adalah suatu kajian yang dilakukan terhadap
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sebagai akibat dari pelaksanaan
suatu kegiatan pembangunan di suatu wilayah atau area. Kajian dilakukan untuk
menelaah dan menganalisa berbagai dampak yang terjadi baik positif maupun
negatif dari setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap pra konstruksi, konstruksi,
sampai tahap operasi.
a. Tahapan Kegiatan Pembangunan yang Dianalisa
Tahapan Kegiatan pembangunan yang dianalisa dalam kajian dampak
sosial meliputi :
Tahap Pra Konstruksi, yaitu suatu tahapan kegiatan sebelum kegiatan
pembangunan dilaksanakan. Pada tahap ini kegiatan yang
dilaksanakan meliputi kegiatan survey pendahuluan dan
40
kegiatan pembebasan lahan, apabila belum tersedia lahan untuk kegiatan
pembangunan. Apabila di lokasi rencana pembangunan terdapat banyak
permukiman penduduk, maka perlu dilakukan kegiatan resettlement atau
pemindahan penduduk ke lokasi lain. Identifikasi dampak sosial pada
tahap ini meliputi keresahan sosial, perubahan mata pencahariaan,
pendapatan penduduk, sikap dan persepsi penduduk, dan konflik sosial.
Apabila terdapat kegiatan resettlement, maka kajian dampak sosial
menjadi lebih luas meliputi perubahan mata pencahariaan,
perubahan pola kebiasaan masyarakat di lokasi baru, serta konflik sosial.
Tahap Konstruksi, adalah suatu tahapan kegiatan pembangunan fisik dari
rencana proyek yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini kegiata
pembangunan yang akan dilaksanakan sangat tergantung pada rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahapan kegiatan konstruksi yang
dianalisa meliputi : pembukaan lahan, cut and fill, pemasangan tiang
pancang, dan kegiatan pembangunan. Umumnya pada tahap konstruksi
dampak sosial yang dianalisa adalah sampai sejauh mana kegiatan
konstruksi dapat memberikan manfaat positif bagi terciptanya peluang
kerja dan usaha bagi masyarakat lokal. Semakin besar dampak positif
yang dapat dirasakan, maka dampak kegiatan pembangunan semakin
positif. Dampak negatif yang biasa dianalisa terutama terkait dengan
terjadinya persaingan antara pekerja lokal dan pekerja non lokal.
41
Diidentfikasi kemungkinan terjadinya kecemburuan sosial antara tenaga
kerja lokal dan non lokal dengan adanya peluang kerja dan usaha.
Tahap Operasi, adalah suatu tahapan beroperasinya
kegiatan pembangunan yang direncanakan. Pada tahap ini yang dianalisa
terutama terkait dengan kontribusi kegiatan pembangunan terhadap
peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal. Tersedianya peluang
kerja dan usaha diharapkan dapat memberikan manfaat lanjutan
(multiplier effect) bagi perekonomian daerah. Juga manfaat lain yang
dapat dirasakan bagi peningkatan pendapatan asli daerah
dengan adanya pungutan retribusi, pajak penghasilan, PBB, dan lain-lain.
b. Pentingnya Analisa Dampak Sosial
Pembangunan selain memberikan banyak manfaat tidak jarang sering
menimbulkan berbagai dampak negatif bagi masyarakat dikarenakan di
dalam proses perencanaan kurang memperhatikan kebutuhan dan dan
permasalahan yang ada di masyarakat. Kajian terhadap berbagai dampak
rencana pembangunan maupun kegiatan pembangunan yang sudah berjalan
sangat diperlukan agar masyarakat sebagai penerima dampak langsung dapat
merasakan manfaat dari keberadaan pembangunan yang dilaksanakan.
42
c. Dampak Sosial Ekonomi
Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh nilai-nilai etika
yang tertanam pada bangsa tersebut. Jika nilai etika yang kurang baik, yang
lebih dominan pada kehidupan bangsa maka kehidupan sosial pun
berdampak negatif. Begitu pula sebaliknya, jika nilai etika yang dominan
pada kehidupan masyarakat adalah nilai-nilai positif, maka hasilnya pun akan
positif. Hal ini menjadi acuan interaksi sosial dalam masyarakat. Salah satu
nilai-nilai negatif yang tampak jelas tertanam dalam berbangsa dan bernegara
adalah korupsi diberbagai bidang kehidupan, dari tingkat micro sampai
macro. Dan hal ini menjadi pemandangan wajib media cetak dan elektronik.
Nilai-nilai kekerasan adalah aspek lain yang biasa disuguhkan untuk
masyarakat dan masih banyak lagi yang tak dapat disebutkan, yang
kesemuanya merupakan cerminan dari kurangnya –kalau tidak dikatakan
rendah-tingkat ekonomi dan moral bangsa. Rendahnya tingkat sosial dan
moral suatu bangsa akan tercermin dari kehidupan bangsa tersebut secara
macro. Banyaknya penyelewengan sikap dan perbuatan personal merupakan
contoh nyata dari hal tersebut. Nilai kehidupan seperti inilah yang perlu
dibenahi ke arah yang lebih produktif sesuai dengan nilai-nilai etika bangsa.
Nilai-nilai yang dimaksud adalah sebagaimana tersirat dalam hadits
Rasulallah untuk “menghindari kefakiran” dalam kehidupan. Karena
kefakiran inilah yang membawa penyakit hati dalam diri manusia. Lalu
43
bagaimanakah menghindari kefakiran tersebut?. Al-Qur’an mengisyaratkan
kepada manusia untuk kreatif mencari karunia tuhan dengan segala
kemampuan, dan perubahan pada diri manusia adalah hasil kreatifitas
manusia itu sendiri. Oleh karena itu perbuatan manusia dalam interaksi sosial
harus memperhatikan keadaan lingkungan, sebagai kontrol kehidupan.
Kehidupan manusia yang semakin komplek, menjadikan kebutuhan
manusia semakin bertambah, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan
rohani. Kebutuhan jasmani bisa dicapai dengan bekerja, sedangkan
kebutuhan rohani didapat dengan belajar. Kedua kebutuhan tersebut
memerlukan nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu tingginya nilai
ekonomi akan berdampak pada status sosial, dan perubahan status sosial akan
berpengaruh pada nilai etika kehidupan.
Orang yang tidak pernah “cukup” dalam ekonomi adalah contoh
nyata terjadinya penyelewengan-penyelewengan aktifitas. Dan orang yang
“kurang” dalam ekonomi juga menjadikan rusaknya nilai etika dalam
kehidupan, karena dalam kondisi seperti ini memungkinkan lahirnya tindak
kekerasan dan kebrutalan. “Orang yang tidak pernah cukup” dan “orang yang
kurang” adalah kata kunci untuk merubah aktifitas sosial sesuai dengan nilai
etika, yakni memfilter aktifitas dengan nilai-nilai luhur agama. Hal ini
menjadi tanggung jawab setiap anggota masyarakat untuk selalu
ber-”ta’awanu alal birri wattakwa” dalam kehidupan, dan juga sebagai
penyeimbang hubungan sosial kemasyarakatan.Orang yang tidak pernah
44
cukup Nilai-nilai kehidupan akan berjalan harmonis, tatkala semua tindakan
anggota masyarakat tercover dalam aktifitas yang wajar. Kewajaran aktifitas
dapat terlihat dari rasa “syukur” terhadap semua nikmat yang telah diberikan
Tuhan kepada manusia. Rasa syukur inilah yang membatasi kata “cukup”
dalam aktifitas yang berlebihan.
Orang yang dalam hidupnya tidak pernah merasa cukup, maka
berapapun atau apapun yang diterimanya akan selalu dirasakan kurang dan
selalu saja berusaha mencari sesuatu yang lebih dari yang ia dapatkan. Dari
sinilah berawalnya seseorang untuk melalukan sesuatu yang mengarah
kepada hal negatif atau dengan kata lain akan menghalalkan segala cara.
Apalagi jika dalam dirinya tidak tertanam nilai-nilai agama yang kuat
maka akalnya akan rapuh dari logika positif, tidak mengenal haramnya
perbuatan yang dapat merugikan orang lain akibat kejahatan yang dilakukan,
tindakan korupsi misalnya. Hal ini berdampak pada rusaknya hubungan
interaksi sosial di masyarakat. Oleh karena itu “merasa cukup” dalam segala
hal akan meredam kestabilan kehidupan terutama masalah ekonomi.Orang
yang kurang ekonominya dalam banyak hal “diklaim” selalu membuat
permasalahan dimasyarakat, misalnya mencuri atau tindak kekerasan lainnya.
karena sering terjadi orang yang mencuri adalah orang yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi hal ini jangan digeneralisir
sebagai suatu perbendaharaan kegiatan menyimpang, bahwa pencurian
“pasti” dilakukan oleh orang yang kurang mampu ekonominya. Banyak
45
sebab penyakit tersebut timbul dimasyarakat, memang salah satunya adalah
kurangnya faktor ekonomi.
Selain itu kurangnya ekonomi juga dapat melahirkan jiwa-jiwa kerdil
yang selalu memotong kompas dalam kehidupan sehari-hari, yang pada
akhirnya timbullah pencurian, perampokan dan sifat brutal lainnya. selain itu
penegakkan hukum pun dirasa kurang maksimal dan tidak memihak kepada
keadilan yang sebenarnya. Hal ini menjadikan sifat tersebut tumbuh subur
sebagai realisasi aktifitas yang salah. Keadaan ini diperburuk dengan
keadaan ekonomi negara yang kurang menguntungkan bagi mereka yang
memang “kurang ekonominya” sejak awal. Naiknya harga-harga barang
pokok, yang berimbas kepada naiknya nilai kehidupan secara tidak langsung
juga membentuk mental negatif pada bangsa.
Sebab itulah pemerintah sebagai pemegang kebijakan mestinya
memikirkan jalan keluar untuk masyarakat yang kurang ekonominya, paling
tidak mengurangi beban kehidupan bukan malah menambah beban mereka.
Sebagai solusi dari pemikiran di atas adalah bahwa nilai-nilai keagaam
merupakan jalan “sakti” untuk mencegah hal tersebut. Orang yang tidak
pernah cukup dalam segala hal dan timbulnya aktifitas asusila lainnya
merupakan cerminan dari tidak adanya “rasa syukur” terhadap nikmat Tuhan.
Jika rasa syukur tertanam dalam diri setiap insan, maka segala pemberian
tuhan akan diterima dengan lapang dada dan penuh nilai ibadah. Selain itu
hubungannya dengan sesama anggota masyarakat pun akan terbentuk dengan
46
nilai-nilai kebersamaan, tidak ada curiga mencurigai atau bahkan
menghilangkan hak orang lain dalam dirinya. Kehidupan seperti inilah yang
“mungkin” didambakan semua orang dalam hidup berbangsa dan bernegara.
47
BAB III
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Botto
Kelurahan Botto merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kabupaten
Soppeng di mana kita ketahui bahwa Kabupaten Soppeng terkenal akan hewan
khas daerahnya yaitu kelelawar. Kelurahan Botto memiliki 2 lingkungan yaitu
Lingkungan Masewali dan Lingkugan Biccuin.
Kelurahan Botto merupakan salah satu kelurahan yang terletak di bagian
kota di Kabupaten Soppeng dengan batas-batas yaitu sebelah barat dengan
Kelurahan Bila sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Lapajung, sebelah
timur berbatasan dengan Kelurahan Lemba dan Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kelurahan Lalabata Rilau.
Luas wilayah Kelurahan Botto sekitar 1.547 ha. Sebagai pusat
pemerintahan kecamatan dan kabupaten, sebagian besar lahan di Kelurahan
Botto digunakan sebagai tempat tinggal, perniagaan. Ada juga sebagian kecil
penduduk yang bertani, berkebun dan beternak. Namun luas penggunaan lahan
tak begitu signifikan.
Secara umum keadaan topografi Kelurahan Botto adalah daerah dataran
dan perbukitan. Wilayah Lingkungan Masewali berada di dataran dan sebagian
Lingkungan Biccuing berada di daerah perbukitan.
48
Iklim Kelurahan Botto sebagaimana kelurahan/desa lain di wilayah
indonesia beriklim tropis dengan dua musim yakni musim kemarau dan musim
hujan.
Kelurahan Botto memiliki jumlah penduduk sebesar 5.180 jiwa . Menurut
data Kelurahan, jumlah penduduk Kelurahan Botto secara terperinci dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kelurahan Botto
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi
1. Laki laki 2593 50.05
2. Perempuan 2587 49.95
Jumlah 5180 100
Sumber : Laporan Bulanan Kelurahan bulan april 2011
Komposisi jumlah penduduk dapat di tunjukan dengan rasio jenis kelamin
dari berbagai Kelurahan di Kabupaten Soppeng. Dari tabel di atas terlihat bahwa
jumlah penduduk di Kelurahan Botto berjumlah 5.180. Jumlah penduduk yang
berjenis kelamin Laki-laki dan berjenis kelamin perempuan hampir setara
meskipun lebih banyak penduduk yang berjenis kelamin laki-laki
Menurut Emile Durkhaim adalah seorang ahli sosiologi Perancis yang
hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkhaim
49
menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Ia mengatakan, pada suatu wilayah dimana angka
kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk,
akan timbul persaingan di antara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup.
Dalam usaha memenangkan persaingan tiap-tiap orang berusaha untuk
meningkatkan pendidikan dan ketrampilan,dan mengambil spesialisasi tertentu.
Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan
kompleks.
Tabel 2Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Agama di
Kelurahan Botto
No Agama Frekuensi Persentasi
1. Islam 4850 96.09
2. Kristen Protestan 157 3.11
3. Kristen Katolik 35 0.69
4. Budha 5 0.11
Jumlah 5047 100
Sumber : Data Badan Pusat Statistik “Soppeng Dalam Angka 2010”
50
B. Sarana Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya.
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya
definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat
dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan
nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama
itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan
keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar
dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.
Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa
manusianya sendiri
Pada umumnya penduduk asli Kelurahan botto menganut agama islam,
perkembangan islam sedemikian pesat dan cepat dibuktikan dengan tempat-
tempat ibadah. Tempat-tempat ibadah itu dibangun sampai ke pelosok-pelosok
Kelurahan.
51
Tabel 3Distribusi Sarana Keagamaan di Kelurahan Botto
No Sarana Jumlah
1. Masjid 1
2. Mushalla 1
3. Gereja 2
Jumlah 4
Sumber : Papan Potensi Kelurahan Botto Tahun 2010
C. Sarana Pendidikan
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh.
Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional
tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikandi Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang
mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke-21 gelombang globalisasi
dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi
memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia
berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas
membandingkan kehidupan dengan Negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu
pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh
setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan memang telah
52
menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kiata seharusnya dapat meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya
manusia di Negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di
berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal
itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat
penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan
untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Ada banyak penyebab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik
pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu
pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah efektifitas, efisiensi
dan standardisasi pengajaran.
Pendidikan di Kelurahan Botto telah mengalami kemajuan, hal ini
dibuktikan dengan banyaknya sekolah di Kelurahan ini, berdasarkan data di
Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut
53
Tabel 4Distribusi Lembaga Pendidikan di Kelurahan Botto
No. Jenis Pendidikan Lembaga Pendidikan
Jumlah
Negeri Swasta
1. Umum
TK - 2
SD 5 2
SMP 2 -
SMA 2 2
2. KhususPondok Pesantren
- -
Madrasah 1 -
3. Tingkat Lanjut Sekolah Tinggi - 2
Sumber : Papan Potensi Kelurahan Botto tahun 2010
D. Sarana Kesehatan
Kelurahan Botto mempunyai sarana kesehatan yang diperuntukkan
sebagai pelayanan pada masyarakat,adapun sarana yang dimaksud adalah :
54
Tabel 5Sarana Kesehatan Kelurahan Botto
No. Sarana Kesehatan Jumlah Ket.
1. Rumah sakit 1
2. Rumah bersalin 3
3. Poliknik/balai pengobatan 3
4. Puskesmas 1
5. Puskesmas pembantu 2
6. Posyandu 7
7. Dukun bayi 3
Sumber : Papan Potensi Kelurahan Botto tahun 2011
Dari tabel di atas terlihat bahwa sarana kesehatan yang ada di Kelurahan
Botto bisa dikatakan sudah sangat lengkap, dengan demikian masyarakat
Kelurahan Botto mudah untuk berobat.
E. Sarana Umum
Sarana umum di kelurahan di Kelurhan Botto diperuntukkan untuk
pelayanan penyediaan keperluan rumah tangga dan penyediaan akses transportasi,
adapun sarana yang dimaksud adalah.
Tabel 6Sarana Umum Kelurahan Botto
No. Sarana Umum Jumlah Ket.
1. Pasar Tradisional 2
2. Terminal 1
Sumber : Papan Potensi Kelurahan Botto tahun 2011
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. IDENTITAS RESPONDEN
Berdasarkan judul penulisan, maka dalam melakukan penelitian penulis
memilih responden yaitu para masyarakat penerima raskin di Kelurahan Botto
yang telah dipilih secara acak atau simple random sampling. Responden yang di
pilih ini sebanyak 46 Penerima raskin dari 153 jumlah penerima raskin yang ada
di Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng. Hal penting yang
akan dibahas dalam identitas responden ini antara lain : umur responden, status
responden, dan lama kerja.
1. Umur Responden
Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal istilah karakteristik
penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah
laku sosial ekonomi penduduk. Karakteristik penduduk yang paling penting
adalah umur dan jenis kelamin, atau yang sering juga disebut struktur umur
dan jenis kelamin. Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu
tahunan atau yang disebut juga umur tunggal (single age), dan yang
dikelompokkan dalam lima tahunan. Dalam pembahasan demografi
pengertian umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir.
Umur merupakan hal pokok bagi manusia, karena sebagai batasan
kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam kehidupannya. Umur juga
56
merupakan modal dasar dalam kehidupan, dalam banyak jenis pekerjaan
standar usia menjadi syarat penerimaan dan menjadi batas bagi seorang untuk
bekerja, berhenti dari pekerjaan oleh karena faktor umur yang tidak
memungkinkan lagi untuk bekerja.
Umumnya umur sangat menentukan pengetahuan dan sikap penerima
raskin di Kelurahan Botto Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng, hal ini
beralasan karena umur semakin bertambah, maka orang akan semakin
bertambah pengalaman dan pengetahuannya. Berikut adalah tabel komposisi
umur responden.
Tabel 7Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
No Kelompok Umur ( Tahun ) Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
< 20 Tahun
20-30Tahun
31-40 Tahun
> 40 Tahun
0
3
31
12
0
6.53
67.39
26,08
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 7 di atas dari 46 responden di peroleh gambaran bahwa
kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 31 responden (67,39%), Kelompok
umur > 40 tahun sebanyak 12 responden (26,08%), dan kelompok umur
20-30 tahun sebanyak 3 responden (6,53%).
57
Suhardjo dan Patong dalam Simanjuntak. B, (1986) menyatakan
bahwa umur produktif manusia berkisar 15-45 tahun, komposisi usia
demikian cukup baik jika dilihat dari kapasitas kerja mereka dan di harapkan
akan lebih di namis dalam mengikuti kegiatan pembangunan serta
mempunyai kemampuan berusaha yang lebih baik sebagai mana upaya untuk
meningkatkan pendapatan
2. Status Perkawinan Responden
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu
dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal
selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan
mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.
Konsep perkawinan umumnya berkaitan erat dengan tingkah laku
manusia dalam hubungan dengan hukum, agama, dan kebudayaan. Dalam
hubungan ini, perkawinan di artikan sebagai suatu hubungan yang sah dari
dua orang yang berlainan jenis. Kecandrungan orang yang mencari
pekerjaan biasanya disebabkan oleh status perkawinan, sebagai orang yang
telah kawin tentunya mempunyai tanggung jawab yang lebih tinggi pada
keluarga dari pada yang berstatus belum kawin.
Identitas responden berdasarkan status perkawinan dapat diliha pada
tabel 8 berikut ini.
58
Tabel 8Distribusi Responden Menurut Status Perkwinan
No Status Perkawinan Frekuensi Persentasi
1.
2.
Nikah
Belum Nikah
43
3
93.47
6.53
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 8 di atas dari 46 responden, menunjukan yang paling
banyak yaitu 43 responden (93,47%), sedangkan yang berstatus Belum
Nikah sebanyak 3 responden (6,53%) . Hal ini menunjukan bahwa para
Penerima raskin pada umumnya yang berada di Kelurahan Botto sebagian
besar berstatus nikah dari pada belum nikah. Secara sosial kehidupan orang
yang sudah menikah berbeda dengan kehidupan orang yang belum menikah,
orang yang sudah menikah rata-rata memiliki kebutuhan hidup lebih
banyak dari pada orang yang belum menikah.
3. Suku Bangsa
Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia
yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya,
biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku
pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok
59
tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri
biologis.
Penerima raskin yang ada di Kelurahan Botto mempunyai suku atau
etnis yang berbeda-beda. Mereka berasal dari suku atau daerah yang
berbeda-beda. Ada yang berasal dari suku yang terdapat di Kabupaten
Soppeng maupun dari suku lain yang diantaranya Makassar,Jawa dan lain-
lain. Berbagai suku yang berasal dari luar Kabupaten Soppeng tersebut
datang karena alasan mencari nafkah yang lebih baik. Walaupun penduduk
di daerah Kelurahan Botto bersifat heterogen,
Di tabel berikut ini dapat di lihat suku rata-rata penerima raskin yang
berada di Kelurahan Botto :
Tabel 9Distribusi Responden Berdasarkan Suku Para Penerima Raskin
di Kelurahan Botto
No Suku Frekuensi Persentasi
1.
2.
Bugis
Jawa
44
2
95,65
4,35
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari Tabel 9 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa penerima
raskin pada umumnya bersuku Bugis yaitu 44 responden (95,65%) dan
60
sisanya bersuku Jawa yaitu 2 responden (4,35%). Responden yang bersuku
Bugis sebagian besar adalah penduduk asli Kabupaten Soppeng.
4. Agama
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu
sistem sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan
tertentu (yang supra natural) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat
keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan
masyarakat.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya.
Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan
perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-
bentuk penyembahan kepada Ilahi (misalnya nyanyian, pujian, tarian,
mantra, dan lain-lain) merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan
demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan,
dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang
sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara
penyembahan (bahkan ajaran-ajaran) dalam agama-agama perlu diadaptasi
sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
Jadi populasi penerima raskin yang ada di Kelurahan Botto sengat
seragam, baik dari daerah, usia, maupun dari segi agama. Tabel di bawah ini
61
menunjukan bahwa para penerima raskin yang ada di Kelurahan Botto
Kabupaten Soppeng menganut agama yang berbeda :
Tabel 10Distribusi Responden Berdasarkan Agama Kelurahan Botto
No. Agama yang dianut Frekuensi Persentasi
1.2.
IslamKristen Katolik
397
84,7815,22
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Tabel 10 di atas memperlihatkan bahwa penerima raskin di Kelurahan Botto
umumnya beragama Islam yaitu 39 responden (84,78%) dan sisanya
beragama Kristen Katolik yaitu 7 responden (15,22%). Meskipun Jumlah
penerima raskin yang beragama Kristen Katolik di Kelurahan Botto bisa
dikatakan sedikit, namun sebenarnya jumlah penduduk yang beragama
Kristen Katolik bisa dikatakan lumayan banyak, terbukti terdapat beberapa
gereja, dan pekuburan Kristen, yang lebih menarik lagi di Kelurahan Botto
juga Terdapat patung raksasa Bunda Maria yang di mana patung ini satu-
satunya yang ada di Sulawesi Selatan.
5. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
62
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan umumnya di peroleh melalui lembaga pendidikan formal
yang merupakan saran untuk menambah dan menimba ilmu pengetahuan
dalam berbagai tingkatan. Dan kemampuan responden dalam berpikir selain
di pengaruhi oleh umur juga sangat di pengaruhi oleh tingkat pendidikannya.
Tingkat pendidikan merupakan salah sau sub aspek sosial ekonomi
masyarakat yang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan setiap manusia. Hal
ini karena pendidikan merupakan suatu upaya untuk mengembangkan
kemampuan, sikap dan pola perilaku seseorang.
Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan
perkembangan manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan keterampilan,
pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembangan Iman.
Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih
sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah
menjadi berbudaya dan bermoral.
Tinggi rendahnya pendidikan seseorang terkadang di jadikan cermin
kepribadian sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, selain itu
tingkat pendidikan dapat dijadikan ukuran dalam menentukan tingkat sosial
ekonomi seseorang, apalagi pada zaman amat maju seperti sekarang ini juga
membutuhkan spesialis di berbagai bidang kehidupan manusia.
63
Untuk mengetahui bagaimana tingkat pendidikan responden dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 11Disribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentasi
1234
Tidak SekolahSD
SMPSMU
714223
15,2130,4347,826.54
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari data 11 di atas bahwa dari 46 responden yang tidak bersekolah
sebanyak 7 orang (15,21%), tingkat pendidikan tamat SD sebanyak 14
responden (30,43%), tamat SMP sebanyak 14 (30,43%), dan tamat SMU
sebanyak 3 responden (6,54%). Ini menunjukkan bahwa penerima raskin
masih banyak yang berpendidikan dasar saja (SD-SMP).
6. Sumber utama Penghasilan keluarga
Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan hal yang sangat
penting bagi manusia, karena tanpa mata pencaharian atau pekerjaan kita
akan mengalami kesulitan dalam hidup kita.Kita memiliki akal dan
kebijaksanaan atau memilih pekerjaan yang kita inginkan. Memilih
64
pekerjaan yang akan kita kerjakan adalah penting sekali sebab disitulah
kita mulai untuk menentukan cara memenuhi kebutuhan kita.
Jenis pekerjaan atau mata pencaharian para penerima raskin,
hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 12Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Penghasilan Utama
No Sumber penghasilan utama Frekuensi Persentasi
1.2.3.
BedagangBuruh
Pembantu rumah tangga
81721
17.4036.9545.65
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 12 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 21
responden (45. 65%) penerima raskin sumber utama penghasilannya bekerja
sebagai pembantu rumah tangga.
7. Jumlah anak
Jumlah anak sangat mempengaruhi keadaan ekonomi dalam sebuah
keluarga, jumlah anak yang di miliki harusnya ideal dengan kemampuan
sebuah keluarga yang akan memiliki anak.
Untuk mengetahui berapa jumlah anak yang dimiliki oleh para
penerima raskin, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
65
Tabel 13Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
No Jumlah anak Frekuensi Persentasi
1.2.3.
Tidak memiliki anak1-2 anak3-4 anak
22222
4.3647,8247,82
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 13 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 22
responden (47,82), penerima raskin mempunyai lebih dari 1-2 anak, 22
responden (47,82) memiliki 3-4 orang anak, memiliki banyak anak kadang
disebut banyak rejeki tapi sekarang memiliki banyak anak kebutuhan juga
banyak.
B. TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI RASKIN
1. Lama Menerima Raski
Dalam menerima raskin tidak menututup kemungkinan bahwa penerima
raskin akan selalu mendapatkan raskin selama hidupnya, tapi tidak menutup
kemungkinan juga bahwa penerima raskin akan terus menerima bantuan
raskin,
Untuk mengetahui berapa lama penerima raskin telah menerima raskin
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
66
Tabel 14Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Menerima Raskin
No Lamanya Menerima Raskin Frekuensi Persentasi
1.2.3.
1-2 Tahun3-4 Tahun+4 Tahun
23203
5043,476,53
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 14 di atas menunjukan bahwa dari 46 responden penerima
raskin, telah menerima raskin selama 1-2 tahun sebanyak 23 responde (50%),
dan yang menerima selama 3-4 tahun sebanyak 20 responden (43,47%) dan
> 4 tahun sebanyak 3 responden (6,53%). Dengan demikian Sebagian besar
penerima raskin masih sangat bergantung dengan raskin.
2. Cara Mendapatkan Raskin
Dorongan atau memberitahu masyarakat miskin untuk mendapatkan
raskin dari desa tentunya sesuai dengan kemapuan atau keadaan ekonomi
yang dimilikinya. Kesempatan untuk mendapatkan raskin bagi masyarakat di
desa umumnya mereka berada pada lapangan kerja informal karena tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh mereka sangat minim, disamping persaingan
67
dalam mendapatkan raskin cukup ketat ditambah ketidak berdayaan
masyarakat desa.
Yang mana dorongan atau memberitahu para responden yang ada di
Kelurahan Botto Kabupaten Soppeng dalam mendapatkan raskin, atau yang
dorongan untuk mendapatkan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 15Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mendapatkan Raskin
No Yang membantu Frekuensi Persentasi
1.2.
Pegawai kelurahanketua RT/RW
386
82.6017,40
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 15 di atas dari 46 responden menunjukan bahwa (82,60%)
atau 33 responden menerima raskin karena didaftar oleh pegawai kelurahan,
dan sisanya adalah (17,40%) atau 6 responden menerima raskin dari masukan
oleh Ketua RT/RW. Penerima raskin yang didaftar oleh pegawai kelurahan
semuanya diambil dari data masyarakat penerima dana Bantuan Langsung
Tunai ( BLT ) Kemudian di sesuaikan dengan syarat-syarat penerima raskin.
3. Pengetahuan Responden Terhadap Syarat Syarat Penerima Raskin
Setiap Penerima raskin yang akan mendapatkan raskin harus sesuai
dengan syarat-syarat penerima raskin, adapu syarat-syaratnya yaitu Luas
68
bangunan kurang dari 8 Meter, Jenis lantai terbuat dari tanah atau kayu
murahan, tidak sanggup membayar biaya pengobatan, pendapatan kurang dari
600 ribu, diprioritaskan janda miskin. Pengetahuan terhadap syarat-syarat
penerima raskin penting untuk para penerima raskin atau responden,
pengetahuan tentang syarat-syarat penerima raskin dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 16Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Syarat
Penerima Raskin
No Memiliki Pengetahuan Terhadap Syarat-syarat Penerima Raskin
Frekuensi
Persentasi
1.
2.
Ya
Tidak
42
4
91.30
8.70
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 16 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa sebagian
besar penerima raskin telah mengetahui syarat-syarat penerima raskin yaitu 42
responden (91,30%), dan yang tidak mengetahui yaitu 4 responden (8,70%).
Syarat-syarat penerima raskin telah diberitahukan sebelumnya sebelum
pemberian raskin melalui sosiaisasi di kantor kelurahan.
4. Jumlah Raskin Tiap Bulan yang Didapat Sesuai dengan Ketentuan
69
Raskin yang akan dibagikan kepada penerima raskin (responden) telah
ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Soppeng yang dimana
dilaksanakan Oleh pegawai Kelurahan Botto.
Jumlah raskin yang didapat oleh penerima raskin (responden) telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 17Distribusi Responden Berdasarkan Sesuai Tidaknya Jumlah Raskin
Yang di Dapat Tiap Bulannya
No Sudah sesuai dengan ketentuan Frekuensi Persentasi
1. Sesuai 46 100
Jumlah 46 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 17 diatas dari 46 responden menunjukkan bahwa (100%)
penerima raskin mendapatkan jumlah raskin sesuai dengan ketentuan tiap
bulannya yaitu 15Kg/KK, jumlah raskin yang didapat tiap bulannya sesuai
dengan standar nasional.
C. KEADAAN EKONOMI RESPONDEN
a. Jumlah penghasilan utama
70
Pendapatan adalah merupakan balas jasa yang diterima seseorang
setelah melakukan suatu kegiatan tertentu. Dari berbagai jenis aktifitas
manusia yang dilakukan apalagi bernilai ekonomi tentunya mengharapkan
imbalan dari apa yang dilakukannya, sopir pete-pete khususnya bila dilihat
dari jenis kerjanya termasuk sektor jasa yang membantu kelancaran aktifitas
perkotaan. Imbalan berupa uang yang di dapat dari para penumpanglah yang
merupakan pendapan bagi mereka.
Hal ini merupakan salah satu indikator dalam menentukan sejauh
mana tingkat perekonomian para Penerima raskin di Kelurahan Botto ini,
Pendapat yang di peroleh responden di hitung dalam perbulannya pada tabel
berikut.
Tabel 18Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan Utama
Keluarga Tiap Bulannya
No Jumlah penghasilan Frekuensi Persentasi
1.2.3..
< 300.000300.000-350.000400.000-450.000
33211
6.5369.5623.91
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 18 diatas dari 46 responden menunjukkan bahwa 32
responden (69,56%) penerima raskin berpenghasilan Rp.300.000-Rp.350.000
71
tiap bulannya, 11 responden (23,91%) berpenghasilan Rp.400.000-Rp.450.00,
dan 3 responden (6,53%) berpenghasilan kurang dari Rp.300.000.
b. Bentuk rumah
Untuk mengetahui bentuk-bentik rumah penerima raskin , hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 19Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Rumah
No Bentuk rumah Frekuensi Persentasi
1.2.
Rumah semi permanenRumah panggung
442
8.7091.30
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 19 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 42
responden (91,30%) penerima raskin memiliki rumah berbentuk rumah
panggung, dan 4 responden (8,70%) berbentuk rumah semi permanen, Hal ini
menujukkan sebagian besar penerima raskin mempunyai rumah yang
berbentuk panggung, Rata-rata bentuk rumah di Kelurahan Botto berbentuk
Rumah Panggung, yaitu rumah kayu yang memakai beberapa tiang sebagai
penyangganya. Standar rumah penerima raskin luas bangunannya tidak lebih
dari 8 meter persegi
72
D. HAMBATAN HAMBATAN DALAM PENYALURAN RASKIN
1. Jenis hambatan
Untuk mengetahui hambatan apa yang dialami dalam pengambilan
raskin, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 20Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Hambatan Dalam
Pengambilan Raskin
No Jenis ambatan
Hasil hambatan pengambilan raskin
Jumlah
%Responden Responden
Ya % tidak %
1234
Waktu pengambilanLokasi jauhMedan beratTidak ada ongkos
411217
8,72,226,136,9
42453429
91,397,873,963,1
46464646
100%100%100%100%
Jumlah 8,5 18,5 37,5 81,5 46 100%
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Berdasarkan angka-angka pada tabel 20 di atas dari 46 responden, 34
responden menjawab mengalami hambatan. Jenis-jenis hambatan dalam
pengambilan raskin tersebut, bahwa responden yang mempunyai hambatan
tidak memiliki ongkos sebanyak 17 responden dengan persentasi (36,9%),
hambatan karena medan yang berat sebanyak 12 responden (26,1%),
73
hambatan waktu pengambilan tidak jelas sebanyak 4 responden (8,7%) dan
hambatan lokasi atau jarak yang jauh sebanyak 1 orang (2,2%).
2. Kualitas raskin
Kualitas raskin yang akan di berikan oleh para penerima raskin pada
dasarnya harus layak untuk di komsumsi sebagaiman beras yang di komsumsi
pada umumnya.
Apakah kualitas raskin yang di berikan oleh para penerima raskin sudah
layak untu di makan , hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 21Distribusi Responden Menurut Layak Tidaknya Raskin
Untuk di Makan
No Layak Untuk di makan Frekuensi Persentasi
1.2.
Sangat layakLayak
739
15.2284.78
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 21 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 39
responden (84,78%) penerima raskin mengatakan beras raskin yang dibagikan
layak untuk dimakan, dan 7 responden (15,22%) mengatakan sangat layak,
Hal ini menunjukan bahwa kualitas beras raskin yang dibagikan oleh
penerima raskin bisa dikatakan baik.karena menurut responden beras yang
diberikan pada umumnya masih bagus karena berasnya tidak bau dan tidak
berkutu.
74
3. Uang Untuk Membeli Raskin
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat
tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda
apapun yang dapat diterima oleh setiap orang dimasyarakat dalam proses
pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan
sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat
pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan
berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga
menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Pernah tidaknya para penerima raskin tidak memiliki uang untuk
membeli raskin , hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 22Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Tidak memiliki
Uang Untuk Membeli Raskin
No Pernah tidak memiliki uang Frekuensi Persentasi
1.2.
PernahTidak pernah
17
29
36.96
63.04Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 22 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 29
responden (63,04%) penerima raskin pernah tidak memiliki uang untuk
membeli raskin, dan 17 responden (36,96%) tidak pernah, hal ini menujukkan
75
bahwa hampir sebagian penerima raskin masih kesulitan mendapatkan uang
untuk membeli raskin.
4. Cara Mengatasi Masalah
Untuk mengetahui cara responden mengatasi jika tidak memeiliki uang
untuk membeli raskin , hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 23Distribusi Responden Berdasarkan Cara mengatasi Jika Tidak Memiliki
Uang Untuk Membeli Raskin
No Cara mengatasi
Hasil cara mengatasi masalah
Jumlah %Responden Responden
Ya % Tidak %
1234
Minta pada temanMinta pada tetanggaMinta pada keluargaMengutang
02234
0 %4,35 %50 %
8,70 %
46442342
10095,65
5091,30
46464646
100%100%100%100%
Jumlah 7,25 15,76 38,75 84,24 46 100%
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Berdasarkan angka – angka pada tabel 23 di atas dari 46 responden,
29 responden menjawab pernah tidak memiliki uang untuk membeli raskin,
adapun cara mengatasi masalah jika tidak memiliki uang untuk membeli
raskin terdapat 23 responden (50%) minta uang pada keluarga, 4 responden
(8,70%) mengutang, dan 2 responden (4,35%) meminta uang kepada tetangga.
76
5. Pemberian Gratis
Untuk mengetahui apakah staf kelurahan perna memberi raskin secara
gratis kepada penerima raskin yang tidak memiliki uang , hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 24Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Staf Kelurahan
Memberi Raskin Secara Gratis Jika Tidak Memiliki Uang
No Pemberian secara gratis Frekuensi Persentasi
1. 2.
PernahTidak pernah
343
6.5393.47
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 24 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 43
responden (93,47%) tidak pernah mendapatkan beras secara gratis, dan 3
responden (6,53% ) pernah menerima raskin secara gratis.
Menurut data yang di dapat dari staf kelurahan pemberian raskin
secara gratis Kadang di berikan pada penerima raskin yang betul-betul tidak
memiliki uang untuk membeli raskin.
77
E. DAMPAK SOSIAL PEMBAGIAN RASKIN TERHADAP RESPONDEN
1. Taraf hidup
Untuk mengetahui apakah taraf hidup penerima raskin meningkat
setelah menerima raskin, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 25Distribusi Responden Berdasarkan Meningkat Tidaknya Taraf Hidup
keluarga setelah menerima raskin
No Taraf hidup meningkat Frekuensi Persentasi
1.2.
YaTidak
541
10.8789.13
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dalam tabel 25 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 41
responden (89,13%) mengatakan tidak meningkat dan 5 responden (10,87%)
mengatakan meningkat, Hal ini menunjukan bahwa program raskin yang di
berikan kepada masyarakat miskin kurang bisa meningkatkan taraf hidup
penerima raskin di Kelurahan Botto Kabupaten Soppeng. Karena setelah
menerima penghasilan yang mereka dapat hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan,belum menjangkau untuk pemenuhan sandang dan papan
78
2. Kebutuhan selain beras
Untuk mengetahui apakah penghasilan yang di dapat bisa di pakai
untuk membeli keperluan lain selain beras setelah menerima raskin , hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 26Distribusi Responden Berdasarkan Bisa Tidaknya Penghasilan Dipakai
Untuk Membeli Keperluan Selain Beras setelah Menerima Raskin
No Bisa membeli keperluan lain selain beras
Frekuensi Persentasi
1.2.
YaTidak
3214
69.5630.44
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 26 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa 32
responden (69,56%) sudah dapat membeli keperluan lain selain beras setelah
menerima program raskin, 14 responden (30,44%) tidak dapat membeli
keperluan lain selain beras, Hal ini menunjukan bahwa program raskin bisa
sedikit meringankan beban masyarakat penerima raskin.
3. Intensitas kerja
79
Untuk mengetahui apakah penerima raskin bisa lebih santai dalam
bekerja setelah menerima raskin , hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 27Distribusi Responden Berdasarkan Lebih Santai Tidaknya Bekerja
Setelah Menerima Raskin
No Lebih santai Frekuensi Persentasi
1.2.
YaTidak
046
0100
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 27 di atas dari 46 responden menunjukkan bahwa
(100%) menjawab tidak bisa santai dalam bekerja, hal ini menunjukan bahwa
program raskin sama sekali tidak bisa mempengaruhi intensitas kerja
masyarakat penerima raskin dalam artian masyarakat penerima masih harus
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan.
4. Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
80
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya
atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik
Pernah tidaknya para penerima raskin tidak memiliki uang untuk membeli
raskin , hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 28Distribusi Responden Menurut Pernah Tidaknya Mengalami Konflik
Antar Sesama Penerima Raskin
No Mengalami Konflik Frekuensi Persentasi
1.2.3.
SeringPernah
Tidak Pernah
0244
04.3595.65
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
81
Dari tabel 28 di atas dari 36 responden menunjukkan bahwa 44
responden (95,65%) mengatakan pernah mengalami konflik, dan 2
responden (4,35%) tidak pernah, Hal ini menunjuk bahwa program raskin
yang di berikan kepada masyarakat miskin tidak menimbulkan konflik.
5. Kecemburuan Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada konflik yang terjadi.Salah
satunya adanya kecemburuan sosial antar individu.Antar saudara, anak
kepada orang tua, sesama teman, teman kerja, baik dari sisi ekonomi
maupun dari sisi lain. Kecemburuan sosial adalah dimana seseorang sulit
untuk bersosialisasi, ia lebih banyak menutup diri, tidak mau membuka
pikiran, lebih banyak mempertimbangkan sesuatu dari satu sisi, egois,
dengan terjadinya hal tersebut ia membiarkan keegoisan dan emosinya untuk
menjalankan pola pikirnya terhadap sesuatu.
Pernah tidaknya para penerima raskin tidak mengalami kecemburuan
sosial terhadap masyarakat yang tidak menerima raskin, hasilnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 29Distribusi Responden Menurut Pernah Tidaknya Mengalami
Kecemburuan Dari Masyarakat Yang Tidak Mendapatkan Raskin
No Mengalami Kecemburuan Frekuensi Persentasi
1. Ya 6 13.05
82
2. Tidak40
86.95
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 29 di atas menunjukkan bahwa 40 responden (86,95%) tidak
pernah mengalami kecemburuan sosial dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan raskin, dan 6 responden (13,05%) pernah mengalami, Hal ini
menunjuk bahwa raskin tidak memberikan dampak kecemburuan yang berarti
dari masyarakat yang bukan penerima raskin. Bentuk kecemburuan yang biasa
terjadi ialah biasanya tetangga dari penerima raskin kadang mengeluh karena
tidak mendapatkan raskin.
6. Status Sosial
Setiap masyarakat mempunyai ukuran tertentu untuk menghargai hal-
hal tertentu yang ada dalam masyarakat tersebut. Masyarakat akan
menghargai sesuatu lebih tinggi atau lebih rendah bergantung bagaimana
masyarakat menilai sesuatu, Pada masyarakat yang religiusitasnya tinggi,
tentu status yang dianggap tinggi Melihat kenyataan tersebut, ternyata status
sosial ekonomi seseorang dalam masyarakat masih menempati posisi yang
sangat tinggi. Hal ini juga menggambarkan bahwa masyarakat yang demikian
adalah masyarakat yang cenderung berpandangan materialistik.
83
Pernah tidaknya keluarga penerima raskin keberatan jika
dikategorikan sebagi penerima raskin , hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 30Distribusi Responden Berdasarkan Keberatan Tidaknya Keluarga
Anda di Kategorikan Sebagai Keluarga Penerima Raskin
No Keberatan Frekuensi Persentasi
1.2.
KeberatanTidak Keberatan
244
4.3595.65
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel 30 di atas dari 46 responnden menunjukkan bahwa 44
responden (95,65) mengatakan keluarga penerima raskin tidak keberatan di
kategorikan sebagai penerima raskin, 2 responden (4,35%) mengatakan
keberatan, Hal ini menunjuk bahwa sebagian besar keluarga penerima
raskin tidak keberatan jika keluarga mereka di golongkan sebagai penerima
raskin. Menurut staf kelurahan, keluarga penerima raskin merasa
diremehkan jika ada keluarganya yang di kategorikan sebagai penerima
raskin.
7. Tindakan
84
Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang
dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya guna mencapai tujuan tertentu.
Misalnya kamu les bahasa Inggris dengan tujuan agar kamu terampil dan
mahir dalam berbahasa Inggris. Tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Lalu tindakan yang bagaimanakah yang
disebut dengan tindakan sosial.
Tindakan apa yang dilakukan oleh para penerima raskin jika masih
memiliki perswdiaan beras di rumah, hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 31Distribusi Responden Berdasarkan Apa Yang Dilakukan Pada Raskin
Ketika Persediaan Beras di Rumah Masih Ada
No Tindakan yang dilakukan Frekuensi Persentasi
1. Tetap Mengambil 46 100
Jumlah 46 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
85
Dari tabel 31 di atsa dari 46 responden menunjukkan bahwa (100%)
penerima raskin mengatakan tetap mengambil jika persediaan beras di rumah
masih ada, hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya bantuan raskin
pada masayarakat penerima raskin. Namun ada sedikit penyimpangan yang
terjadi, dari data yang diperoleh dari staf kelurahan ada beberapa penerima
raskin yang menjual kembali berasnya kepada orang lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN – SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan data – data yang diperoleh dari para responden yang telah
memberikan keterangan secara terinci kepada penulis tentang yang berkenaan
dengan dampak sosial pembagian raskin di Kelurahan Botto.. Setelah data
86
tersebut di analisa secara kuantitatif maka dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut :
a) Dampak dari pembagian raskin di Kelurahan Botto utamanya berkaitan
dengan dampak ekonomi ternyata tidak berpengaruh setelah responden
menerima raskin, karena setelah menerima raskin penghasilan yang mereka
dapat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan,belum menjangkau
untuk pemenuhan sandang dan papan
b) Dampak lain dari pembagian raskin adalah dampak sosial budaya, dimana
raskin ternyata tidak mempengaruhi keadaan sosial budaya penerima raskin
di Kelurahan Botto.Ternyata raskin tidak menimbulkan konflik antar sesama
penerima raskin serta tidak menimbulkan kecemburuan sosial yang bearti
terhadap masyarakat yang tidak mendapatkan raskin.Namun ada sedikit
penyimpangan yang dilakukan oleh penerima raskin terhadap raskin yang
diberikan,meskipun data yang diperoleh dari responden tidak terjadi
penyimpangan, namun data yang saya dapatkan dari hasil wawancara dari
staff kelurahan sangat berbeda, menurut staf kelurahan ada sebagian penerima
raskin yang menjual kembali beras raskin yang dia dapat kepada orang lain,
hal itu saya rasa memungkinkan, mengingat harga raskin yang sangat murah
di bandingk.an harga beras di pasaran
2. Saran
87
a.) Sebaiknya pemerintah perlu menambah jumlah raskin yang diberikan
kepada masyarakat penerima raskin,utamanya di Kelurahan Botto agar
masyarakat penerima raskin dapat lebih sejahtra dari sebelumnya.
b.) Dalam pelaksanaan penyaluran beras Raskin, perlu penegasan kembali
bahwa RASKIN bukan hanya program Perum BULOG tetapi menyangkut
semua pihak. Perlu kerjasama dengan Pemda dan jajarannya. Untuk itu
sosisalisasi perlu terus dilanjutkan dan perlu tranparansi terhadap
masyarakat sehingga RASKIN dapat diketahui secara gamblang dan jelas.
Tim penilai harus dibentuk pada level daerah dan harus melakukan
evaluasi dan monitoring terhdap pelaksanaan program dan para penerima
raskin hal ini untuk mencegah hal –hal yang menyimpang baik itu pada
pelaksana maupun penerima raskin.
88