Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Teknik Memancing Ikan Kakap Laut Dalam (Aphareus furca, Lecepede 1802) Secara Tradisional di Perairan Pulau Bonerate, Kabupaten
Kepulauan Selayar
Oleh:
Andi Assir*)
Laboratorium Rancang Bangun Alat Penangkapan Ikan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
*) e-mail: [email protected]
1
Abstrak
ANDI ASSIR. Teknik Memancing Ikan Kakap Laut Dalam (Aphareus furca, Lecepede 1802) Secara Tradisional di Perairan Pulau Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Penelitian tentang teknik penangkapan ikan kakap laut dalam atau Lambogoro (Aphareus furca) telah dilaksanakan pada bulan April-Juni 2013 di perairan pesisir barat Pulau Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Ikan ini merupakan salah satu jenis ikan yang hidup pada kedalaman 30 hingga lebih dari 100 m. Ikan ini ditangkap menggunakan pancing dengan teknik tersendiri yang berbeda dengan teknik pemancingan ikan kakap lainnya. Waktu pemancingan pada siang hari atau malam hari pada saat bulan terang (optimum hari bulan ke 13-18). Sebelum melakukan pemancingan, terlebih dahulu pada siang hari nelayan memancing ikan untuk umpan. Ikan yang biasa dijadikan umpan adalah “Andeande” (Grammatorcynus bilineatus), layang (Decapterus sp) dan tongkol (Auxis thazard). Pancing diturunkan ke kedalaman ikan target dengan bantuan batu karang seberat 0,5 – 1 kg yang dikaitkan pada kail menggunakan daun kelapa dan setelah umpan berada di kedalam yang diinginkan tali pancing disentakkan agar daun kelapa putus dan batu karang terlepas dari kail yang membuat umpan dapat bergerak bebas dan terlihat seperti ikan hidup. Perahu yang digunakan saat memancing adalah sampan dengan panjang 4 – 5 m untuk 1 atau 2 orang pemancing. Hasil tangkapan yang diperoleh pada siang hari cenderung lebih kecil (~ 40 cm) dibandingkan hasil yang diperoleh pada malam hari (~105 cm). Jumlah tangkapan pada siang hari 10 – 20 ikan/nelayan dan malam hari 3 – 5 ikan/nelayan.
KATA KUNCI: deep sea snapper, Aphareus furca, Grammatorcynus bilieatus, pancing, Bonerate,
ABSTRACT
ANDI ASSIR. Snapper Fishing Techniques Deep Sea (Aphareus furca, Lecepede 1802) Traditionally in waters Bonerate Island, Islands District Selayar
Research on deep sea snapper “Lambogoro” (Aphareus furca) fishing techniques was conducted in April-June 2013 in the western coastal waters of Bonerate Island, Selayar Archipelago District. A. furca is one of the deep water fish species that live at a depth of 30 to more than 100 m. This fish is caught by using a line fishing. Fishing time during the day or at night when the moon is bright (optimum is the 13th-18th of moon). Fishermen had to catch bait fish during the day before fishing at night. Fish commonly used as bait is "Andeande" Double-Lined Mackerel (Grammatorcynus bilineatus), scad (Decapterus sp) and frigate mackerel (Auxis thazard). Fishing lure is pull down to the depth of fish target with the help of rock weighing 0.5 to 1 kg. The rock was attached to the hook using coconut leaves and after the bait achieving desired depth, the rock was released by hitching the main line so the hook bait can move freely and looks like a live fish. A 4-5 m length of Boat was used for fishing by 1 or 2 anglers. Catches obtained during the day tend to be smaller (~ 40 cm) compared to the catches at night (~ 105 cm). Number of catches during the day was 10-20 fish / effort and the evening was 3-5 fish / effort.
KEYWORDS: deep sea snapper, Aphareus furca, Grammatorcynus bilieatus, angling, Bonerate,
2
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakap laut dalam (Aphareus furca Lecepede 1802) (Allen 2000) merupakan salah satu
jenis ikan yang tertangkap oleh pancing pada kedalaman sekitar 100 m. Ikan ini terdapat di
seluruh perairan dalam di Kabupaten Kepulauan Selayar karena selain di Pulau Bonerate, jenis
ikan ini juga sering tertangkap di perairan pesisir barat Pulau Selayar. Berdasarkan hal tersebut
sumberdaya ikan kakap laut dalam dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi nelayan dan
dapat menjadi penyedi protein hewani di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar.
A. furca adalah ikan predator bagi ikan-ikan karang (Sancho et al. 2000) dan perenang
cepat yang mengandalkan penglihatannya dalam mencari makan sehingga ikan tersebut lebih
aktif pada siang hari. Pada malam hari ikan ini juga tertangkap pada saat bulan terang. A.
furca berwarna merah kekuningan serupa dengan warna ikan kurisi Nemipterus sp. Di Selayar
ikan ini dikenal dengan nama “Lambogoro" sedangkan di Bonerate bernama “Fakafaka”.
Daging ikan ini cukup enak untuk dikonsumsi baik dalam bentuk olahan sederhana (ikan
bakar). Ikan ini juga sangat cocok untuk diolah menjadi produk lain misalnya bakso, nugget,
abon, kerupuk dan siomay karena dagingnya yang berwarna putih.
Penangkapan ikan “Fakafaka” di Bonerate merupakan pekerjaan berprestasi sehingga
orang yang berhasil memancingnya akan menjadi buah bibir di masyarakat sebagai pemancing
yang berkelas. Harganya juga cukup tinggi namun kemampuan beli masyarakat di Pulau
Bonerate yang terbatas membuat para pemancing tidak melakukan penangkapan secara
berlebih karena harganya akan segera merosot tajam saat stok ikan telah melebihi daya beli
masyarakat. Hal ini juga disebabkan oleh minimya ketersedianya es membuat ikan harus
segera diolah agar kualitas ikan masih dalam kondisi baik.
1.2. Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui teknik penangkapan ikan laut dalam yang
digunakan oleh nelayan tradisional di Pulau Bonerate.
3
1.3. Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memperkaya pengetahuan mengenai teknik
penangkapan ikan terutama untuk jenis ikan laut dalam.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2013 di perairan sebelah barat
Pulau Bonerate (Gambar 1). Suhu permukaan laut 29-30 oC dengan arus dominan yang
berpengaruh adalah arus yang terjadi saat air pasang maupun saat surut.
PETA PULAU BONERATE
N
Skala: 1: 200.000
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
4
2.2. Metodologi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
melakukan pengamatan, pengukuran dan wawancara secara langsung pada nelayan yang
melakukan operasi pemancingan. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut diolah
untuk menjadi informasi yang berguna.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Rancang Bangun Alat
Alat tangkap yang digunakan adalah pancing ulur yang terdiri atas tali pancing utama
dengan menggunakan benang nylo monofilamen nomor 200 (Ø: 2,0 mm; daya tahan 200 lbs)
dengan panjang 200 m dan seutas tali cabang sepanjang 3 depa (4,5 m) yang berdiameter
lebih kecil bernomor 80 (Ø:0,95 mm; daya tahan 80 lbs) yang dihubungkan dengan kili-kili ke
tali utama. Pemberat timah 20 gram berbentuk tabung dipasang pada tali utama sebelah atas
kili-kili. Mata kail yang digunakan adalah no.7 (Gambar 2).
Tali Utama No. 200
Timah
kilikili
Kail No. 7
Tali Cabang No. 80
Gambar 2. Rancang Bangun Alat Pancing yang digunakan untuk menangkap “Lambogoro”
5
3.2. Metode penangkapan
Perahu yang digunakan untuk melakukan pemancingan umumnya adalah sampan
dengan panjang 4 – 5 m dengan kapasitas 1 atau 2 orang pemancing. Setelah sampai di
daerah penangkapan yang dituju yaitu daerah tubir karang atau tebing gunung bawah laut,
tanpa membuang jangkar, nelayan langsung menurunkan pancing ke kedalaman yang dituju
dengan bantuan sebuah batu karang dengan bobot 0,5 – 1,0 kg yang dikaitkan pada kail
dengan seutas daun kelapa. Kedalaman uluran pancing dihitung dengan ukuran depa (ukuran
depa orang dewasa kira-kira 1,5 m). Kalau kedalaman yang dituju sedalam 100 depa, dan
apabila saat perhitungan telah mencapai 100 depa maka pancing lalu disentakkan agar batu
karang tersebut terlepas dari pancing dan pancing akan bergerak dengan leluasa dan terlihat
seperti ikan hidup yang sedang berenang. Agar pancing tetap pada kedalaman tersebut
nelayan akan menggerakkan sampannya searah dengan gerakan hanyut pancing sehingga
posisi perahu dan kail pancing tetap tegak lurus (Gambar 3). Biasanya kalau pada kedalaman
tersebut terdapat ikan target maka tidak berselang lama ikan tersebut akan memakan umpan
pancing dan terjadilah pergulatan tarik dan ulur hingga ikan dapat dinaikkan atau pancing
terputus oleh kekuatan tarik ikan tersebut.
Tali utama
Tali cabang
Gambar 3. Pancing laut dalam
6
Menurut nelayan pemancing, semakin kecil diameter tali cabang yang digunakan maka
ikan akan semakin berminat untuk memakan umpan. Akan tetapi semakin kecil tali cabang
akan semakin mudah terputus oleh kekuatan tarik ikan. Hal ini diatasi dengan menggunakan
benang yang berkualitas tinggi pada tali cabang. Selain itu nelayan harus berhati-hati menarik
pancing karena pancing ditarik secara perlahan saat ikan tidak menarik dan kemudian
mengulurnya kembali saat ikan melawan tarikan pancing. Hal ini terus dilakukan hingga ikan
mulai lelah dan dapat dengan mudah ditarik ke atas perahu.
Waktu pemancingan dilakukan pada siang atau malam hari pada saat bulan terang.
Sebelum melakukan pemancingan, terlebih dahulu nelayan memancing ikan untuk umpan yang
dilaksanakan pada pagi hingga siang hari. Ikan yang biasa menjadi umpan adalah “ande
ande”(Grammatorcynus bilineatus) (Gambar 4), layang (Decapterus sp) dan tongkol (Auxis
thazard). Umpan diiris memanjang 15 – 20 cm sebesar jari tangan dan dikaitkan ke kail pada
bagian ujungnya.
Gambar 4. Ikan “Andeande”, Grammatorcynus bilineatus (Quoy and Gaimard 1824).
3.3. Hasil tangkapan
Ikan yang menjadi target penangkapan adalah ikan kakap laut dalam atau Lambogoro
(Aphareus furca Lecepede 1802)(Allen 2000)(Gambar 5). Secara morfologi ikan ini dapat
dikategorikan sebagai ikan perenang cepat dengan ekor yang besar dan badan yang ramping.
7
Ikan ini merupakan ikan predator. Ukuran ikan dapat mencapai 100 cm atau bahkan lebih
besar (komunikasi personal). Pada Gambar 5 adalah ikan A. furca yang tertangkap pada siang
hari dengan panjang total 40 cm dan pada Gambar 6 adalah ikan yang tertangkap pada malam
hari dengan panjang total 105 cm.
Gambar 5. Kakap Laut Dalam (Aphareus furca Lecepede 1802)
Gambar 6. Aphareus furca yang tertangkap pada malam hari pada kedalaman 150 m.
Hasil tangkapan yang diperoleh pada siang hari cenderung lebih kecil dibandingkan
hasil yang diperoleh pada malam hari. Seorang pemancing sering mendapat 10 – 20 ikan pada
8
operasi pemancingan di siang hari, sedangkan pada malam hari hanya mendapat 3 – 5 ikan
tangkapan tetapi bekurunan lebih besar. Kendala utama yang biasanya menggagalkan operasi
nelayan adalah arus yang kuat dan putusnya tali pancing yang digunakan.
3.4. Musim dan Daerah Penangkapan
Ikan ini dapat ditangkap sepanjang tahun di perairan pesisir barat Pulau Bonerate
Penangkapan pada malam hari paling baik dilakukan pada saat menjelang hingga beberapa
hari setelah bulan purnama. Menurut nelayan hari bulan saat penangkapan dimulai dari hari
bulan 13 – 18. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan ikan untuk dapat melihat umpan
dibawah cahaya redup, Daerah yang menjadi lokasi penangkapan ikan tersebut adalah daerah
tebing karang dan lereng disekitar gunung bawah laut pada kedalaman 30 hingga 100 depa
atau kira-kira 45 hingga 150 m (komunikasi personal).
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Lambogoro (Aphareus furca Lecepede 1802) ditangkap dengan menggunakan pancing
pada siang dan malam hari pada kedalaman 45 hingga 150 m di daerah tebing karang.
2. Pancing diturunkan pada kedalaman yang ditentukan menggunakan batu karang yang
diikatkan pada pancing yang kemudian dilepaskan saat pancing telah mencapai
kedalaman yang diinginkan.
3. Ukuran ikan yang tertangkap pada siang hari cenderung lebih kecil dibandingkan ikan
yang tertangkap pada malam hari.
4. Umpan yang digunakan adalah Grammatorcynus bilineatus, Decapterus sp. dan Auxis
thazard.
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Abdul Majid sekeluarga atas informasi
yang telah diberikan serta pelayanan yang baik selama pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. 2000. A Field Guide for Anglers and Divers: Marine Fishes of South-East Asia.Periplus Editions. 292 p.
Sancho, G., C.W, Petersen and P.S. Lobel. 2000. Predator-prey relations at a spawning aggregation site of coral reef fishes. Mar.Ecol. Prog. Ser. 203: 275-288.
10