92
PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR ( MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN ß-KAROTEN RIKA YULIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

A2008 Rika Yulianti

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: A2008 Rika Yulianti

PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C

DAN ß-KAROTEN

RIKA YULIANTI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: A2008 Rika Yulianti

ABSTRACT

RIKA YULIANTI. Making Jelly Drink from Kelor Leaves (Moringa oleifera Lamk.) as Vitamin C and ß-Carotene Source. Under direction of HIDAYAT SYARIEF and EDDY SETYO MUDJAJANTO. Moringa oleifera leaves are highly nutritious, being a significant source of ß-carotene, vitamin C, protein, iron, and potassium. It has been used successfully to combat malnutrition among infant and women of childbearing age. The leaves are cooked and used like spinach. In Indonesia it hasn’t used maximally, so it is can processed become various food, among jelly drink. Jelly drinks have been known for a long time, and many people like it. The research was started from February to July in IPB, Bogor. The experiment used completely randomized design, with two replication. The factor is extraction replication (once, two and three times replication). The result indicates that first replication of extraction is the best formula, because it has the best acceptance from the panelist. The extraction replication doesn’t influence to pH, water content, vitamin C content, insoluble dietary fiber, soluble dietary fiber and dietary fiber. Keywords : kelor leaves, jelly drink, vitamin C.

Page 3: A2008 Rika Yulianti

RINGKASAN

RIKA YULIANTI. A54104031. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor sebagai Sumber Vitamin C dan ß-Karoten. Dibawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan EDDY SETYO MUDJAJANTO. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor sebagai sumber ß-karoten dan vitamin C. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor dan menentukan formula terbaik dari minuman jeli daun kelor, 2) mempelajari pengaruh ulangan ekstraksi terhadap daya terima dan sifat kimia minuman jeli daun kelor, 3) menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor terbaik 4) mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap daya terima, sifat fisik, sifat kimia dan sifat mikrobiologis minuman jeli daun kelor. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan minuman jeli, penentuan perbandingan daun kelor dan air dalam pembuatan ekstrak daun kelor serta penentuan formula minuman jeli daun kelor. Penelitian lanjutan terdiri dari analisis sifat kimia (kadar air, pH, total gula, vitamin C dan serat makanan) minuman jeli daun kelor, uji organoleptik, penentusn produk terbaik, menganalisis kadar ß-karoten minuman jeli terbaik, dan menganalisis sifat fisik, sifat kimia, sifat mikrobiologis serta daya terima minuman jeli selama penyimpanan. Analisis ß-karoten dilakukan dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Sifat kimia minuman jeli yang dianalisis selama penyimpanan meliputi kadar air, pH, aktivitas air (aw), total gula, dan vitamin C, sedangkan sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas dan sineresis. Analisis mikroba dilakukan dengan metode TPC (Total Plate Count). Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excell 2003, SPSS 11.5 for Windows, dan SAS 6.12.

Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan ekstrak daun kelor; pemanasan pada suhu 75ºC; pencampuran gula, jelly powder dan kalium sitrat; pemanasan pada suhu 75ºC selama 5 menit; penambahan perisa, pewarna dan natrium benzoat; pewadahan dan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Taraf ulangan ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor adalah 0,35% jelly powder, 0,15% kalium sitrat, 0,4% perisa, 300 ppm pewarna dan 0,1% natrium benzoat. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa persen penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun kelor berkisar antara 12-92%. Persen penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli berkisar antara 36-44%, sementara persen penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli berkisar antara 76-96%. Persen penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli berkisar antara 56-84%. Persen penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara 64-88%. Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor. Kadar air minuman jeli daun kelor yang dihasilkan berkisar antara 87,22-88,40%. Nilai pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,8-6,0. Total gula minuman jeli daun kelor berkisar antara 11,15º-11,90ºBrix. Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor berkisar antara 34,78-40,64 mg/100g bahan. Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor berkisar antara 0,23-0,27 g/100g bahan, sedangkan kadar serat tidak larut berkisar antara 0,35-0,43 g/100g bahan. Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan mengandung serat makanan total

Page 4: A2008 Rika Yulianti

sebesar 0,62-0,66 g/100g. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, serat makanan total, serat makanan tidak larut, serat makanan larut dan vitamin C minuman jeli daun kelor.

Berdasarkan persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor, minuman jeli dengan ulangan ekstraksi satu kali terpilih sebagai produk terbaik. Minuman jeli daun kelor terbaik mengandung ß-karoten sebanyak 0,17 mg/ 100 g bahan.

Hasil uji organoleptik minuman jeli daun kelor selama penyimpanan menunjukan bahwa persen penerimaan panelis terhadap warna berkisar antara 60-66-67%. Persen penerimaan panelis terhadap aroma berkisar antara 33,33-67%. Persen penerimaan panelis terhadap tekstur berkisar antara 66,67-73,33% sementara persen penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara 53,33-73,33%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, tekstur dan penerimaan umum minuman jeli daun kelor.

Selama penyimpanan minuman jeli daun kelor memiliki kadar air berkisar antara 87,16-87,65%, nilai pH berkisar antara 5,95-6,1, aktifitas air (aw) berkisar antara 0,940-0,956, kadar vitamin C berkisar antara 15,08-33,27 mg/100g bahan. Total gula minuman jeli daun kelor selama penyimpanan tidak berubah, yaitu sebesar 11,15ºBrix. Sidik ragam menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, aw, total gula dan vitamin C minuman jeli daun kelor.

Viskositas minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara 1090-1620 cp. Viskositas mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4, penurunan yang sangat berarti terjadi pada minggu ke-2, yaitu sebesar 485 cp. Lamanya penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap viskositas minuman jeli. Sineresis minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara 1,20-13,80%, lamanya penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap sineresis minuman jeli. Total mikroba minuman jeli selama penyimpanan berkisar antara <25 koloni/ml sampai 7,3 x 101 koloni/ml, lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor

Page 5: A2008 Rika Yulianti

PEMBUATAN MINUMAN JELI DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAMK) SEBAGAI SUMBER VITAMIN C

DAN ß-KAROTEN

RIKA YULIANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: A2008 Rika Yulianti

Judul : Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai Sumber Vitamin C dan ß-Karoten

Nama Mahasiswa : Rika Yulianti

Nomor Pokok : A 54104031

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief,MS Ir. Eddy Setyo Mudjajanto NIP. 130516871 NIP.131760849

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP.131124019

Tanggal Lulus :

Page 7: A2008 Rika Yulianti

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga proses penelitian dan

penulisan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS serta Ir. Eddy. Setyo Mudjajanto, selaku

Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak sekali bimbingan dan

arahan selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS, selaku Dosen Pemandu Seminar dan Dosen

Penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan

tugas akhir ini.

3. Mamah, Papah, Kakak, serta segenap keluarga tercinta atas segala doa,

dukungan dan kasih sayang.

4. Pak Mashudi, Bu Rizky, Bu Nina, dan Bu Titi atas bantuan, masukan dan

saran selama penelitian, Kak Sigit GMSK 35, Bu Rubiah, Mba Ari atas semua

bantuan dan kerjasama dalam penyelesaian tugas akhir ini.

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi GMSK yang telah membantu

kelancaran perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

6. Teman-teman sesama penelitian di lab: Rizka, Dewi K, Devita, Aqsa, Edo,

Achi, Daru, Pak Dian, Mba Indah, Mba Nita dan Mba Tintin atas bantuan dan

kebersamaan selama penelitian di lab.

7. Sahabat-sahabatku: Prita, Devi, Ida, Heni, Ima, Suci, Kiki dan teman-teman

GMSK 41 yang telah memberikan semangat, bantuan dan kebersamaan

selama empat tahun ini.

8. Kepada semua pihak yang telah memberikan kritik, saran, bimbingan, dan

bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

Page 8: A2008 Rika Yulianti

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Juli 1986 sebagai anak ke

tiga dari tiga bersaudara, dari Ayah bernama H. Abdul Malik dan Ibu bernama

Yeti Suryati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991-1992 di TK Pertiwi I

Bogor, kemudian dilanjutkan di SD Negeri Panaragan III Bogor (1992-1998).

Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 6 Bogor, dan tahun

2001-2004 penulis melanjutkan ke SMU Negeri 5 Bogor.

Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, jurusan Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2008 penulis mengikuti Pekan

Kreativitas Mahasiswa bidang ilmiah (PKMI) dengan judul “Survei Ketahanan

Pangan dengan Metode Kualitatif di Kelurahan Sukadamai Kecamatan Tanah

Sareal Kota Bogor”.dan berhasil didanai oleh DIKTI. Untuk menyelesaikan studi

di Fakultas Pertanian, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul

“Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai Sumber

vitamin C dan ß-Karoten”.

Page 9: A2008 Rika Yulianti

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi

PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

Latar Belakang .................................................................................... 1

Tujuan ................................................................................................. 2

Kegunaan ............................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3

Daun kelor .......................................................................................... 3

Sejarah dan Pemanfaatan ....................................................... 3 Energi dan zat gizi ................................................................... 4

ß-Karoten............................................................................................. 5

Vitamin C ............................................................................................. 8

Jelly Drink ............................................................................................ 9

Karagenan ........................................................................................... 10

Sukrosa .............................................................................................. 11

Kalium Sitrat ....................................................................................... 12

Perisa .................................................................................................. 12

Pewarna .............................................................................................. 12

Natrium Benzoat.................................................................................. 13

Organoleptik ........................................................................................ 13 BAHAN DAN METODE ................................................................................ 15

Waktu dan Tempat .............................................................................. 15

Bahan dan Alat .................................................................................... 15

Metode................................................................................................. 15 Penelitian Pendahuluan .......................................................... 15 Penelitian Lanjutan.................................................................. 20

Pengolahan dan Analisis Data............................................................ 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 25

Penelitian Pendahuluan ...................................................................... 25 Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor .................................... 25 Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air ....................... 27 Formulasi Minuman Jeli daun kelor ........................................ 28

Page 10: A2008 Rika Yulianti

Penelitian Lanjutan.............................................................................. 31 Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor ........................ 31 Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor ..................................... 37 Penentuan Produk Terbaik ..................................................... 43 Kadar ß-karoten dalam Minuman Jeli Daun Kelor ................. 44 Karakteristik Minuman Jeli Daun Kelor Dibandingkan dengan Minuman Jeli Di Pasaran.......................................... 45 Mutu Organoleptik Minuman Jeli Selama Penyimpanan ....... 45 Sifat Fisik Minuman Jeli Selama Penyimpanan ................... 49 Sifat Kimia Minuman Jeli Selama Penyimpanan .................... 51 Sifat Mikrobiologis Minuman Jeli Selama Penyimpanan........ 55

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 58

Kesimpulan.......................................................................................... 58 Saran ................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60

LAMPIRAN ................................................................................................... 63

Page 11: A2008 Rika Yulianti

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kandungan energi dan zat gizi daun kelor per 100 g berat basah .... 4

2 SNI Jeli Agar ....................................................................................... 10

3 Formula tekstur minuman jeli ............................................................. 19

4 Nilai absorbansi ekstrak daun kelor .................................................... 27

5 Komposisi minuman jeli daun kelor .................................................... 30

6 Karakteristik minuman jeli daun kelor dibandingkan dengan minuman jeli di pasaran ...................................................................... 45

7 Modus penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan .......................................................................... 46

8 Angka lempeng total minuman jeli selama penyimpanan .................. 56

Page 12: A2008 Rika Yulianti

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Daun dan pohon kelor ......................................................................... 3

2 Pembuatan minuman jeli daun kelor .................................................. 16

3 Diagram alir penelitian pendahuluan dan lanjutan ............................. 22

4 Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan ............................................ 31

5 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 32

6 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 33

7 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 34

8 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 35

9 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi ............................................... 36

10 Kadar air minuman jeli daun kelor ...................................................... 37

11 Nilai pH minuman jeli daun kelor ........................................................ 38

12 Nilai total gula minuman jeli daun kelor ............................................. 39

13 Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor ........................................... 40

14 Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor .......................... 41

15 Kadar serat makanan tidak larut minuman jeli daun kelor ................. 42

16 Kadar serat makanan total minuman jeli daun kelor .......................... 43

17 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 46

18 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 47

19 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 48

20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................. 48

21 Viskositas minuman jeli selama penyimpanan ................................... 49

22 Sineresis minuman jeli selama penyimpanan ................................... 50

23 Kadar air minuman jeli selama penyimpanan .................................... 52

24 Nilai pH minuman jeli selama penyimpanan....................................... 53

25 Nilai aw minuman jeli selama penyimpanan....................................... 54

26 Nilai total gula minuman jeli selama penyimpanan ............................ 54

27 Kadar vitamin C minuman jeli selama penyimpanan ......................... 55

Page 13: A2008 Rika Yulianti

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner organoleptik minuman jeli daun kelor................................... 63

2 Kuesioner organoleptik minuman jeli selama penyimpanan ................. 64

3 Prosedur analisis sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis minuman jeli ...... 65

4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli ........................... 70

5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli .......................... 70

6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli .......................... 70

7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa minuman jeli.............................. 71

8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman ............ 71

9 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor ............................. 71

10 Hasil sidik ragam pH minuman jeli......................................................... 71

11 Hasil sidik ragam total gula minuman jeli .............................................. 72

12 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli .............................................. 72

13 Hasil sidik ragam serat makanan larut minuman jeli ............................. 72

14 Hasil sidik ragam serat makanan tidak larut minuman jeli .................... 72

15 Hasil sidik ragam serat makanan total minuman jeli ............................. 72

16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli selama penyimpanan ............................................................................. 73

17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan ............................................................................. 73

18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli selama penyimpanan ............................................................................. 73

19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli ..... selama penyimpanan ............................................................................. 74

20 Hasil sidik ragam viskositas minuman jeli selama penyimpanan.......... 74

21 Hasil sidik ragam sineresis minuman jeli selama penyimpanan ........... 74

22 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli selama penyimpanan ........... 75

23 Hasil sidik ragam pH minuman jeli selama penyimpanan..................... 75

24 Hasil sidik ragam nilai aw minuman jeli selama penyimpanan ............. 75

25 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli selama penyimpanan .......... 75

26 Hasil sidik ragam total mikroba minuman jeli selama penyimpanan .... 76

Page 14: A2008 Rika Yulianti

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk) merupakan tanaman khas

daerah tropis yang juga mudah tumbuh. Di Indonesia tanaman kelor sudah

banyak dijumpai di Aceh, Kalimantan, Ujung Pandang dan Kupang. Di luar

negeri, tanaman kelor sudah menyebar di daerah Afrika dan seluruh As ia yang

sebagian besar memiliki iklim tropis seperti di Indonesia.

Pohon kelor sudah dikenal luas di Indonesia, khususnya di daerah

pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan. Di

Indonesia pohon kelor banyak ditanam sebagai pagar hidup, ditanam di

sepanjang ladang atau tepi sawah, berfungsi sebagai tanaman penghijau. Selain

itu tanaman kelor juga dikenal sebagai tanaman obat berkhasiat dengan

memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang,

biji, hingga akarnya (Simbolan, Mangatur & Nelly 2007). Daun kelor dikonsumsi

sebagai sayuran dengan rasa yang khas, yang memiliki rasa langu dan juga

digunakan untuk pakan ternak karena dapat meningkatkan perkembangbiakan

ternak khususnya unggas. Selain dikonsumsi daun kelor juga dijadikan obat-

obatan dan penjernih air (Anonim 2004).

Di dunia internasional budidaya daun kelor merupakan suatu program

yang sedang digalakan. Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor,

diantaranya The Miracle Tree, Tree for Life, dan Amazing Tree. Julukan tersebut

muncul karena bagian pohon kelor mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit

batang, hingga akar memiliki manfaat yang luar biasa. Tanaman kelor mampu

hidup di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan

terhadap musim kemarau, dan mudah dikembangbiakan (Simbolan et al. 2007)

Potensi yang terkandung dalam daun kelor diantaranya adalah tinggi

kandungan protein, ß-karoten, vitamin C, mineral terutama zat besi dan kalsium.

Menurut Fuglie (2001), di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai

suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa

pertumbuhan. Produk-produk yang berasal dari daun kelor yang kini sudah

beredar di pasaran diantaranya; teh moringa, minyak, sayuran kaleng dan

minuman suplemen moringa (Anonim 2007).

Daun kelor yang mempunyai potensi zat gizi seharusnya dapat

dimanfaatkan menjadi berbagai produk pangan olahan, diantaranya minuman

jeli. Minuman jeli merupakan minuman ringan berbentuk gel, umumnya minuman

Page 15: A2008 Rika Yulianti

jeli memiliki sifat elastis namun konsistensinya atau kekuatan gelnya lebih lemah

bila dibandingkan jeli agar. Minuman jeli diharapkan menjadi alternatif minuman

sari buah yang dapat mengatasi kestabilan sari buah karena minuman ini

memiliki konsistensi gel sehingga dapat menghindari pengendapan, tetapi mudah

diminum. Keunggulan dari minuman jeli yaitu bukan hanya sekedar minuman,

tapi sekaligus dapat dipakai untuk menunda rasa lapar. Keunggulan lain dari

produk minuman jeli adalah adanya kandungan vitamin dan serat alami yang

berguna bagi metabolisme tubuh (Pranajaya 2007). Minuman jeli cocok

digunakan untuk meningkatkan nilai tambah daun kelor karena merupakan

minuman ringan yang banyak digemari oleh masyarakat, mudah dibawa atau

dikirim dan juga mempunyai biaya pembuatan yang murah, baik diproduksi pada

skala kecil maupun industri.

Tujuan

Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan minuman jeli

daun kelor sebagai sumber vitamin C dan ß-karoten.

Tujuan khusus

1. Mempelajari cara pembuatan minuman jeli daun kelor dan

menentukan formula terbaik dari minuman jeli daun kelor.

2. Mempelajari pengaruh ulangan ekstraksi terhadap daya terima dan

sifat kimia minuman jeli daun kelor.

3. Menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli

daun kelor terbaik.

4. Mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia, fisik,

mikrobiologis dan daya terima minuman jeli daun kelor.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai pemanfaatan daun kelor yang dapat dikembangkan menjadi produk

minuman jeli. Produk ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif

produk pangan yang memiliki khasiat bagi kesehatan.

Page 16: A2008 Rika Yulianti

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk)

Sejarah dan Pemanfaatan

Pohon kelor sejak zaman dahulu telah tersebar di banyak tempat di dunia

dan di Indonesia. Daun kelor secara luas telah digunakan sebagai bahan

konsumsi makanan manusia, produk-produk farmasi, penjernihan air dan

makanan hewan. Di Afrika dan Asia, daun kelor direkomendasikan sebagai

suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa

pertumbuhan (Fuglie 2001). Khasiat daun kelor yang lain adalah sebagai obat

sakit kuning, obat sakit mata, obat haid yang tidak teratur, obat pusing, obat

sesak nafas, ekspektoran (obat yang dapat memudahkan pengeluaran dahak

atau getah radang dari paru-paru), encok, obat mual dan penguat tubuh atau

tonik (Anonim 2004).

Gambar 1 Daun dan Pohon Kelor

Nama umum dari tanaman ini adalah kelor, beberapa nama sebutan di

daerah-daerah tertentu seperti Kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru),

Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano

(Sumba), Ongge (Bima) dan Hao fo (Timor). Kelor termasuk jenis tumbuhan

perdu dengan tinggi pohon dapat mencapai 8 m. Pohon kelor tidak terlalu besar,

batang kayunya getas dan cabangnya jarang. Daun kelor berbentuk bulat,

berukuran 2-6 cm dan bersusun majemuk dalam satu tangkai (Anonim 2004).

Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam daun kelor, saat ini daun

kelor banyak dikonsumsi manusia hampir di seluruh dunia. Menurut Ghasi,

Nwobodo & Ofili (1999), daun kelor di India digunakan untuk mengobati manusia

yang mengidap penyakit jantung dan kegemukan hal ini didasarkan dari

kemampuan daun kelor yang dapat mereduksi efek dari kolesterol. Selain itu

Page 17: A2008 Rika Yulianti

daun kelor juga dimanfaatkan oleh anak-anak di India karena memiliki

kandungan ß-karoten untuk mencegah defisiensi vitamin A. Daun kelor di

Nigeria dikonsumsi sebagai sayur-sayuran dan tidak pernah dilaporkan

menimbulkan efek pada manusia yang mengkonsumsinya. Daun kelor yang

muda biasa dimasak dan dimakan seperti bayam atau digunakan untuk membuat

sup dan salad (Foild, Makkar & Becker 2007)

Di Indonesia daun kelor dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang

khas, yang memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena

dapat meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas. Selain

dikonsumsi daun kelor juga dijadikan obat-obatan dan penjernih air (Anonim

2004).

Energi dan Zat Gizi Daun Kelor

Kandungan kimia yang dimiliki daun kelor antara lain asam amino yang

berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin,

lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan et al. 2007).

Selain itu daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium, kalsium,

magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan, seng, dan

besi. Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, vitamin C, mineral

terutama zat besi. Fuglie (2001) menyebutkan kandungan kimia daun kelor per

100 g adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Kandungan energi dan zat gizi daun kelor per 100 g Komponen Komposisi Air 75 g Energi 92 Kal Protein 6.8 g Lemak 1.7 g Karbohidrat 12.5 g Serat 0.9 g Kalsium 440 mg Potasium 259 mg Fosfor 70 mg Besi 7 mg Zinc 0.16 mg ß-karoten 6.78 mg Tiamin (vitamin B1) 0.06 mg Riboflavin (vitamin B2) 0.05 mg Niacin (vitamin B3) 0.8 mg Vitamin C 220 mg

Sumber : Fuglie 2001

Page 18: A2008 Rika Yulianti

Senyawa antinutrisi yang banyak terkandung dalam daun kelor antara lain

saponin, tanin dan fenol. Saponin adalah glikosida dalam tanaman dan terdiri

atas gugus sapogenin (steroid; C27) atau triterpenoid (C30), gugus heksosa,

pentosa, atau asam uronat. Senyawa ini mempunyai rasa pahit dan berbusa bila

dilarutkan dalam air. Saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah,

dan sangat beracun terhadap hewan berdarah dingin, sedangkan terhadap

hewan berdarah panas daya toksisitasnya berbeda-beda (Winarno 1992).

Saponin pada daun kelor tidak menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia

yang telah mengkonsumsinya. Menurut Duke (1983), saponin hadir dalam dua

bentuk yaitu steroid (C27) dan triterpenoids (C30) saponin yang terdapat dalam

daun kelor bersifat non hemolitik. Perlakuan panas dalam keadaan basah atau

pemisahan dengan ekstraksi alkohol dapat mengurangi saponin. Menurut Foild et

al. (2007) daun kelor segar mengandung 5% saponin sedangkan daun kelor

yang telah diekstraksi dengan alkohol mengandung saponin sebesar 0,2%.

Tanin banyak dijumpai di alam dan terdapat pada tiap-tiap bagian

tumbuhan khususnya tanaman di daerah tropis pada daun dan kulit kayu. Tanin

dapat menyebabkan rasa sepat karena saat dikonsumsi akan terbentuk ikatan

silang antara tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut sehingga

menimbulkan perasaan kering dan berkerut (Jamriati 2008). Foild et al. (2007),

menambahkan bahwa kandungan tanin dalam daun kelor sebanyak 1.4%.

Fenol banyak terdapat dalam tanaman dan biasanya pada saat

diekstraksi dapat bersifat larut dalam alkohol. Kandungan fenol dalam daun kelor

segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar

1,6% (Foild et al. 2007).

ß-karoten

Vitamin A dalam diet manusia sebagian besar berasal dari vitamin A

retinol dan provitamin A karotenoid. Karoten merupakan sumber utama

provitamin A yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati terutama sayur-

sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning. Terdapat hubungan

langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau

daun tersebut semakin tinggi karotennya. Dalam tanaman terdapat beberapa

jenis karoten yang merupakan provitamin A. Jenis karoten yang paling banyak

ditemui adalah a, ß dan ?-karoten, mungkin juga kriptoxantin (Winarno 1992).

Diantara ketiga jenis karoten, ß-karoten merupakan provitamin A yang paling

Page 19: A2008 Rika Yulianti

potensial karena ekivalen dengan 2 mol vitamin A (Andarwulan & Koswara

1992).

Provitamin A lebih stabil dibandingkan dengan vitamin A selama

pengolahan pangan. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan karotenoid

dalam lokasi yang terhindar dari O2 dalam bahan pangan, misalnya dalam bentuk

dispersi koloid pada media lemak atau bentuk kompleks dengan protein

(Andarwulan & Koswara 1992). Karoten yang berasosiasi dengan lipid/protein

akan terlindungi dari oksidasi (Damayanthi, Marliyati, Syarief & Sukandar 1997).

Andarwulan dan Koswara (1992), melaporkan bahwa pada pemasakan

buncis segar atau buncis beku, sedikit atau tidak ada karotenoid yang rusak. Hal

ini juga terjadi pada wortel beku. Pengukusan menghasilkan kerusakan ß-karoten

yang lebih sedikit dibandingkan dengan perebusan. Pada pengukusan wortel

diperoleh retensi ß-karoten sebesar 91-93%, sedangkan pada pengukusan

bayam sebesar 98%. Pada perebusan wortel, ubi jalar, tomat, asparagus, kubis,

brokoli, kacang kapri dan sayuran lainnya retensi ß-karoten berkisar antara 84-

100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan 20 macam

makanan umumnya karoten sangat stabil. Sebagian proses pemasakan tersebut

dapat menahan jumlah karoten mendekati 100%. Provitamin A mempunyai sifat

yang mudah teroksidasi oleh udara karena karoten merupakan molekul organik

yang mempunyai ketidakjenuhan tinggi. Karoten akan rusak bila dipanaskan

pada suhu tinggi bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik (Winarno

1992).

Damayanthi et al. (1997), menegaskan bahwa vitamin A dan ß-karoten

peka terhadap zat pengoksidasi, cahaya ultraviolet dan dekomposisinya

dipercepat oleh katalis ion logam. Perubahan struktur ß-karoten dalam

pengolahan dan penyimpanan makanan dapat terjadi melalui berbagai jalur,

tergantung pada kondisi reaksi, seperti suhu tinggi, oksidasi kimiawi, oksidasi

yang dikatalis oleh cahaya, pemasakan dan pengolahan (Andarwulan & Koswara

1992). Kerusakan provitamin A (ß-karoten) pada pemasakan atau pengawetan

bahan pangan tanpa adanya O2 hanya akan menyebabkan transformasi cis-trans

isomer ke bentuk neo-ß-karoten yang masih mempunyai aktivitas vitamin A

sebesar 38%. Jika terdapat O2, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan

dipacu oleh enzim dan cahaya (Andarwulan & Koswara 1992). Karoten yang

dipanaskan pada suhu 60°C mengalami isomerisasi cis-trans. Cis-isomer

mempunyai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dari trans-isomer. Secara

Page 20: A2008 Rika Yulianti

alamiah, karoten umumnya terdapat dalam bentuk trans-isomer tetapi juga ada

yang berbentuk cis-isomer (Klaui & Baurnfeid 1981)

Pengolahan pangan dengan pemanasan akan mempengaruhi kandungan

karoten pada sayuran. Lebih lanjut Bauernfeid (1981), menyatakan besar

kecilnya pengaruh pemanasan terhadap kandungan karoten sayuran dipengaruhi

oleh : (1) waktu dan temperatur pengolahan; (2) jumlah O2 yang tersedia selama

proses; (3) pH dari bahan yang diolah; (4) tersedianya logam-logam yang bersifat

katalis dan prooksidan yang terdapat dalam bahan yang diolah; (5) sinar

matahari dan (6) tersedianya antioksidan dalam bahan yang diolah.

Pemanasan dalam suasana asam (pH 4,5 atau kurang) akan

mengakibatkan terjadinya isomerisasi dari satu/dua ikatan rangkap dari semua

trans karotenoid menjadi isomer campuran cis-trans karotenoid. Aktivitas isomer

cis lebih rendah dibandingkan isomer trans, maka isomerisasi sebagian ini pada

suasana asam akan menurunkan aktivitas vitamin A (Damayanti et al. 1997).

Kerusakan yang berarti pada karoten terjadi karena proses pengeringan

(dehidrasi). Monica dan Dowell (1985) dalam Andarwulan dan Koswara (1992),

melaporkan bahwa kehilangan ß-karoten pada wortel yang dikeringkan dengan

menggunakan pengeringan kabinet, pengeringan dengan udara panas dan

pengeringan beku (freeze drying) berturut-turut adalah 26%, 19%, dan 15%.

Sweeney dan Marsh (1971) yang dikutip Andarwulan dan Koswara (1992),

menambahkan bahwa kehilangan ß-karoten sebesar 13% pada pengeringan

dengan pengeringan beku (freeze drying). Akan tetapi pengepakan dengan O2

rendah dapat menurunkan kecepatan kerusakan selama penyimpanan.

Konsumsi dan kecukupan vitamin A dinyatakan dalam satuan Retinol

Ekivalen (RE). Kandungan vitamin A dalam daftar komposisi bahan makanan

(DKBM) sebaiknya tercantum dalam satuan mikrogram (µg) retinol, µg ß-karoten

dan µg karoten lainnya, sehingga total vitamin A dalam satuan RE dapat dihitung

(Hardinsyah & Martianto 1992). Hubungan antara satuan-satuan tersebut dengan

RE didefinisikan sebagai berikut: 1 RE sama dengan 1 µg retinol, 6 µg ß-karoten,

12 µg karoten lainnya, 3.33 Satuan Internasional (SI) vitamin A aktif dari karoten

lainnya (Hardinsyah 1988).

Tingkat kecukupan vitamin A menunjukkan ukuran penilaian konsumsi

vitamin A, yang merupakan rasio konsumsi terhadap kecukupan vitamin A yang

dinyatakan dalam persen (Hardinsyah 1988). Di Indonesia yang dianggap

memiliki prevalensi tinggi KVA adalah anak balita. Menurut Muhilal & Sulaeman

Page 21: A2008 Rika Yulianti

(2004), angka kecukupan vitamin A seorang anak usia 1-2 tahun adalah 400 RE

atau setara dengan 2400 µg ß-karoten. Orang dewasa memiliki angka

kecukupan vitamin A sebesar 600 RE atau 3600 µg ß-karoten (pria) dan 500 RE

atau 3000 µg ß-karoten (wanita).

Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya terang,

deferensiasi sel, imunitas, pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi.

Kekurangan vitamin A dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi vitamin A,

gangguan penyerapan dan penggunaan dalam tubuh, serta kebutuhan yang

meningkat. Kekurangan vitamin A banyak terjadi di negara berkembang

termasuk di Indonesia, karena makanan sumber vitamin A pada umumnya

memiliki harga yang mahal (Almatsier 2002).

Vitamin C

Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air,

mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Vitamin C yang ada di alam

terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan

hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C. Vitamin C mempunyai rumus empiris

C6H8O6 dalam bentuk kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau (Andarwulan &

Koswara 1992). Sumber vitamin C terutama berasal dari sayuran dan buah-

buahan. Buah jeruk baik yang dibekukan maupun yang dikalengkan merupakan

sumber vitamin C yang tinggi, jambu, nenas, belimbing juga memiliki kandungan

vitamin C yang tinggi. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan

sumber vitamin C yang baik bahkan setelah dimasak (Winarno 1992).

Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan,

dan mudah dibuat dari gula dengan biaya yang sangat rendah. Vitamin C bersifat

sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan dapat menyebabkan kerusakan.

Vitamin C memiliki sifat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi dan proses

tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis besi

dan tembaga. Oksidasi dapat dihambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan

asam atau pada suhu yang rendah (Winarno 1992). Vitamin C adalah suatu

turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan

dengan monosakarida. Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, tetapi

dalam keadaan larut mudah rusak karena bersentuhan dengan udara terutama

bila terkena panas (Almatsier 2002).

Asam askorbat sangat larut dalam air sehingga mudah hilang akibat luka

di permukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Kehilangan vitamin

Page 22: A2008 Rika Yulianti

C pada pemasakan atau pengolahan sayuran sangat bervariasi tergantung pada

jenis sayuran dan proses yang digunakan. Perlakuan panas pada waktu

memasak sayuran selama satu jam mengakibatkan kerusakan vitamin C lebih

dari 50% (Andarwulan & Koswara 1992).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, diantaranya sebagai

koenzim. Beberapa turunan vitamin C seperti asam eritrobik dan askorbik

palmitat digunakan sebagai antioksidan di dalam industri pangan untuk

mencegah proses menjadi tengik, perubahan warna pada buah-buahan dan

untuk mengawetkan daging (Almatsier 2002).

Jelly Drink

Jelly merupakan makanan ringan berbentuk gel yang dapat dibuat dari

pektin, agar, karagenan, gelatin atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan

penambahan gula, asam dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang

diizinkan (SNI 01-3552-1994). Jelly drink adalah produk minuman yang

berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan, gelatin, atau

seyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam, dan atau tanpa

bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Produk jelly drink diharapkan

menjadi alternatif minuman sari buah yang dapat mengatasi kestabilan pada sari

buah karena minuman ini memiliki konsistensi gel sehingga dapat menghindari

pengendapan, namun mudah diminum. Jelly drink memiliki konsistensi gel yang

lemah sehingga memudahkan untuk disedot sebagai minuman (Noer 2006).

Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan jelly drink diantaranya adalah

jelly powder dengan kandungan utama berupa karagenan didalamnya, potasium

sitrat, sukrosa, asam sitrat, pengawet, dan pewarna (Noer 2006). Syarat mutu

yang harus dimiliki oleh jeli dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 23: A2008 Rika Yulianti

Tabel 2 Syarat mutu jeli (SNI 01-3552-1994)

No Keadaan Satuan Persyaratan 1. Keadaan 1.1 Bentuk Semi padat 1.2 Bau Normal 1.3 Rasa Normal 1.4 Warna Normal 1.5 Tekstur Kenyal 2. Jumlah gula (dihitung

sebagai sakarosa) % b/b Min 20

3. Bahan Tambahan Makanan 3.1 Pemanis buatan Negatif 3.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI No.01-0222-1987 3.3 Pengawet Sesuai SNI No.01-0222-1987 4. Cemaran logam 4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0.5 4.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 5.0 4.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 20 4.4 (Sn) mg/kg Maks 40 5. Cemaran Arsen mg/kg Maks 0.1 6. Cemaran Mikroba 6.1 Angka lempeng total Maks 104 6.2 Bakteri coliform Koloni/g Maks 20 6.3 E. coli APM/g < 3 6.4 Salmonella APM/g Negatif/ 25 g 6.5 Staphylacoccus aureus Koloni/g Maks 102 6.6 Kapang dan khamir Koloni/g Maks 50

Sumber SNI 01-3552-1994

Karagenan

Karagenan adalah polisakarida berantai lurus dari D-galaktosa dan 3,6

anhidro D-galaktosa yang mengandung sulfat yang diekstrak dari berbagai

ganggang merah (Fardiaz 1989). Sedangkan menurut Meyer (1978), karagenan

diisolasi dari irish moss dengan ekstraksi menggunakan air panas, merupakan

campuran polisakarida yang terbuat dari galaktosa mono- atau di-sulfat.

Karagenan terutama terdiri dari ester-ester kalium, natrium, magnesium,

kalsium dan amonium sulfat dari polimer melalui ikatan a-1,3 dan ß-1,4.

karagenan terdiri dari tiga fraksi utama yaitu ? (kappa)-, ? (lamda)- dan ? (iota)-

karagenan. Kappa- dan iota-karagenan dapat membentuk gel sedangkan lamda-

karagenan tidak. ? (kappa)-karagenan merupakan polimer D-galaktosa-4-sulfat

dan 3,6-anhidro-D-galktosa yang tersusun secara bergantian. ? (iota)-karagenan

strukturnya sama dengan ? (kappa)-karagenan kecuali 3,6-anhidrogalaktosa

bersulfat pada atom karbon nomor dua. Pada ? (lamda)-karagenan, gugusan

Page 24: A2008 Rika Yulianti

rantai yang saling bergantian adalah kebanyakan D-galaktosa-2-sulfat yang

terikat melalui ikatan a-1,3 dan D-galaktosa-2,6-disulfat yang terikat melalui

ikatan ß-1,4 (Fardiaz 1989).

Fraksi karagenan larut dalam panas khususnya di atas suhu 70°C, hanya

? (lamda)-karagenan dan garam-garam natrium dari ?- dan ?-karagenan yang

larut dalam air dingin. Semua larutan karagenan cenderung membentuk gel jika

didinginkan. ? (kappa) dan ? (iota)-karagenan pada konsentrasi 0,1-0,5% dan

dikombinasikan dengan galaktomanan dan garam-garam kalium, jika dilarutkan

dengan pemanasan akan membentuk gel yang jernih, elastis dan stabil pada

suhu kamar (Fardiaz 1989).

Karagenan stabil pada pH 7 atau lebih, penurunan pH menyebabkan

penurunan stabilitas khususnya pada suhu tinggi. Penurunan pH menyebabkan

hidrolisis polimer karagenan, yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan

kemampuan untuk membentuk gel. Namun pada kenyataannya gel akan

terbentuk walaupun pada pH yang rendah dan hidrolisis terjadi tidak lama

kemudian dan gel tetap stabil (Glicksman 1983).

Sukrosa

Peran gula pada produksi pangan sangat penting terutama sebagai

pemberi rasa manis dan sukrosa adalah bahan yang biasa digunakan. Sukrosa

merupakan disakarida yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam

pengolahan makanan. Sumber bahan pangan yang mengandung sukrosa

diantaranya adalah tebu, bit, siwalan, dan kopyor (Winarno 1992). Sukrosa

mempunyai sifat mudah larut dalam air dan kelarutannya akan meningkat

dengan adanya pemanasan. Titik leleh sukrosa adalah pada suhu 60°C dan

akan membentuk cairan yang jernih. Pada pemanasan selanjutnya akan

berwarna cokelat atau dikenal dengan proses browning (Buckle, Edwards, Fleet

& Wooton 1987).

Tujuan penambahan bahan pemanis adalah untuk memperbaiki flavor

(rasa dan bau) bahan makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat

meningkatkan kelezatan. Penambahan pemanis juga dapat memperbaiki tekstur

bahan makanan misalnya kenaikan viskositas, menambah bobot rasa sehingga

meningkatkan mutu sifat kunyah (mouth fulness) bahan makanan. Sukrosa

merupakan pemanis yang paling banyak digunakan karena flavornya lebih dapat

memberikan kenikmatan manis pada manusia sehingga dianggap sebagai

pemanis baku (Winarno & Rahayu 1994).

Page 25: A2008 Rika Yulianti

Kalium Sitrat

Kalium sitrat yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli berfungsi

untuk membentuk sistem buffer bersama dengan asam yang dapat

mempertahankan pH dimana minuman jeli bisa lebih stabil. Kappa karagenan

akan membentuk gel yang kokoh dengan adanya kation kalium, sebaliknya bila

kationnya adalah sodium maka gugus sulfat yang terdapat pada karagenan akan

larut dalam air dingin dan tidak membentuk gel. Penambahan garam kalium yang

terlalu banyak, akan menyebabkan gel yang terbentuk menjadi rapuh dan

meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya sineresis, yaitu suatu peristiwa

dimana cairan merembes keluar dari struktur gel (Noer 2006).

Perisa

Perisa digolongkan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat

memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma (Winarno &

Rahayu 1994). Senyawa-senyawa ester tertentu (flavormatik) mempunyai aroma

yang menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat mempunyai aroma

yang menyerupai aroma pisang, benzil asetat mempunyai aroma strawberry dan

amil kaproat mempunyai aroma nanas dan apel (Winarno 1992).

Penambahan perisa bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat

pemasakan pada suhu tinggi dan waktu pemasakan yang terlalu lama.

Pemberian perisa sangat penting dalam mempengaruhi tanggapan organoleptik

dan lebih lanjut dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaannya

dapat memberikan aroma yang disukai oleh konsumen (Muchtadi & Ali 1991).

Pewarna

Penentuan mutu bahan pangan sangat tergantung pada beberapa faktor

diantaranya warna, aroma, tekstur, citarasa dan nilai gizi. Tetapi sebelum faktor-

faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan

sangat menentukan penerimaan konsumen (Cahyadi 2006).

Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki

penampakan, mendapatkan warna yang seragam, mendapatkan warna yang

lebih tua dari aslinya, melindungi zat-zat flavor dan vitamin yang peka terhadap

cahaya selama penyimpanan. Pewarna terdiri atas pewarna alami dan pewarna

buatan. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan dibandingkan dengan pewarna

alami, yaitu mempunyai kestabilan yang lebih tinggi, mewarnai lebih kuat, lebih

seragam dan lebih murah (Sulaeman 1990).

Page 26: A2008 Rika Yulianti

Natrium Benzoat

Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mempertahankan

makanan terhadap serangan bakteri dan khamir. Benzoat lebih efektif digunakan

dalam makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet di

dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH

rendah (Winarno 1992).

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas

penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan

ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Kelarutan

garamnya lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat

(Winarno 1992). Aktivitas optimum natrium benzoat pada kisaran pH 2,5-4,0

dengan konsentrasi maksimum adalah 0,1%. Daya pengawet asam benzoat

berkurang atau tidak ada pada pH 6-7, karena asam benzoat telah banyak

terdisosiasi sehingga tidak efektif (Sulaeman 1990).

Penggunaan asam benzoat dibatasi dalam hampir semua produk buah-

buahan dan sering digunakan bersama dengan belerang dioksida. Asam benzoat

lebih efektif terhadap khamir dan bakteri dari pada kapang dan pada konsentrasi

diatas 25 mg/l asam tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang

(Buckle et al. 1987). Menurut Dirjen POM (Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomer 235/Men.Kes/Per/VI/79), natrium benzoat dapat digunakan sebagai

bahan pengawet dalam sari buah dengan batas maksimum penggunaan 1000

mg/kg.

Organoleptik

Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan

pertolongan panca indera manusia. Pada umumnya uji organoleptik atau disebut

juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan,

indera peraba, indera pencium, indera perasa dan mungkin indera pendengar

(Damayanti et al. 1997).

Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya

dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan

mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan

dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Penentuan

peneriman terhadap produk minuman jeli dapat dilakukan melalui uji hedonik

atau kesukaan. Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma,

rasa, tekstur, dan penerimaan umum terhadap minuman jeli (Soekarto 1985).

Page 27: A2008 Rika Yulianti

Kualitas makanan yang dapat ditentukan oleh indera digolongkan menjadi

tiga kategori yaitu faktor-faktor rupa, tekstur dan aroma. Faktor-faktor rupa

adalah sifat-sifat seperti ukuran, bentuk, keutuhan, warna, kekentalan dan

sebagainya. Faktor-faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan seperti keempukan

dan mudah tidaknya dikunyah. Faktor-faktor aroma adalah bau dan rasa

sekaligus, misalnya rasa manis, asam, pahit dan harum. Terdapat beberapa uji

organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan diantaranya, uji

kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta

tanggapan pribadinya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu

produk, sedangkan pada uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan

berdasarkan kesan baik atau buruk (Damayanti et al. 1997).

Page 28: A2008 Rika Yulianti

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2008.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium

Analisis Zat Gizi dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat,

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Pengolahan

Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Mikrobiologi Seafast, Institut Pertanian

Bogor dan Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor, gula,

jelly powder, kalium sitrat, perisa melon, pewarna makanan, natrium benzoat

serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia. Jelly powder dan

kalium sitrat diperoleh dari PT. Halim Sakti Pratama, Jakarta.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan minuman jeli yaitu pisau,

blender, panci, kompor gas, kain saring, termometer, timbangan, baskom, cup.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH meter, aw meter, termometer,

refraktometer, pipet, timbangan analitik, penangas air, stirer, dan alat-alat yang

digunakan untuk melakukan analisis kimia.

Metode

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian lanjutan.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi tiga tahap, yaitu mempelajari cara

pembuatan minuman jeli, penentuaan perbandingan daun kelor dan air dalam

pembuatan ekstrak daun kelor dan formulasi minuman jeli daun kelor.

1. Cara Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor

Minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi minuman jeli yang telah

ada. Modifikasi yang dilakukan dalam hal bahan baku utama pembuat minuman

jeli dan komposisi bahan penyusun minuman jeli. Minuman jeli yang telah ada di

pasaran secara umum memiliki komposisi sebagai berikut; air, gula pasir,

karagenan, asam sitrat, pemanis buatan, kalium sitrat, perisa, pengawet natrium

benzoat, pengemulsi nabati dan pewarna buatan. Penelitian ini menggunakan

ekstrak daun kelor sebagai bahan utama pengganti air pada minuman jeli yang

Page 29: A2008 Rika Yulianti

beredar di pasaran. Prosedur pembuatan minuman jeli daun kelor dapat dilihat

pada Gambar 2.

Daun kelor ?

Dicuci ?

Diblansir pada suhu 100°C selama 1 menit ?

Diblender selama 5 menit ?

Disaring ?

Diambil filtratnya ?

Ditambahkan gula ?

Dipanaskan sampai suhu 75°C ?

Ditambahkan jelly powder dan potasium sitrat ?

Dipanaskan pada suhu 75°C selama 5 menit ?

Ditambahkan perisa, pewarna dan natrium benzoat ?

Dimasukkan ke dalam cup ?

Dilakukan sealing dengan sealer ?

Dilakukan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit ?

Minuman jeli daun kelor

Gambar 2 Diagram alir pembuatan jelly drink (Modifikasi dari Ferizal, 2005)

Pembuatan minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi dari penelitian

pembuatan minuman jeli sayur dan buah oleh Ferizal (2005). Ferizal

menggunakan ekstrak campuran sayur dan buah yang terdiri dari lemon, nenas,

wortel dan tomat. Pembuatan minuman jeli daun kelor tidak menggunakan asam

sitrat karena penggunaan asam sitrat menjadikan warna minuman jeli menjadi

cokelat. Hal ini disebabkan karena klorofil mempunyai sifat yang labil terhadap

asam. Pada suasana asam ion Mg2+ dalam klorofil akan disubtitusikan dengan

ion H+, hal ini menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau menjadi

cokelat, yaitu warna dari feofitin (Gross 1991 dalam Prangdimutri, Muchtadi,

Made & Fransiska 2006).

Page 30: A2008 Rika Yulianti

Selain itu asam menyebabkan isomerisasi semua isomer trans karotenoid

menjadi cis karotenoid yang menyebabkan penurunan aktivitas vitamin A

(Mortensen & Skibsted 2000 dalam MacDougall 2002).

2. Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air

Ekstrak daun kelor dibuat dengan cara mencampurkan air dan daun

kelor, dengan berbagai perbandingan. Perbandingan antara daun kelor dan air

(daun kelor : air) yang dicobakan adalah 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20. Penentuan

perbandingan tersebut berdasarkan pada konsentrasi yang digunakan dalam

ekstraksi bahan secara umum yang berkisar antara 1:5 sampai 1:20. Setelah

penghancuran dilakukan penyaringan dan didapat ekstrak daun kelor. Kemudian

dilakukan pembacaan absorbansi pada masing-masing ekstrak daun kelor yang

didapat dari taraf perlakuan perbandingan antara daun kelor dan air (1:5, 1:10,

1:15 dan 1:20). Selanjutnya dilakukan pemilihan ekstrak daun kelor yang

mempunyai nilai absorbansi tertinggi.

Ekstrak daun kelor yang terpilih kemudian dibuat minuman jeli, dengan

penentuan ulangan ekstraksi yang berbeda. Taraf ulangan ekstraksi yang

dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Pengertian ulangan ekstraksi

dalam penelitian ini adalah penghancuran daun kelor menggunakan blender

(pada ulangan ekstraksi yang kedua dan ketiga yang dihancurkan adalah ampas

daun kelor hasil penyaringan) dan untuk tiap ulangan ekstraksi ditambahkan air.

Pada perlakuan ulangan ekstraksi satu kali, penambahan air pada daun

kelor dilakukan sekaligus (100% dari total air yang akan ditambahkan, yaitu 15

kali berat daun kelor) ketika melakukan ekstraksi menggunakan blender. Pada

perlakuan ulangan ekstraksi dua kali, total air yang ditambahkan dibagi menjadi

dua bagian, yaitu 50% dari total air yang ditambahkan pada perlakuan ulangan

ekstraksi satu kali (7,5 kali berat daun kelor). Ekstraksi dilakukan sebanyak dua

kali. Ekstraksi pertama dilakukan pada daun kelor segar dengan menambahkan

sebagian air (50%), lalu dilakukan penyaringan. Ekstraksi kedua dilakukan

dengan cara mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi pertama

dengan air yang belum ditambahkan. Kemudian filtrat hasil ekstraksi pertama

digabungkan dengan filtrat hasil ekstraksi kedua.

Pada perlakuan ulangan ekstraksi tiga kali, air yang ditambahkan untuk

mengekstrak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 33,33% dari total air yang

ditambahkan pada perlakuan ulangan ektraksi satu kali (5 kali berat daun kelor).

Ekstraksi pertama dilakukan pada daun kelor segar dengan menambahkan air

Page 31: A2008 Rika Yulianti

sebesar 33,33% dari total air yang akan ditambahkan selama ekstraksi,

kemudian dilakukan penyaringan. Ekstraksi kedua dilakuakan dengan cara

mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan ekstraksi pertama dengan air

sebesar 33,33% dari total air yang akan ditambahkan selama ekstraksi. Ekstraksi

ketiga dilakuakan dengan mengekstrak ampas/padatan hasil penyaringan

ekstraksi kedua dengan sisa air yang belum ditambahkan untuk ekstraksi.

Kemudian masing-masing filtrat hasil ekstraksi pertama, kedua dan ketiga

digabungkan.

3. Formulasi Minuman Jeli Daun Kelor

Proses formulasi terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan konsentrasi

gula dan konsentrasi perisa yang dapat menutupi bau langu daun kelor,

penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat, serta penentuan

konsenterasi pewarna dan pengawet. Formulasi minuman jeli daun kelor

dilakukan dengan mencampurkan ekstrak daun kelor dengan bahan penyusun

minuman jeli yang terdiri dari gula, jelly powder, kalium sitrat, perisa, pewarna,

dan natrium benzoat. Proses pencampuran memerlukan pemanasan untuk

melarutkan semua bahan penyusun.

a. Penentuan Konsentrasi Gula dan Perisa

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh minuman jeli yang disukai

panelis. Pada proses penentuan konsentrasi gula digunakan beberapa taraf

konsentrasi gula yang dicobakan yaitu 12%, 13% dan 14% dari berat total

ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian Ferizal (2005). Penentuan

konsentrasi gula dilakukan dengan pencicipan menggunakan panelis terbatas.

Setelah didapat konsentrasi gula yang paling disukai panelis, penelitian

dilanjutkan dengan penentuan konsentrasi perisa.

Penambahan perisa dilakukan pada formula terpilih hasil penelitian

penentuan konsentrasi gula. Perisa yang digunakan adalah perisa melon.

Penentuan konsentrasi perisa dilakukan secara trial and error sampai didapat

rasa dan aroma yang disukai oleh panelis. Konsentrasi perisa yang dicobakan

adalah 0,7%, 0,8% dan 0,9% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini

didasarkan pada batas aman penggunaan perisa, yaitu sebesar 1% per berat

bahan. Konsentrasi perisa ditentukan dengan cara pencicipan oleh panelis

terbatas. Berdasarkan pencicipan diketahui bahwa taraf konsentrasi perisa yang

dicobakan tidak disukai panelis, karena bau dan rasa melon yang terlalu

menyengat. Sehingga konsentrasi perisa yang dicobakan perlu dikurangi.

Page 32: A2008 Rika Yulianti

Kemudian digunakan konsentrasi perisa sebesar 0,3%, 0,4% dan 0,5% dan

dilakukan pencicipan kembali.

b. Penentuan Konsentrasi Jelly Powder dan Kalium Sitrat

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tekstur minuman jeli yang

disukai panelis. Jumlah jelly powder dan kalium sitrat yang ditambahkan

ditentukan berdasarkan penelitian Ferizal (2005), jumlah jelly powder yang

dicobakan adalah 0,2%, 0,3% dan 0,4% dari berat total ekstrak daun kelor,

sementara jumlah kalium sitrat yang dicobakan adalah 0,15% dan 0,3%. Ketiga

konsentersi jelly powder dan kalium sitrat dikombinasikan (Tabel 3). Tekstur

minuman jeli ditentukan dengan penekanan oleh tangan, kemudian masing-

masing minuman jeli hasil kombinasi antara jelly powder dan kalium sitrat

dibandingkan teksturnya dengan minuman jeli yang ada di pasaran.

Tabel 3 Kombinasi formula tekstur minuman jeli daun kelor

Kalium sitrat Jelly powder Formula

0,15%

0,2% F1

0,3% F2

0,4% F3

0,3%

0,2% F4

0,3% F5

0,4% F6

Minuman jeli F2 memiliki tekstur yang paling mirip dengan tekstur

minuman jeli yang ada di pasaran, namun minuman jeli F2 yang disimpan

selama tiga hari cenderung mengalami sineresis, sehingga ditambahkan jelly

powder sebanyak 0,05% untuk mencegah sineresis yang terlalu tinggi.

Penambahan jelly powder sebanyak 0,05% tetap menghasilkan minuman jeli

yang disukai panelis dan mudah disedot.

c. Penentuan Konsentrasi Pengawet dan Pewarna

Pewarna yang digunakan adalah pewarna jenis Tartasine CI Briliant Blue

CI, penambahan pewarna disesuaikan dengan anjuran pemakaian yang tertera

pada label penggunaan, yaitu sebesar 300 ppm. Banyaknya natrium benzoat

yang digunakan ditentukan berdasarkan batas maksimal penggunaan natrium

benzoat yaitu sebesar 0,1% per berat bahan (Sulaeman 1990). Penggunaan

jumlah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa minuman jeli mudah

ditumbuhi mikroorganisme karena minuman jeli memiliki kadar air yang tinggi,

keasaman yang rendah dan penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu

Page 33: A2008 Rika Yulianti

kamar. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok untuk

pertumbuhan mikroorganisme.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan terdiri dari beberapa bagian yaitu pembuatan minuman

jeli dengan taraf ulangan ekstraksi, menganalisis daya terima minuman jeli daun

kelor melalui uji hedonik (kesukaan) dan menentukan minuman jeli daun kelor

terbaik hasil uji organoleptik, menganalisis sifat kimia minuman jeli daun kelor,

menganalisis kadar ß-karoten yang terkandung dalam minuman jeli daun kelor

terbaik, dan menganalisis sifat kimia, fisik, mikrobiologis, serta daya terima

minuman jeli selama penyimpanan.

1. Analisis Daya Terima Minuman Jeli Daun Kelor

Analisis daya terima minuman jeli dilakukan dengan cara uji organoleptik

dengan metode uji hedonik (kesukaan). Penilaian dilakukan terhadap lima

parameter yaitu warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum. Uji hedonik

(kesukaan) dilakukan terhadap 25 panelis agak terlatih. Panelis diminta untuk

memberikan penilaian terhadap contoh produk berdasarkan skala hedonik 1

sampai 6. Tingkat penilaian meliputi: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3)

agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, dan (6) sangat suka. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 1).

2. Analisis Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor

Minuman jeli hasil ulangan ekstraksi pertama, kedua dan ketiga dianalisis

sifat kimianya. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air dengan metode oven

biasa (Sulaeman, Anwar, Rimbawan & Marliyati 1995), pH (Apriyantono, Fardiaz,

Sedarnawati, Budianto 1989), kadar serat makanan dengan metode enzimatis

(Sulaeman et al. 1995), total gula dengan metode refraktometri (Sulaeman et al.

1995), dan kadar vitamin C dengan metode iodimetri (Apriyantono et al. 1989).

3. Analisis Kadar ß-karoten Minuman Jeli Daun Kelor Terbaik

Kadar ß-karoten pada minuman jeli daun kelor terbaik dianalisis dengan

metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

4. Analisis Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis dan Daya Terima Minuman Jeli selama Penyimpanan

Penyimpanan minuman jeli dilakukan pada suhu ruang (28-30°C) dengan

taraf lama penyimpanan 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu. Penentuan taraf

lama penyimpanan minuman jeli berdasarkan pada penelitian Adi (2006), yang

Page 34: A2008 Rika Yulianti

menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05)

terhadap total mikroba minuman jeli lidah buaya.

Sifat kimia minuman jeli yang dianalisis selama penyimpanan meliputi

kadar air, pH, aktivitas air (aw), total gula, dan vitamin C. Sedangkan sifat fisik

yang dianalisis adalah viskositas dan sineresis. Uji total mikroba terhadap

minuman jeli daun kelor juga dilakukan selama penyimpanan dengan metode

TPC (Total Plate Count). Analisis daya terima minuman jeli daun kelor selama

penyimpanan dilakukan dengan uji organoleptik. Penilaian dilakukan terhadap

empat parameter yaitu warna, aroma, tekstur dan penerimaan umum. Uji hedonik

(kesukaan) dilakukan terhadap 15 panelis agak terlatih. Parameter rasa tidak

dinilai karena uji organoleptik ini menyangkut masa simpan yang dikhawatirkan

terdapat mikroorganisme penyebab penyakit yang tumbuh pada minuman jeli.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 2). Diagram alir

penelitian pembuatan minuman jeli daun kelor secara ringkas dapat dilihat pada

Gambar 3.

Page 35: A2008 Rika Yulianti

Gambar 3 Diagram alir penelitan pembuatan minuman jeli daun kelor

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah

rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang

diamati adalah minuman jeli daun kelor. Perlakuan yang diberikan pada unit

percobaan adalah ulangan ekstraksi yang terdiri dari tiga taraf yaitu, ulangan

Analisis sifat kimia minuman jeli; kadar air, pH, total gula,vitamin C, serat makanan

Uji organoleptik

Pembuatan minuman jeli dengan taraf ulangan ekstraksi

Penetapan minuman jeli terbaik

Analisis kadar ß-karoten

Penyimpanan minuman jeli pada suhu ruang dengan taraf lama penyimpanan; 0, 2 dan 4 minggu

Analisis sifat fisik; viskositas, sineresis

Analisis sifat kimia; kadar air, pH, aw, total gula, vitamin C

Uji total mikroba

Penelitian Pendahuluan

§ pembuatan minuman jeli § penentuan perbandingan daun kelor dan air § penentuan formula minuman jeli daun kelor

Penelitian Lanjutan

Minuman jeli formula terbaik

Page 36: A2008 Rika Yulianti

ekstraksi satu kali, dua kali dan tiga kali. Peubah respon yang diamati adalah

sifat kimia (kadar air, pH, total gula, kadar serat, dan kadar vitamin C). Model

matematisnya adalah sebagai berikut (Sudjana 1995):

Yij = µ + Ai + eij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i ulangan ekstraksi

pada ulangan ke-j

µ = Nilai rata-rata pengamatan

Ai = Pengaruh ulangan ekstraksi pada taraf ke-i

eij = Galat percobaan taraf ulangan ekstraksi pada ulangan ke-j

i = Banyaknya taraf ulangan ekstraksi (i = 1x, 2x, 3x)

j = Banyaknya ulangan (j = 1,2)

Rancangan percobaan yang digunakan pada penyimpanan minuman jeli

produk terbaik adalah RAL dengan dua kali ulangan (Sudjana 1995). Unit

percobaan yang diamati adalah minuman jeli daun kelor terbaik. Perlakuan yang

diberikan pada unit percobaan adalah lama penyimpanan yang terdiri dari tiga

taraf, yaitu 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu. Peubah respon yang diamati

adalah sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis dari minuman jeli daun kelor terbaik.

Model matematisnya adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + eij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i lamanya

penyimpanan pada ulangan ke-j

µ = Nilai rata-rata pengamatan

Ai = Pengaruh lama penyimpanan pada taraf ke-i

eij = Galat percobaan taraf lamanya penyimpanan pada ulangan ke-j

i = Banyaknya taraf lama penyimpanan (i = 0 minggu, 2 minggu, 4

minggu)

j = Banyaknya ulangan (j = 1,2)

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil uji organoleptik pada penelitian pendahuluan dan penelitian

lanjutan dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor modus dan persentase

penerimaan panelis dari masing-masing taraf perlakuan. Persentase penerimaan

panelis dihitung dengan menjumlahkan persentase panelis yang memberikan

Page 37: A2008 Rika Yulianti

penilaian dengan kriteria agak suka (4), suka (5), dan sangat suka (6). Untuk

mengetahui pengaruh perlakuan (ulangan ekstraksi) terhadap daya terima

panelis dilakukan analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis. Jika hasil uji

Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata di antara perlakuan, maka

dilanjutkan dengan Multiple Comparison Test (Tukey) pada taraf uji 5%

(Damayanthi et al. 1997). Untuk mengetahui pengaruh ulangan ekstraksi daun

kelor terhadap sifat fisik dan kimia minuman jeli daun kelor, data dianalisis

dengan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan pengaruh yang

nyata akibat dari perlakuan yang diberikan maka dilanjutkan dengan uji wilayah

berganda Duncan. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program

Microsoft Excell for Windows 2003, SPSS 11.5 dan SAS 6.12.

Page 38: A2008 Rika Yulianti

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

1. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor

Pembuatan minuman jeli daun kelor merupakan modifikasi dari penelitian

yang telah ada sebelumnya (Ferizal 2005). Modifikasi yang dilakukan adalah

dalam hal komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor. Bahan utama

yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli (Ferizal 2005) adalah campuran

sayur dan buah yang terdiri dari lemon, nenas, wortel dan tomat. Proses

pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama

adalah persiapan bahan yang meliputi pembuatan ekstrak daun kelor dan

persiapan bahan-bahan penyusun minuman jeli.

Proses ekstraksi daun kelor diawali dengan menyiapkan daun kelor,

memisahkan daun kelor dari batang dan pencucian daun kelor. Daun kelor yang

sudah bersih kemudian diblansir selama satu menit pada suhu 100ºC. Blansir

dilakukan untuk menghilangkan aroma langu, mengurangi mikroba awal,

menginaktivasi enzim dan memperlunak jaringan daun kelor. Menurut

Prangdimutri, Muchtadi, Made & Fransiska (2006), waktu blansir yang paling

optimum adalah 45 detik sampai 1 menit, dimana aktivitas enzim dan

perangsang reaksi oksidasi dapat dihambat sehingga kehilangan zat gizi dapat

diminimalisir. Air yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah air yang sudah

masak, air yang digunakan sebanyak 15 kali berat daun kelor. Daun kelor

diekstraksi dengan menggunakan blender, ekstraksi dilakukan selama lima

menit, karena waktu tersebut mampu membuat hancuran dengan konsistensi

yang halus. Menurut Suyitno (1989) dalam Rosaeka (2008), jumlah ekstrak yang

diperoleh dipengaruhi oleh besar kecilnya hancuran bahan. Semakin kecil ukuran

hancuran bahan maka semakin besar luas permukaan hancuran bahan sehingga

cairan yang diekstrak akan semakin banyak. Hasil ekstraksi disaring dengan

menggunakan kain blacu dan dipisahkan antara filtrat dan residu/ampas. Filtrat

hasil ekstraksi siap untuk dicampur dengan bahan penyusun minuman jeli.

Selanjutnya dilakukan pencampuran filtrat daun kelor dan gula pasir,

kemudian dipanaskan sampai suhu 75ºC sambil diaduk hingga gula larut.

Setelah itu ditambahkan hidrokoloid pembentuk gel (jelly powder) dan kalium

sitrat sambil diaduk dengan cepat agar tidak menggumpal dan mengendap,

dengan tetap dipanaskan pada suhu 75ºC selama 5 menit. Tanpa pengadukan

Page 39: A2008 Rika Yulianti

yang sempurna pada waktu pemasakan, maka jelly powder cenderung

membentuk gumpalan dan tidak dapat tercampur rata. Hal ini terjadi karena tidak

seluruh permukaan jelly powder bersentuhan dengan air sehingga tidak larut.

Tahap akhir dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah

penambahan perisa, pewarna dan pengawet. Pemberian perisa sangat penting

dalam mempengaruhi tanggapan organoleptik dan lebih lanjut dapat

mempengaruhi penerimaan panelis. Penggunaan perisa tersebut diharapkan

dapat memperbaiki aroma akibat bau langu daun kelor. Penambahan pewarna

ditujukan untuk memberikan warna yang lebih menarik dan stabil pada minuman

jeli daun kelor. Pembuatan minuman jeli tanpa pewarna menghasilkan warna

hijau yang hanya bertahan selama tiga hari, setelah tiga hari warna minuman jeli

berubah menjadi cokelat. Hal ini diakibatkan oleh berubahnya klorofil menjadi

feofitin yang berwarna cokelat. Klorofil mempunyai sifat yang sangat labil

terhadap asam. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang

menjadi hijau kecokelatan karena pemanasan dan penyimpanan. Diduga asam-

asam organik dalam jaringan tanaman dibebaskan selama pemanasan dan

penyimpanan. Pada suasana asam ion Mg2+ dalam klorofil akan disubtitusikan

dengan ion H+. Hal ini dapat menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau

menjadi cokelat, yaitu warna dari feofitin (Gross 1991 dalam Prangdimutri et.al

2006).

Natrium benzoat ditambahkan sebanyak 0,1% sebagai pengawet.

Minuman jeli daun kelor dimasukkan ke dalam cup 100 ml dalam keadaan panas.

Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang dapat menyebabkan

kerusakan oleh mikroba. Cup yang sudah berisi minuman jeli disealer dan

dipasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Proses pasteurisasi pada

minuman jeli daun kelor bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen.

Makanan yang memiliki pH netral atau mendekati netral lebih mudah rusak

selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang memiliki pH rendah.

Minuman jeli daun kelor memiliki pH yang mendekati pH netral sehingga perlu

dilakukan proses pengawetan untuk memperpanjang waktu simpan, salah

satunya adalah dengan proses pasteurisasi. Menurut Fardiaz (1988),

pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan panas. Pemanasan dilakukan

secara minimum untuk membunuh semua mikroorganisme patogen.

Page 40: A2008 Rika Yulianti

2. Penentuan Perbandingan Daun Kelor dan Air

Penentuan perbandingan antara daun kelor dan air dilakukan untuk

mengetahui jumlah air yang efektif digunakan dalam pembuatan ekstrak daun

kelor agar dapat mengeluarkan zat gizi dari dalam daun. Pembuatan ekstrak

daun kelor menggunakan beberapa perbandingan antara daun kelor dan air,

yaitu 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20, jumlah daun kelor yang digunakan dalam

pembuatan ekstrak daun kelor adalah 40 g. Kemudian ekstrak daun kelor yang

diperoleh dari masing-masing perbandingan daun kelor dan air disetarakan

volemenya menjadi 1,5 liter, dengan cara menambahkan air ke dalam masing-

masing hasil ekstraksi daun kelor dan ditera hingga mencapai 1,5 liter. Hal ini

dilakukan untuk menghitung konsentrasi komponen terukur melalui serapan

warna yang terbaca pada panjang gelombang (?) sebesar 670 nm. Menurut

hukum Lambert-Beer, intensitas warna sebanding dengan konsentrasi senyawa

yang diukur, sedangkan jumlah sinar yang diabsorpsi sebanding dengan

intensitas warna dan dengan demikian juga sebanding dengan konsentrasi

bahan terlarut.

Menurut Winarno (1992), terdapat hubungan langsung antara derajat

kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin

tinggi kadar karotennya. Karotenoid tidak selalu berdampingan dengan klorofil,

tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Karotenoid terdapat

dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%), terutama pada

bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade. Hasil

pengukuran absorbansi ekstrak daun kelor menunjukkan bahwa perbandingan

daun kelor dan air sebesar 1:15 memiliki nilai absorbansi terbesar yaitu 0,839.

Nilai absorbansi masing-masing ekstrak daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai absorbansi ekstrak daun kelor

Perbandingan daun kelor dan air

Berat daun kelor (g)

Volume air (ml)

Nilai absorbansi setelah disetarakan

menjadi 1,5 l 1:5 40 200 0,706

1:10 40 400 0,781

1:15 40 600 0,839

1:20 40 800 0,755

Efektifitas ekstraksi diukur dengan cara membandingkan komponen yang

terekstrak dengan jumlah komponen yang terdapat dalam bahan. Perbandingan

Page 41: A2008 Rika Yulianti

daun kelor dan air sebesar 1:15 memiliki nilai absorbansi tertinggi. Hal ini dapat

diartikan bahwa konsentrasi zat-zat yang terekstrak seperti klorofil memiliki

konsentrasi terbesar pada ekstraksi dengan perbandingan daun kelor dan air

sebesar 1:15. Menurut Rosaeka (2008), semakin besar volume air yang

digunakan untuk ekstraksi sampai batas tertentu, maka semakin besar jumlah

senyawa yang terekstrak di dalamnya, seperti gula dan ß-karoten juga akan

semakin meningkat. Jika air yang digunakan untuk mengekstrak terlalu sedikit

maka tidak mampu mengekstrak semua senyawa yang ada di dalam bahan,

artinya masih banyak senyawa yang tertinggal di dalam ampas. Berdasarkan

hasil tersebut maka perbandingan daun kelor dan air sebesar 1:15 digunakan

pada pembuatan minuman jeli daun kelor.

3. Formulasi Minuman Jeli Daun Kelor

Tahap formulasi bertujuan untuk menentukan jumlah bahan penyusun

minuman jeli daun kelor agar diperoleh minuman jeli yang dapat diterima oleh

panelis. Proses formulasi terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan konsentrasi

gula dan perisa, penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat, serta

penentuan konsentrasi pewarna dan pengawet.

a. Penentuan Konsentrasi Gula dan Perisa

Penentuan konsentrasi gula dan perisa bertujuan untuk mendapatkan

rasa minuman jeli yang paling disukai panelis. Pada proses penentuan

konsentrasi pemanis digunakan beberapa taraf konsentrasi gula yang dicobakan

yaitu 12%, 13% dan 14% dari berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan

pada penelitian Ferizal (2005). Kemudian dibuat minuman jeli dengan tiga taraf

konsentrasi gula (12%, 13% dan 14%). Minuman jeli yang dihasilkan dicicipi oleh

delapan orang panelis. Hasil pencicipan menunjukkan bahwa konsentrasi gula

sebesar 12% merupakan tingkat kemanisan yang paling disukai panelis.

Selanjutnya konsentrasi gula sebesar 12% digunakan dalam pembuatan

minuman jeli.

Setelah didapat konsentrasi gula yang paling disukai kemudian dilakukan

penentuan konsentrasi perisa. Penentuan konsentrasi perisa bertujuan untuk

menentukan jumlah perisa yang dapat menutupi bau langu daun kelor dan

mendapatkan rasa yang disukai panelis. Konsentrasi perisa yang ditambahkan

ditentukan secara trial and error sampai didapat rasa yang dapat diterima oleh

panelis. Penambahan perisa dilakukan pada formula terpilih hasil penelitian

penentuan konsentrasi gula. Perisa yang digunakan adalah perisa melon, hal ini

Page 42: A2008 Rika Yulianti

didasarkan atas warna minuman jeli yang dihasilkan. Menurut Cahyadi (2006),

warna pada bahan pangan dapat dikaitkan dengan aroma yang khusus.

Konsentrasi perisa yang dicobakan adalah 0,7%, 0,8% dan 0,9% dari

berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada batas aman penggunaan

perisa, yaitu sebesar 1% per berat bahan. Kemudian dilakukan pencicipan oleh

delapan orang panelis. Hasil pencicipan menunjukkan bahwa konsentrasi perisa

sebesar 0,7%, 0,8% dan 0,9% tidak disukai panelis karena bau dan rasa melon

yang terlalu menyengat, sehingga konsentrasi perisa perlu dikurangi. Kemudian

digunakan konsentrasi sebesar 0,3%, 0,4% dan 0,5% dari berat total ekstrak

daun kelor dan dilakukan pencicipan kembali. Hasil pencicipan menunjukkan

konsentrasi perisa sebesar 0,4% merupakan jumlah perisa yang paling disukai

panelis.

b. Penentuan Konsentrasi Jelly Powder dan Kalium Sitrat

Penentuan konsentrasi jelly powder dan kalium sitrat dilakukan untuk

mendapatkan tekstur minuman jeli yang disukai oleh panelis. Penentuan jumlah

jelly powder menggunakan konsentrasi 0,2%, 0,3% dan 0,4% dari berat total

ekstrak daun kelor. Menurut Imeson (1992), pembuatan minuman jeli

menggunakan jelly powder dengan konsentrasi jelly powder yang digunakan

berkisar antara 0,3-0,5%. Kandungan utama jelly powder adalah karagenan

dengan jenis kappa karagenan atau iota karagenan. Jelly powder yang

digunakan diperoleh dari PT. Halim Sakti Pratama dan merupakan hasil mixing

antara tiga jenis hidrokoloid, yaitu karagenan, konjac glukomanan dan xanthan

gum. Konsentrasi kalium sitrat yang digunakan adalah 0,15% dan 0,30% dari

berat total ekstrak daun kelor. Hal ini didasarkan pada penelitian yang telah

dilakukan Ferizal (2005). Kemudian ketiga konsentrasi jelly powder dan kalium

sitrat dikombinasikan, sehingga didapat enam formula. Tekstur minuman jeli

ditentukan dengan penekanan oleh tangan, kemudian dibandingkan dengan

tekstur minuman jeli yang ada di pasaran.

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa minuman jeli daun

kelor dengan jumlah jelly powder sebanyak 0,3% menghasilkan tekstur yang

paling mirip dengan tekstur minuman jeli yang ada di pasaran. Minuman jeli

dengan jumlah jelly powder kurang dari 0,3% memiliki tekstur yang terlalu encer,

mudah disedot dan sineresis tinggi, sedangkan minuman jeli dengan konsentrasi

jelly powder 0,4% menghasilkan tekstur minuman jeli yang agak keras dan sulit

disedot. Minuman jeli dengan jumlah jelly powder sebanyak 0,3% cenderung

Page 43: A2008 Rika Yulianti

mengalami sineresis selama penyimpanan tiga hari. Untuk mencegah terjadinya

sineresis yang terlalu tinggi maka dilakukan penambahan jelly powder sebanyak

0,05%, akan tetapi penambahan tersebut tetap menghasilkan minuman jeli

dengan tekstur yang disukai panelis dan mudah disedot.

Minuman jeli dengan jumlah kalium sitrat 0,3% memiliki tekstur yang

encer dan cendrung mengalami sineresis. Penambahan garam kalium yang

terlalu banyak, akan menyebabkan gel yang terbentuk menjadi rapuh dan

meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya sineresis, yaitu suatu peristiwa

dimana cairan merembes keluar dari struktur gel (Noer 2006). Penambahan

kalium sitrat 0,15% menghasilkan minuman jeli dengan tekstur yang lebih baik

dan sineresis lebih rendah jika dibandingkan dengan minuman jeli dengan

konsentrasi kalium sitrat sebesar 0,3%. Dengan demikian pembuatan minuman

jeli daun kelor digunakan jelly powder sebanyak 0,35% dan kalium sitrat 0,15%.

c. Penentuan Konsentrasi Pengawet dan Pewarna

Pengawet yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli adalah

natrium benzoat, jumlah yang ditambahkan sebesar 0,1%. Penggunaan jumlah

tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa minuman jeli yang dihasilkan

mudah ditumbuhi mikroorganisme karena minuman jeli memiliki kadar air yang

tinggi, keasaman yang rendah dan penyimpanan minuman jeli dilakukan pada

suhu kamar. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok untuk

pertumbuhan mikroorganisme.

Pewarna yang digunakan adalah pewarna jenis Tartasine CI Briliant Blue

CI, penambahan pewarna disesuaikan dengan anjuran pemakaian yang tertera

pada label penggunaan, yaitu sebesar 300 ppm. Berikut komposisi minuman jeli

daun kelor berdasarkan penelitian pendahuluan.

Tabel 5 Komposisi bahan penyusun minuman jeli daun kelor

Nama bahan Jumlah Ekstrak daun kelor 100 g Gula 12 % Jelly powder 0,35 % Kalium sitrat 0,15 % Perisa 0,4 % Pewarna 300 ppm Natrium benzoat 0,1 %

Keterangan : % dari jumlah ekstrak daun kelor yang digunakan.

Page 44: A2008 Rika Yulianti

Penelitan Lanjutan

1. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor

Mutu organoleptik adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya

dikenali atau diukur dengan proses penginderaan yaitu penglihatan dengan

mata, pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan

dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga (Soekarto 1985).

Penentuan peneriman terhadap produk minuman jeli daun kelor dilakukan

melalui uji hedonik atau kesukaan. Uji hedonik meliputi tingkat kesukaan

terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan umum terhadap minuman

jeli.

Gambar 4 Minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi

Keterangan : A = minuman jeli satu kali ulangan ekstraksi B = minuman jeli dua kali ulangan ekstraks C = minuman jeli tiga kali ulangan ekstraksi Warna

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung

pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, tetapi

sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil

lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Warna dapat digunakan

sebagai indikator kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara

pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata

(Cahyadi 2006).

Hasil uji hedonik terhadap warna minuman jeli menunjukkan modus

penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah

suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan

ekstraksi adalah tidak suka (2), hal ini disebabkan oleh minuman jeli dengan dua

dan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki warna agak kecokelatan. Persentase

penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf ulangan

A B C

Page 45: A2008 Rika Yulianti

ekstraksi berkisar antara 12-92%. Penerimaan panelis terhadap warna minuman

jeli daun kelor tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan satu kali ulangan

ekstraksi, sementara minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki

penerimaan yang paling rendah yaitu sebesar 12%. Persentase penerimaan

panelis terhadap warna minuman jeli disajikan pada Gambar 5. Hasil uji Kruskal

Wallis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna minuman jeli. Uji lanjut Tukey

menunjukkan bahwa warna minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi

berbeda nyata dengan warna minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan

ekstraksi, sedangkan warna minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak

berbeda nyata dengan warna minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi.

92

32

12

0

20

40

60

80

100

1 2 3

Ulangan ekstraksi (kali)

Pen

eim

aan

war

na

(%)

Gambar 5 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi

Warna kecokelatan pada minuman jeli dengan ulangan ekstraksi dua dan

tiga kali dapat disebabkan oleh terdenaturasinya protein yang diakibatkan oleh

perlakuan mekanis yang dalam hal ini adalah penghancuran daun dengan

blender yang terlalu lama (10 menit dan 15 menit). Klorofil memiliki lokasi yang

terlindung oleh lipoprotein, jika protein yang terikat dalam lipoprotein

terdenaturasi akan menyebabkan klorofil terbuka terhadap reaksi dari luar

sehingga ion Mg 2+ dalam klorofil dapat disubtitusikan oleh ion H+ dan hal ini

meyebabkan berubahnya warna klorofil dari hijau menjadi cokelat atau warna

dari feofitin (Winarno 1992).

Aroma

Aroma suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut.

Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera penghidu. Tidak

seperti indera cecapan, indera penghidu tidak tergantung pada penglihatan,

pendengaran dan sentuhan. Bau yang diterima oleh hidung dan otak umumnya

Page 46: A2008 Rika Yulianti

merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.

(Winarno 1992)

Hasil uji hedonik terhadap aroma minuman jeli menunjukkan modus

penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu dan dua kali ulangan

ekstraksi adalah agak suka (4) sedangkan pada minuman jeli dengan tiga kali

ulangan ekstraksi adalah tidak suka (2). Persentase penerimaan panelis

terhadap aroma minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi berkisar

antara 36-60%. Penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun kelor

tertinggi pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi, sementara

minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang paling

rendah, yaitu sebesar 36%. Persentase penerimaan panelis terhadap aroma

minuman jeli disajikan pada Gambar 6. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5)

menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap aroma minuman jeli daun kelor.

60

4436

0

20

40

60

80

100

1 2 3

Ulangan ekstraksi (kali)

Pen

erim

aan

aro

ma

(%)

Gambar 6 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi

Aroma dalam suatu sistem pangan tidak hanya ditentukan oleh satu

komponen saja tetapi oleh beberapa komponen tertentu serta perbandingan

jumlah komponen bahan (Susanti 1993, diacu dalam Karina 2008). Aroma

minuman jeli yang dihasilkan merupakan hasil interaksi antara perisa melon yang

ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli dengan aroma daun kelor.

Penambahan perisa melon dilakukan untuk menutupi bau langu daun kelor.

Menurut Muchtadi dan Ali (1991), pemberian perisa sangat penting dalam

mempengaruhi tanggapan organoleptik dan penerimaan konsumen.

Tekstur

Tekstur dapat didefinisikan sebagai gambaran sensori suatu struktur

produk yang merupakan bagian dari reaksi tekanan, diukur sebagai gaya

Page 47: A2008 Rika Yulianti

mekanik (seperti kekerasan, daya adhesif dan kohesif, viskositas, kekenyalan,

dan kerenyahan) oleh syaraf kinestetik pada otot tangan, jari, lidah, gigi, dan

bibir. Dapat juga berupa tactil syaraf perasa, yang diukur sebagai partikel

geometris (bentuk kristal, bijian, lengket) oleh syaraf tactil di permukaan kulit

tangan, bibir dan lidah (Meilgaard, Civille & Thomas 1999).

Hasil uji hedonik terhadap tekstur minuman jeli menunjukkan modus

penerimaan panelis terhadap minuman jeli pada semua taraf ulangan ekstraksi

adalah suka (5). Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli

pada berbagai taraf ulangan ekstraksi berkisar antara 76-96%. Penerimaan

panelis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor tertinggi pada minuman jeli

dengan satu kali ulangan ekstraksi yaitu sebesar 96%. Sementara minuman jeli

dengan tiga kali ulangan ekstraksi memiliki penerimaan yang terendah yaitu

sebesar 76%. Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli

disajikan pada Gambar 7. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 6) menunjukkan

bahwa ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penerimaan

tekstur minuman jeli.

96 92

76

0

20

40

60

80

100

1 2 3

Ulangan ekstraksi (kali)

Pen

erim

aan

tek

stu

r (%

)

Gambar 7 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi

Tekstur dalam minuman jeli ditentukan oleh viskositas minuman jeli, yaitu

derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas dipengaruhi oleh besarnya

konsentrasi bahan pengental yang ditambahkan dalam hal ini adalah jelly

powder. Kekentalan dinyatakan sebagai daya tahan yang diberikan oleh suatu

cairan terhadap gerakan-gerakan yang dikenakan pada cairan tersebut (Fardiaz

1989). Viskositas pada minuman jeli daun kelor ditentukan oleh konsentrasi jelly

powder dan kalium sitrat yang digunakan. Jelly powder memiliki kandungan

utama berupa karagenan yang berfungsi sebagai bahan pembentuk gel. Kalium

sitrat dalam pembuatan minuman jeli berfungsi untuk membantu karagenan

Page 48: A2008 Rika Yulianti

membentuk gel yang kokoh (Noer 2006). Konsentrasi jelly powder dan kalium

sitrat berturut-turut sebesar 0,35% dan 0,15% merupakan konsentrasi yang

paling disukai panelis.

Rasa

Rasa merupakan parameter yang paling berperan dalam penerimaan

konsumen terhadap suatu produk. Rasa berbeda dengan bau dan lebih

melibatkan panca indera lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang

lain (Winarno 1992). Rasa minuman jeli yang dihasilkan adalah campuran dari

rasa daun kelor, perisa dan gula.

Hasil uji hedonik terhadap rasa minuman jeli menunjukkan modus

penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi adalah

suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan

ekstraksi adalah agak suka (4). Persentase penerimaan panelis terhadap rasa

minuman jeli pada berbagai taraf ulangan ekstraksi adalah berkisar antara 56-

84% (Gambar 8). Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa

ulangan ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa

minuman jeli daun kelor. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa rasa minuman jeli

dengan satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan rasa minuman jeli

dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan rasa minuman jeli

dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak berbeda nyata dengan rasa minuman jeli

dengan tiga kali ulangan ekstraksi.

84

5664

0

20

40

60

80

100

1 2 3

Ulangan ekstraksi (kali)

Pen

erim

aan

ras

a (%

)

Gambar 8 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa minuman jeli daun kelor

pada berbagai taraf ulangan ekstraksi

Rasa getir pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi

berasal dari tanin. Menurut Fuglie (2001) daun kelor segar mengandung tanin

sebesar 1,4%. Perbedaan penerimaan kesukaan rasa minuman jeli disebabkan

Page 49: A2008 Rika Yulianti

oleh adanya perbedaan waktu ekstraksi. Waktu yang digunakan untuk

mengekstrak minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi berturut-

turut adalah 10 dan 15 menit. Menurut Winarno (1992), waktu ekstraksi yang

terlalu lama akan melarutkan banyak tanin sehingga menimbulkan rasa sepat

yang berlebihan.

Penerimaan Umum

Penerimaan umum adalah penilaian secara keseluruhan terhadap produk

yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan mengukur penerimaan

terhadap sifat sensorik tertentu yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk

dapat diterima atau tidak (Soekarto 1985). Penerimaan umum terhadap minuman

jeli yang dihasilkan berdasarkan pada kesukaan panelis terhadap warna, aroma,

tekstur dan rasa.

Hasil uji hedonik terhadap penerimaan umum minuman jeli menunjukkan

modus penerimaan panelis pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi

adalah suka (5) sedangkan pada minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan

ekstraksi adalah agak suka (4). Persentase penerimaan umum panelis terhadap

minuman jeli daun kelor berkisar antara 64-88%, hal ini dapat diartikan semua

aspek yang dinilai meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa dari minuman jeli

dapat diterima oleh panelis.

88

64 64

0

20

40

60

80

100

1 2 3

Ulangan ekstraksi (kali)

Pen

erim

aan

um

um

(%

)

Gambar 9 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf ulangan ekstraksi

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ulangan

ekstraksi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penerimaan umum minuman jeli.

Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penerimaan umum minuman jeli dengan

satu kali ulangan ekstraksi berbeda nyata dengan penerimaan umum minuman

jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi, sedangkan penerimaan umum

Page 50: A2008 Rika Yulianti

minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi tidak berbeda nyata dengan

penerimaan umum minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi.

2. Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor

Kadar Air

Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena

air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran

dan daya tahan bahan makanan. Sebagian besar dari perubahan-perubahan

bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal

dari bahan itu sendiri (Winarno 1992).

Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli

berkisar antara 87,22–88,40%. Kadar air tertinggi terdapat pada minuman jeli

dengan satu kali ulangan ekstraksi sedangkan kadar air terendah terdapat pada

minuman jeli dengan tiga kali ulangan ekstraksi (Gambar 10).

88.40 87.96 87.22

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

100.00

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

Kad

ar A

ir (%

)

Gambar 10 Kadar air minuman jeli daun kelor

Air yang terdapat pada minuman jeli daun kelor berasal dari air yang

ditambahkan saat mengekstrak daun kelor dan air yang berasal dari daun kelor

itu sendiri. Kadar air daun kelor yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli

adalah sebesar 74,9%. Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar air minuman jeli

daun kelor cenderung mengalami penurunan dengan semakin banyaknya

ulangan ekstraksi. Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa taraf

ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap

kadar air minuman jeli daun kelor. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah air yang

ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah sama.

Page 51: A2008 Rika Yulianti

Keasaman (pH)

Nilai pH produk pangan sering dihubungkan dengan kualitas produk

secara organoleptik dan mikrobiologis. Selain mempengaruhi rasa, nilai pH juga

mempengaruhi tingkat keawetan dan perlakuan pengawetan yang diterapkan.

Makanan dapat dibedakan atas beberapa kelompok berdasarkan pH-nya.

Pembagian makanan dalam beberapa kelompok ini bertujuan untuk mengetahui

daya awet suatu makanan. Penggolongan makanan berdasarkan pH-nya dapat

digolongkan sebagai berikut 1) makanan berasam rendah yaitu makanan yang

mempunyai pH diatas 5,3, 2) makanan asam, yaitu makanan yang mempunyai

pH 4,5-5,3 dan 3) makanan berasam tinggi yaitu makanan yang mempunyai pH

3,7 atau kurang (Fardiaz 1988).

Nilai pH larutan menunjukkan keasaman atau sifat basa dalam larutan. Nilai

pH minuman jeli berasal dari asam-asam organik yang terdapat dalam daun kelor

dan bahan-bahan penyusun yang ditambahkan dalam pembuatan minuman jeli

daun kelor. Menurut Duke (1983), daun kelor mengandung asam-asam organik

seperti asam askorbat dan asam nikotinat. Daun kelor yang digunakan dalam

pembuatan minuman jeli memiliki pH sebesar 4,97. Menurut Acroyali (2006)

dalam Saputra (2007), jelly powder merupakan gelling agent yang memiliki pH

sekitar 7-9. Nilai pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,8-6,0. Nilai pH

tertinggi terdapat pada minuman jeli daun kelor dengan satu kali ulangan

ekstraksi sedangkan minuman jeli dengan dua dan tiga kali ulangan ekstraksi

memiliki nilai pH sebesar 5,8. Hal ini berarti minuman jeli daun kelor termasuk ke

dalam kelompok makanan berasam rendah. Hasil sidik ragam (Lampiran 10)

menunjukkan bahwa taraf ulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap pH minuman jeli daun kelor.

5.805.806.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

pH

Gambar 11 Nilai pH minuman jeli daun kelor

Page 52: A2008 Rika Yulianti

Ulangan ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata karena saat

ulangan ekstraksi pertama, asam-asam organik yang terdapat dalam daun kelor

telah terekstrak sehingga ampas sudah tidak mengandung asam organik.

Kemungkinan juga pada ekstraksi pertama tekanan mekanis saat pengepresan

mampu mengeluarkan asam-asam organik sehingga ekstraksi selanjutnya tidak

memberikan perbedaan yang nyata. Menurut Harborne (2006), asam-asam

organik pada tumbuhan tertimbun pada jaringan. Jaringan daun akan rusak

akibat penghancuran dengan blender sehingga asam-asam yang tertimbun

terlarut dalam air.

Total Gula

Total gula dinyatakan dalam ºBrix dan diukur dengan menggunakan alat

refraktometer. Menurut Fardiaz (1989), hasil penentuan jumlah padatan terlarut

yang diperoleh dari refraktometer bukan total korbohidrat, melainkan kadar dari

molekul-molekul karbohidrat yang mempunyai indeks refraksi seperti gula-gula

sederhana.

Hasil analisis total gula minuman jeli daun kelor berkisar antara 11,15º-

11,90ºBrix. Total gula tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan tiga kali

ulangan ekstraksi, sedangkan total gula terendah terdapat pada minuman jeli

dengan satu kali ulangan ekstraksi. Gambar 12 menunjukkan bahwa total gula

minuman jeli daun kelor cenderung mengalami peningkatan dengan semakin

banyaknya ulangan ekstraksi. Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan taraf

ulangan ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap total gula

minuman jeli daun kelor.

11.15 11.20 11.90

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

To

tal G

ula

(B

rix)

Gambar 12 Total gula minuman jeli daun kelor

Peningkatan total gula dapat disebabkan oleh saat ulangan ekstraksi

pertama gula-gula sederhana belum terekstrak secara sempurna, sehingga pada

Page 53: A2008 Rika Yulianti

ulangan berikutnya gula yang belum terekstrak ikut terekstrak. Gula-gula bebas

utama dalam tumbuhan adalah monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa serta

disakarida yaitu sukrosa namun demikian terdapat sejumlah gula yang tidak

terdapat dalam keadaan bebas melainkan terikat dengan molekul organik lain

sebagai glikosida tumbuhan (Harborne 2006).

Vitamin C

Vitamin C merupakan golongan vitamin larut air. Vitamin ini merupakan

vitamin yang mudah rusak. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut

dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis tembaga

dan besi (Winarno 1997).

Hasil analisis vitamin C minuman jeli daun kelor berkisar antara 34,78-

40,64 mg/100g bahan. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada minuman jeli

dengan tiga kali ulangan ekstraksi sedangkan kadar vitamin C terendah terdapat

pada minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi. Gambar 13 menunjukkan

bahwa kadar Vitamin C minuman jeli daun kelor cenderung mengalami

peningkatan dengan semakin banyaknya ulangan ekstraksi.

34.78 36.9840.64

0.005.00

10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.00

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

Vit

amin

C (

mg

)

Gambar 13 Kadar vitamin C minuman jeli daun kelor

Hasil sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan taraf ulangan ekstraksi tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar vitamin C minuman

jeli daun kelor. Hal ini karena vitamin C merupakan vitamin yang mudah larut

dalam air, sehingga ekstraksi pertama sudah mampu mengeluarkan sebagian

besar vitamin C dari dalam daun kelor dan pada ekstraksi selanjutnya tidak

memberikan perbedaan yang nyata.

Serat Makanan Larut

Serat makanan terdiri dari dua komponen, yaitu serat makanan larut dan

serat makanan tidak larut. Serat makanan larut adalah serat makanan yang larut

Page 54: A2008 Rika Yulianti

dalam air hangat/panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur

dengan empat bagian etanol. Gum, pektin dan sebagian hemiselulosa larut yang

terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber serat makanan larut

(Muchtadi 2000).

Kadar serat makanan larut minuman jeli daun kelor berkisar antara 0,23-

0,27 g/100g bahan. Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki

kadar serat larut tertinggi, yaitu sebesar 0,27 g/100 g bahan sedangkan kadar

serat larut terendah terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan

ekstraksi, yaitu sebesar 0,23 g/100 g bahan (Gambar 14). Hasil sidik ragam

(Lampiran 13) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak memberikan

pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar serat larut minuman jeli.

0.270.23

0.26

0.00

0.20

0.40

0.60

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

Ser

at L

aru

t (%

)

Gambar 14 Kadar serat larut minuman jeli daun kelor

Menurut Harianto (1996) dalam Nyiwarsini (2003), berbagai jenis pangan

nabati seperti sayuran, umumnya banyak mengandung serat pangan yang

merupakan bagian dari karbohidrat atau polisakarida. Serat yang larut dalam air

biasanya berubah menjadi lendir dalam air. Serat ini berupa getah, biji-bijian dan

pektin. Selain itu serat larut yang terdapat pada minuman jeli daun kelor dapat

berasal dari jelly powder yang ditambahkan. Karagenan, guar gum, locust bean

gum, gum akasia dan xanthan gum merupakan gum yang berperan sebagai

serat. Kandungan seratnya bervariasi antara 80-90% dimana semua atau

sebagian besar merupakan serat larut (Deiss 1999 dalam Simon 2008).

Serat Makanan Tidak Larut

Serat makanan tidak larut adalah serat makanan yang tidak larut dalam

air panas maupun air dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen

struktural tanaman seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat yang tidak

Page 55: A2008 Rika Yulianti

larut dalam air terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayur-sayuran dan kacang-

kacangan (Muchtadi 2000).

Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan memiliki kadar serat tidak larut

berkisar antara 0,35-0,43 g/100g bahan. Kadar serat tidak larut tertinggi terdapat

pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi, yaitu sebesar 0,43 g/100

g bahan, sedangkan minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki

kadar serat tidak larut terendah, yaitu sebesar 0,35 g/100g bahan (Gambar 15).

Hasil sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan tidak larut.

0.400.430.35

0.00

0.20

0.40

0.60

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

Ser

at T

ak L

aru

t (%

)

Gambar 15 Kadar serat tak larut minuman jeli daun kelor

Kadar serat makanan tidak larut pada minuman jeli daun kelor lebih

besar dibandingkan dengan kadar serat makanan larut. Hal ini dapat disebabkan

oleh proporsi penggunaan daun kelor yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Muchtadi (2000), bahwa sayuran pada umumnya mengandung serat

tak larut dan serat larut, akan tetapi porsi serat tidak larut lebih banyak

dibandingkan serat larutnya.

Serat Makanan Total

Serat makanan merupakan zat non-gizi yang berguna untuk diet sebagai

salah satu jenis polisakarida yang sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Serat

makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus, tetapi akan dilewatkan

menuju usus besar dengan gerakan peristaltik usus (Sulistijani 2005). Serat

makanan total merupakan penjumlahan dari serat makanan tidak larut dan serat

makanan larut.

Minuman jeli daun kelor yang dihasilkan mengandung serat makanan total

sebesar 0,62-0,66 g/100g. Gambar 16 menunjukkan kadar serat makanan total

tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan dua kali ulangan ekstraksi yaitu

Page 56: A2008 Rika Yulianti

sebesar 0,66 g/100 g, sementara minuman jeli dengan satu kali ulangan

ekstraksi mengandung serat makanan total paling rendah, yaitu sebesar 0,62

g/100 g bahan. Hasil sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa ulangan

ekstraksi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan total

minuman jeli.

0.650.660.62

0.00

0.20

0.40

0.60

1 2 3

Ulangan Ekstraksi (kali)

Ser

at T

ota

l (%

)

Gambar 16 Kadar serat makanan total minuman jeli daun kelor

Serat makanan total pada minuman jeli daun kelor berasal dari daun kelor

dan jelly powder yang ditambahkan. Menurut Duke (1983), daun kelor

mengandung serat sebesar 0,9 g/100 g bahan sedangkan kandungan utama jelly

powder adalah karagenan. Karagenan merupakan hidrokoloid yang diekstraksi

dari rumput laut merah, dan salah satu rumput laut merah yang komersial

digunakan adalah Euchema cattonii yang mengandung serat makanan hingga

60%. Minuman jeli yogurt probiotik hasil penelitian Saputra (2007) mengandung

serat makanan sebesar 3,32%. Nilai tersebut cukup tinggi bila dibandingkan

dengan serat makanan yang terdapat pada minuman jeli daun kelor, hal ini

disebabkan oleh perbedaan jenis dan konsentrasi jelly powder yang digunakan

serta perbedaan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan minuman jeli.

Penelitian Saputra (2007) menggunakan jelly powder komersial sebesar 0,8%,

sedangkan pada penelitian ini jelly powder yang digunakan adalah sebesar

0,35%.

3. Penentuan Produk Terbaik

Penentuan produk terbaik didasarkan pada persentase penerimaan

panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum.

Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi memiliki modus dan persentase

penerimaan warna, aroma, tekstur, rasa serta penerimaan umum terbesar,

walaupun hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan parameter aroma dan tekstur

Page 57: A2008 Rika Yulianti

tidak berbeda nyata (p>0,05) antar taraf ulangan ekstraksi. Berdasarkan

persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma, tekstur, rasa

dan penerimaan umum, maka minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi

terpilih menjadi produk terbaik dan kemudian digunakan dalam penelitian

lanjutan. Penentuan produk terbaik tidak didasarkan atas sifat kimia minuman jeli

daun kelor dengan perlakuan ulangan ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh

perlakuan ulangan ekstraksi pada umumnya tidak memberikan pengaruh yang

nyata (p>0,05) terhadap sifat kimia (kadar air, pH, serat larut, serat tak larut, dan

vitamin C) yang diamati.

4. Kadar ß-Karoten dalam Minuman Jeli Daun Kelor Terbaik

Karoten merupakan sumber utama provitamin A yang banyak terdapat

dalam bahan-bahan nabati terutama sayur-sayuran dan buah-buahan yang

berwarna hijau atau kuning. Minuman jeli daun kelor terbaik hasil penelitian

pendahuluan dianalisis kadar ß-karotennya. Daun kelor merupakan salah satu

sayuran yang memiliki kandungan ß-karoten yang tinggi (Klaui & Baurnfeid

1981).

Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor memiliki kadar

ß-karoten sebesar 0,17 mg/100g bahan. Berdasarkan angka kecukupan ß-

karoten menurut WNPG 2004, maka kadar ß-karoten per konsumsi minuman jeli

dapat memenuhi angka kecukupan ß-karoten anak usia 1-2 tahun sebesar

7,08%, untuk wanita dewasa sebesar 5,67% dan untuk pria dewasa sebesar

4,72%.

Kandungan ß-karoten minuman jeli tidak terlalu besar jika dibandingkan

dengan kadar ß-karoten daun kelor. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya

kerusakan ß-karoten selama pembuatan minuman jeli. Damayanthi et al. (1997),

menegaskan bahwa ß-karoten peka terhadap zat pengoksidasi, cahaya

ultraviolet dan dekomposisinya dipercepat oleh katalis ion logam. Perubahan

struktur ß-karoten dalam pengolahan dan penyimpanan makanan dapat terjadi

melalui berbagai jalur, tergantung pada kondisi reaksi, seperti suhu tinggi,

oksidasi kimiawi, oksidasi yang dikatalis oleh cahaya, pemasakan dan

pengolahan (Andarwulan & Koswara 1992). Pembuatan minuman jeli dilakukan

dalam ruang terbuka dimana terdapat cahaya dan oksigen yang dapat

menyebabkan kerusakan pada ß-karoten. Pemasakan dan pengolahan dapat

merubah trans-ß-karoten menjadi neo-ß-karoten yang memiliki aktivitas vitamin A

sebesar 38%.

Page 58: A2008 Rika Yulianti

5. Karakteristik Minuman Jeli Daun Kelor Dibandingkan dengan Minuman Jeli yang Beredar di Pasaran

Produk makanan memiliki karakteristik yang beragam yang diakibatkan

oleh perbedaan bahan baku maupun cara pengolahannya. Berdasarkan survei

pada minuman jeli yang beredar di pasaran, maka diketahui pada umumnya

minuman jeli yang beredar di pasaran memiliki komposisi sebagai berikut; air,

gula pasir, karagenan, asam sitrat, pemanis buatan, kalium sitrat, perisa,

pengawet natrium benzoat, pengemulsi nabati, dan pewarna buatan.

Penelitian ini menggunakan ekstrak daun kelor sebagai bahan utama

pengganti air pada minuman jeli yang beredar di pasaran. Dengan demikian

diharapkan minuman jeli daun kelor memiliki keunggalan terutama dalam hal

komposisi zat gizi. Perbandingan karakteristik minuman jeli daun kelor terbaik

dengan minuman jeli yang beredar di pasaran hasil penelitian Pranajaya (2007)

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbandingan antara karakteristik minuman jeli daun kelor dengan minuman jeli yang beredar di pasaran

Sifat yang diamati Minuman jeli yang ada di pasaran

Minuman jeli daun kelor

Kadar air (%) 95,16 88,4 pH 4,75 6 Total gula (ºBrix) 4,2 11,15 Vitamin C mg/100 g sampel 1,32 34,78 ß-karoten mg/100g bahan - 0,17

Tabel 6 menunjukkan bahwa minuman jeli daun kelor memiliki total gula,

vitamin C dan ß-karoten yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minuman jeli

yang beredar di pasaran. Keragaman karakteristik pada minuman jeli dapat

berasal dari bahan baku, formula/resep, proses pengolahan, dan peralatan yang

digunakan. Keragaman karakteristik produk dapat menghasilkan keragaman

mutu. Menurut Syarief, Setiawan & Sukandar (1987), mutu makanan adalah

kelompok sifat atau faktor pada makanan yang membedakan tingkat pemuas

bagi konsumen.

6. Mutu Organoleptik Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan

Warna

Bahan pangan yang enak, bergizi dan memiliki tekstur yang baik tidak

akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak enak dipandang atau

memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya (Winarno 1992).

Hasil uji hedonik panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai taraf

lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (agak suka) pada minggu ke-0 dan ke

Page 59: A2008 Rika Yulianti

4, sedangkan pada minggu ke-2 memiliki skor modus 3 (agak tidak suka).

Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli pada berbagai

taraf lama penyimpanan adalah 60,0-66,7% (Gambar 17).

60 6066.67

0

20

40

60

80

100

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Pen

erim

aan

war

na

(%)

Gambar 17 Persentase penerimaan panelis terhadap warna minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 16) menunjukkan bahwa lamanya

penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan

warna minuman jeli daun kelor. Hal ini diduga karena adanya penambahan zat

pewarna saat pembuatan minuman jeli yang menyebabkan warna minuman jeli

tetap stabil selama penyimpanan, sehingga warna minuman jeli dapat diterima

oleh lebih dari sebagian panelis sampai penyimpanan minggu ke-4. Pewarna

buatan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pewarna alami, yaitu

mempunyai kestabilan yang lebih tinggi, mewarnai lebih kuat, lebih seragam dan

lebih murah (Sulaeman 1990).

Aroma

Bahan pangan yang sudah rusak dapat diketahui dengan cara mencium

aromanya. Berdasarkan hasil uji hedonik, panelis masih dapat menerima aroma

minuman jeli daun kelor sampai penyimpanan minggu ke-4. Penerimaan panelis

terhadap aroma minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan

memiliki skor modus antara tidak suka (2) sampai suka (5). Tabel 7 menunjukkan

bahwa panelis semakin menyukai aroma minuman jeli dengan bertambahnya

waktu penyimpanan.

Tabel 7 Modus penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli selama penyimpanan

Penyimpanan Skor Modus Keterangan 0 minggu 2 Tidak suka 2 minggu 4 Agak suka 4 minggu 5 Suka

Page 60: A2008 Rika Yulianti

Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli pada

berbagai taraf lama penyimpanan berkisar antara 33,33-67,00% (Gambar 18).

Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli terbesar terdapat

pada minuman jeli yang disimpan selama dua minggu, sedangkan persentase

penerimaan terendah terdapat pada minuman jeli dengan lama penyimpanan 0

minggu.

33.33

67

46.67

0

20

40

60

80

100

0 minggu 2 minggu 4minggu

Waktu simpan

Pen

erim

aan

aro

ma

(%)

Gambar 18 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan

Uji Kruskal Wallis (Lampiran 17) menunjukkan bahwa lama penyimpanan

berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma minuman jeli daun

kelor. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penerimaan aroma minuman jeli

pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan penerimaan aroma

minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2, tetapi tidak berbeda dengan

penerimaan aroma minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-4. Hal ini diduga

disebabkan oleh zat-zat folatil pada daun kelor telah terurai selama penyimpanan

dan digantikan oleh perisa melon.

Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas

makanan. Faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan seperti keempukan dan

mudah tidaknya dikunyah.

Pada umumnya tekstur minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

dapat diterima oleh panelis. Hasil uji hedonik terhadap tekstur minuman jeli pada

berbagai taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (agak suka) pada

minggu ke-0 dan ke-4, sedangkan pada minggu ke-2 memiliki modus 5 (suka).

Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli pada berbagai

taraf lama penyimpanan adalah 66,67-73,33% (Gambar 19). Uji Kruskal Wallis

Page 61: A2008 Rika Yulianti

(Lampiran 18) menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur minuman jeli daun kelor.

73.3366.67

73.33

0

20

40

60

80

100

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Pen

erim

aan

tek

stu

r (%

)

Gambar 19 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan

Selama penyimpanan minuman jeli mengalami sineresis dan penurunan

viskositas sehingga tekstur minuman jeli sedikit lebih encer dan mudah disedot.

Tekstur inilah yang lebih disukai oleh panelis karena memudahkan minuman jeli

untuk dikonsumsi.

Penerimaan Umum

Penerimaan umum terhadap minuman jeli daun kelor yang disimpan

selama 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu berdasarkan pada kesukaan panelis

terhadap warna, aroma, dan tekstur. Pada umumnya panelis dapat menerima

minuman jeli yang disimpan pada berbagai taraf penyimpanan, hal ini terbukti

pada skor modus penerimaan panelis yang sama pada tiap taraf, yaitu (4) agak

suka.

53.33

73.33

60

01020304050607080

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Pen

erim

aan

um

um

(%

)

Gambar 20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun

kelor pada berbagai taraf lama penyimpanan

Page 62: A2008 Rika Yulianti

Persentase penerimaan umum panelis terhadap minuman jeli daun kelor

selama penyimpanan berkisar antara 53,33-73,33% (Gambar 20). Persentase

penerimaan umum tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama

dua minggu, yaitu sebesar 73,33%, sedangkan minuman jeli dengan

penyimpanan 0 minggu mempunyai persentase penerimaan umum terendah,

yaitu sebesar 53,33%. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 19) menunjukkan

bahwa lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap

penerimaan umum minuman jeli daun kelor.

7. Sifat Fisik Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan

Viskositas

Viskositas adalah derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas

suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,

temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain

(Towle 1973)

Minuman jeli daun kelor selama penyimpanan memiliki viskositas sebesar

1090-1620cp. Viskositas tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan

penyimpanan 0 minggu, yaitu sebesar 1620 cp. Viskositas mengalami penurunan

pada minggu ke-2 dan minggu ke-4, penurunan yang sangat berarti terjadi pada

minggu ke-2, yaitu sebesar 485 cp. Hasil sidik ragam (Lampiran 20)

menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap

viskositas minuman jeli daun kelor. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa

viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan

viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4,

sedangkan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-2 tidak

berbeda nyata dengan viskositas minuman jeli pada penyimpanan minggu ke-4.

10901135

1620

0

500

1000

1500

2000

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Vis

kosi

tas

(cp

)

Gambar 21 Viskositas minuman jeli selama penyimpanan

Page 63: A2008 Rika Yulianti

Kandungan utama jelly powder adalah karagenen. Karagenan stabil pada

pH 7 atau lebih, penurunan pH menyebabkan penurunan stabilitas khususnya

pada suhu tinggi. Penurunan pH menyebabkan hidrolisis polimer karagenan,

yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan kemampuan untuk membentuk

gel (Glicksman 1983). Keasaman (pH) minuman jeli daun kelor bernilai kurang

dari 7. Karagenan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama

penyimpanan. Proses depolimerisasi akan mempengaruhi kekuatan gel dan

viskositas karagenan (Kobenhavs 1978 dalam Pebrianata 2006).

Sineresis

Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari gel, salah satu penyebab

sineresis adalah kontraksi pada gel akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara

polimer dari struktur gel (Sunanto 1995). Penyebab terjadinya sineresis pada

minuman jeli dikarenakan sifat karagenan yang memiliki kestabilan gel pada pH

7, sedangkan pada pH dibawahnya kekuatan gel dan viskositasnya akan

menurun. Karagenan akan mengalami autohidrolisis dalam larutan asam dengan

hidrolisis pada ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa.

Gambar 22 menunjukkan bahwa sineresis cenderung meningkat selama

penyimpanan. Sineresis terendah terdapat pada penyimpan 24 jam minggu ke-0,

sedangkan sineresis tertinggi terjadi pada penyimpanan 48 jam minggu ke-4.

1.20

11.97

13.53

3.67

10.74

13.80

8.34

12.4513.66

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Sin

eres

is (

%)

24 jam

48 jam

72 jam

Gambar 22 Sineresis minuman jeli selama penyimpanan

Menurut Aurand & Woods (1973) dalam Sylviana (2005), sinersis

dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, tekanan mekanis dan konsentrasi fase

terdispersi. Sineresis akan mencapai maksimum jika gel terletak pada titik

Page 64: A2008 Rika Yulianti

isoelektriknya. Adanya kenaikan suhu pemanasan menyebabkan laju sineresis

semakin tinggi, demikian juga dengan penurunan suhu.

Sineresis minuman jeli selama penyimpanan 4 minggu menghasilkan

sineresis yang tidak terlalu besar dan masih dapat diterima oleh panelis. Hal ini

disebabkan oleh jelly powder yang digunakan merupakan mixing antara tiga jenis

hidrokoloid, yaitu karagenan, konjac glukomanan dan xanthan gum. Menurut

Fardiaz (1989), xanthan gum sering ditambahkan dalam formulasi jelly bakery

untuk menghambat sineresis. Sineresis pada minuman jeli merupakan suatu

proses yang diharapkan agar minuman jeli lebih mudah disedot, akan tetapi

jumlahnya tidak terlalu banyak karena dapat menyebabkan penurunan mutu.

Hasil sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan (0,

2 dan 4 minggu) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap sineresis, sedangkan

waktu pengukuran sineresis (24, 48, dan 72 jam) tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap sineresis.

8. Sifat Kimia Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan

Kadar Air

Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet suatu bahan

pangan karena mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan

mikrobiologis, dan perubahan enzimatis (Buckle et al. 1987). Kerusakan kimia,

enzimatis, mikrobiologis, atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan

tersebut terjadi pada bahan pangan dan memerlukan air selama prosesnya.

Oleh karena itu, banyaknya air dalam bahan pangan akan ikut menentukan

kecepatan terjadinya kerusakan (Winarno 1992).

Kadar air minuman jeli daun kelor pada berbagai taraf penyimpanan

berkisar antara 87,16-87,65%. Gambar 23 menunjukkan bahwa kadar air

minuman jeli daun kelor cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan.

Kadar air minuman jeli tertinggi terdapat pada minuman jeli dengan lama

penyimpanan 0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang

disimpan selama 4 minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan

lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air

minuman jeli daun kelor, meskipun kadar air cenderung menurun dengan

semakin lamanya penyimpanan.

Page 65: A2008 Rika Yulianti

87.65 87.56 87.16

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

100.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Kad

ar a

ir (%

)

Gambar 23 Kadar air minuman jeli selama penyimpanan

Penurunan kadar air pada minuman jeli selama penyimpanan diduga

karena terhambatnya aktivitas mikroorganisme yang dapat mengubah substrat

dan melepaskan air hasil metabolismenya sehingga jumlah air bebas dalam

substrat tidak meningkat. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis mikroba yang

menunjukkan penurunan jumlah mikroba selama penyimpanan. Hal ini juga

sesuai dengan pendapat Winarno (2002), yang menyatakan bahwa kadar air

pada bahan pangan dipengaruhi oleh kelembaban udara (RH) disekitar ruang

penyimpanan. Jika kadar air suatu bahan pangan tinggi dan kelembaban udara

disekitar ruangan rendah maka akan terjadi pelepasan uap air dari bahan,

sehingga kadar air dalam bahan pangan menurun.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) berkaitan dengan umur simpan bahan pangan,

sehingga nilai pH suatu bahan pangan perlu diketahui karena mempengaruhi

jumlah dan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dalam bahan pangan

tersebut (Fardiaz 1988). pH minuman jeli daun kelor berkisar antara 5,95-6,10.

pH tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 0 minggu,

sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama 4

minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 23) menunjukkan lamanya penyimpanan

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai pH minuman jeli daun kelor,

meskipun pH cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan.

Page 66: A2008 Rika Yulianti

6.1 6.05 5.95

0.001.002.003.004.005.006.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

pH

Gambar 24 pH minuman jeli selama penyimpanan

Minuman jeli mengandung antimikroba yang dapat menghambat aktivitas

mikroorganisme, sehingga pH minuman jeli tidak mengalami perubahan yang

nyata selama penyimpanan. Menurut Fardiaz (1988), selama penyimpanan

bahan pangan, mikroba melakukan aktivitasnya yang dapat menimbulkan

kerusakan bahan pangan dengan menghasilkan asam. Hal ini juga didukung oleh

hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan total mikroba selama

penyimpanan.

Aktivitas Air (aw)

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan

makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah

air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.

Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan

baik, misalnya bakteri memerlukan aw: 0.9; khamir memerlukan aw: 0.8-0.9; dan

kapang memerlukan aw: 0.6-0.7 (Winarno 1992). Nilai aw dipengaruhi oleh

kandungan air dan konsentrasi gula dalam bahan. Konsentrasi gula yang tinggi

mengakibatkan sebagian air bebas pada bahan menjadi tidak tersedia untuk

pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1987).

Nilai aw minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara

0,940-0,956. Nilai aw tertinggi terdapat pada minuman jeli yang disimpan selama

0 minggu, sedangkan terendah terdapat pada minuman jeli yang disimpan

selama 4 minggu. Berdasarkan hasil analisis nilai aw pada minuman jeli daun

kelor, maka dapat diketahui bahwa mikroba yang umumnya dapat tumbuh pada

minuman jeli adalah bakteri dan khamir.

Page 67: A2008 Rika Yulianti

0.956 0.943 0.940

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Aw

Gambar 25 aw minuman jeli selama penyimpanan

Gambar 25 menunjukkan bahwa nilai aw minuman jeli selama

penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Hal ini juga sesuai dengan

kadar air minuman jeli yang mengalami penurunan selama penyimpanan. Hasil

sidik ragam (Lampiran 24) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai aw minuman jeli daun kelor, meskipun

aw cenderung menurun dengan semakin lamanya penyimpanan.

Total Gula

Total gula minuman jeli daun kelor pada semua taraf penyimpanan

bernilai sama, yaitu sebesar 11,5ºBrix. Total gula minuman jeli daun kelor tidak

mengalami perubahan selama penyimpanan.

11.5 11.5 11.5

0.00

2.004.00

6.008.00

10.0012.00

14.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

To

tal G

ula

(B

rix)

Gambar 26 Total gula minuman jeli selama penyimpanan

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

adalah tersedianya zat gizi pada bahan makanan. Gula yang terdapat dalam

bahan pangan digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi. Selama

penyimpanan tidak terjadi perubahan total gula pada minuman jeli daun kelor.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan total

Page 68: A2008 Rika Yulianti

mikroba selama penyimpanan, sehingga gula yang terdapat pada minuman jeli

tidak digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan.

Vitamin C

Vitamin C bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar. Selama

penyimpanan, vitamin C mudah mengalami kerusakan. Kadar vitamin C pada

minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar antara 15,08-33,27

mg/100g bahan. Minuman jeli pada minggu pertama memiliki kadar vitamin C

tertinggi, yaitu sebesar 33,27 mg/100g bahan dan mengalami penurunan kadar

vitamin C pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4.

33.27

24.67

15.08

0.005.00

10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

Waktu simpan

Vit

amin

C (

mg

)

Gambar 27 Kadar vitamin C minuman jeli selama penyimpanan

Hasil sidik ragam (Lampiran 25) menunjukkan bahwa lama penyimpanan

tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar vitamin C

minuman jeli daun kelor. Minuman jeli daun kelor menggunakan pewarna yang

dapat melindungi vitamin-vitamin yang peka terhadap cahaya seperti vitamin C.

Selain itu pada pembuatan minuman jeli ditambahkan garam kalium sitrat.

Menurut Winarno (1992) penambahan asam sitrat dalam bahan pangan dapat

menjaga kestabilan vitamin C dalam bahan pengan.

7. Sifat Mikrobiologis Minuman Jeli Daun Kelor Selama Penyimpanan

Selama penyimpanan produk dapat mengalami perubahan mutu akibat

tumbuhnya mikroorganisme. Kerusakan makanan oleh mikroorganisme dapat

menyebabkan makanan atau minuman tidak layak dikonsumsi, akibat penurunan

mutunya. Ciri-ciri adanya pertumbuhan mikroba adalah terjadinya perubahan

warna, aroma, dan terbentuknya filamen-filamen di permukaan bahan pangan.

Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya

adalah suhu, pH, aw, oksigen dan tersedianya zat makanan (Fardiaz 1988).

Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan sangat penting dilakukan

Page 69: A2008 Rika Yulianti

untuk mengetahui mutu bahan pangan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan

pada penelitian ini menggunakan metode Total Plate Count (TPC). TPC adalah

suatu metode untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam bahan pangan

tetapi metode tersebut tidak bisa menentukan jenis mikroorganisme spesifik lebih

lanjut (Fardiaz 1988).

Menurut SNI 01-3719-1995 tentang minuman sari buah, angka lempeng

total maksimum sari buah yang masih dapat dikonsumsi adalah 2,0 x 102

koloni/ml, sedangkan menurut SNI 01-3552-1994 tentang jeli agar angka

lempeng total maksimum yang dapat dikonsumsi sebesar 1,0 x 104 koloni/ml.

Angka lempeng total minuman jeli daun kelor selama penyimpanan berkisar

antara < 25 koloni/ml - 7,3x101 koloni/ml. Hasil sidik ragam (Lampiran 26)

menunjukkan lamanya penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total

mikroba minuman jeli daun kelor.

Tabel 8 Angka lempeng total minuman jeli selama penyimpanan

Masa simpan Angka lempeng total (koloni/ml)

0 minggu 7,2 x 101

2 minggu 1,2 x 101

4 minggu 2,2 x 100

Tabel 8 menunjukkan sampai penyimpanan 4 minggu angka lempeng

total koloni minuman jeli daun kelor masih berada pada ambang batas yang

sesuai dengan syarat mutu SNI 01-3552-1994, bahkan menurun dari angka

lempeng total awal. Penurunan total mikroba pada minuman jeli daun kelor

selama penyimpanan dapat disebabkan oleh berfungsinya natrium benzoat

sebagai pengawet, proses pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit dan

kandungan antimikroba alami yang terdapat pada daun kelor. Menurut Fahey

(2005), pada daun kelor terdapat suatu komponen yang dinamakan

pterygospermin, yaitu komponen yang terbentuk dari gabungan dua molekul

benzyl isothiocyanate, dimana senyawa ini dilaporkan memiliki aktivitas

antimikroba.

Antimikroba adalah komponen yang dapat menyebabkan kebusukan atau

kerusakan dengan cara menghambat aktivitas mikroba, baik melalui pencegahan

aktivitasnya atau dengan cara membunuhnya (Fardiaz 1988). Eilert dan

Colleagues (1981) dalam Indian Medical Journal telah berhasil mengisolasi dan

mengidentifikasi 4-(a-L-rhamnopyranosyloxy) atau benzyl glucosinolate dan

Page 70: A2008 Rika Yulianti

turunan isothiocyanate pada daun kelor, serta dapat membuktikan adanya

aktivitas antimikroba yang dapat melawan bakteri dan jamur.

Page 71: A2008 Rika Yulianti

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Proses pembuatan minuman jeli daun kelor terdiri atas beberapa tahap,

yaitu pembuatan ekstrak daun kelor; pemanasan pada suhu 75ºC; pencampuran

gula, jelly powder dan kalium sitrat; pemanasan pada suhu 75ºC selama 5 menit;

penambahan perisa, penambahan pewarna dan natrium benzoat; sealing

dengan sealer; dan pasteurisasi pada suhu 75ºC selama 15 menit. Taraf ulangan

ekstraksi yang dicobakan yaitu satu kali, dua kali dan tiga kali. Komposisi bahan

penyusun dalam pembuatan minuman jeli daun kelor adalah 0,35% karagenan,

0,15% kalium sitrat, 0,4% perisa, 300 ppm pewarna, dan 0,1% natrium benzoat.

Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa ulangan ekstraksi berpengaruh

nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan penerimaan umum

minuman jeli daun kelor. Berdasarkan hasil sidik ragam, ulangan ekstraksi tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, serat

makanan tidak larut, serat makanan larut, serat makanan total, dan vitamin C

minuman jeli daun kelor. Sementara ulangan ekstraksi berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap total gula minuman jeli daun kelor.

Minuman jeli dengan satu kali ulangan ekstraksi terpilih sebagai produk

terbaik dan digunakan dalam penelitian lanjutan. Minuman jeli daun kelor terbaik

mengandung ß-karoten sebesar 0,17 mg/ 100 g bahan.

Berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan tidak memberikan

pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, total gula, vitamin C, dan

aktivitas air (aw) minuman jeli daun kelor. Namun, lama penyimpanan

memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap viskositas dan sineresis

minuman jeli daun kelor. Total mikroba minuman jeli daun kelor cenderung

mengalami penurunan selama penyimpanan dan tidak melebihi batas maksimum

angka lempeng total mikroba standar jeli agar dan minuman sari buah. Hasil sidik

ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang

nyata (p<0,05) terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor. Hasil uji Kruskal

Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap tingkat kesukaan warna, tekstur dan penerimaan umum minuman jeli

daun kelor.

Page 72: A2008 Rika Yulianti

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, minuman jeli dengan dua dan tiga kali

ulangan ekstraksi memiliki rasa yang getir, yang disebabkan oleh terlarutnya

banyak tanin dalam ekstrak daun kelor. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha

untuk mengurangi tanin yang terlarut. Total mikroba minuman jeli selama

penyimpanan satu bulan mengalami penurunan. Untuk itu perlu dikaji tentang

pengaruh antimikroba pada minuman jeli dengan membuat kontrol minuman jeli

tanpa pengawet natrium benzoat dan perlakuan pasteurisasi. Untuk

pengembangan minuman jeli daun kelor secara komersial, maka harus dilakukan

penyempurnaan terhadap formula minuman jeli daun kelor yang telah ada dan

dilakukan pengemasan yang lebih baik lagi, sehingga minuman jeli dapat

diterima oleh konsumen.

Page 73: A2008 Rika Yulianti

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Andarwulan N, S Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2004. Cegah Gizi Buruk dengan Konsumsi Daun Kelor. http//

:www.portal.com. [25 September 2007] Anonim. 2007. Raja Segala Pokok. http://www.letsliveonline.com. [25 September

2007]. Apriyantono, A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati & S Budiyanto. 1988.

Analisis Pangan. Bogor : IPB Press. Bauerfeind JC. 1981. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. New

York: Academic Press Becker & Makkar HPS. 1996. Nutritional Value and Antinutritional Component of

Whole and Ethanol Extracted Moringa Oleifera Leaves. Journal of Feed Science and Tecnology 63, 211-228.

Buckle KA, Edwards, GH Fleet, M Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI

Press. Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara. Damayanthi E, SA Marliyati, H Syarief & D Sukandar. 1997. Percobaan

Makanan. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Douglas BM. 2002. Colour In Food Improving Quality. Boca Raton: CRC Press. Duke. 1983. Moringa Oleifera Lamk. http//www.hort.purdue.edu/newcrop/duke.

energi/htm. [5 Nopember 2007] Eilert U. 1978. Antibiotic Principles of Seeds of Moringa oleifera. Indian Medical

Journal 38(235): 1013-1016. Fahey JW. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its

Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. Fardiaz S. 1988. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor :

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. ________. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat

Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Page 74: A2008 Rika Yulianti

Ferizal S. 2005. Formulasi Jelly Drink dari Campuran Sari Buah dan Sari Sayuran. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Foild N, Makkar HPS & Becker. 2007. The Potential Of Moringa Oleifera for Agricultural and Industrial Uses. Mesir: Dar Es Salaam.

Fuglie, Lowell J, ed. The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the

Tropics. Training Manual. 2001. Church World Service, Dakar, Senegal. www.moringatrees.org/moringa/miracletree.htm. [5 November 2007]

Glicskman. 1983. Food Hidrocoloids. Florida: CRC Press Inc. Boca Ratton Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara untuk Menganalisia

Tumbuhan. Bandung : ITB Press. Hardinsyah. 1988. Penilaian Konsumsi Vitamin A dalam Satuan RE. Bogor :

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _________, Martianto. 1992. Gizi Terapan. [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. New York : Marcell

Dekker. Meilgaard M, Civille GV & Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques [3rd

edition]. New York: CRC Press US of America. Meyer LH. 1978. Food Chemistry. Connecticut: AVI Publishing Muchtadi, et al. 2000. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam

berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. [Laporan Penelitian]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Muhilal, A Sulaeman. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dalam

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI Noer H. 2006. Hidrokoloid dalam Pembuatan Jelly Drink. Food Review. Vol 1

Edisi 2 Maret 2006. Nyiwarsini. 2003. Keragaan Kandungan Serat pada Pangan Fungsional

Minuman Serbuk. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pranajaya D. 2007. Pendugaan Sisa Umur Simpan Minuman Jelly di Pasaran.

[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prangdimurti E, D Muchtadi, M Astawan, FR Zakaria. 2006. Peningkatan

Khasiat Biologis Ekstrak Daun Suji untuk Digunakan sebagai Pangan Fungsional Pencegah Penyakit Degeneratif. [Laporan Akhir]. Bogor: IPB Press.

Page 75: A2008 Rika Yulianti

Saputra P. 2007. Sifat Kimia dan Viskositas Minuman Jelly Berbahan Baku Yogurt Probiotik selama Penyimpanan pada Suhu 4-7ºC. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Simbolan JM, M Simbolan, N Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.

Yogyakarta: Kanisius. Simon BW. 2008. Bahan Pembentuk Gel. ebookpangan.com [23 Juni 2008]. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Perairan,

Jakarta: Bharata Sudjana. 1995. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. Sulaeman A. 1990. Bahan Tambahan Makanan (Food Additives) Jenis dan

Petunjuk Penggunaannya. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

__________, F Anwar, Rimbawan, SA Marliyati. 1995. Metode analisis zat gizi

dan komponen kimia lainnya dalam makanan. [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sulistijani, DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus Agriwidya. Syarief H, B Setiawan, D Sukandar. 1987. Pengendalian Mutu, Penerapan

Prinsip-Prinsip Statistik. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Sylviana. 2005. Pembuatan Produk Minuman Jelly Cincau Hitam (Mesona

palustris BL.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Towle RJ. 1973. Carragenan. Dalam Industrial Gum. London: Academic Press. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. __________, TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan

Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. __________. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-Brio Press.

Page 76: A2008 Rika Yulianti

Lampiran 1 Lembar penilaian organoleptik minuman jeli daun kelor

Lembar Uji Hedonik (Kesukaan)

Nama Panelis :

Tanggal Pengujian :

Jenis Kelamin : L / P

Nama Produk : Minuman Jeli Daun Kelor

Di hadapan Saudara disajikan beberapa produk minuman jeli daun

kelor. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma,

tekstur, rasa dan keseluruhan dari produk minuman jeli tersebut berdasarkan

skala yang diberikan berikut ini :

1. Sangat tidak suka

2. Tidak suka

3. Agak tidak suka

4. Agak suka

5. Suka

6. Sangat suka

Keterangan : Tidak boleh membandingkan antar sampel

Kode Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

Komentar :

..........................................................................................................................

Page 77: A2008 Rika Yulianti

TERIMA KASIH

Lampiran 2 Lembar penilaian organoleptik minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

Uji Hedonik (Kesukaan)

Nama Panelis :

Jenis Kelamin : L / P

Tanggal Pengujian :

Nama Produk : Minuman Jeli Daun Kelor

Di hadapan Saudara disajikan produk minuman jeli daun kelor. Saudara

diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur dan

keseluruhan dari produk minuman jeli tersebut berdasarkan skala yang diberikan

berikut ini :

1. Sangat tidak suka

2. Tidak suka

3. Agak tidak suka

4. Agak suka

5. Suka

6. Sangat suka

Kode Warna Aroma Tekstur Keseluruhan

Komentar

..........................................................................................................................

TERIMA KASIH

Page 78: A2008 Rika Yulianti

Lampiran 3 Metode analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologis.

Metode Analisis Sifat Fisik

1. Pengukuran Sineresis (AOAC 1995)

Sineresis gel yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan

menyimpan minuman jeli daun kelor pada suhu ruang (28-30°C) selama 24 jam,

48 jam dan 72 jam. Masing-masing gel diwadahi dengan cawan untuk

menampung air yang dibebaskan selama penyimpanan. Sineresis gel dihitung

dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu dibandingkan

dengan berat awal gel.

Perhitungan :

Keterangan : A = Berat awal sampel sebelum penyimpanan (g) B = Berat akhir sampel setelah penyimpanan (g)

2. Viskositas

Viskositas diukur dengan viskometer. Sampel dimasukkan ke dalam

wadah dan pada viskometer dipasang dengan lengan pemutar dengan nomor

yang sesuai dengan tingkat kekentalan produk, untuk produk minuman jeli nomor

yang sesuai adalah nomor 3. Alat dihidupkan selama satu menit dan viskositas

produk dapat diketahui dengan satuan centipoise.

Metode Analisis Kimia

1. Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (Sulaeman et al. 1995)

Cawan logam atau porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100-

105°C selama kurang lebih 30 menit. Cawan didinginkan di dalam eksikator

(sekitar 30 menit), setelah dingin cawan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram

dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-

105°C selama 3-4 jam. Setelah itu cawan didinginkan dalam eksikator (sekitar 30

menit) lalu ditimbang.

Kadar air sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air = (B1-B2) x 100% B

Sineresis gel = A - B x 100% A

Page 79: A2008 Rika Yulianti

Keterangan :

B = Berat sampel (gram) B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan 2. pH (Apriyantono, Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1988)

Mula-mula sensor pH meter dibilas dengan aquades dan keringkan

dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan

pH 7. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke dalam wadah gelas dan

masukkan pH meter yang telah dikalibrasi ke dalam sampel sampai muncul nilai

yang stabil pada pH meter.

3. Total Gula Metode Refraktometri (Sulaeman et al. 1995)

Total gula ditentukan dengan metode refraktometri. Mula-mula kaca

obyek refraktometer dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi dan

didiamkan hingga kering. Setelah itu, dua tetes sampel diletakkan di atas kaca

obyek dengan menggunakan pipet lalu kaca obyek tersebut ditutup. Selanjutnya

tombol putar refraktometer (pengatur pembacaan kasar dan halus) diputar

sedemikian rupa sehingga pada kaca okuler terlihat batas antara gelap dan

terang, lalu nilai total gula sampel dibaca.

3. Analisis Kadar Vitamin C (Apriantono et.al. 1989)

Kandungan Vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod/iodimetri.

Sebanyak 10 g sampel dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml.

Setelah itu sebanyak 25 ml larutan diambil, ditetesi indikator pati sebanyak 3-5

tetes dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01 N. Titik akhir titrasi ditandai

dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Tiap mol equivalen dengan 0,88

mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dapat dihitung dengan rumus.

5. Nilai aw (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran nilai aw menggunakan aw meter yang telah dikalibrasi

menggunakan larutan NaCl jenuh yang memiliki nilai aw sebesar 0,750. Setelah

alat dikalibrasi, sampel dimasukkan dan ditunggu beberapa menit sampai muncul

nilai aw sampel yang dianalisis.

6. Serat Makanan Secara Enzimatis (Sulaeman et al. 1995)

mg Vitamin C = ml iod x 0,88 x faktor pengenceran x 100 g sampel

Page 80: A2008 Rika Yulianti

Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dan ditambahkan 25 ml 0,1 M

buffer fosfat pH 6 dan 0,1 ml enzim termamyl, kemudian dipanaskan selama 15

menit pada suhu 1000C. Setelah itu didinginkan dan turunkan pH menjadi 1,5

dengan HCl, lalu tambahkan 100 mg pepsin dan panaskan dengan penangas

bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Naikkan pH menjadi 6,8 dengan

menggunakan NaOH. Tambahkan 100 mg pankreatin dan panaskan kembali

dengan penangas bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Atur pH menjadi 4,5

dengan menggunakan HCl dan saring dengan menggunakan kertas saring

Whatman 41 yang sudah diketahui beratnya, kemudian pisahkan residu dengan

filtratnya.

Residu (Serat Tidak Larut)

Kertas saring yang berisi residu dicuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20

ml aseton. Keringkan dalam oven sampai berat konstan dan timbang (D1).

Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali (I1).

Filtrat (Serat Larut)

Filtrat ditambah 400 ml etanol 95% hangat dan biarkan mengendap.

Setelah mengendap saring menggunakan buchner funnel yang diberi kertas

saring yang sudah dikeringkan dalam oven dan diketahui beratnya, kemudian

cuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20 ml aseton. Keringkan dalam oven sampai

berat konstan dan timbang (D2). Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali

(I2).

10011

% ×−−

=W

BIDLarutTidakMakananSerat

10022

% ×−−

=W

BIDLarutMakananSerat

Keterangan :

W = berat sampel (g) D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (D-I)Blanko 7. Analisis ß-karoten (Journal of Chromatography 1992)

Penyiapan larutan standar

Timbang ± 0,01 g ß-karoten ke dalam erlemeyer bertutup asah.

Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer

hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok

kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petroleum eter :

Page 81: A2008 Rika Yulianti

dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke

dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah

sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok lainnya.

Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit.

Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah,

kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali

perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas

basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan

dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan

propanol. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian himpitkan hingga

tanda tera dengan propanol. Buat larutan deret standar (disesuaikan dengan

konsentrasi contoh). Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18. Larutan siap

diinjek ke dalam HPLC.

Penyiapan contoh

Timbang 10 g contoh, kemudian masukkan ke dalam erlemeyer 250 ml

bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok

menggunakan stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml

larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan

60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam.

Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan

larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok

lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30

menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah,

kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali

perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas

basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan

dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan

propanol. Saring larutan dengan Sep pak Catridge C 18, injeksikan larutan ke

dalam HPLC. Kadar ß-karoten dalam contoh dapat dihitung dengan rumus :

wsp

FpkarotenCstAstAsp

Csp××

Keterangan :

Csp = konsentrasi contoh (mg/kg) Ast = luas area standar

Page 82: A2008 Rika Yulianti

Asp = luas area contoh Fp = faktor pengenceran Wsp = berat contoh (g)

Metode Analisis Mikrobiologis

Uji Total Mikroba

Metode standar total plate count mikroba (TPC) digunakan untuk

mengetahui kandungan mikroba pada bahan pangan. Metode ini menggunakan

media PCA (Plate Count Agar). Sampel diencerkan sebanyak lima kali, lalu dari

kelima tingkat pengenceran tersebut dilakukan pemupukan pada cawan steril

(duplo) kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan medium PCA cair steril

sekitar 15 ml. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik

pada suhu 370C selama 2-3 hari. Koloni pada PCA dinyatakan sebagai CFU/ml

(Ferizal 2005).

1 ml sampel

Gambar 28 Diagram alir pelaksanaan uji total mikroba

1 ml

100

10-1

1 ml

10-2

1 ml

10-3

1 ml

10-4

1 ml

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

0.1 ml

1 ml 1 ml 1 ml

Page 83: A2008 Rika Yulianti

Lampiran 4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli daun kelor

Ranks kode perlakuan N Mean Rank

warna

1 kali ekstraksi 25 56.28 2 kali ekstraksi 25 33.32 3 kali ekstraksi 25 24.40 Total 75

Test Statistics(a,b) warna Chi-Square 30.889 df 2 Asymp. Sig. .000

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan

Lampiran 5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli daun kelor

Ranks kode perlakuan N Mean Rank

aroma

1 kali ekstraksi 25 44.46 2 kali ekstraksi 25 37.24 3 kali ekstraksi 25 32.30 Total 75

Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 4.237 df 2 Asymp. Sig. .120

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor

Ranks kode perlakuan N Mean Rank

tekstur

1 kali ekstraksi 25 43.98 2 kali ekstraksi 25 36.42 3 kali ekstraksi 25 33.60 Total 75

Test Statistics(a,b)

Page 84: A2008 Rika Yulianti

tekstur Chi-Square 4.055 df 2 Asymp. Sig. .132

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa minuman jeli daun kelor

Ranks kode perlakuan N Mean Rank

rasa

1 kali ekstraksi 25 49.48 2 kali ekstraksi 25 31.42 3 kali ekstraksi 25 33.10 Total 75

Test Statistics(a,b) rasa Chi-Square 11.358 df 2 Asymp. Sig. .003

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor

Ranks kode perlakuan N Mean Rank

penerimaan umum

1 kali ekstraksi 25 48.12 2 kali ekstraksi 25 32.94 3 kali ekstraksi 25 32.94 Total 75

Test Statistics(a,b)

penerimaan

umum Chi-Square 8.933 df 2 Asymp. Sig. .011

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 9 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 1.41163333 0.70581667 2.85 0.2025 Galat 3 0.74305000 0.24768333 Total 5 2.15468333

Page 85: A2008 Rika Yulianti

Lampiran 10 Hasil sidik ragam pH minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.05333333 0.02666667 1.33 0.3852 Galat 3 0.06000000 0.02000000 Total 5 0.11333333

Lampiran 11 Hasil sidik ragam total gula minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.70333333 0.35166667 42.20 0.0064 Galat 3 0.02500000 0.00833333 Total 5 0.72833333

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh ulangan ekstraksi terhadap total gula minuman jelly daun kelor Duncan Grouping

Mean N Perlakuan

A 11.90000 2 3 B 11.20000 2 2 B 11.15000 2 1

Lampiran 12 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 34.97703333 17.48851667 0.36 0.7218 Galat 3 144.04630000 48.01543333 Total 5 179.02333333

Lampiran 13 Hasil sidik ragam serat larut minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.00130000 0.00065000 0.08 0.9269 Galat 3 0.02505000 0.00835000 Total 5 0.02635000

Lampiran 14 Hasil sidik ragam serat tidak larut minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.00570000 0.00285000 0.18 0.8448 Galat 3 0.04790000 0.01596667 Total 5 0.05360000

Lampiran 15 Hasil sidik ragam serat makanan total minuman jeli daun kelor Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.00163333 0.00081667 0.03 0.9708 Galat 3 0.08190000 0.02730000 Total 5 0.08353333

Page 86: A2008 Rika Yulianti

Lampiran 16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank

warna

0 minggu 15 22.33 2 minggu 15 24.60 4 minggu 15 22.07 Total 45

Test Statistics(a,b) warna Chi-Square .364 df 2 Asymp. Sig. .834

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink

Lampiran 17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank

warna

0 minggu 15 16.70 2 minggu 15 28.70 4 minggu 15 23.60 Total 45

Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 6.692 df 2 Asymp. Sig. .035

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink

Lampiran 18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank

warna

0 minggu 15 19.47 2 minggu 15 27.40 4 minggu 15 22.13

Page 87: A2008 Rika Yulianti

Total 45 Test Statistics(a,b) tekstur Chi-Square 3.059 df 2 Asymp. Sig. .217

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

Ranks Wkt simpan jelly drink N Mean Rank

warna

0 minggu 15 19.33 2 minggu 15 28.63 4 minggu 15 21.03 Total 45

Test Statistics(a,b)

penerimaan

umum Chi-Square 4.855 df 2 Asymp. Sig. .088

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: wkt simpan jelly drink Lampiran 20 Hasil sidik ragam viskositas minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 345433.33333333 172716.66666667 28.39 0.0112 Galat 3 18250.00000000 6083.33333333 Total 5 363683.33333333

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap viskositas minuman jeli daun kelor Duncan Grouping

Mean N perlakuan

A 1620.00 2 0 minggu B 1135.00 2 2 minggu B 1090.00 2 4 minggu

Lampiran 21 Hasil sidik ragam sineresis minuman jeli daun kelor selama penyimpanan

Page 88: A2008 Rika Yulianti

Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 4 154.31111111 38.57777778 9.28 0.0266 Galat 4 16.63537778 4.15884444 Total 8 170.94648889

Sumber Keragaman

db Anova ss KT F hit Pr > F

Jam 2 11.25335556 5.62667778 1.35 0.3558 Minggu 2 143.05775556 71.52887778 17.20 0.0109

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap sineresis minuman jeli daun kelor Duncan Grouping

Mean N Minggu

A 13.663 3 4 B 11.720 3 2 B 4.403 3 0

Lampiran 22 Hasil sidik ragam kadar air minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.26813333 0.13406667 3.88 0.1474 Galat 3 0.10375000 0.03458333 Total 5 0.37188333

Lampiran 23 Hasil sidik ragam pH minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.02333333 0.01166667 7.00 0.0741 Galat 3 0.00500000 0.00166667 Total 5 0.02833333

Lampiran 24 Hasil sidik ragam aw minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.00023333 0.00011667 1.17 0.4219 Galat 3 0.00030000 0.00010000 Total 5 0.00053333

Lampiran 25 Hasil sidik ragam vitamin C minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 330.83910000 165.41955000 7.36 0.0696 Galat 3 67.39270000 22.46423333

Page 89: A2008 Rika Yulianti

Total 5 398.23180000

Page 90: A2008 Rika Yulianti

Lampiran 26 Hasil sidik ragam total mikroba minuman jeli daun kelor selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 5646.45333333 2823.22666667 4234.84 0.0001 Galat 3 2.00000000 0.66666667 Total 5 5648.45333333

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap total mikroba minuman jeli daun kelor Duncan Grouping

Mean N perlakuan

A 72.0000 2 0 minggu B 13.0000 2 2 minggu C 2.2000 2 4 minggu

Page 91: A2008 Rika Yulianti
Page 92: A2008 Rika Yulianti